7.9.15

[ROUND 3] ASEP CODET - SERINGAI SANG MONSTER



Asep yang telah kehilangan ajian Ballista Armpits hanya bisa pasrah melihat sekelilingnya yang mulai hancur akibat perubahan dunia. Apa yang bisa dilakukan tamatan SMP seperti dirinya. Bahkan bila ajian ketek masih ada, rasanya takkan berpengaruh apapun.

Virus itu bukan hanya merubah tampilan dunia, tapi juga merubah susunan bahasa pemograman yang membentuknya. Sehingga walaupun Sang Virus telah mati, susunan bahasa yang kacau itu susah diperbaiki lagi –perlu ribuan tahun untuk membuatnya kembali utuh. Gunung meletus, bumi terbelah, malfungsi gravitasi dan dekolorasi, apapun bencananya, sudah tak ada lagi tempat untuk sembunyi. Pria beruban itu tersenyum, mungkin kematian lebih baik daripada apa yang akan ditemuinya saat dia kembali ke Bandung.

Tapi takdir sekali lagi membukakan jalan lain bagi Sang Preman. Sesaat sebelum kehancuran mencapai dirinya, tubuhnya kembali terhisap portal yang seenaknya saja muncul tanpa peringatan.



[29]
Sekilas Bandung Setelahnya

Sudah lebih dari sebulan sejak Asep menghilang dari Bandung, tidak ada yg tahu atau setidaknya petunjuk ke mana dia pergi. Orang yang terakhir berbicara dengannya adalah Kang Aslan, pria mantan bos preman tersebut tak menyangka pertemuannya dengan Asep itu menjadi pertemuan terakhirnya.

Kang Aslan yang berniat mengangkat Asep menjadi bos preman, ditolak secara halus oleh muridnya tersebut. Sebagai itikad baik, ayah kandung Asad itu bahkan sempat menghadiahi Asep dengan ponsel pintar terbaru yang dibungkus kantong kresek. Pria itu tak menyadari bahwa sesungguhnya hadiahnya tersebut menjadi pintu ajaib yang menarik Asep pergi ke dunia yang tak kalah ajaibnya. Tentu kita tahu dunia apa itu.

Sementara itu, geng Yakuza dan Mafia yang telah mengetahui kabar menghilangnya Asep mulai berani menampakkan diri setelah sempat vakum selama tiga tahun. Sebelumnya mereka hanya bisa beroperasi secara sembunyi-sembunyi sejak Asep Codet mulai memproklamirkan diri sebagai preman profesional. Mereka mulai kembali berebut kekuasaan, membuka kembali bisnis haram dan menganggu ketertiban umum. Penduduk Bandung yang sempat merasakan ketenangan saat Asep menjadi preman, mulai resah dan gelisah dengan perubahan yang terjadi.

Pihak yang paling terkena dampak tentu saja para penduduk. Mereka yang tak mempunyai keberanian memilih menghindar sejauh mungkin, sementara yang berani tapi tanpa kekuatan memilih melapor pada pihak berwajib.

Di pihak yang berwajib pun terbagi dua. Mereka yang terbiasa menerima suap akan memilih diam, sementara yang jujur akan memandang ke arah lain karena berpikir, perang antara kedua kubu organisasi penjahat setidaknya akan mengurangi jumlah mereka walau sedikit.

Sebenarnya di pihak yang jujur ada satu orang yang cukup berani untuk melawan, tapi apalah artinya satu orang dihadapan ribuan anggota Mafia dan Yakuza. Apalagi jika pangkat orang itu hanyalah setingkat Bintara. Orang yang dimaksud adalah AIPTU Sar Kordon, atau biasa dipanggil rekan-rekannya sebagai Pak Sarkordon atau cukup Kordon saja.

•••

Hari itu tak seperti biasanya Kordon meminta ijin keluar saat jam kerja. Mengendarai motor BMW (Bebek Merah Warnanya) kesayangannya, dia pun pergi ke suatu tempat di pinggiran Kota Bandung. Tempat itu adalah Rutan Kebon Waru yang ada di Jl. Jakarta, Kordon datang kesana karena ada janji dengan seseorang.

Tepat pukul sebelas, orang yang ditunggu Kordon pun datang dengan Mercy Betmen yang menjadi ciri khasnya. Pintu mobil pun terbuka dan keluarlah pria bertubuh besar dan berambut panjang keemasan, pria itu adalah Kang Aslan.

''Selamat siang Kang,'' sapa Kordon sambil tersenyum menyambut kedatangan mantan bos preman tersebut, ''Jalanan macet tidak Kang?''

''Huh, gimana mau macet kalo dikawal forider, padahal saya gak minta dikawal. Saya kan bukan pejabat atau presiden.'' balas Kang Aslan.

''Forider? Tapi saya tidak memerintahkan pengawalan kok Kang.'' jawab Kordon heran.

''Loh, jadi atas perintah siapa?''

''Ah, paling si Jabrix, dia kan berhutang budi sama Akang.''

''Dasar gak ada kerjaan, tapi ya sudahlah,'' Kang Aslan berhenti di tempat masuk Rutan, pria paruh baya itu menatap serius polisi di depannya, ''Jadi apa hal penting yang ingin kamu sampaikan? Apa ini ada hubungannya dengan Asep? Kamu sudah menemukan petunjuk?''

Mendengar rentetan pertanyaan Kang Aslan, Kondor tak langsung menjawab. Polisi itu kemudian mengisyaratkan Kang Aslan untuk mengikutinya masuk ke rutan kelas 1 tersebut, Kang Aslan menurut saja. Walau keduanya sempat berseberangan, tapi ada rasa hormat dan saling percaya antara keduanya.

Tak dipersulit petugas di sana, keduanya akhirnya sampai di ruang bawah tanah yang menjadi tujuan mereka.

''Tempat apa ini? Kenapa saya di bawa ke sini?'' tanya Kang Aslan.

''Akang pernah saya beritahu kalau Asad dipindah dari Lapas Besi di Nusa Kambangan ke rutan di Bandung, Akang masih ingat?''

"Iya, saya ingat,'' jawab kang Aslan sambil mengangguk, ''Jadi si kehed teh dipindah kesini? Bikin masalah apa lagi dia?''

''Seperti yang Kang Aslan tahu, sejak kejadian di Lapas Besi, supaya ke depannya tak terjadi bentrok lagi, kami mengambil inisiatif untuk memindahkan Asad jauh dari napi-napi yang lainnya,'' jelas Kordon, ''Kami memilih Rutan ini sebagai tempat khusus Asad, karena di sini tersedia sel khusus dengan keamanan tingkat tinggi.''

''Terus?''

''Tapi sejak seminggu yang lalu, Asad telah menghilang secara misterius dari ruangan selnya.''

Mendengar itu Kang Aslan menatap tajam Kordon, ''Kenapa baru memberi tahu sekarang!''

Sedikit tersentak melihat reaksi Kang Aslan, tapi tak cukup membuat Kordon gentar karenanya.

''Itu... karena kami perlu melakukan penyelidikan dulu terkait hilangnya Asad. Setelah melakukan crosscheck dengan Interpol, ternyata kasus orang hilang ini sedang marak terjadi, bukan hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia!'' jelas Kordon. ''Dan sepertinya hilangnya Asep juga ada hubungannya dengan kasus ini.''

''Tadi kamu bilang dia menghilang misterius, apa maksudnya? Jadi Asad bukan kabur?''

Kordon pun menyuruh petugas di sana untuk memperlihatkan rekaman dari kamera CCTV yang terpasang di ruangan Asad. Terlihat bahwa sebelum menghilang, kamera tersebut menangkap sebuah cahaya yang meyilaukan. Sedetik kemudian cahaya itu menghilang, dan tubuh Asad sudah tak berada lagi di selnya.

''Sosok Asad atau Asep mudah sekali dikenali walau dari jauh, tapi sampai saat ini tidak ada satupun saksi atau rekaman CCTV di Bandung dan kota sekitarnya yang menunjukkan keberadaan mereka. Keduanya seakan hilang ditelan bumi.''

Keduanya berpandangan, memikirkan dan mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi. 'Hilang kemana mereka berdua?' Tapi sepertinya pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh kedua orang yang hilang tersebut.

•••

Sementara dua orang di atas sibuk memikirkan kasus hilangnya Asep dan Asad. Cukup jauh dari sana, seorang wanita yang erat hubungannya dengan kedua orang hilang tersebut, sedang sibuk mengurus pembukuan sambil asyik mendengarkan lagu dangdut di radio.

Wanita itu adalah bernama Maja Wulandari. Tapi karena nama Maja terlalu pahit, dia lebih suka dipanggil Wulan.

Waktu menunjukkan pukul sebelas tepat, seperti biasa kursi-kursi di kafe tempat Wulan mengais rezeki tampak lenggang. Hanya satu dua pelanggan saja yang terlihat, ditemani segelas kopi panas mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Tak jauh beda dengan sang pemilik kafe yang tampak serius menghadapi nota-nota ataupun faktur yang berserakan di depannya. Sejak Asad dipenjara, praktis semua hal yang berhubungan dengan manajemen kafe dipegang olehnya. Sementara Asep tentu saja tak bisa diharapkan.

Sedang asyik-asyiknya menghitung pembukuan, perhatiannya tiba-tiba teralihkan oleh pergerakan mencurigakan di ruangan belakang. Dia pun meninggalkan meja tempatnya bekerja dan bergegas menuju kamar belakang. Entah karena insting atau apa, tapi tangannya tiba-tiba mengeluarkan pisau yang entah sejak kapan tersimpan di balik pakaiannya.

Wulan perlahan membuka pintu ruangan dan memasukinya tanpa suara. Kekhawatirannya terbukti. Di ruangan itu, ruangan yang sama tempat Wulan ditusuk, sesosok wanita berambut merah dan bermata hijau, dengan nyaman duduk bersender di peti penyimpanan biji kopi.

Wulan menutup pintu di belakangnya dan mengarahkan pisaunya, matanya menatap benci ke arah wanita penyusup tersebut.

"Halo Kak Luna,'' sapa si wanita sambil melambaikan tangannya, ''Jangan bilang Kakak masih dendam karena kutusuk?''

''Mau apa lagi kau?!'' tanya Wulan, dari nadanya jelas sekali kalau dia tak melupakan kejadian tiga tahun lalu tersebut. ''Namaku bukan lagi Luna... aku Wulan!''

''Memangnya seorang adik gak boleh menemui kakaknya?''

''Kau bukan adikku, dan tidak akan pernah jadi adikku! Tidak setelah apa yang kau lakukan pada Asad!''

''Bukan salahku kalau dia mengamuk,'' balas si wanita misterius sambil tersenyum, namun sedetik kemudian senyumannya menghilang.

''Justru itu salah Kakak yang tidak melakukan apa yang diperintahkan. Target Kakak itu si Aslan, tapi Kakak malah melakukan kesalahan konyol dengan mencintai anaknya. Bahkan sampai hamil segala.'' lanjut si wanita sambil tertawa mengejek.

