11.10.15

[ROUND 4] ALSHAIN KAIROS - ERA KEKACAUAN

ALSHAIN KAIROS - ERA KEKACAUAN





Petualangan Kai Sebelumnya :

ARC ALFOREA

PRELIMINASI – GERBANG DI CELAH DIMENSI TANPA RUANG
                Kai memanfaatkan Fata, Meredy, dan Zhaahir untuk mengalahkan Tamon Rah sekaligus melubangi realita demi membuktikan teorinya bahwa semesta Battle of Realms berada di perbatasan antara dimensi ketiga dan dimensi keempat, kampung halamannya yang terlupakan.
                Zhaahir hampir mati di tempat ini, namun sosok misterius berhasil menyelamatkan hidupnya.

RONDE 1 – MEMBUNUH UNTUK TAK MEMBUNUH
                Kai membantai semua peserta di blok reruntuhan bawah laut, Rupture City, seorang diri. Motivasinya untuk tetap berada di Alforea pun terungkap. Kai tidak mau kembali ke dunianya lagi karena Ia tidak ingin memilih salah satu opsi antara mengkhianati ayah angkatnya, Thane, atau membunuh sahabatnya, Val.
 
***

ARC MAPMAKER

RONDE 2 – TITIK EVOLUSI
                Kai bertemu dengan Lady Steele, seorang pegulat profesional. Semua kemampuan Mapmaker yang Kai gunakan secara langsung kepada Lady Steele tidak berfungsi. Hal ini memaksa kemampuan Kai untuk mulai berevolusi.

RONDE 3 – NEXUS
                Seorang makhluk dari dimensi keempat menyusup ke Alforea dan menyamar sebagai Meredith, teman sesama gnome Bun. Makhluk inilah yang diam-diam menyelamatkan nyawa Zhaahir di ronde preliminasi.
                Kai, Bun, Original Meredith dan Dark Meredith kemudian bertemu di Arena Pertarungan Amatsu. Kai hampir tewas setelah tidak berdaya menghadapi kombinasi serangan para gnome, namun Dark Meredith berhasil membunuh Bun dan Original Meredith. Kai mendapatkan Core Nexus milik Bun dan terlempar ke dimensi keempat...

Selanjutnya...


RONDE 4 – ERA KEKACAUAN

Book 1. Dark Meredith

Prolog, Dark Meredith

"Di sini kau rupanya, Zhaahir!"

Suara itu menggema di segala penjuru, bergetar dengan hebatnya. Mendengarnya, Zhaahir yang terduduk lemas berlumuran darah hanya bisa tersenyum miris.

"Kau lagi. Kenapa setiap kali aku akan mati Engkau selalu datang menjemputku? Apakah Engkau malaikat kematian?"

Sesosok abstrak menembus pembatas-pembatas basis data dalam inti terdalam Alforea. Ia muncul di hadapan Zhaahir dalam wujudnya yang tidak bisa dipahami.

"Aku lebih dari itu, Zhaahir," jawab makhluk itu.

"Ya. Terakhir kali aku melihatmu, secara ajaib aku terselamatkan dari lautan api. Engkau tak mungkin malaikat kematian."

"Tapi kau akan mati setelah ini, Zhaahir. Alforea sudah hampir tak bisa diselamatkan, dan lihat kondisimu!"

"Mungkin, engkau benar..." ada rasa kecewa yang sangat dalam di sorot mata Zhaahir.

Sebuah ketidakkuasaan. Sebuah penyesalan yang tidak bisa Ia ungkapkan.

"Apa yang Engkau inginkan dariku, Wahai Makhluk Yang Tidak Bisa Kupahami?"

"Salah satu Fantasma Muliamu. Bentuk terkuat dari materialisasi kekuatanmu. Realita Hisaria!"

(***)


Chapter 1. The Monitor Room

Tarou, Sang Komentator Arena Nomor Satu, kehilangan kata-kata. Tidak mudah baginya untuk berdiri kaku tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Arena Pertarungan Amatsu ini adalah hidupnya, dan komentar langsungnya adalah nadi dari kehidupan itu. Tapi Tarou tidak tahu harus dengan apa lagi Ia mengungkapkan kekagumannya akan jalannya pertarungan antara Bun dan Kai yang telah berlangsung.

Setengah jam yang lalu, pasukan gnome yang dipanggil oleh Bun lewat Nexus yang Ia miliki sanggup membungkam pergerakan Kai dan bahkan hampir membunuhnya. Namun saat Kai terkapar, Dark Meredith mengambil langkah dan mengalahkan Bun dan Original Meredith dengan mudah.

Semua berjalan dengan cepat, tapi Tarou yakin tidak ada satu serangan pun yang berhasil menyentuh Dark Meredith. Gadis gnome itu seolah sanggup melihat masa depan. Ia seperti tahu akan ke mana arah serangan Bun dan Original Meredith selanjutnya.

Namun, hal yang paling membuat Tarou kehilangan kata-katanya adalah saat Dark Meredith membunuh kedua musuhnya. Tubuh Dark Meredith berubah menjadi bayangan dan melumat habis Original Meredith sampai tidak bersisa. Kemudian, tubuh bayangan Dark Meredith melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Menyala.

Tubuh yang hanya terdiri dari bayangan hitam itu menyala layaknya lampu neon. Hasilnya adalah sebuah bayangan berupa cahaya. Lalu bayangan/cahaya itu masuk ke tubuh Bun. Tarou sempat melihat kesekelilingnya dan Ia yakin para penonton yang menyaksikan pertandinyan itu merasakan hal yang sama dengannnya. Kekaguman dan kegerian.

Tubuh Bun menyala, tapi lehernya seperti tercekat oleh tangan tak terlihat. Jemari mungil gnome itu kejang berusaha meraih sesuatu, namun sia-sia. Beberapa saat kemudian, mulutnya mengeluarkan erangan-erangan kecil yang menyakitkan diiringi oleh air liur tak terkontrol dan getaran di seluruh tubuhnya. Mata gnome mungil itu melotot. Lalu nafasnya terhenti.

Terjadi ledakan cahaya yang berasal dari tubuh Bun. Dari ledakan itu muncul Dark Meredith, dengan tubuh gnomenya dan ekspresi wajah yang menyeramkan. Di tangannya tergenggam sebuah bola cahaya kuning yang dikelilingi oleh kilatan-kilatan kecil energi listrik. Ia berjalan ke arah Kai yang terkapar, dan menjejalkan bola cahaya itu ke dalam dada Kai.

Kai berteriak terkejut, lalu menghilang tanpa bekas.

Seluruh penonton terperangah. Sedangkan Dark Meredith tersenyum puas.

Ia menatap Tarou dan bertanya, "Ada peraturan yang mengharuskan peserta untuk tetep berada di atas arena setelah semua musuhnya mati, mom?"

"T... tidak... Sepertinya tidak, M... Meredith," jawab Tarou terbata-bata.

Mendengar hal itu, Dark Meredith langsung berjalan meninggalkan arena.

"Kalau begitu, cepat umumkan pemanangnya, mom!" perintahnya.

(***)


Di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh perangkat-perangkat aneh yang berserakan, sosok-sosok misterius mengamati Sol Shefra. Mereka membicarakan tentang keberhasilan mereka menyemai supervirus yang hidup dengan menggerogoti arsitekstur realita digital. Mereka memuji diri mereka masing-masing akan kejeniusan mereka dalam memasukkan kode superkompleks dari supervirus itu ke dalam kantong realita Alforea.

Namun, tidak semuanya setuju akan hasil akhir dari pekerjaan mereka.

"Omong kosong!" bentak sosok hitam pekat. "Kita semua tahu bahwa kehancuran Alforea adalah hal yang tidak penting dibandingkan tujuan utama kita. Dan aku yakin, kalian juga pasti tahu bahwa hasil akhir dari keberadaan supervirus di Alforea adalah kiamat untuk Alforea itu sendiri!"

"Tidak ada yang mempersalahkan keberadaan Alforea!" sahut sosok bermasker. "Yang harus kita waspadai adalah kerahasiaan pergerakan kita! Menghancurkan Alforea adalah tindakan bodoh yang hanya pantas dilakukan oleh orang-orang dungu yang tidak bisa berfikir dalam jangka panjang!"

"Kau masih berfikir untuk bersembunyi?" sosok bertubuh merah berdiri dan menggebrak meja. "Pengecut sepertimu memang akan selamanya menjadi seorang pengecut. Kita punya kekuatan dan kemampuan untuk mengatur segalanya, kalau kita mau. Dengan kekuatan seperti itu? Untuk apa kita bersembunyi?"

Kali ini, giliran sosok bertopeng dan bertudung menyuarakan pendapatnya, "Kita bisa mengatur lebih banyak hal lagi seandainya kita tetap berada di balik bayangan. Untuk apa kau memamerkan kekuatanmu kalau ada cara yang lebih cepat dan efektif untuk mendapatkan apa yang kita inginkan?"

"Dan bagaimana kau akan melakukannya? Dengan bersembunyi dan mengendap-endap dalam kegelapan seperti seorang pengecut yang tidak berdaya?" sosok bertubuh merah menatap tajam wajah sosok bermasker di seberang meja.

"Hei, jaga nada bicaramu!" sosok hitam pekat balik menatap tajam sosok bertubuh merah di sampingnya.

Sosok bermasker mendengus kesal, "Dari awal, aku sudah tidak bisa berharap banyak kepada makhluk berotak kecil yang hanya bisa berbicara dengan ototnya! Seharusnya, aku melakukan semuanya seorang diri."

"Katakan padaku, kalau kau bukan seorang pengecut dan lemah, kenapa kau duduk di sini bersama kami?" sosok bertubuh merah terlihat tidak mau mengalah.

"Cukup! Kita melakukan semua ini bersama-sama atas kesepakatan kita. Tujuan kita satu dan debat kusir seperti ini tidak membantu sama sekali." sosok bertopeng dan bertudung berdiri dan menunjuk wajah penghuni ruangan itu satu persatu.

Melihat perdebatan yang tidak ada hentinya itu, sosok hitam pekat yang sedari tadi berusaha untuk bersabar mulai terlihat geram. Ia meninggalkan meja dan berjalan menuju pintu.

"Mau pergi kemana, Blackz?" tanya sosok bertubuh merah.

"Moncong Masker itu benar. Seharusnya aku melakukan semuanya seorang diri saja dari awal," jawabnya.

(***)


Chapter 2. Death in the Sky

Dari semua pertarungan, Kai vs. Bun adalah arena paling sunyi saat pengumuman pemenang dikumandangkan. Bun terkapar tanpa nyawa, sedangkan Kai hilang entah kemana. Tidak ada sorak-sorai seperti arena lainnya. Yang ada hanyalah bisikan-bisikan yang bersahutan seperti suara ibu-ibu rumah tangga yang sedang bergosip.

