9.8.15

[ROUND 2 - LEVEL 1] ALSHAIN KAIROS - TITIK EVOLUSI

Prolog – Jatuh


Seorang lelaki tua memasuki sebuah ruangan. Badannya tegap, kekar dan sigap. Rambut di kepala dan wajahnya sudah memutih, namun sorot matanya masih nampak berapi-api.

"Sudah berapa lama sejak dia sadarkan diri?" tanya lelaki itu kepada seorang pria berjas putih yang membukakan pintu untuknya.

"Setengah jam yang lalu, Pak Walikota," jawab pria berjas putih dengan ramah.

"Di mana dia sekarang?" sorot mata lelaki tua itu menelisik seluruh ruangan besar itu sambil terus berjalan.

"Di sini, Tuan Thane!" jawab seseorang di dekat jendela.

Pandangan Thane, Sang Lelaki Tua, langsung tertuju ke arah suara itu berasal. Rupanya salah satu petinggi muda dari keluarga besarnya sedang berkunjung ke kediamannya ini.

Thane berjalan mendekat dan menjabat tangan pria itu.

"Aku tak menyangka kau ada di sini," sapa Thane.

"Aku hanya ingin tahu kondisi lelaki yang jatuh dari langit itu, Tuan. Seluruh kota sedang sangat heboh dengan kejadian ini. Maksudku, dia terjatuh tepat di depan Tuan Thane saat seluruh stasiun tv sedang meliput Anda. Seandainya anda tak menyelamatkannya, dia pasti sudah mati. Boneka Keluarga Altair sekalipun tak mungkin bisa selamat setelah menghantam monumen dalam kecepatan seperti itu."

Mendengar kalimat itu, raut wajah Thane berubah. Ia menatap tajam ke arah pria di hadapannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Sadar akan hal itu, Sang Pria segera meralat kata-katanya dengan terburu-buru, "Bio-nanotech. Maksudku, para manusia bio-nano dari Keluarga Altair, Tuan Thane."

"Implan bio-nano atau bukan, tak ada yang membedakan mereka denganmu. Aku sudah menghubungi Hali dan Nora, anak itu jelas bukan anggota Keluarga Altair atau pernah menerima implan bio-nano dari Hali dan teman-temannya," Thane menatap sinis. "Aku baru tahu kalau petinggi muda keluargaku adalah seorang rasis."

Keringat mengucur deras di kening pria itu.

"Sekarang di mana anak itu berada?" bentak Thane.

"D-dia ada taman, Tuan," kata pria itu terbata-bata, sambil menunjuk keluar jendela.

Thane meninggalkannya begitu saja dan berjalan menuju taman kecil yang ada di tengah kediamannya.

Di tengah taman, seorang lelaki muda berambut putih berdiri memandangi langit.

Thane mendekati lelaki itu, "Bagaimana kondisimu?"

Lelaki itu terlihat kaget melihat kedatangan Thane, matanya melotot dan wajahnya nampak begitu kebingungan.

"Kenapa?" tanya lelaki itu dengan ekspresi sepeti seseorang yang sedang melihat hantu. "Aku tahu jalan untuk meninggalkan tempat ini terbuka sangat lebar. Aku hanya perlu melompat ke atap di detik ini. Tak akan ada yang menghalangi, tak akan ada orang yang datang dan mengejutkanku. Aku bisa pergi tanpa ada seorangpun yang tahu aku telah pergi. Tapi kau tiba-tiba datang!"

"Aku sama sekali tak paham dengan apa yang sedang kau bicarakan, Bocah," Thane nampak tak kalah kebingungan.

"Yang kumaksud adalah, kenapa?" Ia berjalan mendekati Pak Tua di hadapannya. "Kenapa aku tak bisa membaca jalur masa depan yang berhubungan denganmu? Siapa kau sebenarnya?"

Tak banyak yang bisa diketahui oleh lelaki itu saat ini. Namun tanpa sepengetahuannya, pertemuannya dengan orang seperti Thane, akan mengantarkan lelaki berambut putih itu menuju sebuah kejadian besar yang sanggup mengubah hukum dari alam semesta itu sendiri.


(***)


Bab 1Pertemuan Pertama

Pilar-pilar raksasa di dasar laut runtuh satu-persatu. Kepulan pasir dari siku-siku bangunan membaur dengan air dan menyebar ditelan ombak. Ikan-ikan terdiam melayang di tempatnya berenang. Ada getaran hebat di seluruh penjuru Alforea. Semua peserta turnamen merasakannya, termasuk Kai yang sedang berada di dasar laut.

Ia baru saja melewati sebuah pertandingan hidup mati, tapi Kai menjalaninya dengan hampir tanpa rintangan berarti.

Tapi getaran ini adalah hal baru. Ia bisa merasakannya walau tubuhnya tidak sedang menyentuh apapun selain air. Kakinya berada jauh di atas dasar laut dan kepalanya berada jauh di bawah permukaan laut.

Ia menatap kosong ke hamparan air tanpa ujung, seolah termenung mengingat sesuatu begitu getaran ini Ia rasakan.

Ada sesuatu yang sangat tidak beres, pikirnya.

Kemudian, tanpa ada peringan sama sekali, tubuhnya tertarik ke belakang dengan sangat cepat.

Telinganya dipenuhi oleh suara gesekan air dan dengungan hebat yang merambat dengan cepat ke sekeliling tubuhnya. Segala sesuatu yang ada di dalam pandangannya mengabur.

Semua berjalan dengan sangat cepat, namun Kai merasakannya seperti gerakan lambat dari sebuah film di dalam sebuah bioskop kosong.

(***)


Seorang wanita berkostum aneh berdiri di atas sebuah ring putih di tengah sebuah aula besar dengan langit-langit menjulang tinggi di atas kepalanya. Di tangannya adalah sebuah topeng putih dengan aksen hitam. Matanya berulang kali memandangi topeng itu dan tempat Ia berpijak, bergantian.

"Aku tak seharusnya berada di tempat ini," gumamnya lirih.

Ia amati topeng di genggamannya sekali lagi. Kali ini, ia menemukan sebuah retakan di bagian keningnya. Ia paham bahwa setiap kali terjadi perpindahan ronde, seharusnya seluruh kebugaran dan pakaian yang Ia kenakan akan kembali pulih seperti semula, separah apapun kerusakan yang dialaminya.

Ada yang aneh, pikirnya.

