1.9.15

[ROUND 3] FATANIR - KERETA MANTAP



1
Sol Shefra, Amatsu


Seorang gadis berpakaian pelayan kembali datang menjemput Fata. Pemuda kribo itu menatap si gadis dengan penuh curiga, mungkin karena punya pengalaman buruk dengan wanita berbaju pelayan.

Tapi rival sekaligus teman barunya, Avius Solitarus, menepuk bahunya seolah menyuruhnya rileks. Ketika portal antar ruang sudah menyala, Avius dan Fata merasakan tubuh mereka ditarik oleh gravitasi buatan. Dengan itulah, mereka dipindahkan bersamaan menuju tempat lainnya.

---


Selagi mereka melayang dengan sendirinya dalam jalur aneh yang mungkin merupakan lengkungan lintas dimensi, Fata merasakan sebuah sensasi merinding pada kulitnya. Bukan kedinginan, tapi...

"Mbak Pelayan. Maap-maap nih, mo nanya dung. Ko barusan ada perasaan kayak ada data server berkapasitas besar yang diterminasi gitu yak?"

"Alforea baru saja dihancurkan."

"Ap-apa?!" Fata dan Avius menganga. Avius bertanya, "Bukankah Alforea itu adalah sebuah planet?"

"Alforea bukanlah planet. Alforea adalah salah satu kepulauan di dalam planet ini."

"Planet ini namanya apaan?"

"Planet ini bernama Sol Shefra."

"Trus kita mo ngapain skarang kalo Alforea udah ludes?"

"Kalian akan dipindahkan ke Pulau Amatsu, yang menjadi server lokasi darurat untuk babak turnamen selanjutnya."

Selagi Si Kribo berlagak berpikir keras, Avius mengatakan pemikiran yang sudah dipendamnya selama ini, "Baru saja kami menghadapi Yunkharin, eksistensi berupa virus yang ingin mengacaukan Alforea. Fata juga berkata padaku bahwa sebelumnya, dia pernah melawan satu lagi virus digital dari sebuah alam bernama SINS. Maka..."

"Berarti pulau Alforea ancur gara-gara diserang sama bosnya, atasannya virus-virus ini kan?" Fata menyelesaikan pertanyaan Avius.

Pelayan itu mengangguk, "Sepertinya itu adalah penjelasan yang paling mungkin untuk situasi saat ini."

"Berarti kita juga berada dalam bahaya, hanya karena terlibat sebagai peserta," Avius memposisikan tudungnya melawan arah angin dan menatap tak suka, "Apa kalian tak merasa bertanggung jawab atas kekacauan ini?"

"Kami mohon maaf," pelayan itu menyahut, "Tentu saja pihak panitia sedang berusaha sekuat tenaga untuk mengeliminir faktor penghambat ini sesegera mungkin. Namun, peserta pun dianjurkan waspada untuk mengantisipasi kejadian di luar dugaan."

"Yowislah," pemuda kribo menyela, "Kalo gitu, misi selanjutnya apaan?"

Tubuh mereka menerima sensasi hentakan seperti saat berada dalam elevator yang berhenti mendadak.

Ketika Fata menoleh, Avius sudah hilang. Fata bertanya pada petugas panitia, "Mana si Avius?"

"Masing-masing peserta dipisahkan dari yang lain dalam pemilihan monster."

"Monster?"

Pemandangan berganti, dan tibalah mereka di sebuah koridor dengan kandang-kandang besi raksasa berjejer di kanan-kirinya. Di dalam masing-masing kandang besi, terbaring makhluk-makhluk yang Fata sering lihat di bumi melalui televisi.

"Semua ini adalah spesies yang dapat dianggap monster di bumi, tempat asalmu. Peserta akan diberi kesempatan untuk bertarung bersama monster dari dunia asal masing-masing. Silahkan pilih."

"Kodok beracun, ular piton, singa..." Si Kribo mengintip pelan takut mereka akan terbangun, "Gajah...ngapain ada anak marmut di sini!" Fata nebeng melompat masuk ke dalam kandang hanya untuk menendang satwa kecil yang meringkuk itu dengan sepenuh emosi.

Gadis pelayan itu tak berkata apa-apa saat Fata menunjuk mukanya dengan urat kesal di dahi, "Lu sama pihak panitia yang nyelenggarain pertandingan ini, semuanya ongol-ongol! Ngapain ngajak gue ke kebun binatang biasa ginian kalo lawan-lawan gue tu asalnya dari dunia antah berantah yang mungkin aja punya monster cacing kondom segede rumah?!"

"Itu ketentuan dari Hewanurma."

"Berantemnya mesti barengan sama partner?"

Si Kribo menjitak gadis pelayan itu dan mengusel-usel jambul kribonya sendiri. Mulutnya dimonyongkan dengan pesona yang alami. Setelah beberapa lama, pemuda itu menggumam,

"Udahlah, gue bikin aja ndiri partnernya. Ada tekno-laboratorium nggak deket sini? Gue minta sparepart aja buat bikinnye, sama kasih waktu dikit."

"Tidak ada."

"Pembangkit energi?"

"Tidak diperbolehkan."

"Ruang komputer? Bengkel? Kantor pegadaian? Toko elektronik?" wajah Fata langsung kecewa namun dia belum putus asa.

"Tidak diperbolehkan."

Fata tersenyum penuh kemenangan.

"Toilet?"

---


2
Koloseum


Amatsu. Pulau yang dihuni oleh manusia setengah hewan ini, memiliki luas yang hampir sama luasnya dengan Alforea. Salah satu hasil kebudayaan lokal daerah Amatsu yang paling tak mungkin dilewatkan adalah Koloseum Gladiator, tempat di mana para petarung kenamaan memperebutkan gelar sebagai pembantai terkuat di seluruh negeri.

Bahkan lebih dari biasanya, kali ini dekorasi Koloseum amatlah meriah. Bendera-bendera wol tebal berkibar gagah di sepanjang tribun melingkar bertingkat-tingkat. Sejumlah patung prajurit berukuran raksasa terpancang di empat mata angin, bagai mengawasi bumi yang penuh gejolak.

Sangat luasnya koloseum itu, hingga mampu meliputi satu desa kecil. Namun ke mana pun mata memandang, yang terlihat adalah lautan manusia setengah hewan. Tak terlihat satu juga kursi yang kosong.

Para konglomerat, pembesar, taipan hingga chuanki (?) mulai bersantai di ruangan VVIP yang telah disediakan panitia. Mereka menikmati minuman dalam gelas-gelas kristal, dan berbincang. Mulai dari ratusan hektar tanah, peliharaan seperti minotaur biru yang langka, hingga sepasang ginjal menjadi bahan taruhan antara mereka yang berkuasa.

Ya, bursa pertaruhan. Karena saat ini, sebuah pertarungan akan segera dimulai.

"Para hadirin sekalian!" pembawa acara bernama Tarou mengumumkan lewat megafon dengan seruan penuh semangat, "Selamat datang di koloseum terbesar di seluruh Amatsu!"

Penonton bersorak, melolong dan memekik. Kebisingan memenuhi seluruh tempat itu. Tarou menambahkan, "Pertarungan kali ini bukanlah sembarang pertarungan. Ini adalah salah satu babak dari Battle of Realms, turnamen legendaris antar dunia! Demikian bergengsinya turnamen ini, bahkan ratu di kerajaan ini pun menyempatkan diri untuk menyaksikannya. Berikan penghormatan untuk Yang Mulia Netori!"

Saat seorang wanita glamor berpakaian bangsawan memasuki podium berukir emas dengan motif dedaunan, keriuhan itu berubah menjadi seragam, "Hormat pada Yang Mulia Netori!"

Tarou pun melanjutkan pengumumannya, "Pertarungan kali ini bukan sembarang! Dua gladiator yang akan berlaga, kali ini mengajak monster yang akan menjadi rekan mereka dalam pertarungan! Definisi monster dalam pertandingan kali ini adalah, makhluk atau benda apa pun yang bukan manusia!"

Tarou melakukan kesalahan. Dia baru saja menyebut bahwa apa pun yang bukan manusia adalah monster. Para penonton - yang terdiri dari manusia setengah burung, setengah ayam, atau setengah pisang goreng -  langsung bangkit dan berteriak penuh kerusuhan.

"Kerjasama tim sangat krusial! Karena pertarungan akan berakhir tidak hanya bila salah satu petarung utama kalah atau mati. Bila salah satu monster kalah atau mati, itu juga merupakan tanda kekalahan bagi petarung utama!"

Sejumlah penonton melemparkan batu, kayu, bahkan pisau terbang dan anak panah ke arah Tarou yang terus meneriakkan peraturan via megafon. Namun sayang si pembawa acara dilindungi oleh sejenis tameng energi tak terlihat.

Maka Tarou menyambut kedatangan petarung dari kubu bumi, "Jambulnya keriting dan berbahaya! Rekannya adalah robot wanita yang begitu-begitu saja!"

"...Begitu-begitu saja?" para penonton pun sukses kebingungan atas pernyataan yang sama sekali tidak meyakinkan itu.

"Dari koridor utara, sambutlah...Fatanir dan Kana!"

Pemuda jambul kribo itu beringsut maju, ketebalan rambutnya menjadi pelindung alami untuk kedua mata, sehingga sinar matahari pun tak lagi menyilaukan.

Di sampingnya adalah sesosok makhluk yang tampilannya lebih menyerupai manekin remaja  perempuan yang dipakaikan zirah ungu tipis. Kupingnya mirip antena, tapi sorot matanya ramah bersahabat.