Dark Meredith melenggang tanpa beban keluar Arena. Ia tahu Kai ada di mana saat ini, dan Ia tahu Kai kapan Kai akan kembali.

Satu hal yang tidak Ia ketahui, adalah intervensi kegelapan di atas langit.

Blackz.

Sosok hitam pekat yang merupakan esensi dari kegelapan absolut. Ia datang tanpa ada yang menyadari. Dan Ia datang dengan niat mengobrak-abrik negeri ini.

Satu persatu penonton mendongak ke angkasa, menatap keberadaan Blackz dengan penuh tanda tanya. Tidak ada satupun di antara mereka yang tahu tentang makhluk hitam pekat itu, bahkan Netori, Penguasa Amatsu, sekalipuan.

Tarou mengangkat micnya. "Oh, lihat ke angkasa, Penonton Sekalian. Sepertinya ada sesosok bayangan di atas sana. Mu... mungkinkah bayangan itu adalah salah satu boneka Meredith?"

Dark Meredith mendengar suara Tarou dan langsung mengecek langit di atasnya. Wajahnya kehilangan warna begitu melihat makhluk apa yang sedang melayang di udara.

"Sial! Sial! Sial!" umpatnya. "Ruang-waktu bergeser lagi? Yang benar saja!"

Blackz melihat kesekelilingnya, lalu dengan suaranya yang serak menggema, Ia mengancam.

"DI MANA HEWANURMA?!"

Makhluk hitam itu menelisik setiap sudut arena dengan tatapan dari matanya yang serba hitam.

"DI MANA... LAPLACE?!"

Suaranya yang keras seolah mengoyak udara dan menanam bibit ketakutan di masing-masing orang yang mendengarnya.

Tarou ingin mengomentari secara langsung kejadian aneh ini, tapi teriakan Netori menghentikan naitnya.

"Komentator! Ungsikan para penonton! Sekarang!" perintah Netori, yang langsung dilaksanakan oleh Tarou tanpa pikir panjang.

Tidak berhenti sampai di situ, Netori juga menyuruh kedua ajudannya untuk segera mengeluarkan pengumuman evakuasi dan mulai membuka shelter nuklir yang terpencar di setiap sudut kota.

"Bagaimana dengan Anda, Yang Mulia?" salah satu ajudan terlihat ragu untuk meninggalkan Netori sendirian.

"Kau tahu aku sekuat apa," Netori berjalan dua langkah sambil mengikat rambut panjangnya yang berkilau. "Aku akan mengulur waktu selama mungkin sampai semua rakyatku berada di tempat yang aman."

Sang Ajudan segera berlari meninggalkan tempat itu demi menjalankan tugas mulia yang diberikan kepadanya.

Blackz yang mulai tidak sabar terlihat bersiap-siap melemparkan sesuatu ke arah para penonton yang sedang berlarian menyelamatkan diri.

Sebuah kilatan kegelapan menjulur layaknya lidak katak yang akan memakan mangsanya. Lidah kegelapan itu mengenai lima orang pentonton di barisan paling belakang menuju pintu keluar. Lewat satu sentuhan saja, tubuh kelima orang itu menguap dan lenyap.

Seluruh penonton histeris. Mereka berlari berhamburan ke segala arah, melompati pagar dan memanjat teralis besi, bahkan tanpa rasa bersalah menginjak-injak orang yang terjatuh demi bisa segera keluar dari tempat ini.

Mata Netori menyala merah. Ia menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya. Hal yang Ia lakukan selanjutnya adalah membuat simbol-simbol aneh memakai jemari di kedua telapak tangannya.

Lalu Ia berteriak, "Sihir Transformasi! Rubah Ekor Sembilan!"

Selepas teriakan itu, sepasang taring tumbuh di sisi atas giginya. Telinganya menghilang, digantikan oleh sebuah telinga binatang yang tumbuh di atas kepalanya. Rambutnya yang diikat kuda berubah warna menjadi putih dan dari atas pantatnya tumbuh sembilan buah ekor binatang. Pupil matanya berganti wujud dan warna dan di pipinya yang seputih salju tumbuh bulu-bulu besar berwarna putih.

Blackz berteriak mengancam, menanyakan sekali lagi tentang keberadaan Hemanurma dan Kotak Laplace sebelum menjulurkan kembali lidah kegelapannya.

Netori, dengan wujud siluman rubah ekor sembilannya, merangkak cepat seperti binatang berkaki empat yang sedang berlari. Wanita itu melompat dan mendekap lidah kegelapan Blackz dengan kedua tangan dan kakinya, lalu menggigitnya dengan satu gigitan besar dan mencabiknya sampi putus.

Blackz tidak nampak terkejut, "Heh, makhluk yang sanggup mematahkan seranganku. Kau pasti entitas tertinggi di negeri ini. Siapa namamu? Di mana kau sembunyikan Hewanurma?"

Netori mendesis dalam posisi kedua kaki dan tangannya menjejak lantai.

"Tidak heran melihatmu berani datang dan mengacaukan turnamen ini, rupanya kau belum tahu siapa aku."

Blackz menunjuk Netori dengan jemarinya yang panjang, "Jangan sombong kau, entitas kelas rendahan. Aku mempunyai semua data tentang dirimu dan penguasa tujuh server Sol Sephra. Bukannya aku tidak mengenalmu, aku hanya tidak mengingatmu sama sekali."

Blackz sedikit menaikkan posisinya di udara, "Keberadaan kalian para penguasa tertinggi Aliansi Tujuh Kerajaan tidak begitu penting di mataku sehingga aku tidak pernah repot-repot menghafalkan nama kalian."

"Siapa kau, Hitam Pekat?" tanya Netori geram. "Makhluk sepertimu tidak pernah ada di Sol Sephra, dan kau bukan peserta Battle of Realms!"

"Aku adalah entitas yang tidak akan pernah bisa kau pahami," Blackz menciptakan javelin raksasa dari kegelapan yang mengalir di sepanjang tubuhnya. "DI MANA HEMANURMA?!"

"Aura Arwah, Api Angkasa," Netori merafal mantra sihirnya diiringi simbol-simbol dari kedua jari tangannya. "Kau akan menyesali semua ini!"

Blackz melemparkan javeline kegelapannya dan Netori sigap menyambutnya dengan semburan api berwarna putih dari dalam mulutnya. Tapi javelin kegelapan Blackz menembus semburan api itu dengan mudah.

Netori yang terkejut melompat ke puncak sebuah tiang lampu di sisi depan tribun penonton. Javeline kegelapan Blackz menghantam hancur seluruh tribun tempat Netori sebelumnya berpijak.

Netori semakin murka. Ia menyelimuti tubuhnya dengan aura putih dan berteriak, "Aku akan membunuhmu!"

Namun sesaat sebelum siluman rubah berekor sembilan itu menerjang Blackz di udara, sesosok pria dengan tubuh bayangan yang hampir transparan termaterialisasi di belakang Netori dan menghunuskan pedang bayangannya ke punggungu Penguasa Tertinggi Amatsu. Pedang bayangan itu menembus jantung Netori lalu ujung pedangnya menembus keluar lewat dada wanita siluman itu.

Mata Netori terbelalak. Ia menoleh ke belakang sambil meraba-raba dadanya sendiri.

"Si... Siapa kau?" tanya Netori, matanya melirik ke berbagai arah, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.

Wujud rubah ekor sembilannya berlahan sirna, kembali ke wujud manusianya. Ia terlihat kesulitan untuk menghirup udara ke dalam rongga paru-parunya.

"Apa yang kau... la..." kata-kata terakhir Netori, terpotong oleh nafas terakhirnya.

Bayangan hitam itu menggenggam leher Netori dengan tangan kirinya. Tangan kanannya menarik dan mengeluarkan pedang bayangan dari tubuh Netori yang sudah tidak bernyawa. Lalu sosok bayangan itu melepas genggaman di leher Netori, menjatuhkan tubuh wanita itu ke tanah.

(***)


Chapter 3. Laplace Box

Blackz mengamati bayangan itu dengan seksama. Mencoba menebak identitasnya.

Tubuh bayangan itu sama-sama hitam, seperti tubuhnya. Tapi ada perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Blackz adalah kegelapan absolut, fisiknya seperti api pekat yang meliuk-liuk. Sedangkan tubuh makhluk di hadapannya adalah bayangan, fisiknya padat dan hampir transparan.

"Menarik," gumam Blackz.

"Ya, aku membunuh wanita ini untukmu, mom," Dark Meredith tiba-tiba muncul, duduk di atas mayat Netori.

Blackz turun dari atas udara dan menjejakkan kakinya di atas tanah untuk pertama kalinya.

 "Siapa kau, Bocah Kecil? Apa yang kau inginkan dariku?"

"Namaku Meredith. Bayangan di atas kita itu namanya Pangeran Tambing, mom," Dark Meredith menjawab pertanyaan itu tanpa beranjak dari duduknya. "Kau jauh lebih kuat dariku. Aku tidak akan sanggup mengalahkanmu dengan wujudku saat ini, mom."

"Itu sebabnya kau membunuhnya? Agar aku mau mendengarmu, bukannya melenyapkanmu seketika saat kau mencoba mendekatiku?"

"Tidak seekstrim itu sih, mom. Tapi kira-kira begitulah, mom."

Blackz terdiam sejenak. Kegelapan di tubuhnya bergetar perlahan seperti ditiup oleh angin yang tidak terlihat.

"Jadi, kau tahu di mana Hewanurma?"

Dark Meredith memberikan kode agar Pangeran Tambing turun. Di saat yang sama, gnome gadungan itu berdiri dan mengatakan kepada Blackz, "Aku tahu di mana Kotak Laplace berada, mom."

Kegelapan di tubuh Blackz bergetar sedikit lebih kencang selama sekitar dua detik.

"Dilihat dari tindakan dan gerak-gerikmu, sepertinya kau mengetahui Kotak Laplace lebih dari sekedar namanya saja, hmm, Bocah Cebol? Tidak sembarang peserta tahu tentang apa sebenarnya kotak ini."

Dark Meredith menyentuh tubuh Pangeran Tambing dan seketika itu juga, sosok bayangan berpedang itu menghilang seperti asal dari lilin yang baru saja dipadamkan.

"Aku tahu semua yang perlu diketahui tentang benda itu. Sayangnya..." gnome gadungan itu berjalan beberapa langkah mendekati Blackz. "Kotak Laplace sudah hancur, mom."

Mendengar hal itu, tubuh kegelapan Blackz tak bergeming, "Kotak Laplace tidak bisa dihancurkan."