Marah karena mendengar ucapan tersebut, Wulan melempar sekuat tenaga pisau yang ada di tangannya. Tapi si wanita yang menjadi sasaran tak sedikitpun menghindar, malah dengan enteng pisau tersebut ditangkap dengan satu tangan.

''Kakak ternyata makin tumpul saja, kalau pisau ini dilempar, sama saja menyerahkan senjata Kakak padaku.''

''Waktu itu aku tidak siap, tapi sekarang tak ada ampun! Aku akan menghajarmu habis-habisan!''

''Wow wow, tunggu!'' tahan si wanita, ''Aku kesini bukan mau bertarung, tapi hanya ingin memberi tahu kalau Asad juga mengilang dari selnya. Dia sepertinya pergi menyusul Asep.''

''A –Apa yang kaulakukan pada mereka?!''

''Hey, aku tidak melakukan apapun pada mereka!'' ucap si wanita sambil mengibaskan rambut merahnya. Tak seperti tiga tahun lalu, rambutnya sekarang dipotong pendek dengan gaya bob. ''Setidaknya belum.''

Wanita itupun meraih sesuatu dari balik bajunya. Sebuah smartphone hitam keluaran terbaru. Dia kemudian melemparkan ponsel pintar tersebut ke arah Wulan yang dengan mudah menangkapnya.

''Kalau Kakak ingin tahu apa yang terjadi dengan mereka, buka aplikasi Battle Of Realms –aku menyimpannya di folder game, dan tekan tombol start. Tapi kuingatkan, sebelum Kakak menekan tombol tersebut, sebaiknya Kakak bersiap dulu dengan kostum Moon Rider, itu pun kalau Kakak masih menyimpannya.''

Wulan tak menjawab dan memeriksa ponsel tersebut dengan teliti, sepertinya tidak ada jebakan apapun. Sejarah yang kurang baik dengan wanita yang memanggilnya kakak tersebut menyebabkan dia tak bisa langsung percaya dengan apa yang dikatakannya.

''Kalau begitu, aku pergi dulu ya Kak Luna, eh Kak Wulan maksudnya, hehe.''

''Mau kemana kau?''

''Menyusul mereka berdua tentu saja, aku mendapat perintah baru dari Bos Besar.''

''Pe –Perintah baru dari Bos Besar?''

''Tentu saja itu rahasia,'' ucap si wanita sambil mengedipkan mata hijau yang cemerlang, ''Oh iya, namaku adalah Olesya Kharitonova. Cukup panggil aku Nova.''

''Kamu ngenalin diri ke siapa?''

''Pembaca.''

Nova pun meraih ponsel merah yang terselip di sakunya, jarinya dengan lincah mengusap-usap layar di ponsel tersebut. Wanita itupun kemudian tersenyum ke arah Wulan, sambil kembali melambaikan tangan ke arah wulan, wanita bermabut merah itu pun berucap, ''Пока!'' (Dah!)

Sesaat setelah mengucapkan kata itu, Nova menekan tombol yang ada di ponselnya. Sinar aneh tiba-tiba menyelimuti tubuhnya, menyilaukan mata siapapun yang melihatnya, termasuk Wulan yang harus menutupi matanya. Saat Wulan membuka kembali matanya, Nova telah menghilang dari hadapannya.

Wulan mencoba mencari jejak Nova, tapi hawa keberadaannya tak terasa sama sekali. Matanya kemudian beralih ke ponsel hitam yang ada di genggamannya. 'Apa yang sebenarnya terjadi?' batin Wulan.

Akankah dia menekan tombol tersebut? Atau kembali ke depan untuk menyelesaikan pembukuan bulan ini?

'Balik ke depan dulu deh, kasian para pegawai belum gajian.'


•••

[30]
Sebelum Kehancuran Alforea

Setelah Bandung, sekarang waktunya Alforea yang akan diceritakan. Tepatnya beberapa saat sebelum server itu menghilang.

Hari itu tak berbeda dengan hari-hari biasanya. Walau kabar menghilangnya para peserta turnamen cukup menyita perhatian publik dan belum kembalinya Sang Ratu dari pertemuan para petinggi yang membuat para PNS –Pegawai Negeri Server Alforea ketar-ketir dengan nasib gaji mereka, kota tersibuk Alforea itu tetap menampilkan kedinamisannya.

Semua orang tetap melakukan aktivitas rutin mereka masing-masing, tak terkecuali seorang gadis yang baru-baru ini diangkat untuk menjadi General Manager di taman hiburan paling terkenal di Alforea. Nama gadis itu adalah Dominica Alta Orathivo, gadis yang juga pernah menjadi peserta turnamen tersebut, tidak memilih opsi pulang seperti yang lain dan memilih tinggal di Desperly Hills –kawasan pemukiman elit di Despera.

Tepat pada pukul sembilan pagi, Dominica yang saat itu sedang sibuk memimpin briefing bersama para staf taman hiburan, tiba-tiba mendengar sirene tanda bahaya yang meraung-raung seantero Alforea.

Bersamaan dengan suara sirene, seluruh daratan dan lautan Alforea mulai bergetar, gempa-gempa kecil mulai terasa di setiap penjuru server. Keseimbangan alam Alforea mulai hancur, dari puncak tertinggi pegunungan Los Soleil sampai palung terdalam Rupture City, dari lebatnya hutan Dodonge sampai gersangnya dataran Bauhaus, sepertinya tak ada satupun tempat yang terhindar dari bencana yang akan datang tersebut.

Dia pun menelpon Wota Knight untuk mencari info yang lebih jelas. Kabar yang dia terima menyatakan bahwa pilar-pilar penyokong server Alforea telah hancur oleh virus yang sangat-sangat berbahaya.

Beberapa waktu sebelumnya, para ksatria yang sempat muncul di babak penyisihan tersebut mengangkat Dominica sebagai pemimpin tertinggi setelah Kolonel Bryan gugur di Pertempuran Shor Stone seratus tahun yang lalu. Rupanya selama satu abad itu mereka memilih menjadi ormas daripada menggabungkan pasukan mereka dengan Maid Arrangement & Security Organization (MASO), yaitu pasukan penjaga resmi kastel Despera –hal itu karena harga diri tak mengijinkan mereka mengganti zirah sucinya dengan pakaian cantik berenda yang menjadi seragam wajib pasukan Maso. 

Dari para Wota Knight tersebut Dominica mendapat informasi yang mengejutkan. Ternyata pilar-pilar penyokong yang dimaksud adalah Database Server Alforea, yaitu sebuah dunia yang tercipta sebagai 'pabrik' penyuplai segala elemen penting yang menyatukan Alforea. Dan saat 'pabrik' itu hancur, secara otomatis dunia yang disokongnya pun hancur. Namun yang paling mengejutkan Dominica, pihak yang membuat Database itu hancur adalah para peserta turnamen yang sebelumnya dikabarkan menghilang. Dengan kata lain, Asep juga termasuk sebagai pelakunya.

•••

''Apa yang sebenarnya terjadi?!'' ucap Dominica, ''Apa kau yakin seratus persen dengan info yang kau dapat?''

Saat ini Dominica sedang terhubung dengan markas besar Wota Knight yang berdiri di Balai Kota Despera, tempat anak-anak gaul pecinta seni dan imajinasi berkumpul.

{{''Iya Komandan, saya yakin seratus persen! Saya mendapat info ini dari orang dalam kastel Despera, dia kebetulan.... pacar saya, kami baru seminggu jadian, saya belum sempat ngajak dia jalan-jalan—''}}

''Oi, fokus!!'' bentak Dominica, ''Aku gak mau dengar cerita cinta kamu! Lanjutkan ceritanya!''

{{''Ah, iya maaf, pacar—dia bilang, ada orang yang berhasil meretas sistem keamanan Alforea dan memasukkan virus-virus berbahaya ke dalam database, mereka juga berhasil menculik para peserta dan membuat mereka saling bertarung di sana!''}}   

Dominica terdiam mendengar laporan anak buahnya tersebut, otaknya berpikir keras meramu semua yang terjadi. Dimulai dari quest Battle of Shor'n Plain yang mengalami perubahan skenario, menghilangnya para peserta turnamen dan kehancuran yang sekarang sedang terjadi di Alforea. Apapun atau siapapun pihak di balik semua kejadian tersebut, sepertinya mereka berhasil.

''Ya sudah, kalian cepat pergi!'' ucap Dominica, ''Seluruh staff dan pengunjung Alforea Brialliant Park dalam keadaan aman karena Protokol High-Altitude Portress, tapi kalian harus segera pergi menyelamatkan diri, ng, berapa lama estimasi waktu sebelum kehancuran total Alforea?''

{{''Kami dengar satu jam dari sekarang!''}}

''Ya ampun, para penduduk pasti panik, kalian harus membantu kelancaran evakuasi para penduduk, dan kalian harus bergerak cepat!'' perintah Dominica.

{{''Siap Komandan!}}

{{''Ah, satu hal lagi... ada seseorang, atau sebuah kotak yang ingin berbicara dengan anda Komandan.''}}

''Siapa maksudmu? Kotak?'' ucap Dominica heran, tapi kemudian gadis itu teringat, ''Chubox?!''

{{''Ya, ini aku, Chubox, kotak terhebat—''}}

''Ternyata kamu hidup kembali!'' seru Dominica girang. Seperti diketahui, saat babak penyisihan, badan kayu Chubox hancur setelah jatuh dari ketinggian dan mengenai menara kristal. Setelah diperbaiki oleh anak buahnya pun, Chubox tidak serta merta pulih. Namun entah apa yang membuatnya hidup kembali, tapi yang terpenting bagi Dominica, temannya itu baik-baik saja. ''Badanmu sudah diperbaiki?''

{{''Tentu saja, aku sudah kembali! Mana si Asep?! Jaket baunya masih ada dalam kotakku!''}}

''Dia belum kembali, Yu Ching juga menghilang.''

{{''Apa?! kemana mereka berdua?!''}}

''Daripada bahas itu, cepat pergi dari sana, sekarang bukan waktunya ngobrol!''

{{''Hey, tapi aku belum—''}}

{{''Nanti saja Tuan Chubox, sebaiknya kita mengungsi dulu... Kota Despera sedang dalam bahaya!''}}

{{''Oh baiklah kalau begitu, tapi sebelumnya, di dalam badanku ada item super rare loh, kamu mau gak?''}}

{{''Wah benarkah? Bentar lagi pacar saya ulang tahun, tapi saya bingung mau kasih kado apa.''}}

''Oi oi, jangan bikin aku marah ya, CEPAT LAKUKAN YANG TADI KUPERINTAHKAN!!'' bentak Dominica.

{{''Si –Siap Komandan!!''}} ... {{''Ah iya satu lagi.''}}

''Apalagi sih?''

{{''Sebenarnya tadi pagi ada pria misterius yang mondar-mandir di depan markas kami, gerak-geriknya sangat mencurigakan!''}}

''Pria misterius? Apa dia salah satu peserta? Ganteng gak?''

{{''Errr, ganteng sih—''}}

{{''Kalau ganteng kenapa gitu? Toh dia gak kan tertarik padamu.''}}

''Diam kau, Kotak!''

{{''Ta –Tapi, orang itu juga sempat menanyakan Asep, sepertinya dia kenalannya.''}}

''Eh, menanyakan Asep?''