"Apa saja metode yang paling efektif untuk memenangkan pertandingan ini, Kakak Fata?" Robot pucat bernama Kana itu bertanya pada si pemuda kribo.

"Insyaa Alloh ada jalan." jawab Fata penuh ketulusan walaupun tidak nyambung.

Para penonton bersorak-sorai, menyambut kemunculan seorang gadis berambut pendek dengan rompi dan topi masinis.

"Inilah peserta...Relima Krukru, atau biasa dipanggil Reli!"

Gadis itu berjalan tegap dan riang, sebuah roda gigi berwarna emas melayang di atas kepalanya.

"Wanita yang tengah beranjak dewasa ini, membawa sesuatu yang..." Tarou hendak melanjutkan, namun segera berhenti. Wajahnya bertambah pucat begitu membaca sebuah data yang misterius. Fata mengernyit saat Tarou tak melanjutkan pengumumannya dan justru memberi sinyal pada para pemusik koloseum.

Tabuhan drum segera bertalu-talu di udara. Tiga robot yang disebut Krukru muncul dari koridor peserta dan memasuki lapangan utama dengan berlari, kaki-kaki besi mereka berkelontangan dengan nyaring saat mereka melambaikan tangan.

"Hai haaii!"

"Halo semuanya!"

"Apha khabar, Amatshu!"

Fata melihat bahwa ketiga Krukru mengenakan topeng bergambar wajah yang tersenyum jenaka. Apakah itu topeng, ataukah memang wajah robot mereka didesain seperti itu? Si Kribo sekilas seperti melihat sesuatu yang aneh dari para Krukru. Mereka bukan sekedar robot, Fata menyadari.

Dan lagi...robot-robot bertopeng tersenyum inikah yang sanggup membuat takut seorang pembawa acara gladiator di pulau para monster?

"Dan...pertandingan koloseum! Fata melawan Relima Krukru!" ekspresi Tarou akhirnya kembali bersemangat, "Dimulai!"


---


3
Tarung Monster Tapi Malah Robot


Taburan konfetti sekian warna berhamburan di udara. Para penonton dari berbagai spesies makhluk aneh bersuara berisk, mengacungkan tinju atau cakar, dan saling ejek demi mendukung peserta yang mereka favoritkan.

"Ayooo!" Gadis bernama Relima itu langsung berteriak sambil berlari ke arah Fata. Si Kribo terhenyak kaget, "Wo-woi!" karena sesuatu yang dia saksikan.

Karena gadis bermuka polos itu tak terlihat ragu sama sekali tentang pertandingan dan saling bunuh. Remaja perempuan itu malah berlari dengan langkah-langkah besar seperti anak yang melompat di taman bermain, sambil mengayun-ayunkan roda gigi besar di tangannya untuk mengancam.

Otomatis ketiga robot itu membentuk formasi yang rapi dan ikut berlari menyerang.

Tapi masalahnya, mereka selalu ada lima meter di belakang Relima.

Gadis itu kontan berhenti, lalu menonjok wajah salah satu Krukru sambil melotot, "Kenapa kalian malah jauh di belakang! Mestinya kalian melindungiku!" tapi kemudian dia berteriak kesakitan sendiri karena wajah Krukru yang ditonjoknya terbuat dari logam, "Aduuuh sakiit! Sakit aduuuh! Tolong akuu, Krukruu!"

"Ladies First, Reli!"

"Artinya perempuan lebih dulu!"

"Dulu sekali, jaman dahulu!"

Gadis berbaju masinis semakin bete. Dia menggenggam roda gigi emas di kepalanya. Suara para robot bertopeng langsung berubah panik.

"Reli, nanti dulu!"

"Ini bisa dibicarakan baik-baik!"

"Kekerasan bukanlah solusi!"

Krukru berusaha bernegosiasi. Tapi tanpa ba-bi-bu, gadis calon masinis itu mengayunkan roda giginya sampai telak menghajar salah satu robot bertopeng itu, "Musnah saja sana!"

Bagai diseruduk banteng, Krukru itu terpelanting jauh di udara. Tapi entah kebetulan atau apa, robot itu justru terpental dan kontan menubruk perut Fata dengan suara gedebruk kencang sekali.

"Uggh!!"

Si Kribo tak menduga serangan proyektil dadakan ini. Dia terjatuh kesakitan sambil memegangi perutnya yang terbentur kepala Krukru.

Reli berteriak terkejut tapi matanya berbinar penasaran, "Wah! Ternyata Krukru juga bisa digunakan seperti itu ya?"

Gadis itu pun menatap beringas pada kedua Krukru yang lain sambil memutar-mutar roda gigi emasnya seperti pemukul kasti. Topeng wajah Krukru pun berganti menjadi ekspresi ketakutan penuh keringat dingin.

Bletak.

"AaaaAA!"

Bletuk.

"AaaaAA!"

Dengan kekuatan yang tak dapat dipercaya, roda gigi yang dihantamkan gadis itu kembali menghempaskan kedua Krukru seperti peluru raksasa ke arah Fatanir. Tapi bukan pria keriting tulen namanya kalau hanya berpangku tangan. Fata segera mengambil tindakan defensif yang macho:

"Kana, lindungin aku!"

Dengan sigap, gadis robot bernama Kana menghadang tubuh kedua Krukru yang terlontar dengan lengannya. Bagai membentur tembok cadas, kedua robot bertopeng langsung terjerembab ke belakang.

"Robot betina ini ternyata jagoan!"

"Jagowati!"

Kekagetan mereka cukup beralasan. Pasalnya, setiap Krukru adalah robot pekerja keras yang mampu mengangkut peti kemas berukuran besar, menggali dinding gua seharian, hingga mendorong kereta tambang milik Reli sampai puluhan kilometer per jam.

Tapi Kana, robot perempuan yang seolah terbuat dari keramik tipis itu, ternyata punya kekuatan dan kegesitan yang di luar dugaan. Gadis robot itu menunduk sopan dan berujar, "Bisakah kalian tidak mengganggu Kak Fata dulu?"

Sementara Fata terus menatap Reli. Bukan, pandangan Si Kribo justru sulit lepas dari gerigi emas yang digenggam oleh gadis itu. Struktur mirip cakram tersebut seperti membesar dan terus membesar di mata Si Kribo. Ukiran cakramnya seperti bertambah rumit, semakin dalam...menenggelamkan...

Apa maksudnya ini? Apa yang terjadi?

"Kak Fata!" teriakan Kana menyadarkan Si Kribo. Suara gesekan bubuk mesiu dan hantaman martil pelatuk yang familiar datang dari samping kanannya, membuat Fata meloncat tergopoh-gopoh ke belakang.

Terdengar bunyi sesuatu meletus. Sebuah bola hitam, peluru meriam dari abad kuno, melewati udara di dekat kepala Fata dan mengenai salah satu dinding tribun dengan ledakan kencang.

Fata terpelanting atas hempasan angin yang mendadak. Nyaris saja dia kena. Memahami mekanisme persiapan tembak meriam kuno hanya dari gesekan selongsongnya, membuat Si Kribo dapat menghindar dari jalur tembakan sebelum peluru dilepaskan.

Kana menyaksikan sendiri dua Krukru yang ternyata telah bersatu, tubuh mekanik mereka berubah menjadi meriam kuno yang barusan menembak Fata, dan Krukru ketiga bertindak sebagai personil yang mengarahkan meriam.

Maka kedua kaki berbahan alloy milik Kana membentur-bentur permukaan tanah koloseum dengan nyaring saat gadis robot itu berlari kencang. Dia hendak menghancurkan mesin-mesin yang baru saja ingin membunuh tuannya.

"Krukru! Hati-hati!" Relima berseru. Krukru-3, satu-satunya Krukru yang masih berwujud humanoid, segera menghadang Kana, sehingga terjadilah pertarungan seru antara kedua robot itu. Pukulan Krukru dan tangkisan si gadis robot pun bertemu dengan percikan nyaring, diikuti dengan tendangan lurus Kana ke wajah Krukru yang dapat pula dihindari.

Mereka melanjutkan adu serang hingga belasan kloter. Debu dan pasir mulai mengepul menghalangi pandangan, namun ternyata Krukru-3 mulai terdesak oleh teknik beladiri Kana yang telah diprogram oleh Fata.

"Robot betina sialan!" Krukru-2 berhasil kembali menjadi humanoid dan membantu Krukru-3 menghadapi Kana. Tapi ketika itu, Si Kribo sudah ada di dekat Krukru-1 yang masih berwujud meriam dan mulai mempreteli komponen kaki serta bidang penyangganya.

"Hei! Jangan ganggu Krukru-1!"

Relima langsung berlari mendekat, karena rasa cemasnya akan keselamatan Krukru-1. Saat Fata masih berkutat melepaskan empat sekrup besar terakhir dari dasar kerangka meriam Krukru-1, roda gigi emas itu Reli ayunkan sekuat tenaga ke arah rahang lawannya.

Klang!

Si Kribo terpental menjauh untuk kali kedua, pandangannya bergetar karena guncangan kuat pada kepala dan pelipisnya nyeri bukan main. Di sisi lain, Reli terkejut saat memperhatikan dengan jelas. Fata yang terdorong sedang memantapkan pijakan kaki untuk berdiri.

Namun segera setelahnya...

