23.9.15

[ROUND 4] FATANIR - KEMBARAN MANTAP



1
Arahalia (Fatha 'alir)


Sejak kecil, bocah bernama Fata memiliki sesuatu yang berbeda dibandingkan orang di sekitarnya. Dia sering melamun, makanannya sering tak disentuh. Teman-teman mengejeknya dan mengambil makanannya, namun Fata tetap seperti melamun. Dia jarang menjawab ketika para staf memanggilnya, dan dia hanya menatap kosong ketika berbicara dengan teman-teman di panti asuhan tempatnya dibesarkan.

Tidak. Itu bukan tatapan kosong, salah satu kepala panti menyadari. Itu tatapan yang tak fokus. Ada sesuatu yang mengalihkan perhatian Fata Kecil setiap saat.

Kemudian, sesuatu terjadi. Salah satu petugas kebersihan tak sengaja melihat bocah kribo itu duduk di kamarnya, berbicara dengan...sebuah kipas angin.

Dielusnya tutup baterai kipas itu, hati-hati sekali. Dibersihkannya pinggiran lembar kipas dengan gerakan tangkas namun lembut. Kemudian seolah baru saja mendengar lelucon lucu, anak berambut keriting itu tertawa jenaka sambil menepuk-nepuk sandaran kipas dengan puas sekali.


Persis seperti seseorang yang menepuk bahu temannya.

Keesokan harinya, Fata bermain bola basket melawan sebuah kompor.

Keesokan harinya lagi, Fata mengajak sebuah radio berjalan-jalan ke hutan di belakang panti asuhan.


---


Bunga-bunga api menghiasi sejumlah ledakan di area tak jauh dari koloseum Amatsu. Sebuah laboratorium berdiri, menerima guncangan hebat dari gempuran sesosok makhluk hitam tak dikenal.

Di dalam laboratorium itu, di lantai teratasnya, terdapat sebuah ruangan yang penuh berisi mayat-mayat dengan kondisi mengenaskan. Ada yang tergeletak dengan perut terbuka dan usus menjulai, ada yang rongga dadanya terbelah-belah, ada yang lengan dan tungkainya diremukkan, dan berbagai kondisi lainnya.

Dalam ruangan itu, sebuah pertarungan tengah terjadi. Seorang pemuda keriting bernama Fatanir melawan seorang gadis bertunik putih bernama Arahalia, yang sering juga disebut Fatha'alir.

Kedua orang itu saling bertukar serangan. Sabetan pedang Arahalia beradu dengan sepatu Fata, kemudian Fata meraih batangan kayu dan menghantamkannya ke sisi pinggang gadis tersebut.

Sekilas, ini tampak tak adil. Pria melawan wanita. Namun, gerakan sang wanita jelas terlihat jauh lebih efisien. Wajar saja, karena gadis bernama Arahalia adalah prajurit di planet asalnya, yaitu kesultanan Atuktar yang menjadi tempat Fatha'alir mengabdikan dirinya.

Kenapa pertarungan ini harus terjadi? Mungkin karena sejak kemunculan sosok hitam yang mencari sebuah kotak misterius, hampir semua peserta menganggap semua peserta yang lain tak bisa dipercaya.

Mungkin juga karena dalam laboratorium ini, terdapat elevator untuk jalan keluar, yang dikunci dengan segel khusus.  Segel itu takkan terbuka kecuali salah satu petarung, Fata atau Arahalia, mati.Yang manapun itu, laboratorium ini dalam situasi kritis. Karena siapa yang tahu, kapankah sosok hitam itu akan tiba di sini dan menghancurkan gedung ini tanpa sisa.

Semua karena waktu. Semua berkejaran dengan waktu. Mereka keluar, atau mati.

Maka itulah Arahalia dan Fata merasa terdesak untuk bertahan hidup. Dan respon insting purba setiap manusia, ketika dihadapkan pada keadaan membunuh atau dibunuh, adalah mencari cara bertahan hidup. Meski harus menghilangkan nyawa.

"Woe udah beres belon ringkasannye!" pemuda berjambul kribo berteriak entah pada siapa, sambil menerjang gadis bernama Arahalia yang merupakan lawannya.

"Kau bicara dengan siapa?!" sahut sang gadis seraya memutar tubuh ke samping untuk kemudian menendang perut Fata dengan dua tendangan cepat, "Jangan meremehkanku!"

Si Kribo menahan sakit di perutnya sambil melompat ke kanan, tepat di sebelah kirinya sebuah ledakan ranjau menghancurkan jendela lebar laboratorium. Serpihan kaca berebut ruang di udara, bunyinya pekak di telinga.

"Aw! Aw!" pundak Fata terserempet kaca ketika dia menunduk seadanya. Dua ledakan lagi berhasil dihindari, tapi sialnya ledakan itu menumbangkan sebuah lemari pendingin besar di belakangnya.

Punggung Fata tertohok keras sekali oleh sudut lemari besi, mendorong paksa tubuhnya ke arah depan dengan rasa sakit luar biasa. Namun saat itu, sebuah suara terdengar.

Sabetan lintang menuju betis kiri.

"Heit! Nggak kena~ nggak kena~" Fata lekas mengangkat kaki kirinya tinggi-tinggi. Pedang lawannya menyisir lantai lab tepat di bawah kaki Si Kribo itu. Pedang sekalipun adalah asil teknologi dan modifikasi manusia terhadap bahan alam, sebuah pedang adalah mesin pembunuh.

Sehingga Fata dapat memanfaatkan komunikasi dengan kesadaran pedang itu untuk mengetahui manuver serangan lawannya. Tapi menyangka sudah lolos, pemuda itu salah kira. Lawannya, gadis berbaju putih itu, cepat melakukan pijakan mendorong dan melesakkan sikunya ke hidung Fata.

"Ugghh!" Si Kribo terdorong balik hingga punggungnya kembali membentur lemari pendingin di belakang. Darah yang mengucur akibat benturan siku tadi, menyumbat hidung Fata sehingga mampat dan berat.

Melihat punggung lawannya tertahan oleh lemari, sang gadis menarik pedangnya ke belakang sebagai ancang-ancang gerakan tertentu, namun secara bersamaan bilah pedang itu juga bertutur dalam suara teknologi yang Fata pahami.

Tusukan lurus ke perut.

Sehingga meski rasa nyeri pada hidungnya semakin memberatkan kepala, Fata sempat menghindari tusukan itu sekaligus membongkar gagang pintu lemari pendingin di belakangnya dalam dua hitungan. Gagang besi itu dipukulkannya ke wajah Arahalia, namun sang gadis berambut merah membelah dua gagang tersebut dengan mata pedangnya.

Hanya saja saat itu Fata sudah menjejakkan kakinya kuat-kuat ke payudara kanan si gadis.

"Aaaakhh!" Fatha'alir meringis oleh rasa ngilu yang menusuk dadanya. Tendangan itu bukan tendangan ahli beladiri atau semacamnya, tulangnya pun tak ada yang patah, namun area tubuh tersebut memiliki saraf sentuh yang sangat banyak. Sehingga bila terbentur, nyeri yang diderita takkan mudah diatasi dalam waktu singkat.

Gusar karena pemuda berjambul kribo itu sama sekali tak ragu menendang bukit dada seorang perempuan, gadis yang bernama asli Arahalia itu merogoh tas kecilnya dan melemparkan segenggam serbuk ke wajah Fata.

Abhorrenium. Memiliki daya ledak jika bersentuhan dengan material logam pada pedang milik Arahalia.

Si Kribo kelilipan, "Urgh! Phuah!" lalu menyingkirkan serbuk itu dari wajahnya agar dapat mengurangi pedih pada mata. Tapi kesempatan sepertinya belum sudi mendatangi Fatanir, karena sebuah tendangan samping dari Arahalia menggetarkan tulang tengkorak Fata.

Gadis itu kembali melempar bubuk aneh dalam jumlah besar hingga tersebar menumpuk pada bagian dada kemeja Si Kribo.  Fata menahan sakit dan membalas dengan memutar pergelangan Arahalia hingga terkilir dan merebut pedangnya.

"Pedang kamu oke bole ni!" Si Kribo menohok sendi leher gadis itu dengan gagang pedang sekuat-kuatnya. Tapi pemuda itu kaget karena suara benturan gagang itu tak sekeras yang dia kira.

"Laki-laki lemah!" Gadis berambut merah itu tak mau kalah lalu menyeruduk mata Si Kribo hingga bengkak membiru. Memanfaatkan posisi lawannya yang oleng, Arahalia kembali merenggut pedang miliknya dari tangan Fata.