{{''Dia mengenakan baju penjara, kami tidak—''}}

''Baju penjara?!''

{{''I –Iya, di punggungnya tertulis Tahanan Kebon Waru, tapi kami tidak tahu dimana itu.''}}

''Dimana pria itu sekarang?''

{{''Sekarang sih sudah pergi entah kemana, eh tapi maaf Komandan, udahan dulu ya, sepertinya pulsanya mau habis.''}}

{{Tut-tut-tut-tut}}

''Sialan, main matiin aja!'' ucap Dominica. Walau kesal dengan tingkah anak buahnya, tapi sedikit lega karena setidaknya Chubox telah kembali bergerak. Sementara soal pria misterius yang dilihat anak buahnya, bukan hal yang penting untuk saat ini. Yang penting bagianya adalah keselamatan warga Despera.

Dominica pun kemudian memfokuskan kembali pikirannya ke posisi dia sekarang, bukan sebagai pemimpin tertinggi Wota Knight, tapi sebagai manajer umum Alforea Brilliant Park. Dibanding obyek wisata Verdana Power Plant atau Managua Gems Cave yang gagal total, profit yang dihasilkan taman hiburan yang ditanganinya cukup menjanjikan. Walau tentu saja tak sebesar profit yang dihasilkan TSM (Tamon Service Mall) yang berisi kasino, maid cafe dan bioskop XXXI. Namun untuk hari ini, prioritas utama mereka bukanlah meraup profit sebesar-besarnya, namun keselamatan para pengunjung yang ada di area taman hiburan. Dan itulah inti dari Protokol High-Altitude Portress.

Protokol High-Altitude Portress atau disingkat PHP, adalah prosedur keamanan yang dimiliki Alforea Brialliant Park saat terjadi kejadian luar biasa yang menimpa server Alforea. Seperti kejadian yang terjadi sekarang, maka sesuai namanya, protokol ini memungkinkan seluruh area taman hiburan tersebut memisahkan diri dari 'pulau' utama dengan cara terbang ke angkasa.

Dari pusat komando, Dominica memastikan proses pelepasan diri itu berjalan tanpa hambatan. Dengan kecermatan luar biasa, gadis berambut pirang itu memperhatikan detil demi detil proses pelepasan. Setelah cukup yakin bahwa PHP berjalan lancar, gadis itu pun kemudian memerintahkan anak buahnya untuk bersiap.

Hanya satu perintah yang diucapkannya, ''Ayo, kita selamatkan warga Alforea sebanyak-banyaknya!''


Satu jam kemudian, server Alforea dan Alforea Brialliant Park pun tak terdengar lagi kabarnya. Keduanya seakan menghilang ke kehampaan.


•••

[31]
Salah Asep?

Lebih dari dua ribu delapan ratus kata kemudian.

Ada yang salah, Asep tahu itu.

Semenit yang lalu dia masih berhadapan dengan si pria bertopeng berpakaian ala timur tengah. Namun sekarang dia tiba-tiba pindah ke tempat yang sangat berbeda jauh dengan sebelumnya. Asep bukan lagi berada di arena pertarungan, tapi di sebuah ruangan penuh kursi-kursi kayu. Dan dia sedang duduk tepat di tengah ruangan.

''Ini... Ruang Pengadilan!'' ucap Asep yang menyadari ruangan apa itu sebenarnya.

''Tepat sekali, dan kau adalah tersangka utamanya!'' ucap makhluk berkepala ikan dan berpakaian hitam di depan Asep.

Makhluk itu adalah Sang Hakim Akimon Tritonitus XXI, dia monster pendamping si pria bertopeng. Melihat daster hitamnya, tak salah lagi dialah yang menjadi hakim ketua pengadilan ini.

''Dengan ini, sidang gugatan terhadap tersangka Asep dimulai.'' ucap Sang Hakim.

•••

Apa yang terjadi?

Untuk tahu jawabannya, kita putar waktu sebentar. Tepatnya dua hari sebelumnya, saat para peserta turnamen mendapati kalau mereka semua telah kembali dipindah-tempatkan. Mereka tak lagi di database, dan bahkan mereka bukan lagi berada di Alforea.

Para peserta yang lolos dari jebakan virus penyerang database, mulai bermunculan satu persatu. Termasuk Asep yang di dunia sebelumnya harus kehilangan ajian Ballista Armpits karena menghilangkan nyawa Nobuhisa.

Sebanyak dua puluh delapan peserta yang muncul, beberapa diantaranya sudah pernah Asep temui di babak sebelumnya, ada beberapa yang menghilang. Sosok seperti Fata, Meredy dan Felly, terlihat di kumpulan tersebut. Asep justru tak melihat sosok Kii yang menjadi penyebab luka di wajahnya, padahal pendekar pedang itu bisa dibilang sama kuatnya dengan Asep. Begitu juga Ronnie yang dulu pernah bertarung dengannya di Bandung.

'Ternyata fisik kuat saja tidak menjamin seseorang bisa lolos ya?' pikir Asep setelah melihat sosok-sosok lain yang berkumpul di sana.

Ibu rumah tangga, wanita berkerudung, pria bertopeng, robot, pengantar pizza, perawat, dan si wanita pohon yang entah bagaimana masih bisa bertahan sampai sekarang. Tapi mungkin yang paling membuat Asep jengkel adalah kehadiran Nobuhisa Oga, samurai yang menjadi lawan bertarungnya di dunia database.

''Kenapa kamu masih hidup?!'' seru Asep.

Nobu terlihat heran mendengar ucapan Asep, ''Aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu Tuan Asep. Tapi aku tak pernah sesenang ini, lihatlah tempat kita berada. Aku tidak tahu tempat apa ini, tapi aku serasa di rumah!''

Wajah Nobu memang terlihat senang untuk ukuran orang yang seharusnya mati, hal yang membuat Asep bingung sendiri. Tapi wajar saja kalau dia seperti itu, karena tempat para peserta sekarang berada lebih mirip negeri asalnya, yaitu Jepang tempo dulu daripada Alforea yang bernuansa Eropa. Lengkap dengan jajaran pohon cherry di musim semi, dan sebuah kuil dengan gerbang kayu berwarna merah.

''Aku harus cepat mencari penginapan atau rumah hiburan, rasanya hasratku ini sudah tak bisa kutahan, kau tahu kan hasrat apa yang kumaksud?'' ujar Nobu, wajahnya terlihat mesum.

Di lain pihak wajah Asep bergeming. Tapi Nobu tak menghiraukannya dan pergi ke arah pemukiman penduduk.

''Jangan terlalu bingung begitu, ini bukan pertama kali terjadi,'' ucap seorang wanita yang tiba-tiba muncul di samping Asep.

''Eh?'' Asep menoleh dan mendapati ibu rumah tangga yang tadi dilihatnya, dengan santai berbicara padanya.

''Setelah mengalahkan Tamon Rah, aku dengar ada beberapa peserta yang gugur, tapi setelah pulang kembali ke Despera, mereka baik-baik saja. Seakan tak terjadi apa-apa.'' tambah si ibu rumah tangga. Kaos biru bertuliskan Running Mama dan apron berpola gingham check merah terpasang di pinggang wanita dewasa tersebut.

Walau sosoknya terlihat lemah, tapi entah kenapa wanita itu mengingatkan Asep pada ibunya sewaktu dia masih kecil. Kuat dan menakutkan. Ditambah ada sesuatu di mata hijaunya yang membuat Asep terbayang pada seseorang.

''I –Iya, tapi masalahnya, setelah dia terbunuh olehku, ajian milikku jadi menghilang.'' protes Asep.

''Ajianmu menghilang?'' tanya si Running Mama.

''Ya, nama ajianku adalah Ballista Armpits.'' jawab Asep.

Untuk mereka yang belum mengenal apa itu Ballista Armpits, berikut adalah sembilan hal yang perlu anda ketahui tentang ajian tersebut:

(1) Ballista Armpits adalah ajian yang berfungsi untuk menguatkan otot lengan dari mulai bahu sampai telapak tangan,
(2) Ballista Armpits berfungsi juga untuk meredam nafsu membunuh penggunanya sebanyak 90%, tergantung kondisi kejiwaan si pengguna,
(3) Ballista Armpits hanya bisa diaktifkan setelah mengoleskan bubuk kopi di kedua belah ketek penggunanya, (Kopi yang digunakan haruslah kopi yang berkualitas tinggi)
(4) Bila bubuk kopi memudar, luntur atau terhapus, maka dengan sendirinya efek Ballista Armpits akan menghilang,
(5) Saat mengaktifkan Ballista Armpits, si pengguna hanya diperkenankan meminum kopi pahit, atau setara 5-shot espresso,
(6) Bila secara tidak sengaja pengguna Ballista Armpits meminum minuman selain kopi, maka si pengguna akan merasa pesimis dan rendah diri,
(7) Apabila dalam pemakaiannya Ballista Armpits mengakibatkan kematian seseorang, baik itu sengaja atau tidak, maka Ballista Armpits akan terlepas secara otomatis dari tubuh si pengguna untuk selamanya,
(8) Proses pelepasan ajian itu ditandai dengan menghilangnya gambar tato yang menutupi lengan pengguna, dan tidak lama setelahnya pengguna akan merasakan lelah disertai rasa kantuk yang luar biasa,
(9) Bila dalam suatu kondisi luar biasa dimana orang yang terbunuh oleh ajian Ballista Armpits hidup kembali, maka Ballista Armpits bisa kembali dipasangkan pada tubuh si pengguna,
(9) Untuk pemasangan kembali Ballista Armpits, diperlukan ritual khusus dengan tingkat kesulitan 3x lipat ritual pemasangan sebelumnya.

''Kira-kira begitulah,'' ucap Asep mengakhiri penjelasannya.

''Ajian yang aneh,'' ucap si Running Mama sambil mengangguk-angguk, sedikit banyak dia memahami kekesalan yang dialami oleh Asep, ''Eh, tapi Nobu yang hidup kembali itu bisa disebut kejadian luar biasa kan? Dengan kata lain kau bisa memasang kembali—''

Ucapan wanita tersebut terhenti saat menyadari Asep tiba-tiba jatuh terlentang di sampingnya. Tubuh besarnya tergeletak begitu saja di tengah jalan setapak. Dari tarikan nafasnya yang konstan, bisa dipastikan kalau pria bercodet itu tertidur.

Wanita tersebut hanya bisa terperangah. Sementara para peserta lain yang kebetulan melihat kejadian tersebut memandang si Running Mama dengan curiga.

''A –Aku tak melakukan apa-apa, dia tiba-tiba saja tertidur, aneh ya, hehe,'' bantahnya kikuk.

Untuk menghindari kesalahpahaman lain, wanita itupun meninggalkan Asep sambil memalingkan wajahnya. Peserta lain pun tampak acuh acuh dengan kondisi Asep dan sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Kecuali satu peserta, Maria Fellas.

