18.11.15

[ROUND 5] MIMA SHIKI REID - THE QUONDAM OF MIMA REID




THE QUONDAM OF MIMA REID

;
;
Warning:
This story contains some gender, marriage, philosophical and psychological issues and mature content of swearing, violence /gore, nudity and sexual implicit. These aforementioned are not representing any harrasmentor so to the OC or person referenced/owned the OC, because this is merely a fiction.
Equilibrium, Mima, Jade Shiki, Weasel Reid, belong to Rakai Asaju / Beng Kay
;
;
Prolog
Weasel pulang dengan wajah sumpek, langkah gontai, ekspresinya bahkan terlihat lebih menyedihkan dari tentara yang kalah perang. Orlick mengiringi di belakangnya, langsung masuk ke kamanya dan membanting pintu. Wajah Philla terlihat cemot dengan eskrimnya yang ketiga, ia terlihat egois dengan mainan kastil merah jambu dipegangnya erat-erat, seolah itu benda paling berharga miliknya.
Jade tak perlu bertanya untuk mengetahui kalau rencana hari itu tak berjalan lancar. Jade sudah mendapat informasi kalau salah satu markas Catanaccio diledakkan seseorang pagi ini, tersangkanya mungkin kelompok saingan yang lama sentimen, tapi Jade tahu pelaku sebenarnya adalah Ayah dua anak yang barusan pulang makan malam ini. Nampaknya, kemampuan mengobrak-abrik markas gangster tak semudah menaklukkan dua anak berotak jenius dan super egois.   Philla langsung menjajah ruang keluarga, duduk di karpet dan membuka kardus mainannya dengan brutal, dan langsung sibuk sendiri. Orlick menyetel lagu rock cadas favoritnya keras-keras, seolah pertanda protes, sepertinya ia juga baru bertengkar dengan ayahnya. Sedangkan Weasel merebahkan diri di sofa ruang keluarga, menghela nafas lelah.
Jade sedikit bimbang untuk menyampaikan berita buruk. Ia sempat terpaku saja beberapa detik di belakang sofa yang diduduki Weasel. 
"Weasel." Akhirnya, Jade memanggil.
Weasel menoleh.
"Mima hilang."
Ada kebisuan sejenak antara Jade dan Weasel. Udara terasa berubah menyesakkan bagi kedua pria itu.
"Dia hilang?" Weasel berdiri. Mata hitamnya terlihat terkejut, menatap lurus Jade yang terpaku  bersalah.
"Dalam keadaan luka parah."
Semuanya harus dikatakan dengan jujur. Dia suaminya. Dia yang paling berhak tahu. Jade mengingatkan dirinya. Aneh sekali, bahkan setelah Mima delapan tahun menikah, Jade masih belum menerima kenyataan itu sepenuhnya.
Karena Mima sudah miliknya...
;
;
;
SECTION 1:
CONFLICT OF INTEREST
;
;
;
Jangan lakukan lebih jauh, kurang ajar. Ini tubuhku. Aku istri orang.
Pikirannya masih begitu jernih ketika mendengar suara kerikan pelan ketika pakaian dalamnya digunting, payudaranya terbebas menyentuh udara panas yang membelai dengan rasa sakit. Permukaan luka tikam yang melubangi pinggangnya basah oleh cairan, mereka membasuh lukanya dengan sesuatu yang terasa dingin bagai ribuan jarum es, menusuk-nusuk permukaan daging yang merekah di bagian dada dan pinggangnya.
Ia mengerang sekeras mungkin, tapi mereka hanya menjawab:
"Rileks, kami berusaha menolongmu." 
Tanpa ijin, mereka menggunting perban dan bagian celananya yang berlubang karena peluru, dan membetotnya ke bawah, memaparkan pahanya dengan memalukan, dimana luka tembak seperti lubang merah, basah menganga seperti bunga. Peluru Vulture masih bersarang di dalam, mungkin terpecah menjadi bagian-bagian kecil yang terbawa pembuluh darah. 
Mereka memperlakukannya dengan profesionalisme seorang dokter. Tapi perasannya berkata lain.
"Kami diminta Daniel untuk menyelamatkanmu. Jangan memberontak."
'Daniel'.
Suara Vulture menyeruak dalam benaknya, tawa maniaknya menggema kembali sejelas ia masih hidup. 
Kau juga masih sama denganku. Kita adalah senjata. Senjata yang terbaik adalah yang teruji.
Tidak. Jangan lakukan apapun padaku. Kumohon…
 "Anestesi." 
Mima menangis. Air mata kembali mengalir dari matanya, di balik kain lembab dingin itu. Mereka seolah memegang takdirnya.  Takdir yang penuh ketidakpastian...
Samuel, adalah yang pertamakali menghela nafas lega ketika cengkeraman tangan mengendur sepenuhnya, menyisakan pergerakan nafas diafragma yang nampak lemah, namun cukup stabil. Ia yang bertugas membersihkan luka dan menghentikan perdarahan. 
"Fhuh," Orang kedua, Han namanya, ikut menghela nafas lega. Peluh menetes pelan di pelipisnya. "Bahkan saat terluka parah pun ia masih bisa meronta. Wanita ini luar biasa."
"Ritme stabil. IV set. Ambil tandu, Lyca." Sam memerintahkan orang ketiga untuk segera mengambil tandu, dan mereka bertiga memposisikan tandu darurat agar lebih mudah untuk memindahkan pasien ke dalam ambulan. Dengan segera, mobil Rover warna hitam itu melaju membelah padang pasir, dengan membawa tambahan satu orang di dalamnya. Han langsung menyetir dengan kecepatan maksimal diiringi sirene, meskipun padang pasir itu sebenarnya bebas hambatan.
"Daniel sudah siap di kamar operasi," Lyca, lelaki rupawan berambut merah memberikan sebuah ponsel kepada Sam.
"Kami dalam perjalanan. Vitalnya cukup stabil, perdarahan sudah diatasi, hanya menjaga kemungkinan infeksi. Ya. Divine bandage itu bekerja dengan baik. Jadi, kau akan langsung melakukan operasi?"
Hanya beberapa kilometer dari tempat itu, seorang lelaki memasuki sebuah ruang operasi darurat dalam sebuah rumah sakit darurat. Ia masih berbicara dengan ponselnya yang dijepit antara pipi dan leher, sementara kedua tangannya menempelkan penampang otak di sebuah dinding berlampu.
"Ya, Sam. Aku menemukan diriku sangat tertarik pada Mrs. Reid."
"Apa rencanamu pada wanita ini?"
Daniel menyunggingkan senyum, "Orang yang kalian tolong adalah seorang mantan gunslinger, yang terunggul di generasinya." Lalu ia mengambil pulen dan menadai beberapa wilayah di penampang otak itu. "Hasil didikan dari sebuah panti asuhan yang menciptakan individu dengan kemampuan combat yang mengagumkan; Equilibrium orphanage di Bezkal, Callumnum, sebuah negara yang sudah menghilang di peta bumi karena konflik domestik.
"Tapi… karena terlalu lama hidup damai, menikah dan punya anak, dia jadi cengeng. Sering dihinggapi rasa bersalah dan takut mengambil keputusan. Aku hanya ingin membebaskannya dari rasa takut itu."
"Kau bisa minta seseorang melakukan hipnoterapi, bukan? Mengapa harus repot sampai membedah otaknya segala?"
Daniel tersenyum. "Karena aku ingin memperbaikinya langsung dari hardware-nya, Sam. Perbaikan itu akan jauh lebih bertahan daripada hanya sekedar sugesti atau hipnosis. Selain itu…"
"Selain itu?"
"Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia bertahan dalam turnamen ini."
-o0o-
Tamon Ruu bersandar di pinggiran kotak tepat tidurnya yang mirip peti mati, menghela nafas panjang. Dimas berdiri di depannya, menghadap citra-citra hologram yang terpantul di langit-langit. Ada enam citra yang menunjukkan kondisi masing-masing peserta, namun yang menjadi perhatian Dimas adalah monitoryang menunjukkan salah satu peserta yang diangkut ke rumah sakit darurat yang tiba-tiba berdiri di pinggiran oase padang pasir Orosh, dekat reruntuhan Despera, bekas Alforea berdiri.
Mereka menanganinya secara langsung, tidak disembuhkan dengan sihir penyembuh, kecuali penggunaan divine bandage untuk meutup luka dalam waktu cepat. Daniel mengirimkan satu tim medis yang menanganinya dengan cara konvensional ala bumi, dunia manusia tempat asalnya. Tak peduli kalau hal itu tidak praktis.
"Dia hidup, Tamon." Dimas berkata, meski ia tahu kalau Tamon Ruu juga sudah mengetahuinya. "Mima Shiki Reid berhasil bertahan hidup dalam Biolab."
"… dan juga lima peserta lainnya." Tamon melirih.
"Maaf, aku tak tahu kalau biolab itu adalah ulah Daniel," Dimas mengajukan permintaan maaf yang terlambat.
"Tak perlu meminta maaf, Dimas. Kakak kembarmu itu… memang kapitalisoportunis tingkat tinggi." Tamon bertopang dagu dengan wajah kesal, nada suaranya terdengar jengkel.
"Tadinya aku gembira karena ia bersedia menjadi sponsor Battle of Realms. Membantu menyediakan fasilitas dan layanan yang kita kesulitan untuk mengaksesnya. Aku tak mengira kalau ternyata dia mengambil keuntungan dengan meng-clone DNA para peserta dalam lab-nya sendiri, di bawah tanah wilayah Alforea pula. Rupanya dia masih berambisi menjadi broker tentara multi semesta, menciptakan tentara terkuat dari berbagai Realm, atau entah apa lagi maunya kali ini,"
Dimas menggaruk kepalanya, situasi ini terasa amat aneh ketika ia merasa harus menanggung beban merasa bersalah akibat ulah kakaknya sendiri. Tidak seperti Dimas, Daniel lahir tanpa memiliki kekuatan, kecuali otaknya yang jenius. Ternyata kejeniusan itu justru mengantarkannya menjadi ilmuwan yang membuatnya memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar.
Rupanya ia mulai dibutakan kekuasaan, sehingga ia juga mulai tamak, bermain dengan nyawa dan tubuh manusia…
Ketika Dimas masih melamunkan kakak kembarnya, Tamon Ruu masih mengomel dengan suara lirih, "Katakan pada Daniel, Dimas. Jangan ikut campur terlalu jauh. Terutama dalam kasus Mima Shiki Reid. Aku tak mau merusak hubunganku dengan Jade Shiki dan Mercenary, meskipun mereka hanya segelintir kolegaku dari bumi…"Suara Tamon Ruu terdengar gelisah.
Dimas tak ingin Tamon terus terbebani. "Kalau begitu akan kukatakan kepadanya." Sekaligus, ia merasa perlu menebus rasa bersalahnya akibat ulah Daniel.
Kemudian dalam sekejap mata, Dimas membuka portal dimensi dan menghilang dari pandangan Tamon.
-o0o-
Daniel keluar dari luar ruang operasi, melepas atribut pakaian bedahnya ke sebuah keranjang di sudut ruangan. Dalam hitungan detik, keranjang itu mengeluarkan suara berdesir halus, pertanda berlangsung sterilisasi otomatis. Ia mengganti bajunya dengan kaos dan celana kulit panjang berwarna merah gelap, yang sangat sesuai dengan rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan.  Samuel, jugamenyusulnya keluar dari ruang operasi, melakukan hal yang sama.
"Kira-kira berapa lama lagi dia akan sadar?" tanya Daniel.
"Kalau pakai aturan medis Earth Realm, paling cepat seminggu. Tapi ini Sol Shefra, ada divine bandage, teknologi canggih, dan ini adalah Rumah sakit Daniel yang tersohor.." (Sam tahu cara menyanjung tanpa kelihatan menjilat) "…kalau sore ini perkembangannya bagus, besok dia sudah bangun dengan badan bugar, seperti tak terjadi apa-apa."
"Bagus. Kalau Battle of Realms berhenti sampai sini, aku akan menawarinya lowongan pekerjaan yang lebih baik." Daniel melangkah keluar ruangan. "Dia sempurna sebagai seorang warrior,"
"Tidak semudah itu, Daniel," Pria berambut hitam dengan beberapa jumput semiran ungu di rambutnya itu tersenyum simpul, "pasti dia akan lebih memilih pulang ke rumahnya." Lanjut Sam.
Daniel melangkah menyusuri koridor, diiringi Sam di sebelahnya. Ia mampir ke loker ribadinya untuk mengambil gadget pribadi.
"Kau bakalan terkagum-kagum kalau mengetahui data yang kudapat, Sam." Daniel memberikan sebuah tablet kepada Sam.
"Ini data-data sepak terjangnya di Battle of Realms. Mrs. Reid menjalani babak prelim sebagai entrant yang diremehkan.Siapa dia? Manusia biasa. Kemampuannya? Standar. Kekuatan? Tidak ada. Motif? Berlibur."
Sam membaca sekilas catatan dalam tablet Daniel, yang menunjukkan rekaman catatanBoR, sisa-sisa peninggalan tim Hewanurma. "Sepertinya di ronde dua ia mulai menunjukkan taringnya, R.U.N."
"Resetting Unattempted Neurolink, kemampuan menahan rasa sakit, kemampuan memanipulasi tubuh tingkat tinggi. Seperti bentuk kesaktian yang ditunjukkan para rahib-rahib kuno India, Mima memiliki kemampuan mengontrol impuls syaraf tubuhnya. Kapan adrenalin harus melonjak, kapan rasa sakit harus ditolak. Bahkan mungkin, ia bisa menunjukkan potensi terpendam yang lebih kuat lagi.…tapi, kemampuan itu sepertinya terhambat. Kau tahu apa yang menghambatnya?" Daniel menatap Sam dengan mata tersenyum,
"Apa?"
"Coba baca catatanku di ronde dua,"
Mata Sam langsung menyisir permukaan layar tablet yang menunjukkan catatan pengamatan pribadi Daniel di ronde dua Mima. "…'gejala yang mengarah pada mode berserk, lonjakan aktivasi syaraf simpatis yang meningkat tinggi,yang tiba-tiba yang terlihat ketika melawan MUSE dan Frost. Amarah, tangisan, ada kesedihan yang sepertinya dipendam'."
"Aku melakukan cek silang. Tenyata memang di Earth Realm, ada data yang menunjukkan Mimasempat rutinberkonsultasi ke psikolog. Diagnosisnyadepresi dan Bipolar Disorder."
"Bipolar… naik turunnya emosi secara ekstrim?"
"Ya, karena itu ia banyak mengalami konflik batin setelah bertarung. Seperti sebuah ironi, keterampilannya sama seperti gunslinger kelas tinggi, cara berpikirnya mulai merambah ke level analis strategis setingkat tacticianhandal, tapi ia mudah sekali menangis, punya hati yang teramat polos dan naïf.Padahal, perasaan dan emosi adalah hal yang harus ditinggalkan pertamakali kalau kau menjadi seorang petarung. Padahal, dari data yang kudapat, seharusnya seorang Equilibriumsurvivoritu berada dalam keadaan blank. Kosong seperti kertas."
"Lulusan Equilibrium seharusnya tidak memiliki emosi?" Sam mengerutkan kening. "Itu umum terjadi, bukan? Para pembunuh dididik sedemikian rupa agar tak merasakan apapun, namun Mima menunjukkan fluktuasi emosi yang dinamis."
"Bukan, bukan begitu, Sam. Para lulusan Equilbrium itu tetap memiliki emosi, tetapi bedanya, Equilibrium survivortidak punya preferensi akan sesuatu." Daniel melambatkan suaranya di kalimat terakhir.
"Mereka benar-benar netral dan apa adanya dalam melihat sesuatu. Mereka tidak punya punya rasa suka atau rasa tidak suka.Artinya, mereka dididik untuk mengutamakan logika dan analisis daripada perasaan. Sementara manusia biasa pada umumnya membuat keputusan dan menilai sesuatu karena dipengaruhi enam emosi dasar. Equilibrium survivor bisa merasakan emosi, tapi mengetahui dan mengendalikannya, dan menggunakan otak analisisnya secara lebih dominan. Artinya; tentara super yang mampu menganalisa secara akurat, antisipatif, cerdas, tapi bukan robot. Mereka masih bisa berempati dan bersimpati, tapi memasukkan itu sebagai pertimbangan mengambil keputusan. Mereka akan susah untuk dijilat atau diperdaya. Bukankah itu luar biasa? Aku sungguh penasaran, pola pengasuhan macam apa yang diterapkan di panti asuhan itu."
Prajurit yang unggul seharusnya tak memiliki kesukaan atau ketidaksukaan.
Daniel berhenti di depan jendela koridor rumah sakit pribadinya. Fasilitas ini dibangun secara darurat ketika Dimas menghancurkan permukaan. Fungsi utamanya memang menolong korban selamat dari reruntuhan Alforea, tapi setelah masa evakuasi lewat, Daniel mengalihkan fungsinya sebagai markas dan untuk menampung sisa-sisa peserta Battle of Realms.
"Kesukaan atau kebencian terhadap sesuatu bisa melunturkan objektivitas, jugamembuatmu mudah terluka secara psikologis. Itulah yang menghambat Mima Shiki Reid." Daniel menatap keluar. Hanya ada padang pasir menghampar dan sisa-sisa reruntuhan yang dahulunya bernama Despera, ibu kota Alforea.
"Mima dihantui oleh rasa takut terhadap dirinya sendiri, kondisi keluarganya, dan masa depan… itulah yang menghambatnya menjadi petarung yang tangguh. Ia telah memiliki rasa takut akibat terikat pada sesuatu."
Sesuatu yang disebut 'keluarga', 'rumah', dan 'cinta'.
Sam mengangguk-angguk. "Sekarang aku tahu mengapa kau membedah otaknya untuk menyegel rasa takutnya. Kau melakukannya langsung ke otaknya, ke hardware-nya."
Daniel melanjutkan dengan padangan mata menerawang.
"Kukira aku bisa menciptakan klon sempurna dari Mima dengan mengeliminasi emosi Vulture. Kubuat ia menjadi berserker, tak memiliki emosi, dan psikopat. Ternyata aku keliru. Vulture masih kalah dari Mima, yang bahkan memiliki bipolar disorder. Analisisku, pengalaman menjadi ibu rumah tangga itu yang membuat Mima menang. Ibu-ibu rumah tangga itu monster. Mereka melakukan kerja sebagai konselor, manajer, pembantu rumah tangga, dan sebagainya… masih banyak hal yang tersembunyi dari wanita itu, Mrs. Reid."
"Wanita memang rumit, juga sulit dimengerti. Bukankah begitu?" Sam hanya mengangkat bahu, mencoba menyimpulkan dengan sederhana.
"Seorang pendaki gunung bisa berhenti mendaki karena teringat kehangatan rumahnya. Demikian juga,seorang tentara bisa bimbang dalam berperang kalau ia masih memikirkan orang lain di rumahnya…" Ia berhenti sejenak. Lalu berbalik menghadap Sam.
"Kalau kau berperang, kau hanya boleh fokus pada lawan dan tujuanmu. Jangan pikirkan kalau kau sebenarnya seorang ibu yang penuh kasih sayang, atau lawanmu juga seorang anakdari seseorang. Ini adalah filosofi dasar disiplin jiwa prajurit. Tempatkan pikiranmu di tempat yang benar. Saat berperang, jadilah seganas harimau. Saat di rumah, jadilah selembut beledu. Jangan pikirkan apapun, termasuk rasa takutmu sendiri.  Itulah kriteria prajurit tangguh." Daniel beretorika, seolah mengucapkan pepatah bijak kuno. 
"Mima Shiki Reid telah melupakan hal itu,"
Lawan bicaranya hanya mengangguk-angguk.
"Jadi, pada intinya kau hanya mengembalikan kondisi psikologis Mima sama seperti saat ia masih muda, sebelum menikah dan punya anak," Sam menyimpulkan.
Daniel mengangguk. "Ya. Pada dasarnya yang kita lakukan hanyalah… mengembalikan ia menjadi tangguh sebagaimana ia sebenarnya. Dan itu kulakukan tanpa menghapus ingatannya. Aku jenius, bukan?"
Sam mendengus, kadang-kadang bosnya bisa arogan dan menuntut untuk dipuji, tapi kejeniusannya memang fakta. Sam telah cukup lama mengabdi sebagai kru medis Daniel, bersama Han dan Lyca.
Ilmu pengetahuan adalah senjata, Daniel tahu cara menggunakannya….
Tiba-tiba senyum Daniel menghilang. Seorang lelaki, muncul tiba-tiba di hadapannya, tepat di belakang Sam, muncul dar portal dimensi. Mengenakan jubah hitam yang panjangnya hampir setumit. Pakaiannya serba hitam, kontras dengan kulit pucat wajahnya yang tampan.Matanya berwarna cokelat terang mirip mata Daniel, namun rambutnya hitam legam. Ia sangat mirip dengan Daniel, hanya warna rambutnya yang berbeda.
"Daniel," Lelaki itu menyapa dingin, membuat Sam buru-buru menyingkir ke pinggir.
"Oh, hai, Dimas." Daniel menyapa adiknya seolah-olah mereka janji makan siang.
Dimas berteriak keras, dan Daniel langsung terpental jatuh ke belakang, tubuhnya menabrak tembok,jatuh melorot bersandar di bawah.
"Daniel!" Sam berteriak menolong.
"Ah… kenapa kau tak bisa sopan sedikit, kita 'kan lama tak bertemu.…"Daniel meringis kesakitan.
"Kurang ajar! Aku tak tahu kalau kau juga ikut campur sampai sejauh ini!" Dimas Pamungkas menuding kakak kembarnya dengan mata penuh amarah.
"Ka-kalau kau mau bertarung, setidaknya tunggu sampai kupakai jubah Punchman-ku dulu," Daniel bangkit susah payah, dibantu Sam"…aku 'kan tidak punya kekuatan sepertimu?!"
"KAU TELAH MENGKLONING PESERTA TANPA IJIN!" Dimas berteriak menuduh.
"Aku mensponsori pertandingan ini tidak dengan gratis, Dimas. Aku juga butuh mengambil keuntungan." Daniel berkilah, sambil berusaha berdiri tegak menyandar tembok.
"…dengan cara mengambil DNA peserta seenaknya, lalu menduplikasi mereka untuk kepentinganmu sendiri!? Kau diam-diam mendirikan Biolab di bawah Alforea, lalu menjalankan proyek genetikmu untuk menciptakan tentara-tentara terkuat, yang bakal kau jual antar dimensi!" Dimas melanjutkan vonisnya, wajahnya tampannya memerah hingga urat keningnya keluar.
Daniel menggeram pelan, ekspresi wajahnya berubah serius. "Rencanaku tidak semulus itu, Dimas, clone-clone itu berkembang di luar rencana. Lagipula, gara-gara kau aku rugi besar. Setelah Alforea kau hancurkan, Biolab-ku di bawah tanah ikut terkena dampaknya. Ketika aku mencoba optimis dengan menjalankan plan B dengan melakukan eksperimen 'survival for the fittest', BlackZ malah melemparkan para peserta ke dalam reruntuhan Biolab-ku. Sekarang, beberapa Biolab-ku hancur total akibat ulah peserta."Tapi mereka menjadi asetku yang baru.Daniel melanjutkan dalam hati.
"Mima Shiki Reid.  Dia penting bagi Tamon Ruu. Jangan macam-macam dengannya." Ancam Dimas.
"Huh, justru Tamon yang harus berterimkasih. Aku sudah modifikasi dia agar lebih kuat," Daniel menyunggingkan senyum kemenangan. "Aku tahu kalau sejak awal, dia adalah agen yang dikirimkan Tamon Ruu untuk memenangkan pertandingan."
Dimas terperanjat. "Da-darimana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu, informanku bertebaran dimana-mana." Daniel menyunggingkan senyum arogan. "Kalau koneksi dengan tentara bayaran dari Earth, sih… gampang."
"Kau… kau juga tahu tentang Mercenary?"
"Tentu saja, Dimas. Karena aku jauh lebih pintar darimu. Tidak seperti kau yang hanya melihat satu hal saja; bagaimana mengabdi dengan buta kepada Yang Mulia Tamon Ruusyana," sindir Daniel.
"DIAM!"
"Sampaikan pada Tamon Ruu. Aku tahu kalau dia menyusupkan agen Mercenary sebagai salah satu peserta. Tapi jangan khawatir, aku takkan menganggu rencana kalian. Mima Shiki Reid sudah kubuat lebih kuat, tetap dengan cangkang rapuhya sebagai manusia. Kalian bisa tenang melihatnya berjuang mendapatkan Emulator itu." Daniel membalas.
Dimas mundur beberapa langkah, "Kuharap kau memegang kata-katamu, Daniel. Jangan ikut campur terlalu jauh, tahu diri dengan posisimu."
"Yang tahu diri seharusnya kalian, panitia gagal." Daniel tersenyum, melemparkan senyum sinis. "Sepertinya Para Dewa BoR, Elite Four, juga punya maksud tersendiridengan pertandingan ini. Aku sudah bertemu dengan BlackZ, dia jelas-jelas menyatakan kalau Elite Four menginginkan sesuatu yang diperebutkan dalam Battle of Realms."
Dimas terkesiap. Elite Four adalah empat entitas yang disebut-sebut pernah menyelenggarakan pertandingan antar semesta macam Battle of Realms, salah satunya adalah sosok hitam yang muncul di hadapan para peserta di server Amatsu, BlackZ.
"A-apa..?"
"Kau tak tahu, ya? Rupanya Tamon merahasiakannya darimu," Daniel tersenyum meremehkan. "Aku bahkan sudah berbicara dengan salah satu dari Elite Four. Mungkin saja, selagi kau di sini, Nekoman atau BlackZ atau entahlah siapa, sedang menuju tempatmu dan Tamon bersembunyi…"
Dimas terhenyak. Ia langsung memanggil sebuah lorong teleport dan menghilang, melompat kembali ke Realm dimana Tamon berada, meninggalkan Daniel yang masih susah payah berdiri.
"Banyak sekali pihak yang ikut campur, pertandingan ini benar-benar chaos…"Sam mendesah.
Tamon Ruu sebagai panitia, Dimas sebagai peretas, Daniel sebagai sponsor, Mercenary sebagai outsource, dan Elite Four sebagai penyabot… 
-o0o-
Dimas baru saja menjejakkan kakinya di tempat Tamon, ketika Tamon menjerit keras dengan tiba-tiba. "DIMAS! AWAS!"
Dimas terpental jauh ke belakang. Seorang lelaki bertopeng kucing yang menyerangnya dengan kepalan tangan yang teak mengenai dada Dimas. Tubuh Dimas terlempar melewati jalinan kabel dan menabrak tembok, menciptakankorsleting dan kerusakan di beberapa jalinan kabel, hingga memercikkan bunga-bunga api.
Satu serangan telak itu itu langsung melumpuhkan Dimas, yang kini jatuh telungkup di dasar lantai.
Tamon menatap pria bertopeng kucingitu, geram.
"Kau hanya meminjam lisensiku mengadakan Battle of Realms, Tamon Ruusyana," sahut si Topeng Kucing. Suaranya terdengar cempreng dan menyebalkan, tapi tak mengurangi kadar bahaya yang terpancar dari kehadirannya. Tamon bisa membayangkan senyum licik tersungging di balik topeng kucing itu.
"Mengapa, Nekoman?" Tamon Ruu menatap tajam lawan bicaranya. "kau sudah memiliki harta McGuffin, mengapa kau juga menginginkan Kotak Laplace? Bahkan sampai menyabot pertandingan ini. Temanmu, BlackZ sudah menewaskan sebagian peserta di Amatsu, lalu melempar mereka ke biolab Daniel."
"Aku memang sudah mendapatkan harta McGuffin," Nekoman menjawab. "Tapi harta itu menunjukkan ke harta lainnya, yang disebut dengan Golden Realm. Dan kunci mendapatkannya adalah melalui kotak Laplace, hadiah utama yang kau berikan dalam Battle of Realms ini."
"Kau tamak, Nekoman." Tamon menatapnya penuh kebencian. "Dahagamu tak akan pernah terpuaskan!"
"Apa bedanya dengan kau, Tamon?" Nekoman bertanya. "Kau mengadakan Battle of Realms, meminjam konsep ide pertarungan multisemesta yang kubuat. Padahal sesungguhnya kau tak berniat memberikan Emulator itu pada siapapun. Aku mendapat informasi kalau kau menyewa beberapa agen untuk memenangkan Emulator itu untuk kepentinganmu sendiri!" Tuduh Nekoman.
Tamon terkejut. Dia tahu..?
"Meskipun aku belum tahu siapa saja orangnya,  aku juga diam-diam menyabot pertandingan ini. Aku menyusupkan beberapa penyusup, pembunuh,juga entitas non petarung agar pertarunganmu ini kacau!Aku mengganggu para peserta yang berhati mulia, agar mereka bimbang, berhenti bahkan gagal! Bahkan aku juga meng-hack beberapa server Alforea yang kau kira aman, sehingga Hewanurma kalang kabut menangani pertandingan ini!"
"Ternyata semua ini ulahmu, Nekoman!" Tamon menggeram penuh kebencian. "Jadi, kau yang meng-hack server, merusak RNG, dan membuat sebagian para peserta berhenti di tengah jalan tanpa pemberitahuan!"
"Kuakui, agak sulit menembus Amatsu ketika Dimas berhasil men-clean up Alforea. Tapi BlackZ menjalankan tugasnya dengan baik. Sekarang, mana emulator itu?"
"Tidak bisa kau dapat. Karena memang belum dibuat." Kali ini, Tamon menyunggingkan senyum kemenangan di wajah pucatnya.
"Omong kosong!"
"Emulator itu hanya bisa didapat setelah pertandingan selesai, demikian perjanjiannya." Tamon memejamkan mata, mengenang sosok administratornya yang setia. Aku harus berterimakasih pada Hewanurma… pengorbananmu tak sia-sia.
"Sialan!" Nekoman mengumpat. "Jadi pertandingan merepotkan ini harus tetap berlangsung?!"
"Tentu saja! Segel Kotak Laplace hanya bisa dibuka oleh orang yang memenangkan Battle of Realms. Sudah di-setting demikian oleh Hewanurma!"
"Aku akan me-reset-nya kembali!" Ancam Nekoman.
"Tidak bisa. Hewanurma telah tewas, dan hanya dia yang bisa me-resetpassword-nya kembali. Hanya pemenang Battle of Realms yang bisa membuka kotak itu, entah kotak itu dijaga olehku atau tidak. Tidak ada pilihan lain, pertandingan ini harus berlanjut, atau… kau takkan mendapatkan apapun!"
Nekoman diam sejenak, seperti berpikir.
"Huh, merepotkan…kalau begitu,sesuai permintaanmu, akan kulanjutkan pertandingan ini, Rusyana. Bahkan, aku akan memandunya dengan cara jauh lebih menarik. Kau diam saja di sini dan saksikan, bagaimana para peserta ini saling membunuh!"
Nekoman melambaikan tangan seolah mengucapkan salam perpisahan, dan sosoknya langsung menghilang.
Tamon menghela nafas pelan. Menjaga Kotak Laplace begitu sulit…. semoga yang memenangkan Battle of Realms itu bukan orang yang memiliki maksud jelek dengan Emulator. Emulator itu terlalu berbahaya bila jatuh ke tangan orang yang salah….
Dimas berdiri tertatih mendekatinya.
"Sialan. Kekuatanku sudah terkuras ketika berpindah ke tempat Daniel tadi,"
"Kau mendengarnya, Dimas?"
"Ya."
Tamon bersimpuh, wajahnya semakin pucat, ia mendesis pelan dengan nada lelah. "Hal yang paling kutakutkan adalah Kotak Laplace itu jatuh ke tangan yang salah. Pengorbanan Hewanurma akan sia-sia, dan bencana besar multidimensi bisa benar-benar terjadi..."
"Kalau kita bisa membantu Mima atau kontestan lain yang tak memiliki maksud jelek dengan kotak Laplace…"
Tamon termangu sejenak.
"Kau benar…" Secercah harapan muncul di mata Tamon. "Aku akan menghubungi Jade."
;
;
;
                                                           SECTION 2:               
A CALL OF DUTY