Terjadilah friksi antara logam campuran khusus pada bilah pedang sang gadis dengan serbuk Abhorrenium yang telah lebih dulu menempel di kepala hingga dada pemuda itu.

Bilah pedang Fatha'alir, ditempa dari logam yang dirancang khusus karena dapat memicu reaktivitas bahan tambang kesultanan Atuktar, yaitu Abhorrenium. Gesekan antara logam pedang Arahalia dan bubuk Abhorrenium akan menghasilkan ledakan kecil untuk mementalkan lawan atau membuat pingsan.

Pedang itu melesat ingin memenggal kepala Fata, namun Si Kribo masih bisa menangkis karena mendengar informasi teknopathia dari mineral logam pedang tersebut.

Tapi dalam sesaat itu, pemuda berjambul keriting bernama Fatanir mengalami sesuatu. Iris matanya berubah kosong dan kesadarannya menipis, suara-suara dari luar seakan membaur jadi sejumlah sensasi bergumam yang lambat dan berat.

Karena jauh di dalam jiwa Arahalia, terdapat sebuah kegelapan.

Sebuah kepribadian lain. Kepribadian itu melihat bahwa apa yang dilakukan Arahalia terlalu lembek.

Maka sang kegelapan mengambil alih kendali tubuh gadis bernama Fatha'alir untuk sesaat. Gadis itu tak menyadarinya, karena direbutnya kendali tubuh itu hanya sesaat saja.

Pedang Arahalia melengkung lalu berbelok dalam teknik pedang mistis yang aneh. Itu bukan teknik milik Arahalia

Dalam sesaat itu, kegelapan jiwa Arahalia menyedot nyaris semua energi magis sang gadis untuk memperkuat reaktivitas Abhorrenium hingga puluhan kali lipat biasanya. Hentakan pedang gadis itu menghasilkan sebuah ledakan api berkekuatan dinamit pada jantung Si Kribo.

Jantung Fata meledak berantakan.

---


2
Setan-Setan


Apa yang membedakan sebongkah kerikil dengan seorang manusia?

Tentu banyak jawaban yang bisa dikemukakan. Walaupun, mungkin perbedaan paling mendasar dari dua hal tersebut adalah, bahwa manusia adalah makhluk hidup. Sementara virus adalah benda mati.

Manusia memiliki kesadaran, jiwa, akal, semua konsep abstrak yang tak selalu dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Sebongkah kerikil, tak punya semua itu. Kerikil tak memiliki keinginan. Kerikil tak bisa menangis atau gembira. Kerikil tak bisa berbicara.

Demikian pula dengan besi. Kabel. Komputer. Serat optik. Atau data. Serumit apa pun sebuah mesin, semua itu hanya benda mati yang tak punya kesadaran.

Jadi, kenapa bocah bernama Fata berbicara dengan sebuah kipas angin?

Anak-anak panti berbisik-bisik. Mereka tertawa dan menunjuk-nunjuk Fata. Kalau orang dari luar mendengar omongan mereka, mungkin kata-kata itu akan disangka sekedar bercandaan saja.

"Hei! Dengar-dengar, kamu kemarin bicara sama kipas angin ya?" seorang bocah tampan berkata.

Gadis berkepang dua menimpali, sorot matanya menyindir, "Selanjutnya apa? Kamu mau pacaran sama tali jemuran?"

Tingkah teman-teman panti mungkin adalah miniatur kenyataan di masyarakat. Manusia cenderung mencerca sesuatu yang tak bisa mereka pahami. Mereka pun tak sepenuhnya bermaksud begitu, tadinya. Namun begitu ejekan dari satu anak disetujui dan disambung dengan ejekan yang lainnya, bertumpuk semakin banyak--

--Maka anak-anak itu tak tahu, betapa besar kekuatan kata-kata yang mereka ucapkan. Fata tak mengerti, kenapa dia diejek demikian rupa hanya karena dia mampu mengerti perkataan yang diucapkan oleh mesin-mesin.

Dia betul-betul mendengar semua mesin di sekitar tempat itu, berbicara padanya. Dan dia mampu merespon balik kepada mereka dengan bahasa yang mereka pun mengerti, meski bahasa yang dia gunakan adalah bahasa manusia.

"Si Kribo ini gila! Betul-betul gila!"

"Kamu bicara sama televisi dan jam dinding, sekarang?  Jangan-jangan, kamu lahir juga bukan dari perut ibumu, tapi dari toko besi?!"

Maka bocah kribo itu diam saja. Dia tak tahu harus membalas ejekan yang mana, karena suara-suara itu semakin riuh dan memojokkan dirinya. Ke sudut yang jauh. Tatapan mata mereka, lengkingan suara mereka, semua terasa lebih menyakitkan di dada Fata dibanding tikaman pisau berkali-kali.

Maka Fata tak berbicara, pada saat itu. Dia hanya mengingat muka-muka mereka, semua temannya di panti asuhan-- tidak. Mereka bukan lagi temannya.

Seran-setan ini, gemuruh dalam dada Fata berbicara. Setan-setan ini akan menderita. Fata akan memastikan bahwa mereka menderita.


---


Gadis berambut merah bernama Fatha'alir, atau Arahalia, berlutut dan menunduk di depan mayat Fata. Isi kepala pemuda itu berceceran di mana-mana, mengotori tangan si perempuan bertunik putih itu. Keringat dingin bercucuran di wajahnya, bola matanya melotot oleh keterkejutan yang besar.

Kenapa ledakan bubuk Abhorrenium dapat menjadi begitu kuat sampai memiliki daya bunuh seperti itu? Apa yang terjadi tadi? Tangannya yang menyabetkan pedang tadi, seharusnya masih terkilir akibat serangan Fata yang merebut pedangnya lima menit lalu. Tapi kenapa Arahalia tak merasakan apa-apa?

Untuk sesaat, ada sesuatu ekspresi yang muncul pada wajah wanita muda itu. Sebuah seringai tipis. Tapi kemudian wajahnya kembali berubah kaget, mukanya pucat dan bibirnya gemetaran.

"Ke-kenapa aku...tersenyum...?"

Lalu wajah Arahalia tersenyum lagi, dingin. Tarikan senyumnya sendiri itu demikian jelas, sehingga gadis itu sadar:

Bahwa bukan dirinya yang menggerakkan otot mulutnya itu untuk tersenyum.


---


Suatu hari, Fata melihat mobil milik salah satu pengelola panti asuhan. Mesin mobil itu tak menyala. Si Kribo memusatkan perhatian pada kesadaran mobil tersebut, membayangkan gambaran sebuah sinyal komunikasi dengan jalur-jalur sederhana di dalam benaknya. Ketika sinyal imajiner itu menyala, si mobil mulai menyadari keberadaan bocah berkulit gelap itu.

Fata bertanya pada si mobil tentang kerusakan yang dialaminya. Si mobil menjawab bahwa katup inlet halogennya terlalu longgar, sumbu asnya telah menipis dan dipenuhi karat yang mengurangi pergerakan rotasi mesin utama.

Tak sampai hitungan semenit, Si Kribo telah membuat mesin mobil itu menyala kembali.

"Nah, mantap neh katup halogennye sekarang! Udah fleksibel kan siklus pembakarannya?" Fata Kecil mengacungkan jempol kepada kap mobil yang berdengung halus itu, senyumnya sangat riang.

Tiba-tiba seseorang berdehem di belakangnya. Pemilik mobil itu, seorang pria berkumis tipis dengan kaos berkerah merk kenamaan, menatap Fata dengan tegas, "Sedang apa, Fata? Setelah tingkah anehmu itu, para donatur panti menarik kembali sebagian sumbangannya. Mau apa lagi kamu sekarang?"

Sensasi nyeri dan dingin kembali menusuk dada Fata Kecil.Rasa dipersalahkan itu lagi. Tanpa basa-basi, dia pun melempar kunci mobil itu keras-keras ke hidung sang pria.

"Aaaakh!" si pria memegangi hidungnya yang berdarah, lalu dia berteriak-teriak tanpa etika.  "Tunggu, Anak Haram! Kau akan dihukum, Anak Haram!"

Si Bocah Kribo kabur tanpa mengucapkan apa-apa lagi, wajahnya kesal luar biasa.Sementara si pria memeriksa mobilnya. Dan...

"Eh..? Mesinnya bisa dinyalakan...?"

Itu adalah hari terakhir Fata Kecil menjadi penghuni panti asuhan.


---

3
Strata Munchilla


Wanita berambut merah itu memang masih memiliki fisik yang serupa dengan Arahalia, namun ekspresi wajahnya sangat berbeda, seperti raut jijik seorang ratu yang baru saja tiba di gang pedesaan yang kumuh.

Dialah Strata Munchilla, penyihir kuno dari masa sebelum Atuktar yang selama ini bersembunyi dalam raga Fatha'alir. Dahulu, kesadaran Strata berenang-renang tak tentu di dunia semu. Namun kemudian, dia menemukan Arahalia, seorang prajurit wanita yang tengah sekarat karena diburu oleh para pengkhianat kesultanan.

Kesadaran Strata mengambil alih tubuh Arahalia dan membantai semua pengejarnya dengan sihir kegelapan yang pernah menjadi teror di seluruh Atuktar. Kemudian dia bersembunyi di balik celah jiwa sang gadis, yang ketika sadar malah terjebak dalam tuduhan pembantaian massal yang tak pernah dilakukannya.

Arahalia pun kebingungan dan mencari jalan keluar dan pelarian dari segala kesulitannya. Saat itulah sebuah artefak asing muncul dan menawarkan turnamen Battle of Realms, sebuah turnamen yang terletak di dimensi lain.

Tentu saja Arahalia menyambut tawaran itu dengan senang hati. Mana ada yang bisa mengejarnya, jika dia pergi ke dimensi lain?

Namun ternyata, Strata mampu kembali muncul ke permukaan di saat-saat emosi Arahalia tak stabil. Kali ini, bahkan dia langsung membunuh seorang pemuda kribo berkulit sawo matang.

Wanita penyihir itu melirik ke sudut-sudut ruangan, di mana tergeletak jasad-jasad dengan kondisi tersayat rapi seolah tengah menjadi korban eksperimen.

Srata pun melangkah santai untuk mencari lawan atau kawan yang mungkin muncul. Toh misinya untuk membunuh lawan telah selesai. Kata pihak panitia, di suatu tempat di sini akan ada elevator yang dapat digunakan oleh peserta setelah membunuh lawan.

Dia tinggal mencari elevator itu, dan kemenangannya akan lengkap. Bukan kemenangan pada babak ini saja, namun juga kemenangan atas kepribadian Fatha' alir. Di dunia bernama Sol Shefra ini, tak ada yang dapat menolong Arahalia.

Tak ada pihak kesultanan dengan jimat-jimat menyebalkan yang mampu mencabut jiwa dan kesadarannya dari tubuh gadis ini. Sehingga dia akan dapat menemukan sumber energi sihir super besar, yang sejak awal dirasakannya di Sol Shefra ini. Yaitu figur yang selama ini dicarinya. Perempuan itu.

"Hahaha..."

Strata Munchilla mulai tertawa. Selama ini dia tak tega karena kepribadian bernama Fatha ' alir adalah pemilik asli tubuh ini. Gadis itu memohon-mohon cengeng agar tubuhnya tak lagi diambil alih. Tapi kini, Strata seakan baru tersadar.

Bila kepribadian bernama Arahalia tetap hidup dalam tubuh ini, bukankah itu sama saja membiarkan hidup musuh dalam selimut? Untuk mencapai tujuannya, Strata harus merebut tubuh Arahalia seutuhnya. Maka apa itu arti dari "seutuhnya"?

Strata mengangguk sendirian. Seharusnya dari dulu dia membunuh kesadaran Arahalia untuk selamanya. Tapi tak ada kata terlambat. Sekaranglah, dia akan--

"Huaaahahahahaaa--ukhh!"

Tiba-tiba saja empat buah ledakan berturut-turut mengenai kepala, leher dan kedua bahu Strata. Wanita penyihir itu terpental jatuh. Meski ledakan barusan tak cukup untuk membunuhnya, tapi Strata suliit menahan rasa terkejut dan kesal yang dia rasakan. Siapa mereka ini?

Siapa pemuda berambut kribo yang mestinya sudah dibunuhnya ini?

Dan siapa gadis berambut merah yang tubuhnya persis dengan tubuh Fatha'alir yang sedang dia tempati ini?

"...Kulit kalian mengandung serat-serat sintetis penghantar listrik," Strata merasa terganggu dengan keanehan fisik lawannya namun masih dapat mengetahui apa yang terjadi, "Kalian...hasil klon? Kembaran cyborg dari diriku dan Fatanir?"

Fatanir dan Fatha ' alir palsu itu menjawab dengan suara yang sama persis. Bukan suara Fata dan bukan pula suara Arahalia, tapi suara robot yang asing bagi Strata Munchilla.

[Jangan coba berakting seolah kau adalah Fatha ' alir,  hei Penyihir Kuno Strata Munchilla.]

[Kami dibangkitkan sebagai mekanisme antisipasi untuk membunuhmu, jika kepribadianmu bangkit dan menguasai tubuh Arahalia di planet Sol Shefra.]

"Kalian otomatis terbangun jika aku bangkit?" Strata mencemooh, "Aku tak pernah mengenal kalian. Apa untungnya bagiku membunuh kalian?"

[Kami yang akan membunuhmu, sebagai tanda budi kepada pencipta kami.] sahut Fata-Klon.

"Pencipta?"

[Fatanir, Pencipta kami.]

"Apa?"

[Karena kami berdua adalah--]

"Ah, aku tahu kalian," cibir Strata Munchilla saat mengungkap identitas kedua klon itu dengan satu nama,

"Renggo Sina."


---


4
Renggo


Fata tidur di pojokan gang sempit, atau di depan toko yang sudah tutup, atau di pelataran masjid. Jika lapar, dia mendengarkan suara-suara kamera pengawas di supermarket. Ketika tak ada kamera yang mengamatinya, dia memasukkan roti atau kue ke dalam bajunya, kemudian berlari sekuat tenaga meski alarm barcode berbunyi nyaring memanggil para satpam.

Kadang dia tertangkap dan dipukuli hingga gigi susunya patah. Kadang dia lolos. Semakin lama, semakin mahir Fata mencuri. Kemudian, dengan pemahamannya atas teknologi, Fata memulai wirausaha sebagai penjual jasa reparasi barang elektronik keliling. Radio, komputer, speaker, semua mampu dia perbaiki.

Ketika usia 10 tahun, Fata mendengar jeritan sebuah kesadaran teknologi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia segera pergi ke lokasi sumber jeritan jiwa sang mesin. Bocah kribo itu menemukan sebuah rongsokan yang ditinggalkan oleh pemiliknya.

Itu adalah sebuah prototip robot. Bahan bakunya apik dan canggih sekali. Tampaknya itu adalah sisa proyek rahasia pemerintah yang gagal atau semacamnya. Para produsen benda ini tak teliti sama sekali, Si Kribo menilik.

Namun saat itu, bakat Fata akan teknologi telah terasah kuat. Menggunakan konsep kecerdasan buatan dari film-film fiksi, Bocah Kribo mencoba mengaplikasikan kemampuannya untuk mewujudkan hal tersebut di dunia nyata.

Dia merakit rongsokan itu menjadi sebuah robot dengan kecerdasan buatan. Bahkan bukan hanya itu. Si Bocah Kribo menginstal sebuah program yang membuat robot tersebut mampu menduplikasi ukuran tubuh, penampilan serta cara bergerak makhluk lain.

Dia menyebutnya sebagai program "Ngupi dan Pastel". Tapi setelah membuat nama itu, Fata menjadi lapar sendiri. Dibelinya sebungkus makanan di warung terdekat, untuk dibawa ke tempat si robot hasil kreasinya. Lalu Fata mengaktifkan program si robot, meski belum membuat sparepart panca indera mekaniknya. Kesadaran si robot hanya berupa tulisan pada monitor yang mampu menangkap sinyal sederhana.

[Siapa?] tulisan di layar itu bertanya, tanda kesadaran yang telah aktif.

Fata berkata dengan bahasa teknopathia yang paling sederhana, yang langsung masuk ke inti kesadaran si mesin.

"Aku yang memprogram kamu. Kamu bisa panggil aku...." Fata berpikir sejenak lalu meneruskan, "Operator."

[Dan aku? Siapa aku?]

Fata menatap nasi goreng yang dibungkusnya dari warung, lalu menukar-nukar urutan huruf pada nama makanan itu untuk dijadikannya sebagai nama sang robot.

"Kamu kukasih nama...Renggo Sina."


---


Fata adalah, yang selama ini disebut oleh Renggo sebagai Operator. Dia membuat Renggo sewaktu umur 10 tahun. Selama mereka bersama, Fata tak pernah sekalipun membuat panca indera atau bentuk humanoid untuk Renggo.

Suatu hari, bocah kribo itu memergoki Renggo sedang menirukan bentuk seorang wanita tua yang baru saja lewat di gang pinggiran kota. Fata langsung membelalak, jantungnya mendadak berdebar kencang. Renggo melihat mata Si Kribo yang dipenuhi amarah. Renggo bertanya, kenapa Fata marah.

Kenapa? Karena Fata tak suka berinteraksi dengan robot yang berpenampilan mirip manusia. Karena Fata tak menyukai semua yang berbentuk manusia. Semua manusia yang dikenalnya di panti asuhan hanya bisa mencemooh. Lengkingan-lengkingan mereka membuat Si Bocah Kribo merasa seakan tengah ditenggelamkan ke pasir hisap.

Maka Fata terlambat menyadari bahwa Renggo yang diprogramnya untuk mampu menirukan bentuk-bentuk, lambat laun akan mampu menirukan bentuk atau pun kecerdasan manusia.

Fata terperangah saat memikirkan hal ini. Dia tak berpikir panjang. Untuk apa dia membuat Renggo memiliki kemampuan itu? Kini Renggo, kreasinya, ciptaannya, malah mampu menyerupai sosok makhluk yang paling Fata benci.

Si Kribo tak bisa membiarkan ini. Bila Renggo adalah produk dari kesalahannya...

Jari Fata bergerak hendak mematikan program utama Renggo.

Namun Fata tersendat. Dia tak tega mematikan robot yang telah diprogramnya dengan tangannya sendiri. Perasaannya bimbang seperti baterai usang. Dia tak dapat menyingkirkan anggapannya bahwa dia muak dengan manusia atau objek yang menyerupainya, namun dia juga tak bisa memungkiri bahwa Renggo adalah robot dan sama sekali bukan manusia.

Maka setelah pertimbangan sejenak, Fata Kecil mengambil jalan tengah. Dia menempatkan Renggo dalam hibernasi, keadaan seperti tidur panjang sampai pada waktu yang belum ditentukan. Lalu Fata meninggalkan robot itu di tempat dia menemukannya pertama kali.

Si Bocah Kribo beranjak dewasa dan membuat sebuah kantor perakitan, reparasi dan modifikasi segala macam mesin. Kantor itu menjadi pusat penghasilannya. Dia membuat berbagai penemuan dengan penghargaan internasional. Dia juga membuat senjata untuk sejumlah mafia atau satuan militer dari luar negeri, yang tahap teknologinya jauh di atas senjata militer pemerintahan sekalipun.

Sehingga pada umur 15 tahun, Fata telah menjadi satu di antara sepuluh pengusaha terkaya di negerinya.

Namun, Fata tak pernah melupakan Renggo. Ketika dia mengunjungi lapangan kecil tempatnya menemukan rongsokan yang telah dijadikannya robot itu...

Renggo tak ada di sana.

Antara ada yang membawanya, atau ada yang membangunkannya dari proses hibernasi.


---



"Kenapa kalian ingin balas dendam karena Fatanir mati di tanganku?" Strata bertanya retoris. Renggo-Arahalia menjawab, [Pertanyaan bodoh. Jika Fatanir tak membuat program Ngupi dan Pastel, atau kini kami sebut dengan program Copy & Paste, maka Renggo-Original tak mungkin dapat pergi ke Sol Shefra dan membuat lab ini. Kami hidup karena Fatanir, kenapa kami tak boleh balas dendam?]

"Semua hasil eksperimen gagal di laboratorium ini adalah...replika-replika Renggo?"

[Kau benar, Penyihir. Renggo-Original membuat sejumlah replika dengan menduplikasi program Ngupi dan Pastel milik Fatanir.]

[Namun sayang, Renggo-Original menemui ajal di tangan seorang wanita bernama Dark Mawar. Hanya kami berdua yang tersisa, dua Renggo-Copy yang diprogram untuk meniru wujud dan kemampuan gerak siapa pun yang datang ke sini.]

"Ah, maka itu sebabnya kalian hanya bisa menduplikasi wujud Fatanir dan wujud fisikku."

[Sudah kami bilang, jangan menyamakan dirimu dengan Fatha'alir. Arahalia bukanlah dirimu, kau bukanlah Arahalia.]

"Lalu kenapa? Memangnya bisa apa kalian?"

[Setelah kami tahu bahwa Fatanir juga sedang ada di Sol Shefra, tentu kami akan membantunya sekuat tenaga untuk menang. Namun, karena kau telah membunuhnya, maka-]

Renggo-Fata mencabut sebuah pistol dari saku bajunya dan dalam sekejap moncong pistol itu meletuskan peluru yang menembus kepala Strata.

[Kami pun takkan membiarkanmu hidup.]

Tapi si penyihir kuno tersungkur ke belakang hanya untuk beberapa saat, sebelum kemudian bangkit kembali dan mengejar dengan wajah bengis berlumuran darah.

Renggo-Fata sangat terkejut, [Peluruku sudah tertanam di dalam dahinya...tapi kenapa dia tak mati?!] namun kekagetan itu dimanfaatkan Strata untuk mencengkeram kuat leher Renggo-Fata, dan sesaat kemudian sang robot merasa seluruh suplai tenaga listrik dalam dirinya terhisap hingga dia kehabisan energi.

[Apa yang kau lakukan--?]

"Untuk apa memberitahumu. Salah kalian sendiri, membeberkan semua latar belakang hutang budimu terhadap Fatanir seperti anak kecil polos ."

Penyihir bernama Strata, dapat memusatkan kemampuan sihirnya untuk membiasakan diri terhadap satu pola energi. Jika memiliki cukup waktu pembiasaan, dia dapat menyerap jenis energi itu untuk regenerasi serta pertumbuhan sel tubuhnya.

Sejak sebelum peluru Renggo-Fata menembus dahinya, Strata sudah membaca lalu menyerap energi listrik dari jalinan kabel serta sambungan listrik di bawah lantai Lab dan memusatkan energi yang didapatnya untuk melakukan pertumbuhan jaringan tulang tengkoraknya sampai jauh melebihi manusia biasa. Itu membuat peluru tersebut tak mampu menembus tengkoraknya.

Memang, sengaja menebalkan tulang tengkorak dengan kemampuan sihir,  itu berarti Strata harus sudah mengetahui lebih dulu bahwa Renggo-Fata akan mengarahkan pistolnya tepat ke kepalanya, bukan bagian tubuh lain.

Hanya saja, bagi Strata yang sudah ikut dalam tak kurang dari enam puluh peperangan bersama pasukan infanteri kesultanan bersenjata api, mendeteksi arah tembakan Renggo-Fata yang serampangan itu adalah semudah menyeduh secangkir teh kemangi.

Namun lawannya ada dua. Dari arah jam delapan, Renggo-Arahalia mencabut pedangnya. Ternyata selagi Strata disibukkan oleh Renggo-Fata, robot hasil klon Arahalia telah menaburkan bubuk peledak Abhorrenium di sekeliling tubuh penyihir kuno itu.

"Ini lagi, ini lagi."

Namun dengan anggun, si penyihir kuno melakukan lompatan panjang nyaris seperti balerina sehingga sama sekali tak berkontak dengan bubuk eksplosif berbahaya tersebut.

"Kau tak mengerti yang satu ini kan?" pedang Strata melengkung tak biasa lalu mengejar cepat ke mana Renggo-Arahalia menghindar.

[Seni pedang penyihir itu...membuat pedangnya bergerak seperti hidup?] Renggo-Arahalia tak dapat mencegah saat kedua lengannya terputus dalam satu rangkaian gerakan saja.Kemudian Strata menendang kepala si klon hingga lawannya itu membentur pinggiran dipan-dipan yang menampung jasad klon eksperimental.

Renggo-Fata membantu dan mengubah lengannya menjadi senapan mesin, tembakannya beruntun namun bidikannya lamban karena energi listriknya kering. Strata dapat menghindar dan membalasnya dengan mudah dengan sentuhan-sentuhan sihir yang menyerap energi listrik Renggo-Fata.

Dan mengendalikan jasad Fatha ' alir yang asli, Strata pun sudah dapat menebak pola serangan Renggo-Arahalia yang membokongnya. Namun sebaliknya bagi Renggo-Arahalia yang sama sekali tak mengetahui kemampuan penyihir kuno ini, setiap serangannya seperti usaha seorang anak kecil untuk merebut kembali permennya yang dirampas seorang preman.