Gadis kecil itu perlahan mendekati si pria bercodet. Melihat kondisi Asep yang tanpa pertahanan sepertinya membangkitkan rasa laparnya, terlihat dari pelepasan liurnya yang meningkat. Matanya melirik ke kiri dan ke kanan untuk memastikan keadaan sekitar telah aman. Setelah yakin tidak akan ada yang mengganggu, mulutnya tersenyum, memperlihatkan taring-taring mungilnya yang setajam pisau bedah. Tak berlama-lama, gadis berambut pirang (sebenarnya ginger) itu pun dengan lahap menghisap darah Sang Preman.

Kasihan? Tidak perlu. Darah Asep biasa didonorkan sepuluh kali sehari saat kondisi prima. Tapi mengingat dia tak akan bangun dalam waktu singkat, kita tinggalkan dia dulu dan berlanjut ke cerita selanjutnya.


•••

[32]
Sang Pencinta

Seorang pria berpakaian ala timur tengah tampak khawatir luar biasa. Walau wajahnya tertutup topeng, tapi bia dilihat dari gerak-geriknya kalau dia tidak tenang. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, atau lebih tepatnya seseorang.

Nama pria bertopeng itu adalah Zhaahir Khavaro Ketiga, putra mahkota Kekaisaran Khavaro yang melanglang buana untuk mencari cinta sejati. Dan seseorang yang sedang mengganggu pikirannya tidak lain adalah Sandhora Eri, sang pujaan hatinya.

Bagaimana tidak, sudah satu hari dia berada di dunia antah berantah ini. Namun dia belum bisa menemui si center dari grup idol Myuse tersebut. Sebelumnya dia menyangka kalau dia telah dipulangkan ke Alforea bersama dengan Eri. Tapi kenyataan pahit diterimanya, dia sedang tak berada di Alforea, dan Eri Sandhora tidak bisa mewujud walau telah dia hubungi beberapa kali. 'Apa yang sebenarnya terjadi?'

Hal yang diingatnya terakhir adalah saat Zhaahir menjadi pemenang dalam pertarungan melawan seorang pria dengan panggilan Stella. Stelah pertarungan, dia pun menghabiskan waktu bersama Eri menyongsong fajar di benteng Hisaria. Namun kemudian sinar putih meyelimuti dirinya dan membuat dia berpindah lokasi ke Amatsu, begitulah mereka menyebut tempatnya sekarang.

Dan berita mengejutkan didengarnya tadi siang, berita tentang hilangnya server Alforea panas terdengar di seantero Amatsu. Alforea dikenal sebagai server dengan ekspansi terbanyak, menjadikannya terdepan dalam kompetisi antar server. Dengan hilangnya Alforea, spekulasi pun bermunculan.

Dugaan kuat menyebut server saingan sebagai pihak yang bertanggung jawab, dugaan lagi menyebut kelalaian pihak manjemen Alforea, dalam hal ini Tamon Ruu dan Hewanurma yang dinilai tidak bisa mengimbangi kemajuan teknologi yang begitu cepat. Bahkan rumor menyebut Tamon Ruu sebagai wanita yang lebih suka bermain daripada bekerja. Tak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi.

Zhaahir hanya bisa mengkhawatirkan yang terburuk, karena sampai sore menjelang tak ada yang tahu bagaimana nasib para penduduk server terluas itu, termasuk kekasihnya.

Kemana hilangnya Eri Sandhora?

•••

Di lain pihak, Amatsu sebagai salah satu server saingan Alforea seperti dapat durian runtuh. Berita tentang turnamen antar dunia yang diadakan Tamon Ruu cukup membuat mereka iri, karena hampir semua penduduk server memusatkan perhatiannya pada turnamen tersebut. Bahkan penayangan babak penyisihan melawan Tamon Rah, memecahkan rating tertinggi di seluruh server. Mengalahkan Tujuh Manusia Harimau dan Prabu Kian Santang.

Dengan kehadiran para peserta yang tiba-tiba muncul secara misterius di server mereka, para petinggi Amatsu tak mau menyia-nyiakan peluang tersebut. Maka diundanglah para peserta ke istana Netori, dijamu layaknya raja-ratu, dilayani seperti tamu VVIP, seakan hajatan besar akan terjadi.

Setelah cukup kenyang, mereka pun diberi pilihan untuk mengikuti turnamen yang akan diadakan di Amatsu atau pergi meninggalkan server tersebut. Diberi pilihan seperti itu, mau tidak mau mereka pun memilih ikut. Sebagian karena terpaksa, sebagian lain karena mereka memiliki agenda sendiri.

Berita pengumunan ikutnya para peserta turnamen Alforea di turnamen Amatsu mencuri perhatian masyarakat. Secara acak para peserta dipasangkan dengan lawannya masing-masing. Secepat kilat profil para peserta pun tersebar, orang-orang mulai memilih jagoannya masing-masing.


Pun demikian dengan Zhaahir, dia mendapat lawan bernama Asep Codet. Zhaahir tak tahu dan tak peduli siapa orang itu, baginya mencari tahu keberadaan Eri Sandhora jauh lebih penting.

Tapi kemana dia harus mencarinya?

Ditemani Qorrum, tunggangan setianya, Zhaahir pergi kesana-kemari mencari Eri. Dari ujung utara sampai ujung selatan Amatsu, tapi tetap tak bertemu. 'Dimana kau Eri?' Pikiran itu terus bergelayut di kepala Zhaahir, membuatnya depresi. Mungkin perasaan 'Aku tak bisa hidup tanpamu' yang dirasakan Zhaahir saat ini.

Hari mulai menjelang malam saat Zhaahir sampai di sebuah jalan setapak yang dipenuhi pohon sakura. Ini tempat mereka berkumpul sehari sebelumnya, sebelumnya Zhaahir tak memikirkan untuk kembali ke tempat semula.

Zhaahir pun memutuskan berhenti sejenak untuk menunaikan ibadah wajibnya, seharian ini dia hampir melalaikan kewajibannya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dia pun membersihkan bagian-bagian tubuhnya dan menggelar alas di atas gundukan batu.

Namun belum juga dia memulai sembahyangnya, tiba-tiba terdengar suara jeritan wanita tak jauh dari sana. Tak salah lagi, itu suara Eri.

Tapi apakah benar itu suara Eri?


•••

[33]
Si Cantik Dan Si Buruk Rupa

Setelah satu bab berlalu. Mari kita lihat bagaimana nasib si tokoh utama yang masih belum bangun walau hari telah berganti.

Akibat tertidur di sisi jalan setapak, tubuh Asep dipenuhin daun-daun yang berjatuhan dari pohonnya. Ditambah posisi Asep yang berada tepat di bawah pohon sakura, membuat bunga-bunga sakura dengan senang hati menjatuhkan diri dan menutupi seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba sebuah sinar muncul satu meter di atas tumpukan daun dan bunga yang menutupi Asep. Sinar tersebut kemudian mematerialisasikan diri menjadi sesosok manusia. Perlahan tapi pasti, sosok manusia itu semakin memperlihatkan bagian tubuhnya secara detil. Dilihat dari lekuk tubuh dan sepasang bukit yang menonjol di dadanya bisa dipastikan kalau sosok itu adalah seorang gadis.

Sesaat kemudian gadis itu pun terjatuh dan mengenai tumpukan daun-daun di bawahnya. Pekik lembut terdengar syahdu keluar dari bibirnya. Matanya terbuka, dan memperlihatkan sepasang bola mata sejernih lautan dan sebiru angkasa. Ditambah kulitnya yang putih dan rambut yang berwarna emas mempesona, membuat orang yang melihat kemunculan gadis itu mungkin akan menyangka kalau ada bidadari yang turun ke bumi.     

Tapi sayangnya tempat ini bukan Bumi, dan gadis itu walau memiliki kecantikan bak dewi kahyangan, tapi dia hanya manusia biasa.

Gadis itu mencoba berdiri, tapi belum sempat melakukannya, dia kembali terjatuh. Gundukan daun yang menjadi alasnya tiba-tiba bergerak. Asep telah terbangun dari tidurnya dan si gadis tepat berada di perutnya.

''Siapa yang seenaknya loncat ke perut saya?!'' ujar Asep geram.

Si gadis pirang terkejut dan refleks menoleh ke belakang. Dia pun makin terkejut dan sekaligus ketakutan saat melihat wajah Asep yang jauh dari kesan imut. Gadis itu pun berteriak sejadi-jadinya. Sementara itu Asep hanya bisa menutup telinganya.

''Berisik!'' bentak Asep, ''Ganggu pisan, udah tahu saya lagi tidur, malah enak-enakan duduk di perut.''

Si gadis yang menyadari bahwa dia memang berada di atas perut Asep cepat-cepat menyingkir. Ada sedikit malu setelah menyadari dia yang salah. Sementara itu dilihatnya mata Asep masih terpejam. Mulut pria dengan bekas di wajahnya itu pun menguap lebar. Sepertinya rasa kantuk masih menguasai kesadarannya.

Walau sepertinya berat untuk membuka mata, Asep pun memaksakan berdiri, namun hal itu malah membuat tubuhnya sempoyongan. Ditambah daun-daun yang masih menempel di badannya, gerak-gerik Asep terlihat seperti orang yang habis mabuk miras sepuluh botol.

Si gadis yang melihat tingkah Asep hanya bisa melongo. Dari yang awalnya terkejut dan takut, entah kenapa gadis tersebut malah tersenyum geli.

Setelah beberapa saat, si gadis pun menyadari kalau dia pernah melihat pria di depannya tersebut, hanya mungkin baru kali ini dia bisa berhadapan langsung. Badan Asep yang tinggi besar serta penuh bekas luka, konstras dengan penampilannya yang mungil dan berkesan anggun. Mengingatkan si gadis dengan dongeng tentang si cantik dan si buruk rupa. Dia pun tersenyum.

Namun kemudian dia tersadar, tubuhnya tak mengenakan sehelai benangpun. Entah sejak kapan. Dia pun teringat dengan proses teleportasi yang mengantarkan dia dari Hisaria ke tempat sekarang dia berada. Proses teleportasi itu terasa aneh dan memakan waktu. Gadis itu pun buru-buru menutupi bagian intimnya.

Perhatiannya kemudian tertuju kepada Asep. Namun anehnya pria besar itu masih saja terlihat mengantuk, tangannya mulai mengucek-ngucek kedua matanya, berusaha menghilangkan rasa kantuk yang sepertinya masih menempel. Pria itu tak menyadari bahwa di depannya ada pemandangan yang menjadi kesukaan milyaran pria di dunia. (Serius, Sep?)

Tiba-tiba, seorang pria meloncat dan berteriak ke arah mereka berdua.

''E –ERIII!!!'' teriak si pria, tubuhnya bergetar.

Melihat kedatangan si pria, wajah si gadis berubah pucat, ''Zha –Zhaahir!''

Secara refleks gadis itu bersembunyi di balik badan Asep yang besar. Berusaha menyembunyikan ketelanjangannya.

Mungkin agak terlambat, tapi nama si gadis yang kehilangan bajunya tersebut adalah Eri Sandhora. Sementara pria yang baru datang adalah Zhaahir, kekasih Eri. Dan pria yang masih saja mengantuk adalah Asep, lawan yang akan dihadapi Zhaahir di turnamen Amatsu.

''A –Apa yang kalian lakukan?!'' tanya Zhaahir saat melihat pemandangan menyesakkan tersebut.

Sungguh saat ini Zhaahir dalam keadaan sekarat cinta.


•••

[34]
Santai Sebelum Badai Cinta

Keesokan harinya, turnamen bela diri seantero Amatsu sebentar lagi dimulai.

Turnamen tahunan ini sebelumnya tak pernah menarik perhatian sebesar ini. Tapi semenjak kedatangan para bintang Battle Of Realms, para penduduk dari seluruh negeri, bahkan konon dari server luar –lewat teleportasi ilegal tentu saja, berkumpul di ibukota server Amatsu, Madesu City.

Madesu yang merupakan kota kembar Despera, adalah rumah bagi arena pertarungan paling terkenal sejagat raya, Monster Celebrity Koliseum (MCK). Namun beberapa tahun belakangan ini mulai menurun popularitasnya setelah Alforea membuka wahana-wahana baru yang lebih menarik. Dengan diselenggarakannya turnamen lanjutan Battle Of Realms di MCK, diharapkan bisa mengangkat kembali pamor MCK yang sempat meredup.

Salah satu bintang yang akan bertarung hari ini, tokoh utama kita, Asep Codet duduk diam di sudut ruangan. Menunggu giliran. Sementara tak jauh dari sana, Eri Sandhora ikut menunggu bersamanya.

Seorang wanita yang sepertinya bagian dari panitia MCK, bergegas menghampiri mereka berdua. ''Tuan Asep, giliran anda lima menit lagi. Apakah ada yang anda perlukan lagi?''

Asep berpikir sejenak, kemudian melirik pada Eri. ''Kamu butuh sesuatu, makan atau apa?''

Gadis yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya.

''Kami baik-baik saja,'' ucap Asep pada wanita panitia yang memakai pakaian sejenis kimono pendek tersebut, tak sengaja Asep melihat sebuah ekor bergerak-gerak di belakang si wanita. ''Hei, ekor itu asli?''

''Ng, iya, semua penduduk Amatsu mempunyai fitur hewani seperti ada, itu salah satu keunikan server kami.'' jawab si wanita sambil mengangguk tersenyum. Si wanita pun pamit meninggalkan mereka berdua.

''Hmm, fitur hewani ya?'' ucap Asep. Kalau diingat-ingat, sejak dia memasuki Madesu, tak sekalipun dia melihat penduduk yang tak memiliki tampilan setengah manusia setengah binatang. Ada manusia berkepala anjing, ibu-ibu bersisik ular atau anak kecil berwajah monyet. Entah kenapa, Asep mulai merasa seperti di rumah. 

''Terima kasih, Asep-san.'' Ucap Eri tiba-tiba.

Asep terdiam sejenak, ''Terima kasih buat apa?''

''Soal kemarin, dan saya minta maaf situasinya telah membuat anda kerepotan. Sekali lagi saya minta maaf.'' ucap Eri sambil menundukkan kepalanya.

Ingatan Asep pun kembali ke malam sebelumnya, saat dia secara tak sengaja bertemu dengan dua sejoli tersebut.

Si pria bertopeng yang melihat kekasihnya tanpa busana di samping pria yang juga bertelanjang dada, menjadi murka dan hampir saja menyerang mereka berdua kalau saja tidak ada seorang miko yang kebetulan ada di sana. Asep masih ingat dengan apa yang diucapkan si pria bertopeng tersebut.


''Apa yang telah kau lakukan dengan pria ini Eri?''

''Kamu salah paham, Zhaahir... Kami—''

''Salah paham? Memangnya apa yang dilakukan seorang pria dan wanita yang sama-sama tanpa busana?!''

''Oi, lihat yang jelas, saya pake celana.''

''Kau... Kau pasti memperkosanya kan? Aku mendengar teriakan Eri, kau pasti memaksanya memuaskan nafsu bejatmu kan?''

''Hah? Kurang ajar jelema teh!''

''Tidak Zhaahir sayang, aku tak berbuat apa-apa dengannya, aku bersumpah!''

''Kalau kamu tak melakukan apa-apa, terus kenapa kamu bersembunyi di balik pria itu?!''

''Kamu ini bodoh ya? Tentu saja karena dia malu dilihat kamu.''

''Tapi aku kekasihnya!!''

''Kalau kamu memang kekasih, ng, cewek ini, setidaknya jaga harga dirinya, berikan jubahmu buat menutupi badannya.''

''Uh, baiklah, tapi aku anggap ini tantangan perang, aku tak tahu siapa kau, tapi aku menantangmu bertarung memperebutkan Eri!''

''Kumaha maneh lah!'' 


''Waktu itu Asep-san pura-pura mengantuk kan?'' ucap Eri tiba-tiba. ''Anda sebenarnya menutup mata anda dan berusaha supaya tak melihat tubuh saya, aku juga berterima kasih soal itu.''

''Kamu ngomong apa? Itu beneran ngantuk kok, saya jadi nyesel gak buru-buru melek, hehe,'' balas Asep sambil menatap genit Eri, membuat gadis tersebut sedikit salah tingkah.

Tak berapa lama, wanita berekor tadi pun kembali. ''Sudah saatnya Tuan Asep.''

''Baiklah kalau begitu,'' ucap Asep berdiri dari duduknya, ''Sebelumnya saya minta maaf, tapi saya gak pernah menahan diri kalau bertarung.''

Eri hanya bisa terdiam mendengar ucapan Asep. 

''Oh iya, kamu itu orang Jepang bukan? Nama kamu asa jejepangan gitu.'' tanya Asep tiba-tiba.

''Ng, Jepang? Saya tidak tahu negeri itu, saya berasal dari Kekaisaran Yamato, lahir dan besar di sana.''

''Oh Yamato ya,'' ucap Asep sambil mengangguk-ngangguk, ''Itu sih Jepang juga!''

''Tapi saya suka cewek Jepang, jadi saya ngasih pengecualian, kalau kamu mau saya ngalah, cukup bilang saja. Gimana?''

Mendengar perkataan Asep, Eri hanya bisa terdiam. Terbesit dalam pikirannya untuk menerima tawaran pria bercodet tersebut.

Dia sadar kalau Zhaahir tidak mungkin bisa mengalahkan Asep kalau bertarung frontal, sementara kekasihnya itu sedang diselimuti amarah yang meledak-ledak sehingga tak mungkin berpikir jernih. Sementara itu Asep juga terkenal brutal dan jarang menahan diri, Eri tahu karena saat menunggu di Alforea ada tayangan langsung yang menayangkan pertarungan para peserta. Eri hampir menerima tawaran Asep, namun sebuah pikiran muncul di kepalanya.

''Tidak Asep-san, ada sesuatu yang aku ingin buktikan dulu.''

''Oh, ya udah. Ayo berangkat, yang jadi 'hadiahnya' kan kamu.''

Eri hanya tersenyum kecut, dia pun mengikuti Asep keluar menuju arena pertarungan.

•••

[35]
Seringai Sang Monster

Suara penonton seketika bergemuruh saat Asep keluar dari bilik peserta. Diikuti Eri yang berjalan di belakang, Asep menggerak-gerakkan tangannya mengisyaratkan penonton supaya lebih berisik. Wajahnya tersenyum.

''Konyol,'' ucap Asep, ''Saya ngerasa kayak Pacman aja.''

Asep pun menyuruh Eri untuk pergi ke bangku khusus, tampak beberapa peserta yang belum dapat giliran bertarung atau yang sudag menang berkumpul disana. Asep pun pergi melenggang menuju area tempat pertarungan berada. 

''Inilah dia, lawan yang akan berhadapan dengan Zhaahir... Aseeeeeep Codeeeeet!!'' teriak sang pembawa acara dengan lantang.

Si pembawa acara yang tak jelas jenisnya tersebut, kemudian melakukan apa yang paling dia bisa. Meracau panjang lebar tentang Zhaahir, tentang Asep dan tak lupa peraturan pertarungan yang akan mereka jalani.

Peraturan pertarungan sebenarnya cukup sederhana, kalahkan lawan dengan spektakuler, begitulah ucapan sang pembawa acara. Namun jelasnya kira-kira seperti ini:


Setiap peserta akan bertarung ditemani seekor monster yang akan membantu dalam pertarungan.
Syarat kemenangan: peserta hanya perlu menghabisi satu lawan saja, antara peserta atau monster pendampingnya, tidak diharuskan mengalahkan keduanya sekaligus. Cukup kalahkan satu dan kemenangan jadi milikmu, kyun~


Si pembawa yang tak perlu disebutkan namanya tersebut kemudian berpaling ke arah seorang wanita yang berada di barisan paling atas Koliseum. Dialah Ratu Netorie, sang penguasa server Amatsu. Berbeda dengan Tamon Ruu yang binal dan panas, kesan anggun sekaligus kelam memancar dari wanita berambut hitam panjang itu.

Orang-orang yang tanpa sengaja bertatapan langsung dengannya, akan merasakan aura dingin mencekam sekaligus menggairahkan seakan-akan dirinya sedang dicengkeram Sang Wanita Salju. Mungkin itulah yang dirasakan Asep, dan mungkin juga Zhaahir saat memandang Sang Ratu.

Sang Ratu yang tak peduli dengan tatapan mesum orang-orang di seluruh Koliseum, kemudian dengan anggunnya meniup peluit. Tiba-tiba dari kotak yang berada di samping Sang ratu, keluarlah dua buah bola seukuran buah melon meluncur ke arah Asep dan Zhaahir. Asep mengenalinya sebagai Bokeball yang dipakainya saat berlomba melawan Nobuhisa Oga.

Kedua Bokeball itu secara ajaib berhenti tepat di depan kedua peserta, melayang, seakan menunggu keduanya menyentuh bola-bola tersebut.

''Sentuh, sentuhlah sepasang bola di depanmu itu dan keluarkan monster dalam dirimu!'' perintah Netori, ekspresinya tetap dingin walau berteriak seperti itu.

Menuruti saja perkataan Sang Ratu, Asep dan Zhaahir pun menyentuhkan tangannya masing-masing ke bola-bola tersebut. Keras dan lembut terasa saat jari-jari mereka menyentuh lapisan bola. Sebuah tombol merah tampak menyembul di permukaan Bokeball dan ketika kedua pria tersebut menekannya, bola tersebut meledak. Memuntahkan apapun yang telah tertahan lama di dalamnya.

Dari hasil ledakan Bokeball munculah dua sosok makhluk. Para penonton berdecak kagum, mereka bersemangat menyambut kemunculan monster yang akan mendampingi para pahlawan kita. Monster yang satu berwujud seperti singa namun berkulit dan berambut hitam, sementar monster satu lagi berdiri dengan dua kaki tapi berkepala ikan.

''Ijinkan saya memperkenalkan kedua monster tersebut. Mendampingi Asep adalah Singa Candramawa, yang terkuat dari rasnya, berbadan singa namun berhati domba, memiliki sihir penyembuh, inilah dia... SIMAAAA UUUNG!!''

Menyambut perkenalan si pembawa acara, Sima Ung pun mengaum sekencangnya. Semua penonton pun bersorak.

''Berhati Domba?'' ucap Asep.

