31.12.15

[FINAL ROUND] FATA - NIR



Prolog
Nir


Mereka berdiri menghadap langit berbintang. Matahari segera naik dengan kecepatan yang tak wajar, membuat malam tiba-tiba menjadi siang yang biru redup karena secara unik, bintang-bintang tetaplah berkelip indah seakan ingin membuat kontras pada langit.

Jauh di atas garis batas atmosfir, sebuah lautan dengan berbagai satwa akuatik aneka warna serta bentuk berenang di dalamnya, memperlihatkan lautan yang sama sekali lain dari lautan di bumi atau di planet manapun.


Mereka menikmati keindahan tersebut. Lautan itu melayang terbalik di antariksa, permukaan airnya yang berombak menghadap bumi dan lapisan dalamnya justru menjulang ke langit.

Mereka menutup mata, lelah. Wajah kedua insan itu mendingin, saat mereka berbaring di tanah berumput dengan napas tersendat.

Ketika napas mereka berhenti, maka langit terbelah dua. Lautan di atas langit itu tumpah ruah saat gravitasi yang selama ini menjaganya tetap mengambang justru kini buyar terurai. Satwa-satwa laut meratap, bintang-bintang menghitam bagai dipadamkan.

Hari itu, dunia mati.


----


13
Wajah di Balik Topeng


Namanya adalah Fata. Pemuda berjambul kribo ini memiliki kemampuan unik dalam menguasai berbagai jenis teknologi. Dia dipanggil ke dalam sebuah realm bernama Sol Shefra, untuk mengikuti sebuah turnamen hidup dan mati.

Melalui berbagai perjuangan dan intrik, Fata telah mengalahkan lawan-lawannya. Pertarungan terakhirnya adalah di sebuah benteng bernama Proto Merkavah, di mana Si Kribo membunuh dua musuh yang sangat tangguh bernama Kusumawardani dan Eophi Rasaya.

Namun setelah itu, muncullah dua sosok di hadapan Fata. Yang pertama adalah seseorang bermantel hitam yang mengenakan topeng berbentuk wajah manusia.

Yang satu lagi adalah seorang gadis bergaun ungu. Gadis itu, yang kejernihan wajahnya melebihi puisi. Yang rambutnya panjang mengombak, seputih salju yang melarut pada musim bunga bermekaran.

"Kak Fata menang juga, yah." gadis itu berucap, terdengar riang namun dipaksakan.

"Kana:" sahut Fata dengan perasaan campur aduk, "Katastrofium Eterna."

"Cuma Kak Fata yang memanggilku dengan nama itu, kan." Kana menyahut lembut sambil menunduk, "Aku adalah kreator turnamen ini. Di jagat ini, aku memakai nama yang diberikan untukku. Namaku Tamon Ruu Syana."

"Heh, aku yang kasih kamu nama duluan."

"Aku hanya ingin lari...dari identitasku yang asli. Tapi Kakak..." gadis berparas jelita itu tersendat, "Kakak malah memberiku nama yang sungguh menggambarkan diriku sebenarnya."

"Ha?" Fata bengong mendengarnya.

Ruang yang mereka tempati serta-merta ditelan oleh gelombang yang menyeret mereka semua ke dimensi lain. Pemandangan di sekitar mereka mendadak berubah menjadi sebuah ruang putih kosong dengan beberapa sosok saja.

Sosok bertopeng kucing bernama Nekoman. Figur bermasker gas bernama Sakaki Ko. Siluet hitam bernama Blackz. Setan membara bernama Thurqk.

Bidadari bergaun ungu, Tamon Ruu Syana, atau yang Fata kenal selama ini dengan sebutan Kana: Katastrofium Eterna.

Lalu satu lagi makhluk bertopeng, yang Fata juga mengenalnya.

Kenapa? Kenapa dia mengenal mereka semua?

Saat itulah,  sang manusia bertopeng angkat bicara. Suaranya lirih namum tajam. Dan yang diucapkannya justru adalah mantra asing yang akan mengungkapkan semua yang ingin Fata ketahui--

"Tempus Revertana."

Dalam sekejap, Fata merasakan ada suara bagaikan segel terputus, namun Si Kribo tahu bahwa suara itu hanya terjadi dalam otaknya.

Fata terperangah. Itu adalah suara lepasnya segel ruang hampa yang memenjara akses memorinya selama ini. Selama ini...makhluk bertopeng itu yang telah mengunci memorinya?


---


Dulu sekali, hiduplah seorang gadis kecil. Namanya adalah Tamon Ruu Syana.

Syana adalah puteri tunggal di sebuah kerajaan. Keanggunannya yang bersahaja membuat namanya tersiar melewati samudera hingga tersohor di berbagai negeri.

Bahkan di usianya yang belum genap lima tahun sekalipun, tak terhitung raja serta pangeran yang datang untuk mempersunting anak itu, seperti hilang akal karena hanya karena melihat kecantikan wajahnya.

Namun Syana sudah memiliki seseorang yang berarti untuknya, lebih dari yang lain. Dia adalah seorang anak laki-laki yang selalu mengenakan topeng. Pertemuan mereka berawal sejak anak laki-laki itu melihat sebuah karnaval. Sang puteri telah menyelinap keluar dari istana tanpa diketahui para pengawal, mengenakan kain tipis untuk menutupi wajahnya seperti cadar, dan menyamar sebagai rakyat biasa.

Namun di sana, banyak yang terkejut saat mengenali Syana. Cadar itu hanya menutupi wajahnya, namun rambut sang puteri yang seputih salju itu terlalu mencolok. Hanya saja, memiliki ciri-ciri identitas yang mudah dikenali, dapat membawa marabahaya.

Tanpa sempat dicegah, beberapa lelaki yang bermaksud buruk langsung menggendong Syana Kecil secara paksa dan berlari ke dalam sebuah gang. Gelapnya malam itu langsung berubah riuh. Syana terkejut dan takut sekali.

"Penculik! Gadis itu menculik Sang Puteri!"

Puluhan pengawal mulai mengejar dan mencabut senjata, tapi anehnya para penculik itu tak pernah bisa terkejar. Sampai suatu ketika,

"Berhenti!" seorang anak lelaki berusia sepuluh tahunan menghadang para penculik di persimpangan gang. Mungkin Syana terlalu panik sehingga berhalusinasi, namun anak lelaki itu mengacungkan tangan ke arah orang-orang jahat itu sambil entah bergumam bahasa apa.

Dalam kurang dari sepuluh detik saja, para penculik roboh berjatuhan ke tanah dengan darah mengucur dari mulut mereka.

Berkat pertolongan Si Topeng Kecil, hidup Syana selamat.


---


Setiap malam, Si Topeng Kecil selalu menyelinap naik ke atas menara istana. Dia mengetuk jendela kamar Syana.

"Topeng Kecil!"

"Sssst. Kau mau ke pasar malam?"

Syana diam saja. Tetap di kamar atau berusaha melewati penjagaan para prajurit?

Tak sabaran, Si Topeng Kecil menutup mata gadis itu menggunakan tangan. Dan--

"Apa...?"

Sesaat kemudian, entah bagaimana, Syana menyaksikan bahwa dia sudah tiba di pasar malam.

"Apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Syana sambil menatap kagum pada anak lelaki itu. Yang ditanya hanya diam. Entah kenapa, respon yang misterius itu malah membuat sang puteri cilik semakin terpesona.

Sejak itu, kehidupan Syana sangat asyik. Puteri Kecil itu tak lagi betah di istana. Untuk apa tinggal dalam dinding mewah, jika ternyata dia dapat beternak ikan di pedesaan timur. Apalah gunanya mengikuti rapat politik istana, jika Si Topeng Kecil mengajaknya mengumpulkan kerang di pantai.

Hari-hari berlalu bagai burung yang terbang. Kini Syana berusia lima belas tahun. Kini, setiap pertemuan dengan Si Topeng Kecil sudah mengubah perasaannya menjadi sesuatu yang lain. Ya, dia jatuh cinta.

"Jangan tinggalkan aku, Topeng Kecil..." begitu kata Syana suatu hari, berbunga-bunga, pada si anak laki-laki yang kini sudah menjelma menjadi pemuda umur dua puluhan yang hingga kini tak pernah sekalipun dia lihat wajahnya.

Si Topeng Kecil terdiam.

Tapi Syana mampu merasakan, bahwa sepertinya wajah di balik topeng kuno itu baru saja mendapatkan hal yang ditunggunya selama ini.

Lalu dia mengangguk tenang, "Jika kau ingin aku bersamamu selamanya?"

"Ya."

"Maka maukah kau pergi dari negeri ini, dari alam ini...bersamaku?"

Kata-kata itu tak wajar.

Saat itu, Syana tak mengerti apa yang dimaksud oleh lelaki itu. Tapi setelah itu, kilau sinar ungu memunculkan sebuah  portal asing membuka di udara. Dari dalam portal tersebut, muncullah dua sosok pria yang mendekat lalu berdiri mengapit Si Topeng Kecil. Bagai mengawal seorang raja.

Satu adalah pemuda berbaju hitam dengan sebuah minuman kaleng di tangannya. Yang satu lagi adalah seorang tua berjanggut serta memakai jas putih.

"Apakah kau...percaya padaku?" Si Topeng Kecil mengulurkan tangannya pada Syana, seperti hendak mengajaknya ke suatu tempat yang sangat jauh. Pancaran kilau portal yang bergolak keunguan di belakang punggung sang remaja bertopeng, membuat tubuh lelaki itu tampak seperti bayang-bayang hitam yang padat.

Sang puteri awalnya bimbang dan panik melihat segala fenomena asing ini. Namun Syana melihat sorot tatapan di balik lubang mata topeng itu. Sorot mata itu penuh keyakinan seorang pria.

Keluarganya, teman-temannya di kerajaan, rakyatnya...semua terlupakan. Maka Syana segera memantapkan hatinya.

"Aku percaya padamu...Topeng Kecil."

Tangan mereka bersentuhan.

Seketika itu pula tubuh Syana, Hewanurma, Pamungkas, serta Si Topeng Kecil, semua lenyap tertelan gelombang cahaya ungu dari portal dimensi magis.

---

Mereka berdiri di hadapan sebuah struktur raksasa berbentuk roda yang tak terlihat ujungnya.

Struktur itu memberikan perasaan pada Syana bahwa dia pernah bertemu dengan roda tersebut sebelumnya, dan juga perasaan aneh bahwa dia akan bertemu dengan konstruksi itu pula suatu saat kelak.

"Inilah Roda Waktu," Si Topeng Kecil menyibakkan tangan seakan menyajikan roda itu pada Syana, "Para ilmuwan dimensi keempat menyebut benda ini dengan..Laplace."

Syana menatap pada pemuda misterius itu, "...Siapa kau sebenarnya, Topeng Kecil?"

Sang puteri selalu menahan diri untuk menanyakan nama atau identitas asli sang pemuda, meski mereka telah saling mengenal selama sepuluh tahun. Namun kini, semua fenomena yang Syana sedang alami terlalu dahsyat untuk diabaikan begitu saja. Maka pemuda itu mulai berkisah.


---


Pria berbaju hitam bernama Pamungkas. Pria berjas putih bernama Hewanurma. Mereka berdua adalah dua ilmuwan terhebat di dunia, yang telah melakukan berbagai eksperimen fisika kuantum menggunakan lubang hitam serta materi gelap yang merupakan penyusun ruang waktu.

Melalui semua itu, mereka berhasil membuktikan bahwa alam semesta tidak hanya satu, namun tak terhitung jumlahnya. Semesta-semesta itu tersusun berlapis bagaikan kulit bawang, dan masing-masing semesta terlalu luas sehingga tak ada satu pun makhluk di satu jagat yang akan menyadari keberadaan makhluk di jagat lain.

Tak ada satu pun, kecuali mereka berdua.

Maka dari sanalah, Pamungkas dan Hewanurma memiliki suatu ambisi besar. Ambisi itu adalah, menyatukan seluruh semesta paralel menjadi satu semesta saja. Mereka ingin membuat terobosan untuk membuat sebuah dunia, di mana seluruh makhluk dapat saling terhubung dan bertemu.

Mereka membuat sirkuit supercanggih yang mengantarkan diri mereka melintasi semesta demi semesta, sambil mencari sesuatu yang ada dalam spekulasi mereka: Pusat Ruang-Waktu.

Bila jagat-jagat ini tersusun sedemikian rumit namun juga tertata dalam keraturan yang menakjubkan, maka semestinya ada sesuatu yang mengatur semuanya dalam satu otoritas. Otoritas ini akan sanggup menyatukan seluruh jagat. Hal itulah yang ingin mereka upayakan.

Dan setelah menelusuri jejak energi yang begitu tersamar, dalam waktu ribuan tahun, mereka berhasil.

Melewati dimensi ketiga, dan mencapai dimensi keempat. Maka mereka berhasil. Di sanalah mereka tiba, di depan struktur pengatur jagat tersebut.

Struktur itu adalah Laplace, Roda Waktu yang mengatur masa lalu hingga masa depan.

Hanya saja, mereka tak menduga bahwa ketika mereka tiba di sana, justru mereka disambut oleh seorang sosok bertopeng. Kadang sosoknya berupa anak kecil dan kadang berganti menjadi pria dewasa.

"Aku telah menunggu kedatangan kalian." ucap Si Topeng Kecil, membuat Pamungkas serta Hewanurma terperanjat.

Si Topeng Kecil menjelaskan. Dia adalah makhluk artifisial yang disusun oleh Laplace. Dia memiliki satu tujuan yang telah diprogram oleh dalam dirinya: mencari Sang Pewaris yang pantas mengendalikan Laplace. Mengatur dimensi paralel, masa lalu hingga masa depan. Sebuah kekuatan tak terbayangkan.

"Tunggu. Laplace menugaskan makhluk buatannya untuk mencari Pewaris yang pantas? Dengan segala kekuatan ini, kenapa tak menentukan saja sendiri?" Pamungkas memprotes logika cerita itu

Si Topeng Kecil menjawab "Aku tunduk pada pemrograman Laplace. Namun Laplace pun hanya bertindak mengatur rangkaian semesta secara otomatis, sesuai kehendak [DIA]."

"[DIA]...Kau sedang bicara tentang...Tuhan?" Hewanurma bergumam tak percaya.

"Tak ada yang tahu," jawab Si Topeng Kecil sambil mengangkat bahu, "[DIA] tak dapat dideteksi, dicari, atau diukur dengan parameter apapun bahkan menggunakan seluruh kekuatan Laplace. Namun keberadaan Sistem Laplace yang nyatanya bersifat otomatis, sudah menjadi bukti keberadaan-[NYA], tidakkah begitu?"

Laplace tak memiliki kesadaran maupun kepribadian, sementara Si Topeng memiliki jiwa dan kepribadian buatan. Makhluk artifisial tersebut juga dibekali dengan sebagian kekuatan Laplace.

Namun jiwa buatan inilah yang membuat Si Topeng memiliki pilihan. Dialah yang harus menyelenggarakan seleksi untuk menentukan Sang Pewaris, kemudian mempertemukannya dengan Laplace itu sendiri.

Hanya saja, bagaimana cara mentransfer kekuatan Roda Waktu ke dalam manusia? Apa manusia takkan mati karenanya? Dan seperti apa manusia yang pantas mewarisi kekuatan sedahsyat itu? Bila Si Topeng saja sudah dapat menguasai sebuah peradaban dengan mudah hanya dengan pinjaman sebagian kekuatan Roda Waktu, bukankah siapa pun yang mengendalikan keseluruhan Laplace akan menjadi sama saja seperti Tuhan?

Mengamati berbagai jenis anomali dan fenomena dalam Roda Waktu, Si Topeng mengamati bahwa ada satu keberadaan yang memiliki kualitas yang dicarinya.

Itulah keberadaan yang disebut Si Topeng sebagai Gerbang Putih.

Si Topeng Kecil mengamati keberadaan istimewa itu, satu-satunya keberadaan di multisemesta yang mampu menobatkan seseorang sebagai Sang Pewaris.

Nama Gerbang Putih itu adalah Tamon Ruu Syana.


---


"Maafkan aku, Syana. Aku telah...memperalatmu, selama ini." ujar Si Topeng Kecil dengan berat hati, mengakui kesalahannya pada Puteri Syana.

Si Topeng Kecil menteleportasi para penculik hingga berada pada tempat terdekat dari lokasi Syana di pasar malam, membuat mereka mengenali sang puteri dan menculiknya. Dengan menipulasi arah vektor, dia membalikkan aliran darah dalam tubuh semua penculik tersebut hingga tak sadarkan diri.

Ini adalah rencana Kairos yang sudah disusun rapi demi meraih simpati Syana. Karena selama sepuluh tahun ini, Syana selalu merahasiakan bakat aneh yang dimilikinya.

Sejak lahir, Syana selalu mampu melihat benda bernama Laplace yang berdiam di ujung waktu. Benda itu seolah menunggunya untuk berbuat sesuatu yang entah apa.

Itu membuat Syana takut dengan dirinya sendiri. Sehingga sejak kecil, dia menjadi anak yang penyendiri.

Namun ternyata ada yang sanggup mendeteksi kemampuannya. Si Topeng Kecil. Kini tahulah sang puteri, kenapa pemuda itu menolongnya. Mendatanginya setiap malam untuk berbincang. Bersahabat dengannya. Tersenyum saat mendengar rengekannya yang manja.

"Kebaikanmu selama ini, karena kau ingin aku...menentukan Sang Pewaris...untukmu, Topeng Kecil?"

Si Topeng Kecil mengangguk. Hanya sang puteri yang mampu menentukan hal itu. Dua makhluk itu bertatapan sendu, sementara di belakang mereka Laplace mengeluarkan detakan berat bagai jantung raksasa saat mengatur Tatar Multirealita.

"...Baiklah."

Kini, Si Topeng Kecil yang terperanjat mendengar jawaban itu. Syana menyelami mata sang pemuda, sang makhluk artifisial itu, dalam-dalam. Dan entah kenapa, sesuatu dalam dada Si Topeng Kecil terasa perih.

"Meski kau menipuku agar perasaanku padamu menjadi seperti ini..." Syana perlahan tersenyum simpul, "Namun tetap, perasaanku ini sendiri adalah nyata."

Maka seperti itulah, Syana berjanji akan meleburkan Sang Pewaris pada Laplace, bila sudah ditemukan. Syana melihat ke dalam Roda Waktu tersebut, dan mengerahkan persepsi energi miliknya.

"...Regalia."

Dengan kemampuan itulah, kedua mata sang puteri berubah fungsi. Dia melihat dunia dalam bentuk ekosistem energi berbagai rupa. Syana memilah berbagai jagat dalam seleksi inderawinya, dan memilih berbagai makhluk yang tersebar di antara semua itu. Makhluk-makhluk apa sajakah yang memiliki kemungkinan tertinggi untuk dapat dilebur dengan Laplace?

"Laplace hanya menerima keberadaan dengan energi spirit tertinggi, kekuatan jiwa terbesar untuk berjuang..." Syana berbisik dengan wajah kagum saat merasakan pemetaan energi realita melalui Roda Waktu. Kekuatan jiwa...hal abstrak seperti itukah sosok yang dirindukan oleh Laplace?

"Seratus keberadaan dari berbagai semesta..." Sang puteri akhirnya menemukan manusia-manusia super dan makhluk-makhluk buas  dalam daya cakupan pengamatan metafisiknya,"Tapi aku..."

"Ada apa, Syana?" tanya Si Topeng Kecil.

Syana menarik napas, "Aku tak dapat..aku tak dapat memastikan energi spirit milik siapa di antara mereka yang paling tinggi, yang paling pantas."

Hewanurma dan Pamungkas berpandangan. Gadis remaja ini tampak lugu, namun kekuatannya begitu mengerikan. Meski demikian, sangat wajar mengalami kesulitan dalam penentuan Sang Pewaris.

Karena Syana harus memilih satu makhluk dari sedemikian banyak jumlah semesta.

"Kalau begitu,"  Si Topeng Kecil terdiam sejenak lalu memutuskan, "Kita akan membakar api peperangan di antara mereka."

"Peperangan?"

"Sebuah turnamen. Sebuah pertarungan hidup dan mati, di mana kegigihan dan kekuatan spirit yang tertinggilah yang akan menang."

Hewanurma merespon, "Ada kemungkinan bahwa Sang Pewaris belum memiliki kekuatan jiwa yang cukup. Bagaimana jika orang itu justru dikalahkan oleh petarung bertenaga besar namun tak punya kualitas spirit yang dicari oleh Laplace?"

"Karena itulah aku akan menyamar menjadi salah satu peserta," jawab Si Topeng Kecil, "Sementara sepanjang peperangan ini berlangsung, Syana akan terus memonitor luapan energi spirit dengan kemampuannya. Dengan begitu, persentase keberhasilan akan meningkat."

"Peperangan...di mana kita akan mengadakan peperangan ini?" Syana bertanya walau sesungguhnya, dia ketakutan saat mendengar Si Topeng Kecil mengucapkan kata 'perang' dengan mudahnya.

"Dari pertanyaanmu, Syana...apakah aku dapat mengasumsikan bahwa kau setuju dengan rencana turnamen ini?" Si Topeng Kecil malah bertanya balik.

"Aku..."

"Berarti peperangan ini akan diadakan di tempat ini, Hisaria Sol Shefra." ucap Pamungkas menyela. Syana hendak bertanya, namun Pamungkas sudah menjawab sambil menunjuk Si Topeng Kecil, "Inilah Hisaria, tempat kita berada sekarang. Hisaria adalah dimensi keempat, sebuah realita elit yang tercipta dari kekuatan Roda Waktu. Si Topeng Kecil, sebagai perwakilan Laplace, memegang secuil kendali dari Hisaria."

"Di dimensi ini, waktu dan ruang adalah berupa aliran yang dapat kau telusuri. Kau dapat pergi ke jagat mana pun dari sini. Kau dapat mendatangkan makhluk dari jagat mana pun ke tempat ini. Karena pusat pengatur Hisaria sesungguhnya adalah Roda Waktu." lanjut Hewanurma dengan mimik wajah antusias, "Bayangkan, Syana, bayangkan perasaan mereka ketika bertemu dengan makhluk dari semesta yang berbeda!"

"Apakah mereka akan menerima satu sama lain dengan tangan terbuka, membuat proyek antar dimensi, atau justru saling membunuh? Mendebarkan sekali!" Pamungkas menimpali dengan gairah saintifik yang sama.

"Objek..." Syana merenung, menyaksikan Pamungkas serta Hewanurma yang bersemangat. Ternyata ambisi mereka untuk menyatukan semua dimensi, justru telah tercapai dengan adanya Realita Hisaria milik Si Topeng Kecil.

Sungguh sulit dipercaya. Sepuluh tahun ini Syana mengira sudah mengenal Si Topeng Kecil, tapi ternyata kenyataan betul-betul berbeda dengan prasangka lugunya.

Walaupun begitu...ada sesuatu yang dipikirkannya.

Si Topeng Kecil mengatakan bahwa dia hanya hidup untuk mematuhi program Laplace, sementara Laplace sendiri menjalani program untuk mencari Sang Pewaris agar dapat menyatu dengannya.

Tapi, haruskah Laplace diwariskan?

Haruskah Laplace...dimiliki oleh siapa pun juga?


---


Sang puteri menemui Hewanurma dan Pamungkas. Dia mengatakan bahwa dia ingin menggunakan Roda Waktu untuk menemui para peserta di semesta masing-masing, sebelum pertandingan dimulai.

Mereka mempersilakan saja, namun mewanti-wanti bahwa tampilan fisik Syana bisa saja berubah mengikuti umurnya di zona waktu semesta yang bersangkutan, begitu dia memasuki Laplace untuk mencari koordinat dimensional tertentu.

Syana mengangguk. Si Topeng Kecil takkan curiga, karena dia yang merupakan makhluk artifisial tak mudah menebak perasaan makhluk hidup berjiwa sejati.

Tapi...Hewanurma dan Pamungkas adalah manusia.

"Apakah kau baik-baik saja, Syana?" adalah Pamungkas yang pertama kali bertanya, ketika melihat raut wajah khawatir pada sang puteri.

"Aku..."


---


Roda Waktu itu bernama Laplace.  Dia tersimpan di dalam dimensi keempat. Dimensi keempat merupakan milik Si Topeng Kecil untuk sementara, sebelum nantinya akan diserahkan pada Sang Pewaris yang asli.

Di dalam Roda Waktu, terdapat variabel kosmik dengan jumlah tak terhitung. Arah. Massa. Kecepatan. Gravitasi. Angka. Dan semua yang nengatur kehidupan semesta.

Namun  semua variabel tersebut, yang biasanya berkuasa atas para makhluk, akan menjadi keberadaan fisik bila disentuh oleh Sang Pewaris.

Artinya, seseorang yang memiliki Laplace dapat mengendalikan variabel apapun yang dia kehendaki. Kekuasaannya akan meliputi seluruh multisemesta. Dia akan menundukkan seluruh dunia dalam satu perintah sederhana.

"Gi..." Si Kribo mencengkeram wajahnya sendiri erat-erat, seolah hendak meremas kepalanya sendiri sampai hancur. Dia baru saja menerima arus informasi raksasa dari memorinya sendiri, yang selama ini terpenjara dalam segel hampa yang dikendalikan oleh sang makhluk bertopeng.

Si Topeng Kecil, begitulah Syana memanggilnya. Tapi kenapa masa lalu Syana dan Si Topeng Kecil juga ada dalam kepala Si Kribo? Bagaimana bisa Fata mengetahui memori atau masa lalu orang lain, yang berasal dari dimensi yang sama sekali berbeda dengan dirinya?

"Apakah kau siap, Fata?" Si Topeng Kecil meremas topeng kunonya sendiri sampai hancur. Serpihan logam tipis yang berjatuhan mengekspos wajah aslinya.

Seorang pemuda pucat berambut putih yang sangat tampan. Tatapannya meremehkan dunia yang ada di hadapannya. Dialah satu-satunya makhluk dimensi keempat yang pernah ada, sang penjaga Roda Waktu dengan jiwa artifisial.

Laplace memberinya nama--

"Apakah kau siap menghadapi Sang Pewaris?"

--Alshain Kairos.


---


Si Topeng Kecil bernama Alshain Kairos. Kairos menyusup sebagai salah satu peserta Battle of Realms untuk menguji kepantasan para pewaris secara langsung.

Tekad. Spirit. Kekuatan macam apa itu? Bisakah dihitung? Bisakah dibuktikan keberadaannya?

Satu demi satu petarung menemui ajal di tangan Kai tanpa menjadi halangan berarti, membuat kandidat Sang Pewaris semakin sedikit dalam waktu singkat.

Ternyata di ambang kematian, semua makhluk yang awalnya terkesan tangguh justru menunjukkan kelemahan tekad. Kairos pun bosan.

Namun siapa yang menduga, bahwa Kai yang mampu memanipulasi arah dan waktu, akan kalah secara mengejutkan...

Di tangan seorang wanita.


---


12
Mima Shiki Reid


Seorang wanita muncul di ruangan itu. Rambutnya sepanjang bahu untuk memudahkan pergerakan, dan dia memakai zirah kevlar hitam tipis. Fleksibel namun kuat. Tatapannya waspada, ketika dia berjalan maka sebentuk baton serta sepasang pistol apik tampak tersemat di pinggangnya.

"Kana," ujar Si Kribo pada Kana, "Aku mesti ngelawan Emak-emak ini?"

Wanita itu menukas cepat, "Jangan banyak tanya."

"Mima Shiki, Fatanir." Kana bukan menjawab namun justru menjelaskan pada mereka berdua, "Ini adalah...pertarungan terakhir. Laplace berada dalam diri salah satu dari kalian. Hanya dia yang berbekal tekad terkuatlah, yang dapat menjadi Laplace."

"Apa maksudnya tekad terkuat?" tanya Mima.

"Untuk pertarungan terakhir ini, kalian akan memegang kendali penuh atas Hisaria." tukas Kai, "Dengan kata lain, seluruh dunia ini dapat kalian manipulasi untuk meraih kemenangan. Namun, Hisaria dan Roda Waktu akan memberikan kendali pada siapa saja di antara kalian yang memiliki hasrat paling tinggi untuk menang."

Mima mulai memastikan, "Apakah jika aku  menang, mewarisi Laplace...itu berarti aku dapat--"

"Menghapus semua data yang terkait Equilibrium secara permanen. Ya," Kairos menjawab dengan suara jernih, "Kekuasaan atas Hisaria hanya contoh kecil. Pewaris Laplace yang sesungguhnya, berkuasa atas multijagat."

Mima tersentak, "berkuasa atas...multijagat...? Aku tidak--"

Kana / Syana menoleh pada Si Kribo, "Dan Kak Fat--dan Fatanir? Apa yang kau impi-impikan selama ini?"

"Mo tauuu aja."

Diam-diam, jantung Kana berdebar kencang. Dia menarik napas dalam, melirik singkat pada Kairos...dan mengangguk.

"Ciptakanlah hari esok...dengan tangan kalian sendiri."

Dimensi yang mereka pijak mulai menyerpih, sehingga semua benda menghilang. Semuanya, kecuali kedua petarung yang tersisa.

Mima dan Fata berdiri di tengah bidang putih yang kosong.


---


Dunia itu bagaikan selembar kanvas tiga dimensi, menunggu untuk ditumbuhkan oleh nyala imajinasi.

Ini adalah bentuk awal dari Hisaria Sol Shefra. Roda Waktu telah menghapus semua objek yang ada di dalamnya.

Karena Lplace telah mengenali kalian. Dia menyatakan bahwa hanya satu di antara kalianlah yang dapat menggunakan dimensi keempat ini seutuhnya.

Maka tentukanlah, apa yang akan kalian lakukan pada dunia ini.

