7.9.15

[ROUND 3] BU MAWAR - MAWAR BESI

BU MAWAR – MAWAR BESI

Penulis: Hewan




Epilog Mawar Kelam


Seperti kelopak mawar yang jatuh dari tangkainya …

"Hai, Eriza. Arai. Kalian baik-baik saja hari ini? Sudah dong, jangan bertengkar terus … Ibu lagi males nih buat ngomelin kalian."

Senyuman itu terukir di wajah Bu Mawar.

"Gimana kalau sekali-kali kalian bekerja sama saja? Ibu tahu kalau sebenarnya kalian berdua saling peduli, kok. Ahahaha—"

Namun yang disapa tak akan menjawab.

Mereka hanya terbaring kaku di hadapan sang guru.


Dalam hidup ini,

terkadang kita memang harus mampu bertahan kuat, mencengkeram apapun sekuat mungkin.

Kelopak mawar akan tampak paling indah jika melekat erat pada tangkainya.

"—hahaha," tawa berubah sendu. "Ayo dong, ka-kalian jawab perkataan Ibu. Nggak sopan tahu mengabaikan guru. B-biarpun Ibu cuman guru seni, tapi Ibu kan juga guru kalian. Dan kalian anak-anak ibu …."

Namun pada saatnya, sekuat apapun kita berusaha, kita harus ingat bahwa akan datang masa yang tak dapat kita elakkan.

Masa di mana kita harus berpindah.

Cengkeraman itu pun terlepas …

Bu Mawar memalingkan wajah ke samping. Tak dia rasakan kucuran darah yang mengalir semakin deras dari sekujur tubuhnya.

Dia merangkak ke arah lain. Pelan, teramat pelan. Satu lengan kirinya yang tersisa hanya bisa membantu sekenanya, mengayun lesu menyeret badan sang guru ke depan.

"Winda. Kamu siswi teladan. I-Ibu sangat suka pada kelembutan hatimu, juga pada kepedulianmu terhadap adik-adik kelasmu. Winda … bangun, Nak. Ibu m-mohon, bangunlah …."

Digoyang-goyangkannya tubuh Winda dengan sebelah lengannya. Digoncang-goncangkannya tubuh mungil itu. Namun tetap tak akan pernah ada tanggapan. Tak akan lagi siswi itu bangkit dari tidurnya.

Kegelapan mulai memancar dari tubuh sang guru.

Pekat. Dan semakin pekat.

Kelopak itu turun jatuh ke bumi, melepaskan cengkeramannya dari tangkai penyokongnya.

Ia turun dari tempat ternyaman dan terindah untuk dilihat

Mata Bu Mawar semakin sembap. Sekalipun airmatanya sudah mengering, kepiluan di dalam hati tak juga mereda. Malah semakin mendera hebat.

"Emir, Tryando, Rahayu … jawab Ibu dong, Nak. I-ini sudah masuk jam pelajaran seni, kalian mesti bersiap. Ichsan, Udin … Andry, Ivan … mengapa kalian masih saja tidur? Bangun, Nak. Jam istirahat kan udah lewat dari tadi."

Turun ke bumi, tempat ia akan diinjak, diurai, dan menjadi pupuk bagi kehidupan yang lain.

"Alfiana, Fachrul, kok kalian tidak semangat? Padahal biasanya kalian paling suka kalau jam pelajaran Ibu. Dan di mana Dilham? K-kenapa dia tak bersama kalian? Ada apa sebenarnya dengan murid-muridku?! Kenapa?? KENAPA KALIAN SEMUA DIAM SAJA??! HUWAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"

Ya, seperti kelopak mawar yang jatuh dari tangkainya.

Harapan indah tidak akan selamanya indah. Ada waktu di mana mereka akan gugur dan membusuk. Pupus dan hancur.

Hanya tertinggal masa lalu.

Satu tetes air mata penghabisan.

Lalu … tak ada lagi kata terucap olehnya.

Sang guru di tumpukan mayat murid-muridnya.

Kegelapan telah menelan dirinya.



Prolog Lenyapnya Alforea


Sesosok pelayan wanita sudah berdiri sejak tadi, terpaut beberapa langkah saja dari sang guru. Di tempat ini, Rimba Raya Dodonge, pelayan itu hendak menjemput kembali sang guru ke Alforea. Sebagai peserta turnamen yang masih bertahan.

"Ayolah, sampai kapan kau mau mengabaikanku, Nyonya?" geram si pelayan. "Menangisnya sudah cukup, dong. Aku harus membawamu kembali ke Alforea atas perintah Tuan Hewanur—"

"Itu tidak perlu," jawab sosok lain yang tiba-tiba muncul di belakang si pelayan.

Pelayan itu terkejut, "T-Tuan Hewanurma?! Anda cepat sekali kembali. Apakah Anda berhasil mengejar mereka?"

Menggelenglah Hewanurma. "Tidak, sayang sekali. Nampaknya aku sudah terlalu tua. Nurmalog milikku sempurna dan berhasil mendeteksi keberadaan mereka sampai ke sini. Tapi aku yang terlalu lambat."

"Jadi … si peretas, serta anak buah si Peti Mati …."

"Mereka berhasil meloloskan diri," sang administrator menghela nafas panjang. "Dan kurasa, aku harus mengambil langkah drastis selanjutnya." Kemudian dia melangkah mendekati Bu Mawar yang meringkuk diselimuti aura kegelapan.

Pelayan wanita itu mencoba memberi peringatan, "D-dia sedang tidak dalam kondisi untuk mendengar perkataan Anda, Tuan."

"Tak apa-apa," balas Hewanurma. "Aku sudah sering mendapatkan perlakuan seperti itu: Tidak didengarkan oleh wanita."

Si pelayan akhirnya terdiam, bingung harus bereaksi apa terhadap pengakuan mengenaskan dari Hewanurma.

"Ehem!" seru Hewanurma di depan Bu Mawar. "Kupingmu mungkin sedang tuli sekarang, tetapi semoga saja hatimu tidak." Pak tua itu memberi jeda sebentar untuk menghela nafas. "Aku sungguh menyesal. Tidak seharusnya murid-muridmu, atau bahkan dirimu sendiri, untuk berada di tempat ini. Aku bahkan tidak tahu siapa yang memasukkan kalian ke sini. Ada terlalu banyak tersangka—musuh-musuhku."

Bu Mawar tak merespon.

"Tapi kau sudah terdaftar sebagai peserta turnamen ini. Tak ada jalan lain kecuali terus maju. Kau nanti akan berada di tangan administrator lain," lanjut Hewanurma. "Yah, semoga sukses. Itu saja, sih. Aku dan Tamon harus menghilang dulu … untuk sekarang."

Hewanurma melangkah mundur. Dia menatap pelayannya. "Kau rawat wanita ini. Lalu segera ajak rekan-rekanmu, semuanya, untuk angkat kaki dari Alforea."

"A-apa yang hendak Anda lakukan, Tuan??" pelayan itu gemetar.

"Aku salah perhitungan. Dari sekian banyak virus yang menyerang database kita, hanya setengah yang berhasil kita netralisir. Sisanya … sudah terlambat."

"Jadi?"

"Dengan demikian, aku harus melenyapkan Alforea!"

(* * *)

Maka satu ledakan teramat dahsyat pun menerangi segalanya. Langit dan angkasa raya menjadi meriah. Sekejap, namun cukup untuk menyudahi satu nama besar.

Alforea sudah musnah.

Akan tetapi, sejumlah peserta turnamen antarjagat ini masih bertahan hidup. Mereka akan mengunjungi server lain.

Pertarungan ini masih jauh dari kata usai.



BAB 1 Macan Bertemu Sang Guru


Amatsu.

Juga dikenal sebagai Tanah Takdir.

Maka di Tanah Takdir inilah nasib para peserta turnamen akan kembali diadu dan ditandingkan.

Sejumlah peserta akan mengenali tempat ini sebagai Jepang imitasi. Tanahnya, pepohonannya, serta gaya arsitekturnya, semua tampak seperti negeri sakura itu. Dari masa klasik, tepatnya. Sayangnya, di Jepang pada era apapun tak akan ada makhluk setengah manusia separuh monster seperti yang memadati tempat ini. Manusia serigala, mermaid, minotaurus, satyr, dan lain-lainnya. Amatsu adalah rumah bagi mereka.

Sebagian peserta muncul di tanah ini secara bergerombol. Sebagian lain sendirian.

Bu Mawar termasuk yang hadir seorang diri. Tahu-tahu dia mendapati dirinya sudah berada di hutan bambu. Kondisi psikologisnya masih kacau. Selubung kegelapan begitu pekat menutupi jiwanya dan raganya. Dia terlihat tenang. Terlalu tenang, bahkan. Seolah sudah tidak peduli lagi pada apapun. Hatinya kosong.

Luka fisik dari pertempuran di babak sebelumnya telah terobati. Kecuali lengan kanannya yang sudah terputus sejak babak penyisihan. Dia tetap harus menjalani babak ini dengan sebelah lengan saja.

Itu pun kalau mentalnya masih bisa menjalaninya.

Sayangnya, kondisi Bu Mawar saat ini sudah benar-benar kelam. Terlalu kelam sampai dia tidak bereaksi apa-apa saat seekor macan kecil berada di hadapannya. Sama seperti dirinya, macan itu juga diselubungi aura hitam, namun tidak begitu pekat.

Sejumlah binatang dan makhluk setengah monster lain sudah lebih dulu menyingkir. Kini sasaran macan itu tinggal Bu Mawar. Hewan buas itu melangkah mendekati sang guru yang hanya berdiri terpaku di sana. Pelan-pelan macan itu menimbang dan mengamati. Kemudian instingnya mengatakan "Maju!", maka macan itu segera menerkam.

Satu terjangan saja, maka Bu Mawar sudah roboh tertindih. Macan kecil itu mungkin tak sebesar macan dewasa, tetapi kekuatannya sama. Dan bobot si macan pun sudah cukup untuk tak membiarkan mangsanya lepas dari tindihannya.

Bagaimanapun, sejak awal memang tak tampak ada perlawanan sama sekali dari si mangsa. Maka selanjutnya, macan kecil itu mengincar leher mangsanya untuk melancarkan gigitan pencabut nyawa.

Dan saat itulah, ketika rentetan gigi tajam itu hampir mengoyak leher sang guru, terdengar suara batin yang menolak.

Tunggu, Gembong! A-aku kenal Ibu ini!

HAA? APA MAKSUDMU KENAL?! DIA AKAN JADI MANGSAKU!!

Enggak! Ibu ini nggak bakalan jadi mangsa siapa-siapa!

Macan itu tiba-tiba melompat mundur. Lalu pelan-pelan, si macan kecil berganti rupa secara ajaib, menjadi sosok anak lelaki berambut gelombang. Ekspresi wajahnya pun berubah.

"Bu Mawar? Ini Ibu Mawar, 'kan?" katanya. "Haha, Ibu ternyata terdampar di Amatsu juga?"

Tak ada jawaban.

"Ini aku, Bu! Sunoto!"

Masih tak ada balasan dari Bu Mawar. Dia terdiam saja menatap Sunoto dengan hampa.

Raut wajah si anak yang tadinya ceria karena bertemu dengan sang guru, kini berganti dengan cemas. Bu Mawar yang dikenal Sunoto tidaklah sesuram ini.

"Bu Mawar?? A-apa yang terjadi pada Ibu?" Lalu Sunoto memperhatikan, pakaian sang guru yang sudah compang-camping, lengan kanan jaket yang berjuntai aneh. "T-tangan Ibu kenapa? Siapa? Siapa yang melakukan ini pada Ibu?"

Bagaimanapun, Bu Mawar tetap hening.

HEI, SUN. BOLEH KUMANGSA SAJA DIA?

"Diem kau, Gembong! Beliau ini guruku!"

(* * *)

Sunoto Mardika Lie, atau singkatnya Sunoto. Dia adalah murid kelas 6C SDN Sukatarung 05, satu angkatan dengan Dilham. Mereka berdua sama-sama nakal dan penuh semangat, namun Sunoto jauh lebih liar daripada Dilham. Dan dia punya impian yang amat aneh. Yaitu berburu siluman macan.