''Dan mendampingi Zhaahir adalah –mengutip tulisan di kartu namanya, Higher Being of Man-Fish, berprofesi sebagai hakim, sekaligus ketua umum FPI (Federasi Pesbuk Internasional), bukunya yang berjudul 'How To Judge People By Their Cover' menjadi best seller di seluruh dunia, inilah dia... GIANT—''

''AKIMON!!'' ucap si manusia ikan, ''Namaku Akimon Tritonitus XXI De Judge, ingat itu!''

Kembali penonton pun bersorak. Mungkin hanya Asep dan Zhaahir saja yang tidak semangat ditemani kedua makhluk tersebut.

''Perasaan tadi asa gak seheboh gini waktu ngenalin saya,'' keluh Asep.

Tak memperdulikan ucapan Asep, si pembawa acara pun kembali berseru. ''Dengan ini, pertarungan pun dimulai!''

Siapa yang akan keluar sebagai pemenang, Zhaahir atau Asep. Tapi sebelum pertarungan dimulai, Akimon tiba-tiba mengangkat tangannya.

''Saya keberatan Yang Mulia! Saya menolak untuk bertarung!''

JRENG!

•••

Kipas kayu itu patah. Tak perlu dijelaskan bagaimana reaksi Sang Ratu saat mendengar ucapan Akimon.

Si pembaca acara yang menyadari kemarahan Sang Ratu, buru-buru bertanya kepada manusia ikan tersebut. ''A –Apa maksudmu wahai Akimon?''

''Aku adalah hakim yang terhormat. Tak bisa begitu saja memutuskan ikut bertarung tanpa mengetahui sebab musababnya. Apa yang menyebabkan kalian bertarung? Atas perintah siapa kalian bertarung?'' jelas Akimon. ''Jadi kenapa kalian bertarung?''

Pertanyaan itu ditujukan kepada Asep dan Zhaahir, keduanya saling berpandangan.  

''Bukannya itu yang kalian inginkan, supaya kami saling menghabisi?'' jawab Asep, ''Saya gak punya tujuan khusus, tapi bertarung sudah menjadi jalan hidup saya. Lagian, saat ini saya sedang ditantang si topeng. Sebagai lelaki, mana mungkin saya menolaknya.''

Giliran Zhaahir menjawab, tapi sebelum itu pandangannya mengarah ke bangku penonton, tepatnya ke arah Eri Sandhora.

''Aku bertarung karena cinta. Pria di depanku telah menginjak harga diriku sebagai seorang pria. Dia merebut kekasihku... dan akan kulakukan apapun untuk merebutnya kembali!'' ucap Zhaahir sambil mengepalkan tangannya.

''Sudah saya bilang, gak terjadi apa-apa dengan kami berdua.'' bantah Asep.

''Walaupun tak terjadi apa-apa, tapi tetap dia lebih memilih menunggu denganmu kan?''

''Soal itu, harusnya tanya sendiri pada dia.''

Keduanya saling bertatapan.

''Baiklah, siapa namamu, nak?'' tanya Akimon.

"Namaku Zhaahir Khavaro Ketiga, aku putra mahkota Kekaisaran Khavaro.''

Akimon pun memejamkan mata kemudian berseru. ''Kau lulus!''

Pandangan si manusia ikan kemudian beralih kepada Asep. ''Siapa namamu?''

''Saya Asep, dari Bandung.''

''Hmm, Asep dari Bandung ya,'' mata Akimon kembali terpejam, lima detik kemudian dia pun berseru. ''Kau.... Bohong!''

''Apa—''

''Kau bahkan bukan dari Bandung!'' bentak Akimon. ''Sudah kuputuskan, aku akan memihak anak muda yang jujur ini!''

Ucapan Akimon membuat Asep tersentak, ada banyak hal yang muncul sekaligus dalam pikirannya. Tapi sekarang bukan saatnya untuk terus memikirkannya.

''Dari tadi juga udah diputuskan kalau kamu di pihak Si Topeng, iya kan, Ung?'' ucap Asep sambil melirik Sima Ung yang diam saja dari tadi.

''Iya.'' jawab Sima Ung singkat.

''Eh, kamu bisa ngomong juga?'' ucap Asep penuh kekagetan.

''Si ikan aja bisa ngomong, kenapa aku gak bisa.'' jawab Ung.

''Ngomong-ngomong, kamu kok mirip kucing yang saya kenal, warnanya mirip, hitam putih.''

''Terus?''

''Gapapah sih.''


Fokus pun kembali ke Akimon. ''—tapi tetap saja, walau aku sudah memihak Nak Zhaahir, aku belum bisa memutuskan apakah aku akan ikut bertarung atau tidak.''

Pandangannya kemudian beralih ke arah Netori. ''Jadi... apa alasanku ikut bertarung, Yang Mulia?''

Mendengar pertanyaan Akimon, Sang Ratu tak langsung menjawab. Walau pandangan semua orang tertuju padanya, tapi ekspresinya terlihat malas.

''Alasannya, supaya kau tidak mati sekarang juga, bagaimana?'' ucap Sang Ratu, suaranya terdengar lembut walau tidak dengan isi perkataannya.

Suasana pun hening seketika.

Bersamaan dengan itu, awan hitam mulai menghiasi langit yang tadinya cerah. Perlahan butiran-butiran salju merah mulai turun, padahal sekarang sedang musim kemarau. Angin mulai bertiup kencang, sementara petir dari jauh mulai terdengar. 


''Baiklah, aku siap sekarang, ayo nak Zhaahir, kita kalahkan pria pembohong itu!'' seru Akimon dengan ceria.

Semua orang hanya bisa memandang datar kepada si manusia ikan.

Kecuali satu orang, Zhaahir namanya. Sedari tadi mata di balik topengnya terus menatap tajam Asep.

Asep yang menyadari tatapan Zhaahir membalasnya dengan senyuman. ''Ayo, kita serius!''


•••

[36]
Serangan Tanpa Henti; Semakin Aneh Dan Aneh

Kedua pria berbeda gaya itu saling berhadapan. Keduanya saling waspada dengan pergerakan lawannya.

''Mundurlah Akimon, ini pertarunganku.'' ucap Zhaahir tegas.

Di lain pihak Asep pun mengisyaratkan Sima Ung untuk bertahan. ''Stand by, Ung, bisi ada apa-apa.''

''Zirah... perisai... pedang, muncullah!'' ucap Zhaahir, sedetik kemudian tiga barang yang disebut pemuda muncul entah dari mana.

''Ho, sihir macam apa itu?'' ucap Asep dengan mata berbinar.

Tapi bukan waktunya untuk mengagumi lawan karena Zhaahir dengan cepat berlari menghampiri dirinya. Dengan pedang terhunus di tangan kanan, Zhaahir yang sudah memasuki jarak serang pun menyabetkan pedangnya.

Namun mudah saja Asep menghindari serangan Zhaahir, sedikit tersenyum dirinya saat melihat gerakan si pria bertopeng.

''Ya ampun, serangan apa ini? Lambat sekali.'' ucap Asep bernada mengejek, bukan salahnya. Perkelahian jalanan, pertarungan hidup mati ataupun bisnis hajar menghajar sudah jadi makanan sehari-hari Asep. Sementara lawannya, terlihat seperti orang yang baru sebulan belajar bermain pedang.

''Berisik!'' teriak Zhaahir. Serangan-serangan yang dilancarkan sebenarnya cukup berbahaya untuk ukuran orang biasa, tapi sayangnya Asep bukan orang biasa.

Pada satu kesempatan, sabetan Zhaahir lagi-lagi tak mengenai sasaran. Gerakannya menyisakan ruang yang cukup terbuka untuk Asep. Dengan cepat Asep menyarangkan serangan terkuatnya, bukan pada Zhaahir, tapi pada perisai yang dipegangnya.

''PAPATONG... COMRO... KARUHUN!''

Benturan pun tak terelakkan, Zhaahir sekuat tenaga menahan pukulan Asep. Tapi kekuatan pukulan Asep setara tubrukan seekor banteng spanyol, membuat Zhaahir terdorong cukup jauh, dan terjatuh akibat kehilangan keseimbangan.

Di bangku penonton, tampak Eri terpekik kaget saat melihat perbedaan kekuatan Asep dan Zhaahir. Dia mulai merasa menyesal menolak tawaran Asep sebelumnya.


Kembali ke arena pertarungan, Zhaahir terlihat kesakitan akibat terdorong pukulan Asep. Hanya cukup satu pukulan untuk menyadarkannya bahwa dia takkan menang melawan Asep. Tapi itu bukan alasan untuk menyerah, tidak akan selama Eri ada di sana melihatnya.

"Qorrum!'' seru Zhaahir yang seketika itu juga memunculkan seekor kuda hitam di tengah-tengah arena. Dia mungkin bukan pemain pedang yang hebat, tapi Zhaahir cukup percaya diri dengan kemampuan berkudanya.

Zhaahir pun meloncat ke atas kudanya dan memacu binatang berkaki empat itu untuk kembali menerjang Asep.

Melihat kemampuan Zhaahir memunculkan kuda di kehampaan, sekali lagi Asep terperangah. ''Hebat pisan, tapi monster buat apa?''

Sekali lagi Zhaahir memakai Fantasma Mulianya untuk memunculkan tombak, dengan mengandalkan kecepatan Qorrum, Zhaahir sekali lagi mencoba melayangkan serangan ke arah Asep. Tapi lagi-lagi dengan mudah si preman bercodet itu menghindar.

Zhaahir dan Qorrum kemudian berlari mengitari arena pertarungan, mengambil jarak untuk kembali menyerang. Asep sempat menyangka Zhaahir kan kembali menyerang dengan tombaknya, tapi dugaannya salah. Zhaahir dengan kecepatan luar biasa menembakkan belasan panah ke arah Asep. Preman itu tak sempat menghindar, satu panah pun menancap di paha Asep.

Hanya satu panah, karena ternyata Zhaahir pun tak terlalu mahir memanah, apalagi sambil mengendarai kuda.

''Selamat, kamu sudah membuat saya marah!'' ucap Asep sambil mencabut panah di paha, dan mematahkannya.


Kali ini giliran Asep yang berlari, rasa sakit akibat tertusuk panah seperti tak terasa sama sekali.

Asep terus berlari untuk mengejar Zhaahir yang masih menunggangi kudanya. Kemudian si preman dengan sekali hentakan meloncat ke arah Zhaahir, menerjang si pemuda bertopeng, membuatnya keduanya jatuh berguling-guling. Sekali lagi Zhaahir meringis kesakitan akibat terjatuh dari kuda.

Sementara itu Asep mulai berdiri. Preman itu mulai mendekati Zhaahir. Tangannya mengepal, sepertinya bersiap untuk melancarkan serangan penghabisan.

Tapi belum sempat Asep melakukannya, Akimon tiba-tiba meloncat menghalangi Asep. Tangannya menunjuk ke arah pria beruban itu, sebuah sinar melesat mengenai wajah Asep, menyilaukannya. Membuat pria tersebut sempoyongan, untuk kemudian terjengkang ke belakang.

''Auuung, jangan ganggu!'' teriak Sima Ung.

Seperti Asep, singa hitam itu pun menjadi korban sinar menyilaukan yang terpancar dari tangan bersirip Akimon.

Keduanya rubuh dan tak sadarkan diri.

•••

''Sudah kubilang, jangan ikut campur!'' ucap Zhaahir.

''Tapi aku tak bisa diam saja melihat Nak Zhaahir kesulitan seperti itu,'' balas Akimon, ''Dengan terpaksa aku mengeluarkan jurus pamungkasku!''

''Pamungkas? Kau membunuh mereka?''

''Tentu tidak Nak Zhaahir, kekuatanku tidak sefatal itu, tapi untung-untungan juga sih.''

''Hah?''

''Kalau untung, dapetnya yang cengeng, tapi kalau tidak untung, justru dapat yang sama kuatnya.''

''A –Apa yang kau bicarakan?''

''Itu.''

Sirip Akimon menunjuk ke arah tubuh Asep dan Ung. Keduanya mencoba bangun. Sinar yang dipancarkan Akimon ternyata memang bukan utnuk membunuh atau melumpuhkan, tapi sesuatu yang lain.

''Dimana ini?'' tanya Asep, wajahnya terlihat seperti orang yang baru saja bangun dari tidur panjang.

Begitu pula dengan Sima Ung, ''Uh kepalaku, meong, dimana ini, meong?''

Keduanya berpandangan, saling melihat dan entah kenapa terlihat sangat gembira.

"Asep, kau selamat, meong?'' ucap Sima Ung.

Sebaliknya Asep, ''Aung, lu kemane aje? Gue nyari-nyari lu dari kemaren, ng, siapa Asep?''

"Aung siapa?'' balas Sima Ung. ''Kenapa kau jadi aneh gini, meong?''

"Eh?''

"Hah?''

''Apa yang terjadi dengan mereka? Sihir apa sebenarnya yang ditembakkan Akimon ke arah Asep dan Sima Ung.'' ucap si pembawa acara. ''Mari kita saksikan adeagn selanjutnya!''

•••

Berkah OOC, itulah yang terjadi.

Sihir yang hanya dikuasai oleh makhluk berilmu tinggi seperti Akimon itu membuat korbannya kehilangan identitas atau karakter yang dimilikinya. Karakter yang 'hilang' itu tergantikan oleh karakter lain yang entah berasal dari dunia apa. Entah untuk tujuan apa sebenarnya ilmu itu diciptakan. Apalagi pemakaian ilmu tersebut lebih banyak merugikan dari pada menguntungkan penggunanya. Tepat seperti yang terjadi sekarang.

''Jadi maksudmu, dia sekarang bukan Asep? Terus siapa dia?'' tanya Zhaahir.

''Biar kutanyakan dulu,'' ucap Akimon, ''Hey kalian, perkenalkan diri kalian.''

''Aku tahu kau, kau Zhaahir kan, meong?'' ucap Sima Ung, ''Aku pernah melihatmu waktu di flaza dulu, meong.''

''Maaf, memangnya kau siapa?'' tanya Zhaahir, mungkin akan sangat aneh berbincang dengan seekor singa bila di dunia nyata. Tapi dunia yang sekarang mungkin lebih aneh lagi.

''Aku Yu Ching, dan ini Asep kan? Kok tingkahnya aneh, meong?''

''Udah gue bilang, gue, eh, eeeh?!'' Asep tiba-tiba bertingkah lebih aneh lagi, ''Wajah gue kok jadi berkulit? Rambut gue juga gak kribo mantap?''

''Fa –Fatanir? Kau Fata?''

"Hah, siapa Fata?'' Tingkah Asep pun semakin aneh, ''Tunggu bentar ya, gue manggil topeng ajaib dulu, biar seimbang ma abang yang di sono.''

Zhaahir tak bisa berkata apa-apa, orang di depannya jelas sekali Asep. Tapi sifatnya sangat berbeda, siapa orang yang berada di dalamnya? Kemarahan yang sebelumnya meledak-ledak berangsur menghilang. Konyol, semua yang terjadi terasa sangat konyol.

Pandangannya pun kemudian beralih ke arah Eri di bangku penonton. Terlihat wajah si gadis sangat kahwatir, tapi untuk siapa rasa khawatir itu? Ah, mungkin itu letak kesalahannya. Dia menyadari kalau dia sama sekali tak mencoba mempercayai Eri, dan hanya mengikuti nafsunya saja. Dia pun mulai mengingat-ingat kembali perasaannya terhadap Eri. Itu adalah rasa cinta. Tapi apakah perasaan cinta itu murni semurni embun atau hanya sebatas fisik?

DUAAAAR!!

Tiba-tiba saja petir menyambar area pertarungan. ''A –Apa yang terjadi?''

''Entah Nak Zhaahir, tapi barusan Asep, atau siapapun dia, mengangkat sebelah tangannya tinggi ke angkasa seperti meminta sesuatu. Dan tiba-tiba petir menyambarnya.''

Mendengar itu Zhaahir hanya bisa melongo, pandangannya kemudian tertuju ke arah Asep yang hangus akibat tersambar petir.

''Asep, kau tidak apa-apa? Biar kusembuhkan kau, bertahanlah!'' seru Sima Ung, atau mungkin Yu Ching.

''Gak usah, Aung,'' balas Asep, entah bagaimana dia selamat dari sambaran petir tersebut, ''Lihat wajah gue, kembali seperti semula!''

Tidak perlu diperintah pun semua orang sudah lebih dulu melihat wajah Asep, atau siapapun itu. Wajah Asep telah tertutup topeng yang entah muncul dari man. Ditambah lagi, topeng itu adalah topeng tengkorak!
  
''Tengkorak adalah Musik! Musik adalah Tengkorak!'' seru Asep, atau siapapun itu. "Ini adalah tengkorak yang diambil khusus dari Asgard! Jagnarok!''

"Perkenalkan dari lubuk sanubari, inilah si kami:
Nama: Jagarockk
Zodiak: Leo
Shio: Naga Tanah
Hobby: Berkelahi, Minum Kopi di Pagi Hari
Makanan: Bubur Kac—''

''STOP!'' teriak Sima Ung, atau Yu Ching. ''Aku pusing, ini terlalu berat untuk kepalaku, eh, apa ini?''

''Apa yang terjadi dengan tubuhku?!'' Yu Ching, yang ada dalam tubuh Sima Ung, sepertinya baru menyadari kalau tubuhnya bukan kucing, tapi singa berbulu hitam, ''Hebat, aku hebat, aku bukan kucing lagi, aku singa, AUUUUMM!!!''

''Lihatlah jurus-jurus gue, SPEED METAL! HEAVY METAL! POWER METAL!!''

Sementara kedua makhluk itu asyik sendiri, Zhaahir hanya bisa menepuk jidat dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

''Kembalikan mereka seperti sedia kala.'' ucapnya pada Akimon.

''Tidak ada cara yang pasti untuk menyembuhkan mereka, satu-satunya cara yang kutahu hanyalah memberi mereka berkah OOC berulang-ulang sampai kembali ke karakter mereka sendiri, tapi resikonya besar, kalau gagal, mereka bisa kehilangan karakter mereka selamanya.''

''Jadi buat apa ilmu itu diciptakan?''

''Sebenarnya Berkah OOC diciptakan sebagai bentuk hukuman terhadap narapidana kelas berat, supaya mereka bisa berubah menjadi baik.''

''Itu... Itu sama saja dengan kematian, bahkan mungkin lebih parah dari mati, kau akan kehilangan semua ingatan masa hidupmu, kenangan masa kecil, kenangan-kenangan indah yang—'' kembali Zhaahir melihat Eri, ''Ingatan tentang perasaan cinta yang dalam.''

Keduanya terdiam, sementara para penonton mulai tak sabar dan meneriaki mereka. ''Bertarung! Bertarung!''

Sementara itu Sang Ratu Netori dengan sabar terus memperhatikan pertarungan tersebut, entah apa yang ada dalam pikirannya.

''Bagaimana dengan amarah yang meledak?'' ucap Zhaahir tiba-tiba. ''Apa bisa mengembalikan mereka?''

''Amarah yang meledak? Belum pernah dicoba, tapi mungkin sekarang saatnya,'' ucap Akimon, ''Tapi bagaimana caranya membuat amarah mereka berdua meledak?''

''Ada satu cara,'' jawab Zhaahir, ''Para penonton sekalian, aku sarankan kalian menutup mata kalian sebentar saja. Karena apa yang akan kulakukan ini sangatlah berbahaya, jangan coba-coba ditiru di rumah.''

Para penonton saling berpandangan, saling berbisik. Jurus apa yang akan dikeluarkan Zhaahir sampai-sampai tidak boleh dilihat karena saking bahayanya? Hampir semua penonton menuruti Zhaahir, satu per satu mulai menutup mata mereka. Tapi ada sebagian yang merasa kuat dan memutuskan melihat sampai akhir.

''Baiklah, aku sudah memperingatkan kalian,'' ucap pria bertopeng itu sekali lagi, ''Kau juga sebaiknya menutup matamu, Akimon.''

''Ng, baiklah,'' ucap si manusia ikan itu sambil menutupi kedua matanya menggunakan siripnya.

Zhaahir pun menarik nafas untuk  terakhir kali sebelum melakukan apa yang akan dia lakukan. Setelah cukup yakin sekitarnya aman –dia tak terlalu peduli dengan nasib orang-orang yang merasa kuat dan tak mau menuruti dirinya; Tangan Zhaahir pun meraih sesuatu yang seumur hidupnya selalu menemani dia kemanapun dia pergi.

Sesuatu itu adalah topengnya. Dan yang akan dia lakukan sekarang adalah membuka topengnya tersebut.

Topeng pun terbuka. Wajah itu pun terlihat, wajah surgawi yang tak boleh sedikitpun dilihat oleh makhluk fana. Walaupun sudah diperingatkan, tapi sepertinya hampir semua orang membandel. Efeknya pun langsung terlihat. Para wanita mengelu-elukan dirinya, menyembah-nyembah kehadirannya. Sementara para pria, mereka semua meledak.


•••

[38]
Sidang Si Topeng Versus Preman

Topeng itu pun dilepas, memperlihatkan wajah di baliknya. Semua yang melihat wajah tersebut mulai bersikap aneh. Termasuk Asep, atau Jagarockk. Tiba-tiba tubuhnya meledak.

DUAAAARRR!!

Tapi jangan salah, ledakan yang terjadi pada Asep bukan ledakan yang sebenarnya. Itu adalah ledakan amarah dari milyaran pria di dunia. The Rage of Jealousy.

Dan semua itu terjadi akibat terlepasnya topeng yang menutupi wajah surgawi Zhaahir. Efeknya luar bisa dan di luar nalar manusia. Para penonton saling berkelahi, pria, wanita, tua dan muda, tak ada yang tak terkena efek Wajah di Balik Topeng.

Ledakan amarah yang terjadi pada Asep ternyata berhasil menghilangkan efek Berkah OOC yang membuat karakter Asep kacau. Asep kembali menjadi Asep, tak lagi berlaku aneh. Tapi walau begitu tatapan kemarahan tak menghilang dari wajahnya.

Asep dengan amarah yang masih meledak-ledak mulai mendekati Zhaahir, kedua tangannya terkepal. Kali ini niat membunuh terpancar jelas dari dirinya. Preman itu meloncat dengan tujuan menghantamkan kepalan tangannya ke wajah Zhaahir.

Tapi belum juga pukulan itu mengenai wajah Zhaahir, Akimon sekali lagi mengintervensi.

''Sekarang!'' teriak Akimon, sepertinya intervensi kali ini berbeda dengan sebelumnya. Karena sekarang si manusia ikan itu bekerja sama dengan Zhaahir untuk melancarkan jurus tag team mereka.  

''HISARIA: COURT-HOUSE!!''seru Zhaahir.

Tiba-tiba keajaiban terjadi, tubuh mereka berempat, Zhaahir, Akimon, Sima Ung (Yu Ching) dan Asep tentu saja, menghilang begitu saja dari arema koliseum.

•••

''Dengan ini, sidang gugatan terhadap tersangka Asep dimulai.'' ucap Sang Hakim.

''Tunggu dulu, kenapa jadi begini, apa yang terjadi?'' tanya Asep.

''Kau sepertinya lupa ya? Baiklah, akan kuceritakan dari awal.''

Manusia ikan yang sekarang menjadi hakim itu pun menceritakan dari awal, soal Berkah OOC yang mengubah karakter Asep, kemudian Wajah di Balik Topeng Zhaahir yang mengembalikan konsisi karakter Asep ke sedia kala. Dan untuk meredakan amarah para penonton sekaligus menenangkan Sang Preman tersebut, mereka akhirnya mengunsi dulu sebentar ke dunia buatan di dimensi lain, Hisaria.

Tapi tak seperti Hisaria reguler yang membuat dua orang melakukan makan malam di sana. Maka Hisaria Court House bisa menampung empat puluh orang lebih. Hal itu terjadi karena efek sihir gabungan Zhaahir dan Justifikasi milik Akimon.

"Baik, kita mulai dengan saksi pertama, sekaligus penggugat, Zhaahir Khavaro ketiga, sialkan maju ke depan.''

Zhaahir pun maju dan kemudian duduk di bilik saksi, wajahnya sudah tertutup topeng, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Seperti sidang pada umumnya, Zhaahir pertama-tama disumpah untuk mengatakan yang mengatakan yang sebenarnya.

''Ceritakan apa yang terjadi.'' Perintah Sang Hakim Akimon.

''Kejadiannya kemarin malam, kira-kira pukul delapan malam, saat itu saya sedang bersiap untuk sembahyang. Tiba-tiba saya mendengar teriakan Eri. Saya pun pergi menuju sumber suara. Sesampainya di sana, saya melihat Eri... Eri tanpa busana, bersama seorang pria yang mengenakan celana saja.''

''Sudah kau catat, Aung?'' tanya Akimon

''Sudah, tenang saja.'' balas Sima Ung (sebenarnya Yu Ching)

''Kita berlanjut ke saksi kedua, Eri Sandhora, silakan maju ke depan.''

''Eh, kau bisa memanggil Eri ke sini?'' tanya Zhaahir heran.

''Tidak bisa, kaulah yang memanggilnya, dengan segenap perasaanmu,'' jelas Akimon.

Dan ternyata memang benar, Eri benar-benar hadir di Hisaria Court House. Gadis itu sekarang memakai baju miko itu pun menuju ke bilik saksi.

''Coba ceritakan apa yang terjadi.''

Eri pun menceritakan semua yang terjadi sebelumnya, saat dia tiba-tiba muncul di atas Asep dan terjatuh ke perutnya. Dia juga menjelaskan bahwa dia tak mengetahui kenapa bajunya bisa menghilang.

''Asep-san tak melakukan apapun yang bisa menodai kehormatan saya!'' ucap Eri tegas, matanya kemudian memandang ke arah Zhaahir. ''Tapi di sisi lain, saya tidak tahu apa yang terjadi pada saya, ataupun pakaian saya, bila memang sesuatu terjadi dan kehormatan saya telah direnggut. Apa anda masih mau menerima saya? Atau justru meninggalkan saya?''

Mendengar ucapan Eri yang formal, membuat Zhaahir terdiam. Bukannya dia belum pernah memikirkan hal itu, tapi dia memilih untuk tak memikirkannya sama sekali. Itu karena sejak awal jawabannya sudah pasti. ''Tentu saja aku akan tetap menerimamu, aku akan mencintaimu sampai kapanpun. Walau apapun yang terjadi!''

Eri terdiam, tak seperti biasanya dia merasa ragu. ''Anggap saja telah terjadi sesuatu padaku, apa yang akan kau lakukan?''

''Sudah kubilang, aku tak akan meninggalkanmu Eri, selamanya.''

''Tapi kau selalu meninggalkanku.''

''Eh?''

''Setiap kau pergi, untuk bertarung atau menyelesaikan misi, tak tahukah kau kalau kau telah meninggalkanku? Pernahkah kau memikirkan perasaan seorang wanita yang ditinggalkan kekasihnya yang pergi untuk bertarung dan berkorban nyawa.''

Zhaahir tersentak, dia mungkin tak pernah memikirkan hal itu.

''Bukan kata cinta, tapi kehadiranmulah yang kuinginkan, aku tak ingin kamu pergi lagi meninggalkanku.''

''Jadi apa yang kau inginkan dariku?''

''Jika kau mencintaiku, menyerahlah dari turnamen ini dan hidup bersamaku.''

''Tapi aku sudah sampai sejauh ini...''

''Hey, wanita itu butuh kepastian, bukan tropi atau semacamnya,'' ucap Asep yang sedari tadi diam mendengarkan, ''Kamu pasti gak sebodoh itu kan? Maksud saya, apa kamu mengerti apa yang diminta cewekmu itu?''

''Tentu saja!'' balas Zhaahir, ''Tapi Eri, saat ini aku bukan siapa-siapa, aku ingin sekali membawamu pergi dari dunia ini dan mengenalkanmu pada orang tuaku. Dan satu-satunya cara pergi dari dunia ini dengan memenangkan turnamen ini kan?''

''Bisa bertemu orang tuamu pasti menyenangkan, tapi dunia ini, walau sedikit berbahaya, ada keindahannya tersendiri kan? Kenapa kita tak menjelajahi dunia ini berdua saja, tanpa harus mengikuti turnamen apapun. Kita masih tetap bisa bahagia.''  

''Kamu yakin?''

''Aku tak pernah seyakin ini, setidaknya masih lebih baik daripada menunggumu pulang dari pertarungan dan bertanya-tanya, apa kamu akan beneran pulang?''

Zhaahir pun tersenyum, pikiran sedikit banyak telah terbuka. ''Akimon, masalahnya sudah beres. Maukan kau mengetuk palunya supaya kita semua keluar dari dimensi ini?''

''Baiklah Nak Zhaahir.'' Akimon mengangguk tersenyum, "Dengan ini, sidang  selesai, walau sebenarnya tak seperti sidang sih.''

Palu hakim pun diketuk, serta merta kelima makhluk beda jenis itu pun pulang kembali ke arena koliseum. Zhaahir pun menyatakan bahwa dia menyerah kalah dalam pertarungan melawan Asep. Ada hal yang lebih penting baginya daripada memenangkan turnamen antar dunia tersebut. Hal itu adalah Eri.

Setelah menyatakan bahwa dia kalah, Zhaahir kemudian berlutut di hadapan Eri.

''Eri, seharusnya aku ini dari dulu, tapi... maukah kau menikah denganku?''

Gadis berambut pirang itu hanya mengangguk, sambil tersenyum haru dia pun menjawab.

''Iya.''

•••

Saat Zhaahir sedang sibuk melamar Eri, si tokoh utama kita sudah duluan keluar dari MCK. Dengan pernyataan kalah yang diucapkan Zhaahir, otomatis Asep lah pemenangnya.

Pria berambut uban itu berjalan sendirian menyusuri jalan-jalan Amatsu yang semakin ramai, arah langkahnya menuju sebuah gang sepi diantara pertokoan di distrik perbelanjaan. Sejak memasuki arena pertarungan, sebenarnya Asep sudah merasakan aura yang menekan mengawasi dirinya. Hanya saja dia menunggu saat yang tepat untuk mengkonfrontasi orang yang memiliki aura tersebut.

Dan sekaranglah saat yang tepat itu.

Di dalam gang tersebut telah menunggu seorang pria kekar berambut hitam panjang. Sebuah kacamata, kumis dan janggut yang agak lebat, turut menghiasi wajahnya. Pria yang memakai kemeja biru itu tersenyum saat menyadari kedatangan Asep.

''Lama gak ketemu kamu Sep.'' ucap si pria.

''Oh, ternyata kamu,'' ucap Asep setelah tahu siapa pria tersebut.

Kedua pria itu pun saling berhadapan, seakan-seakan mereka akan saling baku hantam. Tapi siapa pria itu? Dan apa tujuannya mengawasi Asep? Tunggu jawabannya di cerita selanjutnya.



•••


7 comments:

  1. Puanjaaanggg bener....saya vote aja dah. Bandungnya itu lho.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cuma 9000-an kata kok, yang lain ada yang lebih kok ^^

      Delete
  2. wwww... kumaha maneh teh?! Eri masa center di myuse wwww, ketawan nih ga nonton animenya #plak tapi tunggu, emang Eri di Zhaahir dari awal anggota myuse? #dobelplak
    anyway, kesan di awal udah kek pilm2 eksion barat gitu, somehow, apa mungkin emang cara penceritaannya begitu? pergantian adegannya, trus pas si asep ilang, rasanya sih gitu.
    Lalu battlenya jadi persidangan, just, whuuuut?! wakakkaka... tapi kalo dipikir2 juga saya ga tau motivasi Zhaahir sebenernya apa, jadi asalkan romensnya dengan Eri jadi, BoRpun akan dibuang wwww
    Nice narasi btw, walau banyak break 4th wall yang saya rasa agak ga perlu, tapi somehow bisa dibilang udah jadi style narasinya...well, cukup kontoversial www..
    karena Zhaahir WO, saya VOTE ASEP #plak

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eri di Zhaahir emang member Myuse, atau saya yg salah baca charsheetnya ya ^_^ #plak!
      Iya, saya kayaknya emang terpengaruh pilem-pilem barat, saya justru gak tau narasi novel yg bener kyk gimana XD
      Ah iya, ternyata kebanyakan break 4th wall, gini kalo dikejar deadline tuh, gak sempet dicek lagi :3

      Delete
  3. Atas saya ini kok kaya viki pratisto ya.
    Ya jelas jawabanya temannya asep di bumi.

    ReplyDelete
  4. Aaaaaa... nyesel saya gak ngikutin canon Asep dari dulu.

    Ternyata cerita om Dendi kece banget~
    Komedinya pas, love storynya pas, vanillanya ketara banget~!
    XD

    Lanjut stalking ah~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahaha, sama, saya juga baca Nely baru R2 dan R3 kemarin... R2 juga kayaknya harus dibaca ulang deh XD

      Eh iya, vanilla tuh apa ya maksudnya?

      Delete