6.9.15

[ROUND 3] EOPHI RASAYA - PETUALANGAN KEEMPAT



Prolog





Memori Eophi
Namaku Eophi Rasaya

 

Memiliki peralatan tidur yang bisa terbang, penurut, mungkin sedikit banyak suka memberi nasihat, dan bisa menjadi perisai ketika dibutuhkan, adalah impian bagi mereka yang benar-benar mendambakan tidur dalam damai.

Eophi Rasaya—bukan manusia, tapi sejenis peri pelindung, atau Myrd, yang berasal dari planet Myrdial—memiliki itu. Jadi, ya, pemuda berambut hijau ini selalu tidur nyenyak dan nahasnya itu hampir setiap saat. Mungkin, dari kebanyakan tidur itu juga fisik dan sifatnya terbentuk. Asal mula rambut yang selalu acak-acakan, orientasi yang kacau, dan mata yang selalu mengantuk. Kasihan, meski lucu.


Tapi bukan hanya itu saja.

Eophi dan peralatan tidurnya juga gemar berpetualang.

Ditambah seekor naga kecil berwarna merah, buta, cadel, berkomunikasi lewat pikiran dan anehnya telepati itu hanya terhubung dengan Eophi saja, mereka semua berangkat ke satu tempat bernama Alforea. Menjadi salah satu peserta Battle of Realms.

Yah, sudah cukup banyak yang terjadi sejak pria berjanggut putih di kastel Despera meneriakkan kata "mulai" untuk kompetisi seru ini.

Seperti misalnya ...

Melawan kuda api raksasa di babak penyisihan; meledakkan pulau terapung di R1; menjadi monster kaleng di R2.

Semua pengalaman penuh emosi itu campur aduk lalu berubah menjadi pelajaran-pelajaran berharga. Sampai sekarang ini, di R3. Eophi yang masih bertahan harus kembali menyiapkan diri untuk menerima pelajaran lainnya.

Pelajaran, yang dimulai dari sebuah kenyataan bahwa Alforea telah hancur. Ya. Hanya saja Eophi, peralatan tidur, dan naga merahnya belum tahu itu.




1





Setapak Sakura
Tidur Hanya Melukaimu Ketika Kau Terbangun

 

Bunga-bunga sakura itu jatuh menghinggapi pagar kecil yang terbuat dari ranting dan tertanam putus-putus di sepanjang jalan setapak. Atau turun langsung menyentuh beberapa genangan air jernih yang memantulkan pemandangan langit nyaris tanpa awan di atas sana. Ada pula yang lebih lama menari di udara mengikuti arah angin sampai akhirnya bunga-bunga itu berputar teratur bertemu satu sama lain, kemudian, sebelum sempat berguguran ke tanah, bertransformasi menjadi satu entitas cantik berwarna merah muda. Sebagian dari mereka-mereka—para peserta Battle of Realms—yang sedang berjalan di tempat aneh tapi sangat menenangkan ini, mengenali entitas cantik itu sebagai Nymph, atau peri alam.

Semua peri alam bernyanyi: nyanyian dalam bahasa yang tidak bisa dimengerti, tapi keindahannya melebihi apa pun yang pernah terdengar. Keindahan yang menghipnotis, mengalihkan tanda tanya yang seharusnya terus terucap dan menjadi fokus para peserta. Pertanyaan seputar ... tempat apa ini?

"Yang jelas suaraku jauh lebih bagus dari peri alam, shushu," kata Milk, bantal Eophi, dengan nada sombong.

"Jangan jadi perusak suasana, penggemar Bieber-Miley IDIOT!" Light si guling membentaknya. Kemudian mereka adu mulut.

Saat ini Eophi Rasaya, bersama peralatan tidur dan naga kecilnya, bergerak di bagian belakang rombongan. Karena memang hanya beberapa peserta saja yang berjalan berdampingan, sisanya mengambil jarak, memisahkan diri. Sempat, beberapa saat yang lalu ketika para peserta baru bermunculan di tempat ini secara bersamaan, Eophi celingak-celinguk mencari keberadaan-keberadaan familier. Dan ada memang beberapa wajah yang tak asing lagi, meski jumlahnya menjadi lebih sedikit.

"J-jadi, kita mau ke mana, y-ya?" tanya Cloud, selimut yang membungkus tubuh Eophi.

Yang ditanya hanya menggeleng lemah sambil tetap memperhatikan barisan pohon sakura dan peri-peri alam yang bernyanyi.


***


Laki-laki itu berjalan pelan tapi mantap, sekitar lima meter di depan kasur terbang Eophi. Bagian lengan kemeja flanel putih bergaris merahnya digulung sampai siku, sweter berwarna gelap tersampir di pundak, dan, yang paling menyita perhatian, adalah benda aneh yang menempel di pinggang kanannya.

Eophi memperhatikan, laki-laki itu selalu menarik napas dalam-dalam ketika berhenti sebentar, sambil kedua tangannya mengepal dan terbuka dan mengepal lagi. Seolah, sedang menahan sesuatu atau mencoba untuk tetap terfokus.

Kenapa dia, Phi? Hel, naga merah kecil yang sedang tengkurap di atas kepala Eophi, menyuarakan tanya di dalam pikiran.

Entahlah, respons Eophi.

Tak lama, kasur terbang Eophi sudah bergerak sejajar dengan laki-laki itu. Bersebelahan. Dan dari jarak sedekat ini, siapa saja bisa menilai kalau laki-laki itu pasti sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya sedikit pucat, sebagian rambutnya yang cukup panjang berwarna cokelat seolah menempel di kening dan dahi karena keringat—padahal udara di setapak sakura ini cukup sejuk.

"Ng ... kau tidak akan pingsan di sini, kan?" tanya Eophi tiba-tiba.

Laki-laki itu menoleh. Meski hampir tidak kentara, pandangannya selama beberapa saat penuh dengan sorotan menyelidik. Kemudian ia tersenyum dan berkata, "Tentu saja tidak."

"... kau lapar?" tanya Eophi lagi.

Ada jeda beberapa saat sebelum laki-laki itu mengangguk pelan.

"Ya. Sedikit," kata laki-laki itu. "Tapi saya yakin yang lain juga begitu. Sudah cukup lama kita tidak ketemu sarapan, kan?"

Eophi tersenyum kecil. Setuju. Kata "lapar" sudah cukup lama timbul tenggelam di pikirannya. Beruntung, sekarang diingatkan, dan beruntung, pemuda berambut hijau ini memiliki ide untuk mengatasi itu. Ia menarik Milk, si bantal yang masih adu mulut dengan si guling, kemudian merogoh sesuatu lewat celah pada ujung jahitannya. Dari dalam bantal sana, ditariklah dua batang cokelat aneh.

"Ransum dari kampung halaman," kata Eophi, mencoba—meski gagal total—mengatakan itu menggunakan nada serak seekor kucing robot dari abad ke-22, salah satu tokoh kartun favoritnya di Bumi. "Mau?"

"Itu cokelat?" tanya si laki-laki.

"... yah, semacam cokelat." Eophi mengangguk pelan.

Laki-laki itu menerimanya, kemudian mereka makan sama-sama. Tetap berjalan bersebelahan—di antara guguran sakura dan nyanyian peri alam—meski kali ini tanpa dialog karena mulut mereka sibuk menggigit dan mengunyah.

"Ada yang unik dari komposisi cokelat ini," si laki-laki buka suara. Tangan mereka masing-masing sudah kosong sekarang. "Tidak biasanya saya kenyang hanya dengan memakan sebatang cokelat."

Eophi tidak langsung merespons karena masih sibuk menjilati jari.

"Iya," kata Eophi setelah selesai. "Pabrik cokelat, Rise by Chocolate, di tempatku berasal memang terkenal karena enak."

Laki-laki itu tersenyum.

"Sebenarnya bukan itu maksud saya, tapi terima kasih."

"... yep." Eophi juga tersenyum, setengah tertawa malah. Mungkin karena geli melihat ada sisa cokelat di sudut mulut laki-laki itu. Ia tidak sadar, sisa cokelat di sekitar mulut dan giginya sendiri lebih parah. "Sama-sama."


***


Ujung dari jalan setapak semakin jelas, dan itu diawali dengan berakhirnya deretan pohon-pohon sakura. Warna merah muda atau putih dari bunga-bunga yang tadi berguguran dan menjadi satu-satunya pemandangan, kini digantikan dengan warna-warna hijau dari pohon-pohon biasa. Nyanyian peri alam yang menghipnotis juga pelan-pelan menghilang, udara kini dipenuhi kicauan burung dan suara-suara serangga yang monoton. Ya. Ada hutan di hadapan para peserta. Hutan, dan sebuah gerbang kayu besar yang tampak usang.

Dari belakang rombongan, Eophi juga melihat seorang gadis berambut hitam, mengenakan kimono, sedang menyapu tangga batu di bawah gerbang kayu. Gadis itu sejenak memperhatikan keramaian di depannya, menyandarkan sapunya ke sisi tangga, kemudian turun untuk memberi sambutan.

Dengan sangat sopan ia mengatakan bahwa kedatangan para peserta memang sudah dinanti. Lalu ia menjelaskan bahwa tempat ini bukan Alforea. Tempat ini adalah Amatsu, salah satu dari empat server utama Sol Shefra. Alis Eophi sedikit naik ketika mendengar itu. Apa yang terjadi dengan Alforea? Adalah pertanyaan yang sangat bagus, tapi tidak pernah mendapatkan jawaban.

Penjelasan malah berlanjut secara tiba-tiba ke sebuah festival yang akan diselenggarakan di suatu kota. Kata gadis itu, sambil mempertahankan senyum di wajahnya yang lugu, para peserta akan diantar ke sana sekarang juga olehnya.

Dan, begitu sajalah, ucapan selamat datang juga sedikit jawaban untuk para peserta tentang di mana mereka berada sekarang.

Selamat datang di Land of Destiny.

Ini Amatsu, bukan Alforea.




2





Amatsu Kecil
Mainan

 

Mengesampingkan wajahnya yang selalu terlihat mengantuk, Eophi merasa sangat senang sekali pada saat ini. Setelah tadi berjalan selama beberapa menit melewati hutan hijau dipandu si gadis kimono, kemudian tiba di sebuah sabana dan terus bergerak lagi ke tengah-tengah, menuju peradaban yang dibentengi oleh tembok-tembok besar dari batu alam, para peserta akhirnya tiba. Beberapa dari mereka seketika terpaku di depan gerbang kota yang diapit oleh patung kesatria dan monster bersayap. Ya. Eophi termasuk dari mereka yang tercengang.

