31.12.15

[FINAL] - MIMA SHIKI REID - THE BEGINNING IS THE END IS THE BEGINNING


 

THE BEGINNING IS THE END IS THE BEGINNING
;
;
;
;
Prologue:
Hidden History of Exiled Realm
;
;
--- Sol Shefra, Benua Alorea. Sepuluh tahun sebelum Battle of Realms diadakan.
Tamon Ruu dalam tubuh dewasanya, menatap bulan Alkima, yang tampak seperti menggantung di langit. Ia duduk terpekur di tepian jendela, di sebuah ruangan dalam kastil Despera megah miliknya. Raungan makhluk gaib sebentuk kuda api buruk rupa terdengar di kejauhan, menciptakan suasana yang sedikit mencekam, yang anehnya terasa biasa bagi Tamon Ruu. Penduduk Alforea menamakan makhluk itu Rahamut, yang konon hanya beranak selama limapuluh tahun sekali. Apabila makhluk itu mengamuk, Alforea akan mengerahkan pasukan, kadangkala dibantu pasukan bantuan dari negara lain, Amatsu, untuk menyegelnya kembali di bulan. Sebenarnya bukan menyegel, tepatnya, tapi hanya membuat satu ruang dimensi terisolasi di bulan Alkima, menjadi penjara sementara Rahamut sampai ia kembali tenang. 
 
