9.8.15

[ROUND 2 - LEVEL 3] TAN YING GO – SHORT FIGHT

Babak 1 : Sipahi

Ada seorang dari antara para Contra Mundi bernama Haris, lengkapnya Haris Rasyid bin Adnan Sina. Seperti namanya, sudah bisa ditebak bahwa pria itu asalnya dari daerah Timur Tengah, tepatnya dari Kesultanan Turkiye. Sehari-harinya pria itu mengenakan setelan tunik hitam berpelat logam sebagai pelindung dada dan punggungnya. Sebuah sabel alias pedang lengkung selalu tergantung di pinggangnya, meski pada waktu-waktu tertentu Haris akan mengubah pedang itu menjadi sebuah gelang batu opal untuk mengelabui orang-orang awam.

Tapi penampilan khas Turki Haris tetap saja mencolok, apalagi di mata Ying Go. Jika disuruh mencari Haris di antara kerumunan orang pun Ying Go bertaruh bahwa ia akan menemukan pria Turki berjenggot tipis itu dalam waktu lima menit.

Pemikiran soal Haris tiba-tiba saja menyeruak di benak Ying Go pasca melihat sosok gadis di hadapannya ini. Tunik panjang dengan topi ketche putih. Ying Go bisa memperkirakan bahwa gadis ini mungkin berasal dari daerah yang sama dengan Haris. Itu ... kalau saja ia tidak melihat adanya earphone di telinga gadis prajurit itu.

"Bukan Turkiye," gumam Ying Go, "Di Turkiye Haris tidak ada prajurit yang pakai earphone macam begitu." Lagipula jika Haris punya mp3 player pasti yang ia didengarkan dengan mp3 macam begitu pasti Rubaiyat[1] atau irama tamburin dan sitar, bukan lagu yang iramanya mendekati pop mellow seperti yang samar-samar Ying Go dengar.

*****
Jika Ying Go tidak salah ingat sekitar beberapa menit yang lalu ia masih ada di kamarnya sebelum tiba-tiba ada sabak elektronik jatuh tepat di hadapannya. Layarnya memunculkan sebuah tampilan peramban web yang membuka halaman sebuah mail yang isinya :
"Peserta Tan Ying Go harap mempersiapkan diri untuk pertarungan di Ruang Database Level 3!
Lawan Anda : Fatha'Lir (silakan klik tautan untuk mengetahui lebih banyak tentang peserta ini.)"

Tautan itu Ying Go buka dan dari sana Ying Go mendapati informasi mengenai lawannya. Namun tak lama sesudah itu seorang maid tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya dan menariknya masuk ke sebuah portal dimensi.

"Maaf Tuan, tapi tadi Anda tidur lama sekali. Jadi sekarang Anda harus segera masuk arena!" kata maid itu sembari melempar Ying Go masuk ke dalam portal.

*****

Sebetulnya dari tadi Ying Go tidak tidur, tapi menjalankan meditasi seperti yang disarankan oleh Acharya dari Sriboja. Deret kata "Om Mani Padme Hum" harus ia ucapkan minimal 1080 kali sebagai syarat menenangkan nafsu-nafsu 'indria'nya[2]. "Terutama untuk mengurangi rasa laparmu yang bak babi itu!" kata Acharya saat itu.

Yah, mungkin teori bahwa meditasi bisa mengefektifkan energi itu benar adanya. Sayangnya, karena terlalu menghabiskan banyak waktu merapalkan mantra itu, Ying Go tampaknya ketinggalan acara makan lagi. Sekali lagi perutnya keroncongan tapi setidak-tidaknya tidak separah kondisi yang sudah-sudah di mana meski sudah diisi 4 piring nasi pun, perutnya tetap berbunyi.

Ia kini tiba di sebuah tempat yang mirip alun-alun. Dengan sejumlah area berpaving yang digunakan sebagai jalan setapak dan tempat berkumpul serta sejumlah patung hewan dan tumbuhan yang terbuat dari kertas berisikan lampion. Suasana tampak ramai, muda-mudi berlalu-lalang bersama pasangan-pasangan mereka sambil memperbincangkan tentang suatu acara. Dan di antara semua keramaian itu Ying Go menangkap keberadaan Fatha'Lir yang mencolok mata dengan penampilannya yang masih ala Sipahi itu.

"Huh! Harusnya aku tadi ganti baju dulu!" ucap gadis yang di pinggangnya tersampir shamsir itu sebal.

Bagi Ying Go, sebenarnya gadis itu tidak masalah tetap memakai pakaian itu. Toh dia bisa saja berdalih sedang hadir di sana sebagai cosplayer, apalagi wajahnya juga moe alias imut. Lalu Ying Go tiba-tiba ingat bahwa di negara Haris tidak ada yang namanya cosplayer, sebab negara itu telah membentengi dirinya dari virus pengaruh Nippon tak terkecuali virus fandom anime dan manga sejak berabad-abad lamanya.

Mata gadis itu kemudian mengarah ke arah dirinya. Ying Go memasang posisi waspada ketika gadis itu mendekat ke arahnya. Ia betul-betul mewaspadai keberadaan shamsir di pinggang kiri gadis itu yang salah-salah bisa saja tiba-tiba tercabut dan memenggal kepalanya.

Tapi yang gadis itu katakan ketika jarak di antara mereka hanya tinggal lima langkah ternyata hanya, "Penampilanmu dekil sekali, Ahbap[3]!"

Jujur saja memang sudah beberapa hari ini Ying Go tidak mandi. Bahkan setelah peristiwa pertarungan di hutan tempo hari ia tetap saja belum mandi. Tapi mau bagaimana lagi? Acharya dari Sriboja tempo hari langsung memaksanya melakukan meditasi intensif yang memakan waktu ¾ hari saban harinya, membuatnya selalu lupa memakai kamar mandi selain untuk pemenuhan kebutuhan 'primer'.

"Penampilan tidak penting saat ini, Bayan[4]. Apalagi bagi petarung seperti kita," jawab Ying Go.

"Ow? Tak kusangka Anda akan langsung bicara seperti itu, Ahbap. Tidak hendak menikmati suasana malam ini dulu? Sambil minum teh atau kopi mungkin?"

"Aku sedang tidak ingin basa-basi, Fatha'Lir Bayan[5]," Ying Go memang pantas merasa buru-buru karena tahap kedua yang ingin ia capai dari meditasi tadi belum sempat ia capai. Selain itu perutnya keroncongan namun mengiyakan ajakan Fatha'lir memungkinkan dirinya langsung kalah karena siapa tahu saja Fatha'Lir meracuni minumannya. Savaraga jaṛī, kemampuan mengeluarkan khasiat tanaman, yang dimiliki gadis itu bisa saja mengancam hidupnya mengingat di tempat ini banyak tanaman yang bagian-bagiannya memiliki racun. Contohnya rumpun bunga oleander – yang bunganya tampak seperti tumpukan kertas berwarna pink, bunga-bunga kuning Daffodils, dan jangan lupa keberadaan bunga terompet malaikat, yang berbentuk seperti corong gramofon yang menghadap ke bawah.

"Tidakkah situasinya di sini terlalu ramai? Bagaimana jika semua orang di sini panik ketika seorang pria sepertimu menyerang gadis secantik diriku lalu memanggil petugas keamanan?"

"Maka aku tinggal cabut shamsirmu, Fatha'Lir Bayan, dan kukatakan bahwa kau membawa senjata tajam di tengah kerumunan orang sipil tak bersenjata."

Fatha'Lir tersenyum, Ying Go juga. Dua prajurit yang sudah mahfum dalam perang tak terdeklarasikan maupun perang antara hantu-hantu tak terlihat bernama telik sandi alias intel ini saling bertukar pandang beberapa kali lagi sebelum tangan mereka mulai mendekat ke arah senjata masing-masing.

Lalu tampaklah sebuah pesan holografik di antara dua orang yang mulai hendak baku hantam itu. Sebuah pesan bertuliskan, "SYSTEM ERROR! CANNOT FOUND INTERFACE.EV ON ROOT SYSTEM!"

"Huh?" Fatha'Lir tampak menelengkan kepalanya, bingung.

Ying Go juga tampak bingung dengan pesan itu apalagi kemudian ada pesan lain yang menyusul.

"GRAPHICAL SYSTEM IS NOT RESPONDING!"
"TEMP MEMORY IS FULL!"

Kok seperti pesan error di komputer ya? Gumam Ying Go.

Kemudian semuanya berubah. Alun-alun itu tampak dinaungi awan gelap. Semua pengunjung di sana terdegradasi warnanya menjadi siluet hitam yang dihiasi sedikit semburat warna putih. Patung-patung hewan dan tumbuhan dari kertas berlampion pun kini tampak redup. Lampu-lampu alun-alun mulai padam satu demi satu dan sosok Fatha'Lir perlahan berubah.

Ying Go sendiri, merasakan dirinya perlahan juga berubah. Sosok Dharmapala Mahakala, Dharmapala bertangan enam dengan kulit hitam arang. Bajra Rahula sendiri terbang ke tangan kanannya. Menempel di sana dan tetap menempel di sana sampai akhirnya kabut gelap itu menghilang.

Babak 2 : Digital World


Suasana alun-alun yang awalnya dipenuhi patung-patung kertas berbentuk bunga dan hewan itu kini telah hilang. Berganti dengan area berpetak-petak hitam dengan garis batas warna hijau yang mirip sekali dengan penggambaran dunia digital dalam franchise Digimon, serial animasi populer yang sempat ia tonton dulu serta dibuat juga versi video gamenya di platform Playstation 1.

Orang-orang di alun-alun kini sudah tiada. Bangun digital ini hanya menampakkan sebuah area alun-alun yang kosong dan hanya berisikan dua makhluk hidup : Ying Go yang kaki dan tangannya tampak menggembung dan jumlah tangannya bertambah menjadi enam, serta Fatha'Lir yang tiba-tiba sudah menjadi sosok gabungan burung dan manusia yang lazim disebut Harpy namun masih menyisakan kemolekannya sebagai manusia yang sekarang makin tampak menggairahkan karena tubuh atasnya tak ditutupi sehelai benang pun.

"Apa? Tidaak! Kenapa aku berubah menjadi seperti ini?"

"Entahlah Fatha'Lir Bayan?" Ying Go mengedikkan bahu. Dugaannya adalah mereka berada dalam sebuah sistem virtual dan sistem ini baru saja mengalami crash lalu tanpa diizinkan mengambil sebuah citra yang terpatri dalam benak mereka untuk kemudian diimplementasikan sebagai wujud mereka saat ini.

Kemudian Ying Go melihat ini adalah sebuah kesempatan. Fatha'Lir masih sibuk mengoceh, mempermasalahkan wujud barunya yang bakal membuat banyak lelaki naik-turun jakunnya. Ying Go melihat Fatha'Lir tengah lengah sehingga ia melangkah maju dan langsung menyabetkan guan dao di tangan kanannya ke arah Fatha'Lir.

Tapi Fatha'Lir cukup sigap mengatasi serangan Ying Go dengan terbang menghindar. Menjadi Harpy ternyata tidak terlalu buruk sekarang. Fatha'Lir sekarang mampu terbang dalam jarak terbatas.

"Hei! Apa-apaan itu tadi? Aku masih sibuk tahu!"

"Maaf Fatha'Lir Bayan, jangan lupa di medan perang ada yang namanya serangan mendadak!"

Harpy Fatha'Lir kembali terbang rendah, kali ini sambil melemparkan sejumlah serbuk logam. Serbuk itu menimbulkan ledakan ketika bersentuhan dengan bidang-bidang digital dan nyaris saja melontarkan Ying Go jauh-jauh kalau saja Ying Go tidak ingat dia punya kemampuan melayang juga. Usai menyetabilkan diri, Ying Go mendaratkan diri di sebuah panel digital dan mulai kembali menyerang. Harpy Fatha'Lir tampaknya juga punya pikiran yang sama. Shamsir telah dihunus dan otot-otot kakinya telah ia paksa melontarkan kaki bercakarnya ke arah makhluk bertangan enam di hadapannya.

Mungkin karena sudah sama-sama lelah baik fisik maupun mental, baik Ying Go maupun Fatha'lir kini mulai menyerang lawannya dengan lebih frontal. Keduanya ingin pertarungan ini segera selesai. Maka pedang lengkung Fatha'Lir pun beradu dengan guan dao Ying Go. Sekilas Ying Go memang tampak unggul karena empat lengan tambahannya masing-masing memegang senjata. Namun senjata-senjata itu ternyata rapuh. Satu sabetan Shamsir Sarafma Furaz milik Fatha'Lir berhasil menghancurkan empat senjata di lengan tambahannya. Selain itu Fatha'Lir alias Tata ini bisa membaca strategi pengguna tombak seperti Ying Go. Tombak tak efektif untuk pertarungan jarak dekat dan kebetulan Tata adalah orang yang terbiasa melakukan pertarungan jarak dekat karena ia merupakan praktisi Atuktar Kalaripayattu. Dan sebagaimana praktisi Atuktar Kalaripayattu lainnya, Tata langsung berusaha memelintir tangan Ying Go yang memegang senjata guna melumpuhkan gerakan lawannya meski Ying Go yang bisa membaca strategi Tata dan melakukan salto satu lingkaran penuh untuk mengurangi efek pelintiran Tata yang disusul satu tendangan telak di perut Tata.

Jarak Tata dan Ying Go kini menjauh. Ying Go kembali melancarkan serangan hujaman tombak beruntun ke arah Tata. Dengan shamsirnya Tata berusaha mengalihkan serangan-serangan itu meski bukan sekali-dua kali saja sayapnya tergores oleh serangan beruntun itu. Tata nyaris tidak bisa mengatasi serangan ini kalau saja arena tempat mereka berpijak tidak dilanda gempa yang membuat baik Tata dan Ying Go oleng pijakannya.

Arena kembali dilanda kabut gelap dan tak berapa lama kemudian gempa susulan terjadi. Warna-warna selain hijau, hitam, dan putih mulai tersusun kembali seiring terjadinya gempa. Tak berapa lama kemudian mereka sudah berada di tempat lain yang penuh warna. Namun mereka tak lagi berada di sebuah alun-alun melainkan di sebuah areal air terjun.

Babak 3 : Air Terjun

Gemuruh air yang jatuh dari ketinggian dan menghantam bebatuan di bawahnya sebelum mengalir membentuk sungai itu terdengar amat keras. Suasana amat sepi, kembali hanya mereka berdua yang ada di tempat itu. Ying Go berhasil bangun lebih dulu tapi Tata lebih cepat bereaksi dengan melempar serbuk Abhorrenium miliknya. Ying Go yang melihat kedatangan serbuk itu langsung berguling menghindar. Namun tindakannya memberi Tata sedikit waktu untuk mempraktekkan kemampuan Kalaripayattunya. Dengan kaki kiri sebagai pijakan, Tata melesatkan diri ke arah Ying Go dan langsung mencengkeram leher Ying Go lalu memanjat ke atas punggungnya. Strategi Tata sebenarnya sederhana saja : menghalangi asupan oksigen ke kepala Ying Go dan membuat prajurit itu jatuh tak sadarkan diri.

Ying Go sendiri tahu bahwa Tata bermaksud menghalangi pasokan oksigen ke kepalanya. Namun mengkoordinasikan empat lengan tambahan ternyata tak semudah yang dibayangkan. Tata masih saja bertengger di atas kepalanya meski beberapa kepalan tinju sudah Ying Go layangkan ke tubuh harpy itu supaya Tata turun.

Pandangan Ying Go mulai berkunang-kunang akibat jepitan Tata pada lehernya dan beberapa pukulan Tata pada batang lehernya. Meski begitu dengan satu tekad untuk pulang hidup-hidup, Ying Go kemudian kembali melayang lalu menceburkan diri ke dalam sungai di bawah air terjun itu. Lebih tepatnya, Ying Go membawa dirinya dan Tata tepat di bawah guyuran air terjun. Gelontoran berliter-liter air murni yang jatuh dari ketinggian 15 meter mampu membuat konsentrasi Tata terganggu. Cengkeramannya melunak dan dengan satu sengatan listrik dari bajra di tangan Ying Go, Tata akhirnya berhasil dipaksa turun.

Harpy Tata menatap Ying Go dengan tatapan sebal. Sebab rencananya menghilangkan kesadaran lawannya itu gagal. Tata pun sekarang memilih untuk mengakhiri pertarungan ini dengan membuat Ying Go berdarah-darah.

Namun sebelum ia sempat melakukan hal itu bajra di tangan Ying Go sudah melayang ke arahnya. Tata refleks menangkis bajra itu dengan shamsirnya, tanpa mengetahui bahwa aliran listrik 1000 volt ada di dalam bajra itu. Ditambah dengan kondisi tubuhnya yang basah kuyup, otomatis Tata pun tersengat listrik tegangan tinggi selama setidaknya satu menit. Tubuhnya kemudian oleng dan jatuh ke dalam air, tenggelam, tak bisa bernafas namun tak dapat naik ke permukaan karena seluruh ototnya mengalami syok dan mati rasa. Jika dibiarkan saja sudah pasti ia akan mati kehabisan nafas.

Lalu Tata merasakan ada seseorang menariknya keluar. Lawannya sendiri, yang kini penampilannya sudah kembali seperti sediakala. Tampaknya segala crash, bug, dan error dalam sistem ini akan hilang dengan sendirinya kala salah satu peserta menang. Tata sendiri kemudian dibopong dalam keadaan berbalut tunik basah, ke sebuah tempat datar berlumut, dibaringkan di sana dan ia bisa melihat lawannya kemudian pergi sesaat kemudian membawa sejumlah kayu kering yang ia tumpuk menjadi bentuk perapian kemudian dinyalakan dengan sebuah kilatan petir dari tangannya.

Sejumlah daun berbentuk seperti deretan jari-jemari yang lazim disebut lamtoro serta cengkih, pala, dan jahe diletakkan Ying Go di samping Tata.

"Kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri kan? Satu jam lagi efek kram dan kebas itu akan sirna. Kau bisa hangatkan diri pakai ini," Ying Go menunjuk ke sebuah rimpang jahe, "Dan sembuhkan lukamu pakai ini," katanya sambil menunjuk ke tumpukan daun lamtoro, "Aku duluan," katanya sembari beranjak pergi.

"Tung-tunggu!" Tata baru saja mau mengucapkan terima kasih namun Ying Go sudah masuk ke dalam portal dan keluar di kamarnya.

Bantal merah yang ia pakai untuk samadi masih ada pada tempatnya. Ia hendak melanjutkan kembali urusannya yang tadi tertunda namun ia segera ingat pada kata-kata Tata bahwa ia belum mandi selama berhari-hari dan perutnya keroncongan.

"Mandi sebentar dan makan dulu tak ada salahnya," kata Ying Go sembari keluar kamar menuju areal kamar mandi.


[1] Syair-syair sufi
[2] Indria = panca indra, tidak menggunakan kata 'Indra' karena nanti rancu dengan nama dewa.
[3] Bung
[4] Nona
[5] Panggilan / Pangkat dalam bahasa Turki diletakkan di belakang, misalnya Piri Reis, namanya adalah Achmad Piri sementara pangkatnya Reis (laksamana).

2 comments:

  1. -
    Pertama baca entri Yin Go dgn serius. Hmm ... kesanku, ini kerasa bgt buru-burunya. Bagian depannya kerasa ngebosenin. Dan ga ada emosinya di sini, IMO ya. Battlenya? Kurang bisa dibayangin karena kurang detail. Terkadang ada kalimat panjang bgt misal:

    Dan sebagaimana praktisi Atuktar Kalaripayattu lainnya, Tata langsung berusaha memelintir tangan Ying Go yang memegang senjata guna melumpuhkan gerakan lawannya meski Ying Go yang bisa membaca strategi Tata dan melakukan salto satu lingkaran penuh untuk mengurangi efek pelintiran Tata yang disusul satu tendangan telak di perut Tata. Yah, menurut saya ini panjang sma bikin pusing. Enakan dipenggal" ya kalimatnya.

    Ya udah, titip 8 ya~

    ReplyDelete
  2. datang, battle, menang, pulang.
    pendek tapi cukup padat. imho~

    battlenya sendiri walau intens tapi entah kenapa saya ngerasa emosinya off... kalau diandaikan, ini kaya saya pas nonton adegan battle UBW versi ufomeja.
    akhirnya juga bagus. tapi ya... saya enggak ngerasa excitement sama sekali

    skor: 8/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete