24.11.15

[ROUND 5] BU MAWAR – MENJADI SEORANG GURU

[ROUND 5] BU MAWAR – MENJADI SEORANG GURU
Penulis : Hewan



Epilog Peretas Alforea

Sosok itu hadir dengan ciri kenamaannya, sekaleng minuman jahe. Ditenggaknya kaleng itu sampai habis, lalu dilemparlah ke tong sampah—atau tepatnya, celah dimensi—hingga kaleng itu menghilang. Kemudian dia berjalan santai ke depan dengan raut wajah agak serius. Dia dihadang oleh sosok lain berjubah hitam namun dia abaikan itu. Matanya sudah tertuju pada sosok gadis layu yang terbaring di peti mati yang didirikan tegak (dan juga terhubung dengan sejumlah kabel dan selang penopang kehidupan).

Semua orang mengenal pria itu sebagai Dimas Pamungkas, si pria Wedang Jahe Kalengan. Namun dia bukan satu-satunya Dimas Pamungkas.


"Hai, Tamon Ruusyana~ Di dimensi dan linimasa ini ternyata kau masih hidup, ya?" kata Dimas Pamungkas. "Hehehe! Sudah kuduga sih sewaktu melihat avatar seksimu berkeliaran di Kastel Despera bersama Hewanurma."

"Di-diam kau!" yang balas menghardik justru sosok berjubah hitam. "Mau apa kau di dimensi ini? Kau, diriku yang lain!"

Dimas Pamungkas tertawa, "Hai juga, wahai Dimas. Kaukah yang membantai seluruh murid SD yang susah-payah kuselundupkan ke server Alforea? Dan kau juga—beserta entah siapa hacker mungil yang kau sewa—yang memasukkan virus ke database Alforea. Iya, kan?"

"Memangnya kenapa?" balas Dimas Pamungkas yang lain. Ketika tudung jubahnya tersibak, tampak wajahnya sedikit lebih muda daripada lawan bicaranya. "Kau ada masalah dengan itu?"

Menggelenglah Dimas Pamungkas. Senyum remehnya tetap menghias, dan dia berkata, "Nggak juga, sih. Aku memasukkan anak-anak itu ke Sol Shefra, khususnya ke Alforea, adalah untuk memancing dia. Jujur saja, aku agak kesal karena sekalipun sudah kukasih umpan begitu banyak anak-anak lemah, ternyata dia belum muncul juga. Terlebih, Hewanurma udah keburu menyadari lubang yang kuciptakan di Gerbang Nurma kebanggaannya."

Tamon Ruusyana, si gadis di dalam peti mati, tak bisa menyembunyikan ekspresi marahnya begitu Dimas Pamungkas menyinggung keberadaan entitas itu.

Dimas Pamungkas melanjutkan ceritanya, "Tapi beruntung, aku berhasil menyusupkan satu orang terakhir, yang ternyata tetap dikenali oleh sistem Battle of Realms sebagai peserta. Dan akhirnya, bu guru yang tampak lemah itu pun mampu membuat dia terpancing! Hehehe!!"

"A-apa yang sudah kau lakukan?!" Kali ini Tamon Ruusyana tak bisa menahan diri. Dengan suara ringkih dia menyela, "Kau memberikan wadah bagi dia!"

"Benar! Wadah untuk dia yang sudah ada sejak Sol Shefra tercipta! Bagus, kan?" jawab Dimas Pamungkas tanpa ragu. "Dan tadinya aku bermaksud memberikan asupan tragedi, sedikit demi sedikit, untuk memupuk kegelapan di wadah yang dia rasuki sehingga dia bisa bangkit sempurna. Tapi kebodohan anak buahmu," Dimas Pamungkas menunjuk dirinya yang lain, yang berjubah hitam, "ternyata membuat semuanya menjadi lebih cepat. Tak kusangka. Hehehehh!"

"Apa maumu sebenarnya?!" bentak Dimas Pamungkas berjubah hitam.

Kali ini yang ditanya tak segera menjawab. Dia mengeluarkan sekaleng minuman jahe lagi dari balik pakaiannya, lalu membuka segelnya. Diseruputnya sedikit saja sebelum akhirnya dia memberikan jawaban, "Kenapa? Ya biar asik saja!"

"A-apa…!?"

"Lagipula kebodohanmu yang mengakibatkan hancurnya Alforea malah memancing Empat Penguasa untuk datang ke semesta data ini. Mereka takut kalau Kotak Laplace pesanan mereka lenyap bersama dengan hancurnya Alforea dan hilangnya Hewanurma."

Wajah Tamon Ruusyana semakin pucat.

"Yah, kurasa salah satu dari mereka akan datang tak lama lagi," ujar Dimas Pamungkas. Dia pun menghabiskan WJK keduanya, lalu dibuanglah kaleng kosong itu ke celah dimensi seperti tadi. "Itu berarti saatnya aku kembali. Ke masa depan~"

Tiba-tiba celah dimensi itu meretak lebih lebar, menciptakan perlintasan ruang-waktu. Dimas Pamungkas melompat ke dalamnya lalu menghilang. Retakan itu lantas menutup seketika.

Yang tersisa dari pria masa depan itu hanyalah misteri.

Apakah alasan dari segala tindak-tanduknya di dunia ini? Dimas satunya lagi tak percaya begitu saja kalau motif dari Dimas masa depan itu adalah asik-asikan. Pasti ada alasan mengapa dia sampai bersusah payah memancing entitas itu.

Tapi untuk saat ini, Tamon Ruusyana dan Dimas berbaju hitam kedatangan tamu lain.



Sekian menit berlalu. Persis seperti peringatan yang diberikan, datanglah satu dari Empat Penguasa ke ruangan putih tersebut. Pintu baja terhempas bersama nyaring ledakan. Lantas tampaklah sosok pria bertopeng kucing dari balik kepulan debu dan asap.

"Nekoman!" seru Tamon Ruusyana.

Maka plot pun bergulir.

"Kotak Laplace itu," ujar Nekoman, "sampai kapan kalian mau menyembunyikan keberadaannya dariku, hah?!"

Namun jawaban yang digulirkan Tamon Ruusyana adalah, "Aku tidak bisa menyerahkan sesuatu yang memang belum tercipta."

Tersentaklah Nekoman.

"Apa m-maksudmu belum tercipta?"

"Kotak Laplace yang kalian incar itu terikat oleh sistem Battle of Realms." Tamon Ruusyana terbatuk. Kondisinya semakin mengkhawatirkan, namun dia tetap tampak tegar menghadapi satu dari Empat Penguasa itu.

Nekoman mengancam, "Kalau begitu akan kuhentikan turnamen ini—"

"Maka kalian akan kehilangan kotak itu SELAMANYA!" potong Tamon Ruusyana. Tangannya mencengkeram kuat ujung peti mati tempatnya berbaring, emosinya tersulut.

"…!?"

"Kotak itu," lanjut gadis peti mati tersebut, "baru akan muncul jika turnamen ini mendapatkan juaranya." Lalu Tamon Ruusyana terkekeh. "Bagus bukan, sistem yang dirancang oleh Hewanurma?"

Senyuman kecil dari Tamon Ruusyana membuat Nekoman kehabisan kata-kata. Geraman pria itu membuat topeng kucing yang dikenakannya bergetar kuat. Tak menemukan solusi lain, dia mengambil ponsel dari balik saku jaketnya.

"Kalau begitu akan kupastikan kalau turnamen ini terselenggara sampai akhir," ujar Nekoman. "Cih, terpaksa aku minta bantuan Dewa Merah berselera buruk itu."

Nekoman pun menghilang seketika.

Dimas menelan ludah.

Turnamen ini akan terus berjalan. Namun sekarang tak ada yang bisa menebak kemanakah semua ini berujung kelak.

Tinggal dua babak lagi.

Ya, dua babak lagi.



Bab 1 Reruntuhan Alforea, Sang Dewa Merah, dan Keenam Semifinalis


Babak semifinal turnamen Battle of Realms menyisakan enam petarung tangguh. Entah kenapa totalnya enam, padahal sesuai kewajaran semestinya hanya ada empat semifinalis. Sepertinya turnamen ini sudah terlalu kacau akibat sabotase dari banyak pihak, sampai-sampai sekarang sudah tidak jelas lagi siapa yang menjadi panitianya.

Sungguh ironis, pihak yang mengacaukan turnamen ini, yaitu Empat Penguasa, kini malah menawarkan bantuan untuk menjadi panitia dadakan. Salah satu dari mereka akan memandu jalannya semifinal ini.

Lokasi berkumpulnya para peserta adalah di Alforea.

Ya, Alforea yang semestinya hancur itu ternyata tak sepenuhnya hancur. Daratannya masih ada, setidaknya. Yang lenyap hanyalah peradabannya.

Alforea yang dulu bukanlah yang sekarang. Alforea yang tadinya begitu indah, rimbun dan permai, kini hanyalah tanah mati nan gersang. Kota Despera pun tinggal reruntuhan yang tiada berpenghuni.

Atau semestinya begitu.



Satu per satu peserta bermunculan dari gerbang dimensi yang terbuka.

Yang pertama adalah Alshain Kairos alias Kai. Sosok pemuda elok berambut perak ini dikatakan sebagai peserta dengan kekuatan paling imba di antara keenam semifinalis. Dia mengaku dirinya adalah seorang mapmaker, tapi sepanjang kiprahnya di turnamen ini tak ada satupun peta (map) yang dibuatnya. Keahlian teleportasinya, bagaimanapun, sungguh patut diwaspadai. Rumor menyebutkan kalau Kai mampu membuat wanita menjadi telanjang seketika dengan mengeksploitasi teknik teleportasinya. Sekali kedip, pakaian mereka pun menghilang entah kemana.

Sungguh mesum.

Lalu datanglah peserta kedua. Dia adalah si kribo Fatanir yang sudah berganti nama menjadi Fatashura (walau akhirnya tetap saja dipanggil Fata) setelah mencuri gear sakti milik Relima. Bahkan gear itu kini sudah digunakan sebagai bagian dari tubuh Fata sehingga meningkatkan kemampuan teknopath lelaki kribo ini sampai taraf yang overmantap.

Ketika Fata bertatap muka dengan Kai, keduanya saling melemparkan pandangan jantan, saling menantang.

"Woi, rambut ubanan! Katenye nih elu jago banget ye? Pengen gue jajal deh," ujar Fata.

Kai mendelik, "Heh, baru punya rambut kribo KW aja belagunya setengah mampus."

Mereka berdua langsung adu melotot, hingga muncullah peserta ketiga.

Usianya dikatakan sudah ratusan tahun meskipun penampilannya masih seperti bocah biasa. Rambut hijaunya tak senyentrik kedua peserta tadi, tapi tetap saja mencolok. Satu lelaki berambut hijau lainnya telah dia singkirkan di babak yang lalu, menjadikan bocah ini sebagai satu-satunya rambut hijau tersisa di turnamen ini.

Namanya adalah Eophi Rasaya. Dan dia membawa serta peralatan tidurnya.

"Jangan lupa kenalkan aku juga dong, IDIOT!" kata sebuah guling. "Namaku adalah Light. Ingat itu, TOLOL!"

"Aku, aku, aku juga, shushu," sahut sebuah bantal. "Panggil aku Milk, shushu."

"…a-aku nggak masalah kalau nggak dikenal," si selimut tampak begitu grogi sampai-sampai dia lupa menyebutkan nama dirinya.

"Nama si selimut adalah Cloud," ujar si kasur, peralatan tidur terakhir. "Dan aku White. Senang berkenalan dengan kalian."

Eophi terheran sendiri. Sambil mengantuk, dia bertanya, "Hoaaahem, kalian berbicara kepada siapa, sih?"

Seekor naga merah mungil mendarat di pundak Eophi. Meleka cedang plomoci dili, Phi~ meleka kan ingin dikenal, Naga merah mungil ini pandai berbicara langsung ke hati melalui telepati.

"Ah sudahlah. Aku mau bobo lagi."

Eophi semakin mengantuk. Dia segera menaiki White si kasur sambil menarik Milk, bantalnya, dan Light, gulingnya. Setelah dapat posisi berbaring yang enak, giliran Cloud si selimut yang bergerak untuk menyelimuti Eophi. Sedangkan Hel, si naga, tetap berjaga.

Eophi langsung tertidur.

Fata dan Kai terdiam begitu menyaksikan kemunculan Eophi Rasaya.

Kemudian hadirlah sosok keempat.

Dia adalah wanita seksi yang rambutnya—entah dicat atau apa—berwarna biru. Sepertinya rambut memang menjadi ciri yang paling membedakan para semifinalis kali ini.

"Kalian … adalah peserta lainnya?"

Dan si rambut biru langsung mengambil langkah menjauh, berwaspada. Wajar saja, mereka bertiga adalah cowok sedangkan dirinya punya tubuh yang terlalu menggoda. Atau setidaknya, begitulah yang ada di pikiran wanita ini.

Nama dia adalah Sanelia Nur Fiani, biasa dipanggil Nely. Gosipnya, dia sedang mengandung anak dari hasil perbuatan terlarang. Namun bisa sampai di semifinal ini, tentu dia sendiri bukanlah seseorang yang bisa diremehkan.

Selanjutnya peserta kelima.

Boleh dibilang, dia memiliki rambut dengan model dan warna paling normal dibandingkan keempat peserta yang muncul lebih dulu. Mima Shiki Reid memiliki rambut hitam pendek yang terkesan atletis. Mungkin karena didukung oleh postur tubuhnya yang memang seperti atlet. Biasanya Mima mengenakan kaus santai yang dibalut dengan apron. Tapi kali ini, dia hadir dengan seragam SWAT lengkap.

"Ini arena semifinal? Entah kenapa aku merasa pernah berada di sini sebelumnya."

Bahkan insting militernya sudah bekerja. Pandangan matanya beredar ke sekeliling, memperhatikan perimeter. Ketika menangkap sosok-sosok peserta lain, tangan Mima refleks mencabut senapan dan menodongkannya ke arah mereka.

"Kalian lawanku sekarang?!" gertak Mima.

Fata langsung pasrah mengangkat kedua tangan, meskipun tetap sambil menyengir tengil. Adapun Kai malah menyeringai lebar, tanda bahwa dia tak takut sama sekali. Nely yang ada di sisi lain jadi semakin berwaspada. Pikirannya mulai mengingat-ingat mantra keren apa yang bisa dilepaskan kalau-kalau pertempuran pecah di sini sekarang juga.

Namun semua ketegangan ini terusik oleh tibanya peserta terakhir.

Kali ini yang datang adalah seorang peserta wanita yang rambutnya tertutup oleh jilbab. Dia mengenakan jaket oranye yang sudah lusuh dan robek sana-sini. Tampak jelas lengan kanan bioniknya yang berwarna metalik. Bu Mawar, nama sebenarnya. Dia ditemani oleh bocah lelaki berambut ikal, sebut saja namanya Sunoto. Sejak pertarungan babak ketiga, Sunoto selalu menempel sang guru sebagai partner—setidaknya begitulah yang dia pikir.

"Waduh, Sun. Kayaknya berantemnya udah mau mulai?" komentar Bu Mawar tatkala menyaksikan suasana antar peserta yang begitu tegang, seolah sudah siap untuk baku hantam.

"M-mereka ANEH semua!" sahut Sunoto, yang langsung menyinggung perasaan para peserta lain. Mereka (minus Eophi yang masih bobo) langsung melotot ke arah si bocah.

"Apa lu kata, boy?!" hardik Fata. "Kalo kita aja dibilang aneh, elu mesti liat deh semifinalis tahon lalu. Sampe ada boneka beruang dan jelly segala."

Sunoto tersentak dan spontan mundur beberapa langkah.

"Hmm … Anda cukup informatif juga, Pemuda Kribo," sahut Mima, masih sambil menodongkan senapan.

"Lu aja yang kuper, Tante~" ledek Fata. Kuping Mima sedikit panas mendengar itu. Latar belakang militernya tentu membuat wawasan dia begitu luas. Dikatai kuper oleh lelaki tanggung dengan rambut culun … jemarinya jadi gatal untuk menekan pelatuk senapannya.

Kai malah tertawa. Dia suka sama karakter si kribo. Kai menemukan lelaki dengan tipe yang mirip dengannya, yaitu bermulut tajam.

Sementara itu, badan Nely sudah berpendar terang, tanda kalau manna yang dibutuhkannya untuk memantra sihir telah terkumpul dalam jumlah cukup.

Situasi menjadi memanas.

Namun akhirnya—

Bunyi meriah itu mengalahkan segalanya!

Dialah Thurqk♪! (Wkwokwowko!)
Oh, dialah Thurqk♪!! (Wkwokwowko!!)

Dia Overlord! Di atas segala Overlord~♪!
Sungguh ganteng, Lord~♪ rupawan, my Lord~♪!
Kejam nan memesona, merah lagi membara, Looord~♪♪

"Ya Allah, musik norak apa ituh?" Bu Mawar menutup kedua telinga.

Dari arah reruntuhan kota, menggema lagu aneh dengan suara membahana. Lalu muncul rombongan bermotor yang dipimpin oleh sesosok karismatik, yang motornya paling keren dibandingkan yang lain, dilengkapi sound system megah yang terus mengudarakan lagu kebanggaannya.

Thurqk sang Dewa Merah telah datang!

Dialah Thurqk♪! (Wkwokwowko!)
Oh, dialah Thurqk♪! (Wkwokwowko!!)
Dialah Thurqk♪! (Wkwokwowko!)
Oh, dialah Thurqk♪!! (Wkwokwowko!!)

Saat konvoi Thurqk mendekat, bising lagu noraknya semakin melengking tinggi hingga menggetarkan permukaan tanah. Kini semua peserta ikut menutup kuping. Bahkan Eophi pun terbangun.

"Duh, berisik sekali!"

Mima yang sudah tak sabar segera mengalihkan bidikannya. Saat pelatuk ditekan, maka peluru senapannya melesat dan menghancurkan sound system megah di belakang motor Thurqk. Pengeras suara itu meledak dengan epik.

"WOK! Apa-apaan ini, cewek SWAT!?" Thurqk tersentak, lantas turun dari motornya. "Emangnya murah hah belinya? Situ mesti ganti rugi!"

Thurqk lantas menunjuk ke arah Mima. Seketika di depan muka wanita itu muncul layar holografis bertuliskan:

Mima Shiki Reid, peserta no. 054
dana turnamen tersisa : 35.000 KEITH

Kemudian dengan jentikan jari dari Thurqk, tulisan di layar holografis itu berubah.

<mentransfer uang digital
ke akun [Thurqkokwkow]
sebanyak 30.999 KEITH
...
...berhasil>

Mima Shiki Reid, peserta no. 054
dana turnamen tersisa : 4.001 KEITH

Setelah itu, tulisan tersebut kembali menghilang.

Mima terheran dengan kejadian aneh itu, tapi dia segera menyadari. "Itu … jumlah yang berkurang adalah … uang-ku?"

"Tepat sekali, wkwokwowko!" Thurqk membalas. "Memangnya selama ini kalian nggak nyadar kalau kalian punya duit?"

Semua yang ada di sana terpana oleh pembeberan fakta itu. Rupanya selama bertarung di tiap ronde dan menang, setiap peserta akan diberikan bonus uang digital sesuai dengan penampilan yang mereka tunjukkan. Dana turnamen ini diberikan khusus oleh sponsor Battle of Realms yang menolak untuk disebutkan namanya.

"Tunggu! Berarti tadi uangku berkurang banyak sekali, dong?!" sewot Mima, tapi Thurqk hanya terkekeh tak mau peduli.

Eophi mengangkat tangan dan berkata, "Saya mau tanya! Kalau kita memang dikasih uang, lalu di mana kita mesti membelanjakannya?"

Thurqk kembali tertawa, "Wkwokwowko, pertanyaan bagus!" Dewa Merah itu lantas menunjuk ke arah timur. "Lihat ke sana, kalian bisa puas belanja di Alfo Mart milikku."

Menolehlah Eophi ke belakang. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat kalau di sana ternyata sudah berdiri minimarket yang megah. Padahal tadi sama sekali tak ada bangunan seperti itu di sana!

"Ajegile! Sihir apaan neh? Kok bisa ada begituan di sonoh?" bahkan Fata kribo yang memiliki kekuatan menciptakan segala teknologi secepat kilat pun terkesima.

"Wkwokwowko, Hvyt-Hvyt bawahanku emang pekerja keras," jawab Thurqk sekenanya. "Bikin satu minimarket dalam beberapa detik mah gampang buat mereka."

Hvyt yang dimaksud oleh Thurqk adalah mereka yang tadi ikut konvoi bermotor di belakang sang Dewa Merah. Rupanya saat tadi Thurqk sedang menjelaskan perihal uang digital, para Hvyt sudah bergerak untuk membangun minimarket.

Kai mendengus tak percaya. Ini tipu-tipu, aku yakin, benaknya. Pasti teknik yang digunakannya untuk memunculkan minimarket itu mirip dengan manipulasi ruang-waktu milikku. Tanpa diminta siapa-siapa, Kai malah membuat analisis sendiri.

"Sekarang, silakan kalian beli-beli senjata, pakaian, atau apa kek untuk melengkapi diri demi menyambut semifinal," ujar Thurqk. "Aku kasih waktu 30 menit buat belanja, nanti kalian balik lagi ke sini. Ngerti?"

Nely menyahut, "Sebentar. Memangnya kau siapa?"

"Siapa? Wkwokwowko!" tawa si Dewa Merah. "Aku ini panitia darurat, istilahnya. Aku dibayar sama si Neko buat memandu semifinal kalian. Tapi tentu saja aku kepengen untung lebih banyak, makanya kalian mesti belanja di Alfo Mart punyaku. Kalau tidak—"

Thurqk lantas tersenyum lebar seraya memamerkan aura dewa miliknya. Seberkas energi kemerahan memancar dari tubuhnya ke segala arah, menggetarkan semuanya. Tanah meretak dan langit pun bergoncang. Keenam peserta segera merasakan hawa menekan dari sang Dewa Merah.

"WKWOKWOWKO!! Kalian bakal kumasukkan ke NERAKA!"

"I-ini …?" Kai si imba pun merinding.

Mima tertunduk setengah berlutut. Keringat dinginnya mengalir. "Tekanan aura ini … seperti Blackz yang muncul setelah duel di Amatsu."

"Jadi d-dia juga entitas setingkat dewa??" Eophi meringkuk di kasur sambil menutupi badan dengan selimut.

Sekarang semua peserta malah terdiam.

Lama diam saja.

Terus bengong dan membisu.

Padahal tadi mereka sudah disuruh untuk mampir ke Alfo Mart milik Thurqk. Sang Dewa Merah jadi jengkel sendiri.

"DIBILANGIN, CEPETAN BELANJA SANAH!!" teriaknya menggetarkan sukma.

Maka keenam peserta pun kocar-kacir pergi.



Bab 2 Proto Merkavah, Bahtera Perang dalam Legenda


Alforea Shopping Mart—pendeknya Alfo Mart—bisa dikatakan sebagai toserba yang benar-benar serba ada. Apapun dijual di sana. Dengan harga neraka, tentunya. Thurqk memang sedang mengembangkan Korporasi Iylich miliknya. Suatu saat nanti, dia mungkin akan menyelenggarakan Turnamen Neraka dengan gaya dia sendiri—terinspirasi oleh Battle of Realms yang tengah berlangsung sekarang.

Tiga puluh menit telah berlalu, para peserta telah kembali dari Alfo Mart dengan belanjaan mereka masing-masing.

Kai tampak tak terlalu berbeda. Namun entah siapa yang tahu senjata apa saja yang dia sembunyikan di balik mantel hitamnya (yang kini tampak agak menggembung). Muka pemuda rambut putih ini entah mengapa masih terlihat begitu kesal. Mungkin karena dirinya dipaksa belanja oleh si Dewa Merah. Kai sungguh tidak suka jika ada orang yang memanipulasi dirinya. Seharusnya dialah yang memanipulasi orang lain.

Kemudian Fata muncul dengan sekardus mie instan terikat tali rafia di punggung. Raut wajahnya begitu ceria. Sepertinya pemuda kribo ini sudah lama sekali tak menikmati makanan favoritnya itu.

Eophi keluar dengan penampilan baru … atau tepatnya, penampilan peralatan tidurnyalah yang baru. Masing-masing dari mereka, kasur, guling, bantal, selimut, kini diberikan cover berwarna-warni. Daripada putih dekil karena tidak sempat dicuci sepanjang turnamen? Begitulah pikir Eophi.

Mima tak membeli banyak. Dia sudah membawa peralatan lengkap sebelum datang ke persinggahan di sini. Lagipula, uangnya tadi sudah banyak dirampok oleh Thurqk demi biaya ganti rugi. Jadinya, Mima hanya memborong sejumlah coklat wafer bergizi tinggi untuk ransom.

Adapun Nely … dia malah membeli perlengkapan bayi (?).

Yang paling berubah penampilan, mungkin Bu Mawar. Guru itu membeli jilbab putih baru, baju hitam dan celana panjang longgar berwarna hitam, serta mantel panjang berwarna merah pucat sebagai pengganti jaket lusuhnya. Dan dia sekarang juga menutupi wajahnya dengan topeng klasik berukiran bunga mawar. Alasan sang guru mengenakan topeng akan kita ketahui kelak. Sunoto juga membeli sesuatu dengan uang Bu Mawar, sesuatu yang bakalan berguna nanti saat bertarung.



Sekarang, semuanya kembali berkumpul di hadapan Thurqk.

"Wkwokwowko, kalian sudah kembali! Bagus, bagus," tawa Thurqk, kemudian dia memanggil anak buahnya. "Oke, berikan fotokopian tadi."

Seorang bawahan Thurqk sigap menyerahkan beberapa lembar kertas kepada masing-masing peserta.




"Itu peraturan babak ini, kalian baca aja sendiri," kata Thurqk.

"Yaelah, Om! Males banget timbang ngejelasin peraturan," timpal Fata. Kemudian Thurqk langsung melotot ke arah si kribo, membuat pemuda slengean itu ciut dan meminta ampun, "B-becanda, Om. Makasih banyak buat fotokopiannya. Om Truk emang panitia paling ganteng sepanjang turnamen ini, ehehe."

"Wkwokwowko! Itu mah udah pasti!" hidung Thurqk mekar akibat pujian manis dari Fata.

Sang Dewa Merah lantas bertepuk sebelah tangan. Muncul dua portal dimensi yang berbeda tujuan. Setelah itu, Thurqk beraksi.

Dia melesat menendang muka Kai yang lengah.

"A-apa?!"

Pemuda rambut putih itu terpental hingga masuk ke portal pertama, tanpa sempat bereaksi apa-apa. Peserta lain terkejut, namun Thurqk sudah berpindah dan menjambak rambut kribo Fata.

"Eh apa-apaan neh, O-Om?"

Thurqk menyeret kepala kribo Fata dan melemparkan pemuda itu ke portal nomor dua. Fata hanya bisa pasrah.

Selanjutnya, Thurqk sudah berada tepat di antara Mima dan Nely. Kedua wanita militer itu tersekiap, namun masih kalah cepat oleh tangan dewa. Dengan seenak hati, Dewa Merah itu menampar pantat Mima dan Nely begitu keras. Mereka berdua langsung terpental ke arah portal pertama dengan pipi (dan bokong) memerah.

"I-ini sekuhara!" teriak Nely.

"Akan kuadukan ini pada Weasel. Awas kau, Thurq!!" ancam Mima.

Mereka berdua pun terhisap masuk ke portal pertama. Kemudian portal itu menutup seketika lantas menghilang begitu saja. Thurqk lantas melirik ke arah dua peserta tersisa. Namun—

Eophi sudah memacu kasur terbangnya untuk sukarela menerobos portal kedua. "Dah, Dewa Merah!"

"K-kita juga pergi, Sun!" Bu Mawar tak mau ketinggalan. Dia membopong Sunoto dan segera melompat ke portal yang sama.

Kemudian portal kedua itu ikut menutup dan lenyap.

Thurqk menghela nafas lalu ngedumel sendiri.

"Cih, mereka nggak seru."

Maka dengan demikian, babak semifinal turnamen ini dimulai juga. Siapakah yang akan menjadi dua peserta yang selamat dan berhasil melaju ke final kelak? Mari kita simak bersama.

(* * *)

"Sun, ayo itu bacanya apa," kata Bu Mawar, menunjuk tulisan pada plang besi yang menempel pada potongan dinding batu.

"Ibu nggak bisa baca sendiri?" protes Sunoto.

Jitakan nyaring mendarat di kepala si bocah lelaki.

"Gyaaah! K-kenapa mesti pakai tangan kanan besi lagi?! Sakit kan, Bu!" Sunoto berjongkok sambil tangannya mengelus-elus kepala yang benjol kecil.

Bu Mawar malah berpaling, telapak tangannya diletakkan pada dada, "Lebih sakit hati Ibu, Sun, ditolak permintaannya oleh murid sendiri. Hiks. Sedihnya diriku~"

Sunoto menghela nafas panjang. Dia tak akan menang adu kata sama gurunya ini, maka mengalahlah bocah itu. Pakai topeng kayak gitu segala sih. Jelas Ibu bakal kesulitan melihat, batin si bocah. Lalu Sunoto mendekat dan membacakan tulisan pada plang.

"Kapal Perang Proto-Merkavah, dibuat pada tahun … errh, tahunnya nggak kebaca. Dan tulisan seterusnya juga udah kabur, nggak jelas." Sunoto mengernyit lalu menoleh ke arah sang guru. "K-kita beneran ada di atas kapal perang, Bu?"

"Sepertinya begitu," jawab Bu Mawar singkat.

Mereka berdua lantas mendongak, memperhatikan hamparan yang terbentang di depan.

Tampak dataran yang berbukit-bukit dengan satu bukit tengah menjulang begitu tinggi. Permukaan tanah berlumut menutupi konstruksi bangunan batu dan besi. Yang membuat Bu Mawar dan Sunoto merinding adalah moncong-moncong meriam dari berbagai ukuran, ataupun artileri berat lainnya yang begitu asing bagi mereka, semua itu menjorok dari konstruksi bangunan besi dan batu yang mereka perhatikan. Dan yang paling megah adalah moncong meriam raksasa yang mencuat dari bukit tertinggi.

"Gilak! Itu udah segede Monas aja!" komentar Sunoto.

Permukaan tanah bergoyang lagi, membuat Bu Mawar dan Sunoto harus berpegangan agar tidak jatuh. Kemudian mereka berdua kembali mencium aroma laut yang dibawa oleh angin, bersamaan dengan percikan air yang berkilau tatkala diterpa terik matahari. Lalu di kejauhan, garis horizon dari lautan pun terlihat.

Saat itu, lengan bionik Bu Mawar memberikan notifikasi. Layar kecil pada pergelangan tangan besi itu memunculkan tulisan.

<Pemindaian lokasi : ...selesai
Menampilkan denah
PROTO-MERKAVAH>

Kemudian layar itu memproyeksikan citra hologram di udara. Terpampanglah bagan tiga dimensi dari sebuah kapal raksasa secara lengkap.

"Muncul lagi tuh, Bu. Kayak waktu di biolab," ujar Sunoto.

"Tapi kali ini nggak ada lokasi X-nya. Gimana nih?" balas Bu Mawar.

<RENGGO SINA, misi R5,
Objektif 1 : Mengamankan kristal pengontrol PROTO-MERKAVAH
Objektif 2 : Merebut peta lokasi [KOTAK LAPLACE]
Objektif 3 : Menemukan keberadaan A.I. primitif>

Bu Mawar mengomel, "Ya Allah! Nyusahin banget si OPI, nyuruh macem-macem begini. Aku beneran dianggap jadi pengganti Renggo. Mana nggak ada petunjuk apa-apa pula."

Sunoto menoleh ke arah gurunya, "Jadi kita mesti gimana sekarang, Bu?"

"Ya sudah. Ayo kita jelajahi saja kapal segede gaban ini," seru Bu Mawar ceria.

Maka sang guru berjalan lebih dulu. Dia belum terbiasa mengenakan topeng. Sudut pandangnya jadi terbatas, Bu Mawar harus sering menoleh kiri-kanan. Dan pada langkah kesekian …

"Bu Mawar, awas!" seru Sunoto yang mengikuti dari belakang.

Terlambat. Dahi Bu Mawar sudah terantuk tonjolan besi melintang yang gagal masuk ke jarak pandang sang guru. Jatuhlah dia terjengkang.

"Aduh, nyebelin!"

Bu Mawar segera bangkit lalu menonjok dinding tempat tonjolan besi tadi. Lengan bionik sang guru bergetar, aktif menambah kekuatan pukulan barusan. Dinding itu hancur dan rontok seketika.

Sunoto menelan ludah.

Dia sadar kalau itu adalah lengan besi yang sama dengan yang tadi digunakan untuk menjitak kepalanya. Sunoto bergumam, Err … kepalaku masih aman kan, yak?

"Wah, ada ruang rahasia di balik dinding tadi!" seru Bu Mawar. Padahal itu hanya ruangan biasa yang dindingnya dia jebol karena emosi. Baru saja guru itu melangkah masuk, dia sudah melihat sesuatu.

Sepasang mata itu menyorot ke arah sang guru. Saat cahaya matahari mulai menerangi ruangan, tampaklah wujud sosok itu. Badan yang terbuat dari logam, kabel yang melilit persendian, ataupun lampu yang menyala di wajah … Bu Mawar pernah melihat yang seperti ini sewaktu di babak ketiga.

"Oalah, di sini ada robot!" seru sang guru.

Sunoto langsung berlari mendekat, "He? Ada robot kayak Renggo dan Ralan yang waktu itu?" Dia melongok dari balik punggung sang guru untuk turut menyaksikan. Bentuknya agak berbeda dengan Renggo, dan lebih kecil. Tapi itu memang robot.

Lalu robot itu tiba-tiba bergerak!

Bu Mawar terkaget mundur, membuat Sunoto yang ada di belakangnya terjengkang. Sang guru ikut terpeleset dan jatuh menindih muridnya. Sunoto mengaduh.

Robot itu melangkah maju lantas bersuara.

<<Apakah Anda yang akan memimpin kami untuk—>> perkataan robot itu terhenti ketika sensor di kepalanya berhasil mengidentifikasi manusia di hadapannya. <<Tidak! Sepertinya Andalah yang justru HARUS kami hancurkan!>>

Kedua lengan si robot menjulur ke depan. Sedetik kemudian, struktur permukaan robotik itu membuka dan memunculkan sejumlah laras senapan. Semua terarah ke Bu Mawar dan Sunoto.

"Tunggu!" seru Bu Mawar.

Tapi kali ini perkataannya terlalu lemah untuk bisa memberikan efek. Robot itu bersiap untuk menembak. Tak ada jalan lain, Bu Mawar segera bangkit dan menyeret lengan muridnya.

"Kita kabur, Sun!"

Rentetan peluru menerjang, hampir saja menembus kepala sang guru andai dia tidak menunduk. Robot itu mengarahkan lagi tangannya mengincar Bu Mawar. Tembakan berikutnya dilepaskan.

Untung saja guru itu masih sempat berlindung di balik batu besar. Sunoto bernaung di dalam pelukannya. Permukaan batu terkoyak oleh serbuan peluru, namun belum jebol. Mereka berdua selamat, setidaknya untuk saat ini.

<<Berkumpul, wahai putra-putri Ezekiel!>> seru si robot.

Bu Mawar melirik. Seketika dia merasa ngeri.

Dari atap-atap bangunan besi dan dari tempat-tempat lain, muncullah puluhan robot sejenis. Mata mereka menyorot terang, seolah penuh kemarahan. Mereka terus berseru.

<<Kita harus hancurkan K.A.N.A sebelum dia memanggil kapal perangnya!>>
<<Hancurkan K.A.N.A! Hancurkan!!>>
<<Putra-putri Ezekiel harus menuntaskan misi!>>
<<Musnahkan K.A.N.A!>>
<<Selamatkan Sol Shefra!!>>

Robot-robot itu mulai mendekat. Tangan mereka membuka, memunculkan senapan mesin ataupun bilah pedang.

Sunoto yang melihat itu ikutan ngeri. Dia melirik ke arah Bu Mawar yang sedang memangkunya, namun sang guru malah tertunduk aneh. Tangannya memegang dahinya yang tertutup topeng. Bu Mawar merasakan kepalanya yang tiba-tiba terasa begitu sakit. Keringat dingin membasahi wajah di balik topengnya.

Lalu suara itu menggema di benaknya.

Wahai Kusumawardani

Bu Mawar tersentak, "Si-siapa?"

Aku yang telah memilihmu
Akulah yang selama ini meminjamkan kekuatan padamu
Engkau yang memperkuatnya dengan kekelaman jiwamu

Bu Mawar merasakan kepalanya semakin nyeri. Jantungnya berdebar kencang. Nafasnya mulai terengah-engah. Lalu dari sela-sela topengnya, asap hitam pun menguar dengan bunyi berdesis seolah bunyi sesuatu sedang terbakar.

Sekarang aku akan mengirimkan kapal perangku
Kapal perang yang mereka takuti

Sunoto panik. "Bu Mawar! B-Bu Mawar kenapa?"

Wahai Kusumawardani,
Sebentar lagi

Engkau akan menjadi diriku!

Para robot semakin dekat.

Dan saat itulah langit tiba-tiba menghitam. Awan badai berkumpul begitu cepat, menutupi segala cerah matahari. Kilatan petir menyambar. Hujan deras pun turun. Dan jauh di balik awan badai itu, terdengar samar-samar suara raungan yang aneh. Namun semakin lama, raungan itu terdengar semakin jelas.

Para robot terkejut. Tapi mereka tahu apa yang sedang terjadi.

<<Oh, tidak. Tidak!>>
<<Tidak secepat ini …>>
<<Kapal perang itu akan tiba!>>
<<Sedangkan pewaris Ezekiel belum kita temukan…>>

Robot-robot itu terpuruk.

Harapan mereka seolah sirna seketika, namun—

Jawaban pun datang.

Daratan berguncang keras bagaikan gempa. Sunoto terlontar menghantam tembok. Bu Mawar ikut terpelanting. Sebagian besar robot di sana juga terjatuh akibat getaran kuat itu. Getaran kencang itu lama-lama menjadi stabil. Konstruksi besi yang terdapat di seluruh daratan menjadi bercahaya. Lampu-lampu menyala. Moncong-moncong meriam pun bergerak membidik ke satu arah, ke langit hitam.

Robot-robot itu kembali berseru.

<<Mereka menemukan pewaris Ezekiel!>>
<<Proto-Merkavah telah bangkit!!>>

Lautan terusik. Gelombang tinggi tersibak ke segala arah saat bahtera perang sebesar gunung ini akhirnya berlayar.

Serahkan dirimu padaku, Kusumawardani!



Bab 3 Petualangan Keenam, Mantap!


Beberapa jam sebelumnya, kedua peserta yang lain telah mendarat di posisi mereka masing-masing. Saat itu langit masih cerah dan bahtera raksasa ini belum aktif.

Fata masih karena tadi dirinya dilempar secara kasar oleh si Dewa Merah. Kardus mie instan yang dia ikat di punggung pun remuk saat si kribo terjatuh membentur bangunan berbatu. Sekarang, karena emosinya yang labil, Fata langsung berniat merebus semua mie itu—total 40 bungkus—dalam satu panci besar yang dia buat sendiri.

Kebetulan posisi terjatuhnya Fata dekat dengan pinggir kapal. Persediaan air pun melimpah. Tinggal gunakan katrol sederhana untuk menimba air dari lautan, lalu air itu disaring lagi melalui mesin penetral salinitas. Gampanglah semua itu dibuat oleh Fata si teknopath.

Menunggu air mendidih, dia pun duduk menyandar.

Sekali lagi Fata mencoba berbicara kepada kapal.

"Woi, Merkavah. Ngomong dong. Masa' gue dicuekin terus dari tadi, hah?"

Fata merengut. Baru kali ini dia bertemu mesin yang begitu pendiam. Harus dirayu lebih jitu lagi.

"Gue udah tahu semuanya, Merkavah," ujar Fata. "Biarpun elu nggak ngomong ke gue, dikit-dikit gue dapat gambaran juga."

Air mendidih, Fata berdiri untuk memasukkan 40 mie instan sekaligus. Setelah itu dia kembali duduk dan lanjut mengobrol.

"Elu lagi nyari pewaris Ezekiel, kan? Ezekiel yang ngebikin lu buat perang sama siapa tuh namanya, si A.I. primitif yang udah ada sejak Sol Shefra tercipta. Cuman pewaris Ezekiel yang bisa ngejalanin kapal jumbo ini."

Fata berdiri lagi. Dia memasukkan bumbu sambil mengaduk-aduk mie yang dia rebus.

Saat itulah muncul beberapa robot menghampiri si kribo. Tapi Fata tetap cuek. Melirik pun tidak. Dia lebih tertarik pada mie yang sedang dia masak. Sudah lama sekali perutnya tidak merasakan citarasa mie instan negeri khatulistiwa yang ketenarannya sampai ke ujung dunia.

Ketika robot-robot itu semakin mendekat, barulah Fata merasa agak terganggu.

"Ngapa, coy? Mau makan mie juga?" tanya Fata.

<<Apakah Anda yang akan memimpin kami?>> salah satu robot malah balik bertanya.

Fata menggaruk-garuk rambut kribonya sebelum menjawab, "Pewaris Ezekiel, yak? Kalau dari segi kapabilitas sih, ya udah pasti cocok bangetlah. Teknopath geto loh. Trus sekarang kalian mau ngasih tau di mana kristal itu, atau gue cari sendi—"

<<Bukan>> potong robot tersebut <<Anda bukan pewaris Ezekiel! Justru Anda teman dari A.I. primitif, musuh kami!>>

Kali ini Fata benar-benar terkejut.

Robot-robot itu sudah siap untuk memberondongnya dengan senapan mesin yang mencuat dari lengan mereka.

"Ajegile!"

Maka gempuran itu tiba. Desing peluru berentetan menyerbu tempat Fata berdiri. Beruntung, pemuda kribo itu sudah terlebih dulu menciptakan tameng balistik anti peluru. Gerigi di dada Fata berputar dan menyala, menandakan kemampuan Tekno-Ashura miliknya sedang aktif. Ukuran tameng itu cukup untuk menutupi badan ceking Fata.

Tapi rambut kribonya ternyata tetap menyembul ke atas, tak terlindung tameng. Rambut itu segera bolong-bolong akibat terkoyak peluru.

"Not my afro!"

Fata kesal.

Dia memegang tamengnya dengan tangan kiri agar tangan kanannya bebas menciptakan benda lain. Gerigi ajaib di dadanya bercahaya semakin terang, lalu terciptalah senjata mutakhir itu. Ursus-Blaster homing , yaitu pelontar misil mungil berdaya ledak tinggi dengan sistem pelacak.

Total robot terlihat adalah sepuluh.

Fata menembakkan Ursus-Blaster tegak lurus ke langit. Sepuluh misil meluncur ke atas, kemudian kembali turun ke bawah sambil mengincar tiap-tiap robot yang ada. Ledakan beruntun pun tercipta. Satu demi satu robot dihancurkan, hingga akhirnya hanya tersisa sepuluh rongsokan besi.

Fata menurunkan tamengnya. Satu kosong untuk kemenangan Fata melawan para robot. Akan tetapi, segera si kribo bersedih.

Pancinya hancur. Isinya tumpah dan berceceran di lantai, sudah kotor oleh debu, tanah, serta oli dari rongsokan robot.

"Nuoooooh, mie rebuskuuuuuu!!!"

Histeris Fata. Dan si kribo semakin histeris sewaktu matanya kini memandang seratus robot lain yang sudah bergerak ke arahnya. Haruskah dia melawan semua robot itu sekarang?

"Nggak ada waktu, neh!"

Akhirnya Fata memilih untuk kabur. Dia melompat keluar bahtera, tapi bukan untuk menyebur ke laut. Pemuda itu mendarat di sebuah sekoci bertenaga jet hasil rakitannya sendiri.

"Feeling gue nih ada sesuatu di sekitar laut sini. Daripada ngurusin robot-robot yang nggak bisa diajak ngobrol, mending jalan-jalan dulu deh~"

Maka melesatlah sekoci jet Fata meninggalkan bahtera raksasa. Dia pergi ke arah yang ditunjukkan oleh radar yang dia pegang. Radar pendeteksi kristal ajaib buatannya sendiri—entah bagaimana cara kerjanya. Ada satu sinyal yang tertangkap dan lokasinya agak jauh di barat.

Cukup lama Fata melaju. Ketika dia menengok ke belakang, seluruh badan Proto-Merkavah bisa dilihatnya. Dan ukurannya benar-benar sudah seperti satu pulau saja.

Melihat kapal perang sebesar itu, terbayang akan sekuat apa orang yang mampu mengendalikan itu.

"Pewaris Ezekiel, ya?"

Si kribo lantas teringat kejadian tadi. Ternyata robot-robot itu tidak mau mengakui kehebatan dirinya sebagai teknopath yang semestinya sudah sangat layak menjadi pengendali Proto-Merkavah. Berarti salah satu dari dua peserta lainnya lebih oke dari dirinya? Atau ada orang keempat?

"Ah bodo amat!"

Fata tak mau ambil pusing. Kalau semua sesuai dengan informasi yang tertera di fotokopian dari Thurqk, maka siapapun yang memegang kristal-lah yang bakal menjadi pengendali semuanya.

Maka perjalanan pun berlanjut hingga dia menemukan pulau kecil seluas lapangan basket. Itu adalah lokasi yang ditunjukkan oleh radar. Fata turun dari sekoci jet dan mulai mencari-cari.

Hanya butuh kurang dari semenit untuk menemukan lokasi benda yang si kribo cari. Ternyata kristal itu malah dipajang di suatu pedestal di ruang terbuka, mudah sekali dicomot. Hanya tersembunyi oleh kabut yang menyelubungi pulau. Tapi dalam hati, Fata memuji.

"Buset deh curangnya kelewatan. Kristalnya malah diumpetin di luar kapal. Jauh bener pulak! Gimana bisa ketemu tuh kalau bukan gue pinter banget bikin radar. Wakakak!"

Memuji diri sendiri.

Fata mengambil kristal aneh itu. Cukup kecil ukurannya, muat untuk dimasukkan ke kantong celana si kribo. Bentuknya rada aneh, seperti dua limas tetrahedron yang ditumpuk atas-bawah hingga menjadi seperti bintang. Barangkali itulah simbol geometris merkavah.

"Wokeh, sekarang gue bisa ngendaliin—"

Perkataan si kribo terhenti ketika dia menyadari kalau tiba-tiba semua menjadi begitu gelap. Dan itu pasti bukan karena tujuh bola naga terkumpul.

Fata mendongak dan terlihatlah seluruh langit sudah tertutup oleh awan badai. Hujan turun, petir kilat menyambar. Dan gema raungan aneh itu memenuhi langit, membuat bulu kuduk Fata berdiri.

Begitu Fata menoleh lagi ke belakang, rambut kribonya serasa mau rontok.

"Asem! Kapalnya bergerak!!"

Buru-buru Fata melompat naik ke sekocinya.

Kristal sudah di tangan. Tapi apa gunanya jika dia terlalu jauh dari Proto-Merkavah untuk bisa mengendalikan apa-apa?

"HUWOII!! JANGAN KABUR LUH, DASAR KAPAL SONTOLOYO!!"

(* * *)

Kita tarik waktu mundur sekali lagi. Kali ini untuk melihat sepak terjang peserta ketiga, yakni Eophi Rasaya, seorang Myrd yang sedang dalam masa petualangan pelatihan.

Pemuda kecil berambut hijau ini sedang berbaring malas di kasurnya. Dia membiarkan kasur itu membawanya pergi. Entah kemana lagi. Kapal ini terlalu besar untuk dijelajahi tanpa petunjuk apa-apa.

"IDIOT! Kita malah berputar-putar begini? Pikir lebih pinter lagi, dong!" maki Light si guling.

"Ah tapi ini kan jalan yang benar, shushu," kilah Milk si bantal. "Aku pasti bener, shushushu!"

Eophi garuk-garuk hidung lalu menguap. "Kurasa kita memang berputar-putar."

"Tuh kan benar!" timpal Light si guling. "Dasar kalian BLO'ON!"

"Da-daripada itu, a-apa kalian nggak heran sama robot-robot yang kita temui sepanjang perjalanan?" Cloud si selimut sudah panik sejak detik pertama.

"Memang aneh," timpal White si kasur. "Mereka diam saja dan hanya mengamati kita."

Eophi mengeluarkan kertas fotokopian yang diterimanya dari Thurqk. "Kalau informasi yang dikasih Om Merah itu bener, mestinya robot-robot itu agresif dan langsung nyerang kita." Eophi lantas melirik ke arah Hel, naga merah mungil yang bertengger di pundaknya.

Tetep ati-ati, Phi, si naga bertelepati, bisa aja meleka tiba-tiba nyelang kita!

Eophi mengangguk setuju. Lalu dia menguap lagi. "Tapi kita kemana lagi, nih? Tidak ada petunjuk sama sekali. Andai ada apa gitu yang bisa dilacak. Atau kita tanya-tanya para robot itu saja? Kali aja mereka mau jawab."

Bukan belalti nggak ada yang bisa kita lacak sih, Phi, jawab Hel.

"Hah?"

Aku mencium bau enak, Phi~~

Maka Eophi dan seperangkat kawan-kawannya melesat ke arah yang ditunjukkan Hel. Mereka tidak menyadari kalau sosok yang tak asing itu sudah membuntuti dari belakang.



Beberapa menit berlalu, mereka sudah tiba di tempat yang dimaksud.

"Naga BEGO! Bau enak apaan? Itu semua udah tumpah kayak begitu!" omel Light.

Eophi dan kawan-kawannya melihat begitu banyak mie yang berceceran di lantai. Sudah kotor, tak bisa lagi dimakan. Atau mestinya sih begitu.

Tapi Eophi sudah turun dan berjongkok seraya mencicipi beberapa untai mie. "Wih, masih kerasa enak."

"EOPHI!!" kompak keempat alat tidur si rambut hijau berteriak. Lalu mereka memukul kepala si Myrd hingga pemuda pendek itu jatuh dengan muka terbenam di kubangan mie instan.

Eophi segera bangkit. Dia merengut kesal, hendak melancarkan protes kepada keempat alat tidurnya itu. Namun Hel yang berpatroli di udara segera mengirimkan sinyal telepati kepada Eophi.

Dia datang lagi, Phi!

Terdengar bunyi langkah kaki yang mendekat. Sosok itu menampakkan diri dan menyapa, "Baru sebentar ditinggal, sekarang tingkahmu udah kayak pemulung malang aja. Sampai mungut makanan sisa gitu, aku jadi kasihan deh."

"M-Minerva!"

Eophi buru-buru meludahkan mie yang tadinya masih dikunyahnya. Dia menarik badan Cloud si selimut untuk dijadikan lap mulut. Lalu dengan gaya yang lebih dewasa, Eophi mendekati Minerva dan berkata, "Hai, Minerva. Kau datang lagi untuk menengok diriku? Rindu, ya?"

Minerva hampir muntah mendengar rayuan Eophi. Wanita itu berpaling muka dengan cepat, rambut merahnya berkibar sebentar.

"Kalian memang bodoh!" hardik Minerva. Lalu dia menunjuk ke arah Eophi, "Terutama kamu!"

"Eh? Diriku?"

"Padahal sejak babak prelim pun kamu sudah mendapatkan gambar peta itu! Jangan pura-pura lupa, deh!"

"Peta?" Eophi mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian, pemuda ngantuk itu berseru sendiri, "Ah, peta YANG itu!"

Pikiran Eophi melayang membawanya mengenang petualangan pertamanya di semesta data ini. Portal yang menjadi portal penghubung Kota Despera dan Gurun Shohr'n, bentuknya pintu kayu usang dengan coretan dari Hewanurma dan Tamon Ruu.

"Gambar roda yang rumit dan simbol-simbol aneh itu," ungkap Eophi, "jadi itu merupakan peta kapal ini?"

Minerva mengangguk, "Berdasarkan penyelidikan dari organisasi, iya. Itu adalah peta yang menunjuk pada sesuatu yang tersimpan di kapal gigantik ini."

"Kotak Laplace?" tanya Eophi.

"Bisa jadi," balas Minerva, "atau setidaknya, peta ini akan mengarah pada satu petunjuk terakhir untuk menemukan Kotak Laplace. Jadi begini kisahnya …."

Minerva lantas menceritakan panjang-lebar tentang sejarah Proto-Merkavah.

Dulu, saat Sol Shefra pertama kali tercipta sebagai semesta data, terwujudlah pula sisi gelap Sol Shefra sebagai penyeimbang natural. Dia adalah semacam archaic intelligence, atau A.I. primitif. Sol Shefra semakin lama semakin makmur, muncul banyak kehidupan. Namun sebagian besar kehidupan itu berasal dari semesta luar. Mereka pendatang yang bukan merupakan penduduk asli Sol Shefra.

Segala macam server yang ada di Sol Shefra merupakan habitat yang diciptakan oleh para pendatang baru itu. A.I. primitif tidak suka dengan penyusup. Mereka dianggap mengganggu keseimbangan Sol Shefra. Maka A.I. primitif itu mulai menyerang.

"Singkat cerita," kata Minerva, "seseorang yang bernama Ezekiel berhasil mengalahkan A.I. primitif itu dengan kelihaiannya dalam menciptakan senjata perang. Yaitu Proto-Merkavah ini. Kemudian gosipnya, Hewanurma dan Tamon Ruu sepakat untuk memanfaatkan struktur kokoh kapal gigantik ini demi menyembunyikan sesuatu."

"Ezekiel, ya? Serasa pernah dengar di mana gitu," timpal Eophi. "Lalu sekarang apa?"

"Ya ayo sekarang kita cari benda yang mereka sembunyikan itu!" Minerva lantas menyodorkan secarik kertas kepada Eophi. "Nih, sudah kugambar ulang peta itu berdasarkan memorimu yang kuintip waktu itu. Berterima kasihlah~"

Baru saja Eophi dan Minerva bersiap untuk berburu harta karun, sekelompok robot sudah mengelilingi mereka.

<<Cerita itu belum berakhir di sana.>>



Bab 4 Ezekiel dan K.A.N.A.


Eophi dan Minerva terlalu asik mengobrol sampai-sampai mereka tak menyadari kalau sekarang sudah ada begitu banyak robot yang mengepung tempat mereka. Untungnya, robot-robot itu belum terlihat akan menyerang.

<<K.A.N.A. masih hidup. Dan dia akan memanggil kapal perangnya untuk memusnahkan kita semua.>> tutur salah satu robot.

"Siapa K.A.N.A?" tanya Minerva.

<<Nama yang diberikan oleh Ezekiel kepada A.I. primitif itu.>>
<<K.A.N.A., alias Kaballistic Arcane-Netherbeing of Annihilation—Entitas kuno penghancur dari kabbalah.>>

"Tunggu sebentar," potong Eophi. "Ezekiel ini sebenarnya siapa? Jangan bilang kalau dia adalah—"

<<Ya, Ezekiel sama sepertimu. Dia adalah utusan dari Myrdial untuk mengatasi kekacauan yang diciptakan K.A.N.A. pada zaman itu.>>

Eophi terdiam.

<<Dan engkau yang berasal dari Myrdial adalah pewaris Ezekiel.>>
<<Kami adalah kaum robot yang diciptakan Ezekiel, kami putra-putri Ezekiel.>>
<<Bantulah kami, pimpinlah kami untuk menghadapi K.A.N.A. yang akan segera bangkit.>>

Kini Eophi kehabisan kata-kata untuk merespon. Dia memang berasal dari Myrdial, sama seperti Ezekiel. Tapi kemampuan Eophi sungguh berbeda dari Ezekiel. Mengapa robot-robot ini malah menyuruhnya menggantikan Ezekiel?

Belum sempat Eophi merenungkan jawaban, langit sudah menggelap. Awan-awan badai berkumpul dan bergemuruh.

<<Ga-gawat! Kapal perang K.A.N.A. akan muncul!>>
<<Kami mohon, Tuan Myrdial, selamatkan kami!>>

"Dengan cara apa?!" bentak Eophi.

Sementara itu, hujan deras telah turun. Gelegar petir sudah terdengar bersamaan dengan kilatan-kilatan cahaya yang sesekali menerangi awan badai. Dan suara raungan membahana itu memenuhi penjuru langit.

<<Ikutilah kami!>>
<<Kami akan menunjukkan jalan!>>

Robot-robot itu berhenti mengepung. Mereka segera berlari menuju arah tertentu, sambil memberikan isyarat tangan agar Eophi menyusul.

Eophi menjambak-jambak kepalanya, kesal. Tapi dia tak punya pilihan lain. "Arrgh! Baiklah, baiklah! Apapun yang bisa kulakukan akan kulakukan!" Akhirnya Myrd berambut hijau itu setuju. Dilipatnya peta yang tadi diberikan oleh Minerva, "Ini bisa menyusul nanti!" lalu dia kembalikan lagi kepada gadis berambut merah itu.

Minerva protes, "Hei!?"

Akan tetapi, Eophi sudah melajukan kasur terbangnya menyusul para robot. Hel si naga merah yang tadinya berpatroli di udara kini turun mengikuti Eophi. Ati-ati, Phi. Aku melasakan cecuatu yang cangat belbahaya!

Giliran Minerva yang kesal. Secarik peta yang seharusnya menjadi petunjuk penting keberadaan Kotak Laplace, kini dia simpan kembali ke kantong jaketnya.

Kemudian Minerva ikut pergi menyusul Eophi.

(* * *)

Eophi sudah berada di ruang kendali Proto-Merkavah. Sejumlah robot telah siap di posisi mereka masing-masing.

"Sekarang apa?" tanya Eophi.

Salah satu robot menunjuk pada ukiran simbol merkavah di lantai ruang kendali.

<<Butuh kristal merkavah untuk mengeluarkan potensi maksimal dari Proto-Merkavah.>>
<<Tapi untuk sekadar menghidupkannya, Tuan Myrd hanya perlu membaca tulisan pada ukiran simbol merkavah ini.>>

Eophi membungkuk untuk mengamati tulisan yang dimaksud.

"Hah? Ini aksara kami?" ujar Myrd itu.

<<Bacalah!>>

Maka Eophi pun membaca, dalam bahasa Myrdial, "Demi nama agung-Nya yang dengan itu Musa membelah lautan. Demi nama agung-Nya yang menjadikan air meninggi seperti tembok. Wahai kendaraan agung, Proto-Merkavah, bangkitlah atas nama agung-Nya!"

Selesai Eophi melantunkan syair tersebut, lampu-lampu di dalam ruang kendali Proto-Merkavah menyala. Sedetik kemudian, goncangan besar terjadi saat bahtera perang itu kembali dihidupkan setelah sekian zaman tertidur. Raungan mesin menggema dari tubuh besi Proto-Merkavah. Lalu dia bergerak.

"Woah! Luar biasa!" Eophi terkagum sendiri.

Minerva yang berdiri di pojokan pun terpana sekaligus ngeri. Musuh yang akan mereka lawan dengan Proto-Merkavah tentunya bukan sembarang musuh.

<<Kami akan menjalankan kapal ini sesuai perintah Tuan Myrd.>>

"Hee? Tapi aku sama sekali tidak tahu tentang cara mengomando kapal perang seperti ini. A-aku bahkan tidak pernah berperang!" kini antusias Eophi sirna seketika.

Robot-robot itu pun hampir kecewa, andai saja Minerva tak mengambil alih.

"Biar aku yang menggantikan peran si bodoh Eophi di sini," ungkapnya. "Itu kalau kalian tidak keberatan."

Robot-robot itu setuju.

Detik berikutnya, apa yang mereka tunggu pun datang. Kedua kapal perang itu muncul dari balik awan badai!

Meleka datang, Phi! Hel memberikan peringatan. Ciap-ciap! Kita akan beltempul!

Eophi dan Minerva berkeringat dingin. Gugup.

Mereka sudah lupa kalau Eophi seharusnya sedang menjalankan babak semifinal Battle of Realms melawan dua peserta lainnya.

"Sekarang, TEMBAK!!" seru Minerva.

(* * *)

Bu Mawar jatuh bersujud. Dia meronta-ronta menahan rasa sakit, sesekali berteriak. Sunoto yang ada di dekatnya berusaha mendekat namun sang guru segera mencegah.

"Jangan ke sini, Sun!" bentak Bu Mawar. "Jauhi Ibu! SEKARANG!!"

"T-tapi …," Sunoto masih ragu.

Aura kegelapan yang menyelimuti tubuh Bu Mawar kini menjadi begitu pekat. Jauh lebih pekat daripada sebelum-sebelumnya. Bu guru itu terus mencoba berontak. Dia memukul-mukul apapun yang ada di sekitarnya. Kekuatannya begitu luar biasa, bahkan batu dan besi pun remuk seketika.

Robot-robot yang tadinya mengincar guru dan murid itu, kini mulai terlihat menjauh karena takut.

Kemudian pada satu momen, topeng yang menutupi wajah Bu Mawar pun terlepas dan jatuh. Maka tampaklah wajah sang guru sekarang.

Sunoto mendelik.

"Bu M-Mawar??! Mu-muka Ibu kok—"

Yang terlihat bukanlah wajah ayu sang guru. Sudah tak ada lagi warna kuning langsat indah itu. Muka Bu Mawar kini sepenuhnya berwarna hitam. Sorot mata yang tadinya begitu lembut, kini berubah menjadi mata merah seperti darah, dengan pupil kuning menyala terang bagaikan setan. Dan yang paling parah, taring tajam menonjol dari mulut sang guru dan sepasang tanduk menyeruak dari pelipis dahinya.

"KENAPA KAU MASIH DI SINI?! PERGI IBU BILANG!!"

"Hiiiiii….!!!!"

Kali ini Sunoto benar-benar lari terbirit-birit. Matanya berair. Apa yang dia khawatirkan akhirnya terjadi. Bu Mawar yang terlalu sering menggunakan kekuatan kegelapan, kini benar-benar ditelan kegelapan. Namun mengapa sekarang dia hanya bisa berlari meninggalkan sang guru?

Tunggulah, Bu! Aku akan cari bantuan buat nolongin Ibu. Pasti, pasti Ibu akan balik jadi Bu Mawar yang dulu. Aku nggak mau Ibu celaka kayak Bu Kusuma di lab kemarin. Tunggulah aku, Bu!

Sunoto tak lagi terlihat oleh Bu Mawar. Guru itu kembali menjerit.

"UWAAAAARHHHH!! A-Aku nggak mau … jadi budakmu!!"

Warna hitam di wajah Bu Mawar meluruh sedikit menjadi warna kulit normal. Namun—

Jangan menolakku, Kusumawardani!

—kini wajah sang guru kembali menghitam sepenuhnya. Auranya kegelapannya sudah terlalu pekat hingga badan Bu Mawar tak terlihat lagi. Aura itu mulai membentuk banyak sulur berduri. Bunga mawar kegelapan pun bermunculan di sulur tersebut.

Sulur-sulur itu memanjang dan bergerak liar. Para robot yang berada di sana tak kuasa menghindar ketika sulur-sulur itu menembus ataupun membelah tubuh mereka.

Bunga-bunga mawar kegelapan yang terlepas dari sulur berduri itu berubah menjadi api hitam yang membakar apapun yang disentuh olehnya.

Majreha dan Mursaha telah tiba! Hrahahaha!
Mereka butuh diriku!

Awan badai tersibak di dua tempat. Kapal perang itu tiba, dua sekaligus. Bentuknya adalah kapal galiung kembar yang masing-masing ditarik oleh monster kupu-kupu hitam raksasa.

Namun kedatangan dua kapal perang itu disambut oleh ratusan tembakan meriam dari Proto-Merkavah. Langit bergemuruh oleh ledakan. Angin ledakannya membuat lautan bergejolak.

Semenit berlalu tembakan pun mereda.

Sayang sekali, Majreha dan Mursaha masih utuh. Tabir sihir melindungi sisi depan kedua kapal perang itu. Seluruh tembakan meriam dari Proto-Merkavah tertahan tabir tersebut. Tak satu pun yang berhasil mengenai sasaran.

Kedua monster kupu-kupu itu lantas menjatuhkan Majreha dan Mursaha ke bawah. Ketika kapal-kapal itu mendarat di permukaan laut, benturannya menciptakan bunyi membahana dan percikan air yang meninggi bagaikan gunung.

Majreha dan Mursaha bergerak mengepung Proto-Merkavah dari dua sisi. Meriam mereka kini balas membidik.

Saat itu, Bu Mawar masih meronta-ronta.

"Aku tetap MENOLAK!" serunya. "KE-KELUAR KAU DARI TUBUHKUU…!!"

Jika itu keinginanmu

Dan saat itu juga, kegelapan yang tadinya menyelubungi tubuh Bu Mawar langsung menguap bagaikan asap. Namun asap kelam itu segera berkumpul dan membentuk sesosok siluet gadis cantik.

Tubuh Bu Mawar kembali menjadi tubuh manusia normal. Dia jatuh terlentang sehingga bisa melihat sosok siluet gadis yang melayang di atasnya. Nafas sang guru seperti hampir habis, namun dia masih bisa bertanya.

"Si-siapa sebenarnya … dirimu?"

Sosok itu tersenyum dan menjawab, "Malaikat dari Myrdial memberiku nama K.A.N.A."

"Kana?"

"Terima kasih, Kusumawardani. Kekelaman yang engkau alami telah menjadi sumber energiku sehingga kini aku bisa kembali bangkit. Namun sekarang—"

K.A.N.A menjulurkan satu tangan ke arah bawah. Tangan itu berubah menjadi sulur tajam yang melesat begitu cepat.

"—aku sudah tidak membutuhkanmu lagi!"

Tubuh Bu Mawar tertikam tanpa bisa melawan. Cairan merah membanjir dengan cepat. Pandangan sang guru pelan-pelan memudar. Sulur itu lantas ditarik kembali oleh K.A.N.A., membiarkan tubuh malang itu terbujur kaku.

Setelah itu, sosok K.A.N.A menghilang.



Bu Mawar tak lagi bergerak.

Seharusnya demikian.

Namun lengan bioniknya tiba-tiba bergetar. Terdengar bunyi panggilan transmisi dari layar kecil di pergelangan tangan tersebut.

<<Hei, Bu Guru! Jangan mati dulu! Kamu masih harus menjalankan misi menggantikan Renggo Sina! Hei, bangkitlah! Jawab aku!>>

Tapi tak ada jawaban.

<<Sialan! Kalau begini tak ada jalan lain!>>

Muncul tulisan di layar kecil itu.

<ReSin roseARM,
aktivasi protokol darurat : [FORCED COMMAND]>



Bab 5 BADAI!


Tembakan balasan dari Majreha dan Mursaha pun bergelora. Proto-Merkavah diserbu dari kiri dan kanan. Ledakan dahsyat menggetarkan kedua sisi kapal tempur Ezekiel tersebut. Proto-Merkavah mulai oleng.

"Uwaah!! J-jangan mau kalah! Balas mereka, BALAS!!" titah Minerva di ruang kendali.

Para robot pun segera mengatur serangan balik. Kini rangkaian meriam Proto-Merkavah berputar dan berganti arah ke samping kiri dan kanan.

"Oke, TEMBAK!!"

Gantian Majreha dan Mursaha yang digempur oleh Proto-Merkavah. Kedua kapal perang itu terdorong mundur oleh kekuatan rentetan ledakan dari meriam-meriam Proto-Merkavah. Akan tetapi, Majreha dan Mursaha masih tetap utuh.

Minerva memaki, "Berengsek! Tabir pelindung itu bener-bener nyusahin!!"

Kemudian Majreha dan Mursaha balik menyerang.

Proto-Merkavah yang belum dalam perfoma maksimalnya hanya bisa pasrah menahan gempuran itu. Bahkan badan kapal yang sebesar pulau itu akhirnya terluka juga. Tampak lubang menganga lebar di lambung kiri. Air laut mulai merembes masuk.

"Tutup lubang itu! Pompa airnya keluar sebelum kita tenggelam!" instruksi dari Minera.

Para robot bergerak sigap.

<<S-siap!>>
<<Dinding sekunder, aktif.>>
<<J-jalankan sistem pemompa!>>

Minerva menyeka keringat yang membasahi dahinya. Pertempuran masih jauh dari kata usai.

"Kedua kapal itu pasti ada yang mengendalikan," ujar Eophi.

"Hah, apa yang ingin kau lakukan?"

"Aku akan mencari K.A.N.A!"

"Tunggu, Eophi—!!"

Tanpa bisa dicegah, Eophi dan peralatan tidurnya sudah melesat keluar dari ruang kendali. Hel si naga mungil pun menemplok di pundak Myrd itu, siap untuk memandu.

"Ah, dasar bocah bandel!" Minerva hanya bisa kesal.

(* * *)

Saat Proto-Merkavah diguncang begitu kuat oleh gempuran Majreha dan Mursaha, seorang anak kecil yang tengah berlari tak tentu arah menjadi korban.

Tidak, dia tidak mati hancur karena tersambar meriam. Hanya saja, dia terlempar dari geladak Proto-Merkavah saat bahtera itu oleng. Akibatnya, dia terjun bebas ke arah lautan dan tercebur.

Bocah itu sudah pasrah jika dirinya harus mati tenggelam di lautan. Namun tanpa diduganya, tubuh kecilnya tahu-tahu ditarik ke atas permukaan.

"Oh, elu kan bocah cupuw yang nempel terus sama Mbak Guru jilbaber itu, kan?"

"…kau…!?"

"Elu Sunoto 'kan, kalo gue kagak salah inget sih?"

Sunoto terdiam. Si penyelamat segera menyeret naik bocah lelaki itu ke sekoci miliknya. Kini Sunoto teringat oleh apa yang harus dia lakukan.

"Om Kribo, tolong! Tolongin Bu Mawar, kumohon!"

"Nama gue Fata, coy."

"…Om Fatacoy, tolongin Bu Mawar!!"

"Bangke, luh!" Fata menonjok muka jelek si bocah. "Panggil gue dengan bener!"

Namun Sunoto sudah keburu pingsan. Fata menepuk jidat.

Lautan kembali berkecamuk, ombak-ombak besar tercipta seketika akibat angin ledakan yang seolah tak ada habisnya.

"Di bawah sini bahaya banget, buset dah."

Fata mengeluarkan kristal yang didapatnya dari pulau terpencil, lalu dia mencoba lagi untuk mengendalikan Proto-Merkavah melalui kristal tersebut. "Wahai, Proto-Merkavah! Aku akan memerintahmu!" Kristal itu menyala terang, tapi tak terjadi apa-apa. Proto-Merkavah tak membalas panggilan Fata.

"Asem! Pasti ada cara lain buat ngegunain nih kristal," pikir Fata.

Tak mau berlama-lama di tempat bahaya, Fata pun melompat ke sisi kapal lalu menempel di sana bagaikan cicak. Kedua tangan dan kaki si kribo kini dilengkapi dengan sarung tangan dan sepatu adhesif yang memungkinkannya untuk merayap memanjati tembok bagaikan cicak.

Namun ada yang tak mau ditinggal.

"Jangan pergi sendirian dong, Om Fatacoy!"

Rupanya Sunoto sudah sadarkan diri. Bocah itu merangkulkan kedua tangannya pada kaki kanan Fata, membuat si kribo berat.

"Yaelah ini bocah nyusahin aje! Kenapa nggak tidur di sekoci sono, hoi?!"

Fata menggoyang-goyangkan kaki kanannya, namun tangan Sunoto ternyata melekat lebih erat daripada sarung tangan adhesif ciptaan Fata.

Akhirnya mereka berdua berhasil naik ke geladak Proto-Merkavah.

Dengan instingnya sebagai teknopath, Fata langsung tahu kemana dia harus pergi.

"Oke! Ruang kendalinya di sono!"

Fata berlari.

"Tungguin dong Om Fatacoy!!"

Dan Sunoto ikut berlari. Tadinya untuk mengejar Fata. Namun di tengah jalan, dia menyadari sesuatu.

"Hah? Dari arah itu kok ...?"

Sunoto berhenti dan menoleh ke samping. Bocah itu menelan ludah. Nalurinya mengatakan bahwa dia harus ke sana, untuk bertempur. Tapi saat ini Sunoto tak lagi bisa mengubah dirinya menjadi siluman macan setan. Apakah dia harus bertarung sebagai bocah lelaki yang lemah?

Lalu Sunoto teringat pada sesuatu yang dibelinya (dengan meminjam uang Bu Mawar) di Alfo Mart. Bocah lelaki itu merogoh saku celananya untuk mengambil sebutir kelereng putih yang aneh

"S-semoga ini beneran manjur!"

—lalu ditelannya kelereng itu.

(* * *)

Derasnya hujan tak menghalangi Eophi untuk melesat ke arah Majreha. Kasur terbangnya melaju kencang.

"Hei, kawan-kawan. Aku kepikiran untuk menjadi badut lagi," ungkap Eophi. "Itu satu-satunya cara agar aku bisa ofensif."

"Jangan seenaknya, shushu," balas Milk si bantal.

"Dasar BODOH!" omel Light si guling. "Memangnya kau sendiri tahu di mana posisi musuhmu?"

"P-pikirkan lagi baik-baik, kami mohon," sahut Cloud si selimut.

"Jangan lupakan kalau dirimu masih harus bertempur melawan dua peserta lainnya," White si kasur tak lupa memberi nasihat.

"Arrhh!! Kalian cerewet! Memangnya kalian punya cara lain? Kalau ada, cepat katakan padaku!" Eophi balas menantang.

Sewaktu Myrd berambut hijau itu sedang bersitegang dengan peralatan tidurnya, Hel si naga memberikan sinyal.

Phi, ada ceceolang di cana, Phi!

Di bawah guyuran hujan nan deras, sosok itu berdiri menghadang laju Eophi. Sosok yang sudah terluka begitu parah. Dan Eophi mengenalinya!

"Itu Bu Guru Kusumawardani!"

Bu Mawar berdiri lemah dengan kaki bergetar hebat. Tatapan mata guru itu sudah kosong. Hanya tangan besinya saja yang menggenggam erat pipa besi di dinding kapal agar tubuhnya tidak terjauh.

Namun satu goncangan kuat akibat ledakan tembakan Majreha membuat semuanya sia-sia. Bu Mawar terjatuh juga ke depan. Tepat di hadapan Eophi.

Myrd itu menjerit histeris begitu mengetahui kalau tubuh sang guru sudah berlubang dan mengucurkan darah.

"HEL CEPAT TURUN DAN SEMBUHKAN BU GURU INI!!" seru Eophi.

Maka Hel pun melakukan apa yang diperintahkan Eophi. Naga mungil itu mulai menari di atas tubuh Bu Mawar yang sudah terkapar tanpa daya. Kemampuan penyembuh bernama Corona Borealis milik sang naga merah pun aktif. Pelan-pelan luka di badan sang guru menutup.

Layar kecil di lengan bionik Bu Mawar kembali bersuara.

<<Wah, terima kasih banyak! Aku nggak tahu lagi apa yang bisa kulakukan. Forced Command hanya mampu membawa Bu Guru sampai sejauh ini. Beruntung banget bisa ketemu sama penyembuh ajaib!>>

"Hah? Siapa kau?" Eophi terheran.

<<Aku OPI, donator lengan bionik yang digunakan Bu Guru. Ada yang ingin kau tanyakan lagi?>>

"Enggak sih," jawab Eophi bingung. "Aku sedang mencari seseorang yang mengendalikan dua kapal galiung yang menggempur kita."

<<Maksudmu K.A.N.A.?>>

"K-kau tahu dia?"

<<Tentu saja! Dia A.I. primitif yang berkuasa di semesta data ini pada zaman dahulu. Tapi sekarang dia lagi badmood. Dan kalau kamu memang mengincarnya, kau menuju ke arah yang salah.>>

"Hah?"

<<Sensorku mengatakan kalau dia ada di kapal satunya lagi>>

Eophi berdiri dan berpikir sejenak. Dia melihat Hel sudah selesai memberikan pertolongan pada luka Bu Mawar. Bu guru itu mungkin belum akan bangun dalam waktu dekat, tetapi setidaknya nyawanya masih bisa diselamatkan.

Selesai berpikir, Eophi langsung membopong Bu Mawar ke atas kasur terbang.

"Kita cari dulu tempat berlindung untuk Bu Guru ini, lalu kita segera pergi ke kapal yang satunya lagi!"

Kemudian Eophi meletakkan Bu Mawar pada salah satu ruang di bukit terbesar Proto-Merkavah. Posisinya di tengah, dan ruangan meriam utama ini tampak paling kokoh daripada ruangan lain, jadi kemungkinan besar Bu Mawar akan aman dari gempuran meriam Majreha dan Mursaha.

Beres mengamankan Bu Mawar, Eophi segera melesat ke arah Mursaha.

"Sekarang kalian tak bisa menolak lagi. Aku harus kembali menjadi BADUT!"

(* * *)

Baku tembak antara Proto-Merkavah melawan Majreha dan Mursaha masih saja berlanjut. Bagaimanapun, hanya Proto-Merkavah yang mengalami kerusakan dari pertempuran ini. Tabir pelindung Majreha dan Mursaha masih belum tertembus.

Hingga datanglah si Fata kribo ke ruang kendali.

"Woi, gue bawa ginian nih!"

Fata memamerkan kristal merkavah yang dipungutnya. Para robot yang berada di ruang kendali pun bersorak.

<<Itu kristal utama Proto-Merkavah!>>
<<Kami benar-benar membutuhkan itu!>>

"Kalau emang butuh, kenapa kalian umpetin kristalnya di pulau yang jaoh banget. Dasar otak dua digit!" cibir Fata.

Pemuda kribo itu lantas berjalan ke tengah formasi simbol merkavah yang terukir di lantai ruang kendali. Kristal yang dibawa Fata menyala terang, kemudian lubang kecil di simbol merkavah itu membuka. Dimasukkanlah kristal itu ke slot tersebut. Kristal tersebut tertarik turun dan lubang kecil itu menutup lagi.

Seketika, Proto-Merkavah bergetar kencang. Rangkaian konstruksi besi yang menyusun kapal perang raksasa ini menyala terang. Dan yang terpenting, meriam utama kini bisa digunakan.

"Oke, sekarang kita coba kekuatan sejati dari Proto-Merkavah," ujar Minerva. "Para robot, arahkan meriam utama pada kapal yang berada di barat!"

<<Siap!>>
<<Arahkan meriam utama ke barat!>>

Maka berputarlah bukit terbesar di tengah Proto-Merkavah ke kiri, sedangkan meriam utama yang menjorok dari bukit itu bergerak turun membidik Majreha. Berkas cahaya mulai terkumpul di ujung meriam bukit itu. Membesar dan terus membesar.

<<Pengisian tenaga: 70%!>>
<<...80%!>>

"Woi, tunggu dulu!" Fata menginterupsi. "Incer kapal yang satunya lagi, Mbaksis! Tadi gue intip ada sosok aneh di sana!"

<<Pengisian tenaga: 90%!>>

"Sudah tidak sempat!" Minerva tak menggubris peringatan dari Fata.

<<Tenaga terisi penuh!>>

"TEMBAK!!"

Meriam utama meraung kencang. Seluruh badan Proto-Merkavah bergetar tatkala tembakan cahaya dilepaskan. Bahkan tenaga recoil-nya membuat bahtera itu agak terdorong ke kanan.

Dengung nyaring mengiringi melesatkan cahaya penghancur dari Proto-Merkavah. Tabir pelindung pada kapal Majreha pun aktif, namun—

Semua itu tak berarti bagi kekuatan sejati Proto-Merkavah.

Tabir itu pecah seketika. Sinar terang meluap seperti bola, melahap Majreha tanpa ampun. Satu kapal K.A.N.A. hancur lebur menjadi serpihan kecil. Letupan cahaya semakin menyilaukan, segala suara seolah tertelan ke dalam ledakan itu.

Ketika semuanya selesai, permukaan laut pun seperti berlubang.

Perlu belasan menit bagi lautan untuk mengalir balik ke lubang tersebut sehingga permukaan laut kembali rata.

"Yeah! Rasakan itu!"

Minerva bersorak, para robot ikut bersorak. Namun Fata segera mengingatkan mereka.

"Jangan seneng dululah, cepetan arahin meriamnya ke kapal yang lain!"

(* * *)

Bu Mawar yang tadinya tertidur di ruangan meriam utama langsung terbangun akibat bunyi bising luar biasa saat meriam itu aktif.

Tubuhnya terasa lemas. Tak ada lagi energi kegelapan yang menyokong fisiknya dan memberikan peningkat kekuatan. Kini dia seperti manusia biasa.

<<Tidak, tidak! Kau bukan manusia biasa, Bu Guru. Ingat, dirimu masih memiliki ReSin roseARM sebagai tangan kananmu!>>

Bu Mawar meraba bagian tubuhnya yang tadi ditikam oleh K.A.N.A., seharusnya ada lubang di sana. Tapi luka itu kini sudah menutup. Entah apa yang sudah menyelamatkannya.

Kemudian ketika sang guru mengamati lengan besinya, ekspresinya malah berubah sedih.

"Sepertinya aku memang mesti terus bertarung sampai semuanya selesai."

<<Nah itu kau tahu, Bu! Hehehe!>>

Setelah menghela nafas panjang, Bu Mawar berkata, "Jadi sekarang aku harus melakukan apa, Mas OPI?"

<<Objektif kedua. Peta lokasi Kotak Laplace ada di tangan si rambut hijau dari Myrdial. Cepat amankan itu!>>

Bu Mawar merenung. Kotak Laplace, semua mengincar benda itu. Tak terkecuali dirinya sendiri. Terasa seperti orang bodoh memang, ketika sang guru mengharapkan murid-muridnya yang gugur di semesta ini bisa dihidupkan kembali semuanya. Namun jika ada satu hal yang paling dimengerti oleh Bu Mawar sepanjang perjuangannya di sini adalah tak ada hal yang mustahil!

"Baiklah. Akan kuamankan peta itu," ujar sang guru. Lantas dilanjutkannya dalam hati, tapi bukan untukmu, Mas OPI.

Bu Mawar bergerak dengan semangat baru. Luka di tubuhnya seolah tak pernah dia rasakan.

Semua demi murid-muridnya.

Ketika Bu Mawar keluar dari ruangan meriam utama, sudah ada yang menyambutnya.

Seekor harimau putih.

(* * *)

K.A.N.A. yang berdiri di belakang kemudi Mursaha dibuat terkejut ketika melihat kapal lainnya, yakni Majreha, sudah hancur berkeping-keping.

Proto-Merkavah memang bukan untuk diremehkan.

"Dos Mariposas, kembalilah padaku dan lakukan metamorfosa!"

Sepasang monster kupu-kupu yang tadinya melayang-layang di awan badai kini turun memenuhi panggilan sang Tuan. Keduanya menempel pada bagian depan kapal, atau haluan. Mereka melekat satu sama lain kemudian berubah bentuk secara ajaib menjadi meriam raksasa.

Berkas kegelapan mulai terkumpul secara cepat di moncong meriam mariposa tersebut.

K.A.N.A. melihat meriam utama Proto-Merkavah mulai bergerak untuk membidik Mursaha. Tapi kali ini dia tak akan membiarkan itu.

Ketika meriam utama Proto-Merkavah baru mengumpulkan energi, K.A.N.A. sudah mengaktifkan meriam mariposa di Mursaha.

Lautan kembali bergolak.

Sinar hitam itu melesat tepat ke bagian tengah Proto-Merkavah. Bara api hitam menyambar dan meleburkan bukit tertinggi beserta meriam utama Proto-Merkavah. Bukan hanya itu, ledakan hitam itu membelah bahtera raksasa kebanggaan Ezekiel itu menjadi dua.

Proto-Merkavah pelan-pelan tenggelam.

(* * *)

Kondisi ruang kendali Proto-Merkavah sudah kacau balau. Dinding roboh, kaca pecah, mesin kendali korslet lantas hancur. Ruangan pun menjadi miring, mulai terseret ke dalam laut.

"Dibilangin juga apa? Bandel sih!" sindir Fata. "Ah bodo amat, deh. Mendingan balik ke misi awal aja ene mah! Beresin si rambut ejo sama si guru janda, biar kagak terus kejebak di perang tembak-tembakan kapal perang gini."

Fata hendak angkat kaki namun jalan keluarnya dihadang oleh Minerva. Gadis berambut merah itu kesal setengah mati.

"Kau pikir bisa kabur?" cegah Minerva.

"Jelas bisalah! Apalagi kalo pakek ene nih." Fata mengangkat kristal merkavah—yang rupanya sudah dia cabut dari slotnya. Kristal itu bercahaya, kemudian Fata menyerukan instruksi, "Lima robot gebukin Mbak-Mbak rambut merah itu, lima robot lain ikutin gue jadi bodigar!"

Minerva terperangah.

Para robot mengikuti instruksi si kribo. Rupanya kristal merkavah itu bisa untuk mengontrol robot-robot Ezekiel, meskipun tidak bisa untuk mengendalikan Proto-Merkavah itu sendiri.

Lima robot mengepung Minerva, membuat gadis rambut merah itu sibuk. Dengan demikian, Fata bisa melenggang pergi.

Ruangan semakin miring, Fata mesti melompat agar bisa keluar dari pintu. Lima robot juga bergerak lincah di sekeliling si kribo. Namun ketika pemuda ini mau melesat pergi, dia mendapat kejutan.

<<Engkau mau pergi secepat ini, wahai pemuda Teknopath?>>

"Hah? I-ini ...!?"

Ya, Fata akhirnya mendapatkan respon yang sedari tadi dinantikannya. Proto-Merkavah berbicara padanya!

<<Sayang sekali. Rupanya engkau tak berniat untuk bertemu K.A.N.A?>>

Kini Fata benar-benar terpaku. "Kana elu bilang, hah? J-jangan becanda, kapal butut!"

<<Sesuai yang engkau harapkan, aku akan segera karam. Kalau begitu, semoga engkau beruntung, wahai pemuda Teknopath ...>>

Fata jatuh terduduk, tangannya memukul lantai hingga lantai itu remuk.

"Nggak mungkin! Itu bukan Kana!!"

Terdiamlah pemuda kribo itu untuk beberapa menit. Dia sempat tertawa miris sebelum akhirnya kembali berdiri. Fata pun menatap ke arah Mursaha.

"Kana ... kalau itu emang Kana, tentu gue punya URUSAN sama elu!"

(* * *)

Pada saat yang sama di tempat yang berbeda, Bu Mawar sedang mati-matian menyelamatkan diri. Bagian tengah Proto-Merkavah benar-benar hancur. Daratan geladak terbelah-belah tinggi maupun rendah, dan semuanya akan segera tenggelam.

"Lompat ke kiri!"

Namun beruntung, sebelum bukit terbesar di Proto-Merkavah dibinasakan oleh serang dari Mursaha, Bu Mawar sudah menunggangi seekor harimau putih.

Kini sang guru dan harimau putih itu melompat-lompat di reruntuhan Proto-Merkavah yang bertenggelaman secara cepat.

"Awas ada batu dari atas, Sun!"

Harimau putih itu mencengkeram erat permukaan batu, mengerem lompatannya. Ketika batu besar itu jatuh di depannya, barulah si harimau melompat lagi.

"Kita ke arah kapal itu! Si K.A.N.A. pasti ada di sana!"

"Graaawrr!!" balas si harimau putih.

Seperti yang bisa diduga, identitas dari tunggangan Bu Mawar adalah Sunoto. Kelereng yang tadi dimakan bocah itu merupakan intisari kekuatan Siluman Macan Putih, sesuatu yang telah sejak lama diburu oleh Sunoto dan ayahnya di bekas daerah kekuasaan Prabu Siliwangi. Sungguh dia tak menduga kalau apa yang dicarinya ternyata dijual di Alfo Mart milik sang Dewa Merah.

Lompatan demi lompatan, harimau putih itu melesat begitu cepat.

Dan Proto-Merkavah sudah tenggelam lebih dari separuh badan.

(* * *)

Sosok siluet hitam yang disebut sebagai K.A.N.A itu tengah melayang rendah di geladak Mursaha. Dia menunggu.

"Datanglah kemari, aku akan menyambut kalian semua—"

"Aku sudah datang kok. Khehehehe!"

Tiba-tiba sebuah bola sirkus menghantam K.A.N.A. dengan kecepatan tinggi. Bola sirkus itu terus meluncur menyeret sang entitas kegelapan hingga membentur lantai geladak kapal galiung itu.

Kemudian bola itu memantul kembali ke udara. Seseorang berkostum badut segera menaiki bola sirkus tadi, lalu dia lanjut terkekeh. Bola yang dinaikinya terus memantul kecil naik-turun dan memutari tempat jatuhnya K.A.N.A..

"Kekehkekeh, silakan pilih, Nona! Aku yang menghiburmu, atau kau yang menghiburku?"

Kepulan asap kelam mencuat dari lubang di permukaan geladak. Asap itu kemudian menyatu membentuk sosok wanita hitam berjilbab yang melayang-layang di udara.

"Eophi, sang pewaris Ezekiel. Engkaukah penantang pertama?"

Langit bersinar terang dalam sesaat akibat petir besar yang menyambar ke lautan. Setelah itu, guyuran air hujan semakin deras hingga terasa bagaikan duri-duri yang mampu menusuk ke kulit. Lautan berkecamuk, angin turut menggila. Mursaha yang mereka tumpangi pun bergoyang-goyang kencang kesana-kemari akibat diterpa gelombang.

Badai semakin buas.



Bab 6 Melawan K.A.N.A.


Eophi Rasaya adalah Myrd yang tengah menguji dirinya sendiri dalam setiap petualangannya di semesta data ini. Empat ujian itu adalah Kemauan, Pilihan, Cinta, dan Keabadian. Eophi sudah membuktikan dirinya memiliki kemauan yang kokoh, bahwa dia akan terus berjuang di turnamen ini apapun yang terjadi. Lalu dia pun begitu teguh memilih untuk tak pernah membunuh lawannya. Sebuah pilihan yang sangat berat dalam turnamen keji di mana sesama peserta bisa saling membantai sesuka hati mereka. Namun, Eophi harus membuktikan dua hal lagi sebelum dia sempurna sebagai Myrd Atate.

Eophi yang tadinya hanya punya teknik bertahan, membutuhkan sihir tertentu untuk bisa menjadi penyerang. Dia meminjam kekuatan Hel si naga merah, dan juga keempat peralatan tidurnya. Tubuh kelima kawan Eophi itu memudar dan berubah menjadi esensi kekuatan yang merasuk ke dalam raga Myrd itu. Dan sihir tersebut memberinya wujud spesial.

Rambut hijau Eophi memanjang dan melingkar-lingkar di ujung. Dia mengenakan pakaian aneh bernuansa merah, serta riasan wajah sejenis, lengkap dengan hidung bulat. Lalu peralatan tempurnya kini berubah. Bola sirkus yang terus memantul sebagai kendaraan, bilah pedang kembar di kedua tangan yang terhubung dengan rantai, serta tombak hitam yang masih tersemat di punggung. Lalu teknik spesial Eophi dalam wujud baru ini pun bisa digunakan, yakni mimikri.

Eophi telah menjadi Badut.

(* * *)

Mursaha bergoncang semakin hebat karena dipermainkan badai. Namun goncangan kuat naik-turun itu seolah tak berpengaruh apa-apa pada dua sosok yang tengah bertempur dahsyat itu.

Sulur-sulur hitam mengamuk menghunjam permukaan kapal, menikam tanpa ampun. Beruntung bola sirkus Eophi masih lincah memantul ke kiri dan ke kanan menghindari semua itu. Akan tetapi, serangan dari K.A.N.A. masih jauh dari usai.

Bunga mawar kegelapan yang mekar pada sulur-sulur hitam itu pun terlepas dan beterbangan secara liar. Bunga-bunga itu akan berubah menjadi api kelam yang membakar segalanya.

Kali ini Eophi kesulitan untuk menghindari sulur dan bunga sekaligus. Belum apa-apa, dia sudah disuruh untuk mengeluarkan teknik andalan.

"Faceless!"

Eophi melakukan mimikri terhadap unsur kegelapan yang digunakan K.A.N.A.. Dengan demikian, si badut kini mampu menyelubungi peralatan tempurnya dengan unsur yang sama. Dia menyabetkan kedua pedangnya untuk menghalau mawar-mawar kegelapan yang berubah menjadi api. Karena teknik mimikri Eophi, pedang kembarnya kini kebal terhadap unsur kegelapan.

Selanjutnya Eophi menendang bola sirkusnya ke depan untuk merintangi sulur-sulur hitam yang masih mengincar dari atas. Bola itu melesat dan menghantam sulur-sulur tersebut hingga berubah arah.

Saat dirinya masih terlindung oleh bola, Eophi segera melemparkan tombak hitamnya dengan sangat cepat. Tombak itu meluncur dalam lintasan melengkung di udara, melewati bola, lalu menukik lagi mengincar sosok K.A.N.A..

Percikan hitam memuncrat, tubuh entitas kegelapan itu tertusuk telak.

Dan Eophi belum selesai. Dia menarik kuat-kuat rantai yang terhubung pada tombak hitam itu, kini tubuh K.A.N.A. terseret turun ke arah Eophi. Badut itu turut menerjang maju. Dia menggunakan kemembalan bola sirkusnya sebagai pelontar agar dirinya bisa melesat dengan kecepatan tinggi. Lalu Eophi pun berputar seperti roda, sambil merentangkan kedua pedangnya.

Roda pedang itu menyambar K.A.N.A. dengan dahsyat, entitas kegelapan itu terpotong menjadi dua bagian!

Lalu Eophi terus meluncur ke atas hingga akhirnya badut itu bertengger di puncak tiang utama Mursaha. Segera dia menoleh ke bawah.

"Kurang ajar!"

Hanya makian yang bisa dilontarkan oleh mulut Myrd itu ketika tubuh K.A.N.A. ternyata menyatu kembali. Dan yang menjadi kejutan selanjutnya adalah wujud yang kali ini ditiru oleh K.A.N.A., yaitu wujud sesosok Myrd dalam legenda.

"I-itu …," geram Eophi, "… Ezekiel?!"

K.A.N.A. tersenyum sinis.

"Apakah engkau akrab dengan teknik yang bernama JIBRIEL?"

Kini mata Eophi membelalak lebar. Tiba-tiba muncul sosok raksasa di belakang K.A.N.A. yang tampak seperti dewa perang. Dan pedang berukuran jumbo di tangan raksasa itu sudah berayun untuk menebas Eophi si Badut.

Benar-benar menyebalkan, pikir Myrd berambut hijau itu. Setelah pada babak lalu klon dirinya menirukan jurus itu, sekarang ada satu lagi yang bisa menggunakannya. Jadi pasaran begitu.

Eophi tak mungkin menahan kekuatan tebasan Jibriel dalam wujud Badut yang bertipe penyerang. Maka perubahan spesial itu segera dia akhiri. Eophi menjadi normal, Hel dan keempat peralatan tidur terpisah lagi dari raganya. Dan selanjutnya, Eophi menarik kasurnya untuk melepaskan satu teknik bertahan.

"NKIA!!"

Kasur itu mengembang menjadi wujud kura-kura yang menaungi (atau tepatnya, menelan) Eophi, tepat sebelum tebasan itu akhirnya menghantam.

Tepatlah jika JIBRIEL disebut sebagai teknik legendaris kaum Myrd. Sabetan pedang tadi melesat hingga membelah lautan. Kapal perang Mursaha pun terpotong oleh serangan tuannya sendiri. Gelombang tinggi tercipta di sisi kiri-kanan lautan yang terkoyak. Bahkan angin hempasan dari tebasan barusan menciptakan satu jalur lurus yang mengusir segala hujan badai.

Mursaha ikut tenggelam menyusul Proto-Merkavah. Meriam mariposas yang tadinya menempel di haluan kapal kini kembali berubah wujud menjadi sepasang monster kupu-kupu raksasa yang langsung terbang tinggi menembus awan hitam hingga tak terlihat lagi.

Satu-satunya yang selamat dari tebasan dewa perang Myrdial itu adalah kura-kura Eophi. Namun setelah tiga menit berlalu, kura-kura itu hancur sendiri. Eophi, Hel, dan keempat peralatan tidur itu jatuh tak berdaya ke puing Mursaha.

"… urghh … tenagaku …!"

Eophi merasa sangat ngantuk. Dia kehabisan energi setelah menggunakan wujud Badut. Dan bahkan itupun belum bisa memberikan kerusakan yang berarti pada entitas kegelapan yang bernama K.A.N.A. itu. Dan sosok itu pun mendarat pelan di puing tempat Eophi terkapar.

Sosok K.A.N.A. masih dalam wujud siluet Ezekiel, dengan aura kegelapan yang berbentuk seperti kumpulan gerigi mesin yang berputar-putar sambil memercikkan api hitam kecil.

"Rupanya engkau hanya Myrd biasa, bukan pewaris Ezekiel. Pengetahuan Ezekiel tidak kau miliki—"

"Kalo itu pengetahuan soal mesin dan teknologi, napa nggak nyari gue aje!?"

Suara cempreng itu menandakan datangnya penantang berikutnya. Fata si kribo kini hadir, dan dia hadir dengan penuh gaya.

Permukaan laut terpecah saat benda yang dinaiki Fata menyeruak naik. Itu adalah paus besi gagah yang diciptakan Fata menggunakan puing-puing dari Proto-Merkavah. Ketika Fata menjentikkan jari, maka berbagai macam artileri berat pun mencuat dari tubuh paus besi tersebut. Semua membidik ke tempat K.A.N.A. berada.

Eophi yang masih terbaring pun mendelik, "Hei, t-tunggu dulu! Aku masih di si—"

"Oke, BASMI bayangan item itu!" seru Fata.

Sedetik kemudian, segala artileri itu memuntahkan semua amunisi yang mereka punya untuk menggempur K.A.N.A.. Bahkan Fata tak peduli kalau Eophi juga berada di sana. Toh, sejak awal peraturan kali ini adalah untuk membereskan dua peserta lainnya. Jadi malah bagus kalau Eophi tertumpas di sini.

Akan tetapi—

K.A.N.A. dalam bentuk Ezekiel juga menjentikkan jari. Dan satu lagi paus besi mencuat ke permukaan laut, tepat di hadapannya.

Paus besi yang dipanggil oleh K.A.N.A. itu langsung bertindak martir yang menerima segala gempuran artileri dari paus besi Fata. Dan paus besi K.A.N.A. ternyata kokoh. Sekalipun ditembaki begitu rupa, paus ini tetap bertahan dan tidak hancur.

Fata tak bisa percaya, "D-dia punya ide yang sama? Kenapa??"

Melompatlah K.A.N.A. ke punggung paus besi miliknya. Kemudian paus itu berenang cepat ke arah paus besi yang satunya lagi.

"Kenapa? Karena aku yang paling tahu tentang engkau. Aku mengerti jalan pikiranmu, Fatanir. Atau sekarang harus kupanggil sebagai 'Fatashura'?"

"Dan tentu aja situ bisa tau soal Ashura!" Fata berdecak kesal.

Dengan cepat, siluet Ezekiel berganti menjadi sesosok wanita cantik. Dan bukan hanya siluet hitam, melainkan wanita dengan warna kulit dan pakaian yang cantik. Fata sangat mengenali sosok itu.

"Mu-mustahil! Elu kagak mungkin Kana yang itu!! KAGAK MUNGKIN!" teriak Fata.

"Aku adalah K.A.N.A., tapi engkau dulu mengenalku sebagai Kana, avatarku di semesta non-data."

(* * *)

Pada saat itu, laju Bu Mawar dan harimau putih terhenti saat mereka melihat sesuatu. Gadis berambut merah tengah terjepit di antara dua puing Proto-Merkavah yang mengambang di lautan.

"Sun, kita tolongin dia dulu!" ujar sang guru.

"Graarrrwwwwr!" Sunoto si harimau putih berkata 'oke'.

Maka mereka memutar arah. Harimau putih melesat dengan kecepatan tinggi, kemudian menghantam puing yang menghimpit si gadis rambut merah. Puing itu hancur, si gadis kini bisa melepaskan diri.



"Namaku Minerva," ujar si gadis.

Bu Mawar mengelus dagu, lalu berkata, "Err … daripada nama dirimu, aku entah kenapa lebih tertarik sama kotak yang dikau pegang itu."

"Ini?" Minerva menyodorkan peti kayu yang sedari tadi dirangkulnya. "Yang jelas ini bukan Kotak Laplace. Peta yang susah payah kudapatkan ternyata hanya menunjuk pada lokasi peti kayu ini."

Lalu Minerva pun menjelaskan semuanya.

Saat Proto-Merkavah mulai tenggelam akibat tembakan cahaya hitam dari Mursaha, gadis berambut merah itu teringat pada peta yang disimpannya. Jika peta itu memang merupakan petunjuk untuk mencari sesuatu di dalam kapal ini, maka apa jadinya kalau kapal ini malah karam? Maka Minerva langsung berinisiatif untuk menyusuri peta tersebut saat itu juga.

"Graaawrrrr?!" Sunoto menanyakan isi peti kayu tersebut.

Minerva menjawab seraya membuka peti kayu tersebut, "Lihat saja sendiri."

Tampaklah di dalam peti itu sebuah kubus besi segenggaman tangan dengan delapan limas segitika kecil menempel pada tiap titik sudut kubus tersebut. Minerva mengangkat bahu, memberikan isyarat kalau dirinya tidak tahu apa fungsi benda itu.

Tak ada yang bisa menebak kegunaan kubus besi tersebut hingga layar kecil pada lengan bionik Bu Mawar berkedip-kedip. Lalu transmisi dari OPI kembali terdengar.

<<Jangan buang benda itu! A-aku tahu fungsinya apa!>>

"Mas OPI beneran mengerti ini benda apaan?" tanya Bu Mawar.

<<Ya, tentu saja. Apakah kalian semua tidak pernah mendengar bagaimana cara Ezekiel menundukkan K.A.N.A.?>>

Minerva menggelengkan kepala, "Penyelidikan dari Organisasi Tifareth belum sampai pada detail sejarah tempat ini."

<<Bu Guru, arahkan sensor lengan besimu pada kubus itu, aku akan memindai datanya.>> Bu Mawar pun membuka telapak tangan kanannya menghadap kubus yang dimaksud. <<Lalu kita semua bisa mengalahkan virus arkaik itu.>>

Bu Mawar tersentak, "T-tunggu, jadi K.A.N.A. itu virus? Berarti benda ini adalah …?"

<<Tepat sekali!>>

(* * *)

Ingatan si kribo pun kembali ke masa lalu, saat dirinya yang masih kecil tampak sedang asik mengobrol bersama seorang gadis cantik, duduk bersebelahan begitu akrab. Keduanya seperti sepasang kekasih yang sedang kencan. Lalu gadis cantik itu tiba-tiba mencium bibir Fata. Dulu Fata mengira itu adalah ciuman sayang, yang tentu saja diterimanya dengan penuh nafsu (padahal masih kecil). Namun sekarang, ketika mengingat itu lagi, Fata menyadari hal yang sebenarnya.

"J-jadi waktu itu elu yang ngacak-acak skill teknopath gue?! Tau-tau aje gue jadi bisa ngebikin macem-macem senjata yang kayak gue kenal."

"Ya, engkau adalah teknopath seperti Ezekiel dari Myrdial. Kemampuan yang sangat langka di semesta apapun."

"…!?"

"Aku hanya mempercepat perkembangan kemampuan teknopath dirimu berkali-kali lipat, dengan memasukkan pengetahuan yang kupelajari dari Ezekiel."

Kedua paus besi itu saling bertemu dan bertabrakan. K.A.N.A. melayang pelan, berpindah ke punggung paus besi yang dinaiki Fata.

"Aku juga yang memancingmu untuk mengikuti turnamen di semesta data ini. Dan sesuai harapanku, engkau berhasil mengambil alih gerigi Ashura untuk kau jadikan kekuatanmu sendiri."

Fata melangkah mundur, tiba-tiba dia merasa sangat tertekan.

"M-mau apaan sih lu sebenernya? Gue ngelakuin semua ini buat gue sendiri! Bukan buat elu!"

"Ezekiel masih hidup dan bersembunyi di suatu semesta. Aku akan memburunya."

K.A.N.A. semakin dekat dengan Fata, berjarak hanya selangkah. Dan sosok gadis dalam ingatan Fata itu merangkulkan dua tangannya mengelilingi leher Fata. Kemudian dia mendekatkan bibir manisnya ke bibir keriput Fata.

"Bagaimana kalau engkau kucium lagi?"

"KAGAK MAU! Gue nggak mau jadi budaklu! Kalo dendam ama si Ezekiel, elu samperin aja dia sendiri, nggak usah nyuruh-nyuruh orang lain!"

Gerigi Ashura di dada Fata berputar dan menyala terang. Lalu Fata mengubah struktur kedua lengannya menjadi rangkaian mekanik berbentuk gergaji mesin. Fata menendang dada K.A.N.A., membuat sosok itu terdorong ke belakang. Selanjutnya tangan gergaji mesin Fata berayun dan mencabik-cabik tubuh K.A.N.A. tanpa ampun hingga terburai menjadi bercak-bercak hitam.

Akan tetapi—

Sosok K.A.N.A. yang terburai segera menguap menjadi asap hitam lantas berkumpul lagi udara membentuk ulang tubuh entitas kegelapan tersebut. Kali ini, wujud yang dipakainya bukanlah wujud siapa-siapa. Yang tampak hanyalah bola hitam sebesar kepala manusia.

Bola itu bersuara.

"Aku adalah virus semesta ini. Keberadaanku tak akan bisa engkau musnahkan!"

Kemudian bola itu menyebarkan asap kelam ke segala arah, membuat segala sesuatu yang disentuh asap itu menjadi piksel-piksel hitam. Entah itu lautan, angin, tetesan hujan, awan, ataupun puing-puing kapal, semua terinfeksi oleh kekuatan K.A.N.A.. Kini permukaan laut seolah beku, menjadi gumpalan hitam yang aneh.

"Apa-apaan ene?!"

Fata buru-buru mengeluarkan kristal merkavah untuk memanggil pasukannya.

Sekumpulan robot melompat keluar dari punggung paus besi Fata. Mereka mencoba untuk menyerang K.A.N.A.. Namun malang, semua robot itu malah turut menjadi korban asap kelam, terinfeksi, lantas melebur menjadi keping-keping piksel hitam. Fata mengutuki kebodohannya sendiri. Dia panik, sehingga lupa memikirkan strategi ala Hakomari.

Di sisi lain, Eophi yang melihat semua itu hanya bisa pasrah. Tubuhnya sedang tidak dalam kondisi untuk bisa diajak bekerja sama.

Kemudian bola hitam K.A.N.A. melepaskan dua rantai yang memanjang menuju dua peserta tersebut. Satu mengincar Fata dan yang lain menyasar Eophi. Dan tanpa bisa berbuat apa-apa, mereka berdua terjerat oleh rantai itu.

"Seluruh data kalian adalah milikku!"

"Waseeeem!!"

"Oh, t-tidak!"

Fata dan Eophi tak bisa melawan ketika intisari data mereka diekstrak oleh virus arkaik bernama K.A.N.A.. Harapan mereka seolah sudah musnah. Namun di saat seperti inilah plot bergulir.

<protokol antivirus EZEKIEL, aktivasi,
langkah 1 : karantina,>

Kubus besi yang digenggam oleh wanita berjilbab itu aktif. Kedelapan segitiga kecil yang menempel di tiap titik sudut kubus tersebut pun terlepas dan terbang memencar ke empat penjuru. Mereka berpencar sangat jauh hingga mencapai jarak beberapa kilometer. Ketika sampai pada posisi yang ditentukan, delapan segitiga itu berhenti.

Wanita berjilbab itu hanya perlu menekan tonjolan di kubus besi yang dipegangnya, "Bismillah," maka benda itu langsung aktif.

Tiba-tiba dinding cahaya berukuran raksasa tercipta di empat penjuru berdasarkan letak delapan segitiga yang tadi menyebar. Dinding itu membelah lautan dan mengurung semua yang ada di dalamnya. Selanjutnya bagian bawah (yang berada di dalam laut) serta bagian atas dinding itu juga menutup, menjadikannya perangkap berbentuk kubus sempurna.

Asap kelam itu berhenti, tak mampu melewati dinding cahaya tersebut. Proses penginfeksian yang terjadi di dalam kubus cahaya pun berhenti.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, K.A.N.A. terkejut.

"I-INI? Mengapa antivirus ini bisa muncul kembali?!"

<langkah 2 : mencari lokasi virus secara manual,>

Wanita berjilbab itu segera menaiki tunggangannya, si harimau putih. Saatnya mereka berdua beraksi.

"Ayo, Sun!"

"Grewaarrrrll!!"



Bab 7 Manuver Mawar


Yang tadi dilakukan oleh Bu Mawar—sesuai instruksi dari OPI—adalah proses aktivasi antivirus. Alat yang digunakan untuk melakukan itu adalah kubus besi yang ditemukan oleh Minerva, benda peninggalan Ezekiel sang Myrd legendaris yang juga seorang Teknopath. Kubus itu adalah perangkat keras penyimpan program antivirus untuk menangkal satu virus paling istimewa. Yaitu K.A.N.A..

Ketika karantina berhasil, maka segala proses penginfeksian di dalam kurungan kubus cahaya pun berhenti. Bu Mawar bisa bergerak dengan aman tanpa harus khawatir dirinya lebur menjadi kepingan piksel hitam.

Sekarang yang tersisa adalah menghancurkan K.A.N.A.. Pengaruh dari karantina kubus membuat entitas virus ini tak lagi bisa mengubah wujudnya. Sekarang dia hanya seonggok bola hitam. Ini kesempatan besar.

Bu Mawar memacu harimau putihnya melesat cepat mengincar K.A.N.A.. Mereka berlari menapaki lautan hitam yang beku.

"Rupanya engkau masih hidup, wadahku?"

"Alhamdulillah~," ujar Bu Mawar. "Terima kasih karena dirimu udah menolongku selama ini, K.A.N.A., tapi sekarang aku mau bikin kamu tidur dulu. Boleh, ya?"

"Boleh saja," balas K.A.N.A., "tapi itu kalau engkau bisa melewati dua budakku!"

Bola hitam itu memang tidak memiliki kemampuan dari yang dia tiru, tapi dia masih bisa menguasai mereka yang dirantai olehnya. Dan itu adalah Fata dan Eophi. Keduanya menyambut kedatangan Bu Mawar dan Sunoto si harimau putih.

"Waduh, kita dikeroyok!"

Fata menciptakan bazooka dalam sekejap, lalu dia tembakkan ke arah depan. Ledakan dahsyat meretakkan lautan beku, menciptakan pijaran hitam bercampur kemerahan. Beruntung si harimau putih masih sempat melompat ke udara untuk menghindari itu.

Akan tetapi, di sanalah Eophi telah bersiap.

Myrd yang dikontrol oleh virus itu melesat dengan gaya sundulan terbang, seperti roket. Bu Mawar dan Sunoto yang masih di udara seolah mati langkah. Namun pada saat itulah sebuah bantal dengan cover warna-warni melayang dan menghadang serangan Eophi. Pemuda rambut hijau itu terpental balik akibat pertahanan si bantal.

Bu Mawar dan harimau putih berhasil mendarat dengan selamat, sedangkan Eophi terpelanting menghunjam lautan beku.

"Kembali pada nalarmu, shushu!" omel si bantal.

Saat itu, Fata sudah kembali menembakkan senjata lain. Empat misil meluncur sekaligus dari sebuah pelontar roket. Semuanya mengincar posisi Bu Mawar dan Sunoto. Tapi kali ini, muncul guling dan selimut untuk menolong sang guru.

"Hati-hati, wanita IDIOT!" seru si guling. Dia mengayunkan tubuhnya di udara untuk membelokkan laju satu misil.

"A-aku juga akan membantu," ujar si selimut. Dengan gerakan melambai yang lebih efisien daripada si guling, selimut ini sukses mengubah arah tiga misil lain.

Maka rentetan ledakan tercipta, hasil dari keempat misil yang meleset dari sasaran. Permukaan laut beku bergoncang.

Fata dan Eophi, sekalipun dengan tatapan mata kosong, masih bisa berekspresi kesal karena serangan mereka dinihilkan.

Kemudian naga merah mungil dan kasur terbang ikut turun mendekati Bu Mawar dan Sunoto. Sekarang seluruh peralatan tidur Eophi berkumpul.

Kami akan bantu Bu Gulu untuk ngalahin bola itam itu, batin naga merah tersebut ke benak Bu Mawar, namaku Hel, instingku akan ngasih tau kalau ada bahaya, Bu Gulu!

"Aku Milk, shushu~," ujar si bantal, "akan jadi perisaimu, shushu."
"Light bakal jadi pedang ataupun gada, pilih sendiri, wanita TOLOL!" seru si guling.
"C-Cloud cuman selimut, t-tapi bagus buat jadi mantel."
"Dan aku White," kata si kasur, "akan mengantarkan kalian terbang ke mana saja."

"Wah, kalian imut-imut sekali," komentar Bu Mawar. Namun urat marah mencuat di dahi guru itu, sebelum akhirnya dia meninju salah satu dari peralatan tidur Eophi, yaitu Light si guling. "Khusus dirimu, mulutnya perlu ditatar dulu deh~"

Light terkapar kesakitan. Kekuatan pukulan sang guru menjalar hingga ke sanubari si guling—kalau dia memang punya sanubari. Mungkin ke depannya, mulut kasar Light akan menghalus.

Setelah itu, Bu Mawar melanjutkan perkataannya, "Kalau kalian mau bertarung bareng Ibu, ya hayuk kita berjuang bersama!"

Mereka bersorak.

Untuk satu kesempatan saja, peralatan tidur Eophi (bonus Hel) akan mengabdi pada tuan lain. Cloud segera menyelimuti Bu Mawar layaknya mantel. Milk mengeras demi bisa menjadi tameng yang kokoh, kemudian dia menempel di tangan kiri sang guru. Sedangkan lengan besi Bu Mawar memungut si guling. Guling itu memipih sehingga menyerupai tongkat. Cocok dijadikan pengganti pedang.

"Gruurrwl!!" Sunoto mengatakan kalau dia bisa bertarung sendiri.

Bu Mawar mengangguk. Dia pun melompat ke atas kasur terbang, sedangkan Hel turun bertengger ke pundak sang guru.

"Kita maju!!" seru Bu Mawar.

Maka melesatlah sang guru di udara, terbang mengendarai kasur. Sedangkan Sunoto tetap berlari lincah di daratan laut beku.

K.A.N.A. si bola hitam tak tinggal diam. Dia memberikan asupan energi kegelapan kepada Fata hingga pemuda kribo itu kini kembali menjadi Fatashura. Juga kepada Eophi sehingga dia bisa mewujud sebagai Badut, lengkap dengan senjata dan bola sirkusnya.

Phi bica jadi Badut tanpa bantuan kita, ati-ati semuanya!

Gerigi Ashura di dada Fata berputar kencang dan menyala terang. Fata membangkitkan kedua paus besi yang tadinya terkurung di lautan hitam beku. Serangan artileri memecah, roket dan misil meluncur mengincar Bu Mawar yang tengah mengudara.

"Lakukan manuver kembang~!" titah sang guru.

White si kasur pun menghindar sambil meliuk-liuk indah. Rentetan ledakan di langit bisa dihindari satu demi satu. Detik berikutnya, Bu Mawar sudah melompat turun hingga kini posisinya persis di belakang Fata. Lengan bionik sang guru mengaktifkan memori peniruan.

<ReSin roseARM,
mengemulasi data [Kenjutsu OGA]>

Otak Bu Mawar langsung menerima impuls data dari memori lengan besinya. Segala macam jurus berpedang yang dulu dipindai dari Nobuhisa Oga, kini bisa dipraktekkannya sendiri.

Bu Mawar pun menyabetkan guling pipih Light dengan gaya seorang samurai. Tebasan pertama mengarah ke kaki, meruntuhkan keseimbangan Fata. Tebasan kedua menghantam dagu pemuda kribo itu hingga tubuhnya terpelanting ke atas. Lalu Bu Mawar bersalto lincah sambil melayangkan tebasan berputar, menghunjamkan kembali Fata ke permukaan laut beku.

Daratan hitam bergetar kecil, permukaannya meretak. Debu-debu beterbangan, Fata terkapar untuk sementara.

Bagaimanapun, rantai yang mengubungkan Fata dengan K.A.N.A. bergerak menarik tubuh Fata bangkit. Lalu asupan energi kegelapan kembali memperkuat Fata hingga si kribo sudah bersiap untuk melawan lagi.

"Duh, rantai ini mengganggu!"

Bu Mawar mencoba menebas rantai tersebut namun rantai itu mengepul menjadi asap hitam sehingga tebasan sang guru malah lewat begitu saja. Setelah itu rantai tersebut mewujud kembali, bagaikan ilusi.

Pertarungan berlanjut, Fata kembali memerintahkan kedua paus besinya untuk menyerang. Kali ini paus besi itu menyemburkan nafas membara untuk melumat sang guru.

Untungnya, Bu Mawar sudah menutupi tubuhnya dengan mantel Cloud sehingga dia bisa bertahan dari semburan api mematikan tersebut. Namun mantel itu tak akan bisa melindungi terlalu lama.

"Naik, Bu!" seru White si kasur.

Bu Mawar segera melompat kembali ke atas kasur lalu terbang tinggi melewati badai nafas membara. Akan tetapi, saat itulah Hel si naga mungil berseru.

Kili, Bu Gulu!

Ketika Bu Mawar menoleh ke arah kiri, sosok Badut Eophi sudah melayang terbang ke arahnya dengan kedua bilah pedang kembar teracung. Refleks sang guru merintangkan tangan kirinya yang bertameng Milk si bantal. Namun rupanya itu tidak perlu.

Dari arah lain, Sunoto si harimau putih sudah menerkam Badut Eophi. Terjangan harimau itu menjatuhkan Badut Eophi menjauhi Bu Mawar. Sunoto dan Badut Eophi lantas bergumul seru di permukaan laut beku.

Saat itu, OPI mengirimkan transmisi, <<Jangan pedulikan kedua petarung itu, sasaran kita adalah bola hitam di sana: K.A.N.A.! Sampai di sana, aku akan memberikan petunjuk untuk mengatasi entitas virus arkaik itu berdasarkan data dari Ezekiel>>

"Okelah Mas OPI kalau begitu~"

Satu paus besi melompat ke udara dengan mulut terbuka untuk mencaplok Bu Mawar. Namun White si kasur masih gesit berkelit di detik-detik terakhir. Dan kasur terbang itu terus melaju ke depan. Fata yang mengendarai paus besi lainnya tertinggal cukup jauh di belakang, walaupun dia masih berusaha mengejar.

Kini Bu Mawar semakin dekat dengan lokasi K.A.N.A. si bola hitam.

"Engkau pikir aku akan diam saja!?"

Bola hitam melawan. Sejumlah rantai menyeruak muncul dari permukaan bola, langsung bergerak memanjang dengan cepat untuk menangkap Bu Mawar. Kali ini White si kasur kalah gesit. Satu rantai berhasil menjeratnya.

"Lompat, Bu!" seru White.

Bu Mawar melompat ke udara, tepat sebelum White tertangkap. Namun rantai lain masih mengincar. Menyadari kalau sang guru tak bisa bermanuver di udara setelah kasur terbangnya tertangkap, maka giliran Milk si bantal tameng untuk berkontribusi. Dia melepaskan diri dari tangan kiri Bu Mawar.

"Jadikan aku pijakan untuk menghindar, shushu!"

Menuruti keinginan Milk, Bu Mawar menjejakkan kaki kanan pada bantal yang melayang itu. Saat rantai berikutnya datang, lagi-lagi Bu Mawar melompat. Milk ikut terjerat, tetapi bantuan darinya membuat posisi Bu Mawar semakin dekat dengan K.A.N.A..

Bola hitam masih belum menyerah. Kini dia melontarkan lebih banyak rantai lagi.

Hel si naga merah mungil merasa dia juga harus berjuang. Cloud, aku ingin kombo julus maut denganmu!

"O-oke."

Cloud si selimut melepaskan diri, tak lagi jadi mantel. Dia lantas membungkus tubuh Hel sehingga tampak seperti bola kain. Lalu Hel mengeluarkan jurus serangan andalannya.

SUPELNOVA BLANKET!

Bola kain itu bersinar, lantas meluncur bagaikan meteor. Namun fokus jurus kombinasi ini bukanlah tipe serangan yang menghancurkan, melainkan lesatan yang menangkal serangan lain. Bola kain itu berputar kencang menepis semua rantai yang dilesatkan K.A.N.A..

Kini pertahanan K.A.N.A. terbuka lebar!

Bu Mawar mengambil ancang-ancang untuk melempar Light si guling pipih. Lengan besi sang guru kembali mengaktifkan kekuatannya.

<ReSin roseARM,
teknik lv.1, power>

Percikan listrik menyeruak mengelilingi lengan tersebut. Lalu dengan penambahan kekuatan berkali lipat, Bu Mawar akhirnya melemparkan Light. Senjata itu meluncur dengan kecepatan suara. Dan tepat sasaran!

Bola hitam K.A.N.A. tertikam, lantas tertancap di permukaan laut beku.

<<Sekarang dia tak bisa menghindar! Balikkan efek dari kubus Ezekiel!!> seru OPI.

Dan semuanya terjadi seketika!

Dinding kubus cahaya yang tadinya seluas lautan kini menyusut dengan begitu cepat. Pergerakan kurungan cahaya itu melewati benda fisik begitu saja, hanya memerangkap infeksi yang disebabkan virus arkaik K.A.N.A.. Lalu semua kegelapan itu terkumpul dan terjebak dalam sebuah kubus cahaya kecil segenggaman tangan yang melayang damai beberapa meter di atas permukaan laut.

Bola hitam K.A.N.A. telah terpenjara.

Lautan kembali mencair, tak lagi bisa menjadi tempat berpijak dari para petarung. Eophi dan Fata yang terlepas dari pengaruh K.A.N.A. pun tercebur ke laut, begitu pula dengan Bu Mawar.

Sunoto si harimau putih berenang untuk menjemput sang guru. Begitu pula dengan peralatan tidur Eophi yang segera menarik Myrd itu agar tidak tenggelam. Adapun Fata bergerak-gerak sendiri mencari puing, rambut kribonya sudah layu akibat basah.

Badai telah sirna. Awan gelap menghilang, biru langit kembali terlihat.

Sayangnya, semua belum berakhir begitu saja.

Eophi melayang pada kasur terbangnya. Fata merangkul pecahan kayu agar bisa mengapung. Sedangkan Bu Mawar menaiki harimau putih jelmaan muridnya.

Tepat di antara mereka bertiga, kotak cahaya kecil melayang-layang sambil sesekali bergetar pelan. Di dalam benda itu terkurung virus arkaik dengan kekuatan tak terbayangkan.

Eophi, Fata, dan Bu Mawar saling menatap. Lalu pandangan mereka bertiga segera tertuju pada kotak cahaya tersebut.

Pikiran mereka sama.

Ini adalah adu cepat!



Bab 8 Langit Cerah, Namun …


Eophi, Fata, dan Bu Mawar berseru di saat bersamaan.

"Akan kuhancurkan virus itu untuk menuntaskan tugas Ezekiel!"
"Tunggu dulu, coy! Gue masi ada perlu sama si Kana!!"
"Sebentar, biar Ibu yang mengamankan virus berbahaya itu!"

Kasur terbang yang dinaiki Eophi melaju kencang. Sunoto pun berenang dengan kecepatan tinggi untuk membawa Bu Mawar ke depan. Fata yang agak tertinggal momen start. Tapi si kribo malah terkekeh.

"Gue panggil elu semua!" titah Fata seraya mengacungkan kristal merkavah.

Detik berikutnya, puluhan robot melompat keluar permukaan laut seperti kumpulan lumba-lumba. Sebagian dari mereka tampak korslet karena sirkuit yang terkena air, tetapi mereka tetap mematuhi pemegang kristal merkavah, yaitu Fata.

Gerakan Eophi dan Bu Mawar terhalang oleh munculnya para pengganggu. Robot-robot itu segera menerjang kedua peserta tadi. Mereka ramai-ramai menemplok di kasur terbang Eophi ataupun bergerombol untuk mencengkeram harimau putih yang ditunggangi Bu Mawar.

Kini Fata berada di atas angin. Dia tinggal menyuruh salah satu robot untuk mengambil kerangkeng K.A.N.A..

"Ah, menyebalkan!!" teriak Eophi. Semua pertarungan melelahkan ini membuatnya marah. Dia ingin mengakhiri ini semua secepat kilat. Lalu Myrd itu menciptakan jurus pamungkasnya yang terbaru. "Kupakai seluruh tenaga kami, kupanggil engkau, wahai BARAKIEL!!"

Pertempurannya bersama Radith yang begitu berpetir-petir menginspirasi Eophi untuk melakukan variasi pada jurus pamungkasnya—yang seharusnya bernama JIBRIEL. Alih-alih dewa perang, yang muncul di langit sekarang adalah malaikat petir!

"Buangke! Apa-apaan tuh?" Fata buru-buru menciptakan sesuatu.

"GRWWWARR!!" Sunoto menjadikan salah satu robot sebagai pijakan untuk melompat setinggi-tingginya.

Lalu sosok raksasa itu menggetarkan seantero langit saat dia menurunkan satu sambaran petir tunggal selebar gunung. Dentuman dahsyat itu memanggang lautan, menghanguskan segala yang tersambar. Robot-robot yang dikendalikan Fata, ataupun sepasang paus besi yang belum sempat dia kendalikan lagi, semua musnah akibat serangan barusan.

Akankah ini mengakhiri semuanya?

Rupanya tidak.

Fata masih sempat merakit penangkal petir sehingga dirinya aman dari sambaran. Sunoto si harimau dan Bu Mawar yang menungganginya terlontar jauh akibat gelombang ledakan petir BARAKIEL. Keduanya selamat dari sengatan langsung. Bahkan kini Sunoto masih punya sisa tenaga untuk berenang mengantarkan Bu Mawar.

"Sedikit lagi, Sun. Ibu mohon bertahanlah sedikit lagi. Kalau udah sampai di sana, Ibu bakalan bikin semuanya selesai," ujar sang guru.

Kini Eophi benar-benar mengutuki kesialan dirinya.

Tak ada lagi energi tersisa di dirinya, ataupun Hel, juga keempat peralatan tidur Eophi. Mereka semua tercebur ke laut.

Fata berada dalam posisi yang terdekat untuk mengambil kotak cahaya penyegel virus. Namun si kribo memilih untuk mengurus Eophi terlebih dulu. Fata menggerakkan puing yang dia pasangi dengan mesin jet. Sebentar saja, dia sudah berada di sebelah Eophi.

"Gue kagak ada dendam sih sama elu, rambut ejo. Tapi udah capek nih gue di babak ini, pengen cepetan beres deh."

Sepucuk pistol revolver terwujud di genggaman tangan Fata, siap untuk melubangi kepala Eophi. Akan tetapi, tiba-tiba Fata mengubah arah bidikannya ke samping kiri. Si kribo menembak enam kali sampai peluru revolvernya habis.

"Enak aja lu mau ngebokong gue," ledek Fata, menyadari keberadaan seseorang. "Dasar mbak-mbak nahkoda gagal."

Gadis berambut merah itu tumbang dan tercebur, langsung mewarnai lautan menjadi merah oleh darahnya. Belati yang dipegangnya terlepas, gagal digunakannya untuk menusuk Fata.

Minerva.

Gadis yang merekrut Eophi ke dalam organisasi Tifareth, kemudian berkali-kali muncul untuk mengganggu (atau membantu?) petualangan Eophi dari babak ke babak, kini mengapung tanpa daya di samping Myrd itu, nafasnya sudah hampir habis.

"Maafkan aku … Eophi," Minerva memelas, "tadinya aku ingin membantumu menemukan Kotak Laplace … agar dirimu bisa menghidupkan kembali Bidriel …. Ahahaha, bodoh sekali ya aku…? Eo…phi……"

Eophi tak tahu lagi harus merasakan apa.

Mengapa Minerva tidak kabur saja seperti biasanya? Mengapa Minerva muncul di hadapannya? Mengapa … mengapa Minerva harus mati seperti Bidriel??

"Waduh, sori eh. Dia yang duluan mau nusuk dari belakang sih," kilah Fata. "Tapi yah, lu pasti seneng kan kalau bisa nyusul si mbak rambut merah ini sekarang juga?"

Fata bermaksud menciptakan pistol lain untuk menghabisi Eophi. Akan tetapi mata si kribo sudah menangkap pergerakan yang mengesalkan dari peserta lain. Kenapa dia bisa melupakan si guru?

"Itu Kana punya gue! Siakek!!"

Makian Fata tak berarti. Bu Mawar sudah mengantongi benda yang sedari tadi mereka perebutkan itu. Kini kotak berisi virus arkaik itu sudah tersimpan di saku pakaian sang guru.

"Ibu yang capek-capek ngurung dia, wek! Enak aja mau ngaku-ngaku," Bu Mawar menjulurkan lidah.

"BALIKIN!!"

Fata si kribo segera menggerakkan puing bertenaga jetnya untuk mengejar Bu Mawar. Tapi guru itu juga sudah pergi. Sunoto membawa Bu Mawar mendarat di potongan geladak Mursaha yang cukup luas untuk dijadikan tempat bertarung.

Sunoto si harimau akhirnya kehabisan tenaga. Dia kembali berubah wujud menjadi bocah lelaki. Dia terlentang, lemas, lalu tertidur. Bu Mawar melepaskan mantelnya untuk menyelimuti muridnya itu yang telah berjuang begitu keras.

"Bobolah yang nyenyak, Sun. Ntar pas kamu bangun, semua udah beres. Ibu janji."

Beberapa detik kemudian, Fata juga mendarat di sana. Kribonya yang tadinya layu dan basah, kini sudah mengering oleh amarah. Fata lantas menunjuk ke arah Bu Mawar.

"Hoi, Mbak Jilbaber! Ini gue minta baek-baek, ya," kata Fata. "Itu virus serahin ke gue, sekarang. Gue ada urusan penting sama dia!"

Bu Mawar merespon, "Kok kita samaan sih? Aku juga punya urusan sama si K.A.N.A.. Jadi gimana? Mau coba rebut dari Bu Guru? Ibu ini kuat lho, Mas Kribo. Dirimu pasti bakalan kalah."

"Jangan nantangin deh."

"Nggak nantang, sih," Bu Mawar segera memasang kuda-kuda seperti petinju. "Cuman Ibu kepikiran aja buat ngasih sedikit pelajaran buat Mas Kribo. Muka dirimu tuh beneran kayak muka orang yang kurang dididik."

"APAA?!"

Tanpa banyak adegan omong lagi, Fata langsung menyerbu ke depan. Bogem mentah dilayangkan ke muka sang guru. Akan tetapi—

<ReSin roseARM,
mengemulasi data [Boxing RALAN]>

Memori pada lengan bionik Bu Mawar membuat guru itu menjadi ahli tinju dadakan. Satu gerakan weaving (mengayunkan badan) yang sederhana sudah cukup untuk mengelak dari bogem asal-asalan Fata. Selanjutnya ….

Bunyi benturan itu terdengar nyaring sekali.

Beberapa gigi Fata rontok saat muka si kribo dihajar oleh tinju besi sang guru. Fata terjungkal ke belakang. Nyeri di wajahnya menjalar ke seluruh tubuh.

Melihat lawannya terjatuh, Bu Mawar malah menghitung, "Satu … dua … tiga … empat …."

Fata berang mendengar hitungan yang seperti mengejeknya itu. Dia berusaha bangkit secepat-cepatnya.

"… lima … enam. Ah, kok sudah berdiri sih?" ujar Bu Mawar.

Kini Fata terdiam dulu, tak memedulikan ledekan sang lawan. Kejengkelan yang memenuhi rambut kribonya membuat Fata tak mampu berpikir jernih. Dia menarik napas panjang lalu menghembuskannya kembali. Fata kini mengamati penampilan sang guru.

Tangan besi itu bakalan jadi kelemahan si jilbaber, batin Fata, soalnya gue kan teknopath.

Selanjutnya, Fata memberikan isyarat jari teracung agar Bu Mawar yang maju duluan untuk kali ini.

"Baiklah, Ibu akan serang Mas Kribo sekarang," balas Bu Mawar. "Boleh, kan?"

"Silakan aja, kalo emang berani," kepercayaan diri Fata mulai muncul.

Bu Mawar berlari maju sedangkan Fata menajamkan hatinya untuk mendengarkan suara dari lengan bionik lawannya.

<<Uppercut kencang ke arah dagu>>

Fata tersenyum setelah mengetahui kemana tinju besi Bu Mawar akan mengarah. Maka si kribo merintangkan kedua tangannya di depan, sesaat sebelum serangan Bu Mawar datang. Akan tetapi—

"GUWOOOOHHH!!"

Menjeritlah Fata sekencang-kencangnya. Rupanya serangan Bu Mawar adalah tendangan ke arah selangkangan pemuda itu. Dan mengena telak!

Fata protes, "M-mestinya kan upper—"

Pertahanan Fata terbuka, dagunya kini disambar dari arah bawah oleh pukulan uppercut dari sang guru. Pemuda itu kembali jatuh terjengkang ke belakang.

Bu Mawar agak terheran, "Upper? Walah, Mas Kribo bisa menebak gerakan Ibu, ya?" Lalu guru itu menjulurkan lidah. "Tapi tetep aja kena. Lemah nih, Mas Kribo."

Kini Fata benar-benar murka. Dia melompat bangkit seketika. NO MORE MR. NICE GUY, batin si kribo, sok-sokan pakai Bahasa Inggris. Gerigi Ashura di dada Fata kembali menyala dan berputar kencang untuk kesekian kalinya. Berkah dari Ashura, Fata bisa menciptakan senapan gigantik tanpa bahan apa-apa, dan dalam waktu instan.

Tapi Bu Mawar sudah menjulurkan tangan besinya ke depan, ke arah dada si kribo. Telapak tangan besi membuka, memunculkan lubang kecil. Berkas sinar mulai terkumpul di lubang itu.

<ReSin roseARM,
teknik lv.2, X-BUSTER>

"Hah!?"

Mata Fata mendelik. Si kribo kalah cepat. Belum selesai dia membidikkan senapan gigantiknya, tangan besi Bu Mawar sudah menembak terlebih dulu. Ledakan energi dari tembakan X-Buster sang guru mementalkan Fata ke belakang.

Kemudian si kribo mendapatkan mimpi buruknya.

Gerigi Ashura di dadanya remuk.

"T-tidak!"

Pelan-pelan retakannya melebar hingga akhirnya gerigi emas nan ajaib itu hancur juga, berkeping-keping.

"TIDAAAK, MAMAAAAAAH!"

Fata menangis histeris.

"MAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!! HUWWAAAAAA!!"

Dia kalah.



Bab 9 Dia yang Bernama Kusumawardani


Peraturan di babak semifinal ini menyebutkan, jika hanya tersisa satu petarung di arena, maka barulah dia dinyatakan menang. Kemudian portal dimensi akan terbuka untuk mengantarkan sang pemenang ke babak terakhir.

Tapi kali ini, ketiga peserta masih ada di arena. Eophi mengapung di lautan, lemas kehabisan tenaga, tapi belum mati. Fata terlentang di potongan geladak Mursaha, kalah bertarung melawan Bu Mawar. Pemuda kribo itu juga masih hidup meskipun semangat tempurnya tak lagi tersisa.

Sekarang, bagaimana Bu Mawar akan mengakali ini semua?

Apakah sang guru harus membunuh kedua pesaingnya di semifinal agar dia diakui sebagai pemenang?

Tidak, Bu Mawar tak akan membunuh.

Dia punya rencana sendiri.

"Aku akan melepaskanmu, K.A.N.A.," ujar Bu Mawar pada kotak cahaya di genggaman tangan besinya, "asal kau berjanji untuk melakukan sesuatu untukku."

Mendengar itu, tentu saja OPI si operator akan protes.

<<Hei, apa yang kau katakan, Bu Guru? J-jangan bercanda! Kau mau melepaskan kembali virus arkaik yang sudah susah-susah kita tangkap?!>>

Tapi kali ini, perkataan OPI tak digubris oleh Bu Mawar.

Tangan besi sang guru segera meremukkan kotak pengekang virus arkaik itu. Asap kelam menyembur deras dari kotak itu, kemudian dengan cepat mewujud menjadi suatu sosok. Kali ini sosok wanita berjilbab yang identik dengan Bu Mawar.

<<BODOH! Itu virus arkaik yang tak ternilai harganya! Coba bayangkan apa yang bisa kita lakukan dengan itu. Kita bisa menguasai dunia—>>

Bu Mawar mengambil potongan kayu dengan tangan kirinya, lantas dia mulai menusuk-nusuk layar kecil pada pergelangan tangan kanan besinya. Layar itu yang selama ini jadi penghubung dirinya dengan OPI, sang operator Renggo Sina.

<<A-apa yang kau perbuat? Hentikan! Kau bisa merusak alat komunikasi kita!>>

"Aku bukan Renggo Sina, Mas OPI! Dan setelah tahu sifat aslinya, kurasa aku juga nggak mau lagi kerja sama denganmu."

Bu Mawar terus menusuk-nusukkan kayu tajam itu hingga monitor kecil mulai retak.

<<HENTIKAN! Di situ terletak memori yang memberimu pengetahuan bertempur dan membuat dirimu jadi lebih kuat! Kalau kau—>>

Satu tusukan terakhir menghancurkan monitor itu beserta perangkat memori yang tertanam di dalamnya. Tangan besi Bu Mawar pun korslet. Kemudian suara OPI tak akan pernah terdengar lagi.

Bu Mawar jatuh setengah berlutut. Dia mencoba menggerak-gerakkan lengan bioniknya dan ternyata masih bisa. Walaupun agak kaku. Dan seperti yang diperingatkan oleh OPI, fungsi emulasi pada lengan bionik itu hilang. Bu Mawar merasakan dirinya tak lagi bisa mengingat bagaimana teknik bertinju profesional ataupun teknik mengayunkan pedang ala samurai.

Mungkin ini perbuatan bodoh, tapi guru itu yakin kalau itu harus dia lakukan. Dia tidak bisa terus-menerus mengandalkan kekuatan yang bukan kekuatannya sendiri.

Bunyi tepukan tangan terdengar.

Bu Mawar melirik ke samping. Ternyata K.A.N.A. masih berdiri di sana, bertepuk tangan.

"Pertunjukan hebat. Dan tak kusangka engkau benar-benar melepasku, Kusumawardani."

Bu Mawar tersenyum pada sang virus, "Yah, meskipun virus, dari yang kudenger sih dirimu itu kegelapan yang jadi penyeimbang Sol Shefra. Kalau situ mati, entah apa jadinya semesta ini."

K.A.N.A. terdiam.

"Dan anggap aja ini balas budi dariku," lanjut Bu Mawar. "Meskipun ngeselin, tapi selama dirimu berada di tubuhku, aku udah banyak tertolong. Dark Mawar pun jadi beken di forum Battle of Realms."

"Jadi engkau ingin aku kembali merasukimu dan meminjamkan kekuatanku padamu?"

Bu Mawar menggeleng dan tersenyum, "Sama sekali tidak."

"Berarti engkau ingin aku membantumu mengalahkan Empat Penguasa?"

Yang ditanya malah mengernyitkan dahi. "Err … siapa pula mereka?"

"Lalu apa?!"

"Aku ingin dirimu mengembalikan dua orang itu ke alam mereka masing-masing," Bu Mawar menunjuk ke arah Fata, lalu ke arah Eophi. "Kamu bisa, kan?"

K.A.N.A. yang berwujud wanita berjilbab pun tersenyum kecil.

"Ya. Jika itu maumu."

(* * *)

Bu Mawar menggendong Sunoto yang masih terlelap. Lalu dia berjalan ke arah portal yang membuka di hadapannya.

Semoga beruntung, wahai engkau yang bernama Kusumawardani.

Suara perpisahan dari K.A.N.A. mengiringi langkah Bu Mawar. "Tenang aja. Aku ini guru. Guru selalu beruntung. Hehehe~"


 [ROUND 5]
Menjadi Seorang Guru—SELESAI




=TEASER=
[FINAL ROUND] BU MAWAR – HIMNE GURU


Babak final Battle of Realms telah tiba. Semua akan berakhir di sini.

Semua topeng akan terbuka.

Tamon Ruusyana tak lagi bisa menyembunyikan keberadaan Kotak Laplace. Empat Penguasa turun serentak. Mereka menunggu seseorang yang akan menjadi juara. Yaitu seseorang yang mampu menggunakan kejaiban kotak tersebut.

Siapakah yang akan menjadi juara?

Dua finalis bertarung dengan kekuatan terbaik yang mereka miliki. Ketika tirai terangkat, pertunjukan seperti apakah yang akan tersaji?

Blackz,
Nekoman,
Thurqk,
Dan Sakaki Ko,

Empat Penguasa pun akan berjibaku.

Di arena megah inilah Bu Mawar bertarung. Dan pada kesempatan teristimewa ini, lagu itu akan berkumandang.

Terpujilah wahai engkau, Ibu-Bapak Guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku …

18 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Anjaaaay, itu lagu kebangsaan Thurqk berkumandang di sini
    XD

    .

    wogh, tiap peserta meski bukan dari bloknya dapet pengenalan yang mantaph~

    Dan pengenalan mantaph itu langsung dibanting dengan adegan kocar kacir ketakutan sama Thurqk YME
    XD

    .

    Nely beli perlengkapan bayi, bwuhahahahaha!

    .

    Btw, battlenya intense sekali ya... nggak ada napas gitu. Bunda, Eophi, sama Fata sama-sama memperebutkan satu benda. Lucu juga karena peralatan tidur Eophi malah ngebantu bunda.


    Jadinya, Bu Mawar powerset yang susah payah diupgrade balik lagi ke default ya? DarkMawar-nya hilang ya.
    ._.

    Eh, Sun kemana? ah, mungkin masih kecapekan gara2 berenang.



    Nilai : 8
    :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi lagi-lagi lagunya nggak banyak disuka ._.

      Saya nggak kepikiran Nely bakal belanja apa selain begituan. Kebayangnya kayak BORMA di Bandung aja .-.

      Dark Mawar (atau si virus arkaik) tidaklah hilang. Dia hanya dibebaskan. Dia kini berkeliaran di Sol Shefra, dan masih ada sedikit plot tersisa untuknya andai Bu Mawar lolos ke final. Dan powerset-nya Bu Mawar masih nyisa, kok. Lengan besi rongsokan dan Sunoto si harimau putih xD

      Iya, Sunoto kecapekan berenang. Saya udah sebutkan di narasi kalau dia ditidurkan Bu Mawar sebelum duel melawan Fata. Lalu di bagian akhir, Sunoto kembali digendong sang guru.

      Makasih sudah jadi pembaca setia. Dan juga makasih untuk komentar dan nilai pertama di lapak Bu Mawar ini >.<

      Delete

  3. Maafkan saya yang sulit mencerna bagian pembukaannya. Rupanya saya sudah ketinggalan terlalu jauh sampai-sampai kebingungan dengan event-event yang terjadi hingga ronde ini. Tapi yah karena itu biar saya lewati saja bagian ini, sehingga penilaian baru akan dimulai pada chapter 1.

    Ada bagian bagus yang terletak pada bagian pengenalan para semifinalis. Selain untuk merekap kembali sifat-sifat individunya, bumbu komedi yang ditaburkan juga mampu menjadi pembangkit selera sebelum menyantap hidangan pembuka. Selain itu nuansa sindirannya pun terasa kental sekali dalam pendeskripsian tiap karakter. Sayangnya eksplorasi yang begitu dalam ini membuat sedikit titik-titik kejenuhan muncul, sebelum akhirnya para peserta dilempar ke arena masing-masing.

    Memasuki perhelatan di Proto Merkavah, adalah bagian yang membuat hatiku berkecimpung dalam kebimbangan. Di satu sisi tersaji plot yang solid, yang dimainkan dalam narasi apik. Jika diibaratkan kerucut, plot dijalankan dari bagian yang lebar, hingga ke bagian kerucut di ujung. Pada bagian ujung itu, benang-benang yang disebar dirajut menjadi satu keutuhan tanpa cela. Tapi yang saya sayangkan adalah, proses perajutan menuju kerucut itu sendiri terasa kurang memiliki elemen kait. Eksplorasi karakter yang ditawarkan begitu luas, menghadapi konflik level universe, sampai-sampai saya nyaris tak menemukan bagian yang saya harapkan : interaksi yang dalam antar semifinalis dalam pertarungan hidup dan mati.

    Secara garis besar yang dihadapi di sini adalah, apa ya sebutannya, seting latar belakang? Ketiga peserta bertarung habis-habisan melawan eksistensi virus arkaik bernama K.A.N.A. Lalu selama babak awal malah Eophi dan Fata yang mendapat sorotan mantap, baru kemudian Mawar muncul ketika ada narasi plot bergulir. Jujur saja saya agak bingung di bagian plot bergulir itu. Hmm, singkatnya, dalam pertarungan menghadapi K.A.N.A, Mawar terasa hanya sebagai salah satu dari tiga jagoan, dan entah mengapa ia menjadi jagoan tunggal di akhir karena plot bergulir. Dan pertukaran kutub terjadi. Karena Eophi dan Fata bertindak karena virus, bukan karena kodratnya sebagai semifinalis, jadinya agak kurang greget. Baru kemudian di babak akhir mereka bersaing secara sehat sebagai semifinalis, tapi kurasa bagian itu harusnya lebih klimatis dan mendalam.

    Oh ya poin terakhir yang ingin kusampaikan adalah elemen kait yang sempat saya sebutkan. Minimnya elemen kait, menurut perkiraan saya, karena kurangnya umpan yang dipasangkan. Sebagai pembanding akan saya coba sandingkan dengan entry Fata, peserta lainnya dari arena ini. Entry Fata menggunakan teknik alur maju mundur dengan penggantung jurang yang disematkan pada tiap akhir bagian.

    Nah, sekian saja komentar yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat. Untuk penilaian akan diberikan nanti setelah saya membaca tuntas semua entry Proto Merkavah.

    ReplyDelete
  4. Karena saya baca semua entri Proto Merkavah berurutan sekali jalan, rasanya lebih enak kalo komen buat 3 entri ini saya satuin aja sekalian

    Pertama dari entri Fata. Entah kenapa penulis di ronde ini mendadak gaya bahasanya berubah jadi serba teknis, yang mana buat saya nurunin kadar enjoymentnya meski garis besar plot masih bisa diikutin, tapi ada kesan kaku dan scripted, kurang luwes kayak spirit Fata biasanya. Sosok bu Mawar di sini entah kenapa jadi super angsty, dan kesannya kayak jadi forced villain, demi adanya musuh yang punya justifikasi buat dilawan. Tapi poin yang paling off buat saya jelas hubungan bu Mawar sama Fata - saya masih bisa nerima Kana, Relima, atau Renggo, tapi mindset saya selama baca susah nerima benang yang kayaknya dipaksain nyambung ini

    Lanjut ke entri bu Mawar, saya malah dapet kesan fresh dari pembukaannya. Keliatannya penulis lebih leluasa kalau ngegarap narasi yang emang ngebanyol kayak gini, sayang kadarnya jadi berkurang begitu masuk ke pertarungan sebenernya, yang mana lebih ke tiga peserta ngurusin virus KANA ganti"an. Drawbacknya di sini ketiga peserta berasa terlalu setara, kayak interchangeable tiap karakter - atau mungkin ini kesan pribadi saya aja selama baca - dan konklusinya ga berasa begitu istimewa, kayak 'udah gitu aja, terus apa?'

    Terakhir entri Eophi, yang meski paling panjang juga harus saya akui paling enak saya ikutin di antara 3 entri ini. Di sini semuanya beneran berasa fleshed out - dari Fata yang jadi kandidat Tuhan, bu Mawar yang ga sengaja bunuh Sunoto dan momen" sama Dracul, dan Eophi - yang di entrinya ini sendiri jadi keliatan lebih berkarakter ketimbang entri lain. Saya suka remark Eophi di berbagai situasi, dan gimana dia pihak yang sebenernya bisa dibilan netral dan biasa" aja dibanding bu Mawar sama Fata di sini, tapi justru itu daya tariknya. Semakin ke sini karakter Eophi bikin saya suka, dan penutupnya berhasil ngehook karena ngasih closure bagus buat dua peserta lain sekaligus juga ngasih alesan kenapa Eophi harus terus maju ke final

    Karena sistemnya nilai, saya kasih berdasarkan favorit aja ya

    Fata 7
    Bu Mawar 8
    Eophi 10

    ReplyDelete
  5. Akhirnya, bias komen juga di entry bu Mawar, saya heran an salut dengan sang author, sebagai deadliner, koq bias sih masih menghasilnya entry yang lumayan rapih berplot kayak gini? I should salute ya for that, kapan-kapan dikasih resepnya dong *plakk

    baiklah, untuk komen ke entry, saya harus mengakui ini menghibur, ringan, easy dan ngalir enak. As always bang Hewan, kekuatannya di humor, saya udah cekikikan ketika di awal trvia entry sebelumnya masuk ke entry ini, termasuk yang mereka diharuskan untuk belanja, dan adegan-adegan konyol fata makan mie dan tumpahannya dimakan Eophi... interaksi antar OC-nya lumayan asyik. Realm dan sejahar masing-masing OC pun digunakan dengan baik, dan Kana dan Majreha-mursaha menjadi musuh yang harus dikalahkan bersama. Namun... yah, seperti di entry saya, kelemahannya juga sama, ada pihak ketiga dan keempat yang menjadi tokoh protagonist, sehingga seolah-olah bang Hewan kurang berani memunculkan satu karakter sebagai antagonis. So, entry ini juga kurang berdarah... *plakk
    Lalu satu lagi, penggambran dunia internal batin Mawar ketika akhirnya dia memutuskan untuk menghancyrkan ReSin, itu terasa kurang ngena, saya nggak mendapatkan impresi kuat/alas an kuat Mawar harus berjuang sendiri tanpa apapun.

    tapi, entr ini menghibur, saved my day at the first I read this. Thank you bang.

    nilai melipir setelah selesai komen Fata,...!

    ReplyDelete
    Replies
    1. astaga, bah saya masih pusing kayaknya. Antagonis ditulis protagonist...

      Delete
    2. Rakai A,

      OC Mima Shiki Reid

      Delete
    3. nilai saya:

      Fata: 8
      Mawar: 8
      Eophi: 9

      Delete
  6. Rusak sudah bayangan thurkq di mata Umi XD
    Rusak!!
    ~
    dan apaan itu ALfo Mart ._. lalu kenapa cara ngomong Fata udah kayak Pak Po?
    ~
    ". Suatu saat nanti, dia mungkin akan menyelenggarakan Turnamen Neraka dengan gaya dia sendiri—terinspirasi oleh Battle of Realms yang tengah berlangsung sekarang." <- I know what you mean, Sir -_-
    ~
    DAN KENAPA BU MAWAR PAKE CELANA?? *bukan maksudnya disuruh ga pake celana juga, tapi kenapa celana? ._.
    ~
    Tadinya sebenarnya sudah kepengen ndak komen, jadi silent reader bu Mawar saja. kan ceritanya mau jadi secret admirer gitu. Cuma ada beberapa hal menarik yang Umi dapet disini, jadi, niat tinggal niat :3

    Nah apa aja sih yang menarik menurut Umi di cerita ini? Berikut paparannya:
    ~
    1. Untuk Kak Heru yang beneran sedang heboh prajab, dibandingkan dengan tulisan tahun lalu yang lagi free time, tulisan bu Mawar ini beneran fresh xD mulai dari humor, kejer-kejeran, saling rebut, Umi nikmatin semuanya xD
    ~
    2. Plot yang disusun beneran bikin mikir "ngaco ah kak Heru!" tapi ga bisa nyangkal karena di masing-masing entry sebelumnya dari para entrant, kayak kemunculan Minerva di ceritanya Eophi, dan Kana di ceritanya Fata, memang ada. Jadi selain mikir ngaco "Jago juga nih orang!" adalah komen yang kemudian muncul.
    ~
    3. Umi takjub sama penggambaran karakterisasi bu Mawar di sini. Selintas jadi gelap, lalu kembali jadi terang, lalu kelam, lalu arogan, lalu bahagia ceria, lalu kembali terpuruk menderita. Umi jadi inget seseorang #eh *lirik authornya*
    ~
    4. Penggambaran setting yang tepat guna juga ngebantu Umi dapet penjelasan siapa sedang apa, dan ngapain, serta di mana. Selain itu, suasana yang dibangun juga kerasa banget intens-nya (minus waktu bu Mawar ketemu Minerva, itu Umi bingung, harusnya ada kesan buru-buru, kenapa berasa santai?) dan di ending, kak Heru kembali ke ciri khasnya kak Heru, ceritanya menjadi ringan kembali.
    ~
    On top of that, Umi ngerasa kakak masih bisa kasih yang lebih baik lagi. Again, everyone has their own priority, right? ;)
    ~
    Felly : Aku tidak akan komen banyak, kurasa, negaraku butuh guru kayak dia. Cuma minus lengan besi tentunya. Lengan itu lebih baik diserahkan ke pihak lab robotik. Mereka pasti akan senang mendapatkan peralatan dari masa lalu seperti itu.
    ~
    Done.
    ~ Terakhir, nilai dari Umi :
    9
    ~ Felly : +1 dariku! genapkan saja! jangan pelit-pelit kasih nilai! Ga malu emangnya, Mi? udah jadi silent reader sebegitu lama, ngasihnya tanggung!
    *jitak kepala Felly

    final:
    10.0
    OC Maria Fellas

    ReplyDelete
  7. Fata

    Saya mau langsung mention unsur paling menarik di dalam entri Fata ini adalah kepribadian Bu Mawar yang dijadiin belok sebelok-beloknya. Tebakan saya, mungkin Bu Mawar jadi seperti itu karena di entri Fata ini author lebih eksplor ke bagaimana Bu Mawar bisa punya kemampuan kegelapan.
    Kedua, Eophi. Ya. Selain Jibriel, di sini ada Mikhael dan serius saya emang suka sama nama-nama malaikat dari berbagai sumber. Fungsinya pun mantap. Interaksi Eophi dan Fata disimpan di jalur yang pas dan peran Eophi ditutup juga dengan pas. Melihat kadar dark twisted di entri ini kental sekali menurut saya. Fata, survivor. Bu Mawar, dengan benang merah di masa lalunya. Dan Eophi, vessel yang bawa keduanya ke panggung akhir.
    Lalu, battle dan narasi dan situasi Fata yang khas banget juga, ditambah pemenggalan yang pas sebelum partikel pemisah, berhasil saya nikmati.
    Yep. Terakhir, sebagai pembaca dan author dari Eophi, saya bener-bener puas sama entri ini.

    Bu Mawar

    Pembukaannya super! Sampai seperempat bacaan saya enjoy dan fun banget bacanya. Karena setelah itu masuk bagian serius, dan itu pun dapet suspensenya. Keterangan apa itu K.A.N.A, sejarahnya, berhasil bertautan dan saya ikuti dengan nyaman berkat narasi yang ngalir.
    Masuk ke karakter, karakter Bu Mawar di sini dimulai dari situasi yang bikin saya nanya-nanya, sebenernya topeng itu punya kekuatan apa dan ternyata difungsikan untuk kemunculan pertama asal-usul kekuatan gelap sang guru. Masuk ke battle di pertengahan, sampai final memperebutkan benda kunci itu, lalu pencabutan tangan bionik, sampai menerima keberadaan gelap sebagai penyeimbang, aslinya memang konklusi yang cocok buat Bu Mawar ke depannya.
    Bangsa Myrd, wajib saya mention, berperan keren di sini dan itu juga yang jelas bikin saya seneng banget. Ezekiel… man. Eophi juga, lengkap dengan rombongannya, dijelaskan dengan baik.
    Oke. Saya mau kutip kata-kata Mas Po, kalau entri Proto Merkavah beneran bikin puas. Yap. Saya beneran puas.

    Oc: Eophi

    ReplyDelete
  8. Bu Mawar oooh Bu Mawar~

    narasinya oke, dari awal yang enjoy enjoy anteng sampe masuk ke inti cerita.. interaksi antar karakternya jujur aku suka, hidup banget, yang Suneo eh Sunoto, terus yang sama Fata songong..

    cuman di sini aku ngerasa tiap karakter yang menjadi peserta kok semacam dianak tirikan dengan cerita lain yah.. kayak side story lebih oke, atau tetap dijelaskan di sini cuman dengan porsi peserta yang sebenarnya lebih banyak, supaya jelas aja fokusnya ke mana..

    overall aku nikmatin ceritanya karena bahasa yang digunain juga ga berat jadi ngalir aja.. hidup BU GURU! :D

    TUJUH koma LIMA dari SEPULUH

    ReplyDelete
  9. Bu Mawar aku suka lucu banget, narasinya juga enak nggak ngebosenin. Aku suka apapun soal Sunoto, lucu bgt antara dia sama Bu Mawar, dia sama Kakak Fata, atau pas dia udah jadi harimau yang geraman nya langsung ada translate nya. Aku juga suka pertarungannya Bu Mawar yang beneran ngerendahin Kakak Fata. Kana nya juga di sini keren bgt. Cuman kok akhirnya gitu aja kayak cuman nemuin sesuatu dateng2 paling akhir dan menang aja. Kerasanya nggak ada perjuangannya sama sekali.

    Nilai 7

    ReplyDelete
  10. -Menghibur sebagai bacaan, plot tetep solid. Wowkowowko muncul lagi. Di pembukaan reaksi-reaksi para karakter jadi bernuansa BoR 4L. Thurqk di sini kok lebih mesum tapinya hahaha.
    -Kalimat catchy yang saya dapet waktu skim: Sunoto sang harimau putih berenang. ((berenang))
    -K.A.N.A. yang berwujud wanita berjilbab. APAAAAAAAA. Ternyata nama ini dikasih sama Ezekiel
    -Kemampuan Bu Mawar semakin mencolok. Pertarungannya fantastis, banyak kerjasama dan persaingan sana-sini dalam porsi yang pas. Pas lawan Fata, Mawar jadi Megaman? Lol
    -Hmm, ini teasernya lumayan menggelitik mengenai panitia dan nasib peserta. Seiring sama pembukanya sih.


    Minus.

    -Kode-kode dan surat(?) pengumumannya entah kenapa bikin panjang kalo liat di tampilan mobile. Tapi itu mendukung situasi di cerita sih. Terutama pas campur tangan Thurqk pada peserta, terutama (lagi) MIma.
    -Karakter Eophi dan Fata serasa terlalu lugas daripada di entri lain, tapi tetep dimainkan dengan baik sih

    8/10

    ReplyDelete
  11. Sebenernya bakangan saya juga baca-baca entri BoR IV (termasuk Ursa) dan kemunculan Thurqk plus lagu kebanggaannya bikin senyum-senyum. Bahkan minimarketnya juga. Haha. Akhirnya dia kembali~ xD

    Entrinya ringan, narasi mantap kek biasa, dan gak pakai acara baca kalimat berulang baru mudeng. Komedi di awal beberapa kena, beberapa agak miss tapi tak begitu masalah~~

    Ah, ya, saya kurang merasakan emosi karakternya ._. Apa ini bawaan nuansa komedi yg bertebaran? Seenggaknya saya mengharap sedikit pergolakan batin //plak

    Saya nyium bau-bau simbolisme ._.

    Bu Mawarnya jadi seram. Tak kuasa membayangkan ;_; Selain itu, perannya terlalu sedikit sebagai tokoh utama cerita.

    Btw, alurnya berjalan cepat. Dari sini, ke sana, kayak terburu. Kekuatan Sun juga dadakan gitu.

    Bikin cerita yang punya kerangka begini, di tengah kesibukan, patut diacung jempol. Jadi titip nilai 9.

    ReplyDelete
  12. Et bukan dadakan, apa ya istilahnya, aneh prosesnya gitu x-)

    ReplyDelete
  13. aye kasihh ponten SEPULUH

    kayak biase aje ini,,ceritanye Mpok guru mawar emang gampang banget buat di baca trus diikutin dairi satu bagian ke bagian lain nye,,,ngalir gitu asik deh kagak ribet,,,cerita nye seru,,,kebayang kayak lagi nonton pilem Batleship gitu ada adegan jedor- jedoran antar kapal perang,,,mantep deh

    cuman ye,,,kayak kata yang lain,,,mungkin mesti kudu di buat lebi dramatis lagi bagian beranteman sama fata dan eopi gitu,,,kan emang mereka nyang semestinye jadi lawan si mpok guru

    tapi kalo dipikir- pikir terus di baca ulang lagi,,,ini juga ude oke banget,,,barang kali kagak sempet di bikin sampe pol -polan gitu ye,,,

    karakter aye Kumirun

    ReplyDelete