Alforea sendiri adalah sebuah benua di planet Sol Shefra. Planet ini hanya memiliki dua benua,  satu benua yang lebih besar adalah Amatsu, yang peradabannya tak semaju Alforea. Wilayah lainnya hanya pulau-pulau kecil yang tersebar atau melayang-layang di atas lautan. Meskipun Amatsu lebih besar, ia tunduk pada Alforea bukan hanya karena peradaban yang lebih maju, tapi juga karena keberadaan Tamon Ruu. Dalam politik, Tamon hanya salah satu anggota keluarga bangsawan penguasa Alforea, pekerjaannya sebagai administrator program layanan hiburan dan berita di Alforea, yang dalam bahasa bumi disebut 'aktris'.
Tapi, Tamon Ruu juga memegang satu rahasia penting yang merupakan kunci keberlangsungan semua bentuk kehidupan dalam galaksi ini. Sebuah rahasia yang tak diketahui semua orang, sebuah rahasia yang sekiranya bocor, akan mengundang bahaya datang.    
Malam mulai melarut, Tamon Ruu ganti menatap ke bawah, ke sebuah bangunan berkubah putih di kejauhan yang merupakan Kantor Biro Penelitian yang dikepalai Hewanurma, sahabat sekaligus pengawalnya. Perasaannya sedikit gundah, dan ia sedang menunggu kabar baik dari Hewanurma. Kabar itu akan turut menentukan masa depan galaksi ini.          
Pintu diketuk, dan Ruu bergegas membuka pintu. "Ruusyana," Seperti dugaanya, Hewanurma yang datang.  Hanya Hewanurma yang memanggilnya dengan nama Ruusyana, nama aslinya sebelum menjadi aktris.
"Hewanurma, bagaimana hasil pengujian?" Ruu langsung menyambutnya dengan mata penuh harap.
Pria berbaju putih itu tak segera menjawab, ia justru mengajak Ruu duduk kembali.  
"Aku membawa kabar buruk," jawab Hewanurma hati-hati. "Dimas terbukti memiliki kekuatan,  kode genetik dan fisiologinya sesuai kriteria yang kita butuhkan. Tapi hasil pengujiannya terhadap residu Kotak Laplace menunjukkan angka netral, tidak dapat diduga apakah itu artinya cocok atau tidak.  Kita harus menunggu setidaknya sepuluh tahun lagi untuk memastikan, apakah Dimas cocok sebagai penjaga atau tidak." Hewanurma meletakkan sebuah map putih di atas meja, sambil mengelus kepalanya sendiri dengan wajah lelah.
"Dengan kata lain, Ruu… tidak ada jaminan kau bisa mendapatkan penggantimu sampai sepuluh tahun lagi."
Tamon Ruu menjatuhkan dahinya ke atas meja seperti anak kecil yang putus asa.
"Tidak...." Ruu memukul-mukul pelan meja, seperti anak kecil yang kesal."Dimas sudah diramalkan untuk menjadi penggantiku menjaga Kotak Laplace, Demi Tuhan… Hewanurma! Artinya pencarian kita selama ini sia-sia..."
Hewanurma menyandarkan tubuhnya di kursi, sudah menduga kalau Tamon Ruu akan bereaksi demikian. "Benar. Kita punya masalah besar, galaksi ini punya masalah besar. Bagaimana kalau Dimas, sepuluh tahun lagi, terbukti tidak cocok? Galaksi akan runtuh. Kita harus mencari cadangan. Dan itu artinya pencarian melelahkan mengarungi realm-realm, dengan membuang energi dan waktu...."  Hewanrma berhenti sejenak, ia sampai pada kalimat yang menurutnya menyedihkan.
"... sementara waktumu terbatas, Tamon Ruu."
"Kita sudah hidup selama ratusan tahun, dan penerus penjaga Kotak Laplace harus ditentukan sebelum tubuhku mencapai batasnya." Ruu mengangkat dahi, menatap Hewanurma. 
Hewanurma menghela nafas.
 "Kotak Laplace itu harus dijaga oleh orang yang tepat. Kotak itu adalah penyegel lubang hitam yang menjadi pusat gravitasi galaksi. Kalau dibiarkan terlepas, kekuatannya akan menjadi kuasar liar yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang jahat...." Tamon Ruu melanjutkan dengan wajah cemas.
"Aku tahu Ruu. Kita berdua memang sudah waktunya pensiun. Tapi... mencari orang yang tepat untuk menjaga Kotak... itu sungguh pekerjaan yang tidak mudah."
Untuk sementara, tidak ada perbincangan terjadi antara kedua orang itu. Sampai Hewanurma menyentuh bahu Tamon.  
"Kita masih punya rencana B, Tamon."
Tamon Ruu menggigit bibir. "Terpaksa. Battle of Realms adalah satu-satunya cara terakhir bagi kita untuk mendapatkan kandidat yang cocok. Dengan BoR, orang-orang berkekuatan dengan tekad yang kuat akan berkumpul di sini. Kita tinggal memiliki kandidat cadangan secara diam-diam."
Hewanurma menghela nafas samar, mengetahui kalau cara terakhir itu juga mengandung resiko.  "Kita harus berhadapan dengan Elite Four untuk mendapatkan lisensi BoR."
Tamon Ruu mengangkat mukanya. "Lisensi pertandingan itu milik Nekoman dari Elite Four, hanya dia yang tahu bagaimana cara melakukannya. Tapi... ia tidak bisa dipercaya.  Kalau dia tahu keberadaan Kotak Laplace, dia akan menginginkannya."
Hewanurma melipat tangannya, mencoba berpikir . "Kalau mengadakan BoR adalah jalan satu-satunya, kita juga harus mengatur strategi untuk menghadapi Nekoman. Bukan berarti kita mentah-mentah akan melaksanakan pertandingan itu tanpa persiapan. Kita harus melakukannya dengan penuh perhitungan."
"Hmmm…" Tamon Ruu berpikir sejenak. "Aku tidak akan bilang kalau hadiahnya adalah sebuah emulator yang menyegel lubang hitam. Bagaimana kalau aku mengatakan 'hadiahnya adalah terkabulnya keinginan?' "
Hewanurma megerutkan kening, merasa ide itu lumayan bagus. "Boleh juga, Ruu."
"Transisi perpindahan kotak itu akan memiliki cukup energi untuk mengabulkan keinginan si pemilik. Kalau misalnya si pemenang menginginkan kekuasaan, energi itu bisa dialihkan menjadi sebuah planet atau pulau baru dimana ia bisa menjadi penguasanya. Residu kekuatan  Kotak itu bisa mengaturnya."
"Bagaimana kalau… menghidupkan orang mati?"
"Hmm,…. Itu sulit. Tapi secara teoritis, energi yang dipancarkan kotak itu bias digunakan untuk melengkungkan waktu, mengembalikan mereka untuk bertemu dengan orang yang sudah mati itu. Atau kita bisa membuat semacam pengganti, mahkluk yang mirip untuk menggantikan orang yang meninggal itu. Atau kita bisa berikan pilihan baginya untuk hidup dalam mimpi buatan, dimana orang itu masih hidup. Bisa saja."
Hewanurma mengangguk-angguk.
"Ssepertinya itu cukup menggiurkan untuk hadiah pertandingan. Aku setuju. Aku akan membantumu, Ruu. Lagipula…"
BUM! Muncul ledakan di kubah bangunan di depan kastil. Api dan asap kehitaman  membubung ke udara dari lubang besar yang kini menganga di bagian atap laboratorium milik Hewanurma. Mereka langsung menghampiri jendela dan melihat sebuah pesawat shuttle kecil terbang lambat keluar dari lubang itu.
"Baru saja mau kubicarakan. Aku sudah kerepotan mengurus Daniel," Hewaurma berkata setengah menggerutu. 
"… kakak Dimas yang juga kita bawa kesini, punya masalah dengan perilakunya. Daniel jenius, tapi selalu membangkang, bereksperimen macam-macam dan Dimas selalu di-bully habis-habisan olehnya... " Hewanurma menahan nafas melihat sebagian labnya dipenuhi api. "... kau tidak tahun berapa kali lab-ku diobrak-abrik oleh Daniel..."
"DANIEL!" Suara Dimas terdengar murka ketika ia muncul di teras pinggiran kubah, menengadah, ke arah pesawat shuttle kecil itu. Satu tawa keras yang mengejek menjawab amarah Dimas, terdengar dari arah kokpit. Pemilik tawa itu adalah Daniel yang berambut merah, kakak kembar Dimas Pamungkas yang memiliki kecerdasan jenius sejak lahir. Sesuai dugaan Hewanurma, Daniel mengarahkan shuttle-nya ke arah jendela dimana Tamon dan Hewanurma berada. Tamon langsung membuka jendela lebar-lebar.  
"Mau kemana kau, Daniel?" Teriak Hewanurma.
"Aku mau pergi dari sini pak tua!" Teriak Daniel, dari jendela kokpit pesawatnya yang melayang. "Planet ini terlalu membosankan! Aku akan menjelajahi galaksi dan mencari tempat yang lebih leluasa untuk bereksperimen, dan memuaskan semua rasa ingin tahuku!"
"Apa kau yakin?!" Teriak Hewanurma. "Kau baru limabelas tahun, nak!" Sebenarnya Hewanurma hanya pura-pura prihatin. Lebih baik memang kau pergi saja Daniel. Mengurusmu aku sungguh minta ampun.  
"Ya! Aku akan kembali kalau sudah berhasil menjadi orang terkaya di seluruh tata surya Sol Shefra! Selama tinggal, pak tua, tante Ruu, dan adikku yang jelek!" Daniel menjulurkan lidah, lalu pesawatnya terbang menjauh, hingga tak terlihat lagi diantara langit malam.
Tamon hanya bisa terbengong-bengong.
"Astaga," Hewanurma mengeluh. "aku punya firasat ia benar-benar akan kembali kemari."
Tamon berbalik. "Kembali ke pekerjaan. Kita harus bersiap untuk mengadakan Battle of Realms, Hewanurma."
"Baiklah," Hewanurma mengangguk. "Aku akan membuat sebuah program… sebuah ultimate program, program yang tak ada tandingannya, untuk menjadi pengaman dan pendukung pertandingan. Itu akan mengurangi kemungkinan adanya kecurangan atau peretasan pada BoR versi kita."
Tamon Ruu mengangguk. "Buatlah, Hewanurma. Kerahkan semua yang kau miliki sebagai administrator. Aku juga akan menghubungi beberapa kenalanku di berbagai realm, untuk memberikan referensi siapa saja yang layak ikut BoR. Dan, mungkin… aku akan menggunakan orang dalam."
"Orang dalam?"
"Agen, atau semacamnya, yang bisa kita susupkan diantara peserta agar pertandingan ini aman."
"Ide itu boleh juga, Tamon. Carilah orang yang tepat, kalau dia juga bisa menjadi kandidat penjaga Kotak Laplace, malah bagus."
Tamon Ruu mengangguk.
-o0o-
---Ithacca. Enam bulan sebelum Battle of Realms V dimulai.
Jade melihat kedipan di ujung laptopnya. Ada pesan masuk. Dan IP address-nya tak terdeteksi, sang pengirim pesan tentulah seseorang yang tak berasal dari lapisan terbawah deepweb, atau mungkin dari dunia lain.
Bukan rahasia umum lagi kalau kehidupan bukan hanya milik bumi, pemerintah hanya menutup-nutupi saja agar tidak terjadi hype privatisasi ruang angkasa. Dunia dianggap belum siap untuk mengetahui kalau kehidupan di luar bumi sungguh-sungguh ada. Mereka melakukan pengalihan isu dengan menciptakan ilusi tentang piring terbang, alien, dan kisah-kisah penculikan yang sebenarnya hasil hipnosis. Pada intinya, pemerintah membuat semua orang melihat ke langit sebagai jalur datangnya kehidupan luar bumi itu.   
Jade sendiri sebagai seorang Mercenary, mengetahui hal-hal yang dirahasiakan semacam itu. Mereka datang bukan dari langit, tapi menempuh jalur darat. Ada portal-portal dimensi yang membuka dan menutup di lokasi yang dirahasiakan sebagai jalur lalu lintas mereka, ketimbang tranportasi tradisional berupa piring terbang atau space-shuttle canggih. Peradaban mereka juga tak secanggih yang dibayangkan orang-orang, dan demikian juga dengan penemapilannya. Masih mirip manusia pada umumnya.
Tapi meski demikian, Jade sendiri tak berminat untuk bekerja lintas dunia, ia dan Mercenary-nya telah memiliki segmentasi pasar yang jelas, yaitu dunia konspirasi internasional di bumi. Namun Jade sudah melakukan beberapa adaptasi teknologi dari mereka. Salah satunya adalah ponsel antar dimensi yang bebas pulsa dan ORB, Orbital Radiant Ballistic, satelit penembak laser yang dibuat secara diam-diam di markas rahasianya.
Jade juga sempat mengenal beberapa orang yang ia yakini bukan berasal bukan dari bumi. Tamon Ruu yang pernah muncul di Afrika sebagai tukang sihir, dan Daniel yang masih muda dan berangasan adalah beberapa yang ia kenal. Tapi mereka pun juga bukan alien yang jauh. Mereka masih berada dalam satu galaksi Bima Sakti, dan sejauh yang diketahui Jade, alien dan makhluk planet lain di satu galaksi yang sama masih memiliki sosok mirip manusia.
Jade langsung membuka komunikasi ketika mengetahui Tamon Ruu si penyihir yang mengirim pesan. Ia sedikit terkejut ketika 'TMN'menyebutkan sejumlah kalimat sapaan awal yang sebenarnya sebuah password rahasia untuk menyatakan bahwa ia adalah calon penyewa yang berniat mengunakan jasa Mercenary.  
TMN: Aku membutuhkan tenagamu.
MRC: Katakan.
TMN: Aku butuh agen untuk mengikuti pertandingan yang akan kulangsungkan enam bulan lagi. Aku membutuhkan orang dengan kekuatan tekad, kemampuan fisik prima dan trait kepibadian tertentu untuk mengikuti pertandingan tersebut sebagai orang dalam.  Aku ingin kau ikut.
MRC: Harus kupertimbangkan. Sebagai CEO, aku harus tetap berada di bumi untuk mengendalikan pasukanku. Katakan saja tipe orang yang kau inginkan, aku punya banyak orang. 
Ketika Tamon mengirimkan sejumlah persyarata, Jade langsung berpikir tentang Weasel.  Lalu, setelah membicarakan detail rencana, beberapa ketentuan dan persyaratan imbalan, Jade menyetujui transaksi. Ia akan mengirimkan nama agen yang cocok untuk mengikuti Battle of Realms kira-kira dua minggu sebelum BoR.
Tetapi ternyata kesibukannya menjadi tentara bayaran di Afrika bersama Weasel membuatnya lupa untuk benar-benar mencari siapa yang cocok untuk menjadi agen Tamon. Ia sempat berpikir untuk mengirim Weasel saja, namun tiba-tiba ia mendapatkan ide untuk mengirimkan Mima. Ia membicarakann hal itu dengan Mima dan Weasel, dan Mima setuju. Terutama dengan iming-iming emulator yang bisa mengabulkan keinginan. Jade sebenarnya sudah mengetahui keinginan Mima yang lama terpendam sejak ia menikah; menjauh sejauh mungkin dari Equilibrium, dan pihak-pihak yang mengancam keberadaan Equilibrium.
Equilibrium, tentang ini, memang ada satu rahasia yang berada di baliknya. Ini bukanlah sebuah ilmu beladiri biasa yang ditanamkan pada anak-anak panti asuhan Bezkal, tapi merupakan sebuah kunci untuk sebuah senjata rahasia yang bisa mengancam keseimbangan kekuatan militer internasional. Mima mengetahui kalau keluarganya berada dalam pengawasan diam-diam sebuah konsorium internasional yang menginginkan rahasia Equilibrium. Jade telah mendirikan Mercenanary sebagai benteng organisasi melawan konsorsium itu, dan menjadikan Weasel sebagai wakilnya yang penting, agar orang-orang konsorsium tak bernai menyentuh keluarga mereka.       
Dua minggu sebelum Battle of Realms, Jade kembali menghubungi Tamon.
MRC: Aku sudah memiliki kandidat yang cocok. Ia sesuai untuk seluruh kriteriamu. Sebagai entrant, penyamarannya akan sempurna sebagai agen-mu karena ia terlihat sangat biasa.
TMN: Siapa dia?
MRC: Mima Shiki Reid, adikku. Ibu rumah tangga dari dua anak, mantan SWAT dan kemampuan menembak maupun combat-nya masih lumayan (level 'lumayan' kami berbeda dengan tentara biasa). Tetapi kalau ia menang, ia menginginkan sesuatu yang bakal sulit kaupenuhi. Aku ingin tahu apakah keinginannya bisa dikabulkan oleh Emulator Kotak Laplace.
TMN: Apa keinginannya?
MRC: Ia ingin menghapus sebuah data di Bumi. Data tentang Equilibrium, senjata rahasia yang dibuat oleh professor kami. Keberadaan data ini ada dalam setiap badan intelijen negara-negara besar, dan kebocorannya bisa memacu konflik internasional. Ditambah lagi, ada satu konsorsium yang mengincar rahasia di baliknya.
TMN: Mengapa ia menginginkan hal yang aneh seperti itu?
MRC: Sepertinya ia menginginkan penghapusan data itu untuk masa depan anak-anaknya di Bumi. Sebagai survivor Equilibrium, kami memang diam-diam diawasi.
TMN: Itu tidak masalah. Tapi, apakah kau yakin ia bisa menjalankan tugas? Setidaknya ia harus mampu masuk ke semifinal.
MRC: Menurutku ia termasuk Equilibrum survivor yang terkuat. Karena ia sudah meninggalkan zona nyaman.
TMN: maksudmu?
MRC: Mima adalah satu-satunya Equilibrium survivor yang bisa menikah dan membina keturunan. Bukan karena keterbatasan biologis kami tidak bisa menikah, tapi karena tipe kepribadian dan perilaku kami didesain oleh professor untuk sulit berbagi dan mencintai. Tapi Mima memiliki pasangan yang cocok. Kukira, sebagai Equilibrium ia telah berkembang ke arah yang tak dapat diduga. Semua orang yang menikah akan berubah, dan untuk Mima, aku menduga ia juga bertambah kuat.
Namun Tamon Ruu tidak tahu kalau tetap ada informasi yang disembunyikan oleh Jade tentang adiknya.
Mima adalah mantan Runner, assassin yang menjadi ibu rumah tangga. Untuk melewati proses itu, ia harus melewati fase depresi dan frustrasi berkepanjangan karena koflik peran....
 BoR bisa membantunya untuk menentukan identitasnya nanti. Apakah kembali menjadi seorang ibu dan istri yang baik, atau kembali menjadi seorang petarung kuat sebagaimana ia seharusnya berada…. 
Memikirkan itu, Jade tersenyum licik. Seandainya Mima memilih yang kedua, artinya aku mendapatkan kembali orang yang potensial.
TMN: Oke, kedengarannya menjanjikan. Kirim dia.
MRC: Kalau begitu, mari kita bicarakan biayanya. Secara detail…
-o0o-
--Despera, setelah dilaksanakannya ronde dua. Ruang pribadi administrator Hewanurma.
"Aku akan melakukan trial perpindahan Kotak Laplace pada Dimas," sahut Tamon Ruu. "Hari ini tepat sepuluh tahun lalu sejak Dimas dinyatakan tertuda sebagai penjaga Kotak Laplace." Tamon dengan tubuh dewasanya berkata pada Hewanurma, yang duduk terpekur lelah di atas kursinya, mengelus-elus kepalanya yang banyak pikiran. Baru saja terjadi peretasan habs-habisan pada RNG-sama, program yang digunakan untuk mencegah terjadinya kematian dalam BoR. 
"Lakukan saja. KANA sudah stabil kembali, tapi RNG benar-benar malfungsi." Hewanurma menjawab lesu. "Peretasan yang terjadi sudah berada di ambang batas. Elite Four, atau entahlah siapa, mencuri data-data kita, dan sempat melumpuhkan sistem keamanan. Mulai saat ini, satu kematian di Alforea adalah kematian sesungguhnya, Tamon. Pertandingan ini sudah benar-benar menjadi arena pertumpahan darah." Hewanurma membuka satu lagi wedang jahe kalengan, meminummnya pelan-pelan.
"Kalau Dimas sesuai, tugasmu akan langsung selesai, Hewanurma. Dimas akan menjadi penjaga Kotak Laplace berikutnya, lalu pertandingan bisa diformat ulang oleh KANA. Peserta dapat dikembalikan ke dunia masing-masing dalam keadaan ingatan terekayasa seolah-olah tak terjadi apa-apa." Tamon Ruu tersenyum penuh arti, seolah-olah berterimakasih pada sang administrator.
"Itu kalau sesuai," Hewanurma menatap Tamon dengan mata ragu, sepert. "Pokoknya Tamon, aku sudah memi membanting Tamon menuju kenyataan.
"Aku sudah memberikan beberapa profil peserta yang kuperkirakan sesuai dengan kotak Laplace itu kepadamu. Mereka bisa dijadikan pilihan cadangan. Dan kalau terjadi sesuatu, aku sudah menyiapkan KANA dan Red Cat Shroedingers untuk meneleport semua entitas jiwa penduduk Alforea ke langit. Portal darurat menuju Amatsu juga sudah kusiapkan untuk diakses bila ledakan terjadi saat peserta masih bertanding…. "
Tamon Ruu menunduk, tiba-tiba ia merasa tidak enak karena Hewanurma begitu detil menyiapkan rencana, sementara ia sering menghilang tak jelas, atau melakukan hal lain yang kurang berguna. 
"Terimakasih, kau memang bekerja sangat keras." Tamon Ruu hanya melempar senyum sejenak. "Semoga saja, agenku juga bisa menjaga pertandigan ini dari dalam. Sejauh ini kudengar, dia lolos ke ronde berikutnya..."
"Tetap rahasiakan saja. Aku tidak mau tahu siapa dia," Hewanurma memotong cepat. "Aku hanya berkepentingan mengurus pertandingan ini sebagai admin."
Hewanurma duduk d tempat tidur, meletakkan WJK-nya di sisi tempat tidur, dan menatap Tamon Ruu sekali lagi. Kali ini sinar matanya terlihat melembut, berbeda dengan Hewanurma yang biasanya.  
"Ingat, kalaupun ledakan terjadi, dan Dimas tidak cocok, KANA akan melanjutkan pekerjaanku. KANA baru bisa ditembus untuk mengeluarkan kotak Laplace untuk kedua kalinya dari tubuhmu, kalau pemenang Battle of Realms sudah ditentukan. Aku sudah menganalisa semua kemungkinan dan men-setting KANA sedemikian rupa. Semua peserta yang masuk perempat final, seharusnya adalah kandidat ideal kotak Laplace."
Suasana menghening sejenak.
Hati Tamon mencelos, dan ia kehilangan kata-kata berikutnya, meskipun otaknya telah membaca satu kemungkinan buruk.       
"Se-sebentar, Hewan. Memangnya kau mau kemana?" lirih, Tamon akhirnya bertanya.
Kau mau pergi...? Atau...?
Hewanurma tersenyum.  
"Aku hanya ingin tidur, Tamon. Aku sudah hidup ratusan tahun sebagai penjagamu. Selama itu pula aku tak pernah berhenti. Kini, penjaga dari penjaga Kotak Laplace meminta istirahat. Apapun yang terjadi, jangan bangunkan aku, Tamon. Biarlah takdir yang mengaturnya,"
Aku mati atau tetap hidup.
Tamon terkejut. Ia maju selangkah, ingin memeluk Hewanurma, tapi Hewanurma sudah mengangkat tangan, mencegah Tamon mendekat.
"Jangan mendekat, Tamon. Aku tak suka drama." Dan aku tak mau kelihatan menangis.
Tamon Ruu mengisak sejenak. Matanya berair, tapi ia tahu kalau Hewanurma tak pernah suka melihatnya menangis. Semenjak terpilih menjadi penjaga Tamon Ruu, Hewanurma memang tak pernah dekat dengannya, hingga sampai sekarang pun Tamon Ruu tak tahu siapa sebenarnya lelaki berjenggot putih itu.
Tapi pertahanannya hancur. Tamon meghambur, memeluk Hewanurma. Menangis terisak di bahu pria tua itu. Hewanurma anya terdiam membisu, tangannya yang keriput membelai rambut Tamon, dan ia membiarkan keharuan itu terjadi untuk beberapa saat.    
Tangisan Tamon berhenti, ketika ia akhirnya berdiri kembali, menatap Hewanurma yang tetap duduk di tempat tidur. "Hewan...."
Hewanurma hanya melempar senyuman lembut.
"Termakasih…. untuk semuanya." Tamon menatap Hewanurma dengan mata yang masih basah.  
"Sama-sama, Tamon. Sekarang, biarkan aku tidur."
Tamon menutup pintu sehening mungkin. Lalu melompat ke dalam portal dimensi, menuju sebuah tempat dimana Dimas Pamungkas menunggu. Sebuah benteng di tengah lautan, yang jauh terpencil dari daratan Alforea. Ini adalah satu dari sekian benteng yang didirikan secara rahasia oleh Hewanurma, untuk kepentingan keamanan kotak Laplace.
Tamon Ruu berhadapan dengan Dimas, siap untuk memindahkan Kotak Laplace.  
"Transisi perpindahan Laplace akan menimbulkan satu fluktuasi kekuatan yang meningkat tajam." Tamon mengingatkan. "Kekuatan itu cukup untuk menimbulkan satu ledakan besar yang bisa mengancurkan planet. Kekuatan itulah yang juga harus kau segel sebagai calon penjaga Kotak Laplace."
Dimas mengangguk. Ia sudah mengetahui hal ini sejak sepuluh tahun yang lalu ketika Hewanurma melakukan pengujian yang pertama. Tapi saat itu ia hanya melakukannya dengan residu Kotak, bukan Kotak Lapalace yang sesungguhnya.   
Tamon menutup mata. Beberapa detik kemudian, tubuhnya mulai bercahaya, mengeluarkan pendar-pendar cahaya menyilaukan dari pemukaan kulit, bagai boneka yang pecah karena menahan sebuah kekuatan di balik kulitnya. Sebuah lingkaran hitam berpusar muncul samar-samar di dadaya, kecil, dan kemudian melebar pelan-pelan.
Sebuah kotak hitam berwarna gelap muncul keluar dari pusaran hitam itu, melayang dan berputar-putar di udara, berpindah ke arah Dimas. Sebuah pusaran hitam ikut terbuka di dada Dimas.
Namun kotak itu berhenti. Ia tak terbang melanjutkan ke jalur yang seharusnya, ia berhenti tepat di depan Dimas, dan hanya berputar-putar cepat sambil mulai memendarkan cahaya berbagai warna. Cahaya pelangi itu kemudian berangsur-angsur melebur menjadi cahaya terang, putih menyilaukan,
Tamon melihatnya dengan mata panik. Sedang Dimas balas menatap Tamon tak mengerti. Lalu Dimas mengarahkan tangannya untuk menyentuh kubus melayang itu.
Mungkin, harus kupaksa masuk...
Satu gelombang energi yang amat kuat menghantam Dimas, melemparkannya bermeter-meter jauhnya dari Tamon, seperti dilontarkan oleh kekuatan yang tak terlihat.  
"Kotak itu menolakmu! Kembalikan padaku lagi, sebelum kekuatannya terlepas!" Teriak Tamon Ruu panik.
"Su-sudah terlambat!"  Dimas menetahui ia tak bisa mengendalikan kotak itu, dan memilih untuk membuat perisai perlindungan.
Kotak itu memilih nasibnya sendiri. Cahaya putih mulai berpendaran ganas, dan terakhir, sebuah cahaya menyilaukan keluar dari kotak itu, kekuatan setara bom nuklir terlepas, meluluhlantakkan Alforea, menyapunya dalam waktu kurang dari semenit....  
-o0o-
---Stasiun Ruang Angkasa N.Y.A. Suverse I, 20.000 km di atas Sol Shefra. Setelah dilaksanakan Ronde dua, beberapa menit sebelum ledakan.
"DANIEL!" Salah satu anak buah Daniel berteriak ketika terjadi perpindahan teleportasi dalam jumlah masal ke dalam stasiun ruang angkasa itu.
"Teleportasi masif terjadi! KANA dan Red Cats mengirimkan sinyal mendadak, ledakan transisi telah terjadi!"
Daniel, yang sedang bersantai dengan buku komik yang entah didapat darimana, melempar benda itu dan langsung berdiri.
"Persiapkan coldsleep dan alat modifikasi memori. Kecuali orang-orang yang memiliki kekuatan, mereka semua harus langsung di-set dalam keadaan tidur dan ingatan terformat. Cegah kepanikan massal. Lalu sambungkan aku dengan Red Cats," Daniel langsung menghadap layar monitor besar. Di monitor besar, seorang lelaki berjenggot gempal dengan pakaian merah telah menunggunya.
"Klaas, lapor."
"Ledakan akan menyapu Despera dalam waktu…. duapuluh detik lagi. Auto-teleport untuk penduduk Alforea masih berjalan."
"Teleportasi penyelamatan mencapai… 85%." seorang lelaki tampan di belakang Klaas menyahut, namanya Crimson, yang memiliki sejarah pernah mem-PHP seorang kontestan bernama Strata di ronde dua. "Ledakannya terlalu cepat. Tidak mungkin semuanya."
"PERGI DARI SITU, RED CATS!" Teriak Daniel di depan monitor.
Klaas menghela nafas.
"Gang belakang ini rumahku, tahu."
Satu gelombang cahaya terlihat di belakang Klaas dan Crimson. Menyapu keduanya. Monitor mati langsung terputus, hanya memperlihatkan citra abu-abu berpasir yang tak beraturan, diikuti getaran halus di permukaan ajungan stasiun luar angkasa itu. Efek ledakan bahkan telah mencapai ruang angkasa.
Salah satu anak buahnya kembali melapor, "93% penduduk Alforea telah berpindah kemari dan ke stasiun N.Y.A. II."
"Bagaimana dengan Red Cats?"
"Sepertinya mereka tidak selamat…."
Daniel terdiam sejenak.
"Hewanurma?"
Orang itu juga menggeleng.
"Peserta BoR?"
"Untuk sementara, entitas mereka tidak terdeteksi karena berada dalam server yang tidak seharusnya. Tapi tindakan penyelamatan manual menggunakan lubang portal sudah dilakukan, meskipun tak menjamin semuanya bisa diselamatkan. Kemungkinan mereka saat ini berada di satu ruang terowongan dalam portal yang memindahkan mereka ke Amatsu."
Daniel berjalan ke arah jendela, menatap nanar ke arah ledakan yang muncul di benua Alforea, getarannya bakan terasa hingga kemari.
Ketika ia benar-benar kembali ke Sol Shefra, ia telah menjadi ilmuwan jenius dengan kekuatan yang besar. Ia bertindak menjadi sponsor dengan menyediakan semua dekorasi Despera agar sesuai dengan ekspektasi Tamon Ruu, termasuk juga perjanjian untuk menyediakan tempat penyelamatan darurat apabila ledakan transisi terjadi.
Perpindahan dari penjaga Kotak Laplace lama ke penjaga baru, akan menimbulkan ledakan. Tetapi meskipun demikian, tidak ada jaminan apakah Dimas benar-benar sesuai menjadi wadah kotak Laplace itu, meskipun akibat dari terlepasnya Kotak Laplace dari tubuh Tamon Ruu telah meluluhlantakkan Alforea.    
"Apakah Dimas berhasil?"
Anak buahnya di belakangnya menunggu sejenak, membiarkan bos mudanya memandangi planet yang kini meninggalkan lubang besar di tengah-tenah benua, yang konon adalah kampung halamannya. Untuk sementara, situasi hening membisu, terbawa oleh situasi perasaan Daniel yang berbelasungkawa.  Hingg satu anak buah Daniel memecah keheningan itu dengan menyampaikan berita penting.
"Bos, ada komunikasi dari Alforea. Dari reuntuhan benteng di tengah laut."
Sebaris pesan teks dari in "TMN". Daniel langsung  tahu, itu datang dari Tamon, yang mampu bertelepati dalam bahasa teks, tanpa menggunakan perantara atau media. 
TMN: Gagal. Dimas Pamungkas tidak sesuai. Kita harus melanjutkan BoR, meski Alforea hancur....
Daniel terdiam sejenak, mengeraskan rahang.
"Si brengsek itu tak berhasil."
Lalu Daniel membalas.
D_N.Y.A.S.: Aku akan turun ke bawah dan mendirikan fasilitas darurat.
"Bos, apa yang harus kami lakukan? Cold sleep sudah dilakukan pada hampir semua penduduk." Samuel, salah satu orang kepercayaannya, bertanya.
"Kita bersiap turun ke bawah. Kalau-kalau ada penduduk yang masih selamat, atau tertinggal di permukaan. Kita juga harus mengecek Biolab di bawah tanah, apakah terkena dampak ledakan atau tidak. Aku tidak tahu apakah para kloning itu bertahan."
"Bagaimana dengan para peserta?"
"Biarkan diurus oleh Netori. Wewenang kita bukan mengurusi jalannya pertandingan."
Setelah beberapa waktu, Daniel dan tim turun ke bawah. Dengan kemampuan teknologinya, ia membangun sebuah rumah sakit sekaligus markas di darat. Ternyata memang ada beberapa orang yang masih tertinggal, ia dan timnya membuat semacam penampungan sementara sampai kondisi stabil.
Daniel juga mengecek Biolab-nya yang ia dirikan diam-diam sebagai kompensasinya sebagai sponsor. Beberapa Biolab rusak total, beberapa masih bisa diselamatkan namun perkembangan kloning-kloning itu tak sesuai harapannya. Sebagian besar hasil kloning dari gen peserta justru memberontak dan mengobrak-abrik biolab. Akhirnya ia membuat beberapa kebijakan untuk menyeleksi kloning mana yang terbaik yang bisa bertahan denga menyisakan satu mesin teleport manual di setiap Biolab, untuk menghemat pekerjaan mengeliminasi kloning-kloning yang tak berguna.. 
Tapi ia kemudian, menjadi sangat geram ketika BlackZ memindahkan para peserta BoR ke Biolab-biolab miliknya. Dan saat itulah ia mengetahui kalau Elite Four telah bergerak, menyabot pertandingan. Sabotase itu telah dilakukan terlalu dalam hingga Daniel memilih untuk tidak melakukan apa-apa selain menjaga teritori kewenangannya. Ia adalah sponsor, dan ia hanya berkepentingan dengan efek pertandingan, bukan mencampuri urusan panitia. Meskipun ia tahu beberapa hal yang disembunyikan Tamon Ruu. Maksud rahasia pelaksanaan BoR, keberadaan KANA, dan Mima sebagai agen. 
Daniel, dengan jubah superman suit canggihnya yang berwarna jingga, datang ke tempat Elite Four untuk bicara. Namun di sana ia hanya menemukan BlackZ.
"Jangan bermain-main dengan mereka, BlackZ. Para peserta BoR adalah milikku." Daniel menantang.
"Mereka tidak berguna, Daniel."
Daniel tersenyum. Rupanya kalian tidak tahu kalau para peserta itu sebenarnya adalah para kandidat penjaga Kotak Laplace yang diseleksi diam-diam. Baguslah. Lagipula, kalau semisal cukup banyak peserta yang hidup, aku bisa menawari mereka pekerjaan.
"BlackZ, katakan pada Nekoman. Aku masih sponsor pertadingan ini. Kalaupun kalian menyabot pertandingan ini untuk mendapatkan kotak Laplace, aku dan Dimas takkan tinggal diam."
Dimas akan menjaga Tamon Ruu. Dan aku akan menjaga Battle of Realms tetap berlangsung.
Daniel ingin tertawa dalam hati. Sepuluh tahun lalu ketika ia pergi dari Alforea, ia berpikir takkan berhubungan lagi dengan Dimas. Mereka memang selalu berselisih. Tapi, ternyata takdir menentukan lain.
Aku ingin menyaksikan bagaimana Kotak Laplace itu bekerja. Penyegelan sebuah lubang hitam terdengar seperti teknologi super yang menjanjikan. Juga mekanismenya dalam mengabulkan keinginan...
Motivasi dasar Daniel hanyalah berkaitan dengan rasa penasarannya sendiri, tidak lebih.
-o0o-
---pertengahan menuju Semifinal, Ithacca. Hari pertama setelah Mima dinyatakan hilang.
Jade termenung dan terus menerus gelisah. Mima hilang.
Tetapi Weasel juga sudah mengetahui resikonya. Hilang atau kehilangan nyawa dalam mengemban misi seperti ini harus disadari sebagai bagian dari pekerjaan. Jade menggaruk-garuk kepalanya dengan galau, mengusap matanya dan melepas kacamatanya. Ia menatap cermin.
Jade tak menyukai dirinya yang tak mengenakan kacamata. Rasanya seperti orang yang sangat jahat. Tanpa mengenakan kacamata, ia tampak sangat dingin dan selicik rubah. Dan ditambah lagi dengan fakta ia baru saja mengirimkan adiknya sendiri yang teramat disayanginya mengemban sebuah tugas di suatu tempat yang sangat jauh… astaga, mengapa ia bisa tega melakukannya?
Tetapi itu juga keinginan Mima sendiri. Equilibrium di bumi sudah tak mungkin dihapus. Hampir setiap negara memiliki satu atau dua tokoh kunci, entah dalam bidang militer atau politik, yang sesungguhnya seorang survivor Equilibrium, Demikian juga dengan para mafia, kartel obat bius, atau beberapa pasukan sewaan seperti dirinya. Alumni Equilibrium ada dimana-mana. Meskipun mereka memegang ketat rahasianya masing-maisng, Equilibrium seperti bayangan, keeradaannnya nyata, namun tak bisa dipegang.
Menghilangkan Equilibrium membutuhkan campur tangan kekuata yang bukan lagi milik manusia…
Jade melihat layarnya berkedip, dan langsung bergegas menuju laptopnya. Tamon Ruu kembali menghubunginya.
TMN: Mima masih hidup. Dia dirawat oleh Daniel.
Jade tertawa lega dengan spontan, mensyukuri berita itu.  
MRC: bagaimana keadaannya?
TMN: Baik-baik saja Tapi Daniel melakukan operasi otak padanya. Aku tak tahu kondisi persisnya saat ini, tapi ia disiapkan untuk mengikuti semifinal.
Jade mengerutkan kening. Operasi otak? Apakah mereka tahu kalau ia beberapa kali pergi ke psikolog?
TMN: Jade, aku membutuhkan bantuan lebih.
MRC: Ada perubahan situasi?
TMN: Ya. Nekoman menyabot total pertandingan ini. Ia telah merebut password panitia yang memberinya akses penuh untuk menjalankan pertandingan. Ia juga mengurungku dan Dimas di benteng Ruusyana. Emulator itu tidak aman lagi. Tempatku dikepung oleh Elite Four. Aku butuh kepastian Mima harus masuk final. Kalau Mima masuk final, ia akan mendapat akses untuk masuk ke benteng, dan di sana setidaknya ia dapat membantuku menghadapi Nekoman, membuka pintu benteng untuk mendatangkan bantuan.   
MRC: Kau meminta pasukan?
TMN: Tidak.  Jangan mencolok, kalau tidak korban yang jatuh akan lebih banyak lagi. Kirimkan satu atau dua orang saja. Karena kali ini, aksesku membuka portal ditutup. Kau harus mencari cara sendiri untuk membuka portal.
Jade berpikir sejenak.
MRC: Aku akan mengirim Weasel.
TMN: Suaminya? Ide bagus.
MRC: dan Orb, segera setelah ia selesai diperbaiki.
TMN: Jade, aku tidak bisa membuka portal antar dimensi karena Nekoman menjagaku dengan ketat di sini. Kalau kau mau mengirimkan benda sebesar itu, akan membutuhkan energi yang besar untuk membuka portal berukuran besar di langit.
MRC: Tan Ying Go dari Ring of Fire bisa membantuku. Aku bisa mengaturnya. Weasel akan kukirim terlebih dahulu sambil menunggu portal yang lebih besar terbuka di langit.
TMN: Baiklah.
MRC: Jangan lupa. Biaya sewa tambahan untuk ini.
TMN: Ya. Aku tidak lupa. Bahkan kalaupun aku mati, KANA atau Daniel akan mengaturnya. Boleh kukatakan sesuatu?
MRC: katakan saja.
TMN: KAU SUNGGUH ULAR BELUDAK LICIK, JADE. Sulit dipercaya aku telah bekerjasama denganmu. Tapi kau handal, dan aku membutuhkanmu.  
Jade tersenyum. Akhirnya, Tamon mengakuinya. Satu sisi tersembunyi dalam dirinya yang dibanggakannya diam-diam. Kelihaian mengatur strategi dan mendapatkan keuntungan dari situasi seburuk apapun. Orang-orang biasanya tak pernah curiga padanya, namun
MRC: Selama kau membayarku, aku takkan menggigit.
Jade mematikan laptop, kemudian mencari sesuatu di lemarinya. Sebuah benda yang terbalut kain hitam, yang disimpannya dengan hati-hai sejak delapan tahun lalu.  
The Sibling Handgun. Sepasang pistol, yang digunakan Mima dahulu. Konon, pistol ini dirakit sendiri oleh professor, dan mekanisme bagian dalamnya telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa menembak peluru secara membusur dalam sudut yang tak mungkin. Mima menitipkannya karena ia sempat bersumpah pada Oldman, orangtua angkatnya di SWAT, bahwa ia takkan membunuh lagi setelah menikah.
Tapi, sulit. Tidak mungkin kau bisa bertahan lama hidup damai. Kita diciptakan untuk pertempuran. Suamimu juga.
Ia medengar Weasel sudah datang dari menjemput anak-anak. Jade segera memanggilnya, membicarakan misi yang baru. Yang harus diemban oleh Weasel untuk mendampingi Mima. Tanpa Weasel mengetahui, kalau Jade menyembunyikan sesuatu.
Kalaupun ada tersisa satu misteri dari kisah ini, itu haruslah tentang Jade. Jade selalu penuh misteri, yang  pikirannya tidak bisa ditebak, dan perilakunya tak selalu mencerminkan apa yang dipikirkannya…
;
;
;
Section 1:
Fatanir
;
--- Sehari sebelum BoR.
Fatanir mengangkat sebuah kartu undangan berwarna hijau dengan lambang V biru toksa di tengah-tengahnya. Undangan itu seperti kertas biasa yang dilaminating, dengan sebaris kalimat singkat berbentuk tawaran petualangan. Ia membolak-balikkan benda itu, melihat dengan memicingkan matanya, seolah-olah ada sesuatu yang menarik dalam undangan itu.
"Sialan, lu siapa?" Fata berbicara pada kartu undangan itu. "Ayo ngaku, kalau enggak gue bakar noh! Situ bukan program lagi sekarang, gua bisa dengan mudah ngapa-ngapain elo!"
<Aku adalah program digital berkode yang ditugaskan untuk mencari kandidat peserta Battle of Realms. Mengapa kau bisa tahu, kribo?>
"Gua udah tahu lu nyusup ke laptop gue sejak lama. Gue tahu udah seminggu ini hidup gue lu awasin diam-diam, wahai program! Eh cuman ini menarik banget, baru pertama kali aye tahu kalau program digital bisa berganti wujud jadi benda padat, tiba-tiba nongol di depan meja gue, pulak. Transformasi wujud dari digital ke material itu nggak mungkin secara teoritis, tapi elo adalah buktinya. Yang bikin elo pasti jenius. Hei kartu cerewet, siapa yang bikin lo?"
<Yang membuatku adalah seorang administrator di planet Sol Shefra. Secara otomatis, setelah peserta yang diintai dinyatakan cocok sebagai kandidat, maka  aku akan mematerialisasikan diriku ke dalam bentuk sebuah undangan Battle of Realms!>
"Whoaaa, hebat banget. Terus namamu siapa, program?"
<Aku hanya sub program dari program induk yang bernama KANA.>
"KANA?"
<Karma of Neo-Abstraction>
 Fatanir mengerutkan kening. "Karma?"
<Sesuai nama indukku, Fatanir. Kami dibuat untuk mempersiapkan sebuah takdir.>
"Nggak. Meskipun gue tekhnopath, gua tahu kalau antara takdir, karma, spiritualitas atau apalah namanya itu… nggak bisa dibahasakan pake teknologi. Gini-gini gue tahu batas tekhnopathia juga. Itu benar-benar mustahil, sama mustahilnya sebuah bahasa digital kayak elo, berubah jadi benda padat."
<Tapi Hewanurma bisa membuatnya>
"Hewan apa?"   
<Hewanurma, administrator yang membuatku. Kau akan bertemu Hewaurma di sana bila menjadi peserta Battle of Realms>
Fata memonyongkan bibir. Gue baru tahu kalau ada yang bisa bikin kayak ginian. Dan program digital yang bisa mematerialisasi diri kayak gini, menarik banget..  Hewan apa tadi, yang bisa bikin kayak gini…?
<Apakah kau setuju untuk mengikuti Battle of Realms, Fatanir sang Teknopath?>
"Boleh ..." Fatanir menggumam sambil mengagguk-angguk.
<Password confirmed! Anda dinyatakan menjadi peserta Battle of Realms dan dianggap telah membaca dan menyetujui terms and conditions! Portal dimensi menuju Despera akan terbuka dalam lima detik!>
"Anjrit…!" Fata hanya bisa mengumpat ketika sebuah lubang dimensi hijau langsung terbuka di dalam kamarnya, disertai angin kencang yang langsung membuat karamnya berantakan.  
"Oi! Oi…! Gue masih ada kerjaan, tahu! At least gue boleh bawa laptop laaaah….  "  Terlambat, portal itu sudah menyedot tubuhnya tanpa permisi.
Waduh! Ya udah deh, gua bikin laptop baru aja lagi, ntar disana…
Dan petualangan Fata sebegai peserta Battle of Realms pun dimulai. Bukan hanya memahami bahasa mesin-mesin, ia bahkan mendapat kekuatan memanipulasi segala bentuk teknologi. Kalau di bumi ia sudah cukup unggul mengutak-atik teknologi karena mengetahui bahasa mesin, di Alforea ia bahkan mendapatkan kekuatan untuk memanipulasinya sekehendak hati. Ia bisa membuat senjata, robot, kendaraan, apapun yang dia inginkan. Ia bahkan mendapatkan hadiah dari Relima Krukru, salah satu lawannya, berupa sebuah gir emas yang memungkinkan tubuhnya menyatu dengan teknologi ciptaannya.  Ia juga bertemu kembali dengan Renggo Sina, robotnya yang minggat dari bengkel, bertemu dengan bu Mawar, perempuan yang dibencinya karena pernah menganiaya dirinya di panti asuhan.  
Namun, di balik semua itu, pada saat ia berada dalam kesendirian, ia masih teringat pada masa lalunya. Masa lalu siapa orang tuanya, darimana ia berasal, dan mengapa ia bisa teknopathia, semuanya masih menjadi misteri.
Namun ia juga mendapatkan teman baru.  
KANA, sang program yang penuh misteri, yang berkomunikasi dengannya dalam suara perempuan.
-o0o-
-- Ruang penumpang pesawat tempur milik Daniel, dua jam sebelum Final.
Fata menatap padang pasir di bawah dari jendela. Sengaja ia memilih untuk duduk menyendiri, sambil mengobrol dengan pesawat itu, yang sedari tadi menyombongkan dirinya sebagai hasil teknologi canggih buatan Daniel. Pilot dan kru Daniel juga tak ingin dekat-dekat dengannya, karena rumor bagaimana ia mengalahkan bu Mawar dengan kejam sudah mereka dengar. Fata juga sejak tadi komat-kamit sendiri, membuatnya terlihat sedikit aneh dan menakutkan (Fata tentu saja menyadari hal itu), tapi mereka juga tahu kalau Fata mungkin sedang mengobrol dengan mesin, atau entah teknologi apa yang berada dalam pesawat ini.
Bosan mengobrol dengan mesin pesawat, Fata beralih pada sahabat karibnya selama di Alforea. Sahabat karib yang sayangnya, bukan manusia.  
"KANA."
<Aku disini, Fatanir>
"Sampai sekarang gue masih heran kenapa Alshain Kairos kalah, si cewek biru juga. Yang menang di partai proto Rahamut malah si emak Mima yang inosen itu, yang grafiknya justru paling bawah. Tapi denger-denger dia dibantuin lakinya, dan dapet senjata baru." Fata berbicara akrab seolah sedang bersama kawan lama. Ia cocok dengan KANA, dan kecocokannya dengan KANA lebih bersifat instingtif. KANA selalu dapat bisa dipercaya, dan KANA juga memberitahunya banyak hal yang tdak ia ketahui seputar pertangingan BoR. Itu karena KANA melingkupi seluruh Alforea, dan ketika Alforea hancur, KANA tidak ikut hancur. 
<Itu betul, Fatanir. Kenyataannya memang Sanelia yang mengelahkan Kai, dibantu oleh Mima dan suaminya, Weasel. Tapi kemudian Sanelia menyerah sehingg Mima dinyatakan menang.>
"Tadinya kalau Alshain Kairos menang, lalu kita ketemu di final, gue pingin tanya sejelas-jelasnya  tentang masa lalu gue." Fata menyandarkan kepalanya di jendela dengan malas.
<Kenapa kau ingin bertanya pada Kai?>
"Soalnya dia alien dari dimensi kempat sih, bisa jalan lintas waktu seenak udel. Kali-kali dia tahu masa lalu gue yang sebenarnya.  Gua cuman pingin tahu kenapa gue punya kekuatan Teknopathia ini. Emang gue jadi sakti sih, tapi rasanya kayak hidup di dunia yang keliru, gitu. Orang-orang ngomong bahasa manusia, eh gue malah sama mesin. Dan lagian kayaknya mereka anggap gue gak normal, macam virus yang ngeganggu, gitu.  Buat apa sih sebenarnya Tekhnopathia ini? Dan kenapa cuma gue?".
<Kenapa kau sangat ingin tahu masa lalumu?>
"Kamu program, sih. Nggak bakalan tahu perasaan orang...." Termasuk perasaan orang yang pernah tinggal di panti asuhan bejat kayak gitu.
Pikiran Fata melayang sejenak ke sosok bu Mawar yang mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggorok lehernya sendiri. Kata terakhir 'Terima kasih pak Guru' yang didengungkannya dengan leher nyaris putus dan bibir tersenyum, masih  membayang di benak Fata.
Merasa bersalah? Tidak. Itu sesuai untuk kepalsuan yang disembunyikan Mawar selama ini. Juga untuk luka batin yang diderita Fata bertahun-tahun akibat pelecehan seksual yang dilaukannya saat masih di panti asuhan. Ada pengalaman yang efek rusaknya jangka panjang, menghancurkan kepribadian dan dirinya sebagai manusia, dan mungkin karena peristiwa itulah, Fata lebih percaya pada mesin daripada manusia. Mati membunuh dirinya sendiri adalah kematian yang cukup indah untuk Mawar.   
Hanya saja, pemandangan itu masih terasa sedikit mengganjal. Ia memang menembak kepala Eophi, tapi Fata merasa itu juga pantas. Gir emas Fatashura itu yang membantunya melakukannya, sehingga bukan hanya ia sendiri yang bertanggungjawab. Ditambah lagi, ia berada dalam keadaan terancam karena ternyata Eophi mengeroyoknya dengan dua senjata konyol (bantal dan guling), satu kavaleri kloning yang merupakan replikasi beberapa peserta tangguh, dan juga naga badut mengerikan itu, Hael. Rasanya boleh-boleh saja kalau ia membalas dengan mengenyahkan sang komandan secepat mungkin dengan membunuhnya. Eophi terlalu kuat untuk tidak dibunuh, dan sudah terlalu lama hidup ratusan tahun dalam tubuh remaja.
Ada rasa berdebar-debar yang muncul,yang membuatnya gembira sekaligus tak nyaman. Seperti  masuk ke dalam wilayah baru. Seolah ia telah mendobrak sebuah batas, dengan membunuh dan mengesampingkan rasa belas kasihannya sendiri. Seolah ia mulai merasa dirinya bukan lagi manusia, tetapi mesin. Ia memang suka mesin, suka teknologi, tapi badannya masih kumpulan darah dan daging kecuali bagian gir emas Ashura di dada. Itu yang membuatnya tak nyaman. Aka lebih baik kalau ia menjadi mesin saja, atau kalaupun ia masih manusia, akan lebih baik kalau ia tak mengerti bahasa mesin.
Tapi setiap ia memikirkannya kembali, orang-orang yang dibunuhnya itu, Fata mencoba menawar perasaan gelisah itu dengan pemikiran bahwa resiko kematian juga telah ditulis dalam kontrak BoR. Semua peserta seharusnya siap dengan itu. Tanpa diberitahu, ia sebenarnya sudah paham adanya RNG-sama, program yang mencegah kematian ingatan, dan juga program Memory Formatting yang memanipulasi ingatan sedemikian rupa. Setiap pesreta jadi memiliki versi ingatan masing-masing. Tapi kedua program itu telah kolaps ketika memasuki ronde dua. Kematian dan manipulasi ingatan takkan terjadi lagi.
Tapi, entah mengapa pertandingan konyol ini masih saja terus berlangsung. Pergantian panitia yang tiba-tiba juga membuatnya curiga.
Dan beberapa peserta, memang pantas untuk mati. Atau hilang. Karena mereka memang lemah. Pertandingan BoR ini memang menguji kekuatan mental dan fisik. Cuman seleksi alam, begitu pikirnya.      
Tapi ia sama sekali tak menduga kalau akan berhadapan dengan Mima Shiki Reid. Ia mengira Kai yang akan lolos, supaya ia juga bisa bertanya masa lalunya, sambil mengerahkan seluruh kekuatannya bertanding dengan Kai. Kai memiliki kekuatan melengkungkan ruangan, ia bagai mesin teleportasi berjalan yang membuat Fata tertarik.
Tapi Kai kalah, prediksinya meleset. Kini ia harus berhadapan dengan seorang ibu dua anak yang ternyata cukup ngeyel untuk bertahan.   
"Sayang juga Kai kalah lawan si emak, jadi gue nggak bisa tanya-tanya lagi deh." Fata berpangku tangan, sambil tangannya meraba gir emas yang kini tertanam di dadanya.  "Lagian, gue nggak ngira si emak itu kuat juga. Inget pas ronde tiga dia pake monster segede gaban, Orb? Orbital system of Radiant Ballistic, gua mulai curiga kayaknya si emak emang bukan orang biasa. "
<Kau bimbang, Fatanir? >>
Fatanir berjengit. "Kamu bener-bener program sialan buatan Hewanurma yang nyebelin," karena tebakan KANA ada benarnya. "...kecerdasanmu hampir selepel manusia, dan sampe sekarang gue belum berhasil memahami enkripsimu, yang bikin kamu itu otaknya kayak gimana sih?"
<Kalau kau menang, kau bisa bertemu Hewanurma, Fatanir. Kau bisa bertanya langsung padanya. Dan juga karena pertandingan ini sudah disetting demikian. Hewanurma akan bertemu denganmu saat kau menerima hadiah utama, Kotak Laplace, emulator yang bisa mengabulkan keinginan.>
"Heh, itu juga yang bikin gue penasaran! Secanggih-canggihnya teknologi, teknologi kompleks kayak gitu itu nggak mungkin ada.  Pengabulan keinginan instan itu hanya bisa dikompensasi lewat eneri supergede, force yang dijalanin pake cara tertentu, supaya keinginan langsung terkabul kayak mejik."
Kotak laplace benar-benar bisa mengabulkan kinginan, Fatanir. Kau percaya itu?
"Nggak, cyiin. Kalaupun bisa, gue pingin tahu penasaran ama cara kerjanya."
Kalau kau menang, apa kau tak punya keinginan?
"Mungkin gue cuma pingin tahu masa lalu gue anak siapa,…" Fatanir menghentikan suaranya sebentar. Suasana hatinya berubah sendu sejenak. "… dan gue pingin tahu benda apa itu sebenarnya, yang heboh katanya bisa mengabulkan keinginan."
<Hewanurma tahu apa itu.>
"Jadi, gue harus menang gitu yah, kalau pingin ketemu si Hewan?"
<Iya dong>.
"Kalau gue menang, semua misteri ini bakal kejawab?"
<Pasti, cyiiiin…>
Fata ingin muntah mendengar gaya bahasa KANA yang sengaja di-alay kan.
"Gini yah. Kalau mau dihitung di atas kertas, peluangnya besar banget gue yang menang. Si emak itu kan cuma manusia biasa. Emang gue denger-denger dia jago tarung sih, pinter nembak, tapi… berapa banyak sih peluru yang bisa dia lontarkan? Denger-denger juga kalau pistolnya hebat banget, bisa nembakin peluru berbelok, tapi itu kan cuma pistol. Hasil teknologi juga, tauk! Nah, gua kan teknopath…"
<Lalu apa yang kau gelisahkan, Fatanir?>
"Kayaknya ada sesuatu sama pertadingan ini. Enggak beres."
<Fatanir. Pertandingan ini sudah disabot secara total oleh  Nekoman. Musuhmu yang sebenarnya bukan Mima. Tapi Nekoman dan kaki tangannya. Jadi, kalaupun kau menang, kau harus waspada… kalau-kalau Nekoman muncul merebut kotak Laplace>.
"Anjrit!" Fata mengumpat.
<Jadi, kalau kau yang memenangkan kotak itu, kau tetap harus menjaganya dari tangan Nekoman.>
"Sialan! Repot banget sih!" Teriak Fatanir kesal.
<Yang masuk final kamu lho, kamu ingin juga mengetahui masa lalumu, kan?>
"Gua 'kan anti-hero, KANA. Kalau gue menang, lalu dapatkan apa yang gue inginkan, gue nggak peduli itu kotak mau diapain. Jangan terlalu ngarep banyak, deh…." Fatanir berdiri dan melenggang dengan perasaan sedikit kesal.
"Fatanir. Kau siap?" Seorang anak buah Daniel memotong orolannya dengan KANA. Ia membawa sebuah armored suit ringan deengan sebuah pelumcur di belakangnya. Ukurannya suda diukur agar pas dengan tubuh Fata, dan juga meriam-meriam kecil sekurunan meriam kanon kecil yang dipnjamkan oleh Daniel.
Fatanir berdiri, membiarkan anak-anak buah Daniel berkeliling memasangkan armored suit warna hitam itu, di bahu, bagian atas, lutut dan sebagian sepatunya. Ketika armored itu ternyata menutupi gir emas di dadanya, fata hanya mengetuk sekali di permukaannya, dan secara perlahan, armored suit itu berttansformasi menjadi sebuah armor yang memberikan ruang untuk gir emas itu terlihat. Anak buah Daniel melihatnya dengan mata heran, namun mereka terlalu patuh untuk bertanya. Mereka juga memasangkan mesin jet dan meriam kanon kecil di punggungnya. Meskipun Fata bsa memilih persenjataan lebih, ia seorang teknopath yang bisa berimprovisasi dengan senjata buatan dari barang-barang di sekitarnya. Jadi, untuk itu Fata memang di atas angin.
"Yo, Fatanir. Kau siap untuk menyerbu benteng?" Sebuah monitor kecil di ruangan itu menyala, dan di sanalah, Daniel memperlihatkan diri dengan superman suit kebanggaannya, yang seperti campuran antara kostum Ironman dengan Wanpanman..
"Heh, dengerin ya. Ini namanya manipulasi terselubung. Menafaatkan peserta untuk masuk ke benteng Ruusyana untuk menyelamatkan putri Tamon. Kenapa nggak kamu kerjain sendiri, sih?" Fata langsung mengomel.
"Benteng Ruusayana adalah tempat dilangsungkannya final, Fatanir. Mereka yang menjadi panitia baru meminta begitu, apa boleh buat." Daniel  membalas. "Bagaimana? Apakah kau memerlukan tambahan senjata? Atau armored suit yang kuberikan kurang nyaman dipakai?"
Fatanir terkekeh. "Ya ampun, nggak usah pakai tetek bengek ginian aja kenapa sih. Gue kan teknopath." Gue juga bisa bikin sendiri, Dan.
"Mima akan masuk dari darat, kau dari udara. Hasil pengundiannya menyatakan begitu."
"Sebenernya panitia pingin kita mati sebelum masuk benteng, gitu, yah."
"Kau sudah tahu, KANA pasti memberitahumu." Daniel menebak. "Program itu memang melingkupi seluruh Alforea."
"Ya iyalah."
"Ingat, bantuan yang kuberikan padamu, juga kuberikan pada Mima. Ia kuberikan armored suit yang mirip, hanya tidak bisa terbang. Senjatanya juga masih sama, pisau belati yang bisa memotong baja, tongkat Baton, dan sepasang senjata api. Karena kukira kalian tak seimbang dalam hal kekuatan, armored suit Mima kuberi tambahan berupa power enhancer di tangan dan kaki. Hati-hati, karena sekarang tendangan dan pukulannya bisa menghancurkan beton." Panjang lebar, Daniel membocorkan informasi pada Fatanir.  "Keberata dengan itu, Fatanir? Kalau kau memerlukan sesuatu lagi, bilang saja."
"Tidak. Asal ada barang tekno di dekat aku, gampang."
"Oke. Fatanir. Good luck."
"10 kilometer menuju titik penerjunan,"
Dan lantai yang dipijak Fatanir membuka, sedepa di depannya.
Fata mengenakan kacamata gelap dengan ikat karet di belakang pekala, yang sebenarnya sebuah visor canggih. Ia menekan beberapa tombol di pinggiran frame-nya, dan memperlihatkan gambaran peta miniatur titik penerjunan di depan matanya.

Fata memberikan kode bahwa ia siap. Anak buah Daniel membalas kode itu, dan terakhir, Fata melempar lirikan ke arah layar monitor.
"Gue terjun, DADAH...!"
Terjun menuju lokasi final, tepat beberapa kilo sebelum benteng Ruusyana. Terbang menuju seusatu yang menjanjikan, pecahan mister akan masa lalunya, satu potongan informasi berharga yang dicarinya selama ini.
Fatanir melihat permukaan Alforea yang bagaikan sebuah hamparan pasir kuning yang luas. Sekian waktu ia terjun ke bawah, pikirannya sempat mengenang masa-masa ketika ia memulai BoR. Ia sendiri tak menduga kalau perjalanannya bisa sejauh ini, hingga final. Meski pada awalnya, ia tak tahu apa sebenarnya yang ia perjuangkan di setiap babak.
Setidaknya, gue pingin tahu siapa gue. Fata meregangkan tubuhnya, menikmati tamparan udara di seluruh tubuhnya. Ia belum pernah tahu kalau terjun bebeas seperti ini bisa terasa menyenangkan.
 Ya, Fata ingin tahu jati dirinya yang sebenarnya. Siapa dirinya, siapa ayah ibunya, dan mengapa ia memiliki Teknopathia. Ia sendiri bahkan baru mengetahui keiginan itu ketika berada di tengah-tengah pertandingan, ketika bercengkrama dengan akrab bersama Avius. Avius punya tujuan mulia, dan ia paham betul apa yang diinginkannya. Fatanir menjadi merenung dan berpikir dua kali, tujuannya mengikuti pertandingan ini. Dan ia kemudian memutuskan untuk mencari jawaban masa lalunya.  
Tetapi, pertemuan dengan Avius itu juga menghadirkan pencerahan yang lain. Pertamakalinya ia memahami ada seseorang yang bisa berteman dengannya. Dan orang itu adalah manusia, bukan mesin, program, atau hasil karya teknologi yang lain. Itulah sekaligus yang membuatnya sedikit bimbang, ketika penyatuan dengan gir emas menjadikannya Fatashura, Fata merasa sedikit canggung.
Gua manusia, apa mesin?
Kalau gua manusia, gua bener lahir dari manusia, nggak? Jangan-jangan gue lahir dari mesin pula...
... atau semacam alien kayak Alshain Kairos...
Ia tadinya beharap, kalau semisal ia tak lolos, Kai bisa dimintai tolong untuk memberitahunya. tapi harapan itu sirna ketika mendnegan Kai tak lolos. Satu-satunya cara adalah memenangkan final…
Melawan Mima Shiki Reid.
Dan sungguh, Fatanir sebenarnya tak berminat untuk melawan ibu-ibu. Hati nuraninya akan ditantang untuk melawan seorang ibu, dimana pergulatan itu akan cukup berat baginya untuk dilewati.  
Dasar emak-emak rese...
;
;
;
Section 3:
 Mr and Mrs. Reid
;
;
--Ithacca, dua jam menjelang Final.
"WOOOOOOW... cool!" Philla berteriak senang ketika melihat mommy-daddy-nya berdiri gagah di depan monitor, dengan seragam baru sama-sama berwarna biru gelap, dan armored suit berwarna biru gelap. Sebuah kevlar yang tampaknya lentur namun kuat,  juga pelindung tangan dan kaki. Kedua tangan Mima dilapisi sarung tangan hitam dengan gelang besi yang telah diuji oleh Daniel, meningkatkan daya hancur. Mereka sudah mengujinya sebeum berangkat, dan satu tinju bisa membolongi baja, menjebol beton. Hal yang sama juga diberikan Daniel untuk sepatunya, yang nampak seperti sepatu militer biasa, namun dengan dinamo khusus (entahlah apa namanya) sehingga meningkatkan strength dan powernya. Namun fasilitas itu hanya diberikan kepada Mima, untuk Weasel, Daniel hanya memberikan seragam standar yang mirip dengan yang dibawanya, dan juga senjata biasa. 
Agak canggung sebenarnya untuk menghubungi rumah lewat video call ketika mereka berdua berada dalam keadaan seragam lengkap. Tapi Daniel tidak memberi mereka pilihan.
"Philla, kau tidak membuat paman Jade kesal, bukan?"
"Aku juga main dengan Lefty, kami bermain tembak-tembakan dan perang-perangan, menyenangkan sekali!" Philla menjawab antusias, yang disambut pelototan spontan Mima ke arah jade yang berdiri di belakang Orlick.
"Mana kakakmu?" Tanya Weasel. Mereka tak melihat Orlick.
Jade memanggil Orlick. Dan seorang anak lelaki langsung muncul di depan layar.
"Hai, mama." Orlick menyapa, "Mama, daddy, kelihatan keren," Ia melanjut. "...kenapa tidak pernah berpenampilan begitu di rumah?"
Baik Mima maupun Weasel tak menduga pertanyaan itu.
"... karena di rumah bukan tempat untuk bekerja, Orlick." Jawab Weasel cepat.
"Kalau teman-temanku lihat, pasti mereka bilang keren," Orlick menjawab datar, tersenyum tipis. "Oh ya ma, aku lolos ke tim nasional. Olimpiade matematika junior, Orlick Reid. Enam bulan lagi aku akan berangkat ke Jerman dan bertanding di sana."
"Selamat! Kita harus merayakannya kalau pulang!" Mima menjawab ceria, mengangkat kedua tangan, lalu memeluk layar monitor seolah-olah memeluk seseorang. Salah satu anak buah Daniel tersipu melihatnya, membuat Weasel menepuk bahu Mima untuk mengingatkan.
"Uhm... well... Lefty memasak fusilli dan makanan Italia lezat untu merayakannya, tapi itu terlalu berlebihan." Orlick menggaruk tengkuknya dengan canggung, seolah malu-malu mengungkapkan keinginan.
"Aku hanya ingin pancake triple cheese biasa, buatan mama yang bentuknya seperti hati itu, yang setengah gosong. Lefty juga berusaha membuatnya sih, tapi tetap beda rasanya."
Weasel dan Mima terdiam sejenak. Untuk sesaat, Weasel meremas bahu Mima untuk menguatkan istrinya.
"Aku sisakan untuk Mama pulang supaya mama bisa membuatnya, ya...." Orlick tersenyum.
"Aku pasti berusaha untuk pulang," Mima menjawab dengan senyum lembut. Kalau ia yang dulu, mungkin Mima sudah menangis. Tapi Mima yang sekarang telah sedikit berbeda.
"Daddy akan menjaga Mama,"
"Dan kau harus menjaga rumah, kau anak lelaki tertua. Jangan mengandalkan Paman Jade."
"Kalau pulang, bawakan aku pakaian itu yang warna pink!" Philla melompat.
"Ehm... jangan kuatir Ma. Semuanya pasti baik-baik saja. Bahkan kalaupun..."
Orlick tercekat sejenak, menunduk.
"... bahkan kalaupun, Mama dan Daddy tak kembali, semuanya akan baik-baik saja." Orlick mengmbil jeda, lalu mengangkat wajahnya sambil menyunggingkan senyum tipis, cri khasnya.
Weasel dan Mima terdiam membisu.  
"... dan aku akan memenangkan Olimpiade itu. Pasti."
Jujur, menghadapi situasi ini terasa melegakan sekaligus menyulitkan. Kedua orang dewasa itu tak mampu berkata apapun, menghadapi sang calon jenius, yang masa depannya sedang diperjuangkan.
Orlick... di pentas internasional itu dunia akan melihatmu. Dan memburumu. Dan aku... bukan, kami sedang memperjuangkan dirimu.
Jade berganti berada di layar monitor.  "Selamat berjuang untuk babak final sis. Melihat kalian berdua bertempur bersama, adalah impianku. Aku tak mengira hal itu akhirnya bisa terjadi. Seandainya aku berada di sana."
"Jangan melantur, Jade. Jaga anak-anakku," pesan Mima.
"Jangan libatkan mereka pada dunia kita." Ancam Weasel.
Jade temangu sejenak, seolah memikirkan sesuatu. Lalu ia membalas.
"Aku akan menjaga mereka. Aku janji."
"Terimakasih..."
Dan apalagi yang bisa dikatakan selain hal-hal semacam itu?
Komunikasi terputus, selesai. Memikirkan bahwa itu bisa menjadi dialog yang terakhir, tentu saja bisa menyesakkan. Tentu saja bisa membuat langkah mereka surut. Dan tentu saja, bagi mereka yang cengeng, adegan itu bisa penuh dengan dekorasi pelukan dan tangisan penuh air mata. Tapi, tidak.
Keluarga Reid bukan keluarga semacam itu. Mau pergi? Pergilah. Sudah pulang? Selamat datang. Gagal? Coba lagi. Berhasil? Ayo dirayakan. Sedih? Menangis boleh, tapi menangis diam-diam sepertinya sudah menjadi tradisi alami. Karena dunia tetap berjalan meskipun kita menangis. Selama ini sang nyonya, Mima Shiki, telah memberi contoh dengan baik, menyimpan tangisannya sendirian di balik dinding-dinding kamar. Orlick hampir tak pernah menangis, kecuali saat masih bayi dan beberapa bulan sebeum keberangkatan Mima ke Alforea. Philla memang lebih sering menangis, tapi tangisannya biasanya hanya pura-pura untuk mendapatkan hal yang diinginkannya.   
Ada yang berubah, memang. Dan ini juga untuk pertamakalinya, mereka betarung bersama.
Pangan itu mncoba menghalau perasaan menyesakkan yang mendera dengan melakukan hal-hal berbeda. Mima pura-pura sibuk mengecek senjata-senjata dan armor suit-nya. Daniel memberikannya tongkat baton yang persis sama, berikut perisai elektromagnetik yang dipasang di telapak tangan kiri dan dada kirinya. Sepanjang pahanya penuh dengan kantong-kantong portebel yang penuh berisi magasin peluru, cukup untuk melumpuhkan satu batalion.    
Weasel langsung menstarter kendaraan besar yang dipersiapkan untuk mereka. Sesuai undian, Fatanir akan terjun dai uara, dan keduanya menempuh jalan darat. Daniel membekalinya motor futuristik dengan roda bergerigi yang besar, yang telah dites mampu bergerak gesit di segala medan. Suara raungan halus yang terdengar gahar mengalun di dalam ruangan, yang sebenarnya adalah sebuah truk besar yang sedang menyusuri permukaan gurun.
"Jangan lupa, itu salah satu kendaraan kesayanganku," Suara Daniel di layar terdengar. "Fatanir baru saja terjun. Kalian juga akan mendekati titik pendaratan ssebentar lagi. Ada lagi yang kalian butuhkan?"
Mima menggeleng, mengenakan helmnya. Diikuti Weasel, memutar handel gas sambil mencengkram remnya.
"Biar kuulangi. Panitia meminta kalian datang ke benteng Ruusyana untuk menghadiri final tanpa menggunakan portal. Kalian harus melewati sepasukan Hvyt dan robot bawahan Sakaki Ko yang menjaga sekeliling benteng. Kalau kalian tidak bisa memasuki benteng itu dan bertemu dengan Tamon dan Nekoman, artinya kalian tak layak menjadi finalis."
"Jujur, Daniel. Kedengarannya seperti panitia menginginkan tidak ada yang mencapai fnal." Mima berkata, sambil menaiki motor, mengambil posisi nyaman di belakang Weasel.
"Kau sudah bertemu dengan Thurq dan kau tahu sendiri panitia macam apa mereka itu. Mereka menginginkan kotak Laplace, dan kalau memang kau benar-benar menginginkannya, ambil kotak itu di Benteng Ruusyana. Hewanurma sudah mensetting sebuah ultimate program, KANA, untuk membuka Kotak Laplace itu hanya pada pemenang turnamen."
"10 kilometer menuju titik peluncuran," anak buah Daniel memotong.
"Goodluck, Mr and Mrs Reid." Daniel menghormat.
"Kau siap?" Weasel bertanya dengan suara dingin yang rendah, menoleh ke arah belakang, dimana Mima membonceng di belakangnya.
Mima mengangguk.
"Berangkat!"
Satu dinding ruangan membuka, memperlihatkan satu permukaan gurun pasir yang panas. Weasel langsung mengambil gas dan motor itu meluncur keluar dari truk, rodanya menyentuh permukaan asir dan dengan mulus. Weasel langsung mengarahhkan motor itu berbalik menjauhi truk, memacunya dengan kecepatan tinggi di tengah gurun.
"Mima," Weasel menyahut.
"Yes, honey?"
"Ini pertamakali kita bertempur bersama-sama."
Mima menjawab dengan memeluk erat pinggang Weasel.
Weasel hanya diam, sementara roda bergerigi berukuran besar dari motor yang dikendarainya membelah gurun pasir.  
Kaca helmnya memantulkan pemandangan medan dalam tiga dimensi, dan menangkap satu benda yang terbang mendekat ke arah mereka.
"Target muncul."
"Aku tahu."
Mima mengarahkan senapan dan menembak, sekali. Satu Hvyt jatuh ke bawah. Hvyt-hvyt lain bermunculan, dan Mima dengan tangkas menembak satu persatu dengan senapan laras panjang, membiarkan Weasel yang mengendalikan kemudi....
;
;
Section 4:
Breaching the Fort
;
;
Di udara, Fatanir menghadapi musuh yang sama. Beberapa Hvyt merah melayang ke arahnya, makshuk-makhluk merah itu menghunuskan tombak dan pedang, menyongsong Fata yang masih terjun ke bawah.  
"Lah, datang juga lu, merah jelek." Fata melengkungkan tubuh, menyalakan kenop di kakinya. Seberkas sinar biru kecil muncul di kedua kakinya, dekat tumit, Fata sengaja tak menyalakannya hingga bertemu Hvyt. Jet kecil itu membantunya mengendalikan arah terbang, diikuti sepasang sayap bersilangan yang muncul membuka di punggungnya. Ia meluncur membelah udara, menghindari serangan Hvyt pertama, mengarahkan tangannya yang dilengkapi meriam buatannya sendiri (sebenarnya meriam yang dibekalkan Daniel yang kini ditempelkan di slah stau tangannya), dan menembakkan laser.
Hvyt pertama terpental dengan lengkingan serak yang menyakitkan di kuping. Hyvt kedua dan ketiga muncul dengan ganas. Fata kembali menembak. Tetapi yang lain kembali muncul, hingga Fata menyadari kalau ada puluhan Hyvt di udara.
"Buset. Main keroyokan IMBA gini, lebih parah dari Eophi," Fata mengawasi sekelilingnya, dan dengan segera ia menekan beberapa tombol di dadanya.
"Fatashura! Waktunya beraksi neeeh!"
Dalam sekejap, sebuah bola cahaya berpendar melingkupi Fata, melindunginya dari setiap Hyvt. Dan Fata menciptakan sebuah senjata yang lebih dashyat dengan menyatukan dua meriam kecil yang berada di punggung tangnnya. Di tangannya, dua meriam itu berubah menjadis sebuah senjata berat dengan gir emas yang berpendar tepat di atasnya. Helm-nya secara otomatis memberikan citra hologram tiga dimensi, yang memperlihatkan posisi dirinya dan lokasi-lokasi lawan-lawannya.
"Setting range: 50 meter. Ballistic type: laser. Recoil load: 50 shot per sec…"
"Repot, pokoknya semau gue ajalah," Fata menyetting senjatanya.
"Fatashura, FIRE!"
Dan dari tengah bola cahaya itu, ratusan sinar-sinar laser berlarian ke segala arah menysar semua Hvyt yang berterbangan mengepung Fata. Pada radius lima puluh meter Hyvt-Hvyt berjatuhan, menjerit dan beberapa diantara mereka terjun dengan badan tak uth dan berasap.
"Mampus lu semua!" Fata tertawa gembira. Ada kegembiraan yang aneh keika menyaksikan makhluk-makhluk itu kalang kabut hanya karena dirinya seorang. Seolah-olah ia memang menikmati pertempuran ini, dan dilahirkan untuk menang…
-o0o-
Di darat, Mima dan Weasel juga menghadapi musuh yang sama. Ratusan robot yang entahlah berasal darimana, merangsek keluar dari padang pasir. Mima langsung menyambut dengan tembakan dari senapannya. Langsung dengan tepat, di kepala.
"Pelurunya habis." Mima menarik senapan, ganti tangan kanannya mengambil pistol the Sis dan menembak satu robot yang meluncur ke depannya.
"Kotak sebelah kiri. Gunakan senapan cadangan dulu. Biar kureload."
Weasel menaikkan kakinya, menahan gas, sambil kedua tangannya dengan lincah mengganti magasin peluru. Kurang dari sepuluh detik, ia memberikannya pada Mima dan kembali mengemudi.
"Aku tak tahu kau bisa menyetir dengan kaki,"
"Sekarang kau tahu."
"Kau tak mau mencoba menembak?" Ini menyenangkan, Weasel.
"Kau bisa menyetir?"
"Biar kucoba."
Mima mengangguk, dan dengan satu gerakan cepat, keduanya bertukar tempat. Weasel berganti menebus dinding kumpulan robot-robot kaku yang menghadang depan. Weasel melemparkan granat untuk membuka dinding kumpulan robot, sambil menembak dengan senapan mesin tanpa sekalipun berkedip.
Mima melihat di depan sana, sebuah diding batu berbentuk kubus mulai terliha.
"Gerbang benteng Ruusyana terlihat." Sahut Mima. "Tapi dikelilingi ratusan robot."
"Bakar saja." Sahut Weasel. "Biar aku mengemudi lagi, aku tak yakin kau bisa bermanuver."
"Oh ya?"
"Berikan padaku, Mima. Kau tak biasa memakai kopling." Weasel mengerut.
Mima mengalah dan keduanya kembali bertukar tempat. Weasel melakukan manuver dengan mengelilingi dinding robot-robot, sementara Mima menyebarkan sebuah tabung yang mengeluarkan asap hitam di sekelilingnya. Setelah kedunya mengelilingi dinding robot itu, Mima mengeluarkan pistolnya.
"Tembak, sebelum asapnya hilag."
Mima melemparkan ranat ke udara dan menembak granat itu ledakan beruntun terjadi di sekeliling gerbang. Robor-robot dan Hvyt berjatuhan bagai kaleng rongsok.
Dan satu mayat Hvyt terjun bebas ke bawah, tepat di sebelah mereka. Disusul potongan daging dan mayat lainnya. Sebuah bola cahaya tampak berpuluh meter melayang di atas langit, berkedi-kedip menembakkan cahaya-cahaya laser ke segala arah, menyasar sekumpulan Hvyt yang terbang mengepung.
"Fatanir." Weasel menengadah.
"Tapi… pasukan sebanyak ini, dimana pemimpinnya?" Mima mengernyitkan kening.
Sebongkah tangan besar muncul dari dalam tanah, mengangkat motor keduanya.Weasel dan Mima terjatuh ke tanah, tak sempat mengantisipasi.
Thurq mucul dari tanah dengan punggung melengkung. Matanya menatap ganas dengan seringai menyeramkan, gigi taringnya keluar dari sela-sela bibirnya. Satu tangannya menarik ke atas, menghancurkan motor hitam itu dengan sekali genggam.
"Tidaaaaaaak, motorku!" Nun jauh di suatu tempat, Daniel berteriak sabil menjambak rambutnya.
Kembali ke adegan yang seharusnya tak diselipi Daniel, Thurq raksasa menyerang dengan membabi buta. Fatanir di udara yang pertama disasar. Satu tangannya menampar bola cahaya yang merupakan perlindungan Fata. Tak ayal, Fata terlempar jauh, sebelum ia mengendalikan jetnya kembali untuk mengendalikan laju terbangnya. Lalu Thurq menginjak-injak tanah, berusaha menginjak Mima dan Weasel yang kini terpisah.
"Mima, kaki kanan!" Weasel meneriakkan perintah pendek, sementara ia sendiri menjauh berlari ke arah kaki kiri Thurq. Mima mengangguk dan berlai gesit, menghindari langkah-langkah Thurq. Ia melemparkan sebuah granat dan menembaknya, membiarkan sebuah ledakan terjadi di dekat lutut Thurq, bersamaan dengan Weasel melakukannya di betis kiri Turq. Ledakan kedua terdengar, diikuti lumpuhnya Thurq, jatuh dengan suara berdebum. 
Namun, ternyata Thurq hanya lumpuh sejenak. Bahkan kakinya pun tidak tergores. Ia justru hanya mengggapnya seperti geli saja. Ia tertawa mengejek ketika bangkit dari jatuhnya
"Tidak mempan…"
"Huhuhu, kalian takkan bisa melewatiku, serangga!"
Muka Thurq terpental ke belakag, seolah-olah terkena sebuah hantaman peluru.
Mima dan Weasel menoleh.
"MAKAN TUH, MERAH JELEK!"
Fatanir dngan memanfaatkan sisa-sisa tubuh robot yang dikalahkan Mima di sepanjang gurun, membuat sebuah robot berukuran besar dengan meriam di tangan. Bola cahaya Fatanir berada d tengahnya, mengendalikan benda itu, dengan dadanya bersinar-sinar keemasan. Lalu dengan satu gerakan cepat, Robot Fatanir menonjok Thurq, membuatnya terjegkang membungkuk. Perarungan dahsyat terjadi diantara kedua belah pihak.
Mima terheran ketika Weasel justru berlari mundur sambil mengeluarkan sebuah alat kecil sebentuk ponsel dari sakunya.
Fatanir melihat ke atas dan tertawa, lalu ia dan robotnya melompat mundur.
Seberkas sinar berwarna biru turun ke bawah, membelah tanah, dan mengiris sebagian tubuh  Thurk. Membakarnya, lebih tepatnya, karena laser itu nampaknya amat panas hingga berwarna biru, bahkan tidak ada darah yang keluar dari tubuh Thurq, kecuali bau daging gosong yang memuakkan.
Tubuh Thurq terbelah diagonal, dari bahu hingga pinggang , dan jatuh ke tanah dengan debuman keras. Lolongan mengerikan terdengar memekakkan telinga.
"Kayaknya bantuan udah datang ya mak?!"
Weasel yang melakukan kendalinya, pada Orb yang entah kapan tiba-tiba muncul di udara, melayang-layang di atas Sol Shefra, tak jauh dari stasiun N.Y.A. milik Daniel.
"Ka-kau tidak bilang …?!" Mima menoleh pada Weasel, memprotes.
"Baru tadi pagi dikirim," jawab Weasel singkat.
Fatanir merubah lengan robotnya menjadi berbentuk runcing seperti pedang abad pertengahan, lalu satu lengan yang lain meraih kepala Thurq. Lalu menusuk kepala Thurq. Kali ini, banjir darah hitam lengket terjadi di tengah gurun pasir.
Fatanir tersenyum sejenak. Lalu dengan satu tarikan, ia mencabut kembali pedang buatannya. Setengah tubuh Thurq tumbang dengan kepala bolong, mengakhiri kisah sang dewa gagal dengan sadis di tangan sang Teknopath.  
Mima dan Weasel menyaksikan itu dengan takjub. Robot Fatashura milik Fata lantas menoleh ke belakang, mendekati mereka berdua.  Fata melemparkan tatapan mata mentang pada keduanya dari arah kokpit, seoolah menyampaikan salam peperangan dan kenyataan, kalau mereka berdua tidak ada bandingannya dibanding dirinya dan teknopathia.
"Oke, terimakasih atas bantuanmu, Fatanir!" Mima berteriak seolah tak terpengaruh dengan ketidakseimbangan itu, bahkan tidak ada rasa takut yang membayang di wajahnya ketika melihat Fatanir. "Sekarang kita harus masuk ke benteng!"
Pose keren Fata langsung menghilang begitu mendengar Mima berteriak dengan polos. Sekali lagi ia merasa ilfeel mengapa harus melawan ibu-ibu.
"Mai God, KANA… apa bener aku harus menghadapi emak-emak macam gini?" Fata langsug menundukkan kepalanya. "Rasanya gue tahu perasaan Wildan sekarang."
Lalu ia memutusan untuk keluar, melompat dari dada robotnya untuk bergabung dengan mereka.
"Yo, mak." Fata menyapa dengan seenaknya, Mima membalas denan lambaian, sedangkan Weasel tak bereaksi. "Sesuai perjanjian, berantemnya harus di depan Tante bohai itu." Fata  langsung berdiri di depan pintu hitam yang nampak di salah satu permukaan kubus. Mima mengikuti bersama Weasel di belakangnya.
Sebuah citra hologram yang menunjukkan wajah seorang maid perempuan berambut ponytail muncul di depan pintu.  
"Pintu gerbanga hanya bisa dilewati oleh peserta. Maaf, anda tidak diijinkan masuk."
Weasel mengernyit geram. "Aku pendampingnya." Juga suaminya.
"Ketentuan pertandingannya demikian."
Weasel melangkah mundur dengan perasaan kesal. "Kalau terjadi sesuatu denganmu, aku dan Orb akan bertindak." Weasel mengacungkan sebuah alar remote ber-GPS portable di tangannya. Pengendali Orb. Lalu ia menjauh dan mengambil duduk beberapa meter dari tempat itu dengan gestur kesal.
Mima mohon diri sebentar, menyusul Weasel. Fata melihatnya dari kejauhan dan mengeryit sebal.
"Rempong banget si emak,"
<Karena mereka sudah menikah, Fatanir>
"Aku nikah sama kamu bisa nggak, KANA?" Fata menggumam iseng, dan lalu ia mengumpat ketika melihat Mr dan Mrs Reid berciuman di bibir.
Sayup-sayup Fata mendengar suara tawa KANA.
<Aku 'kan program, Fata. Tidak bisa menikah denganmu.>
Mima kembali bergabung bersama Fatanir. Keduanya dipersilahkan mengambil tempat di depan pintu, dan kemudian pintu membuka, membawa mereka ke sebuah lift yang menurunkan mereka jauh di bawah tanah...
Weasel menyaksikan itu dengan wajah tak senang. Lalu ia mengeluarkan sebuah alat komunikasi di telinganya.  
"Daniel. Mereka masuk."
Dainel, dari markas besarnya membalas komunikasi Weasel.
"Mikro drone akan kulepas, aku akan memonitor dari sini. Kau mau melihatnya?"
"Tidak, beritahu saja kalau suasana gawat atau aku harus turun bertindak."
"Tentu saja."
"Daniel, ada sesuatu yang aneh disini."
"Kenapa?"
"Hvyt itu dipimpin oleh Thurq, bukan? Ia sudah menampakkan diri. Tapi aku tak melihat pemimpin pasukan robot yang kau beritahukan itu. Dimana Sakaki Ko?"
Daniel mengerutkan kening. "Kau benar, Weasel… mereka ada empat, karena itu namaya Elite Four. Nekoman dan BlackZ ada di dalam. Thurq telah tewas… tapi dimana Sakaki Ko?"
;
;
Section 5:
Psywar
;
;
--- Daniel's Headquarter, menjelang final. 
"SEMUANYA! BABAK FINAL BOR AKAN SEGRA DIMULAI! SILAHKAN PASANG TARUHANMU, BAGI YANG MASIH PUNYA HARTA! ATAU MENGHUTANG LEWAT BANK-KU JUGA BOLEH!"
Samuel sendiri tak percaya kalau Daniel bisa segila itu. Mikrodrone yang disembunyikan di balik armoured suit Fatanir dan Mima mulai terlepas diam-diam. Fatanir sebenarnya sudah tahu, tapi membiarkan saja. Sedangkan Mima hanya terheran-heran melihanya, ketika satu bagian kecil dari kevlarnya terlepas dan terbang sendiri, seperti serangga kecil yag mencari-cari penglihatan.  
Hall rumah sakit menjadi riuh, orang-orang berkumpul di ruangan besar dengan layar besar di tngah-tengah, yang memperlihatkan sosok fatanir dan Mima yang sedang menuruni lift bawah tanah di benteng Ruusayana.
Termasuk Tan Ying Go, yang diam-diam menyelinap.
"Ying Go!"
Tan Ying Go langsung berbalik dengan waspada, menyadari ada seseorang yang mengenalinya. Ia seharusnya berada dalam status MIA, Missing in Action, karena sebenarnya ia sedang dalam misi rahasia mengumpulkan data tentang sepak terjang Daniel. Seharusnya tidak ada lagi peserta yang tersisa yang masih berada di Alforea. Kalau bukan mereka sudah tewas, mereka sudah kembali ke tempatnya masing-masing.
Tapi, ternyata ia tak bisa menghindar dari Raditya Ananta, alias Vajra, pemuda dalang berambut hijau menyala itu. Satu tangannya masih dibalut dan diikat sampai siku, ketika tiba-tiba menyapanya.
"Kau masih hidup," Ying Go berusaha menyembunyikan kekagetannya. "kudengar… kau masuk perempatfinal."
"Aku tak beruntung, kewalahan melawan kloningku sendiri. Lawanku, Eophi, dinyatakan menang karena ia bisa keluar duluan dengan menggaet kloning lain sebagai pasukannya. Aku malah baru bisa keluar dua hari yang lalu, setelah terjebak hampir seminggu. "
"Oh begitu."
"Kau?"
"Aku mengundurkan diri, jangan tanya lagi." Sahut Ying Go cepat.
"Jadi, siapa yang kau jagokan?" Tanya Radith.
"Sama saja. Ngomong-ngomong, kau tidak ingin pulang Radith? Aku bisa meminta mereka untuk membukakan portal ke Jogja." Ying Go mengusir secara halus. Meskipun sebenarnya Ying Go sendiri yang akan membuka portal itu, karena ia tak ingin aksinya dikenali Radith.
Radith menggeleng cepat. "Nggak. Aaku akan berada di sini sampai BoR selesai. Aku juga harus banyak belajar dengan menonton pertarungan-pertarungan yang ada."
Ying Go mengangkat alis, mengangguk-angguk. "Terserah kaulah."
-o0o-
Mima dan Fata menuruni lift, dan cukup lama mereka berada di sana.
 "KANA, suaramu tambah gede di sini?"
Mima terbengong, mengetahui kalau Fatanir sedang berbicara sendiri. Apakah sia berbicara dengan mikro drone berkamera milik Daniel? Tapi Fata tak sedikitpun terlihat berbicara pada benda mungo, yang terbang itu. Jadi, ia sepertinya berbicara dengan sesuatu yang lain, yang tidak dapat dilihat oleh Mima.  
"Eh… kau bicara dengan siapa?" Mima bertanya dengan wajah horor.  
"Ke program," jawab Fata pendek. "Mak, situ nggak baca CS ya, saya kan teknopath. Ngerti bahasa teknologi,"
"Program apa?" Apa? Ada rogram yang mengintai kita di sini?
"KANA. Karma of Neo Abstraction."
"Apa itu?"
Fatanr ngerngir bosan. "Semacam program pengaman yang ngelingkupin Alforea. Dibikin oleh Hewanura khusus untuk BoR. Mak masih ingat kan, kita berangkat ke sini lewat undangan? Nah, itu salah satu kerjaan program ini. Termasuk kita bisa ngomong-omongan lancar gini nih, kerjaannya si KANA juga. Padahal bahasa kita kan beda?"
Mima termenung sejenak. Jade tak pernah memberitahukan hal itu. "Oh, benar juga, ya. Aku baru sadar." Ia melihat sekali lagi penampilan Fatanir. Usia pemuda itu mungkin masih sangat muda, mungkin baru masuk di awal duapuluhan. Kulitnya berwarna sawo matang dengan tampang menyebalkan yang tampak rebel, dengan rambut kribo berjambul kecil di depan dahinya.
Ia lebih jangkung dari Mima, mungkin edikit lebih tinggi dari Weasel. Perawakannya kurus jangkung, dengan leher panjang yang sedikit menunduk. Postur tubuhnya sangkuk, seolah sepanjang hidupnya ia selalu membungkukkan tubuhnya untuk selalu memeriksa sesuatu. 
"Mak, situ ikut BoR buat apa sih?"
Mima ak menduga akan ditanyai begitu oleh Fatanir. Ia langsung memasang wajah curiga an balik bertanya, "Kenapa kau mau tahu?"
"Kita nggak tahu finalnya bakalan kayak apa nih, bisa jadi kita bunuh-bunuhan di dalam," Fata menjawab, berusaha menyampaikan pesan bahwa ia akan tak akan segan untuk menyakiti Mima.  
"Demi masa depan anak-anakku." Mima menjawab pendek, memorinya sedikit melayang pada sosok anak lelakinya, Orlick. Lalu dienyahkannya lagi jauh-jauh pikiran  itu. Ia tida boleh kangen pada anak-anaknya.
<<<<... blocking imaginary acossiation, stabilize neuron chemicals...>>>
Fata mengerutkan kening. Sebuah bahasa teknologi yag misterius terdengar di telinganya, datang dari arah Mima. Ada sesuatu di kepalanya?? Fata langsung membuat asumsi.
"Mulia banget mak. Kedengaran umum banget tapi," Fata menguap bosan. "Seorang ibu selalu bekorban demi anak-anak. Kayaknya gue aja yang nggak ngerti rasanya punya ibu."
"Kau yatim piatu? Sama. Aku juga." Mima mencoba untuk melakukan pendekatan. Mengenal musuh lebih jauh juga perlu. Mumpung pertandingan belum dimulai. 
Fata mengerutkan alis. "Lho, emak juga?"
"Kau tidak membaca CS-ku ya? Di short bio disebutkan, kok." Mima menyunggingkan senyum asimetris, merasa puas karena membalas kalimat Fata.
Fata nyengir kuda. "Gua cuma nggak menduga kalau … orang yang besar di panti asuhan bisa nikah dan punya anak. Rata-rata gua denger, pada milih nge-jones atau kalaupun nikah, cerai."
Mima termenung seejnak. Lalu teringat perkawinannya dengan Weasel. Orlick lahir tanpa ditemani suaminya. Sedangkan Philla lebih beruntung karena Weasel yang lasngsung menggendong Philla yang masih bayi merah. Lalu malam-malam yang hars dilalui sendirian. Rasa rindu, putus asa, silih berganti...
"Yah… aku tidak bilang itu mudah sih. Banyak penyesuaian yang harus dilakukan."
<<< Neurolink stabilize. Bloching emotional acoosiation....>>>
Fata mengdengarnya lagi. Ia menajamkan pendengaran. Sepertinya memang suara itu keluar dari kepala Mima. Ada apa di dalam? Siapa kamu?
<<<I am a nano-hardware attached, controlling subject's emotion>>
Oh, Fata mengangguk dalam hati. Rupanya ada sesuatu ditanam di kepalamu, Mak.
"Saya pingin tahu masa lalu saya, nyak. Saya pengin tahu orang tua macem mana sih, yang tega membuang gue di panti asuhan bejat kayak gitu. Past bukan orang tua yang baik, kan ya? Menelantarkan anak… eh, ngomong-ngomong, kalau emak kalah di final ini dan mati, gimana?"
Mima menarik nafas.
Orlick dan Philla pasti akan sedih...
Tapi aku sudah siap denga psywar semacam ini. Kau kira orang yang berperang tak siap untuk mati, Fatanir? Jangan meremehkanku. Pertanyaanmu mirip dengan Kai. Harimau betina yang punya anak akan jauh lebih ganas daripada harimau jantan.
"Jade, kakakku akan mengurus mereka, Dan juga bekas-bekas rekanku di NYPD, mereka takkan tinggal diam. Orlick anak yang intar, populer di sekolah. Philla, meski sulit diatur, dia sangat mandiri. Dan kalau Weasel masih hidup, sebaiknya dia menikah lagi. Tapi kalau ia juga mati, aku akan membiarkan anak-anakku mencari jalan sendiri… yang peting jangan sampai mereka terlibat Equilibrum seperti diriku."
Ia menatap Fata dengan mata menantang.
Apa perlu kau kutembak sejarang? Tapi… Dia Teknopath. Aku harus berhati- hati.  
Fatanir mendengar program nano-hardware di otak Mima ribut mengatur mekanisme emosi agar tak membanjir.
"Fatanir, aku akan berusaha untuk menang dan mendapatkan hadiahnya. Aku juga takkan segan untuk membunuh... mu," Mima menatap fatanir urus, tajam, dan tanpa keraguan.
Fata mendecih, sambil menyunggingkan senyum yag tampak aneh.
"Hehe. Emak kelihatan keren. Baguslah mak, kalau enyak gini gue juga nggak sungkan ngeluarin kemampuan."
Mima tersenyum.
"Kita bertarung,"
Fata mengagguk.