Maka hasil pertarungan satu lawan dua ini pun terlihat jelas. Kedua klon yang berasal dari Renggo, tergeletak mati kehabisan daya. Sementara sang penyihir berambut merah berdiri acuh dengan vitalitas yang justru kembali pulih, berkat energi listrik yang diserapnya dari kedua lawan.

Kini, dia akan mengerahkan ritual magis untuk membunuh jiwa Arahalia tanpa merusak tubuh yang dihuninya saat ini.

"Oke deh," sebuah suara belagu terdengar dari sudut lab, membuat Strata Munchilla tersentak kaget,  "Yuk ah lanjut lagi."

Fata berjalan terseok-seok kelelahan, memegangi daerah jantungnya sendiri yang...semestinya berlubang.


---


5
Shura

Pada pertarungan babak lalu, Fatanir mendapatkan sebuah gerigi emas dari lawannya. Dengan pemahaman teknopathia, Si Kribo berbincang dengan gerigi emas itu, yang menyebut dirinya sendiri dengan nama Ashura.

Ashura berkata bahwa dia adalah mesin yang seseorang bernama Kana, menginginkan Fata untuk melepasnya.

Pernyataan ini langsung membuat Si Kribo mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Karena mesin ini mengatakan bahwa di masa lalu, entah kapan, Fata pernah bertemu dengan Ashura sebelumnya. Dan juga bertemu dengan seseorang bernama Kana.

Sementara Fata tak sekalipun ingat bahwa dia pernah bertemu dengan sang gerigi emas. Padahal dengan kapasitas Ashura yang tak masuk akal seperti itu, bagaimana mungkin Fata akan lupa? Karena Ashura adalah mesin yang mampu menciptakan materi seperti apa pun dari kekosongan.

Dia akan membantu siapa saja yang menyentuhnya, dan dia akan menuruti siapa pun yang dapat "memilikinya", meskipun entah apa yang dimaksud dengan istilah memiliki.

"Kalo gitu, bantuin aku lah," kata Fata mencoba menyembunyikan rasa kagum tapi jelas-jelas sambil melongo, "Kamu pasti berguna banget buat bahan baku alat ini-itu, ikut aku aje. Sekalian jabarin mekanisme kerja kamu."

Ashura menolak.

Fata tersentak. Sebuah mesin, menolak untuk memberinya informasi?

Ashura berkata, dia bersedia melenyapkan material kereta bernama Heaven's Bombard dari kendali Relima Krukru, lawan Fata di babak lalu, karena Fata berhasil menyentuhnya.

Namun tentang tunduk pada Fata, itu lain cerita

Si Kribo pun terdiam. Belum pernah dia menemui mesin sombong seperti ini.

Beberapa saat kemudian, sesosok bertubuh seperti siluet memporak-porandakan Koloseum Amatsu. Fata terperosok ke bawah tanah, mencari jalan keluar, dan tiba di sebuah laboratorium. Tak lupa, dia memasukkan gerigi emas bernama Ashura ke balik kemejanya, pada daerah dada dan perut, seperti rompi anti peluru.

Sambil berpikir akan sesuatu.


----


Ketika jantung Fata hancur oleh ledakan Abhorrenium Strata Munchilla, gerigi emas itu sontak mengubah strukturnya  dan masuk ke dalam tubuh Fata. Ashura membentuk sirkuit baru yang menggantikan jantung Si Kribo.

Fata terkekeh pelan sambil berkata,"Heh, Ashura. Kalo kamu bilang aku mesti ngelepasin kamu, menurut kamu apa artinya tuh?"

Kau...

"Suatu benda cuma bakal diharuskan untuk lepas dari seseorang, kalo sebelumnya benda itu menjadi hak milik orang itu, kan?"

Kesadaran Ashura terperangah.

"Yang berarti, kamu cuma jual mahal doang," lanjut Fata penuh percaya diri, "Sekalinya aku inget, kamu bisa ngelakuin fungsi kamu yang beneran. Makanya kamu sengaja mancing muter-muter biar aku inget."

Ashura pun segera menyadari perilakunya, yang secara tak sadar memang ditujukan untuk memancing keluar ingatan Fata yang sebelumnya tersembunyi secara tak wajar.

"Bahwa akulah pemilik dirimu, Ashura!"

Bahwa tentu saja Fatanir akan dapat menganalisis, bahwa Ashura adalah miliknya. Dialog yang sengaja memancing penelahaan dan logika Fata, penolakan akses informasi untuk Si Kribo, semua hasil pemrograman ini benar-benar bertumpu pada kemampuan Fata untuk mengungkapnya sendiri.

Namun justru pola perilaku program itulah yang meyakinkan Fata, bahwa program Ashura berasal dari instruksinya. Karena itulah Fata sengaja menempatkan gerigi emas canggih itu di dekat dada, membiarkan Strata Munchilla menghancurkan jantungnya meski dia bisa saja menghindari bubuk Abhorrenium.

Meskipun kau belum dapat membuktikan bahwa aku memang diprogram untuk melindungimu,

Tapi kau sengaja membuat penyihir itu menghancurkan jantungmu agar aku menyelamatkanmu?

Kau mempertaruhkan nyawa, hanya untuk mendesakku agar berfusi dengan tubuhmu?

Sejak awal, Ashura adalah mesin yang diprogram untuk melindungi dan mengawal Fatanir.

"Heh. Kenapa nggak, Budak?"

Karena pemuda itulah yang menciptakannya.

Karena Fata adalah arsitek sekaligus konstruktor dari Ashura.


--


Di masa kecil, sebelum ditemukan oleh pihak panti asuhan, Fata sempat bertemu dengan seorang wanita. Wanita itu melakukan sesuatu pada Si Kribo, yang memicu kesadaran pemuda itu terjatuh ke dalam keadaan trance untuk beberapa menit.

Dalam durasi sekian menit itu, Si Kribo mencapai keadaan di mana sebagian potensi otaknya yang sebelumnya terkunci, menjadi terbuka.

Itulah teknopathia. Fata memiliki bakat tersembunyi untuk menyelami kesadaran semua bentuk teknologi. Dengan ledakan potensi membanjiri otaknya seperti ombak pasang membuka sebuah pintu menuju dunia baru, Fata membuat karya besar bernama Ashura.

Setelah menit-menit yang merupakan fase ledakan inspirasi itu, pintu imajiner di benak Si Kribo kembali menutup. Yang tersisa hanya sebuah celah kecil yang menjadi kemampuan pemahaman teknopathia Fata untuk saat ini. Sejak itulah Fata mulai merakit teknologi dan berbicara dengan mesin-mesin.


---

Berarti saat inilah, yang menjadi titik tolak bagi Fata untuk memulai pertarungan kembali.

Maka terimalah kesetiaanku, sekali lagi, Fatanir.

Memulai rejuvenasi sistem biologi sel Fatanir dengan molekul neo-cybernetic Ashura.

Gerigi emas itu memasuki rongga dada Fata yang berlubang lalu berpendar keemasan, mengisi ruang dalam tubuh pemuda itu seperti lelehan mentega namun terbuat dari cahaya. Dalam detik-detik pertama, Si Kribo tak merasakan kemampuan teknopathianya meningkat atau sejenisnya. Namun Fata tahu, hanya masalah waktu sampai akan ada perubahan.

Karena pemahamannya ditenggelamkan oleh putaran siklik sirkuit Ashura yang tengah menyatu dengan tubuhnya. Si Kribo takjub melihat level kecanggihan yang sulit dia bayangkan, "Beneran gue nih yang ngebikin beginian...?"

Cahaya itu menyebar ke seluruh tubuh Fata. Menjalari pembuluh darahnya, menghiasi ototnya, menjadikan kulit pemuda itu berukirkan pola geometri keemasan. Sementara Si Kribo hanya berdiri diam. mempelajari rincian mekanisme Ashura yang mendaur ulang jasadnya menjadi sesuatu yang baru dengan kerumitan luar biasa.

Strata Munchilla tak berani gegabah. Sebelumnya, dia yakin lawannya telah mati. Dengan energi listrik yang telah dirampasnya dari fondasi fisik laboratorium, dia memperkuat skala ledakan Abhorrenium sehingga tepat menghancurkan jantung Fatanir.

Tapi kini, bahkan pemuda keriting itu berdiri seperti mengirim undangan terbuka agar dibunuh. Apa maksudnya?

Setelah beberapa detik, Strata akhirnya menetapkan hati. Apa pun yang sedang dilakukan Fata, situasi kembali seperti awal. Lawannya tidak jadi mati, bahkan sedang terlibat dalam proses untuk menambah kemampuannya ke tahap yang lebih tinggi.

Namun bila membunuh lawannya saja tak mampu, bagaimana mungkin Strata dapat keluar dari sini untuk mencari lokasi perempuan itu?

Maka sang penyihir kuno maju. Sebelah tangannya berputar dan melakukan gerakan mendorong. Mendadak saja semua benda yang ada pada jalur dorongan itu terlempar ke belakang dengan suara nyaring. Dinding barat ruang lab membentuk lekukan berdiameter puluhan tombak, tak ubahnya ditinju oleh tangan raksasa.

Penyatuan 20%. Tekno-Kreasi Level 1 Terbuka.

Namun lawan yang dituju tak ada di sana. Strata menoleh hanya untuk mendapatkan sebuah moncong pistol telah menempel pada dahinya. Fata menarik pelatuk pistol yang dimilikinya entah sejak kapan, dan letusan memekakkan telinga menandakan peluru yang keluar dari selongsongnya.

Penyihir berambut merah itu menekuk tubuhnya ke belakang, menghindari peluru yang terlontar seratus meter dari tubuhnya.

"Wah!?" Fata terbelalak. Jelas-jelas tadi moncong pistolnya sudah menempel di kepala lawan, kenapa sesaat kemudian Fata dan pistolnya tiba-tiba sudah berjarak seratus meter dari wanita itu?

Fata heran, Strata tak kalah heran. Pemuda Kribo itu mencengkeram erat pistolnya dan kemudian pistolnya itu termodifikasi otomatis.

Penyatuan 40%. Tekno-Eksekusi level 1 terbuka.

Kulit Fata seperti terkelupas dengan pola geometri berkilau emas, melahirkan lempeng-lempeng besi serta panel yang saling tersambung kuat membentuk selongsong yang sangat ramping namun panjang, kamera, penjejak laser...

"Senapan penembak jitu?"

Sorot mata Si Kribo seperti mengambang, tanda dia tak berkonsentrasi pada panca inderanya namun pada persepsi khusus teknopath.

Lalu letusan berperedam melintasi udara disertai kilatan berkali-kali. Tanpa sempat bereaksi, ulu hati Strata serta area tengah dahinya tertembus koyak oleh peluru senapan sniper milik Fata. Darah pun menyembur dari pusat batok kepala Strata, menandakan luka yang fatal bagi manusia biasa.

Si Kribo menarik napas panjang saat mengembalikan fokus normal. Penyatuan dengan Ashura telah mengubah struktur tubuh Fata, menjadi sirkuit sibernetik yang dapat mematerialisasi berbagai mesin sesuai desain dari pikirannya--

--tanpa membutuhkan bahan atau energi sama sekali.

Dan bukan hanya itu.

"Sejak kapan..." Strata kembali bangkit, luka-lukanya mulai sembuh dengan menyerap energi listrik dari generator set laboratorium. Akibat penyerapan ini, sejumlah loncatan listrik mulai berloncatan dari lintasan kabel dan sakelar. Deretan lampu panjang di langit-langit berkedip seperti mengalami instabilitas daya. Namun Strata tak peduli, sepanjang dirinya pulih kembali.

"Sejak kapan kau menjadi ahli penembak jitu? Kapan kau menjalani pelatihan militer khusus untuk menjadi pembunuh jarak jauh, hah!?"

Wajarlah penyihir kuno itu berang. Karena Fata lolos dari kematian yang Strata tetapkan, bahkan kini melakukan perlawanan di luar ekspektasinya.

Dan Strata menyadari bahwa Fata telah melepaskan sekian tembakan yang mampu membunuh manusia berkali-kali, nyaris tanpa perlu membidik sama sekali. Karena dengan kemampuan Teknopathia-Eksekusi, kini Fata mampu mengoperasikan mesin apa pun yang dia kreasikan, dengan tingkat keahlian yang bahkan melebihi pakar pengoperasian mesin tersebut.

"Ataukah kau langsung dapat menguasai senjata apa pun yang dapat kau pegang, Bocah?!"

Fata menjawab dengan tiga tembakan berturut-turut sambil menghindari hentakan energi Strata Munchilla yang tak kasat mata. Ketiganya luput karena Strata telah melompat tinggi, seolah menapak udara, kemudian menyapukan tangan sambil mengerahkan kekuatan sihir kunonya.

"Uaaaaghh!!"

Fata terguling-guling kesakitan, bagaikan baru saja diserempet laju sebuah truk. Tak terlihat apa pun yang menyerangnya, namun nyatanya Strata Munchilla dapat melipatgandakan kekuatan dorongan atau sapuan tangannya sampai ratusan kali lipat, kemudian mengirim tenaga fisik itu melalui udara.

Si Kribo mendesain bazooka dalam pikirannya sambil berlari menghindar. Pola sibernetik emas di bahunya mulai berbaur konstruktif menjadi rangka laras logam tiga dimensi. Namun Strata tak terkesan dan terus menghentakkan tangan sihirnya ke mana pun Fata mencoba kabur, "Merakit apa lagi kau? Bocah sepertimu tak pantas berdiri di hadapan Strata Munchilla, Apostle of Apostates!"

Tiang-tiang persegi penyangga laboratorium berpatahan akibat tiap hantaman mistis jarak jauh dari sang wanita pembawa maut. Pada satu kesempatan, langkah Fata tak sinkron dengan ketinggian lantai.

Bajeng luncat! Badan gue jojon dah!

Melihatnya, Strata mengepalkan tinju dan mengayunkannya dengan prana magis menguar dahsyat. Kekuatan yang dihasilkannya tak beda dengan melempar lawan dengan sebuah tembok besi raksasa!

Belum sempat menggunakan bazookanya, Si Kribo terpaksa mengubah struktur senjata tersebut menjadi lempengan bunker penahan ledakan.

"Makhluk tak berguna!"

Ketika kekuatan tak kasat mata dari amukan Strata menimpa bunker itu dengan bunyi seperti guntur, Fata menjerit akibat nyeri luar biasa yang menderanya. Lempeng bunkernya bengkok, tulang punggungnya retak, napasnya tak karuan, karena meskipun dia adalah laki-laki namun stamina serta tenaganya tak istimewa.

Sementara Strata Munchilla bahkan tak terlihat lelah sama sekali. Konsentrasi, ketahanan, serta kekuatan magis wanita penyihir itu seperti monster.

Ini cewek ngapa monyong maksimal seh!

"--Dan sampai kapan kau mau menghalangiku!" kemarahan wanita yang menghuni tubuh Fatha'alir itu mulai tak bisa ditahan. Kedua tangannya melakukan gerakan menarik, dan secara ajaib jarak ruang antara mereka menyempit. Manipulasi jarak inilah yang menjadi satu di antara kekuatan sihir Strata yang membuat reputasinya tersohor di Atuktar.

Di saat yang sama, Strata merapalkan sihir jarak pula pada senjatanya. Mendadak saja pedangnya memanjang dan meliuk bagai naga mengejar mangsa. Jarak mereka menyempit namun pedang Strata memanjang. Si penyihir kuno sungguhan hendak menghabisi pemuda berjambul kribo itu!

Namun ternyata Fata belum kehabisan akal.

Pemuda kribo itu mengertakkan gigi dan--

"Ketebak, Nying!!"

--Fata berhasil membayangkan detil senjata yang dia inginkan dalam tempo setengah detik.

"Apa--!" Strata berubah pucat ketika mendadak saja, sepasang senapan mesin telah tersusun secara neo-sibernetik dan bertengger di kedua tangan Fata. Dan ujung kedua senjata itu, akibat sihir penyempit jarak Strata, lagi-lagi sudah menempel di dada serta leher wanita tersebut.

"Gue bisa bikin peluru nggak abis-abis, tau."

Kesadaran bernama Strata Munchilla merasakan dengan tubuhnya yang merinding, bahwa kesalahan ini akan menjadi akhir hidupnya.

Fata menandaskan dengan seenaknya, "Pew pew pew pew."

"Boc--"

Maka dari sepasang laras itulah, ratusan peluru menyalak-nyalak tanpa terbendung dalam kilatan terang. Mencabik-cabik tubuh sang wanita penyihir sehingga jantungnya, ususnya dan otaknya terburai keluar seperti agar-agar daging yang tumpah menodai lantai serta dinding.

Si Kribo mengurai sepasang senapan menjadi keping-keping teknopathia lalu menyerap semuanya ke dalam dua lengan. Mengatur napasnya.

Regenerasi Strata, memiliki batas tertentu. Saat mengalami kerusakan fatal di salah satu organ, dia dapat menyerap energi sekitar untuk memulihkan tubuh. Namun bila seluruh organ vitalnya dihancurkan dalam tempo sesingkat itu, fungsi hidupnya pun takkan lagi bisa mengkompensasi.

Fatanir telah membalikkan kegentingan berupa jarak yang dipersempit secara magis itu, menjadi senjata makan tuan bagi Strata Munchilla.

Tubuhnya telah bertransformasi. Dia menjadi makhluk neo-sibernetik.

Kini, dia bukan lagi sekedar Fata.

Dia adalah Fatashura!

----


6
Perempuan Itu


"Fata..." suara itu terdengar. Tipis dan kekanak-kanakan, sangat berbeda dibandingkan suara Strata Munchilla, namun berasal dari sisa-sisa tubuh yang sama.

Fata menangkap gelagat aneh ini. Suara lawannya sama sekali tak menyiratkan permusuhan. Dengan sisa-sisa kekuatan sihir yang dia miliki, Fatha'alir menyerap energi dari lingkungannya. Semampunya, dengan pengolahan tenaga halus bernama Samadhi.

Namun lukanya tetaplah terlalu parah. Wajah Arahalia yang putih itu bersimbah darah, kepalanya terbuka lebar memperlihatkan otak yang tercecer. Bisa bertahan hidup dalam beberapa menit dengan regenerasi pun sudah merupakan keajaiban.

"Nggak usah ngobrol, ntar kamu makin cepet matinya." Si Kribo menukas. Dia mengepalkan tangan lalu dari sepanjang bahunya muncul tangan-tangan robotik dengan pisau bedah, benang jahit, tabung-tabung oksigen-cairan infus-transfusi, dan sejumlah perangkat medis lainnya.

"Mau apa kau...kau mengobati lawanmu....?"

"Diem dolo lha." pemuda berjambul keriting itu berkata. Atas sambungan prosesor perangkat robotik itu pada sarafnya, semua komponen itu secara otomatis melakukan prosedur operasi darurat pada tubuh si gadis selagi Fata berbicara.

Si Kribo merasa tangannya licin oleh keringat. Semua komponen robotik mentransfer pengetahuan ke dalam serabut ototnya, membuatnya memahami teknik operasi multiorgan ini tanpa perlu menghafal lagi.

Dengan presisi handal, Fata melakukan insisi vertikal yang membuka sekat-sekat daging sepanjang kepala Arahalia. Namun berarti dia tak gugup, sehingga dia berusaha menghibur Arahalia, "Ini aku lagi ngurangin tekanan kompartemen tengkorak kamu nih, biar nggak mati pembuluh darah otaknya.."

Alat kauter membakar arteri-arteri Arahalia untuk meminimalisir perdarahan, tangan robotik lainnya membuat simpul-simpul merekatkan sejumlah organ yang terbelah. Seolah Arahalia takkan percaya pada niatnya, Fata menambahkan, "Aku cuma pengen ngebunuh cewek yang make badan kamu tadi. Kamu mah nggak ada urusannya sama ini."

"Hentikan...Fatanir...kau lihat sendiri..." Arahalia berbisik pada akhirnya, matanya setengah tertutup, "Kau sudah menghancurkan sebagian besar otakku..."

"Maaf, aku nggak pengen mati," Fata menjawab pelan tapi tak mau berbohong saat melihat sorot mata Arahalia yang sekarat, "Kepribadian kamu yang laen tadi tu mau bikin aku mati, aku kepaksa."

Fatha'alir terbatuk, namun darah dan kerat-kerat daginglah yang menggumpal keluar dari mulutnya, "Kau adalah orang yang terus terang...maka...harusnya kau paling tahu, bahwa hasil dari usahamu menolongku sekarang ini...juga dapat terbaca olehmu..."

"Bukan berarti aku nggak boleh usaha buat nolong kamu!"

Gadis bernama Fatha'alir langsung tercekat. Kata-katanya tak urung keluar, berganti dengan airmata. Tak disangkanya, pemuda kribo yang terlihat asal-asalan ini juga memiliki kenaifan tersendiri.

"Maafkan aku..." gadis berambut merah itu berkata dengan mata yang basah dan wajah penuh permintaan maaf, "Jika aku tak bertemu dengan perempuan itu...maka kepribadian bernama Strata mungkin takkan merasuki jasadku."

"Yang kamu maksud perempuan itu...kamu lagi ngomongin tentang Strata? Strata itu yang kulawan tadi?"

"Strata adalah kesadaran penyihir yang telah kau bunuh barusan...tapi...kalau saja aku tak pernah bertemu dengan perempuan itu...yang keberadaannya mampu membangkitkan jiwa dan kepribadian baru dalam tubuh makhluk lain...yang keberadaannya mampu memanipulasi atau pun memindahkan jiwa dan kesadaran dari satu makhluk ke makhluk lain..."

Fata penasaran, "Apa maksud kamu? Perempuan apa yang kamu omongin?"

"Keinginan Strata adalah membunuhku...karena dia ingin menjadi makhluk yang utuh...kemudian menemui keberadaan yang menciptakannya...yaitu adalah..."

Bibir gadis itu bergerak, perlahan saja. Suara yang keluar dari mulut itu nyaris tak terdengar karena tertindih bising operasi dari tangan-tangan robotik Fata. Beberapa saat kemudian, tubuh yang hancur itu tak lagi bergerak.

Fatha'alir, yang bernama asli Arahalia, telah mati.

Dalam pertarungan ini, Fata adalah pemenangnya.

Tapi tubuh Fata bergetar, hingga Ashura dalam jasadnya merasakan emosi menggelegak itu Karena sesaat sebelum Arahalia menemui ajal, dia sempat menyebutkan itu. Sebuah nama.

Nama perempuan itu, nama yang sama dengan yang pernah Ashura katakan padanya. Namun, Fata tak menemukan apa pun di memori neo-sibernetik Ashura, selain yang telah dikatakan padanya.

Memori tentang perempuan itu, aku tak memilikinya.

Kaulah pemilik semua memori tentang dia, Fatanir.

Namun Fata tak ingat. Yang berarti, Fata telah melupakan. Bahwa semua kemampuannya sebagai teknopath, berasal dari sebuah sisa celah potensi yang sedikit terbuka di masa kecilnya. Yang dibuka, lebih tepatnya, oleh seorang wanita. Wanita yang disebutkan oleh Arahalia tadi.

Seorang wanita bernama Kana.


---


[ROUND 4]  Fatanir - Kembaran Mantap (Selesai)
















9 comments:

  1. Sebagai Komenter pertama, saya mengklaim hak untuk mengatakan "PERTAMAX!"

    Fatanir... Fatha 'alir... akhirnya pemilik nama hampir sama ini bisa bertemu... Dan ide bagus memakai nama Arahalia lebih sering daripada Fatha 'alir, supaya tidak membingungkan.

    Arahalia sangat menawan, jantung Fatanir berdenyut begitu keras hingga meledak! Ehem... secara harfiah. Fata hidup kembali sebagai neo-sibernetik, tapi bukannya kalau Fata mati duluan dia dianggap kalah? Yah... Arahalia/Strata juga belum keluar lewat teleporter, jadi bisa dianggap pertandingan belum selesai.

    Yay~~~ Renggo muncul dalam entri ini! Just as a small Fry, though...

    Hrm... Licik... Jadi itu alasan Fata membiarkan jantungnya meledak. Ashura ini adalah sebuah mesin? alat? Gear Emas Reli? Saya kurang menangkap wujud sebenarnya, tapi sepertinya wujudnya halus dan tak kasat mata.

    Vote menyusul lawan!

    ReplyDelete
  2. Bravo, bravo, el dorado. This is very neo-sibernetik. Very high-tech. Very futuristic. Very, very, fucking robotic.

    Karena kebetulan saya sudah bosan dengan intro-intro panjang, jadi saya asyik aja lagi kalo fata sama fata langsung jual beli transfer tinju. Dan alur ceritanya sungguh neo-sibernetik, saya terkagum dengan penyambungan kabel-kabel komponen keberadaan renggo sama krukru dengan fata. Mereka ini jadi ibarat colokan RGB yang disatukan dalam bungkus hitam. Kalau tidak begini memang tidak mantap. Jadi penasaran misalnya zhaahir masuk canon Fata, apakah bakal diangkat dari segi teknopathianya, tapi zhaahir bukan teknokrat seperti BJ Habibie, jadi entah bagaimana nantinya... Saya jadi bingung mau mengomentari apa lagi atas entry yang high-end-spec-technology ini sehingga mungkin harus menunggu entry fata yang satunya lagi dulu.

    Oh iya btw klo diingat lagi dari entry pak po yang dulu-dulu, narasinya uda beda jauh ya...

    ReplyDelete
  3. Anjaaaay, itu Fata mengeksekusi serangan terakhir like a boss, "Pew pew pew"
    wkwkwkwk

    Sasuga om PO, seperti biasa, situ pasti bisa ngerakit OC lain sesuai dengan kebutuhan canon sendiri. Gak nyangka sekarang si Nasi Goreng (Renggo Shina) kebabawa ke dalam canon, sebagai salah satu robot buatan si Kribo.
    XD


    Btw, sekarang Fata jadi kayak semacam Cyborg ya?
    Dan kemampuan Sniping itu.... damn.
    Kalo Nely lulus ke R5 dan ketemu om PO... well, she's fucked up. (literally, she's fucked already)


    Operasi darurat itu... well, saya menangkap suasana Gore di situ. O.o

    Anjret, plot twist soal Kana....

    ReplyDelete
  4. Sempet baca entri altem di BoR heretics, wah, ternyata memang ciri khas pak po dari dulu adalah diksinya. Dan di entry ini saya juga harus selalu bilang "Äsyyemmm..ini orang kok pakek diksi romantis membahana gini buat adegan battle...", piye jal.

    tapi ini agak rumit pak po, mungkin karena saya nggak ikut entry Tata dari awal, jadi cuma meraba-raba kalau tata itu sedang keluar multiple personality disordernya jadi Strata, dan aslinya adalah Arahalia. plotnya juga agak rumit pak Po, disini saya nggak menjumpai klon tapi kok malah renggo sina, padahal sebenarnya berharap juga akan ada paragraf yang a bit philosophical/complicated about humanity and living being like a human (clone), sekelas pak po mungkin bisa mengeksekusi dengan baik dan mengangkatnya jadi tema cerita yang menarik (seperti di entry vs relima dimana Fata dengan kurang ajar merebut makna mengapa para peri hidup). sepoertinya memang strategi pak Po adalah mengobrak-abrik canon lawan ya, dan sekarang pun renggo sina dan diklaim milik fata. Tapi Fata kan emang god-like (yang tersamar) dari awal dengan teknopathianya itu, secara, barang buatan apa sih yang bukan hasil teknologi? Tambah lagi sekarang jadi makhluk sibernetik pula, awas kalau nantinya malah jadi imba sama lawan, ini resiko menjadikan fata jadi fatashura lho ya pak po...

    jujur, sebagai satu entry yang selalu berusaha saya baca, saya tertarik pada Fata karena dia slengekan, kribo, cenderung praktis sederhana, dan somehow nggak jelas hitam dan putihnya, mirip Spike-nya cowboy bebop (aye udah nggak sanggup ngikuti hakomari dan sebagainya, nggak sempat...)

    jadi intinya cuma... plotnya bikin saya agak bingung pak,saya sampai baca 3 kali untuk mencoba memahami intisarinya, tapi... puas dengan battlenya.

    vote ditahan dulu sampai tata muncul, ya. terimakasih.

    rakai a.
    OC: Mima shiki reid

    ReplyDelete
  5. Halo Fata.
    Cerita masa kecilnya bener-bener gila. Buat saya mungkin itu alasan sikap Fata yang jadi slengean dan defensif banget sekarang, atau itu emang udah dari lahir? Terus tindakan terakhir Fata ke Arahalia, itu bagian yang paling saya suka. Fata punya kenaifannya sendiri walaupun dia udah berubah.
    Yap, Fata sekarang jadi kuat banget Sir Po. Ini tantangan gede buat lawan sekaligus buat Sir Po sendiri. Gimana cara kendaliin dia ke depannya kalo lolos.
    Soal tarungnya, banyak darah. Seru. Narasinya ringan tapi detil di bagian-bagian penting. Njir, diksinya badai. Yang ganjal paling cuma pas bagian Renggo. Masa lalu dia jelas ada hubungannya, tapi pake dia buat jadi kloning dan pendiri laboratorium? Di bayangan saya sih Renggo bakal terus ada ke depannya di entri Fata buat jelasin itu. Dan mungkin itu bakal nyambung ke penjelasan soal Kana. Saya nunggu salah aja.

    That’s it. Vote ditangguhkan sampai entri Fatha submit~

    Salam, Eophi.

    ReplyDelete
  6. Weks, kebalikan Tata, di sini malah langsung disuguhin berantem pake pengantar seadanya ya

    Ini kerikil kok berubah jadi virus? Typo?

    Ini jauh, jauh lebih enak buat saya ketimbang Altem sama Lazu yang udah lalu. Selain mainan sambung plot pake Renggo dan Relima, ujung"nya ke Kana masih lebih smooth ketimbang dua pendahulunya. Battlenya berasa ini science vs magic, jadi kontras juga

    Mungkin karena karakter Fata udah lumayan fleshed out yang bikin saya ngelunak sama si kribo. Sekalian ngejawab pertanyaan pak Po, menurut saya Fata ga gitu perlu upgrade kemampuan lagi. Lebih bagus kalo fokusnya di keutuhan canon aja daripada bikin leval megakosmos ilahiah atau pertarungan membahana

    VOTE Fata

    ReplyDelete
  7. Hmm ... saya nggak terlalu heran dengan perkembangan OC Pak Po kali ini. Udah ketebak dari jauh hari ini bakal nyerempet IMBAisme lagi. Itu badan bolong bisa regenerasi lagi jadi makhluk teknorobotik, pakai ganti nama jadi -shura, lalu bisa bikin senjata apapun tanpa bahan dan dalam sekejapan mata? Limitnya udah beneran lepas ._.

    Komen tambahan terkait kanon. Ini entah jadi keunggulan atau kelemahan gaya Pak Po. Haruskah dan perlukah meminjam latar OC lain, atau tepatnya, merebut latar OC lain untuk dijadikan bagian dari kanon OC-nya Pak Po? Ini kesannya Pak Po ndak menyiapkan kanon sendiri untuk si kribo. Pakai comot sana-sini, digabung segala macem, lalu voila! Jadi deh megakanon Fatanir. Atau benarkah itu megakanon? Atau itu hanyalah pseudomegakanon?

    Itu hanya komentar dari saya. Toh pada akhirnya, apapun boleh-boleh saja di BoR ini.

    Kebalikan dengan Sam, saya entah kenapa kepengen lihat si kribo jadi lebih IMBA lagi. Kalau perlu jadi OC paling IMBA BoR sepanjang masa / :v \

    Tadinya saya mau vote Strata Munchilla karena authornya punya lebih banyak kejutan seru di tiap entrinya. Tapi entri dia kali ini kurang memuaskan. Jadinya:

    VOTE FATANIR

    OC: Kusumawardani, S.Pd.

    ReplyDelete
  8. Ga nyangka bakal make oc lain yang baru ketemu...untuk pengembang plot begini.
    masalahnya dari kelogisan cerita...
    baru juga ketemu, eh ternyata tiba-tiba, kebetulan banget berhubungan sama masa lalu kribo...

    dan dibanding sebelumnya, entri ini paling ngalir, enak dibaca.
    flashbacknya ga ganggu.

    Aye seneng sama yang ini.
    Vote Fatanir

    oc: Pitta N. junior

    ReplyDelete
  9. Eksekusinya luar biasaaaah. Plot-plot kecil dari OC lain juga ikut dimasukkan jadi satu kesatuan alur besar yang berakhir dengan sangat memuaskan.

    Tapi ada minusnya, alasan kenapa Renggo-Clones tahu tentang Strata Munchila tidak dijelaskan, padahal ini plot penting. Kedua adalah inkonsistensi dari canon Fata sendiri, yang di awal-awal cuman diceritain dengan kekuatan awal yang tidak seberapa tapi sekarang diceritain udah dapet penghargaan internasional dari mesin hasil konstruksinya bahkan sebelum masuk Alforea.

    Selain itu, misteri-misteri dari plot yang sudah tercipta sukses bikin penasaran dan pengen baca lanjutannya.


    Vote : Fata
    Alshain Kairos

    ReplyDelete