"Tidak. Tapi Kotak Laplace akan berubah menjadi apapun yang kau inginkan, mom."

"Kalau kau memenangkan turnamen ini. Battle of Realms belum mengangkat pemenangnya. Turnamen sedang berjalan. Dan Hewanurma tidak mungkin menggunakan Kotak Laplace untuk kepentingannya sendiri."

Dark Meredith dan Blackz saling menatap tajam.

Gnome gadungan itu menggaruk kepalanya dan mengecap bibirnya canggung, "Sudah ada pemenang kok dari Battle of Realms, mom. Kotak Laplace sudah digunakan oleh pemenang demi mewujudkan keinginannya, mom."

"Oh, kau penjelajah waktu?" nada bicara Blackz mengejek. "Usaha yang bagus. Sayangnya, entah kau memang tidak tahu, atau kau sedang berbohong."

"Aku tahu, Takdir hanya mengizinkan sebuah Kotak Laplace dalam sebuah siklus, di seluruh ruang-waktu, mom," Dark Meredith menjawab dengan nada santai. "Artinya, mom, sekalinya Kotak Laplace digunakan di masa depan, keberadaannya akan lenyap dari semua lini waktu."

Blackz ketus, "Lalu apa maksudmu? Kau bisa jadi seseorang dengan kemampuan berpindah ruang-waktu, tapi ruang-waktu adalah sama. Kau boleh kembali ke masa lalu, tapi kau tidak akan bisa menemukan Kotak Laplace lagi, kalau benda itu sudah digunakan di masa depan."

Dark Meredith balas menjawab dengan nada mengejek, "Benar, mom. Kecuali kalau aku bisa menciptakan Kotak Laplace yang kedua."

Blackz mengeryitkan keningnya. Tangannya tergenggam kencang dan nafasnya tertahan.

"Kau... Makhluk dimensi keempat?!"

Dark Meredith menyengirkan senyuman.

"Tak mungkin!" bentak Blackz. "Makhluk dari dimensi keempat tidak mungkin bisa berada di tempat ini!"

"Untuk itulah aku memakai wujud cebol ini, mom. Dan itu juga alasan kenapa aku begitu lemah sampai harus rela mengorbankan waktuku untuk bernegosiasi denganmu, mom."

"Untuk apa makhluk sepertimu datang ke tempat ini? Dari mana kau menemukan tempat ini dan apa tujuanmu?"

"Kau tak perlu mengetahui semuanya, mom. Yang perlu kau tahu hanya satu. Bahwa aku membutuhkan laboratorium kloningmu untuk menduplikasi salah satu peserta turnamen ini, mom. Alshain Kairos. Dia agak mati sekarang, aku butuh klonnya untuk menariknya kembali ke turnamen ini."

"Semua ini agar kau bisa menciptakan Kotak Laplace kedua?"

"Pada akhirnya, ya. Aku akan menyerahkan Kotak Laplace itu padamu, asal kau memenuhi permintaanku barusan, mom."

Tanpa pikir panjang, Blackz segera menghentakkan kakinya ke dasar tanah. Tanah seluas satu kilometer pun termakan oleh kegelapan. Lalu sebuah lubang raksasa ternganga.

"Aku akan mengawasimu, Mahkluk Empat Dimensi. Jika tanganku tidak segera menggenggam Kotak Laplace buatanmu dalam waktu dekat ini, aku akan menghancurkanmu."

Dark Meredith membalas ancaman Blackz dengan sebuah anggukan dan sebuah senyuman seribu arti.

Gnome gadungan itu lalu melompat masuk ke bawah tanah.

(***)


Epilog, Dark Meredith

"Oke, anggap saja kau mampu menghancurkan tempat ini. Apa yang membuatmu yakin aku akan membantumu? Aku tidak begitu ingin tempat ini hancur."

Kai tidak begitu yakin dengan tawaran gnome perempuan yang ingin membantunya melewati ronde ketiga. Tapi entah kenapa, Kai merasa makhluk cebol ini punya sesuatu, hal besar yang Ia rahasiakan.

"Kalau aku menjelaskannya sekarang, besar kemungkinan kau tak akan paham, mom. Jadi bagaimana kalau begini saja, mom. Kita bertarung berdua di arena, lalu sebagai gantinya, aku akan mengirimmu ke dimensi keempat."

Kai terdiam. Ia tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut makhluk kecil dihadapannya itu.

"Bagaimana caranya?"

Gnome itu tersenyum, "Mau mendengar ceritaku tentang suatu bentuk kekuatan bernama Nexus?"

( Book 1. Dark Meredith, End )

***


Book 2. Fapi

Prolog, Fapi

"Kak Pitta, kenapa kakak membuat pizza?"

Terik matahari sore di pesisir pantai begitu terasa saat itu. Di teras belakang cabang Pizzaria Navolee, Fapi dan adik perempuannya, Anna, berteduh di bawah pohon kelapa yang rindang. Merasa tubuh dan kepala mereka sudah cukup terlindungi, mereka membiarkan kedua kaki mereka dihangatkan oleh sinar matahari di atas pasir. Begitulah cara mereka menikmati istirahat sore, setiap harinya.

Fapi memasukkan jari-jari kakinya ke dalam pasir seraya mengetuk perlahan keningnya, berusaha mencari jawaban yang tepat dari pertanyaan yang diajukan oleh adik perempuannya yang mungil.

"Anna tahu tidak," kata Fapi. "Dulu sekali, semua manusia di dunia ini hidup di dalam goa. Tidak ada satupun yang berani keluar ke permukaan bumi karena dunia dipenuhi oleh berbagai hewan dan tumbuhan buas yang siap menyantap mereka. Mereka mengisolir diri mereka, menjebak masa depan mereka sendiri di dalam ketakutan. Tubuh mereka kurus karena tidak banyak yang bisa mereka makan di dalam goa. Saat itu, tidak pernah sekalipun melihat sinar matahari disepanjang hidupmu adalah hal biasa."

"Kasian sekali," Anna termenung.

"Anna tahu alasan kenapa mereka pada akhirnya keluar dari dalam goa?" tanya Fapi.

"Kenapa Kak Pitta? Mereka pasti kelaparan... Anna kasian jadinya."

Fapi tersenyum renyah.

"Semua orang memang menyebutkan rasa lapar sebagai alasan utama mereka meninggalkan goa, tapi kakak punya teori lain."

"Wah! Apa itu, Kak? Apa teori Kakak?" sorot mata Anna yang sendu berubah menjadi penuh warna.

"Bayangkan semua orang tua melihat anaknya yang kelaparan. Kakak-kakak melihat adik-adik mereka yang kurang gizi dan orang dewasa melihat pasangannya yang lemas karena tidak punya sumber energi. Kakak yakin mereka semua nekat mempertaruhkan nyawa untuk keluar dari gua dan mencari sumber makanan baru adalah karena rasa cinta. Rasa cinta orang tuda kepada anaknya, kakak-kakak kepada adiknya dan orang dewasa kepada pasangannya."

"Jadi artinya, menurut Kakak, dunia kita tercipta karena cinta?" Anna tersenyum kecil saat mengucapkan kalimat itu.

Fapi tersenyum. Ia tahu, kata-katanya mungkin terdengar norak, tapi memang itulah hal yang Ia percaya dan Ia tak pernah akan berbohong kepada Anna, senorak apapun alasannya.

Fapi percaya akan cinta dan Anna tahu itu.

"Itulah kenapa, Kakak membuat pizza. Cinta adalah satu-satunya hal yang mampu menggerakkan semua umat manusia. Cinta punya kekuatan tanpa batas. Cinta mampu menciptakan dunia."

"Ya! Kakak hebat! Anna bakal terus dukung Kakak pokoknya! Hehe!"

"Tunggu saja, Anna! Kakak akan membuat pizza terlezat di dunia, pizza dengan semua bahan penuh cinta! Dan Kakak akan menyebarkan pizza itu keseluruh dunia!"

"Kita akan merubah dunia dengan cinta, ya Kak!"

"Kita akan merubah dunia dengan cinta, Anna!"

Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Tapi masing-masing menambatkan percakapan itu dalam hati mereka yang terdalam, lalu menjadikannya sebagai sumpah dan tujuan hidup mereka.

(***)


Chapter 1. Beyond The Stars and The Darkness

Di balik gemerlap bintang dan kegelapan, jauh terlepas dari alam fisik, adalah dimensi keempat. Sebuah dimensi yang penuh dengan makhluk-makhluk yang tidak bisa dinalar oleh indera dimensi ketiga.

Mereka hidup di dalam kehampaan. Kekal di antara cahaya. Bagi mereka, ruang-waktu adalah aliran sungai yang mengalir menuju hilir dan menuju hulu di saat yang sama. Mereka bisa memilih untuk pergi ke mana pun di masa lalu dan masa depan dengan mengikuti aliran itu sesuka mereka.

Kau tidak akan sanggup memahami keberadaan mereka. Namun mereka ada di mana-mana, mengawasimu. Menelitimu dan mencoba memahami dunia tiga dimensi yang inferior di mata mereka. Persis seperti seorang peneliti yang sedang meneliti koloni semut.

Inilah dimensi keempat. Tempat Kai berasal. Dan tempat di mana Ia berada saat ini.

"Selamat datang, Thanatos!"

Kau membuka matanya. Ia melihat seribu jenis cahaya dan seribu jenis kegelapan berbaur menjadi satu.

"Percuma! Makhluk ini hanyalah makhluk tiga dimensi!"

Ia merasa seperti sedang dikelilingi oleh banyak orang, namun tak satupun berhasil Ia tangkap wajah maupun wujud fisiknya.

"Kita harus mengembalikannya ke tempat asalnya, tak ada gunanya makhluk in berada di sini!"

Percakapan-percakapan tanpa suara, masuk ke dalam pikirannya tanpa melalu kedua telinganya.

"Kenapa kita tidak bisa mengembalikannya ke dimensi ketiga? Kita bisa melemparnya ke mana saja kalau kita tidak tahu dari mana asalnya!"

Percakapan-percakapan itu semakin memanas. Kai berusaha mengatakan sesuatu, namun ada sesuatu yang janggal. Kenapa Ia bisa memahami bahasa-bahasa asing tanpa suara yang langsung masuk ke otaknya, namun kata-katanya sendiri terdengar begitu primitif sampai-sampai tidak bisa Ia pahami?

"Celaka! Kau lihat kilatan cahaya di dalam tubuhnya? Itu Nexus, Sihir Anti-Mapmaker! Buang makhluk ini sekarang juga!"

Tubuh Kai terguncang, sesuatu berusaha memindahkannya. Namun tubuhnya sama sekali tidak beranjak dari tempatnya terbaring.