;
;
;
Dua hari.
Dua hari yang bagaikan neraka.
Entah berapa kali Jade mencoba menghubungi Tamon atau siapapun kenalannnya di beberapa Realm berbeda. Kalaupun gagal, ia menyibukkan diri dengan melakukan beberapa pekerjaan administrative, atau mengecek apakah Orb sudah mulai bisa digunakan atau belum. Lalu ia juga mengontak beberapa sumbernya di beberapa negara untuk membicarakan kemungkinan mencari portal untuk menerobos dimensi. Kadangkala, ia keluar dari kamar dan merokok di balkon luar.
Sedangkan Weasel menunjukkan reaksi yang sedikit berbeda. Sebagaimana yang biasa dilakukan ritual sukunya, Weasel memutuskan untuk menenangkan diri, menahan diri mengurangi makan dan minum hingga ada kabar pasti tentang Mima. Ia mencukur bersih jenggotnya, dan mencoba mengendalikan diri dengan menghabiskan waktu bersama Philla dan Orlick. Philla mogok sekolah, rewel luar biasa, terus menerus menempel pada Weasel dan kadang menangis mencari mama-nya. Weasel mengerahkan segala cara untuk meladeni Philla, mulai dari bermain boneka, mendongeng, sampai mengajaknya jalan-jalan di taman, tak peduli pikirannya teramat galau. Orlick hanya mengurung diri di kamar, ketika Weasel atau Jade melihat, Orlick sedang menggelamkan diri dalam tumpukan buku, lengkap dengan headphone yang sepertinya disetel maksimal volumenya.  Weasel terpaksa mengijinkan Orlick untuk memakan makan malamnya di kamar.
Lefty, sekretaris Jade, sengaja didatangkan langsung dari markas Mercenary untuk membantu mereka mengurusi segala keribetan pekerjaan rumah tangga. Wanita bertato itu melakukannya dengan senang hati, memaklumi musibah yang sedang dialami keluarga itu.
Suasana apartemen yang damai itu berubah penuh rasa frustrasi. Bukan karena mereka kadang-kadang saling berteriak atau membentak, tetapi justru karena mereka semua menahan diri, berusaha menganggap semuanya baik-baik saja, meskipun satu anggota keluarga menghilang tanpa kabar.
Orlick tampak tertekan, ia mengetahui ada sesuatu yang terjadi, namun ia lebih banyak diam. Ketika Weasel menjemputnya pulang sekolah, Orlick melapor kepada ayahnya.
"Aku lolos."
"Oh? Berita bagus."
"Kau tahu aku lolos apa, daddy?"
"Tim Olimpiade matematika junior?"
"Ya. Tapi aku tak terlalu gembira," Orlick lalu membuang muka, menatap jalanan.
"Mom tak ada."
Kalau ada Mama, dia akan melonjak kegirangan, memelukku, dan merayakannya dengan makan di luar atau memasak masakan spesial… Orlick menyesalkan mengapa ayahnya terlalu pendiam.
"Orlick," Weasel memanggil. Ia ingin mengetahui sesuatu. "Kau ingat waktu aku pulang dalam keadaan terluka? Waktu … daddy hilang kontak selama beberapa minggu," Weasel memang pernah beberapa kali menghilang tanpa kabar, dan sekali waktu, ia pernah kehilangan kontak selama tiga minggu tanpa kabar, dan kembali dalam keadaan luka parah. Setelah dua minggu menginap di rumah sakit, ia harus beristirahat di rumah selama satu bulan berikutnya.  "Waktu itu kau masih kecil, mungkin sekitar lima tahun."
Orlick mengangguk. "Ya, aku ingat."
"Waktu itu, apa yang dikatakan mama-mu ketika menunggu daddy pulang?"
Orlick diam sejenak.
"Mama bilang, jangan khawatir, daddy pasti pulang." Jawab Orlick. "… kalaupun daddy tidak pulang, mungkin kita akan bersedih sebentar, tapi Mama bisa menjadi daddy, menggantikan posisi daddy. Tidak ada yang harus dikhawatirkan."
Weasel termenung. Mima memang manusia super. Semua ibu itu manusia super.
"Tapi, mama bohong. Sebenarnya dia yang paling sedih, menangis diam-diam di kamarnya."
Weasel tak tahan untuk membelai kepala Orlick dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain masih memegang kemudi. Rupanya seperti ini perasaan kalian pada saat itu,sengsaranya ketika menungguku pulang…
"Daddy, apakah daddy akan menyusul mama?"
Weasel kaget dengan pertanyaan yang terlontar oleh Philla yang duduk di bangku belakang.
"Kenapa, Philla?"
"Aku kangen."
Weasel tak tahu bagaimana harus menjawab.
"Aku tidak apa-apa kok, kalau kaumau pergi," Orlick menimpali. "Philla bisa kujaga. Kata mama, selama daddy pergi, aku satu-satunya lelaki yang harus menjaga rumah. Yah, meskipun masih ada paman Jade. Tapi takkan kubiarkan Paman Jade merokok sembarangan, atau bangun siang-siang."
Weasel termenung sejenak. Tiba-tiba ia merasa lebih pengecut daripada Orlick. Mereka memarkir mobil dan naik lift dengan perasaan lambat, karena dalam perjalanan Weasel terus menerus berpikir.
Orlick lebih paham bagaimana mengambil keputusan yang benar dalam situasi seperti ini. Yang harus kukagumilebih lagi  adalah cara Mima mendidiknya selama aku pergi…
NamunJade dan Lefty menyambutnya dngan wajah serius ketika mereka tiba.  Jade mengenakan kemeja putihnya yang biasa diunakan untuk bertemu klien. Ia berdiri tegak dengan kedua tangan dilipat di depan dada memunjukkan ekspresi wajah seolah-olah mereka akan melakukan briefing untuk misi. Lefty, langsung mengajak anak-anak berbincang, mengalihkan perhatian mereka, membiarkan Jade dan Weasel berbicara empat mata.  
"Weasel, kita harus bicara."
Dan di dalam kamar pribadi Jade, keduanya duduk berhadapan.
"Tamon Ruu, Hewanurma, dan para panitia Battle of Realms, mereka benar-benar buta akan kondisi medan dan ancaman di sekelilingnya," Jade memulai dengan opini yang bagi Weasel, terdengar sebagai sebuah analisis.
"Ada resiko besar dari mengundang banyak peserta dari berbagai Realm dan dimensi. Akan ada banyak motif dan kepentingan yang campur aduk, dan tak semuanya bermain dengan jujur. Aku baru saja mendapat informasi kalau keputusan Dimas untuk menghancurkan benua Alforea adalah untuk memastikan keamanan penduduk asli dan Emulator, dan juga untuk mencegah beberapa pihak yang ingin mengambil keuntungan dari Battle of Realms."
Weasel duduk diam dengan teguh, mendengarkan. Jade paham, bahwa Weasel di hadapannya adalah Weasel yang berbeda.
Default mode saatbekerja harus berbeda dengan saat menjadi ayah atau suami.
"Ada satu pihak yang menginginkan Emulator itu--yang dikodekan dengan nama 'Kotak Laplace'.Sebut saja, kelompok ini adalah kelompok Nekoman. Pihak ini yang paling dihindari Tamon untuk mendapatkan Kotak Laplace. Dari informasi kondisi terkini, Battle of Realms telah dibajak oleh kelompok ini."
Weasel menahan nafas samar. Emulator yang dikatakan ingin mengabulkan segala keinginan. Dan keinginan Mima adalah menghapus Equilibrium…
"Daniel yang kita ketahui disebutkan namanya dalam Biolab tempat Mima terjebak, adalah seorang kontraktor sekaligus ilmuwan jenius yang menjadi sponsor Battle of Realms; dia mengambil keuntungan sebagai sponsor dengan mengambil DNA peserta untuk dijadikan clone dan dijual; termasuk DNA Mima. Namun rencananya gagal karena Dimas menghancurkan Alforea, dan karena aku menggunakan node berhululedak untuk menghancurkan satu Biolab-nya. Namun, belum tentu rahasia data Equilibrium sudah aman," Jade mengambil jeda sejenak.
"Mima juga masih hidup,"
Weasel menegakkan badan, sinar matanya berubah. "Bagaimana keadaannya?"
"Mima berada di fasilitas milik Daniel. Tamon hanya bisa memberi sedikit informasi.Tapi yang jelas, Mima tetap direncanakan mengikuti babak selanjutnya."
"Ia ditawan?"
"Tidak persis seperti itu. Tamon hanya mengatakan kalau Daniel melakukan 'sedikit modifikasi' otak terhadapnya, membuatnya lebih kuat dari sebelumnya."
Rasa dingin tiba-tiba membekukan tengkuk Weasel.
"Battle of Realms masih akan berlanjut, kali ini di bawah kendali pihak Nekoman. Mima masih akan mengikutinya karena permintaan Tamon dan Daniel, dan juga karena ia telah menandatangani kontrak dengan Hewanurma, sang administrator." Jade berhenti sejenak, mengambil sesuatu dari dasar lemari pakaiannya.
"Nah, sekarang kita bicarakan misimu."
Weasel menarik nafas, bahunya menegak, air mukanya berubah. Sinar matanya juga.
"Tamon meminta leverage."
Jade menahan nafas. Weasel yang marah dan mengumpat, itu adalah default mode-nya sebagai seorang pria berkeluarga. Tapi Weasel yang bersiap untuk perang, mirip seperti iblis yang pendiam. Kalau Weseal menunjukkan eskpresi diam mematung seperti ini, dengan tubuh yang tampak menegak, dan sinar mata yang menusuk… Jade bisa membayangkan dengan jelas pemandangan para Indian Sioux zaman dahulu yang menggorok leher lawan lalu menguliti rambut kepalanya; niscaya Weasel juga bisa melakukannya dalam kondisi seperti ini.
Raid Weasel, a bad omen of Sioux…
Weasel Reid, wakilnya, suami adiknya, berdarah murniIndian Sioux yang dikenal dengan keberaniannya. Ketika lahir ke dunia, ia tidak menangis, dan hal itu dianggap di luar kewajaran sehingga nasibnya diramalkan buruk. Namun, seorang dukun Sioux memberkatinya dengan memberikan nama mimpi buruk itu sendiri, meminjam nama makhluk yang dianggap pertanda hadirnya siluman dan kesialan. Musang yang mengamuk. Raid Weasel, yang kemudian menjadi Weasel Reid. Ketika si Musang tumbuh besar, ia memang menjadi pertanda buruk bagi semua musuh yang ditemuinya. Handal dalam pertempuran darat, unggul dalam memegang senjata berat dan peledak, Weasel ditakuti oleh siapapun di Navy, kecuali Jade. Hanya Jade yang bisa memahami dan mengerti bagaimana lahir dalam kelompok minoritas; karena Jade juga sama seperti dirinya. 
Sepuluh tahun lalu, sebuah konflik politik berat membuat kedua orang itu memutuskan keluar dari militer, dan menjajakan kemampuan militer mereka sebagai tentara bayaran. Jade yang lebih tua dan cerdas, memegang tampuk pimpinan Mercenary; dan menjadikan Weasel wakilnya. Setelah merekrut orang-orang terpilih, ditambah kelihaiannya berdiplomasi dan mengatur siasat, lambat laun nama Mercenary mulai dikenal dalam bayangan konspirasi politik internasional. Mercenary adalah sekelompok tentara bayaran yang berjasa membantu kemenangan pihak yang menyewanya, tanpa harus dikenal atau menuai popularitas untuk itu. Mereka bekerja di balik bayangan.
Ada maknanya mengapa diam-diam, Jade lebih suka menyebut Weasel sebagai youkai; iblis yang meminjam wujud cerpelai. Karena di medan perang, Weasel berubah total.
"Aku memerintahkanmu untuk pergi," Jade meletakkan sebuah buntalan kain hitam di meja, dan membukanya dengan khidmat bagaikan membuka sebuah benda wasiat kuno, yang tampaknya telah begitu lama disimpan.
"Dampingi dia, lindungi dia…"
Runner and demon…
Sepasang pistol. Yang satu berwarna hitam dan gahar; yang lain berwarna perak, terlihat ramping dan feminim. Sig-Sauer P266 dan CZ73 termodifikasi,dengan permukaan yang terdapat beberapa goresan, seperti telah melewati banyak peperangan.
"… dan kembalikan benda ini kepadanya,"
Sibling handgun. Pistol Adik-Kakak.
Weasel tahu, kedua pistol itu milik siapa.
Konon, kedua pistol itu pemberian sang Profesor, yang mengasuh dan mendidik mereka menjadi seorang Equilibrium survivor. Mima menitipkannya kepada Jade untuk disimpan, ketika ia memutuskan untuk menikah. Dua pistol itu pernah diacungkan ke arah Weasel oleh Mima muda, melukainya di beberapa tempat, sebelum akhirnya Mima kalah dan takluk kepadanya.
Mungkin kalian berdua memang ditakdirkan bersama.
Jade menggeser kedua pistol itu di meja, lebih dekat ke arah Weasel, seolah memberikan sebuah benda berharga. Matanya menerawang jauh, membayangkan satu impiannya yang sempat lama menggantung-gantung di awang-awang. 
Melihat kalian berdua bekerjasama dalam pertempuran adalah impianku.
Meskipun medan peperangan penuh ketidakpastian akan menyambut Weasel dan Mima, anehnya, Jade merasa bahagia karena akhirnya menerima satu kenyataan.
Kalian berdua memang jodoh. 
-o0o-
Dor. Dor. Dor.
 Itu Sasaran latihan tembaknya saat ini hanyalah sebuah pancang kayu yang dikat secarik kain, namun pancang itu langsung penuh lubang tanpa ada satu peluru pun meleset. Sudah Sepuluh kali tembakan. Mima memasukkannnya kembali ke belakang pinggang, lalu mengmbil dengan tangan kiri satu pistol yang lain, sembari tangan kanannya mengambil magasin, mengganti magasin, menarik kunci, membidik dan menembak lagi. Pancang kayu menjadi sasaran lagi.
Mereka mengambil rasa takutmu.
Mima memnutup mata sejenak, lalu menembak dua kali.
Lalu ia membuka matanya. Dua peluru terakhir juga masuk sasaran.
Bukan. Bukan ingatan yang hilang.
Enam jam yang lalu, Mima membuka matanya, seorang dokter yang bernama dr. Samuel (dan ia berkeras untuk dimpanggil Sam) yang memeriksanya pertamakali, menerangkan kalau Mima berada di sebuah fasilitas milik Daniel. Daniel adalah seseorang sponsor yang juga berkepentingan dengan Battle of Realms, dan apa yang dilakukan BlackZ pada Biolab Daniel sebenarnya di luar tanggungjawabnya. Penjelasan itu sebenarnya cukup mengejutkan ketika Sam sampai pada informasi kalau "mereka melakukan sesuatu ada kepalanya". Ia sempat marah dan berontak, namun Daniel muncul dan menenangkannya, mengatakan kalau operasi itu tidak mengubah apa-apa kecuali mengembalikan kondisi pikirannya seperti ketika menjadi Runner dulu. Lalu, juga Daniel berjanji akan mengabari keluarganya lewat Dimas dan Tamon Ruu. Mendengar hal itu, Mima merasa semuanya sudah beres.
Beberapa menit kemudian, Mima keluar dari kamar dengan mengenakan seragam biru gelap SWAT-nya, balutan kepalanya juga sudah dilepas. Seragamnya tela dijatih rapi, dan ia mendapat rompi anti peluru yang baru. Semua senjatanya dikembalikan. Setelah menyantap sarapan dengan porsi besar, Samuel mengajak Mima untuk mengetes kemampuan menembaknya di luar, dan Mima melakukannya dengan baik.
Dan disitulah ia berada sekarang. Kemampuan menembaknya tak berubah.
Dulu, untuk melakukannya di lapangan tembak, ia harus menyewa dan melakukannya diam-diam, hanya sekedar melepaskan rindu, dan tentu saja harus di luar jadwal bersama anak-anak. Tapi saat ini, meskipun sasarannya hanya ancang kayu, dekat sebuah rumah sakit pula, ia merasa setiap peluru terlepas tanpa beban. 
Naluriku telah kembali.
Ia berbalik. Bibirnya membentuk sebuah senyuman yang aneh. 
Sam sedikit terperangah. Senyum itu tampak berbeda. Bukan senyuman seorang wanita dewasa yang sudah menikah. Bukan senyuman seorang isteri yang selalau menyimpan rahasia di balik rumah tangganya. Tetapi, lebih seperti senyuman anak-anak remaja… senyuman seseorang yang masih muda dan bergairah, juga menyimpan keganasan mentah yang terpendam.