Tidak terlihat seorang maid pemandu yang setia memandunya dalam setiap ronde. Tidak terlihat pula ada instruksi atau semacamnya. Ia mulai membayangkan bahwa turnamen itu telah berakhir. Dan kini Ia dikembalikan lagi ke dunianya karena performanya tidak cukup bisa menghibur siapapun itu yang menyelenggarakan turnamen antar realita ini.

Kalau Ia kembali ke dunianya tanpa memenangkan sesuatu, artinya Ia telah gagal. Ia tidak menyukai hal itu, tapi apa yang bisa Ia perbuat?

Saat wanita itu semakin larut dalam lamunannya, terdengar sebuah ledakan secara tiba-tiba.

Ia menoleh ke belakang, tempat ledakan itu berasal. Dari sana terlihat sebuah lubang sebesar daun pintu terbuka di udara. Di balik lubang itu terdapat air dan ikan-ikan laut yang berenang. Semuanya mengambang 10 meter di udara, seperti sebuah display aquarium yang hanya terdiri dari satu sisi.

Wanita itu berjalan ke tepi ring untuk mengamati lubang itu dengan lebih seksama. Namun saat pandangannya mulai terpaku ke dalamnya, tiba-tiba seseorang berbaju serba hitam terlontar dengan cepat dari dalam air.

Tubuh orang berbaju serba hitam itu terpelanting ke tengah arena, menimbulkan sebuah dentuman dengan suara yang khas di telinga wanita itu.

Ia dekati tubuh yang terkapar di atas arena itu. Seorang pria berpakaian hitam terlihat gelagapan. Pria berambut putih itu bernafas terengah-engah dan terbatuk. Tubuhnya basah dan ikan-ikan kecil seukuran telapak tangan terlihat bergelimpangan di sekitarnya.

Saat pria itu memandang Sang Wanita, yang bisa wanita itu lakukan hanya tersenyum selebar-lebarnya.

"Turnamennya masih berjalan, ya," bisiknya dengan ekspresi riang yang menyeramkan.

(***)


"A-apa yang baru saja terjadi?"

Nafas Kai terasa sesak. Tubuhnya baru saja terlontar dari dalam lautan, menembus lorong tekukan jarak dan menabrak ring di aula megah yang asing.

Sebenarnya, Ia sudah sering menekuk jarak untuk berpindah tempat. Tapi biasanya, Ia melakukannya atas keinginan dan kesadarannya sendiri sehingga Ia bisa mempersiapkan dirinya dengan baik sebelum melompat dan berteportasi.

Tapi yang baru saja terjadi? Ia merasa seperti sebuah peluru meriam yang baru saja ditembakkan. Kepalanya terasa seperti meledak dan berceceran di lantai.

Kai segera mendongak ke atas untuk mengamati sekelilingnya, sambil masih berusaha mencari pijakan kesadaran atas realita yang baru saja berubah total dalam satu kedipan matanya.

Begitu melihat siapa yang ada di hadapannya, jantung Kai hampir saja ikut jatuh ke lantai.

Seorang wanita memandanginya dengan senyuman bengis yang menakutkan. Insting Kai langsung mengatakan bahwa wanita itu adalah seseorang yang sangat berbahaya. Seekor singa yang tersenyum melihat mangsa yang tiba-tiba muncul ke dalam wilayah kekuasaannya.

Tanpa pikir panjang, Kai melakukan satu-satunya hal yang bisa Ia lakukan untuk pergi sejauh-jauhnya dari wanita itu dengan sesegera mungkin.

Ia melakukan teleportasi.

Ia memasukkan tubuhnya ke dalam lubang imajiner dari tekukan jarak yang Ia ciptakan lewat pikirannya. Hal ini membuat tubuhnya secara otomatis berpindah tempat sekitar seratus meter dari ring di tengah aula.

Kai memuntahkan isi perutnya ke lantai.

"Bangsat!" umpatnya.

Dua teleportasi yang dipaksakan hanya dalam selang beberapa detik saja membuat tubuh Kai semakin kesakitan. Otot-otonya kaku dan pandangan matanya berputar.

Namun Ia tahu, Ia masih belum dalam posisi aman. Kai mengangkat tubuhnya dengan paksa dan melangkahkan kakinya dengan sisa-sisa kekuatannya yang sudah tidak seberapa lagi.

Satu-dua langkah pertama membuat kakinya seperti sedang digiling oleh gilingan daging. Tapi Kai berhasil memaksakan kedua kaki malangnya itu untuk berlari-lari kecil mencari tempat perlindungan.

Walau tentu saja, usahanya itu sia-sia saja. Wanita yang tadi berdiri di tengah arena kini berlari mengejar Kai. Tak hanya kecepatannya, nampaknya kekuatan wanita ini juga tak bisa dianggap remeh. Terbukti dari benda-benda yang terlempar ke segala arah hanya karena bersentuhan dengan badannya.

Tak perlu waktu lama sebelum wanita itu berhasil mengejar Kai dan melompat untuk menikam tubuh Kai yang tak berdaya.

"Cih, gumpalan otot tak berotak!" umpat Kai kesal.

Saat wanita itu mulai melompat, Kai ikut melompat untuk membalikkan badannya kebelakang.

Kedua tubuh mereka kini melayang di udara, saling berhadapan.

Kai mengangkat tangannya. Ia mengarahkan telapak tangannya ke tubuh Sang Wanita dan bersiap untuk membelokkan arah dari laju gerakan orang yang sedang menerjang tubuhnya itu.

Sejujurnya, Kai bisa saja melakukan hal ini dengan hanya memikirkannya saja. Tapi Ia lebih suka menunjukkan kepada lawannya bahwa apa yang akan terjadi kepadanya adalah perbuatan Kai. Kai akan sangat menikmati ekspresi wajah musuhnya yang tak habis pikir bahwa orang yang sedang Ia hadapi ternyata mempuanyai kemampuan yang lebih superior. Apalagi, dalam keadaan sedang terdesak seperti ini.

"Pergi dariku, Wanita Brutal!" teriak Kai.

Ia segera menggerakkan tangannya ke samping, membuat arah baru lewat pikirannya untuk dilalui tubuh wanita itu. Kai melakukannya sambil tersenyum mengejek.

Sayangnya, apa yang terjadi sesudahnya benar-benar di luar perkiraan Kai.

Tubuh wanita itu masih bergerak lurus. Kai tidak berhasil membelokkan arah lajunya. Dan senyuman itu langsung terhapus dari wajahnya seketika.

Pundak wanita itu menghujam perut Kai, membuat lelaki berambut putih itu memuntahkan cairan lewat mulutnya. Lalu dengan cepat, kedua tangan wanita itu menggenggam tubuh Kai sambil mendorongnya ke bawah.

Punggung Kai menghantam lantai dengan keras sampai Ia bisa merasakan suara retakan dari tulang rusuknya sendiri.

Dengan satu serangan itu, Kai hilang kesadaran sepenuhnya.

(***)


Pertemuan pertama Kai dengan Thane adalah saat Kai pertama kali datang ke dimensi ketiga.

Atau, dibuang ke dimensi ketiga, lebih tepatnya.

Kai ingat betul apa yang terjadi hari itu. Hujan mengguyur bumi dengan lebat. Tapi Kai, Ia berada di balik awan, tertarik oleh gravitasi.

Ia terjun bebas.

Tubuh telanjangnya terasa seperti terbakar oleh angin dan kepulan awan. Ingatannya dikikis satu-persatu oleh perbedaan hukum fisika antar dimensi yang mengharuskan tubuh dan pikirannya untuk menyesuaikan kondisi dengan paksa.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Kai merasakan betapa dekatnya Ia dengan kematian.

Jati dirinya perlahan hilang seiring memori akan tanah kelahirannya yang semakin memudar.

Kenangan masa kecilnya.

Wajah-wajah dari teman, musuh dan orang-orang terdekatnya.

Hal-hal yang biasa Ia lakukan sehari-hari.

Berbagai ilmu dan wawaasn yang Ia kuasai.

Tujuannya hidupnya.

Semua lenyap satu-persatu.

Dan tubuhnya meluncur semakin keras, tanpa ada satupun yang bisa Ia lakukan.

Namun Kai menolak untuk menyerah. Ia berusaha menggenggam erat-erat jati dirinya sebagai seorang Mapmaker. Kai yakin inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya sendiri.

Ia memejamkan matanya untuk memusatkan konsentrasi. Dengan tenang, Ia mengubah arah jatuhnya dari yang semula lurus kebawah, kini sedikit demi sedikit, sudut jatuhnya mulai melandai. Sudut itu berhasil mengurangi tarikan gravitasi secara signifikan, walau efeknya tak langsung terasa.

Sebagai seorang Mapmaker, Kai mempunyai insting untuk mengetahui tujuan dari benda apapun yang Ia amati, serta opsi apapun dari semua hal yang ada dikepalanya. Ia tahu, sudut yang Ia ambil akan menyelamatkan nyawanya. Ia tahu sudut yang Ia ambil akan membawa tubuhnya terjatuh ke dalam sebuah danau, hampir secara horisontal.

Tapi Ia juga tahu bahwa ada sebuah monumen di tepi danau yang akan dia tabrak dengan keras. Ia tahu tubuhnya akan hancur dan cacat seumur hidup. Tapi Ia tak akan mati, tidak hari ini.

Lalu di saat tubuhnya meluncur semakin dekat dengan monumen itu, sebuah keajaiban terjadi.

Seseorang di depan monumen melompat ke atas, mengangkat tubuh Kai melewati sisi atas dari monumen. Orang itu pun ikut terseret oleh kecepatan laju tubuh Kai dan terjatuh ke dalam danau secara bersamaan.

Kai sempat kehilangan kesadarannya, saat masuk ke dalam air. Namun Ia segera tersadar kembali saat orang itu menarik tubuhnya ke permukaan dan menyeretnya kembali ke daratan.

Saat sampai di darat, puluhan kamera menyorot tubuh Kai dan sosok penyelamatnya.

Kai terkapar tanpa sehelai pakaian pun. Ia sudah kehilangan ingatannya tentang apa itu Mapmaker. Ia ingat Ia berasal dari dimensi keempat, tapi Ia tak lagi tahu seperti apa tempat asalnya itu.

Ia tak lagi ingat siapa dirinya.

Dan kini, selain luka fisik dan mental yang dia derita, ada seribu pertanyaan yang mengerubunyi kepalanya.

Kai memandangi sosok penyelamatnya. Seorang bapak tua gagah berambut putih. Ia bertanya-tanya bagaimana mungkin Ia tak bisa melihat tindakan yang akan dilakukan oleh orang itu sesaat sebelum tubuhnya menghantam monumen di tepi danau. Padahal Ia yakin, Ia seharunya tahu akan tujuan dari arah yang ditempuh oleh segala hal baik secara fisik maupun sekedar ide sekalipun.

Kai yakin tujuannya sore itu adalah menghantam monumen dan menghancurkan tubuhnya sebelum terjatuh ke danau. Itu adalah garisan takdir yang pasti. Tak seharusnya hal itu berubah begitu saja.

Melihat tatapan mata Kai, bapak tua berambut putih yang berdiri di sampingnya hanya mendengus kesal, dan berkata, "Apa yang sedang kau pikirkan, Bocah? Kau hampir saja menghancurkan monumen yang sedang kuresmikan!"

(***)


Bab 2 – Kening Steele

Kai membuka matanya.

Ia tidak menyadarinya saat pertama kali sampai di tempat ini, tapi kini Ia melihat sebuah hologram berupa batangan hitam melayang di atas kepalanya. Dalam batangan hitam horisontal itu terdapat sebuah indikator merah yang mengisi sekitar seperlima bagian.

"Sudah sadar?" tanya seseorang.

Kai menoleh ke arah suara itu.

"Cih, kau…" kata-kata Kai terhenti begitu ingat apa yang baru saja terjadi.

Kai tidak bisa memanipulasi arah dari gerakan tubuh wanita di hadapannya. Hal yang seharusnya tidak  mungkin terjadi di dunia ini. Kemampuan Kai adalah absolut, tidak mungkin ada yang bisa menolaknya. Kecuali satu orang…

"Thane."

"Apa?" wanita itu memiringkan kepalanya tanda tak mengerti.

Kai mencoba bangkit. "Siapa kau ini?" tanyanya.

Ia memperhatikan wanita itu dan mendapati satu hal yang sama, ada sebuah batangan hologram hitam dengan indikator berwarna merah melayang di atas kepalanya. Namun kali ini, indikator itu mengisi penuh hologram hitam.

"Oh, yang di atas kepala kita ini?" wanita itu nampak memperhatikan ke arah mana mata Kai tertuju. "Sepertinya, ini indikator nyawa kita. Seperti game fighting di komputer dan arcade itu. Punyaku penuh karena memang aku belum terluka. Sedangkan punyamu tinggal sedikit karena aku baru saja menghajarmu. Maaf, aku juga baru sadar sama indikator ini setelah kau terkapar pingsan."

