18.7.15

[ROUND 2 – LEVEL 1] KAZUKI TSUKISHIRO – GLITCH ATTACK

[ ROUND 2 – LEVEL 1 ] KAZUKI TSUKISHIRO – GLITCH ATTACK



Catatan penulis :
-          Setting dunia kali ini (sesuai kesepakatan) adalah glitch world, dimana peserta berpindah-pindah dalam waktu yang tidak ditentukan (sesuka dunia saja kapan mau teleport pemain)

-          Jika terkena serangan dari makhluk penunggu dunia bersangkutan, health bar hanya akan berkurang 0.5% setiap serangan, sedangkan jika terkena serangan lawan, health bar akan berkurang lebih banyak.

-          Cerita sebenarnya dimulai dari bagian akhir "part" ini, pembaca boleh melewati bagian awal





-00-
Memory of The Lost




Nishi High School, Yellow Zone, Jepun

"Kaz!" Seorang pemuda berambut cepak menyerukan nama pemuda berkacamata yang masih asik berkumpul dengan sepertiga siswa perempuan di kelas tersebut. Yang dipanggil hanya menoleh.

"Kau dipanggil kepala sekolah."Pemuda cepak itu menolehkan kepalanya sejenak dan beranjak pergi untuk membeli roti melon sebelum kehabisan.

Pemuda berkacamata tertegun. Ada apa kepala sekolah memanggilku?

"Tsuki-kun…?" sapa gadis berambut panjang yang kini memandang pemuda tersebut dengan tatapan bingung.

"Ah, maaf, Tachibana-san. Aku harus pergi. Kau dengar ucapan Nakai tadi, kan? Kepala sekolah memanggilku."

Tachibana menggeser duduknya dari pangkuan sang pemuda, dan seiring kepergiannya menuju ruang kepala sekolah, beberapa siswa perempuan yang sepertinya sedang mengantri untuk 'diramal' sang pemuda mulai menjerit manja.

Sepanjang perjalanan menuju kantor kepala sekolah, dirinya menduga-duga kesalahan apa yang pernah ia buat akhir-akhir ini. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir ia ditindas oleh Sora-senpai, siswa kelas dua yang menyimpan rasa iri besar terhadap dirinya. Bagaimana tidak, sejak kedatangannya di sekolah ini, semua yang dimiliki sang kakak kelas berpindah tangan ke dirinya. Kepopuleran, hingga julukan 'siswa terbaik' sudah tidak ada lagi pada diri Sora-senpai. Bagaimana mungkin dirinya bisa mengalahkan siswa kelas satu yang memiliki nilai sempurna setiap kali ujian di sekolah?

Pemuda berkacamata menghentikan langkah tepat di depan pintu kayu berwarna cokelat gelap. Ini adalah kali pertama dirinya dipanggil oleh kepala sekolah—dan menurut rumor yang beredar, siapapun yang dipanggil oleh kepala sekolah biasanya karena kenakalan yang sudah kelewat batas. Ia tidak dipanggil karena sering membuat siapapun penindasnya terluka, kan? Setidaknya, ia yakin tidak ada orang yang sadar akan kekuatan yang ia miliki untuk 'mengontrol' orang lain.

"Permisi… Saya Kaz—"

Pemuda itu terkejut tatkala dirinya mendapati dua orang pria berpakaian rapi a la agen rahasia—berjas dan berkacamata hitam—duduk di kursi tamu kepala sekolah.

"Ah, silakan masuk, Kazuki Tsukishiro."Kepala sekolah tidak bergeming dari tempatnya duduk.

Pemuda berkacamata yang masih bengong di depan pintu—Kazuki—masuk ke dalam ruangan dengan gugup. Ia mengenali 'siapa' kedua agen rahasia yang berada di hadapannya sekarang. Ya, ia tahu saat pendataan, bahwa kedua orang ini merupakan agen dari pemerintah zona hijau.

"Kazuki Tsukishiro-san?"tanya pria pertama yang rambutnya diikat ke belakang.

"Ya, ke-kenapa, ya?" tanya Kazuki ragu. Ia sangsi pernah terlibat tindakan kriminalitas serius yang mengancam pemerintah.

"Kami diperintahkan untuk mengantarkan surat ini. Mohon dipertimbangkan dengan baik, dan kami menunggu jawabannya," jawab pria yang kulitnya sedikit lebih gelap sembari memberikan sebuah amplop.

Kazuki membuka amplop itu dengan tidak sabar, dan dirinya dengan jelas membaca pilihan untuk kehidupannya kelak. Menyerahkan diri pada negara, atau menyerahkan diri ke bawah pisau algojo. Kedua pilihan yang tidak disukai Kazuki karena ia cukup nyaman berada di zona kuning ini.

"Akan kupikirkan. Besok, datanglah pukul lima, aku akan memberikan jawaban." Kazuki mengehela napas malas, dan pamit undur diri untuk kembali ke kelasnya.

*

Pembicaraan dengan orang tuanya semalam tidak membuahkan hasil berarti. Ayahnya hanya diam saja, kakeknya juga tidak memberikan jawaban apa-apa. Hanya ibunya yang tidak ingin Kazuki pergi ke zona hijau dan meninggalkan keluarganya.

Kazuki bimbang. Pergi ke zona hijau berarti meninggalkan segala kehidupan zona kuning dan bersedia hidup dalam program pemerintah. Namun menolak pergi berarti dirinya telah melanggar peraturan negara dan dianggap sebagai pengkhianat.

"Selamat pagi, semua!!" Kazuki menyapa riang—seperti biasa—namun tidak ada satupun yang menjawab.

Para gadis yang biasa menyambutnya pun kini seolah tidak mengenal dirinya. Bahkan Nakai, teman sepermainannya sejak sekolah dasar mengabaikan sapaan paginya.

Kenapa?

Dengan pandangan bingung, Kazuki pergi ke tempat duduknya yang entah sejak kapan pindah di barisan paling belakang. Ia baru mengerti keadaan tatkala dirinya meletakkan tas dan perlengkapan sekolahnya di atas meja.

Seisi kelas—bahkan mungkin seisi sekolah—menjauhinya karena dirinya sekarang berstatus sebagai buronan pemerintah—setidaknya itu yang ia tangkap dari pesan kaleng di atas mejanya.

Kazuki berang. Ia bahkan melemparkan kursi ke luar jendela, namun tidak ada reaksi dari seisi kelas—bahkan sang guru tidak menegurnya.

Dirinya benar-benar hilang.

Semua gadis yang hingga kemarin 'menggelayuti' dirinya, meminta diramal olehnya kini seolah tidak pernah mengenalnya. Bahkan bukan tidak mungkin kekasihnya—Tachibana—juga melupakannya.

Dengan gusar, Kazuki meninggalkan sekolah.


***



"Akhirnya!"

Kazuki mengutak-atik komputernya, mencoba masuk ke dalam sistem pemerintahan di zona hijau. Sejak kepergiannya seminggu lalu ke kota merah, dirinya selalu mengunci diri di dalam kamar, karena fotonya berada di media elektronik sebagai buronan dan pengkhianat negara. Kali ini ia coba meretas sistem dan menghapus datanya dari pusat.

'Kazuki Tsukishiro tidak pernah ada'

Kazuki masih asik di depan komputer ketika dering telepon terdengar. Setelah beberapa saat, ia mendengar suara menaiki tangga dan membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Kakekmu meninggal."

Satu lagi hal berharga dalam hidup Kazuki menghilang, dan seolah tidak berhenti sampai disitu, tiga hari setelah kepergian kakeknya, kini giliran ayahnya yang ikut menghilang.

Meninggalkan Kazuki hanya berdua dengan ibu yang dibencinya.

***

Kazuki masih memandang kosong kedua pelayan yang menjemputnya dari dalam Managua's Gem Cave. Ia baru saja kehilangan salah satu benda yang yang paling ia sayangi, ponselnya.

Semua gara-gara perempuan itu!

Sesekali ia hampir kehilangan keseimbangan pada Nodachi yang dipeluknya. Tubuhnya lelah, bahkan matanya seolah ikut meronta minta ditutup. Namun Kazuki masih mengusahakan dirinya untuk terjaga. Ia ingin tahu kemana lorong hitam berisi angka-angka matrix—yang ia tidak pahami—ini membawanya. Akankah ia kembali ke Alforea, ataukan justru pulang ke kampung halamannya?

"System Restart."

Sebuah suara—tanpa wujud—terdengar menggema di dalam lorong hitam tempat mereka berada sekarang. Detik berikutnya, Kazuki sama sekali tidak merasa lelah. Semua luka di tubuhnya menghilang, bahkan dahaganya menghilang. Meski ia masih belum mengerti mengapa kini di tubuhnya muncul bercak ungu yang tidak sedikit jumlahnya.

"Red alert. Red alert." Kedua pelayan yang mengantar Kazuki saling bersahutan satu sama lain bagaikan robot rusak. Perlahan tubuh mereka menghilang seperti hologram yang terjangkit virus.

Diretas, kah?

Sebuah kotak dialog muncul di dinding hitam, menggantikan data matrix yang sebelumnya memenuhi ruangan.

Play SE : 'Move', 80,100

Teleport : [047: Bug] (002,004)
 

 



"Ini… bercanda, kan?" tanya Kazuki pada dirinya sendiri. Belum habis rasa tidak percayanya, kini sebuah kotak lain muncul.

Destination :

Alforea Server – Database



Threat Level :

1



Participants :

Kazuki Tsukishiro – Lo Dmun Faylim



Teleport :

[047: Fixed] (AUTOSTART)
 



 

"Hah?"

Masih dengan kebingungan yang besar di kepalanya, tubuh Kazuki sudah tersedot masuk ke dalam cahaya yang menyilaukan mata.


- End of Part 0 -






-01-
The Doll Parade



Kazuki tiba di sebuah ruangan berwarna merah muda, berukuran raksasa dengan tirai renda-renda, kelambu yang senada dengan tirai dan dinding kamar, ornamen-ornamen berbetuk bunga yang diasumsikan sebagai wallpaper ruangan ini ikut meramaikan kesan bahwa ruangan ini milik seorang perempuan.

Memandang ke sekeliling, Kazuki tidak menemukan siapapun selain banyaknya boneka raksasa yang ditumpuk di sudut ruangan—setidaknya itu pemahaman dirinya sebelum menyadari bahwa bukan ukuran boneka itu yang membesar, melainkan tubuhnya yang menyusut. Ia bahkan tidak bisa melihat kedua kakinya dengan sempurna, dan tangannya terlalu kecil untuk menggapai ubun-ubunnya.

Kenapa bisa begini?

Buru-buru ia berlari dan mencari orang lain untuk dimintai penjelasan, namun langkahnya berhenti ketika sebuah boneka beruang menoleh ke arahnya dengan marah.

"Beraninya kau menyenggol badanku dengan pedang itu!"

Kazuki mundur. Ia tidak pernah melihat boneka beruang seperti ini, apalagi boneka beruang berbicara dan marah. Tidak, ia tidak siap melawan beruang ini. Ia harus mencari tempat sembunyi—

—namun takdir berkata lain. Kaki kecil Kazuki hanya bisa membawanya berlari sesenti demi sesenti, dan harus berkali-kali berhenti akibat guncangan dari langkah boneka beruang yang berada tidak jauh di belakangnya.

"Ah!" Pandangannya tertuju pada sesosok gadis berambut tosca yang berdiri di dekat dinding sembari memegang daun bawang. Kazuki menggelundungkan dirinya hingga ke samping sosok gadis tersebut dan menyamar menjadi seperti gadis itu, mengangkat pedangnya dan menunggu si boneka beruang berlalu dari hadapannya.

Ini pertaruhan. Jika perhitungannya salah, maka bukan tidak mungkin gadis itu juga akan kena imbasnya. Kazuki berharap boneka beruang itu seperti dugaannya, hanya bereaksi terhadap gerakan.

Kazuki menahan napasnya, dan membiarkan boneka beruang mengentakkan langkah, berlalu di hadapannya. Yang dipikirkannya sekarang, bagaimana caranya ia keluar dari tempat bernuansa merah muda ini. Seandainya saja sosok gadis di sebelahnya bisa bicara, mungkin ia bisa meminta petunjuk soal keberadaannya.

Ini masih di Alforea, kan?

"Permisi…"

Kazuki menepuk punggung gadis itu. Keras, seperti plastik—yah, mungkin ia memang plastik. Gadis itu memutar kepalanya dan menggerakkan daun bawang di tangannya. Rambutnya yang diikat twintail ikut bergerak bersamaan dengan kepalanya.

"Ya?" Suara khas voicebank produksi Yamaha terdengar di telinga Kazuki. Tak salah lagi, ini yang asli.

"Er, boleh tahu ini dimana?"

Bukankah seharusnya ia masuk ke dalam database?

"Eh? Aku juga tidak tahu kita berada dimana. Kau anak baru? Aku belum pernah melihatmu. Bahanmu bagus. Sintetis ya…"

Kazuki memutar matanya. Ia bahkan tidak bisa menyela gadis—idola—yang masih terus berbicara di hadapannya. Tak tahan, Kazuki mengulurkan tangan, hingga gadis itu berhenti berucap.

"Kenapa?" tanyanya polos. Sesekali daun bawang di tangannya bergoyang.

"Aku butuh keluar dari tempat ini segera mungkin. Sejujurnya, aku tersesat. Jadi bisakah kau menunjukkan jalan keluar padaku?" Kazuki menghela napasnya, menahan emosi.

Gadis di hadapannya hanya menunjuk suatu arah. "Aku tak tahu, tanyakan saja padanya."

Kazuki menoleh ke arah yang dimaksud oleh si gadis, dan menemukan satu sosok yang sama seperti dirinya—namun berambut putih dan berjubah—berdiri dengan tatapan kosong. Tanpa diperintah apapun lagi, Kazuki segera berlari menemui sosok tersebut.

"Permis—"

Satu ingatan dilihat oleh Kazuki. Bukan, dia bukan mainan seperti Miku tadi. Kazuki mundur dan memasang sikap siaga tatkala sosok di hadapannya menggerakkan bola mata.

"Kau siapa?" tanyanya sembari mengacungkan Kodachi pada dagu pemuda berambut putih itu.

"…. Tidak baik mengacungkan senjata saat bertanya, bukan?" Pemuda itu hanya menelan ludah sesaat.

Kazuki menyarungkan kembali Kodachi di pinggangnya.

"Lodun," sahutnya sembari membalikkan badan.

"Lodun? Namamu hampir mirip dengan orang yang mungkin mencari jalan keluar dari sini. Tapi namanya lebih susah untuk disebut daripada hanya sekedar Lodun."

Alis Lodun berkernyit, mungkin ia tahu arah pembicaraan Kazuki. "Maksudmu, kau—"

Sebuah papan lampu berwarna merah, kuning, hijau—meski porsi warna hijau lebih banyak—muncul di atas kepala Lodun dan Kazuki, sesuai dengan nama mereka masing-masing.

"Oh, jadi kau mau menipuku dengan mengatakan bahwa namamu bukan Lo Dmun Faylim, melainkan Lodun?" tanya Kazuki sembari menggeritkan giginya kesal. Ia sangat ingin kembali ke Alforea. Siapa tahu ia bisa berbelanja di Plasa Akima dan menemukan pengganti kekasihnya yang jatuh ke dalam magma.

"Kau salah paham!"

"Salah paham apanya?"

Tanpa ba-bi-bu Kazuki kembali mengeluarkan Kodachi dan langsung menghunuskannya ke Lodun—atau lebih tepatnya Lo Dmun. Lo Dmun tidak tinggal diam, ia melepas jubahnya dan melompat mundur sembari melemparkan beberapa bahan peledak hingga membuat Kazuki melakukan hal serupa.

Suara ledakan di dalam ruangan bernuansa merah muda itu cukup nyaring terdengar—setidaknya cukup untuk membangunkan beberapa boneka yang tertidur pulas.


*


"Ho, menarik. Keluar kau, Lo Dmun!" seru Kazuki saat mengetahui targetnya sudah tidak ada di depan mata.

Kazuki mulai paham bagaimana cara permainan ini bekerja. Ya, setidaknya ia tahu bahwa cara keluar dari tempat ini adalah dengan mengalahkan pihak yang memiliki health bar seperti dirinya—seperti yang pernah ia mainkan waktu masih sekolah. Ia bisa saja keluar sesegera mungkin, seandainya Lo Dmun tidak pandai bersembunyi dan ruangan tidak sebesar ini. Untung saja lawannya kali ini hanyalah Lo Dmun, bukan pasukan seperti boneka beruang yang tadi sempat menyerangnya.

—Setidaknya itu yang Kazuki pikirkan sebelum mendengar derap langkah berat dari kejauhan.


***


Lo Dmun menghela napas sembari mengintip dari balik tembok yang ia sandari. Ia sendiri masih belum paham mengapa dirinya tidak kembali ke Alforea setelah berhasil keluar dari Los Soleil, dan sekarang orang yang ia asumsikan bernama Kazuki Tsukishiro—seperti yang tertulis pada layar hologram sebelum masuk ke tempat ini—menghunuskan pedang ke arahnya tanpa peringatan.

Dirinya sedang tidak diperintahkan bertarung lagi, bukan?

Lo Dmun memandang papan warna warni di atas kepalanya. Ia pernah melihat ini di dalam sebuah fighting game  yang dimainkan dengan konsol. Apakah ini berarti dirinya harus membuat Kazuki K.O untuk bisa keluar dari tempat ini?

Tidak harus membunuhnya, kan?

Lo Dmun menghela napas dan mengenakan sarung tangan Reviss yang ada padanya serta memprediksi wilayah yang cukup memadai untuk membuat lubang.

Baru saja ia akan mengaktifkan apertis, derap langkah berat dari beberapa makhluk besar mulai terdengar.

Siapa?

Melihat jawaban di depan matanya—berupa barisan boneka-boneka berukuran besar—membuat Lo Dmun mensegerakan kegiatan yang ia tunda. Ia tidak ingin membunuh, dan jika dirinya diserang oleh barisan tersebut, bukan tidak mungkin ia akan terjebak di dalam kamar itu selamanya.

Gemuruh terdengar cukup nyaring ketika beberapa boneka—tidak semua—jatuh ke dalam lubang buatan Lo Dmun. Beberapa diantara mereka sempat memberhentikan diri sebelum masuk ke dalam lubang, bahkan ada yang sudah masuk tapi coba merangkak keluar.

"Solvo!"

Lo Dmun mengembang-kempiskan dadanya sesaat segera lubang itu lenyap sepenuhnya.

"…Maaf.." sahutnya pelan. Lo Dmun bimbang sesaat. Ia tidak ingin membunuh siapapun—termasuk boneka-boneka tadi—dan ia juga tidak ingin mati. Setidaknya ia tidak meletakkan peledak di dalam lubang, 'kan?

Lo Dmun kembali berjalan sembari memikirkan strategi apa yang bagus untuk membuat Kazuki K.O, karena dilihat bagaimanapun Kazuki jelas tidak segan untuk membunuhnya.

"Akhirnya… ketemu.."

Sesosok pemuda muncul di hadapannya. Napasnya memburu—tidak seperti orang yang sedang kelelahan—seolah ia adalah monster yang sudah menantikan bertemu mangsanya. Tanpa ragu, pemuda itu menghunuskan pedang pendek ke arah dirinya. Lo Dmun hanya bisa menghindari serangan fatal meski bilah pedang tetap menggores pipinya.

Lo Dmun mengayunkan kepalannya ke pipi sang pemuda dan sukses membuatnya tersungkur. Tanpa menunggu pemuda itu bangkit kembali, Lo Dmun kembali berlari.

***


"Bajingan! Sial! Sial! Keparat! Kubunuh kalau sampai aku temukan lagi!!" Kazuki memegangi pipinya sembari sesekali menggerakkan bibir.

Kazuki berlari ke arah Lo Dmun pergi. Sudah dua kali ia dikerjai oleh bocah berambut putih yang terlihat lebih muda darinya tersebut. Namun saat ia melangkahkan kaki untuk berlari, sesuatu menarik tubuhnya pergi.

[Target name : Kazuki Tsukishiro] (HP 89%)
[Target name : Lo Dmun Faylim] (HP 94%)
[Time Limit : 30 minutes] (Target Transported)



- End of Part 1 -






-02-
The Slenderman Forest





"Hah?!"

Kazuki menggerutu kesal saat mendapati dirinya tengah berada di tengah hutan—jika melihat tinggi pohon dan penyebarannya—padahal ia baru saja akan mengejar Lo Dmun dan membalas pukulan yang masih terasa nyut-nyutan di pipinya. Tapi apa daya, tempat yang baru dijejakinya ini kembali membuatnya bingung.

Dimana dirinya berada sekarang? Tidak ada hal lain selain pohon yang tingginya puluhan kali lipat dari tinggi badannya—yang masih tetap sama—ataupun cahaya lampu yang bisa membantunya melihat jalan. Kazuki menelan ludah, sekilas ia mendengar sesuatu bergesekan dengan rumput di tanah.

Hewan liar, kah?

Tidak. Bahkan suara jangkrik tidak ia dengar. Tempat ini terlalu sunyi hingga ia bisa mendengar suara degup jantungnya sendiri. Namun tidak ada pilihan lain, selain terus jalan dan membunuh Lo Dmun demi bisa keluar dari sini.

Kazuki melangkahkan kakinya ke arah barat, sembari sesekali beristirahat karena lelah. Ya, hutan ini terlalu luas bahkan untuk ukuran kaki normalnya—apalagi saat kakinya menyusut seperti ini—dan cukup menguras tenaga karena dirinya harus waspada untuk serangan yang mungkin tiba-tiba saja ada. Sesekali dirinya memandang langit kemudian sekelilingnya hingga ia melihat sebuah pohon mati yang berada tidak jauh dari tempatnya sekarang.

Perasaannya tidak enak. Ia merasa familiar dengan tempat ini entah dimana.

Kazuki berdiri dari duduknya dan kembali melangkah menuju pohon yang mati. Ya, berbeda dengan pohon yang lainnya, pohon itu terlalu besar dan mencolok berada di tengah jalan setapak. Cabangnya banyak dan batangnya sendiri juga lebih besar daripada pohon lainnya. Daripada sekedar pohon mati, pohon ini lebih mirip spooky tree dari film horor Amerika yang pernah ia tonton.

"Eh?" Kazuki menghentikan langkahnya tatkala melihat secarik kertas tertempel di pohon tersebut.


[ He has no face ]


Kazuki ingat sekarang dimana ia pernah melihat latar seperti ini. Dengan cepat ia menoleh ke kanan dan kiri—tanpa mencabut kertas itu—dan menemukan sesuatu seperti gudang atau gubuk serta truk yang tidak terpakai.

Persis. Ini persis seperti dugaannya. Kazuki tahu dimana ia berada sekarang. Suara desiran rumput kembali terdengar, dan Kazuki kembali berlari. Ia belum memungut satu kertaspun, jadi hanya ada satu kemungkinan.

Lo Dmun memulai permainan dengan makhluk penghuni hutan ini.

***


Lo Dmun masih membongkar laci yang berada di dalam gudang yang tidak terpakai. Berbekal senter yang ia temukan di dalam gudang—meski pencahayaannya minim—ia mencoba mencari sebilah pisau untuk menghadapi Kazuki.

Suara pintu yang dibuka dengan kasar cukup membuat Lo Dmun terkesiap dan melepaskan senter yang ia pegang.

"Siapa?!" tanyanya.

"Kita. Harus. Pergi. Sekarang!!" Napas sosok di depan Lo Dmun memburu. Suaranya berat dan agak terputus-putus.

Lo Dmun masih meraba-raba laci tanpa mengalihkan pandangan dari sosok di pintu yang perlahan ia kenali sebagai Kazuki. Sosok Kazuki tidak seperti di dunia boneka sebelumnya, kali ini ia lebih ke dalam mode panik daripada mode memburu.

Ada apa?

"Ke-kenapa?" Lo Dmun menemukan sebilah pisau dari dalam laci dan secepat mungkin ia sembunyikan di belakang punggungnya.

Kazuki menoleh ke luar ruangan, sebelum menjawab pertanyaan Lo Dmun. "Dia sudah dekat, kita harus pergi sekarang!"

"Siapa yang sudah dekat?"

"Akan kujelaskan nanti. Yang penting sekarang kita tinggalkan tempat ini dan sembunyi!"

Lo Dmun bersikeras. Ia tidak ingin pergi dengan orang yang bernafsu membunuh seperti Kazuki tanpa alasan. Kazuki hampir kehabisan kesabarannya, jika ia ingat kalau mengeluarkan Nodachi maupun Kodachi butuh waktu, mungkin ia sudah membunuh Lo Dmun sekarang.

"Kita tidak punya banyak waktu, Lo Dmun. Apa kau ada mengambil secarik kertas yang tertempel di suatu tempat di gudang ini?" tanya Kazuki sinis.

Lo Dmun mengenyitkan alis. Ia ingat bahwa ia memang mencabut secarik kertas—yang ajaib bisa berwarna putih terang di tengah kegelapan malam—dari depan pintu gudang. Tapi darimana Kazuki tahu kalau ia mengambil secari kertas?

"Maksudmu, kertas ini?" tanya Lo Dmun sembari menunjukkan secarik kertas pada Kazuki.


[ No Escape ]


Kazuki membaca tulisan itu dan terbeliak. "Ada lagi, kertas yang lainnya?!"

Lo Dmun menggeleng. "Baru ini."

"Sudah berapa lama kau menemukan kertas ini?"

"Entah. Sejak pertama datang kesini."

Kazuki terkesiap. Tanpa peringatan ia menggamit tangan Lo Dmun dan pergi meninggalkan gudang. Lo Dmun masih belum mengerti kenapa Kazuki begitu panik ketika mengetahui dirinya mencabut secarik kertas di gudang tersebut. Namun perlahan rasa penasarannya terjawab saat mereka bertemu dengan sosok tinggi besar yang memiliki tangan panjang mengenakan setelan formal dan tidak memiliki wajah.

Baru saja ia dan Kazuki berbalik arah, tiba-tiba sebuah tentakel menarik kaki Lo Dmun yang mengangkatnya ke udara.

"Arrgh.."

Satu bantingan. Lo Dmun menghantam tanah dan makhluk itu menghilang. Kazuki tidak melakukan apapun selama Lo Dmun ditangkap makhluk tinggi besar tersebut. Ia hanya memperhatikan health bar milik Lo Dmun yang hanya berkurang tiga persen saat ia membentur tanah.

"Kita harus lari dan sembunyi sekarang," sahut Kazuki.

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" tanya Lo Dmun. Melihat sikapnya barusan, jelas Kazuki menyembunyikan sesuatu.

"Apa? Aku hanya ingin menawarkan gencatan senjata. Kita tidak akan bisa menang melawan makhluk itu kalau berhadapan langsung."

"…"
"Kita harus mengumpulkan delapan kertas yang disebar di sepuluh lokasi berbeda. Dan kembali ke pintu keluar. Seharusnya kita mengambil kertas sesuai rute, tapi karena sudah terlanjur salah, kita tidak ada pilihan lain selain memungut sisanya. Usahakan jangan tertangkap."

"Kenapa kau memberitahuku hal ini?"

"Kau bodoh atau apa? Aku tentu tidak akan puas kalau tidak membunuhmu, bukan? Tapi sampai kita bisa mengalahkan makhluk itu, aku tidak masalah bekerjasama denganmu." Kazuki mengeluarkan Kodachi-nya dan menebas beberapa rumput saat berjalan.

Lo Dmun tidak punya pilihan. Ia berjalan pelan di belakang Kazuki. Tidak ada cara lain untuk keluar dari tempat ini, dan sepertinya Kazuki tahu sesuatu tentang hutan gelap tempat mereka berada sekarang. Lo Dmun percaya Kazuki akan melakukan gencatan senjata.

Setidaknya untuk sekarang.


***


"Ini." Kazuki menyerahkan secarik kertas yang ditemukannya di pohon mati pada Lo Dmun. "Enam kertas lagi. Kita harus cepat."

"Kau sepertinya familiar dengan hutan ini ya, dan monster tadi?" tanya Lo Dmun. Sepertinya kecurigaan terhadap Kazuki masih besar.

"Kau tidak pernah bermain permainan ini?"

"Permainan?" Lo Dmun tidak mengerti. Mereka sedang berada di dalam permainan?

"Permainan ini dikenal dengan nama Slenderman. Ya, makhluk tanpa wajah tadi dikenal seperti itu. Dia menyebar delapan kertas tentang dirinya di sepuluh lokasi berbeda, kita sebagai penyusup harus mengumpulkan delapan kertas itu dan kembali ke titik awal. Permainan ini mudah selama kita mengikuti rute dan berhasil menemukan kertas sebelum Slenderman mengejar kita. Pengejaran dimulai sejak kertas pertama kita ambil, dan jika dalam kurun waktu empat menit kita tidak menemukan kertas kedua, itu adalah akhir dari kita." Kazuki menelan ludahnya. Kering. "Ah, sial. Gelap sekali lewat hutan begini."

"Apa ada tempat untukku menjebak Slenderman itu?"

Menjebak? Kazuki menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Lo Dmun sesaat.

"Kau bisa menjebaknya?"

"Seandainya ada bidang mati yang cukup lebar untukku menjebaknya, mungkin kita bisa menang."

Kazuki berpikir sejenak. Ia bisa menggunakan kesempatan ini untuk menipu Lo Dmun. Toh ia tidak bilang kalau Slenderman bisa menghilang, jadi jebakan seperti apapun tidak akan berpengaruh pada makhluk itu.

"Kazuki…?"

"Ah. Sebentar, aku ingat ada tempat seperti itu disini. Memangnya kau tidak bisa melakukannya di hutan?"

"Kalau memang ada tempat seperti itu, tolong beritahu!" Suara Lo Dmun agak keras—sedikit—mengingat dia termasuk anak yang lebih banyak diam.

"Ah, baiklah. Biar aku ingat-ingat dulu." Kazuki pura-pura berpikir. Dalam hati ia mendecak kesal karena tidak berhasil menguak kekuatan Lo Dmun sekarang. "Rasanya ada kamar mandi tersembunyi di daerah ini. Gedungnya tidak terlalu kecil dan berada tepat di tengah hutan. Mau kesana?"

"Masih jauh?"

"Tidak. Jika lurus melewati sela-sela pohon ini, kita bisa sampai disana. Mungkin ada baiknya kita tak membuang waktu dan mulai bergerak." Kazuki melangkahkan kaki terlebih dahulu, meninggalkan Lo Dmun yang bergerak kemudian.

Pohon-pohon di sekitar Kazuki dan Lo Dmun bergerak-gerak karena angin. Sesekali berbisik, menemani degup jantung kedua pemuda yang masih meraba dalam gelap. Sesekali Kazuki menarik napas, namun tidak ada suara lain yang mereka dengar. Bahkan langkah mereka kini teredam oleh bunyi degup jantung mereka sendiri.

Suasana  seperti ini memang terasa canggung, tapi tenggorokan Kazuki mulai terasa kering jika ia harus berbicara. Ia hanya mampu menduga bahwa tempat ini—dan kamar sebelumnya—adalah bagian dari gangguan yang disebarkan peretas saat teleportasi ke Alforea.

Apakah hanya dengan mengalahkan Lo Dmun, dirinya bisa keluar dari tempat ini?

Jika dugaannya benar, mungkin ia harus siap dengan apapun yang akan terjadi. Kazuki menghentikan langkahnya tatkala gedung putih yang tidak terawat itu muncul di hadapan mereka.

"Kita sudah sampai. Kau masuk saja duluan," sahut Kazuki sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sayup-sayup suara desiran rumput kembali terdengar di telinganya.

Lo Dmun memandang Kazuki cukup lama.

"Ada apa? Huh? Terserah kau sih mau masuk atau tidak. Aku sudah bisa mendengarnya mendekat. Kau ingin menjebaknya kan?" tanya Kazuki sembari menoleh ke arah hutan yang berada di belakangnya.

"Kau bisa mendengarnya?" Lo Dmun mengernyitkan alis dan memandang headphone milik pemuda berkacamata itu.

Bagaimana mungkin orang yang menutup telinganya bisa mendengar suara yang aku sendiri tidak bisa mendengarnya?

Kazuki menggeleng, menepis pertanyaan Lo Dmun dengan melangkah masuk ke dalam gedung. Lo Dmun mempercepat langkahnya, mengikuti Kazuki dan mungkin saja lawannya kali ini benar-benar ingin mengalahkan monster yang diam-diam mengintip dari balik pepohonan.


***


Kazuki dan Lo Dmun tiba pada ruangan kosong yang cukup besar. Kazuki menepuk bahu Lo Dmun dan menunjuk pada dinding di seberang ruangan. Secarik kertas putih—yang agak bersinar dalam gelap—menggoda untuk ditarik. Di atas kertas itu terdapat gambar sang monster dan lima buah tulisan [ No ] di sekelilingnya.

Lo Dmun memandang Kazuki dan mengangguk. Pemuda berkacamata itu menyarankan agar mereka segera berlari karena ia mendengar desau angin yang semakin nyaring dan semakin mendekat.

Sosok itu muncul tepat saat mereka akan mengambil secarik kertas yang menempel di dinding. Lo Dmun menoleh dan mengaktifkan apertis pada permukaan bidang di hadapan mereka. Sebuah lubang berdiameter hampir selebar ruangan muncul.

Oh, jadi ini. Wah wah, bisa bahaya ini.. Kazuki melengos pelan dan mengeluarkan Kodachi dari pinggangnya.

Untuk menusuk Lo Dmun.

"ARGH!" Lo Dmun mengerang sesaat—saat sebuah benda asing terasa menusuk punggungnya—kemudian menoleh ke Kazuki yang menyeringai di belakangnya. "Ke-kenapa?"

"Kau terlalu mudah dikelabui, Lo Dmun." Kazuki mencoba menusukkan mata pedangnya lebih dalam, namun pemuda berambut putih tersebut berhasil menghindar.

Kazuki menoleh ke arah monster—yang tadinya berada di depan mereka—yang kini muncul di belakang Lo Dmun. Ia menarik kembali pedang dan mencabut kertas yang di dinding, sementara pemuda berambut putih sedang dibanting-banting oleh sosok yang mereka hindari.

Kazuki melirik ke arah lubang buatan Lo Dmun dan sosok Lo Dmun bergantian. Ia terjebak bersama Lo Dmun disini sekarang. Hanya tinggal menunggu waktu sampai sosok monster itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya pada Lo Dmun.

…Kalau saja dirinya—dan Lo Dmun—tidak menghilang lagi.


[Target name : Kazuki Tsukishiro] (HP 87%)

[Target name : Lo Dmun Faylim] (HP 80%)

[Time Limit : 43 minutes] (Target Transported)


- End of Part 2 -





-03-
The Sky Arc

 


Kazuki membuka mata dan mendapati dirinya sedang melayang—tidak, lebih tepatnya terjun bebas—di hamparan langit tidak berbatas.

Celaka, kalau begini aku akan hancur di bawah sana. Sial! Sial!

Kazuki mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, berharap menemukan ranting pohon—atau apapun yang bisa memperlambat jatuhnya ke bumi. Tapi sayang, di sekelilingnya hanya ada langit biru, burung-burung elang raksasa, dan Lo Dmun yang memegangi bagian belakang tubuhnya.

Pergerakan Kazuki mulai lambat, hingga ia bisa melakukan manuver dengan bebas.

Apa gravitasi terhenti?

Tidak. Dirinya masih tetap jatuh, namun tidak secepat saat pertama sampai. Jika terus begini, ia bisa berada berjam-jam di udara sebelum jatuh.

Lantas, ngapain di udara?

Kazuki sadar dirinya tidak akan terlalu berguna bertarung di tempat tanpa pijakan, apalagi elang-elang raksasa di sekelilingnya susah untuk diajak kerja sama. Dan Kazuki yakin, Lo Dmun tak akan mudah ia kelabui seperti di hutan sebelumnya. Pemuda berkacamata itu terkesiap. Lo Dmun yang sempat ia lihat jatuh sembari memegangi punggungnya kini sudah tidak ada di hadapannya.

Kemana di—

Pertanyaan Kazuki terhenti saat sebuah goresan benda tajam ia rasakan di wajahnya. Lo Dmun—entah sejak kapan—berada di hadapan Kazuki dan menggoreskan mata pisau ke wajahnya.

"Arh!" Kazuki mundur sesaat. Apakah Lo Dmun tahu bahwa dirinya tidak bisa bisa melakukan serangan jarak dekat?  "Kurang ajar!!!"

Lo Dmun ikut memundurkan badan sembari menahan sakit yang ia rasakan di punggungnya. Belum ada yang bisa membantunya di tempat seperti ini, dan membuat lubang untuk menjebak Kazuki bukanlah pilihan. Jika diingat, ia hanya memiliki tali, peledak dan pisau. Menggunakan peledak, mungkin saja efektif, tapi bagaimana jika mengenai salah satu dari tiga elang raksasa yang mengitari mereka? Membuang nyawa seenaknya bukanlah prinsip Lo Dmun.

Kazuki tidak tinggal diam. Ia bergerak maju mendekati Lo Dmun dengan relax reflect  yang dilakukannya dengan menjadikan ujung sayap elang sebagai pijakan. Lo Dmun menggerakkan talinya, menghalau pedang Kazuki agar tidak menebasnya lagi. Satu gerakan berputar, Lo Dmun berhasil mengayunkan tendangan di pipi Kazuki sebelum kembali menarik diri dan beristirahat sejenak karena luka yang semakin nyeri.

Kazuki yang tersungkur mencoba bangkit. Tendangan fisik dari Lo Dmun lebih banyak mengurangi warna health bar miliknya daripada saat makhluk yang berada di dunia ini yang menghajarnya. Mengerjap-kerjapkan mata, Kazuki mulai menyerang Lo Dmun tanpa arah yang jelas. Ini, memang mengurangi energinya, namun bisa membuat Lo Dmun bingung mengeluarkan senjatanya.

—Setidaknya itu yang Kazuki pikirkan sebelum pisau Lo Dmun—lagi-lagi—menggores tubuhnya.

"Bangsat!!!"

Belum habis keterkejutan Kazuki atas serangan yang dilayangkan Lo Dmun padanya, kali ini ia harus menelan satu serangan lagi. Sebuah ledakan berhasil mengurangi warna di health bar-nya.


***

Lo Dmun menarik napas dengan susah payah. Ia sadar health bar-nya berkurang perlahan, seiring dengan luka yang masih yang belum sempat ia apa-apakan. Darahnya masih mengalir meski ia sudah membebat seadanya menggunakan tali yang ia miliki.

Masalah lain datang. Suara ledakan yang tadi terdengar tidak hanya mengganggu Kazuki, tapi juga elang-elang yang sedari tadi mengitari mereka berdua. Seperti sebuah pemicu, elang-elang raksasa itu mulai mematuk-matuki Kazuki dan Lo Dmun. Mungkin di mata mereka, kedua makhluk mungil yang sedari tadi bergerak-gerak di udara tidak ubahnya bahan makanan yang biasa mereka kudap sehari-hari.

Di lain pihak, Kazuki mulai tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya saat ini. Usai 'membuang-buang' energi untuk taktik yang tidak berhasil, kali ini ia harus menahan pusing akibat lengkingan suara elang yang cukup membuat gendang telinganya sakit, ditambah dengan kepayahannya memegang Kodachi untuk menebas Lo Dmun yang ternyata pintar bermain tali.

"Hei, bocah, aku ingin menawarkan sesuatu lagi." Kazuki berteriak.

"Apa?!"

"Bagaimana kalau kita gencatan senjata lagi?"

"Kau pikir aku akan menyetujuinya sehingga kau bisa melukaiku lagi?" tanya Lo Dmun skeptis.

"Ck." Kazuki mendengus. "Terserahlah, toh aku juga tidak tahu dunia ini. Tapi ya sudah, aku tidak memintamu percaya."

Mengabaikan tiga makhluk di belakangnya, Kazuki mulai melesat dan menghunuskan pedang ke arah Lo Dmun, disambut oleh tangkisan pisau si bocah berambut putih. Kazuki tidak mau kalah, ia mendorong maju tangannya hingga Lo Dmun perlahan melangkahkan kaki ke belakang. Kazuki melompat mundur, menjadikan elang sebagai pijakan untuk melompat ke belakang Lo Dmun dan menendang bagian lukanya.

"Grah!" Lo Dmun mengerang tertahan.

Kazuki mengangkat Nodachi-nya, bersiap menghabisi Lo Dmun yang masih berkonsentrasi pada lukanya. Sayang, seekor elang menabrak Kazuki  hingga hilang keseimbangan.

"Wuogh! Hey!!"

Ini tidak bisa dibiarkan berlanjut seperti ini. Mengayunkan Nodachi pada ruang tak memiliki dasar bisa membuatnya jatuh, tapi Kazuki tidak ada pilihan. Elang-elang raksasa ini harus disingkirkan. Satu tebasan berhasil melukai salah satu mata seekor elang yang berada di dekat Kazuki.

Suara lengkingan terdengar lagi, disertai dengan hilangnya keseimbangan tubuh Kazuki. Tanpa membiarkan mangsanya jatuh, burung-burung elang tersebut terbang sembari menubrukkan diri ke tubuh pemuda berkacamata, membuatnya pusing. Tentu saja kesempatan ini digunakan oleh sang pemuda untuk melesatkan tubuhnya kembali menyerang bocah berambut putih—yang  seolah menunggunya—di atas sana.

Kazuki mengayunkan Nodachi-nya dengan susah payah dan Lo Dmun berhasil menangkap serangan Kazuki dengan tali yang ia miliki. Kazuki menarik kembali pedangnya dan Lo Dmun kembali menghajar Kazuki yang tidak konsentrasi pada dirinya.

"Ohok!" sebuah cairan keluar dari mulut Kazuki saat pukulan Lo Dmun mendarat di perutnya.

Tidak. Aku tidak boleh mati disini.

Kazuki kembali menyarungkan Nodachi dan coba menstabilkan dirinya sendiri. Sedikit gemetaran ia mengambil Kodachi yang disampir di pinggangnya. Rupanya luka yang ia terima di lengannya mulai bereaksi.

"Sial."

Kazuki menggenggam erat Kodachi-nya saat badannya terpaksa mengikuti gravitasi yang menariknya ke tanah—

—atau justru pergi ke dimensi lain.



[Target name : Kazuki Tsukishiro] (HP 73%)

[Target name : Lo Dmun Faylim] (HP 69%)

[Time Limit : 18 minutes] (Target Transported)

- End of Part 3 -





-04-
The Goliath Kingdom




Lo Dmun mengerang sembari membuka mata. Dirinya ingat saat di udara beberapa saat yang lalu, ia melihat Kazuki menghilang begitu saja setelah jatuh. Dan tidak lama kemudian, dirinya yang dibawa oleh tarikan waktu ke tempat yang ia kenali sebagai rumah sakit.

Lo Dmun beringsut dan mulai beranjak dari tidurnya. Punggungnya—yang sudah luka—semakin sakit setelah sukses menghantam tempat tidur yang keras. Dilihat-lihat lagi, jarak antara tempatnya berada dan lantai lumayan jauh, tapi ia harus bergerak ke arah laci obat di seberang sana. Meski rumah sakit ini tidak terawat—karena sepertinya lama ditinggalkan—namun Lo Dmun berharap ada sesuatu untuk mengurangi laju penurunan health bar-nya karena luka.

Lo Dmun merangkak pelan dari seprai yang terjuntai ke lantai dan melangkah maju membuka laci obat yang terbuat dari kaca. Ada beberapa gulung perban dan kasa ukuran besar, serta alkohol yang sama besarnya. Perlu kekuatan ekstra untuk Lo Dmun agar bisa membuka tutup alkohol dan menuangkan isinya ke punggung.

Sesekali ia mengerang menahan perih, dan ia memutuskan untuk beristirahat sebentar lagi sebelum mengeksplorasi tempat yang baru saja ia kunjungi.

***


Kazuki mengembuskan napas dengan memburu usai membuka pintu lemari es raksasa yang entah sejak kapan tidak terurus. Makanan di dalamnya pun sudah tidak mengeluarkan aroma yang menggugah selera. Beberapa di antaranya sudah habis terurai oleh bakteri dan jamur, dan sebagian yang lain masih dalam proses penguraian.

Kazuki lapar. Namun nafsu makannya mulai berkurang sejak melihat isi lemari es yang sudah tidak bisa dimakan. Kazuki turun dari dalam lemari es dan melihat ke sekeliling. Perutnya berbunyi saat membayangkan bagaimana wangi dapur yang ia pijak saat ini saat masih belum ditinggalkan pemiliknya. Wangi adonan-adonan roti dan kue yang dipanggang cukup menggelitik lambung dan membuatnya berbunyi.

Tapi, apa yang membuat toko roti menjadi seperti ini? Apakah lokasi kali ini adalah kota mati?

Pandangan Kazuki terpaku pada darah kering yang tersebar di lantai dan dinding ruangan—hampir memenuhi seluruh interior. Sudah tidak berbau, berarti sudah lama kering. Lalu apa yang sebenarnya terjadi disini? Pembunuhan massal kah? Pelan-pelan Kazuki melangkah, untuk mencari apakah ada obat untuk meredakan perih yang menjalar di tangan kiri serta wajahnya.

***

Sebuah guncangan Kazuki rasakan di lantai tempatnya melangkah, disusul oleh langit yang berubah gelap barang sesaat. Gerhana? Gempa? Atau ada jawaban lain atas suara geraman yang baru saja ia dengar?

Dengan takut, Kazuki mengintip keadaan dari balik jendela yang rusak. Tidak ada apapun di jalanan selain sosok manusia setinggi puluhan meter—dari ukuran manusia normal—yang mengerang pelan, mengendus dan mengintip rumah-rumah yang berada di sana. Ia bahkan harus bersembunyi di sudut mati saat raksasa itu mengintip jendela tempatnya berdiri.

Seperti tak menemukan apa yang dicarinya, sang raksasa berlalu dengan gusar. Kazuki menghela napas lega—hampir saja ia terbuai olehnya—jika saja ia tidak melihat health bar pada jendela rumah sakit yang berseberangan dengan tempatnya berada sekarang. Tanpa berpikir panjang, Kazuki segera menuruni talang air dan berlari ke seberang jalan. Ia tidak ingin membuang waktu lagi, yang di pikirannya hanya satu, mengalahkan Lo Dmun dan pulang kembali ke Alforea.

Sesekali Kazuki berhenti saat menyeberangi jalan dengan susah payah. Di kejauhan, erangan sang raksasa mulai terdengar. Ia harus cepat, sebelum raksasa itu kembali dan mungkin saja memakannya.

Melalui lubang besar di dinding, Kazuki menyelinap masuk ke dalam rumah sakit. Sama seperti toko roti tempatnya tiba, ruang tunggu yang seharusnya berwarna putih justru penuh dengan darah kering. Kazuki mulai menduga bahwa seluruh warga kota terlibat peristiwa 'dimakan' oleh sosok raksasa yang tadi lewat.

Kesampingkan sang raksasa yang kini bergerak pelan di luar gedung dan membuat keadaan jadi gelap gulita, Kazuki masih mengedarkan pandangan untuk melacak keberadaan Lo Dmun. Ia yakin, health bar yang dilihatnya tadi milik bocah itu. Seandainya dengan mudah ia bisa menemukan—

Kazuki menahan napas saat tubuh mungilnya masuk ke dalam lubang yang entah bagaimana bisa berada di dalam sana. Buru-buru ia mengeluarkan Kodachi dan menancapkannya di dinding lubang sebelum jatuh ke dasar yang tidak terlihat. Perlahan Kazuki merangkak ke permukaan—yang untungnya tidak terlalu jauh.

Kazuki mengenali lubang tempatnya jatuh tadi. Ia pernah melihatnya di hutan, saat Lo Dmun berusaha menjebak Slenderman. Apakah ini berarti Lo Dmun telah mengetahui keberadaannya dan membuat jebakan? Ataukah dirinya yang salah perkiraan?

Kazuki menghentikan langkahnya dan berpikir sejenak. Jika memang benar Lo Dmun telah mempersiapkan semua jebakan yang ia miliki, maka dirinya tertinggal satu langkah. Bicara ketidakberuntungan, dari awal ia bertemu dengan Lo Dmun, ia sudah tidak menyukai Lo Dmun yang memiliki nasib yang berbanding terbalik dengan dirinya. Disayang keluarga, dicintai orang tua, berbeda dengan dirinya yang terus diberikan cobaan bernama 'ibu'.

Dan semakin jelas Kazuki ingin segera melenyapkan Lo Dmun. Melihat kebahagiaan Lo Dmun meski hanya sekilas cukup membuatnya iri. Toh emosinya belum reda akibat kehilangan ponsel.

Sembari melirik ke arah lantai, Kazuki menyusuri lorong menuju ruang perawatan.


***


Lo Dmun paham jika merenggut nyawa seseorang itu salah, tapi tidak melindungi diri atas serangan adalah hal bodoh yang bisa dilakukan seseorang. Berulang kali Lo Dmun mengintip ke balik tembok yang ia sandari. Di seberang sana, Kazuki sedang mondar-mandir menatap lantai, seolah memastikan bahwa tidak ada jebakan apapun di lantai yang ia pijak. Sejujurnya, Lo Dmun sudah memperhatikan Kazuki sejak dirinya bisa berjalan dengan normal tanpa nyeri berarti di punggungnya. Dari jendela ruangannya—bahkan sebelum raksasa itu lewat—ia bisa melihat health bar Kazuki di gedung seberang. Oleh karena itu, ia sudah mempersiapkan beberapa jebakan di dalam gedung.

"Solvo," sahut Lo Dmun pada lubang yang berada di antara ruangan Kazuki dan tempatnya berdiri sebelum akhirnya menggelindingkan sebuah granat yang telah ditarik pelatuknya ke tengah ruangan yang sudah kembali normal.

Dalam hitungan detik, suara ledakan terdengar, mengundang makhluk yang sedang berpatroli di luar untuk menghancurkan gedung tempat mereka berada sekarang. Makhluk pemakan manusia setinggi puluhan meter—yang memiliki sensor pendeteksi manusia—tersebut menggeram, merasa tertipu oleh mangsanya sendiri.

Lo Dmun segera berbalik arah ketika Kazuki menyadari keberadaan dirinya. Tanpa berpikir panjang, Kazuki berlari ke ruangan tempat Lo Dmun berada, namun sebuah gemuruh disertai hancurnya bagian atap bangunan membuat Kazuki mengurungkan niatnya.

"Tsk."


*


Lo Dmun memandang atap bangunan yang kini sudah lenyap dan berganti dengan jari-jari raksasa yang masih asik menghancurkan dinding seperti sedang merobek kertas. Kalau dirinya terus berada disini, bisa-bisa ia yang jadi mangsa makhluk besar itu. Beberapa jebakan yang ia siapkan juga hancur. Kalau sudah begini, mau tidak mau ia harus menyiapkan jebakan lain. Tapi yang terpenting adalah bagaimana cara ia membuat Kazuki K.O tanpa disadari oleh sosok besar yang menutupi penerangan ke dalam gedung.


***


Kazuki menyelinap pelan melalui pipa-pipa udara yang menghubungkan satu ruangan dengan yang lainnya. Sedikit menggerutu saat dirinya mengakui bahwa ia tidak lebih dari seekor tikus yang menjajah sebuah gedung besar. Hanya saja, jika incaran seekor tikus adalah makanan, maka dirinya mengincar Lo Dmun.

Ah, dari balik jeruji saluran udara, Kazuki dapat melihat sasarannya sedang bergerak pelan menuruni tangga. Ini satu-satunya kesempatan selagi sasarannya lengah—entah apa yang dilakukan oleh pemuda berambut putih tersebut.

Kazuki melintasi selusur tangga bagaikan binatang pengerat ketika Lo Dmun telah menuruni anak tangga terakhir. Waspada jika lawan melemparkan pisau ataupun bahan peledak. Ia tidak ingin tertipu lagi.

Tik. Tik. Tik.

Kazuki masih fokus terhadap lantai—kalau-kalau ada lubang—dan langit-langit yang semakin lama semakin habis. Raksasa itu seperti mengendus sesuatu ke udara, kemudian meraung dan kembali mencabuti dinding gedung. Berkali-kali Kazuki menghindari serpihan-serpihan dinding yang lumayan besar untuk ukurannya saat ini.

Tik. Tik. Tik.

Lubang dimana-mana—dengan berbagai ukuran—di dinding, lantai, lemari, dan tempat-tempat lain. Ada beberapa lubang yang dibuat oleh hewan pengerat, dan ada pula yang diyakini Kazuki sebagai ulah Lo Dmun, kalau dilihat dari bentuk lubangnya.

Tik. Tik. Tik. Tik. Tik.

Suara detik jarum jam yang sedari tadi coba diabaikan Kazuki mulai terdengar cepat dan semakin keras. Aneh bukan, kalau di tempat seperti ini masih ada jam yang berbunyi? Kazuki masih mencoba mengikuti langkah Lo Dmun yang sekilas berada di balik sebuah tembok di ruang sebelah.

Tiktiktiktiktiktiktiktiktiktiktik.

Sebuah benda yang berada di kakinya mengeluarkan suara detik jam yang ia dengar tanpa jeda, dan saat ia memungutnya, angka telah menunjukkan detik ke tiga. Tanpa berpikir panjang, Kazuki melemparkan benda tersebut meski jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri.

..dan meledak. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya masih tidak menyadari keberadaan benda itu. Mungkin isi papan di atas kepalanya bisa lebih berkurang lebih banyak daripada saat ini.

"Lo Dmun!!" Kazuki berlari menuju sosok yang ia yakini sebagai bocah berambut putih—yang sedang bersembunyi di ruang sebelah—namun sebuah kekuatan menariknya pergi dari tempat itu.

[Target name : Kazuki Tsukishiro] (HP 62%)

[Target name : Lo Dmun Faylim] (HP 65%)

[Time Limit : 35 minutes] (Target Transported)

- End of Part 4 -





-05-
Paradise Falls

 


Deru suara air mengusik pendengaran Kazuki. Sesekali ia memandang ke sekeliling, mencoba mengenali dunia yang kini ia masuki. Hal yang disadarinya adalah bahwa sekarang mereka kembali dibawa ke alam bebas, tidak ada dinding, tidak ada monster, dan hanya ada air terjun dan tebing batu—er, kecuali seekor burung unta raksasa dengan bulu warna-warni, yang sedang memakan buah dari pohon coklat.

Apakah makhluk ini berbahaya?

Tidak, sebelum itu, kemana Lo Dmun? Bukankah seharusnya mereka berdua tiba di tempat yang sama? Kazuki memeriksa sekelilingnya sekali lagi untuk memastikan tidak ada jebakan Lo Dmun yang lain.

Sepertinya aman.

Kazuki menapaki kerikil-kerikil di perairan dangkal untuk menyeberangi sungai tempatnya berada sekarang. Burung warna-warni—yang ia sebut sebagai burung pelangi—tidak beranjak dari kegiatannya makan buah coklat. Kalau diingat-ingat, ia sering berlatih bersama kakeknya di bawah guyuran air terjun seperti ini saat di Jepun. Kata sang kakek, ini bagus untuk meningkatkan aliran Chi-nya. Tapi kalau sekarang ia melakukan hal serupa, hanya kematian yang mungkin menjemputnya.

Suara semak-semak yang sedikit bergerak berada di depan Kazuki mencuri perhatiannya. Kali ini apa? Lo Dmun kah? Atau—

—oh, hanya seekor anak burung pelangi. Berarti benar tempat ini benar-benar am—

Satu ledakan ia rasakan terjadi tepat di belakangnya, membuat dirinya harus terpental hingga mengenai batu yang berada agak jauh di depannya.

Apa? Sejak Kapan?

"Menyerahlah," sahut Lo Dmun yang tiba-tiba muncul di hadapannya yang masih tersungkur.

Kazuki masih mengerjap-kerjapkan matanya, mencoba mengumpulkan cahaya yang sempat terlindungi oleh kepulan asap. Dan saat cahaya sudah kembali ke pandangannya, sebilah mata pisau tepat berada di depan wajahnya.

"…"

Apa katanya tadi, menyerah?

Kazuki menggerakkan kakinya untuk menjegal kaki Lo Dmun dan  membuat bocah berambut putih itu kehilangan keseimbangannya. Kazuki mengeluarkan Kodachi dan menghunuskannya pada Lo Dmun, namun ia masih bisa mengehindar dan justru menunjuk pada tanah di bawah Kazuki berdiri.

Sebuah lubang tercipta tepat di bawah Kazuki—tanpa mengizinkan Kazuki untuk menghindar.

"Sol—"

DUAK

Satu tendangan yang dilayangkan Kazuki mendarat di dagu Lo Dmun dan membuat bocah itu harus tersungkur dengan pungung menatap tanah. Lagi-lagi ia harus menancapkan Kodachi-nya di dinding lubang dan melakukan relax reflect ke arah Lo Dmun. Kazuki membanting sarung Nodachi di tanah dan menancapkan isinya sebagai tumpuan untuk ia melakukan tendangan saat Lo Dmun berdiri.

"Ugh…" Lo Dmun memegangi dagunya sembari berdiri. Namun baru saja ia melangkah maju, tendangan beruntun pada wajahnya ia dapati lagi dari Kazuki yang bertumpu pada Nodachi.

Ini kesempatan Kazuki untuk mengambil Kodachi yang masih menempel di dinding lubang—sebelum Lo Dmun bangkit dan melakukan trik aneh lagi.

DUAR

Sebuah granat nanas meledak agak jauh di sampingnya tepat saat Kazuki berhasil mencabut Kodachi dari dalam lubang. Ia terlempar, dan mengalami luka ringan, tapi cukup berpengaruh pada health bar di atas kepalanya.

"Bajingan. Siapa suruh kamu lempar granat?" erang Kazuki pada Lo Dmun yang masih bernapas dengan susah payah.

Kazuki berlari ke arah Lo Dmun yang 'menari' sembari menghunuskan Kodachi-nya. Satu sabetan berhasil ia tinggalkan pada perut kanan Lo Dmun sebelum bocah itu menangkisnya dengan pisau lipat.

Kazuki mundur sesaat sebelum melakukan piercing thrust sekali lagi. Namun Lo Dmun lebih cepat menggunakan peledak pada tanah di hadapannya. Kazuki melemparkan Kodachi dan dengan mudah Lo Dmun menghindarinya. Semuanya berjalan dengan rencana Kazuki yang membuat Lo Dmun lengah hingga ia dapat menendang Lo Dmun dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Lo Dmun mengerang saat Kazuki menendangnya tepat di bagian luka pada perut kanan.

"Diamlah. Aku tidak mau melihatmu bangkit lagi." Kazuki melompat dan menginjak luka baru di perut Lo Dmun.

Lo Dmun masih mengerang sembari mengerjap-kerjapkan matanya menahan sakit. Kazuki membungkuk dan memegang dahi pemuda itu. Sebuah kenangan, masa lalu Lo Dmun, dilihat Kazuki dengan tenang—dan penuh kecemburuan. Perlahan ia mengangkat kepala Lo Dmun dengan kedua tangannya dan menghantamkan tempurung ke bebatuan yang menjadi tempatnya berbaring.

Beberapa detik, Lo Dmun masih telihat bernapas meski health bar-nya sudah tidak berisi apa-apa. Namun sekarang tubuh itu sudah tidak bisa merasakan apa-apa.

Hening.

Hanya suara air terjun dan burung-burung yang terdengar memenuhi ruang terbuka tempatnya berada sekarang.

"Hoi? Halo? Harusnya aku sudah keluar dari sini kan?" Kazuki bertanya pada langit yang mulai mendung. Health bar di kepalanya menunjukkan angka tiga puluh lima dan masih belum menghilang juga. Aneh, bukan?

"Kaaaoook!!" Burung pelangi yang berada di seberang Kazuki mengepakkan sayap mungilnya, kemudian menolehkan kepalanya dengan kesal ke arah Kazuki.

"Apa?" tanyanya kaget saat burung pelangi tersebut malah berlari ke arahnya. Jarak langkahnya yang lebar hanya mempersingkat waktu pertemuan mereka berdua.


***


Kazuki tidak mengerti kenapa burung yang tadi tidak berbahaya karena masih asik makan buah cokelat kini berbalik menyerangnya. Ia bahkan tidak mengusik burung setinggi lima meter itu.

"Sial!" Kazuki mencabut Nodachi dari tanah dan melompat untuk menusuk perut burung tersebut.

Sang burung menggelinjang sesaat namun masih mematuk-matuk Kazuki yang bergelantungan di bawah perutnya. Kazuki mengintip health bar, dan sadar bahwa serangan makhluk ini sama dengan serangan Lo Dmun. Ia harus menghancurkan makhluk ini.

Kazuki melepaskan Nodachi dan kembali menancapkannya di tanah kemudian berlari ke arah jasad Lo Dmun untuk merogoh kantung bocah itu. Kazuki yakin, Lo Dmun pasti punya peledak lagi seperti yang bocah itu gunakan untuk melawannya.

*

Susah payah Kazuki membawa beberapa peledak dalam gendongannya, ditambah lagi ia harus bisa mengakurasikan lompatannya untuk mencapai paruh burung tersebut.

Kazuki berlari dan menjadikan Nodachi sebagai tumpuan kakinya untuk dapat mencapai tubuh sang burung yang setengah merendah akibat rasa perih di perutnya. Layaknya mendaki tebing berbatu—meski kali ini bulu—Kazuki berhasil sampai di puncak kepala sang burung seperti kutu.

Pelan-pelan Kazuki turun ke paruh burung dan memasukkan beberapa granat aktif ke dalam lubang yang  berada di sana. Burung pelangi itupun sadar akan keberadaan Kazuki dan menggerakkan kepalanya untuk melempar tubuh pemuda berkacamata agar menghantam tanah.

"Uggh!!" Kazuki mengerang saat ia berusaha menahan beban jatuhnya dengan tangan namun tidak berhasil. Yang ada justru tangannya yang terkilir—atau patah. Yah, setidaknya sepadan dengan meledaknya kepala si burung pelangi.

"Hahahahaha…" Kazuki tertawa garing. Antara kesal karena sakit di tangannya semakin menjadi, atau karena lega karena semua sudah selesai.

Perlahan, alam terbuka tempat Kazuki berada berubah menjadi deretan angka matrix dan Kazuki tersedot ke dalam dimensi untuk berpindah tempat. Semoga saja, kali ini tujuannya adalah Alforea.



Kazuki Tsukishiro

HP : 12%



E R R O R



[Database : crushed memory]



< Auto-Teleportation >

< S T A R T >
 













< Story : E N D >

5 comments:

  1. Wait, apa bagian database ini berhasil terselamatkan?
    Yah, battlenya pakai banyak medan sih, ada yg netral, ada yg menguntungkan Lodun atau Kaz. Beginilah kalau 2 petarung yang skillsetnya fatal bila saling kena satu sama lain. Cukup masuk akal sih buat saya, cuma mungkin emang gak terlalu spektakuler/impresif aja.

    Nilai:: 8/10 for great backgrounds.
    OC: Vajra

    ReplyDelete
  2. Entah kenapa pas baca bagian awalnya, saya kira ini tulisan Arai #plak Pasti karena jejepangannya

    Sebenernya ide glitch world ini bagus, tapi kadang" pembagian di tiap dunia jadi agak kependekan. Baru ngapain sebentar, tau" udah dipindah lagi, gitu. Selain itu juga bikin kurang fokus. Saya malah geli sendiri di tempat kedua Kazuki yang siap bunuh orang kok masih takut Slenderman, dan gampang banget ngibulin Lodun.
    Btw saya kurang ngeh, di akhir habis Lodun kalah kenapa ga langsung selesai ya?

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
  3. Hanjrot, Kazu ketemu Mikuu~
    X'D

    Battlenya fast paced ya~

    Dan... Pergantian setting yang cepat, terus disambung dengan serangkaian aksi bikin saya lelah membayangkan tiap adegannya.

    Mungkin terbantu dari segi ilustrasi, tapi entah kenapa saya merasa ilustrasi sekilas gitu aja gak akan cukup buat menempelkan imej lokasi ke otak pembaca, terutama tipe lemot seperti saya..
    Q_Q

    Point : 7
    OC : Sanelia Nur Fiani

    ReplyDelete
  4. Ketemu Hatsune Miku, Ketemu Slenderman, Ketemu Titan....

    Di antara yang saya suka adalah di hutan Slenderman karena backstabnya itu nggak keduga sama sekali. Tapi Transisi antar setting terlalu cepat bagi saya, apalagi karena si Slenderman belum ditonjok sama sekali.

    Ya, saya nggak suka si Slenderman :v

    Mungkin di sini dunianya kebanyakan, akibatnya waktu di masing-masing dunia jadi sangat singkat. Selain komplain transisi, saya suka battle dalam entri ini, tapi pengurangan damage tidak sesuai dari awal sampai terakhir, setiap berpindah dunia HP berkurang 10-15% damage sampai-sampai pas di dunia terakhir HP masih di 60%.

    Nilai : 7
    OC : Renggo Sina

    ReplyDelete
  5. Eophi : Ng, Kazuki? Langsung nilai 8.

    *Eophi tidur*

    *Sebuah bantal in frame*

    Milk : Hai, namaku Milk, shushu. Ya ampun, ada Slenderman sama Titan, shushu! Tapi bagian paling favorit tetap di tempat boneka, terus di hutan, shushu. Soalnya di tempat boneka sama di hutan perasaan karakter paling kerasa, bingung, takut, shushu. Apalagi bayangin chibi jalan-jalan di tempat gelap, kerja sama, ketipu, terus ada laki-laki jangkung ga ada mukanya, shushu. Tapi di tempat boneka agak cepat ya pindahnya, shushu? Di hutan masih pas, shushu. Di tempat lain juga oke, tapi sama, dipindahnya terlalu tiba-tiba, apalagi pas di langit, tapi mungkin emang sengaja, shushu?

    "Bantal pergi*

    *Guling in frame*

    *Guling diseret keluar*

    *Selimut in frame*

    *Selimut keluar*

    *Kasur in frame*

    *Kasur pergi*

    *Naga merah in frame*

    *Naga merah keluar*

    *Eophi bangun*

    Eophi : K, Kazuki, nilainya tetap 8.

    ReplyDelete