Konon, Desa Sukatarung merupakan salah satu tempat suaka Prabu Siliwangi. Sang Prabu dikenal memiliki peliharaan berupa sejumlah macan putih yang dipercaya merupakan perwujudan dari makhluk gaib berkekuatan tinggi, alias siluman.

Bapak Sunoto mempercayai itu. Dia bahkan sengaja mengajak keluarganya pindah ke Desa Sukatarung untuk memburu rumor tersebut, bahwa salah satu siluman macan putih mendiami hutan di sekitar Desa Sukatarung.

Sunoto pun terpengaruh bapaknya. Sepulang sekolah biasanya dia bersama bapaknya menjelajah hutan hingga malam hari untuk mencari sosok sang siluman macan. Kalau ada murid di sekolah yang meledek dan mengatakan bahwa siluman macan itu tidak ada, maka Sunoto akan menendang wajah mereka—yang segera berakhir dengan perkelahian.

Seringnya Bu Mawar yang kebagian tugas melerai setiap perkelahian Sunoto dengan murid-murid lainnya. Dan dengan demikian, Bu Mawar pun lumayan dekat dekat anak lelaki itu.

Jika sejumlah murid Bu Mawar terperangkap di server Alforea, maka murid yang satu ini justru terdampar di server lain, yaitu Amatsu. Dan di sini, dia muncul dalam sosok anak lelaki yang dirasuki siluman macan. Sunoto mampu mengubah wujudnya menjadi macan kecil yang buas dan perkasa.

"Sebelum Ibu bertanya-tanya, yang ini nih bukan siluman macan putihnya Prabu Siliwangi," ujar Sunoto sambil menunjuk dadanya sendiri. "Ini macan setan. Parah deh. Gosip yang didenger Bapakku nggak bener."

Namun Bu Mawar tetap diam. Matanya memang menatap Sunoto, tetapi dengan pandangan yang masih kosong. Sedangkan lisannya bisu.

Anak itu akhirnya jengah sendiri.

"Urrrgh … Ibu jangan diem terus gitu dong! Ngomong sedikit kenapa? Biar aku bisa bantuin," kata Sunoto, lalu dia tertunduk sendiri sambil garuk-garuk kepala. "Oh iya, Bu. Ini siluman jelek di dalem tubuhku namanya si Gembong."

SIAPA YANG SILUMAN JELEK??

Sunoto mengabaikan protes Gembong. Anak itu menarik tangan kiri Bu Mawar, menuntun sang guru keluar dari hutan bambu.

"Tempat ini aneh banget deh, Bu. Isinya kayak siluman semua gitu. Kalo aja aku nggak kerasukan itu Gembong sebelom kedampar ke sini, udah mati deh aku sejak hari pertama di Amatsu ini," teruslah Sunoto bercerita. "Tapi yang paling khas dari tempat ini nih adalah turna—"

<<Dan pertarungan berikutnya setelah break!>>

Tiba-tiba terdengar suara pengumuman nyaring dari arah utara. Datangnya dari pengeras suara yang terpasang pada menara suatu bangunan megah, tepat di luar hutan bambu.

"Ah, baru mau kujelasin," keluh Sunoto, kemudian dia menoleh ke Bu Mawar. "Itu, Bu, yang kumaksud tadi. Turnamen Monster! Udah dimulai rupanya?"

<<Peserta yang akan berlaga selanjutnya adalah seorang guru yang mencari murid-muridnya! Sadar akan bahaya yang dihadapinya, dia tetap nekat pergi ke Alforea, hingga sekarang terdampar di Amatsu kita!! Dialah Kusumawardani, alias Bu Mawar!!>>

Mata Sunoto mendelik mendengar pengumuman itu.

"Bu Mawar??" Ditatapnya sang guru dengan tatapan tak percaya. "I-Ibu jadi peserta turnamen ini?! Kok bisa??"

<<Sang pendidik akan melawan robot peniru dari Iron World. Dialah Renggo Sina!! Dalam lima menit lagi, kedua peserta ini akan saling berjibaku di depan kita semua! Yang manakah yang akan berjaya?!>>

Sunoto semakin panik. "Ya ampun, beneran Bu Mawar mesti bertarung di arena!"

GRRR … HAHAHARR, MENARIK—tawa Gembong.

<<Masing-masing peserta akan ditemani oleh partner 'monster' mereka masing-masing!! Ini adalah duel 2 versus 2!!>>

Kemudian sorak-sorai penonton pun meriuh.

<<Dan aku adalah Tarou, si Merman Tampan yang selalu setia membawakan pertarungan-pertarungan terseru sepanjang sejarah Amatsu! Namun, sekarang kita BREAK dulu~ Jangan kemana-mana, tetaplah duduk di kursi kalian!>>

Gegap-gempita terpancar jelas dari para penonton yang memadati koloseum Amatsu. Tempat duduk sudah terisi penuh oleh makhluk dari segala penjuru, sementara di balkon VIP tampaklah sosok sang penguasa Amatsu, yaitu Yang Mulia Netori.

Dengan penuh wibawa, dia menempati singgasana kayu berkain sutra dan bertakhtakan emas permata. Dia duduk menanti, lalu tersenyum penuh makna.

Lima menit akan berlalu dengan cepat.

(* * *)

Sunoto semakin panik, dia bergerak kesana-kemari, berjalan mondar-mandir bagai setrikaan. Sambil sesekali dia menggaruk kepalanya. Tak banyak waktu untuk berpikir, akhirnya bocah itu memutuskan.

"Okelah, biar aku yang jadi partner Ibu!" serunya penuh semangat. "Tenang, Bu! Ini waktunya murid badungmu ini membalas budi, ahahaha."

Bu Mawar tetap membisu tapi kali ini Sunoto tidak ambil pusing. Buru-buru anak itu menarik lengan gurunya, kemudian menuntunnya menuju koloseum. Beruntunglah Bu Mawar bertemu dengan seorang muridnya yang paling bersemangat.

Sunoto akan menolong sang guru untuk menyelesaikan babak ini.

Atau begitulah seharusnya.

Jika takdir tidak berkata lain.



BAB 2 Robot dan Rekan Robotnya


Koloseum Amatsu adalah bangunan kayu yang megah dengan nuansa oriental yang khas. Luas arenanya setara dengan luas setengah lapangan bola dengan tribun bertingkat yang mengelilingi setiap sisinya. Tumpukan kayu dan genteng menutupi setiap tribun, namun bagian arena terbuka luas beratapkan langit.

Seluruh tempat duduk di tribun telah penuh terisi oleh penonton. Yang Mulia Netori sudah menempati singgasananya, di balkon teristimewa.

Kemudian Tarou si manusia ikan kembali muncul ke tengah arena, bersiap membawakan acara.

<<Selamat datang di Koloseum Amatsu! Dan kembali bersama diriku, Tarou si Ikan Ganteng yang hampir seganteng Trevally Raksasa nan legendaris itu! Sekarang kita sambut kedua pasang petarung kita kali ini!! Dari sudut hitam—>>

Penonton riuh. Yang pertama kali muncul adalah Bu Mawar. Dia ditemani oleh Sunoto, muridnya.

<<—adalah Bu Mawar dan Bocah Siluman Macan!!>>

Sunoto tampak agak canggung saat memasuki arena karena disoraki begitu heboh oleh para penonton.

DEMAM PANGGUNG HAH, SUN?

"D-diem aja kau, Gembong!"

Adapun Bu Mawar, bahkan teriakan penuh semangat dari kerumunan penonton tak mampu menyadarkan dirinya dari kekosongan. Dia masih saja hening.

Menyadari itu, Sunoto segera berlagak.

"Tenang, Bu! Biar aku yang ngeberesin semua lawan Ibu! Bu Mawar cukup diem aja di sana," Sunoto tersenyum kemilau. Kemudian tatapan matanya kini tertuju ke depan, ke arah sudut putih. "Ayo, siapa aja kek lawanku, sini aja kalo berani!"

Namun sosok sang lawan tidak akan muncul dari gerbang di sudut putih.

Renggo Sina selalu punya style~

Dari angkasa, dia turun bagaikan sebongkah meteor besi yang terjatuh tegak lurus menghunjam bumi. Nyaring bunyi menggema! Saat kedua kakinya menjejak, gelombang getarannya merambat ke segala arah bersamaan dengan remuknya permukaan tanah.

Arena bergoncang kuat, penonton terhempas oleh pesona sang robot.

Sunoto pun terpelanting kaget, terjatuh sendiri. Keringat dingin mulai mengucur dari dahi si bocah. Spontan dirinya menelan ludah.

<<Dan inilah lawan mereka! Robot berhati baja, lebih mencengangkan daripada si Bocah Astro, dialah Renggo Sina!!>>

Lalu sang robot mulai berdiri tegak dari posisi jatuhnya yang berjongkok. Tubuh bajanya mengilap memantulkan cahaya mentari. Percikan listrik menyambar dari kabel-kabel yang menyusun urat persendian lengan dan kakinya. Visor di wajah bajanya retak sebelah namun itu justru membuat sorot matanya lebih mengintimidasi.

Ketika akhirnya berdiri tegak, tampaklah tinggi sang robot begitu menjulang. Hampir setinggi dua meter, mungkin. Di punggungnya tersemat kotak hitam misterius, terikat oleh dua sabuk yang mana pertemuan dua sabuk itu terdapat bola mata mekanik yang juga misterius. Mata itu bergerak-gerak seperti kamera pengawas.

Robot itu adalah Renggo Sina.

"Fyuuh, kali ini aku muncul secara keren," ungkap Renggo.

Sunoto masih terperangah melihat sosok yang akan menjadi lawannya. Kemudian sekian meter di depan bocah itu, tahu-tahu saja menyeruak pipa hijau dari permukaan tanah. Dan pipa itu berbicara!

"Oke, Renggo, sekarang biarkan operator baik hati ini memanggilkan robot yang akan menjadi partnermu," kata si pipa. "Kau masih ingat Ralan, bukan?"

"… err, iya aku pasti ingat," balas Renggo, "kalau saja kau TIDAK mencuri memoriku!!"

"Plislah, aku cuman mengamankannya untukmu. Anggap saja jasa gratis dari OPI," timpal pipa itu. "Nah, sekarang kupanggil saja dia. Ralan, datanglah!"

Sebuah retakan kecil muncul di langit. Portal istimewa menarik masuk sesuatu dari Iron World. Maka satu lagi robot besi meluncur turun dari angkasa.

Bersamaan dengan sambaran petir, sosok besi berikutnya mendarat dengan sangat cepat. Penonton tersilaukan sesaat oleh petir itu. Ketika semua bisa memandang lagi, maka tampaklah wujud robot ramping itu. Lebih pendek sepenggaris daripada Renggo, dia adalah Ralan.

Ralan segera berpose sambil melepaskan satu-dua tinju pemanasan. Sarung tinju dari material tembaga di kedua kepalanya bersinar memercikkan listrik.

"Oke, Boss OPI! Sekarang siapa lawanku?" lagak Ralan. Kemudian dia menoleh ke arah Renggo. "Oh, jadi kamu Renggo yang bakal jadi sidekick-ku? Kuharap dirimu tak akan terlalu banyak menyusahkanku."

"APA?! Yang jadi SIDEKICK itu siapa?!" bentak Renggo.

Kedua robot itu lantas saling memaki, sementara si pipa hanya membiarkan saja.

<<Dan partner Renggo Sina kini juga sudah hadir di arena!! Kalau begitu pertarungan bisa segera dimulai!>>

Tarou si ikan kemudian mendongak ke arah balkon VIP. Di sana, Yang Mulia Netori memberikan isyarat untuk memulai.

Teriakan semangat dari penonton semakin membahana, sementara sorak-sorai pun terdengar dari segala penjuru. Tarou menyingkir kembali ke pinggir arena sembari tetap menjadi komentator.

Sunoto meneguhkan hati. Beberapa minggu ini dihabiskannya di hutan rimba Amatsu demi bertarung melawan segala rupa monster. Dia sudah kuat sekarang. Dan sekarang tugasnya adalah melindungi sang guru.

"Aku siap!" seru Sunoto.

Sementara itu, di seberang arena, Renggo dan Ralan pun sudah sepakat untuk berdamai. Fokus ke masa depan, kalau kata OPI sang operator merangkap motivator. Maka kedua robot itu pun fokus.

Koloseum Amatsu kembali riuh.

Satu lagi pertempuran dilangsungkan di sini. Para peserta yang tadinya telah berjibaku di Alforea, kini harus kembali mengadu takdir di tanah ini. Bahkan ketika kondisi mereka tidak siap sekalipun, pertarungan itu tak bisa dihindari.

<<Hanya ada satu peraturan!>> seru Tarou. <<Jika kalian atau partner kalian mati, cukup satu saja, maka itu akan dihitung kalah!!>

Namun beruntung bagi Bu Mawar, kali ini adalah pertempuran tim. Dan di Amatsu antah-berantah ini, takdir mempertemukannya dengan seorang muridnya yang siap bertempur demi sang guru.

Meskipun demikian, sanggupkah Sunoto seorang diri?

Bu Mawar lantas didorong mundur dengan pelan oleh Sunoto sehingga posisi sang guru kini agak jauh di belakang. Lebih aman. Sementara itu si bocah pemberani bersiap dan memasang kuda-kuda.

"Ayo maju ke sinih, robot-robotan katrok!"

Badan Sunoto mulai diselubungi aura kegelapan, pertanda ilmu hitamnya mulai aktif memperkuat raganya.

Dan dengan satu seruan <<FIGHT!!>> dari Tarou, laga ini pun dimulai!



Renggo dan Ralan terheran menyaksikan bahwa hanya ada seorang bocah yang hendak menantang mereka berdua. Sementara lawan utama mereka, Bu Mawar, malah terdiam di pojokan arena.

"Cuman sendirian dia?" komentar Renggo. "Kalau kita keroyok bakal beres dalam waktu kurang dari semenit nih. Ayo, Ralan—"

"TINDAKAN PENGECUT APA ITU?!" potong Ralan secara mengejutkan. Lalu dia melirik sinis ke Renggo dan berkata, "Sebagai sidekick, di mana kehormatanmu, Renggo? Kalau begitu kau diam saja di situ. Sekarang saatnya aku yang beraksi~"

Maka melangkahlah ke depan, Ralan si robot petinju. Renggo kesal setengah mati, sementara OPI sang operator hanya bisa tertawa dari kejauhan, menyaksikan lewat mata mekanik di sabuk Renggo.

Ralan melangkah semakin cepat, kedua tangannya mengepal siap menghantarkan tinju elektrik.

"Kenapa tidak kau saja yang maju, Boy?" tantang Ralan balik. "Aku bisa menghabisimu dalam waktu kurang dari 1 menit saja~"

Ditantang begitu, Sunoto pun menerjang maju. Berlari dia ke arah Ralan. Bocah itu berteriak penuh semangat. Sedangkan bunyi dengung listrik juga semakin nyaring terdengar dari kedua tangan Ralan.

Lalu keduanya pun berjibaku!



BAB 3 Melawan Petir, Melawan Taring Baja


Berkali-kali tinju petir dilesatkan oleh Ralan, setiap ayunannya diikuti getaran dengung yang kencang. Namun setiap itu pula Sunoto mampu mengelak ke kiri dan kanan.

Sesuai pengakuannya, bocah lelaki itu sepertinya memang sudah terbiasa berkelahi. Sementara itu, tubuh kecil Sunoto membuatnya jadi sasaran yang cukup menyulitkan Ralan.

Hingga pada satu kesempatan, ayunan pukulan listrik bertenaga penuh menghunjam tanah. Sunoto menghindar dengan cara melompat tegak lurus.

Permukaan tanah meretak dan remuk, ledakan halilintar menyambar dan kilatan cahaya menyebar. Namun sosok Sunoto selamat dari semua itu. Si bocah kini berada di udara, tepat di atas Ralan.

Ketika Ralan mendongak, Sunoto sudah tampak berbeda.

"Boy! Dia berganti wujud?!"

Raga Sunoto kini sudah berubah kembali menjadi sosok macan kegelapan. Dan macan itu langsung menerjang Ralan yang masih terperangah. Ditindihnya robot petinju itu. Lalu satu gigitan telak menyambar bahu sang robot—tadinya mengincar leher, tetapi Ralan sempat bereaksi sebentar hingga gigitan itu hanya mengenai bahu.

Macan itu mengoyak bahu Ralan dengan satu tarik gigitan. Rongsok besi korslet pun dimuntahkan si macan ke samping. Bahu kanan Ralan kini remuk dan berlubang.

Hampir saja macan Sunoto menggigit lagi. Namun kali ini lengan kiri Ralan bergerak lebih cepat untuk menghalau. Satu hantaman melontarkan tubuh macan itu ke samping.

Ralan terlepas, dia bisa kembali berdiri.

"GRAAAWRR!!" geram Sunoto.

Ralan juga ikut menggeram, "Rrrrh! Sial!" Kerusakan di pundak kanan robot itu membuat seluruh fungsi gerak pada bagian lengan kanannya lumpuh.

Bagaimanapun, macan Sunoto tidak kenal ampun. Dia kembali menerjang dan terus menerjang. Kini gantian Ralan yang kewalahan meladeni gempuran Sunoto. Macan itu mencoba mencabik, menggigit, mencabik lagi, lalu menghantamkan tubuh buasnya ke badan si robot.

Ralan oleng karena badan besinya diseruduk telak dari arah depan. Dentang nyaring pun melengking ke penjuru arena akibat tumbukan itu. Saat itulah macan Sunoto melepaskan jurus andalannya.

Energi kegelapan yang dimilikinya berkumpul di depan mulut, terus berkumpul dan membesar sehingga tampak seperti bola hitam.

Lalu Sunoto pun menyembur!

Gelombang kegelapan merambat lurus mengincar Ralan yang masih terhuyung-huyung. Robot petinju itu terlambat mengelak. Tubuh besinya dihantam telak hingga terpental.

Bahkan rekannya, si Renggo, juga tak menduga itu. Ketika badan Ralan terlontar ke arahnya, Renggo gagal bereaksi. Kedua robot itu berbenturan keras dan tersungkur di tanah. Kemudian gelombang kegelapan dari Sunoto datang dan—

—meledak dahsyat!!

Koloseum bergetar.

Penonton dibuat berdecak kagum oleh laga Sunoto si bocah siluman macan.

<<Wuoogh! Lihatlah asap yang membumbung tinggi itu!! Dan kilatan listrik seperti korsleting itu, apakah ini akhir dari duet robot Renggo-Ralan?>>

Sunoto kembali ke wujud bocah lelaki. Dia berdiri memperhatikan dari jauh dengan nafas yang sudah terengah-engah.

"Fuuuh, rasain kalian!" ledek Sunoto. "Mampus deh, dasar robot gedek!"

Namun …

Setelah kepulan debu menipis, tampaklah dua sosok besi yang ternyata masih utuh. Memang, tampak percikan korslet di sana-sini, sejumlah permukaan besi pun gosong. Tetapi kedua robot itu tetap bisa berdiri tegak.

Dan keduanya kembali saling ejek.

"Bisa selesai kurang dalam semenit ya, Ralan?" singgung Renggo. "Semenit di prosesormu itu maksudnya sejam? Atau sehari? Memangnya kau apa, Pentium 2?"

"Urrgh! Seolah dirimu lebih baik," timpal Ralan. "Robot peniru sepertimu apa bedanya sama burung beo? Coba saja sendiri kalau mau segera jadi besi rongsokan."

"Oke, akan kutunjukkan kekuatan sejati dari robot peniru ini," lagak Renggo.

Kini giliran dia yang maju.

Efek serangan dari macan Sunoto justru memberikannya input informasi bagi sistem identifikasi C&P miliknya. Kini badan besi Renggo mulai bertransformasi, setiap jengkal tubuhnya memecah menjadi jutaan kubus pixel. Lalu kubus-kubus itu menyusun kembali menjadi bentuk baru.

Renggo Sina kini menjadi sosok robot macan—seperti perubahan wujud Sunoto tadi.

"GRRRRRAAAUM!!!" begitulah Renggo meraung, menantang Sunoto.

Bocah itu terkejut. Bahkan siluman di dalam dirinya, si Gembong, juga ikut terjekut.

HEH! BERANI JUGA DIA MENIRU WUJUDKU? JANGAN DIAM SAJA, SUN! LAWAN DIA!!

"Kagak perlu kau suruh juga aku bakal ngelawan!"

Sunoto menggeram kuat-kuat. Dia kembali mewujud menjadi macan jadi-jadian. Tubuhnya diselimuti hawa kegelapan yang pekat. Dan Sunoto juga balas meraung.

Macan kegelapan menerjang maju.

Macan besi pun turut menyambut.

Penonton bersorak gembira.



Sementara itu, di pojok arena, Bu Mawar sedikit bereaksi. Tadi dia hanya diam berdiri dan menatap kosong. Namun kini, seiring matanya menyaksikan pertempuran hebat yang terjadi di depannya, pelan-pelan kesadarannya muncul. Sesaat saja, selubung kegelapan di hatinya menipis.

Dia bergumam, "Sunoto?"

Sorot mata sang guru mulai berubah.



Tarou si ikan berseru lantang mengomentari setiap detail pertarungan dari balik mikrofon. Para penonton bergema mengelukan nama dari para petarung. Gemuruhnya memenuhi arena. Namun itu pun tak dipedulikan oleh dua sosok buas yang kini tengah mengadu nyawa.

Sunoto melawan Renggo.

Dua macan itu saling bertubrukan, beradu badan tepat dari depan. Dentang metal nyaring bergema diiringi raungan buas dan raungan mekanis. Setelah bertabrakan, kedua macan sama-sama terdorong mundur beberapa langkah ke belakang.

Masih sama kuat.

Dan mereka kembali menerjang. Kali ini mereka saling menggigit dengan taring masing-masing. Gigi tajam mereka sama-sama menikam leher masing-masing. Darah mengucur, oli menetes, percikan korslet menyambar, dan dua-duanya masih tetap bertahan.

Hingga akhirnya mereka terjatuh dan berguling-guling, barulah tikaman taring mereka terlepas. Lalu serta-merta mereka melompat mundur untuk mengambil jarak.

Tapi tak lama.

Keduanya sudah kembali saling terjang, mencabik, dan mencakar. Satu kesempatan Sunoto mengoyak badan besi Renggo, sedangkan pada kesempatan lain gantian Renggo yang merobek punggung Sunoto. Begitu terus. Kedua macan itu balas-membalas seolah tak ada rasa takut.

Bagaimanapun, nafas Sunoto sudah semakin berat.

Dia tahu kalau perubahan wujudnya tak akan lama lagi bertahan. Maka dia melepaskan diri dari ajang baku-tikam itu. Kemudian macan kegelapan itu melompat mundur agak jauh untuk mengambil ancang-ancang.

"Itu jurus yang tadi, Renggo!" seru OPI si pipa. "Hati-hati!"

Dan tepat seperti dugaan sang operator, Sunoto kembali melancarkan tekniknya. Arena pun disambar oleh semburan api kegelapan dari si siluman macan. Adapun Renggo si macan besi sudah melakukan manuver pengelakan. Dia melompat ke udara. Namun ternyata sihir hitam itu tak bisa dipandang remeh.

Semburan api hitam itu bergerak aneh, tiba-tiba berganti arah tegak lurus ke atas mengincar Renggo. Dan di udara, macan besi itu tak bisa mengelak lagi.

Satu lagi ledakan menggelegar.

Renggo terhempas jatuh.

Dan mengejutkan!

Badan besi si macan menghantam Tarou sang MC manusia-ikan. Malang sekali nasib Tarou. Dia pergi menyusul Trevally Raksasa, idolanya, ke alam baka.

Insiden itu membuat koloseum menjadi hening seketika.

Penonton berhenti bersorak.

"Gawat banget bocah macan itu," keluh Renggo. Suaranya kini terdengar jelas karena riuh penonton yang menghilang.

Renggo masih bisa berdiri, namun tubuhnya kembali tersusun seperti wujud normal. Bukan lagi dalam bentuk macan. Dan akibat efek jurus Sunoto tadi, kini semakin banyak percikan korsleting dari tubuh remuk si robot. Bahkan sejumlah kabel di tubuhnya kini hangus dan mengepulkan asap.

Tapi beruntung, kondisi Renggo masih jauh lebih baik daripada sang lawan.

Sunoto tampak sudah berlutut di arena, tak lagi dalam wujud macannya. Tubuhnya mengucurkan peluh begitu deras, nafasnya sudah tak karuan.

"… hhh … asem itu robot kagak mati-mati!"

Penonton masih hening.

Sunoto kehabisan tenaga, maka Renggo mendapat kesempatan emas. Robot itu mengubah sedikit struktur tangan kanannya, kini bertransformasi menjadi bilah pedang.

Kemudian Renggo melaju ke depan dengan bilah pedang siap menusuk.

Sementara itu, Sunoto sudah tak bisa menghindar lagi. Dia hanya mampu pasrah menerima terjangan Renggo. Bahkan Gembong si siluman macan di dalam raga Sunoto pun tak merespon apa-apa terhadap situasi ini.

Akhirnya Sunoto menutup mata, sudah siap menjemput ajal.

Namun …

Tiada yang terjadi.

Ditunggu berapa lama pun, tak terasa apa-apa.

Mestinya mati itu lebih sakit daripada ini, 'kan? pikir Sunoto.

Akhirnya bocah itu membuka mata.

Dan betapa terkejutnya dia melihat sosok yang berdiri merintang di hadapannya.

Sunoto teringat kala dirinya sedang di sekolah dan sering berkelahi melawan teman-teman lain. Ketika Kepala Sekolah dan guru BP hendak memarahinya habis-habisan, sosok itu juga berdiri merintang di hadapannya. Untuk melindungi bocah yang badungnya nggak ketulungan ini.

"Bu Mawar??"



BAB 4 Senandung Mawar Hitam


Bu Mawar berdiri gagah merintang di depan Sunoto. Guru berjilbab itu berdiri tanpa gentar menghadang Renggo. Namun sosok sang guru kini agak berbeda.

Dia dipenuhi aura kegelapan yang bahkan lebih pekat dari aura siluman macan seperti Gembong sekalipun.

"A-aku lengah," geram si robot.

Renggo melangkah mundur. Ledakan kecil terjadi di pergelangan tangan kanannya yang berbentuk bilah pedang. Lalu putuslah tangan itu.

Sewaktu si robot terfokus untuk menikam Sunoto, ternyata malah dirinya yang tertikam dari arah samping. Bu Mawar menancapkan potongan kayu ke persendian lengan kanan Renggo. Diperkuat energi kegelapan, maka fisik lemah Bu Mawar pun mampu memberikan kerusakan yang besar.

Renggo melangkah mundur lebih jauh.

Dia mencabut potongan kayu yang menancap di lengan kanannya yang buntung.

"Kau, Kusumawardani?" ujar si robot.

"…"

Tak ada jawaban apa-apa. Bu Mawar hanya menatap tajam.

"Akhirnya memutuskan juga untuk bertarung, ya? Lama sekali," ledek Renggo.

Tapi lagi-lagi Bu Mawar tak menggubris. Dia malah memungut potongan lengan Renggo yang berbentuk bilah pedang untuk dijadikannya senjata. Bu Mawar lantas mengayun-ayunkan bilah pedang itu seperti sedang pemanasan.

Dan setelah sekian lama membisu, mulut Bu Mawar akhirnya bersuara.

Dia bergumam dan bersenandung, pelan tapi mencekam.

Luka itu memang terlalu berat untukmu
Terlalu keras untuk kau rasakan
Tak seperti keinginan dan harapan

Yang selalu kau impikan, kau inginkan
Kau khayalkan dan kau bayangkan dulu
Mestinya kau sadari itu

Renggo terheran melihat tingkah aneh lawannya kali ini. Tapi robot itu mencoba untuk mengamati dulu. Maka senandung Bu Mawar pun berlanjut.

Bukan penyesalan yang ada di hati
Saat kau yakinkan diri tuk pergi
Coba hadapi semua ini ... sendiri

Dan ternyata keyakinan
Tak cukup mampu untuk melawan
Kaupun tak mampu bertahan
Kini kau mawar penghias malam

Bu Mawar mulai melangkah ke depan. Lengan kirinya masih mengayun-ayunkan pedang, sementara mulutnya terus bernyanyi pelan.

Kau mawar hitam harummu kepedihan
Kau arungi waktu di setiap pelukan

Mendengarkan lagu yang dibawakan sang guru, entah kenapa Renggo merinding sendiri. Atau tepatnya, sirkuit emosi di tubuhnya mulai bereaksi seperti reaksi manusia ketika tertekan.

Langit tetap saja hitam
Meski air mata darah kau curahkan
Meratapi diri bukan jalan terbaik
Untuk tetap berdiri
Penyesalan ... memang selalu menakutkan
Tapi itu kenyataan ...

Setiap satu langkah Bu Mawar maju, maka Renggo turut mundur selangkah pula. Robot itu untuk pertama kalinya merasakan keanehan ini. Takut? Mungkin itulah gambaran kondisi dirinya sekarang.

Aura kegelapan nan mencekam dari sang guru, lalu tatapan tajam matanya, juga senandung aneh yang digumamkannya … semua membuat Renggo gentar.

Kau mawar hitam harummu kepedihan
Kau arungi waktu, di setiap pelukan
Jangan menangis ...

Meski kau sesali ...
Singkirkan semua bila tak kau inginkan

Singkirkan semua bila tak kau inginkan

Singkirkan semua bila tak kau inginkan!

"Aku sudah bosan menangis terus," ujar Bu Mawar ketika senandungnya berakhir. "Ya, kenapa nggak singkirin saja semuanya? Daripada murid-muridku yang mati, kenapa nggak KALIAN SAJA yang mati?!"

Seketika, aura kegelapan Bu Mawar meluap sebesar-besarnya!

Hawa mencekam itu memancar hingga memenuhi seluruh arena, bahkan segenap koloseum. Semua penonton tersentak ngeri.

Sebagian menjerit histeris. Sebagian pingsan seketika. Sisanya langsung panik dan melarikan diri. Pertunjukan bubar.

Kini arena bergemuruh bukan oleh sorak-sorai gembira para penonton, melainkan oleh teriakan histeris ketakutan. Juga oleh derap-derap kaki yang berbondong-bondong meninggalkan tribun meskipun harus sambil menginjak-injak penonton lainnya.

Sebagai makhluk setengah monster, insting mereka menjerit: "Di arena sedang ada MONSTER yang sesungguhnya!". Bahkan sejumlah tentara Amatsu segera menjemput Yang Mulia Netori untuk meninggalkan koloseum ini.

Laga berhenti.

Namun pertarungan masih terus berjalan.

Renggo juga panik. Namun dia beruntung karena sejatinya dia masih robot, meskipun tingkat manusiawinya sudah begitu tinggi. Tekanan yang dia rasakan, biarpun besar, tapi tak sehebat yang dirasakan oleh para penonton yang masihlah makhluk hidup.

Bahkan OPI yang mengamati langsung dari dimensi lain pun terjatuh dari tempat duduknya karena terkejut. Untuk saat ini sang operator menghilang.

Adapun Ralan, dia juga ikut terkena gangguan di sirkuit emosinya.

Semua karena satu pancaran hawa kegelapan dari Bu Mawar!

Sunoto pun terbengong sendiri. Rasanya dulu Bu Mawar tak semengerikan ini, batin si bocah.

DIA! timpal Gembong, akhirnya merespon juga. WANITA ITU … ADA SILUMAN APA YANG MERASUKI DIRINYA SEBENARNYA?!



Kemudian serangan Bu Mawar pun datang.

Satu sabetan pedang menyambar kepala Renggo. Robot itu masih sempat mengelak, tetapi visornya terpotong dan pecah. Sedangkan wajah besinya terkoyak.

Renggo terjungkal ke belakang.

Bu Mawar yang ini sudah tidak peduli lagi dengan remeh-temeh seperti kepedulian dan kesopanan. Sekarang dia benar-benar ingin menghabisi siapa saja yang menjadi lawannya.

Pedangnya kembali mengayun, kini hendak menusuk Renggo yang terlentang di arena. Renggo berguling ke samping, tepat sebelum pedang Bu Mawar mengincar dahi si robot. Pedang itu akhirnya hanya menancap di tanah.

Lalu Renggo melompat bangkit, panik.

Estimasinya menyatakan bahwa kemungkinan dia menang sangatlah tipis. Maka dia segera memanggil, "RALAN! Cepat ke sini! Bantu aku!!"

Renggo semakin kewalahan menepis ataupun menghindari sabetan beruntun dari Bu Mawar. Robot itu terheran, mengapa manusia biasa bisa sekuat ini hanya dengan diselimuti kegelapan? Bahkan sabetan asal-asalan dari si guru pun mampu mengoyak badan baja milik si robot. Renggo yang tinggi besar seolah tak ada artinya di hadapan amukan Bu Mawar kali ini.

Renggo menunduk, sedetik kemudian sabetan horizontal Bu Mawar melewati atas kepala si robot. Leher besinya utuh, tak jadi terpenggal.

Hingga pada satu momen, bantuan akhirnya datang.

Ralan meninju Bu Mawar dari sudut sempit. Telaklah sang guru terpelanting. Dia tak menyadari kalau ada robot lain yang membokongnya dari belakang. Darah menyembur dari hidung dan mulut. Badannya terhempas dan sempat terseret di permukaan tanah. Bu Mawar ambruk.

Namun hanya untuk sesaat.

Bu Mawar pelan-pelan bangkit. Wajahnya agak sembab akibat pukulan Ralan, darah merah pun menetes dari hidung dan mulutnya. Tetapi dia belum gentar sama sekali.

Meskipun demikian, Bu Mawar tetap butuh strategi untuk bisa melawan dua robot sekaligus. Maka menolehlah dia ke belakang. Diliriknya si murid yang masih terpaku dan terbengong.

"Sunoto! Kau mau nangis aja di situ atau mau ikut bertarung bareng Ibu?" bentak Bu Mawar.

Terkejut, Sunoto bangkit berdiri seketika. Sudah lama dia tidak mendengar bentakan dari sang guru.

"S-siap, Bu! Aku akan b-bertarung juga!!"

Maka berlarilah Sunoto ke arah gurunya. Hawa kegelapan yang pekat dari Bu Mawar pun diserapnya sehingga memberi asupan energi lagi bagi Gembong di dalam raganya. Kini Sunoto mewujud sebagai macan untuk kesekian kalinya.

Bu Mawar menaiki punggung Sunoto.

"Ayo, Sun! Kita maju!!"

"Graaaawrrrr!!!"



Bab 5 Duel


Koloseum sudah sepi, menyisakan empat sosok saja yang masih bertempur. Tarou si pembawa acara sudah mati (?). Sedangkan penonton, semuanya bubar dan pergi.

Bagaimanapun, Yang Mulia Netori masih mengamati dari dalam istana. Dia mengandalkan sejumlah kamera pengawas yang masih terpasang di berbagai tempat di koloseum. Tugasnya sebagai administator babak ini harus tetap berjalan.

Siapa saja peserta yang menang dalam babak ini akan jadi bagian penting dari masa depan Amatsu, atau bahkan masa depan seluruh semesta Sol Shefra sekalipun.

(* * *)

Renggo mengeluarkan kartu truf-nya setelah OPI kembali hadir sebagai operator—pipa itu mencuat di pundak Renggo sekarang.

"OPI, item ketiga!" seru Renggo.

"OK~ segera~" balas OPI.


>>SUPPLY DROP!

Suatu kapsul seukuran kepalan tangan tiba-tiba terjatuh di tengah arena. Beruntung posisinya tepat di sebelah Renggo (padahal biasanya sering terjatuh di sembarang tempat). Ketika kapsul itu dibuka, tampaklah sebuah gelang hitam. Itu adalah produk canggih rancangan Profesor Collin Burke.

Renggo hendak memakainya, namun tahu-tahu tubuhnya sudah diterjang oleh badan Ralan yang terpental ke arahnya. Kedua robot itu kembali bertubrukan dan ambruk.

Gelang hitam tadi terlepas dari pegangan Renggo dan menggelinding menjauh.

"Kenapa kau malah bengong sendiri begitu?" omel Ralan.

"Diam! Aku tadi nunggu kiriman dari dimensi lain, tahu?!" balas Renggo.

Namun Ralan tak menggubris, sebab serangan dari sang lawan sudah kembali datang.

Bu Mawar yang menunggang macan siluman telah menerjang dari samping dengan pedang terayun. Kali ini Ralan mencoba melawan dengan tinju petir miliknya. Satu kepalan menyambar, tembakan petir melesat mengincar Bu Mawar.

Sang guru mengelak walaupun agak terlambat. Pipinya terserempet lesatan petir, kemudian tembakan itu terus melaju hingga mengenai tribun selatan. Hancur-leburlah tribun itu dalam nyaring membahana. Sejumlah penonton yang terlambat melarikan diri terpaksa pasrah menerima takdir buruk.

Koloseum Amatsu mulai membara.

"Hehe, mantap 'kan diriku?" pamer Ralan. "Sewaktu nganggur tadi, aku nge-charge bateraiku sampai 500%!"

Renggo yang melihat itu buru-buru memungut gelang hitam yang tadi terjatuh. Dia bukan tipe robot yang kebal dengan listrik. Dia butuh gelang itu, terutama jika harus berpartner dengan robot peninju petir seperti Ralan.

Setelah dipungut, gelang hitam itu lekas dipakaikannya pada lengan kanan yang sudah tumbuh kembali (dengan teknik regenerasi perubah wujud). Melihat itu, Ralan pun iri.

"Hei, robot kayak cicak! Perbaiki juga kerusakan di tangan kananku, dong! Masa' maunya enak sendiri?"

"Ogah," tolak Renggo. "Kalau tadi kau punya waktu buat charging, kenapa tidak sekalian reparasi bahumu itu? Atau kau senang jadi robot petinju berlengan satu?"

Namun Ralan tak bisa menjawab. Sebab, robot itu sudah terpelanting tinggi ke udara akibat disundul Sunoto!

Lalu macan itu pun melontarkan penunggangnya ke udara untuk melanjutkan kombo. Bu Mawar mengumpulkan energi kegelapan di pucuk pedangnya, lalu pedang itu pun bersambut. Satu sabetan kencang mementalkan Ralan kembali ke permukaan tanah.

Gelanggang pun bergetar hebat. Debu-debu beterbangan, permukaan tanah meretak, batu dan kerikil berhamburan.

Ralan kejang-kejang terkapar. Sejumlah gir, mur, dan sekrup tubuhnya berceceran di permukaan tanah.

Macan Sunoto melompat, Bu Mawar kembali menaiki punggung tunggangannya. Mereka mendarat mulus di permukaan tanah. Lalu macan itu mengaum kencang, bersiap menyemburkan hawa kegelapan lagi.

Ralan mencoba bangkit, tapi badannya masih gemetar hebat. Prosesornya masih hang.

Kali ini, giliran Renggo yang beraksi menyelamatkan rekannya.

Dengan mengenakan gelang hitam tadi, Renggo kini kebal terhadap elemen listrik. Dan bukan hanya itu, dia pun mampu melepaskan tembakan petir seperti halnya Ralan. Bahkan lebih hebat lagi.

Seperti sekarang, contohnya.

Saat macan Sunoto melepaskan gelombang kegelapan dari semburan mulutnya, maka dari kejauhan Renggo turut melepaskan tembakan tandingan.

"DEMM!!"

Dari kedua tapak tangan besinya, Renggo melontarkan aliran listrik tegangan tinggi.

Maka jurus Sunoto yang tadinya siap melumat Ralan kini justru harus menghantam jurus sejenis dari elemen listrik. Kedua gelombang itu beradu dan berpadu.

Satu lagi ledakan dahsyat menggetarkan arena koloseum Amatsu itu. Bahkan efek kejut dari peraduan dua energi itu mampu merontokkan sejumlah bangunan di koloseum itu, mulai dari tribun, menara pengawas, sampai gerbang menuju ruang gladiator.

Bu Mawar dan Sunoto terhempas dan terpelanting. Sejumlah bagian di tubuh mereka terkena luka bakar, sebagian lain mengucurkan darah segar. Sunoto berubah kembali menjadi sosok bocah lelaki.

"Urgh … maafkan aku, Bu," katanya. "Butuh lima menitan dulu sebelum bisa berubah lagi."



Sementara itu, Ralan juga ikut terguling ke belakang oleh hempasan ledakan tadi. Namun dia masih memiliki kekebalan terhadap jurus listrik. Sehingga pada dasarnya, kerusakan yang dia terima cukup minim.

Ralan terbaring di dekat Renggo, namun harga diri robot petinju itu membuatnya langsung melompat bangkit agar tidak diremehkan rekan sesama robot.

"K-kau tadi meniru jurusku, Renggo?" protes Ralan. "Dasar robot nggak punya jatidiri!"

Renggo kemudian memamerkan gelang hitamnya. "Ohoho, berkat gelang ini. Kalau hanya mengandalkan sistem C&P-ku, mana bisa aku meniru jurus listrikmu?" Kemudian Renggo mengambil ancang-ancang. "Lagian, ini lebih hebat darimu, Ralan. Lihatlah!"

"CLOFER!"

Renggo mengaktifkan kemampuan lain dari gelang hitam itu. Sekarang tubuhnya terbungkus oleh tabir listrik tegangan tinggi, membuatnya jadi robot yang lebih mematikan.

"Ayo, kau juga bangkitlah," ujar Renggo. "Kita serbu mereka bersama-sama!"

Kotak hitam di punggung Renggo mulai bergetar dan membunyikan alarm, pertanda bahwa robot itu harus segera menyelesaikan semuanya sebelum kehabisan energi.

"Oke!" balas Ralan singkat.

Kemudian kedua robot itu berlari maju dalam gerakan seiring, kompak untuk pertama kalinya.



Di sisi lain, Bu Mawar kini seorang diri untuk sekian menit ke depan. Sunoto sedang bertapa, dia membiarkan siluman Gembong menyerap hawa kegelapan Bu Mawar untuk asupan energi. Namun itu butuh waktu. Sedangkan dua robot itu sudah tiba.

Maka mau tak mau, Bu Mawar hanya bisa bertarung mengandalkan insting saja. Anggap saja sedang melawan dua anak nakal di kelas robotika Sekolah Internasional.

"Berhenti kalian!!" bentak Bu Mawar.

Namun karena lawannya adalah robot, teknik tutur kata miliknya tidak berdampak maksimal. Ucapan Bu Mawar tak sanggup menembus relung hati lawannya—barangkali hati baja perlu ada teknik khusus untuk menggetarkannya?

Ralan yang menyerang lebih dulu.

Satu body blow kiri ke perut Bu Mawar menghasilkan bunyi retakan yang telak. dilanjutkan dengan uppercut kanan … atau begitulah semestinya, tapi Ralan lupa kalau lengan kanannya sedang malfungsi. Akhirnya malah Ralan yang terbuka pertahanannya.

Tanpa ampun, Bu Mawar menusukkan pedang ke dada si robot, diperkuat oleh hawa kegelapan. Tertikamlah Ralan dan terjengkanglah dia ke belakang. Pedang itu menancap, membuat sejumlah kerusakan di bagian torso robot petinju itu.

Namun Ralan masih bisa berbuat sesuatu. Dia menahan bilah pedang itu dengan tangan kirinya sehingga Bu Mawar tak bisa menarik kembali senjatanya. Dan saat sang guru kesulitan mencabut pedangnya, Ralan berseru.

"Ayo, partner! Hajar dia!!"

Seketika, pelipis Bu Mawar dihempas dari samping. Renggo telah melancarkan tendangan sabit untuk menumbangkan sang lawan. Tergeletaklah bu guru itu di lantai arena. Lalu dengan berbekal tabir CLOFER, Renggo melanjutkan serangan dengan menyentuhkan kedua telapak tangannya ke dada Bu Mawar.

Bu guru itu tersetrum oleh listrik tegangan tinggi. Badannya kejang-kejang, dia menjerit histeris. Dan Renggo seperti tidak akan melepaskannya.

"Mwahahaha! Kusetrum kau sampai mati!!" jiwa liar (?) Renggo terlepas.

Hawa kegelapan yang melindungi Bu Mawar mulai memudar, begitu pula dengan kesadarannya. Sementara itu, Renggo masih tetap tak melepaskan cengkeramannya dari—

Tiba-tiba Renggo merasa sekelilingnya menjadi gelap.

Ada apa ini? Sensor penglihatannya sedang bermasalah.

Lalu terdengar jeritan Ralan, "Gyaaaaah!! Renggo, kepalamu!!"

Rupanya kepala Renggo sudah dicaplok oleh macan kegelapan. Ya, Sunoto sudah kembali ke medan pertempuran sebagai macan. Dan dengan penuh emosi, tentu dia tidak sudi membiarkan serongsok robot menodai dada guru seninya.

Renggo panik, tetapi dia masih dalam perlindungan CLOFER. Renggo melawan, maka tubuh macan Sunoto turut terkena setrum. Namun Sunoto pun kokoh, dia tak melepaskan cokotannya dari leher Renggo. Kemudian dengan satu tarikan kuat, tubuh Renggo dijatuhkannya. Tetapi kepala robot itu masih menempel di leher. Mungkin pengaruh tegangan listrik turut mengurangi tenaga gigitan Sunoto.

Tapi itu tak lama, satu demi satu kabel yang menyambungkan kepala dan leher Renggo mulai putus. Rangka besi di lehernya juga mulai retak.

Kali ini giliran Ralan bertindak.

Dia mencabut pedang yang menancap di dadanya, lalu dibuangnya ke samping. (Kenapa dibuang??) Selanjutnya, dia maju menerjang Sunoto dan memberikan hantaman siku berkali-kali ke tengkuk macan itu. Hingga pada sikuan kesepuluh, Sunoto sudah melemah. Akibatnya, Renggo bisa melepaskan diri dengan menendangkan kakinya ke perut Sunoto.

Macan itu terjatuh dan terkapar. Dan sebelum dia bisa bangkit, duet Renggo-Ralan sudah menghajar macan itu habis-habisan. Sunoto diinjak, disetrum, dibanting, disetrum lagi.

Hingga akhirnya, perubahan wujud Sunoto berakhir sampai di situ.

Bocah lelaki itu pingsan bersimbah darah, dengan setengah badan gosong. Ralan sudah siap untuk melancarkan serangan penutup. Dia sudah mencengkeram leher anak itu, mencoba untuk mematahkannya. Namun—

—terjadi sesuatu yang di luar dugaan!

Dari tubuh Sunoto, asap kelam berbentuk kepala macan pun mencuat secara tiba-tiba. Renggo dan Ralan tersentak kaget. Kemudian tanpa bisa dicegah, asap itu bergerak cepat mengincar raga lain.

Kini Gembong si siluman macan merasuki raga Bu Mawar. Dan tujuan dia tentu bukan sekadar pindah tempat bersemayam. Gembong ingin mengambil alih raga sang guru.

"Kyaaaaaaarrrrrrhhh!!!!"

Bu Mawar mencoba melawan, namun usahanya gagal.

Sang guru bangkit dengan raga baru, sebagai macan. Aura kegelapan Bu Mawar kini meluap-luap setelah tubuhnya dirasuki Gembong dan kesadarannya diambil alih. Bahkan lengan kanannya yang seharusnya tidak ada, kini berganti dengan lengan macan milik Gembong.

Dalam wujud siluman macan itu, Bu Mawar meraung buas.

Renggo dan Ralan mendapat lawan baru.



Bab 6 Hati Baja


Yang Mulia Netori menelan ludah.

Di monitor dia mengawasi jalannya pertandingan ini. Dan sekarang, entah siapa yang akan memenangkan pertempuran. Lalu, apakah Amatsu akan menerima hukuman dari mereka karena gagal menjalankan ronde ketiga dengan baik?

Bahkan penguasa Amatsu seperti dirinya pun merinding ngeri membayangkan itu. Amatsu tidak boleh lenyap bagaikan Alforea.

Adapun para penonton yang berhasil melarikan diri kini bersembunyi di hutan, namun tetap tak jauh dari lokasi koloseum. Sekalipun takut, mereka juga penasaran dengan hasil pertarungan di arena.

Dan siapakah yang akan berjaya?

(* * *)

Ralan adalah korban pertama.

Dengan kecepatan luar biasa, Bu Mawar dalam wujud macan menerkam robot petinju itu.

Ralan sempat melawan dengan satu pukulan listrik terkuatnya. Permukaan tanah bergolak oleh ledakan petir. Begitu kuatnya sambaran petir itu, bahkan gelang hitam Renggo (yang seharusnya bisa menyerap petir) ikut hancur berkeping-keping akibat tersetrum. Robot rekan Ralan itu akhirnya jatuh terjengkang ke belakang.

Namun sayangnya, macan yang diincar Ralan ternyata berhasil lolos dari ledakan barusan.

Dari arah yang tak diduga Ralan, macan itu kembali muncul dan menerkam. Kali ini Ralan tak bisa bereaksi lagi.

Maka terputuslah kepala Ralan dicaplok sang macan.

Tubuh robot petinju itu ambruk seketika, sementara macan siluman itu melompat ke samping dengan mulut penuh terisi kepala robot. Lalu tanpa ampun, macan itu kembali menggigit. Kepala robot itu hancur dan meledak di mulut sang macan.

Kemudian macan siluman itu berpaling memberikan tatapan tajam kepada robot satunya lagi.

Renggo tersentak.

"O-OPI, gimana ini?" spontan dia bertanya pada sang operator.

Lalu OPI pun muncul sebagai moncong pipa di pundak Renggo, hanya untuk berkata, "Akan kugunakan forced command."

Maka pada detik itu kesadaran Renggo pun terambil alih. Kini OPI yang menggerakan Renggo sepenuhnya.

"Oke, akan kuaktifkan Advanced C&P. Target memori: Alicia, memunculkan railgun!"

Renggo bangkit.

Kini lengan kirinya bertransformasi menjadi senapan futuristik. Kotak hitam sumber energi di punggung Renggo sudah meletup-letup kecil, pertanda hampir melewati batas. Namun OPI tak peduli itu. Renggo akan dipaksanya bertarung sampai percikan listrik penghabisan.

"Tembak!"

Satu berkas sinar melesat dari ujung moncong railgun Renggo tepat mengenai tubuh siluman macan. Tembakan itu meledak kuat, sang macan meraung kesakitan.

"Tembak dan tembak!!"

Macan itu kini dihujani tembakan sinar. Sebagian besar mengenai sasaran. Tubuh buasnya terkoyak dan semakin banyaklah darah yang mengucur. Namun pada tembakan kesekian, Renggo meleset. Tembakan itu hanya mampu menghancurkan menara pengawas di sudut koloseum. Menara itu runtuh dengan indahnya.

Renggo hendak menembak lagi, namun kali ini sang macan sudah melompat ke arahnya. Mereka berdua melancarkan serangan secara bersamaan. Tembakan Renggo tepat mencederai wajah sang macan, sementara cakaran dari macan siluman itu berhasil mengoyak perut baja si robot.

Macan jatuh terguling dan meraung-raung kesakitan.

Sementara itu, Renggo juga oleng. Badannya kini hampir terlepas dari pinggangnya akibat cabikan sang macan barusan.

Mereka berdua sudah di ambang batas.

Renggo mengumpulkan seluruh energinya yang tersisa untuk melakukan tembakan jarak dekat melalui railgun-nya. Cahaya terang memancar di ujung moncong senapan itu.

Namun—

Railgun itu tiba-tiba meledak sendiri!

Begitu pula dengan kotak hitam di punggung Renggo. Benda itu meledak dan hancur berkeping-keping karena tidak mampu lagi memberikan suplai energi.

Robot itu kembali oleng, hanya sanggup berdiri dengan bergantung pada baterai cadangan di badan.

"Sial! Jangan rusak secepat ini!!" maki OPI.

Sedangkan Bu Mawar,



HAH? SI-SIAPA KAU??—Gembong yang merasuki tubuh Bu Mawar pun terkejut tatkala mendapati ada sosok lain di dalam sana. T-TUNGGU, AKU TIDAK BERMAKSU—dan Gembong pun lenyap tanpa sempat berbuat apa-apa.



… sang guru kembali pada kesadarannya. Hawa kegelapannya memudar hingga hampir tiada.

Tubuhnya sudah remuk redam, tetapi Bu Mawar mencoba bangkit. Lengan kanan silumannya kembali hilang, sehingga kini dia kembali harus berjuang untuk bangkit dengan sebelah lengan saja. Pelan-pelan, dengan tubuh gemetar dan darah mengucur, Bu Mawar menopang badannya dengan tangan kirinya.

Hingga akhirnya, bu guru itu bisa berjongkok. Kedua kakinya masih gemetar hebat, siap untuk kembali terjatuh kapan saja.

Di hadapan sang guru, Renggo juga berdiri. Tampak robot itu juga kepayahan. Namun, kendali dirinya sudah kembali. OPI membiarkan Renggo untuk itu.

"Ku-sumawardani," ujar Renggo pelan. "Kau sekarang tampak … ber-beda. Tak lagi … ke-lam."

Bu Mawar mendongak dan menyaksikan Renggo sudah mengepal.

"Tapi a-ku tak akan sungkan!"

Lalu satu tinju menghantam muka sang guru. Kembali dia terjungkal ke tanah. Darah mengucur dari hidungnya.

"Aku harus merebut kem-bali, me-moriku!"

Renggo menginjak-injak perut Bu Mawar, guru itu menjerit kesakitan. Dia benar-benar tak berkutik sekarang. Selanjutnya badan Bu Mawar ditendang hingga berguling. Sekarang posisi guru itu tengkurap tanpa daya.

"Aku ha-rus, memenangkan … tur-na-men, ini!!"

Suara mekanik Renggo sudah mulai tak beraturan. Namun dia masih bisa menghajar Bu Mawar. Dipegangnya belakang kepala sang guru, lalu dibenturkannya wajah guru malang itu ke tanah. Diangkatnya lagi, lalu dibenturkan kembali. Terus berkali-kali.

Semakin remuklah paras ayu sang guru.

Hingga pada suatu saat, badan Renggo malah ambruk sendiri menimpa Bu Mawar. Energi cadangan di tubuh si robot sudah nyaris habis. Tapi dia masih berusaha menyerang lawannya.

"A-ku … … ha … rus—"

Satu sikutan pelan mendarat di punggung Bu Mawar, kali ini tak terasa sama sekali. Bagaikan sentuhan ringan saja.

Renggo sang robot peniru sudah kejang-kejang, semakin banyak percikan korsleting di tubuhnya. Kabel-kabelnya terbakar dan berasap. Pinggangnya pun berderak keras, badan bagian atasnya sudah hampir terlepas.

Bu Mawar mencoba melepaskan diri dari tindihan si robot. Guru itu menyeret tubuhnya di tanah, merangkak dan merangkak. Tapi gagal. Badan Renggo terlalu berat menindihnya sehingga Bu Mawar kesulitan untuk melepaskan diri.

"A-k-u …"

Satu lagi sikutan dari Renggo, kali ini bahkan hanya mengenai tanah. Meleset jauh.

Menyaksikan perjuangan si robot, entah kenapa Bu Mawar malah terenyuh sendiri. Dengan suara tertahan, bu guru itu berucap, "Kau, Renggo … mungkin badanmu saja yang besi, tetapi jiwamu seperti manusia. Dan hatimu …."

"-k-u …"

Bu Mawar terisak, "Andai aku bisa memiliki … keteguhan baja, sepertimu."

"-u- …"

Lalu Renggo berhenti bergerak. Seluruh sistem tubuhnya mati, tak lagi berfungsi. Nyala lampu di matanya hilang. Tak ada lagi suara yang terucap dari robot itu.

Lagi-lagi Bu Mawar bertahan hidup.

Dan lagi-lagi, dia sama sekali tidak merasa menang.



Prolog Mawar Besi


Sepanjang pertempuran tadi, Bu Mawar membiarkan kegelapan menguasai kesadarannya. Dan hasilnya apa? Kemurkaan dan kesuraman tetap tidak membawanya pada kejayaan. Bahkan setelah menyerahkan tubuhnya untuk dirasuki siluman macan, semua sama saja.

Pada akhirnya dia merasa lemah.

Begitu lemah.

Apalah artinya tutur kata? Apalah gunanya teladan?

Ini bukan di sekolah.

Di sini, siapapun bisa dengan mudah mati.



"Helo, Nona. Bisa aku bicara denganmu sebentar?"

Suara itu tiba-tiba terdengar, mengganggu proses kontemplasi Bu Mawar. Dalam posisinya yang masih terbaring di tanah, sang guru pun menoleh. Dan betapa heran dirinya ketika menyaksikan ada sepotong pipa aneh mencuat dari permukaan tanah.

Dan suara tadi bersumber dari pipa itu?

"Jadi telingamu bisa mendengarkanku, 'kan? Hehe, baguslah," kata pipa itu. "Ini aku, OPI, operator robot tadi. Aku berbicara melalui pipa ini."

"… hah?"

"Yah, langsung saja ke inti pembicaraan deh," lanjut OPI. "Kau ingin bertambah kuat tentunya, Nona?"

Alis Bu Mawar naik. Mungkin pikirannya masih belum sepenuhnya jernih, perkataan dari OPI malah membuatnya bingung.

"Aku akan memberikan pengganti tanganmu yang buntung itu, Nona," kata OPI, seraya pipanya bergerak menunjuk ke bahu Bu Mawar. "Jujur saja, kekalahan Renggo Sina akan menyulitkan penelitian-ku di sini. Aku masih butuh seseorang di sini."

"Maksud … Anda?"

OPI tidak segera menjawab. Pipa itu bergerak ke rongsokan tubuh Renggo lalu berkata, "Nona Kusumawardani, kamu bisa memiliki ini."

Tiba-tiba, sinar terang mencuat membungkus sebagian badan robot itu, mengurai itu menjadi kubus-kubus pixel kecil. Lalu sinar itu berpindah ke bahu kanan Bu Mawar seraya membawa partikel kubus tadi. Kemudian partikel kubus itu tersusun ulang membentuk urat, rangka, bisep dan trisep, serta kulit luar, hingga menjadi lengan baja yang utuh.

"Voila, sambutlah lengan bionikmu yang baru, Nona~" ujar OPI dengan nada ceria. "Dan tolong lengan ini jangan dirusak terlalu parah. Di situ ada sistem memori untuk merekam kiprahmu selanjutnya. Untuk menggantikan peran Renggo bagiku."

"Peran … Renggo?"

"Dengan tersingkirnya Renggo, maka izin tinggal-ku di dunia ini juga berakhir. Tetapi," jawab OPI, "kamu masih bisa mengirimkan data padaku melalui sistem memori di lengan bionikmu. Ehehehe, aku pintar, bukan?"

Bu Mawar lantas menggerak-gerakkan lengan bajanya. Sekarang di hati Bu Mawar bercampur aduk perasaan antara senang, bingung, sedih, dan lain-lain. Tetapi melihat lengan barunya ini … senyum kecil pun terhias di muka Bu Mawar yang remuk.

"Selanjutnya, kupercayakan padamu. Mawar Besi, ehehehe~~"

Pipa itu turun kembali ke permukaan tanah, lalu tak lagi terlihat untuk seterusnya.



Dengan bertopang pada lengan barunya, Bu Mawar bangkit dan berdiri. Nyeri masih menjalar di sekujur tubuhnya, namun ada semangat baru yang timbul di dalam dirinya.

Mungkin ini memang bukan waktunya bertutur kata.

Tidak pula tempat untuk menunjukkan keteladanan, ataupun bermain guru-guruan.

Alforea,

Amatsu,

… atau apapun.

Barangkali hanya tangan besi yang mampu menaklukkan semua ini.

(* * *)

Bu Mawar mengangkat Sunoto yang masih pingsan, lalu digendongnya di punggung.

"Maafkan Ibu, Nak. Memaksamu bertarung sampai seperti ini demi Ibu. Dan entah kemana perginya temanmu itu, si Gembong. Dirimu pasti marah sama Ibu kalau tahu siluman yang udah capek-capek kamu tangkap malah menghilang."

Kemudian Bu Mawar menatap istana Amatsu di seberang koloseum.

"Ibu akan menyuruh mereka mengobatimu. Dan Ibu juga perlu bicara sedikit dengan mereka."




 [ROUND 3]
Mawar Besi—SELESAI

39 comments:

  1. Herm.... Bu Mawar tidak bergerak sama sekali dari awal cerita dan baru bergerak ketika bertarung. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau yang menemukan pertama bukan Sunoto~~~

    Anyway, penggambaran Shock Bu Mawar cukup bagus saat digambarkan dalam ruang kelas yang sangat sunyi.

    Battle di awal hanya Sunoto yang bertarung dan mampu mengunguli Renggo dan Ralan, tapi waktu Bu Mawar bangkit... rasanya seperti Deus Ex Machina kalau Bu Mawar bisa berubah menjadi macan hitam, tapi tetap saja ini terasa "Seram" dan suasana berubah begitu drastis.

    Tadinya saya mau bilang Renggo seharusnya tidak punya kekuatan membuat pedang seperti itu karena dia full mengcopy lawannya, tapi saya sendiri memberi Bu Mawar kekuatan membuat pedang raksasa...

    Dan endingnya...
    Saya penasaran bagaimana kelanjutan hubungan Bu Mawar dan Opi...

    Sekian dari saya, terimakasih.
    OC : Renggo Sina.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah takdirnya ketemu Sunoto di sana. Namanya kan juga Amatsu, Land of Destiny~~

      Ruang hati Bu Mawar lebih sunyi.

      Unggul sesaat, karena kekuatan Sunoto lebih berfokus ketika dia berubah saja. Dan pada akhirnya kelelahan sendiri. Soal machina ... hmm, sampai babak ini memang sih, Bu Mawar belum benar-benar bertarung dan menang dengan murni kekuatan ataupun kehendaknya sendiri. Kalau lolos ke R4 mungkin baru bisa begitu. Karena R3 ini memang niatnya untuk turning point, mengubah determinasi Bu Mawar ...

      Iya, Renggo-nya sedikit saya modifikasi. Karena kalau full jadi Alice, pedangnya terlalu modern. Jadinya saya pakai pedang yang masih analog.

      Itu, nanti kalau seandainya saya lolos ke R4, boleh minta bocoran soal motivasi OPI?

      Makasih banyak sudah membaca dan menjadi lawan tangguh~ Good luck for both of us :D

      Delete
  2. more despair..more gloomy..more darkness

    well akhirnya Bu guru mulai upgrade dengan lengan bionik..bisa buat njotos gak?

    saya sangat suka pertarungannya tapi Sunoto bsia menandingi Renggo dan Ralan rasanya ya gitu deh.. tapi kebiasaan Bu Mawar yang pengen "ngasi pelajaran" ke para administrator server bikin saya penasaran

    Nobu boleh ikut ngasi "pelajaran" gak?

    vote : Bu Mawar

    oc : Nobuhisa Oga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Moga di babak selanjutnya jadi more actions dan more dramatic battles xD

      Tentu bisa. Itu kalau buat gebuk papan tulis di kelas, ruang kelasnya juga ikut rubuh~~

      Sunoto memang kuat. Tetapi kekuatannya sudah hilang di akhir ronde ini karena Gembong-nya lenyap. Sayang sekali :/

      Boleh. Nobu mau jadi pengajar atau yang diajar? :D

      Makasih banyak sudah membaca dan menyumbang 1 vote~

      Delete
  3. Hmm, lama tidak bertemu~

    Dan kini aku gagal jadi yang pertama berkomentar.

    #eh

    Yha, kali ini lebih banyak kesuraman dari entri" sebelumnya. Tapi entah kenapa penuturannya banyak yang kurang pas buat memantapkan suasana gelap di sini. Bahkan kadang saya ngerasa kaya lagi baca entri Ursa. Karena alih-alih agak sedih dramatis gimana gitu, narasi yg ada malah keliatan, err, komedik. Mungkin karena adanya Sunoto yg masih bocah itu ya?

    Tapi jujur entri ini feelnya campur aduk. yg gado-gado. IMO, malah ga jelas mau nunjukin nuansa semacam apa. pas bagian bu Mawar nyanyi, itu liriknya lumayan menyentuh ... tp sekali lagi, narasinya gak mendukung suasana (ah, maaf komennya gini) T_T

    Dan kenapa ada nama saia? >_<

    Terus ya, iya juga kata Mocha. Dark Mawar yg berubah jdi macan itu kesannya jadi deus ex machina. Dan bagi saya agak ngerusak imej bu mawar *saya imajinasiin transformasinya malah*.

    Harusnya beberapa bagian bisa lebih detail dan ngasih impresi bagus. Misal pas bu mawar nyuruh gembong keluar dari badannya. kan seru tuh, kalo ada gejolak" batin gitu.

    Kok Hewanurma ngomong "nampaknya" bukan harusan "tampaknya"? Apa bagian ini saya salah liat?

    Yah, intinya saya pribadi lebih suka ronde sebelumnya daripada yg sekarang.

    Sebenernya masih ada yg pengen saya tulis tapi ... agak lupa juga. Jadi segini dulu~ Maaf banget komenannya jadi dandom gini T_T

    Vote nyusul~~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, maafkan sayaaaa. Ini beneran galau saya waktu nulis Bu Mawar. Jadinya itu plot terkait emosi masih ngawur dan berantakan :/

      Detailnya pengen saya deskripsikan dengan lebih banyak, tapi udah keburu mepet deadline ._.

      Deus ex Machina? Saya nggak terlalu paham soal itu.

      Tampak, ya? Entah kenapa bagi saya 'nampak' itu lebih enak digunakan dalam bahasa dialog. Kadang saya juga suka memilih yang tidak baku karena saya nggak suka yang baku. Semisal, saya lebih memilih hentak daripada entak. Alasannya biar lebih enak didenger aja, sih :/

      Nggak apa-apa kok dikomen random. Setidaknya entri saya dibaca pun sudah terima kasih banyak deh saya. Apalagi dikasih komentar. Sekali lagi terima kasih banyak :D

      Delete
  4. Waduh, bunda Mawar Kena PTSD?
    ._.

    Saya baru tahu ada murid bunda yang bernama Ichsan.


    Dan akhirnya, waktu Bunda mulai bergerak...
    Jrit, dia jadi horor gitu... mindbreak se hancur-hancurnya..
    ._.


    Lanjut...

    Ah, sebentar.... saya tabur bunga dulu buat Tarou~..


    ok, saya benar-benar gak nyangka Bunda Mawar bakal dibanting jadi dark se gelap-gelapnya.

    Dimulai dari PTSD, lalu ngamuk macam seorang Yandere, lalu sekarang? Battle dengan mode kesurupan siluman harimau, wakakakakak.


    Endingnya seperti biasa selalu bikin penasaran.

    Saya harus belajar banyak dari Bunda, tentang cara menghancurkan OC dari segi fisik dan psikologi... asli dah, ini Bunda dibuat ancur banget. Despairnya kerasa banget, judulnya pas banget, endingnya juga greget banget~


    Langsung aja deh,

    Vote buat Bunda~!
    **tepuk tangan**


    OC : Sanelia Nur Fiani

    ReplyDelete
    Replies
    1. Adakah obat untuk guru yang PTSD akibat murid-muridnya dibantai?

      Ada Ichsan, tapi kan udah mati dibantai di R2 ._.

      Tarou sudah tewas (semoga ini nggak membentur kanon panitia). Tetapi masih ada Jirou dan Saburou.

      Saya juga nggak nyangka kalau author yang hobi bikin OC-nya mind break (yang saya rasa tingkatannya lebih dari saya) malah bilang mau belajar dari Bu Mawar ._. Oh, well. Syukurlah kalau ada yang bisa dipelajari dari entri saya xD

      Selanjutnya saya bakal bikin Bu Mawar bertarung dengan lebih brutal. Rencananya sih gitu. Tetapi karena Tamon bikin teaser tentang kemunculan Blackz (?) di grup, saya menyiapkan rencana cadangan. Yaitu tentang sosok kegelapan tertinggi di dalam jiwa Bu Mawar (yang mampu melenyapkan si cupu Gembong)

      Oke, terima kasih banyak sudah menyempatkan untuk membaca, berkomentar, dan juga menyumbangkan 1 vote xD

      Delete
    2. Ikut konseling aja Bun~
      ._.

      Saya gak ngeh waktu baca R2, murid Bunda ada banyak sih~

      Di kanon saya malah gak ada Tarou~ :v

      Well, mindreak yang saya sampaikan belum sedalam ini, yang saya salut dari bang Hewan itu adalah post break-nya. Jadi cara bang Hewan menjabarkan penderitaan OC, nggak cuma selama penderitaan itu sendiri, tapi sesudahnya pun tetap digarap dengan ciamik. Jadi after taste-nya tetep kental sampe akhir cerita, kerasa terus siksaannya nggak cuma sekedar lewat aja.

      Si Hitamz ya.... dia entitas dewa kalo di BoR3~

      Delete
  5. AYE NGEVOTING BU MAWAR

    entah kenape makin kemari cerite bu mawar makin surem kayak begini ye?? aye paling demen tulisan Bu mawar nyang di prelim,,,masi rada- rada asik gitu ngebacanye,,,kalo nyang ini juga asik tapi kayak kurang ngehibur gitu,,,itu komplen aye

    tapi kalo dari segi tulis- nulis nye nih ye,,,aye tetep salut deh ame bang zainurme,,,setiap detil narasinye gampang dibayangin,,,jelas,padet, enak,,,sederhana tapi mantep,,, mungkin ngaruh di jumblah kalimat tiap paragrap gitu ye?? kan banyak ntuh aye liat yang separagraf cuman sebiji aje kalimatnye,,, kesannye dramatis,,,aye kudu tiru ini

    aye demen bagian akhir nye,,, ini semoga bu mawaarr kagak suram lagi hidupnye,,,kasian ude jande

    Karakter aye Kumirun,,,ude cabut duluan,ehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak, Bang Mustafe~ xD

      Mungkin memang Bu Mawar yang prelim itu yang paling bagus, ya? Itu dia berantemnya masih lebih fokus pada penggunaan efek Kemuliaan Guru. Kalau di sini—dan mungkin seterusnya—kayaknya bakal lebih banyak adu jotos ._.

      Delete
  6. Hohoho~

    Saya suka her new look. BlackRose? Ironrose? Dark Ironrose? Dark iron... metal... Metalrose?

    HEADBANG!

    Anyway, ini cukup seru, dan makin seru saat Mawar jadi berserk. No easy win di sini, saya bahkan nyaris mengira kalau doi ini versi cewek dari Bruce Willis (yang lebih halal tentunya).

    Perubahannya juga gak terasa terlalu tiba-tiba, karena sudah ada foreshadow di awal kalau doi bakalan mindbreak. Saya jadi pengen liat Mawar terus hancur sampai jadi Evil Overlord~

    Anyway, vote nanti setelah saya baca lawannya.

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Your vote may save her and let her be the Metal Blackrose ._.

      Delete
    2. selesai baca lawannya, dan...