"Kita tidak bisa memindahkan tubuhnya dengan kekuatan kita! Nexus keparat! Kuil kita akan terkontaminasi oleh sihir Anti-Mapmaker terkutuk!"

Kai merasa seperti berada di antara alam sadar dan tidak sadar, namun Ia tidak yakin dari mana Ia berasal di antara kedua alam itu.

Nexus!

Ya!

Makhluk-makhluk itu membicarakan tentang Nexus. Kai memang datang melalui gerbang Nexus. Tapi ada di mana gerbang itu sekarang? Kai merasa perlu untuk segera meninggalkan tempat ini, tapi Ia tidak tahu bagaimana caranya.

"Kurung dia!"

Seribu jenis cahaya dan seribu jenis bayangan membaur di hadapan Kai. Tapi perlahan demi perlahan, semuanya menghilang.

Kai tidak mengerti apa yang sedang terjadi padanya. Ia tidak mengerti dengan apa yang Ia lihat dan Ia dengar.

Yang Ia rasakan hanyalah kehampaan.

(***)


Chapter 2. Redhot Chilli McCena

Fapi berjalan seorang diri di dalam sebuah lorong kumuh yang gelap. Air tergenang sebatas mata kakinya. Keramik yang dipijaknya licin. Sedangkan bau tanah yang pengap menyengat hidungnya.

Suara-suara kecil yang timbul dari percikan air dan hewan-hewan pengerat selalu berhasil membuat bulu kuduk remaja tambun itu berdiri. Sudah tidak terhitung berapa kali Fapi tersentak dan berteriak kaget oleh gerakan benda-benda tidak penting.

"Aku tidak seharusnya memakai api suci ini sembarangan," gerutunya lirik. "Tapi sepertinya aku tidak punya pilihan lain."

Lewat sebuah bisikan lirih, "Burn-o-bake," kedua telapak tangan Fapi menyala.

Kini Ia mempunyai sepasang sumber cahaya yang bisa Ia gunakan untuk melihat lebih jelas apa-apa yang ada di sekitarnya. Paling tidak, Ia bisa melihat tikus-tikus sebesar kucing mengintai di balik lubang di sepanjang dinding lorong itu. Dengan itu, Ia tidak akan tersentak kaget lagi saat tikus-tikus itu bergerak tiba-tiba dan menciptakan suara-suara berisik.

Fapi berjalan semakin jauh. Sampai pada akhirnya, Ia menemukan sebuah pintu besi yang cukup besar dan mencolok. Terdapat sebuah coretan cat merah di depan pintu itu. Sebuah logo lingkaran dengan sebuah kata di dalamnya yang terbaca...

"...McFapi?" pria tambun itu menggaruk-garuk kepalanya.

(***)


Dark Meredith berdiri sempoyongan. Ia meringis sambil memegangi kepalanya dan mengumpat berkali-kali.

"Sialan, mom! Ini kan overkill, mom! Satu pintu saja cukup, tapi dia malah melubangi bumi dan menjerumuskan semua peserta ke dalamnya, mom!"

Dark Meredith memang sempat beberapa kali melihat peserta lain, namun sebisa mungkin Ia berusaha untuk menghindari pertemuan agar Ia bisa lebih fokus untuk menemukan mesin kloning yang Ia incar.

Gadis cebol gadungan itu menggunakan kemampuan dimensi keempatnya, cartascient. Insting akan arah. Kemampuan yang bisa digunakan untuk mengetahui arah dari tujuan yang ingin Ia capai. Kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh Kai.

Tujuan yang ingin Ia capai jelas, mesin kloning rahasia yang tersembunyi di dalam tanah, tepat di bawah Arena Pertarungan Amatsu. Ia sudah menghabiskan hampir satu jam menyusuri labirin-labirin ruangan yang mengantarnya semakin masuk ke bawah tanah.

Sayangnya, walaupun Ia tahu arah yang tepat untuk mencapai tujuan itu, menggunakan cartascient tidak serta merta membuatnya sadar akan rintangan apa saja yang menghadangnya. Tidak juga dengan seberapa besar perjuangan yang harus Ia lakukan untuk melewati rintangan itu.

Dark Meredith tahu, bahwa mesin kloning yang Ia inginkan sudah tidak jauh lagi dari tempatnya saat ini. Namun Ia tidak tahu bahwa mesin kloning itu sudah diaktifkan untuk menciptakan klon semua perserta secara terus menerus. Ia juga tidak tahu bahwa ingatan para klon yang tercipta akan sama persis dengan ingatan terakhir yang dimiliki oleh tubuh aslinya.

Ironisnya, rintangan yang menghadang Dark Meredith adalah alasan utama kenapa Ia mengincar mesin kloning pada awalnya.

Belasan klon dari Alshain Kairos muncul dari balik lekukan ruang-waktu di segala penjuru. Mereka mengepung Dark Meredith dari segala arah. Masing-masing dari para klon itu punya ingatan yang sama.

Ingatan saat mereka terkapar di atas Arena Pertarungan Amatsu, terluka parah dan tidak bisa bergerak. Ingatan tentang Dark Meredith yang datang menghampiri mereka yang tidak berdaya, sambil membawa Nexus di tangannya. Ingatan tentang Core Nexus yang gadis cilik itu masukkan secara paksa ke tubuh mereka dan melenyapkan tubuh mereka dari dunia.

Ingatan tentang kematian.

"Asem lah, mom!" nampaknya, Dark Meredith terlambat menyadari detail penting itu.

(***)


Fapi memberanikan diri memasuki ruangan aneh dihadapannya, Kedai McFapi. Ia tidak ingat pernah mendirikan kedai di tempat seperti ini, jadi jelas ada seseorang yang mencuri namanya. Fapi merasa aneh namanya dicuri oleh orang untuk mendirikan usaha di tempat seperti ini. Ia bukan orang terkenal atau koki yang handal. Yang bisa Ia buat hanyalah pizza.

Awalnya, Fapi curiga kalau pemilik kedai ini adalah seorang penikmat pizza. Tapi dia salah besar. Setelah memperhatikan interior ruangan dengan seksama, Fapi yakin kedai ini tidak menjual pizza, melainkan burger. Fapi paling tidak suka dengan burger.

"Jalan pakai mata, Beruang Busuk!" umpat seseorang kepada Fapi.

Fapi menunduk dan mengucapkan permintaan maaf. Ia tahu kalau dirinya terlalu fokus memperhatikan interior kedai itu sampai tidak sengaja menabrak seseorang.

Bukan...

Bukan orang, melainkan monster.

Fapi segera meneliti lebih dalam para pelanggan yang ada di kedai itu. Semuanya monster dan manusia setengah hewan. Tidak ada satupun manusia yang berada di sini... kecuali dirinya sendiri.

"Kedai burger untuk monster? Tempat apa ini?" tanyanya dalam hati.

Tiba-tiba, Fapi jadi ingin segera berlari keluar. Kedai ini memiliki semua kompisisi dari semua hal yang Fapi benci. Monster berperingai jahat. Ruangan tertutup dengan sirkulasi cahaya dan udara yang minim. Kotor. Burger.

Sayangnya, sesaat sebelum Fapi memutar badan, seekor singa berkepala kakek-kakek menghampirinya dan meminta sesuatu.

"Fap, burger, Cuy! Redhot Chilli McCena dua biji!"

"Haah??" Fapi tidak bisa melakukan apapun selain membuka mulutnya, kebingungan.

(***)


Chapter 3. Chaos and Histeria

"Tempat macam apa ini?!" pekik Fapi begitu Ia melihat dapur kedai burger itu.

Dapur itu kumuh dan tak terawat. Peralatan masak seadanya berserakan di segala tempat. Yang paling Fapi benci tentu saja isi kulkasnya. Bahan-bahan pembuatan burger dibekukan di tempat itu untuk dimasak lagi di saat ada pesanan. Bahan-bahan itu diawetkan secara tidak natural dan dibiarkan selama berbulan-bulan. Junk food.

Fapi ingin pingsan rasanya. Ia tidak tahan melihat dapur yang menjijikkan seperti ini. Bagaimana orang bisa memasak makanan di tempat seperti ini. Ia sama sekali tidak melihat adanya cinta di tempat ini.

"Woi, Fap! Burger mana, burger?!"

Dan Ia tidak habis pikir kenapa orang-orang memesan burger kepadanya. Ia benci burger. Dan kedai ini hanya memakai namanya saja. Ia sama sekali tidak kenal dengan pemilik kedai atau satupun dari pelanggan yang sedari tadi berteriak menagih pesanan burgernya.

Tapi yang paling membuat Fapi penasaran adalah kenapa semua pelanggan di tempat ini seperti tergila-gila dengan burger? Ia pun mencoba mencari tahu dengan menanyakannya kepada seekor ngengat berwajah bayi yang kebetulan terbang ke dapur menanyakan pesananya.

"Eh, kamu... pelanggan di tempat ini?"

"Ya elah, ini gw Fap. Mentang-mentang gw kecil juga lu jadi sotoy banget sok nggak kenal!"

"O... Oke. Aku hanya ingin tahu kenapa kalian suka sekali dengan burger."

"Kaya lu nggak tau aja, Fap. Kita kan emang gak kenal sama makanan lain kecuali burger sejak Netori nyuruh kita berhenti makan manusia."

"Hah?"

Fapi bisa percaya kalau singa berkepala kakek-kakek yang Ia temui pertama kali tadi adalah pemakan manusia. Tapi seekor ngengat? Lagipula, mengisi perut memakan manusia itu terlalu menyeramkan, jelas saja Netori melarang mereka. Apakah semua monster yang ada di sini dulunya pemakan manusia? Termasuk ngengat aneh di hadapannya?

Tapi, kenapa burger? Walaupun mereka monster pemakan manusia, mereka juga butuh kasih sayang. Di dunia Fapi, banyak binatang dan tumbuhan buas pemakan manusia yang pada akhirnya bekerja sama dengan manusia setelah para manusia menunjukkan rasa kasih sayang dan cinta mereka. Memberikan junk food kepada para monster di bawah sini bukanlah suatu bentuk kasih sayang.

Tiba-tiba, Fapi memikirkan sesuatu. Mereka tergila-gila dengan burger karena hanya burger makanan yang mereka tahu.

Bagaimana kalau Fapi membuatkan pizza untuk mereka semua?

(***)


"Beppe bodoh! Idiot! Jahat! Kurang kerjaan!" Anna tersungut-sungut begitu melihat kakak ketiganya meringis memegangi luka di dahinya.

"Ayolah, Anna, aku lebih tua dari Fapi. Kenapa kau memanggil Fapi dengan sebutan kakak sedangkan aku tidak? Ini tidak adil," Beppe mendengus.

"Kak Fapi orangnya baik tapi Beppe selalu mengajak Kak Fapi pergi berburu hewan dan tumbuhan liar! Kak Fapi selalu pulang dengan penuh luka dan langsung terkapar di kasur! Selalu!"

"Aku juga terluka, Anna. Nih, lihat!" Beppe mendekatkan keningnya ke wajah adik bungsunya.

Anna langsung menjitak kening Beppe, tepat di bagian lukanya.

"Aw!! Hei!"

"Kenapa sih Beppe selalu seenaknya saja!"

"Kau menjitak lukaku, Anna! Siapa yang seenaknya saja di sini?"

Wajah Anna semakin memerah.

Beppe tersenyum. Ia tahu, diantara mereka lima bersaudara, Fapi lah yang paling menyayangi Anna. Tentu saja Anna marah setiap kali Beppe mengajak Fapi pergi berburu bahan-bahan mentah masakan mereka di alam liar.

Beppe menjulurkan tangannya untuk mengelus-elus rambut Anna.

"Jangan mengelus-elus rambutku!" bentak Anna. Walau kenyatannya, gadis kecil itu tidak berusaha menampik tangan kakaknya sama sekali.

"Maafkan aku, Anna. Aku hanya ingin membantu Fapi. Dia sedang berusaha mengumpulkan bahan mentah terbaik untuk membuat pizza impiannya."

"Bohong!"

"Kalau tidak percaya, tanyakan kepada Fapi sendiri. Kau tahu kan legenda yang menyebutkan bahwa susu kerbau silver bisa menghasilkan keju mozarella terbaik di dunia. Sejak sebulan yang lalu, Fapi berusaha menjinakkan kerbau silver di rawa Artiana."

"Kerbau silver kan binatang buas dan langka!"

"Ya. Dan Fapi berusaha menjinakkannya. Bayangkan! Dia hewan sebuas apapun pasti bisa dijinakkan kalau kita menunjukkan rasa cinta yang kuat. Tentu saja aku menghajarnya dan menyeretnya pulang sebelum dia berhasil dibunuh oleh kerbau-kerbau itu!"

Sorot mata Anna menunjukkan kecemasan, namun bibirnya terlihat menahan senyum yang tidak seharusnya Ia tunjukkan karena saat ini Ia sedang marah kepada Beppe.

"Lalu, Kak Pitta tidak berhasil mendapatkan susu kerbau silver, ya?"

"Tidak juga. Bagaimana ya menjelaskannya..." Beppe menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum canggung. "Mmm... Aku membawa kabur sepasang kerbau perak yang masih kecil agar Fapi tidak kembali ke rawa itu lagi untuk menantang maut."

Anna berusaha menahan tawanya. Sorot matanya pun mulai berbinar, entah karena kagum akan kebodohan kedua kakaknya, atau kejeniusan mereka.

"Terus, di mana kerbau-kerbau itu sekarang?" tanya Anna.

"Aku menyembunyikannya di kandang babi di belakang rumah. Jangan bilang Ayah dan Kak Enzo, ya! Bisa-bisa mereka akan benar-benar membunuhku, kali ini."

"Babi-babinya gimana?"

"Kulepas."

"Babi-babi itu kan kesayangan Kak Valen!"

"Yah, kalau Valen sih mau boohong seperti apa juga pasti ketahuan. Jadi aku pasrah saja deh," Beppe tertawa garing.

"Pfftt!"

Anna semakin kesulitan menahan tawanya. Beppe pun melanjutkan ceritanya, tentang bagaimana perjuangan Ia dan adik lelakinya itu membawa pulang sepasang anak kerbau perak.

Semua yang Beppe katakan nampak begitu konyol di mata Anna. Tawanya semakin tidak tertahankan. Lalu saat Beppe mulai menceritakan tentang babi-babi kesayangan Valen, pada akhirnya, tawa itu lepas juga.

(***)


Fapi mengeluarkan segala kemampuan memasak pizzanya di tempat yang tidak memungkinkan ini. Ia lalu membagikannya kepada seisi pelanggan yang ada di kedai burger itu. Pizza-pizza yang dibuat dengan penuh rasa cinta.

Pada awalnya, semua yang ada di situ kebingungan melihat wujud pizza itu. Bentuknya memang sama-sama bundar, tapi mereka tahu itu bukan burger. Tidak ada volumenya, tidak ada daging atau sayuran mentah segar di dalamnya dan aromanya terlalu menggiurkan. Mereka memprotes secara bersamaan.

"Itu memang bukan burger, kok," kata Fapi. "Itu namanya pizza. Makanlah, aku yakin kalian akan menikmatinya."

Satu per satu dari mereka pun memakan pizza buatan Fapi.

Pada awalnya, mereka berteriak kaget memuji betapa enaknya pizza itu. Lalu mereka menangis dan semakin menangis tersedu-sedu. Histeria.

Namun sesaat sesudah itu, tangisan mereka mulai berubah menjadi amarah. Mereka membanting meja dan kursi mereka, melempar mangkuk saus dan gelas-gelas minuman ke arah Fapi.

"Kenapa kau memasakkan makanan penuh cinta tengik ini, Koki Bajingan?!"
"Berani kau mengkasihani kami, Badut Bengkak!"
"Ini kan bukan Redhot Chilli McCena!"
"Kau pikir kau siapa, hah!?"

Mereka mengumpat bersahutan, mengamuk dan memporak-porandakan ruangan. Kekacauan.

"Kalau pizza ini enak, kenapa kalian semua marah?!" Fapi berusaha menenangkan monster-monster itu walau Ia tahu usahanya sia-sia. Ia tidak tahu apa yang salah dengan pizzanya.

"Kita ini monster, Fap!" pekik singa berwajah kakek-kakek penuh dengan amarah.

"Aku tak percaya dia berani berkata seperti itu!" sahut monster lainnya.

Fapi semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi di hadapannya. Sekumpulan monster mengamuk karena mendapatkan makanan yang menurut mereka enak? Yang benar saja, pikirnya.

Fokus semua monster dan subhuman terpusat kepada sosok Fapi. Lalu di tengah kekacauan itu, muncullah seseorang dari lorong yang terbuka di sisi kanan kedai. Kumis dan jenggot di wajahnya tumbuh tidak beraturan, sebatang rokok tersulut di sudut mulutnya. Badanya gembul dan wajah serta perawakan sangat mirip dengan Fapi.

"Apa yang bisa kauharapkan dari sekumpulan monster bodoh, hah?" sapa lelaki itu begitu memasuki ruangan. "Beraninya kalian menyamakan koki pizza itu dengan aku."

"Fapi!!?"

Monster-monster itu terperangah, begitu juga dengan Fapi. Seisi ruangan melihat secara bergantian dua sosok lelaki dengan fisik dan wajah yang identikal itu.

"Jadi... kau, Fapi gadungan?!" bentak salah satu monster kepada Fapi.

"Aku tak ada masalah seandainya kalian berhenti puasa makan manusia dengan menyantap koki gadungan itu," ucap lelaki itu sambil membuang asap rokok dari mulutnya.

"Tutup mulutmu, Fap!" bentak monster lainnya. "Kita tidak akan mengkhianati Netori! Selama dia masih hidup, kita akan makan burger! Tapi kita masih bisa membunuh bajingan ini dengan cara lain yang lebih menyakitkan!"

Monster-monster lain serempak mengiyakan.

Fapi mulai panik. Ia sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan mereka.

"Netori? Bukankah Netori baru saja mati?" ucapnya gelagapan.

"APA!?"

Fapi segera menyadari kalau Ia tidak seharusnya mengatakan hal itu. Monster-monster di hadapannya mulai terlihat lepas kontrol karena amarah. Namun sebelum Fapi menjadi bulan-bulanan para monster. Singa berkepala kakek-kakek segera menerkam dan menjatuhkan tubuh Fapi ke lantai. Kaki depannya yang besar menindih leher Fapi.

"Siapa pembunuhnya?" tanya singa itu.

"Alshain Kairos dan partnernya," jawab Fapi ketakutan. "Aku tidak tahu kejadiannya secara langsung, tapi aku sempat melihat jasad Netori dari kejauhan!"

"Kalian dengar itu!?" teriak singa berkepala kakek-kakek. "Sepertinya, hari ini kita memang harus berhenti berpuasa!"

"YA!!!" jawab  para monster serempak.

Aura di wajah monster-monster itu berubah. Mereka seperti menemukan tujuan baru dalam hidup mereka. Sesuatu untuk melampiaskan amarah mereka yang sudah tidak terbendung.

Mereka berjalan meninggalkan kedai itu. Meninggalkan Fapi yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

Tujuan mereka hanya satu.

"SANTAP ALSHAIN KAIROS!!!"

(***)


Epilog, Fapi

"Bersyukurlah, nyawamu baru saja terselamatkan. Aku tak peduli, sih."

Fapi melihat bayangan dari dirinya sendiri yang seolah tidak tersentuh oleh cinta, berdiri di hadapannya.

"Walau tidak penting juga buatku, tapi bagi mereka, Netori adalah juru selamat. Netori adalah manusia pertama yang menaklukkan mereka dan dengan egois mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin mereka. Netori sadar bahwa monster-monster itu akan loyal kepada siapa saja pemimpin mereka. Dan monster-monster itu menunjukkan loyalitasnya dengan berhenti untuk memakan manusia.

"Mereka sendiri tahu, bahwa monster pemakan manusia yang berhenti memakan manusia hanya karena pemimpin mereka adalah seorang manusia merupakan sesuatu yang konyol. Sesuatu yang bodoh. Tapi mereka tetap melakukannya karena sifat loyal mereka. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menjadi diri mereka sendiri yang menyedihkan itu. Menurut mereka, menjadi diri sendiri adalah hal yang paling penting. Mereka bangga akan hal itu. Dan itulah sebabnya kenapa mereka memakan burgerku."

Fapi tahu, cinta datang dalam berbagai bentuk. Bisa dengan makanan, bisa dengan saling pengertian, atau hal lainnya. Apa yang lelaki itu ceritakan kepadanya, dalam kondisi normal, Fapi akan menyebutnya sebagai salah satu bentuk cinta. Memberikan burger dan hanya burger demi menghormati keputusan para monster itu. Menjaganya agar mereka tidak kelaparan walau diet makan mereka hanyalah burger. Kalau bukan cinta, apalagi?

Sayangnya, Fapi sama sekali tidak merasakan adanya cinta dari lelaki di hadapannya. Sorot matanya kosong tak berisi. Nada bicaranya datar tanpa rasa peduli. Fapi berpikir, mungkinkah lelaki yang secara fisik mirip dengannya itu punya sifat dan kepribadian yang bertolak belakang dengan total.

Seperti pizza dan burger, mungkinkah lawan dari cinta itu sendiri bukanlah benci, melainkan ketidakpedulian?

"S... Siapa kau sebenarnya?" Fapi menutup rasa penasarannya dengan sebuah pertanyaan.

Tapi jawaban yang keluar dari mulut lelaki itu justru membuatnya semakin bertanya-tanya.

"Aku adalah Fapi, klonmu. Dan sebenarnya, aku tidak terlalu peduli tentang keberadaanmu. Jadi, bisakah kau pergi dari kedai ini?"

( Book 2. Fapi, End )

***


Book 3. Kairos

Prolog, Kairos

Kai terpenjara dalam ruang tanpa hingga. Kesendirian menyayat dan mengiris-iris tubuhnya. Tempat seluas ini, namun Ia tidak bisa beranjak dari posisinya.

Hampa.

Ia mulai merasa bahwa datang ke tempat ini adalah sebuah kesalahan. Ada bagian dari eksistensinya yang hilang. Sesuatu yang membuatnya sanggup memahami tempat ini.

Saat ini, Ia hanyalah seorang manusia biasa. Makhluk dari ras yang tidak penting di salah satu pelosok dimensi ke tiga. Ia berharap bahwa dengan kembali ke dimensi ke empat, Ia bisa mendapatkan kembali memorinya yang hilang. Ia berharap bahwa dengan pergi ke tempat ini, Ia bisa belajar untuk lebih memahami dirinya yang sebenarnya.

Semua terasa seperti harapan kosong belaka sekarang.

Memangnya, siapa dia?

Dia hanyalah seorang manusia biasa.

(***)


Chapter 1. The Black Scientist

"Nexus sampah!" umpat Kai.

Ia sudah mencoba berbagai cara untuk menggunakan kekuatan dari Nexus, namun sia-sia. Ia bisa merasakan respon dari Nexus di dalam tubuhnya. Ia bisa merasakan serat-serat Nexus menjalar mencari jalan keluar, namun semua pintu keluar tertutup rapat.

Kecuali satu.

Sebuah pintu yang sangat samar keberadaannya. Letaknya hampir tersembunyi sepenuhnya. Pintu itu bukan pintu menuju dimensi ketiga, tapi Kai rela pergi ke tempat yang tidak Ia ketahui itu hanya demi bisa keluar dari tempat ini.

"Nexus!" Kai melompati dinding realita.

Realita yang baru pun terbuka. Realita di balik pintu samar. Sebuah tempat yang hanya terdiri dari genangan air garam setinggi mata kaki dan langit tak terhingga.

"Tempat apa ini?" gumam Kai.

"Halo, Kai," sebuah suara menyapanya dari belakang.

Kai menoleh. Yang Ia lihat hanyalah seekor binatang kecil berbulu dan berkaki empat berjalan di atas genangan air.

"Kucing?"

"Meong?" kucing itu memiringkan kepalanya.

Kai mengeryitkan keningnya.

Lalu kucing itu tiba-tiba berkata, "Haha, aku becanda. Ini aku, Dark Meredith."

"Bajingan!" umpat Kai seketika, kakinya hampir saja menendang hewan berbulu di hadapannya.

"Ini bukan wujud asliku, ya... Aku hanya tidak bisa mengambil wujud yang lebih kompleks daripada wujud ini karena esensiku terpisah menjadi dua."

"Siapa yang peduli wujud aslimu seperti apa! Kau membodohiku, kan! Kau tahu aku tidak akan sanggup mememahami dimensi keempat dan aku tidak akan bisa mendapatkan ingatan dan pengetahuanku begitu saja. Tapi kau tetap melemparku ke tempat itu!"

"Tempat itu? Kau pikir kau sudah tidak berada di dimensi ke empat? Kau masih ada di tempat itu, aku hanya menciptakan kantong realita kecil agar kita bisa berinteraksi dengan normal. Kurang baik apa aku, hah?"

"Lalu apa gunanya aku pergi ke tempat ini kalau ujung-ujungnya hanya untuk berbicara denganmu lagi?"

"Kai, dengar," Dark-Cat Meredith duduk layaknya kucing. "Kalau kau ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi denganmu, dengan turnamen yang sedang kau ikuti, dengarkan aku."

"Oke. Mau bilang apa kau? Aku akan membunuhmu kalau tidak ada yang menarik dari ceritamu!" Kai ketus.

"Mari kita mulai dari awal. Di dimensi keempat, aku adalah seorang Ilmuwan Hitam. Kau juga sama sepertiku, Ilmuwan Hitam. Aku mengenalmu dengan baik. Ilmuwan Hitam sendiri adalah sebuah pekerjaan sakral yang didedikasikan untuk menjaga Takdir tepat pada tempatnya."

"Maksudmu?"

"Seluruh alam semesta dan realita lain yang berdiri sejajar dengannya, Multisemesta, ada karena mereka semua terhubung oleh sebuah benang merah bernama Takdir. Takdir memastikan multisemesta tidak runtuh atau tercipta semesta baru di luar Multisemesta. Keberadaan secuil realita sekalipun di luar Multisemesta akan menyayat dinding Takdir dan menghancurkan seluruh Multisemesta.

"Tapi ada hal lain juga di dalam Multisemesta sendiri, bahkan di dalam semesta lokal, yang bisa mengancam eksistensi Takdir. Chrononauts misalnya. Mereka bermain dengan roda waktu dan seringkali mengobrak-abrik tatanan sejarah yang seharusnya. Hal ini sama saja dengan menghapus Takdir sedikit demi sedikit. Memang tidak akan terlalu terasa jika skalanya kecil, tapi Chrononauts ini berjumlah tak terhingga. Berbagai semesta lokal sudah hancur karena tindakan bodoh mereka."

"Itulah kenapa ada Mapmaker? Maksudku, aku tahu kalau Mapmaker punya potensi untuk mengetahui sebab dan akibat dari segala hal disekitarnya. Jadi, kupikir, pasti ada hubungannya dengan struktur waktu, kan?"

"Ya, alasan pertamanya memang Chrononauts. Tugas utama Mapmaker adalah memetakan kerusakan ruang-waktu dan melakukan restorasi dengan melompat ke titik masalah..."

"Membunuh para Chrononauts sebelum mereka membuat ulah, maksudmu?"

"Hmm... Ya. Dan Mapmaker itu sendiri sangatlah efektif. Kita mampu menghapus hampir keseluruhan dari Chrononauts itu. Pekerjaan Mapmaker pun berubah. Mulai dari melakukan restorasi kerusakan, berubah menjadi menjadi melakukan pencegahan terhadap kerusakan."

Kai ikut duduk di depan kucing itu, membiarkan celananya basah demi mendengarkan lebih seksama penjelasan Sang Kucing.

"Kai, kau pernah kan merasakan tentang jalan mana yang seharusnya kau tempuh?" tanya Sang Kucing.

"Sering," jawab Kai. "Aku menggunakannya untuk mencari jalan yang tepat untuk mencapai suatu tempat atau memecahkan suatu masalah."

Sang Kucing pun tersenyum, "Kau salah, Kai. Insting yang kau rasakan itu bukan menunjukkan jalan yang tepat. Insting itu sebenarnya menunjukkan tentang jalan mana yang harus kau tempuh agar keutuhan takdir terjaga. Pencegahan kerusakan."

"Hah?"

"Begini," San Kucing kini berdiri kembali di atas genang air, lalu mulai berjalan mengelilingi tubuh Kai. "Di awal aku sudah menceritakan tentang Multisemesta. Tapi sebenarnya, Multisemesta sendiri adalah produk dari kehancuran Takdir.

"Kau tahu, di awal terbentuknya realitas, hanya ada sebuah semesta. Tidak ada semesta dan realitas alternatif. Semesta tunggal itu adalah Semesta Yang Seharusnya. Semesta Original. Semesta Emas. Di situ Takdir tercipta dan mengatur keberlangsungan segalanya. Seluruh sebab dan akibat. Tatanan baku akan alam semesta yang menjamin semua orang berada pada tempatnya dan dalam kedamaian abadi."

"Lalu, apa yang terjadi?"

"Yang terjadi adalah kemunculan... aku tidak tahu apa namanya, tapi Para Ilmuwan Hitam menyebutnya sebagai Anti Mapmaker. Merekalah yang menyebabkan terciptanya Multisemesta yang penuh dengan kekacauan. Tidak ada lagi tatanan baku, lenyap. Hasilnya, seperti yang kau lihat.... Sekarang kita hidup di era kekacauan, Kai."

(***)


Chapter 2. Return of The Mapmaker

Belum selesai Dark-Cat Meredith bercerita, sebuah dentuman keras menghantam kantong realita tempatnya berada.

Seluruh atom bergetar hebat.

Kai pun ikut merasakannya, sebuah sensasi yang sedikit familiar. Kai ingat betul dengan sensasi ini. Sensasi yang sama dengan yang Ia rasakan saat Ia pertama kali membuka lubang kecil pada dinding dimensi saat berhadapan dengan Tamon Rah.

"Itu..."

Kai ingin memastikan kepada kucing di hadapannya tentang apa yang sedang terjadi, tapi lawan bicaranya itu sudah tahu apa yang ingin Kai ucapkan.

"Sepertinya, aku berhasil membuka pintu pulang dari dimensi seberang, Kai."

"Jadi intinya, kau hanya ingin aku berada di tempat ini di waktu yang tepat karena suatu alasan yang entah apa itu?"

Kucing itu tertawa, "Tenang, Kai. Kau akan segera mengerti dalam waktu dekat ini."

"Kau berhutang cerita kepadaku, Kucing Sialan. Kau juga berhutang nyawa karena berani mempermainkanku. Aku serius. Aku akan mencabut nyawamu dalam waktu dekat ini."

"Sampai bertemu di Amatsu, Kai."

Kucing itu tersenyum seiring dengan terciptanya lubang besar di langit. Ledakan tanpa suara melahap seisi realita. Kemudian sesuatu yang sedikit janggal terjadi. Kantong realita ini menyusut dan membungkus tubuh Kai dengan cepat. Dan dalam sekejap, Ia terlempar kembali ke tangah turnamen Battle of Realms.

(***)


Lorong-lorong bawah tanah hancur. Ruangan-ruangan yang ada di dalamnya luluh lantah. Dark Meredith berdiri di atas tumpukan jasad klon Alshain Kairos di tengah cerukan yang tercipta karena amukan pertarungan meraka.

Klon-klon Kairos yang tersisa pun mulai menjaga jarak dari Dark Meredith dan ketiga Boneka Bayangannya. Tapi tidak dengan puluhan monster yang tersebar di segala penjuru. Mereka seperti tidak kenal mati, alih-alih takut.

Monster dengan ukuran paling besar dan kekuatan paling merepotkan datang menerjang Dark Meredith terlebih dahulu. Dia adalah raksasa bermata satu. Tubuhnya berwarna perak dan lebih kuat dari baja. Sebuah sinar laser tersorot dari matanya ke arah Dark Meredith.

Selama ini, Dark Meredith selalu menghindari sinar laser itu. Ia tahu boneka-boneka bayangannya tidak akan sanggup menghadangnya, apalagi dirinya saat ini. Sinar laser ini juga yang berperan besar meratakan bangunan-bangunan di bawah tanah dan menciptakan cerukan besar itu.

Tapi kali ini, Dark Meredith sama sekali tidak berusaha untuk menghindar. Ia tahu apa yang akan terjadi dan hal itulah yang terjadi. Kai muncul dari balik tirai dimensi. Tubuhnya mengeluarkan cahaya untuk beberapa saat.

Saat Kai melihat serangan sinar laser di hadapannya, Ia menjentikkan jarinya dan membelokkan kembali sinar itu ke dada Sang Raksasa Perak dan melubanginya.

"Oke, aku bisa membelokkan cahaya sekarang?" gumam Kai.

"Perjalananmu ke dimensi ke empat tidak akan sia-sia, Kai. Percayalah, mom!"

"Berhenti bicara, Cebol. Kau tak mengerti juga kalau aku sekarang sedang marah, hah?"

"Itu Alshain Kairos!" seru salah satu monster.

"MAKAN!!!" singa berkepala kakek-kakek berkomando.

Para monster menerjang membabi-buta. Taring-taring berbagai jenis terpajang di masing-masing mulut buas mereka.

Dengan tenang, Kai menggunakan kekuatan Mapmakernya. Ia mengubah arah gerak para monster yang menyerangnya. Kai berniat melakukannya satu-persatu, namun Ia sendiri terkejut saat mengetahui Ia kini bisa menggubah arah gerak dari beberapa objek secara bersamaan. Monster-monster itupun berlari ke tempat yang tidak mereka inginkan dan bertubrukan satu sama lain di satu titik yang sama.

Kai berteriak sekencang-kencangnya, "Kalian ingin membunuhku?! Aku tidak tahu apa alasan kalian dan aku tidak peduli! Maju! Ayo kita berapa dari kalian yang sanggup menyentuhku!"

"Bocah sombong!"

Singa berkepala kakek-kakek mengamuk dan melompat dua puluh lima meter untuk menikam Kai. Namun saat singa itu mencapai puncak velocity, Kai mengubah arah geraknya lurus kebawah. Hal itu membuat Sang Singa kehilangan kendali dan membenturkan wajah kakek-kakeknya ke atas batu.

"Singa Keripuuut!!! Tidaaaak!!!"

Monster-monster lain semakin tersulut emosinya. Mereka tidak peduli dengan kekuatan aneh Kai, penggerak tubuh dan insting mereka hanyalah amarah.

Kai tidak peduli.

Pemuda rambut putih itu melompati tekukan ruang untuk berpindah tempat dalam sekejap dan terus-menerus. Ia berpindah tempat dari satu monster ke monster lainnya dan setiap kali berpindah tempat lagi, Ia membawa serta seekor monster melompati tekukan ruang dan menaruhnya di dalam badan monster lain di tempat yang berbeda.

Tidak butuh waktu lama bagi Kai untuk memasukkan tubuh sebagian pasukan monster ke dalam tubuh sebagian monster lainnya, membunuh mereka semua dengan cara paling kejam dan menyakitkan.

(***)


Chapter 3. You Can Always Kill Yourself

"Aku tahu, ada banyak hal aneh di tempat ini. Tapi klon... Aku tidak menyangka akan menemui klon utuh dari diriku sendiri dengan pola pikirnya sendiri."

Fapi merapikan bajunya dan bersiap untuk meninggalkan kedai itu. Klon Fapi tidak bereaksi.

"Mungkin karena kau adalah klonku, aku merasa sedikit aneh melihat pola pikir dan kepribadian yang bertolak belakang seperti ini. Tapi aku menghormatimu. Kau mungkin tidak memahami konsep cinta, tapi aku yakin apa yang kau lakukan kepada monster-monster itu adalah salah satu bentuk cinta, sekecil apapun itu."

"Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Klon Fapi membuang puntung rokoknya dan menyulut sebatang rokok baru dari sakunya.

"Aku akan memperbaiki kesalahanku. Kehilangan Netori pasti sangat menyakitkan bagi mereka, tapi aku tidak mau mereka menderita karena hal itu. Aku akan memastikan semuanya akan baik-baik saja. Aku akan melakukan apapun demi itu. Aku berjanji."

"Sesukamu..."

(***)


Yang tersisa kini hanyalah Kai, Dark Meredith dan lima orang Klon Kairos. Kelima Klon itu berdiri tak bergeming. Kai muncul di hadapan mereka dengan melompat lekukan ruang.

"Kalau kalian Mapmaker, kalian pasti bisa membaca apa yang akan terjadi saat kalian melawanku," ancam Kai.

"Bukan berarti kami akan berhenti mencoba melawanmu, Kai," ucap salah seorang klon.

"Kita bukan pengecut sepertimu yang akan lari dan bersembunyi saat bertemu dengan lawan yang tangguh," sahut klon lainnya.

"Artinya kalian bodoh," ujar Kai.

Dalam pertarungan antar Mapmaker siapa yang bergerak terlebih dahulu akan kalah. Oleh karena itu, Klon Pertama tidak bergerak, melainkan menghilang dari pandangan Kai. Kai tahu bahwa lawannya itu akan muncul di atas tengkuknya dengan sebatang besi, maka Kai meninju ke atas.

Namun yang Ia tinju bulanlah lawan atau udara kosong, melainkan dinding dimensi.

"4th Wall Break!"

Retakan dinding dimensi itu hampir saja menghancurkan tubuh Klon Pertama yang berada di dalam lekukan ruang seandainya Klon Kedua tidak mengubah arah pergerakan tangan Kai. Tapi sekedar mengubah arah gerak tangan Kai bukanlah hal yang gampang saat tangan itu sudah menyentuh dinding dimensi.

Klon Kedua ingin mengubah arah tangan Kai ke tubuh Kai sendiri. Tapi Ia hanya mampu mengubah arahnya ke samping kiri samping dan mengenai tubuh Klon Ketiga. Kepala Klon Ketiga tercecer ke dalam dimensi ketiga dan keempat, membunuhnya seketika.

Saat Klon pertama muncul di atas tengkuk Kai dan menghujamkan batang besi di genggaman tangannya, batang besi itu bergerak ke belakang dan merobek jantungnya.

"Tempus Vestigium!" Kai melihat ke dalam roda waktu untuk memeriksa benda apa saja yang pernah dan akan ada di hadapannya.

Ia melihat tiga orang klonnya saat ini dan sebuah bongkahan batu lima tahun yang lalu. Kai memanggil bongkahan batu besar di masa lalu itu untuk berpindah tempat ke saat ini. Hal ini membuat tubuh ketiga Mapmaker dan batu besar itu menyatu secara menyakitkan.

Salah seorang klon mati seketika. Kai mengambil batang besi di belakangnya dan mencocolkannya sekuat tenaga ke dalam mata Klon Keempat untuk membunuhnya. Sementara Klon Kelima mencoba untuk berpindah tempat setelah menjerit-jerit kesakitan. Tapi Kai sudah tahu ke mana lawannya itu akan berpindah dan menyambutnya dengan memindahkan batang besi di genggamannya ke tempat tujuan Klon Keempat yang pada akhirnya bersarang di dalam batok kepalanya.

(***)


"Tidak! Tidak! Tidaaaak!!" Fapi bersimpuh tanpa tenaga.

Ia terlambat. Yang Ia lihat hanyalah mayat-mayat berserakan dengan kondisi yang menyedihkan.

"Kenapa!? Kenapa kau tega melakukan ini semua!?" teriak Fapi kepada Kai yang jelas-jelas Ia lihat dari kejauhan sedang membantai semua yang ada di hadapannya.

Kai menghampiri Fapi lewat lekukan ruang. Ia berkata, "Aku bosan," sambil menyentuh pundak Fapi dengan tangannya. Tidak lebih dari satu detik, tapi cukup untuk membaca semua hal di masa lalu dan masa depan Fapi.

"...Fapi," lanjutnya. "Aku bosan dipermainkan. Oleh tempat asalku, oleh tempat ini, oleh bocah kerdil di ujung sana. Bagiku juga bukan masalah besar mencabut nyawa seseorang. Buktinya, aku tidak merasakan apa-apa setelah membunuh semuanya. Aku bahkan bukan seorang manusia, tapi aku tidak tahu wujud asliku dan siapa diriku sebenarnya."

"Tapi kau tetap saja membunuh mereka semua! Aku tak bisa memaafkanmu!"

"Untuk apa kau menyalahkanku? Jika kau ingin menyalahkan seseorang, salahkan saja dirimu sendiri. Monster-monster itu hidup dengan tenang di bawah tanah, tapi kau membuat mereka kembali ke daratan. Dan untuk alasan apa? Sekedar gara-gara pizzamu lebih enak dari burger kembaranmu?"

"Tidak! Tidak!"

"Kenapa kau tak mau mengakuinya? Apa karena kau merasa lebih sempurna daripada mereka hanya karena kau memahami salah satu bentuk kasih sayang? Kau tahu semua itu hanya omong kosong. Kau tahu Anna selalu menertawakan ideologimu karena dia tahu hal itu konyol."

"Anna tidak pernah berpikir seperti itu?" Fapi menarik kerah Kai.

"Kenapa kau begitu yakin? Apa karena kau menyayanginya dan tidak mungkin baginya untuk tidak menyayangimu balik? Kau tahu ada bentuk kasih sayang yang lain, seperti tindakan kembaranmu yang masih terus membuatkan monster-monster itu burger walau dia tidak pernah peduli dengan mereka? Lalu darimana kau bisa yakin bahwa apa yang Anna tunjukkan kepadamu selama ini adalah perasaan sayang, bukan perasaan kasihan dan iba?"

"Kubunuh kau! Sekali lagi kau berani berkata seperti itu tentang Anna, kubunuh kau!"

"Kenapa? Apa yang kukatakan salah?"

"Anna tidak serendah itu!"

"Memangnya siapa kau, berani-beraninya menilai derajat seseorang hanya dari bagaimana perasaan orang itu kepadamu? Mungkin Anna memang tidak serendah itu, tapi apa yang kau rasakan saat ini terlalu rendah dan menjijikkan, Fapi. Egois. Pada dasarnya, yang kau pikirkan hanya perasaanmu saja, kan? Kau memaksakan nilai dan ideologimu ke orang terdekatmu dan mengharapkan mereka untuk menerima dan mempedulikannya begitu saja."