Itu suara Kai, makhluk dimensi keempat berjiwa artifisial. Mima tampak kesal mengalami situasi tak terkendali tersebut,, namun masih dapat menguasai diri.

"Kau...namamu Fata?" sang wanita bertanya. Fata mengangguk singkat, canggung. Dia tak mengenal wanita ini. Dia tak memiliki dendam kesumat pada wanita ini. Mima Shiki, seorang wanita biasa. Kenapa wanita seperti ini...

Bukan, Fata mengetatkan gigi. Mima Shiki sama sekali bukan perempuan biasa. Kesiagaan itu, kewaspadaan itu, Fata belum pernah melihatnya dari siapapun juga. Si Kribo sendiri tahu, yang pantas berlaga dalam pertarungan besar ini hanyalah orang-orang terkuat dari seluruh dimensi dengan berbagai kemampuan gila-gilaan.

Maka tak diragukan bahwa Mima yang telah mencapai puncak turnamen ini, adalah peserta tertangguh dari semuanya.

Akibatnya sekali lagi, Fata bingung. Akhirnya dia menggerutu kesal entah pada Mima atau dirinya sendiri, "Kita mesti kenalan dulu nggak sih? Kalo bakal bunuh-bunuhan ya ngapain juga kali ngobrol-ngobrol?"

Alis Mima terangkat. Ototnya mengendur sekian milimeter. Kemudian dia tersenyum simpul pada lawannya, "Aku telah bertarung tanpa henti. Pastinya, kau juga. Setiap kita menyelesaikan misi pertarungan, tubuh kita disembuhkan secara otomatis. Tapi bukan berarti aku tidak bosan melihat kematian dan pertarungan terus-menerus."

Langit putih kosong berubah kecoklatan. Entah dari mana, dunia itu mulai dipenuhi susunan rangka kayu dan keramik yang saling bertaut. Papan-papan gipsum menyatu membentuk langit-langit, lalu lampu-lampu silindris tumbuh dan menyala di sekeliling mereka.

"Uy uy..." Si Kribo mundur selangkah ketika di depannya muncul sebuah meja kayu persegi. Secangkir minuman tiramisu krimer tampak mengepul di hadapan Fata, segelas lagi kopi hitam ada di depan Mima. Sekonyong-konyong sekelompok personil musik berdiri di sebuah panggung oval lalu mulai memainkan lagu pop vintage dengan vokal melankolis.

Fata mengamati detil penyusunan elemen luar biasa itu. Menggunakan kekuatan Laplace, Mima baru saja mematerialisasikan sebuah kafe lengkap dengan pemain musiknya, sebagai lokasi pertarungan mereka.

Melirik ke luar jendela, Fata menyadari bahwa Mima juga sedang membangun sebuah kota metropolitan yang amat megah. Gedung-gedung perkantoran tersusun blok demi blok dan tumbuh semakin tinggi dengan bunyi mesin yang berdebum di mana-mana. Perumahan berletup-letup muncul seperti kerumunan jamur raksasa, simetris di beberapa sudut kota.

"Beuh, mulai pamer..." ujar Si Kribo sok cuek, meski dalam hati mulai pesimis. Kairos mengatakan bahwa yang bisa mengendalikan realita Hisaria adalah pemilik tekad terkuat. Celakanya, Mima baru saja membuktikan kata-kata Kairos dengan mengendalikan semua yang ada di sekeliling mereka.

Bukankah ini artinya--

Sebuah papan dengan berbagai pion hitam putih pun tercipta di tengah-tengah meja kafe, di tengah Si Kribo dan Mima yang duduk berseberangan.

Tiramisu krimer hangat itu  harum sekali.

"Kalau kau butuh waktu untuk mengidentifikasi lawanmu, kita bersantai dulu saja." ujar Mima pada Fata.


---


11
Dua lawan Dua


Fata meminum tiramisu krimernya sedikit saja sambil nginyem-nginyem tidak jelas. Mima pun bertanya penasaran, "Istilah macam apa itu nginyem-nginyem?"

"Emak. Lu pengen menang yak?" Si Kribo yang tak mempedulikan narator, mendadak bertanya pada lawan bicaranya. Mima menghela napas, "Kamu betul-betul masih muda."

"Ha? Maksudnye?"

Mima malah melangkahkan pion putihnya dua kotak, "Kalau aku tidak ingin menang, untuk apa aku bertarung sampai sejauh ini?"

"Oh, nganu toh," Si Kribo menjawab asal sambil memajukan sebuah pion hitam di sisi kiri. Dia tersadar, papan catur itu dimunculkan Mima sejak awal. Artinya, wanita berpakaian militer ini ingin mengujinya dalam permainan skala kecil.

Mima bercerita sambil memajukan pion ujung, "Aku punya keluarga--"

"Kagak ada yang nanya." Si Kribo memonyongkan mulut lalu melangkahkan menteri empat kotak diagonal dan memakan salah satu pion Mima.

"Ya ampun,, Nak," Si Mama menggeleng heran dan memajukan kudanya hingga melahap pion Si Kribo, "Negativitasmu itu cepat sekali munculnya."

Kuda Fata memakan menteri Mima, disusul dengan dua pion Si Kribo yang dimakan oleh kuda Si Mami.

"Gue mah gak punya keluarga, Mbak, jadi--"

"Ah. Kurang didikan orangtua, ternyata."

"--Jadi ngapain gue dengerin lu pamer keharmonisan sama suami atau anaklu yang krucil-krucil."

Satu demi satu terlihat perbedaan mereka.Fata mati-matian melindungi kuda dan menterinya. Pemuda itu juga lebih memilih untuk memakan kuda, menteri, benteng Mima, namun nyaris tak mempedulikan pion lawannya. Sementara Mima jauh lebih ketat dalam menjaga pion dan benteng, dan cenderung agresif menyingkirkan pion-pion Fata.

Cara bermain mereka benar-benar berlawanan. Fata mengandalkan bidak yang menyerang dengan berliku-liku dari berbagai arah, sementara Mima mengandalkan jajaran pion dan benteng yang melakukan gelombang serangan berlapis dan terus maju dan maju.

Fata mengamati pasukannya menghilang satu demi satu oleh bidak-bidak Mima, dan dahinya mengernyit heran. Semua tipuannya dipatahkan oleh barisan pion yang hanya mampu bergerak ke satu arah?

Tapi sambil terus berusaha menang dalam pertandingan catur itu, kedua orang itu terus berusaha menyelami pola pikir satu sama lain.

"Jadi ringkasannya, masa kecil kamu kurang bahagia."

"Gue pernah gunting leher ortu anak yang satu panti asuhan sama gue."

"Wow."

"Yeap, pas gue masi umur delapan taunan pulak. Anak teladan lah pokoke."

"Jadi, sudah berapa lama kamu membanggakan kejelekan kamu, memancing rasa penasaran lawan atas kelakuan kamu, untuk kemudian seolah-olah dengan terpaksa menceritakan pengalaman pahit supaya lawan simpati?"

"Jadinya udah brapa lama lu biasa sok nganalisis status psikologis orang yang lebi muda dari lu pake nada ceramah, padahal itu cuma mekanisme pertahanan mental lu ndiri yang pengen belokin pembicaraan ke mana aja selain ke idup lu ndiri yang pastinya super blangsak?"

Fata menyeringai. Tapi gertakannya terhenti, saat tenggorokannya tercekat melihat sesuatu di belakang kursi Mima. Di belakang masing-masing kursi mereka berdua, telah berdiri sosok mengerikan.

Sosok merah menatap Si Mama dari belakang Si Kribo dan sosok hitam pekat menatap Fata dari belakang Mima. Dari tubuh dua figur itu, memancar hawa membunuh yang sangat kentara.

"--Minggir, Nyot!" Fata dengan panik menjorokkan kepala Mima kuat-kuat ke samping sambil melompat ke sudut lain untuk menghindari apa pun yang mungkin dilakukan oleh siluet hitam itu. Papan catur pun patah dan bidak-bidak berpentalan.

Masih di tengah udara, Fata memprogram sirkuit gir emas tekno-kreasi miliknya, "Ashura!"

Dengan itu maka pola geometri cahaya keemasan terbentuk sepanjang bahu kanan Si Kribo, menyusun sebuah bazooka yang langsung Fata tembakkan dalam tempo seperempat detik.

"Kalian pikir, ada di antara kalian berdua yang akan hidup?" Blackz berujar kejam. Tangannya membentuk lidah kegelapan yang meliuk sambil menelan rudal bazooka itu pada jalur rambatnya. Namun tembakan Si Kribo nyatanya telah memberi jeda sesaat bagi Si Mama untuk berguling gesit dan memukulkan baton besinya ke punggung sosok kegelapan tersebut.

Sialnya mendadak batang besi yang diayunkan Si Mama tak mampu menjangkau Blackz. Ruang di antara jangkauan Mima dan sosok hitam itu sekonyong-konyong meluas dari setengah hasta menjadi puluhan langkah, "Apa ini--Argh!"

Sebuah tangan berwarna merah gelap menjambak rambut Mima dan membanting kepalanya dengan kuat ke permukaan dinding kafe hingga hancur. Si Mama terpental keluar dari kafe itu dengan raut wajah kesakitan, namun cepat berdiri kembali di pinggir trotoar. Dan wanita itu, menatap tajam ke arah sosok yang barusan menyerangnya.

Itulah Thurqk, Iblis Merah yang merupakan salah satu dari Empat Kaisar. Dia segera memamerkan sepasang sayap merahnya, seolah tak peduli dengan apa pun yang Mima akan perbuat. Mulai kesal, Si Mama mencabut pistolnya dan menembak dua kali.

"Kurang ajar kau, Thurqk. Jangan ganggu pertarunganku!"

Anehnya tak ada satu pun peluru yang kena, padahal Thurqk tak tampak bergerak. Mima masih berlari kecil dengan beberapa gerak tipu sambil terus menembak dengan konstan.

Sosok sang Iblis Merah hilang dari pandangan.

"Apa--?"

Tiba-tiba Thurqk telah muncul di belakang Mima dan menampar ringan punggung wanita tersebut. Namun begitu dahsyatnya kekuatan sang Iblis Merah, sehingga Mima terpental bagai baru saja tertubruk seekor gajah, hingga mematahkan sebatang pohon di halaman sebuah gedung.

Thurqk mengepakkan sayap merahnya dan mengikuti Si Mama yang terguling di tanah. Namun saat jarak mereka tinggal dua langkah, Mima melakukan tendangan belakang yang tepat mengenai dagu Demon King tersebut. Sayangnya dagu Thurqk yang ternyata hanya lecet harus dibayar mahal, karena kemudian tinju merah sang Demon King menyentak lepas tulang betis Mima yang tadi masih menendang di udara.

"Kau meremehkanku, Thurqk!?"

Menahan sakit, Mima memutar tubuh ke arah berlawanan lalu memukulkan baton ke rahang Thurqk sekeras-kerasnya. Tak menduga bahwa lawannya masih dapat membalas, rahang sang Demon King terhempas dan Si Mama mengikuti dengan tendangan kapoeira bertubi-tubi ke berbagai titik sasaran.

Thurqk pun mulai bergumam--

"Masih..."

--namun Mima tak peduli dan terus melancarkan tendangan sambil memposisikan badannya serendah mungkin.

"Hiyyahh!" Hentakan kakinya membabat perut samping, leher, kemudian akhirnya kedua sendi lutut Thurqk. Tapi lalu Mima menyadari sesuatu.

Dia mundur dua langkah. Tangannya yang memegang baton gemetar, batonnya sendiri patah, dan kedua kakinya terpincang-pincang patah dan kesakitan.

"Masih ada lagi, Mima Shiki?" Thurqk tegak berdiri dengan wajah tanpa ekspresi. Tak ada luka sedikit pun pada tubuhnya, selain lecet di wajahnya yang dipukul dengan baton. Semua tendangan Mima ke tubuhnya bahkan tak berpengaruh apa-apa.

Thurqk mendesah bosan, "Kalau hanya begini, di mana letak kesenangan untuk kami saat dalam proses menghabisi semua kandidat Pewaris Laplace? Di mana hiburan untuk kami, Empat Dewa?"

Mima terbelalak mendengar kata-kata itu, "Kalian ingin...membunuh semua kandidat Pewaris Laplace?"


---


"Se-serius...?" Fata terbata-bata, kepalanya terasa berdenging. Sosok hitam bernama Blackz mengambang di udara, dan kegelapan pekat mulai berkobar dari seluruh tubuhnya, "Terus buat apaan kalian ngadain turnamen ginian kalo akirnya kita semua bakal dimampusin juga?"

"Aku tak peduli dengan kandidat lain. Kau telah menghabisi wadah energi spirit bagiku, Manusia Kecil."

"Wadah?"

"Aku adalah Blackz. Aku memberikan kekuatan pada Kusumawardani." Demon King itu berkata,di wajahnya yang gulita hanya ada sebuah mulut, "Sebagai gantinya, dia memberikan kemurnian nurani dan energi spiritnya untukku."

Si Kribo menelan ludah. Begitu rupanya. Pantaslah Kusumawardani, atau Mawar, memiliki kekuatan absurd yang dapat menelan berbagai jenis materi. Ternyata selama ini, Iblis Hitam inilah yang menjadi sumber kekuatannya.

"Namun kau. Kau membunuh makananku." Blackz berkata, mengeluarkan aura gelap yang menelan dinding dan lantai hingga menyerpih. Kegelapan terus meluas keluar melewati permukan padat, menjilat-jilat dan menghancurkan semua benda dalam radius lima puluh meter.

"Kau membunuh makananku."

"Bajingan..." dahi Si Kribo mulai dipenuhi keringat dingin. Namun saat itu dia berkonsentrasi, merumuskan perintah untuk Ashura, gerigi emas neo-robotik yang mengisi rongga dadanya.

Ashura. Petakan struktur biologis makhluk ini.

Roda gigi emas itu berputar, mencocokkan rumus fisika dan interferensi data, dan menangkap tangkapan visual Fata atas tubuh Blackz.

"Kau membunuh makananku."

[Pemetaan 10%---]

"Maka kini, kau menjadi MAKANANKU!" Iblis Hitam itu meraung marah. Kedua tangan Blackz memanjang menjadi sepasang tentakel hitam membara yang mengejar Si Kribo dengan sangat cepat.

Menyangka kobaran tentakel itu terbentuk dari suhu panas, Fata menggunakan tekno-kreasi dan mengkonstruksi sepasang perisai anti-termal pada jalur serangan. Satu tentakel kegelapan menghantam perisai canggih itu dengan ledakan hitam mendebum seluas lapangan bola.

[Pemetaan 60%--]

Ha? Nganu...

Fata kebingungan menerima sinyal. Dia terpaksa berlari sambil berpikir, karena dia telah membangun sirkuit pendeteksi yang mampu mengidentifikasi asal-muasal jenis unsur dari elemen biokimiawi apa saja yang berkontak pada perisainya.

[Pemetaan 100%.]

Tapi betapa kagetnya dia saat sinyal-sinyal ledakan itu diterjemahkan oleh sirkuit pendeteksi perisai untuk kemudian divisualisasikan ke otaknya.

Ledakan itu...mengandung unsur DNA?! Dan apaan ini...cairan? Komposisi tubuh Blackz tu liquid? Malah mirip air, bukannya api?

Fata sulit mempercayainya. Demon King hitam itu memiliki struktur molekul yang sama dengan organisme biologis! Tapi kenapa tubuhnya berkobar begitu rupa?

Bukan itu yang mestinya bikin gue bingung, tapi kenapa struktur elemen kegelapan badannya bisa nelen semua benda!

Si Kribo memaki dirinya sendiri. Untuk apa dia berpikir terlalu jauh tentang kepadatan suatu benda, jika itu takkan membantunya lolos dari sini hidup-hidup? Tapi tunggu dulu.

Cairan yang di dalemnya ada DNA?

Tubuh yang bisa ngerambat-rambat nggak brenti-brenti?

Si Kribo baru menyadarinya. Dia menanjakkan lagi proses berpikirnya, mengeluarkan daya Teknopathia setingkat lebih tinggi. Dari gerigi Ashura di pusat dadanya, jalur-jalur cahaya emas menyebar di permukaan dataran lalu saling menyatu di angkasa, membentuk sebuah bangunan apartemen bertingkat yang segera menukik dari langit tepat ke arah Blackz.

"Apa pun yang kau lakukan, di hadapanku tak ada bedanya dengan anak ayam!" sosok hitam menghentakkan lengan hitamnya ke arah bangunan yang sesaat lagi akan menimpanya. Dalam tempo kurang dari empat detik, lengan itu memecah menjadi ratusan sulur aura gelap yang melelehkan lalu menelan bangunan apartemen itu tanpa sisa.

Apa-apaan ini. Kusumawardani saja sudah sangat berbahaya dengan sebuah lengan kegelapan yang mampu menelan objek. Pantaslah bila Si Kribo mencelos ketika malah harus berhadapan dengan entitas yang merupakan sumber kekuatan Mawar, yang seluruh tubuhnya adalah materi gelap itu sendiri.

Fata segera menggerakkan tangannya dan keping-keping emas dari tangannya mengembang bagai kelopak bercahaya, menyusun sebuah motor energi magnetik. Si Kribo langsung meloncat sambil mengaktifkan mesin, "Gue mo piknik dulu ye, Engkong Demit! Jangan kangen-kangen amat!"

Suara bergemuruh di belakang punggung Fata membuat pemuda keriting itu melompat kaget. Napas Si Kribo terasa sesak ketika melihat apa yang terjadi. Fata mengumpankan sebuah bangunan apartemen demi mendapatkan waktu mematerialisasi kendaraan,  tapi sosok hitam yang menjadi targetnya justru menelan serangan umpan itu. Dan akibatnya...

Sosok Blackz kini telah bertumbuh hingga puluhan meter. Tubuhnya menjulang melebihi tinggi gedung yang baru ditelannya. Aura kegelapan itu mengguncang bumi Hisaria Sol Shefra.

"KAU MAKANANKU, MANUSIA KECIL!"

Bahkan Thurqk sekalipun urung membunuh Mima yang sudah sekarat, karena saat itu sepuluh tentakel sekaligus dari sang Iblis Hitam melesat ke arahnya, masing-masing tentakel pelahap itu setebal sepemelukan tangan manusia dewasa dan menelan semua benda pada jalurnya dengan sangat cepat.

"Jangan menghancurkan apa saja di sekitarmu, Bodoh!" sang Demon King merah yang kesal, terpaksa melepaskan Si Mama dari tangannya agar dapat menghindar. Ledakan hitam terjadi di berbagai penjuru, namun Thurqk mengembangkan sayap merah di punggungnya lalu menyusup lincah di antara jalur-jalur kegelapan.

"Blackz, The Black Demon King. Yang terkuat di antara Empat Dewa..." Iblis Merah itu berkata kesal sambil menghampiri Mima di sela serangan kegelapan absolut itu, "Tapi juga yang akalnya paling pendek, eh..."

Sementara itu, Si Kribo memacu motor magnetiknya dengan meningkatkan kecepatan. Di atas motor yang melaju itu Fata mendesain sesuatu, jari-jari tangannya bergerak liar menciptakan rangkaian sekrup serta mikrodinamo yang berotasi terkontrol di udara, lalu menyatukannya menjadi mikrochip telepatis yang terpasang di telinganya.

[Emak! Woi, Emak! Bangun lu!]

Fata mendesain mikrochip tersebut agar hanya dapat terdengar pada makhluk dengan gelombang otak spesifik yang dia targetkan. Bahkan Thurqk sekalipun takkan mampu mendengarnya, kecuali bila dia dengan sengaja mencari pola energi untuk komunikasi.

Dan bila ada yang dapat Fata simpulkan dari Thurqk, itu adalah bahwa dia sangat kuat. Sangat kuatnya, sampai dia nyaris lengah atas hal-hal kecil yang mungkin dapat menjatuhkan dirinya sendiri.

[Urgh...suara ini...Fata?]

Si Kribo tersenyum sambil berdebar-debar. Akhirnya Mima sadarkan diri dan meresponnya dengan jalur komunikasi telepatis! Namun Fata buru-buru mengatakan,

[Mata lu jangan dibuka,  Emak! Pura-pura pingsan dulu aje.]

Dari atas motornya yang sedang berkejaran dengan tentakel-tentakel raksasa, Si Kribo menyaksikan bahwa sekian ratus tombak di depan, Thurqk membopong tubuh Mima yang sedang berlagak pingsan.

[Di-di mana aku? Kenapa rasanya aku seperti sedang terbang--]

[Bacotnye simpen! Kalo mo slamet, lu nurut dulu ama gue!]

Thurqk menambah kecepatan untuk menghindari tentakel-tentakel hitam raksasa yang menghantam dua buah gedung hingga berpatahan dan runtuh ke daratan. Tubuh Mima terhentak hebat di udara, namun sepertinya Si Mama berusaha keras agar terlihat masih pingsan.

Sementara dari arah timur Fata memaksa motor magnetiknya untuk melaju. Matanya perih oleh deraan angin, tapi dia masih memaksa torsi roda motornya sejauh yang dia bisa untuk menghindari semua sulur kegelapan.

[...Hehe. Hehehe. Sok hebat tapi menyelamatkan lawan tarungmu sendiri?]

Mendadak Mima menyindirnya dalam jalur telepatis. Fata jadi kesal karena ibu-ibu yang satu ini tidak tahu bahwa nyawa mereka berdua sedang sama-sama terancam.

[Yaudah met mampos aje sono kalo emang mau ditusbol ma Thurqk.]

[Hei! Jangan--]

[Nurut!]

[...Baiklah.] akhirnya verbalisasi sinyal telepatis dari Mima terdengar pasrah.

[Lu bisa ngendaliin Hisaria. Ngendaliin Hisaria berarti ngendalian ruang-waktu.]

[Jadi?]

[Jadi sekarang, lu mesti konsentrasiin itu powernya Hisaria. Manipulasi gravitasinya supaya kekuatan manipulasi ruang Thurqk kepenjara.]

Empat tentakel raksasa mengurungnya dari kiri dan kanan! Fata menginjak rem motor sambil berbelok keras lalu memacu gas kuat-kuat hingga permukaan tanah berhamburan. Empat buah tentakel hitam itu meleset tiga jengkal dari ujung motor Si Kribo, dan malah menghantam sebaris perumahan dengan guncangan eksplosif.

"Njiiir!" Fata bergidik saat menangkap dari ekor matanya bahwa sekitar tiga puluh rumah besar sekaligus terhempas berantakan seolah diledakkan oleh bom, setelah itu larut ke dalam hisapan tentakel hitam raksasa.

[Apa? Memangnya aku bisa melakukan hal sesulit itu? Bagaimana caranya mengendalikan hukum fisika Hisaria untuk memenjara sebuah kekuatan ruang-waktu dari sesosok iblis!?]

[Mana gue tau, Somplak! Emangnye gue Betmen!]

Maka motor itu pun menyusuri puing-puing gedung menghindari labrakan tentakel-tentakel kegelapan raksasa demi menuju lokasi sang Iblis Merah dan Mima.

Dua ratus meter dari Thurqk dan Mima.

Thurqk menoleh, "Ah? Fatanir. Mau apa kau..."

Seratus meter dari Thurqk dan Mima!

"Sekarang, Emak Somplak! Sekarang atau lu mampus!" Fata berteriak panik dan marah sampai tenggorokannya serak, membuat Thurqk menoleh balik ke Mima yang dibopongnya. Saat itu, Mima tak bisa lagi berpura-pura pingsan.

Karena dia harus memusatkan kekuatan dimensi keempat. Dia harus mampu mengendalikan Hisaria, atau dia akan mati.

"Aaaaargh!!"


---


Mima Shiki Reid merasakannya. Bahkan kekuatan itu lebih terasa saat dia menutup mata seperti ini.

Dimensi, sebuah lembaran yang berisi dunia. Di dalam Hisaria ini, Mima memegang kontrol atas lembaran itu. Bahkan kemudian, dia mampu merasakan bagaimana Thurqk mengendalikan ruang dalam radius teramat luas.

Sehingga menghentikan gerakan baton Mima beberapa saat lalu, membuat ruang sempit menjadi luas untuk menangkal serangan, atau manipulasi sejenisnya adalah hal yang biasa saja bagi sang Iblis Merah.

Namun kali ini tdak lagi. Si Mama memvisualisasikan sebuah kubus pengekang ruang. Kubus itu sebesar dunia, lalu mengecil dan mengecil sampai membatasi ruang lingkup manipulasi Thurqk.

Kali ini Mima memiliki otoritas yang bahkan ada di atas Thurqk. Karena hanya berkat otoritas Roda Waktu, maka Sang Iblis Merah mendapatkan kekuatan pengendalian ruang sejak kelahirannya. Dan Mima adalah---

"Aaaaarghh!!"

---Pewaris Laplace.

Mima membayangkan, bahwa kubus gravitasi pengekang itu adalah nyata.

Maka terjadilah sesuatu yang fenomenal. Konstruksi pengekang itu menjadi sebuah kenyataan! Sebuah kubus transparan benar-benar menyelubungi sang Iblis Merah.

Thurqk membelalak melihat sesuatu bangun ruang tercipta di sekeliling tubuhnya selagi dia terbang.

"Apa?!" mendadak si Iblis Merah merasakan bahwa tubuhnya terkekang. Betapapun mencoba, ia tak mampu melakukan manipulasi jarak. Untuk pertama kalinya, wajah sang Iblis Merah yang beringas itu panik. Ada sesuatu yang salah. Dia menoleh pada Mima, melihat senyum misterius di wajah wanita itu...

Dia menoleh ke arah depan. Sesisok manusia kribo menunggang kendaraan asing, mendekat ke arahnya dengan kecepatan tinggi, dan puluhan tentakel kegelapan mengejar manusia tersebut dari belakang, bagaikan berton-ton tumpahan hitam yang mengotori seluruh daratan.

Ada suatu objek yang terbang di tengah-tengah dirinya dan manusia kribo itu...

Lalu semua gerakan seperti melambat. Thurqk menatap pada manusia kribo, mendapati senyum penuh tantangan di wajah pemuda itu, dan mulut manusia tersebut pun mengucapkan sesuatu...

"Sambalado!"

Sebuah percikan emas menyilaukan, sesaat saja. Lalu seluruh dunia Thurqk berubah hitam pekat. Semua terjadi begitu cepat.


---


Thurqk adalah Iblis Merah yang merupakan sumber kekuatan penyihir Strata Munchilla. Dia adalah personifikasi dari ruang dan jarak yang tercipta atas program Laplace terhadap jagat raya purba.

Namun dengan meluapkan tekadnya, Mima mulai mampu mengendalikan hukum dimensi Hisaria untuk meredam kemampuan manipulasi ruang Thurqk. Sang Iblis Merah menjadi jauh melemah dibanding seharusnya.

Mima mengunci kemampuan manipulasi ruang Thurqk. Dan Fata...Fata melaju dengan motor magnetiknya, selalu menyesuaikan posisinya agar dia sendiri, Blackz yang mengejar di belakang, dan Thurqk yang ada di depan, berada dalam lintasan lurus .

Dengan itu, gerigi emas di dada Si Kribo berputar dan menyala terang. Menggunakan Tekno-Kreasi Ashura, Fata membangkitkan teknologi yang sudah dirancangnya dalam pikiran dari tadi.

Sebuah kristal oval terbentuk di udara dengan sepuhan pola geometri emas, lalu melayang di antara Thurqk dan Fata. Hanya seukuran kerikil, namun memiliki keluaran energi setara puluhan reaktor bom hidrogen.

Itulah Wormgate, gerbang teleportasi antifluks. Maka aksi Fata pun dapat dimulai.

"Sambalado!"

Sebuah kilauan emas memercik sesaat, seperti blitz fotografi menyilaukan. Dalam sekejap, Wormgate di titik tengah antara Fata dan Thurqk melakukan antifluks: pertukaran lokasi instan atas tubuh mereka berdua!

"Apa...!?" Mima terhenyak ketika mendadak Thurqk yang membopongnya telah berkelip dan berganti menjadi Fata. Sementara Si Iblis Merah, tak sempat membangkitkan lagi kekuatannya--

--diteleportasikan oleh Si Kribo, tepat ke hadapan seluruh tentakel raksasa pemusnah milik Blackz!

Kalau ada yang dapat Fata simpulkan dari Blackz, itu adalah bahwa Blackz terlalu ganas. Terlalu ganas, sehingga dalam kemarahannya, maka dia tak akan peduli lagi kawan atau lawan.

Bahkan berteriak pun tak sempat lagi. Raut wajah Thurqk sempat berubah kaget, namun setelah itu ekspresinya kosong. Seakan merenung sesaat.

Tanpa kekuatan pengendalian ruang, Thurqk hanyalah sesosok makhluk yang sangat kuat secara fisik. Tak ada artinya dibandingkan kegelapan total yang melelehkan, menguraikan tubuhnya tanpa ampun.

Taktik Fata, berhasil membunuh Thurqk Iylich, satu dari Empat Kaisar!


---


"Kau...alat teleportasi macam apa yang kau buat itu...?" Si Mama bertanya selagi Si Kribo sibuk melirik ke belakang, mengamati seluruh tentakel Blackz memangsa jasad Thurqk hingga betul-betul larut tanpa tersisa. Mima bertanya, karena bahkan dia sekalipun dibuat kagum oleh perencanaan Fata yang penuh adaptasi. Tapi,

Jawaban yang diterima oleh wanita itu, justru harus berupa moncong pistol yang menempel di pelipisnya.

"Apa...!" Mima menyadari bahwa pembebanan pada tungkai kirinya lebih ringan dari yang seharusnya. Pemuda kribo itu memanfaatkan posisi membopong Mimauntuk merampas salah satu pistol miliknya, The Sister Handgun!

Fata mengekeh, "Lambat mikir lu, Emak. Udahan ya mainnya."

Lalu tanpa belas kasihan, Fata menembak. Suara letusan peluru memenuhi udara yang sepi.

Namun,

Peluru itu tak bergerak sesenti pun. Peluru itu...tertahan di udara. Sedemikian berhentinya peluru tersebut, sehingga Si Kribo perlu berkedip untuk mencerna apa yang terjadi.

"Terimakasih, Fata." suara Mima terdengar lirih namun sangat jelas, "Karena kamu mendesakku...aku jadi mengerti caranya."

Cara mengendalikan Laplace.

Si Kribo membelalak dan segera memberi komando, "Wormgate! Internalisasi!"

Dengan perintah itu, Wormgate kontan terserap lalu terintegrasi ke dalam Ashura pada daerah ulu hatinya, memicu pembaruan pada sistem tubuh Si Kribo. Dalam sebuah kelip keemasan,  Si Kribo melakukan teleportasi hanya dengan visualisasi pikiran. Bangun-bangun di sekelilingnya seperti tersedot ke belakang saat dia berpindah instan seribu meter ke arah timur.

Namun peningkatan performa itu tak lantas membuatnya berpuas diri, karena kini justru napasnya serasa semakin sesak melihat apa yang terjadi di belakangnya.

Blackz telah tiba di hadapan Mima. Tubuh hitam itu terus membesar setiap kali menyerap bangunan di sekitarnya. Iblis Hitam itu meraung lalu memuntahkan sebuah lidah kegelapan dari mulutnya yang hendak melahap tubuh Si Mama.

Tapi sebuah gedebum kencang terjadi, saat lidah kegelapan tersebut membentur suatu permukaan tak kasat mata di sekitar figur Mima tanpa mampu menembusnya.

Blackz menggeram heran, kemudian mengghantamkan dua lengan raksasanya bergantian. Rentetan ledakan hitam terjadi di sekitar Mima bagai kumpulan menara kegelapan setinggi bukit, tapi anehnya tak ada satu pun yang benar-benar mencapai apalagi menelan tubuh ramping tersebut

"Si Emak itu...sekarang bisa bikin barrier yang lebi ngeri lagi dibanding punya Thurqk!?" bulu kuduk Si Kribo terasa meremang. Terlebih ketika kemudian Si Mama melirik tenang ke arah posisinya, lalu menciptakan sebuah rantai gravitasi raksasa yang secara mengejutkan sanggup menahan setiap anggota tubuh Blackz.

"GRuuOOh!" Sang Iblis Hitam memberontak frustasi dengan teriakan yang menggetarkan bumi Hisaria. Namun rantai dimensi itu kokoh tak terpatahkan. Itulah tanda bahwa Mima telah berhasil mengakses Hisaria dan Laplace setahap lebih jauh.


---


[Kamu lihat kan, Fata?] suara telepatis Mima terdengar menggurui di kepala Si Kribo meski jarak mereka kini terpisah sangat jauh, [Blackz tak mampu berbuat apa pun padaku. Aku mampu memerintah Dimensi Hisaria. Menyerahlah sekarang.]

"Lu juga masi blajar ngendaliin Laplace kan. Emangnye gue mau kalah dari Emak-emak kayak lu!" Si Kribo berteriak tersengal-sengal, walaupun semangatnya masih ada, "Kalo lu bisa jadiin Engkong Demit itu piaraan, gue juga bisa. Neh!"

Walaupun siasatnya pun masih ada.

[Tekno-Eksekusi: Mengirim entitas via Wormgate.]

Seberkas cahaya emas menyebar, mengantarkan sesosok makhluk ke dalam Dimensi Hisaria tempat mereka bertarung. Dia adalah Tamon Ruu Syana, yang juga Fata kenal dengan nama Kana.

Matanya tampak basah dan merah, jelas habis menangis.

"Elu...kamu doang, Kana?" tanya Fata canggung. Dia mengharapkan sesuatu yang lebih, "Nekoman, Sakaki, Pamungkas mana?"

"Mereka...." Kana menjawab dengan suara bergetar, "Mereka mati! Alshain Kairos telah membunuh mereka semua!"


---


10
Empat Kaisar


Hisaria Sol Shefra adalah sebuah realita yang tercipta berdasarkan kekuatan Laplace. Kairos meminjam akses sebagian kecil kekuatan Roda Waktu untuk menjadikan setengah jagat Hisaria sebagai Dimensi Kosong, untuk tempat penentuan Pewaris Laplace.

Namun sesungguhnya, Kairos sudah mengetahui identitas Sang Pewaris. Sejak dia menemui kekalahan tak terduga, di tangan seorang wanita.

Seorang ibu. Satu-satunya peserta yang merupakan seorang ibu. Kairos memiliki fisik yang lemah atas kompensasi cangkang fisik yang tak mampu menampung kekuatan dimensional pinjaman Laplace. Tapi dengan teleportasinya, makhluk dimensi keempat itu tak pernah kesulitan untuk mengalahkan petarung seperti apa pun.

Hanya saja, Mima Shiki mempelajari  beladiri militer yang sangat jitu untuk menumbangkan lawan secara fisik. Dia mampu menebak arah teleportasi dari sudut lirikan mata Kairos saat menyerang atau menghindar. Bahkan dengan teknik khusus miliknya itu, Mima dapat memojokkan Kairos sebelum satu jam pertarungan.

Kai terperangah. Dia kalah. Dan saat itulah dia menyadari. bahwa wanita itu mampu menyudutkannya bukan hanya karena perbedaan teknik pertarungan. Namun juga karena Mima mampu mengesampingkan lengannya yang patah atau ususnya yang pecah akibat gelombang serangan Kai, untuk menyerang balik tanpa putus asa.

Kairos merasakan kobaran api itu, semangat Mima yang meletup tanpa bisa diukur. Entah apa penyebabnya, namun makhluk dimensi keempat itu tahu bahwa saat ini...Syana yang dapat mengenali potensi spirit, pasti dapat dengan lebih gamblang merasakannya.

Bahwa Mima Shiki Reid, adalah Sang Pewaris Laplace.


---


Dan Si Kribo pun mengetahui hal itu. Sejak permainan catur antara dirinya dan Mima, dia menyadari bahwa Laplace tak mungkin memilih dirinya. Sejak awal dia mencoba mengendalikan dimensi Hisaria untuk mematerialisasikan materi seperti senjata atau apa pun. Tapi bahkan sebuah cangkir kopi saja, dia tak mampu menciptakannya dengan kekuatan tekad atau semangat.

Sementara Mima? Tak perlu dikatakan lagi. Sejak awal pun Mima mampu membuat konstruksi sebuah kota besar di Hisaria hanya bermodalkan keinginannya. Dalam permainan catur pun, Mima mengandalkan pion-pion dan benteng yang bergerak lurus.

Dari sanalah Fata mendeteksi, bahwa Mima menjalani hidupnya dengan mendobrak setiap hambatan yang ada. Satu demi satu, langkah demi langkah.

Sementara Si Kribo mengandalkan otaknya, bukan hatinya. Fata  menjalani kehidupannya dengan strategi. Lari, lalu berputar untuk menikam dari belakang.

Namun Mima tak dapat dihentikan dengan siasat. Karena dia tak menyerah.

Berarti...


---


Beberapa saat lalu, sebelum Thurqk menemui ajal...

Sambil mengendarai motornya untuk mengejar Thurqk dan membangunkan Mima dengan komunikasi telepatis, secara bersamaan Fata juga menggunakan mikrochip telepatis miliknya untuk menghubungi Sakaki Ko, salah satu dari Empat Kaisar di luar Dimensi Tarung, dalam jalur komunikasi terpisah.

[Oy Sakaki.Gue Fata, lagi brantem nih.]

[Fatanir.]

[Lu tau kan, Kairos tu punya akses Laplace, tapi dia udah kalah di tangan Mima. Berarti cuma satu kesimpulannya. Sang Pewaris itu Mima.]

[ . . . ]

[Dan bentar lagi dia bakal beneran bisa akses Laplace dengan lebih gila lagi dibanding Kairos. Soalnya dia pemilik aslinya.]

Lalu, terdengar jawaban dingin Sakaki dari tempat yang jauh.

[...Fatanir. Kau mau menghasutku?]

[Bodo amat gue ngehasut lu atau nggak. Lu sama Nekoman mau diem aja nih? Laplace dikendaliin sama satu makhluk? Yang bener aje.]

Namun kini Si Kribo tahu tentang tujuan kedatangan Empat Kaisar Jagat ke Hisaria Sol Shefra.

Empat Kaisar adalah penjaga semesta, empat entitas tingkat tinggi yang memiliki wewenang sangat superior dibanding makhluk lain. Mereka dilahirkan dari Roda Waktu dengan kuasa tak terbayangkan, namun kemudian dikirim ke empat sudut multiverse yang berbeda untuk menjaga alam.

Bahkan berbagai legenda peradaban menyebut mereka sebagai Iblis atau Dewa. Tapi ketika mendengar tentang Sang Pewaris, mereka mengesampingkan ego masing-masing dan sepakat mencari Laplace.

Bukan karena menginginkan Roda Waktu tersebut untuk mereka kuasai. Karena mereka sadar bahwa semua kekuatan yang pernah mereka miliki, adalah bersumber dari Laplace yang selama ini mengendalikan seluruh multisemesta.

Sehingga mereka tak bisa membiarkan siapa pun memiliki Roda Waktu secara absolut. Karena jika ada entitas yang mampu melakukannya, dia akan mengancam semua yang mereka miliki. Kekuasaan, kehidupan, segala jenis hak makhluk hidup akan berada di tangannya.

Keberadaan entitas seperti itu, takkan pernah dapat ditolerir oleh Empat Kaisar. Karena mereka berempat terlahir untuk menjaga keseimbangan alam, dan justru penetapan Laplace akan adanya Pewaris Tunggal itulah yang akan merusak tatanan multijagat itu sendiri.

Mereka datang ke sini, untuk membunuh Pewaris Laplace.


---


Akhirnya terdengar sebuah persetujuan dari Sakaki Ko.

[Aku akan menghubungi Nekom---hasutanmu terlambat, Fatanir!]

[Apaan!? Apaan!?]

[Kairos baru saja mendapatkan perintah dari Mima Shiki untuk membunuh semua entitas di sini! Aku, Nekoman, Pamungkas, dan Syana yang kau sebut-sebut sebagai Kana itu!]

[Bajeng! Si Emak itu bisa nangkep situasi! Lu kabur aja ke sini. Ntar gue bikinin Wormgate biar koordinatnya pas! Dan...]

[Apa lagi maumu?! Nekoman dan Pamungkas kini sedang bertarung melawan Kairos! Kairos kini mampu membuat rantai gravitasi raksasa yang mengurung semua kemampuan abstrak Nekoman dan Pamungkas! Apakah--]

[Akses setinggi itu yang sampe bisa ngurung entitas sekelas Nekoman, cuma Mima yang bisa!] Fata menyahut panik, menyadari bahwa Mima sudah bisa menyalurkan energi lintas dimensi untuk Kai. Si Kribo itu pun terdesak, [Berarti Mima udah beneran jadi bosnya Kai sekarang! Sakaki, selametin Kana plis! soalnya--]

[Jangan memerintahku, Fatanir!]

[Gue mohon sama elu! Tolong selamatin Kana!]


---


Nekoman menggunakan kekuatan abstrak yang dia miliki. Tubuhnya memiliki sembilan nyawa, masing-masing nyawanya mampu memanipulasi daya magis elemental yang berbeda.

"Kucing Merah!" mantra pertama Nekoman mengeluarkan arus magma raksasa yang tumpah ke daratan, membentuk sungai berapi selebar sebuah kota kecil. Kemudian makhluk bertopeng kucing itu menggerakkan jarinya memanggil angin topan, lalu menyatukannya dengan sungai magma.

Hasilnya adalah bencana alam. Terjadilah amukan badai beliung magma, yang mampu melumat sebuah gunung dan menghampakan udara dalam radius bermil-mil. Bahkan kemampuan rantai gravitasi Kai yang sebelumnya mampu mengekang memori Fata, tak mampu menahan gabungan sembilan elemen itu.

"Pattern: Screw!"

Sakaki Ko juga turun tangan. Dia adalah entitas dunia asing yang memiliki kemampuan bernama Multi-Pattern. Pattern Screw memanggil ratusan baut raksasa di langit, yang kemudian menukik mengincar tubuh Kairos dengan kecepatan menggila.

Satu baut saja ukurannya sudah sebesar rumah, sementara yang terjadi kini adalah Sakaki menghujani Kai dengan ratusan baut. Dapat ditebak, gedung-gedung di sekitar mereka pun terdorong kemudian runtuh akibat hujan baut raksasa, tak ubahnya barisan domino berserakan memenuhi bumi. Sebuah pertunjukan yang bukan main.

Terdesak oleh kedua Kaisar, Alshain Kairos pun berteleportasi meloloskan diri. Dia menjauh dan hendak mengeluarkan tinju yang dapat membengkokkan lapisan dimensi, namun mendadak Pamungkas sudah menyambutnya dengan lingkaran sihir yang menandakan gelombang serangan berikutnya.

"Kantai Collection!" karena perintah Pamungkas, sepasukan siluet berbentuk manusia muncul dari dimensi mantra, lalu menembakkan berbagai senjata magis dengan daya ledak tinggi ke arah pemuda berjiwa artifisial tersebur. Tanah dan udara menerima letusan-letusan besar dari semua senjata sampai membentuk kawah-kawah raksasa. Bebatuan berukuran besar beterbangan mengancam jiwa.

Tiga lawan satu. Meski Kai merupakan entitas tingkat tinggi seperti Nekoman, namun dikeroyok dua Kaisar ditambah Pamungkas merupakan situasi yang sama sekali tak menguntungkan

Tapi, beberapa menit kemudian sudah lain lagi ceritanya.

Seberkas cahaya melintasi ruang hampa, kemudian menyelimuti tubuh Kairos. Ada yang memasukkan energi multiversal teramat dahsyat ke dalam tubuhnya secara paksa, membuat organ tubuhnya seperti akan meledak .

Akibatnya, makhluk dimensi keempat itu mampu menciptakan kekangan yang ratusan kali lipat lebih tinggi dibanding sebelumnya. Sebuah rantai dimensi raksasa muncul dari dalam tubuh Kai, mengurung tornado magma Nekoman hingga tak kunjung maju. Lalu dengan kekuatan pengendalian arah, Kai melakukan gerakan mendorong sekuat tenaga.

Tornado magma itu kontan berubah bentuk menjadi lapisan dinding membara setinggi ratusan meter, menderu-deru menghancurkan daratan hingga membuat udara bergolak gila-gilaan. Dinding elemental itu kini dikendalikan oleh Kai,  melabrak hancur seluruh hujan baut raksasa milik Sakaki Ko kemudian justru berbalik arah menuju Nekoman sendiri.

Bahkan berikutnya, Kai mampu memunculkan rantai dimensi raksasa kedua yang melilit tubuh Nekoman serta Sakaki. Dengan itulah segala kekuatan unik Empat Kaisar terkunci total.

Secara tak masuk akal, rantai dimensi itu meredam konstanta abstrak dalam diri mereka. Hingga Nekoman serta Sakaki yabg sebelumnya memiliki tubuh nyaris abadi, kini menjadi tak ubahnya makhluk bertubuh fisik biasa.

"Kini kalian harus menerima hukuman mati!" menyadari bahwa kekuatan baru itu mampu memenjara struktur tubuh kedua Kaisar hingga menjadi makhluk biasa, Kairos dengan leluasa mengerahkan kekuatannya. Tanpa menunda lagi, dia menteleportasikan tubuh fisik Nekoman dan Sakaki ke satu titik, hingga organ-organ tubuh mereka menyatu secara menyakitkan.

"Aaargh!"

"Uaaaa!!"

Untuk pertama kalinya, Nekoman dan Sakaki Ko terluka sangat berat.  Namun Kai tak berhenti sampai di situ.

"Atas nama Mima Shiki Reid, Sang Pewaris Laplace!"

Dengan sepasang revolvernya, Kai memberondong tanpa ampun. Maka kedua Kaisar yang tengah menyatu dalam kekangan rantai dimensi raksasa, tak dapat berbuat sesuatu pun saat menerima rentetan peluru yang membawa maut.

Topeng Nekoman juga masker gas Sakaki, pecah berantakan. Di dalamnya, tampak wajah mereka berdua yang humanoid. Cipratan daging dan darah hitam berletusan dari sekujur tubuh mereka berdua yang ditembus peluru milik Kairos.

Mereka menutup mata, atas kesakitan dan penyesalan yang harus mereka bawa di akhir hidup ini. Dan pada akhirnya dua jasad yang menyatu itu luruh perlahan ke tanah, sebagai onggokan daging yang tak lagi bernyawa.


---


Di saat yang sama, sebuah portal teleportasi terbuka di ujung barat domain Hisaria. Pamungkas menyadari bahwa portal itu berwarna emas, serupa dengan warna sirkuit neo-sibernetik milik Fata.

"Pamungkas...aku tak ingin meninggalkanmu! Kau adalah temanku! Meski Si Topeng Kecil memperalatku, tapi kau dan Hewanurma tak pernah--"

"Sssh."

Syana / Kana menjerit, dia memprotes keras. Semua pertarungan ini tak membawa apa pun selain kematian. Dan dia, menjadi salah satu faktor kunci yang menyebabkan semua pertumpahan darah ini.

Namun semua sudah terjadi. Tanpa berkata apa pun, Pamungkas memberikan suatu mikrochip asing pada Syana. Kemudian pria itu segera mendorong  sang puteri hingga tenggelam ke dalam portal.

Tapi meski dirinya mulai terbawa arus teleportasi, Syana masih menangkap kejadian itu dengan matanya: sebuah rantai dimensi membelit tubuh Pamungkas.

"Pamungkas. Selama ini kau mengkhianatiku?"

Pria itu menoleh ke belakang, pada Alshain Kairos yang seluruh tubuhnya bergetar dan terkelupas hingga ke otot, akibat tak sanggup lagi menanggung kekuatan rantai dimensi yang dipinjamkan Mima padanya.

"Aku memang tak pernah setia padamu, Cowok Beruban."

Kairos pun mengacungkan revolvernya. Pamungkas mengacungkan telunjuknya, memberi perintah pada sesuatu.

Dan dalam saat-saat itu, peluru milik Kai menembus dahi Pamungkas. Namun secara bersamaan, para prajurit magis yang dipanggil terlebih dulu oleh Pamungkas pun memuntahkan puluhan peluru peledak terus-menerus pada tubuh Kai yang sudah melemah, melumat tubuh Kai dalam ledakan beruntun yang mematikan.

Semua yang hidup akan mati.

Syana sendirian, kini.

Tapi...tidak.

Syana tidak sendiri.

Dia masih memiliki Fata.


---


9
Recovery Backup


Mendadak terdengar lagi sinyal telepatis dari Mima, [Kamu pikir aku tak bisa menebak bahwa kau akan memancing Sakaki Ko, Pamungkas dan Nekoman agar berpihak padamu?]

" Njiir, ebad bethul ..." Fata kehabisan komentar. Dia tersudut. Dia merasa seperti penjahat murahan di film-film, yang mencoba mencegah tokoh utama membangkitkan kekuatan namun gagal total.

Tapi Syana memegang tangannya, "Fatanir...Kak Fata."

"Apaan?"

"Ini..." Dengan tangan mungilnya, Sang Puteri menyerahkan sebuah mikrochip ke tangan Si Kribo, "Itu...titipan dari Pamungkas dan Hewanurma. Mereka bilang, Kak Fata akan bisa memakai titipan itu."

Fata mendengus namun menerima juga mikrochip itu. Namun betapa terkejutnya dia saat menerima input kesadaran dari dalam perangkat itu. Tekno-Komprehensinya langsung bekerja, membuat otaknya dapat menerjemahkan sinyal-sinyal perangkat teknologi tersebut.

Kamu...

[Identitas: Recovery Backup.]

[Desainer: Hewanurma, Pamungkas.]

Fata menyentuh kesadaran mikrochip itu, lalu dia gelagapan seperti kehabisan napas. Karena dalam hitungan detik, ribuan kode informasi mengalir ke otaknya.

Itu adalah lautan data. Mikrochip itu baru memberikan kepada Fata, semua data tentang peserta Battle of Realms.

"Uaaahhh!!"

Kekuatan mereka, sifat mereka, tujuan mereka...

Sial...Padet amat ini arus database...Fungsimu selain nyimpen data tu apa lagi, Mikrochip?

[Fungsi utama: Aplikasi memori database dalam bentuk fisik.]

Aplikasi memori? Bentuk fisik? Maksud kamu...

...Kamu bisa ngereplikasi apa aja yang udah pernah ada di dimensi ini, meskipun benda itu udah gak ada?

[Jawaban: ya.]

Ada keterbatasan gak?

[Dikonfirmasi. Recovery Backup tidak sanggup mereplikasi data Roda Waktu: Laplace, entitas abstrak Empat Kaisar--]

Ya iya lah. Mana tahan kalo mesti ngereplikasi entitas tinggi.

[--Fatanir, Syana--]

Ha? Kalo Kana si emang iya gak bisa direplikasi, dia kayaknya punya power langka gitu kan. Tapi gue ni cuma Teknopath, Boy.

[--Dan Recovery Backup juga tidak bisa mereplikasi---]

Kesadaran mikrochip itu menyebutkan satu identitas terakhir. Nama terakhir itu menimbulkan sebuah getaran, dalam sukma seorang anak manusia bernama Fata. Mendadak sekujur kulitnya bagai tersapu oleh embun yang dingin namun menyegarkan.

"Bazeeeng! Taunya kamu juga gak bisa ngereplikasi makhluk itu? Si Nganu? Wakakakak!" Si Kribo sontak cekakakan di tempat sampai jatuh terduduk, membuat Syana / Kana terheran-heran, "Kak Fata...ada apa?"

Fata bangun dari duduknya. Dia berdiri tegak, tepat menghadap ke horizon, di mana Mima-Laplace dan siluet Blackz yang mengerikan itu, kegelapan iblis yang siap menelan makhluk-makhluk rendah.

Tapi mata pemuda itu kini tak lagi goyah. Mata itu menantang dunia.

"Insya Alloh ada jalan."


---


Fata menarik napas sesaat, "Ashura. Internalisasi Mikrochip Recovery Backup."

[Perintah diterima.]

Begitu Ashura merespon dan menyala di ulu hatinya, Si Kribo memasukkan mikrochip itu ke dalam si gerigi emas tersebut. Otak Fata melakukan pemrograman ulang terus-menerus terhadap mikrochip tersebut, sehingga beberapa saat kemudian maka software database ciptaan Hewanurma dan Pamungkas tersebut sudah sepenuhnya ada dalam kendali Fata.

"Ashura-Recovery Backup, re-create semua komponen fisik-kepribadian-memori semua peserta Turnamen Battle of Realms: Exiled Realms dalam bentuk fisik. Ah, kecuali Kusumawardani sama Alshain Kairos. Mampos aja tu anak dua."

[Data replika bersifat reaktif serta tak stabil, sehingga komando hanya dapat digunakan satu kali. Proceed?]

"Lanjoot."

Mikrochip pemberian Pamungkas dan Hewanurma itu pun terurai di udara, kemudian dari titik-titik cahaya yang tersisa maka keluarlah arus data dalam jumlah besar berupa jutaan angka 0 dan 1 dalam berbagai bentuk dan ukuran, namun membentuk pita-pita tiga dimensi.

Fata dan Syana menyaksikan dengan takjub, ketika masing-masing pita kode biner itu terpecah lalu bergabung di sejumlah area dimensi pertarungan. Sampai akhirnya semua arus data itu bertransformasi menjadi sosok-sosok petarung yang familiar.

"Bocah Teknopath! Are you feeling lucky today?!" sebuah pistol hitam menempel di belakang kepala Fata. Pemegang pistol itu tak diragukan lagi adalah Meredy Forgone, virus digital yang pernah bertarung sengit dengan Fata di gurun pasir Bauhaus.

"Jangan macam-macam, Bedebah."

Mendadak sebuah tangan kekar bertato meremukkan pistol yang dipegang oleh Meredy. Diikuti dua bilah pedang berbeda bentuk yang menempel di leher wanita digital itu, dan sesosok perempuan kecil yang memamerkan taring ke arah Meredy.

"Felly, Izu!"

"...Pengecut semua kalian, beraninya keroyokan."

"Diem lu, Mongki. Ntar gue kencingin lagi malah demen dah lu."

" . . . "

"Heh ngapa mukelu merah, Mongki!?"

"Umhh..."

"Hai Bos Kii Juragan Pedang! Hai Bos Asep Mang Tukang Soto Alun-Alun!"

Meski lalu benjol karena dijitak oleh Asep sang preman tersohor, Fata masih juga nyengir mendapati sosok para petarung tangguh yang pernah bahu-membahu olehnya, kini hadir kembali. Bahkan seorang gadis berambut merah yang baru saja tercipta dari pita data, menyapanya dengan riang, "Hai Fata?"

"Lu Arahalia kan?"

"Panggil aku Tata! Panggil aku Fatha'alir juga boleh!"

"Bongkrek lah jangan ngikut-ngikut nama gue."

Yang paling teringat olehnya tentu saja adalah dua orang yang muncul kemudian. Seorang gadis berambut biru...

"Sanelia. Mikrochip Recovery sempet bilang, katanya lu lagi bunting yak?"

"...Itu rahasia."

"Okai." sahut Si Kribo dengan muka datar, tapi lalu wajahnya berubah sumringah saat merentangkan telapak tangannya membuka, menyambut tepukan salam maskulin dari seorang penyihir muda berambut coklat, "Avius, Ma Meen. Apa kabar, Bro?"

"Tersenyum pada langit, seperti biasanya, Fata. Sebentar, apa yang terjadi? Bukankah---"

[Bukankah kita semua baru saja di Alforea? Dimensi aneh apa ini?] sambung sebuah robot bernama Renggo Sina yang ternyata juga mengenal Fata, diikuti dengan anggukan robot lainnya yaitu Zarid.

Sementara itu, wanita bertopeng bernama Steele memberi sinyal pada seorang berbaju besi dengan lambang singa, juga gadis yang rambutnya lebih merah dari Arahalia. Steele menoleh pada Si Kribo dengan ketakutan yang sulit disembunyikan, "Anak Muda...ENTITAS HITAM APA ITU?"

Mendengar itu, berpalinglah para petarung ke arah yang dimaksud. Mereka menyaksikan sosok itu, yang kengeriannya melebihi mimpi terburuk mereka sekalipun.


---


Jauh dari lokasi Fata dan para replika petarung, Iblis Hitam raksasa itu membungkuk di hadapan Si Mama. Dia kesal karena manusia kecil ini tak mampu dilawannya, namun secara bersamaan juga kagum karena bertemu lawan yang lebih tangguh darinya.

"Tekadmu berhasil mengendalikan Laplace, Mima Shiki." Blackz berujar berat, "Kini...bahkan aku tak sanggup membunuhmu.. Maka apakah yang akan kau lakukan dengan kekuatan ruang itu?"

Mima tersenyum simpul, "Jangan putus asa dulu, Blackz. Aku baru mampu membangun penjara gravitasi ruang secara pasif dan memenjara. Ini hanya sebagian dari kekuatan Roda Waktu. Bukankah Pewaris Laplace belum ditentukan?"

"...Apa maumu?"

Mima membangun sebuah dinding metafisik yang memuncak ke langit dan memisahkan dirinya dengan Blackz,. Kemudian dia berkata serius, "Waktumu satu jam. Jika kau tak mampu mengalahkan Fata sampai saat itu, aku akan membuatkan penjara absolut untukmu."

"???"

Mima menegaskan ancamannya, "Kau akan terkurung tanpa sumber energi dalam jangka waktu jutaan tahun, dalam rasa putus asa tanpa bisa melakukan apa pun, lalu mati menderita. Perlahan-lahan."

"Kau pikir aku BISA MATI!?" Blackz meraung buas, namun kata-kata Mima tetap terkontrol, "Thurqk bisa mati. Berarti kau pun bisa."

"...Kau adalah seorang ibu, Mima Shiki. Apa yang membuatmu mampu melakukan ancaman berdarah dingin seperti ini terhadap entitas Kaisar sepertiku?'

Mima pun menghela napas, lalu membalas dengan sengit, "Justru karena aku adalah seorang ibu...maka aku dapat melakukan apa pun untuk keluargaku."

"Justru..." kobaran api hitam Blaclz seperti redup sejenak, "Rupanya...alasan kekuatan hasratmu yang begitu tinggi adalah keluarga?

"Aku harus mewarisi Laplace. Apa pun akan kulakukan untuk menjadi Sang Pewaris, dan menghapus data memori tentang disiplin ilmu terlarang yang membuat keluargaku terancam sepanjang hidup mereka."

"Termasuk membunuh semua yang menentangmu?"

"Aku akan menang. Tak akan ada yang tersisa dari siapapun yang menentangku. Itu termasuk...dirimu, Blackz." sorot mata Mima yang bagai belati itu menegaskan semuanya. Bahwa Mima Shiki, akan menjadi Tuhan bagi dunia yang baru.

Entah berapa lama kemudian, sang Iblis Hitam akhirnya menjawab dengan suaranya yang dalam, "Tak akan ada yang tersisa dari Fatanir."

Itulah kekuasaan Laplace, yang bahkan telah berhasil memaksa sosok searogan Blackz mematuhi Mima Shiki.


---


8
Armada


Blackz, Kaisar Iblis Hitam. Memori sebagian peserta langsung bekerja, karena mereka yang sempat bertanding di Amatsu pernah merasakan ketidakberdayaan ketika entitas ini memporak-porandakan segalanya hanya dalam beberapa hitungan saja.

Dan kali ini...

"Iblis yang dulu itu...kini sebesar sebuah pulau...?"

"Apa-apaan itu...partikel udara, bahkan awan di sekitar tubuhnya tertelan habis?"

Tidak mungkin. Apakah kali ini...tugas terakhir mereka adalah mengalahkan Iblis Hitam itu?

"Ah, nganu..." Fata menatap puluhan wajah asing yang mulai tampak ketakutan. Fata menyalakan mikrochip telepatisnya dan mengumumkan pada semua petarung di sana.

"Kayak kata Renggo, kalian semua sebenernya udah mati!" teriak Si Kribo itu, "Hewanurma sama Pamungkas menyimpan database kalian semua. Fisik, memori, semuanya! Terus, gue dikasih databasenya dan gue make database itu untuk...membuat replika para petarung yang asli! Jadilah kalian ini!"

Semua pun terkesiap. Tak pernah ada yang menyangka bahwa mereka akan mendengar hal semacam itu tentang diri mereka sendiri

"Bohong..."

Perlahan, suara memprotes pun bermunculan.

"Aku...kami semua, selain dirimu...hanya kumpulan database yang dibuat ulang...?"

Semakin lama semakin riuhlah mereka. Masing-masing memikirkan dirinya.

"...Sudah mati..."

"Kau gila, Bocah Kribo!"

"Apa yang membuat kami harus percaya semua omong kosongmu!"

"Dasar anak kurang ajar, kau--"

"---Entitas hitam itu, Engkong Demit itu, namanya Blackz!" Fata memotong tak peduli, "Dia bakal makan semua benda di jagat raya ini ampe abis, kecuali kita bikin dia mampos!"

Semua keributan itu langsung tersumbat berhenti. Jantung mereka terasa ngilu melihat makhluk yang ditunjuk itu, yang menjulang ke langit bahkan meski jaraknya dari mereka adalah sekitar satu jam perjalanan dengan kuda.

"Jadi singkatnya..." seorang bapak-bapak dengan jas hijau necis menyimpulkan, "Kau mau memaksa kami membantumu."

"Yoi. Silahkan pake otak lu semua. Seluruh badan Blackz..." Fata memutuskan mengatakan hasil identifikasinya atas pemindaian yang sempat dilakukannya terhadap Iblis Hitam, "Seluruh tubuh Blackz terdiri dari struktur DNA yang mirip makhluk organik lain. Tapi dalam tiap atom di badannya, terdapat gabungan semua jenis radiasi yang ada di alam semesta."

"... !!!"

"Dengan itu, dia bisa makan cahaya, elemen, atom apa aja sampe abis, dan ngejadiin semua itu sebagai sumber energi buat dia, ngejadiin semua elemen sebagai bagian dirinya. Dia jadi punya suplai energi nggak terbatas."

Semua petarung itu terpaku.

"Dia imortal. Materi apa pun juga, senjata apa pun juga, cuma bakal jadi cemilan doang buat dia."

Keputus-asaan berangsur tampak jelas di mata mereka.

"Dan lu semua emang udah mati, gue tau. Yang ada sekarang cuma badan artifisial yang diisi pake memori sama personaliti artifisial juga." Fata melanjutkan, "Tapi lu bayangin kalo makhluk satu itu dibiarin idup. Terus dia seenaknya aja jalan-jalan ke dunia lu masing-masing, keluargalu masing-masing. Dikira-kira aja ndiri jadinya kayak apa." ucap Fata tengil.

Satu-persatu ekspresi mereka berubah. Dari tak peduli, lalu ingin tahu, kemudian marah dan tak terima atas identitas diri mereka yang sudah mati...

Sampai pasrah. Sampai mereka mengingat kembali saat-saat kematian mereka masing-masing...dan harapan mereka. Dan mereka menatap juga ke arah Blackz yang sedang mengamuk dalam rantai dimensi. Iblis Hitam itu hanya menunggu Mima melepaskan kekangan, dan kemudian dia akan menghancurkan segalanya.

"Jadi gue pengen, itu makhluk mampos. Lu mungkin lebih milih kabur terus nyari tempat ngaso di realm laen. Atau lu mungkin mau coba ngebunuh gue," pandangan Fata langsung berubah menyepelekan mereka, "Tapi kalo lu berani kayak gitu, database lu semua sekarang udah ada di dalem badan gue, udah jadi punya gue. Tinggal gue delete databasenya, eksistensi lu semua, siapa pun itu, juga kedelete dah."

Sanelia mengernyit kesal. Ragga Bang menggeram. Nobu menggenggam pedangnya makin erat. Mereka harus bertarung bersama pemuda yang oportunis dan seenaknya ini? Bahkan lebih buruk lagi, mereka harus bertarung demi kemenangan pemuda ini? Atau kembali musnah hanya saat si keriting ini tak lagi membutuhkan mereka?

Tapi...

Apakah benar demikian? Apakah Fata melakukan semua itu karena dia memang hanya merupakan pemuda yang kejam, dan hanya selalu memanfaatkan orang lain?

"Fata..." Ragu-ragu, Avius memegang pundak Si Kribo. Pundak itu bergetar. Nyatanya tangan Fata mengepal kaku, hingga kuku-kukunya menancap masuk dalam telapak tangannya sendiri sampai berdarah.

Syana menangis melihatnya. Puteri cantik berambut putih salju tersebut terisak-isak tak terkendali, wajah mungilnya basah oleh airmata saat dia memeluk erat pinggang pemuda keriting itu, "Maafkan aku...Kak Fata...karena kelemahanku, karena aku tak bisa menolak semua rencana Kairos untuk pertarungan ini...untuk mencari Pewaris Laplace...karena aku, Kak Fata jadi tak punya pilihan..."

"Laplace...?" Sanelia bertanya.

"Roda Waktu yang mampu mengendalikan multijagat, eh..." Dyna bergumam mendengarnya, "Tak kusangka, celotehan para ilmuwan di duniaku itu betul-betul ada..."

"Mengendalikan...multijagat...?"

"Aku, Tamon Ruu Syana, adalah satu-satunya di alam semesta ini yang sanggup menyatukan Laplace dengan Pewarisnya."

Mereka tak pernah menduga penuturan dari Syana/Kana ini. Pantas saja dia merupakan tokoh sentral yang selama ini dipatuhi di seluruh Sol Shefra, karena hanya dialah yang sanggup membuat pemenang terakhir pertarungan ini memberikan Laplace seutuhnya kepada Sang Pewaris.

"Namun karena aku tak memiliki kekuatan apa pun selain itu...maka aku dijebak oleh Alshain Kairos, untuk mengadakan turnamen demi mencari Pewaris Laplace..."

"Kairos!? Rupanya dia dalang di balik semua ini...untuk apa dia..."

yana tertunduk, namun kemudian menguatkan diri untuk melanjutkan.

"Kai adalah makhluk artifisial yang hanya menjalankan program dari Laplace itu sendiri, untuk mencari Pewaris Laplace yang akan menjadi Tuhan. Dan..Mima Shiki...adalah Pewaris Laplace, karena itulah dia sanggup mengendalikan Blackz..."

"Menjadi...Tuhan?"

"Mima...mendapatkan kekuatan tingkat dewa untuk mengendalikan Blackz?!" Replika Kazuki angkat bicara. Dia pernah melawan Mima dan merasakan semangat tarungnya yang luar biasa. Namun tak disangka, kini wanita itu mendapatkan kekuatan yang sama sekali berbeda tingkat dari apa pun yang mereka ketahui.

"Ya...kekuatan penciptaan dunia. Lebih dari apa pun juga. Seluruh dunia, gedung-gedung, lapangan, hutan yang kalian di dimensi ini, semua adalah ciptaan Mima. Namun..." Syana terbata-bata.

"Namun dengan harga semahal apa?" Avius mengetahui arah pembicaraan Syana, "Jika kekuatan untuk menjadi Tuhan ada di tanganku...akan menjadi seperti apakah aku? Masihkah aku akan peduli dengan manusia? Masihkah aku memiliki kasih sayang terhadap makhluk hidup, jika aku mampu membuat seluruh dunia tunduk padaku?"

Pertanyaan retoris yang sungguh menyesapkan rasa sesak di dada mereka semua. Manusia tak mungkin mendapat kekuatan Tuhan tanpa menjadi raja yang lalim. Karena manusia takkan pernah memiliki kapasitas nurani yang cukup untuk menjaga kekuatan itu dari kekotoran ego mereka sendiri.

Dan Mima yang memiliki tekad tertinggi di antara semua manusia, hanya berjuang tak lain karena egonya. Yaitu keinginan untuk melindungi keluarganya, apa pun yang terjadi.

Sehingga mendapatkan kekuatan Tuhan, akan menjadi titik yang memanjakan dirinya secara total.

Mima akan menjadi Tuhan yang memakan segala hal.

Maka itulah. meski harus menyiksa ribuan orang sekalipun, seorang bocah bernama Fata akan tetap mengeraskan hatinya untuk mengalahkan Mima. Karena tak ada satu makhluk pun yang boleh menduduki singgasana tersebut.

Sehingga mengertilah para petarung, kenapa Fata tega melakukan hal ini terhadap mereka semua. Hati mereka seakan remuk ketika menyadari betapa berat beban yang harus Fata tanggung. Tak sedikit petarung yang menarik napas dalam-dalam agar airmata mereka tak menetes.

Karena hanya Fata. Fata merupakan satu-satunya keberadaan asli yang tersisa, untuk memaksa Mima Shiki turun dari singgasana Sang Pewaris.

"Jadi mungkin lu punya ide yang lebi bagus, Roni Khoerudin? Hm, Bos Mapia, Hmm?" Si Kribo berusaha mencairkan suasana. Entah kenapa sesuatu seperti sedikit terangkat dari dadanya. Dia melirik Syana dan Avius sekilas saja, namun mereka berdua tahu lirikan itu mengandung ucapan terimakasih tanpa suara.

Entitas hitam itu tak memiliki empati, belas kasihan, atau kepedulian. Maka bagaimana mungkin bernegosiasi menghadapi keberadaan seperti itu?

Sementara Fata adalah seorang bocah. Bocah yang terpaksa menjadi dewasa, bocah yang terpaksa bertarung meski tak ada setitik pun harapan yang terlihat di ujung sana.

"Namaku Ronnie Staccato. Dan sepertinya memang tidak ada pilihan. Mempertaruhkan nyawa memang selalu mengasyikkan, bukankah begitu, Lady Dyna?" ucap Ronnie sambil tersenyum pada seorang wanita bertopi dengan gaun pendek yang sensual, namun dengan tubuh yang memancarkan hawa kekuatan luar biasa.

Wanita itu menjawab dengan desahan getir, "Mungkin benda hitam itu bisa kujadikan dildo di apartemenku. Kalau aku masih hidup dan dunia masih ada."

"Bucet dah. Jangan gitu omonganlu, geli lah. Gue pan masi perjaka."

"Melihat jambul kribo dan mulut monyongmu itu, keperjakaan abadi pun merupakan prospek masa depan yang harus dihadapi dengan lapang dada."

"Bongkrek lu, Dynamite Pussy. Eh bentar. Ko Si Blackz diem aje? Ngapa gak nyerang-nyerang tu diye?"


---


[Wajah-wajah yang familiar. Sayangnya, hanya sebatas replika berkepribadian buatan.]

Semuanya menoleh. Rupanya itu adalah suara telepatis Mima yang menggaung besar berupa komunikasi terbuka ke seluruh dataran Hisaria Sol Shefra,

[Sudah bisa dimulaikah, Fata?! Jangan membuat seorang wanita menunggu terlalu lama!]

"Lu semua pikirin aja Blackz dah," ujar Si Kribo ketus pada semua petarung, "Biar gue yang ngurus Si Emak. Dan kamu, Kana, ikut sama Avius aja."

"Kak Fata..." ujar Syana pelan, "Nama asliku Syana..."

"Diem ah, brisik." Fata menjawab cuek. Selama ini dia penasaran akan siapa Kana sebenarnya, dan kenapa Kai harus mengunci memorinya. Tapi dia pun tersadar bahwa Alshain Kairoslah yang mengunci memorinya selama ini. Segel memori milik Fata itu baru terbuka setelah Kai kalah dari Mima.

Itu berarti Kai baru merasa aman untuk mengembalikan memori Si Kribo, setelah menemukan fakta bahwa Mima adalah Sang Pewaris Roda Waktu.

Dan artinya, sebelumnya, Kai sempat menyangka bahwa Si Kribo dapat menjadi ancaman untuk...

Untuk...

Untuk Laplace?


---


Fata mendengus. Apa pula itu? Kenapa dia jadi sampai pada kesimpulan itu?

Bukan saatnya memikirkan hal tersebut. Saat ini, dia telah mengetahui bahwa Kana adalah Tamon Ruu Syana, yang menyelenggarakan seluruh turnamen ini demi mencari Pewaris Laplace.

Namun entah kenapa, kini pikiran Fata hanya berisi ratusan alternatif cara untuk mengalahkan Blackz dan Mima. Entah kenapa.

Mungkin, karena ada saatnya bahwa seorang bocah harus tumbuh menjadi seorang laki-laki.

Dan saat itu adalah, saat dia memiliki sesuatu yang layak memaksanya untuk berjuang.

"Oke, Emak. Semua begajulan ini, versus Blackz..." Fata tersenyum, kemudian menunjuk sang Iblis Hitam tepat-tepat. Sedangkan para petarung menatap Fata dengan wajah menunggu.

"Gue udah bangkitin lu semua," ujar Fata sok mengancam, "Sekarang lu pilih, mau kerjasama buat ngelawan Blackz atau mau gue apus lagi data lu semua."

Tapi mereka semua tak lagi termakan oleh akting itu. Mereka kini mengakui Si Kribo. Dialah yang membangkitkan mereka semua, dialah yang menyatukan mereka semua. Sang pahlawan yang kesepian.

"Jika kalian semua, wahai Petarung Antar Dunia, tidak ingin musnah bersama dimensi ini!"

Meski diri-diri mereka hanya wujud fisik dari memori para ksatria yang telah mati, namun apa pun akan mereka lakukan. Untuk menghentikan Blackz. Untuk menyelamatkan semesta tempat semua yang mereka cintai.

"Jika kalian semua, ingin melindungi semua yang penting bagi kalian! ---"

Sesuatu dalam diri mereka semua bergolak.

"---BUNUH BLACKZ!"

Maka dimulailah. Semua petarung itu berlarian, terbang, melesat ke arah Iblis Hitam. Dyna, Asep Codet, Kii, Steele dan Ronnie adalah yang pertama kali maju. Mereka semua berlari kencang seakan adu cepat untuk menumbangkan sang entitas hitam. Menghindari jeratan tentakel hitam pelahap bumi ke lima arah berbeda, mereka semua melabrak lengan Blackz dengan kemampuan masing-masing.

"Papatong...Cendol Kiwari!" Asep mengerahkan kekuatan gen manusia binatangnya, meningkatkan adrenalin tubuh kekarnya hingga kekuatan tinjunya sanggup membuat meriam udara yang menghancurkan sebagian daerah siku Iblis Hitam tersebut. Dyna mengacaukan aliran pergerakan Blackz dengan manipulasi gelombang sonik, sementara Ronnie serta Kii menghujani dengan lemparan bebatuan gamping seceat peluru, serta sabetan pedang yang begitu kuat.

Effeth dan Nobuhisa membentuk formasi pedang dengan Stellene, Sanelia, serta Meredy Forgone yang mengandalkan trik serta serangan jarak jauh. Stellene mengeluarkan bola-bola api dari tongkatnya, Sanelia menembakkan peluru Gauss yang diperkuat oleh arus magnetik.

Meredy mendownload data terlarang lalu bertransformasi menjadi virus digital, menembakkan peluru-peluru peledak yang meledakkan bagian betis Blackz.

Kaisar Hitam meraung bagai ledakan gunung berapi. Hanya dengan gelombang suaranya, gedung-gedung berpatahan dan jatuh membuat asap yang memenuhi pandangan. Dyna Might terpaksa mengandalkan pengendalian frekuensinya untuk membuat zona tanpa suara, namun sayangnya tak mampu melindungi semuanya.

Ady, Garrand, Ragga Bang mati seketika dengan jantung yang pecah akibat terkena ledakan suara dari raungan mengerikan tersebut. Felly, Izu dan Kii yang melindungi dua gadis itu pun mati tertelan struktur mirip tebing terjal yang nyatanya hanya sebuah jari tangan Blackz

Avius berdiri di atas sebuah pesawat jet canggih berbentuk elips namun berkokpit tajam. Di belakang penyihir muda itu,  Fata memegang kemudi jet dengan Syana/Kana di belakangnya.

"Gelombang energi dari arah jam satu!" Fata memuntir tuas kemudi hingga pesawat itu berbelok tajam ke kiri di angkasa, roket pendorong pesawat itu berpendar biru meluas saat menambah kecepatan melintas udara.

Avius mengerahkan Praesidium, perisai magis yang memantulkan loncatan energi nyasar dan reruntuhan bangunan yang berjatuhan.

"Blackz! Gue kasi hadiah buat lu noh!"

Ashura. Perluas ruang lingkup untuk Tekno-Kreasi!

Gerigi emas di dada Fata pun merespon perintah pikiran itu dengan patuh. Menyala semakin terang, kali ini Ashura mengeluarkan seluruh daya rancang teknologi militer Fata. Menimbulkan pola garus-garis keemasan di kulit Si Kribo, jalur-jalur cahaya dari Ashura merebak ke udara bagaikan jaring neo-sibernetik tiga dimensi.

[Tekno-Kreasi: Armada Fatashura.]

Pola geometri emas itu terus menyebar bagai fajar yang bangkit dari bumi. Dan Fata adalah pusat fajar itu, rambut kribonya berkibar canggih dan sorot matanya tajam penuh pemberontakan.

"Itu...armada sungguhan!?"

Para petarung yang tangguh itu pun tak berkedip ketika pandangan mereka tertutup oleh deretan roda serta selongsong meriam berukuran luar biasa. Karena atas daya kreasi Teknopath milik Fata, maka dari seluruh pola tiga dimensi itu terciptalah  lautan unit militer robotik automaton.

Ratusan tank perang berdiri gagah dengan puluhan tipe artileri teracung. Kloter-kloter hovercraft amfibi dengan persenjataan gelombang suara pun tegak mengancam. Bahkan jajaran pesawat antariksa berteknologi laser membentang di udara, memenuhi garis horizon.

Setiap unit perang ini dirancang oleh Fata dengan komputerisasi autopilot. Lampu-lampu di layar monitor interior mereka menyala, turbin pendorong aktif satu-persatu, dan program mereka hanya memiliki satu sasaran. Itulah Blackz Sang Iblis Hitam.

Fata memajukan badan bagian atasnya dan pesawatnya menukik turun, melewati kelebatan petir milik Wildan serta Vajra yang berhujan ke arah daerah bahu Blackz yang raksasa. Dia memberi sinyal pada Avius, "loncat, Bro! Bawa Kana!"

Kana tak menyangka bahwa Fata akan meninggalkannya. Tapi tanpa bertanya lagi, sang penyihir remaja menggendong tubuh ramping Syana/Kana dan melompat turun ke daratan saat jet elips Fata mencapai titik terendah.

"Aaaahhh!"

Meski badannya terluka akibat pendaratan darurat ini, namun sang penyihir muda segera menyembuhkan diri dengan sihirnya. Ketika berpaling, hembusan angin kencang menerpa Avius dan Syana.

Jet elips tersebut telah melesat jauh ke barat dengan kecepatan suara, menembus celah antara ledakan menggebu-gebu akibat peperangan para petarung serta Armada Fatashura melawan Blackz.

"Fata...kau ingin menyelesaikan semua ini tanpa membebani Kana, begitukah...?"

Si penyihir bergumam pelan, membuat Kana tertegun. Ternyata Avius sangat mengerti perasaan Fata, bahkan melebihi Kana yang sudah sekian lama mengenalnya meski memori pemuda itu sebelumnya tersegel oleh Kairos.

Maka setelah beberapa menit berusaha bertahan dari amukan Blackz, Avius kelelahan. Tapi kemudian dia kaget, lalu mencari-cari.

Kana/Syana tak ada.

"Eh?"


---


7
Tumbangkan Iblis Hitam


"Kamu benar-benar hebat, Fata..."Mima berdecak mengakui kekuatan lawannya, "Tapi memangnya kau dan segala mainanmu itu mampu melawan Blackz?"

[Mainan gue yang bakal ngancurin Blackz, Emak.] balas Fata pongah di atas pesawat. [Armada Fatashura! GO!]

Semua program dalam pasukan robotik tersebut, mendapat izin eksekusi. Segenap tank lantas bergerak maju, memecah barisan ke dua sisi Blackz. Bagai barisan raksasa logam, mereka menderu ke depan, menempati koordinat dalam komputerisasi strategi perang prosesor masing-masing.

Setelahnya mereka pun menjajarkan laras meriam seukuran batang pohon, kemudian memuntahkan seluruh amunisi yang mereka punya ke arah tubuh Blackz.

Maka letupan debum mortar tiada hentinya mengoyak-ngoyak pendengaran dan menyilaukan mata. Rantai ledakan mengguncangkan tubuh Sang Iblis Hitam, menciptakan beribu-ribu titik detonasi yang membumbung ke langit.

"Uwoooh!" para petarung terkaget-kaget menyaksikan skala kekuatan yang mampu dimunculkan Si Kribo. Siapa yang menyangka bahwa pemuda kurus tersebut mampu memberi tantangan seperti itu pada Blackz, bahkan tanpa perlu berada di sana.

Blackz tak mengira bahwa seorang manusia kecil akan mampu mendatangkan pasukan perang sebesar itu. Namun gelombang serangan Si Kribo baru dimulai. Ratusan helikopter tempur membentuk perimeter di sekeliling Blackz dalam radius delapan ratus yard...

Kemudian secara terprogram, mereka membombardir. Ratusan ribu misil memenuhi Hisaria dengan ekor-ekor api berlintasan terang-benderang, menciptakan kubah-kubah elemental yang bertindihan di tubuh Blackz melebihi gempa bumi.

"Maju! Armada Fata udah buka jalan!"

"Go go go!"

"Yeaaaah!"

Para petarung segera mengerahkan serangan masing-masing, memaksa Iblis Hitam terdorong setengah langkah. Teriakan para petarung bagaikan riuh-rendah yang memaksa diri mereka sendiri untuk terus bertarung.

Namun setelah menerima berbagai deraan api, hujan es tajam, maupun ribuan senjata, maka Blackz membalas penuh kegilaan. Dia pun menjalarkan kegelapannya. Kali ini untuk memakan...seluruh daratan.

Tanah merekah ke langit, seolah berubah menjadi gunung berapi yang meletuskan pijar hitam. Semua petarung merinding saat rasa takut itu menjalar dalam tubuh mereka. Betapa tidak, bumi Hisaria di sekitar mereka sendiri tengah berubah menjadi gelombang hitam yang merupakan bagian tubuh sang Kaisar Iblis.

Blackz tak main-main sekarang. Udara berubah menjadi hawa hitam pekat. Effeth dan Vi Talitha yang menghirup hawa hitam itu segera menerima nasib naas. Tubuh mereka ditelan oleh hawa hitam yang memadat menjadi urat-urat kegelapan penghancur. Bun, Liona Lynn, Zarid masih sekuat tenaga menahan dengan perisai elemen dan senjata masing-masing.

Namun Blackz membuka mulutnya yang gigantis, bagai sebuah jurang hitam yang menganga menakutkan. Sehingga bahkan jurus Bumi Berguncang Langit Gempar milik Vajra, transformasi Harbinger dari Vi Talitha, maupun Badai Supercell yang Wildan kerahkan, semuanya dilahap tak bersisa.

Namun semua kegilaan itu dimanfaatkan oleh Fata yang menavigasikan jet tempur elipsnya untuk menyusup. Melalui celah antara pilar-pilar plasma, kobaran elemen, dan bebatuan sebesar rumah yang menerpa, Si Teknopath melesat cepat dalam kendaraan perang canggih yang menerobos udara.

"Aku siap aku siap aku siap." Si Kribo menghancurkan alat komunikasi telepatisnya sendiri yang sedari tadi digunakan untuk bercakap-cakap dengan Mima Shiki Reid.

Narena dia tak lagi memerlukan komunikasi telepatis itu untuk berbicara dengan lawan sejatinya. Dia telah melewati Blackz. Sementara di ujung sana, sosok Mima telah terlihat. Wanita itu menatapnya tajam, bagaikan seekor hiu mengincar ikan kakap remaja.

"Gue mah cuma ada urusan sama lu aje, Emak Somplak!"

Hanya saja Fata menolak menjadi ikan kakap remaja. Kedua mata pemuda itu membelalak ganas di sela rambut kribonya yang diterpa angin, penuh kemarahan yang sulit dibendung.

"Kalau begitu datanglah, Fatashura!"


---


Saat itulah, Meredy Forgone menyadari sesuatu dari sirkuit data digitalnya. Dyna menangkap suara berfrekuensi asing dari atas langit.

Di sela-sela hujan tembakan armada udara maupun darat milik Fata yang menimbulkan ledakan demi ledakan seolah hendak menghancurkan bumi, Blackz akhirnya mampu beradaptasi terhadap reaksi eksplosif dari pasukan Si Kribo.

Padahal Fata telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk merancang agar reaksi detonasi dari masing-masing unit tempurnya memiliki perbedaan fisi maupun fusi elemen reaktif, membuat Sang Iblis Hitam sekalipun kesulitan menentukan pola energi ledakan yang mampu dikonsumsinya.

Tapi sayangnya, daya adaptasi struktur tubuh Blackz jauh di luar perhitungan Fata. Dengan segera, Iblis Hitam mampu memakan hampir seluruh pasukan Fata dan menjadikannya sumber energi.

Tubuh hitam sebesar pulau itu, tak terluka sedikit pun.

Tapi di tengah semua itu, Steele dan Caitlin. Nobuhisa serta Eophi. Semuanya. Semua petarung menyadari sesuatu. Setiap mereka menyerang maupun menghindar dari serangan Blackz, yang tak mungkin sanggup mereka tahan--

"Bocah Sialan..."

--selalu ada kendaraan perang yang mengawal mereka. Selalu ada tank yang menghadang Blackz, selalu ada hovercraft yang menerjang Blackz, menjadi martir agar setiap mereka dapat lolos.

Sehingga mereka lolos dari kematian hitam itu, sementara unit perang milik Fata setiap kali itu pula merelakan diri untuk ditelan.

Fata telah memprogram setiap anggota armadanya, untuk selalu dan selalu mengorbankan diri demi keselamatan para petarung. Sampai Blackz akhirnya telah memakan hampir seluruh armada ciptaan Si Kribo.

"Jangan membuatku terharu, Fatanir..."

Meski mereka hanya sebatas wadah replika berisi memori dan kepribadian dari database.

Namun Fata membela mereka. Tanpa memberitahu strateginya, tanpa mampu menyampaikan isi hatinya...

Sendirian, bocah itu memperjuangkan mereka semua.

"Kribo kurang ajar...kau harus selamat, kau dengar?"

Dan kala itulah, Meredy dan Dyna Might menoleh ke atas. Di langit, terlihat grup unit perang terakhir dan terbesar milik Sang Teknopath.

Itu adalah Kapal-kapal Galliun Antariksa, rangkanya bagaikan perahu layar mutakhir namun mengapung gagah di batas atmosfir planet. Dengan bunyi blip yang kencang dari anjungan utama, masing-masing kapal Galliun Antariksa tersebut menjatuhkan struktur-struktur balistik dengan pendaran garis-garis biru.

"...Itu mah anti-proton warhead, Kribo Bangsaaat! Semua mundur! Semua mundur!!" Meredy kontan memucat saat mengenali senjata pemusnah massal itu. Sayangnya Sang Iblis Hitam terlanjur menyadari bahwa serangan  andalan Si Teknopath.

Dengan suara retakan yang berat, makhluk pembantai itu kembali membuka mulutnya yang raksasa. Bahkan serangan bubuk peledak Arahalia maupun kekuatan buas Asep tak mampu menghentikannya dari menelan seluruh peluru balistik anti-proton, sekaligus seluruh formasi Galliun di udara.

"Sial...tunggu! Tunggu!" Meredy mencegah para petarung lainnya maju,  seperti memikirkan sesuatu. Saat itu Blackz berbalik  arah dan mengepung mereka semua dengan tubuh hitamnya yang tengah menelan bumi itu sendiri. Iblis Hitam itu memberi ultimatum, "Berikan padaku, dia yang telah lancang membunuh Kusumawardani! Berikan Fatanir padaku, dan kematian kalian takkan disertai penderitaan! Ta--"

Namun ketika itu, sesuatu terjadi pada tubuh Blackz. Pancaran biru tipis-tipis keluar dari mulutnya, dan daerah ulu hatinya, semakin membesar dan bertambah terang. Kemudian titik sentral tubuh seukuran pulau itu sekonyong-konyong mengkerut. Sebuah pusaran tercipta dalam kegelapan tubuh Blackz, bagaikan  hendak menghisap Iblis Hitam itu dari dalam.

Semua jagoan menghentikan langkah melihat sebuah titik kehancuran super besar meledak di pusat sosok Iblis Hitam itu. Meredy terbengong-bengong menyadari bahwa tebakannya tadi salah, "Warhead yang ditelan Blackz itu bukan cuma anti-proton...tapi juga menciptakan vorteks null-kuantum temporer?"

Wanita digital itu terperangah, bahkan database digitalnya hanya mengerti sedikit saja dari apa yang dilakukan Si Kribo, "Teknologi itu melebihi Para Raja Digital SINS? Jangan-jangan...dengan menyerap Mikrochip Recovery Backup itu...dia telah...!!"

Dugaan Meredy nyatanya tepat. Fata sudah menginternalisasi semua database petarung Alforea dalam mikrochip pemberian Hewanurma dan Pamungkas, namun akibatnya bukan hanya data mereka--

Tapi juga seluruh database peradaban dan teknologi tempat mereka berasal, semuanya kini terserap kuat di ingatan Fata seperti air memasuki rongga-rongga spons.

Akibatnya tak terduga. Karena Si Kribo kini justru sanggup menggabungkan berbagai pengetahuan multiversal. Maka dia mengkreasikan struktur balistik hiperparalel. Semua projektil itu secara otomatis akan memulai reaksi fusi sekaligus fisi berantai, hanya bila mengalami kontak dengan kumpulan radiasi pemusnah dalam tubuh Black.

Sehingga dalam tubuh Iblis Hitam tersebut, Si Kribo telah menciptakan sebuah palung perpangkatan energi, yang setara dengan sebuah Supermassive Blackhole.

"UURRRRRR!!"

Blackz menjerit kesakitan. Untuk pertama kalinya seluruh molekul dalam tubuhnya seakan terkoyak-koyak, ketika tubuh hitamnya yang raksasa tersedot masuk ke sebuah titik dahsyat di pusat dadanya sendiri.

Wildan, Vajra serta Bun menyiapkan lagi pengerahan petirnya. Eophi mengeluarkan Jibriel yang menebaskan aura pedang setinggi ratusan meter. Akibatnya, perut Blackz terbelah lebar dan terkuak membuka. Dan kali ini...koyakan itu tak pulih, justru tersedot ke dalam palung energi hasil inovasi Fata.

Dan saat itulah,

Sebuah ringkikan dahsyat terdengar dari langit.

"RRAAAHH!!"


---


6
Rah


Beberapa waktu lalu, Mikrochip Recovery Backup memberikan informasi kepada Si Kribo, bahwa ada keberadaan terakhir yang tak mampu direplikasi. Namun betapa familiarnya nama itu di telinga Fata.

Maka selain menggunakan Ashura untuk memprogram ulang Recovery Backup hingga dia dapat menghapus database para replika kapan saja dibutuhkan, Fata diam-diam segera menggunakan alat komunikasi telepatisnya untuk mencari spektrum identitas keberadaan sang entitas terakhir.

Kemudian dia memanggil. Dia menyerukan panggilannya jauh ke luar atmosfir. Sampai sinyal telepatis itu memancar ke arah sisa-sisa Rembulan Alkima, tempat entitas itu bersemayam.

[Temanku. Kau dengar aku?]

Suara telepatis Fata pun bergetar saat dia memilih kata-katanya. Karena kehidupannya, bahkan kehidupan seluruh jagat, mungkin tergantung pada panggilannya ini.

[Karena aku butuh pertolonganmu.]


---


Sebuah entitas terakhir yang tak mampu direplikasi oleh Mikrochip Recovery Backup, dialah Tamon Rah. Bagaikan dewa kematian turun dari angkasa, surai dan ekornya adalah api hijau membara namun seluruh otot serta kulitnya lebih hitam dari gelapnya malam hari.

Sembrani Iblis berbicara, meski tak satupun yang mengerti perkataannya selain Blackz.

Blackz. Aku terlambat.

Sontak semua petarung diserbu ketakutan. Blackz sudah di ambang kekalahan karena perjuangan mati-matian mereka semua. Namun kini, saat tenaga mereka semua sudah menguap...

"Tamon Rah!!"

"Matilah kitaaaaa!"

Namun mereka tak pernah lebih salah dibanding saat itu.

"Bukan..." Sanelia bergumam, mengetahui maksud kedatangan Sembrani Iblis tersebut. Avius bertanya, "Ada apa, Nely?"

"Dia bukan hendak membunuh kita..."

Saat itulah terjadi hal yang tak pernah diduga oleh para petarung selain Sanelia. Lingkaran magis raksasa terbentuk di kedua sayap Tamon Rah, kemudian dari sayap itu menyeruaklah beribu-ribu bola api hijau panas luar biasa.

"Tamon Rah itu..." Sanelia ragu-ragu mengatakannya, "...Sahabatnya Fata."

"APAAAA!?" Semua petarung melompat kaget sambil menganga, sampai rahang bawah mereka rasa-rasanya akan lepas dan terbang entah ke mana.

Namun mereka harus menyaksikan itu dengan mata kepala sendiri bahwa perkataan Sanelia itu benar adanya. Bagaikan hujan meteor, ratusan bola api raksasa berledakan dan membantai sisa-sisa tubuh kegelapan Blackz yang masih terus terhisap oleh vorteks null-kuantum.

"Kau...Sembrani Iblis penjaga Tamon Ruu Syana! Apa..." Blackz meraung kesakitan, namun juga mengetahui identitas makhluk tersebut.

Seperti yang kau katakan, aku adalah penjaga bagi Syana. Karena kami adalah Sepasang Gerbang.

"Apa maksudmu...!?"

Namun bukan hanya itu. Fatanir juga adalah sahabatku. Dia menyelamatkanku dari kegilaan.

Fatanir adalah pembebasku.

Maka meskipun kau adalah Kaisar Jagat, Blackz. Dan meski aku harus mati. Aku takkan melepasmu.

Maka maafkan.

Karena aku terlambat, mengantar kematianmu.

Akibat perjuangan para petarung, struktur balistik Fatashura, dan akhirnya hujan meteor Tamon Rah, mereka pun akhirnya menyaksikan sesuatu yang absurd. Semua kegelapan di tubuh Blackz tersedot masuk ke dalam palung energi.

Gemuruh besar yang menulikan, serta ledakan demi ledakan hijau menyilaukan, mengiringi remuknya tubuh Iblis Hitam itu. Sampai kegelapan tubuh raksasa itu menjadi serpihan-serpihan yang luruh ke dalam Supermassive Blackhole artifisial kreasi Si Kribo.

Tapi di sisi lain, lubang hitam penghancur itu pun tak mampu dipertahankan lagi oleh perhitungan logaritmik hiperparalel Fata yang masih tak sempurna, menyisakan sesosok tubuh humanoid seukuran manusia dewasa.

"Itu...tubuh organik Blackz yang asli..."  Caitlin Alsace yang sadar, langsung memasang mode overdrive pada zirah mekanik miliknya. Namun Steele telah lebih dulu melompat dan melancarkan pukulan lariat pada Blackz, yang kini tak lagi memiliki aura hitam penelan segala.

"Umfff!" Blackz terpental dengan ekspresi kesakitan, bahkan meski wajahnya hanya berisi mulut yang kini gemetar. Steele sengaja bermain-main karena ingin menyiksanya, "Jadi kau ini dewa, huh? Dan kau tunduk pada manusia, ibu-ibu pula, huh? Dewa macam apa ini."

Blackz masih meronta dengan tubuhnya yang kini tampak memucat menyedihkan, "Berikan padaku...Fatanir..."

Namun sebelum Steele bertindak lebih jauh, sebuah lidah api menbakar tubuh Blackz. Kemudian sebuah kereta titanium memunculkan meriam yang menembakkan peluru besar, meledakkan tubuh Blackz hingga berkeping-keping.

Avius memalingkan wajahnya, tak tega melihat akhir hidup Blackz yang mengenaskan. Sanelia melenyapkan mantra apinya, dan Relima memberi sinyal pada kereta perangnya, Heaven's Bombard, untuk menurunkan meriam.

Sebuah hawa panas memaksa para petarung memicingkan mata. Sosok raksasa Tamon Rah mengepakkan sayapnya yang mampu menandingi matahari, dan melayang anggun menuju suatu arah.

"Mau ke mana makhluk itu..." gumam sebagian petarung. Namun Sanelia serta Avius sangat mengerti, ke mana makhluk itu akan pergi.

Yaitu menuju sahabatnya.

Avius menatap ke seantero area pertarungan. Bersama-sama, mereka...telah mengalahkan lawan yang nampak tak mungkin dikalahkan. Dan secara luar biasa, kehadiran Fata sangat kental terasa menemani perjuangan mereka. Dari pasukan kendaraan perang dan pelurunya. Dari program komputerisasi senjata serta lubang hitam artifisialnya.

Maka mereka berharap, Si Kribo akan kembali dengan kemenangan.


---


5
Mima vs Fata


Jet tempur elips itu mendarat, lalu Fata turun dari dalamnya.Sang Pewaris mengibaskan tangan dengan perlahan.

"Tempus Memoria."

Dalam perintahnya, terjadi sesuatu. Mendadak tumbuhlah rerumputan tebal pada pijakan kaki Si Kribo. Dimensi penuh puing itu berubah meliuk-liuk, berganti menjadi sebuah hutan rimba yang sangat hijau.  Daun-daun bertumbuhan dan basah akibat butiran air dari sungai, dan pepohonan rindang terpancang gagah dengan puncak-puncaknya tegak sampai ketinggian puluhan meter.

Rimba Dodonge.

Begitu pikir Si Kribo, sebelum menyadari bahwa dia belum pernah mengunjungi hutan tersebut sebelumnya. Ingatannya itu berasal dari database memori para peserta yang pernah bertualang di wilayah hutan Hisaria Sol Shefra.

Ya, Mima menggunakan kendali Laplace untuk membentuk ulang Rimba Dodonge, sebuah hutan dengan penghuni satwa-satwa besar yang telah ditelan oleh Blackz di masa lalu. Tampak beberapa manusia berkepala domba sedang merumput di sela-sela batangan pakis berdaun merah cerah. Kepik-kepik sibuk menghisap sari bebungaan liar di tanah yang Fata pijak.

"Namamu Fatanir. Kau membunuh semua temanmu di panti asuhan. Sebelum kau masuk ke panti, kau bertemu dengan seorang gadis bernama Tamon Ruu Syana -- gadis yang sekarang berdiri di sampingmu ini -- dan kau seenaknya memberikan nama 'Kana' padanya."

Si Kribo mencoba tersenyum penuh percaya diri, namun hasilnya malah senyum dipaksakan. Mima baru saja mulai membacakan pada Fata, memori Roda Waktu. Tentu saja semua ini dilakukannya untuk menegaskan pada Si Kribo, bahwa dia adalah Pewaris Laplace. Dan tak ada yang dapat Fata lakukan untuk mengubah hal itu.

Dengan kata lain, sebenarnya pemenang pertarungan ini sudah ditentukan.

"Lalu dengan kekuatan aneh milik Syana, kau dileburkan dengan sebuah sumber kekuatan semesta, sehingga memiliki kemampuan bernama Teknopathia. Yaitu penciptaan dan pengendalian teknologi, juga kemampuan berbicara dengan kesadaran atau jiwa teknologi. Seperti--"

"Namanya apaan tuh?" Fata menyela tiba-tiba, namun matanya menerawang ke pelosok hutan.

"Apa?"

Si Kribo bertanya, karena ada sesuatu yang salah. Meski Kai telah memulihkan memorinya, tapi hatinya merasa bahwa masih ada sebagian sejarah yang hilang...tentang dirinya sendiri. Seolah, ada memorinya yang...bukan terkunci seperti yang sudah-sudah, melainkan diambil dan belum dikembalikan.

"Yang lu bilang sumber kekuatan semesta itu tuh, yang ngasih Teknopathia ke gue. Namanya apa? Siapa atau apa dia? Bentuknya kayak apa?" tanya Si Kribo ingin tahu. Hutan ini damai sekali. Dia seperti tenggelam, terbius dalam dunia yang hijau.

Fata dan Mima memang merupakan lawan yang sebentar lagi akan saling bunuh. Namun dia dan lawannya tak punya dendam pribadi, hanya kepentingan untuk menang yang mendorong mereka harus bertarung. Tambahan lagi, Mima tampaknya juga memiliki persepsi netral yang serupa. Makanya, Si Kribo justru tak canggung saat mengajak berbincang lawan terakhirnya ini.

"Baik. Akan kucari tahu."

Mima menjajaki memori database dalam Roda Waktu. Berbagai macam linimasa berdatangan dalam pikirannya, bagaikan kumpulan cincin berbagai ukuran yang berisi banyak jalur waktu.

Lalu kening Mima berkerut. Dia mencari titik yang lebih jauh ke belakang, masa di mana Fata bayi atau belum dilahirkan. Dia mencari sumber kekuatan yang mana Fata melebur ke dalamnya, atas kekuatan Kana.

"...?"

Tidak ada.

"Nggak ada?' Si Kribo melongo saat melihat ekspresi bingung Mima. Tapi kemudian ekspresi wanita itu berganti dengan raut wajah yang keras. Mima pun berkata pada akhirnya, "Sejujurnya...aku tak peduli kekuatanmu itu berasal dari mana. Aku hanya ingin, semua pertempuran ini segera berlalu."

Si Kribo menelan ludah. Tubuhnya terasa mendingin ketika mendengar nada suara wanita itu.

"Bukan gitu--"

"Kau telah mencoba mengulur waktu selama mungkin. Sebaiknya, siasatmu setidaknya sudah selesai."

Suara itu jernih, bagaikan pedang ditetesi air hujan.

Fata pun diam. Dia tak sanggup menolak kalimat itu.

Maka dengan cepat Si Kribo mencabut Sister Handgun yang tadi dirampasnya dari Mima. Sebuah suara letupan melintasi udara. Seolah hanya terjadi satu tembakan, namun tidak. Karena Si Kribo ternyata sudah usai melecutkan sebelas peluru secara beruntun ke arah sebelas titik vital Mima dalam total waktu hanya setengah detik.

"Bagus sekali. Tak sia-sia kau menjadi lawanku yang terakhir," ucap Mima tenang sambil melesat jauh ke depan dan mendadak saja wajah Si Kribo telah terbogem. Wanita itu meninju wajahnya sebanyak tiga kali dengan begitu keras,  sehingga Si Kribo terpental ke belakang dengan hidung yang patah.

"Anj--"

Fata memerintahkan Ashura untuk menginjeksikan stem cell ke aliran darah wajahnya, memperbaiki sel-sel tulangnya yang rusak meski dengan nyeri yang bahkan melebihi tadi. Tapi belum sempat lagi bernapas lega, Mima telah mengepit kepalanya. Kemudian lututnya menghantam perut Fata, membuat pemuda kribo itu memuntahkan asam lambungnya .

"Tembakan beruntun seperti itu mustahil bila menggunakan handgun. Tapi kau..." Mima berkata datar tanpa menyerang, membiarkan Fata memulihkan diri.

Si Kribo menembak lagi dengan handgun curiannya, kali ini Mima tak peduli, dia malah mengamati bahwa kelima jari Fata yang menggenggam handgun bagaikan menghablur. Hanya saja yang sesungguhnya terjadi adalah Si Kribo melakukan kombinasi gerakan jari terkoordinir, yang mereset safety serta selongsong  handgun untuk mengisi ulang peluru dengan luar biasa cepatnya.

Tapi semua itu tak berarti ketika Fata menyadari bahwa dirinya masih ada di jangkauan beladiri campuran Mima. Maka pemuda itu lekas melayang mundur, kemudian di udara dia mulai menyusun pemetaan tekno-materi dari Ashura, "Lu sok asik banget, Emak!"

"Biasa saja, Fata." Mima menarik napas, kakinya menghentak kuat ke belakang, kemudian wanita itu melesat maju. Fata tak mau kalah dan menjajarkan rumus neo-sibernetik di udara.

[Tekno-Kreasi: Menyusun aerial drones.]  

Jajaran pola emas menyeruak dari gerigi di ulu hati Fata, membentuk unit-unit robot mini yang mirip bola terbuat dari baja. Satu, dua tiga, empat...

"Mamposin diye!" Fata berteriak pada keempat drone yang telah diciptakannya. Keempat unit serangan udara itu pun melayang cepat dengan laju berbelok-belok menuju Mima. Begitu masing-masing drone mengeluarkan delapan laras penembak otomatis, Si Mama segera mundur setengah langkah dan mengganti titik berat pijakan.

"Hei, hei, bernafsu sekali, Anak Muda?"

Rentetan bunga api memercik membentuk puluhan jalur, ketika pasukan drone menembakkan amunisi dari masing-masing larasnya dengan menggebu-gebu. Mima yang menjadi sasaran tak bisa diam saja. Dengan segera dia mencabut handgun yang masih dipegangnya, The Brother Handgun. Tapi belum lagi menarik pelatuk, tembakan drone sudah memaksanya menghindar lagi.

"Merepotkan saja anak-anakmu ini!" Mima berujar di sela-sela tarikan napasnya lalu akhirnya balas menembak dengan gerakan mengayunkan handgun yang unik. Fata merasakan keanehan dan segera menepukkan tangan menciptakan perisai titanium yang melayang melindungi bagian depan tubuhnya.

"Uffh!!"

Suara percikan. Fata terguling jatuh sambil memegangi perutnya yang dirembesi oleh darah, rasa nyeri yang luar biasa menyengat daerah livernya. Perisainya tak efektif? Apa yang baru saja--

Si Kribo segera memicu Ashura untuk memasukkan perangkat bedah minor untuk mengeluarkan peluru dari tubuh...

Tapi dalam jeda waktu itu Mima sudah sanggup menutup jarak. Sebuah hantaman siku segera mementalkan perangkat bedah Si Kribo menjauh, disusul dengan gagang handgun milik Mima yang menghantam pelipis Fata dengan telak.

"Keeekhh!"

Rasa nyeri menendang-nendang kepala Si Kribo. Tengkoraknya retak, pemandangan seperti meloncat di matanya, tapi masihlah sempat Si Kribo menyesuaikan sumbu penglihatan dan balas melecutkan tembakan empat-lima kali.

Mima menghindari seri-seri tembakan itu sambil menatap kesal. Si Kribo berani mengoperasikan senjata curian itu seenaknya. Padahal itu miliknya, Brother dan Sister Handgun adalah miliknya.

"Serahkan handgunku, Kribo!"

"Lari aja dolo muter-muter gih!" Fata merilis lebih banyak lagi drone sferis dan membentuk formasi serangan yang setahap lebih rapat. Ketika semua drone itu menembak, kebisingan yang mereka timbulkan di tengah-tengah Dodonge sudah cukup untuk membuat tuli.

Melawan Fata sama saja dengan berperang dengan satu skuad pasukan militer. Mulai kesal, Mima terus berlari dengan langkah-langkah cepat dan sempit di sela pepohonan yang kemudian berpatahan tumbangan tertembus peluru. Ledakan demi ledakan peluru secara genting membuntutinya semakin dekat.

Sesaat kemudian, tubuh Mima berputar kemudian menjejak dalam lompatan jauh ke sudut lain hutan. Tembakan beruntun pasukan drone baja telah membelah sebagian bukit di belakang tubuh Si Mama menjadi keping-keping kecil, tapi sayangnya---

"Sial...ayo...ayo!"

--Sayangnya Fata mengernyit melihat sesuatu yang amat mencengangkan.

Yaitu wajah Mima. Tak ada satu tetes keringat pun di wajah wanita yang tengah terus berlari itu. Meski angin menyapu wajah Mima dengan kencang dan membuat rambut pendeknya berantakan, tapi sorot matanya tetap segar seperti baru cuci muka.

"Emak-emak apaan ini..." Fata terkesima sesaat. Tapi melamun setengah detik pun merugikan bila lawanmu adalah pemilik tekad terkuat di dunia yang baru saja mewarisi kekuatan supernatural tak terlawan. Akibat Fata teralihkan oleh stamina lawannya yang sungguh di luar dugaan, rentetan perintah pikirannya untuk pergerakan para drone sedikit melambat.

Mima pun berlari dan melompat tinggi dari melakukan rotasi artistik di udara, kemudian tiba-tiba saja timbul letusan api pada rangka dua aerial drone milik Fata. Ketika Mima mendarat di tanah dan kedua bola baja itu terjatuh dari udara dalam kondisi hancur mengepulkan asap hitam, tersadarlah Si Kribo. Bahwa lawannya itulah yang baru saja menembak dua drone itu di udara, dengan kecepatan yang tak dapat diikuti mata.

Fata menggerutu dalam hati. Dia diam-diam kesal tapi juga iri dengan kekuatan murni wanita ini, hanya saja dia tak mau kalah begitu saja. Telunjuknya bergerak ke satu arah.

"Konstruksi!"

[Perintah diterima.]

Kedua bola baja yang tersisa lantas berbelok memangkas udara dan saling bertemu di satu titik sambil berubah bentuk, mirip sepasang cakram logam setengah lingkaran saling menggelung.

"Apa itu, Fata?" Saat itu Mima melakukan lompatan jauh ke depan dan lututnya menohok wajah si pemuda keriting. Bahkan selagi tubuh Fata tersentak ke belakang akibat terkena serangan tersebut, Mima telah menyentakkan tendangan cepat yang meretakkan  kedua tempurung lututnya.

Kekuatan Fata adalah otaknya. Ashura kontan merumuskan faktor pertumbuhan sel untuk mempercepat proses perbaiki tulang-tulangnya, membuat Mima kembali harus melancarkan sikutan keras ke arah ulu hati Si Kribo. Namun tubuh remaja pria itu berkelip lenyap dengan kilatan emas sesaat.

Entah bagaimana pemuda itu telah menyusup dari belakang, lalu membidikkan Sister Handgun ke sebuah  titik buta pada belakang kepala Mima, "Mo tauuu aja."

Namun kata-kata ejekan Fata justru memberitahukan posisinya sendiri dengan sangat konyol. Menggunakan refleks motorik yang begitu superior, wanita itu menyentakkan ototnya kuat-kuat lalu memuntir pergelangan tangan Fata hingga patah dan mengambil kembali Sister Handgun, "Nah. Yang ini bukan hologram, kan?"

Fata langsung meringis kesakitan. Keringat dingin menitik di leher pemuda tersebut, ketika merasakan sendiri bahwa cengkeraman tangan Mima bagai terbuat dari besi yang mematahkan batang tulang lengannya begitu mudah.

Tapi kemudian dia menyadari bahwa tangannya yang patah itu masih terkunci oleh lawannya secara langsung, sehingga--

"Sambalado!"

Sebuah lagi kilatan emas berpijar, dan mendadak saja yang dicengkeram oleh Mima bukan lagi tubuh Fata. Melainkan sirkuit logam berkilau biru, berbentuk sepasang setengah lingkaran yang terbentuk dari  penyatuan para aerial drones beberapa saat lalu...

[Memicu titik kritis detonasi.]

Itu adalah sebuah bom atom.


---


Sayangnya itu hanyalah sebuah bom atom, untuk Mima.

Mima lekas membayangkan kubus imajiner sambil sempat-sempatnya meminta komentar, "Kau mulai serius ya, Anak Muda?"

Saat kubus imajiner itu membungkus perangkat bom atom, kekuatan Roda Waktu milik Mima segera menjadikan konstruksi itu sebuah kenyataan.

"Fourth Wall Prison!"

Terbentuklah sebuah penjara dimensi membatasi sebaran detonasi yang terpicu. Skala ledakan yang dikira Fata akan sanggup memusnahkan satu kota, kini hanya dapat mengisi volume kubus yang tak lebih besar dari sebuah kotak bekal.

Mima menyingkirkan kubus dimensi lalu berputar ke belakang sebuah pohon pakis, tepat saat  ratusan peluru dilepaskan dari laras otomatis para drone cadangan dalam jeda teramat pendek. Bunyi berdesing bertubi-tubi memenuhi Dodonge, pepohonan berlubang-lubang bahkan berpecahan dengan bunyi sangat nyaring.

Selagi Si Mama memenjara ledakan bom tersebut, Fata sudah memanfaatkan waktu untuk membuat beberapa aerial drone lagi. Hanya saja Mima berlari dengan kegesitan tak terkira. Wanita itu menapak sebuah pohon beringin besar lalu mendaki dahan-dahannya dalam deret langkah berpijak ringan.

"Mo terbang ke mana lu!" Fata menyesuaikan koordinat  kendali program untuk mengejar, menetapkan jalur untuk tiap unit miliknya. Dua bola baja menukik tajam dan sejajar betis Mima kemudian memuntahkan amunisi tak habis-habisnya.

Mima melompat ke sebongkah batu sambil berseru, "Tak bisakah kita bermain catur saja untuk menyelesaikan ini, Fata?"

"Maen catur nih ama pantat!" Fata terburu-buru mengaktifkan rute perburuan baru. Setiap aerial drone langsung memutarkan laras senjata otomatis, mengikuti arah gerak Mima ke sisi kanan sebuah tebing, seraya kembali melepas berondongan timah panas.

Menyaksikan lawannya, Fata baru melihat sesuatu.

Pinggang Si Emak keserempet juga rupanya!

Sebuah kesalahan. Melihat Mima ternyata dapat terluka, Si Kribo memonyongkan mulut dengan bernafsu. Dia ingin menang. Paru-parunya mulai tersendat karena berlari cepat dan mendadak, namun untungnya Ashura terus memperbaiki luka tembak di daerah liver Fata.

Ketika lukanya telah pulih sebagian, Fata menghentikan proses bedah minor. Lalu dia memanggil Mima yang mulai terlalu jauh, "Tungguin gue lha, Emak!"

Si Kribo memberi perintah pikiran tekno-materialisasi dengan area target tertentu. Tak perlu menunggu lama, berkas-berkas cahaya emas menyebar ke langit, membentuk bangun ruang serupa sampan raksasa.

Si Kribo mengaktifkan teknologi Wormgate dan badannya memasuki tekukan ruang. Dia melirik ke sisi mata, Sekujur muka pemuda itu perih oleh dinding kecepatan yang menyusuri permukaan kulit coklatnya.

Kemudian semua kecepatan itu berhenti mendadak. Fata mencoba memulihkan napasnya sendiri, lalu terduduk. Proses teleportasi membuatnya sedikit limbung, tapi dia telah tiba di koordinat yang dia tuju.

Di atas geladak kapal Galliun Antariksa, yang baru saja dia ciptakan.


---


"Hmm?"

Suara menderu besar dan tekanan angin menerpa pepohonan Rimba Dodonge sehingga bergemerisik kencang. Mima menengadah melihat sebuah kapal Galliun Antariksa canggih mengapung di atas puncak pepohonan. Ukurannya terlalu besar, sehingga nyaris sepertiga Rimba Dodonge tertutupi oleh bayang-bayangnya.

"Emak Somplak!" Fata berseru kencang dari atas geladak, ""Nyerah lu!"

Tapi...

"Aku tidak mungkin kalah." Mima berucap enteng, membuat Fata semakin naik darah namun juga frustasi. Maka pemuda keriting itu memberi program perintah pada Galliun Antariksa, memberi izin bagi sang kapal mutakhir untuk menghancurkan lawan.

Konstruksi Galliun mengapung itu terbelah di bagian tengah, mengeluarkan sebuah laras meriam. Larik-larik plasma mengumpul dan terus membesar di ujung moncong senjata, membentuk akumulasi energi menyilaukan yang terlihat jelas dari seluruh penjuru Dodonge.

Fata tak berbasa-basi lagi. Dia berteriak hingga lehernya menegang, "Tembak!"

Galliun Antariksa menembakkan larikan plasma pemusnah tanpa ampun, membentuk pilar cahaya vertikal mengguntur. Ledakan yang ditimbulkannya mengangkat lapisan bumi Dodonge hingga ketinggian setengah mil, menyerpihkan seluruh pepohonan rimba menjadi abu dan arang.

Bongkah-bongkah tanah dan batu seukuran pondok beterbangan di langit seperti kerikil yang dilemparkan tinggi. Fata tak peduli bahwa dia baru saja menghancurkan sebuah pulau dengan tembakan antariksanya, sepanjang itu bisa membuat Mima--

"Percuma, sepertinya."

--tak lagi akan mewarisi Laplace.

Namun ekspektasi itu sia-sia saja. Fata kelelahan, sebuah denyutan nyeri bersarang di kepalanya. Konsentrasinya terkikis sedikit demi sedikit. Bukan karena kelelahan fisik, melainkan mental. Si Kribo telah melakukan semua yang dia bisa untuk mengalahkan lawannya ini.

Tapi dia justru dipaksa menyaksikan Mima berdiri tegak dalam sebuah zona transparan yang anehnya berbentuk mirip pohon. Tak sedikit pun rumput yang rusak di zona tersebut, meski di luarnya semua pijakan bahkan telah menghilang.

Dan Mima berdiri bersih tanpa lecet. Baju pelindung kevlarnya bahkan tak bernoda. Luka tembak di pinggangnya yang sempat Fata incar kini sama sekali tak ada, apakah itu hanya ilusi?

Mima menghela napas, "Maaf, aku main curang. Setiap kamu melukaiku, aku membalik bejana waktu yang mewadahi tubuhku."

Mendengar kata-kata absurd itu, Fata mengetatkan rahang hingga geliginya terasa ngilu. Tenggorokannya seperti kehilangan air, bahkan tiap napasnya terasa memendek. Tipuan dan kecohan strategis seperti apa pun...apakah akan ada gunany?

Bejana waktu, katanya...itu sama sekali nggak ilmiah kan...terus kenapa...

"Mau seperti apa pun, seluruh aspek tubuhku selalu kembali pada keadaan sempurna. Stamina, tenaga, kecepatan, apa pun itu."

Saat Si Kribo masih berusaha melakukan penolakan mental terhadap perkataan Mima, zona serupa pohon mulai bertumbuh semakin besar. Bentuk-bentuk tiga dimensi Rimba Dodonge seperti tertutup di sekeliling mereka, lalu digantikan oleh...


---


4
Seorang Anak


Hal pertama yang Fata lihat adalah dinding koloseum Amatsu mendadak tegak dengan patung-patung prajuritnya yang menjulang. Tapi sesuatu segera membuatnya panik.

Ko gue gak bisa napas!

Sesak napas tak tertahankan membuat tubuh Fata memucat. Segera dia mematerialisasikan sebuah mikrochip yang sanggup mengasimilasi atom-atom menjadi oksigen bersih, lalu memakainya untuk bernapas.

Kemudian dia tersadar akan sesuatu.

Gue ngapung di mana ini!? Kenapa badan gue ngglosor sndiri?!

Kelabakan menggapai-gapai sebuah pembangkit listrik raksasa yang lapuk. Susah payah dia berdiri. sekelilingnya adalah sebuah kota kuno yang dilapisi lumut dan remis, seolah-olah telah sangat lama berada di dalam dasar laut. Namun bukanlah laut yang mereka tempati saat ini.

Melainkan luar angkasa.

Koloseum yang sempat dia lihat tersebut pun ternyata mengapung perlahan di belakang tubuh Mima. Wanita itu sendiri tengah berpijak pada reruntuhan puing menara yang terapung di ruang hampa.

Ruang hampa. Begitu banyak kekosongan yang hitam membentang di sekitarnya, namun kadang kulitnya juga tersapu sinar terik yang memancar dari bintang-bintang.

Bintang-bintang menyala jauh di belakang mereka, di atas mereka, di bawah kaki mereka. Kumpulan kabut radiasi hijau merajut lapisan tata surya asing, dan di kejauhan sejumlah komet melintasi sisa-sisa peradaban yang entah kenapa bisa berada di luar planet.

Kemudian Mima memulai kendalinya akan Laplace. Fata merasakan sesuatu tengah menyerapnya menuju sosok Mima. Segeralah dia mengaktifkan teleportasi Wormgate sambil mencoba mematerialisasikan sepasukan lagi Galliun Antariksa.

Tapi...

Gedung-gedung, menara, bintang, dunia di sekelilingnya melesak masuk ke dalam pilar-pilar lipatan abstrak yang berpusat pada Mima, sehingga jaraknya dari Mima tak kunjung menjauh.

"Sial--"

Sebuah tinju Mima mengenai wajah Si Kribo dengan sangat telak. Tulang hidungnya remuk, darah yang asin menyumbat napasnya hingga perih. Fata terpental, namun ruang dimensi di sekelilingnya berubah spiral lalu mengkerut hingga dia justru kembali terlontar menuju hantaman lutut Mima pada kemaluannya.

"Aaarrhh!!"

Fata mencoba memahami apa yang terjadi. Kata-kata Mima.  Membalik bejana waktu...mereset tubuh sehingga kembali ke kondisi prima...

Si Kribo tergeletak tak berdaya. Mencontohkan pengendaliannya terhadap aliran ruang-waktu, Mima membuatnya cacat dengan begitu mudah.

Benarkah dia telah menguasai Laplace sampai sejauh itu? Tapi semua yang terlihat olehnya saat ini seolah membuktikan hal itu dengan sendirinya. Karena Mima telah menyatukan berbagai kota di penjuru Sol Shefra dengan wilayah luar angkasa.

Fata berusaha bangun, namun rasa nyeri di selangkangannya meledak. Otak pemuda itu terus berputar mencari celah kemungkinan bahwa Mima berbohong, atau salah sangka terhadap batas kemampuannya sendiri sebagai Pewaris Laplace.

"Kau suka tempat ini?"

Tapi bagaimana mungkin Mima berbohong, bila wanita itu kemudian dengan santainya meminta komentar Fata seolah sedang arisan dengan ibu-ibu tetangga?

"Aku membawa peradaban Alforea ke area terindah di galaksi tetangga," Si Mama menjelaskan tanpa beban, "Harus kuakui, aku tak mengerti detil-detil kecil saat mengendalikan sesuatu yang bersifat mendewa seperti Roda Waktu. Tapi hei, bila ada satu hal saja yang dapat kukendalikan dengan mumpuni..."

Pandangan mata wanita itu sama sekali tak tampak bercanda. Mima diam saja, seolah sengaja membiarkan kata-katanya mengendap di benak Fata perlahan-lahan. Lalu beberapa saat kemudian barulah dia melanjutkan,

"...pastinya itu adalah tubuhku sendiri."

Kemudian Sang Pewaris hendak melompat maju. Tapi---

"Lu...Emangnya lu mau ngapain lagi sih..."

--Saat melihat wajah Si Kribo, Mima menghentikan langkahnya. Raut wajah pemuda itu lelah. Bukan, bukan hanya lelah.

Pemuda itu ingin menangis.


---


Mereka berdua terdiam. Fata berpikir.

Sebelum mereka berpindah ke tempat ini...

Mima hanya melancarkan satu tembakan, satu puntiran, dan dua kali hantaman fisik ke tubuh Fata. Sementara jumlah peluru yang dilepaskan oleh pemuda itu mencapai tujuh ribu empat puluh lima butir.

Tapi setiap serangan Mima berhasil menembus pertahanan Fata, sementara setiap serangan Fata tak memberikan efek apapun pada Mima.

"Lu ngapain nahan diri...?" tanya Fata pelan pada Mima. Sebabnya simpel. Fata sangat mengerti bahwa, dia tak pernah sekalipun mendesak Mima sepanjang pertarungan tadi. Jika wanita itu mau...

"Blackz aja gak bisa apa-apa pas lu ngerangkeng dia pake penjara rantai dimensi," wajah Si Kribo berubah rapuh, "Tapi gak sekalipun lu ngeluarin rantai dimensi buat nyerang gue. Cuma buat nahan bom atom sama meriam plasma aja."

" . . . "

"Lu kesian sama gue, ha?" Si Kribo mendesak frustasi. Entah kenapa, menyaksikan wanita yang satu ini bertarung atau berperang, Si Kribo merasakan sesuatu yang menyakitkan. Bukan karena kekuatan wanita itu yang tak mampu dia lawan. Tapi sesuatu yang lain...

" . . . Iya." Mima menjawab pada akhirnya.

"Kenapa kasian?"

Mima menarik napas, "Karena kamu hanya  anak-anak, Fata. Aku mengerti rasanya punya anak. Kamu tak tak tahu keberadaan ibu atau ayahmu. Aku adalah seorang ibu."

Fata bungkam saja. Dia tak sanggup untuk bicara, karena pandangannya mulai buram akibat mata yang berkaca-kaca.

Mima melihat itu semua. Dia sanggup mengatur emosinya karena penempaan militer yang ketat. Bahkan tanpa Laplace sekalipun, Mima sanggup bertarung non-stop meski tujuh hari berlalu. Tanpa bimbang, tanpa teralihkan, hanya berorientasi pada tujuan.

Namun lawannya ini...

Dia tak dapat membayangkan, sekeras apa kehidupan pemuda kribo ini sepanjang hidupnya. Memang secara umur, Si Kribo ini lebih pantas menjadi adiknya. Tapi bagaimanapun, naluri keibuannya terenyuh, tak rela menjatuhkan harga diri Fata. Karena dia sudah memiliki Laplace.

Maka Mima dengan netral menambahkan, "Tenagamu juga sudah habis untuk membuat armada saat melawan Blackz. Ini sama sekali bukan merupakan pertarungan yang adil, Fata."

Fata berkata dengan senyum yang pahit, "Keadilan itu...emang nggak pernah ada, kan..."

" Tapi maaf, Fata. Sejak awal, tak ada yang mampu mencegahku mewarisi Roda Waktu." Si Mama betul-betul fokus pada tujuannya, "Aku adalah Sang Pewaris Laplace. Dan itu adalah..."

Takdir.

Mendadak sebuah sosok hitam gigantis bersurai api menyeruak muncul dari belakang punggung Si Kribo.

"Betul, Tamon Rah." Mima mengangguk tanpa pandangannya berpindah sedikit pun dari Fata, "Itulah takdirku."


---


3
Sepasang Gerbang


"Tamon Rah!!" Fata terhenyak melihat bahwa entitas itu benar-benar tiba. Wajah Sembrani Iblis itu tersenyum tipis padanya dari atas puncak kepala yang menjulang. Sepasang sayapnya mengepak, berupa api hijau menerangi kegelapan angkasa raya.

Aku datang, memenuhi panggilanmu. Temanku.

Saat itulah ada sesuatu yang seperti mengalir kembali di nadi Fata. Bukan darah. Tapi harapan.

Maka airmata Si Kribo tak dapat dibendung lagi. Dia mulai menangis dalam berbaringnya. Menangis terisak-isak dan tak bisa dihentikan, sampai hidungnya memerah dan ingus bercucuran. Seperti balita yang ditemukan ibunya, "Tamon Rah...tolong aku..aku nggak bisa ngelindungin apa-apa..."

Kau akan.

"Nggak bakal bisa!" jerit Fata labil, mendadak kembali putus asa mengingat kekuatan Mima-Laplace yang tidak tertandingi, "Biar kamu turun tangan pun, Tamon Rah...nggak bakal ada artinya..."

"Kak Fata..." ujar seorang gadis cantik berambut putih yang muncul dari belakang Tamon Rah. Dialah Puteri Tamon Ruu Syana, yang selama ini menumpang di puncak hidung Sembrani Iblis.

"Kana..." Pemuda kribo tersebut mengucapkan nama pemberiannya sendiri pada gadis cantik itu. Nama itu, yang begitu dekat tapi juga asing.

Saat itulah Puteri Syana berucap sendu, "Apakah Kak Fata...sungguh ingin menang?"

Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut Fata. Namun sorot matanyalah yang berbicara, saat pemuda itu menatap Syana dan pandangannya memiliki satu arti.

Maka Syana...Kana pun mengerti. Sungguh, sejak awal dia sudah mengerti. Karena Tamon Ruu dan Tamon Rah adalah...

Tamon Ruu Syana / Kana menangkupkan kedua tangan di depan dada, kemudian menarik sesuatu dari sana.

Tamon Ruu Syana - Regalium Eterna

Mima-Laplace Ex Inferis.

"Apa?!" Fatanir membelalak panik sekaligus marah luar biasa. Dia tak mengerti arti kalimat itu, namun entah kenapa dia mampu mengerti apa yang akan Mima lakukan, "Kamu betul-betul...MELEBURKAN Mima dengan Laplace!?"

Sosok Kana mulai diselubungi aurora putih yang lembut, kemudian tubuhnya berangsur berubah. Berubah menjadi sungai-sungai cahaya yang merasuk ke dalam dada Mima Shiki Reid.

Kak Fata. Aku adalah Gerbang Putih.

Inti tubuh Mima menyebar seperti selimut  benderang, melebihi bintang-bintang di kehampaan jagat yang melingkupi. Itulah tanda bahwa inti jiwa Kana tengah meresap pada Mima, sebagai medium pewarisan Laplace.

Aku bukan hanya jiwa yang hidup, namun aku juga sebuah Gerbang yang terlahir dalam bentuk manusia artifisial.

"Kana!" Fata memanggil, lalu memanggil sekali lagi dengan airmata memenuhi wajahnya. Dia tak peduli akan kekuatan dimensi wanita itu. Bukankah Kana adalah wanita yang merajut jalan nasibnya hingga sampai ke sini? Bukankah hanya Kana yang selama ini memenuhi isi hatinya?

Tapi kenapa saat mereka sudah bertemu kembali, saat segel ingatan Fata telah terbuka kembali...saat Fata ingin mengenal Kana kembali...wanita itu harus mengakhiri kehidupannya sendiri?

Aku hidup hanya dengan satu tujuan. Dengan mempersembahkan jiwa dan membuka inti keberadaanku, aku meleburkan Sang Pewaris dengan Laplace.

Kak Fata...jangan sedih....

Suara jiwa Kana surut, menghilang. Jiwa Kana pun menghilang.

Menghilang untuk selamanya.

Dan sesuatu menggantikan kehadirannya.

Sebuah Roda muncul dari ketiadaan dimensi, memiliki warna dan bentuk yang melebihi daya komprehensi siapa pun. Ujung-ujungnya menembus lapisan dimensi, dan di dalamnya pertemuan seluruh titik ruang-waktu bermuara.

Itulah Laplace. Relik hiperdimensi penciptaan itu merasuk ke dalam tubuh Mima Shiki. Menjadi bagian dirinyahnya, melebihi putihnya rambut Kairos maupun Kana. Kedua bola matanya pun menyinarkan cahaya terang serupa, melambangkan penciptaan Laplace akan dunia seisinya.


---


Pada suatu ketika, tersebutlah sebuah dimensi bernama Hisaria Sol Shefra. Dimensi itu dibangun oleh Alshain Kairos hanya untuk satu tujuan.

Kairos menghabiskan waktu melebihi usia sebuah jagat itu sendiri. Untuk mencari Gerbang Putih, sebuah medium yang akan berperan dalam menentukan nasib jagat raya melalui peleburan Sang Pewaris.

Tapi secara mengejutkan, dia menemukan bahwa Gerbang itu juga merupakan jiwa manusia. Jiwa yang memiliki identitas takdir dalam Laplace, dengan nama Tamon Ruu Syana.

Maka Kai harus menyusun langkah-langkah untuk memastikan bahwa jiwa Syana akan jatuh cinta padanya.

Maka dengan meminjam kekuatan induknya, Laplace, Kai menciptakan Hisaria. Untuk satu tujuan, yaitu membangkitkan rasa simpati jiwa ini.

Dalam semesta ini, Kai membuatkan cangkang berupa tubuh manusia bagi jiwa jiwa bernama Syana. Wujud fisik seorang bayi cantik berambut putih, seputih rambut Kai sendiri, merepresentasikan tujuan keberadaan mereka yang berpusat pada Roda Waktu dan Pewarisnya.

Maka setelah jiwa itu dimasukkan ke dalam tubuh tersebut, dia pun hidup sebagai anak manusia yang nantinya juga akan tumbuh dewasa.

Dengan kekuatan Laplace pula, Kai menciptakan makhluk-makhluk artifisial yang berperan sebagai orangtuanya. Lingkungan kerajaan tempat tinggalnya. Pihak-pihak aliansi dan musuh kerajaan negeri di mana Syana menjadi puteri di dalamnya.

Dan Kairos memakai sebuah topeng, mengubah tampilan fisiknya seperti anak yang dikenal dengan sebutan Si Topeng Kecil. Lalu memulai peranannya untuk menempatkan gadis itu dalam papan permainan yang dia prakarsai.

Seluruh hidup gadis ini, adalah panggung yang tak lebih dari kebohongan besar demi bangkitnya Mima Shiki sebagai Sang Pewaris.

Gadis ini, nantinya akan Fata sebut dengan nama Kana. Katastrofium Eterna, yang artinya kehancuran abadi. Nama yang hati Syana pun berdenyut sakit mendengarnya, karena adalah Kana yang akan meleburkan Sang Pewaris dengan Laplace.

Sang Pewaris, yang akan menjadi Tuhan yang menghancurkan keseimbangan dunia. Yang akan melenyapkan segala hal, hanya demi melindungi keluarganya.

Kana akan menyebabkan itu semua.


---


Namun Hewanurma dan Pamungkas tak kuasa menahan rahasia ini lebih jauh. Saat Kana menanyakan koordinat salah satu peserta, Fatanir, mereka akhirnya membongkar fakta mengerikan ini.

Kana bagaikan tersambar petir. Seluruh anggota keluarganya adalah palsu. Seluruh dunianya adalah tipuan belaka. Maka semakin inginlah dia untuk melarikan diri dari kehidupan palsu yang selama ini dijalaninya.

Hanya saja Kairos mengawasi mereka dari waktu ke waktu, membuat mereka sepakat menyamarkan bahwa tujuan kepergian Kana adalah untuk mengamati para peserta sebelum Perang Antar Dunia dimulai.

Namun sungguh, Kana membutuhkan Fata. Untuk memanggil Gerbang Hitam.


---


Menyaksikan perubahan Mima yang hiperbolik, hati Fata mulai dipenuhi oleh sesuatu. Tapi bukan rasa takut. Itu adalah rasa benci yang memuncak hingga menyesakkan jiwanya. Ya, Mima adalah penyebab semua kepedihan yang meremukkan hidup Kana. Dan juga hidup Fata.

Suara jiwa Kana lenyap kini, pertanda bahwa Sang Puteri telah tiada. Lalu suara itu digantikan oleh suara jiwa yang mengguntur. Suara itu adalah dari Tamon Rah, yang justru menyambung perkataan Kana yang telah tiada.

Namun kami berdua, Tamon Ruu Syana dan...aku sendiri, memiliki kesadaran.

Kami mengerti bahwa kekuatan Laplace tak selayaknya dimiliki oleh siapa pun.

Laplace hanya pantas menjalani takdir sesuai kehendak [DIA].

Tapi tahukah kalian berdua,

Mima Shiki. Fatanir.

Bahwa mungkin untuk itulah, sehingga [DIA], Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, menciptakan Sepasang Gerbang.

Gerbang Putih, Tamon Ruu Syana, yang hanya hidup untuk meleburkan Sang Pewaris Tekad ke dalam [Laplace].

Dan Gerbang Hitam, yang hanya hanya dapat terbuka setelah Gerbang Putih menunaikan tugasnya.

Hawa seperti kabut energi menghembus dari mulut Mima-Laplace. Memorinya kini menyatu sepenuhnya dengan Roda Waktu. Namun akibatnya, dia tersenyum dan berdebar. Memorinya tentang jalan takdir Laplace membuatnya langsung mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya.

Tamon Rah kembali berkata.

Gerbang Hitam, yaitu aku. Tamon Rah.

Karena pena takdir sudah tertoreh. Ketika Mima-Laplace sudah terlahir, maka akan terlahir pula sebuah eksistensi yang memiliki kebencian mutlak terhadapnya.

Sembrani Iblis menengadah ke angkasa, kemudian mengeluarkan lingkaran magis yang menyusutkan seluruh keberadaannya menjadi sebuah berkas cahaya hitam. Sang cahaya masuk melalui lapisan dimensi, merasuki gerigi Ashura dan menyatu dengan jiwa Fata.

Aku hanya hidup untuk meleburkan dirimu,

Fatanir, Sang Pewaris Kreasi,

Sebuah sensasi mendenyar tak terbayangkan dalam tubuh Fata. Dia melihat wujud asli dari cahaya hitam itu, sebuah gerbang teknomagia yang menyusun struktur tubuh Tamon Rah.

Kristal itu masuk ke dalam jiwa Fata, namun juga menyelimutinya dengan erat untuk kemudian membawanya ke suatu tempat. Suatu tempat di atas multimesta, yang hanya terbentuk ketika Sang Pewaris Laplace telah terlahirkan.

Ke dalam [DRAGUNIR].

Sebuah realita yang sekaligus merupakan satu objek singular. Sebuah kristal yang sama agungnya dengan Roda Waktu. Kristal itulah Dragunir.

Tamon Rah: Katastrofium Eterna.

Fatashura-DRAGUNIR

Ex Inferis.

Dalam sebuah simulakrum hening tanpa ujung, Dragunir lantas menyatu dengan diri Fata.


---


Syana memasuki Roda Waktu. Laplace memberi kebebasan untuk memilih koordinat dimensi. Kana memikirkan sebuah objek, lalu menelusuri jalan ke sebuah semesta berdasarkan arah yang ditunjukkan oleh Laplace.

Dia tiba di bumi. Tempat yang dicarinya. Pandangan Syana terasa berputar, dan sebuah perasaan mendesak kuat dalam dadanya.

Si Topeng Kecil. Roda Waktu, Laplace. Sang Pewaris.

Apa yang harus dia lakukan dengan beban seberat itu? Kenapa dirinya yang harus ikut menanggung sesuatu kejadian yang mungkin akan berdampak pada seluruh jagat raya?

Kenapa dia harus jatuh cinta kepada--

--Orang yang salah?

Sang puteri menjerit kepada langit.

Dan langit menjawab jeritannya.

Seorang anak kecil mendatanginya. Baju anak itu compang-camping, kulitnya sawo matang terbakar matahari.

"Adik Kecil, ngapain nangis woe?"

Syana terdiam, memperhatikan tubuh anak itu yang ternyata lebih tinggi dari tubuhnya sendiri. Kemudian dia baru sadar, tubuh fisiknya sendiri adalah berupa tubuh anak-anak.

Bahkan tubuhnya lebih kecil dari anak laki-laki itu.

Tubuh Syana sekarang, entah kenapa, telah menjadi tubuh anak perempuan umur empat tahunan. Dia menjadi anak perempuan. Dia menjadi bocah perempuan.

Dan bugil.

Melihat pemandangan memalukan itu, si anak lelaki melepas bajunya sendiri kemudian mengulurkannya ke si anak perempuan dengan suara ceplas-ceplos, "Jiah, tuh badan putih amat. Eh mana kamu telanjang lagi, nih pake bajuku dolo. Tapi bau keringet yak, pasrah aja. Padahal aku udah cuci kmaren di selokan etapi kotor lagi, geje banget emang."

Syana melihat sesuatu meluap dari anak itu. Sebuah sirkuit energi tengah bersembunyi dalam lapisan otak milik anak laki-laki lusuh ini. Bukan energi yang sesuai dengan Laplace, sama sekali bukan. Anak ini tak punya tekad membaja ataupun semangat juang spesial.

Tapi yang dimiliki oleh anak itu adalah...

Kemampuan belajar. Kemampuan belajar yang natural, yang paling kuat di seluruh multidimensi.

Sang puteri menatap anak lelaki itu kuat-kuat, melihat tatapan canggung anak itu saat melepas kemeja lusuhnya sendiri. Anak kribo itu sedang mengeluh tentang gatal-gatal di kulit saat kemudian memakaikan kemeja tersebut ke tubuh kecil Syana yang telanjang.

Maka bocah perempuan tersebut menghirup dalam-dalam bau kemeja itu, di mana keringat si anak laki-laki masih menempel dan mengendap dalam serat-seratnya. Bau itu sangat menjijikkan, melekat di rongga hidungnya dan tak mau pergi. Namun entah kenapa, aroma itu menjadi kian memabukkan.

"Kakak...tolong..." begitulah kata-kata meluncur dari mulut sang puteri kecil seolah dengan sendirinya. Dia sendiri belum menyadarinya, namun...

Namun takdir telah menempatkan anak lelaki tersebut di tempat dan waktu yang tepat.

Yaitu saat kehidupan Syana baru saja kacau balau. Saat mendadak dia terpisah dari semua hal yang disangkanya benar. Terpisah dari keluarganya, dan pemuda yang dicintainya ternyata adalah makhluk artifisial.

Dan bocah kribo ini...karena suatu hal yang hanya Syana yang tahu...merupakan orang yang dicarinya di semesta ini. Dia adalah, satu-satunya harapan bagi sang puteri.

Sekotor apa pun anak laki-laki itu, dia adalah satu-satunya keberadaan yang bisa menjadi penolongnya. Maka perlahan, semua hal pada dirinya, menjadi sesuatu yang indah bagi Syana.

"Tolong aku..."

Maka tanpa bisa ditahan lagi, Syana memeluk anak lelaki berambut kribo tersebut. Tubuh mungil mereka bertautan erat seperti dua sahabat masa kecil yang baru bertemu lagi.

"Weks, ngapain kamu? Jangan girang dolo, ntu baju cuma gue pinjemin doang, cuma pinjemiiin! Bukannya jadi punya kamu, woke?!"

Karena seseorang yang kehilangan harapan, akan rela berpegangan pada apa pun.


---


Si anak perempuan tak punya tempat tinggal. Fata terpaksa menampung anak itu di tempat tinggalnya, di bawah jembatan lengkung yang melintasi sebuah sungai kotor. Setiap hari, mereka mencari makan seadanya sambil memandangi permukaan sungai dari kolong jembatan yang gelap.

Bocah kribo itu selalu tertarik pada peralatan elektronik. Dia bisa seharian lupa makan atau tidur bila memandangi maju-mundurnya piston di sekitar sumbu utama rangka motor, atau sederet prosesor komputer yang beraktivitas, atau bahkan sebuah bohlam dengan voltase minim.

Saat dia membayangkan mekanisme kerja sebuah mesin, potensi dalam otaknya tampak jelas oleh Syana seperti nyala lilin dalam ruangan gelap.

"Kak Fata," Syana berpikir sejenak sebelum bertanya, "Maukah Kak Fata menolongku?"

Si bocah kribo menyantap kepingan roti kering sambil menjawab asal, "Nolonginnya ngapain? Aku udah ngebolehin kamu ikutan tinggal di sini, jangan minta yang susah-susah."

"Kakak senang sama mesin?"

"...Lumayan."

"Bagaimana kalau aku bisa bikin Kak Fata sangat hebat dalam merakit mesin-mesin?"

Dahi Fata mengernyit, "Apaan tuh? Gimana caranya?"

Syana menukas, "Tapi Kakak janji mau bantu aku."

"Iye iye."

Bocah kribo itu berkata tanpa pikir panjang. Umurnya baru lima tahun. Bocah perempuan berambut putih itu sepertinya sekitar empat tahun, tak mungkin meminta hal yang aneh-aneh.

Sayangnya si bocah kribo tak mengetahui umur sesungguhnya dari "anak perempuan" yang ada di depannya.

Syana  menyentuh kepala bocah kribo tersebut. Tangannya yang kecil secara absurd menyusup masuk ke dalam permukaan dahi si bocah, ke dalam kepalanya, tanpa bersentuhan dengan organ-organnya.

Fata Kecil berubah pucat melihat apa yang dilakukan anak perempuan itu terhadapnya, "Kamu ngapain? Kamu ngapain?!" dan tangannya otomatis menggenggam lengan si anak perempuan. Dia berniat menyingkirkan lengan itu agar keluar dari kepalanya.

Tapi terlambat sesaat. Tanpa berpikir panjang, Syana melakukan hal yang paling drastis untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan dunia. Untuk menyeimbangkan segalanya.

"Memanggil Gerbang Hitam!"


---


Ketika mengetahui bahwa hidupnya adalah sebuah panggung tipuan, Kana langsung mengidentifikasi inti jiwanya sendiri. Dia lantas mengetahui bahwa identitasnya adalah Gerbang Putih,

--dan bahwa ada Gerbang Hitam yang berfungsi menyeimbangkan keberadaannya.

Namun satu-satunya yang mampu memanggil Tamon Rah, Sang Gerbang Hitam, adalah Sang Pewaris Kreasi. Dialah Fatanir, pemilik kemampuan belajar alami terhebat yang pernah ada. Maka Kana memaksa inti jiwa Fata memanggil Sang Gerbang Hitam.

Pertemuan energi Gerbang Putih dan Pewaris Kreasi, langsung memicu jiwa Fata untuk memanggil Tamon Rah. Karena jiwa Pewaris Kreasi berontak ketika disentuh oleh Kana. Bagaimana tidak, karena Gerbang Putih telah tertulis dalam rantai takdir untuk membangkitkan Pewaris Laplace, eksistensi yang paling dibenci oleh Pewaris Kreasi.

Maka jauh di dalam palung ruang-waktu, Sembrani Iblis pun bangkit dari tidur panjangnya selama ini. Jiwa mereka bertiga terhubung dalam kontinum dimensi.

Dan Tamon Rah serta Tamon Ruu bertemu di dalam kehampaan. Saling menyentuhkan inti jiwa mereka, dan menyadari bahwa Pewaris Laplace merupakan eksistensi yang mengancam keselamatan multimesta.

Maka Tamon Rah memberi sebuah fungsi khusus pada tubuh Fata, sebuah kekuatan yang sesuai kemampuan belajar Bocah Kribo itu.

Teknopathia namanya, kemampuan menciptakan dan menggunakan teknologi apa pun, dan membagi kesadarannya pada teknologi apa pun.

Sehingga Fata, selama ini, tak pernah mendengarkan atau bercakap-cakap dengan suara jiwa dari teknologi atau pun mesin.

Gauss Rifle Sanelia. Database SINS. Yunkharin. Krukru. Ashura.

Sesungguhnya dia secara tak sadar, hanya membagi kesadarannya ke dalam semua mesin di sekitarnya, mengontrol mesin-mesin tersebut...

Dan berbincang dengan alam bawah sadar dirinya sendiri.

Itulah Teknopathia, bekal yang diberikan Gerbang Hitam untuk Fata. Dengan harapan, bahwa Sang Pewaris Tekad takkan menyatu dengan Laplace. Sehingga Fata, Sang Pewaris Kreasi pun, takkan pernah memerlukan fungsi Laplace yang sesungguhnya.


---


2
Mima-Laplace vs Fatashura Dragunir


Namun, inilah kenyataan.

Tak ada jalan bagi Fatanir, selain menjadi Pewaris Kreasi. Yang akan dinasibkan untuk membenci Pewaris Laplace dengan seluruh jiwa raganya.

Kedua sosok itu berdiri berhadapan di relung angkasa. Mima-Laplace mengambang dengan mengendalikan lapisan ruang di sekitarnya, tubuhnya memancarkan titik-titik cahaya putih bagai jutaan kunang-kunang sakral. Siapa pun yang melihatnya akan tunduk penuh kesyahduan.

Sedangkan Fata...bagaikan tak ada yang berbeda darinya. Namun Mima melihat jelas pendaran hitam keemasan dari kulit pemuda itu. Mima juga melihat bahwa bocah tersebut tak lagi membutuhkan alat bantu apa pun lagi untuk bertahan di antariksa.

Mata mereka pun bertemu, dan semua keraguan hilang dari diri sepasang entitas tersebut.

"Jadi lu mau pertarungan yang adil, heh? Mima? Kassiiiih." langkah-langkah Fata menapaki permukaan lajur dimensi keempat, keping-keping kristal hitam melayang tercipta dari permukaan tubuhnya lalu berpindah ruang ke dalam setiap inti planet dalam radius berjuta tahun cahaya.

[Convert]

Seketika itu juga atas program perintah dari Fata, setiap planet menkonfigurasi ulang kandungan mineral yang mereka miliki. Pola geometri mutakhir pun terbentuk melapisi permukaan masing-masing planet.

Mima tercekat kagum saat menyaksikan, bahwa berjuta-juta planet yang membentang di antariksa, berubah wujud menjadi kapal-kapal teknomagia. Armada kosmik Fatashura itu berlayar mengarungi angkasa, lalu melepas jutaan misil berhulu ledak anti-materi yang memenuhi samudera bintang!

"Ternyata mendapat kekuatan tanpa tanding tak bisa memperbaiki karaktermu, Fata!" Mima berseru sambil berlari cepat menuju Si Teknopath, namun betapa terkejutnya Pewaris Laplace itu---

"Gak usah banyak cocot, Emak!"

---ketika hujan misil anti-materi Fata berkelebat mengejarnya dalam formasi terpusat yang khusus, hingga menembus pecah lempeng sebuah galaksi jingga raksasa dengan begitu mudahnya!

"Kekuatan itu...kamu benar-benar pantas menyandangnya! Tidakkah kau juga berpikir begitu?!" Mima melompat sigap dengan kecepatan supersonik, namun tidak dia duga bahwa kalimat itulah yang membakar kegilaan Fata.

Mendengar perkataan itu, raut wajah Fata berubah murka. Tunduk pada pikiran Si Teknopath, seluruh misil pemusnah sontak berbelok tajam membuat ribuan garis energi dengan pola bagaikan sangkar cahaya oktahedron yang menyudutkan pergerakannya. "Lu bakal gue siksa sampe mampus terhina, Mima!"

Sang Pewaris mencelos melihat kerumitan pola serangan Fata-Dragunir. Dia harus mengerahkan energi Laplace melebihi apa yang telah mampu dia olah selama ini. Sambil terus berlari di udara, tubuhnya berbelok diagonal seraya merendahkan pinggangnya untuk mengelak teramat gesit dari puluhan misil pertama.  Kemudian dia menjatuhkan diri lalu mengubah poros tubuhnya, memulai serangan balasan.

Fata mengutuk dalam hati. Satu misil anti-materi saja sudah sanggup menghancurkan entitas sekelas Blackz, namun mana mungkin tengkuknya tak terasa dingin saat Mima melancarkan rentetan tinju melebihi kecepatan cahaya. Seluruh serangan wanita itu dilapisi aurora Laplace yang memiliki kedigjayaan absolut, membabat pecah ratusan misil anti-materi menjadi debu.

Lalu wanita itu melancarkan tinju dengan keluaran energi selangkah lebih mengerikan. Akibat pengerahan spirit yang terlalu berat, Mima merasa nyawanya akan segera putus. Aurora putih dari tubuhnya meredup, ada retakan-retakan kecil di kobaran matanya

Namun tiada pengorbanan yang terlalu mahal untuk keselamatan keluarganya.

Dia akan menghapus data Equilibrium. Bakat terlarang itu, yang membuat seluruh dunia memburu kedua anaknya tanpa henti. Hari-hari yang tak pernah diisi oleh rasa aman itu terbayang kembali di benaknya. Ketika salah satu anaknya memenangkan olimpiade fisika, namun nyatanya menjadi pemicu pergerakan organisasi rahasia untuk melenyapkan familinya.

Ketika suaminya, Weasel, harus pergi diam-diam setiap sekian bulan untuk menjadi utusan pasukan perdamaian, namun itu semua hanyalah perangkap bagi dua badan politik internasional untuk mengorek informasinya.

Ketika dia bangun pagi dan mendapati kedua anaknya sudah tertodong belasan revolver, yang digenggam oleh mereka yang berniat membantai seluruh pengguna bakat Equilibrium.

Suaminya. Kakaknya. Kedua anaknya. Mima akan menang untuk mereka.

Tidak. Mima mendesak tekadnya lebih jauh. Dia sudah menang! Di masa depannya, dia sudah memenangkan semua ini. Hanya saja detik ini, masih ada tembok besar yang menghadangnya. Entitas singular berkekuatan mahadahsyat yang mampu menandinginya.

Fatashura Dragunir.

Namun dengan tangannya sendiri, Mima akan meraih kemenangan. Dengan Laplace, dia dan keluarganya akan menikmati sebuah surga kecil bersama-sama. Setiap hari akan terisi oleh semua yang menyenangkan. Semua yang mengasyikkan. Takkan ada yang mengganggunya. Semua yang mengganggunya akan lenyap.

Itulah surga kecil yang akan dia ciptakan. Tidak, bahkan surga yang sesungguhnya. Karena multijagat hanyalah miliknya. Milik Mima-Laplace, dan semua yang dia cintai.

"Fifth Dimension Break!"

Pewaris Laplace mengayunkan tinjunya dengan spirit mengguncang. Tinju itu meledakkan partikel mistis, mengoyak lembaran dimensi antariksa itu sendiri. Sang Teknopath gemetaran ketika tinju Mima menghancurkan dinding dimensi di hadapannya hingga melenyapkan nyaris semua misil anti-materi.

Yang mencengangkan, gelombang kerusakan ruang-waktu itu tidak juga berhenti. Ruang dan waktu terus tertindih oleh daya labrak tinju tersebut. Dimensi dalam jagat Hisaria terus menyerpih seperti kertas yang dibakar hangus. Akibat serangan berskala jagat dari Mima, Fata tak lagi memiliki banyak ruang untuk bergerak.

Namun...

Fata akhirnya memutuskan.Memejamkan mata, dia memberi perintah pikiran. Semua kapal-kapal teknomagianya lenyap, terurai menjadi sirkuit serta jajaran piksel. Semua petarung replika miliknya lenyap tak bersisa.

Dan Fata tak peduli.

Semua energi yang pernah Fata lepaskan, kini kembali ke dalam tubuhnya untuk memaksimalkan energi inti kristal Dragunir. Membentuk sebuah zirah kosmik legendaris yang belum pernah dilihat oleh dunia sebelumnya.

Fatashura-Dragunir membuka matanya. Mima-Laplace menatapnya. Pandangan mereka saling beradu, memercik dan bergesek, bagaikan dua pedang tajam yang tak sungkan saling memusnahkan.

Mima-Laplace tersenyum, senyum yang sangat berbeda. Sesuatu dalam dirinya berdebar dalam gejolak, seakan tak ingin pertempuran ini berakhir. Karena jiwa Fata-Dragunir seakan menyala penuh kebencian pada Mima dengan kekuatan eksistensi yang takkan padam.

Tak ada lagi strategi atau tipuan. Kata-kata pun seakan tak lagi dibutuhkan. Mereka berdua melesat membelah ruang hampa, dinaungi gemerlap lautan bintang di angkasa raya. Menghunjamkan ujung serangan mereka dalam satu titik, meletupkan eksplosi mengguntur yang membawa akhir dunia.


---

1
Nun

Tubuh mereka berdua raib dari persepsi penglihatan, tapi bersamaan dengan itu timbullah kilatan mengguntur yang menandakan beradunya manuver mereka dalam sebuah kontak serangan.

Awalnya kilatan itu terjadi satu kali. Kemudian satu kali lagi di sebuah titik bermil-mil jauhnya dari kilatan pertama. Lalu semakin cepat dan semakin beruntun secara absurd.

Mima sekonyong-konyong terdesak. Dia mengharapkan ribuan meriam yang mengepungnya di saat bersamaan. Tapi mimpi pun Mima tak menduga bahwa di saat-saat terakhir, justru Si Teknopath akan menggunakan seluruh teknologi miliknya dan pengetahuan Dragunir dengan cara yang amat berbeda.

Yaitu mempercanggih tubuh fisiknya sendiri.

Fata...dia tak lagi menciptakan berbagai teknologi di luar tubuhnya!

Tunggu...mana mungkin...

Sinkronisasi otaknya dengan Zirah Dragunir...mengubah cara bertarungnya menjadi petarung fisik...yang beradaptasi dengan cara bertarungku?

Tunggu...energi tubuhnya...absurd...

Dugaan Mima tepat. Si Teknopath menggabungkan seluruh pengetahuannya untuk menyatukan zirah Dragunir dengan sirkuit tubuhnya sendiri. Dengan cara tersebut, Fata menginputkan setiap kekuatan tempur Dragunir ke dalam seluruh rangka tubuhnya.

Bahkan seakan belum cukup, Ashura serta Dragunir secara konstan membuat medan konstanta yang mengubah hukum fisika massa benda dalam tubuh Fata, membuatnya mampu menciptakan hukum alam baru yang hanya berlaku bagi dirinya sendiri

Setiap dia melepaskan kekuatan tempur dalam kontak serangan langsung...energi sirkuit tubuhnya malah mengalami perpangkatan tak terhingga?!

Karena Fata pun membuang akalnya. Dia lelah bersiasat dan menipu.

Jika dia harus mati...maka dia akan mati bertarung.


---


Ledakan spektrum energi berbagai warna menyeruak dengan gemuruh mengguncang antariksa. Kedua petarung melintas dari satu jagat ke jagat lain, dari satu dimensi ke dimensi lain.

Seperti sedang berdansa saja. Kau juga merasa begitukah...Fata?

Mima mengajak bicara lawannya sendiri. Fokusnya yang luar biasa mengizinkan dibenakya untuk menanyakan.

Hei...Fata. Kenapa kau tak menjawab?

Kau sedang memikirkan trik apa lagi untuk membalasku?

Hari demi hari berlalu.

Hei...Fata. Kenapa kau tak menjawab?

Kau menjadi bisu dan tulikah?

Bicaralah padaku. Tak ada siapa pun lagi yang dapat diajak bicara, kan? Hanya kitalah keberadaan yang tersisa di jagat ini...atau jagat lainnya...

Meski kita tengah bertarung...namun setidaknya layanilah aku berbicara.

Aku yakin kau juga bosan, sama sepertiku.


---


Minggu demi minggu berlalu.

Hei...Fata. Kenapa kau tak menjawab?

Fata. Hei! Ini aku, Mima! Aku lawanmu!

Pertarungan mereka tak berhenti, tak menghargai semua kehidupan yang menjadi debu oleh bermacam bentuk serangan mereka.

Tahun demi tahun berlalu.

Fata. Apakah mentalmu sudah hancur?

Apakah tubuhmu bergerak sendiri?

Apakah otakmu sudah meleleh?

Fata. Bicaralah padaku!


---


Lima ratus tahun berlalu.

Fata.

Mima.

Fata.

Mima.

Namamu Fata.

Namaku Mima.

Jangan lupa.

Jangan lupa!

Jangan lupa!


---


Seribu abad.

Namaku Mima.

Namaku Mima.

Namaku Mima.

Siapa itu Fata?

Siapa kau?


---


Empat juta milenia, delapan ratus ribu tahun, sebelas hari, sebelas detik.

Siapa kau?

Kenapa kau memusuhiku?

Kenapa kau ingin menghancurkanku?

Kenapa kau membenciku?

Kenapa kau tak juga berhenti?


---


Hitungan aeon yang memuat berjuta tahun pun terlewati tanpa sesaat pun pertempuran itu memiliki jeda istirahat.

Aku tak ingat...

Kenapa aku ada di sini...?

Siapa aku?

Karena jika ada lebih dari satu Tuhan, akan terbentuklah paradoks yang menolak definisi Tuhan itu sendiri. Tuhan semestinya Maha Berkuasa. Karena itulah maka, kedua eksistensi ini adalah dua Tuhan yang ditakdirkan saling melenyapkan.

Hanya ada bayangan-bayangan...seseorang bernama Weasel...

Siapa itu Weasel?

Siapa?

Jade...Orlick...siapa mereka?

Namun apalah artinya memperdebatkan paradoks yang memaknai keberadaan bernama Tuhan. Apalah lagi artinya alunan waktu yang sudah berlalu, jika setiap pukulan dan hantaman mereka mengguncang hancur lempeng eksistensi itu sendiri. Maka tak terelakkan lagi bahwa, seluruh objek yang terikat oleh ruang waktu pun musnah akibat ketiadaan wadah yang menyokongnya.

Mereka memaksaku bertarung demi mereka...siapa mereka?

Kenapa mereka memaksaku?

Aku lelah...ledakan-ledakan ini...aku tersiksa...

Kenapa imaji-imaji itu memaksaku...

Kenapa aku harus bertahan...

Serangan mereka bertabrakan untuk ke sekian kalinya, perkilatan cahaya dengan kegelapan. Equilibrium dengan Ashura. Laplace melawan Dragunir. Penciptaan dan Kehancuran.

Ya, karena Laplace merupakan inti kehidupan. Dia sanggup mencipta, mengendalikan, menambahkan, mengurangi, memanipulasi variabel apa pun di multijagat.

Dan...siapa kau? Tubuhmu berubah menjadi hitam-emas...mengerikan...

Tapi berbeda dengan Dragunir. Fata dapat membagi kesadarannya untuk mengendalikan semua teknologi, semua mesin...semua benda inorganik...

Semua benda yang tidak hidup...semua yang mati...

Kenapa kau ingin membunuhku...? Kenapa kau ingin membunuh jagat raya?

Karena inti dari Dragunir adalah kemusnahan. Dragunir adalah kematian. Dragunir adalah akhir.

Jika Pewaris Laplace memiliki kemampuan menciptakan dan mengatur takdir, maka...

Pewaris Dragunir, memiliki kemampuan untuk membunuh takdir.

Tolong...

Seseorang...siapa saja...tolong...

Dan saat itulah, jiwa dan pikiran Mima terpisah dari kenyataan. Dia tak lagi mengingat siapa dirinya, atau siapa keluarganya.

Kesadarannya terbolak-balik. Mimpinya seakan mata. Kepribadiannya berubah, akibat telah terlalu lama tubuhnya bertarung tanpa diimbangi ketahanan jiwa.

Sungguh, siapa pun akan terenggut kewarasannya. Jika harus menghadapi semesta yang hancur, sementara satu-satunya keberadaan yang tersisa selain dirimu...justru tak henti-hentinya ingin mengoyak jiwa ragamu.

Maka suatu ketika...sesosok entitas yang dulu pernah dikenal dengan nama Mima, meresapi esensi Laplace dalam dirinya. Dan menemukan sesuatu yang akan menjadi awal kejatuhannya.

Ap-apa?

Setiap tubuhnya dan tubuh kristal hitam asing itu bertabrakan dalam kelebat momentum ofensif, ada sesuatu dari dirinya yang menyerpih menjadi keping-keping terurai. Saat itu ingatannya kembali datang bagaikan setrum. Mima. Namanya Mima. Dan dia adalah Pewaris bagi...

Laplace...

Laplace...

Laplace...

Terkikis hancur?


---


Dalam sekejap, identitas Mima kembali pada dirinya. Semuanya kembali. Dia tengah bertarung! Pertarungan melewati batas ruang dan waktu!

Dan dia melihat sosok lawannya. Sosok berzirah hitam yang melesat untuk menjatuhkan penghakiman padanya, seolah sosok tersebut merupakan kemurkaan itu sendiri.


---


Fata tak lagi berkata, hanya terus melaju dalam ledakan energi tiada terkira. Taburan berjuta warna mengisi runtuhan semesta yang memecah indah, saat tubuh kristal hitam Sang Teknopath menuju satu titik absolut.

Mulutnya tak lagi mampu berbicara, otaknya tak lagi mampu berpikir, dan jiwanya tak dapat lagi mengkomprehensi apa pun juga. Namun keberadaannya terus bergerak dalam interval skala tak terdefinisi.

Hentikan...jangan hancurkan Laplace...

Karena Fata telah menjelma menjadi kehancuran. Berlawanan dengan Mima yang kehilangan identitasnya, seluruh tujuan hidup Fata justru telah menjadi tanpa akhir di titik ini. Dia telah menjadi entitas tunggal yang hanya ada untuk pertempuran ini.

Aku tahu sekarang...Dragunir tercipta, hanya untuk membunuh Laplace...

Hidup Fata adalah kosong. Tak ada warna atau bentuk di dalamnya. Tak ada masa lalu atau masa depan. Seluruh semesta tempat tinggalnya hancur tertindih pembalikan dimensi yang Mima lancarkan.

Akibat semua ini, Fata tak punya lagi kesempatan untuk mengetahui siapa orangtuanya selama ini.

Dia takkan memiliki kesempatan untuk...

Menggenggam jemari halus Kana dengan tangannya...

Menikmati ekspresi sang puteri ketika menangis, sambil menyembunyikan rasa terenyuh yang membuat hatinya ngilu...

Orangtua gue juga mati terus Kana juga mati terus semua temen gue mati terus perasaan juga mati mati mati mati

Sekarang semuanya kan udah ilang ilang ilang ilang ilang ilang ilang ilang ilang ilang ilang

Mati mati mati mati mati mati

Mati mati mati mati mati mati mati mati mati mati mati

Pertarungan yang seakan takkan berujung ini, justru telah meleburkan inti jiwanya dengan Zirah Relik Hiperdimensi dalam tingkatan paripurna.

Ilangilangilangilangilangilangilangilang

Matimatimatimatimatimatimatimatimatimatimatimatimati

Fatashura Dragunir tak lagi memiliki apa pun untuk ia lindungi. Harapannya hilang bersama dunia tempat tinggalnya. Kana, satu-satunya sosok yang membuatnya mempertahankan rasa percaya pada manusia lain...

MATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATIMATI

Kana mati hanya untuk membangkitkan Sang Pewaris. Sang Tuhan untuk dunia yang baru.

Kenapa harus seperti itu? Kenapa harus seperti itu? Kenapa? Pertanyaan itu berputar seperti roda gigi usang dalam kepalanya. Berputar dan terus berputar tanpa ada artinya lagi.

TUHAN MATI TUHAN MATI TUHAN MATI

Maka Fata membenci Tuhan itu, yang bernama Laplace. Fata membenci segalanya. Dengan kebencian itu...

Tubuhnya, pikirannya, nyawanya pun mengkristal dalam sebuah sinkronisasi tanpa batas. Sampai akhirnya dia mengakses sebuah kreasi yang terletak jauh di puncak kreasi Dragunir.

Sang Teknopath melintasi jagat bagai sambaran halilintar. Dia berkejaran dengan berjuta larik energi multidimensi yang ditenbakkan oleh Mima-Laplace. Ledakan demi ledakan seakan mengiringi lesatan tubuhnya yang berbelok tajam untuk menutup jarak dengan Mima...

...Dan Sang Teknopath mengakses wujud puncak Dragunir. Wujud puncak itu, wujud pengakhir alam raya, yang dengan komprehensi Fata atas sekilas saja imaji wujud tersebut, maka dia jatuh ke dalam kegilaan.

Dan dari dari mulutnya meledak pekikan hitam menggetarkan.

TUHANMATITUHANMATITUHANMATITUHANHARUS

HARUSHARUSHARUSHARUS

HARUSMATIHARUSMATIHARUS

Saat itu, sekujur tubuh Fata yang melesat berubah hitam menjadi lapisan kristal hiperdimensi. Padat namun juga membiaskan cahaya, melambangkan kehancuran dunia seisinya. Rambutnya berganti menjadi sirkuit energi hitam yang menyala benderang tak tertahankan.

TUHAN HARUS MATI !!!

Tapi yang kontras dari seluruh hitam itu adalah kedua matanya yang bagai terisi aura emas. Kedua mata itu berkilau dahsyat, sewarna dengan gerigi Ashura di sentral dadanya.

Maka saat Mima menatap sosok Fata yang melesat dengan wujudnya yang baru, sesuatu di dalam dirinya tak ayal lagi menjerit.

Laplace...Laplace menjerit?!

Jeritan itu membangkitkan ketakutan yang paling purba dalam diri Mima. Memori Roda Waktu yang terdalam segera muncul ke permukaan ingatannya, seperti gelombang teror yang memangsa segala yang ada.

Wujud itu..! Wujud yang takkan pernah terakses untuk melawan siapa pun selain Pewaris Laplace...

Tapi jangan...

Bagaimana dengan...keluargaku...

Dan aku...

Jangan musnahkan...aku...

Aku ingin...selamat...

Mima memohon. Terus memohon saat realisasi tak mampu lagi dia terima. Aurora putih yang melingkupi tubuhnya, rambutnya, warna matanya, hancur menyerpih saat terkena tekanan hawa pemusnah dari laju Fata yang menuju ke arahnya.

Tapi semuanya sudah terlambat. Kebencian Fata mematikan seluruh fungsi tubuh yang lain, sehingga akhirnya Si Teknopath mampu mengakses wujud kristalisasi hitam tersebut. Partikel-partikel dimensi berlarian ke belakangnya saat dia melesat di tengah keheningan.

Tak salah lagi. Itulah wujud sejati Dragunir yang dapat mengubah takdir Laplace menjadi tiada. Eksistensi Fata memasuki ledakan transendental dan berubah menjadi Sang Relik Kehancuran, kilatan tubuhnya memecah langit.

Dan dia membentakkan nama Sang Wujud yang merupakan dirinya sendiri, kini. Wujud itu. Sang Relik Kehancuran, yang mampu membunuh sebuah konsep. Menghancurkan eksistensi dan menihilkan kausalitas.

Sang Pemusnah Takdir.

"DRAGUNIR-MAKIL--- !!!"

Sang Penghancur Impian Para Dewa.

"---NUNTAKIOKH !!!"

Tinju kristal hitam Fata menghunjam lebur pusat eksistensi Roda Waktu dalam detakan majestik menggelegar. Dentuman itu meruntuhkan jantung keabadian. Mima-Laplace menemui ajal seketika.

Laplace dan Pewarisnya binasa. Itulah kiamat bagi segenap multimesta dan segala dimensi. Dragunir-Makil Nuntakiokh, Wujud Relik Kehancuran, meluluh-lantakkan seluruh eksistensi yang pernah ada!

Dan...

Kemudian...

Hening.




Hening.























Hening.


.






.


















.




















.




Hening.






.














.
.






















.






Hening.




.













.










.





.







Hening.







.



















.





















.































Hening.














.











.





















.
















.













Hening.










.























.
























.
























.










































.








































.


















































Hening.









.





















.
































































.


















.




.



















.


















































.








































.































.



















.





































.























Tidak ada apa pun.







.


.




.





Tidak ada ruang atau pun waktu.












.









.






Tak ada kehidupan atau pun penciptaan.




.





.



Hanya ada Fata.




.


.










.









Fata berdiri sendirian.



---


0
Fata

Fata berdiri menghadap langit berbintang yang diciptakannya sendiri.

Dan dia berdiri sendirian. Semesta yang diciptanya melalui Ashura serta Dragunir tidaklah benar-benar hidup. Fata menciptakan seluruh jagat artifisial itu dan membagi kesadarannya ke dalam seluruh organisme dan objek.

"Kak Fata."

Dan dia juga menciptakan "Kana".

Rambut putih gadis itu mengombak lembut. Gadis itu mendekat,  menengadah menghadap wajah Fata. Si Kribo merasakan kedua lengan putih mulus perempuan cantik itu mengalungi lehernya, memaksa kepalanya agar tak berpindah.

Lalu Kana membuka mulutnya yang harum itu lebar-lebar, mengeluarkan lidahnya yang merah dan basah.

" Aaa, aaa," gadis itu bersuara seperti meminta sesuatu.

Maka Fata meludah ke dalam mulut gadis itu, air liurnya yang berlendir jatuh menetes dan bergumpal melapisi permukaan lidah Kana, putih kental dan berbuih-buih.

Kana menelan ludah berlendir Fata dengan memejamkan mata, mendesah nikmat seolah baru saja mengecap sesuatu yang sangat  lezat. Lalu dia kembali mengunci pandangan Fata dengan matanya.

"Aku sayang Kak Fata. Aku cinta Kak Fata." gadis cantik itu berkata dengan tatapan lembut yang memuja.

Melihat ekspresi tulus itu, wajah Fata berlipat-lipat, tak kuasa menahan kesedihan yang menyesaki hatinya.

"Uhhh..."

Dia mulai terisak-isak cengeng. Sesenggukan, Fata tak berusaha menyeka ingus dan airmatanya yang berleleran memenuhi wajah. Perasaannya tersayat-sayat, sanubarinya hancur. Dan apalagi yang dapat dilakukannya selain menangis dan menangis tak henti-hentinya.

Karena tentu saja, gadis itu bukanlah Kana yang sesungguhnya. "Kana" hanya organisme palsu yang dikendalikan oleh fragmen kesadaran Si Kribo sendiri.

Maka Fata menjerit-jerit, atas semua kepalsuan ini. Apalah gunanya semesta yang mengikuti segala kemauannya, jika itu hanya delusi yang dia paksakan menjadi kenyataan.

"Huaaaaaaa!! Huaaaaaa!!! Huaaaaa!!"

Apalah gunanya menciptakan "Kana" yang rela melakukan apa pun untuknya, jika itu semua tak lebih dari khayalan yang diwujudkan dengan kekuatan Dragunir.

Seiring airmatanya yang berjatuhan dari dagu, Fata menggerung-gerung parau melebihi sekaratnya seekor ternak yang disembelih.

"Aaaaaakkhh!! Khhhaaaahhhkkhh!! Khaaaahhhhkkgghh!!"

Karena dialah anak yang ditinggal mati seorang ibu dan seorang ayah, tanpa berkesempatan mencintai mereka seutuhnya. Dia adalah anak yang ditinggal mati oleh dunia, tanpa berkesempatan melindunginya.

"Kana" memeluk pemuda itu erat-erat. Mereka, dua tubuh dengan satu jiwa yang sama, bertangisan tak ubahnya dua anak kecil cengeng.

Tapi ini semua harus berakhir.

Si Kribo mengusap airmata "Kana" dan mulai berujar,

"Kana."

"Iya, Kak..."

"Aku udah kasih program ke dalem badan kamu."

"Untuk apa, Kak?"

"Aku capek. Aku capek."

"Kakak udah nge-insert program penciptaan dunia ke dalam badan aku, ya. Tapi Kakak mau bunuh diri."

"Iya."

"Tapi program di badanku nggak tergantung sama Kakak. Mirip komputer yang tetep berjalan meski penciptanya sudah nggak ada. Tapi jiwaku tetap bakal lenyap, kan, Kak? Soalnya jiwaku cuma fragmen jiwa Kakak, kan?"

"Iya."

"Apakah Kakak yakin mau melakukan ini? Kenapa kita tidak di sini saja, hidup bahagia selamanya?"

Si Kribo menangis sekaligus cekikikan tanpa tahu lagi apa yang dia sebenarnya inginkan. Berbicara dengan fragmen dirinya sendiri, hanya saja memakai dua wujud fisik yang berbeda, dia sudah betul-betul jatuh dalam kegilaan.

Tanpa mengerti lagi, apakah kebahagiaan itu. Apakah kebenaran itu.

"Tuhan harus mati."

"Iya, Kak. Tuhan harus mati. Tapi itu cuma kalau misalnya Tuhan itu adalah Tuhan semu yang berasal dari manusia, kan?"

Fata terkejut mendengarnya. Dia tak menduga, fragmen jiwa alam bawah sadarnya akan mengatakan itu.

"Kakak sempat bilang bahwa Tuhan harus mati. Tapi pernyataan itu muncul karena pengalaman Kakak sendiri, yang menyadari bahwa Mima ajan menjadi Tuhan yang lalim. Dan akibatnya, Kakak terpaksa menjadi Tuhan juga. Untuk memusnahkan Mima-Laplace."

"Apa itu artinya, Tuhan nggak harus mati?"

"Jangan menipu diri sendiri, Kak. Sistem Laplace dan Dragunir pun, kita nggak tahu siapa pembuatnya kan. Itu di luar jangkauan kita. Itu artinya kita ini..."

"...Nggak ada apa-apanya."

"Dan Kakak pun tahu itu."

"Tapi kalo Tuhan nggak mati, kenapa dia mengabaikan hamba-Nya? Kenapa dia membiarkan Laplace dan seluruh dimensi kuancurin? Mestinya Tuhan tu nggak ngebiarin pertumpahan darah terjadi gitu aja."

"Nggak usah mempertanyakan tujuan Tuhan, Kak. Kakak sendiri yang ngerasa bahwa manusia nggak akan pernah punya kapasitas mental yang cukup untuk melindungi alam semesta dari kekotoran egonya sendiri. Lantas, bukankah membenci takdir itu tandanya Kakak membenci Tuhan..."

"Yang udah mempertemukan kamu dan aku?" Si Kribo sendiri yang menyambung pernyataan itu dengan terperangah. Dia digurui oleh fragmen jiwanya sendiri.

"Maksud kamu..."

"Maksud aku, bunuh diri itu cara pengecut."

"Tapi aku emang pengecut."

"Kan Kakak yang mesti tanggung jawab udah ngancurin semua yang ada. Jadinya sekarang nggak ada lagi dimensi kehidupan dan nggak ada lagi makhluk hidup sungguhan, semuanya cuma bonekanya Kakak aja."

"Tanggung jawab..."

"Makanya Kakak mau coba tanggung jawab dengan membuat program itu, kan."

" . . . . "

"Program yang isinya adalah bibit Laplace."


---


Matahari segera naik dengan kecepatan yang tak wajar, membuat malam tiba-tiba menjadi siang yang biru redup karena secara unik, bintang-bintang tetaplah berkelip indah seakan ingin membuat kontras pada langit.

Fata dan Kana berbaring, menatap langit sambil berpegangan tangan. Mengolah rumus reaksi energi Ashura dan Dragunir yang artistik, Fata berhasil membuat sebuah objek penciptaan yang disebutnya sebagai Bibit Laplace.

Namun ternyata, program penciptaan tersebut tak kunjung aktif. Ribuan prosedur rumit Fata jalani, hanya untuk menemukan sesuatu.

"Kak Fata."

"Iya."

"Kakak sudah tahu? Kurasa entitas Roda Waktu bernama Laplace...takkan pernah bisa tumbuh, selama Pewaris Dragunir masih ada."

"...Iya. Emang gak ada bukti sih, tapi kemungkinannya gede juga. Pewaris Dragunir cuma bangkit buat ngancurin Pewaris Laplace. Tapi Laplace yang kubikin ini...nggak ada pewarisnya."

"Sehingga, Dragunir ataupun Pewaris Kreasi tidak akan pernah dibutuhkan lagi."

Fata mengangguk setuju atas respon fragmen jiwa itu.

"Jadinya...aku bisa tenang."

Pemuda Kribo itu mematerialisasikan sebuah belati sederhana dan menyerahkannya ke tangan "Kana".

Jauh di atas garis batas atmosfir, sebuah lautan dengan berbagai satwa akuatik aneka warna serta bentuk berenang di dalamnya, memperlihatkan lautan yang sama sekali lain dari lautan di bumi atau di planet manapun.

Fata-Kana menikmati keindahan tersebut untuk terakhir kalinya. Lautan itu melayang terbalik di antariksa, permukaan airnya yang berombak menghadap bumi dan lapisan dalamnya justru menjulang ke langit.

Program Bibit Laplace akan memulai penciptaannya seiring dengan kehancuran semesta artifisial milik Fata. Kontinum semesta artifisial itu akan menjadi wadah cikal bakal kehidupan yang asli.

Namun mau berusaha seperti apa pun, Dragunir tak mampu menciptakan jiwa asli. Hanya Laplace yang bisa menjadi wadah penciptaan makhluk. Fata tahu itu, sehingga usahanya membuat bibit Laplace yang semirip mungkin dengan aslinya pun, hanya sebuah usaha yang mungkin saja akan sia-sia sama sekali.

Tapi adakah yang sia-sia dari sebuah kebaikan?

Fata tak ingin mempermasalahkan itu lebih jauh lagi. Dia dan Kana saling memeluk sambil berbaring, sungguh nyaman.

Lalu...

Mempersembahkan senyum sesejuk kasih cinta seorang ibu, Kana menikam otak pemuda itu.

Bersama-sama, mereka menutup mata. Wajah kedua insan dengan satu jiwa itu mendingin, saat mereka berbaring di tanah berumput dengan napas tersendat. Darah berkucuran dari batok kepala Fata, dan dia tak berbuat apa pun untuk menghentikannya.

Mematikan fungsi Dragunir dalam tubuhnya sendiri, dia akan mati terhormat selayaknya manusia.

Ketika napas mereka berhenti, maka langit terbelah dua. Lautan di atas langit itu tumpah ruah saat gravitasi yang selama ini menjaganya tetap mengambang justru kini buyar terurai. Satwa-satwa laut meratap, bintang-bintang menghitam bagai dipadamkan.

Hari itu, dunia mati.

Laplace adalah penciptaan dan keberadaan. Namun karenanya Dragunir bangkit, karena Dragunir adalah kehancuran dan ketiadaan itu sendiri.

Maka ketika penciptaan dan kehancuran bertemu, hanya akan ada satu yang berdiri.

Semuanya telah ditentukan di horizon takdir. Bahwa pada suatu masa, ada sebuah anak manusia yang namanya tak pernah muncul dalam sejarah peradaban manapun.

Nama anak itu adalah Fata, Sang Pewaris Kreasi yang pernah bersenjatakan Relik Kehancuran, Dragunir-Makil Nuntakiokh.

Dia lahir, berjuang, lalu mati sendirian. Dia hanya seorang anak manusia yang menempuh jalannya sendiri. Dengan pahit dan manis dalam segenap langkah kehidupan Fata, mungkin pola pikirnya dan apa yang dia pearbuat akan dikecam atau dipandang sebelah mata.

Tapi setidaknya dia telah mencoba sekuat tenaga untuk mencapai apa yang dianggapnya benar, dengan apa yang dia bisa. Apa yang dia punya.

Dan setidaknya, dia pun bertarung karena mencoba melindungi semua tatanan kehidupan. Lalu dia jatuh dalam kegagalan, karena justru dia sendirilah yang menjadi pemusnah segalanya.

Tapi kegagalan itu bukan alasan untuk berhenti. Inilah usahanya yang terakhir, yaitu melahirkan sebuah dunia. Satu-satunya dunia yang ada, satu-satunya dimensi yang ada.

Fata pun telah bosan berpikir. Sudah berapa juta kali dia memikirkan bahwa apakah dirinya, Sang Relik Kehancuran, hanyalah sebuah titik kecil di atas papan permainan dengan skala tak terkira?

Tapi tak pernah disangkanya bahwa dia sendirilah akan meniadakan seluruh alam, hanya untuk menciptakan dunia kembali.

Mungkin selama ini, hanya itulah tujuan keberadaannya menjadi Pewaris Kreasi. Yaitu untuk menyeimbangkan identitasnya sendiri sebagai Relik Kehancuran.

Jiwanya meronta saat dia memikirkan berapa banyak makhluk tak berdosa yang telah dibantainya selama pertarungan mahadahsyat dengan Mima.

Namun dia menolak memikirkan itu lebih jauh, karena fokus dan alur logikanya akan hilang.

Dia hanya melakukan apa yang harus dilakukannya. Kemampuan Bibit Laplace hanya sebatas titik inisiasi ruang-waktu, menciptakan sebuah semesta untuk tempat tinggal. Mungkin suatu saat nanti, semesta ciptaannya akan menjadi tempat kelahiran bentuk-bentuk kehidupan yang berharga.

Mungkin nanti di dalam semesta baru itu, akan tercetus peperangan besar yang tak bisa dihindari.

Battle of Realms.

Mungkin saja. Suatu saat kelak, sebuah kisah akan dimulai lagi dan menjadi awal dari jutaan kisah lain. Dan semua kisah itu akan bermekaran indah di bawah langit, seperti sebuah fajar yang tak pernah berakhir.

Tapi itu semua, bukan lagi urusan Fata.

Maka seiring memudarnya seluruh input persepsi dunia dari pandangan serta panca inderanya, seiring wajah "Kana" menjadi hal terakhir yang melekat pada mata dan hatinya,

Fata pun hanya bisa berharap.

Berdoa.

Agar Tuhan mengampuninya.




-------




Fata - Nir
(Selesai)

















17 comments:

  1. Wow, ini benar2 battle yang levelnya sudah "godly". Merekayasa dimensi kosong dan mengembalikan apapun yang sudah hilang akibat urusan BoR ini. Namun, akhirnya toh Fata memilih menjadi "penghancur", merombak ulang lagi segala yang sudah ditata itu.

    Andai itu semua termasuk dalam simulasi battle, untuk memajukan Laplace seperti fungsi sebenarnya dan pengaruhnya pada "dunia nyata" adalah pengembalian segalanya seperti semula, bereskan para pengganggu dan "the real culprit", oke saya akui Fata mutlak jadi pemenang sejati.

    Tapi, dari ending yang disajikan, ini sama saja menunjukkan keinginan terbesar Alsahin Kairos andai dia yang masuk final. Gak perlu Tuhan, sebagai pencipta semesta fantasi saya terus-terang jadi sebal kalau semesta ciptaan saya itu dirombak begitu rupa. Dan ini membuktikan Dragunir lebih berbahaya daripada Laplace. Kalaupun ini memang keniscayaan, ini hanya membuktikan 1 hal: Fatanir is the true villain.

    Mungkin saya salah, tapi yah begitulah saya pasti berpikir sampai sejauh itu. Kesimpulannya, entri Fata ini lebih canggih, dahsyat dan out-of-the-box dari entri Mima, tapi saya kurang suka endingnya.

    Andry Chang (Fallen OC: Vajra)

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. saya setuju dgn mas andry.. Ini seperti ngadu living tribunal vs beyonder di marvel multiverse. Semua kanon panitia maupun peserta diobrak abrik abis.
    Dan endingnya sad.. Mirip god of war 3, protagonis bunuh diri demi memulihkan dunia. Saya suka endingnya.

    Vote fatanir

    ReplyDelete
  3. Wogh, shibarashiii...

    Seperti biasa, perang urat syaraf (ala Hakomari) Fata vs Mima pastilah terjadi, seolah itu merupakan hal tak terelakan.

    Ini battlenya benar-benar ilahiah, massif, dan sudah menjadi ciri khas om Po di setiap final, bahwa battlenya pasti dalam skala bencana. Dan saya gak pernah dibuat bosan sama itu :D

    "Insya Allah ada jalan"

    BAJENG, gw ngakak. Si Fata yang brengsek ternyata religius juga yak.
    XD

    Dan semua entrant diboyong ke pertempuran terakhir, wow... ada Nely juga
    **jingkrak-jingkrak kegirangan**

    Nely lagi hamil itu cuma gosip mz, jangan dipercaya.


    ...


    "Avius, Ma Meen. Apa kabar, Bro?"
    Saya ngekeh baca bagian ini, suasana brotherhood-nya kental sekali.

    Ini aura kisah shounen-nya kental sekali ya. Perang terakhir, perang untuk menyelamatkan dunia, perang antara kebaikan melawan kejahatan (well, fata nggak bisa disebut baik sih)

    Dan sepanjang cerita, saya senantiasa disuguhi berbagai revelation. Ini kail yang sangat hebat, karena saya jadi gak pernah merasa bosan dan terus membaca (dari jam 11 siang sampe sore).

    skip skip....

    skip....



    BAZEEEENg..! timeskip pertarungannya sampe milyaran tahun.

    Dua-duanya kena mindbreak, saya salut bagaimana om Po menjabarkan pikiran Fata yang FUBAR-- Fucked Up Beyond All Recognition

    Akhir dari pertarungan itu adalah keheningan...

    begitu hening...


    hening...


    hening...


    hening...


    hening...

    hening...


    hening...


    hening...


    hening...

    hening...


    hening...


    ...


    sampai pembaca pun ikut terkena mindbreak~


    ==============================================================


    EEeeeeuh, tolong koreksi kalo saya salah.

    Jadi endingnya itu jadi semacam paradoks?

    Fata mengakhiri semuanya, tapi karena letaknya jauh ber-eon di masa depan, dan dia adalah tuhan, jadi dia menghancurkan segalanya, untuk kemudian memulai segala sesuatu dari sana...

    Yang pada akhirnya segala sesuatu itu akan berakhir pada perang besar untuk menghancurkan segalanya, berulang begitu terus tiada hentinya.


    In the end, nothing is changged. Tuhan yang selama ini diperdebatkan oleh batin Fata ternyata adalah dirinya sendiri di masa depan, yang juga merupakan awal dari masa lalu dari alam semesta tempatnya berada.

    Otak saya crash, tolong....


    =============================================================

    Ini entry yang sangat menghibur. Isinya penuh sekali dengan intrik, tipu muslihat, serta bumbu plot twist. Alurnya senantiasa mengkhianati tiap tebakan di benak saya.

    Dua canon ini (om Po dan Mba Kay) bisa dijadikan novel karena saling berhubungan satu sama lain sejak prelim awal. Saya benar-benar terhibur, terlebih ketika jam makan siang saya harus diwarnai adegan nyembur nasi, ketika membaca bagian Dimas ngeluarin Kantai Collection.





    ReplyDelete
  4. Akhirnya bisa komen juga.

    Pak Po ini... gimana ya... tulisannya bener-bener bikin peledakan pikiran. Fata yang awalnya saya kira Micah Sanders KW Super ini ternyata manusia setengah dewa juga ya www

    Solidnya karakter Fata kurang lebih sama solidnya dengan karakter ibu Mima, dan rasanya kanon masing-masing ini harusnya ga jauh beda.

    Cerita ini butuh waktu yang cukup lama untuk dicerna, sama kek ceritanya Lazu, tapi luar biasa, pertarungan megah dengan unsur-unsur kosmik ilahiah yang menggetarkan sanubari ini membuat saya tersentuh. Pembangunan klimaks yang sangat pas, dan saya rasa ending seperti ini adalah eksekusi yang baik untuk mengakhiri cerita yang sudah sangat jauh taraf pengertiannya wwwwwww

    Intinya, cerita ini penuh twist, tipu-tipu, dan Mecha yang naik tahta jadi tuhan. Sangat menarik, dan bisa menjadi kesimpulan dari Exiled Realms yang menjadi tema BoR V

    Saya vote Fata untuk naik podium pertama.

    ReplyDelete
  5. Halo
    Pertama-tama izinkan saya ucapkan SELAMAT MASUK FINAL LAGI, PAK PO!

    Oke, lanjut
    > Liat format penulisan sub judul
    > "Oh, Hakomari"

    Okay Let's read.

    > Baca prolog.


    SIAL. Bahasanya bagus.
    terus lanjut baca sampe akhir dan SUKA BANGET AAAAA
    //unyel unyel Fata

    Entrynya Fata ini sukses bikin "warna"
    Saya senang soal :
    - "Sejarah" si Kana
    - Porsi panitia-panitia sebelum BoR V yang ikut andil di cerita ini
    - Ending yang bikin saya 'hah' di depan laptop. Ide membangun sesuatu yang baru dan menghancurkan yang sudah ada itu sungguh nganu. [Kalau mau dibandingkan, Endingnya patah ga too common buat saya]
    - Cara Fata ngomong. Saya cukup terbawa sama gayanya si kribo ngomong. Jadi ya ngakak juga (apalagi pas ada Tata wkwkwkwk)
    Tapi kayaknya poin terakhir ini karena pak po jadi agak sedikit komedi. [Gapapa pak po, seger kok]

    Meski endingnya ga bikin saya terharu, tapi saya ga datar juga bacanya. Teriak "wo..wo..wo.." pas lawan panitia.

    Cuma ada satu hal sih yang agak ganggu buat saya. Pas nulis "Syana / Kana". Karena sudah dijelasin di awal sih mending tulis salah satu aja.

    Tapi after all saya suka <3



    P.S :
    Saya sempet baca Tamon Ruu Syana jadi Tamon Fusyana. Maaf.


    Anyway,
    VOTE FATA


    karena "Nganu..."


    Regards,
    Dee

    ReplyDelete
  6. Heningnya banyak.

    Vote saya hampir mampir ke punya sebelah setelah baca duluan.

    Bener kata orang-orang, dua entri ini banyak punya hal yang bertolak belakang. Ini bikin sulit vote awalnya.

    Mari bahas entri sebelah dulu.

    Di sana saya suka adegan-adegannya yang sinematik. Seperti saat Mima-Weasel pamitan dengan keluarganya, Mima-

    Wasel. Perjuangan keluarga. Pertukaran pesan tamon dan mercenary. Fata yang dibuat kerepotan sama kemampuan Mima yang notabene manusia biasa. Sampai muncul koneksinya dengan entri ini.
    Sejujurnya saya pengen vote Mima, apalagi di alurnya ada karakter saya. Tapi twist twist di sini lebih bikin saya terkesan. Meski memang, banyak hal-hal positif yang terjadi di ceritanya, kontras sama entri ini yang suramnya ga ketulungan. Ending yang menjelaskan kelanjutan para karakter jadi contohnya. Baik itu karakter author lain yang terlibat sama Mima, maupun keluarganya sendiri.

    Nah, di entri ini saya udah kecantol duluan sama ide penyatuan realm yang berusaha dilakukan Nurma sama Dimas. Pengungkapan jati diri tamon ruu syana sampai menjadi kana dikemas dengan penuh kejutan. Komedi ditaruh di tempat yang pas. Untuk endingnya, jujur, pernah pengen juga ending seperti ini, tapi penulisan oleh pak po ini bisa bikin ending ini begitu terasa di mata pembaca. Delay delaynya pas. Setiap kata di bagian ending, walaupun pembaca udah tau ini cerita bakalan berakhir ataupun endingnya bakal buruk, tetep bikin pembaca engaged. Kata-kata terakhirnya yang dibuat centered pun ngasih kesan tersendiri sebagai penutup.

    Karena hal-hal di atas, nggak ada alasan lagi bagi saya buat nggak ngevote fata.

    VOTE FATANIR

    ReplyDelete
  7. Hanya satu kata yang bisa menjelaskan entri final Fata, SEMPURNA!

    Beneran deh ini kyaknya tulisan terbaik Kang Po yang pernah saya baca. Di ronde sebelumnya, saya terus terang kurang menikmati entri Fata yang mengobrak-abrik kisah Bu Mawar, dan lebih menikmati entri Mima yang menawarkan kerjasama apik Mr. and Mrs. Reid.

    Tapi di final, kondisinya berbalik, entri Fata kali ini menawarkan cerita dan ending yang bener-bener memuaskan. Apalagi ini kedua kalinya ya Kang Po di final? Saya agak mencium bau Lazuardi di sini, hehe

    Mungkin kepanjangan kalo dibahas satu-satu, apa poin-poin menarik di entri Nir ini. Plotnya rapi, eskalasi klimaksnya edan pisan, pemilihan kosa kata yang sedalam lautan (naon deuih?), penomeran bab yang mundur, kameo OC-OC terdahulu fanservice buat penulis yang lain, hehe, saya ngebayangin Kang Po menulis dengan semangat yang terus-terusan meledak (lebay sih).

    Akhir kata, VOTE FATA
    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  8. Ya Tuhan, saya bener-bener gagap baca ini entry. Solid, kacau (in a good way), dan absurd, bener-bener bisa ngewakilin apa yang saya definisikan sebagai 'ilahiah'

    Ah, saya gak bisa mikir lagi... Saya abaikan deh soal kanon Tata yang diobrak-abrik sedemikian rupa..

    Saya vote Angra Mai-- Fatashura

    ReplyDelete
  9. Sebelumnya saya ucapin selamat dulu kepada dua finalis, yang setelah melalui berbagai tantangan dan lika-liku selama setengah tahun lebih ini akhirnya bisa berdiri di panggung terakhir turnamen ini, menyingkirkan seratus peserta lain yang gugur di sepanjang jalan

    Sejujurnya saya bener" lagi ngga mood buat baca atau komen entri, tapi buat penghargaan ke kedua penulis, bolehlah kita abaikan dulu masalah pribadi saya

    Singkat aja, saya pertama baca punya Mima. Menyambung canon dari ronde" dahulu, sekarang Mima dan suami ngebuka entri dengan adegan ala film action, dan mengakhiri entri dengan kembali ke tema keluarga. Sementara Fata, seperti biasa khas penulis selama 3 tahun terakhir ngebawain entri kolosal yang biasa dilabel dengan istilah kosmik ilahiah

    Masing" entri punya kelemahan dan kelebihannya sendiri, dan setelah selesai baca keduanya, akhirnya saya putuskan untuk VOTE FATA

    Alasannya ada dua. Dari segi Strength, entri final Fata lebih ngebawain kesan penultimate, dan penulis beneran keliatan all out + true to its own character. Gimanapun juga ini final, jadi alih" mikirin pembaca, emang sebaiknya penulis nulis apa yang mau dia tulis. Dan entri Fata dengan segala kehebohan pertarungan terakhirnya berani menutup turnamen ini dengan ending yang tidak biasa, ga seperti 4 finalis sebelumnya. Dan penulis berhasil mengemasnya dalam format tulisan yang ngehook pembaca baik dari segi narasi sampai pemenggalan subbab

    Alasan keduanya dari segi Weakness, yang berarti perbandingannya kenapa entri Mima lebih lemah di mata saya. Penggunaan Elite Four di sini agak jarring dan berasa alakadarnya, side char yang agaknya terlalu convenient kayak Radith dan Tan Ying Go, dan yang paling fatal di tengah entri hingga akhir saya malah ngerasa ini cerita tentang Fata alih" Mima. Padahal selayaknya Mima jadi sorotan utama di panggung terakhir ini, kalo perlu egois sekalian dan makan jatah lawan. Plus, kalau dibanding Fata, judul entri final Mima kerasa aneh dibaca

    Akhir kata semoga kedua penulis dapet banyak pengalaman baru di perjalanan bernama BoR V kali ini

    Sampai ketemu di turnamen selanjutnya

    ReplyDelete
  10. Aku sebenernya agak surprise juga loh kakak bisa selesein ini dan super panjang bgt gini. Huuuhhh.. Padahal kan harusnya lagi galau... karena lagi final yang bahan belajarnya sadis. Aku sebenernya dari dulu nggak raguin kemampuan kakak nulis, dari dulu selalu bikin aku surprise dan selalu bisa bikin aku kagum terutama sama ide ceritanya walopun tulisan kakak cuma maen-maen atau iseng doang. Kalo dulu aku nggak pernah bilangin ini, itu karena sebagai kapten aku ekspresiin kagumnya seperlunya aja sih. Tapi tulisan-tulisan sebelumnya buat di sini aku suka ogah bgt baca karena rasanya terlalu berat bgt walopun tetep bikin aku kagum sama semuanya. Karena terlalu berat itu jadinya berasa ngebosenin dan males bgt bacanya karena buat otak aku itu terlalu beban bgt dan capek nggak jelas kalo baca. Maapin XDDDNah karena kali ini aku beneran baca dari awal sampe akhir, tapi bukan karena aku naksir Kak Fata atau karena ada Kana nya juga loh. Pokoknya karena aku baca dari awal sampe akhir aku ngerti sesuatu jadinya, yang aku bilang aku nggak raguin tulisan kakak itu rasanya cuma jadinya cuma seupil doang. Aku nggak seharusnya cuma bilang kayak gitu soalnya ini jauh dari cuma bikin surprise dan bikin kagum doang. Ini rasanya wow aja gitu. Aku gak tau rasanya mau bilang apa lagi. Aku juga jadi gak tau aku ngomong apaan ini XDDD
    Selain dari plot dan ceritanya, yang paling aku sukain dari Kak Fata ini emang karena emosinya kerasa bgt, beneran bisa kegambar jelas pas bacanya dari perasaan atau pas battle dari cerita pertama sampe ini nggak berubah. Tapi aku kan ngarep Kak Fata bisa seneng sih akhirnya eh malah dikasih nyesek bgt. Cuma ternyata emang dengan apa yg Kak Fata rasain dan lewatin di tulisan final ini rasanya bakalan aneh kalo dibikin bahagia...
    Aku padamu deh Kak Fata XDDD
    Aku juga suka Kana digambarin sesuai aslinya XDDD *abaikan*

    ReplyDelete

  11. saatnya komentar dan vote.

    Saya pilih MIMA.

    karena saya feminist. hahahahahahahaah


    oke, jawaban serius dengan pembanding.

    ini kayak ngeliat captain america vs apocalypse. superhuman vs mutant yang dapat eksistensi layaknya doom yang menghapus semesta dan menulis ulang kembali.

    Entri Mima manusiawi. entri Fata udah ketuhanan.

    Entri mima itu bener-bener pantas untuk jadi ending keseluruhan Battle of realms, semua elemen masuk, bener-bener nyambung dengan entri paling awal sekalipun. Bahkan ini bener-bener masuk dengan canon panitia.

    masalahnya, ini kenapa ending akhirnya lebih condong ke gambaran fatanir? tapi itu membuktikan Penulis mampu menguasai karakter lawan.


    entri fata, ini bahkan udah lebih tinggi dari tema Battle of realmsnya. aye langsung drop (walau akhirnya lanjut baca lebih cepat) di bagian NUN. kurang suka ending yang begitu, penyatuan diri dengan kekosongan semesta. yang begini rasanya memaksakan kemampuan laplacenya. tapi sekali lagi, kompleksitas ceritanya, salut dah.

    lebih rapi entri fata sih dibanding mima.

    Dan penilaian terakhir karena endingnya mima lebih cute daripada fatanir.






    Good job untuk Mima dan Fatanir.
    sampai bertemu di BOR VI jika berkesempatan.

    ReplyDelete
  12. hullow... fata dan pakpo, saya bener applause dengan entry ini, barangkali sambil mata merah rada nangis2 gitu, karena ada beberapa bagian di entry ini yang personally sangat touched, dan juga beberapa yang busyet ilahiahnya, dan juga ada yang ngerusak mood-nya termasuk Syana/kana... igggh! *gemes *uwel2 Fata

    pertama-tama,l saya nggak terlalu merasa speechless dengan adegan pertarungannya, tapi sungguh ada beberapa dialog dan uraian yang menurut saya adalah MINDFUCK AKUT, termasuk diantaranya adalah adegan dimana Mima bertarung dengan kekuatan dewa-nya dan akhirnya malah melupakan apa yang sebenarnya dikejarnya selama ini. Itu... ah sialan, itu BADASS SIALAN BANGET OC saya digituin sebegitunya sama pakpo...!!!!!! Ini lebih kejam daripada Ichs yang menganiaya OC-nya sendiri, atau saya yang nge-twist canonnya Kai dengan begitu dibaliknya... uhuhhuhuhuhuhuhuhuhuhu
    *mewek.

    Tapi, terlepas dari itu, ending yang sad but but beautiful untuk si mami, somehow saya merasakan kalau itu adalah bentuk respek sang author terhadap OC lawan, I felt like honored lah ...

    kalau ada yang bagian yang bikin saya ngakak, adalah interaksi awal Fata -Mima yang bikin aku, entah kenapa ngakak. Lalu interaksi para tokoh yang hidup kemabli itu juga menghibur, sedangkan "Sambalado"-nya Fata... haduh, itu malah yang kaya ngerusak mood, tapi mengaingat Fata emang gitu ya terasa jadi wajar, terasa seperti komedi yang senngaja ditempatkan salah tempat, ehehehehehe....

    well done pak po...! What a damn good piece ...!


    ReplyDelete
  13. wakkakakak, skala kolosal yang baru saya baca, sebelum2nya pasti udah ada jaman2 bor 4 atau 3 tp baru baca ginian di sini www
    Bahasa2nya beneran ilahiah dan di luar batas norma dan budaya #plak
    saya sampe sempet kebawa pake bahasa beginian habis bacanya, rasa2nya megah dan kosmik gitu www
    Secara plot, saya belum baca sih canon panitia dua ronde setelah saya gugur, tapi pastinya cuma beberapa dasarnya kan ya? Soalnya ini elaborated banget plotnya, ebrasa sepenuhnya bikinan sendiri yg cukup apik dan rapi, rasanya pak po ngerti banget sapa apa yang mau ditulisin dan ngerancangnya dari awal sampai akhir, jadi sekompleks ini pun pak po masih memegang kendali segalanya, which is superb imo!
    Secara cerita, endingnya lumayan fresh, dan yang membekas karena good end tapi tetap aja ada yg cacat/terluka, lebih realistis daripada happy end yang terlalu idealis sampe2 too good to be true,,,
    Cucoklah ini jadi sebuah final, manteb bener eksekusinya

    ReplyDelete
  14. Untuk sebuah cerita yang melampaui dimensi ruang dan waktu, aku akan menandinginya dengan mengirim komentar ini melampaui dimensi ruang dan waktu. Tepat ke setengah tahun yang lalu, saat masa penilaian final masih berjalan. Bacalah dan sebelum kau menyadarinya, kau akan mengingat pernah membaca komentar ini setengah tahun yang lalu. Behold the power.

    Pertama-tama... what the fuck is this??! Bagaimana bisa Kai mengambil alih Noble Phantasm milik Zhaahir??! Ini penghinaan! Ini pelanggaran hak cipta! Ini pencorengan terhadap Ten Comandmentsnya Nabi Nuh! Thou shalt not steal!

    Tapi... ini membuktikan bahwa tulisan ini mampu memanipulasi dimensi. Tak hanya dimensi 5 atau 6, tapi mungkin 10. Di mana terdapat dunia tak terbatas dengan kemungkinan tak terbatas, di sanalah bisa saja terjadi sebuah Noble Phantasm dimiliki oleh orang yang bukan seharusnya, meski sejatinya Noble Phantasm adalah kristalisasi dari identitas individu yang tak mungkin diduakan.

    Memasuki pertarungan itu sendiri, ini adalah tulisan yang melampaui kehendak. Apakah Battle of Realms? Apakah pertarungan antar dimensi? Masih pantaskah panitia menyebut dirinya sebagai panitia, sedang sejak awal ini bukan tentang mereka. Sejak awal ini semua ada tentang Fata, yang eksistensinya menggerakkan Battle of Realms itu sendiri sebagai tak lebih dari panggung yang pantas untuk penyisihan. Sebelum pertarungan sejatinya melawan sosok--satu-satunya sosok--yang mampu berdiri dalam dimensi 10 yang sama dengannya.

    Nekoman, Sakaki, Blackz, Thurqk, dan segelintir karakter pendukung lainnya, apalah mereka jika bukan pion yang bergerak untuk membangun titik akhir segala titik akhir.

    Dragunir.

    Fata-Dragunir, eksistensi tunggal yang mampu melakukan sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Menyatukan dunia tak terbatas dengan kemungkinan tak terbatas menuju satu titik tunggal.

    Jika Tuhan itu ada maka Fata-lah Dia, satu-satunya entitas yang telah memahami betapa pilunya menjadi sang pencipta, yang bisa mengkreasi berjuta kehidupan namun merasa tak semua itu tak ada artinya karena tak lebih dari sekadar serpih kecil jiwanya sendiri. Pada akhirnya ia adalah ketunggalan yang terlalu masif, yang tak mengerti bagaimana mengisi dirinya sendiri. Bahkan jika ada seekor semut yang bergerak tanpa kehendaknya, mungkin itu untuk membuatnya bahagia. Namun itu mustahil.

    Mima Shiki Reid, sang lawan yang pantas, ia sukses melakoni perannya yang menjemukan sebelum membangkitkan Dragunir. Saat Dragunir muncul, itulah saat semua berubah dari dimensi 4 ke 10. Narasi-narasi maha dahsyat itu seperti menghujam sanubari bahkan dengan satu untaiannya saja. Tidak aneh jika makhluk tiga dimensi tak memahaminya, yang perlu makhluk-makhluk itu tahu adalah segala kengerian primal yang dibawakannya, yang mereka rasakan tanpa perlu memahaminya.

    Dan keheningan yang menjelang di akhir, adalah sebuah pencerahan. Akhir yang mutlak sang Dragunir.

    Kurasa pesan dari masa depan ini tak perlu menyertakan Vote, karena tulisan ini telah mendapatkan apa yang pantas didapatkannya.

    ReplyDelete