      VOTE: MAWAR

      Zoelkarnaen
      (OC: Caitlin Alsace)

      Delete
    3. Yeay, makasih banyak vote-nya xD

      Sekarang kedudukan masih seri. Semoga Bu Mawar bisa lolos sehingga setidaknya punya satu kali kesempatan untuk menunjukkan kekuatan tangan besinya :)

      Semoga ...

      Delete
  7. Fatanir - Po

    Di sini bagiku yang paling kentara adalah battle fisiknya. Setiap karakter dan monster dapat pembagian yg hampir sama rata utk peranan gebuk-menggebuki. Mawar jg kerasa hebat karena jadi petarung tipe fisik.

    Tapi buatku secara karakter, Bu Mawar malah hilang potensinya, atau seenggaknya menurun di titik ini. Bukan karena sedihnya sih, tapi krn apa yg membuat Bu Mawar begitu spesial di awal adalah karakter guru yang nggak harus bertarung bakbikbuk dan mengandalkan Kemuliaan Guru. Tapi begitu jadi Dark Mawar, Bu Mawar kehilangan binar itu dan berubah jadi petarung fisik reguler. Ada rasa penyesalan dan despair, tapi nggak kerasa sebagai perasaan seorang guru yg dihadapkan ke pilihan sulit dan menghancurkan realitanya, tapi lebih kayak perspektif seorang petarung yang emang berasal dari alam fantasi, yg apa boleh buat harus bertarung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini memang rencananya pakai battle fisik, sih—dan mungkin seterusnya juga pakai battle fisik. Bu Mawar udah tidak lagi merasa jadi guru sih, soalnya ._.

      Mungkin saya sudah salah jalan, tapi ya terlanjur. Nanti lihat saja ke depannya akan seperti apa. Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca :)

      Delete
  8. Bu Mawar kayak udah sampe ke point of no return ya

    Sayangnya saya sendiri kurang gitu nikmatin entrinya. Meski karakter bu Mawar ini potensial, pembawaan di entri ini kesan gloomynya terlalu kuat dan bikin bu Mawar kehilangan warna kalo dibanding initial impression dia. Sampe setengah cerita juga keberadaan bu Mawar setipis bayangan, kayak sosok hidup segan mati tak mau, dan begitu ketrigger mendadak seisi Amatsu jadi terancam olehnya kayak Overlord yang bangkit buat jadi final boss

    Kayaknya emang karakter ini bagus dijadiin sesosok villain, dan siapapun yang ketemu di ronde depan dapet bahan yang lumayan kalo bisa bukan sekedar ngalahin dark Mawar, tapi juga ngasih satu resolusi buat state of despairnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmm ... begitulah. Terima kasih sudah membaca dan berkomentar

      Delete
  9. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  10. Waktu pertama OC ini dikenalkan, saya berharap banyak keceriaan di ceritanya, tapi entah kenapa lebih banyak kesuramannya. Kehadiran anak-anak yang menjadi murid memang memberikan kejenakaan tersendiri, tapi di ending mereka semua mati... ._.
    Sunoto hanya diceritakan pingsan, mudah-mudahan bisa selamat seterusnya menemani ibu guru, kasihan Bu Mawar, bisa-bisa dia tambah terjerumus kekekuatan kegelapan.

    Dan saya mulai ngaco, intinya saya agak kurang sreg dengan cerita ibu guru yang penuh kemurungan, tapi mungkin itu karena dasarnya saya yang penyuka cerita bernuansa menyenangkan ^_^

    Di sisi lain, pertarungan sendiri seru & berdarah-darah. Penasaran juga siapa yang dilihat Gembong di dalam jiwa Bu Mawar. Dengan kata lain, top lah pertarungannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lupa...

      OC: Asep

      VOTE RENGGO

      Delete
    2. Yang ceria sudah full muncul di entri Ursario sih, makanya di entri Bu Mawar kepengen rada beda. Mungkin ini terlalu suram.

      Tapi ini baru di tengah jalan, dan memang harus dark dulu, baru ketika bertarung dant terus bertarung, cahaya itu insya Allah akan kembali pada Bu Mawar. Dan sedikit bocoran saja, ini kan di dunia data, sehingga "kematian" murid-murid Bu Mawar itu sesungguhnya masih bisa dimainkan. Bu Mawar belum tahu itu, makanya dia berserk.

      Nah, setelah dia tahu, pelan-pelan saya akan membuat Bu Mawar kembali ke jalan yang benar. Tapi itu kalau dia lolos xD

      Kalau tidak, ya Bu Mawar akan dapat peran lain, mungkin seperti kata Sam, yaitu menjadi Overlord penghancur Sol Shefra

      Makasih sudah membaca dan berkomentar :)

      Delete
  11. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  12. Walau vote saya ke Renggo, tapi hati saya ke Bu Mawar kok, (saya udah sempet nyiapin skenario kalo Asep nanti ketemu Bu Mawar) jadi mudah-mudahan lolos juga ><

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sudah menulis entri dan mempromosikannya dengan cara yang saya anggap adil. Itu saja ikhtiar saya. Selanjutnya, saya tawakkal saja pada apa yang akan terjadi kelak.

      Kalau lolos ya alhamdulillah, berarti masih bisa menulis R4 Bu Mawar - Secercah Harapan :D

      Delete
  13. Selesai baca ini langsung ngerasa, "Seandainya entri Fapi lebih panjang dikit, kayaknya bener-bener punya alur yang sama kayak gini."

    Entah karena vibe kita lagi selaras atau gimana yak ini om heru, beneran berasa baca entri sendiri wkwkwk

    Despair>lawan musuh>resolusi

    tapi dibanding entri aye, ini bisa dieksplor, harusnya jangan langsung saklek jadi tegar dan tegas.

    kalau aye melewati 5 stages of loss and griefnya dengan alur:
    bargaining langsung acceptance tanpa denial, anger dan depression. (karena pas ngerasain Loss nya, griefnya hampir gak muncul karena ketemu sosok Divine.)

    bu mawar bisa lakukan begini:
    denial> depression>anger>bargaining

    acceptance nya ntaran aja. karena di sini toh, bu mawar bener-bener ga bawa sisi religius dan pendidiknya lagi kan?
    sama sekali ga kepikiran soal itu udah. padahal kalau angernya bisa keload up dan ada sisi bargaining sama tuhan soal nasibnya ini, ini bakal mantep banget hasilnya.

    entri kita sama2 ada nyanyinya (punya aye yg r2 wkwkwk).


    kalo Fapi ketemu bu mawar bakal asik ini.
    sama2 nemu mode baru, dapat elemental dari sisi berlawanan dengan elemental dasar.
    belum lagi ceritanya bisa nyambung kalo dari entri di r1 hahahahah.

    so,vote KUSUMAWARDANI

    _Pitta N. Junior_

    ReplyDelete
    Replies
    1. Widiw, istilah yang digunakan "berat" begini. Saya ngerti tapi juga blank di saat yang bersamaan xD

      Tapi tampak menarik, khususnya di bagian bargaining. Mungkin bolehlah saya tanya-tanya nanti lebih detailnya, buat referensi ke depan, tentang 5 stages of loss and grief ini :D

      Mungkin alasan saya mempercepat prosesnya, selain karena deadline, juga biar pembaca nggak kelamaan nunggu untuk melihat Bu Mawar yang memang sudah siap bertarung. Dari prelim sampai R3 ini kan dia masih terlalu banyak dipengaruhi oleh kekuatan di luar kendali dirinya, polanya selalu begitu. Jadi saya beneran kepengen di R4 itu Bu Mawar "bertarung" dengan kekuatan dirinya sendiri.

      Kalau Fapi bisa bertemu Bu Mawar lagi, mungkin satu pizza dingin spesial bisa membuat hati Bu Mawar yang kini lagi panas-panasnya untuk kembali teduh xD

      Terima kasih banyak sudah membaca, memberikan komentar, dan menyumbangkan vote xD

      Delete
  14. Heiho

    saya mampir

    Jujur, saya baru pertama kali ini baca Bu Mawar sejak fanartnya beredar dan tersebar. Tapi emang beliau suram ya? Beda sama gambaran charsheet ... beliau belum dirusak kan?

    Untuk battle sendiri sih saya lebih nikmatin ini, tapi mungkin karena efek baru mbaca kali ya

    dan saya pengen Bu Mawar maju, jadi...

    Vote saya ke mawar


    OC: Tsukishiro Kazuki

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih vote-nya >.<

      Jadi ringkasan ceritanya itu ... di prelim, Bu Mawar kehilangan Dilham. Di R1-R2, Bu Mawar kehilangan Winda, lalu sejumlah besar murid-murid yang masih kecil, ditambah dengan Eriza dan Arai.

      Jadi di R3 sedang dalam masa tersuramnya. Ibarat jatuh ke dasar lubang yang dalam. Sudah paling dasar. Jadi dengan demikian, yang tersisa bagi Bu Mawar hanyalah memanjat naik untuk keluar dari lubang itu.

      Jadi harapan baru akan dimulai di R4 dan seterusnya. Semoga :)

      Delete
  15. +pertarungan dan alur ceritanya sudah sangat menarik

    + PAKAI IYEK

    + suka upgrednya

    - di mata saya kalau gak salah kronologinya... Sunoto kehilangan kesadaran duluan baru Ralan yah? teknikaliti sih harusnya menang Renggo...

    Vote nyusul setelah baca tetangga

    OC:Frost

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saat Dark Mawar bangkit, laga sudah selesai. Dijelaskan kok dalam narasi. Jadi udah nggak ada peraturan lagi, dalam bayangan saya. Kan Tarou-nya saja sudah mati.

      Namun pesertanya masih pada bertarung walaupun laganya selesai.

      Begitulah penjelasan saya.

      --

      Makasih sudah dibaca dan dikomen.

      Delete
  16. Suuper gloomy....

    Entri ini menang di bahasa pembawaan ceritanya yang mengalir lebih lancar dibanding entri Renggo. Tapi soal plot aku lebih memilih yang lebih cerah dan komedik, jadi voteku jatuh ke entri Renggo.

    ReplyDelete
    Replies
    1. OC tahun lalu udah super komedik. Jadinya di BoR kali ini kepengen yang beda ._.
      Tapi sepertinya ini pertaruhan yang berbahaya, menggunakan OC yang populer namun dikasih mood sangat gloomy ._.

      Well, terima kasih sudah membaca dan berkomentar xD

      Delete
  17. udah kubaca bang tulisanmu. Punyamu sama punya Renggo, rasanya sama. bedanya satu ceria, satu lagi kacau.

    perkembangan ceritanya juga gede juga kulihat si Mawar ini. Dia guru SD, harus melihat kematian dari anak muridnya, pasti sakit kali itu rasanya.

    Aku suka cerita kelen berdua. Renggo maupun Mawar.

    Tapi voteku jatuh sama Mawar murni karena perasaan despair yang kenak ke Mawar, lagi aku rasain juga. Dan Mawar itu tipeku.

    so, my vote goes to Mawar.

    PS: sepertinya Sunoto ini karakter yang lucu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. coba si Mawar ini udah punya tangan besi, punya kaki besi, juga. Udahlah, jatuh cinta aku.

      aku belom punya OC abang Admin. Nantilah ya BOR 6 aku ikot.

      Delete
    2. Wah, terima kasih banyak, Kakak >.<

      Di saat-saat terakhir saya tidak menyangka bakal masih ada yang memberikan komentar dan sumbangan vote >.<

      Despair si Mawar ini, nampak-nampaknya banyak yang tak sukak, tapi untunglah kalau ada juga yang sukak ternyata. Dia punya tangan besi sekarang, itu belum dicoba-coba, mesti dilatih dulu. Nanti bolehlah diupgrade lagi kalau kakinya copot satu, bisa dipasang kaki besi.

      Nanti BoR 6 kalau sudah dibuka segera daftarkan saja OC Kakak. Kebetulan saya bantu-bantu BoR6 nanti, sebagai salah satu panitia :D

      Delete
  18. Mau laporan saja aku sudah baca entry nya... Overall semua komen sudah diwakili ma komen-komen di atas. Lagipula aku telat bacanya uda ga bisa vote juga. >,<

    ReplyDelete