Murni, tetapi sekaligus berbahaya. Semurni bahaya yang mengintai. 
"Semua… tampaknya baik-baik saja," Mima mencoba memutar pistolnya. Dan ia melakukannya juga dengan baik, dan menyarungkannya di belakang pinggang dengan mulus.
Ia melirik Samuel dan berkata, "Aku belum mengucapkan terimakasih padamu karena menyelamatkanku. Terimakasih, Sam, Daniel." Mima tersenyum tulus.
"Aku hanya menuruti perintah bos," Sam menunjuk kea rah Daniel, yang mengangguk-angguk tersenyum puas.
"Berikan kami pertarungan yang menarik di ronde lima, maka akan kuanggap lunas," Daniel mengangkat dagunya sambil tersenyum sombong, membuat Mima berpikir untuk melemparkan bogem mentah ke wajah arogan itu. 
"Ronde lima akan dimulai beberapa jam lagi, di tengah bekas reruntuhan Despera, dan dipandu oleh host yang berbeda, Thurq." Terang Sam.
Mima tertawa. "Astaga. Setelah gurun pasir, gang belakang, Amatsu, dan biolab… aku tak terkejut lagi kalau kalian dengan tiba-tiba merubah lokasi," entah maksudnya memuji atau mencerca.
Sam begidik dalam hati. Tawa renyah itu terlihat begitu polos, sama sekali tak memperlihatkan kalau Mima adalah seorang gunslinger berbahaya.
 "Tapi kali ini berbeda. Host kalian benar-benar meminta kalian saling membacok satu sama lain. Thurq adalah raja iblis yang pernah menjadi lawan tangguh para peserta turnamen multisemesta semacam ini." Daniel menambahkan, lalu ia pamit untuk kembali ke kantornya.
"Ngomong-ngomong, dimana peserta yang lain?"
"Mereka tersebar di beberapa fasilitas seperti ini, hanya letaknya terpisah-pisah. Kau akan bertemu dengan mereka sebentar lagi. Portal dimensi menuju kesana sudah disiapkan di tempat parkir. Berangkat?"
-o0o-
Di suatu tempat, masih di wilayah Alforea, Thurq masih menerima telepon dari rekannya, Nekoman.
"Jadi, aku harus membagimereka menjadi dua kelompok?"
"Ya, lakukan saja rumble battle; satu saja yang boleh lolos. Dengan demikian BoR ini lebih cepat selesai," Sebuah suara cempreng menjawab.
"Oke, oke, sebentar kucatat dahuu," Thurq buru-buru mencatat instruksi Nekoman di telapak tangannya.  "Jangan lupa sekian persen bagianku kalau kau mendapatkan emulator itu."
"Beres."
Thurq berbalik ketika mendengar beberapa portal dimensi merekah di udara dan di tanah. Para peserta enam besar Battle of Realms mulai berdatangan.
Fatanir dan Kai, turun dari portal yang muncul di udara, mereka melompat dan menjejak tanah dengan kedua kakinya, berdiri tegak seperti tokoh-tokoh pahlawan dalam pertempuran. Fatanir bagaikan seorang eksekutif cuek dengan lingkaran gir yang samar berkilauan dari balik kemejanya, sedang Kairos menoleh sekeliling dengan baju dan jaket serbahitam, rambutnya yang berwarna perak tampak meneguhkan kalau ia jauh lebih tampan dari Thurq.
Bu Mawar, seperti orang-orang suci yang mengembara, melangkah anggun keluar dari portal, jilbab dan pakaian longgarnya berkibaran, diikuti bocah kecil yang bertindak bagai bodyguardnya. Topeng putih dengan ukiran mawar merah membuat penampilannya karismatik sekaligus misterius, membuat tampilan Thurq kelihatan mainstream sebagai iblis merah bertanduk.
Eophi datang melayang lembut di atas kasur, bantal dan kulit berwarna putih bersih yang tanpa cela. Naga kesayangannya, Hael, mengikuti di belakanganya seperti binatang peliharaan yang setia.
Terakhir, Mima dan Nelyyang juga muncul dari portal dimensi. Mima mendarat dengan pose berlutut, langsung berdiridan menyisir melihat sekeliling, menganalisa medan. Kali ini, gesturya benar-benar menunjukkan kelihaian seorang polisi, sikap keibuannya hiang entah kemana. Sedangkan Nely yang berambut biru, melangkah waspada dari portal, langsung menatap Thurq curiga, dengan kedua pasang matanya yang indah. Dadanya yang menyembul di balik pakaian kulit warna hitam, dan ia mengenakan rok mini di atas lutut, membuat Thurq hilang fokus sejenak.
Thurq agak nervous, apalagi sudah lama ia tidak menjadi host. Keenam peserta yang tersisa ini semuanya tampak meyakinkan. Tapi lalu ia langsung mengambil alih.
"HAHAHAHA! SELAMAT DATANG, PARA PESERTA! AKU, THURQ ILLYCH SANG DEWA, AKAN MEMANDU KALIAN SEMUA!" Tawa Thurq menggelegar menyambut keenam peserta.
"Yaelah, satu lagi orang nyebelin," Fata menggerutu. "Kenapa bukan maid seksi yang keluar?"
"Sebelumnya hitam, sekarang merah, lalu besok apa… biru?" Mima menoleh kearah bu Mawar. "Hai, Mrs. Mawar, aku belum sempat menyapamu tadi, kenapa kau menggunakan topeng, by the way?"
"Ganti penampilan aja, Mrs. Sekalian menjaga pandangan," jawab Bu Mawar, lalu ia menunjuk ke arah Thurq seolah heran. "Ini setan atau iblis? Tanduknya benar-benar asli?"
Kai, menggunakan precognition-nya, langsung mengetahui kalau Thurq adalah orang lama di Battle of Realms. Ia menatap Thurq bosan. "Kau seharusnya sudah pensiun lama, dewa gagal."
"AKU DEWA! DEWA YANG AKAN MENENTUKAN NASIB KALIAN DI BABAK INI, TAHU!" Thurq menyela kesal, langsung melingkari para peserta dengan api warna hitam, berusaha menakut-nakuti.
Tapi Fatanir mengeluarkan semacam pipa air dari balik lengannya dan menyemprotapinya hingga padam. Mima melompat minggir dari lingkaran api, sedangkan Nely merapal mantera dan api hitam itu langsung padam. Demikian juga Eophi menggunakan kasurnya untuk mematikan api. Kai melakukan teleport.
"Langsung sajalah, nggak usah pake basa-basi, merah!"Teriak Fata.
Eophi menguap, sengaja agak keras, lalu dengan egois ia bergelung dengan bantal gulingnya. "Bangunkan aku kalau sudah mulai, ya."
"Kalian peserta susah diatur! Saat aku berkuasa saja tidak semerepotkan ini!" Thurq langsung emosi.
"Baiklah, dengarkan aku! Kalian telah memasuki babak semifinal. Kalian akan dilempar ke dua tempat paling terkutuk di Alforea, dan saling membunuh di sana! HAHAHAHA!"
"Kita bakal dilemparkan ke tempat lain lagi? Astaga, tidak punya kreativitas," Nely menoleh kearah Mima. "Gurun pasir, pulau melayang, server, koloseum,… tidak ada benang merahnya sama sekali," Nely geleng-geleng kepala, sedang Mima cuma mengangkat bahu tanda sama tak pahamnya.
"Kurang ajar! Aku dengar itu!" Teriak Thurq. Lalu dengan murka ia menyapukan tangannya kearah para peserta.
"Baiklah, kalian mau langsung bertanding? Kuberitahu, disini kalian akan menghadapi sistem rumble battle berisi tiga peserta sekaligus! Kalian akan dilemparkan ke reruntuhan yang dihuni makhluk ganas, Proto Rahamut, dan pulau melayang yang dipenuhi jebakan dan senjata, Proto Merkavah! Dan hanya satu peserta yang bisa lolos…"
"Kita pernah melakukan rumble battleseperti itu di ronde satu, dewa gagal," Kai berkata sinis. "Tidak usah cerewet, langsung saja buka portalnya!"
"Kalian…" Kali ini Thurq mulai gemetaran karena marah. "Baiklah! Kalau itu yang kalian inginkan, MATI SANA!BERANGKAT!"
Dan lingkaran portal kecil kembali muncul di tanah tempat masing-masing peserta berdiri melempar mereka kembali ke tempat baru.
Thurq menghela nafas jengkel. "Peserta tahun ini menjengkelkan semua."
::
::
::

SECTION 3:
PROTO RAHAMUT
;
;
Tan Ying Go tidak tahu darimana Mercenary mendapat informasi kalau dirinya masih berkeliaran di reruntuhan Alforea. Misinya mengikuti Battle of Realms adalah mengumpulkan data tentang lubang-lubang teleport yang nampaknya sengaja dibuka untuk mengganggu kedamaian umat manusia, sekaligus menyelidiki maksud dan tujuan keterlibatan Daniel, seseorang yang dicurigai sebagai broker perangantar Realm. Ia telah memutuskan untuk pergi diam-diam dari Amatsu setelah partai pertama berlangsung,  ketika mendengar Alforea hancur. Rahula, senjatanya yang setia, menuntunnya untuk kembali ke reruntuhan Alforea untuk mengumpulkan informasi. Dan ia sempat menemukan beberapa keganjilan dalam penghancuran itu, sampai pkerjaannya terganggu ketika atasannya di dunia manusia tba-tiba meneleponnya perkara Mercenary.
"Buka satu pintu portal dimensi dengan Rahula; seorang anggota Mercenary butuh datang kesana,"  
Ying Go tahu, kalau mempercayai seorang tentara bayaran mengundang resiko. Ia sudah tahu sepak terjang Mercenary, terutama komandannya, Jade Shiki. Nama pria itu selalu ada dalam data rahasia intelijen berbagai negara di dunia asalnya. Namun, ia tahu satu bahasa yang dipahami Mercenary dan semua tentara bayaran; uang dan informasi. Untuk transaksi kali ini, Jade Shiki telah menjanjikan informasi tentang Daniel, dan sebagai gantinya, Ying Go akan membantu membuka portal dimensi kepada anggota Mercenary untuk masuk ke reruntuhan Alforea. Hal itu bisa dilakukan Ying Go dengan memanfaatkan kekuatan Rahula.
Maka, Ying Go datang ke tempat yang ditentukan, membacakan mantera dan meminjam kekuatan Rahula untuk merobek dinding Realm. Di langit, merekahlah portal dimensi berwarna merah, dan seseorang melompat turun dengan mulus ke bawah.
Pria itu mengenakan setelan militer lapangan warna krem untuk pertempuran gurun, mengenakan rompi anti peluru, bersenjata lengkap dengan membawa senapan serbu klasik AK-47 yang sudah dimodifikasi. Ia memanggul sebuah ransel yang nampaknya berat, namun tetap bergerak ringan seolah tak membawa apapun.Satu-satunya hal yang membuat ia kurang meyakinkan sebagai orang militer adalah rambut panjangnya yang diikat rapi di belakang kepala.
Meskipun pria itu mengenakan helm dan berkacamata hitam, Ying Go mengenalinya. Hanya saja, ada sesuatu yang aneh.
'Ying Go, dia membawa 'sesuatu'"Rahula, senjatanya, memperingatkan Ying Go.
Aku tahu, Rahula. Ying Go menjawab. Ying Go sempat melihat sekelebatan sosok putih yang terlihat sekilas mengikuti pria itu, ketika ia melompat turun dari portal. Juga sensasi aneh yang sempat menegakkan bulu kuduk, meski Ying Go bisa langsung menetralkannya kembali.
Tidak seperti biasanya, orang Mercenary membawa sesuatu yang punya 'isi'. Mereka biasanya hanya menggunakan peluru dan artileri. Ying Go harus mengakui ia sedikit penasaran.
Apa yang dibawanya, Rahula?Ying Go bertanya dalam batinnya, kepada Rahula.
Seperti sebuah azimat yang telah diisi energi. Jawab Rahula. Hawanya netral, tetapi cukup kuat.
"Ternyata kau sendiri yang turun ke lapangan," Ying Go menyapa pertama, meskipun ia tahu, pria di depannya ini lebih banyak diam di medan perang. Namanya juga hampir seterkenal Jade Shiki.Bedanya, Jade terkenal sebagai mastermind di meja strategi; pria ini terkenal sebagai pengobrak-abrik pasukan kavaleri.
"Weasel Reid, apa kau datang untuk menyusul istrimu?"
Weasel menghadapkan badannya ke arah Ying Go, menyerahkan sebuah flashdisk kecil kepadanya. Lalu ia menjawab dengan nada datar, yang membuat Ying Go setengah merinding.
"Tidak. Aku datang untuk bekerja."  
-o0o-
Mima, Kai dan Nely mendarat di sebuah tempat, yang sekilas, nampak seperti sebuah reruntuhan. 
"Jadi, kita bertiga di sini…" Kai mendesis. Satu tangannya menyentuh tanah, dan tanah itu langsung memberitahukan kisahnya. Bekas reruntuhan sebuah kuil… yang dihuni seuah makhluk buas…. Proto Rahamut...
Mima melihat sekelilingnya. Reruntuhan-reruntuhan bangunan dari batu ini masih tampak baru, seolah baru beberapa hari yang alu tempat itu hancur. Langit berwarna biru gelap, ada atmosfer bahaya yang terasa mengintai,
Tiba-tiba terdengarsuara ringkikan keras yang melengking, memekakkan telinga.
"Rahamut," Sahut Kai.
"Jadi… kita berada di Proto Rahamut?" Nely menyahut.
Kai langsung tahu kalau Rahamut dikendalikan oleh sesuatu. Hanya ia yang tahu.
Lagi-lagi, pertandingan ini terasa membosankan.
Mima berdiri. "Apalagi yang kau tahu, Kai?" Ia menatap Kai, bertanya tanpa rasa curiga.
Kai mengamati Mima. Penampilannya kelihatan mengintimidasi sebagai seorang wanita berpakaian SWAT, dengan dua senjata pistol yang bertengger di pinggulnya.
Keduanya bertemu mata sejenak.
Kai mengerutkan kening. Ia mendapatkan penglihatan.
Masa lalu Mima. Masa kecil di panti asuhan. Equilibrium. Masa remaja di sebuah rumah yang damai. Pertarungan. Pernikahan. Hari-hari yang penuh rasa frustasi.
Dan… masa depan.
Mima duduk berlutut, berteriak dan menangis, seolah dalam posisi eksekusi hukuan mati.
…di depannya, seseorang mengarahkan pistol yang masih mengepulkan asap.
Ada suara tembakan yang menyalak.
Jasadnya jatuh telugkup, tak bernyawa,
…dengan mata setengah terbuka yang basah karena air mata…
Namun citra orang itu tak nampak jelas. Kai tak mengetahui milik siapa peluru itu. Ada sesuatu yang hilang, yang menyambung di tengah-tengah antara masa kini dan masa depan.
"Hanya satu yang boleh lolos," Kai berkata pelan, mengingat kalimat Thurq.
Mima dan Nely langsung memasang sikap waspada.
"Kau saja yang menghadapi Rahamut, setuju?" Kai mengarahkan telapak tangannya ke arah Mima. Mima langsung menarik pistolnya, tapi teleport Kai lebih cepat.
Mima langsung menghilang.
"A-apa yang kau lakukan padanya?!" Teriak Nely. Ia belum pernah bertemu Kai sebelumnya, namun dari tampilannya, Nely merasakan hawa jahat. Yang menguar semakin kelam ketika ia melakukan sesuatu kepada Mima.
"Dan kau…"  Kai ganti menoleh ke arah Nely. Dan dalam sekejap, ia mengetahui masa lalu dan masa depan Nely. Sangat jelas terpapar dalam ingatannya, membuat Kai tiba-tiba tersenyum muak.
Nely digendong oleh seseorang, keningnya dikecup lembut,
Nely memasrahkan diri dan membiarkan dirinya terlindung…
Seorang lelaki, bernama Dimas Pamungkas.
"Kau kekasih gelap Dimas Pamungkas." Kai berkata seolah menemukan sebuah gosip murahan.
Nely mencelos "A-apa katamu?!" Da-darimana dia tahu?
Tiba-tiba Kai tergoda untuk menguji takdir Nely. Kisah Nely akan berakhir bahagia, namun Kai tak akan membiarkannya berjalan semudah itu. Ia menyeringai keji, berkata perlahan,
"Kita lihat nanti, apa kau bisa bertahan…"
"KURANG AJAR!" Nely langsung naik pitam, manna dalam tubuhnya langsung berkobar dalam sekejap.
Kai langsung berteleport menghilang, meninggalkan Nely tertinggal sendirian.
Nely berdecak geram. "Teleport, ya? Huh… " Ia berkacak pinggang, mengendurkan manna-nya yang sempat melonjak. Lalu menunduk dengan perasaan sedih.
Dimas.
Dimas Pamungkas….
Pertemuan keduanya lebih seperti kebetulan yang seolah direncanakan Dimas, yang berlanjut ke hubungan aneh antara master – slave yang entah mengapa tak kuasa ditolak oleh Nely. Waktu itu babak kedua battle, Nely masih ingat. Nely tak penah menduga sebelumnya kalau seorang pria bisa memperlakukannya sedemikian. Sedemikian mengerti apa yang ternyata sebenarnya diinginkan oleh lubuk hatinya.
Mengabdi total pada sesuatu.
Dan kemudian, ia terpisah kembali dengan Dimas ketika terlempar ke Amatsu dan Biolab.
Meskipun ia tak begitu memahami perasaannya sendiri,…. Nely hanya merasa akan menjadi sebuah jaminan yang bagus, pamornya sebegai gadis magi biasa, peserta biasa yang dianggap hanya cantik saja dan berdada besar saja, akan naik di mata Dimas, kalau ia berhasil memenangkan Battle of Realms.
Mungkin…
Nely termenung dan tiba-tiba menyadari dirinya terhanyut. Tanpa sadar langkahnya melambat, pikirannya mengenang Dimas dan malam-malam  yang pernahmereka lewati.
"Pokoknya Dimas, setelah melewati babak ini, akan kutemukan kau, dan akan kupaksa kau menghadap ayahku," Tanpa sadar, Nely mengomel sendiri, sebenarnya memanfaatkan waktu juga mumpung ia sendirian.
Ia menyusuri reruntuhan yang nampak seperti kuil, dan kalau ia mau mengakui, setelah bertemu Dimas, kini prioritas Nely berubah. Setelah mencintai seseorang, ia jadi takut kehilangan. Dan ia juga memelihara perasaan rindu, ingin kembali bertemu. Tapi, sebelum itu, ia harus bertahan hidup. Kalaupun tidak menang, yang penting ia bisa hidup. Apalagi, kedua lawannya kali ini nampak tangguh.
Bertahan hidup. Ya, bertahan hidup.
… untuk menuntut tanggungjawab Dimas Pamungkas kalau-kalau aku hamil...
-o0o-
Kai berjalan dengan langkah tenang, menyisir jalan setapak diantara reruntuhan. Kepalanya secara otomatis membuat peta di tempatnya berdiri ini, menggambarkannya dalam rupa tiga dimensi di dalam otaknya. Termasuk posisi Rahamut, posisi Mima setelah ia meneleportnya dekat dengan Rahamut, dan Nely yang kini berjalan menyusuri reruntuhan.
Kai tahu persis dari aura yang dikeluarkan, Mima hanya manusia biasa. Ia tidak punya hawa sihir atau manna, dan sejarah masa lalunya juga tak menyiratkan ia punya kekuatan istimewa, kecuali kemampuan bela diri dan mengunakan senjata. Namun ada sesuatu yang unik, yang membuat Kai tertarik.
Equilibrium.
Ia bisa melihat masa lalu itu, masa kecil Mima. Hari-hari  yang dilaluinya di panti asuhan Equilibrium di Bezkal, dimana setiap hari mereka dicekoki ilmu perang dan mempelajari bela diri aneh yang disebut Equilibrium. Kai bisa melihat sosok yang oleh Mima dipanggil "Profesor", seseorang yang suda tua dan beruban, bersuara aneh seperti tenggorokannya pernah rusak. Tubuh sang Professor memancarkan aura kemudaan seolah ia hidup abadi. Ialah yang menjalankan panti asuhan Bezkal, menciptakan Equilibrium, dan mendidik anak-anak menjadi calon pembunuh, ahli strategi dan pejuang-pejuang kelas tinggi.
Siapa sang Profesor itu?
Namun citra orang itu tak nampak jelas. Ada lubang-lubang dalam rekaman masa lalu itu, yang tak sempat terisi lengkap karena Mima memiliki keinginan mengubur masa lalunya. .
Equilibrium…
Kai memikirkan semua itu sambil berjalan. Ia tinggal mengikuti peta yang terekam di kepalanya.Ia sudah tahu apa yang harus dilakukan.
Ia berhentidi depan sebuah banguna kecil yang tertimpa reruntuhan. Sedikit mengeluarkan tenaga, Kai menyingkirkan reruntuhan dan membongkar dasar bangunan. Ia bahkan tahu batu mana yang harus disingkirkan lebih dahulu agar pekerjaannya lebih mudah.
Ia tersenyum ketika menemukan sesuatu yang dicarinya. Kristal berwarna ungu, berpendar lembut di tangannya.
Lalu karena merasa babak ini terlalu mudah untuk dimenangkan, ia mencoba untuk membuatnya sedikit menarik. Aku akan menguji Equilibrium,  pikirnya.
Dan juga menguji ramalan itu.
Masa depan Mima Shiki Reid…apakah berakhir karena peluru, atau berakhir akibat amukan Rahamut…
Juga masa depan Sanelia Nur Fiani…
Kai menarik nafas, dan tangannya meninju ke sebuah ruangan kosong. Dinding dimensi ketiga membuka,menciptakan robekan ruang waktu dimana Kai melangkah leluasa dengan tenang ke dalamnya. Ia harus berterimakasih kepada Zhahiir yang mencipratinya kemampuan ini. Karena robekan dinding transisi ke dimensi keempat jadi memiliki rupa, berupa sebuah ruang yang bisa ia manipulasi sekehendak hati.
Kai mulai melintasi lekukan waktu dan ruang, dan berhenti di depan sebuah kompartemen berbentuk roda besar yang melayang-layang dalam ruang itu.
Tempus Vesitigium.
Ia mengarahkan telapak tangannya, dan roda besar itu membuka.
Tiga klonnya yang menyatu dengan batu besar, bagaikan kumpulan boneka lilin yang disatukan sembarangan. Mereka berada dalam keadaan luka-luka dan masih hidup, melolong-lolong dengan ribut.
Mereka mengumpat Kai, meneriakkan serapah yang tak senonoh, dan ada juga yang menangis memohon dibunuh saja. Hanya satu sosok manusia yang keempat, berbadan gemuk, yang tubuhnya juga menempel di batu besar itu, dalam keadaan terbalik di belakang punggung klon yang lain. Lelaki gemuk itu hanya diam meski wajahnya menahan sakit, dan menatapnya dengan mata kasihan.
Fapi sang pengantar Pizza. 
"Aku seharusnya mati." Fapi berkata dengan suara hampa. "… mati di tanganmu."
"Tidak semudah itu, Panalove." Kai tersenyum licik.
"Lakukan pekerjaanmu dulu. Baru kalian kuijinkan mati."
-o0o-
Mima melihat sekeliling, langit disinari cahaya temaram, warnanya biru gelap mencurigakan, seperti mendung, seolah badai akan datang sewaktu-waktu.
Ia memindahkanku ke tempat lain, pikir Mima. Teleportasi.
Sebelum berangkat, ia sempat diberitahu oleh Sam beberapa informasi tentang lima peserta lain. Salah satunya bernama Alshain Kairos yang memiliki kemampuan teleportasi, pathbending dan precognition, membaca masa lalu dan masa depan. Ia diurutkan sebagai peserta terkuat pertama, seimbang dengan Fatanir. Tapi Mima tak gentar mendengarnya, karenapada saat itu ia tak punya gambaran kemampuan Kai seperti apa. Ia baru merasakan kalau kemampuan orang itu cukup menakutkan ketika diriya dipindahkan dengan sekejap ke lokasinya berdiri sekarang.
Ada suara ringkikan mengerikan yang amat dekat, yang langsung membuatnya bersembunyi diantara reruntuhan.
Sesosok binatang tampak hanya beberapa puluh meter darinya. Seekor kuda sembrani berwarna kuning mengerikan, dengan tonjolan otot-otot yang tampak transpaan, bagaikan mayat kuda hidup, sedang melangkah pelan diantara reruntuhan, mengais-ngais tanah seolah mencari makan. Ketka meringkik, kobaran seperti api jingga redup keluar dari hidung dan mulutnya. Gerak alamiahnya bukan seperti kuda biasa, tapi lebih seperti karnivora yang mencari mangsa. Tampilannya sedikit mengingatkan Mima akan monster yang ia segel di bulan bersama Tore, Radith dan Noah di babak preeliminasi.
Pasti itu Rahamut, Mima bersandar di tembok, menyiapkan pistolnya.
Tapi, apa ada monster yang lebih menakutkan dari manusia?
Setelah kejadian dengan Vulture dan Kazuki, Mima merasa takada monster yang lebih mengerikan selain manusia. Ia telah membunuh Kazuki dan Shinji dalam waktu kurang semenit, meskipun sebelumnya, ia mati-matian ingin menyelamatkan Shinji yang menyamar sebagai Kazuki.  Lalu ia sedikit heran, mengapa ia tak merasakan penyesalan yang amat sangat itu lagi, meskipun Kaz telah mati di tangannya. Ia ingat kalau ia sempat terdududk dengan rasa frustasi karena membunuh Kazuki Tsukishiro di bawah tanah, namun kini ia mengingatnya hanya sebagai sebuah kenangan yang telah berlalu. Seolah terjadi bertahun-tahun yang lalu, bukan beberapa hari yang lalu.
Mima merasa sedikit aneh. Toleransinya terhadap rasa bersalah telah meningkat. Mau tak mau pikirannya melayang ke 'modifikasi otak' yang telah dilakukan Daniel.
Dia mengambil rasa takutmu.
Apakah benar Daniel telah mengambil rasa takutnya?
Seharusnya aku tak lagi memiliki rasa takut sekarang.
Mima menarik nafas. Ada keinginan yang besar untuk menguji hal itu. Detik jantungnya berdesir-desir, menginginkan sesuatu. Sesuatu yang lama dirindukannya selama ini.
Bahaya. Aku merindukan bahaya.
Mima keluar dari persembunyiannya dan berteriak keras. "RAHAMUT, KEMARI KAU!"
Rahamut berhenti dan menatap mangsanya. Lalu sayapnya mulai mengepak, menciptakan angin. Ia bagaikan kuda sembrani gagal yang mengepakkan sayap dengan sia-sia, tanpa bisa benar-benar terbang. Kini, ia berlari kencang kearah Mima, menerjang.
Mima berlari dari arah berlawanan, menyongsong Rahamut.
Kalau memang rasa takutku telah hilang, akan kuuji dalam pertarungan ini!
-o0o-
Kai bisa mengamatinya dari jauh hanya dengan citra tiga dimensi yang terbayang dalam kepalanya. Inilah keahlian Mapmaker, membuat peta, mengetahui segala yang terjadi di sepanjang tanah yang dipijaknya. Semua pergerakan Mima dan Rahamut yang dengan mudah diakses menggunakan kemampuan Mapmaker itu, menampilkan semacam citra tiga dimensi dalam pikirannya. Ia terkejut ketika Mima justru malah menantang Rahamut satu-lawan satu. Ia meramal Mima akan menang, entah bagaimana. Ia hanya mengetahui titik-titik masa depan dan tinggal menghubungkan garis-garis itu untuk mengetahui  prosesnya. Dengan precognition itu, ia juga tahu kalau Daniel telah melakukan sesuatu pada otak Mima.
Rupanya, kini ia lebih nekat dari sebelumnya.
Hanya sepersekian detik sebelum Rahamut dan Mima saling berlari menerjang, Mima berkelit dengan ke samping, menghindari Rahamut, kaki dan lututnya meluncur dengan posisi tubuh merendah, dengan satu tangan menebaskan sesuatu ke satu kaki Rahamut.
Rahamut berhenti dan satu kakinya mengeluarkan darah kehitaman yang kental. Ia meleguh marah, lalu kembali menyerang Mima dengan gerakan menanduk yang liar. Mima menggenggam pisau ACE-nya di tangan kiri, menatap waspada, sambil kemudian memutar langkah kakinya dengan anggun mengelakkan diri, dan satu tangannya kembali mengores tubuh Rahamut. Rahamut mengeluarkan suara seperti antara raungan dan lengkingan, mengeluarkan bola api dari mulutnya. Mima mencabut tongkat batonnya, menangkis dengan tangan kanan, membuang arah serangan api Rahamut.
Mima melayani Rahamut dengan cara seorang matador menangani banteng.
Keduanya saling menyerang dan berputar. Kadang Mima mengelak dan menghindar dengan menggerakkan tubuh bagai baling-baling. Ketika Rahamut mengepakkan sayapnya, atau menyemburkan api, Mima menangkis dengan baton ASP, lalu ganti menyerang dengan tangan kirinya yang memegang pisau.
Bergantian, tangan kanan dan kiri, tongkat untuk menangkis digunakan bagai perisai, dan pisau pendek ditusuk dan disabet untuk menyerang.
Mima seperti menari. 
Terpisah dari tempat Mima bergulat dengan Rahamut, Kai justru sedang mengagumi.Sesuatu yang dilihatnya dalam kepalanya sendiri.
Pertarungan yang menarik!
Ia bisa menyaksikan gerakan Mima yang meliuk-liuk berusaha menaklukkan Rahamut.
Ada gairah baru yang tiba-tiba muncul, antara rasa penasaran dan tertarik. Ia memain-mainkan kristal ungu yang dipegangnya, sambil kepalanya mengirimkan satu citra, bagaimana seharusnya Rahamut bergerak.Rahamut bagaikan boneka bagi Kai, dengan kristal ungu itu di tangannya. Ia telah memegang kristal ungu yang merupakan kunci pengendalian Rahamut, monster gagal yang tadinya dipersiapkan untuk dilepaskan di babak penyisihan. Ia tak perlu diberitahu oleh siapapun bagaimana mengendalikan Rahamut, karena kekuatannya mampu membuatnya meraba arah dan tujuan.
Jelas, bahkan Rahamut bukan lawan tandingmu yang sepadan. Kau hanya seperti berlatih tanding saja dengannya….
Hal yang sesungguhnya terjadi, tak jauh berbeda dengan sang pelaku Equilibrium.
Diantara gerakannya yang menyerang dan menghindar bergantian, Mima sendiri merasakan kalau ia menemukan dirinya sendiri… dirinya yang dulu.
Equilibrium survivor… runner.
Di tengah pertarungan dengan Rahamut, Mima tersenyum.
Di kejauhan, Kai juga tersenyum.
"Oh, sungguh indah..."
Kai menemukan dirinya terhanyut, melihat Equilibrium yang diperlihatkan Mima kepadanya. 
Enambelas langkah, tigapuluhdua titik mematikan, satu tarian kematian Ashura.
Langkah pertama, hindaran-hindaran pendek tanpa isi, sesekali diiringi serangan pendek mematikan kea rah titik vital. Kadang dengan satu tendangan atau tusukan pendek yang melukakan lawan.Krav Maga.
Mima menghindar ketika Rahamut menyerang dengan kepakan sayapnya yang memercikkap api. Mima berlari melompati reruntuhan dan bersalto dengan kedua kaki bagai baling-baling, ringan dan cepat.Capoeira, uma disfarcada marcial como danca, rapida e mortal.
Kai menemukan dirinya tertarik pada Equilibrium. Untuk pertamakali semenjak pertama kali bertemu Thane, Kai merasa menemukan sesuatu yang bisa membuatnya  penasaran. Ia jarang merasa ingin tahu pada sesuatu, karea semua yang perlu diketahui sudah dapat diketahui lewat Precognition. Dunia dan segala yang dilihatnya tampak tak menarik karena tak menyajikan misteri. Bahkan ia mengikuti Battle of Realms juga untuk mengusir rasa bosan.
Namun dari Equilibrium, Kai menemukan ketertarikan yang murni.
Adakah yang belum kulihat dari ini…?  
Keasyikannya menikmati pertarungan Mima dan Rahamut terganggu ketika tiba-tiba Kai menangkap satu entitas asing lain. Ada orang keempat, yang tiba-tiba muncul menyeruak dari sebuah portal dimensi asing. Bukan dari portal yang dibuka oleh Daniel atau Thurq.
Orang keempat itu memiliki aroma yang berbeda. Dia bukan peserta. Tapi gerak-geriknya menunjukkan kelihaian militer yang taktis. Ia menyisir sekitar, menghitung arah angin dan menganalisis medan. Lalu menanam sesuatu diantara batu-batu reruntuhan... sambil terus berjalan dengan meneteng satu senapan serbu di tangannya.
Gerak-geriknya sangat tenang, tapi bukan itu yang membuat Kai waspada.
Kai mencium sesuatu yang lain. Lebih karena, orang itu seperti diikuti satu entitas aneh yang keberadaannya seperti mengambang, antara ada dan tiada. Kadang entitas itu muncul dalam bayangan samar, kadang muncul, kadang menghilang.
Siapa? Kai mulai waspada. Terlebih lagi, apa yang mengikuti orang itu?
Ia harus bertemu secara langsung dengan orang keempat itu untuk mengetahui maksud dan tujuannya, juga entitas asing yang mengikutinya, dan mengapa mereka datang ke Proto Rahamut.
Baiklah, berhenti bermain-main, Kai. Waktunya untuk serius.
Diketukkannya kristal ungu itu lembut ke dinding batu di dekatnya, hingga muncul sedikit keretakan pada permukaannya. Kerusakan sedikit itu cukup untuk membuat Rahamut mengamuk sebentar…
"GRRUUUUUUOOOOH!"  Rahamut melengkingkan suara mengerikan, seolah-olah tiba-tiba kesakitan. Kepalanya menunduk dan kakinya menyaruk-nyaruk. Mima telah berhasil melukainya di beberapa bagian, namun kuda itu masih berdiri dengan luka-ukanya yang mengeluarkan darah hitam. Mima melompat mundur mengambil jeda, mengamati Rahamut yang kini tiba-tiba mengeluarkan asap dari permukaan kulitnya.
Tubuh Rahamut bergetar, asap hitam menyeramkan keluar dai setiap pori tubuhnya, dan perlahan-lahan, tubuhnya membesar, kali ini hampir dua kali lipat tinggi Mima. Mima terperangah. Mata Rahamut berubah merah, menatapnya jauh lebih ganas dari sebelumnya. Dengkigannya berubah semakin berat sepert auman harimau. Dan tubuhnya terus membesar.
Berhenti bermain-main, Mima. Waktunya serius.
Mima mengencangkan pegangan tangannya pada pisau ACE, dan mengeluarkan pistol.
;
;
SECTION 4:
PAN A LOVE,
BOIL A HATRED
;
;
Weasel telah tiba di Proto Rahamut berkat bantuan Ying Go, karena Nekoman telah membatasi kemampuan akses Tamon Ruu untuk membuka-tutup portal antar dunia. Ying Go hanya membantunya membukakan pintu portal, dan tak mau ikut campur selebihnya. Sebagai bayarannya, Weasel memberikan informasi tentang keberadaan Daniel dalam Battle of Realms. Jade yang mengatur transaksi itu lewat atasan Ying Go, dan mereka mendapatkan kesepakatan.
Weasel melangkah dalam kecepatan wajar, sambil sesekali mengamati lingkungan. Sesekali, ia menanam bahan peledak di beberapa tempat setelah melakukan penyisiran. Ia mendengar sayup-sayup suara auman binatang di arah barat laut, dan juga suara ledakan dan gelegar petir di barat daya, yang jaraknya diperkirakan tak jauh darinya. Weasel menajamkan pendengaran.
Tidak jauh. Dan suara halilintar itu…iramanya  terdengar tak alami.
Meskipun langit gelap, tidah ada tanda-tanda badai atau hujan. Juga gelegar halilintar yang turun dari langit. Namun suara petir itu semakin mendekat seiring Weasel melangkah.
Tiba-tiba ia mendengar suara teriakan dan jeritan. Seperti lolongan manusia yang kesakitan, mengumpat marah, sekaligus memohon. Diikuti gelegar halilintar bertalu-talu.
Hanya sekitar seratus meter di depan, Weasel melihat sebuah pertarungan.
Seorang gadis berambut biru sedang bertarung sendirian, melawan seekor monster aneh yang berkepala tiga, yang melangkah tersaruk-saruk seperti menyeret beban berat.
Dari balik reruntuhan yang cukup tinggi, Weasel mulai mengamati.
Tampilan monster itu begitu mengerikan. Seperti kumpulan tubuh manusia rusak yang ditumpuk menjadi satu. Satu sosok lelaki berbaju hitam yang menjadi pusat pergerakan, satu matanya berlubang dan membusuk. Kedua tangannya bergetar mengarahkan sepucuk pistol berwarna perak dan menembaki gadis berambut biru dengan brutal. Dua kepalanya yang lain, yang sama-sama mirip, berteriak-teriak bergantian seperti sekumpulan orang-orang sinting yang disatukan jadi satu. Mereka melolong meminta dibunuh, mengumpat lawan, dan menangis.
"BUNUH, BUNUH SAJA KAMI, TOLONG!"
"MATI KAU, MATI! RASAKAN PELURUKU, JALANG!"
Weasel menelan ludah, bersandar menyembunyikan diri di balik reruntuhan. Ia sudah bersiap menghadapi apapun termasuk monster, tapi monster ini lebih mengundang rasa jijik dan kasihan daripada ketakutan baginya.
Tapi, Weasel tak memiliki rasa kasihan, kalau sudah menenteng senjata.
Weasel mengintai kembali.
Ia menyadari kalau ternyata, monster itu bukan berkepala tiga. 
Tetapi empat, karena orang keempat menempel terbalik dengan kaki di atas, kepala di bawah, palig belakang,  dan kepalanya punya wajah berbeda daripada tiga yang lain.
Dan kepala keempat menyadari keberadaan Weasel.
-o0o-
"DeusventietnubesDeusadiuvame...etdeducam imbremfulminisTEMPESTAS!"
Nely merapal mantera, lingkaran brcahaya muncul di sekelilingnya, dan awan hitam langsung bergulung di atas langit tempat ia dan monster itu berpijak. Hujanturun dengan deras, diiringi badai dan halilintar yang seperti hidup, menyambar-nyambar monster berkepala empat yang tiba-tiba menghadangnya.
Mosnter mengerikan itu muncul tiba-tiba beberapa saat yang lalu, dan Nely ketakutan campur jijik melihatnya. Mereka seperti kumpulan tubuh rusak yang melangkah pelan bagai zombie, dengan kepala tak utuh, bola mata menjuntai, tangan dan kaki yang letaknya salah. Monster berkaki dua, tiga pasang yang lain seperti ditempel di pinggang dan dada, mencuat tak beraturan dan bergerak-gerak dengan ganjil. Ada lagi satu sosok yang menempel terbalik dengan kepala di bawah, kakinya mengangkang di atas seperti antena besar. 
Ketika Nely melihat ketiganya mirip Kai, Nely langsung tahu monster itu milik siapa. Kumpulan klon Kai yang entah diapakan, disatukan paksa dalam sebuah batu hingga menjadi monster mengerikan.
Semoga saja kekuatannya tak seperti Kai… namun harapannya keliru.
Mosnter itu bisa melakukan teleportasi, juga membelokkan serangan, dan juga mengetahui pikirannya. Meskipun mereka ada berteriak dan menangis minta dibunuh, Nely terpaksa kerepotan menghadapi serangan-serangan sihir yang ditolakkan kembali ke arahnya, sehingga ia harus memasang sihir pelindung yang mengurangi kekuatan manna-nya. 
Kalau begini, harus cepat kuakhiri dengan hujan petir Thundakaja!
Nely basah kuyup karena hujan badai ia dibuatnya sendiri. Sihir pemanggil cuaca yang dilakukannya akan menurunkan hujan dan badai petir yang akan mengepung monster itu untuk dihantami halilintar, hingga tak akan sempat menghindar.
"JANGAN! JANGAN! KAU KELIRU, OH NONA… KAU KELIRU..!" Suara orang keempat, Nely mengenalnya sebagai Fapi sang pengatar Pizza, berteriak-teriak memperingatkan.
"BUNUH… BUNUH… BUNUH KAMI…"
Dan monster itu tak berhenti ketika halilintar menyambar badannya yang terbuat dari batu. Satu kepala monster gosong, tapi masih ada dua… tiga yang lain termasuk Fapi.
"KAMI HARUS MENYERANG…MEMBUNUHMU… AGAR KAI MELEPASKAN KAMI…"
Kepala Nely sampai pusing mendengar suara-suara itu, ia mencoba terus menyerang dengan halilintar, tetapi meskipun dua – tiga kali mengenai sasaran, monster itu menghindar dengan teleport.
 "MATI KAU! MATI KAU!"
Salah satu sisi monster klon Kai meneleport sebuah batu besar yang melayang di atas awan hitam yang dipanggil Nely, membuyarkan awan hitam yang mennggantung rendah, melayang turun deras mengarah tepat kea rah Nely.
Nely melihatnya, namun konsentrasinya terpecah antara melindungi diri dari tembakan dengan mengarahkan badai petir.
Terdengar siulan peluru kanon menembus hujan, dan batu besar itu hancur berhamburan di udara, batu besar terpecah menjadi serpihan kecil-kecil. Bau mesiu yang kental memenuhi udara. 
Nely terkesiap, tak mengira akanada bantuan yang datang. Namun, situasi tetap mengancam bahaya. Awan hitam ciptaannya menghilang dengan cepat, dan ia mulai kehabisan manna.Batu besar lain diteleport oleh klon Kai, melayang di langit, dan terjun ke arahnya.
Nely hanya memejamkan mata berharap manna-nya cukup untuk melindungi diri, tetapi seseorang berlari ke arahnya, menerjang tubuhnya, menghindarkannya dari tumbukan batu besar.
Nely terperangah, seseorang menyelamatkannya, menghindarkan Nely dari kematian dngan mendorongnya sekaligus menopang tubuhnya. Kalau bicara kekuatan, fisik Nely hanyalah tubuh gadis magi biasa, sedangkan orang yang menyelamatkannya… laki-laki yang kelihatan amat kuat. Seperti tentara.
"Kau terlalu lambat, biarkan aku menggendongmu."
Suaranya terdengar berat dan bernada rendah, hampir seperti berbisik. Lelaki itu bertubuh tinggi besar. Bahunya bidang dan mengenakan setelan militer dengan warna krem gelap, seperti warna gurun pasir. Senjata berat yang digunakannya yang menolong Nely hanya diangkat dengan satu tangan, menunjukkan kekuatan fisik yang besar. Lengan bajunya digulung hampir sesiku, menunjukkan kulit berwarna tan—antara merah dan cokelat—yang belum pernah dilihat Nely sebelumnya. Mungkin yang membuatnya tak kelihatan militer hanya rambut hitam ikal panjang yang diikat di belakang kepala.
Ia tampil tiba-tiba seperti superhero-superhero cool yang macho dan pendiam, yang handal di saat kritis, yang mungkin hanya ada dalam imajinasi Nely.
Tepat ketika Nely berpikir bahwa ia akan digendong dengan romantis sebagaimana tokoh wanita yang diselamatkan dari bahaya, pria itu langsung berlutut, membetot tangan dan satu kakinya, dan langsung memanggulnya di atas tengkuknya. Fireman's carry, gendongan ala pemadam kebakaran, agar satu tangannya bisa bebas memegang senapan. Ia berlari dan melakukannya dengan cepat seperti mengangkat sesuatu yang ringan. Laluia berlari cepat ke reruntuhan yang lain, menghindari serangan lontaran batu-batu yang diteleport sang monster klon Kai, sambil sesekali menoleh ke belakang, menembakkan assault rifffle-nya dengan satu tangan.
Nely menjerit ketika desingan peluru itu terdegar begitu dekat dengan kupingnya. Ia mengenali senjata yang dipegang tentara itu, mirip dengan yang dibawa seseorang yang pernah muncul tiba-tiba di koloseum Amatsu.
Sekumpulan batu besar muncul di langit, tepat di atas mereka. Batu-batu berjatuhan ke bawah, tetapi pria itu menghindarinya dengan lincah, seolah-olah memanggul Nely bukan beban baginya.
Nely terperangah. Melihat dengan jelas kalau wajah pria itu, di balik kacamata, sama sekali menunjukkan ekspresi yang berubah. Tetap dingin dan datar, sementara tubuhnya terus bergerak menghindari serangan batu-batu yang diteleport tiba-tiba di atas mereka. 
Ia baru menyadari kalau ia tahu siapa orang ini. Orang ini pernah datang meretas ke Amatsu.
Suami Mima, Mr Reid!
Seharusnya dia brewok, tapi… mungkin ia bercukur.
Apakah dia menyusul istrinya? Dengan mode militer lengkap, pula…
Nely memejamkan mata dalam hati, ini memang dalam kondisi darurat dan mendadak, tapi ini sedikit memalukan… paha mulusnya tepapar dari balik rok mininya, dekat dengan tengkuk dan pipi Mr. Reid. Rok mininya melambai-lambai memperlihatkan secarik nylon hitam berenda.
Mau tak mau, tiba-tiba Nely merasa ingin menangis karena rasa malu dan iri yang tiba-tiba membuncah.Nely berjanji seandainya ada kesempatan, ia ingin ganti kostum celana kulit yang lebih sopan… biasanya ia akan merasa tersanjung dalam posisi bagaikan putri yang diselamatkan, tetapi mungkin karena pria yang menolongnya kali ini pada hakekatnya adalah bapak-bapak beranak dua yang sudah menikah, malunya jadi sulit diredam.
Iri karena… sang suami datang menyusul sang instri untuk ikut bertempur.
"Ma-maaf aku merepotkanmu, Mr Reid!" Nely berteriak di atas panggulan Weasel. 
"…!" Weasel berlindung, sambil merangkul Nely, langsung berlindung di balik reruntuhan. Belum sempat mengambil nafas, monster itu telah berteleport tepat di hadapannya.
Kobaran api hitam menjalar seperti lidah api, bergulung ke arah mereka. Fapi yang mengarahkan, di luar keinginannya.
Weasel berlari ke samping, berguling menjathkan diri di balik reruntuhan lain. Nely ikut terjatuh dan mengaduh kesakitan.
"MA.. MAAF…! A-AKU TIDAK BISA MENGONTROLNYA…" suara pria gendut itu seperti orang menangis ".. TIDAK SEHARUSNYA BEGINI… AKU SEHARUSNYA SUDAH MATI…!"
Makhluk itu menjerit lagi. Berputar arah dan kembali memperlihatkan sosok hitam yang kali ini, setengah badannya hancur dengar urat-urat dan pembuluh darah bergelantugan dari anggota tubuhnya yang tak utuh. Klon Kai yang terakhir. Dua kepala klon Kai sudah hangus tersambar petir.  
"..be.. bebaskan kami…" Ia mengarahkan tangannya dengan suara menyanyat yang terdengar sakit di kuping, membuat Nely menutup telinga.
Tak jauh dari tempat itu, Kai mengamati pertarungan antara Weasel, Nely dan monster ciptaannya dari Tempus Vestigium, yang terdiri dari sisa-sisa jasad tiga klonnya dan Fapi, hanya menggunakan kemampuan ekolokasi tiga dimensi dalam kepalanya. Perasaannya sedikit sebal melihat Nely dan orang misterius itu bisa mengimbangi monsternya.
Lelaki itu boleh juga.
Kai meneleport diri lebih kearah tempat Nely dan pria itu berada, dengan perasaan malas.
Weasel menembakkanriffle-nya ke arah monster, suara berdesing-desing 'dor-dor-dor' terdengar berkali-kali, berikut selongsongyang berhamburan. Tetapi peluru itu kembali ke asalnya, Weasel kembali menunduk berlindung di balik reruntuhan ketika peluru itu menghantam dinding reruntuhan tempatnya berlindung.
"Jangan menembak, dia bisa pathbending."Sahut Nely panik.
"Path-bending?" Weasel mengerutkan kening.
"Kekuatan membelokkan arah serangan," sahut Nely cepat, berusaha ingin membuat diinya berguna. "Itu kekuatan Kai, salah satu peserta yang masuk enam besar."
"Kai?Alshain Kairos?" Weasel bergumamsambil tangannya dengan cepat mengambil granat dari salah satu kantongnya. Senapan serbunya telah dimodifikasi sedemikian rupa hingga bisa menjadi pelontar granat. Sebelum berangkat kemari, Jade sempat memberinya chart tentang data-data lima peserta yang lain yang masih berlaga di Battle of Realms selain Mima. Memang disebut seorang peserta bernama Kai, yang kekuatannya adalah teleportasi. 
"Bukan. Kai tidak seperti itu. Mungkin itu monster ciptaannya." Sahut Nely cepat.
 Waesel memasang granat di senapannya.
"Kau bisa menggunakan ini?"
"Bisa," Jawab Nely mantap. "…kekuatanku juga mulai pulih, aku bisa melanjutkan dengan serangan berikutnya, bola api atau petir, misalnya."
"Kalau begitu," Weasel memberi instruksi, "setelah aku menembak, kau lanjutkan serangan.Aku akan mendekatinya dan meledakkannya dari dekat."
Lalu tanpa meminta persetujuan Nely, Weasel menembakkan granat kearah monster itu.
Kai yang mengamati di kejauhan, baru ingat kalau pria itu mirip seseorang yang dulu tiba-tiba meretas ke Amatsu untuk mengambil Orb, dan orang yang tertera jelas dalam masa lalu Mima yang dilihatnya.
Suaminya.
-o0o-
Mima melompat tinggi, lalu menancapkan pisau dapur ACE-nya ke lambung Rahamut. Lalu dengan sekuat tenaga, ia meneruskan dengan gerakan mengiris seperti akan membedah perut kalkun, sambil berlari kearah berlawanan dengan arah gerak Rahamut.
Rahamut dalam sosok raksasa tumbang ke tanah. Darahnya keluar membanjir dan membasahi Mima. Kental kehitaman warnanya. Mima menunduk sejenak ketika kuda itu kembali menggelepar tak berdaya. Lalu menlanjutkan dengan mencabut pistol, mengarahkannya ke kepala Rahamut, menembakinya tanpa ampun.
Rahamut meringkik dengan sengsara,dan kepalanya seperti meledak dalam lubang-lubang kecil yang meledak berdarah, lalu tak bergerak.
Mima berlutut, mengatur nafasnya yang sempat memburu. Sekujur tubuhnya benar-benar basah oleh darah kemerahan kental berbau anyir. Tangannya mengusap kedua matanya yang sempat tertutup oleh darah Rahamut. Lalu ia mengibaskan tangan dan kepalanya, tak ubahnya seperti anjing yang mengeringkan badannya akibat basah kuyup.
Tapi tidak semudah itu. Darah lengket itu membuat sekujur tubuh dan wajahnya belepotan warna merah kehitaman, membuat rambutnya lengket, penampilannya tak ubahnya seperti manusia yang baru aja melakukan pembantaian massal.
Mima mengacak-acak rambutnya sendiri, mencoba membersihkan darah. Ia melihat Rahamut bergerak sedikit. Mima langsung menembakkan pistolnya lagi, beberapa kali, tanpa berpikir sekalipun untuk merasa kasihan.
Selesaikan dengan tuntas.
Menghela nafas kesal, tubuhnya kini lengket berlumuran darah. Mima mengganti magasin peluru satu pistolnya dengan wajah kusut.
Merepotkan…
Tiba-tiba Kai muncul di depannya.
"Hei," Ia menyapa.
Mima mengarahkan dengan cepat pistolnya ke arah Kai.
"Suamimu datang menyusul,"
Lalu Mima berpindahtempat lagi.
-o0o-
Weasel berlari kearah monster yang bergerak lambat itu sembari berlindung dari runtuhan batu-batu yang meucul dari atas dan juga api hitam. Sementara, Nely di belakang melindungi dengan menembakkan bola-bola api.
"Caelumet fulmina excuti, da mihi ...IGNIS!"
Weasel berlari menyongsong monster Kai, dilatarbelakangi bola-bola petir dan api bercahaya yang dikirimkan Nely. Semua serangan itu dibelokkan oleh Kai, dan pada saat itulah, Weasel langsung berguling ke samping, sambil menggelindingkan sesuatu di lantai ke bawah kaki sang monster.
Sebuah granat.
Dan suara ledakan mengerikan terdengar di udara, bercampur dengan suara daging yang tercabik-cabik. Darah, daging dan batu-batu kerikil bermuncratan ke segalaarah. Monster itu kini tak berbentuklagi dengan bagian tubuhnya tersebar dimana-mana.
Mata Kai memicing dengan benci, melihat dua orang itu berhasil mengalahkan monster ciptaannya.
"Berhasil!" Nely bersorak.
Satu tubuh utuh yang tersisa, dari bagian pinggang hingga atas, masih saja merintih, ketika dengan hening Weasel melangkah mendekat.
"… kau…" ternyata itu adalah tubuh keempat, milik Fapi sang pengantar pizza.
"Kau tahu dimana Mima Shiki Reid?" Weasel langsung bertanya.
"… a-aku tidak tahu. Si-siapa kau?"
"Suaminya."
"Oh," Fapi tampak tersenyum. Mataya seolah melihat cahaya terang.
"Akhirnya. Sebuah cinta. Cinta…"
Wajah Fapi seketika tampak bahagia, air matanya menetes.
"Dimana dia?" Weasel bertanya dengan nada tetap datar.
".. hati-hati dengan Kai…" Fapi tak memperdulikan pertanyaan Weasel.
"… ia bisa segalanya…ta-tapi.." denga matanya, Fapi meminta Weasel mendekat.
"… ia tak bisa membaca… "
Weasel mendekatkan telinga pada pengantar pizza yang sekarat itu.
"…mata…."
Lalu suaranya berhenti. Weasel menundukkan kepala dan menutup kedua mata Fapi yang beristirahat dengan damai.
Mata...?
"Tak berguna." Suara dingin menyahut di belakang Weasel.
Weasel langsung berbalik. Di belakangnya muncul seorang lelaki yang mirip dengan tiga wajah monster yang baru dikalahkannya. Alshain Kairos.
"Kai!" Teriak Nely.
Weasel mengacungkan senapannya ke arah Kai.
Dan hanya perlu satu tatapan untuk mengetahui masa lalu Weasel. Dan juga masa depannya.
Matanya nyalang,seperti setengah sadar. Ia bergerak merangkak, menyeret tubuhnya. Bukan rahasia kalau Weasel Reid punya ketahanan tubuh luar biasa, masih bisa bergerak dalam keadaan terluka parah
Lubang-lubang peluru di seluruh tubuh…dan moncong pistol terarah ke kepalanya.
Kepalanya diinjak tanpa ampun, dengan penuh penghinaan, memaksa wajahnya mencium tanah.
"Selamat tinggal, redhead keparat."
Dor. 
"Mr. Reid," Kai menyapa.Kau juga akan mati menyedihkan.
"Dimana Mima Shiki Reid?" Weasel tak perlu bertanya untuk mengetahui lelaki di depannya adalah Kai. Dari wajahnya yang tersenyum jahat, bajunya yang serba hitam, serta kemunculannya yang tiba-tiba, Alshain Kairos asli telah muncul. 
Kai tertawa. "Manusia! Sungguh kumpulan sel rendahan,"
Bahkan Weasel tak memiliki kekuatan apapun atau keistimewaan apapun, selain fisiknya yang kuat dan kemampuannya menggunakan senjata. Dan hanya dengan mata bertemu mata, Kai juga langsung mengetahui masa lalunya yang penuh diskriminasi, medan perang-medan perang yang dilakuinya sebagai prajurit tanpa nama, sebagai seorang tentara bayaran yang tak boleh dikenali publik. 
Juga pernikahan yang berlangsung dingin dan datar dengan Mima Shiki... sang pewaris Equilibrium. Terlihat tenang dan bahagia di permukaan…
"Kau datang untuk bekerja, atau menyusul istrimu, hm?" Kai bertanya.
Weasel tak menjawab. Ia menjawab dengan menembak.
Tetapi peluru itu tak mengenai Kai sama sekali, Kai membelokkan arah proyektilnya. Ia hanya menatap Weasel dengan mata merendahkan.
"Cinta, cinta, cinta… sungguh omong kosong yang tak kumengerti dalam dimensi ini," Kai seperti beretorika. "Setelah pria pengantar pizza itu, sekarang kau juga datang karena mencintai istrimu, memangnya apa yang kau punya?"
Wajah Weasel mengaku, rahangnya mengeras.
"Kekuatan apa yang kau miliki, sehingga berani melamar seorang pewaris Equilibrium, yang bukan saja lebih kuat darimu, tapi juga lebih unggul darimu?" Kai meneruskan, bagai menghakimi.
"Bangsat." Weasel menggumam pelan. Marah.
"Memangnya kau yakin telah membuat istrimu bahagia?"
"DIAM!" Weasel kembali menembak.
"IGNIS!" Nely menyerang dari belakang Weasel, melemparkan lesatan-lesatan sinar bercahaya. Namun serangannya pun berbelok kearah lain, meledakkan reruntuhan di belakang Kai. Kai tetap tak berkedip, ganti menatap Nely. Dan matanya bersinar jahat.
Ia mengarahkan tangannya kepada Nely.
"Ka-kau... tak bisa menyerang dengan sihir..!" Nely berteriak memberanikan diri, melihat Kai seperti akan menyerangnya dengan serangan fisik jarak jauh. Dia hanya menggertak!
"Tapi aku bisa mempermalukanmu," Kai tersenyum dingin.
Dan dalam sekejap, Nely berada dalam keadaan telanjang bulat. Seluruh pakaian yang dikenakannya diteleport entah kemana.
Nely menjerit.
Weasel menyaksikan semua itu dengan geram.
"Kau sendiri, apa yang kau bisa tanpa senjata, hm?" Kai ganti mengarahkan tangannya kea rah Weasel. Senapan serbu Weasel dan segala peralatan militernya langsung menghilang, diteleport entah kemana olehnya. Juga helm dan kacamata hitamnya, hilang begitu saja. Kemeja militer Weasel seperti tertarik ke depan, kancing-kancingnya terlepas.
Kai tersenyum licik. Ia menginginkan keseruan yang lebih.  Mempermalukan mereka hingga ke akar-akarnya.
"Coba tunjukkan padaku, kekuatan cinta kalian berdua…!" Kai menghilang, meneleport diri. Berpindah ke tempat lain dimana ada peserta lain yang juga berada di lokasi, yang baru saja  yang baru saja membelah perut Rahamut.
"Sial," Weasel menggeram.
Ia menoleh dan melihat Nely bersimpuh gemetar, meringkuk telanjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, ketakutan seperti anak kecil. Matanya sudah basah karena tangis.
Weasel membuka seragam atasannya, melemparkannya ke arah Nely.
"Te-terimakasih…" Nely berkata terbata, sementara Weasel hanya membuang muka.
Satu sosok lain muncul tiba-tiba dalam kericuhan itu.
Seorang wanita yang berlumuran darah dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mima.
-o0o-
Tamon Ruu dan Dimas menyaksikan bagaimana Kai mempermalukan Nely, dan melihat Mima tiba-tiba muncul di tengah-tengah Weasel dan Nely.
"Busuk," Dimas menahan geram melihat taktik Kai.
"Mengapa…" Tamon Ruu mendesah, tak tega melihat. "… lebih banyak peserta yang jahat daripada yang baik?"
Di tempat lain, lewat mikro-drone berkamera yang memang di-setting untuk merekam sepak terjang setiap peserta, Samuel dan tim menahan nafas melihat kejadian itu di layar monitor. Termasuk Daniel.
"Fanservice," Sam mengangkat alis, menoleh ke arah Lyca yang langsung memasang wajah masam.
"Seperti plot sinetron." Komentar Lyca. "Perselingkuhan yang diatur oleh antagonis,"
"Wow, jahat, jahat sekali," Daniel berkomentar, tapi menyunggingkan senyum tertarik. "Kai memang manipulatif, seperti yang dibicarakan orang-orang."
"Manusia," kata Han, terdengar seperti berfilosof, "… bisa benar-benar jahat, meskipun mereka tak melukai atau menyerang…" 
-o0o-
Mima muncul di antara mereka, berlumuran darah.
"Weasel?"
Mima terpaku.
Ia melihat Weasel berdiri di dekat seorang wanita berambut biru telanjang bulat yang sedang mengenakan seragam Weasel.
Pakaiannya… ya, itu seragam Mercenary untuk petempuran gurun pasir, yang selalu disetrikanya dengan hati-hati dan penuh cinta, setiap Weasel akan berangkat bertugas. Berharap limpahan kasih itu ikut melindunginya ketika bertugas.
Atasan seragam itu kini dikenakan oleh seorang wanita berambut biru yang terlihat cantik… tipe wanita yang selalu dibenci Mima diam-diam.
Gadis-gadis single seksi, berdada besar, berbokong aduhai, yang punya waktu merawat tubuh, yang membuang sekian ratus dolar untuk duduk santai di salon-salon…
Mereka yang tinggi bagai model, punya waktu banyak merawat diri, mewarnai rambut, nongkrong di kafe-kafe, dan hidupnya tak sepi karena terikat pada sesuatu … hanya tahu bersenang-senang.
"Apa yang kalian lakukan?"
Ada rasa cemburu yang tiba-tiba memuncak, membuat dada Mima terasa ingin meledak. 
"Alshain Kairos," Weasel mendesiskan nama itu seperti mengutuk.
"Ka-kalian tidak melakukan apa-apa, bukan…?" Mima berkata dengan bibir bergetar. Matanya tampak menghampa.
"Memangnya apa yang kau pikirkan? Ini ulah Alshain Kairos." Weasel mengulangi kata-katanya lagi, tetap dengan nada datar seolah penjelasan itu cukup.
Seharusnya tidak begini, pertemuan kedua, seharusnya tak begini…
"I-itu benar!"Teriak Nely, matanya masih menyisakan air mata.
"Semua itu tidak benar, Mima." Kai muncul di belakangnya. "Karena itu kau kupindahkan kemari untuk melihat sendiri apa yang mereka berdua lakukan. Suamimu tak sesetia yang kau pikirkan."
Mima mengarahkan pistolnya kearah Nely, matanya menatap seperti terluka. Penampilannya nampak menakutkan karena wajahnya belepotan darah.
"JELASKAN PADAKU, JAWAB!"
Nely beringsut ketakutan.
"KAU JUGA, WEASEL!"
Weasel terkesiap mendengar Mima berani membentaknya. Ini pertama kalinya setelah delapan tahun menikah. Semarah apapun Mima, Mima tak pernah berteriak padanya.
"Sudah kujelaskan." Weasel berkata. "Tidak ada apapun yang terjadi."
"KAU SELALU BERPURA-PURA TAK ADA YANG TERJADI!" Mima berteriak, kali ini nadanya terdengar frustasi, ganti ia mengacungkan pistolnya yang lain ke arah Weasel.  "KAU TAK PERNAH MENJELASKAN,KAU SELALU DIAM DAN BILANG SEMUANYA OKE, SEMUANYA BAIK-BAIK SAJA, KAU TAK PERNAH BICARA BANYAK! SEKARANG JELASKAN ADA APA INI!"
Weasel tak mengira akan reaksi Mima. Seperti Mima yangtak pernah ia kenal.
"Kau ingin aku bilang apa?" Weasel hanya bersuara datar menghadapi istrinya, balas menatap Mima dengan kening mengerut.
"Kau sepertinya tak pernah memahami istrimu, Weasel." Kai tiba-tiba muncul, menyahut dingin, melanjutkan penghakiman. "Dia butuh penjelasan mengapa kau di sini. Kau datang untuk menariknya pulang, bukan? Padahal istrimu sedang butuh liburan…"
Weasel tak pernah pandai bicara. Ia bicara dengan lambaian senjata dan desingan peluru.
"Bukan. Aku datang untuk mendampingimu." Lanjut Weasel. "Jade memerintahkanku kesini."
"…" Mima terdiam sejenak. Lalu wajahnya terlihat bimbang.
"Kenapa… selalu karena Jade? Apakah kau laki-laki, Weasel? Kenapa semuanya selalu berhubungan dengan pekerjaan?"
Weasel mengerutkan kening, terlihat marah.
"Laki-laki pergi keluar, perempuan tinggal di rumah."
Mima marah.
"SIALAN! KAU KIRA AKU TIDAK BISA MENEMBAK DAN BERTEMPUR SEPERTIMU?! APA KARENA KAU PERNAH MENGALAHKANMU, KAU KIRA BISA MEPERLAKUKANKU SEENAKNYA?"
"Aku menikahimu bukan karena itu." Weasel memotong, dingin."Aku menikahimu bukan karena aku berhasil MENGALAHKAN KAU! TAPI KARENA MENCINTAIMU, BODOH!"
Mima terdiam.
"Tapi… aku…"
Aku ingin menembak dan merasakan bahaya…
"Kaupikir kau bisa mendapatkan keduanya sekaligus, Mima?!" Weasel melanjutkan. "TIDAK! KAU HARUS MEMBUAT PILIHAN. BERHENTI MENJADI RUNNER ATAU TIDAK BERKELUARGA, SAMA SEKALI!" 
Mima menatap Wasel, kali ini matanya berubah antara sendu dan benci.
"Kenapa kau selalu benar?" desisnya.
Mengapa kata-katamu selalu benar, Weasel…
"Dasar bodoh. Kau tak melihat ini hanya jebakan?"
Mima terdiam.
Ia mengubah bidikannya dengan cepat, ke arah Kai. Menembak.
Weaseljuga mencabut satu pistol dari saku kirinya, mengarah ke arah Kai. Menembak.
Kai terkesiap. Apa? Seharusnya, semua senjatanya sudah kuteleport… Kai tak menduga masih ada senjata tersisa yang disimpan dalam saku celana Weasel, sebuah pistol berwarna perak.
Bukan, dua pistol… yang lain masih disimpannya dalam saku... mengapa bisa terlewat?
Dua peluru.
Kai melakukan pathbending.
Peluru Mima berbelok, peluru yang ditembakkan Weasel melaju lurus.
Kai meneleport diri, mengelakkan diri dari terjangan peluru kedua.
Mengapa pathbending-ku tak berhasil…?
"MIMA!" Weasel berteriak, melemparkan pistol yang baru ditembakkannya kepada Mima, sementara tangan kirinya mencabut pistol lainnya yang berwarna hitam.
CZ… Mima melihat pistol perak itu melayang di udara. Secepat kilat kedua tangannya mengembalikan kedua pistol di pinggul, sambil melangkah cepat dan menagkap pistol perak itu.
Yang bisa menggunakan senjata itu dengan benar, hanya Mima seorang. Meskipun orang lain menggunakannya…
Mima menembak lagi ke arah Kai. Disusul Weasel menembakkan pistol lainnya yang berwarna hitam.
Kai mengelak lagi dengan berteleport. Sambil tak habis pikir, mengapa pathbending tak mempan menghadapi pistol itu.
Sekelebat, Kai melihat sebuah entitas aneh muncul bagai bayangan, muncul di belakang Mima.
[Jaga sikapmu, Mapmaker.]
"Ugh!" Kai meneleport tepat ke belakang Mima, lebih cepat dari reaksi Mima untuk berbalik. Satu tangannya melingkari leher Mima, seperti akan mencekik. 
"4TH WALL!"
Dan Kai menghilang, bersama Mima. Keduanya menghilang.
Pistol CZ75 berwarna perak itu terjatuh ke tanah.  The Sister, CZ. Salah satu dari the Sibling Handgun, entah mengapa, tak ikut berpindah.
Nely juga melihatnya. Dan samar, ia melihat mannayang sangat halus, memancar keluar dari pistol perak itu, juga dari pistol hitam yang kini dipegang Weasel.The Brother, Sig.
"DAMMIT!" Umpat Weasel.
Wasel tampak begitu marah, hingga Nely tak berani mendekat.
;
;
SECTION 5:
DINNER AT HISARIA: EQUILIBRIUM LEGACY