-o0o-
Pintu membuka, Dan keduanya masuk melangkah ke dalam. Tangan Mima mengepal renggang, pose khas seorang hitman yang siap menarik pistol. Sedangkan Fata masih tampak cuek, melihat sekeliling.
Keduanya sedikit terkejut melihat sosok Tamon Ruu yang jauh lebih muda, duduk lemas di dalam sebuah kotak yang mirip peti mati. Selang-selang dan pipa besar dan kecil mengellilinginya. Dua sosok manusia lain mendampinginya, berada di kiri dan kanan. Dan satu bayangan hitam yang melayang di belakang Nekoman.
"Selamat datang, para finalis."
"Tamon Ruu?" Mima memanggil. "Astaga, mengapa ...?"
"Jangan bertanya lebih jauh, kondisi Tamon sudah sangat lemah. Dia bahkan harus menyisakan tenaganya yangterakhir untuk menyambut kalian," Nekoman maju selangkah. "Sebagai gantinya, akulah yang akan memandu babak final kalian. Panggil aku Nekoman,"
"Rupanya kau yang menyabot pertandingan ini?"
"Jangan kuatir. Aku tetap mengormati peraturan pertandingan ini dengan membiarkan kalian berdua sendiri yang bertarung untuk menentukan pemenangnya..."
"Nggak secepat itu, kucing kampung. Ada jaminan kalau kita betarung, kamu bakal bener ngasih hadiahnya?"
Nekoman menggeleng-gelengkan kepala. "Asataga, Fatanir. Tentu saja akan kuberikan hadiahnya. Karena itu aku menjadi panitia pengganti. Kalian tetap akan mendapatkan kotak itu, kujamin. Juga sekaligus enjadi penjaganya."
"Penjaga?"
"Hmmmm, itulah yang tidak dijelasakan oleh Tamon Ruu dan Hewanurma." Nekoman menggeleng-gelengkan kepala. "jelaskan, Dimas. Juga tentang ledakan itu."
Dimas menelan ludah. "Emulator itu... Kotak laplace, sebenarnya adalah kotak penyegel lubang hitam,"
"Lubang hitam?"
"Hoh, sains fiksi apa lage ini...?" Fata menggerutu.
"Itu benar," Tamon Ruu berkata. "Kotak Laplace menjaga lubang hitam tetap stabil. Dan setiap beberapa ribu tahun sekali, lubang hitam yang berada di pusat Galaksi meledak untuk melahirkan bintang baru. Namun Kotak Laplace itu meredam ledakan dan mempercepat mekanisme pembentukan bintang muda dan residunya... sehingga keutuhan gravitasi galaksi tetap terjaga."
Fata dan Mima memperdengarkan suara tertahan.
"Itu... kekuatan Kotak Laplace?" Mima berkata parau. "Itu... kekuatan dewa. Menyegel lubang hitam? Mustahil."
"Kedengeran ilahiah banget," Fatanir berkata. "Tapi, secara teoritis mungkin sih, kalau teknologinya udah supermaju nggak kayak di sini. Tapi te, terus tadi katanya pemenang harus jadi penjaga kotak, itu gimana?"
"Aku... Kotak Laplace itu berada dalam tubuhku. Dan salah satu dari kalian akan menjadi penjaga berikutnya,"
"Mustahil, manusia nggak mungkin bisa."
"Bisa, Fatanir. Kekuatan tekad manusia, dipadukan dengan kondisi tubuh dan genetika yang sesuai, dengan mekanisme tertentu, akan menciptakan lubang anti materi yang bisa menetralkan kekuatan lubang hitam. Bagaimana menerjemahkan kekuatan manusia ini menjadi penetral lubang hitam, kami tak tahu."
"Jadi... BoR ini adalah ajang mencari penjaga kotak?" Mima menyimpulkan.
Tamon mengangguk.  
"Lalu bagaimana cara itu kotak ngabulin keinginan?" Lanjut Fatanir.
"Efek samping ledakan bintang akan menghasilkan energi yang luar biasa besar, yang bisa digunakan untuk melakukan apa saja.. termasuk mengabulkan keinginan. Ledakan yang meratakan Alforea adalah efek ketika Kotak itu terlepas sejenak dari tubuhku... bisa jauh lebih buruk kalau Dimas tidak membuat perisai pelindung."
"Oh, oke ngerti gua. Energi muntahan dari emulator yang sementara gak nyegel lubang hitam itu yha,  setara E=mc kuadrat, yang dipake buat ngabulin keinginan? Sialan, Einstein bener juga. Berarti cara kerjanya kotak adalah... sama seperti ungkapannya Einstein kalau E=mc kuadrat masih belum apa-apa dibanding kekuatan semangat dan cinta, jjjiah... cuman energi itu dibalik, kekuatan tekadnya manusia itu yang dipake buat nyegel kekuatan lubang hitam. Dan itu kotak cuma emulator yang ngemediasi supaya isa nyegel lubang hitam....sialan, teknologi macam apaan itu, kepala gue kaga nyampe... berarti pencipta kotak udah bisa nemunin cara mengukur getaran kuantum dari pikiran manusia, yang harusnya itu mustahil... anjrit, artinya tekad manusia dah bisa diukur dan dikuantipikasi secara fisik, itu konsep repolusioner banget,...   " Fata nyerocos dalam bahasa yang membuat Mima pusing mendengarnya.
Mima mengangkat kedua tangannya. "Oke, oke, stop... aku sedikit bingung."
"Dan kalau kalian masuk final, artinya kalian punya energi yang cukup, tekad yang kuat, dan kriteria kepribadian yang sesuai. Orang-orang yang masuk perempat dapat dipastikan adalah kadidat yang sesuai untuk menjadi kotak Laplace." Tamon melanjutkan.
"Siapa sih yang bikin itu kotak? Hewanurma?!" Sergah Fatanir, yang nampaknya gemas akan cara kerja kotak itu.
"Tidak ada yang tahu siapa, Fatanir." Kali ini Nekoman yang menjawab. "Tamon Ruusyana hanya salah satu dari berpuluh-puluh... atau mungkin beratus-ratus orang yang dijadikan wadah untuk menjaga Kotak. Tapi, itu bukan hal yang harus kita persoalkan, bukan? Yang penting, siapa yang akan memenangkan kotak itu,"
"Tapi pertandingan ini dibajak." Mima menatap Nekoman sinis. "Kau pasti menyimpan satu maksud," tanpa basa-basi, Mima langsung menuduh.
"Program KANA yang dipasang Hewanurma adalah ultmate program sebagai program pengaman, ia tetap bekerja meskipun diretas. Aku tidak bisa menyusupkan mata-mata di tengah-tengah BoR sepeti yang dilakukan oleh Ruu, Mima," Nekoman menjawab, setengah menyindir Mima. "Jadi, aku harus menggunakan cara secara langsung, turun  ke lapangan, menyerbu benteng ini, Tapi ternyata pertandingan ini juga tetap harus dilakukan sampai akhir. Menjengkelkan sekali bukan? Bahkan aku tak menemukan hardware KANA setelah mengobrak-abrik benteng ini!"   
"Kalau kalian menolak memberikannya, panitia bajingan ini takkan mendapatkannya," Tamon Ruu menjawab. "tapi...masalahnya..."
"DANIEL... STASIUNMU..." Dimas maju, berteriak, pada seseorang yang entah sedang berada dimana. Tapi tubuhnya langsung terbalut oleh entitas hitam yang bergerak-gerak ganas, yang seolah meremas tubuhnya hingga lumat. Suara terakan sakit yang teredam menggema dari dalamnya, berikut sura retakan-retakan tulang dan daging yang seperti dilumat. 
"DIMAS!" TamonRuu berteriak pilu. "JANGAN, LEPASKAN DIA! BLACKZ!"
"Dia terlalu banyak bicara." Nekoman tersenyum.
Ssosk htam itu melepaskan sesosok tubuh yang kini berlumuran darah. Dimas bernafas tersengal-sengal di tengah-tengah.
"Kalau masih ingin melihat wajah anakmu lahir,  sebaiknya bersikaplah lebih bijak." Nekoman berkata dengan suara dingin. Lalu ia maju selangkah lebih dekat dengan para pesreta. "Seperti yang dikatakan. Kalian tetap harus bertarung. Mau atau tidak mau."
"Kalian tidak punya pilihan untuk tidak bertarung." Nekoman menjentikkan tangan. Sebuah hologram berlayar besar terlihat di langit-langit, menunjukkan citra pembandangan luar angkasa, langit berbintang dan planet Sol Shefra yang berwarna biru. Sebuah stasiun luar angkasa melayang-layang di atas Sol Shefra. Sebuah tulisan 'N.Y.A. Suverse' terlihat di permukaan stasiun luar angkasa itu. 
"Perkenalkan, saudara-saudara. Stasiun luar angkasa yang menjadi tempat penampungan 10.000 penduduk Alforea. N.Y.A. Suverse I, yang dimiliki tuan besar Daniel Adhitya, sang jenius gila yang punya kekuasaaan. Melayang-layang statis di orbit, damai dan tak terganggu. . Dan apakah itu, yang mendekat ke arahnya? Oh, sebuah pesawat tempur kecil..."
Sebuah pesawat tempur kecil datang diikuti puluhan lainnya, membuat formasi kepungan terhadap stasiun ruang angkasa itu. Nekoman mengarahkan zoom, dan citra itu mendekatkan gambar menjadi lebih dekat, memperlihatkan wajah pemimpin dalam pesawat yang memimpin pengepungan itu. Seorang lelaki bertopeng gas.
"Sakaki Ko siap untuk menyerang stasiun penampungan penduduk Alforea yang selamat... menghancurkannya hingga tak tersisa, kalau kalian menolak untuk bertarung."
Suara Nekoman yang cempreng itu membuat atmosfer ruangan mencekam. Bukan hanya itu, atosfer ruangan satunya dimana orang-orang beramai-ramai menonton final BoR, juga ikut sunyi. Terutama Daniel. Tak berpikir selama ia di darat, satu Elite Four yang lain telah diam-diam melakukan rencana penyerangan pada stasiun ruang angkasanya.
"Jadi, aku bukan hanya mengancam nyawa Tamon Ruu dan Dimas di sini. Itu hanya dilakukan penjahat kacangan. Aku..."
"... menyandera..."
" ... manusia..."
"...seluruh planet ini."
Dramatis, Nekoman melemparkan ancaman. Suara cemprengnya tiba-tiba terasa memuakkan untuk didengar.  
Nekoman menatap ke atas, mencari-cari mikro drone milik Daniel yang memata-matai tempat itu. "Kuharap kau mendengarnya, Daniel. Kau juga tak bisa mencari pertolongan lain, Amatsu dan Netori juga sudah hancur. " Lalu ia menghadap Fata dan Mima lagi. 
"Kalau kalian menolak, atau bersekongkol melawanku, sebuah stasiun ruang angkasa di langsit akan hancur dalam hitungan detik. Dan di dalamnya, terdapat ribuan nyawa penduduk Alforea yang tak tahu apa-apa. Bahkan mereka tak tahu kalau negerinya telah hancur, ratunya telah tak berdaya, mereka masih tidur dalam keadaan damai seperti mimpi."
Fata dan Mima saling berpandangan. Hadiah utama memang menjadi prioritas, tapi mereka sendiri tak menduga babak pertarungan final akan diawali hal semacam ini. Kenyataan bahwa sang penyabot telah menyandera planet ini.
"Oke, jadi kita tinggal bertarung gitu aja, kan ya?" Fata memecah kebisuan.
Nekoman mengangguk. "Ya, secepatnya. Siapapun yang menang, boleh."
"Jujur. Gue nggak terlalu peduli sama tetek bengek ginian. Yang penting kalau gue menang, gue bisa dapat keinginan gue, dan sisanya gue enggak mau tau."
Nekoman tergelak sejenak. "Pintar sekali kau, Fatanir."
"Gua juga nggak mau repot menjaga kotak sialan itu, nggak peduli kekuatannya kayak gitu. Suka-suka kamu aja deh, kucing."
Mima mengertutkan kening. Dasar manusia egois. "Tak semudah itu. Fatanir."
"Sepertinya kalian sudah siap bertarung."
"Di sini?"
"Ya. Silahkan...." Nekoman mengangkat kedua tangannya. "Hmm, aku sudah lama tidak menjadi host, tapi akan kucoba. Ehem," Ia terbatuk sebentar.
"Babak final battle of Realms 5 akan segera dimulai. Demi keamanan, panitia memutuskan untuk memindah lokasi ke sebuah tempat lain dimana kekuatan tekad seseorang akan benar-benar diuji... Black Z!"
Sosok BlackZ berubah, menjadi bayangan berjalan bagaikan sebuah cairan menjijikkan yang melata di tanah, langsung meluncur cepat menuju lantai tempat Mima dan Fata berdiri.
Mima mengeluarkan pistol dan menembak ke arah BlackZ, tapi benda itu tak berhenti mendekat. Fata mengacungkan tangannya yang bermeriam laser, tapi satu bagian dari BlackZ memisah, melompat menyumbat meriammnya.
"Sialan!" Fata mengumpat. Sementara BlackZ telah mencapai Fata dan Mima, melingkupi mereka berdua, membentuk sebuah kubus hitam yang mengurung mereka berdua.
Masih terdengar suara Fata kembali mengumpat-umpat, yang perlahan menghilang. Juga Mima yang menggedor dinding hitam yang mengurung mereka.
Mereka berdua terjatuh dalam kegelapan pekat yang seolah tanpa ujung. 
Di dunia nyata, kubus hitam itu mengerut, perlahan-lahan mengecil, dan kembali menjadi sosok BlackZ yang kini mematung statis, seperti bayangan yang terpaku di tembok.  
"A-apa?!" Tamon berteriak, dan seketika wajahnya menjadi geram. "NEKOMAN, KAU...."
"Semuanya tidak berjalan sesuai dugaanmu, ya Tamon? Daniel, maaf, siaran pertandingannya cukup sampai sini saja! Pertandingan final akan diadakan di dimensi kosong, dimana mereka berdua bisa berkonsentrasi melawan satu sama lain." Nekoman menengadah ke arah mikrodrone yang memonitor mereka semua. Ia yakin Daniel telah melihat semuanya, dan ia telah mengepung segala harapan yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan peserta ataupun Kotak. 
"Oh ya, mereka berdua baru bisa keluar kalau..." Nekoman mengambil jeda sejenak.
".... salah satu mati."
-o0o-
Beberapa kilometer jauhnya, suasana hall rumah sakit tempat sisa-sisa penduduk Alforea dan anak buah Daiel berkumpul, terjadi kepanikan massal yang menjalar perlahan. Daniel hanya terdiam membeku di tepatnya, tangannya memegang kepala dengan perasaan geram. Tak pernah ia mengira kalau Nekoman dan Elite Four telah begitu licik mnerencanakan tipu muslihat di luar perkiraan, kepadanya, sang ilmuwan jenius, orang paling kaya dan berkuasa di seluruh tata surya Sol Shefra! Pikirannya buntu sementara, hanya kemarahan tak terkira yang berusaha ditahan, yang memenuhi kepalanya saat ini.   
Ketika Radith dan Ying Go kembali menatap citra layar besar, Ying Go terkejut melihat sosok manusia bertopeng kucing yang dduk d samping otak peti mati Tamon Ruu. Juga paparan panjang lebar tentang Kotak Laplace, membuat Yong Go langsung bisa mengambil kesimpulan mengapa Nekoman ada d sini. Nekoman masuk dalam daftar penjahat galaksi yang lama tak muncul, dan orang semacam Ying Go yang beroperasi lintas planet juga mengetahui keberadaannya.
Ia meraba handphonenya yang disembunyikan dalam saku, dan mengirimkan pesan kepada atasannya. Sebagai koprps intelijen baret merah, ia sudah terlatih  untuk mengirim pesan teks tanpa melihat keypad.  Nekoman di Sol Shefra. Kotak Laplace dan Planet ini dalam bahaya.
Ying Go menatap Radith sekilas. Dan terpikirkan suatu siasat dalam kepalanya.
"Radith,"
"Ya?"
"Kalau ada kesempatan, kau mau terjun dalam pertempuran sekali lagi?" 
Radith menelan ludah, bola matanya melebar tak percaya. Tapi, kemudian ia tersenyum antusias.
"Ya! Tentu saja."
"Kalau begitu, ikut aku," Ying Go menyeruak diantara kerumunan yang panik. Mendekat ke arah Daniel yang masi terduduk kaku di kursinya.
"Daniel Adhitya," sahut Ying Go, dan pemuda berambut hijau itu di sebelahnya. 
"Kami bisa bertempur."

;
;
Section 6:
Void Dimension
;
;
"Baru bisa keluar kalau salah satu mati," Sahut Fata. "Mak, aku nggak mau dibunuh olehmu."
Mima tersenyum. "Aku punya pengalaman buruk hampir dibunuh ketika berusaha menyelamatkan dua orang, aku dan lawanku sendiri." Ia mengeluarkan kedua pistolnya, siap bertarung. Yang ia maksud adalah pengalaman jeleknya dengan Kaz dan Shinji.
"Ayolah, Fatanir... kalau pikiranmu jernih, kita bisa sama-sama memikirkan jalan keluar, tapi kenapa kau malah menyalakan meriam di tanganmu?" Mima melihat ujung meriam portabel di tangan Fata bercahaya, dan mengarah padanya.
"Mak, di atas kertas, jelas aku unggul."
"Belum tentu Fata."
"Aku teknopath. Aku bisa memanipulasi seluruh hasil teknologi yang nempel di badan situ." Fata menembakkan laser, cahaya biru itu meluncur di kegelapan, dan Mima langsung mengelak dengan lentur, berputar, dan menembak.
Fata menciptakan perisai cahaya, mengubah meriamnya menjadi sabit besar yang menebas langsung ke arah lawan. Mima melompat, memijakkan kaki dengan ringan di sabit besar itu, melompat ke atas, bersalto dengan satu putara pnuh,  dan menghantamkan tumitnya ke kepala Fata.
Perisai bercahaya Fata menahannya, tapi natulan kaki itu langung berubah menjadi serangan yang lain, dari kaki satunya. Yang langsung ditangkis oleh Fata, yang juga langsung disusul oleh tembakan-tembakan peluru ke arah bahu.
Fata tertekan ke belakang. Peluru-peluru itu datang bagaikan hujan, meskipun ia sepenuhnya terlindung, tetap konsentrasinya menjadi terpecah hanya pada peluru, tidak pada serangan gencar yang tersamarkan di balik peluru.
Mima melangkah memutar dengan anggun, kedua tangannya masih menembak, bberapa pelurunya bahkan membentuk busur berbagai derajat, seolah menembak dari posisi apapun bukan masalah baginya. Dan ia menedang.
Fata menangkis, Mima telah masuk ke dalam jaraknya. Dan Mima berputar kembali, menyerang dengan sikunya, menghantam pipi Fata degan keras.
Fata mundur selangkah, kaget. Matanya terkesiap terkejut. Kecepatan gerakannya bahkan melebihi saat ia menyaksikan pertarungannya dengan Wildan.  
"Sialan!"
"Menyerahlah, Fata. Di sini... kau tak bisa mengandalkan teknologi apapun." Mima berkata, berusaha mengintimidasi. "Tidak ada yang tersisa selain senapan lasermu itu."
Fata memasang posisi siaga sejenak, mencoba menjalin komunikasi pada bentuk hasil peradaban yang menempel di tubuh Mima.
Senjatanya yang utama... pistol hitam dan putih.
<Jangan sesekali berpikir untuk menyentuhku dengan Teknopathia keparat itu! Aku sudah lama terkurung dalam lemari besi karatan, aku sudah lama tak meuntahkan peluru, dan sangat merindukan pemilikku, sang Runner!> Suara seperti seorang rapper kulit hitam berteriak keras dari pistol hitam itu.
Fata mengerutkan kening, kedua pistol itu begitu pendiam dan tak mengatakan apapun semenjak pertemuan pertama, tapi saah satunya kini berkomunikasi, menolak untuk dimanipulasi oleh Fata.
<Kami hanya mengabdi pada Proessor dan Mima Shiki, tidak yang lain! Kalau kau berusaha memaksa kami untuk tunduk, professor akan muncul!>
Sialan, bahkan yang satunya juga nolak... Fata menggingit bibir dengan perasaan sebal. Tapi masih banyak cara lain.
"Aku bisa merebut teknologimu, mak!" Fata balik mengancam, dan dalam sekejap, selongsong-selongsong peluru terangkat, menyatu, membentuk sebuah senjata aneh yang belum pernah dilihat sebelumnya, menempel di lengan Fata, seperti sebuah pelontar harpun yang digunakan para pemburu ikan paus.  
Namun, transformasi baru selesai setengah, Mima sudah menyambutnya dengan tembakan lain.
"Bagaimanapun teralu lambat, Fatanir, pembentukan mesinmu itu!" Kali ini Mima menyasar kaki dan tangan Fatanir. "Apa kau tak belajar, kalau semua itu tak berguna dalam pertarungan riil satu lawan satu?"
"Galak banget sih kamu, mak!" Fata menggenggam tangan kirinya yang bebas, dan seketika itu pula tangan Mima meledak. Dinamo turbo yang dipasang oleh Daniel hancur, menyisakan kedua lengan Mima dengan daging yang terburai, dengan pembuuh-pembuluh darah semrawut berjuntai.
Mima menjerit kesakitan.
Matanya nyalang, buas, namun jemarinya yang utuh masih bisa mengangkat kedua tangan, menarik picu, dan menembak ke arah gir emas Fatashura.
Fata melihat secercah bayangan putih di belakang Mima, yang menatapnya lurus. Lalu sebuah komunikasi teknologi dalam bahasa yang rumit, yang menerjang Fata dengan kekuatan yang seperti membanjir, seperti sebuah aliran data yang berada dalam bahasa teknologi yang mengalun indah, seperti sebuah lagu.
A-apaan itu...?
 [Namanya Idea, Fatanir. Idea. Sebuah pesan menggunakan getaran partikel elementer yang digerakkan oleh semangat..]
Wah, partikel elementer? Lebih kecil dari atom...?
Dua peluru itu menembus perisai cahaya, mengenai gir emas di dada Fata. Berarengan dengan Fata melepaskan harpun dan laser.  
Bayangan putih itu menghilang, harpun tajam terlepas, meluncur, menyasar bahu Mima.
Mima masih menembak.
Fata menghancurkan dua dinamo sisanya di betis Mima. Segumpal daging hancur dari kedua betis berotot itu, Mima jatuh berlutut. Seluruh wajahnya memucat. Nyerinya telah berada di ambang batas hingga ia sendiri hampir tak merasakan apa-apa lagi... 
Ah, masih ada... R.U.N....
Mima menggigit bibir, berteriak keras, dan menembak lagi, ke arah Fata lagi.
"Mak, dua tanganmu sudah hancur, kenapa kau masih saja nembak, sih?" Fata berteriak.
[Karena kau menganggap dirimu mesin, kau menolak untuk memahami manusia]
Alunan data yang indah itu kembali terdengar di telinga Fata, dan bayangan putih itu kembali terlihat melayang bagai hantu.
Dua peluru lagi, mengarah ke gir emas Fatashura, menciptakan sedikit gores...
Goyah dan pucat, Mima masih mengangkat kedua lengannya.
"FATASHURA!" Fatanir memanggil senjata pamungkasnya yang terakhir. Dan gir emas itupun akhirnya melingkupi Fata dengan cahaya, melaisisnya dengan caran serupa metal berwarna perunggu, meriam Fata pun berubah lagi, menjadi seperangkat senkata yang lebih canggih lagi.
DOR! Mima menembak lagi, kepala Fata terbanting ke samping, sang ibu telah menembak matanya.
"REPOT!" teriak Fata, marah. "KUAMBIL PISTOLMU, MAK!"
Dan Fata melakukannya, memanipulasi kedua pistol itu, Sibling Handgun. Yang hitam dan yang putih. Namun keduanya menolak untuk dirubah.Keduanya hanya berubah mencair menjadi logam sewarna hitam dan putih.
Fata mendekat, dan dengan sekali kibasan, ia memukul perempuan itu.
Mima tergeletak tak sadarkan diri.     
Fata berhenti, berlutut juga di depan Mima yang tergeletak.
Alunan data yang terdengar indah itu mengalun kembali. Kali ini membuah Fata terpesona, tetapi juga sekaligus jengkel. Darimana datangnya lagu itu? Teknologi macam apa itu, yang keberadaannya seperti air, ada, tapi tak bisa dipegang. 
[Itu bukan lagu, Fatanir. Itu idea-ku yang kutanam dalam Sibling Handgun. Bahkan pemiliknya tidak bisa membaca ini. Tapi kau Teknopath, kau bisa menangkapnya lebih dalam...]
"Si-siapa kamu?!" Teriak Fata, nyaris seperti gila. "Situ kan sudah hancur?!"
[Fatanir, Sibling handgun kubuat hanya untuk satu orang. Dan tidak bisa dipakai oleh siapapun. Konfigurasi idea, yang oleh manusia kalian sebut tekad, masa kelahiran dan trait yang tepat,  getaran atom-atom dalam tubuh dan dalam sesuatu yang kalian sebut cita-cita... sibling handgun sudah diciptakan untuk sesuai dengan semua kombinasi itu. Jadi... kalaupun benda ini hancur, ia takkan mematuhimu.]
Fata terdiam sejenak, mencoba berkonsentrasi. Sosok putih itu muncul kembali.
Seorang lelaki, berambut putih berjubah. Tampan dan senyumnya... seperti dikenal oleh Fata.
"Ka-kamu..."  
[Kita diciptakan untuk suatu maksud. Fata. Kau juga. Dan Teknopathiamu juga.]
"Kamu... Alsahin Kairos?"
Sosok itu tersenyum.
[Bukan...]
"Tapi... kamu mirip... hanya suaramu beda."
[... bukan lagi Alshain Kairos, aku hanya seorang guru saat membuat idea ini.]
"Sialan! Jangan bertele-tele! Kenapa lu tiba-tiba muncul ceramahin gue?!" Tantang Fata.
[Pikirkan, Fatanir. Untuk apa kau lahir ke dunia dengan Teknopathia?]
Fatanir terdiam.
Lalu sosok itu menghilang.
Fata bimbang sejenak.
Ia melangkah mendekat. Mima Shiki Reid masih tergeletak tak sadarkan diri.
"Maksud apa sih..." Fata berlutut, menyentuh pipi Mima yang kini  dikotori oleh aliran darah. Bagian mulai siku hingga pergelangan tanganya hancur. Juga kedua betisnya. Tubuhnya telah memucat. Kematian akan datang, karena kehabisan darah.
"Dasar... padahal situ manusia biasa. MA-NU-SI-A! Tapi keras kepala banget sih kamu, mak!" Fata mengomel, tapi bahkan ia tak tahu mengapa ia mengomel. "... situ bilang mau memperjuangkan  masa dean anakmu, hah? Masa depan apa coba, sekarang kan kalau situ mati, anak sama suamimu bakalan bingung, coba! Udah nggak menang, buntung lagi. Puh, hidup macam apa itu mak..."
Lalu Fata tersadar kalau yang ia maki adalah hidupnya sendiri.
Hidup macam apa...?
Hidup bukan menjadi manusia, tapi menjadi mesin?
Lalu Teknopathia ini... untuk apa?
Fata mengatupkan kedua tangannya di wajah, kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Seperti sebuah ekuasi yang tak terpecahkan, kerumitan apa yang ingin dilakukan oleh manusia. Tiba-tiba ia merasa teknopathianya tak membantu apapun, apapun yang berguna. Selain untuk menyakiti, membunuh, memperbaiki...
Memperbaiki? Sebentar....  
Fata menatap Mima, denyut jantungnya mulai melemah.
"Maaf ya mak," Fata memperbaiki posisi Mima, dan menelentangkannya. Lalu dengan satu pukulan langsung, ia memukul jantungnya.
Hingga berhenti berdetak.
;
;
Section 7:
Black Breach.
;
;
"Weasel," suara Daniel terdengar di alat komunikasi Weasel. Weasel menekan tombol di telinganya dan membalas. "Masuk."
"Ada perubahan situasi darurat. Aku membutuhkan bantuanmu. Pertarungan final telah dibajak, secara keseluruhan, oleh Elite Four. Tampaknya siappun pemenangnya takkan berguna lagi, nya istrimu terancam di bawah sana. Karena yang mereka incar adalah Kotak Laplace itu."
Weasel terdiam sejenak. Aku datang hanya untuk mendampingi Mima, tapi... lalu ia teringat bagaimana ae memberitahu kalau 'terlalu banyak pihak yang ikut campur'.
"Jelaskan situasinya."
"Mereka menyandera stasiun luar angkasa milikku di angkasa. Aku membutuhkan Orb."
Weasel berpikir sejenak.
"Bagaimana keadaan di bawah?"
"Mereka masih bertarung di dimensi kosong, aku tak berhasil mendapatkan citra. Oh...! Sebentar...! Mahkluk hitam itu bergerak!"
Weasel langsung berdiri, sesuatu dalam intuisinya mengatakan kalau ada bahaya yang tiba-tiba mengancam. Dan mau tak mau, ia terus teringat pada sosok Mima, istrinya, dan segala yang indah dan mnyenangkan tentangnya...
-o0o-
BlackZ bergerak-gerak, lalu mengeluarkan sebuah degukan seperti muntah.
"Oh, pemenangnya sudah ketahuan?" Nekoman menoleh.
BlackZ kembali mencair, membentuk kubus, dan kembali mencair. Di atas BlackZ muncul kembali dua sosok manusia. Fata membelakangi Nekoman, menoleh sebal ke arah Nekoman. Mima Shiki Reid tergeletak di sebelahnya.
"Aku menang, puas?" Fata menendang jasad Mima dengan ujung kakinya.
"Bagus sekali..." Nekoman mengangguk-angguk. 
"Pemenangnya sudah ditentukan. Melalui pertarungan yang jujur dan adil, Fatanir adalah pemenang Battle of Realms..." Nekoman melanjutkan kata-katanya dan menoleh ke arah Tamon Ruu.
Sesuatu terjadi pada Tamon Ruu. Tubuhnya bercahaya, melayang ke atas, demikian juga selang-selang yang mengangkat tubuhnya.
<Fatanir...>
Fata menengadah melihatnya dengan takjub. "KANA... oh, begitu toh..." ia mengangguk-agguk. "Rupanya kamu dan Tamon Ruu satu hardware..."
<Kotak Laplace itu tidak boleh jatuh ke tangan Nekoman, Fatanir... tolong>
"Passwordnya sudah kuucapkan dengan bukan?" Nekoman berkata. "Keluarkan Kotaknya, pindahkan ke sang pemenang, biarkan dia mendapatkan hadiahnya..."
Dada Tamon merekah dan megeluarkan sebuah entitas. Mengeluarkan sebuah kotak kubus hitam yang berputar-putar liar ke dada Fata. Sebuah lubang imajiner juga muncul di dada Fata, tepat di atas gir emasnya. Fata melihatnya dengan takjub, saat kubus hitam itu meuncur pelan menuju Fata.
"BlackZ!" Teriak Nekoman tiba-tiba.
Bayangan hitam itu melesat cepat, melingkupi tubuh Fata, tanpa sempat Fata menghindar.
"Aaa... aaa.. rgggh..." sesuatu yang hitam dan kental memenuhi seluruh tubuh Fata, memasuki seluruh lubang dalam tubuhnya, memenuhi pembuluh-pembuluh darah dalam otaknya. Satu cairan lengket seperti tar hitam membungkus seluruh tubuhnya.
"KANA! ASHURA!" Fatanir berteriak.
Seketika itu tubuh Mima yang tergeletak seperti terangkat keatas, bagaikan tersengat listrik.
Mata Mima terbuka lebar, raut kemerahan seperti darah memenuhi raut mukanya dan ia terbatuk spontan, gocangan batuknya mengembalikan kesadarannya secara penuh. 
"A-apa?!!" Nekoman terkejut.
Mima bernafas tersengal-sengal.
Nekoman menyerangnya, mengarahkan telapak tangannya menghantam Mima.
Mima menangkis silang di tengah, menundukkan lehernya, bahkan sedikit menutup mata karena ia tahu, ia berada dalam keadaan terluka parah. Tapi...
"A-apa?"
Mima menatap kedua tangannya sendiri, bagian daging yang ia ingat koyak itu, telah utuh kembali, dengan permukaannya berubah menjadi keras, berwarna perak. Begitu juga dengan kedua kakinya. Sebuah logam berwarna hitam telah menggantikan luka-luka itu, bagaikan tambalan padat yang menyatu, menempel di otot dan tulangnya.
Ia memahami kalau Sibling Handgun tetap setia pada tuannya. Maka ia mengubahnya menjadi sintetis untuk menambal luka-luka Mima, lalu mengirimkan pukulan ke jantungnya, membuatnya mati sementara. Satu bagian senjatanya sendiri diubahnya sebagai pemijat jantung dan penyolong hidup portabel yang disetting untuk aktif tanpa terlihat mencolok.
"A---------RRGGGGHHHHKKKKK..."
Mima terkejut, dan menyadari Fata sedang berdiri kaku, menegang, dengan cairan lengket yang sepertinya meringkus tubuhnya.
Mak, serang mereka, aku sudah tahu ini bakalan terjadi!
Ingin Fata berteriak begitu, tapi mulutnya tak mengeluarkan satu patah katapun, BlackZ telah memasuki tenggorokannya. Hanya kekuatan tekadnya yangbergulat menahan BlackZ tidak naik memasuki otaknya.
Sementara itu,
Ia mencoba memanggil mesin dengan pikirannya, namun BlackZ merengkuh gir emasnya, menekannya dan memuntirnya, hingga ia sendiri bisa mendengar sayup-sayup, tekanan kekuatan BlackZ yang meretakkan gir emasnya. 
Instingtif, Mima mencabut pistol di belakang pinggangnya, yang ternyata bukan Sibling handgun. Tapi Mima tak peduli. Sepersekian detik, ia langsung menembak ke arah Nekoman.  
Kepala Nekoman terdorong ke belakang, peluru itu memantul mengenai topengnya, tapi hantamannya cukup untuk membuatnya terpental.     
Bukan Sibling Handgun, tapi....terasa akrab.
"Sialan kau!" Nekoman berteriak marah. "BlackZ...!" Ia berteriak, tapi kemudian ia lupa kalau BlackZ masih merasuki Fatanir.
"KANAAAAAAA!" Fatanir menjerit, meminta tolong, pada mesin... di penghujung hidupnya.
Ya, pada mesin. Pada program bersuara perempuan itu. Juga tadinya, pada Mima. 
Kesadarannya mengambang, ia hanya sempat sayup-sayup mengetahui, Mima berlari menyongsong Nekoan, menembak, dan tarian Ashura Equilibrium itu jauh menjadi lebih kuat lagi karena... Fata telah menjadikannya setengah bionik? Bukan.
Bukan, bukan. Fata hanya memperbaikinya. Koreksi. Bukan, mengobatinya.
Bagian dari Sibling Handgun dicangkokkan ke kaki dan tangan, dan sebagian kecil dijadikan bagian dari sebuah pistol yang dibuat Fata sebagai seorang Teknopath. Pistol itu yang kini digunakan Mima untuk menyerang Nekoman dengan kekuatan penuh.
Fata sendiri tenggelam dalam kekangan BlackZ.
Kegelapan yang tanpa dasar, sendirian....
-o0o-
"MATI KAU, MATI!" Mima berteriak seperti kesetanan, menembak tanpa henti ke arah Nekoman yang berusaha bangkit. Lalu ia mendekat dengan langkah Ashura yang demikian diakrabinya, yang bahkan ia bisa menggerakannnya dnegan mata tertutup, sementara Nekoman mencoba membalas dengan menyerang dengan mengirimkan bola-bola energi lewat telapak tangannya.
"KAANAAAAAAA!" Fata menjerit, dan seiring dengan itu juga, seluruh tubuhnya terlingkupi kehitaman BlackZ. Lubang di dadanya telah menutup.
Mima menoleh dan melihat BlackZ dan Fata telah menyatu.
"FATA!"
Mima berbalik, tangannya menggapai, meraih sosok hitam itu.
Ada sekilas pikirannya yang mengumpat.
Bodoh, apa yang kau lakukan, Mima?
Kau tidak belajar dari pengalamanmu di Biolab?
Mima hanya memejamkan mata, ketika ter hitam itu kembali menulari tangannya, memberikan warna menghitam dan ancaman terjath kembali ke dimensi hitam yang menakutkan itu....
-o0o-
Tamon Ruu jatuh ke dasar kotak. Tetapi tiba-tiba kabel yang menyokong tubuhnya bergerak-gerak buas, menari, sebagian menyerang Nekoman, membantu Mima.
Mima sendiri justru berlari ke arah bLACKz, mengacuhkan Nekoman, dan menarik tangan Fata.
Yang lain bergerak buas menjebol lantai, langit-langit, dan dinding. Terus bergerak ke atas, menjebol lantai. Mengangkat lantai yang mereka pijak naik ke permukaan, membelah padang pasir di permukaan.
"DANIEL! Benteng hancur!" Teriak Weasel, yang menunggu di permukaan.
Ia berdiri takjub menyaksikan sebuah kotak peti mati terangkat kabel-kabel raksasa ke atas, diikuti sosok berwarna hitam, dan seorang lelaki bertopeng kucing yang tertawa gila.
Dan ia melihat istrinya berteriak meminta tolong, memegangi tangan si makhluk hitam yang seperti makshluk kesurupan.
"Daniel, sesuatu terjadi di sini!" Weasel melapor, tetap dengan suara datar yang tak nampak terlalu panik... sambil berlari memberikan pertolongan pada istrinya.
;
;
Section 5:
Fatanir's Wish
;
;
"Fatanir. Apa cita-citamu?"
"Menjadi pesawat tempur,"
Dan semua orang menetawakannya. Membuat Fata benci.
Manusia... apakah selalu begini? Aku benci manusia...
"Kalau Fata menjadi pesawat tempur, aku mau menjadi senjata. Pistol." Seorang remaja putri mengangkat tangan, menghentikan tawa riuh itu.
"Apa? Kau mau menjadi senjata?"
"Ya! Manusia bisa jadi apa saja 'kan? Aku sudah menjadi senjata,"
Tak jelas, Fata melihat sejenak visualisasi yang tak jelas, raut wajah seorang gadis yang terlihat akrab...
"... tapi, ya tetap manusia. Meski sudah jadi senjata hebat. Manusia tetap manusia. Setuju kan, Fata?" Gadis berambut pendek, bermata hijau itu mengulurkan tangan, menariknya untuk menjauh dari anak-anak yang menertawainya.
Mima Shiki Reid, mempertahankan dirinya....
Manusia...?
"Mau jadi manusia seperti apa saja, terserah." Satu remaja lain muncul, bergabung dengan mereka berdua, mukanya kelihatan dingin tak ramah. "...asal berguna."
"Kau bercita-cita jadi apa, Weasel?" gadis bermata hijau itu bertanya.
"Binatang buas." Remaja putra itu menjawab pendek. 
Lalu menatap Fatanir dengan wajah marah, seolah-olah gadis itu adalah pacarnya yang direnggut.
"Jangan manja. Apa kau tidak bisa cari jalan keluar sendiri?"
"KAMPRET!" Fata mengumpat spontan.
-o0o-
"KAMPRET!" Fata mengumpat spontan,  menyeruak keluar, seperti berusaha keluar dari cangkang karet, matanya melotot marah. "NGGAK SEMUDAH ITU, ITEM JELEK!"
Mima tertarik kebelakang, Weasel menarik tubuh istrinya, menerima tubuhnya, dan menyaksikan Fata berjuang kembali untuk mengmbalikan kontrol atas tubuhnya.
"HUJAN PETIR KALACHAKRA!"
Petir bergulung cepat di udara, dan hujan petir bersahutan muncul dari langit, menghantam Nekoman, dan menciptakan semacam penjara petir yang menahan laju BlackZ yang masih menguasai Fatanir.
"Ra-radith?!" Mima terkejut, menyakiskan pertolongan datang. Pemuda berambut hijau itu menjawab dengan senyum lebar, bahagia karena diberi kesemepatan untuk beraksi kembali. Tubuhnya bercahaya kehijauan, rambut hijaunyanya menyala bagaikan neon, dan degan satu tangan, ia kembali menyerang Nekoman dengan serangan listrik ribuan volt.
"Ying GO, SEKARANG!" teriak Radith.
Di belakang Radith, seorang lelaki tampan berdiri mengacungkan  sebuah tongkat berukiran rumit, dengan hiasan-hiasan yang nampak seperti bunga teratai. Benda itu bercahaya. Lelaki itu menutup mata dan mulutnya berkomat-kamit seperti merapalkan doa.
Langit terbelah. Sebuah gerbang raksasa muncul, berdebum di permukaan gurun pasir.
Ying Go berteriak. "GERBANG KARMA! MEMBUKALAH!"
Gerbang itu membuka dan beberapa dua dewa raksasa seperti monster, yang hanya tertera dalam kitab-kitab cerita lama, meringkus Nekoman, memborgol tangan dan kakinya. Salah satu dewa membawa sebuah guci dan menyerap BlackZ.
"ENYAH DARI TUBUHKU!" Fatanir berteriak. BlackZ yang lengket terdorong, tubuhnya melar melengkung terserap ke dalam guci yang dipegang dewa buruk rupa itu, hingga tak bersisa.
Kedua dewa itu menatap Ying Go sejenak, lalu berbalik dan menghilang di balik gerbang. Pintu gerbang menutup keras, dan menghilang bagaikan kabut diiringi halilintar yang menggelegar.
Ying Go berlutut. Membuka gerbang Karma cukup memboroskan tenaganya, dan ia harus memastikan Radith menjaganya aman dari serangan, sebelum ia bisa meringkus BlackZ dan Nekoman.    
"Oh... oh, Tuhan..." Mima duduk di atas pasir, terengah-engah.
Weasel langsung memeluknya dengan erat. "Kau selamat." Sahutnya.
"Kau selamat."
Fata jatuh berlutut.
"Weasel," alat komunikasi Weasel berbunyi, suara Daniel. "Sudah terkunci. Tembak."
Weasel meneluarkan Orb-nya. Dan memasukkan koordinat sesuai perintah Daniel, lalu menekan tombol merah.
Fata menjatuhkan diri ke atas permukaan pasir, membiarkan wajah dan seluruh tubuhnya diterpa sinar matahari yang panas. Ia melihat satu kilauan di atas sana, yang sepertinya sesuatu telah terjadi di langit.
"Orb," desah Fata. "Mampus kau, Sakaki Ko." Ia tahu apa yang terjadi di atas. Daniel dan armada tempurnya sedang menghadapi Sakaki Ko untuk menyelamatkan stasiunnya, dan Orb digunakan untuk melakukan serangan pertama yang mengejutkan.
"Aku.... " Mima memeluk Weasel.
"Aku kalah...."
Weasel memeluknya, rapat ke dada. "Jangan pikirkan itu. Yang penting kau selamat."
Sekumpulan kabel yang lain menurunkan tubuh Dimas yang masih tak sadarkan diri, meletakkannya pelan-pelan di permukaan pasir.  Kumpulan kabel yang lain bergerak menuju Fata, dan juga membawa kotak Tamon Ruu muda.Tamon Ruu tertatih keluar dari kotak, dengan langakh tersaruk.  Lalu mendekati Fatanir yang masih berbaring kelelahan.
"Fatanir... penjaga berikutnya kotak Laplace. Kau belum mengatakan keinginanmu."
Fatanir menutup matanya.
"Aku...."
Ia terdiam sejenak.
"Gue..."
Untuk apa sebenarnya aku diciptakan?
Entah mengapa ia kehilangan kata-kata.
"Teknologi macam apa sih yang dipakai sampek kotak repot macam begini ada?!!" Fatanir malah mengomel.
Teknologi yang mendekati dewa. Mungkin.
Tapi biar gue Teknopath, gue enggan sama teknologi menakutkan kayak gini....
"Hewanurma ingin berbicara denganmu,"
Sosok Hewanurma muncul dalam bentuk hologram, menanyakan kepadanya, keinginannya.
"Apa yang kau inginkan, Fatanir?"
Jadi, kalau gue ingin tahu masa lalu gue, tinggal ngomong aja, gitu...?
Ta-tapi... bagaimana kalau gue benar-benar anak yang dibuang...?
Ada rasa takut yang menggayuti kepalanya. Fatanir bangkit, duduk. Tiba-tiba ia merasakan kegalauan yang mengesalkan. Rasa bosan yang amat sangat, yang tiba-tiba membuatnya jenuh akan segala kelelahan yang harus dialami dalam pertandingan ini.
"Keinginan itu, gak bisa dilalihkan ke orang lain?" Tanya Fatanir.
Hewanurma menggeleng.
"Hummm. Okelah. Sekarang gini aja deh. Ada berapa orang di sini?" Fata meminta semuanya berkumpul.  Lalu ia memanggil KANA.
"KANA! Minta daftar kandidat Kotak Laplace dong!"
Semuanya sedikit terheran-hran karena fata seperti bicara sendiri. Tapi, mereka brkumpul dengan wajah ragu, sedang Tan Ying Go memasang wajah curiga.
"Hmmm... Mima. Udah jelas nggak bisa. Coret. Fatanir. Aku, tapi gue juga nggak mau. Coret. Dyna Might. Hilang. Tan Ying Go, Raditya Damian..." Fatanir berhenti sejenak, menatap Radith.
"Jadi, siapa yang bersedia jadi penjaga Kotak laplace selanjutnya?"
"Heh?!" Radih melonjak kaget.
"Aku tak sudi," jawab Ying Go.
"Tutin kata-kata gue, gue pemenang BoR!" Teriak Fata menyebalkan.
"Kalau menjadi pemenang ya harus tanggungjawab, dong!" Teriak Radth.
"Itu keinginan yang mau aku bilang!" Sahut Fatanir, mengancam. "Aku mau minta supaya kotak itu dipindah ke badan orang lain!" Fata menatap Radith, Mima, dan Ying Go bergatian.
"Soalnya...itu teknologi yang aku tidak yakin apakah bisa menjaganya." Fata berkata jujur, menengok Mima, dengan perasaan sungkan. 
"Daripada ribut. Tentukan saja dengan undian." Usul Mima. Tapi matanya menatap Fatanir, sekilas, seolah memberitahunya sesuatu yang lain.
 Fatanir mengeluarkan empat buah sekrup, lalu menguburnya di pasir, lalu mengasuk-aduk pasir tersebut. "Gini deh. Yang dapat sekrup hitam berarti jadi penjaga kotak. Begitu ya."
"Aku tidak mau! Undian macam apa itu?" Protes Radith.
"Heh, kamu anak ingusan, berani melawan juara, ya?!" Fata memonyongkan bibir. "Ayo, semuanya, Ambil!"
"Turuti saja, Radith." Ying Go menjawab sabar. Sambil matanya melirik ke arah Fata, mengirimkan semacam telekomunikasi batin.
"Oke." Radith menganguk, tanpa disadarinya, Fatanir balik menatap Ying Go sejenak.
Dan hasilnya...  
"AAAAGGH!" Kenapa aku dapat sekrup hitam!" Radith berteriak.
"Humm...oke, Kotak! Keluar dari badan gue, lalu pindahlah ke badan Radith!" Teriak Fatanir. Sebuah lubang imajiner membuka di dadanya, perlahan, kotak itu muncul dari dalam dada Fatanir, berputar-putar ganas.
"FATA! Kotak itu akan melemparkan ledakan kalau tidak cocok..." Teriak Tamon.
"Bagaimanapun, ini masih bikinan manusia...." Fata menggenggam kota itu dengan tangannya, dan dengan teknnopathianya, ia menyusun ulang kotak itu agaikan menyusun ulang sebuah rubik. "Jadi, keinginan saya yang pertama adalah, wahai kotak, berubahlah menjadi anti materi yang jinak... "
Semua menatap takjub, ketika kubus hitam itu, yang masih berutar-putar, berangsung-angsur berubah menjadi berwarna putih, kali ini berputar-putar dalam kecepatan yang lebih pelan, dan lalu Fata membiarkannya melayang menuju Radith. "... dan berpindahlan menuju Raditya Damian, sang dalang..."
Sebuah lubang imajiner muncul di dada Radith, dan kotak itu langsung masuk dengan mulus ke dalam dada Radith, mulus tanpa ada satupun ledakan yang terlepas.
Tamon menghela nafas. "Astaga..." Ia menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tak tahu kalau... bisa diatr begitu mudah,"
Fata berkacak pinggang dengan bangga. Aneh sekali. Ia sudah tak memiliki gir emas itu lagi, BlackZ mungkin telah menghancurkannya. Dan ia sendiri tak memahami rahasia kepingan masa lalunya. Tapi ia tak merasa itu amat penting lagi. Ia merasa puas.
Puas yang tak tertahankan. Puas menjadi manusia... yang punya kekuatan Teknopath yang bisa menetralisir kekuatan Kotak Laplace yang ganas. Mungkin untuk itulah ia dilahirkan.    
Mungkin untuk itulah Teknopathia ada, ya...
"Radith, kau harus menetapkan penjaga yang bersedia menemanimu sampai mati..." Lanjut Tamon.
"Jangan kuatir, kami akan menjaganya." Tiga guru Radith muncul dalam bentuk bayangan, Bima yagn paling besar, menjawab pertama kali.
"Dengan begini dia akan terpaksa belajar lebih banyak lagi, mau tidak mau..." Gatotkaca melempar pandangan seram ke arah Radith.
"Guru!" Radith memprotes, yang dibalas timpukan oleh Bima. 
"Tidak apa Radith, dengan begini kau memiliki kekuatan lebih untuk mengalahkan ki Rogohjiwo." Arjuna mengangguk-angguk puas.
"Hmmmm... yang penting endingnya bagus," Hewanurma mengangguk-angguk. "Kalau begitu, aku dan KANA permisi dahulu."
"Bentar! Kenapa KANA juga.." Fatanir berteriak.
"Karena tugas kami sudah selesai," Jawab Hewanurma. "... dan karena BoR sudah selesai, tugas KANA juga selesai. KANA, antarkan Tamon Ruu menuju bawah tanah, dimana ia bisa istirahat dan tidur."
Tamon Ruu memanjat kotak peti matinya lagi. Ia menoleh ada Mima sejenak. "Mima, Daniel akan mengurus pembayarannya. Mungkin ia akan mencicilnya, tapi... jangan khawatir." Ia menoleh pada Mima dan Weasel yang saling berdampingan, Weasel meremas bahu Mima.
"Terimakasih, kalian semua. Daniel akan mengatur kepulangan kalian," Tamon Ruu menunduk, "Dan... maafkan aku."
<Selamat tinggal, Fatanir...>
Fata hanya bisa diam sejenak. "Apakah kita bisa bertemu lagi?"
<Tidak. Tapi... entahlah...>
"Terimakasih, KANA," Fatanir merasa harus mengucapkan kata-kata itu, meskipun penerimanya hanya sebuah program. Ia berterimakasih sebagai manusia. Meski KANA hanya program.
<Terimakasih juga, Fatanir...senang mengenalmu...>
Kabel-kabel itu membawa peti mati Tamon ke bawah tanah, dan bagaikan bunga yang menutup, permukaan adang pasir yang merekah akibat reruntuhan benteng Ruusyana menutup kembali, mengubur rapat Tamon di bawah tanah.
Dan hanya Fata yang tahu, kalau sebuah sistem formatting otomatis tengah berjalan di dalam.
KANA telah menghilang.  
Weasel merangkul  Mima.  
"Ayo, kita kembali."
"Masa depan kita... tak pasti."
"Tapi kita bersama."
"Kita harus rasional, Weasel."
"Ada hal-hal yang tak dapat diketahui, Mima. Termasuk masa depan. Biarkan saja."
"Bagaimana dengan kau?"
"Aku akan keluar dari Mercenary dan.. tetap menjaga anak-anak."
"Bagaimana caranya?"
Weasel diam sejenak. "Masa depan kita memang penuh misteri, Tapi... harapan. Mungkin, kita cukup berharap saja."
Mima merangkul tangan suaminya. Ying Go dan Fata langsung menjauh, membiarkan privasi sejenak pada sepasang suami istri itu. Hanya Radith yang terbengong-bengong seperti bego, yang langsung ditarik oleh Ying Go, yang pura-pura menunjuk ke langit, ke arah pesawat Daniel yang menjemput mereka. 
 "Lihat! Daniel menjemput kita,"
Di langit, Daniel datang dengan pesawatnya yang sepertinya baru saja melewati bekas-bekas pertempuran. Ia berteriak keras, seolah-olah baru saja melewati pertempuran seru yang menghasilkan kemenangan gemilang.
"PERTARUNGAN YANG BAGUS,  ENTRANT! MARI KITA PULANG!"
;
;
;
Section 8:
Coming Home
;
;
Fata kembali pulang dan menjumpai semuanya baik-baik saja. Ia hanya menerima sebuah kabar keesokan harinya kalau terjadi penembakan dan beberapa bencana dalam waktu bersamaan. Dalam waktu seminggu, terjadi pembunuhan massal berturut-turut. Sebuah bom meledak di sebuah kota, kecelakaan kereta, penembakan seorang menteri, dan peperangan antar gangster. Selama sebulan, seolah-olah terjadi berbagai pertumpahan darah.
Fata bukan tak tahu apa yang terjadi. Penghapusan Equilibrium secara diam-diam sedang terjadi.
Siapa yang melakukan?
Daniel.
Itu adalah pembayaran yang diatur oleh Jade sebagai kompensasi atas pekerjaan yang dilakukan Mima. Dan seperti biasa, Jade yang sangat menyayangi adiknya, juga membantu Daniel untuk mengabulkan keinginan itu.
Menghapus data Equlibrium. Secara manual.
Yang artinya, baik Fata maupun Radith harus tuutup mulut tentang keberadaan Equilibrium, The Running Mama, ataupun tentang BoR.
Keluarga Reid, Jade Shiki, dan Mercenary turut menghilang dari permukaan bumi.
Mungkin berganti identitas? Entahlah.
Equilibrium harus dihapus, dan Daniel telah berjanji untuk membayar hutang itu meskipun membutuhkan waktu lama...
 Fata, akhirnya berhasil menikmati hidup, dengan menerima bahwa 'orang aneh' yang ingin menjadi sebuah pesawat temput' bukan hanya dirinya seorang. Ia masih mendengar suara mesin-mesin, berdialog dengan mereka, tetapi ketika ia mengobrol, hal itu juga mengingatkannya pada KANA. Berkaitan dengan perempuan, Fata masih merindukan KANA diam-diam. Ia jatuh cinta pada program itu, mengetahui kalau kenangan itu takkan bisa lebih nyata dari yang ada dalam imajinasinya dirinya sendiri...
Fata mulai menjadi manusia, yang juga bisa disiksa oleh romantisme kasih tak sampai, meskipun ia teknopath.
Meskipun cinta pertamanya adalah sebuah program....
-o0o-
15 tahun kemudian
;
;
Fata menjumpai sesuatu menyusup di laptopnya. Seperti sesuatu di masa lampau api, kode-kode itu telah berubah menjadi sesuatu. Ia mengangkat kertas yang tiba-tiba muncu di atas laptopnya.
PAGELARAN WAYANG KULIT KONTEMPORER
Yogyakarta, 16 Januari
Dalang: ki Dalang Radithya "Vajra" Damian Ananta
Dan di depannya sebuah footage yang memperkenalkan kedatangan dalang berbakat baru. Fata tak perlu kesusahan untuk mengingat kalau itu adalah Radith yang berambut hijau. Tapi, kali ini Radith mengenakan busana adat Jawa tradisional dengan gestur seolah mengundang, rambut hijaunya dikuncir rapi dan berada di atas blangkonnya. Dalang retro yang funky, Fata berpikir.
Lalu Fata memanggil, "KANA?"
Tak ada jawaban.
"Radith bikin program sialan yang mirip juga rupanya," Fata menggerutu.  
Fata memutuskan untuk mengikuti jejak itu.   Ia langsung memesan pesawat kelas ekonomi untuk menuju Jogjakarta, memutuskan untuk menempuh jalur lambat saja agar lebih santai. 
Dalam perjalanan, ia bertemu dengan seseorang. Sesuatu yang dibawa dalam ranselnya amat sangat ribut.  
Penasaran, Fata mengamati pria itu. Ia jauh lebih muda darinya, mungkin usianya baru awal duapuluh. Fata melihatia mengenakan jeket bertuliskan almamater dengan tulisan besar "HARVARD TECH".
Prototipe pesawat ruang angkasa? Fata berpikir, menduga-duga apa yang berada dalam ransel pria muda itu. .
Lelaki itu dengan ramah menyapanya duluan. Lalu mereka berkenalan.
Fata tak bisa menahan diri untuk tersenyum, ketika ia memperkenalkan diri dengan nama
"Orlick Reid,"
Dan Orlick bercerita kalau ia ke Jogja untuk mengikuti sebuah konfrensi sains sekaligus mengunjungi adiknya, yang baru saja berlari mengarungi gunung Merapi.
Fata tersenyum lagi.
"Dia benar-benar berlari, bukan mendaki, lho." Sahut Orlick. "Kau percaya?"
"Iye, gue percaya," jawab Fata. Terus menerus menahan diri untuk tak mengatakan kalau ia pernah mengenal ayah dan Ibu Orlick.
Karena, kalau membocorkan rahasia, sama saja membocorkan Equilibrium....
Pesawat mendarat dengan mulus di Jogja. Tapi, senyum Fata itu menghilang ketika ia menyaksikan siapa yang menjemput Orlick.
Seorang gadis berkuncir ponytail dengan wajah bersemu merah segar. Kultnya mulai gosong karena matahari tropis, matanya hijau menyala-nyala, dan ia melompat keluar dari jeep yang katanya dipinjamnya dari seorang teman di joga. Ia menatap Fatair. Dan mengenalkan dirinya.
Suara yang amat mirip dengan KANA.  
Fata terperangkap, antara masa kini dan kenangan. Tentang  sosok masa lalu, seseorang yang pertama kalinya menghadirkan sebuah sentuhan teman yang manusiawi, dan juga pada sosok sebuah program yang mewujud dalam bentuk suara, dan suara gadis ini begitu mirip dengan suara itu.
Gadis itu dengan cuek melambaikan tangannya di depan wajah Fatanir yang terbengong-bengong.
"Halo?"
"Eh, maaf..." Fata kembali terlempar ke masa kini. "Pardon, siapa tadi namanya, dek?"
Gadis itu tersenyum reyah. Sebaris gigi yang bersih. Dan bibir yang persis sama, mengingatkannya pada Mima. Lalu ia mengatakan sebuah nama.
"Philla. Philladelphia Reid."
Fata bersyukur, ia telah belajar untuk berjalan ke depan, bukannya menoleh ke belakang...
;
;
;
;
Fin
;
;
;
;
Rkai Asaju, 31 Desember
18.17 at a local warnet


  








 


13 comments:

  1. Kebalikan dari entri Fata, sepertinya walaupun secara OC Mima nggak bisa dibilang IMBA/OP, yang penting adalah niat tulusnya sebagai seorang ibu agar semuanya sebaiknya kembali saja seperti semula, atau mungkin lebih baik. Yang tak bisa diperbaiki terpaksa dipangkas, tapi sisanya, well, bahkan Fata nggak kelihatan terlalu "jahat" pada akhirnya. Dengan tulus juga Mima mengajak pembaca untuk menyukai karakter Fata juga, yang memang seperti itulah dia.

    Seperti entri Fata, di sini tampak setelah segalanya dikembalikan, setelah bidak2 catur dipasang, mulailah tarung hitam melawan putih. Bahkan esensi2 kanon panitia dijadikan berkesinambungan, sampai ke Tamon Rah muncul lagi dan siapa sebenarnya Rah itu.

    Walaupun nggak se-godly entri Fatanir, setidaknya ini sudah menunjukkan secara jelas cara kemenangan dengan willpower. Dan endingnya, walaupun bukan twist yang spektakuler, tapi hangat dan menunjukkan everybody is getting better after BoR, dan BoR telah menghasilkan sesuatu yang lebih positif dan bermakna, making a better world than before.

    VOTE MIMA
    Andry Chang (Fallen OC: Vajra)

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. well, baca entri rasanya sedang di fast forward.. Mungkin perasaan saya saja. Dan juga blm ada kejutan sejauh ini. Bisa dibilang blm bs bikin kokoro ini berdebar kencang. Yah cuma itu aja..

    ReplyDelete
  3. uwaaaah, kanon Mima ini benar-benar solid. A sampai Z dijelaskan dengan detail, hubungan sebab dan akibat terasa masuk di akal. Canon ini bisa dijadikan novel dengan jalan cerita berliku nan menyesatkan.

    :D

    Prolog menuju pertempuran akhir, dijabarkan dari dua sisi yang berbeda menurutku terasa IMBA.....

    Aaaaa.. saya harus belajar banyak dari entry ini.

    btw, moment Fata "nembak" kana sebenarnya bisa dibikin romantis loh~

    Wueeeh, Dimas sang calon bapak :D

    Btw, battle terakhir Fata vs Mima terasa intens, rasanya begitu diangkat tinggi hingga ke langit, tapi lalu dibanting keras dengan kehampaan.

    Karena ini antiklimaks, mokadnya Nekoman, beserta yang lain terasa begitu cepat, flash, sekejap, udah gitu aja. Padahal kan saya mengharap penggambaran epic Battle di luar angkasa ala Star-wars-nya lebih dijabarin lagi.

    Dan sialan si Fata, seperti biasa like a boss.


    Btw, sepanjang cerita berulang kali saya mengira saya lagi baca entry versi om PO. Karena IMHO, background Fata terasa lebih menarik untuk diulas ketimbang Mima sendiri. Dengan kata lain, Mima kena overshadow sama lawannya sendiri (di mata pembaca) wkwkwkwk



    Saya gak nyangka Radith yang jadi pemegang kunci, sempat beberapa kali mengharap kalo Nely juga dilibatkan di sini. Tapi rasanya, dia emang harus fokus dengan kehamilannya saja yaaa.... #digampar_Dimas

    Jadi, pada akhirnya Fata yang udah usia kepala tiga, mau shipping sama Philla?

    **diinjak Mima**

    ReplyDelete
  4. Okeh, setelah baca dari awal sampai akhir cerita kanon punya ibu Mima, akhirnya saya bisa komentar buat entri final ini. Saya tidak akan berbicara soal teknik penulisan, yang saya akan titik beratkan di sini adalah ide dari plot dan karakterisasinya.

    Nilai plus di sini adalah ibu Mima itu sendiri, sebagai seorang karakter, saya merasa ibu Mima ini sangat solid, dan perkembangannya di tiap ronde saya rasa cukup drastis, dengan bumbu adegan aksi yang sangat enjoyable. Ibu Mima action mom kelas top deh.

    Konflik kepentingan dan karakternya juga bagus, saya senang sama motif-motif yang tersembunyi dalam cerita ini.

    Nah, sayangnya, potensi ibu Mima ini kurang dimanfaatkan dengan baik di akhir cerita. Padahal saya bisa merasa bahwa bagian akhir, terutama di metode penyelesaian cerita dan endingnya bisa lebih bagus lagi dibanding ini. Bukan berarti yang ini jelek sih... cuma saya rasa... antiklimaksnya kayak turun dari lantai 10 ke lantai 5 gitu, terlalu cepet.

    Pace ceritanya padahal sudah bagus di awal, tapi sayang banget, saya kurang konklusinya.

    Saya suka cerita ini, tapi sayangnya saya tidak memilih cerita ini, karena saya merasa akhir dari cerita ibu Mima seharusnya bisa lebih epik lagi.

    Terlepas dari itu, selamat kepada Mbak Kay. Ibu Mima sudah menjadi juara bersama Fata menurut saya, cuma beda posisi podium aja, hehe.

    ReplyDelete
  5. Yo, saya datang yo.
    Pertama-tama, congrats buat Mbak Rakai yang udah melaju ke final di debut pertamanya [kayak saya dulu yang langsung masuk final dan ngelawan veteran yang udah 3 tahun ikutan]

    Oke, positifnya :
    - Saya seneng gimana Mima konsisten ngebangun karakternya sebagai seorang ibu yang kuat
    - Saya seneng ide untuk make everything better dengan mengembalikan semua ke "awal", saya semacam setuju dengan 'prinsip' buka lembaran baru, simpan lembaran lama sebagai masa lalu
    - Disini, yang agak banyak disorot adalah Fata, tapi sikap Mima bikin dia keliatan kuat jadi ga jomplang [apa ini bahasa indonya orz]

    TAPI TAPI TAPI, ada beberapa hal yang bikin saya agak ga sreg :
    - Saya ngerasa datar. Biarpun endingnya indah, saya ngerasa "too common". Hampir ga ada gejolak yang bikin saya terharu.
    - Pace di akhir agak keburu buat saya, tapi mengingat Mbak Kay nyelesaikan final dengan kondisi sibuk IRL (tetep semangat ya bu) saya rasa sudah good news banget Mba Kay ga WO.

    PS :
    Selamat buat Radith yang jadi Dalang dan melestarikan budaya Jawa //yha
    dan Buat Dimas yang bakal jadi Bapak. Kalau cewek, tolong anaknya jangan diembat :>


    P.S.S :
    Salam dari Kaz



    Regards
    Dee

    ReplyDelete
  6. Entri Mima ini gimana ya? Kerasa lebih mirip entrinya Fata daripada Mimanya sendiri.

    Setengah bagian entri ini berisi penjelasan detil dan full dialog, kadang terasa jenuh bacanya dan banyak yang saya skip, hehe. Tapi itu karena kebanyakan udah dijelasin di entri sebelumnya, jadi sebenarnya tidak perlu diceritain terlalu detil lagi.

    Setengah bagian lagi, diisi pertarungan Fata dan Mima. Di sini harusnya menjadi tempat Mima untuk bersinar, tapi malah justru Fata yang menjadi pusat perhatian sampai akhir. Dan gak tau udah janjian ato gak, tapi entri Kang Po dan Mba Rakai sama-sama menetapkan pihak lawan sebagai pihak yang berhasil mendapatkan Laplace. Tapi mungkin di entri Mima yang lebih kentara, seakan Mba Rakai menyatakan kalau Fata yang jadi juara, daripada Mima sendiri. Ini agak blunder sih kalo menurut saya.

    Secara keseluruhan, entri ini menawarkan ending yang manis. Walo lagi-lagi, kenapa malah Fata yang muncul di epilog XD

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  7. AYE NGEVOTING MPOK MIMAA

    di sini aye ngebacanye lebih lancar gitu,,,di banding cerita di sebelah,,enak ngeliat semua cerita dari awal dihubungin sampai akhir jadinye biarpun aye agak bolong- bolng baca cerita mpok mima jadi bisa tetep ngikutin gitu deh

    aye paling suka bagian endingnye biarpun dikata yang lain kayaknye lebih berat di patanir tapi menurut aye sih pas- pas aje,,,aye ngedukung Mpok mima buat jadi jawaraa!!

    ReplyDelete
  8. Yay, sekian lamanya saya rubuh, akhirnya saya ngasih komentar lagi. Pertama di entrinya mbak Kay.

    Saya keknya bakalan cuma repetisi aja ya? Saya suka sih sama karakter Mima yang solid dengan bg keibuannya. Cuma ya, seperti kata yang lain. Tensi yang disajikan lebih-lebih lancar saja, minim kejutan. Sementara entri sebelah, welp.. Saya ngerasa ending yang saya bikin ngereplikasi punya beliau..

    Sekali lagi maaf ya mbak Kai, saya vote Fata.

    ReplyDelete
  9. Sebelumnya saya ucapin selamat dulu kepada dua finalis, yang setelah melalui berbagai tantangan dan lika-liku selama setengah tahun lebih ini akhirnya bisa berdiri di panggung terakhir turnamen ini, menyingkirkan seratus peserta lain yang gugur di sepanjang jalan

    Sejujurnya saya bener" lagi ngga mood buat baca atau komen entri, tapi buat penghargaan ke kedua penulis, bolehlah kita abaikan dulu masalah pribadi saya

    Singkat aja, saya pertama baca punya Mima. Menyambung canon dari ronde" dahulu, sekarang Mima dan suami ngebuka entri dengan adegan ala film action, dan mengakhiri entri dengan kembali ke tema keluarga yang solid. Sementara Fata, seperti biasa khas penulis selama 3 tahun terakhir ngebawain entri kolosal yang biasa dilabel dengan istilah kosmik ilahiah

    Masing" entri punya kelemahan dan kelebihannya sendiri, dan setelah selesai baca keduanya, akhirnya saya putuskan untuk VOTE FATA

    Alasannya ada dua. Dari segi Strength, entri final Fata lebih ngebawain kesan penultimate, dan penulis beneran keliatan all out + true to its own character. Gimanapun juga ini final, jadi alih" mikirin pembaca, emang sebaiknya penulis nulis apa yang mau dia tulis. Dan entri Fata dengan segala kehebohan pertarungan terakhirnya berani menutup turnamen ini dengan ending yang tidak biasa, ga seperti 4 finalis sebelumnya. Dan penulis berhasil mengemasnya dalam format tulisan yang ngehook pembaca baik dari segi narasi sampai pemenggalan subbab

    Alasan keduanya dari segi Weakness, yang berarti perbandingannya kenapa entri Mima lebih lemah di mata saya. Penggunaan Elite Four di sini agak jarring dan berasa alakadarnya, side char yang agaknya terlalu convenient kayak Radith dan Tan Ying Go, dan yang paling fatal di tengah entri hingga akhir saya malah ngerasa ini cerita tentang Fata alih" Mima. Padahal selayaknya Mima jadi sorotan utama di panggung terakhir ini, kalo perlu egois sekalian dan makan jatah lawan. Plus, kalau dibanding Fata, judul entri final Mima kerasa aneh dibaca

    Akhir kata semoga kedua penulis dapet banyak pengalaman baru di perjalanan bernama BoR V kali ini

    Sampai ketemu di turnamen selanjutnya

    ReplyDelete
  10. Tulisan Mima ini beneran enjoyable buat aku, karena ceritanya rasanya ngalir enak dan nggak ngebosenin. Aku suka sama pemakaian istilah asingnya ngebikin tulisan ini rasanya jadi lebih mewah. Aku juga suka bgt sama romantisnya Mr. dan Mrs. Reid yang nggak romantis tapi beneran bikin melting heart bgt dari gimana mereka saling care, saling melindungi sama saling cemasnya buat satu sama lain dan buat anaknya juga. Tapi karena emang harus dibandingin sama punya Kak Fata, keseluruhan plot sama ide ceritanya punya Kak Fata kerasa lebih asik aja. Kayak battlenya misalnya, cerita Mima ini nggak kerasa kayak ini tuh finalnya gitu. Padahal selain harus battle berdua juga harus ngelawan empat panitia lagi yang udah digambarin kalo mereka ngeselin dan jahat bgt. Rasanya aku lebih suka tulisan mima sebelumnya, disana semuanya kerasa lebih asik aja. Tapi ending yang semuanya bahagia, Mr. dan Mrs. Reid terutama Mima mau nikmatin masa depan yang ngalir aja dan mereka bakalan ngeadapin semua barengan sama Kak Fata juga bisa nikmatin hidupnya, itu beneran bikin hati jadi anget :)

    ReplyDelete

  11. saatnya komentar dan vote.

    Saya pilih MIMA.

    karena saya feminist. hahahahahahahaah


    oke, jawaban serius dengan pembanding.

    ini kayak ngeliat captain america vs apocalypse. superhuman vs mutant yang dapat eksistensi layaknya doom yang menghapus semesta dan menulis ulang kembali.

    Entri Mima manusiawi. entri Fata udah ketuhanan.

    Entri mima itu bener-bener pantas untuk jadi ending keseluruhan Battle of realms, semua elemen masuk, bener-bener nyambung dengan entri paling awal sekalipun. Bahkan ini bener-bener masuk dengan canon panitia.

    masalahnya, ini kenapa ending akhirnya lebih condong ke gambaran fatanir? tapi itu membuktikan Penulis mampu menguasai karakter lawan.


    entri fata, ini bahkan udah lebih tinggi dari tema Battle of realmsnya. aye langsung drop (walau akhirnya lanjut baca lebih cepat) di bagian NUN. kurang suka ending yang begitu, penyatuan diri dengan kekosongan semesta. yang begini rasanya memaksakan kemampuan laplacenya. tapi sekali lagi, kompleksitas ceritanya, salut dah.

    lebih rapi entri fata sih dibanding mima.

    Dan penilaian terakhir karena endingnya mima lebih cute daripada fatanir.






    Good job untuk Mima dan Fatanir.
    sampai bertemu di BOR VI jika berkesempatan.

    ReplyDelete