"Tidak! Tidak!"

"Dengan perasaan seperti itu, kau masih berani menyandingkan dirimu dengan Anna? Kau masih berani memaksa Anna melihat perjuanganmua membuat pizza yang sia-sia? Ya, sia-sia. Anna tahu kau tak berbakat sama sekali. Enzo membuat pizza terbaiknya di umur tujuh tahun. Valen mulai mengurus cabang pizzaria pertamanya di usianya yang kedua belas. Beppe mampu membuat berbagai jenis makanan tanpa sekalipun mempelajari resepnya. Sedangkan kau? Kau masih tidak bisa membuat pizza yang kau inginkan setelah mencobanya selama bertahun-tahun. Kau ini memalukan, Fapi. Di antara lima bersaudara Navolee, kau yang paling tidak berguna."

"Tidaaaaak!!"

Tangisan Fapi pecah. Semua perkataan Kai berhasil menusuk egonya dan menghancurkan kepercayaan dirinya.

"Apa... Apa yang harus kulakukan..." keluhnya terisak.

"Kau selalu bisa memilih untuk membunuh dirimu sendiri, Fapi."

"Apa?" mata Fapi terbelalak.

"Kubilang," Kai mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Kau selalu bisa memilih untuk membunuh dirimu sendiri."

"Seperti ini..." sebuah batang besi Kai tancapkan dengan cepat ke dada Fapi.

Fapi tergagap. Matanya nanar kesana-kemari. Ia akan mati. Fapi merasakan dirinya akan mati begini saja. Semua perjuangan dan jerih payahnya hanya mampu membuatnya bertahan sampai di titik ini.

Jemari lelaki tambun itu mencengkeram baju Kai dengan erat. Ia tidak mau berakhir seperti ini. Ini bukan akhir yang Ia harapkan sama sekali. Kenapa Ia mendengarkan kata-kata Kai? Kenapa Ia tidak menyadari bahwa Kai akan membunuhnya? Karena dia terlalu naif dan konyol? Percaya bahwa semua orang pasti mengerti tentang cinta dan kasih sayang? Kalau begitu, apa yang Kai katakan tentan dirinya benar? Darimana Kai tahu tentang semua itu?

Fapi tidak henti-hentinya mempertanyakan segalanya.

Tapi paling tidak, dia bersyukur sudah tidak lagi bisa mendengar kata-kata Kai.

(***)


Epilog, Kairos

"Kau ini monster, Kai, mom."

"Aku bukan monster, Dark. Aku ini setan. Kau tak tahu ya di Aquilla orang mengenalku dengan sebutan Setan Putih?"

"Aku lebih suka kegelapan, mom."

"Aku lebih suka membunuhmu sekarang juga, Dark. Kau berhutang cerita kepadaku."

"Kau benar-benar ingin mendengarkan kelanjutannya, mom?"

"Kau ingin mati sekarang juga?"

"Oke, oke! Tapi setelah ini, tidak akan ada kata kembali lagi, mom. Setelah mendengarkan ceritaku, kau akan menjadi incaran nomor di turnamen ini. Makhluk-makhluk dengan eksistensi di atasku akan turut mengincarmu, mom."

"Aku merasa mereka sudah akan mengincarmu terlepas dari kau melanjutkan ceritamu atau tidak. Tapi, Dark, dengan kekuatanku sekarang ini, memangnya siapa yang bisa mengalahkanku?"

"Kau terlalu angkuh, Kai. Semoga kau tidak mati duluan, mom."

"Semoga kau mati secepatnya, Dark."

(Book 3. Kairos, end)

***

*****
ALSHAIN KAIROS
Skills Unlocked in this stage :
Precognition (T-Type)
4th Wall Break (G-Type)
Alpha Skills :
Omnicarta
Tempus Vestigium
*****


Next, Final Arc : Fate...

9 comments:

  1. Redhot Chilli McCena
    ini pasti klonnya Fapi, tua2 penuh amarah ini awkakwakwk

    asik banget gambarannya kayak ngeliat salty splatoon.
    yang boleh masuk cuma yang pahit2.

    Kai udah jadi 5th dimension being ini, terlalu megah.
    aye pasrah dah.
    semoga lolos!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biarlah nasib yang menentukan takdir Kai dan Fapi.. Tapi seru banget ngelawan Fapi ini.. Banyak hal yang nggak terwujud gara gara deadline. Awalnya mau nongolin Navolee bersaudara tapi terpaksa dicut idenya dari eksekusi buat mempersingkat, padahal aku udah puas banget sama karakterisasinya mereka di flashback. Tapi ya sudahlah.. Hehee..

      Delete
  2. Begitu baca entri ini, saya langsung kepikiran Avatar. Dari rangkuman episode sebelumnya, ngebagi part ke book sama chapter, itu lumayan ngebantu buat tau pendahuluan sebelum masuk ke entri ini sendiri

    Saya agak kaget juga semua panitia lama kayaknya bakal dimainin di canon Kai, dan dark Meredith ini siapa sebenernya? Dari segi pertandingan mungkin ga banyak yang diulas, karena menurut saya ya gitu aja. Bantai monster, bunuh Fapi. Entri lebih banyak diberatin di pemaparan konsep dan potensi Kai ke depannya

    VOTE Kai, karena sajian entrinya lebih enak buat saya, dan pengen tau sebesar apa skala canon yang bisa dibawain karakter ini di ronde penultimate nanti

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, janji awal saya kan emang mau ngejelasin apa itu BoR dari awal sampai akhir dan ngasih benang merah in canon dari semua gelaran BoR. Semoga saja lolos, deg-degan juga votenya masih imbang gara-gara pada ngerasa entry ini ketinggian/imba, padahal sih tingkat keseruannya udah dicurahkan ke hal di luar battle antar OCnya soalnya ini sebenernya prolog buat ronde berikutnya. Tapi ya gpp sih, emang resikonya. Apalagi voters BoR lebih menitik beratkan karakterisasi dan pertemuan antar OC daripada substansi cerita kalau ngeliat pengalaman. Kalau lolos, saya bakal berusaha narik voters tipe itu buat dukung Kai. Plus submit lebih awal. :)

      Delete
  3. Ini oke banget secara kanon dan segalanya. Lalu dari pembahasan tentang latar belakang Fapi malah lebih bagus daripada di entri Fapi-nya sendiri. Klonnya Fapi dan warung burger monster juga seru, bisa aja ada kayak gitu di dalem laboratorium.

    Tapi kalau buat saya, dari segi karakter dan skill, Kai udah kelewat kuat. Jadinya pas dia battle malah bener-bener mengecewakan. Ngelawan klon-klon yang punya kekuatan setara dirinya (mestinya sih) malah cuman sejurus aja udah beres mereka semua. Lawan Fapi juga dicoel dikit udah mati dia.

    Saya udah agak bosen sama skala kanon megakosmosmultidimensi setelah bergaul dengan Lazu di BoR4L. Tadinya saya kira Kai ini bakal lebih scientific kayak Kilatih, yang mana bakal lebih seru. Ini terlalu mejik.

    Jadi vote saya mampir ke warung sebelah~

    OC: Kusumawardani, S.Pd

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cerita ala Kilat udah disajiin Kai di beberapa entry sebelumnya, Mas Her. Sekarang giliran penjelasan dari misteri-misteri yang udah ditebar sebelumnya plus semacam pengantar sebelum ngasih cobaan paling berat buat Kai di final arc, kalau lolos.

      Sebenernya imba itu relatif sih, banyak hint itu di entryku sebelumnya.

      Ini juga alasan kenapa aku suka sama powerset Kai, soalnya fleksibel, aku bisa upgrade/nerf/negate kekuatannya sesuai lawan dan kebutuhan cerita. Kebutuhan cerita saat ini mengharuskan aku buat upgrade skill Kai near max level, sayangnya.

      Build up aja sih sebenernya.

      Semoga lolos aja biar bisa ngasih payoffnya di ronde berikutnya. Thanks udah sempetin baca, Masher.

      Delete
  4. Fatanir - Po

    Ini bener kata Mas Heru bahwa Kai terlalu imba sejak awal, istilahnya Count Fu salah strateginya sama kyk aku pas pertama kali ikut BoR yaitu dari awal udah superkuat karakter yg dipakainya, dan ini bikin jengah sebagian segmen pembaca. Utk minus lainnya kurasa penggambaran "kenapa pas Kai keluar dari kantong realita punya Meredith, dia tiba2 udah dapet skill baru" itu kurang sederhana. Krn utk turning point yg bakal jadi skill upgrade atau char development, biasanya pembaca paling butuh narasi yg sederhana biar bisa ngerti. Terutama di entri yg bahasanya kompleks kyk gini.

    Tapi entri Kai ini kuliat lebih lengkap dari segi plot karena melibatkan keempat panitia seperti kanon panitia sekarang. Keterlibatan Dark Meredith dgn Kai dan picuannya juga koheren terhadap perkembangan Kai yang jadi bisa ngalahin klon2nya dgn metode baru yg malah mestinya udah bisa ketebak sama klon2nya sendiri.

    Hint2 tentang Nexus juga nunjukin bahwa masih ada bahan cerita yg disimpen utk ke depannya secara well-prepared. Klon dari Fapi disusun dgn asik dgn konsep ketidakpedulian. Fapinya sendiri juga sangat melankolis berdasarkan flesbeknya yg makan porsi banyak di sini.

    Dan tentu saja konsep Tempus Vestigium itu memukau dan jadi challenge yg luar biasa utk peserta lain secara konsep.

    VOTE ALSHAIN KAIROS

    ReplyDelete
  5. asik bgt ini plotnya dan ide pembagian ceritanya sama nggak ada battle yang kayak biasanya sama yang jadi lawan di bagian ini (Fapi) dan malah ngasih bagian cerita tersendiri buat Fapi justru jadi berasa fresh. cerita buat Fapi nya juga seru, malah rasanya lebih seru dari cerita Fapi nya sendiri. aku suka banget mulai dari awal ngebawa cerita Fapi sama saudara2 nya dan ngejadiin itu buat dengan mudahnya ngehancurin ego sama percaya diri Fapi diakhir, itu beneran seru. secara umumnya ini lebih menarik dan jelas lebih well written jadi asik bgt diikutinnya. Vote Kairos

    ReplyDelete
  6. Halo, saya lagi stalking Kai nih... berhubung sebelumnya belum sempat mampir ke sini...

    dan otak saya crash, konsep yang dijabarin di sini benar-benar kompleks, multidiimensi, time traveler, etc

    Mungkin saya salah, karena mulai membaca dari sini... jadi yaaaaa mundur dulu ke belakang~

    ReplyDelete