;
;
Mima melihat sekeliling. Ada sebuah meja bertaplak putih bersih, diterangi cahaya lilin yang seperti melayang. Permukaan lantai seperti digenangi air, mengingatkannya pada Biolab, namun air ini memiliki wangi seperti anggur yang memabukkan.
Ia menemukan dirinya sedang duduk di kursi menghadap meja. Terikat dengan kedua tangan di belakang sandaran kursi.
Dimana ini?
"Ini adalah Hisaria, realita buatan yang terlepas dari ruang dan waktu." Kai tersenyum menyambut Mima, langsung menebak pikirannya untuk memulai intimidasi. Ia duduk dengan tenang di depan meja, ia menatap Mima lekat-lekat. "Di sini, semua hukum fisika tunduk pada perintahku. Jangan berpikir untuk meloloskan diri,"
Dan sekelebat, pertemuan mata dengan wanita itu mengirimi Kai satu kelebatan memori lain.
Mima yang jauh lebih muda, telanjang, kedua tangannya diborgol, di hadapannya berdiri seorang lelaki yang tadi dilihat Kai. Sosok lelaki yang dipanggil dengan sebutan "Profesor"memegang pedang tajam yang diarahkannya ke leher Mima.
["Dalam keadaan seperti apapun,…."]
Mima menatap sang professor ketakutan.
["… jangan menyerah. Ingat, aku akan selalu bersamamu,"]
"Apa maumu?" Mima balik menatap Kai tajam, membuyarkan bayangan itu.
"Pistol-pistol itu, Sibling Handgun, CZ dan Sig, the Sister and the Bro, itu pemberian sang Profesor, bukan? Pathbending-ku tak berlaku pada mereka," Kai berkata. "Bahkan, pistol itu tak ikut ter-teleport kemari, aku penasaran mengapa bisa begitu."
"Mana kutahu sebabnya," Mima menjawab ketus.
"Ayolah Mima, kau terlalu kaku, santailah sedikit agar kita bisa bicara…" Kai tiba-tiba seperti merayu. "Aku tertarik mendengar kisahmu dan Equilibrium,"
"Lebih baik mati," Mima menjawab dengan berani
"Oh, Daniel benar-benar membuatmu berubah," Kai mengeluh. "Bagian pertimbangan emsionalmu dibuat tidak sempurna sehingga kau jadi pemarah. Kalau kau mati, siapa yang mengurus kedua anakmu, hm?"
"Ada kakakku, dan teman-temanku di NYPD." Jawab Mima. "Mereka tidak akan tinggal diam."
"… kalau tidak ada Equlibrium, mungkin anakmu bisa masuk Harvard."
Mima tersentak.
Lawannya ini bahkan tahu, rasa takut yang pernah disimpannya. Rasa takut anak-anaknya akan direkrut menjadi sama seperti dirinya. 
"Kau… " Mima menatap dengan mata menusuk.
"Kekuatanku adalah membaca masa lalu dan masa depan, Mima." Kai berkata. "Aku tahu masa lalumu; dan juga tentang Equilibrium. Dan.. aku tahu masa depanmu, dan juga masa depan Weasel Reid. Aku tahu semuanya." Kai menangkupkan kedua tangannya, matanya menatap Mima dengan ekspresi licik.
Mengalahkanmu secara fisik itu mudah, tapi menyiksamu secara psikologis, jauh lebih mengasyikkan bagiku, Mima. Untuk menaklukkan keberanianmu, perlu untuk menelanjangimu pelan-pelan…
"Kau ingin tahu?"
Mima diam.
Kau ada dalam genggamanku, Mima Reid. Equilibrium Survivor.
"Apa maumu?" ia akhirnya menyerah.
"Bagus." Kai memuji, "sedikit penyegaran mungkin bisa membuatmu lebih santai,"
Guyuran air dingin, entah darimana, mengguyur Mima dari atas. Melunturkan darah Rahamut yang lengket yang menempel di tubuh dan pakaiannya, hingga genangan air di sekelilingnya memerah.
Tali yang mengikat tangannya pun hilang tiba-tiba.
"Ingat, jangan coba-coba menyerang, karena aku pasti tahu," Kai mengancam. Ia mengarahkan tangannya kearah Mima. "… dan, aku yang menguasai tempat ini. Aku bisa melakukan apapun padamu. Apapun,"
Mima hanya menatap tajam, bahkan ia tak bergeming atau menjerit sedikitpun, ketika Alshain Kairos menelanjangi tubuhnya. Menghilangkan pakaiannya entah kemana, seperti yang dilakukannya pada Nely.
Mima Reid, untuk ukuran wanita yang sudah menikah, seluruh otot dan dagingnya masih kencang berisi. Atletis seperti badan petarung, indah seperti pahatan patung-patung maestro… hanya saja ia selalu terlihat biasa…   
Kai melihat satu luka berbentuk bulat kecil, di dekat tulang rusuk kiri Mima. Bekas luka tembak yang konon, dibuat oleh Weasel. Juga beberapa bekas luka tikam yang dijahit rapi di pinggang kirinya. Bekas luka dari pertarungan sebelumnya di biolab.
"Jadi… inikah tubuh seorang assassin yang punya dua anak,"
Mima balas menatap tajam dengan pandangan membunuh.
"Kalau aku bisa, akan kucincang tubuhmu, Alshain Kairos…" Mima merutuk.
"Jangan terlalu galak," Kai tersenyum merendahkan. "Aku bisa melakukan apapun sesukaku di sini. Memperkosamu, menyuruhmu merangkak-rangkak menjilat kakiku, menyiksamu hingga kau minta dibunuh,… aku bisa melakukannya." Kai balas mengancam.  
"…. tapi, bukan itu yang kuinginkan,"
Aku ingin tahu, kau bisa semenarik apa…
Kai mengarahkan tangannya lagi.
Dalam sekejap mata, tubuh Mima menjadi bersih, berbalut gaun malam biru gelap dari sutera mahal, pendek berlipit di depan, dan memanjang di belakang seperti mermaid's tail. Potongan atasannya V-neck dengan bagian dada rendah dan perut terbuka, memperlihatkan garis abdomennya yang ramping. Kakinya yang berotot jenjang, dibalut stocking hitam beranda dengan tinggi sepaha, ditahan gartier belt yang juga tampak mahal, menyambung dengan celana dalamnya. Kai juga mendandani khusus bagian itu, termahal yang ia bisa lihat dari lipatan ingatan Mima. Kakinya mengenakan sepatu hak tinggi bertali, yang sederhana namun elegan. Rambut hitamnya digelung ke atas, menyisakan poni dan jumputan rambut yang menggantung di depan telinga, memperlihatkan lehernya yang jenjang. Sebuah choker hitam melingkari leher itu, dan gelang dari metalik hitam yang serasi juga melingkar di kedua pergeangan tangannya. Bahkan kedua telinganya dihiasi anting permata asli.
Kau terlihat menawan…
"Kau lebih cantik begini," Sahut Kai, tersenyum puas.
Kalaupun kau harus mati, kau akan mati dengan indah.
"Armani,Svarovski, Victoria's Closet… dan sepatu Jimmy Choo. Bukankah ini barang-barang yang diam-diam kau idamkan? Yang tidak bisa diberikan suamimu?"
Mima menahan nafas karena amarah. Wajahnya terasa berat karena pupuran bedak, dan bibirnya terasa aneh karena lipstik yang tak biasa dipakai.
"Duduklah dengan tenang. Ceritakan padaku tentang Equibrium."
Mima duduk dengan canggung. "Apa yang ingin kautahu dari Equilibrium?"
"Aku tahu kalau ada seseorang yang kalian sebut 'profesor' yang mengajari kalian, siapa dia sebenarnya?" Tanya Kai.
"Dia seorang ilmuwan yang lama mengembara dan mempelajari ilmu beladiri kuno di berbagai bagian bumi. Semua yang ia pelajari kemudian diekstrak menjadi gerakan-gerakan Equilibrium. Terdiri dari pengetahuan tentang enambelas langkah mematikan, tigapuluhdua pengetahuan tentang titik-titik vital manusia, dan satu signature move, yang hanya dipelajari oleh masing-masing kelas…"
"Untukmu,runner,signature move itu adalah tarian Ashura, bukan? Yang kau tunjukkan di Preeliminasi dan ketika melawan Vulture."
Mima tak mengangguk. Tapi Kai tahu tebakannya benar.
"Apalagiyang sebenarnya diajarkan oleh Equilibrium? Aku tahu itu bukan hanya sebentuk gerakan bela diri."
"Ilmu perang." Mima menjawab. "Dalam skala yang berbeda. Tergantung kelasnya."
"Kelas? Runner, Hunter, Con?"
"Ya."
"Terangkan padaku."
"Equilibrium selayaknya permainan catur." Jawab Mima kemudian.
Kai memunculkan papan catur lengkap dengan bidak-bidaknya di meja.
 "Runner adalah bidak caturdengan mobilitas tinggi, menghadapi lawan satu lawan satu atau secara massal. Ia bertugas di lapangan, mirip pasukan infantri dan kavaleri," Mima menggerakkan pion benteng hitam, menyentil satu bidak putih.
"Sedangkan Hunter bertugas menghapus atau menghilangankan bidak catur. Mereka dididik menjadi pembunuh senyap yang bergerak tanpa terdeteksi. Perannya seperti mata-mata, menyamar dan melakukan pembunuhan sesuai pesanan," Mima melempar keluar bidak benteng hitam yang dipegangnya. 
"Dalam situasi seperti ini, apakah hitam masih bisa menang?" Mima bertanya pada Kai, ia melempar bidak hitam Raja dan Ratu, melambangkan pimpinan atau komandan yang terbunuh oleh Hunter.
"Masih bisa, lewat Con. Terangkan padaku, apa itu Con,"
"Kelas terakhir, Con." Mima tersenyum tipis. "Tugas Con adalah memenangkan pertempuran melalui strategi." Mima mengangkat papan catur, menjatuhkan bidak-bidak putih dan menyisakan beberapa bidak hitam masih berdiri di tempatnya. "…mereka adalah ahli straegi dan jebakan, menganalisa kemungkinan-kemungkinan, memanipulasi semua sumberdaya yang bisa digunakan, membuat prediksi dan menyerang balik di saat lawan lengah,"
"… dan cara kami mempelajari semua itu, berbeda pada masing-masing kelas."
"Jadi, ilmu perang yang kau pelajari berbeda dengan Con dan Hunter?"
"Ya."
"Runnerakan mempelajari titik-titik kelemahan eksternal dan penguasaan berbagai senjata. termasuk senjata api dan senjata tradisional. Hunter akan belajar menyamar, mengintai, menembak hingga tingkatsniper, mereka juga wajib mempelajari fisiologi, jenis racun dan obat-obatan. Sedangkan Con, selain bela diri dan menembak, mereka mempelajari kitab-kitab ilmu perang, geografi, antropologi dan psikologi."
"Kelihatan sangat menjanjikan," puji Kai. "lalu… setelah mencapai usia yang cukup, kalian dijual ke penawar tertinggi?"
Mima berhenti sejenak.
"Bukan dijual. Tapi diadopsi."
"Kelihatan seperti jual beli manusia bagiku. Jual beli tentara super, tepatnya."
"Profesor mengasuh kami dengan baik, meskipun metodenya terlihat kejam di mata orang awam,"
"Sekarang, bagaimana ciri-ciri professor itu? Siapa dia sebenarnya?"
Mima menggeleng. "Ia tak pernah memberitahu namanya yang sebenarnya."
"Ciri-cirinya?" Kai mencoba mengecek.
"Beruban dan rambutnya panjang, sudah berumur, sebagiantubuhnya cacat dan penuh bekas luka akibat peperangan. Lehernya pernah terluka, hingga pita suaranya rusak. Ketika berbicara, kadang ia harus dibantu mesin…"
Kai teringat sekelebatan sosok putih yang muncul di belakang Mima sebelum ia berteleport ke Hisaria. Tapi, bagaimana ceritanya professor itu bisa muncul di sana sebagai bayangan, dan bahkan, bisa berkomunikasi denganku?
"Dimana dia sekarang?"
"Meninggal. Ketika Interpol menyerbu panti asuhan. Begitu yang mereka katakan padaku."
Kai diam sejenak. Jadi, aku berkomunikasi dengan bayangan pria yang sudah mati. Kai langsung menjadi penasaran.
 Tapi, bagaimana caranya bayangan orang mati bicara padaku?
"Bagaimana dengan kode rahasia Equilibrium?"
Mima diam.
"Jawab." Kai mengancam.
"Itu kode yang hanya bisa dipahami para lulusan Equilibrium, meskipun kau mengetahui masa lalu dan masa depan, itu hanya bisa dikodekan oleh kami. Itu adalah privilege yang tak bisa dipindahkan atau dibocorkan,"
Untuk memecahkan kode itu hanya bisa dengan mencetak generasi baru Equilibrium…
Karena itu, aku ingin menghapus Equilibrium. Target termudah mencetak generasi Equilibrium yang baru adalah dengan merekrut anak-anak para lulusan… dan itu bisa 'mereka' lakukan meskipun kami melindungi Orlick dan Philla sekuat tenaga.  
Kai diam sejenak, mencerna jawaban Mima. Ia memang sempat melihat kode rahasia itu di masa lalu Mima, yang menyembunyikan satu rahasia pada satu kekuatan besar. Kekuatan itu bahkan cukup besar untuk merobek portal dimensi keempat. Kai tak mengira sebelumnya kalau ada cara lain untuk kembali ke Calabi, dan tak mengira juga kalau kode rahasia Equilibrium juga adalah salah satu kunci menuju ke sana.
Aku harus melihatnya secara lengkap untuk memahaminya.
Lalu ia memuculkan sebilah pedang lentur di meja.
"Baiklah, Equilibrium," Kaimenggeser pedang itu lebih dekat ke arah Mima. "Aku ingin melihatnya lengkap, Equilibrium."
Mima berdiri, melepaskan sepatunya, lalu mengambil pedang.
Dan ia mulai bergerak.
Jurus Equilibrium pada level berikutnya pernah ia gunakan melawan Wildan dan Vulture, dengan menggunakan senjata. The Big Dipper, variasi gerakan Tujuh Bintang Ursa Major yang konon diadaptasi dari jurus pedang pegunungan Wudang… tapi, memang tidak langsung diawali oleh gerakan itu… professor telah mengkombinasikannya dengan rumit dengan bela diri yang lain…
Langkah keenambelas, menggunakan tongkat pendek dengan gerakan lentur yang sesekali menyentak keras. Eskrima Kali. Dilanjutkan setengahnya dengan liukan,  melekukkkan tubuh bagaikan air mengalir, lakukan dengan kuda-kuda meninggi merendah bagaikan arus sungai yang menuju ke laut, liu dong de qixing Wudang  jian…
Jemari kakinya yang terbalut stocking hitam meluncur di permukaan lantai yang berair, mencipratkan air yang gemerlapan karena pantulan cahaya lilin.
Kai merasa ia sedang melihat sebuah mahakarya; pertunjukkan indah. Pernah ia menyaksikan beberapa kali tarian telanjang saat masih menjadi anak buah Thane, tetapi yang disaksikannya saat ini, sungguh jauh berbeda.
Seorang wanita dewasa yang anggun, berbalut gaun hitam elegan, dengan pedang di tangan, menari…
Samar, Kai melihat percikan-percikan air itu membentuk sebuah citra.
Citra seorang lelaki berambut putih pajang, yang menatap Kai tajam.
Kai mengerutkan kening. Mima sepertinya tak menyadari bayangan itu.
Lagi-lagi bayangan itu berkomunikasi, dalam bahasa yang hanya dipahami Kai.
[Para Equilbrium survivor sudah kulindungi dengan idea-ku. Ragaku musnah, tapi jiwaku bertahan dalam Equilibrium, menjaga mereka tanpa mereka ketahui.]
Kai mengerutkan kening. Dia bertelepati.
Dengan batinnya, ia mencoba membalas.
Siapa kau?
Bayangan itu tersenyum tipis.
[aku sama denganmu]
Kau… dari dimensi keempat?
Sosok itu tak menjawab, tapi matanya memicing dan Kai melihat kekejaman selintas di mata itu. Dan sekejap, Kai bisa melihat masa lalu, penderitaan dan perenungan lelaki itu ketika mengembara di Earth Realm, dunia asal Mima. Hingga ia menemukan kode rahasia tentang sebuah kekuatan, dan mendirikan panti asuhan Equilibrium untuk menjaganya.
Rupanya kau juga dihukum… dilempar ke Earth Realm.
Lambat laun, Kai bisa membaca dari angkah dan pola gerakan Mima, kode rahasia yang tersembunyi itu. Karya seperti ini tentulah bukan hasil ketekunan seseorang yang berada di bumi. Bukan hasil pemikiran makhluk dimensi ketiga.
Bayangan itu membalas:
[Kau kelirukalau menganggap manusia lemah dan tak bisa mengontrol nasibnya sendiri. Dengan Equilibrium, kuajarkan sebagian kecil dari mereka untuk mengendalikan diri, memahami takdir, dan mengendalikan tujuannya sendiri…]
Kai terperanjat.
Kau… seorang Anti-Mapmaker?
[Aku adalah makhluk sepertimu yang percaya kalau manusia itu merdeka, bebas memilih nasibnya.]
Sosok itu menatap Mima yang masih bergerak, seperti mata seorang ayah pada anaknya. Lalu ganti menatap Kai.
[…kau takkan bisa mengalahkannya. Ia adalah runner terakhirku yang terkuat]
Lalu sosok itu menyunggingkan senyum sinis yang merendahkan.
Tanpa sadar, Kai menggelatakkan giginya karena marah.
Dia cuma manusia. Lemah dan  rendah…
Bayangan itu menghilang tiba-tiba, seiring Mima menyerang dengan gerakan mendadak, mengarahkan pedangnya lurus kearah Kai.
Kai menghilangkan pedang, Mima hanya menyerang tangan kosong. Namun kemudian Mima berputar sambil mengibaskan gaunnya.
Kai hanya melihat warna sutra biru gelap yang menyapu lembut wajahnya, yang langsung berganti menjadi tendangan keras kearah rahangnya. Membuatnya terpental ke samping dengan bibir berdarah.
Mima tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia siap maju melancarkan tendangan kedua dengan target ulu hati Kai.
Kai langsung mengarahkan tangannya kearah mima, membuat Mima diam tak bergerak, dengan tubuh bergetar. Kai menghentikan laju pergerakannya dengan pathbending.
"Kurang ajar…"  Kai mendesis marah. Ia menyeka bibirnya yang sobek dan mengeluarkan darah.
Cih. Dia berhasil melukaiku, tubuh ini sungguh merepotkan.
Lalu ia mendekat ke arah Mima yang masih berusaha untuk bergerak, namun sia-sia karena kedua kakinya seperti terpancang rapat ke tanah.
"… kau…" tangan Kai memegang dagu Mima.
"… akan kuhancurkan harapan professor-mu itu. Juga kau. Sampai ke akar-akarnya." Matanya menatap kejam.
"… akan lebih menyenangkan kalau suamimu juga melihat, hm?"
Mima menatap dengan mata membara.
Kai berpindah kembali, ke Proto Rahamut.
-o0o-
"Kita tidak tahu kapan dia muncul kembali," Weasel berkata dengan kebencian yang ditahan.
"Kalau dia muncul, aku akan membunuhnya," suara datar Weasel terdengar sedingin es.
"Di-dia memang bajingan," Nely setuju, berusaha menciutkan tubuhnya yang telanjang di balik seragam Weasel yang sebenarnya jauh dari cukup untuk menutupi tubuhnya.
"Sepertinya aku paham, apa yang dimaksud lelaki itu," Weasel melirik jasad Fapi yang terletak tak jauh darinya.
"Kai punya kelemahan..?"
"Ya." Weasel menatap Nely.
Gadis berambut biru itu menatap Weasel dari atas ke bawah.
Seorang suami yang menyusul istrinya…
Ah, Nely tak tahu apakah ia sedang merasa iri atau rindu pada Dimas. Romantisme yang terpapar pahit sekilas antara Mima dan Weasel membuatnya berpikir dua kali tentang Battle of Realms dan pernikahan.
Semua pertempuran, besar dan kecil, memang memiliki pelajaran… Nely teringat nasihat ayahnya. Tiba-tiba Nely juga merindukan lelaki tua itu, yang sekilas perawakannya juga mirip Weasel. 
"Aku punya rencana," Weasel berkata. "Kita bisa mengalahkan Alshain Kairos. Tapi kau harus membantuku."
;
;
;
SECTION 6:
 A TEST OF TRUST
;
;
Kai tiba-tiba muncul kembali ke Proto Rahamut, ketika Weasel dan Nely sedang duduk berjauhan, beristirahat sejenak setelah melakukan 'rencana'.
Weasel langsung mengeluarkan pistol, tetapi Kai langsung memindahkannya. Ketika Weasel terpindah, di posisi lebih dekat dengan posisi Kai, Kai memunculkan satu batu besar tepat di depan Weasel. Dan juga batu-batu yang lain, muncul begitu saja, menumpuk mengepung Weasel dan Nely, membentuk semacam penjara buatan dari batu. Weasel terjebak di dalam.
"Kalian… hanya makhluk rendah. Tiga dimensi rendahan," Kai menggeram marah, bibirnya sobek berdarah. Weasel langsung tahu, Mima telah berhasil melukai Kai.
"Makhsluk mulia seperti kami tidak seharusnya tunduk pada kalian!"
Kai meneleport senapan serbu milik Weasel di tangannya, dan jugasatu orang lagi.
Weasel terperanjat.
Mima. Dalam wujud yang hampir tak ia kenali, mengenakan gaun malam seksi yang menggoda, berlutut. Posisi kepalanya berada di genggaman Kai, kepalanya ditodong senapan serbu milik Weasel.
"Lihat ini, Reid." Kai tersenyum sadis di belakang Mima. Tangannya merambah ke perut dan payudara Mima. "Ia adalah survivor Equlibrium… kau mendapatkannya, tapi kau menyia-nyiakannya… tak tahukah kau, ia sungguh berharga?"
"BERHENTI!" Teriak Weasel.
Sebuah pisau muncul di tangan Kai yang lain, ACE F1 milik Mima. Perlahan, ujung pisau itu menelusuri celah diantara dua payudara Mima, meyayat sedikit ke atas, menyobek bagian gaun yang menutupi dadanya, sedikit.
"Bagaimana perasaanmu, Mr Reid? Kau tak berhasil melindunginya… kau sungguh bukan laki-laki yang tepat untuknya!"
"BANGSAT!" Weasel menendang dinding batu, mencoba memberontak keluar.
Nely menembak dari belakang. Sibling Handgun yang berwarna perak, the Sister, memuntahkan peluru.
Kai terkejut. Ia menyadari ada peluru yang menyerang dari belakang, peluru yang tidak mempan Pathbending. Ia meneleport diri untuk menghindari diri.
Mima tahu yang terjadi adalah teleport. Dalam sepersekian detik, ia beringsut dan ketika kakinya terasa menjejak tanah lagi, ia menunduk dan menghantamkan lututnya ke selangkangan Kai. Tak tepat mengenai kemauan, tapi… serangan di bagian dalam paha itu cukup menyakitkan. 
Kai berteriak marah. Lalu menghilang.
Nely meledakkan dinding batu yang mengurungnya, dan yang mengurung Weasel.
Weasel keluar, berlari ke arah Mima, membantu melepaskan ikatannya.
Dalam diam. Keduanya tak saling bertegur sapa.
Hanya diam.
Nely menyaksikan itu.
Gaun malam itu. Mima terlihat cantik.
Kai bisa memanipulasi ruang dan waktu… apa yang telah terjadi?
"Aku tak suka pakaian itu,"
Hanya itu yang dikatakan sang suami.
Pelan dan dingin.
Aku tak suka pakaian itu.
Mima membuang muka dengan wajah murung.
Mengapa… kau selalu begitu?
"Nely, pistolnya!"
Nely melemparkan pistol perak yang dipinjamkan Weasel padanya. Sesuai rencana, Weasel memegang pistol hitam, Sig The Bro, dan Nely dipinjami yang perak, CZ The Sis. Entah bagaimana, kedua pistol itu tak mempan pathbending.
Weasel menangkapnya, dan memberikannya ke lengan Mima.
"Milikmu,"
Mima menatap Weasel, matanya menatap takjub.
"Yang satunya tertinggal saat aku diteleport tadi," Weasel berbalik, berniat mencari pistol yang lain, yang hitam, yang tertinggal di tempatnya duduk di awal Kai tiba-tiba muncul. 
Mima masih menatap tangannya, yang menggenggam pistol perak itu.
Modified CZ75. Pistol yang menemaninya sejak ia pertama kali melakukan penyerbuan. Pemberian sang professor, khusus untuknya. Sebelumnya, ia menggunakannya untuk menembak Kai dalam situasi mendesak. Ia belum sempat mengamati dan mengenang kembali, betapa senjata itu bagaikan teman lama yang kini bersua kembali.
Permukaannnya terasa begitu pas di tangan.
Pistol ini punya keunikan. Hanya Mima yang bisa menggunakannya hingga tingkat dimana sekali peluru dilepaskan, ia akan melesat ke sasaran, bagaikan sebuah peluru kendali kecil.
"… apakah ini, artinya kau mengijinkanku…"
bertempur?
Weasel tak menoleh ketika Mima mengajaknya bicara.
"Aku datang bukan untuk menyuruhmu pulang." Weasel akhirnya menjawab, sambil membungkuk mengambil pistol hitam, Sig Sauer P226, yang tergeletak.The Brother. Pistol itu, entah mengapa, juga anti teleport. Pistol tak ikut berpindah ketika Kai meneleport tubuh Weasel dengan paksa. 
Nely melihat ada suasana rekonsiliasi, yang menyebar samar diantara kedua orang itu. Meski tak ada romantisme mainstream yang biasa terjadi antara suami istri yang berhasil melewati situasi genting.
Weasel menghadap ke arah Mima, beberapa meter di hadapannya.
"Aku datang untuk mendampingimu."
Mima menatap Weasel.
Ini sungguh Weasel Reid, suaminya.
Suaminya, dalam topeng Mercenary. Dalam sosok seorang prajurit sejati yang siap berperang. Yang meninggalkan keluarganya ketika bertempur. Dan sekarang, mendampingi istrinya ketika bertempur.
Mima menatap Weasel dengan perasaan hampa. Ia menyadari kalau sosok Weasel yang terasa asing, sebenarnya adalah gambaran dari sosoknya sendiri.
Mima, yang asing dengan dirinya sendiri. 
Manusia bisa memiliki banyak sisi. Prajurit yang berani, ayah yang penuh kasih sayang, suami yang bertanggungjawab,… meskipun tak selalu sesuai harapannya.
Dan ia juga demikian. Masa lalu sebagai pembunuh, lalu bertugas menjadi polisi, kini sebagai ibu rumah tangga… yang tak mampu mengingkari kalau darahnya bergejolak senang di tengah hujan peluru.
Aku sudah bilang, aku mencintaimu apa adanya, Mima Shiki.
Weasel menatap nanar sosok Mima yang mengenakan gaun malam. Kontras dengan pemandangan siang Proto Rahamut. Pistol peraknya nampak berkilau berlatar belakang gaun malam hitam itu.
Aku mencintaimu apa adanya, tak peduli dengan masa lalumu. Aku hanya tak pandai mengatakannya. Aku hanya tahu bagaimana berperang. Menghadapi musuh  yang berat lebih mudah daripada menghadapimu, Mima. Kaulah yang lebih sesuai dengan senjata-senjata itu. Aku hanya makhluk buas. Sedangkan kau, kau adalah petarung murni yang sebenarnya, yang harus kulindungi.
Kulindungi agar tak terlepas ke medan pertempuran.
"… aku ingin menghapus semua data tentang Equilibrium.."
Karena, ketika kau terlepas lagi, dunia akan menatapmu. Mereka akan menginginkanmu, dan juga Equilibrium itu. Karena itu aku paham, mengapa kau ingin sekali menghapus masa lalumu. Equilibrium itu mengancam keluarga kita, kita berada dalam pengawasan ketat yang dilakukan diam-diam, entah oleh berapa negara, entah oleh berapa organisasi bawah tanah.  Mereka menunggu kita lemah, menunggu keluarga kita runtuh dan tercerai-berai, agar mereka dapat memungut sisa-sisanya.
Seharusnya kau tak bertempur sendirian demi itu.
Seharusnya aku menemanimu lebih awal.
Tetapi, segala pikiran dan perasaan itu terlampau rumit bagi Weasel untuk mengatakannya. Ia hanya melemparkan pistol hitam Sig kepada Mima. 
"Kau tidak bisa bertarung dengan gaun mewah itu…"
Hanya itu yang Weasel katakan.
"Kai memaksaku. Tapi dia… tidak menyentuhku." Mima membalas, sambil menangkap pistol hitam itu. Sibling handgun kini lengkap dalam genggamannya.
Rasanya kalimat yang ia lontarkan, tak ubahnya dengan pembelaan diri Weasel ketika Mima dengan emosional menuduhnya ketika bersama Nely.
Semuanya diam membisu.
Weasel menghela nafas.
Mima menunduk.
Nely juga, tiba-tiba merasa bingung dengan posisinya.
Apakah pertandingan ini… masih berlanjut..?
"BELUM SELESAI, MIMA REID..!"
Sebuah suara yang menakutkan terdengar dari dalam tubuh Weasel.
Bukan suara Weasel, tapi suara bajingan yang membuat mereka semua langsung tercekam.
Kai!
"… BAGAIMANA KALAU KUCABUT JANTUNGNYA?"
Mima mengarahkan kedua pistolnya kea rah sumber suara.Namun ia menyaksikan pemandangan menakutkan.
"A… aahkkk.."Tubuh Weasel bergetar,  mengeluarkan suara seperti tercekik. Seluruh tubuhnya seperti dihimpit, membuatnya sulit bernapas, dan ia berteriak ketika dadanya serasa mau pecah. Rasa sakit yang tak terkira menderanya dari dalam perut dan leher.
"Di-dia… berteleport ke dalam tubuh Weasel!" Teriak Nely, panik.
Satu tangan menyeruak keluar dari perut Wesel, berlumuran darah. Kepala Kai, tersenyum bengis, muncul pelan-pelan di belakang leher Weasel, giginya menyeringai hendak menggingit pembuluh darah penting.
"… APA YANG AKAN KAU LAKUKAN, PEWARIS EQUILIBRIUM?!" Kai berteriak. "KAU BISA MELIHATNYA MATI PELAN-PELAN..!" Kai menggigit putus pembuluh vena di leher Weasel, darah mengalir deras seperti air mancur kecil.
"Ugh.." Mima terpaku di tempatnya, kedua tangannya bergetar dengan kedua pistol berisi peluru. Bimbang akan melakukan apa.
".. tembak."
Nafas Mima seperti tercekat.
Kai terkejut.  Weasel telah menyuruh istrinya sendiri untuk menembak.
A-apa..?
Namun keterkejutannya tak sebanding dengan apa yang ia lihat di depannya, Mima mengarahkan pistol ke arahnya. Ke arah suaminya sendiri.
Nafasnya memburu, seolah memantapkan hati.
Tidak mungkin, tidak mungkin kau tega…
"TEMBAK, MIMA!" Weasel berteriaklebih keras.
"…!" Mima memejamkan mata, telunjuknya menarik picu.
DOR. DOR.
Dua pistol menyalak.Memuntahkan peluru.
[kau bahkan bisa menembak dengan tepat meskipun dengan mata tertutup]
DOR.
Kai ikut merasakan peluru itu menembus leher dan dadanya.
Arahnya… ke jantung….
Weasel tumbang ke belakang.
"….!"
Mima mengarahkan tangan kirinya ke atas, menembak, tangan kanan ke belakang, menembak. Tanpa berbalik.
DOR-DOR. Lagi.
"Ugh."
Suara Kai. Di belakang Mima.
Leher, perut dan dadanya terkena, bersarang timah panas.
"Ba-bagaimana kau tahu aku.." akan muncul di belakangmu?
Suara Kai terdengar parau dan menakutkan.
Mima berbalik.
Lalu satu peluru lagi, menyusul mengenai bahu dan punggung, entah datang darimana.
Kai jatuh berlutut.
Tangannya mengangkat ke arah Mima, siap menyerang.
Tapi serangan lain bertubi-tubi menghantamnya kembali, dari dalam tanah. 
"Fulminis imbrem deus estrui ignis… LAVA!"
Magma merah panas keluar bagai air mancur dari dalam tanah, menghanguskan sebagian tubuh Kai.
"MATI KAU, ALSHAIN KAIROS!" Nely menjerit marah, ia yang mengeluarkan serangan itu dari dalam tanah. 
Mima berlari mundur, menghindar lelehan magma yang meluber keluar.
"… TEMPESTAS!" Nely memanggil hujan, dan hujan turun mengguyur lelehan magma merah panas, mendinginkannya dalam waktu cepat, menjadi lelehan hitam yang berasap. Menjebak sebagian tubuh Kai dalam magma yang mendingin.
Hingga beberapa detik kemudian, hujan itu berhenti.
Mima hanya tahu, magma itu melumat sebagian tubuh Kairos. Atau mungkin seluruhnya.
Ia tak peduli. Ia berlari ke arah Weasel yang tergeletak berlumuran darah.
Nely menngendurkan manna-nya pelan-pelan. Lalu dengan hati-hati, ia mendekati pelan-pelan satu jasad manusia yang sudah tak utuh lagi. Sebagian tubuhnya gosong.
Kai kehilangan sebagian tubuhnya, seperti boneka manusia yang terperangkap lumpur hitam berasap. Dari bagian dada ke samping sudah tak ada, bau hangus daging menguar di udara. Matan Kai masih terbuka lebar, dadanya kembang kempis mencari oksigen, dan bibirnya bergetar.
Ia menatap Nely nanar tanpa daya, yang balik menatapnya dengan sorot penuh dendam.
"Nikmatilah, Alshain Kairos… " Nely tersenyum, satu tangannya mengangkat ke atas, merapalkan inkantasi dengan suara berbisik, memanggil petir sebagai eksekusi terakhir untuk mengakhiri hidup Kai.
 "… balasanmu, karena mempermalukan kami semua!"
Petir menyambar.
Satu sosok hitam muncul tiba-tiba, menangkis serangan Nely.
Nely mundur dengan sikap waspada.
Seorang kurcaci bertubuh kecil, mengenakan baju kelinci berwarna merah yang imut, muncul tiba-tiba di depan Kai. Di atasnya, siluet hitam bersabit melayang-layang, sosok hitam yang bergerak-gerak ganas, bayangan itu yang menangkis serangan Nely tadi.
"Jangan terusnkan, nom. Aku tak mau bertarung denganmu," suara imutnya mengajak Nely bicara. "Pangeran Tambing, tahan." Ia memerintah sosok hitam itu untuk lebih tenang.
"Siapa kau?"
"Aku Dark Meredith. Aku hanya mau mengambilnya," Meredith melirik sisa-sisa tubuh Kai yang masih meregang nyawa.
"Dia layak mati!" Nely berteriak penuh kebencian.
Dia telah mempermalukanku… dan kami semua…
"Dia hanya masih muda, nom. Kalian sudah menghajarnya diluar dugaannya. Tunjukkan belas kasihan."
"Dimana belas kasihannya saat mempermalukanku, saat menyiksa Mima, saat berniat membunuh Weasel," Nely menurunkan tangannya, mengendurkan manna-nya. "Katakan padanya, Meredith!" Tiba-tiba ia tak berminat lagi untuk bertarung.
Kalaupun hidup, tubuhnya tak bakalan utuh, mungkin hukuman itu lebih pantas untuknya.
Dark Meredith tersenyum. "Memang itu yang harus kulakukan nom. Terimakasih."
Sosok kurcaci imut dan kelinci itu menghilang diiiringitubuh Kai menghilang, sisa-sisa Fapi dan klon, juga ikut menghilang. Hanya tinggal bercak-bercak darah di tanah, reruntuhan, dan magma dingin yang masih berasap.
Mengeluarkan magma itu cukup menguras tenaga, namun rencana Weasel untuk mengepung Kai dengan dua pistol anti-pathbending, lalu menyerang Kai dari bawah tanah, telah berhasil. Kai hanya mengandalkan mata untuk mengelak dan berteleport, maka serangan yang tak terduga yang mengelabui mata seharusnya akan berhasil. Fapi telah memberitahukan rahasia itu, mungkin karena ia menyadarinya saat terkurung di Tempus Vestigium.
Dan, rencana Weasel memang berhasil. Ditambah pistol itu telah kembali ke pemilik sesungguhnya, Mima.
Meskipun… 
Nely melangkah mendekati Mima dan Weasel.
Mima bersimpuh di dekat Weasel, menempelkan sobekan gaunnya di leher dan perut Weasel. Wajah lelaki itu telah memucat karena kehilangan darah. Tapi ia masih bernafas. Tangannya memegang erat tangan Mima yang sibuk menghentikan perdarahan.
Darah tak mau berhenti. Tangan Mima bahkan ikut berlumuran darah.
"… kau menakutkan," Weasel berbisik.
Kemampuan menembakmu…Mima. Menakutkan.
"Diam, kau menghabiskan tenagamu,"
"… hampir mendekati jantung… "
Kau menembak di tempat yang mirip dengan dulu saat aku menembakmu.
"Diam, Weasel…"
"Dengan begini, kita seri."
Weasel tersenyum.
Nely menatap keduanya dengan mata menerawang.
Sungguh komitmen yang terasa rumit.
Aku sungguh pengecut, kalau tak memperjuangkan cintaku yang sebenarnya…
Mengapa aku masih di sini, berlaga di pertandingan aneh ini …?
Lalu Nely menengadah ke atas, berteriak.
"THURQ! DANIEL..! AKU MENYERAH, MIMA PEMENANGNYA! TOLONG KIRIMKAN PERTOLONGAN, ADA YANG TERLUKA DI SINI!"
Mima menoleh.
Dilihatnya Nely hanya diam menatapnya, tersenyum sendu.
"Terimakasih, Nely…" Mima tersenyum, matanya basah.
Terimakasih…
Ia menunduk di depan Weasel, dan Weasel merangkulnya. Tubuhnya mulai mendingin.
Portal dimensi membuka di tanah yang mereka pijak, memindahkan mereka ke padang pasir tempat semua peserta semula berkumpul… dimana Daniel telah siap dengan pasukannya, dan juga kru medisnya, siap menolong Weasel.
;
;
;
SECTION 7.
KEEP THE LIGHT DOWN LOW




;
;
Thurq mengumpat spontan, melihat dua peserta masih hidup di Proto Rahamut. Ia berniat untuk langsung menyerang saah satu, namun Daniel dengan jubah Punchman jingganya menghadang, melindungi ketiganya. Para krunya datang berlarian di belakangnya, langsung melakukan pertolongan darurat kepada Weasel. 
"Sampaikan pada Nekoman, Thurq. Sebagai panitia, kalian kerja yang benar. Jangan menyabot-nyabot sembarangan," Daniel tersenyum mengancam. "Kali ini aku takkan menahan diri untuk ikut campur, kalau kau melakukan sesuatu pada para peserta!"
Thurq menatapnya penuh kebencian.
Daniel Adithya, Dimas Pamungkas, dua-duanya menyebalkan.
"Huh. Terserah kau." Thurq berbalik dan menghilang. Meskipun sebenarnya pikirannya sedikit kesal, ia memilih tak berurusan dengan Daniel.
Sialan, aku pasti akan dimarahi Nekoman… dua peserta hidup di Proto Rahamut.
Daniel berbalik dan melihat Mima berdiri mematung, mengambil jarak dari para kru medis yang memberikan pertolongan pada Weasel.
Ia melihat penampilan tak biasa Mima Reid, dan tak tahan untuk menunjukkan ekspresi terpesona campur kasihan.
Ia cantik dengan gaun malam itu.
Daniel sempat berpikir seandainya saja Mima Reid bertarung sejak awal dengan mengenakan gaun seindah itu, mungkin ia takkan diremehkan sebagai entrant, dan akan menjadi pusat perhatian.
Tapi segera dihapusnya pikiran itu.
… tapi itu bukan dirinya.
-o0o-
Kai kembali ke ruang tanpa hingga itu, berikut segala rasa sakit yang membuatnya menyesal, kenapa ia tidak mati saja dalam pertarungan itu. Dark Meredith mendatangkan sesuatu yang nampaknya dari masa depan, ribuan robot-robot mikro yang bagai ribuan serangga kecil merubungi sisi tubuhnya yang rusak.
"Padahal sudah susah payah aku memberimu wujud manusia, nom." Sahut Meredith. "Sekarang malah rusak… terlambat sedikit saja kau mati selamanya, nom. Tubuh manusia itu rapuh, tahu." Meredith memarahinya, sembari menunggui Kai yang terus menerus merintih kesakitan. Mereka menutup lukanya dengan rasa sakit yang seolah tanpa jeda. Meredith terus menunggu di dekat Kai, sesekali ia menyuruh Kai diam, sambil berkata "Aku mencoba menyelamatkanmu, nom. Tahan sedikit lah."
Lebih baik aku mati daripada hidup lagi dalam tubuh rusak keparat ini!
Bahkan Kai tak bisa bicara lagi, hanya  pupil matanya yang membesar dan mengecil, dan suara serak menakutkan yang keluar ketika ia mencoba berteriak. Terbaring lumpuh dan bergerak, Kai ingin muntah ketika Meredith membawakannya beberapa bagian tubuh yang ia kenali sebagai sisa-sisa monster ciptaannya.
"Gara-gara kau sendiri, nom… kau jadikan mereka monster buat main-main sama Nely sih. Sekarang kau tak punya badan cadangan. Untung masih ada sisa-sisa tangan dan kaki… sisanya, kita lihat di Tempus Vestigium, ada sisa-sisa monster yang bisa dipakai nggak… "
Hentikan, Meredith! Jangan kau cangkok sisa-sisa mayat mereka pada tubuhku!
"Kamu mau hidup atau tidak, Alshain Kairos? Para Ilmuwan Hitam Calabi di dimensi keempat itu bakal berpesta kalau kau mati, artinya tujuan mereka tercapai," Dark Meredith berbisik.
Kai terperanjat.
A-apa? Jadi.. mereka memang ingin membunuhku?
"Hiduplah, Alshain Kairos. Aku masih berhutang satu cerita padamu," Dark Meredith tersenyum.  
-o0o-
Dimas langsung datang ketika Dimas menelepon. Menggunakan portal dimensi buatannya, ia melangkah dan menatap Daniel dalam diam. Daniel membalas dengan tersenyum, dan membiarkan Nely di belakangnya untuk maju mendekati Dimas.
"Hamil dua bulan, Dimas Pamungkas." Daniel berkata. "Untung saja kondisi janin dan ibunya baik-baik saja setelah melewati Proto Rahamut. Tapi, dia harus keluar dari pertandingan ini,"
Wajah Dimas seperti antara terkejut, pucat, dan senang.
"Hah…?"
Nely maju dan wajahnya merah padam, tak berani mengangkat mukanya.
"Kau… harus bertanggungjawab…"  ia mendesis pelan.
Dimas terdiam kaku.
"Selesaikan urusan diantara kalian," Daniel mundur dan meninggalkan mereka berdua, menutup pintu. Di luar, ia menghela nafas.
Personal issues. Merepotkan…
Samuel dan Han rupanya sudah menuggunya di ruang briefing. Sam dan Pohan masih mengenakan pakaian hijau-hijau yang biasa digunakan dokter bedah. Hanya Lyca yang berpakaian kasual biasa.  Ditambah satu orang baru, yang berseragam coklat pudar.
"Bagaimana?" Daniel mengetuk meja.
"Suaminya baik-baik saja. Hanya kurang satu senti mendekati jantung, bergeser sedikit saja, mati seketika. Semua lukanya sudah dipulihkan. Nanti malam, ia sudah bangun dengan segar bugar…"
"… dan ditemani istri tercinta, fufufufufu…" Lyca mengikik, yang langsung dipelototi oleh Han.
"Bagaimana dengan Kai? Rahmania?" Daniel ganti bertanya pada satu staf yang baru saja bergabung.
"Kami dan tim forensik sudah menyisir Proto Rahamut dan tak menemukan apapun. Tidak ada tanda-anda dari Alshain Kairos. Juga semua senjata Mima dan Weasel yang diteleport entah ke mana." Pria berkacamata bernama Ramha itu mengangkat bahunya.  Lalu membaca laporan balistik.
"Pistol CZ75 dan Sig Sauer P226, bentuk luarnya hanya senjata biasa, tapi bagian dalamnya telah dimodifikasi dengan rumit, yang sepertinya berasal dari peradaban dengan teknologi lebih tinggi dari Earth Realm. Pisir dan bagian larasnya telah dimodifikasi dalam cara yang canggih, sehingga ia bisa melakukan tembakan sempurna meski saat bergerak, dengan lintasan peluru lurus atau membusur."
"Peluru yang bisa berbelok?"
"Rupanya itu… hal yang kurang dari Vulture." Daniel mengangguk-angguk. "Vulture sempat merengek menginginkan pistol adik-kakak, tapi kita tidak bisa memberikan yang sama persis karena kita tak begitu paham. Rupanya ini yang dimaksud Vulture,"
The Sibling Handgun.
"Baiklah, kini misteri terbesarnya. Kronologis kekalahan Kai," Rahmania membalik kertas laporannya.
"Jadi, Kai terkena lima tembakan. Tembakan pertama dan kedua di dekat jantung dan leher saat masih berada dalam tubuh Weasel… karena meski terluka tembak, pecahan peluru tidak ditemukan dalam tubuh Weasel." Ia mengambil jeda sejenak.
"Tembakan ketiga dan keempat tidak segera mencapai sasaran karena peluru diarahkan ke atas. Tembakan kelima, entah bagaimana, Mima mengetahui Kai akan muncul di belakangnya, peluru kelima mengenai perut, tepat di atas pusar, solar plexus yang menjadi inti pergerakan tubuh. Lalu, peluru dari tembakan ketiga dan keempat menyusul turun  dari udara. Mengenai punggung dan lehernya lagi. Mungkin… tujuan sebenarnya adalah kepala, kalau Kai tak berubah posisi menundukkan tubuh."
Rahmania mengangguk. "Aku telah melihat rekaman pertarungan. Tembakan ketiga dan keempat Mima yang diarahkan ke langit, sebenarnya memang membidik Kai. Peluru dilontarkan naik, dan turun, membentuk lintasan parabolik elips yang sempurna, mengenai punggung dan bahu Kai. Lalu disusul serangan Nely,"
"Bagaimana bisa Mima menebak arah Kai berteleport?" Lyca bertanya.
Semuanya diam sejenak.Itu adalah pertanyaan besar. Bagaimana Mima tahu?
"Aku tahu," Daniel akhirnya berkata, dengan tangannya mengelus-elus dagunya, seperti baru saja mendapat jawabannya. "Jawabannya ada di charsheet Mima. Kemampuan dasar Equilibrium yang ia miliki, yang pernah diperlihatkan ketika bertarung dengan Wildan…"
"Oh..!" Samuel seperti menyadari sesuatu. "Scanning dan Skimming!"
"Mima membaca kecenderungan Kai meneleport ke belakang lawan saat bertarung, dan memperediksi secara tepat kalau Kai akan berpindah ke belakangnya. Bahkan ia tak perlu menoleh ke belakang untuk mengetahui Kai akan berpindah ke belakang…" Daniel tersenyum.
"Gunslinger yang … mengerikan." Lyca berdecak.
"Lalu apa rencanamu Daniel?" Sam bertanya.
"Kalau tongkat baton ASP, kita bisa membuatkan sama persis. Pisau ACE juga. Mesiu? Ada banyak persediaan."  Daniel menangkupkan kedua tangannya.
"Dan.. daripada seragam SWAT murahan itu, kita bisa berikan dia armor yang lebih kuat. Baju zirah ringan yang pantas untuknya, yang ramping, durable, breathable, dan memungkinkan untuk mobilitas tinggi sesuai kemampuannya sebagai runner."
"Bagaimana dengan Weasel Reid?"
"Kita dandani juga suaminya, aku bisa membuatkannya assault riffle yang lebih bagus daripada AK-47 itu…"
"Kendalikan dirimu, Daniel. Aku tahu kau senang." Sahut Sam.
"Oh, mereka bakalan jadi pasangan super keren! Takkan ada yang meremehkan Mima lagi kalau ia menghadapi lawan yang IMBA…."
"Tapi kita juga harus mewaspadai langkah Nekoman selanjutnya." Han memperingatkan.
"Ya… tetap pantau kondisi, tim. Battle of Realms ini tetap harus berjalan!" Daniel menutup briefing itu dengan mata menyala-nyala, menularkan semangat yang langsung terasa diantara para krunya yang setia.
"ROGER!"
-o0o-
Weasel memicingkan mata ketika matanya membuka, silau akibat cahaya lampu putih temaram di sudut ruangan.
Aku masih hidup.
Terakhir yang ia ingat, sekumpulan orang berpakaian hitam-hitam… yang sepertinya paramdis, mengelilinginya dan memberikan pertolongan darurat. Ia ingat ketika tangannya dipaksa untuk melepaskan Mima, yang hanya dari kejauhan menatapnya dengan mata prihatin.
Weasel bangkit pelan-pelan.
"Jangan memaksakan diri, Mr. Reid." Seorang dokter berambut merah, dengan name-tag 'Lyca' di jas putihnya, masuk ke ruangan. Memeriksa tanda-tanda vitalnya dengan stetoskop, dan juga matanya.
"Semuanya bagus. Kau boleh masuk, Mrs. Reid." ia menyilahkan seseorang masuk ke dalam.
Weasel melihat Mima masih mengenakan gaun hitam itu, dengan atasan seragam warna gurun miliknya. Mungkin sudah dikembalikan oleh Nely.
"Silahkan. Take your time,"
Lyca menurunkan intensitas cahaya lampu. Dan pintu kamar ditutup. Meninggalkan Mima dan Weasel berdua di dalam.
Untuk sesaat, keduanya hanya saling diam.
"Sangat berat, kau tahu. Sangat berat dan menyakitkan… waktu kau menyuruhku menembak," Mima menunduk, mengenang pertarungan yang baru terjadi.
Gerakan membidik, menembak dengan sedikit mencambuk. Lintasan pelurunya sudah tak lurus, tapi membusur. Hanya Mima yang bisa melakukannya dengan sibling handgun.
"Aku tidak mati, Mima." Weasel memotong seolah-olah peristiwa itu sesuatu yang remeh. "Kau menembak dengan tepat. Keputusanmu sudah benar."
"Weasel… aku…" suaranya tersendat.
"Kau tahu mengapa aku begitu dingin padamu? Dalam perang, kalau seseorang membawa secuil kenangan apa saja tentang anak dan istrinya, atau orang yang disayanginya, maka musuh akan tahu bahwa ia lemah." Weasel bercerita, tak seperti biasanya
"Mereka bisamemanfaatkan itu, mencari identitasnya, dimana anak dan istrinya tinggal? Serbu, jadikan sandera. Karena itulah aku jarang meneleponmu, Mima. Aku bahkan tak mengenakan cincin kawin atau membawa foto kalian. Tapi, kaulah, anak-anak, yang selalu memenuhi pikiranku. Kalian memberiku kekuatan. Aku bersumpah ada diriku sendiri, selama bertugas, aku akan selalu berpura-pura bahwa aku sendirian; karena aku ingin melindungi kalian,"
Mima terdiam.
Kapan terakhir ia dan Weasel berbicara panjang lebar? Kadang ia menginginkan untuk kembali berkencan, hanya berdua seperti dulu, dan kebali saling berbincang membuka diri.  Waktu privasi selalu terbagi dengan Jade dan tawa ceria anak-anak.
"Aku… aku menyimpan sesuatu yang ganas, di dalam diriku,"
Seorang runner. Yang sebenarnya menginginkan pertarungan.
"Kau hebat dengan pistol. Kau hebat dalam segala hal yang berkaitan dengan perang. Kau lebih hebat dariku, Mima. Kau bahkan bisa menebak dalam sekejap kalau Kai akan berpindah ke belakangmu. Aku tak bisa mengingkari itu." Weasel berkata. "Apalagi yang bisa kulakukan untukmu?" matanya menatap langit-langit.
"Weasel, aku… ingin kau berhenti."
Weasel terdiam.
"Jadi… itukah perjanjiannya? Antara kau dan Jade?"
Mima mengangguk.
"Aku meminta Jade memecatmu, kalau aku memenangkan Battle of Realms ini."
Weasel terdiam sejenak.
"Kalau aku berhenti, keluarga kita mungkin akan lebih terancam dari sebelumnya. Aku bekerja sebagai Mercenary agar 'mereka' menjauhi kita."
"Aku tahu resikonya….karena itu aku ingin menghapus Equilibrium dengan emulator itu."
Weasel menghela nafas. Diam sejenak.
"Kau tahu… seharusnya lelaki mencari uang, perempuan di rumah. Yang terjadi sebenarnya bukan itu. Bukan aku pedangnya, aku hanya sarung. Senjata sebenarnya ada di rumah, berada di dapur, memasak, mengantar anak-anak ke sekolah… mungkin selama ini aku hanya berpura-pura semuanya baik-baik saja."
Dan kita sama-sama hidup dengan mengingkari hal itu…
"Bagaimana kita bisa bertahan dalam kondisi seperti ini? Kita… adalah orang yang pada hakekatnya menyenangi pertumpahan darah."
Kalau salah satu berhenti, yang lain juga harus berhenti.
Seorang bekas pecandu tak bisa hidup bersama pecandu aktif.
Keduanya sama-sama berperang, atau tidak sama sekali.
Weasel diam sejenak.
"Kalau begitu, lepasakn saja semuanya, Mima."
Mima terdiam. Matanya berkaca-kaca.
"Setidaknya sampai Battle of Realms selesai. Kita harus dapatkan itu. Hapus Equilibrium, dan aku akan mengundurkan diri dari Mercenary." Weasel berkata, lalu menatap Mima tanpa arti.
"Sementara… untuk saat ini…" Weasel menatap Mima, lurus.
"Tunjukkan dirimu."
Bukankah aku telah berjanji untuk mencintaimu, apa adanya?
"…Ta-tapi… aku sangat gelap…. Dan menakutkan…" Mima menjawab, tersendat.
Weasel menghela nafas bosan. Mungkin antara benci, muak, namun juga tergoda dan ingin berdekatan. .
"Kalau begitu, perlihatkan padaku."
Tangan menarik, merengkuh Mima, memeluknya lebih dekat dengan tubuhnya.
Buka dirimu sepenuhnya padaku, runner.
Kalau memang bahasa cinta tak berhasil, kita gunakan bahasa pertempuran.
Untuk saling menyelami dan mencintai satu sama lain. 
"… aku…"
"Kau tak bisa bertarung dengan penampilan seperti ini."
Aku membenci semua yang diberikan Kai padamu.
Weasel menghapus lipstik, mascara, dan menelusurkan jemarinya ke bawah, luka gores di payudara itu telah diobati.
Ada luka-luka tikam yang baru.
"Bagaimana bisa… bekas lukamu bertambah dan aku tak tahu…"
Lepaskan semua topeng, dan tabir yang kita miliki selama ini. Mungkin kita berdua memang harus menempuh jalan berdarah ini bersama-sama.
Pasif tak melawan, runner itu membiarkan lelaki itu, the demon melepasakan semua gaun sutra gelap yang terasa berat membebaninya.
Menjadi runner tak semudah menjadi Mrs. Reid…
Weasel menciumnya.
Mengapa bibir manusia tetap begitu lembut, tak peduli semematikan apapun ia?
Tangannya menjamah lagi, ujung jemarinya mengait, melepaskan stocking sutra mahal yang terasa menghambat pergerakan itu. Melepaskan satu topeng kepura-puraan lagi.
 Ini bukan kau, Mima. Kau lebih cocok dengan seragam tempur dan sepatu lari…
Mima meraba halus peut Weasel, ia masih terluka, tapi ia memang lebih kuat dari lelaki biasa. Tapi, Mima paham, sangat hafal, dan tahu bagaimana memperlakukannya. Sambutan pertama Weasel tak boleh dibalas dengan gerakan yang terlalu kasar… ia memahami tubuh manusia, ia sangat paham, mana titik mematikan, mana titik yang harus disentuh, dengan cara dan tekanan yang seperti apa. Ia adalah runner…
Masuklah, Weasel. Jelajahilah bagian diriku yang gelap, yang bahkan aku sendiri ketakutan untuk mengakuinya.
Temani aku.
Weasel mengerang pelan, mugkin karena rasa sakit, atau sesuatu yang lain.
Mima langsung menawarnya dengan sapuan lembut bibirnya, dadanya, dan segala yang bisa ia berikan padanya. 
Maka, ksatria, lakukanlah dengan penuh kekhidmatan penebusan dosa itu, sebagai penawar semua peluru yang telah terlontar itu, semua tuduhan dan kesalahpahaman yang telanjur terjadi,  semua luka peperangan yang menyakiti itu.
Rengkuh semua itu, salami semua kegelapan dalam jiwa…
Hingga tubuh danjiwa menyatu...
;
;
;
SECTION 8:
ALSHAIN KAIROS' LAST QUEST
;
;
Malu dan dendam, dan juga rasa penasaran yang menggayuti pikirannya.Ini semua karena Mima Reid, bagaimana ia tahu aku akan meneleport ke belakang?Bagaimana wanita itu tahu, membaca perpindahan teleportnya, bahwa ia akan muncul di belakang  Mima Reid? 
Kai masih terjebak di ruang tanpa hingga itu. Tubuhnya telah berangsur pulih, namun ia masih belum bisa mengasai tubuh-tubuh sangkokan berbagai cloning atau monster dalam tubuhnya yang baru. Dark Meredith masih bernaik hati, hasil akhir tubuh manusia Kai masih berbentuk layaknya manusia. Meskipun setengah tubuhnya menjadi buruk rupa, seperti kehilangan kulit.
Kai duduk, menatap Meredith.
"Bagus, nom. Badanmu lengkap, kepalamu utuh, dan kau tetap tampan, hehehe."
Aku tidak bisa bicara… Meredith.
"Nanti kan bisa diatur, kalau kembali ke dunia manusia lagi."
Aku harus kembali ke dimensi ketiga, Meredith? Lebih baik aku mati saja.
Meredith tertawa. Tapi tawanya terdengar sedih.
"Waktunya kita berpisah, Kai."
Kai terkejut.
Hei! Kau belum menceritakan semuanya padaku, keparat! 
"Aku hanya deprogram untuk menyelamatkanmu. Selebihnya, dia yang akan menceritakannya sendiri padamu, Alshain Kairos."
Perlahan, di belakang Meredith muncul bayangan putih itu lagi.
Bayangan sang professor.
K-KAU!
Kai bangkit karena marah, dan menyerang kea rah bayangan putih itu, yang hanya mengenai ruang kosong. Kai terjatuh ke depan, tubuh barunya masih belum sepenuhnya mematuhi perintah.
Ia mendengar bayangan lelaki itu tertawa.
[Sudah kukatakan, kau takkan bisa mengalahkannya. Mereka sudah kubekali satu bentuk premature dari Precognition. Scanning dan Skimming.Membaca lawan dan meramalkan gerakannya. Kau kalah karena itu.]
Kai menggeram marah.
[Para lulusan Equilibrium kusiapkan untuk perang, Kai. Juga untuk mengenali musuh dan diri mereka sendiri. Itulah kelemahanmu. Kau memiliki kesaktian yang tinggi, tapi tekad manusia lebih kuat. Masih banyak yang belum kau pahami.]
Muka kai merah padam. Kalimat itu bagai pil pahit yang terpaksa ditelan. Tapi… ya, Kai memang melupakan sesuatu. LUlusan equilibrium memiki dasar itu… menganalisa dan memprediksi gerakan lawan. Ia lupa memperhitungkan kalau Mima telah membaca kecenderungannya membokong lawan.
[Dengarkan aku, Mapmaker. Kau ingin mengetahui semuanya, bukan?]
Kai berhenti. Lalu menatap lelaki itu penuh benci. Ian gin berteriak memaki, tapi suaranya tak mau keluar. Hanya desahan parau yang terdengar seperti suara tercekik.
Apa yang kau ketahui?
[Semuanya. Juga asal-usulmu].
Kai menatapnya. Sama seperti di Hisaria ciptaannya, Lelaki itu juga hanya sebentuk bayangan yang mampu berkomunikasi dengan Kai, bukan dengan lisan, tapi antara batin.
Akhirnya Kai memutuskan untuk mendengarkan.
[Pertama-tama, kau bukalah seorang Mapmaker. Kau adalah Anti-Mapmaker.]
….
Apa maksudmu?
[Para ilmuwan hitam Calabi membencimu karena kau seorang anti-mapmaker. Kau sejatinya adalah orang yang tak mempercayai bahwa takdir harus diatur linear sesuai peta yang dibuat Mapmaker. Karena itu, untuk membuktikannya, kau melemparkan dirimu ke dimensi ketiga.]
A-apa? Jadi aku… aku sendiri yang melemparkan diriku ke dimensi ketiga?
[Ya. Tetapi para ilmuwan hitam itu berhasil menghapus ingatanmu secara selektif, sehingga yang kau ingat hanyalah bahwa kau seorang Mapmaker. Seagian karakter aslimu juga ikut hilang. Alsahin Kairos adalah lelaki kepribadian tak peduli apapun yang manipulatif. Padahal tidak begitu. Kau adalah ilmuwan yang cerdas, berjiwa bebas dan selalu berusaha mencari jawaban. Para Ilmuwan Hitam itu tak menginginkan kau merusak kegiatan pemetaan takdir yang mereka lakukan. Untungnya, kebenaran sejati selalu menang… ]
Apa maksudmu? Kebenaran..?
[Sebelum kujelaskan, kau ingat mengapa kau mengikuti Battle of Realms?]
Karena… aku bosan?
[Yang sebenarnya terjadi adalah kau berusaha mencari jawaban dari misteri ini. Dimensi keempat, rahasia masa lalumu, dan pintu menuju ke sana. Kau hampir mendapatkannya, Alshain Kairos. Kalau saja kau tak bermain-main dengan takdir orang lain.]
Bermain-main … dengan takdir orang lain?
[Kau melihat bahwa suami istri Reid akan mati di sini, di Alforea. Tapi kau malah bernafsu ingin membunuh mereka berdua. Sama saja artinya, kau berusaha mengubah takdir. Nalurimu tetap menujukkan bahwa kau seorang peretas takdir, anti-mapmaker, orang yang tak mempercayai ramalan, orang yang berusaha menentukan nasibnya sendiri.]
Jadi… apa yang telah kulakukan… adalah membelokkan takdir? Menciptakan multisemesta ala Schrodinger..?  
Kairos diam sejenak. Kepalanya berputar.
[Ya.]
Kai jatuh berlutut.
Jadi… maksudmu, apa yang kulakukan, semua pertarungan ini, sia-sia belaka?
[Tidak juga, Kai. Buktinya kau mencapai semifinal ini dan bertemu dengan idea-ku]
Oh ya, kau belum menceritakan siapa dirimu, bangsat.
[Tubuh dan rohku sudah mati. Saat ini, kau hanya berbicara dengan 'idea'-ku, semacam pemutar pesan otomatis yang dimediasi oleh getaran energi yang melewati ruang dan waktu. Sebagian diriku tetap hidup dalam Equilibrium dalam bentuk energi, dan kuubah menjadi 'idea' kalau-kalau ada seorang Equilibrium survivor bertemu denganmu.]
[Maksudmu… pertemuan ini telah kau rencanakan?]
Lelaki itu tersenyum. Ia tak menjawab, tapi Kai merasa Jawabannya adalah [Ya].
Lalu… apakah kebenaran sejati itu?
[Kebenaran sejati adalah kebenaran absolut… yang harus dicari selamanya oleh manusia. Ia berada di luar lingkaran takdir, di luar ruang, waktu, dan energi. Ia hanya menerjemahkan dirinya pada orang-orang terpilih yang mendapatkan wahyu. Dan bukan pada kita. Kebenaran sejati itu tak boleh dipetakan, apalagi oleh makhluk dimensi keempat, meskipun ia bisa membaca tanda-tanda masa depan.]
Butuh waktu agak lama untuk Kai mencerna.
[Mengapa Kebenaran sejati tak boleh dipetakan?]
[Karena dengan itu, Manusia mencari dan mencari, berusaha memecahkan misteri kebenaran sejati. Dengan pencarian itu, ilmu pengetahuan berkembang, manusia pun berkembang, dan semesta ini ikut berkembang, bergetar dalam irama yang selaras dengan manusia.]
Kai diam sejenak. Mematung. Kepalanya terasa berputar. Bahkan ia bingng apa yang harus dipikirkan.
Apakah aku… bisa pulang?
Bayangan itu menggeleng.
[Kau takkan mungkin pulang, Alshain Kairos. Tubuhmu telah menjadi tiga dimensi, tak bisa kembali ke empat dimensi, emskipun sisa-sisa kekuatan itu masih ada. Kau bisa sesekali melihat tempat asalmu dari jauh, tetapi tempatmu yang sejati adalah di dimensi ketiga.]  
TIDAK! ITU TEMPAT MAKHLUK LEMAH YANG RENDAH..!
Kai memukul dadanya sendiri, penuh emosi kebencian akan tubuhnya sendiri.
Tubuh ini lemah, mudah terluka, penuh dengan rasa sakit dan kefanaan. Tempatku bukan di sana… kau, siapapun kau, kembalikan aku ke duniaku. Kumohon…!
Lelaki itu tersenyum iba.
[Gerbang itu akan terbuka ketika kau menyadari esensimu sebagai manusia,  Alshain Kairos. Kau bisa memilih kapan dan dimana kau tiba di dimensi ketiga. Kau bisa memilih realm yang manapun di dimensi ketiga. Tapi itu takkan pernah membawamu ke dimensi keempat…]
Sosok itu perlahan menghilang.
TU-TUNGGU! JANGAN TINGGALKAN AKU BEGINI, BANGSAT!
Kai berteriak, tangannya menggapai-gapai berusaha mencegak soosk itu memudar pelan-pelan, yang meninggalkan senyum menyebalkan seolah mengasihani Kai, yang anehnya, senyum itu terasa tak asing. 
KAU BELUM MENYEBUTKAN NAMAMU…
[Aku sama denganmu, Kai]
Suaranya menggema pelan dalam ruang tak hingga, ketika sosok putih itu benar-benar menghilang sepenuhnya, meninggalkan Kai sendiria dalam perasaan sengsara yang tak berkesudahan.
Tak mengerti apapun, entah kemana harus pergi, terjebak dalam tubuh dan situasi yang dibencinya…
A-apa ini…
Kai merasakan sesuatu yang hangat perlaha mengalir di matanya.
Aku… menangis..?
Kai memejamkan mata. Menggigit bibir. Rasa pedih dan sesak ini tak terlihat, bukan karena luka atau serangan musuh, bukan juga karena bekas-bekas luka cangkokan tubuh-tubuh yang diberikan Meredith kepadanya.
Rasa sakit batin sebagai manusia juga harus ditanggungnya kini. Ia semakin bertambah manusiawi. Dan takada siappun yang bisa menolongnya saat ini. Bahkan Meredith telah menghilang.
Ia memaki dan memaki, menjerit, menyesali, dan semakin bertambah benci pada situasi ini.
Kemana ia harus berjalan…? Ia tak tahu. Kemana ia harus menuju? Ia tak tahu. Kembali ke dimensi ketiga? Kemana? Ia tak tahu. Thane telah tiada. Dan takkan ada siapapun yang akan menerimanya.
Ia mencoba memfokuskan diri, kemana tujuannya. Mencari-cari gambaran masa depan, seperti yang biasa ia lihat dari lawan-lawannya. Namun kemampuan precognition-nya menghianatinya juga. Bayangan masa lalu dan pertarungan dengan Nely, Mima dan Weasel Reid malah terus berulang. Seperti kenangan berkarat yang tak mau pergi. Seolah masa lalu memalukan itu adalah masa depannya yang tanpa harapan…  
"Rambutnya beruban… sebagian tubuhnya cacat dan penuh bekas luka akibat peperangan…."
Pikiran Kai seperti terhantam keras. Tiba-tiba ia mendapatkan pencerahan yang merasuk ke dalam kesadaran,.
"…lehernya pernah terluka, hingga pita suaranya rusak…
Ketika berbicara, kadang ia harus dibantu mesin…"
Suara Mima di Hisaria, yang terus terngiang.
Kini ia tahu, mengapa ia melihat masa lalu dalam masa depannya…
[… aku sama dengan kau, Kai ….]
Ja-jadi… aku…
Kenyataan itu tiba-tiba membuatnya ingin tertawa keras-keras. Dan Kai kemudian benar-benar tertawa, tertawaterbahak-bahak sambil menangis, dengan air mata berlinang seperti orang gila, dengan suara derik dari tenggorokannya yang kedengaran menyeramkan…
Equilibrium… Anti-Mapmaker…
Kukira aku telah mengetahui dan memegang rahasia takdir, ternyata aku salah besar!
Entah untuk berapa lama, Kai antara tertawa dan menangis, berada diantara suasana batin antara kalut dan tercerahkan, waras dan sinting, senang dan sedih sekaligus, yang ternyata jauh lebih menyiksa. Entah untuk berapa lama, ia terpekur dan berteriak-teriak sendiri, merutuki masa depan yang ternyata jauh lebih terkutuk, yang berada jauh di luar dugaanya,…
Hingga akhirnya ia mulai bisamenerimanya pelan-pelan.
Kebenaran absolut itu ada. Dan sedang mempermainkannya.
Mungkin, ia memang harus menjadi seorang Anti-Mapmaker, dan menjalani masa penebusannya sebagai makhluk dimensi ketiga yang fana. Dalam tubuh rusak penuh cangkokan monster.
Keindahan gerakan-gerakan Equlibrium terus menerus menghantui pikirannya. Sosok sang equilibrium survivor dalam balutan gaun hitam yang bagai menari dengan pedang, terus menerus hidup dalam benaknya, seolah lukisan hidup yang abadi, yang menuntut untuk dipecahkan. 
Kai tahu, lukisan Equilibrium dalam bentuk gerakan-gerakan mematikan itu adalah miliknya. Hasil karyanya, yang mungkin bernilai abadi. Yang mungkin juga telah melalui lekukan-lekukan waktu entah berapa masa. Kai ingin mengetahui sisa kepingan lukisan lainnya yang belum diketahui. Ini adalah teka teki yang harus dipecahkan… dan takada jalan lain selain menceburkan dirinya dalam petualangan dengan tubuh fana yang rusak, di belantara dimensi ketiga yang kejam.
Tiba-tiba, Kai tak lagi memiliki keinginan untuk kembali ke dimensi keempat. Ia akhirnya menerima kenyataan  dan melangkahkan kakinya untuk membuka gerbang  dimensi ketiga, tempat yang dikatakan sesuai baginya.
Mungkin, petualangan Kai memang belum usai. Kai mulai mengembara dalam arti sesunggunya, dengan menjejak bumi, merasakan angin dan hujan, mereguk hidup sepenuhnya sebagai manusia…
… pada masa di saat Equilibrium belum dilahirkan…
;
;
;
--may be continued to final—
;
;
;
Glosarium
Divine bandage: mengacu pada perban yang dipakai Vi Talitha, anggap saja semacam perban yang bisa menutup luka dalam waktu lebih cepat.
Gunslinger: sebutan untuk orang atau tentara yang pandai menggunakan senjata api.
Prajurit yang unggul seharusnya tak memiliki kesukaan atau ketidaksukaan: Diambil dari kitab perang Musashi Kitab Lima Lingkaran (Go Rin No Sho), buku Tanah. 
Krav Maga: bela diri tradisional Israel.
Capoeira: Bela diri tradisional Brazil yang disamarkan dalam gerakan tarian.
Eskrima Kali: Bela diri tadisional Filipina yang menggunakan sepasang atau sebilah tongkat sebagai senjata.
Liu dong de qixing wudang  jian: Aliran pedang tujuh bintang Wudang, salah satu aliran pedang yang berasal dari Pegunungan Wudang, Cina. Ini adalah jurus yang sama dengan The Big Dipperatau variasi Tujuh Bintang yang digunakan Mima untuk melawan Wildan.
Schroedinger:Adalah ilmuwan yang mengemukakan ide adanya semesta paralel atau banyak semesta. Yang dimaksud Kai / Profesor dalam konteks cerita ini adalah bahwa takdir tidak berjalan dalam satu kemungkinan saja, tetapi bisa berbeda-beda tergntung ikhtiar manusia.  Karena itu, Takdir tidak boleh dipetakan atau diramalkan secara statis.









12 comments:

  1. Wanjeeeer, saya lansung ciut begitu selesai membaca ini.
    Tulisan saya gak ada apa-apanya dibandingkan ini. Aaaaahhh, kalah di sini pun saya ikhlas~ Toh Nely juga mendapatkan ending bagus di sini.
    :'D

    Deskripsi senyum "remaja" mima,
    terus waktu battle lawan momon (Nely - Weasel -> Fapi) itu nambah kosakata baru ke otak saya.

    Bagian Nely sama Kai telanjang itu favorit saya, wkwkwkwkw
    Wasem
    Itu respon si Weasel gold pisan. Datar banget.

    Asli nih, mba Kay asik banget gaya penceritannya. Berbagai hal rumit bisa dijelaskan tanpa menggunakan bahasa ngejelimet, saya fast read pun bisa langsung paham esensi dari tiap paragraf. Karakterisasi tiap char menyerap sempurna di otak pembaca. Bagaimana Mima jadi frustasi, terus si Weasel yang amit-amit datar pisan, terus si Kai yang ngetwist juga.

    Saya harus belajar banyak dari entry ini.

    ----------

    Kanon Kai masuk ke sini yaaa, Dark Meredith pun masuk.

    Saya puas sama ending Nely, semoga mereka live happily ever after.

    Dan ending itu..... tolong koreksi kalo saya salah.
    Jadi si Professor yang menciptakan Equilibrium, melatih Mima dan menjadi pembimbing selama ini adalah masa depan dari Kai itu sendiri?

    Jadi selama ini Mima berantem sama masa lalu dari gurunya sendiri?

    Damn, ini melintir banget, wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih udah jadi komentator pertama bang Ichs..

      biasanya saya cuma pakai paragraf pendek-pendek saja, dan menghindari diksi yang superberat, supaya pembaca bisa cepet paham. kadang ada beberapa info yang aku ulangi bolak-balik (seperti mima adalah 'orang dalam tamon ruu', 'daniel adalah sponsor') biar jelas...

      btw,... yayaaaaaayayaya, betuuuul!
      (seneng karena ada yang ngerti)
      Mima berantem ama masa lalu gurunya, sama versi muda dari gurunya (Kai).

      Delete
  2. Waduh, ini kok agak berantakan? Di pertengahan section 1, paragrafnya dempet-dempet gitu. Kemudian banyak juga typo yang bertebaran sepanjang tulisan xD

    Oh well, biarlah. Ini sudah semifinal. Saya akan fokus komentar di cerita saja.

    --

    Dari segi cerita, ini cukup berat porsinya pada pemaparan latar belakang Mima maupun segala tetek bengek yang terjadi di belakang turnamen Battle of Realms yang melibatkan banyak pihak. Tapi mungkin dengan banyaknya porsi dramanya, pembaca jadi tidak terlalu diberatkan dengan membludaknya porsi pertarungan yang berpotensi menguras energi ketika dibaca. Walaupun pada akhirnya terasa ada yang kurang dari pertarungan itu sendiri. Mungkin kalau dari saya kerasa kurang poll. Dalam arti, ketiga kontestan sepertinya belum mengerahkan kemampuan maksimal mereka.

    Cara menghubungkan kanon Mima dengan Kai juga boleh dipuji. Entah itu memang direncanakan sejak awal turnamen atau baru kepikiran sewaktu Mima berada satu arena dengan Kai. Pengungkapan identitas Kai menjadi plot yang menarik di bagian akhir entri R5 Mima ini.

    Tapi saya sendiri sih masih agak bingung di urutan kejadiannya. Jadi Kai yang udah rusak akhirnya menjadi profesor yang nantinya mengajari Mima teknik equilibrium, sementara Kai sendiri mengenal teknik itu dari Mima? Seperti teka-teki telur dan ayam .__.

    Masuk ke pertarungan, sayang sekali Proto Rahamut nasibnya mati duluan. Tidak terlalu berpengaruh penting di plot. Padahal panitia sudah sengaja menyetting si kuda untuk digunakan semaksimal mungkin kalau dari pandangan saya. Tapi itu kembali ke pilihan penulis sih. Lalu kemunculan monster klon juga ... err, membuat porsi pertempuran antara Mima - Nely - Kai semakin sedikit.

    Pistol anti-Kai jadi semacam senjata penangkal yang awalnya terkesan terlalu kebetulan. Tapi karena di bagian akhir dibeberkan identitas si profesor adalah siapa, maka semuanya jadi lebih masuk di akal jika ada pistol semacam ini.

    Yang paling kerasa aneh mungkin adalah kenyataan kalau di entri Mima kali ini tidak ada kontestan yang mati. Bahkan Weasel pun masih bisa selamat pada akhirnya. Nely juga menyerah begitu saja. Jadi secara umum, entri ini kurang "berdarah-darah"~~ #plak

    -

    Kesimpulan. Memang banyak sekali typo dan semacamnya, tapi kalau dari cerita saja entri Mima ini sudah bagus. Kanonnya juga solid. Kalau Mima lolos ke final, pasti dia akan menjadi lawan yang sangat berat.

    Nilai menyusul nanti~

    ReplyDelete
    Replies
    1. mahasih bang Her, saya jadi ingat kalau semenjak prelim sampai sekarang, si Mima cuma dua kali membunuh lawannya (whose are Shinji and Kaz), itu semacam kekuarang juga ya buat si emak, atau faktor authornya masih kurang tegaan... (kayaknya yang kedua deh...)...

      banyaknya typo, sepertinya saya melakukan kesalahan kopas atau edit deh .. tapi lupakan saja, udah telanjur.

      Proto rahamut nggak terlalu dieksplor duelnya karena saya ingin menyuguhkan pertentangan yang lain, yaitu konflik dari hubungan antar karakter yang clash satu-satu, dan saya seneng banget karena di sini ada Kai yang manipulatif sama Nely yang maso. Semacam eksperimen juga sih bang her, bahwa bahan cerita yang bisa dimanfaatkan itu bukan hanya kanon panitia doang. Sebenarnya agak kecewa juga ketika yang muncul lagi-lagi adalah kuda rahamut (yang mirip Tamon Rah) dan merkavah (yang mirip pulau apa gitu di ronde 1), saya ngarepin karakter yang lebih variatif gitu semisal Naga atau Dinosaurus atau mecha... ah sudahlah.

      btw, untuk yang ini:
      "Tapi saya sendiri sih masih agak bingung di urutan kejadiannya. Jadi Kai yang udah rusak akhirnya menjadi profesor yang nantinya mengajari Mima teknik equilibrium, sementara Kai sendiri mengenal teknik itu dari Mima? Seperti teka-teki telur dan ayam .__."

      twist Kai adalah sang profesor, itu baru kepikir di akhir-akhir karena Kai ini mirip banget dengan profil sang profesor di kanon asli Equilibrium. rambut putih, manipulatif, misterius, nyebelin... jadi saya masukkan aja sekalian. lha wong di kisah ini, si Mima juga nggak tahu kalau gurunya adalah Kai kok...

      terimakasih sekali lagi, saya tunggu nilainya ya...

      Delete
    2. NILAI AKHIR
      Mima : 9
      Nely : 7
      Kai : -

      Keduanya sama-sama unggul pada kanon masing-masing. Hanya saja, kanon pada entri Mima lebih mudah dimengerti. Nely lebih intens di pertarungan namun sihir yang digunakan cenderung monoton. Mima agak banyak pada drama yang bertele-tele, tetapi penyelesaian pertarungannnya cepat dan mantap. Sayang sekali Kai WO :/

      Delete
  3. Saya inget bercanda soal lawan Nely bakal WO biar hattrick, tapi saya ga nyangka Kai beneran WO ya? Tapi Mima masih lanjut, akhirnya tinggal berdua aja

    Saya satuin aja komennya karena baca barengan

    Pertama dari Nely. Sebenernya saya ga keberatan sama apapun yang penulis mau bawain dari canonnya, tapi pembukanya emang kerasa terlalu kepanjangan....dan ga menarik. Ya, saya susah tertarik selama baca. Entah ini faktor pembawaan narasinya ga ngegrip atau emang plotnya yang berasa muter" di situ aja, dan terlalu sentris ke Nely, bikin semua elemen karakter lain yang bukan Dimas/Fia/Nely dll berkesan aksesoris. Masuk ke battle pun, seperti yang saya duga, karakter yang main di sini kurang 'muncul'. Kai jadi cardboard villain, Mima gampang banget alih haluan pas tau Nely hamil (dan buat saya kurang ngena karena habis revelation itu langsung paragraf wall of text yang berkesan tell alih" bikin heel face turn Mima lebih believable). All in all begitu sampe epilog, saya ngerasa ditampar karena konflik sepanjang entri rasanya jadi agak meaningless.

    Kedua Mima. Dibanding Nely yang awalannya masih bercerita, Mima di sini malah berasa ngedikte, berkesan kita denger sebuah pemaparan secondhand dan bukannya sesuatu yang emang adegan ongoing (ya, saya ngomongin soal obrolan Sam-Daniel dst karena berasa too much dialogue). Di sini ada kesamaan kayak entri Nely, Kai jadi main antagonist. Tadinya saya kurang nerima keterlibatan orang keempat, tapi makin ke sini plot sinetronnya malah jadi entertaining in a way. Cuma sayang, begitu masuk Hisaria balik lagi jadi full dialog. Saya sampe mikir ini mungkin lebih pas kalo formatnya visual novel aja sekalian. Lagi, meski Kai di sini disambung"in jadi profesor yang bikin Equilibrium, di sisi lain Nely jadi kurang nonjol. Entri ini juga nyuguhin banyak banget karakter" sampingan yang nama"nya ga perlu disebut, tapi buat saya irrelevan kalo dibanding karakter" tambahan di entri Nely.

    Feel dua entri ini kurang lebih seimbang, tapi daripada soal siapa yang saya favoritin, saya ngeliat dari penutup entrinya aja, dan rasanya lebih favor ngeliat kelanjutan Mima. Biarlah Nely istirahat sambil ngurus hamilnya biar janinnya sehat #apa

    Nely 7
    Mima 8

    ReplyDelete
    Replies
    1. thanks masSam buat komen dan nilainya, tapi sebenarnya kalau boleh ngejelasin (itupun belum tentu masSam baca balasan ini) ada beberapa hal yang bikin saya jadi menulis segini panjang:

      1. "Mima di sini malah berasa ngedikte, berkesan kita denger sebuah pemaparan secondhand dan bukannya sesuatu yang emang adegan ongoing", itu terpaksa kulakukan karena dari canon panitia ujuga nggak ada keterpaduan yang jelas, seolah-olah peserta diserahin untuk bikin canon masing-masing untuk mengaitkan antara satu babak dengan babak yang lain. Ini yang sejujurmnya, rada menjengkelkan buat saya. Jadi bisa dianggap munculnya Daniel, Sam, Dimas, dan canon dimana di BoR ada sponsor, mercenary, elite four dan pihak-pihak yang sbenarnya way too long to describe, adalah cara saya memadukan cerita canon mima antara babak, saya lihat banyak peserta gagal di sini; bisa dilihat di entry nely, mawar, pak Po, ada semacam keterpaksaan untuk mengaitkan semuanya jadi satu... kenapa? karena kita nggak diberitahu mengapa tiba-tiba dari padang pasir pindah ke empat tempat, ke 3 level server, lalu ledakan, lalu amatsu, lalu biolab, lalu muncul Elite four yang seolah tanpa permisi.Ini menjengkelkan, to be honest. Panitia emang nggak salah, yang salah adalah saya yang menuntut cerita sendiri harus beralur dan berhubungan satu sama lain.


      2. "Saya sampe mikir ini mungkin lebih pas kalo formatnya visual novel aja sekalian." hehehe, saya menulis dengan gaya visual, seolah-olah lihat atau baca anime dengan alur dan bingkai jelas... dan itu aku terjemahkan ke tulisan. Entah ini masuk gaya nulis apa. Untuk dialog, memang rasanya itu udah semacam gaya, saya suka dialog, yang agak tele-tele, yang sebenarnya, maksud saya, adalah ngajak pembaca untuk membayangkan gambar-gambar visual novel yang saya coba telepatikan ke otak pembaca.

      3. 'di sisi lain Nely jadi kurang nonjol..",
      bukan cuma itu. Rahamut juga nggak nonjol blas selain perannya buat latihan main-main senjata buat si Emak. Anggaplah itu balas dendam saya pada panitia yang sepertinya terobsesi sama bentuk kuda *plakk.
      Nely nggak dapat porsi cukup, kenapa? Well, saya berusaha sebenarnya, cuma tetap terasa nggak mungkin aja, ibu-ibu hamil lari-lari bertempur mengerahkan manna. Sebenarnya yang paling sulit di sini, buat saya adalah menempatkan kehamilan Nely. Author Nely terlalu kejam dalam menggarap canon, meskipun saya punya pilihan untuik menggunakan kehamilannnya atau tidak, aku tak mampu mengeliminasi aspek 'hamil' itu.

      saya sebenarnya janji dalam hati, kalau mima lolos ke final, nggak bakal nulis panjang2 lagi. Ngeditnya melelahkan.... sungguh.

      Delete
  4. Komentarnya tak satuin antara Mima dan Nely ya.

    Nely:
    Sumpah njelimet. prolog yang rasanya terlalu penuh. bahasa yang terlalu dipaksakan berima kayak prosa, dan rasanya usaha untuk menggabungkan timeline dan plot supaya bisa nyambung sama kanon panitia malah ngerusak perkembangan cerita Nely.

    Protorahamut cuma setting. dan epilognya bikin makin jatuh padahal pas pertarungan udah lumayan asik pembawaannya.

    Plusnya ada dua:
    1. rapi. font sizenya bikin nyaman.
    2. Malah berasa lebih jelas dibanding kanon panitia sendiri hahahahah.

    Mima:
    ini kayak antithesis cerita nya Nely.
    aye suka konfliknya. aye suka gaya ceritanya. Tapi beneran yang bikin gedeg itu ada 3:

    1. ini penguasa dimensi kayak tamon bisa kenal orang kayak jade gimana ceritanya? rasanya banting banget ini plotnya. emang sih ada hubungan yang tergambar melalui "mercenary". tapi tetep,saranya terlalu diada-adakan alasan hubungannya.

    2. SUAMI ISTRI NGESELIN DAH

    3. Banyak Nama yang rasanya ga perlu dimasukin. juga istilah yang seharusnya ga usah disebut gamblang. cukup gunakan nama umumnya aja, kayak...schroedinger, cukup bikin "paradox multidimensi". rasanya jadi lucu nama begitu disebut.

    kekurangan terbesar ada di tata tulis sama penggunaan imbuhan. kayak...
    meneleport, seharusnya cukup ditulis memindahkan.

    karakter yang paling aye suka karena solid: Orlick.
    twist paling mantep memang Kai sebagai gurunya mima di masa muda.

    Jadi,
    Nely: 6
    Mima: 8

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih nilai dan komennya bang, sekalian aku jelasin di sini deh:

      1. bagaimana tamon kenal jade dan Mercenary? itu udah dijelasin di ronde 4 sebelumnya, saat mima vs kaz.

      2. Suami istri ngeselin> memang. Mereka aku buat begitu, memang... karena saya pingin menceritakan hubungan yang rumit. saling cinta tapi nggak berani melangkah, nggak berani jujur, struggle sama msalah pribadi maisng2, jatuhnya jadi salah paham. Well, saya pingin nunjukkan marriage is a commitment, not only love, not as beautiful as it is, but there's still hope.

      3. banyak nama? jawabannya udah kucawab di reply komen buat sam. Karena canon panitia terasa kurang padu jadi saya harus banyak masukin NPC tambahan supaya alur cerita saya sendiri terpadu (padahal di BoR nggak ada yang ngewajibin gitu, hehehe)

      4. Orlick? MAKASIHHH KARENA SUKA ORLICK, hehehe... karena dari anak inilah sbenarnya sumber masalah buat emak dan bapaknya sampai mereka tega2in ikut BoR. Orlick akan berperan lebih lagi di babak final, kalau Mima lolos ke final.

      Regards, makasiiiiih...

      Delete
  5. Mima

    Pertama, dan udah dari entri yang sebelumnya, terpaksa bilang typo… kali ini memang cukup banyak dan tempatnya strategis buat rusak mood dalam alur yang lagi dimainin. Kalo boleh kasih saran, soal mengurus typo versi saya, biasanya saya baca dulu bagian yang sudah jadi, sampai beberapa kali, terus bikin catatan di binder kalau bagian itu udah lengkap free-typo. Lalu melihat nama-nama yang terlibat di entri ini, saya pribadi sebagai pembaca bisa bilang kalau itu enggak terlalu ganggu. Dialog mereka tetep bisa diikuti.
    Boss area di sini, terpaksa saya sebut, porsinya agak mengecewakan. Saya kira perannya enggak ditutup sampai tes battle Mima saja. Saya jeda baca di bagian itu terus baca lagi dan berhenti lagi di bagian kemunculan Mima di depan suaminya. Di sinilah saya kira kecewanya saya soal porsi Boss area itu ketutup. Bayangan Mima yang berlumuran darah setelah tes battlenya, tiba di situasi yang canggung, yang krusial mungkin, itu nyentuh banget.
    Masuk ke battle di beberapa bagian, sampai terakhir di keputusan Mima buat menembak, itu juga berhasil dapet efeknya. Di sini dramanya seriusan main.

    Nely

    Puitis, kesan pertama saya sama potongan-potongan kalimat di beberapa paragraf. Itu bagus, dan susah bikinnya, dan juga kadang jadi hambat emosi pembaca kalau disimpan di bagian yang kurang pas. Contohnya saya, malah sibuk bengong sama kata per kata yang keren dan berima, alih-alih konsentrasi sama keadaan yang lagi disuguhi.
    Soal battle. Gila ini beneran mayoritas battle, tapi, saya agak tersesat sama bagian awalnya yang chaotic dan crowded dan harus mengulang sampai ketemu peran penting Nely di sana. Nely literal jadi kunci ternyata. Peran dia besar dan kuat. Apiknya, semua itu ditutup sama beberapa masalah yang memang cocok jadi penghambat.
    Again, Boss area kurang dimainin, padahal saya sudah ada bayangan kalau kuda besar ini bakalan dibikin penting banget perannya. Entah buat tunggangan atau penambah kekacauan. Sihir Nely juga sebenarnya bisa lebih capable dari apa yang dituangkan di entri ini. Dalam variasi, strategi. Apalagi lawannya Kai, yang dalam catatan, lebih dari cukup buat narik keluar semua potensi sihir Nely.

    Oke, entri ini, jika saya menempatkan diri sebagai pembaca berselera saya yang susah banget kalo disuruh nilai, nilanya jadi sama. Kekurangannya pun, meski kategorinya beda, kalau ditimbang sama. Usaha keduanya yang lebih saya kasih poin plus.
    Nilai Mima: 9
    Nilai Nely: 9

    Oc: Eophi

    ReplyDelete
  6. Hmm, akhirnya bisa baca dan komentar~~

    Ey, biasanya bahas narasi dan teknis tapi yaudah lah, kayanya monoton banget deh. Jadi langsung ke ceritanya.

    Hal yang saya suka:
    1. Jujur, selama baca saya dapet semacam pencerahan buat cerita sci-fi rancangan saya. Saya dapet gambaran bagus gimana kerja tentara, beberapa detail fakta, dan, istilah-istilah ilmiah yg digunakan bikin saya kegoda nyempurnain konsep kisah sendiri.
    2. Interaksi antar karakter. Terutama keluarga Mima.
    3. Twist Kai! (Ah tapinya agak kurang surprise sih, gak sengaja liat komentar :'( )
    4. Char development dan, semua dapet porsi yg menurut saya cukup.
    5. Ada gambarnya ♡♥♡
    6. Drama!! Yha ... saya di banyak bagian merinding sendiri. Dan di beberapa kesempatan ngefeel. Tapi ini ... saya banyak belajar. Soale ini gak terkesan sinetroniyah kayak saya ;_;

    Yang kurang suka:
    1. Kebanyakan nama. Bahkan saya tau semua tokoh" itu refer ke siapa aja. Hhe~ Tapi kenapa harus ada mereka?
    2. Entah kenapa Thurqk jadi keliatan kurang wibawa. Saya padahal mengharap sesuatu yg mancarin aura dewa dari dia.
    3. Openingnya panjang, dan, menurut saya sebenernya bisa agak dipersingkat //etapisayajugalebihparahsih// Bahkan jauh lebih keren dari saia T_T
    4. Hubungan antarkarakter menurut saya kerasa agak dipaksakan. Gak terlalu masalah sih, cuma rasanya kurang alus aja penjelasan dan alasannya.
    5. Typo. Bahkan saya di beberapa tempat bingung sejenak.

    Saya gak baca entry Nely, jadi langsung deh saya titip 8 ;D

    ReplyDelete
  7. aye kasi ponten SEPULUH

    ini entah kenape aye palng suka pas ngebahas cerita keluarga si mpok mimeh,,, jadi kerasa nyata gitu deh di kepala aye... pas adeganberanteman juga seru,,, tapi aye kagak ngerti kemampuan si Kay,,,itu kayak uda sakti mndraguna banget,,,tapi terus bisa kalah juga aye kagum

    ReplyDelete