Menggunakan kerangka dasar meriam Krukru-1, Si Kribo cepat-cepat menyusun sesuatu. Rasa nyeri di kepalanya membuatnya kesal sendiri, tapi dia ingin memastikan sesuatu.

Kana. Perhatikan.

Siap, Kak Fata.

Menerima perintah teknopathia secara langsung, si gadis robot langsung berhenti bertarung dan berhenti bergerak seketika. Krukru-2 dan Krukru-3 yang tak menduga, otomatis menubruk Kana sampai mereka semua terjatuh.

Tapi robot bernama Kana tak berusaha bangun. Para Krukru pun langsung memukuli bahkan menginjak-injak tubuh gadis robot tersebut.

"Kenapa robot betina ini?"

"Mengaku kalah!? Mengaku kalah, hah!?"

Hanya saja, Kana seperti tak terusik. Meski tubuhnya tengah dihajar begitu, kedua matanya terus memperhatikan detil gerakan Fata tanpa ekspresi. Maka para Krukru pun menoleh untuk melihat apa yang sedang Fata rakit.

"Hei! Manusia Kribo! Hentikan itu!" Krukru-2 menyadari maksud Fata dan kembali hendak berubah wujud menjadi meriam, tapi lirikan Fata membuatnya tersentak.

"Kamu mau jadi meriam lagi? Jarak kita lumayan deket nih. Pas kamu setengah jalan buat jadi meriam, Semua komponen kamu bisa langsung kupretelin."

Krukru-3 pun ikut bingung atas dilema ini. Dia menoleh ke Reli, tapi gerakan gadis rambut pendek itu seperti terhambat.

"Kenapa kau diam saja, Reli!"

Reli tak menjawab, tapi karena itulah Krukru-3 jadi tahu. Gadis itu terus memperhatikan Fata yang sedang mengutak-atik Krukru-1 dengan sorot mata liar yang penasaran.

Apa yang akan dibuat oleh pemuda berjambul kribo ini? Apa modifikasinya? Apakah bisa dipakai untuk memperbaharui kereta tambangnya? Demikian Reli membatin, justru seolah lupa bahwa dia dan Fata adalah lawan.

Sementara Si Jambul Kribo terus memodifikasi bentuk dan sambungan tubuh Krukru-1 yang telah dikuncinya sedemikian rupa. Menjajarkan lempeng di atas kumparan, menyusun timer dan tabung berisi logam reaktif.

Objek yang dirakit Fata itu persegi, seukuran kotak kado kecil. Itu adalah sesuatu yang dibuatnya dari perangkat tubuh Krukru. Ada serat hijau-biru-merah yang saling berjalin dalam kontainer transparan, ada lampu indikator yang berkedip makin cepat...

Kedua Krukru langsung bagai tersetrum saking kaget. Mereka tahu benda itu. kontan berlari ke arah Reli untuk melindunginya. Begitu melihat ini, Fata menyeringai dan memberi perintah lanjutan pada si gadis robot.

Perakitan beres. Kana, masuk ke koridor asal peserta Relima Krukru. Ada objek spesifik di sana, enam meter kali dua setengah meter.

Duplikasi prosedur perakitan yang barusan kamu liat, pake aja objek itu.

Seolah tak peduli dengan kerusakan tubuhnya, Kana langsung bangkit dan berlari secepat kilat ke arah lorong tempat Relima berjalan masuk pada awal pertandingan. Tak lupa menjawab,

Siap, Kak Fata.

Saat itu, kedua Krukru hampir sampai ke arah Fata dan Reli. Tapi jarak mereka tidak cukup dekat. Si Kribo pun melenguh, "Uoooo!!" lalu melempar benda rakitan tersebut tepat ke arah Relima.

"Masih anget nih!"

Lagi-lagi terdorong oleh sifat ingin tahunya yang tak tertahan, tangan gadis itu seolah bergerak sendiri untuk menangkap benda rakitan tersebut.

Para robot bertopeng melongo, sulit percaya atas keluguan gadis ini. Sifat penasaran yang dimiliki Reli sejak lahir itu, sangat fatal.

Bgaimanapun, kedua Krukru masih sempat berteriak pada si gadis masinis,

"Reli! Itu bom!"

Reli berubah pucat. Dia refleks menangkupkan tangan sebisanya untuk bertahan.

Sebuah bola api tercipta, diiringi guncangan yang melanda area selatan koloseum. Si Kribo berlari sejauh-jauhnya, sementara kedua Krukru yang tersisa melarikan diri.

Ledakan itu reda. Para penonton menunjuk-nunjuk lokasi Reli. Di sana, gadis berseragam masinis tak terlihat. Yang ada hanyalah...

Sebutir telur emas seukuran tubuh manusia dewasa.

Sebuah getaran terasa dengan debuman kencang berikutnya. Para penonton menoleh ke arah koridor tempat masuknya Reli saat awal tanding. Koridor itu mendadak runtuh tertimpa bebatuan dan rangka besi penyusunnya.

"Kereta tambang kalian ancur dah, Krukru!" Fata mengejek riang, "Kalo gini, kalian udah nggak punya sparepart khusus lagi buat bikin robot terus-terusan, kan?"

Kedua Krukru mematung. Mereka tak bergerak sedikit pun. Setelah beberapa detik, barulah mereka mengerti. Bahwa Fata telah menginstruksikan Kana, gadis robot yang menjadi partnernya, untuk menyusup masuk dalam koridor dan mengubah kereta tambang milik Reli menjadi sebuah bom.

Kemudian, Kana meledakkan bom tersebut di koridor. Kereta tambang milik Reli, adalah kereta yang menyediakan bahan baku mesin yang sesuai untuk dihuni oleh Peri Krukru.

Bila tak ada cadangan bahan baku, maka robot Krukru yang hancur takkan bisa dibuat ulang. Para peri takkan menemukan logam mineral langka yang sesuai untuk mereka huni.

"Manusia itu...manusia itu ingin memastikan bahwa takkan ada suku cadang untuk kita, bila wadah robotik ini dihancurkan..."

Kedua Krukru menyadari betapa pentingnya hal ini. Karena berarti, pemuda kribo itu sama sekali tak ragu untuk memusnahkan mereka.

Topeng di wajah mereka sedikit-sedikit...mulai retak.

Si Kribo memperhatikan ini.

Sedari tadi, Fata sempat terheran-heran. Dia nyaris tak mampu mendengar suara kesadaran para Krukru sama sekali. Padahal jelas-jelas mereka adalah mesin, yang mestinya akan menginformasikan apa pun yang Fata ingin ketahui secara gamblang.

Tapi kini, Fata tahu. Pemuda Kribo itu bukan tak sanggup mendengar suara jiwa para Krukru. Tapi, ada dua faktor.

Pertama, para Krukru bukan murni mesin. Ada sejenis makhluk hidup yang mengendalikan robot-robot itu. Kedua, Fata tak memperhatikan para Krukru sejak awal. Karena ada sebuah objek yang sejak tadi menyita hampir seluruh perhatian teknopathia Fata. Maka Si Kribo bertanya pada benda itu.

Kamu ini apa?

Yaitu telur emas itu. Telur yang membungkus tubuh Relima hingga terlindung. Telur yang, berasal dari roda gigi emas milik Relima.

Objek itulah, yang kini terbangun dari tidurnya.

Siapa kau ini, yang sanggup berbicara padaku?

Ah. Kaukah Fatanir?


---


4
Krukru dan Relima


Permukaan telur emas raksasa itu menjadi semi-transparan seperti kaca berembun. Jalur-jalur tiga dimensi pada struktur logamnya ampak saling menindih, sampai telur itu mengecil seraya berubah  kembali menjadi roda gigi dalam genggaman gadis masinis itu.

"Ini benar-benar..." Relima menunduk, bahunya bergetar. Pertama Si Kribo mengira bahwa gadis masinis itu ketakutan. Ternyata...

"Hahahahaa!" sebuah tawa renyah meluncur keluar dari bibir mungil gadis itu, ekspresinya terlihat seperti anak kecil yang diberi es kirm favoritnya, "Apa yang diperbuat oleh roda gigi emas ini? Lihat, Krukru. Lihat! Benda ini melindungiku!"

"Reli..."

"Aku baru tahu ada hal seperti ini! Lihat, Krukru! Benda ini bahkan tidak lecet sedikit pun menerima ledakan bom dari pemuda bernama Fata itu!"

"Reli..."

"Aku jadi penasaran, sebenarnya benda apakah ini? Benda apa ini, yang kubawa sejak bayi?"

Kedua Krukru diam seribu bahasa. Apa gadis ini tak sadar bahwa dia nyaris saja mati karena tak bisa mengendalikan keinginannya untuk menyelidik ini dan itu?

"Mau tau aja atau mau tau banget?" ujar sebuah suara mencemooh.

Reli menatap ke arah Fata yang barusan mengatakan itu dengan wajah nyinyir, tangannya dimasukkan ke saku celana panjang.

"Ngapain kamu mesti nangkis lemparan bom dariku tadi, coba?" Fata bertanya lagi, dengan mengurangi tekanan pada suaranya, seperti memancing jawaban tertentu.

"Ke-kenapa...? Karena aku ingin hidup, tentu saja! Aku tak ingin kalah darimu! Aku ingin menang! Itu pertanyaan yang sangat aneh!" Si gadis masinis menjawab dengan ketus, bola matanya yang bulat terdesak ke bawah oleh alisnya yang mengerut.

"Ngapain kamu pengen menang?"

Reli kembali berseru dengan rasa tak mau kalah yang berlebihan, "Karena jika aku menang dalam Battle of Realms, itu adalah pembuktianku bahwa aku dapat menjadi masinis yang handal!"

"Pembuktian untuk dirimu sendiri?"

"Benar...itu adalah pembuktian untuk diriku sendiri...." Reli berkata pelan seolah sedang merenung. Gadis berblazer itu menatap pemuda kribo yang entah kenapa malah mengajaknya berbicara santai.

"Mbeeeek! Ini kapan bertarungnya!" mendadak terdengar teriakan tak sabar dari salah satu penonton berkepala domba.

"Ayo lanjutkan saling bunuhnya! Usaaaa!" timpal penonton bertanduk rusa.

"Kalian mau merusak bursa taruhan, Maaaau!?" tambah saudagar berbelang harimau. Satu-persatu para penonton membentuk sebuah koor teriakan-teriakan yang mendesak Reli dan Fata untuk segera bertarung. Tapi para peserta tak melakukan itu.

"Dan terutama...aku ingin menang, untuk mereka yang telah mendidikku, dan menemaniku selama ini!" Reli berkata pada akhirnya, suaranya utuh penuh ketegasan dan sorot matanya diliputi tekad.

"Menemani kamu...?" Fata memiringkan mulutnya saat menerjemahkan maksud kata-kata si gadis, "Maksudnya, kamu mau ikut pertarungan ginian cuma buat bikin bangga para Krukru?"

"Tentu saja!" Reli mengertakkan giginya, "Mereka bukan hanya teman bagiku. Mereka adalah pengganti orangtuaku!"

Si Kribo terkekeh saat memulai serangan kejutan dengan kalimatnya, "Kalau begitu...kenapa mereka mesti bohong terus-terusan sama kamu, yak?"

Relima terhenyak. Dadanya seperti tersengat sesuatu, hanya karena kata-kata itu.

"A-apa...?"

Karena Fata menyerang Reli, menggunakan mereka yang paling penting untuk dirinya. Para Krukru.

---


Planet ini adalah tempat Relima dibesarkan. Di pagi hingga malam, nyaris seluruh dataran planet ini diselimuti kabut tebal yang sangat dingin. Di tengah kekelabuan kabut itu, di dalam kota-kota terbuat dari besi, manusia mencoba mempertahankan nyawa mereka, dari makhluk-makhluk pemangsa yang tingginya melebihi puncak pohon.

Di lereng gunung, hiduplah tiga peri langka. Peri ini tak bisa hidup lama, kecuali bila menghuni dan mengendalikan wadah berupa mineral logam tertentu. Maka itulah ketiga peri tersebut mengumpulkan berbagai komponen mesin yang sesuai menjadi tiga unit robot, untuk kemudian bernaung di dalamnya.

Peri-peri ini, menyebut dirinya sebagai Krukru.

Suatu ketika, datanglah satu figur ke lereng gunung itu, seolah tak terpengaruh oleh kabut yang harusnya membekukan tulang. Dia memberikan sebuah telur pada Krukru. Telur itu menetas, dan di dalamnya tertidur seorang bayi perempuan yang memeluk sebuah roda gigi emas.

Figur misterius menghilang. Para Krukru yang kebingungan, memutuskan untuk mengasuh anak perempuan itu sampai usia dewasa.

Waktu terus berjalan. Kini di lereng gunung tersebut, berdirilah sebuah stasiun kereta api yang terkenal atas kinerja para staf yang sigap. Stasiun ini dikenal dengan nama Stasiun Bintang. Dan anak perempuan itu, Relima, telah beranjak remaja dan menjadi salah satu staf junior yang bekerja satu tim dengan para Krukru.

Relima selalu kagum melihat kharisma para masinis senior Stasiun Bintang saat mengemudikan kereta uap, yang suara mesin-mesinnya menggeram penuh kegagahan.

Maka dari itu, para Krukru tidak heran bila Relima mengungkapkan keinginannya, untuk menjadi seorang masinis wanita pertama di daratan ini.


---


"Gitu bukan masa kecil kamu?"

"Kenapa kau...bisa tahu masa kecilku...?" Relima bertanya-tanya setelah mendengarkan cerita masa lalunya sendiri, yang entah kenapa justru baru saja diceritakan ulang oleh Fata. Air muka gadis itu, kini tidak sekeras tadi. Diam-diam dia melirik para Krukru yang masih menatapnya dengan topeng retak.

Topeng retak?

"Oh, jadi bener, masa kecil kamu tuh kayak yang kuomongin tadi?" Fata mengkonfirmasi dengan muka sok polos.

"Reli..."

"Krukru! Kenapa orang ini bisa tahu masa lalu kita! Apakah...kalian yang memberitahunya? Kenapa?" Reli menukas, "Bukankah dia adalah lawan...?"

"Tunggu...Reli..." Krukru-2 mencoba menjawab, tapi suaranya penuh kegugupan, sangat kontras dengan suara robotik dan komentar jahil khas Krukru selama ini.

"Kami tak pernah memberitahunya...apa pun...dia adalah lawan kita, dan kita adalah rekan...sedari kecil, begitulah adanya. Begitu kan, Reli?" ujar Krukru-3 dengan kepalan tangan besinya yang bergetar.

Fata masih memasukkan tangan di saku celana, dan si gadis masinis sama sekali tak merasakan gerakan mengancam darinya.

Malah Si Kribo mengeluarkan sebelah tangan dari saku dan menunjukkan sesuatu pada perempuan berambut pendek tersebut, "Kalau gitu, kamu mau liat nggak nih?"

Reli memperhatikan sebuah kartu tipis yang dipegang Fata. Lalu dia bertanya, "Apa itu?"

"Ini aku dapet pas ngebongkar Krukru-1 tadi," Si Kribo menyeringai, "Bentuknya kayak kartu eksternal yang nyimpen memori kamera visual Krukru-1...sejak kamu baru menetas dari telur, enam belas taun lalu."

Reli ragu-ragu, genggamannya pada roda gigi emas terasa licin. Ada sesuatu yang aneh dari pernyataan itu. Keterangan itu. Kemudian mata Reli membelalak. Dia tahu, dan akhirnya mengajukan pertanyaan yang menentukan,

"Berarti...kau mengetahui semua yang kau katakan tadi, karena kau telah melihat data dari kartu eksternal itu?"

Bila saja lawannya telah melihat memori masa lalu Krukru, itu berarti dia sengaja ingin mengadu domba Reli dan Krukru. Reli mulai yakin akan hal itu.

"Betul begitu, bukan? Fatanir?" Desak Reli lagi. Fata diam saja. Tapi sudah ada kesimpulan di benak si gadis masinis.

Bukankah pemuda kribo ini juga ingin menjadi pemenang turnamen? Itu sama saja dengan dua kereta tambang yang berpacu untuk memperebutkan sebuah batu mineral langka. Hanya satu kereta tambang yang dapat memperoleh batu mineral itu, sedang yang lainnya hanya akan memperoleh hasil tambang kelas dua.

"Tak bisa menjawab, bukan?" ujar si gadis masinis dengan senyum yang kembali percaya diri, "Berarti perkataanku itu terbukti benar dengan sendirinya."

Reli mulai lega. Tak seharusnya dia meragukan para Krukru. Obor semangat mulai ada di matanya.

"Woe kok kamu bego yak."

Sayangnya, bukan begitu kejadiannya.

"Ap-apa?"

"Apa? Apa?" Fata menungging dan menelengkan kepala serta  jambul kribonya seperti mainan rusak, "Aku pan baru ngebongkar Krukru-1 tadi. Barusan. Kapan aku sempet masukin kartu ini ke komputer? Kapan aku ngeliat hasil rekaman di dalam kartu ini?"

Dengan pertanyaan retoris dari Fata itu, napas Reli terasa sesak. Hatinya menjadi seperti rangka roda yang bergulir bimbang di atas rel berkarat.

"Kau...kau belum--"

"Aku ini teknopath, Mbak." ujar Si Kribo, "Aku tau fungsi mesin-mesin tanpa mesti kunyalain dulu. Aku bisa ngobrol sama data-data software sederhana kayak ngobrol sama temen. Jadi aku tau, memori apa aja yang ada di dalam kartu eksternal ene."

"Jadi...?"

"Tapi bukan itu masalahnya. Kamu bisa tau momen-momen kehidupan kamu sebagai bayi, soalnya Krukru yang cerita ke kamu, kan?"

Fata memilih kata-katanya sebisa mungkin. Bila dia mampu membawa percakapan ini dengan rapi, dia bisa mendapat apa yang dia inginkan tanpa perlu susah-susah.

Pasalnya, akibat perkataan Si Kribo, para robot bertopeng mulai merasakan sesuatu dari Reli.

"Masalahnya, kamu yakin nggak, bahwa masa lalu kamu waktu bayi itu--"

Bukan, ketiga "peri" itulah  yang merasakan sesuatu dari Reli, yang belum pernah mereka rasakan selama ini.

"--betulan sama kayak yang yang diceritain Krukru itu?"

Yaitu, terkikisnya rasa percaya yang selama ini terjalin di antara mereka.

Entah sejak kapan, Fata sudah berdiri hanya dua langkah di samping Reli. Tapi gadis masinis itu seolah sama sekali tak terancam oleh lawannya. Justru dua manusia itu seperti mulai berdiri di kubu yang sama, sedangkan para Krukru berada delapan langkah di barat.

Pada kubu yang berseberangan.