"Kenapa kau tiba-tiba menghajarku!" protes Kai.

"Hei, ini bukan salahku, Bocah. Kau tiba-tiba saja muncul dari dalam lubang aneh dan kabur begitu melihat wajahku, seperti habis melihat setan. Apalagi, kau juga mengataiku 'Gumpalan Otot tak Berotak'. Kau ingat?"

"Hah? Yang benar saja! Kau yang tiba-tiba datang dan ingin membunuhku, kan?" Kai tak mau kalah.

Wanita itu tersenyum sambil menggertakkan giginya, menahan amarah.

"Sepertinya percuma aku mencoba bersikap ramah kepadamu," wanita itu nampak mulai kehilangan kesabarannya. "Dengar, ya, kita sedang terdampar di dalam level 1 database pembentuk semesta Alforea. Ada kata-kata yang menyebutkan tentang superstructure hypervirus dan preserving artificial pocket reality, atau apa entahlah, aku tak begitu peduli."

"Sebentar, sebentar. Darimana kau tahu semua ini?" desak Kai.

"Surat hologram di sakuku. Aku menemukannya saat menunggumu siuman. Kau pingsan lama sekali tadi."

Kai reflek memeriksa saku celananya. Benar saja, Ia menemukan sebuah surat hologram. Di dalamnya, Ia menemukan penjelasan tentang virus super yang mengambil alih sususan realitas Alforea dan pengungsian seluruh peserta turnamen ke dalam database pusat.

"Surat itu tak penting sebenarnya," wanita itu memainkan topeng ditangannya. "Kau lihat indikator nyawa di atas kepala kita? Tujuan kita di tempat ini sudah jelas. Bertarung."

Sebuah senyuman predator kembali terpampang di wajah wanita itu.

"Namaku Rin, rasanya aku wajib memperkenalkan diriku yang sebenarnya setelah apa yang kulakukan kepadamu. Aku seorang pegulat profesional dan terkenal dengan nama Lady Steele. Panggil saja aku dengan nama itu. Dan maafkan aku sebelumnya. Tak adil menyerangmu begitu saja saat kau sedang kebingungan. Aku sadar akan hal itu, tapi aku tak bisa mengontrol diriku karena amarahku tersulut."

Kai hanya diam. Di dalam hatinya, Ia mulai mencari-cari cara untuk mengatasi pegulat yang tak bisa dibaca oleh kekuatannya itu.

"Oleh karena itu," lanjut Steele. "Sebagai gantinya, silakan serang aku dengan apapun kekuatanmu. Satu serangan, apapun itu, aku tak akan mengelak. Setelah itu, kita bertarung secara kesatria."

Mata Kai melotot terkejut. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Ia dengarkan.

"Kau serius?"

"Ya."

Dan Kai pun tertawa terbahak-bahak. Kalau Ia tak bisa menemukan cara untuk mengatasi pegulat wanita itu, Ia tak perlu memikirkan lagi bagaimana caranya. Ia bisa langsung membunuhnya di sini, sekarang juga.

"Kau tahu aku bukan petarung, kan?"

"Terlihat dengan jelas, kau lemah sekali. Satu serangan saja langsung pingsan dan nyawamu tinggal seperlima," ejek Steele. "Sejujurnya, aku tak terlalu suka melawan orang yang lebih lemah. Jadi jangan sungkan-sungkan menyerangku."

"Baiklah," Kai mengangkat pistolnya. "Kau sendiri yang memintanya."

Steele nampak terkejut dengan pistol yang ada di tangan Kai. Dari apa yang Ia katakan, Ia jelas mengira bahwa serangan yang akan dia dapatkan adalah serangan fisik dari Kai, bukan sebuah senjata api.

Kai mengarahkan pucuk pistolnya ke kening Steele.

Steele tak bisa menarik kata-katanya. Ia harus menerima serangan ini. Ia sendiri yang memberikan janji secara kesatria bahwa Ia akan menerima serangan apapun dari Kai.

Alih-alih marah, Steele malah senang. Inilah sebuah tantangan yang Ia nanti-nantikan. Ia tahu Ia bukan orang sembarangan. Tubuhnya sudah melewati batas tubuh manusia biasa.

Pertanyaannya hanyalah, apakah tubuhnya itu cukup kuat untuk menerima sebuah tembakan langsung ke keningnya dengan jarak sedekat ini?

Kai membuka pengaman pistolnya sambil tersenyum puas.

Steele memusatkan energi di keningnya untuk mengeraskan sedikit daging yang melindungi tengkoraknya.

Tanpa keraguan sedikitpun, Kai menarik pelatuk pistolnya.

Sebuah peluru meluncur.

Steele tersenyum, penuh gairah menyambut tantangan yang sama sekali tak pernah terpikir olehnya. Pertarungan antara sebuah peluru dan keningnya sendiri!

Sesaat setelah suara tembakan dari pistol Kai berhenti, kedua orang yang berdiri berhadapan itu terdiam saling memandang dalam kehampaan.

Tak ada darah yang mengucur dari kening Steele. Raut wajah Kai kembali berubah menjadi pucat. Nampaknya, dari pertarungan yang sudah terjadi, kening Steele keluar sebagai pemenang.

Tapi sayangnya, rambut Steele mendapatkan keberuntungan yang berbeda.

Sejumput rambut di atas keningnya telah hangus terbakar, memperlihatkan sebagian kecil batok kepala wanita berbadan tegap itu.

Steele meraba bagian itu untuk memastikan apa yang terjadi, berharap apa yang Ia pikirkan hanyalah imajinasinya aja.

Namun kenyataan berkata lain, rambut depan Steele memang benar-benar sudah habis, membentuk pola lurus selebar jempol tangannya dan menjalar dari ujung depan sampai ke tengah kepalanya.

"Apa yang kau lakukan, Bocah Sialan!" teriak Steele terkejut.

Kai nampak lebih terkejut setengah mati. Ia memang tidak mahir dalam urusan menyasar target dengan senjata proyektilnya, tapi Ia sama sekali tak mengira kalau tembakannya bisa meleset dari jarak sedekat ini.

"Peluru itu seharusnya sudah bersarang di dalam batok kepalamu, Rin!"

"Kau menembak habis rambutku!"

"Hei! Peluru itu hanya mencukur rambutmu sebagian saja, Rin. Tenangkan dirimu!" Kai mulai ikut terlihat panik. Bagaimana tidak, Ia baru saja mencukur sebagian rambut seorang wanita ganas yang sanggup menghilangkan empat perlima nyawanya dalam sekali serangan.

"Batok kepalaku keliatan, Bajingan! Dan jangan panggil aku Rin!"

"Oke, maafkan aku. Tapi aku tadi benar-benar menyasar keningmu, bukan rambutmu!"

"Aku mengharapkan pukulan atau tendangan, dan kau mengacungkan pistolmu! Aku bisa menerima kalau kau benar-benar menembak keningku. Tapi kau memelontosi kepalaku, Bocah Sialan!"

Dalam kepanikannya, Kai memukul hidung Steele secara reflek, persis seperti permintaan Steele.

Steele mengerutkan keningnya tanda tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Oke, yang barusan itu, seratus persen kesalahanku," Kai berusaha memberikan alasan paling rasional.

"Baiklah," Steele menarik nafasnya dalam-dalam. "Persetan dengan handicap."

Pegulat wanita profesinal itu memakai topeng yang sedari tadi Ia genggam.

"Aku akan menarik jantungmu lewat lubang di perutmu dan meremasnya sambil mencongkel keluar kedua bola matamu!"

(***)


Kali ini, Kai siap. Ia melakukan teleportasi dengan sempurna, sesaat sebelum Steele mulai menyerangnya dengan beringas. Ia lenyap dari pandangan Steele, berpindah ke tepi ruangan dan segera menyembunyikan tubuhnya di balik tempat duduk yang terjajar rapi.

"Sial. Sial. Sial!" bisiknya lirih.

Kai tidak tahu apa yang harus Ia lakukan. Wanita itu terlalu berbahaya untuk Kai saat ini. Sedangkan Kai sama sekali tidak bisa menggunakan kemampuan Mapmaker yang Ia miliki kepada pegulat itu.

Kai membenci sepenuhnya perasaan tidak berdaya seperti ini.

"Aku akan menemukanmu, Rambut Putih!" teriak Steele.

Kai berjalan sambil terus berjongkok, menjaga agar kepalanya tetap tertutup oleh jajaran tempat duduk di depannya. Ia menemukan sebuah pintu dan langsung memasukinya tanpa pikir panjang.

Steele mendengar suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali dengan cepat. Ia segera berlari ke arah suara itu dan betapa terkejutnya dirinya setelah melihat apa yang ada di hadapannya.

Pintu dengan berbagai bentuk, motif dan warna menghiasi dinding tembok setiap lima meter sekali.

Ia berhenti dan mengamati dinding disepanjang ruangan.

Pintu.

Ada ratusan pintu di setiap sisi ruangan.

"Apa-apaan ini," Steele tak percaya Ia tak menyadari keberadaan pintu-pintu itu dari awal.

Keningnya berkerut, mencoba memahami keanehan ini. Tapi hatinya hanya mengerti tentang satu tekad yang sedang berapi-api. Menghajar Kai, tentu saja.

Maka Ia segera menyingkirkan pikiran-pikiran tidak penting di kepalanya dan membuka sebuah pintu.

Steele tidak tahu kalau itu adalah pintu yang berbeda dari yang telah Kai masuki beberapa saat yang lalu.

(***)


Begitu masuk ke dalam ruangan itu, Kai langsung melihat ada yang aneh dengan tubuhnya. Kepalanya membesar dan badannya menjadi sedikit memendek. Jika ia harus mendeskripsikannya, tubuhnya kini mempunyai fisik yang mirip dengan karakter dari film-film kartun.

Anehnya, Kai merasa bahwa perubahan itu bukan baru saja ia alami saat memasuki ruangan ini. Kondisi fisiknya sudah berubah sejak pertama kali Ia memasuki arena ini. Entah kenapa, saat berada di dalam arena, Ia sama sekali tidak menyadarinya. Seolah-olah, otaknya tidak menangkap perbedaan wujuditu karena perubahan fisiknya adalah hal yang wajar di dalam realitas arena.

"Jadi, dengan kata lain, ruangan ini berada di realita yang berbeda dengan arena tadi," Kai memasuki ruangan semakin dalam. "Walau sepertinya, aturan dan logika eksistensi dari ruangan ini masih sama dengan arena tadi."

"Hmm. Menarik! Mungkin aku bisa menemukan sesuatu untuk menghadapi pegulat itu di ruangan ini," ada harapan baru di mata Kai.

Ia melihat sebuah pintu di ujung ruangan dan segera mempercepat langkahnya.

Sesampainya di ujung ruangan, Ia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu. Namun nampaknya seseorang dari balik pintu sudah membukanya terlebih dahulu.

Orang itu tak lain adalah Steele.

Kai dan Steele kembali bertatap muka secara langsung setelah pintu benar-benar terbuka.

"Anjing! Yang benar, saja!" umpat Kai.

Sedangkan, Steele nampak tersenyum penuh kemenangan. Pegulat itu menarik tangan Kai dan membantingnya ke lantai, kembali ke dalam aula besar tempatnya semula.

Indikator nyawanya menghilang separuh dari yang masih tersisa.

Kai belum bisa menggunakan kembali kemampuannya untuk berpindah tempat setelah baru saja menggunakannya beberapa saat yang lalu. Ia segera berusaha mencari cara lain, karena Ia juga tidak akan bisa mengubah arah serangan Steele.

Steele sudah berdiri di atas kepala Kai saat pria berambut putih itu meraba-raba mantel hitamnya untuk mencari pistol yang tadi Ia pakai untuk memelontos sebagian rambut Steele. Kai memang tidak bisa mengubah arah gerak Steele, namun Ia masih bisa mengubah arah gerak dari pelurunya.

Tapi Steele segera menginjak keras-keras tangan Kai yang sedang menggenggam pistol itu.

Kai menjerit kesakitan. Jari di tangan kanannya remuk dan indikator nyawanya kembali berkurang sepertiga dari yang masih tersisa.

"Apa, hah?" Steele berjongkok dan menatap Kai. "Kau mau membakar batok kepalaku lagi?"

Steele lengah, mungkin karena melihat betapa lemah dan menyedihkan lawannya kali ini. Kai menahan rasa sakit di tangannya dan berpindah tempat.

Steele mendengus kesal. Namun belum sempat Ia berdiri untuk mencari keberadaan Kai, sebuah tendangan telak menghantam tengkuknya. Rupanya, Kai hanya berpindah tempat tepat di belakang kepala Steele.

