1
Ingatan
yang Tak Utuh
---
Si Kribo menepuk-nepuk dan
mengancingkan ujung pergelangan kemeja putihnya. Dia telah meninggalkan
laboratorium, di mana dia baru saja selesai bertarung dengan lawan sebelumnya.
Kemudian, sebuah portal dimensi milik teknologi Sol Shefra muncul dari udara.
Pemuda itu memusatkan kemampuan
unik miliknya pada portal. Sebelumnya Fata pernah mencoba memahami struktur
fisika portal dimensi di Sol Shefra menggunakan pemahaman ajaibnya akan mesin,
tapi dia seperti tertelan oleh gelombang data akibat kecanggihan teknologi di
Sol Shefra.
Tapi kini, arus simbol itu
bermain dengan jinak saat memasuki otaknya. Ternyata konsepnya sederhana
sekali, pikir Fata. Sepertinya dengan komponen yang tepat, tak terlalu sulit lagi
baginya untuk memproduksi alat teleportasi seperti ini.
Tentu saja, pemahaman
teknologi yang jauh meningkat ini, adalah karena Si Kribo yang sekarang bukan
lagi manusia biasa.
Ini
semua jadi gampang karena gara-gara aku udah nyatu sama kamu kan, Ashura?
Pada saat masa kecil dulu,
potensi kecerdasan teknologi Fata telah ditingkatkan secara drastis oleh
seorang wanita. Akibatnya, Si Kribo Kecil mendapat kemampuan untuk membuat
sebuah mesin super mutakhir bernama Ashura, yang sanggup mematerialisasikan
perangkat yang dibutuhkannya tanpa membutuhkan suku cadang sama sekali.
[Betul, Fatanir.]
Kemudian dari titik itu,
kecerdasan Fata menyusut. Bila ledakan potensi Teknopathia Si Kribo Kecil saat
membuat Ashura adalah serupa air yang membentuk gelombang pasang, maka kemudian
otak Fata adalah mangkuk kecil yang tentunya tak mampu menanggung semua
kecerdasan itu di dalamnya.
Maka luberlah potensi itu
sehingga tak lagi ada di dalam dirinya. Walaupun selayaknya mangkuk pula, otak Fata
masih mampu menampung sejumlah kecil kecerdasan teknologi yang tersisa, berupa
konsep-konsep ide, metode manufaktur dan energetika yang masih dapat dimengerti
oleh manusia.
Namun ternyata, gerigi emas
neo-sibernetik bernama Ashura tersebut, berpindah tangan beberapa kali. Fata Kecil
tak menginginkannya. Dia memberikannya kepada Kana. Kana, tak dapat menggunakan
benda itu, menitipkannya secara asal di dalam cangkang telur yang membungkus
seorang bayi perempuan spesial bernama Relima.
Sementara entah kenapa, Fata
kehilangan ingatan tentang Ashura dan Kana.
Kenapa bisa demikian?
2
Hambatan
Si Kribo mendapati dirinya
berada di sebuah dataran penuh puing.
"Selamat datang! Ini
adalah pembukaan untuk babak berikutnya!" ujar sesosok makhluk bertanduk
dan bertubuh merah darah. Si merah itu berceloteh panjang lebar namun pemuda
kribo itu tak mendengarkan.
Karena dia tengah menyelami memori
baru tentang Relima yang didapatnya dari Ashura. Wajahnya menekuk suram.
Ternyata, Kana mengirim Relima dan Ashura ke sebuah planet yang jauh, dengan
harapan bahwa dia tak harus lagi berurusan dengan objek tersebut.
Namun ternyata, dimulailah
turnamen antar planet ini. Untuk sebab tertentu, Fata dan Relima malah bertemu.
Sehingga Si Kribo memaksa Ashura untuk menyatu dengan tubuhnya, mengubah tubuh
Fata menjadi sirkuit neo-sibernetik hidup bernama Fatashura.
Tak lama setelah sosok merah
itu berbicara, sebuah portal dimensi kembali menelan Fata yang masih asyik menduga-duga
tentang Kana, dan apa yang telah dilakukan perempuan itu terhadap hidupnya.
Makhluk apakah Kana itu,
sehingga dapat membuka sebuah potensi kecerdasan khusus di tubuh manusia? Dan manipulasi
memori pula, mungkin? Sehingga Fata tak ingat beberapa kejadian aneh di masa
kecilnya sendiri? Apakah Kana itu sejenis dewa atau semacamnya?
Si Kribo hendak lanjut
berpikir, namun--
"Ha? Eh eh kita udah di
mana lagi seh?" Fata baru sadar bahwa dia telah berdiri di tempat lain
lagi.
Sebuah koridor panjang.
Sebuah jalan bercabang di depan dengan pencahayaan seadanya. Plafon di atas
kepalanya hanya dua meter lebih sedikit, lebih rendah dari rumah konvensional.
Lantai yang Fata pijak,
bukan lantai keramik. Lantai itu, seluruhnya dari logam. Pipa-pipa berjajar
paralel dan tersambung dengan dinding serta silinder besi dengan desain efisien,
kokoh, namun tetap canggih. Puluhan laras senjata tertanam di dinding, seolah
diatur secara komputerisasi untuk menembak bila diaktifkan.
Oke.
Militeristik. Ini fasilitas militer.
Demikian Fata menyimpulkan
untuk sementara. Lalu getaran-getaran konstan terus melanda, sekilas dikiranya
sebagai gempa namun nyatanya bukan. Lantai itu tersentak berat. Lalu tersentak
lagi, dalam interval yang berurutan.
Dum. Si Kribo terdiam
melihat ke sebuah jendela. Terlihat pemandangan di luar, sepertinya itu adalah
pinggir bangunan yang sedang dipijaknya sekarang. Tampak perisai-perisai
polimer persegi berjajar dan menyatu dengan pinggiran balkon kemudian lebih
jauh dari itu adalah daratan tanah yang gersang, membuat Fata menebak bahwa
tempat ini adalah sejenis benteng.
Dum. Fokus Si Kribo kembali
ke koridor itu. Apakah dia harus mencari jalan keluar? Ke tempat yang dilihatnya di luar jendela? Atau
haruskah dia berusaha mencapai pusat benteng ini?
Halo?
Halo, colokan listrik? Dinamo? Transformator?
Fata bertanya, berusaha
berkomunikasi dengan komponen elektronik yang mungkin saja terdapat dalam
benteng besar itu, untuk mendapat informasi. Satu-dua menit dihabiskannya untuk
mencoba memperluas daya jangkau teriakan Teknopathia dari otaknya.
"Prosesor! Prosesor apa
aja! Unit pendingin mesin! Atau pendingin ruangan!" Si Kribo berlari
menyusuri koridor sambil memanggil semua perangkat di sekitarnya, berharap bahwa
setidaknya ada mesin yang dapat membantunya lolos dari tempat ini.
Percabangan lagi. Koridornya
meluas. Belok kiri. Koridornya meluas. Belok kanan. Koridornya menyempit--
Fata segera berbalik.
Percabangan jalan yang mengecil sama saja seperti gang di pelosok kota. Untuk
sampai ke pusat kota, harus cari jalan protokol yang paling besar. Maka tahu
bahwa dia harus mencari koridor yang paling luas agar sampai pada pusat benteng
ini.
Tunggu.
Sebuah getaran melabilkan posisi
berdiri Fata, dan--
Dia tersentak kaget. Ada
sesuatu yang salah.
Dengan mata fisiknya, Fata
melihat jalur-jalur kabel listrik yang tersembung ke puluhan lampu dan juga
sejumlah tiang yang senapan-senapan otomatis bertengger sepanjang rak dinding.
Sangat banyak benda yang seharusnya dapat diajaknya bicara.
Fata berteriak sambil
berlari mendatangi sebuah senapan yang terpasang pada tiang. Si Kribo memukul
senjata itu dengan kasar,"Program senapan otomatis! Hei!"
Tapi perangkat militer itu...tak
menjawab.
Dada Fata terasa dihimpit
sesuatu. Dia berpindah ke senapan lainnya dan menanyakan hal yang sama. Satu
lagi. Satu lagi. Dia bertanya pada panel sentuh di sebuah kabin di utara, pada
tabung penyimpan gas yang tertanam pada pipa-pipa di basemen.
Hingga jari-jarinya bergetar
penuh kegugupan, saat hal itu dia pastikan.
"Di mana ruangan
komando sentral buat aktivasi kamu!? Kasih aku denah benteng militer ini Nyet!"
Bahwa tak ada satu pun mesin
di tempat itu yang menjawab pertanyaannya, teriakannya.
Selama ini, Fata memahami struktur
dan fungsi teknologi apa pun secara alami dengan komprehensi Teknopathia.
Ketika dia memperhatikan suatu mesin, maka mesin itu akan menyajikan rincian
anatominya dalam bentuk cetak biru audiovisual pada otak pemuda kribo tersebut.
Penyajian gambaran itu
terjadi secara sukarela, santai, tak beda dari bernapas. Kemampuan itu sama
pentingnya bagi Si Kribo seperti kemampuan untuk berbicara atau melihat. Hasil
peradaban bernama teknologi, membuka diri dan data mereka, menyuguhkan itu
semua kepada Fata dengan sukarela.
Teknopathia telah menjadi
bagian diri Fata. Anggota tubuhnya. Namun--
Kenapa...kenapa
komprehensi gue mandeg gini--
Hal itu tak berlaku saat
ini. Saat itu, suatu sensasi merinding menjalari tengkuk Fata. Karena semua
komponen teknologi di tempat ini...menolaknya.
Fata menelan ludah saat rasa
panik itu menyergapnya habis-habisan. Tubuhnya menggigil, mengkerut seperti
bintang laut tanpa air. Sebuah ketidakpastian, di mana dia hanya seorang diri. Dan
semua di sekitarnya sedang berlarian di luar kendalinya.
"Aaaaaarrgghhhh!!"
--
Sebuah engsel tersentak. Fata
tahu betul itu, suara kokangan senjata yang sudah pernah didengarnya ribuan
kali.
[Kontak visual: target.]
Itu adalah sebuah robot
berbentuk anjing herder yang berbicara lewat speaker dari mulutnya. Di punggung
robot anjing itu, ada sebuah senapan. Di belakang robot satwa itu, tiga robot
anjing mengarahkan kamera di daerah matanya memperhatikan Si Kribo.
Fata pun membelalak kaget
ketika moncong-moncong senapan di punggung para robot anjing itu mulai mengikuti
gerakannya, "Jing... Damai, Jing..."
[Memanggil semua unit K-9--]
Tiga lagi robot anjing
muncul dari lorong di belakang tubuh Fata. Lalu tiga lagi...
[--Eliminasi target:
Fatanir!]
"Lemper keinjek!"
maki Fata saat mendengar suara anjing robotik itu. Refleks dia menendang salah
satu kamera di wajah robot anjing, membuatnya terkaing-kaing karena kehilangan
mata buatannya.
Fata menunduk sambil mencari
posisi yang paling tertutup di belakang punggung robot anjing pertama.
[Eliminasi!]
Berondongan peluru mulai
dimuntahkan berentetan oleh senapan punggung kawanan mesin yang ganas itu. Dua
anjing membuka rahangnya, melompat lalu mencaplok bahu Fata dengan deretan
taring besi.
"Urrrghh!" Darah
segar bercipratan dan sebagian daging bahu Si Kribo terkoyak lebar. Fata
menahan nyeri dan melompat-lompat seperti cacing kepanasan, ngos-ngosan
menghindari ancaman taring-taring kawanan anjing besi tersebut. Wajahnya panik
luar biasa. Mestinya dia mampu mengalahkan robot-robot ini tanpa kesulitan.
Tapi Teknopathianya tak
bekerja. Kenapa bisa tak bekerja?
Mencopot senapan dari salah satu
anjing besi yang dibuatnya buta tadi, Fata mulai balas menembak dengan pelototan
mata dan emosi berlebihan, "Jontor lu jontoooor!"
Pelurunya habis.
"Aaaapppah!?" Fata
protes pada pengarang namun hanya setengah detik saja, karena kemudian dia
menggunakan senapan itu seperti pemukul kasti untuk memecahkan kamera para
anjing besi satu-persatu, kemudian berlindung di belakang mereka yang telah
buta.
Akibatnya bisa ditebak,
semua satwa mekanik itu mulai menembak sembarangan. Beberapa tembakan masih
menyerempet Si Kribo, namun hanya butuh sekitar lima menit bagi Fata untuk
menemukan celah di dinding yang aman, "Nyoohohoho!" lalu tinggal menonton anjing-anjing
besi itu saling menembak satu sama lain sampai semuanya mati.
"Makasih buat Encang
Encing semuanye yang udah madekipe!" Si Fata cekakakan saat dia keluar
dari tempat sembunyi. Melihat dulu ke kanan-kiri, dan langsung mempreteli sisa-sisa
pasukan anjing robot seolah sedang mengambil suku cadang di bengkel alat
elektronik, "Sparepartnya oke boljug ni--"
Tapi kemudian belasan robot
anjing herder lainnya muncul, memanjat dan menggonggong buas dari koridor tak
seberapa jauh di depan sana.
"Jiah belanjanya udah
beres, waktunya Emak pulang!" Fata kelimpungan mengambil langkah seribu
ketika sedetik kemudian tempat itu sudah kembali bising oleh letusan peluru.
Sebagian robot anjing menghentikan tembakan dan fokus mengejar sekuat tenaga.
[Terminasi target: Fatanir!]
Peti-peti kemas berledakan akibat
tembakan dari belasan moncong senapan di punggung satwa robot. "Ooooouuh!
Hoh-hoh-hoh!" Napas Si Kribo pun mengempos-ngempos seperti ibu sedang
melahirkan, mulutnya terasa kering akibat harus meloloskan diri dari kejaran
sekawanan robot yang berlari amat gesitnya.
Untungnya dia sudah membawa
sejumlah komponen robot anjing tadi untuk dirakit. Tapi ada sesuatu yang tak
wajar. Fata kini adalah Fatashura. Mestinya dia dapat merakit senjata apa pun
dengan mudah bahkan tanpa bahan sekalipun, karena dia telah memiliki kemampuan
materialisasi teknologi super bernama Tekno-Kreasi.
Tapi--
Teknopathia
gue beneran nggak aktip di sini!
Keringat di leher Fata mendadak
terasa dingin, namun pikiran itu segera buyar. Dua peluru menyerempet betisnya.
Rasa nyeri menyayat tungkainya seperti air mendidih. Hanya dua peluru, tapi
lebih dari cukup untuk menjatuhkan pemuda itu bergulingan sambil mengerang
cengeng, "Aaaakkk!"
Para anjing robot itu tak
mau menyia-nyiakan kesempatan. Semua laras senapan di punggung-punggung besi mereka
terkokang dengan sendirinya.
[Terminasi target: Fatanir!]
"Wuaaaaaa!!"
Dalam situasi ini, kelengahan
sesaat saja bisa menghilangkan nyawa. Namun rupanya kesempatan itu belum
sepenuhnya hilang, karena tiba-tiba saja sebuah dinding cahaya kuning lemon terbentuk
melintang di depan tubuh Si Kribo, mementalkan semua peluru yang ditembakkan
kawanan anjing besi.
Para satwa robot masih
berusaha merangsek. Mereka menghantamkan badan mereka ke dinding cahaya itu
serta melancarkan tembakan lanjutan. Namun dinding cahaya itu tak juga
tertembus. Rupa-rupanya, dinding sihir itu berasal dari kemampuan seorang
pemuda kurus berambut hijau di ujung koridor.
Si rambut hijau melambai-lambaikan
tangan pelan saja, mengisyaratkan agar Si Kribo mendekatinya. Niatnya sih
membantu. Namun naas baginya, karena sesaat kemudian Fata telah meloncat dan
menendang muka pemuda itu sekuat tenaga, "Jangan lambai-lambai gemulai
gitu! Emang lu banci?!"
Pemuda rambut hijau itu nyungsep
di tanah dengan sukses. Fata yang mendapat kesempatan segera lari
sejauh-jauhnya, sampai dia menemukan pintu yang memiliki slot besar di bagian
luarnya. Fata segera menjeblak masuk dan mengunci slot pintu tersebut.
Di
realm yang isinya penuh orang beberanteman kayak gini, ngapain amat percaya
sama orang yang tau-tau nongol gitu aja.
Jambul kribonya lembab oleh
keringat yang menempel di dahi. Tarikan napasnya terasa sakit. Komprehensi
Teknopathia biasanya bagaikan radar yang
mampu mendeteksi semua bentuk teknologi, namun kini dia bahkan tak dapat mengetahui
lokasi robot-robot berbentuk anjing di balik pintu.
Fata berpikir. Selama ini,
semua manusia yang ditemuinya adalah lawan. Meski mereka punya variasi dan
keanehan masing-masing, baik itu kekuatan super dari keturunan naga, wujud asli
berupa virus digital, atau kepribadian ganda, namun semua yang berbentuk
manusia, adalah lawan dalam turnamen aneh ini.
Jadi, pemuda rambut hijau
itu kemungkinan besar adalah lawan Fata juga.
Etapi...
---
3
Anak
Myrd Berbakat
Eophi Rasaya memegangi
pipinya yang bengkak benjol sambil menggerutu pelan. Sebuah teriakan kencang
telah memaksanya bangun, padahal dia tengah asyik menikmati tidur malamnya
setelah tiba di tempat ini. Usut punya usut, teriakan itu berasal dari seorang
pemuda kribo yang sedang kabur dari kawanan robot berbentuk anjing ganas.
Jadi, mestinya jadi hal yang
wajar bagi Eophi untuk mencoba membantu pemuda itu. Dia menyalurkan sihir
Myrdial elemen cahaya dalam gulingnya yang tercipta juga dari sihir - iya,
guling yang dipakai untuk tidur, aneh memang - lalu menjajarkan energi sihir
itu seperti pagar di depan tubuh Si Kribo.
Seperti biasanya, perisai sihir
Myrdial dari Eophi memiliki kapasitas pertahanan luar biasa. Pemuda itu
selamat, membuat Eophi lega karena dia akan bisa tidur kembali tanpa harus
terganggu teriakan atau tembakan yang sama-sama berisik. Tapi,
"Jangan lambai-lambai
gemulai gitu! Emang lu banci?!"
Kenapa wajahnya ditendang?
Apa salahnya? Alih-alih dapat meneruskan tidur, kini rasa kantuknya malah
berganti dengan rasa sakit dan muka bonyok. Dia terduduk di tanah dengan
ekspresi kuyu. Anjing-anjing robot itu melangkah ke arahnya, sementara perisai
sihirnya sudah hilang. Mengerahkan sihir Myrdial itu sangat menguras tenaga,
tahu?
Kalau saja ada cara yang
lebih mudah dan praktis untuk menyelesaikan tugas menyebalkan ini...
[Peserta: Eophi Rasaya.]
Suara speaker itu terdengar
statik, membuat Eophi kaget karena ternyata robot-robot tersebut dapat
berbicara. Sejumlah kamera unit anjing besi menyorot si rambut hijau.
[Bukan target. Tak ada
perintah untuk terminasi.]
Eophi diabaikan?
Anjing-anjing itu tidak menyerangnya seperti yang mereka lakukan terhadap si
Kribo? Mengapa?
Tidak apa-apalah, pikir
Eophi. Setidaknya berarti dia aman dan tidak repot.
[Memulai kontak verbal.
Menyambung komunikasi dengan Operator.]
Kemudian, suara program yang
statik itu hilang. Yang menggantikannya adalah sebuah suara yang dinamis dan
jelas berasal dari makhluk hidup.
[Selamat malam, Eophi Rasaya,
anak Myrd berbakat. Aku dapat memerintahkan pasukan K-9 untuk membunuhmu
sekarang juga.]
Eophi jadi gusar
mendengarnya. Setelah pemuda kribo, kini ada malah ada yang mau mengancamnya
lewat pasukan anjing besi ini. Maka Eophi menjawab dengan percaya diri,
"Aku tidak takut. Umurku lebih dari 400 tahun, sihir Myrdial tak dapat
dianggap sebelah mata."
[Oh ya?] Suara dari seberang
sana malah seperti terhibur dengan jawaban barusan. Kemudian speaker di moncong
anjing robot itu kembali bersuara.
[Aku juga sanggup membuatmu
memenangkan babak ini tanpa perlu bertarung.]
"Huh?"
Berubahlah ekspresi Eophi
mendengar pernyataan itu. Tak perlu bertarung? Tak perlu berdarah atau luka?
Tak perlu...susah payah?
"Kenapa kau menawarkan
ini padaku? Kenapa bukan orang lain?" pemuda rambut hijau itu masih
menukas, "Dalam hidup ini, aku tak punya ambisi muluk-muluk. Kenapa bukan
petarung yang lebih kuat?"
[Karena hanya sihir cahaya yang
sanggup mengendalikan inti benteng ini. Semakin kuat sihir cahayanya, akan
semakin hebatlah Proto Merkavah.]
"Proto Mer...?"
[Proto Merkavah. Itu nama
yang kuberikan untuk benteng ini.]
Suara itu milik seorang wanita,
halus merdu namun juga berkesan penuh kekuatan.
[Dan siapa yang lebih handal
dalam sihir cahaya, selain bangsa Myrd?]
Eophi terdiam sejenak lalu
bergumam, "Mengendalikan...benteng?"
---
Kemudian, suara tersebut
memberi instruksi agar si pemuda Myrd menempuh sejumlah belokan tertentu dengan
penanda-penanda spesifik tentang ruangan macam apa yang harus dia temukan.
[Kau sudah hafalkan jalannya?]
"Ya, ya..." sahut
Eophi bosan.
[Di sana, kau akan menjumpai
orang yang menjaga ruangan kristal. Dia telah dilengkapi dengan data serta foto
dirimu, dan dia hanya akan menyerahkan kristal tersebut padamu.]
"Memangnya kapan kau
sempat memfoto diriku?" tanya Eophi dengan polosnya.
[Setiap kau memasuki portal
dimensi untuk berpindah ruangan, portal tersebut memindai tubuhmu dan
mengirimkan gambaran tiga dimensi pada databaseku. Gambaran tiga dimensi itulah
yang direkayasa menjadi foto.]
"Kedengarannya repot
sekali..." Eophi langsung menyesal mendengarnya. Karena keterangan itu,
kini dia mengantuk lebih dari yang sudah-sudah.
[Komunikasi ini akan ditutup
sementara. Saat kau sudah menemui penjaga ruang kristal, pasukan K-9 akan
kembali melakukan kontak denganmu untuk--]
Transmisi suara terputus. Unit
anjing robot yang menyambungkan komunikasi itu, mendadak terpental dengan tubuh
berlubang akibat berondongan peluru yang menimbulkan percikan api.
Terkejut, Eophi menoleh ke
arah asal tembakan. Wajahnya spontan berubah kesal melihat identitas penembak
tersebut, "Kau lagi, Pemuda Kribo..."
"Yoi."
Ternyata Fata telah memakai
waktu sempit di luar pintu koridor untuk memodifikasi senapan punggung yang
dirampasnya dari unit anjing besi K-9, juga membuat sejumlah peluru khusus. Lantas
dia mendengarkan percakapan Eophi dengan wanita misterius yang menggunakan
transmisi dari robot anjing sebagai telepon.
Pemuda berambut hijau itu
tak terima, "Kenapa kau menembak robot itu sampai hancur? Tidakkah kau
lihat, aku sedang bicara dengan seseorang melalui robot anjing itu?"
Si Kribo melongo sesaat,
"Kamu marah ya gara-gara aku gangguin kamu pacaran lewat tilpun?"
" . . . " Eophi
mengetatkan rahangnya. Tidak biasanya ada orang yang begitu menyebalkan dan
menganggap semua yang dia katakan atau rasakan sebagai lelucon. Tapi kemudian
pemuda berjambul kribo itu mengatakan sesuatu dengan nada yang lebih serius.
"Kamu bangsa Myrd? Kamu
punya sihir cahaya?"
Yang ditanya diam saja. Pemuda
kribo itu hanya ingin memastikan informasi yang didapatnya dari menguping
pembicaraan Eophi. Pertanyaan retoris seperti itu tak perlu dijawab. Si Kribo
melanjutkan dengan wajah usil, "Berapa orang yang langsung tau spesies dan
kemampuan kamu pas baru pertama kali ketemu?"
Eophi mengernyitkan dahi.
Dia mencoba mengingat, dan hasilnya...
"Nggak ada, kan?"
Sorot mata pemuda rambut
hijau itu melemah setelah mendengar tebakan Fata. Si Kribo mulai merasakan
sesuatu yang mengganggunya, "Muka kamu percis manusia. Bawa-bawa guling
pulak. Apa hubungannya guling sama sihir cahaya, coba?"
Janggal. Banyak sekali hal
yang di luar perhitungannya.
"Tapi, cewek yang
komunikasi sama kamu via anjing besi itu, yang belum pernah kamu kenal
sebelumnya, bisa langsung tau spesies kamu itu Myrd. Bisa langsung tau kalo
kapasitas kamu tu sihir cahaya."
"Dari mana kau tahu
bahwa aku belum pernah mengenal perempuan itu sebelumnya?" Eophi tak
pernah merasa menyebutkan hal itu baik kepada sang wanita misterius ataupun ke
Fata sebelumnya.
Si Kribo malah menyeringai
sok keren, "Nah ntu bener kan, kamu blum pernah kenal sama dia."
Myrd berambut hijau itu tak
menduganya. Jadi itu hanya tebakan saja? Fata menanggapi hal ini, "Berarti
kenapa orang yang nggak kamu kenal ini...bisa tau banyak hal tentang
kamu?"
Pemuda berambut hijau itu
berpikir keras. Tapi jawabannya cukup sederhana, sepertinya.
"Mungkin karena dia
adalah...penyelenggara turnamen ini." sahut Eophi pada akhirnya. Tak
tampak lagi ekspresi mengantuk pada wajahnya, karena kata-kata pancingan Fata
telah sukses membuatnya penasaran. Namun jika dipikir lagi, siapa lagi yang
memiliki data peserta turnamen selain panitia?
Si Kribo mengangguk-angguk
pelan sambil menyangga dagunya seartistik mungkin, "Mmm, bethul, bethul.
Tapi kalo gitu, ngapain nunggu sampe skarang ya? Dari jaman jebot juga semua
yang dimasukin ke turnamen ini pasti tarung abis-abisan tuh. Kenapa nggak dari
jauh-jauh hari aja si cewek itu nawarin bantuan ke kamu?"
"Mungkin karena...dia
tidak bisa menghubungi aku sebelum saat ini?"
"Mindahin orang-orang
lewat portal dimensi aja bisa, tapi ngehubungin via telepon gak bisa? gak logis
lha," tukas Si Kribo. Eophi mencoba lagi, "Menunggu saat yang tepat
untuk menghubungiku?"
"Dengan ngambil resiko
kamu gugur di awal, tapi ngediemin gitu aja? Terus tau-tau sekarang jadi momen
yang pas bagi panitia buat ngontak kamu, gitu?" Fata terkekeh mengejek,
"Percaya, percaya."
"Memangnya...ada
kemungkinan lain...?" Pemuda rambut hijau itu bertanya-tanya.
"Kamu bikin dugaan cuma
liat satu sisi doang. Emangnya di turnamen saling bantai begini, panitia punya
kepentingan untuk ngebantu salah satu peserta? Kalo kayak gitu mah, bukan
turnamen namanya."
"Ah..." Eophi bergumam
"Satu sisi?"
Fata berdehem, "Di sisi
lainnya, misalkan aja si cewek itu niat jelek ke kamu. Kamu dipancing ke lokasi
tertentu pake iming-iming. Taunya di lokasi itu, kamu malah disergap terus
dibunuh ama dia. Berarti, siapa dia? Siapa pihak yang bakal dapet untung paling
banyak di babak ini, kalo berhasil manfaatin kamu?"
"Yang paling
untung...tentunya adalah..." Eophi baru menyadari, alis hijaunya bertaut
dan matanya memicing marah,
"Sesama
peserta...!!"
"Yoi." Si Kribo tersenyum
simpul. Mestinya, ini bisa membuat Eophi mengerti kejadian sebenarnya. Tapi
baru saja dia ingin memperjelas pernyataannya lebih jauh,
"HeL !!" Eophi
berteriak kencang, memanggil sesuatu dengan gusar. Mendadak sebuah bola api
melesat ke arah Fata dengan kecepatan tinggi. Si Kribo yang kaget lekas
melompat ke sisi koridor sampai punggung kemejanya melekat pada dinding. Bola
api pun meleset jauh lalu meledak saat membentur dinding di ujung barat, membentuk
lubang terbakar bervolume satu meter pada dinding tersebut.
"Jiah, malah ngajak
berantem!" Si Kribo melangkah
kecil-kecil ke arah samping, kemudian berlari maju sambil mengokang senjata hasil
modifikasinya atas senapan punggung unit anjing besi yang dia rampas.
Kini senjata itu mirip
pistol magnum yang dipegang oleh satu tangan namun ukuran larasnya nyaris dua
kali lipat pergelangan tangan orang dewasa, menandakan ukuran pelurunya yang
juga tak main-main. Si Kribo pun lekas mengarahkan senapan itu pada tubuh Eophi,
namun si rambut hijau segera berseru.
"HeL !" kembali
Eophi memanggil sesuatu, dan mendadak udara di belakang punggung Fata
mengembang akibat hawa panas luar biasa. Mata Si Kribo melotot kaget saat dia
menyadari bahwa bola api yang sudah amblas ke dinding belakangnya barusan, malah
keluar lagi dari dinding itu dan menderu ke arah punggungnya.
"Bajingan!" Fata
segera bergulingan di lantai koridor, bola api itu lewat tipis di atas
punggungnya namun kemudian berbelok tajam ke atas dan meledakkan plafon besi
koridor dengan ganas. Hempasan api berkobar-kobar membuat mata Si Kribo perih.
Bola
api apaan tuh bisa belok-belok kayak pake remot! Cuma sebiji tapi nyala terus padahal
udah ngancurin permukaan solid terus-terusan!
Namun ledakan berikutnya
kembali terjadi, berasal dari langit-langit yang telah jebol barusan. Dengan
panas meledak memggumpal-gumpal, bola api itu kembali menukik tajam tepat ke
wajah Fata.
Mendadak si pemuda Teknopath
merasa magnum yang digenggamnya sangat nyaman. Familiar. Ketika itulah tubuh Si
Kribo bagaikan bergerak sendiri.
Ha?
Magnum termodifikasi
itu bergulir luwes delapan puluh derajat
pada gagangnya dalam kendali kontur telapak tangan Fata. Tubuh Si Teknopath
berotasi dua setengah putaran hanya bertumpu pada satu kaki, menghindari
lesatan bola api, sedangkan kaki satunya melayang bebas seolah sedang bermain. Secara
alami, telunjuk dan ibu jari Si Kribo menemukan pelatuk dan memindah titik
berat senjata api tersebut.
Eh
bentar, ini...
Mulut Fata membentuk senyum
simpul sementara lengannya menyilang cepat ke atas bahu sisi tubuh yang
berlawanan, saat dia membidik secara diagonal tanpa menoleh. Letusan dari mulut
magnum yang dipegangnya menggema di udara, menghantarkan peluru hingga bergesekan
kuat dengan bola api yang masih terbawa momentum.
Tak disangka, gesekan panas antara
permukaan bola api dan peluru magnum itu tak menghancurkan keduanya, namun...
"Heh." Fata
menyeringai. Gesekan itu justru membelokkan arah dua proyektil tersebut,
mendesing tepat menuju wajah serta ulu hati Eophi Rasaya.
"Apa!?" Eophi
masih sempat mengerahkan energi sihirnya membentuk perisai pelindung Myrdial.
Peluru magnum milik Fata kontan remuk ketika tertahan oleh benteng sihir cahaya
itu,
Namun justru malang menimpa Eophi
ketika bola api miliknya sendiri meledak hebat di perutnya lebih dulu, tanpa sempat
dia hentikan. Eophi berteriak kesakitan sekaligus tak percaya, "Aaaakkhh!"
Pemuda rambut hijau itu
terlempar ke dinding koridor akibat tingginya daya rusak ledakan api miliknya
sendiri. Tak diragukan lagi bahwa organ dalamnya mengalami robekan hebat.
"Hegh!" sementara bahu
kiri Fata yang dia gunakan saat menembak cepat tadi, kini hampir mati rasa. Karena
bahu itulah yang beberapa saat lalu tercaplok oleh unit-unit anjing besi hingga
ke ototnya.
Tapi setidaknya,
perhitungannya membuahkan hasil. Dia sukses memanfaatkan selubung panas bola
api itu dengan tembakan pelurunya yang mengincar sudut kritis, memaksimalkan
pembelokan dan percepatan laju proyektil ke arah lawan.
Hanya saja ada sesuatu yang
aneh. Genggamannya pada magnum modifikasinya tadi terlalu nyaman, refleksnya
saat membidik bola api itu terlalu alami.
Gue
masih bisa ngerti fungsi mesin-mesin yang gue modif sendiri? Dan kemampuan
menembak gue...ini...kemampuan Tekno-Eksekusi sejak gue jadi Fatashura?
Bagaimanapun, lawannya
adalah ahli sihir cahaya. Fata punya pengalaman tak enak dengan ahli sihir
bernama Strata, sehingga dia tak boleh lengah karena terlalu banyak memikirkan
Teknopathianya yang menumpul.
Jadi...gue
masih bisa pake skill Teknopathia? Tapi nggak, gue nggak bisa dapetin info
apa-apa dari mesin-mesin di sini.
Info
lokasi komando sentral, info identitas pemilik tempat ini---nggak ada yang mau
jawab pertanyaan gue. Kenapa?
Matanya kelilipan sampai
nyeri, jadi segera dia menyingkirkan jambulnya sendiri yang awut-awutan
menghalangi mata sambil berteriak asal, "Heh rambut ijo bladus enceng
gondok! Kalo emang pengen berantem sampe mati mah hayu aja sini!"
Dari kobaran api dan asap,
berdirilah sesosok pemuda berambut hijau bernama Eophi Rasaya. Awalnya Fata bingung
melihat wajah pemuda itu, wajah itu penuh kemarahan yang ditujukan pada Si
Kribo. Tapi kemudian dia menyaksikan sendiri sebabnya.
Eophi menggendong sesuatu di
tangannya. Sebuah bola api yang nyalanya semakin redup, pelan-pelan membakar
tangannya sendiri namun seakan tak dia pedulikan.
Ternyata wujud asli bola api
itu adalah seekor naga kecil berwarna merah. Sisiknya memercikkan api yang
menyelubungi seluruh tubuh reptil fantasi itu, bahkan dapat meledak saat
membentur permukaan padat.
Binatang itu terbaring pingsan,
akibat terlalu lama menggunakan energi panasnya dan juga akibat terkena daya friksi
peluru Fata. Nama naga kecil itu adalah HeL, sahabat Eophi sejak berada di
planet Myrdial.
---
4
Tangan
Jibriel
Si Kribo melongok, "Oh,
jadi bola api itu sebenernya naga, yak. Pantes aja bisa belok-belok pas kamu
teriak."
Awalnya Hel adalah bayi naga
liar yang tak bisa dikendalikan siapa-siapa. Karena puluhan tahun lalu, bangsa
Myrd ingin meningkatkan daya sihir mereka dengan darah naga, berujung pada perburuan
naga.
Seluruh naga di Myrdial
punah, namun Myrd bernama Eophi menyelamatkannya serta memungutnya diam-diam.
Karena itulah HeL memiliki hutang budi yang sangat besar pada Eophi, sehingga
kini dia menurut padanya, juga mengikuti Eophi ke manapun pemuda itu pergi.
Bagi Eophi pun, HeL sudah
menjadi teman yang tak perlu diragukan lagi kesetiaannya. Sehingga saat ini,
kemarahan Eophi pada Fata mencapai satu tingkat lebih tinggi.
Si Kribo melihat gelagat ini
dan malah nyengir jahil. Lalu kata-katanya meluncur, seperti minyak disiramkan
ke dalam api, "Kamu marah gara-gara naga kamu itu ketembak sampe semaput
kan? Tapi kalo dari awal kamu gak nyuruh dia buat nyerang, ya gak bakal gini
juga hasilnya."
"Jadi...ini
semua...kesalahanku...?" Eophi menggeram, ketenangan nyaris hilang
seluruhnya dari dirinya, "Kau...yang telah memanipulasi pasukan anjing
besi itu untuk memanfaatkanku lewat sambungan komunikasi....mengatakan bahwa
akulah yang salah karena ingin mengenyahkanmu?!"
Fata mengernyit, lalu terbahak-bahak
saat dia menangkap maksud kata-kata si rambut hijau.
"Lah, jadi kamu nyerang
gara-gara nyangka kalo aku yang pengen manfaatin kamu lewat anjing robot? Aku
bukan cewek. Suara di transmisi tadi suara cewek. Lalu, mana mungkin aku yang
bicara sama kamu via anjing besi, lha wong aku yang dikejar-kejar sama kawanan
anjing besi dari tadi. Dan kalo--"
"Kau terlalu banyak
bicara berputar-putar!" Pemuda Myrd tak peduli.
Kini giliran Fata yang
tercengang atas kebebalan orang berambut hijau tersebut. Akibatnya, pemuda
kribi itu ikut berteriak penuh emosi, " Woi, mikir dikit! Kalo gue yang
pengen manfaatin lu, ngapain juga gue ngasih info panjang lebar kayak tadi ke lu?!"
Namun sepertinya mau
mendebat pun tak berguna, kalau lawan bicaranya tak mau diajak berbicara.
Argumentasi Fata justru terlanjur membuahkan anggapan dari Eophi, bahwa semua
komunikasi via unit robot anjing tersebut adalah rekayasa Fata untuk menipu
dirinya.Maka Eophi mengerahkan energi sihirnya setingkat lebih jauh.
"Jibriel!"
Sekonyong-konyong dari kedua
bahunya tumbuhlah dua buah lengan raksasa terbuat dari cahaya, masing-masing
menggenggam pedang sihir sepanjang sepuluh kali tinggi pria dewasa. Jantung Si
Kribo meloncat. Sang Myrd tak main-main lagi, "Kau akan segera bungkam,
Pemuda Licik!"
Tangan dari makhluk berkilat
bernama Jibriel mengayunkan pedang sihir raksasa yang digenggamnya.
"Anjjiii-"
Sebentuk hawa energi
membentuk gelombang menggulung tubuh Fata tanpa ampun hingga menghancurkan tiga-empat
lapisan dinding besi. Pandangan Fata gelap seketika. Ketika otaknya terguncang
oleh gelombang energi dahsyat itu, kesadarannya hilang. Dia tergeletak pingsan,
kedua tungkainya remuk tertimpa runtuhan dinding besi.
---
Eophi melenyapkan sihir
cahaya dahsyat itu. Tubuhnya terasa lemas sampai ke tulang akibat pengerahan
energi Myrdial berlebihan. Dan dia berjalan gontai di tengah puing-puing
koridor yang sudah tak jelas mana lantai, mana dinding dan mana plafon.
Si rambut hijau berpikir. Meski
usia dan peradaban Myrd jauh lebih panjang dibanding manusia, tapi ternyata seorang
manusia kribo mampu memanipulasi pikirannya dengan pancingan dan hasutan berbelit-belit
seperti tadi.
Tapi, untunglah gangguan itu
telah dienyahkannya. Kini Eophi memanggil kasur terbangnya yang digerakkan oleh
sihir Myrd, lalu melompat dan duduk santai di atas kasur tersebut.
Si kribo tak menyebut-nyebut
tentang kristal, tak seperti suara wanita pada transmisi komunikasi tersebut.
Si kribo juga tampaknya tak familiar dengan sejarah Eophi dan hanya mengetahui
info tentang Eophi karena dia menguping. Sementara suara wanita itu seolah sejak
awal telah mengetahui sejarah bangsa Myrd serta dirinya.
Apakah Eophi telah salah
sangka? Bila pemuda kribo itu punya kemampuan mengubah suara menjadi suara
wanita, maka mungkin saja--
Tunggu. Tapi apa jaminan bahwa
dugaan Eophi ini muncul karena fakta yang ada, bukan karena Eophi secara tak
sadar memang sengaja telah menginginkan Si Kribo sebagai pelakunya?
Eophi berdebar. Kenapa dia
malah memikirkan macam-macam dan berbagai kemungkinan? Dia tak pernah seperti
itu sebelumnya
Apakah pertemuan singkatnya
dengan pemuda kribo tersebut telah membuatnya ingin mengadopsi cara berpikir
rumit seperti itu? Bila iya, maka sungguh memusingkan.
Ataukah dia mulai mencoba
melihat kemungkinan baru, karena sebagian dirinya merasa bersalah karena telah
menumbangkan pemuda kribo tersebut...yang belum tentu bersalah?
Eophi menghela napas,
berpikir tentang probabilitas dan skenario telah membuat kepalanya penuh sesak
dan mual. Sepertinya menjalankan tugas dari suara wanita itu, lebih nyaman. Dia
tak perlu berpikir panjang, cukup mencari kristal saja.
Ya. Begitu. Lebih mudah bagi
Eophi untuk mencari kristal. Masalah dia akan dibantu atau ditipu, itu urusan
belakangan. Yang penting tidak repot. Itu saja.
---
Dengan satu perintah,
"Ayo White, kita terbang mencari kristal !"" maka sebuah kasur (dinamai
White) muncul entah dari mana lalu membawa terbang Eophi. Objek itu terus
melaju dengan energi sihir Eophi sebagai pendorong. Kasur tersebut terbang
bebas bagai diatur dengan remot kontrol. Ukurannya yang cukup untuk dua orang
dewasa, tak menghalangi ranjang itu untuk menyelinap di antara celah-celah
sempit dan berbelok dengan pantulan yang jenaka.
Selain tidur, tentunya yang
paling Eophi sukai adalah terbang bebas. Sayang koridor-koridor ini terlalu
sempit. Bila saja dia dapat segera keluar dari tempat ini, menghirup udara
malam yang sejuk sambil bersantai di atas kasurnya tentu merupakan kenikmatan
hidup yang luar biasa.
"Tapi harus selesaikan
tugas dulu ya. Menemukan kristal, mengendalikan benteng," gumamnya pelan
bahkan sendu, "Setelah ini...aku bisa tidur, istirahat...dan...aku bisa bersama
dengan Minerva..."
Konon, hanya insan berhati
murni yang dapat menaiki kasur terbang milik si rambut hijau. Walaupun banyak
juga kalangan Myrd yang beranggapan, bahwa pernyataan itu hanya propaganda
semata dari Eophi untuk memikat janda-janda kembang. Salah satunya mungkin
bernama Minerva, entahlah.
Dan berbicara tentang janda...
---
Eophi menaiki kasur
terbangnya melewati empat kabin panjamg berurutan, sampai akhirnya tiba di
sebuah aula besar yang nampaknya merupakan balai untuk pelatihan formasi
militer.
Namun di sana, dia melihat belasan
robot berbentuk ular sedang menyerbu seseorang. Ular-ular mekanik itu membelit
lengan dan kaki orang tersebut dengan ganasnya, padahal lilitan besi itu bisa
saja meremukkan tulang.
Sementara sosok tubuh itu
memakai baju longgar dan penutup kepala. Bukan sekedar penutup kepala. Itu
adalah kerudung, kain yang dipakai oleh kaum wanita tertentu untuk menjaga
rambut serta lekuk tubuhnya agar tak sembarang terlihat oleh orang lain.
"Seorang
biarawati..?" Eophi penasaran dibuatnya, karena perempuan berkerudung itu
memiliki satu hal yang tak biasa. Sebelah lengannya adalah lengan bionik.
"Lengan robot..."
Eophi terdiam saat perempuan itu melancarkan sederetan tinju dengan kecepatan mencengangkan
dan sukses mementalkan ular-ular besi dari tubuhnya hingga menjauh. Eophi
mencoba memanggil, "Hei..."
"Ya?"
Perempuan itu menoleh pada
sang Myrd, dan Eophi mengira dirinya sedang ditatap oleh sekuntum bunga. Wajah
wanita itu tirus sempurna, bulu matanya lentik, senyumnya merekah segar seperti
buah ceri.
Bagaikan bunga semerbak. Ya,
Eophi sedang berhadapan dengan sekuntum Mawar.
---
5
Curhat
"Jadi, Bu Mawar sedang
mencari murid-murid Ibu?"
Wanita itu adalah Kusumawardani,
seorang guru dari Desa Sukatarung. Dia ke sini untuk mencari murid-muridnya
yang hilang. Pencariannya berujung pada keberadaan sebuah turnamen yang
menyediakan hadiah berupa terkabulnya keinginan sang pemenang. Sebuah turnamen
di dunia asing bernama Sol Shefra.
"Iya. Tadinya demikian,
Dik Eophi," sahut Bu Mawar dengan nada suara keibuan, "Namun
ternyata, harapan Ibu hanya tinggal harapan."
Eophi yang diam-diam menikmati dipanggil "Dik"
kendati sudah berusia empat abad itu, segera menyahut, "Apa maksud
Ibu?"
Wanita berparas ayu itu
terdiam sejenak, kemudian menarik napas.
"Semua murid Ibu
meninggal di sini, Dik Eophi. Mereka dijadikan bahan eksperimen yang sadis.
Organ mereka dibedah dan disatukan dengan robot petarung bernama Renggo, untuk
memproduksi massal unit-unit klon robot pembunuh ..sampai mereka menemui
ajal."
Jantung pemuda Myrd tersebut
seakan berhenti. Wanita ini kehilangan murid-muridnya karena sebuah insiden
mengerikan di Sol Shefra. Eophi melihat bahu perempuan tersebut bergetar di
balik kerudungnya, tanda tangis yang tertahan. Namun dia tak berani menatap
wajah Bu Mawar.
"Saya tak lagi memiliki
arah tujuan di dunia ini...saya tersesat dan tak tahu cara untuk pulang. Namun
jika pulang sekalipun, apa yang menunggu saya? Murid-murid berikutnya?"
Ada sebuah kharisma pada
wajah guru itu, namun juga kerapuhan seorang wanita yang ditinggalkan.
Bu Mawar mendesah sendu,
"Saya tak dapat melepaskan kenangan atas murid-murid saya yang telah
dibunuh tanpa perikemanusiaan. Namun kemudian, di tempat ini...saya menemukan
tujuan baru."
"...Apa itu?"
Bu Mawar mengeluarkan
sesuatu. Sebuah kristal kusam berbentuk prisma, "Kristal ajaib ini."
"Kristal itu...dapat mengendalikan
benteng..?" Eophi mulai menyadari
bahwa perempuan ini adalah sosok yang dimaksudkan dalam instruksi wanita
misterius yang mengendalikan kawanan anjing robot, "Kau adalah...sang penjaga
kristal di tempat ini?"
Bu Mawar mengangguk cepat,
"Tadinya aku merupakan peserta
turnamen ini. Namun sejak murid-muridku diubah menjadi klon cyborg tak
berakal...aku tak ingin bertarung lagi."
Bu Mawar menatap kristal
itu.
"Tapi kemudian,
penguasa Sol Shefra mengatakan padaku tentang sebuah benteng perang super
bernama Proto Merkavah, benteng bergerak yang hanya dapat ditundukkan oleh
sihir cahaya.Aku mendapat tugas ini darinya, untuk menjaga kristal pengendali
benteng ini sampai saatnya tiba."
Eophi menebak lanjutannya,
"Sampai nanti, akan datang orang yang sanggup menyalakannya...?"
"Benar," ibu guru
itu mengiyakan seraya menatap Eophi dalam-dalam, "Seorang Myrd berambut
hijau yang memiliki medium sihir cahaya berupa peralatan tidur, dia adalah Myrd
dengan bakat sihir cahaya paling tinggi yang pernah ada. Bila orang dalam
cerita itu tiba, dia pasti akan membantuku dengan benteng perangnya."
Eophi pun maklum, bahwa Bu
Mawar pasti mengetahui identitas orang di hadapannya, yang memiliki semua ciri
yang baru saja disebutkan. Namun Bu Mawar enggan meminta bantuannya secara
langsung, entah kenapa.
Mungkin karena...ini akan menjadi tugas yang
sama sekali tidak mudah. Bahkan dapat mengancam nyawa.
Maka Eophi takut menjawab. Dia
takut jatuh dalam belas kasihan - atau bahkan cinta - bila wajah merona itu sering-sering tertangkap oleh matanya.
"Ibu ingin
mengendalikan benteng ini...untuk apa?" tanya Eophi pada akhirnya. Bu
Mawar menunjukkan lengan bioniknya yang kontras dengan posturnya yang feminin,
" Renggo telah membuat pabrik klon dengan menggunakan jasad murid-murid
saya. Saya telah mengalahkan Renggo dalam pertarungan dan mengambil sebelah
tangannya, untuk menggantikan tangan
saya yang putus.."
Eophi tertegun. Apakah guru
ini memiliki ilmu bela diri, sehingga dapat mengalahkan sebuah robot petarung?
"Sayangnya, semua perbuatan
kejam Renggo itu hanya perintah."
Eophi menyimpulkan, "Jadi,
Ibu ingin bantuanku dan benteng perang ini...untuk mengalahkan seseorang yang
memerintahkan Renggo melakukan semua kejahatan biadab itu?"
"Ya," pungkas Bu
Mawar dengan sorot mata yang berubah saat menyebutkan identitas orang itu.
Sorot mata perempuan tersebut penuh kilatan rasa benci,
"Seorang pemuda
berambut keriting. Seorang ahli teknologi bernama Fatanir."
---
Tangan Eophi mengepal kuat.
Pemuda kribo? Ahli teknologi? Bukankah itu secara kebetulan, sangat mirip
dengan pemuda kribo ahli menembak yang beberapa saat lalu dia temui? Jika benar
pemuda itu yang melakukan kejahatan bahkan membunuh semua murid Bu Mawar,
Eophi telah melakukan
kesalahan karena hanya telah membuatnya pingsan dan cacat. Mestinya dia tak
ragu untuk membunuh Si Kribo itu menggunakan Jibriel.
"Apa yang Dik Eophi
pikirkan?" suara lembut Bu Mawar membuyarkan lamunan Eophi. Pemuda Myrd
itu menggeleng, "Ngg--tidak apa-apa, Bu. Aku sudah memutuskan, bahwa aku
akan memberikan kendali benteng ini untuk Bu Mawar."
"Memberi...?"
wajah Bu Mawar seperti terperangah dan tersipu, "Itu...tidak mungkin.
Benteng hanya akan tunduk pada penguasa sihir cahaya. Bagaimana caranya?"
Eophi tersenyum perlahan,
"Sihir cahaya tertinggi ada dua. Yang pertama adalah Jibriel, cahaya yang
berfungsi sebagai pelindung dan pemusnah." kemudian dia menyentuh kristal
di tangan Bu Mawar, memusatkan konsentrasi dan energinya. Perlahan, sihir
cahaya berpijar lembut dari telapak tangannya dan seperti melingkupi kristal
tersebut.
"Yang kedua adalah...
Mikhael!"
Kristal itu kini menyala
hijau terang. Bu Mawar merasakan sesuatu sensasi kesemutan mengalir dari
kristal itu ke dalam dirinya. Sementara tubuh Eophi berkeringat dingin, dan
napasnya memburu cepat seperti baru saja berlari.
"Mikhael...dapat merasuki
suatu benda, lalu...memindahkan kekuasaan atau kepemilikan atas benda itu...pada
orang lain..."
Perempuan di hadapan Eophi
melangkah mendekat. Eophi melihatnya menunduk dan menggigit bibirnya sendiri,
"Maafkan aku...Dik Eophi tak harus melakukan itu..."
"Jika aku dapat
mengurangi kesedihan Ibu...meski hanya sedikit..." si rambut hijau
tersenyum salah tingkah, "Aku akan melakukan apa yang aku
bisa--oohhhkk!!"
Sebuah belati menembus dada
Eophi.
Pemuda Myrd itu membelalak. Karena
belati itu ada dalam genggaman lengan bionik Bu Mawar.
---
6
Kembaran
Sihir
Perempuan itu mengangkat
wajahnya. Kedua matanya basah dan suaranya bergetar, "Saya...berterimakasih,
Dik Eophi..."
Bu Mawar, mengkhianatinya?
Ya. Bu Mawar memanfaatkan
Eophi untuk mendapatkan kepemilikan atas kristal pengendali Proto Merkavah. Tubuh
Eophi pun bergetar.
Bukan bergetar karena emosi
atau sejenisnya. Namun Bu Mawar melihat tubuh Eophi bergetar. Seperti beriak,
seperti air.
Kemudian Bu Mawar baru
menyadari. Belati yang dipegangnya, yang mestinya tengah tertanam di jantung
Eophi, terasa hanya menggantung di udara.
"Ternyata..."
Eophi masih membelalak,
"Fata mengatakan hal
yang benar..."
Kemudian tubuh Myrd itu,
memudar menjadi keping-keping cahaya.
Mawar tersentak kaget dan
mencari-cari, "Apa itu!? Kenapa tubuh Eophi--"
"Saya di sini, Bu
Mawar." Seorang pemuda berambut hijau muncul dari pintu timur. Wajahnya
kelelahan, sama seperti wajah "Eophi" yang ditikamnya tadi.
"Parah lah si Yopi
mah," seorang pemuda kribo muncul di samping Eophi, "Kamu beneran
pake Mikhael buat ngasih hak milik ke Mbak Mawar, kan?"
"Betul, Fata. Untuk
memastikan rasa percaya Bu Mawar terhadapku, seperti yang kau sarankan,"
Eophi menepuk bahu Fata, "Memang memiliki resiko besar, karena kini Bu
Mawar adalah pemilik permanen benteng bergerak ini. Tapi...kau bilang bahwa kau
bisa menanganinya, bukan?"
Fata menjawabnya dengan
nyengir kuda,"Insya Alloh ada jalan."
Bu Mawar tersentak melihat
pemandangan itu, "Kau...Fatanir..."
"Hai, Mbak," sahut
Fata sambil menghela napas, "Rupanya beneran kamu ya."
---
Perlahan,
Fata membuka matanya. Kedua tungkainya remuk dari paha ke bawah, rasa sakit
yang tak terkatakan itu nyaris membuatnya kembali pingsan.
Seluruh
tubuhnya terasa bagai hewan ternak yang sekarat. Dia menjerit-jerit seperti
ayam diinjak berkali-kali, "Aaaaahh! Aaaaaaah!"
Di sana
ada Eophi. Spesies Myrd itu menatapnya dengan sorot mata yang dia kenal. Yaitu
kebimbangan. Namun pemuda kribo yang ada di ambang kematian itu, tak peduli.
Dia hanya ingat bahwa Teknopathia miliknya tak bekerja saat dia mencoba
berkomunikasi dengan sejumlah senjata dan mesin dalam benteng ini.
Namun
dia juga ingat koordinasi gerakan tubuhnya sendiri yang penuh presisi, bahkan sampai
sanggup membelokkan arah bola api HeL menggunakan peluru miliknya.
Itu
adalah kemampuan Tekno-Eksekusi, bagian dari Teknopathia yang membuat setiap
sel tubuhnya mampu mengoperasikan mesin apa pun dengan tingkat kemahiran
maksimal.
Maka
kesimpulannya dia bukannya kehilangan seluruh Teknopathia. Karena
Tekno-Eksekusi bermula sejak penyatuan jasadnya dengan sebuah sirkuit
neo-sibernetik.
"Ashura!"
[Menunggu
perintah, Fatanir.]
"Analisis
kerusakan tubuhku, lalu perbaiki mulai dari sistem saraf pusat!"
[Perintah
diterima.]
Eophi
melihat seluruh prosesnya tanpa berkomentar. Gerigi emas di ulu hati Fata mulai
berputar secara mekanik, menyusun tabung-tabung lab yang mengkloning jaringan
tulang serta otot yang baru dari sisa-sisa tungkai Si Kribo yang berantakan. Kemudian,
lengan-lengan robotik berujung mata bor serta pisau bedah terbentuk dari gir
emas tersebut.
"Inisiasi!"
[Perintah
diterima.]
Fata
memulai prosedur bedah pada dirinya sendiri. Dia memindai bagian tungkainya
yang rusak, memilahnya menjadi sejumlah kategori, memetakan arahan bagi Ashura
untuk melakukan langkah rekonstruksi operatif.
"Ashura!
Kenapa sekarang kamu nggak ngebenerin badanku otomatis kayak pas ngegantiin
jantung aku tempo hari?" Si Kribo bertanya penasaran.
[Saat
jantungmu pecah terkena serangan musuh bernama Strata Munchilla, aku otomatis
melakukan penggantian jantung dengan menyatukan diriku dengan struktur tubuhmu.
Karena kau sejak dulu telah memprogramku untuk melindungimu.]
Pembedahan
saja tidak cukup. Tabung-tabung lab di sejumlah lengan robotik miliknya, mulai
membiakkan stem cell dan memasukkannya ke masing-masing organ penyokong yang
rusak. Stem cell itu berganda dengan cepat dalam tubuh Fata, menyusun tempurung
lutut serta daging paha yang baru.
"Terus?
Apa bedanya sama sekarang? Kenapa sekarang kamu mesti nunggu perintah langsung
dariku dulu supaya kamu bisa ngejawab? Supaya kamu bisa ngapa-ngapain?!"
[Karena
sebelumnya, aku adalah kecerdasan buatan yang dapat bertindak mandiri karena
program darimu. Namun saat aku menyatu denganmu, kemampuan programku dalam
membuat keputusan, telah diambil alih langsung oleh kendali neural otakmu
sendiri.]
"Ah.
Jadi kamu itu skarang mah itungannya udah beneran jadi anggota badanku gitu yak."
Fata berceloteh saat dia mulai paham, "Ini mah jadinya ada minusnya juga
dung, kalo sebelumnya kamu bisa mikir juga bantuin aku, sekarang aku yang mesti
mikirin semua manuver sama komputasi sekaligus."
[Tepat.]
Sepanjang
proses perbaikan, wajah Fata penuh keringat dingin. Bagaimana tidak, ini sama
saja dengan kedua tungkainya sedang dicacah, digergaji, dibakar dan dilumatkan,
semua tanpa obat bius.
Bahkan
tidak menjadi gila pun, sudah merupakan keajaiban baginya. Tapi tidak. Pemuda
itu takkan menjadi gila, karena dia harus bertahan. Karena dia harus
mengkoordinasikan sirkuit Ashura untuk memulihkan dirinya.
[Melakukan
pelelehan neuron disfungsional serta aktivasi koordinat pematangan stem cell.]
Darah
bersemburan di mana-mana, mengalir di pori-pori Fata bagai air terjun merah,
seiring putaran mesin bedah yang berfrekuensi tinggi dan menyakitkan telinga. Tapi
meski berulang kali urat nadinya dipotong serta disambung, meski urat sarafnya
berteriak ketika dicairkan serta dikoyak paksa oleh pisau-pisau robotik guna
disambungkan dengan organ baru,
Eophi
menyaksikan itu. Bahwa sejak dimulainya operasi dan penggantian organ ini, tak
ada sedikit pun erangan sakit keluar dari mulut Si Kribo. Dia hanya menatap
Eophi lekat-lekat, sangat jelas menahan sakit, namun juga merendahkan.
"Kau..."
tak disadari oleh Eophi, bahwa airmatanya sendiri telah mengalir tanpa henti, bertetesan
memenuhi wajahnya, "Apakah tidak...sakit...?"
"Bukan
urusanlu, Eceng Gondok. Kalo lu bukan banci...bagusnya lu abisin gue sekarang
mumpung gue masih proses pemulihan gini. Asik kan?" tatapan itu berubah liar.
Fata menantang Eophi untuk membunuhnya sekarang juga.
Tapi
sang Myrd tidak berani.
Tentu
saja tidak berani. Menyakiti atau membunuh makhluk lain tanpa alasan yang kuat,
merupakan perbuatan tak terampuni bagi bangsa Myrd. Dan Eophi membuat Fata
jatuh dalam kondisi cacat tadi semata-mata karena emosi, bahkan tanpa menimbang
apakah Fata memang merupakan pihak yang bersalah atau bukan.
"Maafkan...aku..."
Dan
keraguan ini, tampak jelas oleh Fata. Si Kribo itu berkata pada akhirnya, "Apa
yang gue coba bilang dari tadi, mulai kerasa logis di pikiran lu, kan?"
Eophi
memejamkan mata oleh rasa bersalah. Dia tak sanggup menatap pemuda kribo itu,
yang nyaris saja dibunuhnya.
"Ya..
" Eophi mengangguk pelan tanpa berani menatap wajah Fata, "Aku...bersalah
padamu..."
Setelah
beberapa lama, kedua tungkai Si Kribo kembali pulih. Semua perangkat operasi
robotiknya terurai ke dalam roda gigi emas Ashura.
"Yaudah,
gapapa. Mau bantu gue ngehadapin si cewek itu nggak?"
---
Fata
menjelaskan. Siapapun pemilik suara itu, dia tahu apa hal yang paling
diprioritaskan Eophi. Yaitu kenyamanan, kemudahan. Sehingga dia menggunakan
janji bahwa pemuda itu tak perlu bertarung. Berarti memang masih ada
kemungkinan bahwa pemilik suara itu adalah penyelenggara turnamen.
Tambahan
lagi, pemilik suara itu mengetahui cara memanfaatkan Eophi. Maka Si Kribo
menebak bahwa "wanita itu" akan memerintahkan seseorang untuk
berperan sebagai penjaga kristal. Untuk menyesuaikan alur dengan informasi yang
telah diberikannya pada Eophi.
Kemungkinan,
orang itu akan menceritakan sejenis kisah masa lalu yang pahit untuk menarik
simpati sang Myrd berambut hijau, lalu menutupnya dengan penawaran sekaligus
permintaan tolong kepada Eophi, untuk menyalurkan sihir cahaya Myrd pada
kristal itu.
Sebuah
umpan yang tak dapat Eophi tolak.
Namun
Fata sanggup mendeteksinya, menjaga kemampuan analisisnya tetap jernih. Maka dia
berhasil menebak sekian langkah ke depan, lalu menyusun taktik balasan. Bila
memang ada aktor untuk memerankan orang yang butuh pertolongan, Fata
menyarankan Eophi untuk menuruti saja apa maunya.
Termasuk
menyalakan kristal itu. Bahkan Fata bertanya, apakah Eophi memiliki kemampuan
untuk memberikan kendali benteng itu pada orang lain. Eophi menjawab bahwa dia
memang memilikinya, yaitu Mikhael.
Maka
Fata meminta Eophi menyerahkan kendali benteng pada sang aktor yang kemungkinan
akan mereka temui. Eophi tak setuju, tapi Si Kribo memaksa. Karena meski
beresiko tinggi, meski tindakan ini akan membuat lawan menjadi jauh lebih kuat,
namun ini juga akan memicu lawan untuk lengah.
Dan
Si Kribo jeli dalam mengeksploitasi kelengahan.
Kemudian,
Eophi pun memberi saran pada Fata. Sang Myrd mampu mengerahkan sihir cahaya
untuk membuat duplikat dirinya. Karena duplikat ini adalah terbuat dari cahaya
sihir, Eophi dapat mentransfer sihir Mikhael ke dalam duplikat tersebut.
Memang
menguras tenaga, namun mengirim duplikat cahaya merupakan jalan yang lebih
aman. Karena Eophi dam Si Kribo belum tahu apakah si pemilik suara wanita, akan
membunuh Eophi atau tidak.
Namun
bila memang tebakan Fata tentang semua kemungkinan ini menjadi kenyataan,
berarti telah terjadi sesuatu di babak ini yang menyebabkan penyelenggara turut
campur tentang siapa yang dirancang untuk menang.
Dan
yang disudutkan, jelas adalah Si Kribo.
Karena
kemungkinan besar pula, hanya penyelenggara turnamenlah yang sampai memiliki
kuasa untuk membatasi kemampuan peserta, dalam hal ini membatasi pemahaman
Teknopathia Fata atas teknologi benteng bergerak ini.
Hingga
berdasarkan data sejauh ini bahwa dirinya adalah satu-satunya pihak yang
dirugikan serta dibatasi secara aplikasi kemampuan, Fata sampai pada dua kesimpulan.
Bahwa
penyelenggara turnamen, tak menginginkan keberadaannya di Sol Shefra.
Bahwa
penyelenggara turnamen, atau pemilik suara wanita itu, atau "aktor" yang
diperintahnya untuk berperan sebagai penjaga kristal, atau kesemuanya--
--Adalah
sosok yang Fata kenal.
---
7
Serangan
Awal Proto Merkavah
"Jadi, cerita Bu Mawar,
bahwa kau adalah dalang yang memerintah Renggo membuat klon-klon dengan
membunuh murid Bu Mawar itu..."
"Pepesan kosong aje,
lha," cengir Fata, "Ngapain bunuh anak kecil buat bikin klon. Bikin
klon fisik tu gampang, dari satu sel juga bisa, gak perlu bunuh anak kecil
segala. Ngibul ah."
Bu Mawar pun sulit
berkata-kata, cerita bohongnya dibongkar dengan sangat mudah oleh anak muda
ini.
"Aku sempet nggak
percaya si, bakal ketemu Mbak Mawar di tempat ini," Si Kribo garuk-garuk
kepala melihat perempuan berkerudung hadapannya itu. Kemudian Fata menatap Bu Mawar
lekat-lekat, sorot matanya berubah miris.
Seolah pemuda itu sedang menyesali
sesuatu.
"Fata...nir...!!" melihat
anak muda itu, raut wajah Bu Mawar berubah, seperti menjadi tanpa ekspresi.
Kemudian berubah lagi. Rahang perempuan itu mengeras, wajah ayunya seperti
memucat kehilangan darah. Mungkin tak benar-benar menjadi pucat, namun sorot
matanyalah yang membuatnya demikian.
Sorot mata itu benar-benar
berbeda dari yang sebelumnya disaksikan oleh Eophi. Tatapan wanita itu, kini serupa
dengan ular betina siap melahap mangsa. Dia berdesis, "Kamu sengaja
mengumpankan Dik Eophi untuk memberikan sihir cahayanya? Untuk memberikan hak
milik kristal ini pada saya?"
"Berarti," Fata sengaja
tak mempedulikan Bu Mawar dan malah mengangguk pada Eophi, "Mbak Mawar ini
aktornya. Kita kalahin dia, baru kita bisa tau siapa cewek yang ngendaliin
robot-robot anjing itu. Lu masi kuat ngeluarin Jibriel nggak?"
Si rambut hijau mengiyakan,"Sulit,
tapi akan kucoba. Tapi...kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang Jibriel,
Fata?"
"Tuh liat ae tuh,"
Si Kribo mengedikkan kepala ke seberang ruangan.
Di sana, Bu Mawar menggenggam
kristal pengendali benteng erat-erat seraya memberi perintah, "Proto
Merkavah! Jika saya memiliki hak atas dirimu, maka musnahkanlah dua manusia
penyusup ini tanpa sisa, dengan segala kekuatan yang kau miliki!"
Kristal di genggaman sang
guru pun menyala terang, kemudian seperti beresonansi dengan seluruh interior
benteng besi.
[Komando dari Kusumawardani,
S.Pd., dilaksanakan.]
[Memulai seluruh mekanisme
militeristik. Target terminasi: Eophi Rasaya, Fatanir.]
Dan Eophi menyaksikan dengan
mata kepalanya sendiri, bahwa semua laras senjata canggih sepanjang dinding
aula, terkokang otomatis lalu mengarah ke mereka berdua. Peluncur rudal,
senapan mesin, turret bercabang tiga, sampai meriam sonik.
"Haa...merepotkan
sekali," Eophi menggeleng-geleng lesu, namun kemudian mengerahkan sihir
cahayanya membentuk pagar sihir pertahanan, "Pillow Fight!"
---
Karena
suatu sebab yang belum diketahui, Fata tak dapat membaca informasi dari
mesin-mesin di tempat ini. Namun ketika Si Kribo merampas senapan punggung
salah satu unit anjing robot K-9 lalu memodifikasinya secara manual, ternyata
sistem senjata itu sangat mudah dipahami dan dapat Fata utak-atik seenaknya.
Yang
berarti, teknologi di tempat ini tidaklah sulit untuk Fata pahami secara ilmu
pengetahuan. Hanya saja pemuda kribo itu tak bisa berkomunikasi dengan
kesadaran terdalam mereka, seperti yang biasa dia lakukan.
Maka,
Fata mengatakan pada Eophi,
"Lu
yang hadapin unit-unit senjata Proto Merkavah ya."
Eophi
berseru tertahan, "Menghadapi?! Aku harus menghadapi senjata dan robot
pembunuh yang aktif secara otomatis? Sendirian!? "
"Lu
kan punya Jibriel."
"Kau
juga memiliki Ashura!"
"Justru
karena itu gue mau ngambil alih sistem Proto Merkavah ini. Gue mesti bikin kode
tiga dimensi buat ngelepas hierarki komando kristal itu, dan mindahin
kepemilikan Proto Merkavah ke gue sendiri. Rada mayan susah juga."
Eophi
perlahan sadar, "Kau ingin aku...mengulur waktu...sampai kau berhasil
mengambil alih kepemilikan Proto Merkavah...?"
Fata
tahu, pertanyaan konfirmasi itu adalah tanda halus bahwa sang Myrd sudah pasrah
dan akan melakukan instruksi Si Kribo itu. Spesies Myrd memang aneh, pikir
Fata. Atas dasar rasa bersalahnya tadi karena nyaris membunuh Fata, Eophi
seakan rela disuruh apa saja olehnya. Sehalus itukah perasaan seluruh bangsa
Myrd? Seterhormat itukah?
Senaif
itukah?
Fata
menghela napas dengan berat, melihat seseorang siap mengorbankan diri untuk
kepentingannya.
"Ati-ati."
---
Si Kribo mengamati
sekelilingnya dan memutuskan,"Ashura. Observasi!"
Meski tak terlihat karena
tertutup kemejanya, sebuah roda gigi keemasan di dalam mulai berputar dengan derakan
logam namun juga canggih.
Dum. bergetar halus. Dum.
Ritme yang bergema ini seperti suara jantung. Atau--
"Suara...langkah
kaki?" Fata melongo saat menerima hasil pemindaian audiovisual dari
Ashura. Itu memang suara langkah kaki, namun makhluk apa yang langkah kakinya
dapat terdengar dari jarak puluhan mil begini?
Mendadak dinding aula
bergeser ke atas dengan dengungan berat. Angin malam segera berhembus dingin
pada kulit, menandakan bahwa ruangan besar tersebut kini telah langsung
berhubungan dengan dunia luar.
Fata melihat sebuah lapangan
luas di depannya, dan segera berlari ke tepian lapangan itu. Jauh di bawah
kakinya, serangkaian batang besi saling menimpa, melengkapi pergerakan satu
sama lain. Sangat besar ukuran batang-batang besi itu, menimbulkan gesekan
antar logam yang menyakitkan telinga. Saat diperhatikan, semua batang besi itu
tersusun rapi dan bercabang di bagian paling bawahnya seperti tiang fondasi bersendi.
Tapi Si Kribo menyadari saat
melihat sebuah lagi konstruksi besar serupa jauh di ujung barat, mendebam ke
bumi. Bergantian debamnya dengan struktur yang sebuah lagi, namun juga
berpangkal dari dataran logam yang sedang dipijak olehnya.
Sepasang gedung yang terus
bergerak bergantian, untuk menyangga sebuah istana besi di tengah-tengahnya...
[Memuat hasil observasi pemindaian
terrain ke area memori fungsional otak besar Fatanir.]
Bersamaan dengan timbulnya
gambaran sketsa tiga dimensi di dalam benaknya sendiri, tubuh Si Kribo
terpelanting ke lantai oleh guncangan kesekian dari dataran itu. Namun ketika berusaha
bangun, matanya membelalak penuh rasa panik namun juga takjub atas hasil
pemindaian.
Benteng ini bukan sekedar
bergerak. Istilah itu tidak tepat. Benteng ini sedang melangkah.
Berarti, mengendalikan
benteng ini, bukan hanya mengendalikan sederetan senapan otomatis canggih
sepanjang dinding setiap koridornya. Tapi jauh melebihi itu.
"Etdah etdah! Yang
bener nih yang bener!" maki si Kribo panik saat dataran yang dipijaknya
mendadak miring dan terbagi-bagi menjadi puluhan panel reaktor daya nitrogen,
memaksanya berlari sambil berpegangan ke sejumlah undakan besi agar tetap bisa
mencari jalan keluar,
"Benteng ini...aslinya
adalah...unit robotik automaton raksasa!?"
---
8
Masa
Kecil Fatanir
Pada
saat masa kecil dulu, potensi kecerdasan teknologi Fata telah ditingkatkan
secara drastis oleh seorang wanita. Akibatnya, Si Kribo Kecil mendapat
kemampuan untuk membuat sebuah mesin super mutakhir bernama Ashura, yang
sanggup mematerialisasikan perangkat yang dibutuhkannya tanpa membutuhkan suku
cadang sama sekali
Kemudian
dari titik itu, kecerdasan Fata menyusut. Bila ledakan potensi Teknopathia Si
Kribo Kecil saat membuat Ashura adalah serupa air yang membentuk gelombang pasang,
maka kemudian otak Fata adalah mangkuk kecil yang tentunya tak mampu menanggung
semua kecerdasan itu di dalamnya.
Maka
luberlah potensi itu sehingga tak lagi ada di dalam dirinya. Walaupun selayaknya
mangkuk pula, otak Fata masih mampu menampung sejumlah kecil kecerdasan
teknologi yang tersisa, berupa konsep-konsep ide, metode manufaktur dan energetika
yang masih dapat dimengerti oleh manusia.
Maka
sejak saat itu, Fata Kecil mulai berbicara dengan mesin-mesin. Tak berapa lama
setelah itu, dia dipungut dan dimasukkan dalam panti asuhan. Namun dalam
kesehariannya, dia bermain badminton dengan sebuah kompor. Dia mengajak sebuah
kipas angin berjalan-jalan dan bercakap-cakap dengan kipas itu seolah berteman
dengannya.
Dan
akibatnya, dia dikucilkan oleh teman-teman panti asuhannya.
"Sepertinya
kau ini lahir bukan dari perut ibumu ya, tapi dari toko besi."
"Hahahaha!"
"Pantas
saja yang dia bicarakan tak jauh dari mesin dan robot. Soalnya, dia emang
sederajat sama kaleng bekas!"
"Kenapa
kamu tidak keluar saja dari panti ini, Fata? Kamu kan bukan manusia, tapi
rongsokan."
"Hahahaha!"
Semakin
lama, kata-kata mereka semakin tajam. Tak ada yang menduga bahwa sejumlah
anak-anak dengan kisaran usia delapan sampai tiga belas tahun akan tega berkata
seperti itu. Namun itulah manusia, yang kata-katanya berbisa bahkan tanpa
mereka sadari.
Bocah
kribo itu terdiam. Semakin diam. Hanya mesin-mesin di sekitarnya yang diam-diam
berusaha menghiburnya, namun kata-kata hiburan itu ditelan oleh bunyi tertawa
terbahak-bahak yang semakin melengking dari manusia-manusia di sekitarnya.
Karena
Fata Kecil hanya diam, hinaan dari anak-anak panti lainnya semakin beringas.
---
Ini mengubah segalanya.
Sebelumnya, Si Kribo mengira bahwa dia akan hanya menghadapi sederet senjata di
aula besar serta koridor, robot-robot anjing, dan lainnya. Tapi bukan hanya itu
masalahnya. Skala kekuatan yang mengancam Fata, benar-benar di luar perkiraan.
Fata dan Eophi, nyatanya
betul-betul harus menghadapi benteng itu sendiri. Dan satu lagi, Si Kribo baru
menyadari.
Tentu saja Teknopathianya
tak dapat mengakses komponen benteng ini. Jelas-jelas benteng ini dikunci
aksesnya oleh Mikhael dan hanya akan mematuhi Mawar!
Maka, apa yang harus
dilakukannya agar mampu lolos dari pertarungan ini?
Eophi telah mengatakan bahwa
Mikhael memberi kendali permanen pada Mawar. Tentu saja, itu berarti dia harus
melakukan hacking atau peretasan untuk merebut kendali software benteng.
Okie
Dokie!
Dinding seluas seribu meter
persegi yang barusan terangkat, mulai bertumpuk satu sama lain secara mekanik,
menyusun sebuah cakar robotik seukuran rumah besar lengkap dengan jajaran
peluru kendali sepanjang penampangnya.
[Target bombardir: Fatanir,
Eophi Rasaya. Terminasi!]
Puluhan misil meluncur dari
cakar robotik raksasa itu. Pijaran api yang tercipta dari ekor masing-masing
misil menyala bagaikan hujan meteor. Dari kecepatan serta reaksi panas di udara
yang ditimbulkan, Si Kribo bergidik ketika menyadari bahwa deretan misil itu memiliki
daya ledak yang mampu meratakan sebuah kota dengan tanah!
Namun tak akan semudah itu
membunuh Fata sekarang, terlebih kini ada seorang penyihir Myrd yang siap
membantunya. Eophi segera merapal mantra khusus, menyusun dinding cahaya nyaris
sepanjang diameter ruangan.
Maka bisa ditebak, hampir
seluruh proyektil tersebut bertabrakan dengan dinding cahaya sihir, menciptakan
ledakan bertalu-talu yang menggedor gendang telinga.
"Bongkrek!" getaran
dahsyat membuat Si Kribo terpelanting, karena dirinya berlindung terlalu dekat
di belakang dinding sihir milik Eophi. Giliran cakar robotik yang menabrak
dinding itu dengan gedebum hebat.
Pertahanan mantra Myrdial memang
tak diragukan lagi, namun Eophi juga merasakan tekanan sangat kuat dari cakar
robotik itu. Tak ada jalan lain, sang Myrd terpaksa mengeluarkan sihir cahaya
andalannya.
Sorot mata Eophi penuh
konsentrasi. Dia tak mengerti mengapa seorang guru yang nampak begitu ramah dan
penyayang pada semua makhluk, memiliki dendam yang begitu dalam pada pemuda
keriting yang menjadi partner sementaranya.
Namun dia sadar, bahwa hidup
dan mati merekalah yang dipertaruhkan di sini. Sehingga dia tak dapat
main-main.
"Jibriel !!"
Sebentuk aura berkilau
seperti tumbuh dari badan Eophi, membentuk sosok makhluk setinggi tak kurang
dari dua puluh meter. Sayap makhluk itu terkembang, tangannya menggenggam
pedang sihir yang terlihat begitu anggun sekaligus mematikan.
Napas Eophi tersengal-sengal
saat dia berusaha bertahan akibat kehilangan energi sihir. Namun bagaimanapun,
dia harus menyelesaikan ini.
"Majulah...Jibriel..."
---
Terdengar suara program dari
arah Bu Mawar.
[ReSin RoseArm. Instalasi
Copy-Paste System: Ralan, sempurna.]
Lengan bionik mengirimkan
sejumlah program ke otak Bu Mawar, menduplikasi teknik dan kapasitas fisik dari
salah satu petarung tangguh yang pernah dia hadapi.
"Heh..Sistem Ngupi dan
Pastel? Bukannya itu--Yopi! Lindungin gue!" Fata awalnya penasaran namun
langsung berteriak panik melihat ratusan panel reaktor nitrogen di sekitarnya membentuk
selang raksasa yang bergerak kesana-kemari. Yang terbentuk paling akhir adalah
ujung selang itu, yaitu meriam yang lubang moncongnya saja sanggup menampung beberapa
ekor gajah sekaligus.
"Yopiiii!" jerit
Fata dengan cakep. Tapi Eophi sedang sibuk, sangat sibuk. Myrd berambut hijau
itu harus mempertahankan kestabilan spiritualnya. Karena dia sedang mengendalikan
Jibriel, raksasa sihir yang sedang bertarung melawan cakar-cakar robotik
seukuran rumah yang bermunculan tanpa henti.
Misil-misil meledak dan berbenturan
dengan gelombang sihir dari pedang Jibriel, mengobrak-abrik lapisan lantai
serta koridor benteng dengan bising memekakkan. Maka apa boleh buat, Fata harus
menghadapi meriam raksasa ini sendiri.
Gurita
ngangkang juga tau, gue bakal mampus kalo gini mulu!
Fata terpaksa menghentikan sejenak
arus perintah terpusat di otaknya pada sirkuit neo-sibernetik, dan melakukan
Tekno-Kreasi untuk menyusun sebuah prosesor mini dengan desain dan fungsi
khusus.
Meriam
plasma nitrogen, heh! Sok-sokan banget nih benteng.
Sesaat setelah prosesor mini
itu diaktifkan, sebuah medan energi spesial lantas tercipta di sekeliling Si
Kribo. Meriam berkilat itu menembakkan pilar plasma dingin raksasa. Dinding,
lantai, menara pengawas dua ratus tombak di sisi Fata--semua objek yang tersapu
oleh pilar plasma itu berubah menjadi tumpukan serbuk beku!
Plasma
itu ngebekuin dan ngancurin ikatan antar partikel padat? Berarti benda apaan
aja bakal berubah jadi serbuk dung kalo kena? Ngeri nyot!
Untunglah Si Kribo sudah
mengantisipasi. Nyatanya, prosesor mini yang dirakitnya justru membuat medan
energi yang mempercepat proses pemadatan plasma nitrogen. Akibatnya, pilar
cahaya plasma yang berkontak dengan medan energi itu, justru berubah menjadi benda
solid, yaitu pilar-pilar es raksasa yang terlontar kuat menuju Fata.
Dampaknya, memang pilar
plasma itu dapat dia transformasikan menjadi es padat, sehingga tak lagi mampu
memutuskan rantai partikel benda-benda yang berkontak dengannya. Namun tetap
saja itu tak menghilangkan seluruh daya hancurnya. Memang dia tak lagi harus
menghindari tembakan sinar plasma sebesar rumah, tapi kini Si Kribo harus mati-matian
menghindar agar tak tertimpa pilar-pilar es raksasa yang menghunjam pecah
dinding serta lantai dengan kecepatan tinggi.
Emangnye
ketiban batu es segede gaban gak bakal bikin mampos, ape. Tapi cuma fungsi
gituan yang kebayang kalo jeda waktunya sempit gini, mo gimana lagi.
Pada suatu kesempatan,
sebuah lempeng es menghantam tubuhnya dengan gedebum kencang. Si Kribo merasa setengah
badannya akan tanggal akibat benturan itu. Tubuhnya pun menabrak dinding dan
menggelosor tak berdaya.
Padahal saat itu dia sedang
merumuskan sederet kode simbolik berbentuk prisma pada ruang imajiner dalam
pusat konstruksi Ashura. Gerigi emas itu segera memprosesnya menjadi bahasa
pemrograman super mutakhir, yang dirancang oleh Fata untuk menuntaskan
pertarungan ini.
[Kode ini sengaja dibangun
berupa prisma untuk menyerupai bangun kristal pengendali benteng itu, Fatanir?]
Kalo
baru ngerti segitu doang, jangan banyak cingcong dah. Masih dua ratus layer
lagi yang belum kamu rotasiin rumus integralnya.Cepet!
[Perintah diterima.]
Fata menatap Bu Mawar yang
berdiri dalam posisi siap menyerang. Dan dia mendesah, tak dapat melepaskan
diri dari masa lalu. Masa di mana Kusumawardani Kecil, bertemu dengan Fata
Kecil.
---
Di
tengah hari-hari yang penuh hinaan itu, Satu-satunya anak yang membela Fata
adalah anak yang paling cantik di seluruh panti. Umurnya sebelas tahun, kulitnya
paling bersih dan bulu matanya lentik. Rambutnya dikuncir kuda. Tapi dia bisa
galak juga.
"Kalau
kalian masih mengganggu Fata, nanti kukasih ini!" si cantik mengibas-ngibaskan
sebuah tongkat rotan ke udara dengan deru kencang. Dengan itu, anak-anak
lainnya pun takut.
Si
cantik selalu memarahi anak-anak yang mengejek Si Kribo Kecil. Dia juga berusaha
menghibur anak lelaki itu sebisanya, "Ayo Fata, kita jalan-jalan saja ke
bendungan."
Fata
diam-diam sangat berterima kasih pada si cantik, namun dia malu untuk berbicara
padanya.
Bagaimanapun,
si cantik tak menyerah. Dia terus berusaha mengajak Fata Kecil bermain. Sampai
akhirnya, Fata semakin terbuka. Karena dia menemukan seorang manusia yang mau
menjadi temannya.
Saat-saat
favorit Fata Kecil adalah saat mereka bermain ayunan berdua, bersisian, dengan gemerisik
rumput yang menyenangkan saat menyentuh telapak kaki.
"Kamu
mau jadi apa kalau sudah besar nanti...Fata?"
"Aku
mau jadi pesawat ulang-alik!"
"
. . . "
Sementara
jauh di depan sana, sebuah bendungan besar melengkung bersinar dan berbayang
oleh permainan cahaya mentari sore yang sewarna jeruk matang.
"Kalo
Mbak Mawar, mau jadi apa kalo udah gede?"
"Saya
ingin...jadi guru..."
"Wogh!
Mantep kece berarti!"
Ya,
gadis yang beberapa tahun lebih tua dari Fata Kecil itu bernama Kusumawardani.
Dia biasa dipanggil, Mawar.
---
Fata mencoba berjalan meski
terhuyung-huyung. Dia tak rela menggunakan Ashura untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, karena semua kendali otaknya pada Ashura difokuskan untuk mengambil
alih kepemilikan atas benteng sialan ini.
"Mau apa kau!"
mendadak saja Bu Mawar telah berada di dekat Si Kribo. Dengan cepat dan
bertenaga, perempuan berlengan bionik tu meninju perut Fata empat kali.
Kekuatan setiap tinjunya lebih mirip dengan serudukan banteng dibanding pukulan
seorang manusia.
Fata baru dapat mencerna
bahwa kemampuan Bu Mawar untuk bertambah kuat ini, adalah karena lengan bionik
yang menggandakan kemampuannya. Dan lengan itu, memakai sistem Ngupi dan Pastel
yang Si Kribo ciptakan sendiri!
"Lengan ini...saya
kembalikan padamu, Fatanir!"
"Uhkk!" Fata
memuntahkan udara dari paru-paru dan lambungnya, dan belum lagi sempat
bereaksi, dua buah tinju lagi telah bersarang di kepalanya, membuatnya
tersungkur jatuh. Si Kribo segera berguling lalu mengacungkan magnum
modifikasinya ke arah perut Bu Mawar.
Letusan mesiu menggema, melontarkan
peluru kaliber besar dengan kecepatan suara. Namun ternyata sesaat sebelum
peluru ditembakkan, sang guru sudah menghindar ke samping kemudian berputar
dalam sebuah gerakan menyerang.
Bu Mawar melancarkan sebuah
pukulan melengkung yang menggetarkan tengkorak Fata. Pandangan Si Kribo
terguncang, objek-objek di sekelilingnya seperti berganda dan giginya patah
empat. Sesaat kemudian, satu lagi kepalan tinju bionik meremukkan pinggang
kanannya, tepat di daerah ginjal.
"Anjing kamu
Mbak!" Fata sempat memaki meski darah mulai menggenangi rongga mulutnya
sendiri. Ketika lengan bionik Bu Mawar meninju hancur ginjalnya, secara
bersamaan Si Kribo menempelkan moncong pistol magnumnya tepat di daerah jantung
Bu Mawar, dan menarik pelatuk tanpa ampun!
"Aaaahkk!" Bu
mawar menjerit kesakitan, saat gerakannya tak cukup cepat untuk menghindar
sempurna. Sebuah lubang berdiameter sepuluh sentimeter menguak jelas di daerah atas
jantung wanita itu, tembus hingga punggungnya.
Gerakan sang guru langsung
terhenti atas keadaan darurat mendadak ini. Darah kental mengucur deras dari
pembuluh besar aorta, yang merupakan penyedia darah utama bagi seluruh tubuh Bu
Mawar.
Namun pada momen itu pula, lengan
bionik Bu Mawar mengeluarkan belati panjang dan menancapkannya dengan sadis di sisi
leher Fata. Darah segar memercik deras ke sisa lantai, menandakan nadi karotis
Si Kribo--
Bukan! Darah itu berasal
dari lengan kanan Si Kribo. Pada saat yang kritis, Fata sempat melindungi
lehernya dengan menghadang belati itu menggunakan lengan kanannya!
"Apa...!" Bu Mawar
tak dapat mempercayainya, namun gerakannya terhambat sepersekian hitungan. Maka
tanpa membuang waktu lagi, Fata berteriak sekuat tenaga,
"Kode: Nasi Gosong!"
Sekonyong-konyong lengan
bionik Bu Mawar meledak dari dalam, seolah-olah ada yang menanam bom di dalam
rangka lengan tersebut lalu meledakkannya saat itu juga.
"Aaaahh!! " Sang
guru berkerudung memekik kesakitan ketika sambungan bahunya kembali terkoyak, terbakar
ledakan api. Sebelah lengannya kini semata-mata merupakan kutungan cacat dengan
bau daging meleleh.
Bu Mawar mendadak berdiri
diam. Tubuh wanita itu seperti menggigil. Awalnya Si Kribo hendak melanjutkan
serangan, namun dia membatalkannya, dan memilih mundur beberapa langkah ketika
melihat sesuatu terjadi pada Bu Mawar.
Seluruh pakaian perempuan
itu, mulai dari kerudung hingga rok panjang yang dikenakannya, berubah warna
menjadi hitam. Hitam namun menyala, bagaikan api berkobar.
Si Kribo tak tahu bahwa dia
telah memaksa Bu Mawar mengerahkan kekuatan terlarangnya. Kekuatan yang
didapatnya di masa lalu, hanya untuk membunuh Fata.
Kekuatan Mawar Kegelapan.
---
9
Mawar
Kegelapan
Suatu
sore, anak-anak perempuan memanggilnya ke sebuah tanah lapang. Mawar menggenggam
tangannya dan berkata, "Fata, saya mewakili anak-anak panti, minta maaf
yah. Kita-kita, selama ini sudah jahat sama kamu."
Si
Kribo Kecil masih diam saja. Mbak Mawar tidaklah jahat. Anak-anak lainnya
itulah yang jahat.
"Kamu
mau maafin kita kan?"
Tapi
diam-diam, dia merasa lega. Mungkin anak-anak lainnya, akhirnya menyadari
kesalahan mereka, dan meminta Mawar untuk mewakilkan permintaan maaf itu.
Ternyata
anak-anak ini masih punya rasa bersalah.
"I...iya..."
Fata Kecil menyahut.
Raut
muka Mawar yang cantik itu langsung berubah. Sebelah alisnya terangkat dan
mulutnya membentuk seringai mengejek.
"Ah?
Baguslah."
Dengan
sebuah tanda, anak-anak perempuan di samping si cantik, segera menyeret tubuh
Fata Kecil ke tanah hingga terlentang, lalu melepas baju dan celana anak lelaki
itu dengan paksa.
"Eh?
Eh? Kalian mau apa?! Woi! Mffgg!" Si Kribo Kecil berontak dari posisi telentangnya
di tanah, namun mendadak napasnya tersumbat. Ada apa ini? Apa Mawar sedang
bercanda? Apa yang dia lakukan?
Mawar
telah berdiri tegak dan menginjak wajah Fata Kecil. Kemudian dia melepas dan
melempar rok panjangnya, memamerkan pahanya yang jenjang. Celana dalamnya tercetak
jelas pada daerah selangkangan.
"Mb...!!"
Mawar
memasukkan jari-jari kakinya secara paksa ke rongga mulut Fata,
"Manusia
makannya nasi. Tapi kalau kamu itu makhluk aneh, tidak pantas makan nasi. Kamu
makan tanah saja ini, di kaki saya nih." ujar Mawar sambil tertawa-tawa.
Teman-temannya
membentuk pagar di sekeliling mereka, bertepuk sambil bersorak gembira,
membentuk koor yang riuh dan berirama.
"Emut
kaki! Emut kaki! Emut kaki!"
Ada
apa ini? Apa yang Mawar lakukan? Apakah dia berbuat salah? Apakah selama ini,
Mawar membencinya? Apakah selama ini, Mawar hanya berpura-pura menjadi
sahabatnya?
Fata
Kecil menangis. Kotoran kuku Mawar terasa begitu menjijikkan di mulutnya,
jari-jari kaki anak perempuan itu menyodok-nyodok tenggorokannya dengan keras.
Sementara wajah si cantik itu justru sedikit memerah saat menatap Fata Kecil,
sorot matanya sayu dan napasnya terdengar bertambah cepat. Celana dalamnya kini
tampak lembab dan lengket, padahal tadinya tidak.
Fata
tak percaya. Anak perempuan bernama Mawar ini, anak perempuan yang dia kira
merupakan sahabatnya ini, sedang mengalami kenikmatan seksual dengan
memperlakukan dirinya demikian.
Sore
itu adalah mimpi buruk bagi Fata. Si cantik dan teman-temannya menuangkan lumpur
selokan ke sekujur badannya. Mereka memasukkan kepala Fata ke sarang semut
merah, mengaitkan belasan peniti pada kulit batang kemaluannya.
"Mulai
besok, kamu keluar dari panti yah, Fata." suara Mawar yang berbisa
samar-samar terdengar di kupingnya, "Kalau kamu masih sama kita di sini, hanya
akan membuat malu."
Mawar
adalah anak yang paling berpengaruh di seluruh panti. Dia yang pertama kali
menyuruh anak-anak lain untuk merendahkan kebiasaan Si Kribo Kecil berbicara
dengan mesin.
Dia
telah merencanakan perannya sebagai sosok penolong, agar bisa membuat Fata
mengira bahwa ada orang yang mau menjadi temannya. Dengan demikian, pukulan
mental yang diterima Fata menjadi sangat menyakitkan.
Karena
Mawar memiliki kelainan jiwa, yaitu suka menyiksa laki-laki secara seksual. Dan
dia sangat jijik dengan kebiasaan aneh Si Kribo Kecil, sehingga ingin
memperbudak anak lelaki kribo itu. Hasrat yang tak masuk akal itulah
satu-satunya alasan baginya memulai ini semua.
Pandangan
Fata perih oleh gigitan semut-semut yang menggerogoti bola matanya. Namun juga
perih oleh airmatanya sendiri.
Mereka...bukan
manusia.
Bukan...mungkin,
memang beginilah manusia.
Manusia-manusia
ini--bukan,
Setan-setan
ini.
Fata
akan menghancurkan hidup mereka.
---
10
Tak
lagi Berguna
"Fata..."
terdengar suara ketiga. Eophi berjalan terseok-seok mendekati Fata dan Mawar
yang masih berdiri kelelahan. Semua cakar robotik raksasa, komponen perang
utama Proto Merkavah, telah dihancurkan oleh makhluk sihir cahaya terkuatnya,
Jibriel.
Namun konsekuensinya, dia
memaksakan tubuhnya melebihi batas kemampuan, hingga energinya menguap sama
sekali. Jibriel terurai lenyap, dan Eophi tersungkur di dekat Fata.
"Bisakah...kupercayakan
ini semua...padamu, Fata?" Eophi terbata-bata menatap Si Kribo, wajahnya
membiru karena aliran darahnya berantakan.
"Ya." Sang
Teknopath menempelkan laras pistol magnumnya pada pelipis bangsa Myrd tersebut.
"Apa yang--"
Fata menembak pecah kepala
Eophi, tengkorak dan isi kepalanya terburai ke mana-mana.
---
Jelas-jelas
tak diinginkan karena keanehannya, Fata keluar dari panti asuhan.
Namun
dia tak melupakan. Dan dia hanya menunggu saat yang tepat. Karena saat itu, dia
memiliki Ashura. Gir emas neo-sibernetik itu telah diprogramnya untuk memetakan
sidik DNA semua anak penghuni panti.
Dan
empat bulan kemudian, Fata kembali ke panti.
Dengan
Ashura, dia menciptakan sebuah bom yang menampung berbagai strain virus
mematikan. Si Kribo Kecil juga memasang sirkuit yang diciptakan khusus sehingga
tak ada virus yang dapat menginfeksi tubuhnya
sendiri.
"Halo,
anak-anak haram," ujar Fata saat menyalakan bom tersebut. Dalam tempo
setengah menit, virus-virus yang tak dapat dideteksi oleh mata telanjang itu
menjalar di pembuluh darah setiap anak panti.
"Aaaa!
Aaaa! Aaaa!"
Berliter-liter
air mulai menguap dari kulit mereka, membuat sejumlah organ vital mereka
mengering secara drastis.
"Aa-aaa-a
- a -- - "
Tubuh-tubuh kecil itu berjatuhan ke lantai
seperti sekawanan ayam. Mereka mati mendadak. tanpa tahu apa yang membunuh
mereka.
Fata
Kecil mengambil Ashura dan memeriksa status pemetaan sidik DNA semua anak yang baru
dibunuhnya. Sorot matanya kosong, tak ada rasa di sana, seolah baru saja
membunuh beberapa ekor semut.
Satu
anak tak ada di antara mereka.
Satu
anak itu, telah pergi jauh. Pemindaian sidik DNA menunjukkan bahwa pemilik DNA
tersebut ada di sebuah rumah di pinggir kota puluhan kilometer dari lokasi
panti ini.
Anak
itu adalah Mawar.
Dengan
sistem teknologi Ashura, Si Kribo memperoleh sebaran data DNA dari semua
organisme dalam radius satu kilometer di sekeliling Mawar.
Dan
hasilnya, ada dua orang dengan kesamaan DNA di salam rumah yang sama dengan
Mawar. DNA Mawar memperlihatkan gambaran kode genetik yang sangat mirip, bahkan
merupakan hasil persilangan kode genetik dari dua orang itu.
"Oh.
Taunya kamu bukan yatim piatu ya, Mbak..."
Maka
Fata menyiapkan sesuatu yang sangat spesial bagi Mawar.
---
Rumah
itu mungil tapi indah. Pot-pot bunga sederhana, jalan-jalan berliku dihiasi
kerikil putih, kolam ikan, semuanya berkesan manis.
Ternyata,
Mawar masih memiliki ibu dan ayah yang selama ini mencarinya. Pasti, rasa
bahagia saat bertemu kembali dengan orangtua kandung, tak dapat digantikan oleh
apa pun bagi Mawar.
Maka
Si Bocah Kribo hanya perlu menunggu waktu yang tepat. Yaitu saat Mawar dan
kedua orangtuanya sama-sama sedang berada di rumah.
Sabtu
pagi.
Mawar
dengan polos membuka pintu ketika mendengar ketukan. Fata Kecil langsung menyuntikkan
obat bius yang kuat ke lengan perempuan cantik itu.
Mawar
tertidur.
"Ashura!
Lakukan tugasmu!"
[Perintah
diterima.]
---
Fata tak berbohong saat
memberitahukan bahwa Eophi dimanipulasi oleh "pemilik suara wanita"
yang menggunakan Bu Mawar sebagai aktornya. Namun tak perlulah memberitahu
bahwa dia, Fata, juga ikut memanfaatkan Eophi serta Jibriel untuk menanggulangi
benteng bergerak ini.
Sehingga saat energi sihir
Myrd miliknya sudah habis, tak ada gunanya pula bagi Fata mempertahankan Eophi,
pion over-sensitif yang menuruti semua pihak hanya karena malas berpikir.
Saat itu, Bu Mawar kembali
tersadar dari keadaan anehnya, kini baju yang dikenakannya seakan bergolak,
lebih mirip energi hitam. Wanita itu berkata dingin, sama sekali tak terkejut
atas kematian Eophi, "Proto Merkavah. Bunuh Fatanir dengan seluruh
kekuatanmu."
Meriam plasma raksasa
berdengung dan terangkat. Saat itu, prosesor medan gaya milik Fata menyebarkan
energi kinetik yang mengubah pusaran plasma menjadi es padat yang melambat di
udara.
Fata memanfaatkan momen ini
untuk menghindar susah payah. Bongkah-bongkah es seukuran pondok penginapan, menghancurkan
lempengan lantai aula benteng, namun--
Itu
kenapa Mbak Mawar jadi hitam gitu bajunya...apa maksudnya.
Terus
ini titik sudut kode prismatiknya kagak beres-beres! Aaaargh!
Ya, saat ini Si Kribo hanya
dapat menghindar. Dia belum sanggup membuat senjata untuk membalas. Karena dia
tak dapat memecah konsentrasinya. Pikiran Fata secara berlapis-lapis hanya
terpusat untuk terus menuntun Ashura, menerjemahkan kode peretasan yang
disusunnya.
Namun mendadak saja,
Sebuah ledakan aura hitam
membuat bulu kuduk Fata meremang. Sebentuk kegelapan mendesing cepat bagai
elang menukik. Fata hendak menghindar namun tak cukup cepat. Sebuah tendangan
dari Mawar mendobrak pertahanannya sekaligus menghancurkan chip prosesor medan
gaya yang sudah susah payah disembunyikannya di dalam kemeja.
"Sial!!" Si Kribo
memaki saat medan energi di sekitar tubuhnya yang berfungsi mengubah plasma
penghancur menjadi bongkahan es padat itu, hilang seiring hancurnya prosesor
tersebut.
"Apa?!" Fata yang
sebelumnya tak menduga, kini lekas menghindar ke samping dari serangan
kegelapan misterius itu. Dia hanya sempat melihat sekilas wajah berkerudung Bu
Mawar di hadapannya saat wanita itu menendang hancur chip prosesor medan gaya
miliknya.
Maka Si Kribo refleks
mengayunkan tangannya melengkung dalam gerakan membidik tangkas, kemudian
meletuskan peluru dari magnum modifikasinya secara bertubi-tubi. Namun sosok Bu
Mawar kembali melesat dan raib bagai terbawa angin kencang.
Itu
Si Anjing Betina udah kayak siluman! Kecepatan apaan itu?!
Fata bergidik menyadari bahwa
gerakan Bu Mawar sangat cepat bagai hantu. Pasalnya, tadinya pandangan Si Kribo
sempat terhalang oleh sosok Bu Mawar. Namun sesaat kemudian, mendadak saja Si
Kribo sudah berhadapan dengan meriam nitrogen yang langsung menembakkan plasma
raksasa tanpa basa-basi.
Aaaah!
Fata lekas menunduk kemudian
justru berlari melewati badan meriam. Entah dari mana, bentakan Bu Mawar
kembali terdengar, "Tembak mati bocah kribo itu, Proto Merkavah!!"
Itu
Si Mbak Mawar sengaja ngeposisiin meriam plasma di belakang badannya sesaat
sebelum dia ngehindar?
Jadi
dia emang sengaja ngancurin prosesor medan gaya gue supaya serangan plasmanya
nggak bisa kusolidifikasi-aaaahh!
Maka sinar plasma biru berpijar,
menerabas apa pun yang ada di hadapannya. Namun kemudian terjadi sesuatu yang
di luar dugaan Bu Mawar. Sekilas, Bu Mawar seperti melihat Si Kribo mengarah
balik menuju moncong meriam raksasa tersebut.
"Tembak! Tembak!"
jerit Bu Mawar dengan suara bagai lolongan serigala.
Tembakan plasma raksasa dilepaskan
dengan deru bagai mesin pesawat terbang yang sedang menyala.
Tubuh Fata hancur
berkeping-keping menjadi serbuk kristal es.
---
11
Fatashura
vs Mawar Kegelapan
Fata
Kecil melakukan sesuatu hari itu. Sebuah kejadian yang membuat hidup Mawar
Kecil takkan pernah sama lagi.
Akibat
perbuatan Si Kribo Kecil itu, Mawar Kecil berlutut lemas. Wajahnya kosong
seolah kehilangan hasrat hidup.
Setelah
"kejadian itu", Si Kribo Kecil mengambil sesuatu yang sudah
dirakitnya dari sisa-sisa komponen robot Renggo Sina yang tak terpakai.
Dibentuknya komponen sisa itu menjadi sebuah lengan bionik yang dilengkapi
program Copy & Paste yang dapat meniru kemampuan gerakan makhluk lain.
"Nih
kenang-kenangan dari aku nih. Aku pengen bunuh kamu tapi kayaknya lebih asik
kalo kamu idup ya. Kapan aja kamu inget aku, Mbak Mawar, inget juga hari
bahagia ini ya."
Fata
tak menghapus program tersebut, karena program ReSin (Renggo Sina) juga
memiliki "komando khusus",
menggunakan password "Nasi Gosong" yang hanya dapat diakses
dengan suara anak kribo itu.
Komando
khusus apakah itu? untuk apa Fata membuatkan lengan robotik dan memasangkannya
pada Mawar?
Sampai
akhir "kejadian itu", Mawar Kecil tak pernah tahu. Fata melenggang
pergi entah ke mana, meninggalkan Mawar yang menatap kehampaan dengan sorot
mata yang kehilangan arti hidup.
Tahun
demi tahun berlalu. Mawar tumbuh menjadi perempuan dewasa muda yang mempesona.
Untuk menutupi lengan bioniknya, Mawar memakai kerudung panjang serta jubah
lebar. Dia memasuki bangku sekolah dan kuliah dengan nilai gemilang.
Menyabet
gelar Sarjana Pendidikan merupakan hal yang lumrah mengingat kecerdasannya
sejak kecil. Bahkan dia menjadi guru kebanggaan dari Sekolah Dasar Sukatarung,
yang dikenal dengan siswa-siswanya yang merupakan teladan prestasi dan
perilaku. Semua murid menghormati kharisma serta pengetahuannya yang luas.
Mawar kerapkali menolong keluarga murid-muridnya dari jeratan hutang atau kesulitan lain.
Sehingga
lambat laun, tak ada orangtua murid yang tak mengetahui Bu Mawar, Sang Guru
yang luar biasa. Dengan wajah putihnya yang bagai purnama serta kerudung lebar
yang melindungi kehormatannya.
Namun
semua budi pekerti itu hanya topeng. Ada sesuatu yang selalu Bu Mawar
sembunyikan dari semua orang yang mengenalnya. Yaitu bahwa sejak kejadian masa
lalu itu, mental Mawar menjadi kacau balau.
Kadang
dia tertawa lalu menangis tiba-tiba. Kadang dia tak ingat siapa dirinya
sendiri. Kadang dia pingsan di tengah jalan atau menjerit selama berjam-jam. Di
saat-saat lain, dia sepenuhnya mengingat satu-satunya makhluk yang ingin
dimusnahkannya. Fatanir namanya.
Maka
Mawar jatuh dalam jurang kenistaan. Dia mempelajari ritual sihir kegelapan dari
zaman kuno, berbagai metode okultisme untuk memperoleh kekuatan terlarang.
Seorang
lelaki tampan melamarnya. Mawar menerima, berlagak malu-malu untuk
menyempurnakan perannya. Peran sebagai seorang wanita sholiha.
---
Tubuh Fata hancur
berkeping-keping menjadi serbuk kristal es--bukan!
"Apa!?" Sang guru
terhenyak, saat menyadari bahwa yang dimusnahkan oleh pilar plasma itu hanyalah
kemeja putih Fata.
Sistem senjata benteng Proto
Merkavah akan bertindak sesuai arahan pemegang kendalinya. Setelah sekian lama
bertarung non-stop, fokus kendali pikiran Mawar pada sistem kristal benteng
telah terlanjur menyamakan bahwa Fata adalah pemuda berbaju putih.
Namun Si Kribo tahu hal itu,
sehingga dia dengan cepat telah membuka kemejanya dan melempar kemeja itu ke
depan laras meriam, mengarahkan pikiran Mawar untuk menembak objek putih
tersebut.
"Bisa ngebedain baju
dari badan orang gak sih, Njing?!" ejek Fata yang ternyata telah berlari
ke lokasi lain lagi dengan bertelanjang dada.
Gelap mata, Bu Mawar kembali
memerintahkan tembakan plasma. Sang meriam pun mengumpulkan energi dan
menembakkan pilar cahaya pemusnah.
Tapi lagi-lagi Si Kribo
dapat menebak alur berpikir lawannya. Pilar plasma biru terang itu malah
menyapu dan menghancurkan reaktor induk nitrogen di pangkal penggerak meriam
itu sendiri!
Ternyata sedari tadi, Si
Kribo berlari sambil menempel ketat pada reaktor raksasa yang merupakan
penghasil bahan bakar serta pusat energi utama meriam sebesar rumah tersebut.
Fata sengaja menyuruh Eophi
memberikan kendali benteng pada Bu Mawar. Selain memicu kelengahan, Fata
mengerti bagaimana cara seorang amatir akan mengendalikan sebuah teknologi.
Itulah manuver Si Kribo yang dipersiapkan sejak awal, sehingga bahkan ketika Bu
Mawar memiliki akses sejumlah senjata canggih pun, justru itulah yang membuat
Fata dapat menebak tindakannya sekian langkah ke depan.
Bu Mawar menggigit bibirnya
sendiri hingga berdarah. Karena dengan musnahnya senjata raksasa terakhir itu,
Proto Merkavah tak lagi memiliki sistem senjata yang dapat diakses oleh kristalnya.
Semua senapan otomatis serta cakar robotik sudah hancur oleh Jibriel. Meriam
plasma malah dimanfaatkan oleh Si Kribo menjadi senjata makan tuan.
"Otaklu kagak
dipake!" Si Kribo cekakakan puas sekali melihat sebagian tungkai kiri
benteng Proto Merkavah, hancur menjadi kristal es memenuhi udara karena ledakan
berantai dari tembakan plasma yang salah arah.
Efeknya, bangunan besar itu
oleng. Guncangan hebat segera melanda. Si Kribo terpental ke udara dengan tubuh
babak belur akibat perubahan titik berat benteng.
Kemudian Proto Merkavah
mencapai batasnya. Kehancuran sebelah tungkai raksasanya itu oleh tembakan
plasma nitrogen, telah memberi beban yang terlalu sulit untuk ditanggulangi
oleh keseluruhan struktur benteng.
Maka pada gilirannya, satu lagi
tungkai Proto Merkavah pun patah dan, bagai pohon tumbang, membuat struktur
benteng inti yang terdapat di tengah menjadi terjun bebas.
Mawar menoleh dan
terkaget-kaget. Langit-langit rontok dan lantai pun amblas. Ruangan tempat
mereka berada mendadak runtuh!
"Aaaah!"
Mereka terpaksa berpegangan
pada dinding terdekat, yang mana itu pun mulai miring lalu menukik bersama
runtuhan lainnya.
Namun dalam detik-detik
kejatuhan itu, Si Kribo menyadari bahwa, hancurnya semua sistem senjata Proto
Merkavah, telah membuat usahanya menyusun kode perebutan kendali software
menjadi sia-sia.
Lah
trus daritadi ngapain gue bikin kode prismatik bribet! Tolol tolil aseli
kualitas prima!
Diapain
ini kode perintah neo-sibernetik yang udah mau lengkap gini?
Gelapagan, Si Kribo
membangkitkan rangkaian mekanisme neo-sibernetik dalam dirinya. Persilangan
pola geometris keemasan berpendar di sekitar tubuh pemuda itu, membentuk sebuah
bazooka yang meluncurkan rudal langsung pada Bu Mawar.
Anehnya, sosok yang diserang
sama sekali tak terlihat menghindar. Bahkan kemudian dalam momen-momen yang
seakan melambat, Fata mengamati bahwa dari kutungan bahu Bu Mawar, menyeruaklah
sesuatu seperti lengan.
Namun itu bukan lengan. Itu
adalah...sebentuk kegelapan berbentuk lengan. Bu Mawar membentak dengan suara
yang mulai tidak mirip suara wanita.
"Kesalahanmu
adalah...tak membunuh saya waktu itu, Fata!"
Ada sesuatu yang satanik
dalam suara itu. Dengan hawa kegelapan sebagai pengganti sebelah lengannya yang
putus, Bu Mawar memukul misil bazooka yang mengincarnya, timbulkan gedebum
memampatkan udara.
Dalam mimpi pun, Si Kribo
tak pernah menyangka bahwa begitu kuatnya pukulan kegelapan itu, sampai-sampai
misil bazooka tersebut meledak di udara dengan hawa panas menguar. Terpaksa
Fata mencari pijakan terbesar untuk menstabilkan posisinya.
Namun gravitasi terus
membetot benteng yang mereka tempati. Turun dan terus turun, hingga akhirnya
benteng bergerak itu runtuh total menjadi puing-puing baja. Asap membumbung
tinggi disertai arus pendek dari kabel serta pipa yang berserakan.
Kini, tak ada lagi benteng
bernama Proto Merkavah.
---
Hari
itu...
Fata
Kecil telah mengubah diri Mawar untuk selamanya.
Setelah
membius Mawar, si bocah kribo menyanderanya dan menemui kedua orangtua gadis
itu di ruang tengah rumah keluarga. Dia mengancam akan membunuh Mawar, kemudian
memerintahkan Ashura untuk membuat borgol yang mengikat tangan dan kaki
orangtua gadis itu.
Ketika
Mawar tersadar, pemandangan pertama di depan matanya, adalah kedua orangtuanya
yang sedang berlutut dan diborgol dengan sejenis gelang aneh berwarna keemasan.
Wajah mereka ketakutan, airmata mereka bercucuran dan mereka terus
memohon-mohon sambil menangis.
"Kumohon,
Nak...jangan lukai Mawar...jangan Mawar..."
"Kumohon,
Nak...jangan lukai Mawar...jangan Mawar..."
"Jangan
Mawar...jangan Mawar..."
Suara-suara
itu seperti menghilang bagi Mawar. Pemandangan selain kedua orangtuanya yang
berlutut dan menangis, juga tambah kabur dan samar.
Kecuali
satu hal, yaitu seorang anak kecil berambut kribo yang tengah berdiri di
tengah-tengah mereka. Di tangannya tergenggam sebuah gunting. Anak kecil itu
sedang tersenyum, namun kedua bola matanya membelalak hampa ke arah Mawar.
Anak
kecil itu seolah asing. Ya, senyum dan tatapannya sangat asing. Karena Mawar
mengetahui wajah bocah kribo itu, namun ekspresi itu...ekspresi apa itu?
"Mbak
Mawar udah banguuun!" seru anak kecil kribo itu dengan nada riang
dibuat-buat.
Sesaat
setelahnya, bocah kribo itu menggunting putus leher sang ibunda.
Lalu
menggunting putus leher sang ayah.
"AaaaaaaaaaaAAAAAAAA!!"
Mawar
memekik. Ada sesuatu yang putus pada jiwanya. Napasnya seakan terhenti saat
menyaksikan tubuh ayah dan ibunya sendiri jatuh tertelungkup dengan leher putus
dan mandi darah.
"Asik
kan, Mbak?" Fata tersenyum riang namun nada suaranya lirih menyeramkan,
"Ortu kamu kayak kambing disembelih, yak?"
"AaaaaaaaaaaAAAAAAAA!!"
Seluruh
tubuh Mawar gemetaran. Air kencingnya menggenang di lantai rumah tanpa
disadarinya.
Fata
mendekat lalu menggunting sebelah lengan Mawar yang masih menjerit-jerit
histeris. Daging dan otot lengan Mawar terlalu tebal untuk digunting. Namun menggunakan Ashura untuk menciptakan
gergaji potong otomatis, Fata akhirnya berhasil memotong tulang lengan anak
cantik itu.
Sebenarnya
memotong lengan ini juga bentuk pembalasan dari Fata. Tapi Mawar seakan tak peduli lengannya dipotong. Jeritannya
konstan dan tak henti-hentinya.
Karena
dunianya hancur. Baru saja beberapa pekan lalu, dia bertemu dan melepas
kerinduan dengan orangtua kandungnya. Orangtua kandung yang disangkanya telah
lama meninggal.
Mereka
telah mencarinya dengan menempuh perjalanan jauh dan airmata. Mereka melacak
daerah-daerah kumuh dan harus berurusan dengan berbagai pemeras yang ingin
memanfaatkan mereka.
Sampai
akhirnya mereka menemukan Mawar, di panti terpencil itu. Saat-saat yang tak
dapat dilukiskan kebahagiaannya. Seakan Tuhan sendiri memberkahinya dengan
akhir yang bahagia, setelah sekian lama mengujinya.
Namun
kini---
Mata
kedua orangtuanya, menatap kosong ke arahnya. Mayat.
Mayat.
Mayat. Mayat.
"AaaaaaaaaaAAAAAAAAAA
!!"
---
Si Kribo bangun,
menyingkirkan puing-puing yang menimpanya dengan susah payah. Namun dia
menyaksikan sang guru bangkit.
Mawar Kegelapan terlihat
sangat menyeramkan. Kerudung dan bajunya koyak di tepian, berbungkus jilatan
aura hitam yang seperti melayang di udara. Luka-luka serta otot yang robek
terlihat menganga dibalik jubah serta kerudung yang koyak itu.
Namun dia seakan tak peduli.
Kini lengan bionik yang putus itu malah digantikan oleh kegelapan berkobar yang
mampu berfungsi layaknya lengan berkekuatan tak masuk akal.
Gue
ngancurin lengannya tapi dia malah bikin lengan metafisik! Jablay pisan lah!
Sebuah ledakan aura hitam
mengaburkan lapang pandang Si Kribo. Bu Mawar melesat bagaikan roket ke arah Si
Kribo, luka fatal di daerah jantung perempuan itu terbuka semakin lebar tapi
ekspresi wajahnya jalang dengan nafsu membunuh yang tak pernah Fata saksikan
sebelumnya.
"Kamu tak bisa kabur
lagi...Fata!"
"Kabur?" Si Kribo
mengangkat sebelah alis, kemudian membentakkan perintah pada sirkuit
neo-sibernetik, "Ashura!"
[Tekno-Kreasi:
Mengkonstruksi mikrosatelit generator misil.]
Kemudian dalam hitungan
detik, udara di sekeliling Fata
memendarkan bingkai-bingkai cahaya keemasan, saling berlapis membentuk
bangun-bangun mikrosatelit heksagon pipih yang melayang berputar di sekeliling
Sang Teknopath.
[Tekno-Kreasi:
Mengkonstruksi chip holografik multi-anguler.]
"Kamu yang nggak bakal
dapat kesempatan kedua untuk hidup, Sampah!" pekik Fata, kebencian
berkobar si matanya.
Dan mereka berdua maju. Atas
masa lalu yang gelap itu, semua penghinaan dan kesakitan yang harus mereka
terima di masa kecil dari satu sama lain.
---
12
Kemuliaan
Guru
Bu Mawar meninju dengan
lengan hitamnya, hanya menyerempet pipi namun kepala Fata seperti dibenturkan
ke tembok besi hingga rasa nyeri meledak di seluruh kepalanya. Dalam posisi
kepala yang masih mendongak terpental dan darah menutupi matanya, Si Kribo
membidikkan magnum ke leher Bu Mawar. Dia melepas tembakan beruntun hingga
peluru-pelurunya menembus--
---Hanya menembus angin!
Sang guru dengan kegesitan luar biasa sudah berpindah tempat ke belakang Si
Kribo kemudian melancarkan cakaran melengkung yang teramat ganas dengan aura
kegelapan.
Namun sesaat kemudian cakar
kegelapan itu terpaksa berbalik mundur melindungi dirinya sendiri, karena tiga
mikrosatelit Fata telah melayang sangat cepat mengitari tubuh Bu Mawar sambil
menembakkan misil-misil seukuran ibu jari namun berdaya ledak super.
Sang guru terpaksa
memalangkan lengan kegelapannya karena tak sempat menghindar. Dua belas ledakan
api beruntun menggetarkan udara, namun sebuah tangan kegelapan muncul dari
balik asap benturan. Dan tangan kegelapan itu mencekik Fata.
Bu Mawar mendesis kejam,
"Akan kupatahkan lehermu---"
Cekikannya tak terasa
memegang apa-apa. Sosok tubuh Fata menghilang dengan kerlip sekilas saja, dan di saat yang sama satelit-satelit Si
Kribo kembali meluncurkan formasi misil yang berseliweran dengan lintasan yang
rumit, indah, juga mematikan.
"Ho-hologram...!"
seru Bu Mawar geram saat mengetahui taktik lawannya. Namun Sang Mawar Kegelapan
tak dapat dihentikan semudah itu. Aura hitam yang membentuk lengannya itu,
menyapu peluru kendali sampai menembus rangka baja bangunan. Terjadilah
rangkaian eksplosi yang membuat lantai terbelah menjadi bongkah-bongkah raksasa
yang berjatuhan ke dunia luar.
Fata yang asli muncul dari
selubung holografik kamuflase di samping Mawar sambil mengacungkan magnumnya,
namun belumlah sempat lagi menembak maka Mawar Kegelapan meremas hancur senjata
di genggaman Fata sekaligus meremukkan tulang tangan pemuda itu dengan
sadisnya.
"Aaargh!" rasa
nyeri itu membuat Si Kribo menanduk wajah Mawar dengan kepalanya sekuat tenaga
hingga meremukkan hidung perempuan itu. Darah bermuncratan dari lubang hidung
Mawar dan menyumbat napasnya. Setengah sadar, Fata mengambil kesempatan dan
menghantamkan sikunya pada pipi Mawar sekuat tenaga, "Makan nih!"
Tulang pipi Mawar pun retak,
pandangannya berbayang. Situasi terlihat berbalik, sementara empat mikrosatelit
mengeluarkan formasi puluhan misil yang menukik tanpa ampun pada sang guru.
Namun Bu Mawar menggerung parau lalu, seolah hal yang rutin saja, menelan
nyaris semua misil dengan cakupan aura kegelapan di lengannya.
Aura
item itu bisa menelan objek!
Fata mengumpat dalam hati
saat menyaksikan misil-misil serta semua mikrosatelit miliknya bukannya
meledak, namun justru terhisap raib ke dalam lengan beraura hitam dari Mawar
Kegelapan.
Berarti...badan
gue juga bisa ditelennya!
Fata merinding melihat
betapa tak masuk akalnya kekuatan Mawar Kegelapan. Bagaimana tidak, ini berarti
disentuh oleh lengan hitam itu, sama saja dengan mati.
Terpaksa Si Kribo kembali
menyalakan alat selubung holografis dan mengeluarkan citra tipuan yang
menggantikan posisi dirinya, sementara sosoknya menjadi tak terlihat dan
berputar mengelilingi sudut mati Bu Mawar.
Gimana
caranya...ngalahin makhluk ini...
Dari sana, dia hendak
kembali muncul dan menembakkan bazooka baru yang dirakitnya dengan kemampuan
konstruksi neo-sibernetik. Namun dada Fata mencelos, karena dia hanya mengulang
taktik usang. Mawar sudah siap dan menyerang terlebih dulu dengan pukulan
kegelapan bertubi-tubi yang memecahkan sebagian tengkorak kepalanya.
"Ashura!
Perbaiki!"
[Perintah diterima.]
Bukan main sakitnya.
Regenerasi dari Ashura terpaksa beradu cepat dengan daya hancur kegelapan.
Seluruh jasad Fata sudah mencapai ambang batas ketahanan, dan Ashura pun
memiliki kecepatan perbaikan tubuh yang terbatas. Bila pemuda itu berhenti
menghindar sesaat saja, serangan Mawar akan membunuhnya saat itu juga.
Tapi pikirannya. Pikiran
Fata terus berlari. Dia sedang berusaha mengingat sesuatu, sesuatu yang amat
mendasar. Tapi apa?
Maka Fata pun kembali
menyerang silih berganti. Sosoknya berkelip lenyap dalam ilusi optik, lalu
muncul dari titik lain sambil menembaki organ-organ vital Mawar dengan berbagai
artileri neo-sibernetik yang dirakitnya. Tak bisa menang, yang penting mengulur
waktu sampai analisisnya mengena.
Sang wanita iblis pun
mencoba menyergapnya, namun Si Kribo telah merakit sebuah bom melayang untuk
menggantikan posisi dirinya.
Pas
dulu...kenapa gue masangin lengan bionik buat Mbak Mawar...?
Bom meledak tepat di titik
sentral dada Bu Mawar dengan bising yang sangat kencang. Namun sebelum ledakan
itu menghancurkan tubuh Bu Mawar, ternyata wanita itu telah menelan ledakan itu
dengan kekuatan kegelapan, membuat efek serangan Si Kribo menjadi sama sekali
tidak maksimal.
Kenapa?
Buat apa? Buat ngebom pake kode "Nasi Gosong" doang?
Sang guru pun mampu mendesak
Si Kribo karena refleks serta kekuatan sataniknya yang jauh lebih tinggi dan
mematikan. Si Kribo tak pernah merasa selelah ini.
Tapi
metode itu nggak efektif buat ngebunuh! Ngapain juga masang bom di lengan yang
ledakannya gak bakal fatal! Jadi ngapain gue pas dulu itu? Apa yang gue
pikirin?
Tapi, Fata takkan ragu
membunuh Mawar. Fata harus mengalahkan Mawar, tak ada jalan lain. Itulah yang
membuat Fata bertahan menghadapi Mawar Kegelapan yang jauh lebih kuat darinya.
Tunggu--
Meski hampir seluruh ototnya
bagai sedang menarik beban ratusan kilogram, namun kegesitan pikiran Fata tak
terkekang oleh keterbatasan tubuhnya.
Gue
inget!
Mendadak saja Bu Mawar
berseru dengan suara yang secara aneh sangat jernih, "Berhenti!"
Kontan saja, sekujur tubuh
Si Kribo mematung.
Apa ini? Kenapa tubuhnya
tidak dapat digerakkan? Fata mencoba berontak, namun seluruh tubuhnya kelu dan
ngilu tak terperi.Ototnya menegang dan mencoba menarik tubuhnya agar bergerak.
Namun percuma. Satu kelingking pun tak dapat bergeser.
Bukan. Ini bukan sekedar
akibat rasa lelah atau luka-luka yang diterimanya. Seperti ada sekat yang
menghalangi..mentalnya. Dia bukan tak bisa bergerak, namun lebih tepatnya...
Fata
tak berani bergerak.
---
Lamaran
dilangsungkan. Tak menunggu lama, sebuah ikatan pernikahan menyatukan Mawar dan
sang lelaki impian.
Pada
malam setelah akad serta resepsi pernikahan, Mawar menggorok leher suaminya.
Namun
semua itu tak cukup. Pada malam yang sama, dia mendatangi masing-masing rumah
muridnya. Lalu membunuh semua muridnya tanpa terkecuali.
Ya,
semua itu untuk merampungkan ritual okultisme yang utuh, dia menjual jiwanya
pada Iblis.
Maka
Iblis memberinya hal Mawar inginkan.
Pertama, energi kegelapan membuat tubuhnya sangat kuat. Bahkan kegelapan dapat
berfungsi menggantikan anggota badannya.
Dan
yang kedua adalah, kekuatan sugesti gelap yang dapat menundukkan serta
menghancurkan mental seseorang hanya dengan gestur dan kata-kata.
Bila
Mawar mendesak kekuatan spirit hitamnya sampai batas tertinggi, dia dapat
memerintahkan seseorang untuk bunuh diri dengan sugesti mentalnya. Bila Mawar
memerintahkan seseorang untuk diam, dia takkan mampu bergerak dan berkata-kata.
Kekuatan
sugesti inilah yang dinamakannya sendiri sebagai,
{{Kemuliaan
Guru.}}
Tak
ada lagi yang dapat menghinanya. Bu Mawar pun puas. Dan Iblis menagih satu lagi janjinya. Janji pertama adalah, membunuh
semua yang dia cintai untuk mendapatkan kekuatan ini. Yaitu suami dan muridnya,
yang mana kondisi ini sudah dipenuhinya.
Yang
kedua adalah, Mawar harus setuju untuk memasuki sebuah dunia yang belum pernah
diketahuinya selama ini. Dunia tersebut bernama Sol Shefra.
Mawar
bertanya, untuk apa.
Iblis menjawab:
Untuk
membunuh Teknopath bernama FataNir. Yang beberapa tahun lagi, akan terpanggil
juga ke dunia itu.
Mawar
terhenyak. Iblis itu memiliki tujuan
yang sama dengan dirinya? Dan dia mengenal Fata?
Namun
dia segera menguasai diri. Semua itu tak penting, sepanjang tujuan mereka sama.
Dadanya berdebar dengan dendam namun juga hasrat seksual absurd yang
berapi-api.
"Saya
akan lakukan apapun."
---
13
Terima
Kasih, Pak Guru
Fata kelelahan, Mawar pun
kelelahan. Mengerahkan kekuatan kegelapan sangat menghabiskan tenaga fisik dan
mentalnya. Kepalanya serasa ditembus oleh bor yang berputar ke dalam otaknya.
Namun dia sengaja menyimpan
kekuatan sugesti ini untuk saat yang menentukan. Ketika Si Kribo sampai pada
batas ketahanan tubuhnya, Mawar memutuskan untuk melepas energi spirit hitam
terkuatnya,
"Berhenti!"
Maka Fata pun terkena
kekuatan sugesti mental luar biasa, dia tak mampu bergerak atau berbicara.
Bagaikan murid nakal yang tak siap menerima hukuman, Si Kribo merasakan
intimidasi dan keputus-asaan yang sangat kuat dari daya magis perkataan Bu
Mawar.
Mawar mendekat
tertatih-tatih, mengelus pipi Fata dengan aura hitam yang berfungsi sebagai
tangannya.
"Sayang sekali
ya...Fata...kamu tidak bisa mencapai cita-citamu waktu kecil dulu..."
Fata tak mampu berkata-kata.
Wajah Bu Mawar yang cantik itu diselimuti darah dan kegelapan. Sorot matanya
tak lagi menampakkan emosi normal seperti manusia pada umumnya.
Yang
ada di mata itu, cuma kegilaan.
Begitu Fata membatin, antara
merasa benci namun juga mengasihani. Ya, Mawar mengasah kharismanya sebagai
guru, namun justru menjadikan kharisma itu sebagai topeng untuk menyembunyikan
kebusukan dirinya dari mata dunia. Bahkan perempuan berusaha mengelabui alam
bawah sadarnya sendiri, dengan memberikan nama yang indah pada kemampuan
sugesti satanik ini.
Kemuliaan Guru.
Meski kekuatan itu
didapatnya dengan membuang harga dirinya sendiri sebagai manusia.
Ah.
Kode prismatik gue akirnya beres. Tapi Proto Merkavah udah gak guna buat
dihack, senjatanya udah ancur semua.
Tapi,
akirnya kode perintah aktivasi serumit ini kepake juga.
Meskipun dia harus membunuh
semua perasaan kasih sayang yang ada di dalam hatinya, menjadikan dirinya
sendiri lebih rendah dari binatang.
Ashura.
Pakai kode prismatik gue, buat mengaktivasi Supervirus Biomorfik Serebrum--
Meskipun dalam kekuatan itu,
yang ada hanyalah kenistaan dan kehinaan.
--Yang
dari dulu udah gue tanam di lengan Mawar, via instalasi lengan bionik.
---
Si Kribo tak membunuh Mawar,
namun justru menghadiahkan lengan bionik pada Mawar di masa lalu, untuk
beberapa alasan.
Dia ingin membuat Mawar
merasakan penderitaan yang melebihi siksaan terhadap diri sendiri, yaitu
penderitaan saat kehilangan orang yang dicintai.
Dia memasang lengan bionik
untuk memberi Mawar perasaan kekuatan semu. Lengan itu memiliki program tarung
Copy-Paste ala Renggo Sina, sehingga Mawar akan merasa dapat menundukkan
siapapun juga dengan itu.
Namun secara bersamaan, Fata
dapat menghancurkan lengan itu kapan saja dan menyiksa Mawar kapan saja
menggunakan hadiah itu, memaksimalkan perasaan putus asa bagi Mawar jika hal
itu terjadi.
Dan ketika akhirnya Si Kribo
memutuskan untuk meledakkan lengan bionik tersebut dengan komando "Nasi
Gosong", maka salah satu komponen dalam lengan itu akan pecah dan
melepaskan sebuah supervirus yang Fata rancang melalui teknologi rekombinasi
genetik Ashura.
Supervirus dahsyat tersebut
mengalir dari pecahan lengan bionik, masuk ke pembuluh darah Mawar, hingga
mencapai otaknya.
Dan aktivasi virus yang baru
saja Si Kribo perintahkan pada Ashura, adalah lewat kendali pikiran. Bukan
lewat perintah verbal.
Sehingga, bagaimanapun aura
sugesti mental Mawar mengungkung kemampuan pemuda itu untuk berbicara atau
bergerak, namun pikiran Fata tetaplah tak terpenjara.
Mawar mendadak mematung.
Fata berkomunikasi dengan supervirus dalan otak Mawar---
Supervirus.
Kunci gerakan perempuan sampah ini. Bebasin aku dari sugesti mental yang dia
tanamkan.
--Karena supervirus tersebut
Fata rancang untuk mampu mengendalikan sistem saraf pusat dari otak targetnya.
Menerima perintah neo-sibernetik, jutaan virus itu menginvasi setiap lapisan
otak Mawar dengan cepat, memanipulasi sejumlah titik fungsi yang mengatur
kemampuan sugesti.
Rasa kelu pada tubuh serta
mentalnya memudar perlahan, Si Kribo melemaskan otot dan melihat sekeliling.
Mereka tak lagi ada di dalam
benteng. Proto Merkavah telah berubah menjadi puing-puing besar yang menjadi
daratan tempat mereka berdiri. Langit malam berhiaskan rantai bintamg bercahaya
yang sangat berbeda dari bumi, membuatnya tenggelam dalam rasa melankolis...
Namun keberadaan wanita
beraura gelap di hadapannya, segera menarik Fata kembali ke dalam kenyataan.
Kenyataan bahwa, semua yang terjadi di masa kecil mereka, akan segera berakhir.
"Mbak Mawar," Fata
kembali dapat berbicara, maka dia berbicara dengan lelah, "Dari akses
supervirus ke memori kamu, katanya kamu sempet kerja jadi guru ya."
Fata bertanya secara verbal,
"Kalo gitu, apa pelajaran hari ini memuaskan?"
Namun secara bersamaan,
komunikasi Teknopathia Fata juga memerintah supervirus dalam otak Mawar untuk mengatakan
jawaban yang Si Kribo inginkan.
"Sangat memuaskan.
Terima kasih, Pak Guru!" Bu Mawar menjawab dengan senyuman yang cerah
sekali. Manipulasi supervirus pada sistem saraf Bu Mawar, telah menarik otot
vokal wanita itu agar berseru riang penuh semangat. Sangat ironis.
Fata mencabut belati milik
Mawar dari lengannya, dan melemparkannya ke wanita tersebut. Dengan sinyal
perintah selanjutnya, maka Mawar menangkap pisau itu dengan lengan magis yang
masih dia miliki,
Kemudian menyayat batang
lehernya sendiri dengan pisau itu.
Sambil tak lupa berucap
dengan senyum yang manis sekali,
"Terima kasih, Pak
Guru! Terima kasih, Pak Guru!"
Fata menikmati suara pisau
itu memotong daging dan tulang leher Mawar, menikmati senyuman Mawar yang
menandakan kepatuhannya, dan juga menikmati saat mata Mawar dipenuhi oleh
airmata kesakitan, kepedihan, rasa tidak rela...
"Terima kasih, Pak
Guru! Terima kasih, Pak Guru! Terima--"
...Saat suaranya tersumbat
oleh gumpalan darah yang membanjir dari lehernya. Hingga kepala Mawar putus dan
menggantung-gantung pada sisa lehernya seperti kantong daging menjijikkan.
Lalu tubuh Mawar rubuh ke
tanah, mati terhina.
---
14
Dua
Nama
"Selamat, Kak
Fata."
Si Kribo menoleh. Beberapa
yard di sebelah utara, di atas tumpukan puing Proto Merkavah yang menggunung
melebihi yang lain, berdiri dua sosok yang serupa manusia.
Sosok pertama adalah seorang
yang bila dilihat dari bentuk tubuhnya, adalah seorang pria. Namun itu sulit
dipastikan, karena dia mengenakan topeng berkilat-kilat yang berbentuk wajah
ambigu antara pria atau wanita. Si topeng itu diam saja.
"Kak Fata menang juga
yah."
Sosok kedua adalah seorang
wanita yang barusan berucap. Suara itu tenang namun menyimpan kekuatan, suara
familiar yang sebelumnya berkomunikasi pada Eophi lewat unit robot K-9. Tak
diragukan lagi, dialah yang sejak awal memanipulasi Eophi dan Mawar dari balik
layar.
Fata memicingkan mata.
Jantungnya berdebar namun di saat bersamaan seperti ada perasaan sejuk di
debaran jantung tersebut, saat melihat wanita itu. Wanita berambut putih gading
itu, sorot matanya seperti lautan mendayu-dayu, dan gaun ungu panjang yang
dikenakannya membuatnya terlihat bagaikan permaisuri.
"Kana."
"Iya, Kak. Aku Kana.
Sekarang udah ingat, kan?"
"Ya, aku inget,"
Fata menjawab getir, "Pas aku pertama kali ketemu kamu, kamu nggak punya
nama. Jadinya aku yang kasih kamu nama."
Suara Fata bergetar saat
mengucapkan nama itu,
"KANA. KAtastrofium
EterNA."
"Seratus buat
Kakak," Kana menjawab dengan tenang, lalu kembali menguji ingatan Fata,
"Dan planet Sol Shefra ini, sebelumnya belumlah berupa planet, namun
sebuah Tatar Realita yang berasal dari konstruksi spiritual seseorang."
"Ya."
"Jadi apa nama aslinya?
Apa nama kuno Tatar Realita ini, Kak?"
Fata menatap lekat-lekat
sosok bertopeng yang berdiri tegak di samping Kana. Lalu pemuda kribo menjawab
tegas, menandakan keyakinan.
"Hisaria."
---
[ROUND
5] Fatashura - Terima Kasih Mantap (Selesai)
wwhhwhw seru, pertarungannya boleh juga :D
ReplyDeletetapi ada beberapa komen sih
kok kayaknya si Fata ga konsisten nyebut aku-gue ya. di awal pake aku tapi di tengah jadi gahul.
"dibuatnya buta" kayaknya bisa dipersingkat jadi "dibutakannya"
Mendadak si pemuda Teknopath merasa magnum yang digenggamnya sangat nyaman. Familiar. Ketika itulah tubuh Si Kribo bagaikan bergerak sendiri. << deus ex machina?
ini kenapa ga dari awal aja ngeretas sistemnya? maksudnya napa begitu dah dipegang sama Michael baru bisa diretas?
overall gw suka ceritanya. background ceritanya menarik untuk diikuti, apalagi ada tragedi masa lalu yang, walau ketebak, ternyata jadi bumbu yang menarik :D
nilai: 8/10
Kii
Bongkrek.
ReplyDeleteSejujurnya seperti biasa saya sedikit banyak kurang mengerti mengenai teknis-teknis yang dijabarkan dalam entry ini. Karena itu saya membacanya menggunakan insting dan keyakinan, untuk menerima sensasi abstrak tanpa harus menyaringnya terlebih dahulu dengan akal sehat dan logika. Namun hal ini berujung pada banyaknya pertanyaan yang akhirnya saya lupa ketika selesai membaca. Tapi ada satu pertanyaan yang terus menyelip di benak saya seolah menolak lupa.
Kenapa Bu Mawar harus diberi kendali Proto Merkavah? Kalau alasannya karena Bu Mawar tidak faseh menggunakan teknologi, tidakkah hal itu juga berlaku untuk Eophi?
Ada begitu banyak istilah narasi dalam tingkatan neo-sibernetik. Namun entah karena ditandingi teknik pendeskripsian level Ashura, atau karena saya berserah sepenuhnya kepada insting dan keyakinan, sehingga saya bisa menikmatinya sampai akhir. Ibarat minum bir, bukan pahitnya yang kita rasakan, tapi mabuknya. Atau ibarat memadu kasih, bukan pengorbanannya yang kita titik beratkan, tapi perasaan bahagianya. Manusia bisa memilih, tapi bukankah pada akhirnya akan berakhir pada kesenangan itu? Yah tapi mungkin memang pendeskripsian level Ashura lah yang memainkan peran penting.
Terlepas dari perihal narasi, ada hal krusial lain yang perlu saya garisbawahi, yaitu cocoklogi masa lalu Mawar. Sekali lagi saya tekanka, cocoklogi yang dikenakan di sini bertaraf teknopath. Masih merupakan salah satu kemungkinan yang terpikirkan manusia fana, tapi tetap saja eksekusi yang diambil amat berani. Ibarat kata sebuah bangunan bergaya Victoria yang sudah hampir rampung 90%, tapi dikondisikan ulang mulai dari fondasi untuk mengubahkan jadi bergaya rumah gadang. Begitu brutal, kejam, pembunuhan karakter, namun petualangan seperti ini yang memacu adrenalin dalam tantangan.
Terlepas dari konsep besar cocokloginya, sebenarnya bagian itu cukup klise, namun kekliseannya diperkuat secara eksponensial menggunakan kekejian teknis yang ekstra lebay. Teknik alur maju mundur dengan penggantung jurang di tiap akhir bagian juga sukses membuat penasaran akan nasib Mawar di tiap kesempatannya. Meski agak tertebak, tapi jiwa-jiwa pemberontak ini akan terus menginginkannya tersaji secara hangat.
Poin terakhir yang ingin saya sampaikan adalah pertarungan klimatis antara Fata dan Mawar. Biarlah Eophi tewas sebagai alat. Ia akan mendapat tempatnya sendiri dalam entrynya sendiri. Namun di sini, saya bisa melihat keklimatisan itu, dan juga kematian yang terima kasih mantap.
Nah, sekian saja komentar yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat. Untuk penilaian akan diberikan nanti setelah saya membaca tuntas semua entry Proto Merkavah.
Nilai : 9
DeleteKarena saya baca semua entri Proto Merkavah berurutan sekali jalan, rasanya lebih enak kalo komen buat 3 entri ini saya satuin aja sekalian
ReplyDeletePertama dari entri Fata. Entah kenapa penulis di ronde ini mendadak gaya bahasanya berubah jadi serba teknis, yang mana buat saya nurunin kadar enjoymentnya meski garis besar plot masih bisa diikutin, tapi ada kesan kaku dan scripted, kurang luwes kayak spirit Fata biasanya. Sosok bu Mawar di sini entah kenapa jadi super angsty, dan kesannya kayak jadi forced villain, demi adanya musuh yang punya justifikasi buat dilawan. Tapi poin yang paling off buat saya jelas hubungan bu Mawar sama Fata - saya masih bisa nerima Kana, Relima, atau Renggo, tapi mindset saya selama baca susah nerima benang yang kayaknya dipaksain nyambung ini
Lanjut ke entri bu Mawar, saya malah dapet kesan fresh dari pembukaannya. Keliatannya penulis lebih leluasa kalau ngegarap narasi yang emang ngebanyol kayak gini, sayang kadarnya jadi berkurang begitu masuk ke pertarungan sebenernya, yang mana lebih ke tiga peserta ngurusin virus KANA ganti"an. Drawbacknya di sini ketiga peserta berasa terlalu setara, kayak interchangeable tiap karakter - atau mungkin ini kesan pribadi saya aja selama baca - dan konklusinya ga berasa begitu istimewa, kayak 'udah gitu aja, terus apa?'
Terakhir entri Eophi, yang meski paling panjang juga harus saya akui paling enak saya ikutin di antara 3 entri ini. Di sini semuanya beneran berasa fleshed out - dari Fata yang jadi kandidat Tuhan, bu Mawar yang ga sengaja bunuh Sunoto dan momen" sama Dracul, dan Eophi - yang di entrinya ini sendiri jadi keliatan lebih berkarakter ketimbang entri lain. Saya suka remark Eophi di berbagai situasi, dan gimana dia pihak yang sebenernya bisa dibilan netral dan biasa" aja dibanding bu Mawar sama Fata di sini, tapi justru itu daya tariknya. Semakin ke sini karakter Eophi bikin saya suka, dan penutupnya berhasil ngehook karena ngasih closure bagus buat dua peserta lain sekaligus juga ngasih alesan kenapa Eophi harus terus maju ke final
Karena sistemnya nilai, saya kasih berdasarkan favorit aja ya
Fata 7
Bu Mawar 8
Eophi 10
Yo... saya komen lagi di sini.
ReplyDeletepersonal comment, adalah saya baru ngeh 'entry berasa hakomari' itu ternyata yang begini. Twisted dark, beautiful dubious ending, itu bener-bener menyeramkan adegan matinya Mawar, serasa kembali mengulang kesan kuat ketika Fata mengencingin Meredy. Kalau asalah selera, karena saya penyuka angst, saya harus akui ini sesuai selera saya, I like this, hehehehe...
baiklah, sekarang komen di entry. Banyak bahasa teknis dan diksi melangit di sini, tapi entah kenapa, aku suka aja yang teknis2 begitu, yang susah-suah gitu, ada semacam ciri khas yang dipertahankan author yang menjadikannya beda dengan dua entry lainnya. Dan kurang ajarnya sih, itu diksi langitan dipadukan sama dialog Fata yang bangke banget, sunda banget pula (kalau di entry Eophi, ada dialek jatimnya loh), seolah permainan dua diksi ini emang diatur demikian, ibarat lukisan, saya melihat warna-warna treang gelap bertabrakan tapi tetap sesuai.
kalaupun ada yang kurang disini, saya nggak sreg dengan masa lalu Mawar yang dipaksakan berkait dengan Fata. Semacam ada justifikasi yang dipaksakan kalau pa yang dilakukan Fata adalah benar, mengingat Mawar punya masa lalu kelam dengan Fata.Seolah-olah ada semacam 'keegoisan' author dimana masa lalu OC dicaplok untuk memberikan pembelaan bagi Fata mengalahkan atau membunuh Mawar dengan indah. For that part... terasa kurang masuk akal bagiku, seolah author mengabaikan begitu saja karakterisasi OC Mawar, begitulah. Mungkin investasi penggambaran deskripsi mengapa Mawar jadi begitu, itu yang kurang, sehigga jadi kurang masuk akal. Tapi, pengambilan resiko Mawar jadi antagonis itu juga langkah yang berani, pak po, bikin entry ini terasa beda.
aku mau merenung duluuuuu... seblum memberikan nilai. Mlipir lagi setelah ada pencerahan.
regards,
Rakai A
OC Mima Shiki Reid
nilai saya:
DeleteFata: 8
Mawar: 8
Eophi: 9
wow, Fata wow....
ReplyDeleteTipu muslihat ala Hakomari kerasa banget, dimulai dari Fata yang mencoba untuk memanipulasi Eophi, yang berakhir bawah sebenarnya usaha itu malah me'reveal Bu Mawar yang begitu twisted.
Saya udah gak kaget ketika Om Po lagi-lagi mengobrak-abrik canon lawannya. Itu Bunda Mawar ternyata udah kenal Fata dari dulu, dan Mawar Kecil juga seorang sadist....
lalu-lalu-lalu... Fata lebih sadis lagi karena tega nge'mind break Mawar muda...
terus.... Bunda Mawar juga yang sudah membunuh suaminya sendiri, beserta para muridnya... semua itu demi kekuatan <>
Sampai kapan tikungan plot ini akan berlanjut!?
damn... twist ini menyiksaku.
XD
Ichsan Leonhart
OC : Sanelia Nur Fiani
Lupa nilai
Delete8 + 1 (karena banyak tikungan) XD
total 9
Fata
ReplyDeleteSaya mau langsung mention unsur paling menarik di dalam entri Fata ini adalah kepribadian Bu Mawar yang dijadiin belok sebelok-beloknya. Tebakan saya, mungkin Bu Mawar jadi seperti itu karena di entri Fata ini author lebih eksplor ke bagaimana Bu Mawar bisa punya kemampuan kegelapan.
Kedua, Eophi. Ya. Selain Jibriel, di sini ada Mikhael dan serius saya emang suka sama nama-nama malaikat dari berbagai sumber. Fungsinya pun mantap. Interaksi Eophi dan Fata disimpan di jalur yang pas dan peran Eophi ditutup juga dengan pas. Melihat kadar dark twisted di entri ini kental sekali menurut saya. Fata, survivor. Bu Mawar, dengan benang merah di masa lalunya. Dan Eophi, vessel yang bawa keduanya ke panggung akhir.
Lalu, battle dan narasi dan situasi Fata yang khas banget juga, ditambah pemenggalan yang pas sebelum partikel pemisah, berhasil saya nikmati.
Yep. Terakhir, sebagai pembaca dan author dari Eophi, saya bener-bener puas sama entri ini.
Bu Mawar
Pembukaannya super! Sampai seperempat bacaan saya enjoy dan fun banget bacanya. Karena setelah itu masuk bagian serius, dan itu pun dapet suspensenya. Keterangan apa itu K.A.N.A, sejarahnya, berhasil bertautan dan saya ikuti dengan nyaman berkat narasi yang ngalir.
Masuk ke karakter, karakter Bu Mawar di sini dimulai dari situasi yang bikin saya nanya-nanya, sebenernya topeng itu punya kekuatan apa dan ternyata difungsikan untuk kemunculan pertama asal-usul kekuatan gelap sang guru. Masuk ke battle di pertengahan, sampai final memperebutkan benda kunci itu, lalu pencabutan tangan bionik, sampai menerima keberadaan gelap sebagai penyeimbang, aslinya memang konklusi yang cocok buat Bu Mawar ke depannya.
Bangsa Myrd, wajib saya mention, berperan keren di sini dan itu juga yang jelas bikin saya seneng banget. Ezekiel… man. Eophi juga, lengkap dengan rombongannya, dijelaskan dengan baik.
Oke. Saya mau kutip kata-kata Mas Po, kalau entri Proto Merkavah beneran bikin puas. Yap. Saya beneran puas.
Oc: Eophi
Bu Mawar - Saya agak bingung sebenarnya dengan cerita ini karena saya mengertinya harus saling melawan antar peserta, di cerita ini malah lebih banyak porsi untuk melawan pihak lain yaitu K.A.N.A. dan kecil banget porsi battle antar pesertanya. Tapi ceritanya sangat fun dan menghibur, ringan juga sehingga saya mudah banget bacanya. Nilai 8
ReplyDeleteEophi - Cerita ini menurut saya paling bagus dengan ada kandidat tuhan lalu peperangan yang megah banget tapi sayangnya pertarungannya malah terasa hampa seperti tidak ada emosinya sama sekali. Nilai 7
Fata - Mungkin saya paling suka sama cerita ini. Battlenya intens, penuh twist dan rasanya gelap banget, sadis juga. Porsi pertarungan semua karakternya juga pas walaupun karakter Eophi pada akhinya dimatiin begitu saja. Nilai 10
Plus.
ReplyDelete-Encounter awal dengan Eophi, Fata nyebelin banget asli. Maen asal tendang hahaha. Adegan dikejar anjing robot kek di game kura-kura ninja cukup panjang, tapi ga masalah. Penggambaran settingnya ngeri, bagus banget ini daleman Pro merkavah.
-Kirain yang bakal dihadapi apaan, ternyata bu mawar yang berkhianat. Pengkhianatan bu mawar sangat nggak terduga. Sempet berpikir bahwa suara cewek itu adalah Ruu.
-Pertarungan sama Eophi jadi santapan pembuka. Meski terlihat habis-habisan tapi letaknya di cerita sangat pas, dan ketebak endingnya si fata seakan mati tapi nggak jadi. Kematian Eophi yang gitu aja termaafkan. Sebagai alat buat ngegambarin manipulatifnya Fata dan pemikirannya yang selangkah lebih depan juga sih.
-Pertarungan dengan bu mawar intens, strategi mateng saat menipu balik dengan menggunakan Eophi. Juga pas Fata lawan dia sendiri. Rangkaian flashback selang seling bikin arah pertarungan makin jelas, dan hubungan antar karakter Fata-Mawar kegali abis-abisan.
-Apaan ini ada adegan kaki bu mawar. ya Allah.
-Kana dan Hisaria di akhir ngasih hint gimana dunia BoR ini berhubungan dengan Fata
Minus.
-Bu Mawar ga muncul trait original di char sheetnya, tentu ini nggak terelakan karena masa lalunya dirombak.
-Belum ada pembenaran dari OC panitia mengenai hint2 yang udah dibangun sama Kana dan Hisaria mengenai canon, kesannya masih sepihak.
9/10
erm.. dari mana ya..
ReplyDeleteFata tetap belagu seperti biasa, tapi di beberapa bagian aku rasa dia bukan Fata .___."
narasinya sebagian kek agak kaku karena emang menjelaskan kejadian scene per scene, bener ga yah? menurutku sih..
bagian masa lalunya juga terasa dipaksakan demi keberlangsungan cerita di entri ini.. maksudku gini, semuanya kan seharusnya emang utk membangun plot, tapi itu kurang 'mulus' kalo pada dasarnya emang jelas-jelas 'ngebantu' banget tokoh utama di cerita ini..
dan seperti tulisan Sir Po lainnya, selalu memberikan porsi yang hampir berimbang ke karakter lainnya.. jadi lebih adil walau tujuan tulisannya jelas buat satu OC :D
segitu aja mungkin, plus aku suka banget interaksi Fata sama Eophi di awal, narasi dan percakapannya itu, hidup..
SEMBILAN dari SEPULUH
aye kasih ponten TUJUH
ReplyDeleteaye rada keder,,,eh,tapi kayak nye aye bukan rada keder lagi tapi emang beneran keder ngebaca narasi si kribo fataa,,,ngejelimet banget,,, mungkin temen aye buruh nyang di bagian mesin lebih ngarti baca soal begianian,,tapi aye kagak
eh tapi kalo kagak gitu di pikirin penjeleasan belibetnye sih ini tulisan jadi nye asik- asik aje,,,mantap gitu,,,paling hebring pas bagian duel ngelawan iblis maawar bacok- bacokan tembak- temabakan gitu ,,,
tapi cerita masa lalu nye bikin rada eneg gitu,,,ngggak tau deh kenape