Bagaimana tidak? Pemandangan di depan mereka benar-benar penuh warna sekaligus ajaib. Si gadis kimono bilang kota ini adalah Amatsu Kecil.

Terdapat semacam pagoda yang dibangun di sisi-sisi jalan utamanya: sebuah jalan besar yang terbentang lurus dan sangat ramai. Jalan itu mengarah langsung ke satu bangunan gigantik yang tampak seperti stadion dengan banyak sekali pintu. Para penghuni kotanya sendiri terdiri dari beragam jenis individu: mulai dari manusia setengah kuda, raksasa singa berwajah mesum, makhluk-makhluk bersayap yang selalu berkilauan, dan banyak lagi. Kebanyakan dari mereka mengenakan busana yang nyaris senada dengan si gadis kimono.

Tentang si gadis kimono, ia menghilang begitu saja ke dalam keramaian setelah memberitahukan pada para peserta Battle of Realms untuk berkumpul di Monster Colosseum secepatnya—nama dari bangunan gigantik di tengah kota.

Jadi Eophi mulai menggerakkan kasur terbangnya, sambil terus memperhatikan sekeliling. Ada panorama gunung besar dengan salju di bagian puncak, terletak jauh di barat laut kota. Sementara di sepanjang jalan utama, terdapat jajaran tenda milik pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai makanan dan benda-benda unik. Eophi ingin sekali beli topeng robot merah keemasan tapi ia tidak punya uang. Ketika kasur terbangnya siap untuk lanjut menjelajah, seorang atau seekor elang datang menghampiri.

"Nak, kalau mau topeng gratis, pergilah ke kompleks timur," kata si elang.

"Maaf, Pak," kata Eophi setelah jeda. "Harus ke Monster Colosseum secepatnya."

Elang itu tertawa.

"Ke Monster Colosseum lewat jalan utama? Kau masih waras, Nak?" Lalu elang itu menjelaskan, tidak aman berjalan-jalan di sekitar jalan utama pada jam-jam ini. Dan ketika Eophi bertanya kenapa, elang itu menjawab, kalau akhir-akhir ini banyak sekali kasus penculikan di Amatsu Kecil. Penculikan yang diprakarsai oleh organisasi misterius.

"... oh, baiklah. Terima kasih infonya, Pak," kata Eophi lalu cium tangan dan pergi.


***


Hal besar—baik atau buruk—selalu terjadi ketika sebuah tradisi, peraturan, larangan, atau apa pun itu yang memiliki beberapa konsekuensi, dilanggar.

Itulah yang akan terjadi sekarang.

Untuk bisa mencapai Monster Colosseum di tengah kota, kasur terbang Eophi tetap bergerak santai di jalan utama. Dan pada saat itulah, sesuatu terjadi. Eophi bertemu dengan mereka. Dengan salah satu tokoh penculik yang berasal dari organisasi misterius, juga, dengan si laki-laki berkemeja flanel putih bergaris merah, yang kemudian memperkenalkan dirinya dengan nama Tan Ying Go.

Tapi kisah pertemuan itu tidak akan diceritakan di sini. Tidak sekarang. Yang jelas, Eophi kenal dengan si penculik, begitu pun sebaliknya.

Si penculik lalu memberikan penawaran pada Eophi, dan pada Tan Ying Go: sebuah penawaran penting.

Bagi siapa pun yang menerima penawaran itu, maka ia harus menyetujui berbagai komitmen di masa depan. Sementara untuk yang menolak penawaran, ingatannya seputar pertemuan dan pembahasan ini akan dihapus.

Dan, mereka pun memilih.




3





Monster Colosseum
Sebenarnya Kita Memang Tidak Pernah Sendirian

 

Dari pertemuan rahasia dengan organisasi misterius di bagian timur kota, Eophi langsung menggerakkan kasurnya ke tujuan semula. Tak beberapa lama kemudian, ia tiba di Monster Colosseum. Bangunan terkolosal sekaligus terantik di Amatsu Kecil ini.

Eophi sedang berdiri di depan pintu batu besar yang dijaga oleh dua patung manusia-badak ketika seorang atau seekor buaya berzirah perak muncul kemudian menuntunnya ke bagian dalam. Bagian informasi: sebuah ruangan berbentuk elips, berdinding dan berlantai batu besar persegi berwarna krem, dengan lukisan-lukisan abstrak di dinding dan beberapa dekorasi peralatan perang antik. Sebuah papan besar dari kayu yang mengilap berdiri di tengah ruangan, Eophi menghampirinya, langsung memperhatikan permukaan kacanya; yang di sana tertulis informasi R3 dalam format bingkai-bingkai digital.

"Nama laki-laki berkemeja tadi, kalau tidak salah, Tan Ying Go, benar?" White, kasur terbang Eophi, bertanya.

Eophi mengangguk pelan sambil masih terus memperhatikan isi pengumuman R3: ketentuan-ketentuan, jadwal pertarungan peserta Battle of Realms di arena, lengkap dengan kartu identitas lawan masing-masing. Eophi membaca ulang bagiannya:

Pertarungan ke-13, Eophi Rasaya melawan Tan Ying Go.

"Yah, setidaknya kalian sudah saling kenal. Ini akan menjadi semacam pertandingan persahabatan," White si kasur buka suara lagi. "Dan bacalah ketentuan pertarungannya dengan lebih teliti."

Eophi sedang membacanya. Untuk ketentuan pertarungan di R3 ini, para peserta akan mendapatkan bantuan berupa satu partner monster dari dunia masing-masing.

"Ada ide soal monster apa yang mau dipanggil, shushu? Bagaimana kalau Gron, shushu?" Milk si bantal menyarankan.

Light si guling langsung menyuarakan suara orang yang sedang meludah kemudian mencemooh, "Tidak bisa baca, ya, bantal?" katanya. "Di sana tertulis ukuran monster maksimal sepuluh meter! Gron itu bahkan lebih besar dari si kuda api di babak penyisihan, dasar IDIOT!"

"Aku tahu itu, aku tahu, dan selalu lebih tahu, shushu. Tadi itu hanya mengetesmu saja, shushu," Milk merespons sombong. Lalu keduanya adu mulut.

Sementara itu, White si kasur kembali ke topik, bertanya pada Eophi monster apa yang akan dipilih nanti. Tapi tidak ada jawaban. Eophi ternyata sudah mendengkur—tiba-tiba tidur bukan hal aneh lagi untuknya. Ia tertidur dalam posisi duduk di atas kasur.

Jadi pada akhirnya, monster apa yang akan dipilih olehnya?

Tidak ada yang tahu sampai waktunya tiba.


***


Pertunjukan pertama dari para peserta Battle of Realms, di R3 ini, adalah pertarungan antara Dyna Might melawan Lady Steele!

Satu suara cempreng tadi menggemakan pengumuman yang sama selama beberapa saat lamanya. Pemberitahuan, bahwa pertarungan pertama sebentar lagi dimulai.

Eophi mungkin mendengarkan, karena ia segera bangun dari tidur singkatnya, kemudian keluar dari ruang informasi, melihat-lihat gambar digital dari denah lengkap gedung di koridor terdekat, dan, setelah menemukan lokasi yang dicari, bergegas ke tribune arena di bagian tengah Monster Colosseum, mencari tempat kosong untuk menetap dan menonton.

Eophi merasa cukup beruntung karena mendapatkan kursi terdepan.

"Kenapa buru-buru sekali, sih, shushu? Apa sampai segitunya kau ingin menonton pertandingan pembuka, shushu?" tanya Milk si bantal.

Eophi tidak langsung merespons. Malah, pemuda berambut hijau itu memanggil seorang atau seekor panda betina berbikini pelangi yang sedang menjajakan popcorn dan soda biru. Akhirnya, setelah meminta satu kardus besar popcorn dan tiga gelas gemuk soda biru (yang ajaibnya dikasih), baru Eophi merespons, "... ng, yaaah, kalau datang belakangan, kita pasti kehabisan camilan ini. Ya, kan?"

Bantalnya memutar bola mata. Jadi, Eophi tadi buru-buru bangun cuma karena takut kehabisan popcorn dan soda.

Ada stlategi untuk peltalungan nanti, Phi? kali ini Hel, naga merah yang duduk di samping Eophi—sedang menyedot soda gratis—yang bertanya. Sudah baca kaltu identitas Tan Ying Go?

Eophi memang sedang membaca itu—kartu identitas—untuk kesekian kalinya. Di kartu identitas dituliskan berbagai informasi penting seputar kekuatan, kelemahan, dan catatan kehidupan pribadi Tan Ying Go. Lawannya di R3 ini.

"Entahlah," respons Eophi keras-keras. "Tapi mungkin ... rencananya nanti, aku akan memakai 'si Badut' untuk mengalahkannya."

"TIDAK BOLEH PAKAI BADUT!" Adalah bentakan campuran yang terdengar dari peralatan tidur (dan tambahan Hel yang membentak lewat pikiran) seketika setelah Eophi mengatakan rencananya.

Sorakan protes itu ditimpali oleh teriakan para penonton yang duduk di kursi belakang. Mungkin mereka tidak bisa menonton karena terhalang kasur terbang, lalu Eophi yang sedang disiksa di atasnya oleh bantal, guling, selimut, dan naga merah kecil.

"Menyingkir, pemuda berambut semak, dan bawalah peralatan tidurmu yang bawel! Kami tidak bisa menonton! Dan menyingkirlah, karena tempat duduk itu adalah bangku spesial untuk Yang Mulia Netori!" cicit seorang atau seekor tikus putih berdasi merah. Suaranya adalah satu-satunya suara yang terdengar jelas di antara jeritan protes lainnya.

Eophi tidak sempat merespons, karena terdengar kemudian sorakan yang lebih berisik lagi. Bukan sorakan protes, tapi jenis sorakan yang biasa terdengar ketika suatu keramaian menyambut sesuatu yang penting.

Ada desakan aneh yang memaksa Eophi untuk menoleh. Jadi Eophi menoleh ke sebelah kirinya pelan-pelan. Ia melihat, hanya berjarak beberapa senti dari hidungnya, seorang wanita berambut hitam panjang. Berdiri sambil menatap ke bawah, ke arena. Wanita itu mengenakan pakaian yang sangat indah, dan sangat wangi. Lalu, lagi-lagi desakan aneh memaksanya untuk melakukan sesuatu, kali ini untuk bergerak menjauh. Eophi menurut. Ia menggerakkan kasur terbangnya agak jauh ke samping sambil terus memperhatikan wanita itu.

"H-hey, lihat, wanita c-cantik itu mengambil t-tempat dudukmu!" kata Cloud si selimut.

Eophi mengangguk pelan kemudian menenggak setengah isi kardus popcorn.

Tidak lama setelahnya, baru diketahui kalau wanita berambut hitam itu adalah Yang Mulia Netori. Sang penguasa server Amatsu.


***


Membekukan. Yang disaksikan para penghuni server Amatsu, pada hari ini di Monster Colosseum, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa mereka lupakan dalam waktu dekat—atau mungkin selamanya. Karena pertarungan demi pertarungan dari para peserta Battle of Realms ... mampu memberikan definisi "kehancuran, strategi, harga diri, perjuangan, tekad, kekuatan, dan air mata" yang benar-benar baru untuk mereka.

Berbagai emosi dan ekspresi lepas ke udara di setiap babaknya. Sampai, Tarou—makhluk merah berwajah ikan—yang bertugas untuk memandu acara, tidak perlu secara berlebihan menyiarkan jalannya pertempuran. Karena antusiasme tercipta dengan sendirinya. Sudah cukup lama sejak Monster Colosseum memiliki atmosfer bersemangat sekuat ini.

Gemuruh sorakan penonton yang menggila ketika para peserta saling melemparkan kata-kata tajam dan dingin; keterpanaan mereka ketika melihat arena yang lagi-lagi hancur akibat tumbukkan demi tumbukkan kekuatan di luar nalar; tangan-tangan mereka yang teracung, mulut yang meracau, dan kaki-kaki yang mengentak gelisah ketika harus menunggu hasil akhir dari serangan final ...

Intinya, penonton menyukai kekacauan dan kemeriahan, dan para peserta Battle of Realms sukses memberikan semua itu.

Sampai sekarang, sudah sebelas babak yang berlangsung. Dan saat ini di arena, tengah tersaji pertarungan sengit antara Wildan Hariz melawan Mima Shiki.

Sementara itu di salah satu sudut tribune ...

"Ayolah," kata Eophi datar. Kardus popcorn terakhir yang isinya sudah tandas setengah jam lalu dijadikan topi oleh pemuda berambut hijau itu. "Semuanya akan baik-baik saja."

Eophi masih berusaha meminta izin untuk menggunakan kekuatan "si Badut" pada peralatan tidur dan naga merahnya. Sayang, sampai saat ini, izin itu belum ia dapatkan. Kata mereka yang melarang: terlalu banyak risiko jika menggunakan kekuatan badut.

Ya. Mereka takut Eophi kenapa-kenapa.

Sebenarnya cukup menghangatkan hati siapa saja yang pernah benar-benar merasakan apa itu kesendirian, keputusasaan, dan petualangan: ketika mengetahui adanya keberadaan-keberadaan setia—teman baik atau belahan jiwa—yang mau memberi perhatian dan rasa cemas mereka secara tulus di satu tempat terasing sekalipun. Karena memang tidak ada, bahkan perisai terkuat milik semesta, yang mampu melindungi sesuatu atau memberikan perasaan tenang dan aman, melebihi sensasi yang didapat dari kehadiran mereka-mereka ... sosok-sosok yang selalu memperhatikan kita.

Eophi yang tidak pernah tahu apa itu kasih sayang dari seorang ibu, tetap merasakan kehangatan itu dari kekhawatiran peralatan tidur dan naga merahnya. Tentu saja, mereka adalah keberadaan-keberadaan penting yang selalu ada. Pelindung di setiap prospek. Mata yang selalu mengawasi, menyemangati, dan bersahabat baik.

Ikatan mereka adalah harta karun tersendiri bagi Eophi.

"Hm ... depresi, pikun, atau semua keburukan lain yang mereka—keberadaan normal dan sehat—bilang akan diderita oleh para pencinta tidur lama-lama, mungkin memang benar adanya. Hanya saja ... aku tidak peduli. Aku akan selalu mencintai tidur, dan memimpikan mimpi-mimpi masa lalu ... kalian tahu kenapa?" kata Eophi. Ia berhenti sejenak untuk menepuk kasur terbang yang sedang didudukinya, kemudian dengan dua mata biru yang selalu mengantuk, ia pandangi bantal, guling, selimut, dan naga merah yang saling bersandar. "Karena," Eophi melanjutkan, "kalian selalu ada di sana. Di dalam setiap ingatan."

Setiap ingatan, Phi? tanya Hel di dalam pikiran.

"Setiap ingatan," Eophi meyakinkan, mengangguk. "Dan ... itulah sumber kekuatanku. Mimpi-mimpi itulah yang juga menjadi alasanku agar kelak kembali terjaga—untuk terbangun dan menciptakan ingatan yang jauh lebih mengasyikkan dengan kalian. Sungguh, ada banyak hal di dalam mimpi atau ingatan yang benar-benar berbeda dari kenyataan pada masa itu sendiri. Misalnya, kita jadi lebih tahu posisi kita waktu itu, kenapa kita melakukan sesuatu, dan bagaimana memperbaikinya. Itu juga berlaku terhadap kenyataan. Kenyataan, atau masa kini, adalah kanvas kosong untuk menuangkan cat baru yang kita peroleh dari masa lalu. Karena kenyataan adalah sesuatu yang selalu baru, bagi mereka yang cukup beruntung menyadarinya. Dan hal terbaiknya adalah ... aku memiliki kalian di mana pun aku berada. Terpejam, atau melihat."

Aku sayang kamu, Phi, kata Hel.

Eophi mengusap sayap si naga merah kecil, baru melanjutkan, "Makanya ... seharusnya kalian mengerti kenapa aku membutuhkan kekuatan 'si Badut' untuk memenangkan pertandingan kali ini."

"Tapi kami tidak mengerti, IDIOT!" bentak Light si guling.

"Apa karena lawan kali ini benar-benar kuat, shushu?" Milk si bantal menimpali. "Tan Ying Go lawanmu itu memang hampir jago dalam segala hal, shushu."

Eophi menengadah sebelum mengangguk pelan. Melihat langit dan awan-awan siang yang nyaris berubah warna, lalu beberapa burung yang melintasinya. Sebentar lagi sore.

"... ya. Lawan kita memang selalu lebih kuat. Tapi bukankah keputusan-keputusan kita selama ini berhasil mengalahkan kekuatan itu?" Eophi tersenyum untuk semuanya. "Apa yang kuinginkan sebenarnya hanya pengertian kalian."

"P-pengertian?" Cloud si selimut ikut bersuara.

Lagi, Eophi mengangguk pelan.

"Yup. Kalian harus percaya ... kalau aku bisa mengatasi semua risiko. Mengubah kecemasan menjadi kekuatan. Karena untuk menang, aku selalu memiliki motivasi yang sama, yang kugunakan ketika aku memilih bangun daripada terus tidur selamanya. Dan itu adalah kepercayaan—kita akan menjadi kuat sama-sama. Jadi ... percayalah."

Setelah itu, Eophi membiarkan peralatan tidur dan naga merahnya berpikir selama beberapa saat. Adalah Hel, si naga merah, yang pertama memberi izin Eophi menggunakan kekuatan "si Badut". Kemudian bantal, guling, selimut, dan kasur ... semua akhirnya memutuskan untuk percaya pada rencana pemuda berambut hijau ini.

"... terima kasih." Eophi melepas topi kardus popcorn dari kepalanya, menaruhnya di depan dada, kemudian sedikit menunduk memberi hormat pada keluarganya.

"Cih. Lain kali jangan biarkan dia bicara terlalu banyak!" kata Light si guling sambil melompat menyerang. "Yang tadi itu pasti semacam rayuan gombal putus asa. Kita semua sudah termakan! Benar-benar IDIOT!"

Semuanya ikut menyerang. Bantal menampar muka, selimut membungkus rambut, naga merah menggigit jari—dan Eophi tertawa pelan saja menerimanya.

Mereka sama sekali belum menyadari kalau babak ke dua belas sudah selesai di bawah sana, sampai, Tarou mengumumkan pertarungan selanjutnya ...

Pertarungan ke tiga belas. Eophi Rasaya melawan Tan Ying Go.

Tiba waktunya.


***


"Hey. Namamu sudah dipanggil, tuh, shushu," kata Milk si bantal. "Apa kita langsung terbang saja dari sini ke arena, shushu?"

"Um ... baiklah. Ayo," kata Eophi.

Terbanglah kasur yang ditunggangi mereka dari tribune pojok menuju pertengahan arena. Kasur itu menukik dengan mantap dan elegan, para penunggangnya juga tampak percaya diri sambil merasa kalau mereka itu keren. Tapi apa yang terjadi setelahnya, justru cukup konyol dan memalukan.

Para penonton terdiam. Tepat ketika kasur terbang tiba di arena. Lalu Tarou, sang pembawa acara, menatap Eophi, peralatan tidur, dan naga merahnya menggunakan ekspresi ikan yang paling jelek yang bisa dibayangkan. Kedua matanya yang kuning, persis seperti lampu sein, memicing. Mungkin bagi Tarou itu adalah ekspresi kebingungan. Tapi siapa yang bisa tahu ekspresi ikan merah ajaib selain Tuhan?

Monster Colosseum membeku di situasi kikuk itu selama beberapa saat sampai ada salah satu penonton yang berteriak, "Mau apa bocah konyol berambut hijau itu dan benda-benda anehnya di arena? Keluarkan dia dari sana, dan cepatlah mulai babak selanjutnya! Kami sudah bayar banyak untuk menonton! Bokong kami bahkan mulai gatal!" Teriakkan itu langsung disusul oleh sorakan senada dari beberapa penonton lainnya.

Melihat suasana yang semakin tidak terkendali, Tarou cepat-cepat mendekati Eophi—masih dengan ekspresi yang sama—dan bertanya, "Siapa kau?"

Setelah jeda, Eophi menjawab, "Eophi Rasaya."

Tarou juga mengambil jeda. Ia mengeluarkan semacam benda pipih dari balik jas hitamnya, mengutak-atik benda itu—mencocokkan apa benar Eophi Rasaya adalah bocah mengantuk yang sedang berdiri di depannya. Setelah itu ia kembali bertanya, "Mana monster yang menjadi partnermu? Sudah verifikasi ke panitia di ruang ganti peserta?"

Sambil menggaruk dagu, Eophi menggeleng dengan polosnya.

"Duh! Demi ikan lele dan janggut miyabi," umpat Tarou kemudian. "Sana ke ruang ganti dulu!"


***


Yang disalahkan oleh Light si guling atas kejadian memalukan itu, jelas Milk si bantal. Tapi Milk bilang kalau itu salah Eophi, karena mau saja mendengar sarannya untuk langsung terbang ke arena. Eophi juga tidak mau disalahkan, jadi ia langsung menyalahkan tukang topeng di jalan utama meski itu tidak ada hubungannya. Ya. Mereka terus meributkan itu di sepanjang jalan berliku menuju ruang ganti peserta. Sementara di luar sana terdengar Tarou yang masih sibuk meredam beberapa emosi dari penonton-penonton manja.

"Ah, ini dia ruangannya," kata White si kasur, menyudahi dialog saling menyalahkan.

Mereka tiba di ruang ganti peserta. Ruangan persegi yang tidak terlalu besar, bercat fosfor, dan nyaris kosong. Hanya ada seorang atau seekor lumba-lumba betina berbikini dan tabung translusens berukuran sepuluh meter di sudut ruangan.

Diketahui lalu, lumba-lumba seksi itu adalah salah satu panitia pembantu di Monster Colosseum ini. Segera setelah ia mengonfirmasikan identitas Eophi, ia mengaktifkan tabung translusens di sampingnya.

Perintah tabung: mencetak salah satu monster Myrdial—disiapkan.

"Nah, monster apa yang mau Anda panggil?" tanyanya sopan.

Setelah jeda, Eophi menjawab, "Apa saja boleh?"

"Baiklah kalau begitu," kata si lumba-lumba seksi.

Perintah tabung: memilih monster secara random—selesai.

"... eh?"

Tabung translusens itu bergetar, berpendar, menciptakan suara desisan selama empat detik penuh. Kemudian ... satu makhluk mungil tiba-tiba saja ada di sana. Melayang-layang di dalam tabung. Eophi langsung mengenali makhluk itu. Ia berusaha tersenyum, sementara peralatan tidur dan naga merahnya menjerit histeris. Makhluk itu adalah peri ingatan yang hidup di De Soliant, salah satu daerah terliar di Myrdial. Dan yang terpenting sekaligus terparah, adalah kenyataan bahwa peri ingatan bukanlah monster petarung. Peri ingatan hanyalah keberadaan normal yang tinggal di pohon-pohon besar, sama sekali tidak berbahaya, dan relatif lemah.

"Proses pemilihan partner sudah selesai," kata si lumba-lumba seksi. "Silakan kembali ke arena."

Untuk kesalahan pada pemilihan monster ini, jelas Eophi yang disalahkan.


***


"Ng, maaf ... tadi itu si lumba-lumba kece salah paham. Maksudnya bilang 'apa saja boleh', bukan berarti 'terserah'," kata Eophi sambil terus memperhatikan peri ingatan di sampingnya. Peri itu mengenakan kostum unik berbentuk landak bumi dan tampak selalu berlari di atas semacam treadmill—salah satu benda modern di Bumi yang biasa digunakan untuk berolahraga. Ukuran keseluruhannya termasuk kecil, tidak lebih besar dari telapak tangan manusia dewasa. "Tapi sudahlah, sudah terlambat. Yang penting dia lucu, dan, jangan lupa kalau peri ingatan memiliki kekuatan untuk menciptakan balon ingatan dari keringatnya. Coba saja tatap matanya. Nah ... siapa namamu?" Eophi melanjutkan, bertanya pada si peri. "... Dora, kah?"

"Lol," jawab si peri malu-malu.

"Lol, eh?" Eophi mengulang.

Yah, sebanyak apa pun omelan dari peralatan tidur dan naga merahnya soal kesalahan ini, semuanya sudah terlambat—Eophi benar soal itu. Mereka semua sekarang sudah berdiri di balik gerbang menuju arena. Suara Tarou yang membahana, berapi-api menyampaikan salam pembuka untuk pertandingan ke tiga belas nanti, bisa terdengar langsung dan sangat jelas lewat celah-celah panel dan besi.

Beberapa detik lagi, gerbang itu akan terbuka.

"Baiklah ... ini saatnya," kata Eophi. Ia pandangi semua, keluarga dan partner kecilnya. Meski nyaris tak terlihat, saat ini ada keseriusan unik di mata mengantuknya. Keseriusan yang meminta untuk diperhatikan. "Kalian siap membuatku menjadi badut selama sepuluh menit ke depan?"

Jawaban dari pertanyaan itu disikapi dengan satu tindakan oleh semua. Pertama, sebentuk ekspresi pada setiap peralatan tidur Eophi, memudar kemudian menghilang. Menjadi pasif: langkah wajib untuk mengaktifkan kekuatan "badut". Kedua, Hel si naga merah terbang ke samping Eophi, mencium pipinya, kemudian meledakkan diri. Sinar merah menyebar ke segala arah dan bersamaan dengan itu ... gerbang terbuka. Perlahan-lahan.

Cahaya langit sore yang masuk ke bagian dalam koridor gerbang nyaris mencerahkan sekaligus membutakan. Proses perubahan Eophi juga telah selesai. Detik-detik seolah melambat sekarang. Tidak ada lagi peralatan tidur atau naga merah yang terlihat. Hanya ada Eophi dengan penampilan badutnya, dan Lol si peri ingatan. Mereka keluar dari bayangan.

Rambut hijau Eophi yang memanjang dan membentuk dua spiral aneh di puncaknya bergerak-gerak ke kiri karena angin. Eophi tidak berjalan, ia duduk di atas semacam bola sirkus besar yang terus memantul secara ajaib. Dua pedang di masing-masing tangan, lalu rantai yang membelit seperti gelang, dan tombak hitam yang tersampir di punggung, adalah senjata barunya.

"Sekarang ... sambutlah dua peserta yang akan bertarung di babak ini ... Eophi Rasaya dan Tan Ying Go!" Tarou memekik. Direspons langsung oleh ribuan antusiasme.

Satu hal pertama yang disadari Eophi dalam versi badutnya, ketika bergerak memantul di atas bola sirkus ke dalam arena, adalah suara. Karena mendengar riuh sorakan penonton dari tribune, dengan mendengar riuh sorakan itu dari arena langsung, benar-benar suatu pengalaman yang berbeda. Sementara hal kedua yang disadarinya, adalah langkah-langkah mantap Tan Ying Go di seberang sana. Tan Ying Go berjalan keluar dari gerbang, bersebelahan dengan partnernya—naga berkepala tiga.

"Baiklah," kata Tarou yang sudah bergerak menjauh (ia sedikit bingung melihat penampilan Eophi yang berubah cukup drastis tapi akhirnya memutuskan untuk tidak ambil pusing), dan dua peserta sudah tiba di tengah-tengah. "Untuk menang, kalian harus mengalahkan monster peserta lain, atau kalahkan pesertanya langsung, atau kalahkan keduanya. Terserah kalian! Dan untuk arena yang akan dipakai pada babak ini ... adalah ... arena APHZGard! Yeah! Itu saja, bertarunglah sepenuh hati!
"DAN SEMUANYA! SAKSIKANLAH, BERTERIAKLAH ... KARENA BABAK KE TIGA BELAS, DIMULAI!"

Di antara sorakan penonton yang menulikan pendengaran, beberapa hal terjadi secara bersamaan—semacam mekanisme menelan Tarou ke bawah tanah, ada guncangan besar yang mengubah tampilan arena, lalu serangan pertama dari Tan Ying Go dan partnernya ...

Eophi si badut tersenyum saja kemudian menghilang.




4




Monster Colosseum
Badut Merah

 

Memiliki kecepatan yang mengagumkan, hanyalah salah satu kelebihan Eophi si badut. Ia menginjak bola sirkusnya sedemikian dalam tadi, memanfaatkannya seperti trampolin yang bermagnet, kemudian membiarkan tubuhnya melesat ke udara. Sangat-sangat cepat sampai seolah menghilang.

Tan Ying Go juga bukan manusia biasa. Meski cepat, gerakan Eophi terlihat olehnya. Tapi bukannya mengubah arah, ia malah tetap berlari lurus ke tempat Eophi berada tadi. Tujuannya jelas. Ia mengincar Lol si peri ingatan yang tampak kebingungan, sementara partnernya si naga berkepala tiga menarik rahang masing-masing kemudian menembakkan tiga arus api yang bersatu menjadi sebuah kobaran besar ke arah Eophi.

Tentu saja, kebanyakan petarung tak bersayap akan mati langkah ketika diserang di udara, ditambah, dalam situasi ini, Eophi tahu kalau Lol hanya peri lemah yang bisa langsung dihabisi satu serangan saja oleh Tan Ying Go. Semua faktor itu seharusnya cukup memberi alasan bagi Eophi untuk berteriak putus asa. Anehnya, badut itu justru tertawa pelan. Mungkin karena memang tidak ada yang perlu disesali olehnya, dan melompat ke udara bukanlah suatu langkah asal-asalan tanpa perencanaan.

Eophi memanfaatkan sepersekian detik sebaik-baiknya untuk melakukan dua hal sekaligus. Ia menendang bola sirkusnya ke depan arus api, kemudian melempar dua pedang yang terhubung dengan rantai ke bawah. Bola sirkus tepat menghantam arus, membuat jilatan api besar itu berbelok, hanya membakar udara di atas kepala. Lalu pedang-pedang yang terhubung dengan rantai menghantam lantai arena, menancap menyilang tepat di antara Tan Ying Go dan Lol.

Ketika gerakan Tan Ying Go terhenti sejenak, saat itulah rantai pada dua pedang di depannya menarik Eophi dari langit dengan kecepatan satu kedipan mata. Eophi turun, tiba di hadapannya, langsung mengepalkan tangan. Tan Ying Go juga tidak hanya berdiam dan terkejut. Meski sedikit terlambat, ia mencabut belati hitamnya, menebas secara horizontal—tapi kurang cepat. Tebasan itu hanya menggores pipi si badut, sementara dirinya sendiri sudah terlempar ke belakang akibat satu pukulan di dagu.

Pada akhirnya, semua gerakan saling serang itu tidak membawa mereka ke mana-mana. Mereka kembali ke posisi masing-masing. Suasana arena yang nyaris sunyi juga mulai gaduh ketika penonton kembali menemukan napas mereka setelah menyaksikan adegan singkat tadi. Dan Tarou sebagai pemandu acara yang menyaksikan pertarungan ini dari suatu tempat, untuk pertama kalinya berkomentar dengan meneriakkan, "AKROBAT DAN API, SAUDARA-SAUDARA! AKROBAT DAN API!"


***


Hanya satu kesalahan yang Eophi perbuat tadi, yaitu ia terlalu berfokus untuk menyerang Tan Ying Go sehingga tidak melihat keadaan sekitar. Keadaan arena. Karena seperti yang Tarou katakan, arena spesial yang digunakan untuk babak ke tiga belas ini bernama APHZGard—arena yang dihiasi oleh patung-patung dewa dan para gladiator.

Efek dari arena khusus itu akan membuat berbagai kesulitan sebentar lagi.

"Jadi, Sir," kata Eophi sambil tersenyum, "apa pukulan tadi akan membuatku ditilang?"

Si badut bodoh itu salah paham. Ia yang telah membaca biodata Tan Ying Go dan mengetahui profesinya di dunia asal, baru saja menyamakan polisi tilang dengan kopassus.

"Ditilang? Oh, tidak. Tenang saja," Tan Ying Go merespons, juga sambil tersenyum.

"Sungguh? Syukurlah, merepotkan kalau—"

"Karena itu memang bukan pekerjaan saya," Tan Ying Go memotong.

"Harus bayar—eh? Apa? Bukan? Lalu apa pekerjaanmu?" tanya Eophi ceria.

"Membunuh."

Jawaban singkat itu disertai senyuman yang lebih lebar dan geraman buas dari naga berkepala tiga. Mulut Eophi setengah terbuka mendengarnya, entah kenapa ia senang sekali menerima respons seperti itu. Dan cukup berbeda dengan Eophi biasa yang bersenjatakan peralatan tidur, Eophi si badut lebih terfokus dan banyak bicara. Juga, tentu saja, jadi lebih senang menyerang daripada bertahan.

"Jangan tersinggung," kata Eophi, sambil memasang ekspresi sok serius, kemudian merentangkan salah satu rantainya untuk mengambil bola sirkus yang terpental ke sudut jauh arena. "Aku akan mengalahkanmu dalam waktu delapan menit."

"Menakjubkan. Kapan kita bisa mulai menit pertamanya?"

"Sekarang, Sir."

Bola sirkus ditarik, Eophi segera naik ke atasnya. Pada saat inilah, ketika Eophi juga sedang lengah karena memperhatikan balon-balon ingatan Tan Ying Go yang secara tidak langsung diproduksi oleh Lol (tampaknya sempat terjadi kontak mata di serangan pembuka), arena APHZGard memulai terornya.

"Keputusan untuk melompat tadi, sambil memanfaatkan monster sebagai umpan dan pemisah, sebenarnya tidak lebih dari upaya dasar menguji kekuatan masing-masing. Cukup mengesankan memang. Tapi, selalu ada rencana di atas rencana, Eophi," papar Tan Ying Go, mengelaborasikan. "Kadang suatu objek harus berpura-pura bergerak dinamis untuk menahan objek lainnya di satu tempat yang sama. Perhatikan sekeliling."

Tanpa suara, bayangan hitam besar seperti dinding, yang keluar dari sebuah patung berbentuk malaikat kematian, menyerang Eophi dari belakang. Awal teror APHZGard. Eophi mengumpat kemudian meraih Lol yang masih menghasilkan balon ingatan di sampingnya. Di detik-detik terakhir sebelum dinding hitam itu runtuh ke atas mereka, ia berhasil melompat menghindar. Hindaran yang tidak sempurna, karena sebagian tangan kirinya tetap tercelup ke dalam bayangan—rasanya seperti tercabik sampai ke jiwa. Dan, karena gerakan itu sudah bisa diprediksi dengan tepat oleh lawan.

Tan Ying Go menunggu Eophi di udara, memegang guan dao, berusaha menusuk Lol menggunakan senjata itu tapi Eophi lebih cepat. Eophi melempar si peri ingatan menjauh dari jangkauan tusukan, dan menerima serangan Tan Ying Go dengan tubuhnya sendiri.

"AH! DARAH PERTAMA, SAUDARA-SAUDARA! DARAH PERTAMA!"

Tarou kembali berkomentar, ditimpali kemudian oleh sorakan familier dari penonton yang semakin tidak bisa mengontrol kegilaan mereka ketika melihat darah dan ketidakberdayaan menitik di arena.


***


APHZGard. Arena khusus untuk babak ke tiga belas ini sebenarnya masih memiliki bentuk normal, persegi. Ukurannya juga tetap sama, standar pertarungan besar Monster Colosseum. Yang membedakan hanya keberadaan empat patung dewa Yunani Kuno di tiap sudutnya, dan beberapa sosok yang disebut hantu gladiator—yang nantinya akan berkeliaran di bagian tengah.

Keempat patung dewa (Ares, Poseidon, Hades, Zeus) memiliki kekuatan dan teritori tersendiri: Patung Ares mampu memunculkan berbagai senjata; Patung Poseidon mengeluarkan berbagai jenis serangan air dan gempa; Patung Hades menciptakan dinding kematian dari bayangan; Patung Zeus menembakkan pilar-pilar petir.

Akibat tidak memperhatikan poin-poin itu, Eophi tadi nyaris tertimpa dinding kematian Hades. Meski tetap saja, setelah berhasil menghindar pun, kondisinya tidak jauh lebih baik. Karena serangan lain yang sangat terencana, telak menghantamnya. Hanya keberuntungan mungkin, yang membuat bilah guan dao Tan Ying Go gagal merobek sampai ke bagian vital.

Eophi cepat-cepat menarik diri, memanfaatkan bola sirkusnya untuk bergerak ke belakang. Darah terus merembes dari luka tusuk di perutnya tapi si badut cuek saja, sama sekali tidak ada upaya untuk menekan, memperlambat pendarahan. Bola sirkusnya lalu tiba di bagian arena yang dipenuhi debu gempa dan air mancur. Teritori Poseidon. Ia mengumpat, sambil mati-matian memantul-mantul di udara menghindari percikan air yang bergerak seperti peluru dan mampu membekukan apa saja jika terciprat—belum lagi gempa yang bisa mengubah sesuatu menjadi patung jika debu-debunya terhirup atau mengotori kulit.

Relativitas. Empat detik yang terasa sangat lama ketika digunakan untuk bertahan hidup, dilewati dengan keberhasilan singkat. Meski ada beberapa bagian tubuh yang membeku atau mengeras seperti batu, Eophi masih bernapas dan sukses keluar dari teritori Poseidon. Badut itu melompat sangat tinggi, kemudian kembali mengumpat pelan ketika melihat Tan Ying Go berdiri di tempat aman di tengah arena; sedang membidik Lol yang melayang-layang santai beberapa meter di atasnya. Bagian yang paling menyebalkan, adalah, Lol sama sekali tidak melakukan apa-apa selain berlari di atas benda mirip treadmill, mungkin sambil sesekali mencolek balon ingatan yang ia ciptakan. Tapi itu saja. Belati hitam Tan Ying Go siap dilempar.

"Ayolah, Lol, tidak ada salahnya mencoba menghindar—ah, lupakan. Aku mulai menyesali kebodohanku di ruang ganti!" Dibantu sedikit emosi, Eophi menginjak bola sirkusnya begitu dalam lalu melesat ke tengah arena. Tapi ia terlambat. Belati hitam lebih dulu meluncur dari tangan Tan Ying Go. Kedua mata Eophi refleks menyipit, kepalanya gatal ketika harus memutuskan sesuatu yang begitu tiba-tiba sekaligus sangat cepat. Cara untuk menyelamatkan Lol. Keputusan dibuat: Eophi melempar sekuat tenaga salah satu pedangnya. Rantai yang membelit di gagang pedang sampai terulur paksa, meronta karena kecepatan. Sekarang semua seolah melambat, pedang Eophi maju, bergerak di bagian bawah treadmill Lol, kemudian melewatinya. Kali ini Eophi tepat waktu. Ujung belati hitam Tan Ying Go tersangkut di lubang rantai sesaat sebelum menusuk si peri ingatan. Eophi menarik benda yang tersangkut itu ke samping, membuangnya jauh-jauh ke sudut lain arena.

Semua keputusan dan gerakan super cepat tadi terlalu banyak menyita konsentrasi. Bukan hanya itu, Eophi—yang masih dalam keadaan melesat di udara langsung menuju ke wajah lawannya—juga kehilangan momentum untuk menghindar, bertahan, atau menyerang. Dan lagi-lagi, ia kehilangan fokus lebih untuk memperhatikan sekeliling.

Eophi nyaris tidak bisa melakukan apa-apa ketika sebuah arus api meletup-letup di sampingnya. Arus api yang ditembakkan naga berkepala tiga—makhluk itu menyelinap di saat semua perhatian teralih tadi. Maka untuk bertahan, cepat-cepat Eophi menendang bola sirkusnya ke dalam api. Berdoa, benturan yang terjadi nantinya bisa mengubah jalur arus. Tapi sayangnya, tanpa momentum dan bidikan yang tepat, arus api tidak mungkin berbelok. Eophi pasrah. Lalu semuanya terjadi dengan sangat cepat ... ketika bola sirkus kembali memantul dan si badut yang putus asa hanya bisa berlindung di baliknya, terbakar di bagian perut, kemudian terlempar ke sudut lain arena. Teritori Zeus.

Sampai sini pun Eophi tidak memiliki waktu untuk mengerang atau mengeluh. Ia buru-buru memulihkan keseimbangannya, naik ke atas bola, dan bergerak menghindar karena pilar-pilar petir berebut menyerangnya dari bagian bawah arena. Bunyian nyaring dari lantai yang ditembus oleh kilatan-kilatan meredam semua suara lain. Sementara di tengah arena, Tan Ying Go kembali mencoba membidik Lol. Kali ini menggunakan guan dao.

Eophi berteriak agar tetap terfokus. Ia melompat ke satu titik di mana pilar petir akan mencuat, dan ketika itu terjadi ... ia tahan beberapa sengatan yang merayap lewat bola sirkus ke telapak kakinya, lalu ia membiarkan dirinya terdorong ke atas. Melesat memanfaatkan kekuatan petir. Tombak hitam di punggung ditarik keluar, dilempar sekuat tenaga ke tengah arena. Tapi tombak hitam itu tidak pernah mendekati target. Ada tiga arus api yang bergantian menghalaunya.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Eophi baru menyadarinya sekarang, betapa dirinya sudah tersudut. Ia hanya bisa diam menyaksikan ketika Tan Ying Go melempar guan dao, tepat ke arah Lol, dan serangan itu pun ... meleset.

Lol bergerak. Peri ingatan itu menghindari guan dao Tan Ying Go.

Entah harus bagaimana Eophi merespons situasi ini, karena di saat yang sama terjadi sesuatu pada dinding kematian Hades. Dinding hitam itu menyuarakan jeritan setan ketika terbelah, memperlihatkan enam sosok misterius di baliknya.

Tiga dari enam sosok itu masing-masing mengenakan pakaian perang barbar, pedang di tangan kanan, dan perisai bundar di tangan kiri. Sementara tiga sisanya berpakaian, dan kelihatan, seperti budak.

"OH! INI DIA, SAUDARA-SAUDARA! INI DIA ... PARA HANTU GLADIATOR DAN PERSEMBAHANNYA!" Tarou seketika berkomentar. Dan, sudah jelas, langsung mendapat sambutan berupa jeritan-jeritan penonton yang semakin menuntut lebih banyak kengerian dari suatu kejatuhan.


***


Mulanya, ketiga gladiator tidak bergerak sama sekali. Sampai ketika tiga budak yang tampak hidup di samping mereka, sedikit demi sedikit terkikis keberadaannya oleh bayangan hitam, ketiga gladiator baru mengangkat kepala, berteriak, kemudian berlari ke tengah arena seperti hewan buas yang haus darah.

"SEPERTI YANG KALIAN TAHU, SAUDARA-SAUDARA! PERSEMBAHAN YANG DIBERIKAN UNTUK HANTU GLADIATOR ADALAH PARA KRIMINAL TINGKAT TINGGI! MEREKA PANTAS MENERIMANYA!" kata Tarou berapi-api, ditimpali sorakan penonton yang bergemuruh seperti ombak. "NAH! SAMBUTLAH KEKUATAN PENUH DARI APHZGard ARENA!"

Eophi masih mengambang di udara saat ini, jadi ia aman dari serangan tiga gladiator di bawah sana. Lol juga, aman tanpa terduga. Peri ingatan itu bahkan terbang menghampiri Eophi.

"Oh, hai. Kayaknya kita punya sedikit waktu untuk membuat rencana kemenangan," kata Eophi. Bola sirkusnya perlahan-lahan kehilangan ketinggian. "Mau dengar, Lol? Atau mau membuatku jantungan lagi?"

Bukannya menjawab, Lol malah memberikan Eophi balon-balon berisi ingatan Tan Ying Go. Eophi menerimanya, dan segera mengeceknya.

Balon pertama: ingatan Tan Ying Go di ruang ganti peserta, ketika ia memilih monster. Dari ingatan ini ... Eophi tahu nama si naga berkepala tiga, asal usul, dan kelemahannya. Namanya Azhi Dahaka, dan ia berasal dari kesadaran seorang sahabat Tan Ying Go yang bernama Haris. Meski kulit naga ini sekeras baja, ada satu retakan di bagian perutnya yang menjadi titik lemah. Lalu sama seperti Lol, Azhi Dahaka juga terpanggil karena sebuah kecelakaan.

Balon kedua dan seterusnya: ingatan Tan Ying Go di kamar khusus peserta. Dari ingatan ini ... Eophi tahu apa saja yang dilakukan Tan Ying Go ketika menunggu babak ke tiga belas dimulai. Tan Ying Go beristirahat, memesan makanan yang banyak, mandi, mengobrol dengan senjata khususnya (yang kini Eophi tahu bernama Rahula dan bisa berubah menjadi guan dao), kemudian bermeditasi ...

Bola sirkus nyaris menyentuh permukaan arena sementara Eophi masih tampak berpikir keras sambil memperhatikan sekeliling. Di tengah arena, Tan Ying Go bersebelahan dengan Azhi Dahaka membantai gladiator-gladiator yang terus berdatangan. Di teritori Hades, tampak budak-budak persembahan baru, berbaris untuk mati, untuk menciptakan lebih banyak hantu gladiator. Di teritori Poseidon, entah hanya perasaan semata atau apa, gempa dan serangan-serangan airnya terlihat lebih luas. Di teritori Zeus, ternyata terjadi hal yang sama—pilar-pilar petir memperluas serangannya, tombak hitam Eophi yang tadi terpental ke depan wilayah itu kini sudah tidak terlihat. Terakhir di teritori Ares, berbagai senjata bertumpukkan, menciptakan semacam bukit kecil ...

"Oke. Ada satu rencana," gumam Eophi.

Lol memperhatikan.

Eophi menjelaskan.

Menggabungkan data-data panitia tentang Tan Ying Go dengan sedikit ingatan yang diberikan balon-balon tadi, Eophi bisa menyimpulkan kalau rencana terbaik adalah dengan menghilangkan semua rencana. Bagaimana caranya? Pertama Eophi harus memisahkan semuanya. Monster dan senjata yang tersisa. Dan untuk mendapatkan momentum sebesar itu, Lol harus melakukan sesuatu yang penting.

"Begitulah. Aku nggak bisa jadi badut selamanya, dan Tan Ying Go terlalu kuat, pintar, juga berpengalaman untuk dikalahkan dalam kondisi normal. Jadi, kalau rencana ini gagal, sudah dipastikan kita kalah." Eophi tersenyum. "Oh ya, Lol. Dulu, di hari pertama mengikuti pelatihan Myrdial Abyss, waktu aku masih bodoh dan belum memiliki sihir Myrd, aku pernah tersesat di hutan De Soliant. Kukira aku bakal mati, sampai, beberapa peri ingatan yang menghuni pohon tempatku bersembunyi, turun untuk menolongku. Mereka memberikan balon ingatan tentang rute keluar dari hutan. Jadi, aku selamat, berkat peri ingatan."

"Terus?" tanya Lol malu-malu.

"Yah ... terusannya banyak. Karena aku tetap hidup. Tapi kita nggak punya waktu buat cerita soal itu. Kita nyaris tiba di bawah."

***


Bola sirkus Eophi mendarat di permukaan arena bagian tengah dan kekacauan segera menyambutnya. Pedang-pedang besar dari hantu gladiator menebas dengan liar dari segala arah. Eophi menunduk—beberapa serangan berhasil memotong ujung rambut panjangnya. Ia cukup kepayahan karena terkepung. Belum lagi, upaya mengerahkan segenap kekuatan pada otot-otot hanya untuk menghindar, dan melindungi Lol, membuat luka bakar dan luka lain di tubuhnya berdenyut kian pedih. Meski gerakan pasukan barbar tidak terlalu cepat, kekuatan satu ayunan pedang mereka mampu menghancurkan lantai arena. Fatal jika diterima secara langsung.

Eophi menggunakan dua pedang berantainya untuk menahan dan membuang beberapa tebasan yang tidak bisa dihindari. Eophi sama sekali tidak balas menyerang. Ia justru menggiring mereka. Memperpadat kekacauan. Sambil terus bergerak, menerobos kerumunan gladiator lain—yang pada saat ini mungkin sudah berjumlah puluhan—langsung menuju tempat Tan Ying Go berpijak.

Azhi Dahaka memuntahkan kobaran api dari ketiga mulutnya ketika melihat Eophi berada di jarak tembak. Desisan panas yang berbahaya. Beberapa penghalang di jalur serangan itu seketika hangus terbakar atau terpental, sementara Eophi yang diincar berhasil memantul menghindar. Kemudian tanpa jeda, bola sirkus memantul sekali lagi, kali ini melesat melewati beberapa kepala gladiator sekaligus, serta ujung-ujung pedang mereka ... lalu mendarat di antara Tan Ying Go dan Azhi Dahaka. Eophi tiba di tempat tujuan.

"Bukankah lebih aman berada di langit? Kenapa repot-repot turun sekarang? Pergilah, badut, di sini terlalu berbahaya. Kali ini cobalah memantul lebih tinggi," ejek Tan Ying Go sambil bergerak memutar, menebas tiga gladiator menggunakan guan dao—atau Rahula. Tebasan memutar itu lalu berhenti tepat di depan wajah Eophi yang sedang menyunggingkan senyum. "Oh. Punya rencana baru, huh?"

Eophi mengangkat bahu, kemudian tiarap di atas bola untuk menghindari tebasan gladiator di balik punggungnya.

"Rencana, ya? Entahlah," ia bilang, setelah menendang gladiator yang menyerangnya. "Mungkin aku hanya menyukai caramu berbicara, dan mengagumi caramu mengantisipasi rencanaku dengan rencana lain, Sir. Makanya aku turun lagi. Ah, ngomong-ngomong, perkenalkan secara resmi ... ini Lol, partnerku. Dia menghindari seranganmu tadi, satu kali, kalau kau lupa."

Eophi menunjuk Lol yang berlari di sebelahnya. Otomatis Tan Ying Go menelengkan kepala, memperhatikan makhluk itu. Mata mereka bertemu pada sebuah pandangan yang cukup dalam. Lalu ... terciptalah balon-balon ingatan yang baru.

"Yap. Cukup!" kata Eophi tiba-tiba. "Ayo, naik sekarang, Lol."

Lol dan balon ingatannya bergerak ke atas bola sirkus, sementara Eophi cepat-cepat melompat turun, mengambil ancang-ancang singkat. "Tunggu kodenya, oke?" Eophi berbisik kemudian menendang bolanya sekuat tenaga. Bola itu, dan si peri ingatan, sudah melambung jauh dan terus menjauh sekejap kemudian.

Pada saat yang sama, Tan Ying Go maju menyerang—guan dao terhunus ke leher si badut. Dan Azhi Dahaka kembali menembakkan kobaran apinya. Kali ini bukan untuk menyerang, melainkan menciptakan lingkaran temporer yang memisahkan dirinya, Tan Ying Go, dan Eophi, dari kekacauan sekitar.

Penyerangan dimulai.

Dua tangan Eophi yang memegang pedang dipaksa bergerak lebih cepat untuk menahan berbagai variasi tebasan guan dao Tan Ying Go, sementara kaki-kakinya sibuk menghindari sabetan ekor Azhi Dahaka. Serangan beruntun dari dua arah, tanpa jeda, di area sempit. Eophi yang mulai kehabisan napas tanpa sadar terus mundur mendekati lingkaran api. Akhirnya ... satu entakkan ekor, disertai tebasan di sepanjang dada, berhasil menjatuhkannya.

Si badut terkapar, terengah-engah. Bilah guan dao menempel di leher. Keadaannya sudah benar-benar kalah, tapi ia malah tersenyum geli, terbatuk, lalu tertawa.

"Hm. Jangan bilang, kalau ini semua adalah bagian dari rencana?" Tan Ying Go tersenyum, tapi sedetik kemudian, ekspresinya berubah. Topeng ramah di wajahnya berubah menjadi dingin, tanpa emosi. Seperti tentara-tentara yang sangat terfokus untuk menyelesaikan suatu misi. "Maaf, badut, tapi rencana apa pun itu, semua sudah terlambat. Menyerahlah, selagi pilihan itu masih ada."

"Sebentar. Lingkaran api ini memang menjadi suatu kejutan. Beruntung, aku pandai berimprovisasi," kata Eophi. "Nah. Sekarang giliranku—perhatikan sekeliling!"

Tan Ying Go melirik sekilas ke sebelah kiri dan kanan. Lingkaran api semakin rendah dan menipis di beberapa tempat. Anehnya, sama sekali tidak terlihat bayangan para gladiator di seberang sana. Lalu seolah menyadari sesuatu, Tan Ying Go menoleh ke belakang, dan mendapati dugaannya benar. Para gladiator, semuanya, berada di sana. Mereka menyerang dari belakang. Azhi Dahaka menggeram kacau karena seketika disibukkan oleh puluhan pedang sekaligus. Eophi memanfaatkan kelengahan ini. Ia menghantam bilah guan dao di lehernya menggunakan gagang pedang, kemudian berguling menjauh sementara gladiator-gladiator yang berhasil melewati Azhi Dahaka berbarengan menyerbu Tan Ying Go. Situasi berbalik.

"Puncak tiga kepala naga temanmu adalah satu-satunya sesuatu yang bisa dilihat dari balik api, Sir. Tinggal mengasumsikan kalau para gladiator itu hanya mayat berotot yang diisi jiwa-jiwa persembahan, alias bodoh, aku bisa menebak di mana mereka akan berkumpul kemudian menyerang ketika api padam," Eophi menjelaskan semuanya sambil melempar kedua pedang berantai ke arah Tan Ying Go. Tan Ying Go berhasil menahan serangan itu, tapi ia terlambat untuk menahan serangan berikutnya dari beberapa gladiator terdekat. Tubuhnya menderita beberapa luka tebasan. "Sementara rencanaku yang sesungguhnya, sederhana saja. Menarik gladiator sebanyak-banyaknya untuk menahan si naga berkepala tiga, memisahkanmu dari Rahula, lalu mengalahkanmu dengan ingatan. Dan itu semua belum terlambat. Perhatikan," Eophi melanjutkan, kali ini sambil menahan beberapa tebasan gladiator yang berpaling ke arahnya. "LOL! SEKARANG BUANG PAKETNYA!"

Balon ingatan turun satu per satu dari langit sedetik setelah Eophi menyuarakan jeritan terkerasnya. Benda-benda itu mendarat di sekeliling Tan Ying Go yang berdarah-darah, dan cukup kewalahan menjatuhkan gladiator-gladiator yang terus menyerang. Tanpa peringatan, semua balon ingatan pecah serempak, memaparkan memori-memori, seperti bom cahaya, langsung ke dalam pikiran. Tan Ying Go terpaksa kembali menyaksikan kematian enam belas sahabatnya ... terpaksa terdiam dan menerima semua tebasan berbahaya ...

"Aku tidak akan membiarkan para gladiator membantaimu lebih jauh dalam kondisi ini, Sir. Jadi ... terbanglah!"

Eophi menarik pedang berantai yang tadi ia lempar. Dua pedang yang ternyata mengemban misi tersendiri. Pedang pertama, membelit Rahula atau guan dao, ditarik kemudian dilempar jauh ke dalam teritori Hades. Pedang kedua, membelit kaki kiri Tan Ying Go, diangkat kemudian dilempar sekuat tenaga ke tumpukan senjata di teritori Ares. Eophi menyusul setelahnya, menarik dirinya sendiri menggunakan rantai ke tumpukan senjata. Ia mengatur napas, menahan sedikit lagi rasa sakit luar biasa yang diderita di sepanjang pertarungan ini, kemudian berdiri di depan Tan Ying Go yang terbaring tak berdaya dan mengatakan, "Menyerahlah, Sir, selagi pilihan itu masih ada."

Tan Ying Go, masih memegangi kepala sambil memejamkan mata, tersenyum mendengarnya. Kemudian ia menggumam, "Perhatikan langitnya, Eophi."

Eophi menurut, mendongak, melihat langit sore yang nyaris berakhir. Ia juga melihat bola sirkusnya sedang dalam perjalanan jatuh kembali ke permukaan. Lalu ... sesuatu berdesing beberapa kali. Sensasi dari sesuatu yang basah dan sangat panas, terasa di sekitar dadanya. Lututnya melemah sepersekian detik kemudian, membuatnya jatuh bersimpuh. Meski semuanya seolah meredup sekarang, masih cukup jelas terlihat, satu senjata api di tangan kanan Tan Ying Go—sosok yang masih terbaring tapi kini tersenyum puas.

"Beginilah akhirnya, badut hijau," kata sosok yang terbaring. "Kita memiliki intrik, luka masing-masing, dan tidak bisa bergerak karenanya."

"Kau menembakku, Sir? Dengan senjata tersembunyi? Di saat terakhir?" tanya Eophi lemah.

"Seharusnya dari pertama," aku Tan Ying Go. "Tapi mau bagaimana lagi? Setelah saya membaca data-data dari panitia, kemudian melihat tidak adanya alasan untuk bertarung secara serius melawan bocah yang hobi membawa peralatan tidur ke mana saja, atau mungkin badut konyol perubahannya sekalipun, saya memutuskan untuk menganggap ini pertarungan biasa. Kemenangan mudah."

"Itu tidak sopan, Sir." Eophi tertawa pelan. "Bukankah kejadian sebelumnya bersama Minerv—maksudku si penculik di bagian timur kota, cukup menjelaskan kalau aku cukup kuat untuk dipertimbangkan?"

"Kejadian? Kejadian apa?" Tan Ying Go malah balik bertanya.

Eophi mengambil jeda sebelum merespons.

"... bukan. Bukan apa-apa." 

Mereka tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya. Sama-sama mencoba bertahan dalam diam.


***


Seperti dibasuh keajaiban, energi kehidupan itu meresap. Memberikan kekuatan. Eophi bisa merasakannya. Ia bangkit perlahan setelah membuka mata, dan hal pertama yang disadari olehnya adalah, ia masih dalam wujud si badut. Terdengar pula di pendengarannya yang belum pulih seutuhnya, sorakan penonton dan komentar-komentar penuh kesimpulan dari Tarou. Lalu, Eophi melihat Tan Ying Go terbaring di dekatnya, menutup mata, berdarah-darah, tapi masih bernapas. Kemudian ia melihat sekitar. Di bawah tumpukan senjata tempatnya berdiri, beberapa gladiator haus darah berusaha memanjat. Berlanjut, ke sekitar tengah arena yang semakin menyempit karena teritori lainnya terus meluas, tampak Azhi Dahaka yang masih bertarung. Naga berkepala tiga seukuran kuda besar itu mengeluarkan raungan super berisik yang menjatuhkan beberapa gladiator sekaligus. Kesimpulan akhir dari pengamatan singkat ini adalah ... Eophi masih berada di arena, di babak ke tiga belas. Bertarung.

Tapi Eophi tidak tahu kekuatan apa yang telah merasukinya, membuatnya berdiri, sampai, ia menoleh ke satu sudut. Teritori Hades. Di sana ia melihat, sedang melayang-layang di dalam kegelapan, satu atau separuh makhluk kecil berkostum landak.

Lol, si peri ingatan. Partnernya.

Selama sepersekian detik mereka terdiam dan hanya bertukar pandang. Kemudian Lol menciptakan satu balon ingatan. Ingatan yang mempertontonkan riwayat Myrd kecil berambut hijau, sedang meringkuk, dan menangis di bawah pohon karena tersesat.

Setelah itu, kesadaran menghantam Eophi seperti besi panas yang memilin perutnya. Sekarang ia tahu dari mana datangnya kekuatan misterius itu. Kekuatan untuk kembali berdiri ... dan ia merasa sangat sedih.

Lol mengorbankan diri. Seperti budak-budak yang memberikan nyawa mereka untuk menghidupkan hantu gladiator. Lol memberikan energi kehidupannya sedikit demi sedikit untuk Eophi.

"Faceless," bisik Eophi sambil menatap Tan Ying Go. Si badut baru saja mengaktifkan kekuatan khususnya. Kekuatan yang memungkinkannya untuk menggunakan kemampuan lawan. Eophi membutuhkan ini, karena ia harus cepat dan kuat.

Menggabungkan kecepatan badutnya, dengan kekuatan otot Tan Ying Go, dan kemampuan khusus untuk memanipulasi elemen tertentu, Eophi melempar dua pedang berantainya melewati teritori Zeus yang dipenuhi oleh pilar-pilar petir. Kekuatan dan kecepatan kedua pedang itu terus berlipat ganda, sampai akhirnya menembus keluar dalam bentuk tornado kecil. Melesat tepat ke tengah arena, ke retakan yang berada di perut Azhi Dahaka ... dan berhenti di sana.

Naga berkepala tiga itu tumbang, dua pedang petir menancap di titik lemahnya. Disusul kemudian, keberadaan si peri ingatan yang hilang seutuhnya ditelan kegelapan. Penonton bersorak, menyaksikan masing-masing partner peserta tidak bisa melanjutkan pertarungan. Sudah selesai. Tarou menarik napas untuk mengumumkan nama pemenang di babak ke tiga belas ini ...

"Kenapa menyerang Azhi Dahaka?" tanya Tan Ying Go pelan.

Eophi menoleh ke arahnya, tapi bungkam.

Sampai jatuh tak sadarkan diri, karena efek samping menggunakan kekuatan si badut, pun, Eophi tidak memberikan jawaban. Kenapa lebih memilih menyerang Azhi Dahaka yang cukup jauh, ketika sebenarnya ia bisa menyerang Tan Ying Go yang terbaring tak berdaya di depan matanya?

Mungkin ... karena jawabannya tidak terlalu sulit.

Tidak seperti Azhi Dahaka yang terpanggil ke tempat ini akibat sebuah kecelakaan, dan sepantasnya dipulangkan. Mereka, para peserta Battle of Realms, selalu memiliki arti keberadaan yang lebih dari itu.

"... DAN PEMENANG UNTUK BABAK KE TIGA BELAS ... ADALAH ... EOPHI RASAYA!" pekik Tarou.

Di awal langit malam Amatsu Kecil, satu lagi pertandingan Monster Colosseum selesai. Tim medis berlarian dengan sigap untuk membawa peserta yang terluka, dan setelah itu, teknisi-teknisi yang bekerja di ruangan tersendiri kembali memodifikasi arena. Persiapan untuk pertarungan selanjutnya ...

Penonton melanjutkan euforia mereka.




Epilog





Memori Eophi
Aku Menyukai Petualangan

 

Akhirnya, ini adalah bagian dari cerita yang tertunda. Kisah tentang Eophi, Tan Ying Go, dan si penculik, di bagian timur Amatsu Kecil.

Dan semua dimulai, atau kembali, ketika Eophi dengan sangat keras kepala lebih memilih rute jalan utama untuk sampai ke Monster Colosseum. Padahal sebelumnya ia sudah diperingatkan tentang banyaknya kasus penculikan terhadap penghuni-penghuni baru di rute itu.

Lalu, tak lama kasur terbangnya menelusuri jalan yang dipadati pedagang dan hibrida berkostum indah, rumor penculikan membuktikan kebenarannya. Ketika itu Eophi tiba-tiba merasakan sengat panas di punggung tangan. Ia melihat, sebuah benda berbulu tertancap di sana. Tidak sampai sedetik kemudian, penglihatannya mengabur, kesadarannya menghilang.

Eophi baru tersadar kemudian karena suatu guncangan di pundak. Dan hal pertama yang ia lihat adalah ... lukisan bertema oriental, dan laki-laki berkemeja flanel putih bergaris merah.

"Nama saya Tan Ying Go," kata laki-laki itu setengah berbisik. "Kita harus keluar sekarang."

"... oh, ya. Ya," gumam Eophi yang masih mencoba memulihkan orientasi. "Namaku Eophi ... Eophi Rasaya."

"Baiklah, Eophi. Ayo. Ikuti saya."

Tan Ying Go memimpin di depan. Berjalan dengan mantap, penuh kesiagaan. Mereka melewati koridor kayu beraroma rempah, beberapa ruangan merah yang tertutup, lalu keluar lewat jendela dan tiba di semacam halaman yang dipenuhi makam, pohon sakura, dan bonsai.

"Tunggu di sini," kata Tan Ying Go. "Saya akan masuk sekali lagi untuk menyelamatkan peralatan tidur dan naga merah Anda."

Setelah mendengar itu, barulah Eophi sadar akan keadaannya sekarang.

"Aku ... diculik? Di mana ini?" tanya Eophi.

"Kau berada di wilayah kastel kuno, di bagian timur Amatsu Kecil. Dan, ya, kau diculik. Penculikan termudah yang pernah kulakukan."

Yang menjawab pertanyaan tadi bukan Tan Ying Go. Tapi seorang gadis berambut merah yang sedang bersandar di salah satu pohon sakura.

"Minerva?" respons Eophi seketika.

"Gadis itu kenalan Anda?" tanya Tan Ying Go, yang sudah memasang kuda-kuda untuk bertarung.

Eophi mengangguk.

"Ya ... poni rambut itu, nggak salah lagi."

Minerva adalah salah satu anggota Organisasi Tifareth. Sebuah perkumpulan misterius. Eophi pertama kali bertemu dengan organisasi ini ketika bertarung melawan virus di dalam database Alforea.

Tentang hubungan Eophi dan Minerva sendiri ... mereka bertemu pertama kali di Penginapan Kayu. Bagian terbaik dan klise menurut Eophi, adalah Minerva selalu mengingatkannya pada Bidriel—pahlawannya yang sudah tiada di Myrdial.

"Lepaskan kami," Tan Ying Go berujar tenang, "maka tidak akan ada keributan yang sia-sia."

"Tenang saja. Sebenarnya aku hanya memiliki urusan dengan idiot berambut hijau itu," kata Minerva. "Tapi karena kau sudah terlanjur terlibat, sekalian saja ikut mendengarkan. Bagaimana?"

Tanpa menunggu respons, Minerva melanjutkan.

"Alforea telah hancur."

Tiga kata itu disambut hening.

"Aku tidak akan menjelaskan panjang lebar di sini," Minerva buka suara. "Yang jelas, Organisasi Tifareth membutuhkan kekuatan lebih untuk melakukan penyelidikan mendalam. Dan aku mencatat namamu, Eophi Rasaya, sebagai kandidat anggota."

"Siapa yang menghancurkan Alforea?" tanya Tan Ying Go. "Apa hubungan itu semua dengan Battle of Realms?"

Minerva berjalan mendekat. Ia melempar kapsul kecil ke depan Eophi dan Tan Ying Go. Kapsul itu membesar pelan-pelan, memperlihatkan peralatan tidur dan naga merah Eophi yang terkurung di dalamnya.

"Jika kalian ingin tahu lebih banyak, bergabunglah. Dan, maaf, jika menolak, maka aku harus menghapus ingatan kalian tentang pertemuan ini. Ayo, kutunggu kalian di dalam."

Eophi dan Tan Ying Go bertukar pandang.

"... ngomong-ngomong," kata Eophi sambil berusaha menyeret kapsul. "Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Oh. Saya melihat ketika Anda dibius kemudian dimasukkan ke dalam karung di jalan utama," jelas Tan Ying Go. "Lalu, saya mengatakan ini pada diri saya sendiri ... 'hey, pemuda itu adalah pemuda yang memiliki, dan memberiku, sebuah cokelat unik.' Begitulah. Awal mula dari misi penyelamatan sederhana."

Eophi tertawa.

"Oke ... sekarang tentang organisasi aneh ini. Apa jawabanmu nanti?"

"Yang terbaik. Mungkin."

Mereka berdua berjalan masuk. Sambil terus membahas komposisi cokelat di berbagai dunia, dan poni lurus ala Minerva. Mengesampingkan fakta mengerikan tentang hancurnya Alforea, pertarungan yang akan diselenggarakan nanti di Monster Colosseum, dan keputusan yang harus dipilih untuk Organisasi Tifareth.

Mereka melupakan itu semua selama sesaat.

Hanya mencoba bernapas ... untuk menikmati sedikit masa di mana dunia selalu terlihat baik-baik saja.

3 comments:

  1. Salah satu hal yang saya suka dari entri eophi adalah gaya bahasanya yang santai. kata-katanya terkesan surreal tapi ga berat, santai. Jadi nyaman bacanya, jadi ngantuk nih lama-lama. Tapi bukan karena bosan lho ya, karena santainya itu ;]

    Hal lain yang cukup saya sering temui di sini yaitu pemenggalan reaksi Eophi, kayak:

    Eophi mengangguk.
    Eophi tertawa.

    dsb.

    Cara ini cukup ampuh terutama buat karakter seperti ini (yang notabene pengantuk(?)), reaksinya singkat-singkat, tapi berkesan.

    Juga, saya nemu narasi [Tentang si gadis kimono] yang nampaknya beraroma narasi light novel. Ini juga saya temuin di entri Oga, [Tentang Akako...] kalo gasalah.

    Seperti di entri sebelumnya, entri ini cukup ramai sama karakter2 dari background Eophi.

    Segitulah yang saya bisa komentarin. Semoga beruntung di ronde berikutnya~

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wildan, makasih udah mau mampir dan baca... saya nggak tau mau respon apa soal narasi Xd haha, maaf. Terus, ya... semoga saya bisa konsisten bikin Eophi yang seperti ini. Omong-omong soal LN, mungkin aja. Soalnya abis baca Penguin Summer juga pas bikin entri ini. Buat karakter luar, di entri ini ada Minerva. Dan cewe misterius itu bakal nemenin Eophi terus selama di BoR :)

      Delete
  2. Ini mungkin entri Eophi paling "bersahabat" sejak saya ngerodi baca Prelim s.d. R3 Eophi. Mungkin karena lebih pendek total katanya, dan pengaturan paragrafnya juga lebih enak (tidak terlalu banyak paragraf sepotong kalimat), jadi bacanya jauh lebih lancar. Battlenya juga lebih nyaman diikuti dan tidak banyak bertele-tele. Tinggal mainan strategi sederhana dan semua selesai.

    Mungkin yang kurang hanya skill si Badut saja yang kurang begitu ditonjolkan (selain kemampuan membal-membal pakai bola). Maksud saya, bagaimana teknik mimikri dia? Di sini lebih terlihat sebagai fighter biasa saja bersenjatakan pedang-rantai dan tombak. Barangkali itu saja komentar saya.

    Kalau tulisannya seperti R3 ini dan R4, bukan mustahil Eophi jadi saingan berat untuk dua finalis BoR tahun lalu di babak R5 ini :D

    Ponten Delapan
    OC: Kusumawardani, S.Pd.

    ReplyDelete