---


5
Pelatuk


Fata mengulurkan kartu data eksternal itu ke tangan Reli. Si Kribo itu mempertahankan ekspresi tulusnya.

Jangan sampe sekali-kali nyengir dah.

Muke gue mesti penuh budi luhur anak teladan ene.

Fata mati-matian menahan tawa saat membatin, tapi secara bersamaan dia juga mulai cemas. Apakah umpan ini akan diterima?

Reli mengulurkan tangan. Dagunya yang kecil tampak beringsut penuh keraguan.

Soalnya kalo itung-itungan gue pas, berarti...

"Hentikan!"

Sebuah kobaran api menyembur entah dari mana. Fata cepat-cepat menarik bahu Reli dan meloncat mundur. Tapi naas, kartu datanya terlepas dari tangan dan langsung terlalap oleh semburan api.

"Aaahh!" Reli memekik saat tubuhnya tersuruk jatuh di samping Fata. Lengan kemeja pemuda kribo itu hangus seperti keripik gosong. Sementara api memancar begitu kuat ke depan seperti air selang bertekanan tinggi, membakar barisan kursi tribun di tingkat terbawah. Api itu menghanguskan bukan hanya dinding batu atau fondasi baja, namun juga---

"Aaaagh! Wajahkuu!"

"Uaaaa!!"

--memangsa tubuh para penonton yang tak sempat menghindar. Terlihat seekor manusia bertubuh hyena melolong pilu dengan perut dan dada yang meleleh hingga lambungnya terjuntai tumpah, penuh cucuran darah.

Dua ekor manusia berkepala musang berusaha memadamkan api yang menghanguskan tulang bahu mereka yang menyembul melalui serat daging yang berlubang tak karuan. Situasi ini memicu kepanikan sehingga pekikan mulai muncul tak henti-hentinya.

Sejumlah penonton mulai melarikan diri ke pintu keluar koloseum. Namun para monster yang memiliki fisik lebih kuat dan juga para bandar taruhan, justru semakin bersemangat mengompori para peserta.

"Roaaaa! Kerja bagus, Robot Jelek!"

"Kami butuh lebih banyak darah!"

"Bantai lagi! Bakar manusia kribo itu!"

Akibatnya, kedua Krukru pun semakin tersulut.

Ya, semburan api itu berasal dari Krukru-2. Topeng di kepalanya telah pecah berjatuhan, memperlihatkan wajah menakutkan yang lebih mirip genangan lumpur mendidih yang bergelembung, meletup dan bergolak.

Inilah wujud Krukru yang sesungguhnya. Meski Krukru harus mati, Reli tak boleh mengintip data memori itu. Tak boleh. Tak boleh tak boleh.

"Takbolehtakbolehtakbolehtakbolehtakboleh!!"

Seperti gila disulut amarah, organ bergolak di wajah Krukru-2 kini membuka lebar-lebar seperti moncong. Bagaikan naga dalam cerita mitos, dari gejolak lumpur itu menyemburlah pilar api besar yang meliputi hampir seperempat pelataran koloseum.

"Kuyaaa!" Si Kribo kontan melarikan diri melihat bahwa serangan itu bukan api biasa. Dia tak menyangka bahwa robot kuno itu punya cadangan bahan bakar yang berkapasitas sangat tinggi.

Karena seakan tak memerlukan minyak atau bensin, api dari wajah mendidih Krukru-2 menjalar dan menetap dengan sendirinya begitu berkontak dengan permukaan padat. Pagar pembatas tribun, dinding batu setinggi empat kali lipat tiang listrik, semuanya tak luput dari santapan api.

"Wooaaah! Perkembangan apa ini!" Tarou berteriak memanaskan suasana, "Rupanya Krukru-2 ingin  mengubah semuanya menjadi arang hitam! Apakah Fatanir tak punya jalan untuk lari!?"

Serangan yang tak tanggung-tanggung. Melihatnya pun sudah membuat merinding ciut, sehingga Fata berusaha kabur ke pojok tenggara koloseum. Kemeja putihnya licin oleh keringat, napasnya pun kembang-kempis.

Namun hendak kabur pun, sepertinya sulit. Karena kini Krukru-3 pun ikut-ikutan menyemburkan api dari wajahnya. Secara terkoordinir, mereka membentuk kurungan di sekitar ruang gerak Fata. Akibatnya, area koloseum tenggara berubah menjadi pelataran bercincin api!

Fata terperangkap. Udara panas menjalar ke pori-pori kulitnya. Rambut kribonya terasa seperti kain pel yang direndam keringat lalu dipakaikan di kepala.

"Kehe..." Fata lalu terkekeh. Para Krukru membentaknya meski tak memiliki mulut yang pasti.

"Apa yang lucu! Kau mau mati!?" teriak Krukru itu dengan suara bagai besi dipanaskan.

Fata melanjutkan tawanya, "Kekeke..."Katanya, kalian itu peri, ya? Peri di dalam robot? Kalo kalian masup sekolahan, pasti nilai kalian jeblok banget dah."

"Apa?!"

"Emangnye, apa konsekuensi kalian nyembar-nyembur api kayak gini?" Si Kribo ngos-ngosan, sembari mendatangi seseorang yang juga tengah terperangkap dalam cincin api besar itu. Dengan santai, Fata menepuk bahu orang itu.

"Menurut kamu gimana, Mbak Reli?"

Krukru-2 dan Krukru-3 sontak berhenti, seolah baru ingat akan pemilik nama tersebut. Mereka pun menyadari, gadis itu menatap mereka sejak tadi.

Raut wajah gadis calon masinis itu campur aduk. Ada rona kaget, ketakutan, sedih, bingung, yang mengisi garis-garis wajah remaja tersebut. Tapi tak ada yang lebih jelas dari sorot mata itu. Untuk pertama kalinya, Relima kini melihat para Krukru, sebagai sesuatu yang---

"Aku...tak mengenal kalian."

--Asing.


---


Kami hidup untukmu, Reli.

Kami menemukan arti hidup, karena dirimu.

Saat kau menetas dari telur itu, saat kau membuka mata untuk pertama kalinya...kami menemukan tujuan.

Yaitu menjadi keluargamu. Selalu menjagamu.

Tapi, hanya karena manusia itu...kenapa kau berpaling...

Kenapa kau menatap kami dengan mata yang mengasingkan itu...

Ini kami...Krukru!

Reli! Relima Krukru! Kami merupakan apa yang melengkapi dirimu!

Bukankah begitu?

Lalu kenapa...


---


"AaaAA-A-AA- - -AA A!!"

Hanya butuh satu kalimat itu saja dari Reli, untuk membuat para Krukru menjerit. Bukan sekedar frustasi. Krukru mulai menunduk dan menghantam-hantamkan kaki dan tangan mereka ke tanah pelataran koloseum.

Gejolak di wajah mereka perlahan turun luruh menjadi seperti logam cair. Dari cairan yang menggenang ke tanah itu, sekilas tampak sosok-sosok sebesar serangga, namun bertubuh mirip manusia dengan kilau yang terang.

Merekalah makhluk yang menghuni jasad-jasad mekanik bertopeng selama ini. Mereka yang membesarkan Relima, agar dapat melebihi reputasi para masinis senior di Stasiun Bintang, suatu hari nanti.

Mereka, para peri, telah berulang kali melalui pertempuran di Alforea. Namun kini jiwa mereka baru saja menerima pukulan paling telak.

Karena selama ini, kehadiran Reli memberi tujuan hidup untuk mereka. Tapi pemuda kribo ini telah menginjak-injak hubungan erat antara mereka dengan Relima. Pemuda ini menghasut dan memancing Reli dengan liciknya, hingga semua kebersamaan yang para Krukru perjuangkan bertahun-tahun...kini tak lagi ada artinya di mata Reli

"Peri Krukru..." Fata bergumam, masih jengah dengan makhluk-makhluk yang tak pernah ada di bumi, tempat asalnya. Rencananya sejak awal, memang mengeroposkan ikatan batin antara Relima dan Krukru. Tapi tak disangkanya bahwa para peri itu akan terbawa arus rencananya itu secepat ini.

Maka tak butuh waktu lama untuk sosok-sosok kecil itu untuk kehilangan kilaunya. Tubuh mereka mengkerut saat tak mendapatkan hunian mineral khusus di tubuh robotik. Kemudian tubuh-tubuh Krukru itu mati.

Tak lagi menemukan arti hidup, mereka membiarkan diri mereka mati. Lalu saat kehilangan pemberi nyawanya,...mesin-mesin yang pernah disebut sebagai Krukru pun, kini tinggal besi rongsokan saja.


---


6
Relima's Bombard


Fata menarik napas, dan menoleh pada Tarou sang pemandu acara tarung gladiator,"Udah, kan? Kalau berhasil ngancurin partner lawan, aku udah menang, kan?"

Tarou tersentak seperti baru tersadar dari lamunan. Dia lalu melihat data peserta yang disimpannya, "Oh? Fatanir...Fatanir..."

Apa-apaan ini? Fata melipat tangan tak sabaran. Kenapa pengumumannya seperti ditunda-tunda?

"Belum!"

Ucapan Tarou, bagai siraman air panas di tengkuk Fata.

"Apa?!"

"Monster yang menjadi rekan Relima...bukanlah Krukru!"

Si Kribo baru ingat. Saat awal pertarungan tadi, Tarou tak jadi mengumumkan nama partner untuk Relima. Entah kenapa.

"Woi, Jongos!" Fata yang kesal langsung mencela Tarou, "Itu mah curang namanya! Ngapain juga gue ribet-ribet mo ngancurin Krukru kalo taunya--"

"Tolong..."

Si Kribo menoleh ke belakang punggungnya, Ada sebuah sensasi merinding yang aneh, sulit digambarkannya.

"Bila aku tak punya Krukru..."

Sepasang percikan api mendadak tumbuh dari punggung Relima. Anehnya, percikan itu tak membakar tubuh sang gadis. Perempuan itu mengangkat wajahnya, menatap tepat ke arah Fata.

Dalam hitungan detik saja, sang gadis menelusuri ingatan masa lalunya sendiri. Saat dia ingin bermain lempar bola di atas tebing, hanya para Krukru yang mencegahnya terjatuh ke dalam jurang. Setiap kali dia penasaran dan ingin memegang cakram pemotong kayu yang sedang berputar, para peri berwujud mesin itulah yang kalang-kabut.

Tak beda dengan sekarang. Akibat keingintahuannya itu, para Krukru terpaksa melakukan sesuatu yang di luar batas moral mereka. Padahal, rahasia apa pun yang mereka ingin simpan serapat-rapatnya dari Reli, rahasia apa pun yang Reli ingin ketahui tentang para keluarganya itu...

Reli lebih baik tak mengetahui rahasia itu, dibandingkan jika dia harus menyaksikan para Krukru bunuh diri di depannya sebagai bayaran. Lebih baik dia tak tahu. Lebih baik dia tak ingin tahu.

Tapi terlambat. Reli terlambat menghentikan bencana yang disebabkan oleh rasa penasarannya sendiri.

Maka kematian para Krukru, itu semua kesalahannya.

"Siapa yang akan melindungiku!!"

Mata gadis itu bergolak seperti mentari sore. Si Kribo langsung terperangah. Apa-apaan ini? Dia harus menghadapi apa lagi?

Bahkan gejolak peri Krukru saat menyemburkan api berkobar beberapa waktu lalu, seperti lilin kecil saja dibandingkan terangnya pancaran mata Relima.


---


Dua hal saja. Dua hal yang tak pernah Krukru beritahukan pada Reli, dua hal yang mereka simpan rapat dari gadis itu, bahkan jika mereka harus mati.

Rahasia pertama. Bahwa Reli bukan manusia biasa. Dia terlahir dari telur arwah yang telah diramalkan ratusan tahun lalu. Para peri yang menguasai sihir, merasakan hawa spiritual yang sangat kuat dari telur tersebut.

Ramalan ratusan lalu mengatakan, seorang gadis yang terlahir dari telur arwah, akan memiliki titisan roh api di dalam dirinya. Roh api adalah roh yang dipuja oleh para monster secara supernatural.

Siapa pun anak itu, kelahirannya akan menjadi awal perdamaian antara manusia dan para monster penghuni daratan.

Para Kukru menyadari hal ini. Namun saat anak yang mereka besarkan itu memiliki kecerobohan yang harus mereka jaga setiap waktu, perasaan itu mulai berubah.

Para Krukru lambat laun menjadi terlalu memanjakan Relima sehingga tak memberi kesempatan pada gadis itu untuk mandiri. Rasa sayang mereka terhadap gadis itu terlalu besar, hingga timbul sebuah prasangka dalam diri para Krukru.

Bahwa jika Reli mengetahui rahasia ini, perannya di dunia ini, peran sebagai pembawa kedamaian di seluruh daratan...

Maka Reli akan beranjak dewasa, dan meninggalkan mereka demi tanggung jawab yang lebih besar.

Maka hidup para Krukru, akan kembali kosong.

Dan mereka yang telah mengecap lezatnya hidup yang penuh akan isi yang bermakna, lebih baik mati dibandingkan menjadi kembali kosong.


---


Fata mencelos melihat sebuah sinar merah melayang keluar dari jasad Relima. Secara bersamaan, gir emas di genggaman gadis itu memancarkan sinar yang menyatu dengan sinar merah di udara.

Bersatunya kedua sinar tersebut, memulai ujung pertarungan ini. Dari kekosongan di udara itu, tercipta sebuah balok titanium. Disusul dengan balok titanium kedua, ketiga dan seterusnya. Semua balok titanium tersusun menebal dalam lapis-lapis berjajar dan saling menguatkan.

Kemudian komponen-komponen logam kokoh itu berduplikasi, memanjang dengan suara berbentur-bentur menyakitkan telinga, hingga mewujudkan rancangan kuno namun dengan material mutakhir.

"Njiir...itu dinding jauh lebih tebel dari bunker anti bom, kan...?" Fata menelan ludahnya, berusaha menelan juga rasa gugupnya saat melihat monster logam itu menyempurnakan strukturnya dan menyemburkan uap dari cerobongnya, seperti raungan harimau namun puluhan kali lipat lebih menakutkan.

"Apa kau mampu melindungiku!" Reli berteriak-teriak nyaring seperti anak kecil, namun kedua mata dan sayap api di pundaknya berkilat kejam sehingga membuat Fata mau tak mau, harus mundur selangkah karena jeri, "Kau hanya mampu menghancurkan hidupku! Menghasut para Krukru untuk mengakhiri nyawa mereka sendiri!"

Tarou sang pembawa acara pun terbata-bata saat mengumumkan, "A-akhirnya...inilah yang ditunggu-tunggu. Para penonton sekalian! Inilah partner dari Relima! Sambutlah kereta uap penghancur ini! Heaven's Bombard!"

Sebuah kereta sebagai rekan bertarung. Sungguh kejadian yang di luar dugaan, tapi Fata tak punya waktu banyak. Rangkaian roda kereta mulai  berputar dengan bunyi engsel mekanik, menggerakkan seluruh badan kereta.

Benda itu maju dan melaju. Semakin cepat, semakin kuat. Kendaraan sangar itu  mulai membelah dataran koloseum! Tanah dan batu hancur terkeruk seperti lilin lunak, tak kuasa menghalangi amukan si monster logam yang melabrak apa pun yang ada di depannya demi melibas si pemuda teknopath.

"Heaven's Bombard!" Relima memekik tinggi penuh kemarahan, "Bunuh pemuda itu! Bunuh Fatanir, pembunuh para Krukru!"

Angin menderu kencang, menerpa kemeja rapi Fata hingga berkibar-kibar seperti layar kapal. Si Kribo melirik Reli yang menatapnya dengan keinginan membunuh luar biasa, jemari gadis itu teracung kuat pada Fata dan dengan itu maka Heaven's Bombard makin mempercepat lajunya hingga seratus mil per jam!

"Yang bener aje lu, Mbak..." Pemuda berjambul kribo tersebut bergumam untuk menutupi panik. Dia segera berlari menyingkir dari jalur hantaman kereta api, sekuat tenaga sampai kakinya seperti akan copot kapan saja. Beruntung karena kereta api itu meleset dari sasaran yang telah berhasil kabur.

Si gadis masinis mengedikkan telunjuknya mengikuti Fata dan meneriakkan komando untuk kereta uap penghancur itu, yang dikendalikannya dengan kekuatan telekinesis roh api, "Kejar! Kejar! Kejaaaar!"

Sayangnya, gadis masinis itu belum mahir membelokkan sang monster logam dengan kendali rohnya. Telekinesisnya baru berkembang. Seluruh badannya bergetar dan darahnya seperti memanas akibat pengerahan kekuatan berlebih.

Fata masih sempat melirik gejala negatif ini. Meski dia tak mengerti, tapi Si Kribo hanya dapat mengira-ngira kalau kondisi lawannya tak begitu stabil saat mengontrol pergerakan kereta monster yang menjadi partnernya. Maka...

Kana! Berapa persen kemungkinan kamu bisa naik ke kereta api yang lagi jalan itu, dalam kondisi alat gerak yang masih bagus?

Kurang dari dua persen, Kak. Apa mau dicoba?

Kereta titanium raksasa bernama Heaven's Bombard mulai membelokkan batang tubuhnya atas perintah Reli. Tapi pembelokan itu hanya sekian belas derajat. Akibatnya, kereta itu gagal mengejar Fata dan menjebol dinding utara koloseum. Benturan itu menimbulkan sebuah ledakan pemusnah menelan suara lainnya.

"Imba bingit cok!" Fata sempat berteriak cempreng saat badannya terhempas tinggi oleh tekanan udara yang menggila akibat kemarahan si monster logam. Ketika membentur tanah, terdengar bunyi krak yang menandakan satu-dua rusuknya yang retak.

Jangan tanya apa yang akan terjadi bila saja Si Kribo tertabrak. Pasalnya, bahkan jajaran fondasi baja koloseum sepemelukan tangan yang tergilas oleh moncong kereta tersebut pun, pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.

Bangunan utama koloseum kini persis dengan donat raksasa berselimut api, yang baru saja digigit habis seperempatnya. Api membakar setengah tribun yang tersisa, dan aliran listrik pendek mencuat dari sambungan kabel yang putus.

Namun yang paling jelas adalah para penonton, manusia maupun monster. Berpuluh-puluh jenis manusia setengah binatang telah menemui akhir hidupnya dalam sekejap, tubuh mereka tak utuh lagi. Ratusan manusia ataupun monster lainnya mati dalam hitungan menit, dari cedera fatal maupun terbakar hingga meleleh akibat ledakan besar.

Si Kribo sesak napas melihatnya. Inilah hasil kebencian Relima terhadapnya. Sampai Fata baru teringat untuk merespon pertanyaan Kana, tentang apakah gadis robot itu harus mencoba menaiki kereta atau tidak.

Nggak usah. Nyari mati aja.

Baik, Kak.

Reli mengembangkan kedua tangan dan sayap apinya. Dengan kekuatan roh api berupa pengendalian jarak jauh skala besar, Heaven's Bombard mulai terangkat. Monster logam itu terurai menjadi balok-balok titanium yang menyusun ulang barikade mereka dengan kecepatan tinggi.

Kereta itu kembali terbangun sempurna, kini lokomotifnya tepat menghadap interior koloseum yang berubah jadi dataran berapi. Kemudian lokomotif tersebut terbuka, dan keluarlah sebuah meriam berdiameter seukuran lebar mobil kecil.

"Keretanye pake meriam?!" Fata menjeprok kaget, namun segera mengembalikan fokusnya.

Kana! Jalankan komando K sekarang!

Baik, Kak!

Moncong meriam itu segera menyala kemudian meletuskan bola-bola api berukuran sangat besar. Namun saat itu, Fata sudah berlari. Ledakan demi ledakan merubah lansekap tanah, menggetarkan tribun koloseum yang tersisa.

Asap menggebu-gebu. Reli berjalan maju. Tak perlu mengejar secara fisik, asalkan dia dapat melihat sasarannya, itu sudah cukup. Kelihatan! Si Kribo sedang terbirit-birit menuju sembarang arah dengan serabutan asalkan bisa menghindar.

"Kau takkan lolos!" Si gadis masinis berteriak sarat emosi. Penonton yang tersisa seolah terpaku di tempat duduknya. Entah mereka tidak sayang nyawa, ataukah pertarungan ini ternyata lebih liar dari yang mereka sangka pada awalnya. Sementara Fata memanggil sekuat yang tenggorokannya bisa, "Kana-Moto!"

Mendadak Kana yang berlari memutari jalur tembakan untuk menemui Fata. Tubuh mekanik gadis robot itu melipat ke bawah lalu bertransformasi dengan cepat menjadi sebuah motor putih yang ramping. Inilah Kana-Moto

"Mesti ngibrit choy!"  Fata melompat ke kursi motor robotik itu tanpa basa-basi.

"Nyalain mesin!"

Baik, Kak.

Mesin kendaraan ramping itu langsung berputar. Fata dan Kana-Moto meliuk-liuk di sela rentetan bola api yang meledakkan rangka tribun hingga berjatuhan menimpa penonton di bawahnya.

Sebagian pipi pemuda kribo itu hangus terserempet api atau serpihan kerikil sisa ledakan, sementara di sekelilingnya, hujan bola api besar menerpa tak kenal belas kasihan. Tapi seiring gesekan roda Kana-Moto pada kontur tanah, Si Kribo menahan napasnya, terus melaju dan berbelok di sejumlah sudut yang membawanya menjauhi moncong lokomotif seraya menyusun strategi dadakan.

Bagaimana caranya menghadapi sebuah kereta titanium murni yang melaju terlalu cepat untuk disusupi dan dengan daya dobrak yang tak bisa dihalangi? Bagaimana menghancurkan benda seperti itu tanpa persiapan sebelumnya? Bagaimana? Fata menyeka keringat dingin dari dagunya.

Gara-gara si pembawa acara itu, jadinya gue salah nyiapin langkah dari awal, kan. Kancut jamuran!

Si Kribo terus merutuk dalam hati. Kalahnya partner seorang peserta pertarungan otomatis juga menjadi kekalahan peserta itu. Dia mengincar hal tersebut. Bagaimana bisa rekan tarung Relima ternyata bukanlah para Krukru? Bagaimana bisa dia tak mendesak si pembawa acara agar menyebutkan informasi sepenting itu?

Karena satu faktor itu saja, semua strategi Fata malah berpusat menghancurkan hubungan Relima dengan Krukru dengan serangan psikologis, memanfaatkan isi kartu data memori yang diletahuinya berbeda dari apa yang diceritakan oleh para robot bertopeng itu kepada sang gadis.

Salah besar.

Dengan terengah-engah dan sakit atas rusuk yang patah, dari atas motornya pemuda berjambul kribo itu kembali melirik. Ke arah Relima yang berdiri sekian puluh langkah darinya.

Gadis itu sedang menarik napas dalam-dalam. Tak lama kemudian tubuh kecilnya yang berhias sayap api itu tak lagi gemetaran.

"Awalnya aku tak tahu, apa yang menyebabkan kekuatan roh api ini bangkit."  suara gadis itu menjadi tenang dan lebih dewasa, "Tapi kini...aku jadi mengetahuinya. Semakin kuat perasaan dari seorang penyihir terhadap sesuatu, maka akan semakin tinggilah prana sihir yang dia miliki. Aku merasakan prana ini menyeru dari dalam darahku, seiring kerinduanku pada para Krukru. Maka...."

Sebaran sihir telekinesis roh api pada matanya tak lagi menyebar seperti kembang api, namun kini...lebih terpusat. Seperti laser.

Si Kribo tahu artinya.

Radiasi energi yang stabil itu...jadi maksudnya...dia udah bisa ngendaliin kereta itu dengan mantap kan.

Bahwa serangan berikutnya adalah serangan hidup mati. Keteguhan tekad Relima saat ini jauh melebihinya. Hanya dengan dipandang begitu saja, Fata sudah merasakan kemenangannya menjauh.

Tiba-tiba, Kana-Moto berhenti mendadak. Fata terjungkal ke depan lalu menubruk bongkahan tanah yang jebol, hidungnya memar dan pandangannya seperti baru terkena blitz dari kamera. Si Kribo itu menoleh mencari-cari Kana.

"Woe ngapain kamu, Kana! Ngapain brenti dadakan gitu!"

Kana tak dilihatnya.

Kana...melarikan diri? Robot itu melanggar perintahnya dan melarikan diri?

Kenapa?

Si Kribo menoleh ke belakang dan menemukan jawabannya. Moncong Heaven's Bombard kembali menutup dan kereta itu kembali melaju dengan kekuatan luar biasa. Maka wajar bagi Kana yang memiliki kecerdasan buatan, untuk memprioritaskan keselamatan dirinya sendiri saat darurat .

Sementara itu Relima merapal sihir roh berupa pengendalian benda. Ratusan lempeng pagar pembatas tribun itu diangkatnya, lalu dari tiap lempeng yang diterbangkan...

"Gadis itu  menciptakan jalur-jalur rel kereta api---" meski nyaris seisi koloseum sudah terbakar menjadi tumpukan puing akibat meriam buas milik Heaven's Bombard, Tarou nasih berteriak takjub,

"--- di langit!"

Fata tercengang. Rel kereta api di udara tanpa penyangga atau alat anti gravitasi? Betapa curangnya sihir itu! Prana sihir Reli membuat hal yang seharusnya tak masuk akal menjadi sesuatu yang lumrah.

Bahkan kini Reli menyibak kedua tangannya ke udara, dan dengan itu maka melajulah sang kereta uap titanium, menanjaki badan rel yang mengambang semakin tinggi. Sampai puncaknya, jalinan rel berbentuk tanjakan itu tak sanggup lagi menahan beban kereta, dan berserakan di udara.

Kereta itu melintasi angin dan awan. Dengan lengkungan yang sekilas indah, namun sesungguhnya tengah membangun momentum. Kemudian gravitasi mulai mengambil alih peran, menukikkan kereta itu lurus-lurus untuk menghunjam bumi.

Cahaya matahari dari belakang badan kereta membuat konstruksi mengerikan yang menukik itu menjadi sebuah siluet hitam. Relima pun menghentakkan dua tangan lurus membentur bumi. Dan dia berteriak sepenuh hati demi para Krukru yang Fata rampas,

"Tebus nyawa keluargaku, Fatanir!"

Bagaikan satwa fantasi, Heaven's Bombard menuruni angkasa dengan raungan mesin yang begitu menakutkan.

Fata tercengang.

Serupa pilar raksasa yang jatuh vertikal dengan kekuatan membabi-buta, monster titanium itu menghantam tubuh Fata dan permukaan bumi sekaligus. Kemudian bagian dalam meriam kereta itu memulai proses kimia berdaya eksplosif menggila.

Maka para penonton menahan napas, ketika dari benturan kereta itu tercipta pilar ledakan termal keperakan yang lebih mirip bencana alam. Bahkan Tarou dan Ratu Netori membelalak tak percaya, saat menyaksikan daratan koloseum runtuh menjadi kawah dengan kedalaman tiga ratus meter.

Patung prajurit raksasa di empat penjuru runtuh menjadi bongkah-bongkah besar. Penonton yang tersisa tak lebih dari lima puluh. Bahkan para saudagar dan pialang sudah kabur sedari tadi.

Tak ada bagian tubuh Fata yang akan tersisa menghadapi hal seperti itu.


---


Rahasia kedua para Krukru, baru mereka sendiri ketahui semenjak masuk ke Sol Shefra. Yaitu bahwa di Alforea, mereka bertemu kembali dengan sosok berambut panjang yang dahulu memberikan telur yang berisi Relima.

Yaitu Tamon Ruu.


---


7
Yang Harus Dilepaskan


Relima melipat sayap apinya dan tertunduk lelah. Lokomotifnya hancur karena reaksi bom termal. Sebagian besar kereta masih utuh karena dinding titanium yang tebal luar biasa, tapi dia butuh waktu untuk memulihkan diri.

Prananya sangat kritis, sehingga seluruh tenaga di tulang atau ototnya menguap. Gerigi emas terasa memberat di tangannya.

Kemudian aliran prana roh api itu berbalik menyerang pembuluh darahnya sendiri, membakar retina mata gadis itu.

"Aaaa! Aaaaahh! Aahhhhh!!"

Maka meski matanya masih terbuka, namun dia tak lagi melihat Hanya nyeri yang terus membakar matanya sehingga membuatnya menjerit-jerit sampai kelojotan. Dia tak melihat tangan seorang pemuda kribo yang merampas gir emas misterius yang dipegangnya secara paksa.

Komando K adalah komando dengan kode "Kosong". Dengan teknologi pada sistem komputernya, Kana menciptakan sebuah hologram yang bersuara dengan bantuan teknologi speaker pengalih bunyi.

Kana yang berubah menjadi motor yang dinaiki Fata, dan juga Fata yang menaiki motor itu hingga tertimpa hantaman Heaven's Bombard, semuanya adalah hologram. Kana dan Fata yang sesungguhnya tengah berlari menyusup di balik bebatuan yang ada di area berlawanan, melompati gunungan rangka koloseum yang runtuh untuk membokong Relima.

Si Kribo telah berhasil memanfaatkan kebencian Reli kepadanya. Demikian tinggi amarah Reli karena Si Fata membuat Krukru mati bunuh diri, Bahkan si gadis roh api itu tak menyadari bahwa lawannya sengaja bersembunyi di balik asap ledakan meriam Heaven's Bombard, untuk bertukar posisi dengan hologramnya.

Maka fokus dan kebencian Reli yang kelewat mendidih, menjadi awal kejatuhannya di ujung jemari si teknopath yang masih dapat menjaga kejelian.

Gadis yang kini buta itu terus memekik-mekik pilu atas matanya yang terbakar leleh. Fata membisikkan sebuah komando, untuk gir emas yang baru dirampasnya.

Karena komando itulah kereta bernama Heaven's Bombard mendadak mengkerut secara bertumpuk, seperti terhisap sebuah lubang vakum raksasa, hingga hilang seluruhnya.

Gadis bernama Relima hanya merasakan nyeri untuk sesaat, ketika Fata bergumam, "Kana--"

"--Go."

"Baik, Kak."

Dan si gadis robot, tanpa ekspresi, memelintir batang leher Reli dengan kedua tangan.

Hingga kepala Relima berputar seratus delapan puluh derajat ke belakang. Hingga tulang leher serta urat saraf pusatnya terlepas dari batok kepala. Gadis itu mati dengan lidah setengah terjulur dan mata menatap kosong.

Fata berdecak. Relima adalah gadis yang baik hati, namun terlalu berbahaya. Dari gerakan gadis itu, Si Kribo menyimpulkan bahwa kemampuan roh api Relima memberinya kemampuan telekinesis tingkat tinggi, juga kemampuan memberi semacam bahan bakar untuk materi yang dia kendalikan.

Namun penciptaan struktur kereta dari kehampaan itu, sama sekali bukan Relima yang melakukannya. Fata menatap gerigi emas yang digenggamnya, dan bertanya pada gerigi emas tersebut.

Konstruksi macam apa kau ini?

Si Kribo membelalak, ketika benda itu menjawab.

Aku adalah, yang Kana yang asli menginginkanmu untuk melepaskannya.

Fata menoleh pada Kana, "Kamu yang asli?" hanya untuk mendapat ekspresi tak mengerti yang serupa. Fata pun berujar, "Sebutin biodata kamu, Kana."

Kana menjawab, "Aku, Kana, adalah unit robot berbahan alloy yang dilengkapi dengan kepribadian artifisial. Kak Fata merakit hardware dan softwareku sendiri. Maka siapakah itu Kana yang asli, aku tak tahu."

Si Kribo melirik lagi ke arah gerigi emas yang mulai melanjutkan informasi kesadarannya.

Aku adalah,

Mesin yang mampu menciptakan dan menduplikasi materi apa pun,

Yang dibayangkan oleh siapa pun yang mampu menyentuh diriku.

Termasuk Heaven's Bombard yang tercipta berdasarkan bayangan manusia bernama Relima.

Aku adalah, apa yang Kana yang asli mengharuskanmu untuk melepaskannya.

Aku adalah Ashura.




----


[Round 3] Fatanir - Kereta Mantap (Selesai)

7 comments:

  1. Pertamax~
    woahahah, pertama baca entry pak po dan...dis is good, really... lumayan terasa efek hakomarinya tapi saya rasa pak po kepentok sama style dan pemikiran, teknik menulis, membuatnya sedikit jadi lebih orisinil bagi yg tahu hakomari... kind of good in many ways~
    .
    Saya rada kaget juga, karena rata2 orang bahas soal OC sendiri, dan di sini malah OC musuhnya, demi mendapat cara melawan dan kelemahannya. Nggak, saya ga bilang ini nilai minus karena bukan Fata yg dibahas, tapi dengan ini plotnya bisa diracik dengan baik sekalipun Fata ga jadi imba (malah sebaliknya). Yang bikin saya jadi penasaran, ini masa lalu Relima hasil tanya2 ke author atau coba bikin sendiri?
    .
    Well, G G W P, saya votenya kalo udah baca jg lawannya, salam~

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah, ya, note that: saya belum pernah baca entry yg bahas masa lalu musuhnya, tentu karena saya ga baca semua entry sejak prelim. Jadi obyektivitas saya dimulai dari R3 ini aja~

      Delete
  2. Makjang, saya baca entry Pak Po kental banget rasa Hakomari-nya.

    Multiple strategy, saling adu cocot, sampe akhirnya si kribo brengsek sukses dengan strategi devide et impera-nya.

    Om Po memang selalu jago mengeksplor OC lain, lalu dibikin cerita sendiri dari sana.... tentu saja dengan kadar Feels yang tinggi.
    ._.

    Alih-alih kribo yang overkill, di sini malah musuhnya yang bikin IMBA (Iya, Fata sendiri sempet menggerutu soal itu, wkwkwkwk)
    Menurut saya itu nilai plus buat entry ini, karakter A yang lemah, melawan karakter B yang kuat, berjuang lewat strategi dan pertaruhan hidup mati, jelas lebih menarik dari pada melihat karakter B yang imba, dengan mudahnya ngebunuh karakter A yg lemah.

    Saya gak terlalu mempermasalahkan meski si Kribo malah ke-overshadow sama backstory lawannya sendiri, justru itu point yang bagus. Karena hey, si Kribo kan udah cukup diulas ke'brengsekannya di Ronde sebelumnya. :D

    Akhir kata, salam keret--, maksudnya... salam super.


    OC : Sanelia Nur Fiani

    ReplyDelete
  3. Yassalam, saya lupa log out dari akun ini

    ReplyDelete
  4. Wogh, mungkin rambut kribo itu sengaja untuk menutupi otak Fata yang super besar seperti Megamind? Kidding, dude. Yang pasti it takes guts untuk tidak mengeksploitir kelebihan Fata sebagai teknopath secara mutlak pada para Krukru mekanis dan Reli, walau teknologinya terbilang masih tergolong steampunk.

    Sebaliknya, Reli jadi dibuat lebih kuat dan hampir bisa dibilang over-power. Jadi penulis Fata dibuat memeras otak, menggunakan berbagai strategi termasuk perang urat syaraf untuk akhirnya menang dari lawan. Inilah contoh author yang suka memberi tantangan lebih pada OC-nya sendiri. Me likey! Di R3 ini Vajra juga menantang diri sendiri, tapi bedanya Vajra "melemahkan" diri sendiri dengan tidak memakai zirahnya, dan tak memperkuat Caitlin.

    Sekian ulasan dari saya. Begini saja, saya titip VOTE FATANIR dulu saja di sini. Kalau saya membaca entri Reli dan memvote dia juga, berarti nilai Fata vs Reli dari saya itu seri/draw. Saya jadi ikuti usulan saya sendiri nih.

    VOTE FATANIR
    OC: Vajra

    ReplyDelete
  5. jugijagijugijagijug

    ((ene))

    ene jadi pak po banget dah, hahaha.

    lagi-lagi piawai mainin background OC lawannya nih. bagian masa lalu relima terkuak itu entri ini makin seru. reaksi di awal sama avius juga pas, singkat cerita alforea hancur deh pokonya.

    relima kesannya jadi kayak suku tontatta wanpis di saya entah knp. terus fata jadi kayak vi pas ngehasut relima apa dia yakin sama masa lalunya.

    hmm, karena udah menang, saya kasih nilai aja deh ya.

    8.5/10

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
  6. FATAAAA KAMU LUCU.... <3 <3
    Ih love love sama fata... Apa ya... sejak si Lazu kayaknya pak po seneng nulis yang ringan-ringan. Jujur, ini ringan, dan karena saya ga baca hakomari, saya cuma bilang, saya cukup suka dengan ini. Pak po pintar narik minat saya buat senyum-senyum baca ini entry

    Fata is a true evil. Wkwkwkwk
    kayaknya saya baca entry pak po pas final BoR4 ya terakhir?


    MATINYA RELIMA <3 <3
    lovely banget... leher keputer, putus, ah...

    Btw pak po, typo ya disini?

    "Aku adalah, yang Kana yang asli menginginkanmu untuk melepaskannya."

    Saya sempet muter2 bola mata, mikir gimana maknanya. ww

    Ah, well..
    selamat....



    OC : Kazuki Tsukishiro

    ReplyDelete