Tubuh Kai terjatuh dari udara, namun Ia berhasil melindungi tangannya yang terluka dari benturan lantai. Sementara Steele tersungkur ke depan.

Kai tahu, percuma saja Ia berpindah tempat jauh-jauh. Steele akan tetap menemukannya, kemanapun Ia bersembunyi. Ditambah lagi, semakin dekat teleportasi yang Ia lakukan, semakin sedikit pula jeda waktu yang Ia perlukan untuk kembali melakukan teleportasi berikutnya.

"Kau ingin pertarungan secara kesatria, hah?" Kai menatap mata Steele tajam-tajam, menantangnya. "Aku tak akan lari jauh-jauh, Rin. Sini! Akan kubuat kau menyesal karena telah meremehkanku."

"Bocah sialan!" Steele tersenyum bengis mendengar tantangan Kai.

Pegulat itu tidak repot-repot bangkit, Ia langsung saja melompat dari posisi jongkoknya ke arah Kai.

Kai kembali menghilang dari pandangan Steele.

Kali ini, Ia berpindah tempat di atas punggung Steele. Dengan mudah Kai menekan kepala Steele dari belakang, membuat tubuh wanita itu menabrak lantai dengan posisi kepala terlebih dahulu.

Kai segera melompat dan mengambil jarak.

Steele terbangun dengan hidung bercucuran darah.

"Aku akan mengalahkanmu, Bocah," ancam Steele. "Lihatlah indikator nyawamu! Kau bisa berpindah tempat sesukamu, tapi kau tetaplah lemah. Seranganmu tak akan ada artinya untukku. Sedangkan aku hanya perlu memukulmu sekali saja untuk menjatuhkanmu."

"Pertanyaannya," Kai tersenyum sinis. "Bisakah kau menyentuhku, Lady Steele?""

Kedua orang itu saling memandang dengan sorotan penuh ancaman.


(***)


Bab 3 – Titik Evolusi

Pertarungan keduanya berjalan secara repetitif. Steele menyerang. Kai menghilang, kemudian balik menyerang. Tidak ada yang bisa keluar dari rangkaian kejadian itu. Steele tidak punya harapan lain selain terus menyerang sambil meningkatkan refleknya sedikit demi sedikit demi menyesuaikan dirinya dengan teknik lawan yang sedang Ia hadapi. Sedangkan Kai sudah kehilangan pistolnya dan tidak menemukan satupun benda bergerak yang bisa Ia manfaatkan di ruangan kosong ini.

Mereka saling menguras energi. Tapi ada perbedaan besar antara Kai dan Steele yang membuat Kai terdesak.

Ketahanan fisik.

Steele adalah seorang pegulat profesional. Ia jelas-jelas sudah terbiasa dengan pertarungan yang menguras energi seperti ini. Hal itu tidak berlaku untuk Kai.

Kai bukanlah seorang petarung fisik. Ia biasa bertarung dari jarak jauh, bersembunyi di balik pistol dan kemampuan uniknya. Di semua pertarungan yang sudah Ia jalani, Kai bisa melewati sebagian besarnya hampir tanpa mengeluarkan keringat sedikit pun.

Terjebak menghadapi seorang petarung jarak pendek seperti Steele adalah mimpi buruk bagi, Kai. Apalagi, Ia tidak bisa menggunakan kemampuan terbesarnya.

Ia tahu, Steele bergerak semakin cepat dari waktu ke waktu. Sementara stamina Kai semakin terkuras dan refleknya terus berkurang setiap detiknya.

Kalau semua ini terus berjalan, hanya tinggal menunggu waktu sampai gerakan Steele menjadi lebih cepat dari reflek Kai dan Ia sudah pasti akan langsung kalah. Betapa tidak, indikator nyawa Kai saja hanya tinggal tersisa seujung kuku, sementara milik Steele masih hampir penuh.

Jika ingin menang, Kai harus segera memikirkan sesuatu untuk membalikkan keadaan. Dan Ia harus menemukannya sesegera mungkin.

Kai melihat sebuah kursi tidak jauh dari tempatnya berdiri sempoyongan. Ia berpikir, seandainya saja Ia bisa membawa kursi itu sambil berpindah tempat untuk menghajar Steele. Sayangnya, kemampuan teleportasinya hanya berlaku untuk dirinya sendiri.

Sementara itu, tidak jauh di depannya, Steele berteriak dan menerjang tubuh Kai. Gerakannya semakin kuat dan semakin cepat. Kai berusaha merusak momentum serangan Steele dengan memindahkan dirinya tepat didepan wajahnya. Kai menjejakkan kaki kanannya tepat ke muka Steele. Sebuah serangan yang seharusnya bisa mematahkan leher manusia biasa yang sedang berlari dengan kecepatan seperti itu.

Tapi fisik Steele sudah jauh melampaui standar manusia.

Badan Kai terpelanting ke samping dan sepatu yang Ia gunakan untuk menghantam wajah Steele terlepas dan terjatuh ke lantai tepat di depan tubuhnya.

Kai ingin mengumpat sejadi-jadinya melihat ketahanan fisik seorang wanita yang berada di luar nalar seperti ini. Tapi urung, karena matanya terpaku pada sepatunya yang terlepas.

Sepatu? Pikirnya.

Otak Kai berputar dengan cepat.

Sepatu.

Celana.

Baju.

Pistol.

Benda-benda yang biasa Ia kenakan dan Ia bawa setiap hari. Semuanya ikut berpindah bersama tubuhnya setiap kali Kai melakukan teleportasi.

Ingatannya kembali ke saat pertama kali Ia memasuki tempat ini. Fokusnya tertuju kepada ikan-ikan yang ikut terkapar di sampingnya saat tubuhnya berpindah secara paksa dari dalam laut.

Kai langsung menyadari sesuatu, membawa sesuatu ikut berpindah tempat bersama tubuhnya bukan hanya memungkinkan, melainkan sudah Ia lakukan berkali-kali dalam skala kecil tanpa Ia sadari.

(***)


"Kau terlalu kuat untukku, Rin," katanya.

Steele melepaskan kuda-kuda serangannya untuk sementara.

Wanita itu tertawa dan berkata, "Aku mengerti tipe-tipe orang sepertimu, Bocah. Orang-orang bermulut besar dan licik. Lemah dan pengecut. Tipe-tipe orang yang akan berbicara sampai mulut berbusa saat sedang di atas angin dan diam tanpa suara saat sedang tidak bisa apa-apa."

