7.9.15

[ROUND 3] FATHA A` LIR - REPOSISI, SUBTITUSI, FINAL

Fatha a` Lir – [Reposisi, Subtitusi, Final]

Penulis: Manya




[PASAL XIII – PAMUNGKAS]


[Arahelia's Perspectives]



Manya mengajakku untuk meninggalkan tempat ini dengan segera. Tempat ini sudah tidak bisa bertahan lagi. Layaknya katak yang konstan dipompa, meledak.


"A-apa para penduduk di sana baik-baik saja?" tanyaku pada Manya. Yang kerut wajahnya tidak muncul sama sekali.


"Entah, jadi energi mungkin.." jawabnya singkat. Aku merinding, membayangkan apa yang terjadi pada istana, kedai, gang hitam, dan Brinmealong. Pasti menyakitkan sekali dibakar hidup-hidup oleh ledakan panas. "Lalu, bagaimana kelanjutan turnamen ini? Apa masih berlanjut?"


"Masih, sekarang kita menuju Amatsu. Di sanalah kita akan melanjutkan turnamen ini." jelasnya, aku penasaran, apa dinamika Amatsu sama seperti Alforea? Entahlah, seberapa kerasnya aku mencoba untuk bersimpati, perasaan tegar ini selalu menyela rasa ibaku.


"Ngomong-ngomong, siapa, pria yang kau seret dari tadi itu?"


"Ah, ini.. Dimas Pamungkas. Orang yang meledakkan Alforea," ujarnya singkat.  Oh begitu..


... Eh, masa!


"B-bagaimana kau menangkapnya?"


"Hmmm.. entah, anggap saja dia menyerahkan diri padaku." Aku semakin tidak paham dengan gadis suram ini.


"Lalu, mau kau apakan dia?" tanyaku bersamaan dengan Manya membuka portal dan melempar tubuh Dimas, " HEEE, KOK DIBUANG?


"Iya, dia bakal dikurung dan akan dihukum nonton film horor tanpa berkedip sampai waktu yang tidak ditentukan." jawabnya singkat. Aku gagal paham. Manya hanya menengokku dengan tatapan lelahnya.


"Sepertinya akibat dari ledakan tadi, beberapa data restorasi jadi rusak. Kau akan kehilangan mata kirimu selama disini. Apa itu baik-baik saja?"


"Baik-baik saja kok. Dari awal juga aku sudah mengingatkan diriku sendiri untuk siap menerima bermacam kehilangan. Termasuk kehilangan nyawa atau selera makan pai berry dengan sirup mapel."


"Kedengarannya enak." ucapnya, tentu saja enak. Lalu, tanpa menanyakan perihal pai berry, bibirnya kembali bergerak. "Sudah pernah bertemu Ruu?"


"Sudah, dia manis dan baik." jawabku, gadis itu entah mengapa langsung mengalihkan perhatiannya dariku.


"Apa aku manis seperti dia?"


"Humm. Kamu juga cantik," belum selesai aku berbicara, dia memutus kalimatku, "Maaf, saya salah menilai anda." Begitu ucapnya. Sungguh, aku tidak bisa memahami gadis ini.


Akhirnya kami sampai di sebuah tempat yang pernah kulihat, dengan jalanan berbatu yang dihiasi pohon ceribloom. Ya, tempat ini mirip dengan Wapun. Surganya kue mochi. Berrymochi sungguh nikmat.


"Saya permisi dulu," ucap Manya ringkas, lalu lenyap. Sepeninggalnya, aku disambut oleh sesosok wanita berambut hitam panjang dengan kimono putih dan hakama merah dengan payung kertas bertuliskan 'Amazing Amatsu'. Wanita itu menatapku sambil tersenyum.


"Anda peserta terakhir yang datang, nona Fatha a`Lir?"


"Oh, maaf, bisa panggil saya Tata saja? Itu hanya nama sandi kok."


"Baiklah kalau begitu. Mari, kita menuju ke arena pertarungan."


"Jalan kaki?"


"Karena jaraknya tak begitu jauh, maka iya." ucapnya kalem. Kami berdua lalu menyusuri jalan berbatu kali ini. Suara gempita pesta tengah terdengar, sepertinya ada festival.


"Meriah sekali ya?" tanyaku pada wanita itu.


"Begitulah, penduduk di sini gemar sekali merayakan festival. Kalender mereka penuh dengan tanggal merah." jawabnya bungah. "Lalu, boleh tahu mengapa anda terlambat datang?"


"Eh, aku terlambat kah?"


Wanita itu menghembuskan nafas panjang, "Seharusnya semua peserta datang bersamaan, dan anda sendiri yang terlambat."


"Sepertinya karena loop yang terjadi di lokasiku sebelumnya. Lagipula, kalau aku datang duluan, namaku jadi Vata dong?"


"Saya tidak mengerti." ucapnya sambil menggaruk kepalanya.


Tak terasa ketika berjalan-jalan sambil menikmati dinamika festifal kami berdua sudah sampai di muka koloseum yang cukup besar.


"Di sinilah kita akan melanjutkan turnamennya." ucap wanita itu, lalu menambahi, "Pertarungan babak ini adalah satu lawan satu. Tidak seperti babak sebelumnya, kali ini peserta akan dibantu dengan monster. Kalian bisa memakai monster yang ada di dunia kalian. Sekarang, anda masuk ke bangunan yang di sana untuk bertemu dengan monster yang anda inginkan."


"T-tapi, tidak ada monster atau apapun di duniaku."


"... Sungguhan?? Coba anda masuk ke sana dulu. Mungkin saja seseorang di sana bisa membantu." ucapnya. "Baiklah, saya undur diri.."


"Tunggu, siapa namamu?"


"Netori, dalam beberapa menit kita akan bertemu lagi nona Tata, semoga sukses." ucapnya sambil melenggang masuk koloseum. Aku lalu bergerak menuju bangunan yang ditunjuk Netori. Sebuah rumah kecil.


"Permisi," aku masuk ke dalam rumah itu, mendapati sesosok pria berambut putih yang sekiranya berumur separuh baya dan mengenakan jas lab tengah menikmati minumannya di mug yang mengebul.


"Ho, aku sudah menunggumu. Perkenalkan, namaku Oak." ucapnya sambil menjabat kedua tanganku. "Jadi, kamu laki-laki atau perempuan?"


"Sudah kelihatan kan? Kalau aku perempuan."


"Hoo.. begitu, lalu.. siap memanggil monstermu?"


"Erm, maaf pak.. Sepertinya di duniaku tidak ada monster. Jikalau ada pun sepertinya aku tidak berani memakainya.."


Pak Oak terbahak mendengar jawabanku barusan, lalu mengajakku masuk ke sebuah ruangan. Di dalamnya ada sebuah meja dengan tiga bola sekepalan tangan yang terpampang dengan teratur. Di dekatnya duduk seorang pemuda berambut pendek tengah duduk menanti. Matanya heterokromia coklat biru seakan sedang membacaku.


"Fatha a` Lir..." ujarnya sambil tersenyum. "Aku Avius. Senang berkenalan denganmu." ucapnya lagi. Aku membalasnya dengan senyuman


Avius lalu menatapku lagi, "Kata orang, kamu kekanak-kanakan ya? Dari yang kulihat, kamu sepertinya cukup dewasa, agak tidak jujur, dan satu lagi sifat yang kusuka, membenci konflik. Kurasa kita bisa akrab."


"Senang sekali aku mendengarnya. Lalu, kenapa kamu di sini?"


"Aku tidak mau memakai monster dari duniaku, makanya aku di sini. Beberapa dari mereka terlalu lemah untuk disabungkan." jawabnya ramah. Kemudian kami berbicara banyak hal tentang turnamen dan kegilaan yang terjadi di Alforea. Sepertinya bukan aku saja yang khawatir dengan kondisi Alforea. Lalu, pak Oak muncul dan menyela pembicaraan kami berdua.


"Kalian berdua, silahkan pilih bola yang ada di hadapan kalian, di dalamnya ada monster yang akan mematuhi perintah orang yang membebaskan mereka dari bola itu. Bola paling kiri menyimpan monster dengan kekuatan air, bola tengah api, dan bola paling kanan tumbuhan." ucapnya semangat.


"Bapak orang Kanto?" tanyaku.


"Kok tahu?"


"Kita enggak disuruh ngelengkapin p*kedex kan?"


"Pengennya sih begitu, tapi sepertinya untuk sekarang belum bisa. Nah, cepat kalian pilih. Sebelum giliran kalian bertarung nanti."


Avius lalu menunjuk bola paling kiri. "Aku ambil yang air saja." Bila dia mengambil elemen air, mungkin lebih bijak bila aku memakai tumbuhan.


"Oke, kalian sudah pilih monster kalian, segeralah masuk ke koloseum. Sudah dimulai dari tadi lho." ujar pak Oak mengingatkan kami. Kami segera bergegas menuju koloseum.



********************


[Tarou's Perspectives]


Amatsu, dikata orang sebagai Land of Destiny dengan instrumen-instrumen kuno lokalan yang arif dan murni. Mayoritas penduduknya demi-human dan monster. Semua tinggal dengan guyup rukun. Tanahnya yang berkontur landai memiliki unsur unik yang membuat tanaman apapun yang ditancap menjadi sangat subur dan mampu berkembang biak dengan cepat. Sehingga nyaris tiap minggu diadakan festival panen.


Sekarang posisi berpindah ke bangunan koloseum di mana pusat keramaian berkumpul. Di tempat inilah babak turnamen selanjutnya berlangsung. Sebelumnya sudah ditayangkan berbagai pertarungan epik para peserta Battle of Realms yang dibantu oleh monster. Bilamana monster atau peserta terbunuh atau menyerah, pertarungan selesai. Maka dari itulah kerjasama antar peserta dan monster harus ada.


Dan setelah melewati beberapa pertarungan. Kini turnamen sampai di duel terakhir. Duel antara gadis berambut merah dan pemuda berambut coklat. Keduanya nampak kaget ketika melihat satu sama lain. Mungkin keduanya sudah saling berkenalan? Bisa jadi. Tapi di turnamen ini tidak ada yang namanya teman atau saudara bila sudah saling bertatapan di arena laga. Status yang berlaku hanya dua, pemenang, atau pecundang. Tentu saja semuanya tidak mau menjadi yang kedua.


Sudah beberapa menit sejak gong dipukul dan kedua insan itu malah kembali menuju tempat mereka muncul, cukup lama sampai penonton pun mulai bosan, semoga pembaca tidak. Tapi memang benar, beberapa dari penonton mulai tidak kerasan dengan situasi ini, ada yang meninggalkan tempatnya dan ada yang melempar objek kecil. Bagaimana ini, kenapa kalian berdua tidak segera bertarung?


Tiba-tiba terdengar suara panik dengan nafas putus-putus timbul dari belakangku, "Tarou, kedua peserta tidak mau bertarung!" ucap sumber suara itu, gadis yang kukenal dengan nama Yuru.
 

"Yang benar saja! Di peraturannya kan sudah tertulis begitu!"


"Si gadis beralasan bahwa si pria terlalu baik untuk dibunuh, sedangkan si pria tidak bisa membunuh."


"Alasan apa itu, sudah kau paksa mereka untuk bertarung?"


"Sudah, dan mereka malah mengancam kita."


"Huh, baiklah! Jika mereka tidak mau melawan satu sama lain, panggil Elite Four!"


"E-elite Four? Kau yakin?"


"Merekalah yang harus diyakinkan! Cepat, dedlennya sudah mepet."


"B-baik!" melipirlah gadis. Semoga turnamen ini cepat selesai.


[Avius's Perspectives]


Akhirnya aku tak perlu bertarung dengan Tata. Aku sudah muak dengan kegilaan ini. Aku ingin segera pulang dan mengganti obat pak tua Robith dan menyantap jamur bersama anak-anak desa. Aku tak ingin roda kebencian berputar gara-gara pertumpahan darah yang mengatasnamakan turnamen ini. Tapi, entah mengapa perasaan tidak mau kalah ini malah menghantui.


"Tata, apa ada jalan lain supaya kita bisa melanjutkan ini?"


"Tentu saja! Pasti ada alternatif lain!"


"Apa itu?"


"Aku belum tahu, yang jelas pasti ada." ucapnya menghiburku, aku hanya bisa memasang senyum.


Beberapa menit pun berlalu dan gadis yang menerima protes kami sudah kembali pada kami.


"Baiklah, pengecualian bagi kalian, kalian akan dibebaskan dari aturan duel satu lawan satu." jelas gadis itu pada kami. Akhirnya aku bisa bernafas lega. "Kali ini tidak ada perubahan lagi, kalian akan menghadapi empat pengendali monster terkuat di Amatsu. Tidak perlu saling bunuh, hanya membuat salah satu dari mereka menyerah atau tidak sadar, baik pengendali atau monsternya. Skor kalian ditentukan dari berapa pengendali monster yang kalian kalahkan, jadi skor maksimal empat."


"Boleh menghilangkan kesadaran? Baiklah."


"Dan sekali lagi saya tekankan, tidak ada toleransi. Titik."


Kemudian kami kembali ke arena, disana sudah menunggu empat orang, seorang wanita, pria tua, gadis dan remaja. Si wanita mengenakan topi rajut merah dengan jaket bulu merah. Pria tua mengenakan kemeja aloha dan celana pendek, gadis yang memakai kain tambalan kumal yang nampak gatal dan si remaja memakai zirah.


"Kami Elite Four, diminta untuk menghalangi kalian." ucap si remaja sambil menatapku. "Aku dengar dari profesor Oak, jika kalian memakai bola monster. Sebenarnya kami juga memakai bola serupa." ujarnya sambil mengambil sebuah benda dari kantungnya, lalu melemparnya ke tanah, muncul sesosok makhluk raksasa berwarna ungu dengan meriam di pundaknya, wajahnya seperti serangga yang cangkangnya besi. "Mari, kita bertarung sampai bangkrut." ucapnya setengah bercanda. Sama sekali garing.


Ketiga rekannya juga mengikutinya. Wanita berjaket merah mengeluarkan makhluk rusa raksasa yang tanduknya bercahaya, pria tua aloha mengeluarkan sesosok paus terbang raksasa dengan ukiran aneh di tubuhnya, si gadis mengeluarkan monster yang lebih terlihat seperti janin marsupial yang melayang di udara lepas.


"Ini adalah Yuberos. Monsterku," kata wanita berjaket merah,"Namaku Mirch Santanicolausa. Karena kalian sudah dewasa, maka aku tak memberi kalian hadiah." tambahnya lagi.


Selanjutnya pria tua beraloha yang memperkenalkan diri, "Namaku Meka Mehameha, ini adalah monsterku Kiyugur." ucapnya dengan semangat. Kemudian si gadis yang mengenalkan diri, gadis itu suaranya kecil sekali, namanya adalah Naura Negama dan monsternya bernama Maw.


"Lalu, yang terakhir. Aku Anduria Pendrakula. Monsterku adalah Plamasect. Sekarang keluarkan pok—monster kalian."


Aku kemudian melempar bola monsternya, bola itu lalu bercahaya seperti granat kilat, dan dari dalamnya muncul makhluk lonjong bertaring berwarna kekuningan, menggeliat di tanah seperti ulat."


"Pfftt.. Kukuna!" remaja itu terbahak melihat ku. Dilihat dari manapun aku tahu kalau monster ini lemah. "Lalu, kamu kakak manis keluarkan monstermu!" ucap remaja itu pada Tata, yang dilanjutkan dengan Tata yang melempar bola monsternya ke tanah. Dari bola itu keluar sesosok makhluk hijau yang menyerupai bulan sabit di buku cerita anak-anak. Diam tergeletak."


"AHAHAHAHAHAHA METOPOD ADUH PINGGANG TOPOD EH COPOT. YAA ROBB.. Ah, maafkan saya. Sepertinya jika hanya dengan ini akan susah mengalahkan kami berempat. Setidaknya kalian berusahalah dulu. Ah, sudah mau mulai, kalahkan kami untuk lolos dari babak ini!


Dentum gong mulai terdengar.


"Solar Beam!"


*******************


Bangun Tata.


Ini di mana? Putih? Kok miring begini.?


Ini replika satelit buatan manusia, keren kan? Ngomong-ngomong kamu mati lagi.


Ah, mati lagi. Susah sekali sih turnamen ini.


Aslinya enggak susah kok, hanya saja ada oknum gila kuasa yang terlibat. Turnamennya diacak-acak sampai sekacau sekarang.



Oh begitu...


Hmmm... Tata, boleh minta sesuatu gak?


Minta apa?


Kamu lelah kan ikut turnamen ini. Mau kugantikan?


Memang bisa?


Bisa, caranya mudah kok. Asal jika kamu mau saja. Kalau tidak sih, buat apa kuberitahu.


Huh, kamu begitu ya? Ngomong-ngomong, bagaimana caraku mati tadi?


Kiyugur memuntahkan banjir raksasa ke lubang hasil tandukan Yuberos, menciptakan danau kecil. Kakimu dan tanganmu terputus karena serangan Maw. Dan kamu sekarang tenggelam di danau buatan itu.


Ah, tragis sekali.


Benar, seperti caramu gadis bernama Arahelia Yaenisser tewas di pertempuran samudera dulu.


T-tunggu, maksudmu..


Kau memakai nama orang mati.


Hah, tunggu.. jelaskan..


Kau wadah kosong yang dituang informasi salah. Shapeshifter tanpa ingatan yang kebetulan menangkap dan menyerap jasad gadis prajurit belia yang terdampar di tempatmu dipasung. Lalu, para kafir dan krusader pengejar kencana merah yang menyadari keberadaanmu memperkuat kepolosanmu dengan nama sebagai segel. Membuat jati dirimu yang sebenarnya tak bisa lagi timbul dan terjebak dalam realita fiksional sebening buram yang mudah dicorat-coret.


Tunggu putih, aku tidak paham apa hubunganku dengan crimson chariot dan—


Hubunganmu dengan mereka? Dalam! Kau cinta mereka, kau acuan mereka, namamu di kitab mereka, doa mereka mengagungkanmu, Kau adalah –mu bagi mereka dan kau yang mengumpulkan, merubah den memperkuat mereka dan kau, adalah....


Aku.


Maksudmu apa!!?


Maaf, Tata. Maaf.. aku sudah memberitahumi ini karena aku sudah tidak tahan! Tak usah menunggu lama lagi karena aku sudah terlalu lama disini. Hanya 200 tahun saja terkurung oleh sigil keabadian yang kuukir sebagai kekuatan mutlak yang oleh adikku sendiri dikacaukan menjadi emblem pembelenggu. Membuatku haus akan dunia untuk dikuasai, semesta untuk ditundukkan! Kau juga sudah merasakannya bukan!!


M-maaf.. Tapi.


Sini, sini nak.. Nah mendekatlah kepadaku, akan kujelaskan cara kita bergantian sekaligus cara menjadi makhluk paling bahagia di jagat raya. Sini buka kedua matamu dan...


A—aa...


Oh, iya. Kamu pasti punya seseorang yang dibenci. Aku juga, orang yang kubenci justru orang yang sampai sekarang paling kucintai, karena benci adalah cinta yang sangat kuat. Orang yang sudah mengubahku sesuci dan setransparan ini. Aku ingin sekali menimangnya, mengelusnya, menyisir rambut merahnya yang berkilau, mengusap wajah androginiknya.



Pu—putih.. Bisa kita...


Bisa kita sayangi dia bersama? Tentu saja Tata!! Apapun keinginanmu itu pasti keinginanku juga. KARENA KAMU SAMA DENGAN AKU. NEGASINYA BUKAN KAMU JUGA BUKAN SAMA DENGAN AKU.


K-kau gila.


Kamu juga, karena kamu aku. Mau kuberitahu dua hal yang mengejutkan? Pedang yang kau bawa tadi. Bukan Furaz, dia sudah meninggalkanmu.


K-kau mengada-ngada.


Tidak, itu benar. Lalu yang kedua... Sarafma Furaz adalah nama dari seorang pahlawan bernama Drianic Brightlad. Ada satu hal yang salah dari pernyataan itu, bukan soal kepahlawanannya melainkan identitas yang dipampang di kalimat itu. Namanya yang sebenarnya adalah Arisvici Vintage. Tapi bukan itu yang menarik, sebenarnya dia kurang kreatif membuat nama. Nama-nama palsunya selalu memuat satu kesamaan.



Agh, hagh...


Kau sudah menebaknya bukan!? Dalam modus operandinya, anak itu selalu memakai satu nama, Brian. Baik Brian si badut yang menjatuhkan sistem monarki Altea, baik Brian si pemimpi yang pernah memimpin Republik Groneo, sampai Brian si pedagang yang membantai dinasti Booru dan antek-anteknya, meruntuhkan monarki Eleanoor dengan merampok mahkota Feyenoord. Juga membunuh pengasuh Arahelia Yaenisser yang kau anggap sebagai dirimu kini. Kini dia memalsukan statusnya sebagai ANDEMA dan menipumu supaya kita tak bersatu.



I-ini, aku.. sama sekali..


Baiklah, waktunya berbahagia. Ayo, Tata. Kita kuasai semesta ini..

 
Putih menusuk mataku dengan jarinya. Lalu menarik jarinya dan memasukkannya lagi, memutarnya sama seperti memutar kunci. Aku merasa diriku terserap sekaligus menyerapnya..


.....




                                      Fatha a` Lir's Journey Ended Here


















                            
STRATA MUNCHILLA – EINLEITEN




Dari danau buatan itu, tiba-tiba saja meledak dan airnya terpercik sampai ke seluruh bagian koloseum. Dari dasar danau yang tengah mengering itu berdiri sesosok wanita yang nampaknya tidak bergerak.


"T-tata, apa yang terjadi?" ucap seorang pemuda berambut coklat pendek yang sedari tadi terus menghindar dari serangan rusa raksasa.


Sosok wanita itu, kepalanya bergerak. Lalu bergetar-getar. Seperti ikan yang meregang nyawa. Lalu meracau sekeras-kerasnya. Penerjemah multilangual pun tidak bisa mentranslasikan racauan yang dia ucap. Seluruh penonton duel merinding mendengarkan racauan yang membuat telinga pendengarnya geli.


******************


Ah, sepertinya aku sudah merampas narasinya. Namaku Strata Munchilla.. Sebelumnya disebut sebagai Fatha a` Lir dan Arahelia Yaenisser. Ini identitasku sekarang, untuk menghormati kesadaranku sebelumnya yang dipanggil dengan panggilan Tata. Namun, melihat keadaanku sekarang sepertinya aku tidak bisa bergerak dan berbahasa, sepertinya aku harus bersabar untuk sementara waktu sampai tubuhku bisa mengingat cara kerjanya.


Karena dayaku masih lemah, mungkin aku hanya sesaat mengambil alih narasi ini. Setidaknya lewat narasi ini aku akan memanggil kedua pengawal spritualku.


Sada Dim Svetio
Pretvorio u Zlato Sumornog
Mythahkazah


******************


Dari langit tiba-tiba mendarat dua orang pria, salah satunya bertubuh bidang dan tegap, sedangkan satunya bertubuh kecil dan ramping. Keduanya lalu membopong jasad wanita yang sedari tadi menunduk. Tangan dan kakinya hilang. Badannya berlumur lumpur.


"Nona Homunculla, kami sudah lama menanti anda." ucap pria bertubuh tegap. Setelah berucap kemudian, tiba-tiba pria itu mengucapkan kata-kata yang tak bisa dipahami.


"Ah, terima kasih. Trolba, Cannot. Kalian berdua adalah senjata favoritku. Juga maaf Trolba, aku pinjam hakmu untuk bicara."


Pria tadi lalu menggeleng, merelakan kemampuannya berbicara. Sambil menggendong tubuh wanita itu.


Avius, pemuda berambut coklat, mendekat ke arah wanita itu lalu menggenggam tangannya. "M-maaf, Tata.. Gara-gara melindungiku kau jadi begini."


"Ah, maafkan aku Avius Solitarus, aku bukan Tata yang baru kau kenal dua jam lalu. Aku tahu engkau pria baik. Sekarang, biarkan aku menyelesaikan babak ini. Boleh aku pinjam tenaga sihirmu?"


Seketika Avius terjerembab ke tanah. Hampir seluruh kekuatan sihirnya diserap oleh Tata. Lalu Tata, dibantu oleh Trolba, membidik Metopod dan Kukuna dan menembakkan cahaya hijau yang menyilaukan, ketika sinaran itu pudar. Sosok pupa dan kepompong itu telah berubah menjadi kupu-kupu dan lebah.


"Avius, dengan kekuatanmu aku meningkatkan kekuatan dari monster kita. Sekarang biarlah aku mengambil alih situasinya. Akan kulanjutkan perjuanganmu di babak selanjutnya." ujar Tata pada Avius yang tak bisa bergerak. Kemudian Tata itu, dibantu Trolba. Sekali lagi menembakkan sebuah cahaya putih pada kedua monster tadi.


"Kukuna, Metopod, maafkan aku. Gunakan Roar of Time!"


Dari sayap kedua monster itu memancarkan sinar panas yang mengejar monster serangga, rusa, dan dua monster musuh lainnya.



 ****************************


"Troubardy Vintage, kenapa kau tidak bersyukur menerima nama secantik itu, kak Trou.. Dan kini, kau, Homunculla Murggi, atau nama apa yang kau pakai sekarang, sudah bangkit lagi. Sepertinya sudah tiba, waktu untuk mengakhiri epos Brian si penyihir besar. Hahaha.. Aku duluan ya, Kei Abarashi. Ayo Manya. Kau tidak kuciptakan untuk mengeluh saja kan?



=======================================

UPDATE  CHARACTER SHEET AKAN ADA DI KOLOM KOMENTAR

=======================================






No comments:

Post a Comment