Steele membenarkan letak topeng di wajahnya, "Jadi, karena kau sudah berani membuka mulutmu lagi. Katakan padamu, apa kau sudah menemukan cara untuk mengalahkanku."

Kai membalasnya dengan senyuman, "Aku senang kita bisa menjadi teman akrab sampai bisa menebak pikiran masing-masing tanpa perlu mengatakannya."

"Simpan ocehanmu," geram Steele.

Steele memasang kembali kuda-kuda serangannya.

"Kau tak akan bisa mengalahkanku," wanita itu bersiap untuk menuntaskan pertarungan ini.

"Tidak. Apapun yang kau lakukan, kau tak akan bisa menjatuhkanku, Rin," tantang Kai.

"Mari kita lihat," Steele berlari menerjang.

Pegulat itu menyalurkan seluruh amarahnya dan mengubahkan menjadi tenaga mentah yang Ia salurkan ke seluruh tubuhnya.

Otot-ototnya mengencang. Kulitnya mengeras. Jantungnya memompa darah membabi-buta. Adrenalinnya meningkat dan kekuatan fisiknya bertambah berkali-kali lipat. Jangankan Kai, dalam kondisi ini, Steele bangkan bisa merubuhkan sebuah gedung dalam sekali serangan.

Dalam hitungan lima detik, tenaga yang diluar nalar itu akan menghantam tubuh Kai.

Keringat dingin mengucur deras dari kening pria berbaju hitam itu. Tapi di bibirnya tersungging sebuah senyum. Kai berteleportasi beberapa senti dari tempatnya semula. Ia kini berada di udara dalam posisi telapak kaki menghadap tubuh Steele.

Satu kedipan mata, dan kedua telapak kakinya langsung menyentuh pundah Steele.

Kai menekuk lututnya dan melontarkan dirinya ke belakang. Terdorong oleh daya gerak Steele, tubuh Kai meluncur deras menuju pilar beton raksasanya berbentuk silinder yang menyangga langit-langit aula besar itu.

Steele tidak mempedulikan apa yang baru saja terjadi. Ia justru menambah kecepatannya untuk mengejar tubuh Kai yang melejit kedepan dan menjauhinya.

"Aku bisa.... Aku bisa!" Kai terus bergumam lirih sambil memfokuskan pandangannya kepada pilar raksasa di hadapannya.

Kecepatannya tidak melambat saat jemarinya menyentuh pilar itu.

Kai berteriak sejadi-jadinya, seolah memanggil paksa kemampuan yang lebih besar dari dalam dirinya. Memaksa tubuhnya yang lemah dan tak berdaya itu untuk berevolusi.

Steele melengkingkan teriakan yang jauh lebih keras, seolah memaksa ketahanan tubuhnya untuk terus meningkat demi bisa menghajar Kai sebelum musuhnya itu melakukan hal-hal aneh lainnya.

Suara ledakan bergema dari langit-langit.

Rangkaian besi yang menyangga atap aula besar itu teriris di berbagai tempat dan merobohkan susunan ruangan dalam efek domino yang berjalan dengan cepat.

Sebabnya hanya satu. Separuh dari pilar yang disentuh Kai menghilang dari tempatnya.

Rupanya Steele terlambat selama beberapa detik. Kai berhasil memindahkan pilar beton raksasa itu ke udara.

Kini Kai mempunyai berbagai senjata yang berserakan di sepanjang pandangan matanya. Potongan-potongan besi dan beton jatuh berhampuran dari langit-langit yang tinggi. Semua benda yang jatuh tertarik gravitasi itu berada di bawah kendali kekuatan path-bending Kai.

Kai memanfaatkan laju tubuh dan kemampuannya itu untuk terbang berputar di udara, mengamati mangsanya di permukaan lantai. Ia mengarahkan pilar raksasa yang baru saja Ia cabut dari tempatnya untuk menghantam Steele secara langsung.

Namun sesuai dugaan, Steele mampu menghancurkan pilar beton itu menjadi serpihan debu hanya dengan satu pukulan.

Kai terus memborbardir Steele dengan berbagai benda yang jatuh. Pecahan-pecahan atap, potongan-potongan besi dan serpihan-serpihan beton, semuanya melayang ke arah Steele secara bergantian.

Di atas lantai, Steele mengamuk. Ia memukul hancur semua benda yang mendekati tubuhnya. Hanya dalam hitungan detik, tempatnya berdiri sudah tertutup oleh kepulan debu sepenuhnya.

Inilah saat-saat yang sudah ditunggu oleh  Kai. Ia memaksa tangan kanannya yang remuk dan berusaha menggenggam dua batang potongan kawat besi berukuran besar dengan kedua tangannya. Tangannya berdarah hebat dan indikator nyawanya berkurang perlahan demi perlahan.

Kai berteriak menahan sakit. Ia perlu menuntaskan semua ini sebelum nyawanya melayang duluan.

Kai terjun kebawah. Tubuhnya menukik tajam layaknya elang yang sedang menghujam mangsanya.

Namun bukan hanya fisiknya, insting dan reflek Steele juga ikut meningkat tajam. Walau tidak bisa melihat, Ia bisa merasakan mangsa yang kini bergantian memangsanya. Steele berhenti memukul benda-benda di sekitarnya dan membiarkannya menghantam tubuhnya.

Peningkatan tenaganya bekerja diluar ekspektasi Steele. Ia tidak begitu merasakan sakit yang berarti saat semua benda yang menabrak tubuhnya hancur berantakan. Fokusnya seratus persen tertuju ke sisi kanan atasnya, tempat Kai akan datang menyerang.

Dan benar saja, Kai datang membawa dua taring besi artifisial untuk mencabik-cabik tubuh Stelle.

Teriakan keduanya kembali menggema ke seluruh ruangan yang kini sudah porak-poranda.

Kai menyasar kedua paru-paru Steele. Tubuh Kai kini meluncur horisontal ke arah dada Steele. Tapi Steele tahu, itu bukan target sebenarnya dari serangan Kai. Saat Kai memindahkan tubuhnya beberapa puluh senti ke atas, Steele sudah melindungi kedua matanya dengan kedua telapak tangannya.

Dua buah kawat besi menusuk kedua tangan Steele. Tubuh Steele yang luar biasa kuat segera berusaha menghentikan laju kawat-kawat itu sebelum sampai ke matanya. Tapi sebelum kedua benda itu kehilangan momentum geraknya, Kai memindahkan tubuhnya sekali lagi.

Ia membawa serta kedua kawat besi di genggamannya dan berpindah tepat di belakang tubuh Steele.

Kedua tangan Kai bersentuhan dengan punggung Steele. Tangan kanannya semakin remuk sampai-sampai Kai meneteskan air matanya karena kesakitan.

Sedangkan kedua kawat besi itu...

Kedua kawat besi itu berpindah tempat langsung ke dalam tubuh Sang Pegulat, tepat di titik tengh dari masing-masing sisi paru-parunya, dan langsung menembus keluar lewat kedua payudaranya.

Mata Steele terbelalak. Kedua paru-parunya memang remuk, tapi Ia tak akan tumbang begitu saja. Ia tahu Ia hanya perlu menyarangkan sebuah serangan untuk mendapatkan kemenangan dari musuhnya yang sudah berada di ambang pintu kematian sejak beberapa jam yang lalu.

Tapi Kai bukan orang bodoh, Ia tahu kekuatan Steele berada jauh diatas batas terkuat manusia biasa.

Maka, pria berambut putih itu memindahkan tubuhnya sekali lagi untuk menyumpalkan lengan kanannya ke dalam batok kepala Sang Pegulat dari sisi kanan.

Berkat rangkaian serangan itu, indikator nyawa di atas kepala Steele pun terkuras habis dalam sekejap.


(***)


Epilog – Terbang

Kai terkapar memandangi dinding realitas yang terbelah seiring hancurnya aula besar tempatnya bertarung. Ia menikmati setiap serpihan debu dan puing-puing yang melayang dalam kecepatan lambat di udara, sambil menunggu kesadarannya menghilang sedikit demi sedikit.

Bertarung dengan orang seperti Steele, membuat Kai berpikir tentang arti dari kemampuan Mapmaker yang melekat di dalam jiwanya.

Apa sebenarnya Mapmaker itu?

Ia tahu kemampuan itu Ia bawa dari dimensi keempat. Tapi Kai sendiri sebenarnya tidak pernah bisa mengingat kembali memorinya tentang dimensi itu.

Ia tahu kemampuannya sanggup Ia gunakan untuk memetakan dimensi dan menemukan akibat dari semua sebab.

Tapi, apa arti sebenarnya dari kemampuan itu?

Selama ini, di lubuk hatinya yang terdalam, Kai mempercayai kemampuan yang Ia miliki adalah sebuah kekuatan untuk membuka jalan takdir yang baru.

Jalan takdir yang lebih baik.

Tapi Thane dan Steele...

Orang-orang seperti mereka berdua yang tidak bisa dipengaruh oleh kemampuan Mapmakernya....

Apa kedudukan dan peran-peran orang seperti itu di mata seorang Mapmaker yang sesungguhnya?

Kai semakin larut dalam pikirannya. Sementara  itu, realita yang Ia singgahi saat ini perlahan demi perlahan mengelupas dan bersiap untuk menunjukkan wajah baru dari semesta Alforea.

Satu hal yang pasti, Kai yakin bahwa ini bukan terakhir kalinya Ia akan menumui orang-orang seperti Thane dan Steele di turnamen antar realita ini.

Ia tersenyum. Ia tidak tahu kenapa, tapi Ia percaya bahwa kemampuannya masih akan terus berevolusi. Ia percaya bahwa suatu saat Ia bisa terbang lebih tinggi lagi dan pergi ke dimensi keempat untuk mendapatkan jawaban dari berbagai pertanyaan yang ada di otaknya.

Dengan keyakinan itu, Kai memejamkan matanya.

Perlahan demi perlahan.


End.

4 comments:

  1. yo, ini pertama kalinya saya membaca entry Kai, dan.. jujur sih, saya masih agak bingung, hahaha.

    Untuk sebuah entry pendek, ini lengkap, opening, battle, dan ending. Untuk adegan klimaks battle-nya ketika Kai berhasil mengalahkan Steele, somehow saya membayangkan sebuah adegan yang gore sadis disini; rasanya, kalau itu itu sesuai dengan yang kau inginkan sebagai penulis, jadi... kuanggap itu sesuatu yang bagus (ini saya ngomong apa sih, plakk). Namun, jujur saja, untuk entry ini, saya nggak menangkap sesuatu yang istimewa atau spesial; masih datar-datar aja. Adrenalin atau kesan greget baru terasa ketika di adegan battle yang saya masukkan tadi itu.e
    overal, entry ini memang rapi, smooth, hanya kurang 'greget'.

    titip 7/10 dulu untuk Kai.

    Rakai A
    OC Mima Shiki Reid

    ReplyDelete
    Replies
    1. oh iya, yang saya masih agak bingung adalah kemampuan Kai ini apa, juga karakternya. Dia attacker, supporter atau apa... (mungkin juga karena saya pertamakali baca)

      Delete
    2. Kai support aslinya, tapi powersetnya fleksibel banget jadi bisa dipake buat nyerang, ngehindar, kabur dan netralin serangan lawan.. cuman, Kai gak bisa defence, gak ada skill def dan fisiknya lemah banget..

      Iya, emang sengaja dibikin gore karena Steele emang kelewat kuat, plus skill Kai gak mempan buat Steele.. jadi mau nggak mau kudu ngebunuh Steele dengan cara itu..

      Kai kemampuannya ada hubungannya sama dimensi dan waktu.. Simplenya sih ada :
      - teleportasi
      - mengubah arah gerak dari hal yang bergerak
      - mengendus tujuan dari segala hal
      - retrocognition
      Detil dan penjelasan teknisnya bisa dilihat di charsheet :3

      Kalo pengen tau sifat Kai dan penjelasan kekuatannya bisa baca Prelimnya.. R1nya ngejelasin tentang teleportasi tapi shitty banget soalnya nulis asal lolos aja jadi gak usah dibaca yang R1 wkwkwkk..

      Thanks udah baca dan kasih masukan yak, aku juga belom baca Mima keknya, kalo ada waktu tar kubaca :3

      Delete
  2. Baca entri kai ini lumayan juga buat bekal mikirin lawan steele di r3 nanti. Power vs speed ya

    Sebelum sampe di part 3 saya baca ini rada stale. Battlenya kebanyakan ngobrol, dan ada cuplikan flashback tapi ga dikupas dalem dan cuma sekilas. Yang bikin saya lumayan seneng pas ngeliat aplikasi kemampuan kai ternyata fleksibel. Tapi sayang overall ga banyak momen yang bisa dikutip dari entri ini, meski jelas lebih bagus daripada skippable scenes di ronde sebelumnya

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete