9.8.15

[ROUND 2 - LEVEL 2] ASEP CODET - SELAMAT TINGGAL

Satu serangan terakhir dari si Preman dan si Pendekar Pedang, pukulan mereka beradu, menciptakan gelombang kejut yang menghempaskan. Satu terjungkang, satunya lagi bertahan. Yang terjungkang mengikuti empat lainnya menghilang, sementara yang bertahan terus berdiri dan menjadi pemenang. Orang itu adalah si Preman, dialah yang terpilih.
                                                                        
Bukan (hanya) karena dia tokoh utamanya, tapi karena Asep telah memakan ekor Kadal Predator penambah energi. Sementara lawannya si Pendekar Pedang tidak mendapat asupan gizi sama sekali. Walaupun keduanya sempat mengalami salatri, tapi perbedaan kecil itu berpengaruh besar pada hasil akhir.
 
Namun begitu tak pernah terpikirkan oleh si Preman kalau pembalasan akan datang begitu cepat. Tak diberi kesempatan mengecap manisnya kemenangan, si Preman kembali dihadapkan dengan ahli pedang lainnya, yaitu seorang samurai tak bertuan.



[19]
Siapa dan Di Mana?

Asep melihat sekeliling, memperhatikan dan mencoba memahami lingkungan di sekitarnya. Tapi selama apapun Asep berpikir, otaknya tak bisa menterjemahkan apa yang dilihatnya sekarang atau setidaknya perlu bantuan pemikir handal untuk menjelaskan.

Dunia yang dikunjunginya sekarang sangat jauh dari kata nyata. Semua elemen pembentuk dunia tersebut adalah gabungan dari gambar-gambar berresolusi rendah yang dipadu warna sederhana, dibuat dengan gaya ilustrasi yang sepertinya jauh dari kata kekinian. Dengan kata lain retro abis.

Kalau dilihat dari rerumputan dengan bentuk dan warna yang sama, dan susunan pohon yang daunnya terlihat seperti tempelan kertas warna-warni, tempat Asep sekarang sepertinya adalah tepi hutan.

"Jiir, jadul pisan, jadi inget jaman baheula waktu saya suka bolos sekolah cuma buat maen dingdong." ucap Asep sambil senyum sendiri saat mengingat masa remajanya.

Saat Asep sedang asyik mengenang masa lalunya, tiba-tiba muncul di hadapannya sesosok manusia yang bergerak kaku, kakinya berjalan terseok-seok, dan suaranya mengerang seperti pesakitan. Sekali lihat saja Asep langsung mengenali makhluk di hadapannya tersebut. "Apal pisan ieu mah, maneh jombi nyak?" (Tau banget nih, kamu zombie ya?)

Bentuk tubuh si zombie sendiri sangat aneh, mengikuti lingkungan sekitarnya yang jadul, tubuh manusia itu berbentuk kumpulan poligon kasar yang tak menyerupai makhluk hidup dunia nyata. Mengingatkan Asep pada game zombie tahun 90-an akhir.

"Pi –Pistol? Gak ada. Magnum? Euweuh. Bazooka? Apa lagi." ucap Asep panik, padahal zombie itu gerakannya lambat sekali. "Ya udah, makan nih tinju!"

Satu kepalan tangan tanpa nama pun dilancarkan ke kepala zombie, membuat makluk malang itu terlempar dan menghilang. Membuat Asep kaget bukan kepalang. "Leungit kamana jombi teh?!" (Hilang kemana zombie tuh!)

Belum habis rasa terkejut Asep, tiba-tiba muncul lagi di hadapannya tiga unit zombie yang terlihat mirip sekali dengan zombie yang menghilang sebelumnya. Zombie Satu mengambil inisiatif menyerang Asep duluan. Tapi sebelum serangannya sempat keluar, kaki Asep sudah lebih dahulu terangkat ke atas. Sepatu kulit buatan Cibaduyutnya dengan telak mendarat di kepala si zombie dan membuatnya terkapar. Seperti sebelumnya Zombie Satu pun menghilang.

Zombie Dua dan Zombie Tiga tak mau kalah, mereka menyerang Asep secara bersamaan. Asep yang masih belum mengerti apa yang terjadi, sedikit lengah dan membiarkan kedua zombie itu memeluk tangan dan kakinya. Salah satu zombie kemudian membuka mulutnya lebar-lebar, dari mulut si zombie itu keluarlah sebuah tentakel panjang menyerupai ular. Tentakel tersebut kemudian mencoba mematuk Asep, tapi pria bercodet itu dengan mudah menangkap tentakel si zombie dan merabutnya dengan kasar. Tapi malang bagi Asep, satu tentakel yang berasal dari zombie satunya berhasil mendarat di leher Asep.

Tersentak karena membiarkan dirinya lengah dan terkena serangan, Asep pun marah dan mencengkeram leher kedua zombie tersebut. Si preman itu kemudian dengan keras menghantamkan zombie-zombie itu sehingga saling beradu. Keduanya tak lama kemudian menghilang.

"Perasaan dulu jombinya gak nyeremin kayak gini," ucap Asep ngos-ngosan. Pria itu kemudian memeriksa bekas gigitan tentakel si zombie, Asep tak merasa ada luka atau darah yang mengucur. Bahkan dia tak merasa sakit sama sekali. Tapi bukan berarti serangan tentakel itu tak berefek, karena tak lama kemudian tubuh Asep mulai mengepul. Dirinya mulai bertranformasi. "Sial, apa saya bakal jadi jombi juga?"

Ya benar, mengikuti dunia retro disekitarnya, tubuh Asep juga berubah menjadi bentuk 3D tahun 90-an. Wajah seadanya tanpa tekstur rumit dan lekuk tubuh yang kotak-kotak kaku, seperti boneka yang dipahat secara amatir. "Jiir, kenapa badan saya ikut kotak-kotak juga?"

Nah kita tinggalkan dulu si Asep dengan wujud barunya, mari kita tengok bagaimana kabar lawannya.

•••

Senasib dengan Asep, tak jauh dari tempat si preman berada, diantara pohon-pohon bertekstur sederhana, seorang samurai tampak termenung melihat kondisi tubuhnya yang sudah bertranformasi menjadi wujud poligon 90-an.

Sama seperti yang terjadi pada Asep, samurai bernama Nobuhisa Oga itu pun diserang gerombolan Zombie jadul dan terkena serangan tentakel penyebar virus. Tapi berbeda dengan Asep yang langsung kena setelah gelombang serangan kedua, Nobu terkena virus setelah gelombang serangan kedua puluh!

Pada gelombang kedua puluh, Nobu diserang oleh tiga puluh sembilan zombie sekaligus. Jumlah yang sebenarnya sedikit bagi samurai sekelas Nobu, dengan kecepatan luar biasa, tiap gelombang serangan bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari lima detik.

Tapi sayangnya hanya butuh nol koma nol nol nol satu detik bagi tentakel-san nomer tiga sembilan untuk todoke ke arah Nobu, si samurai pun terinfeksi. Dan sekarang dia hanya bisa meratapi perubahan tubuhnya tersebut.

"Hebi-hebi itu (tentakel maksudnya) mengingatkanku pada ochinchin," ucap Nobu sambil berwajah masam, "Kalau punya sendiri sih gak masalah, tapi melihat sebanyak itu pengen muntah rasanya. Padahal aku berharap bisa bertemu lagi dengan nona yang mirip nee-san, siapa ya namanya tadi?"

Sebenarnya bukan itu saja yang ada di pikiran Nobu. Saat tubuhnya dihisap portal teleportasi, dia membayangkan dirinya akan kembali ke Despera dan bersantai menyongsong babak selanjutnya. Namun yang terjadi bukannya kembali ke Despera, Nobu mendapati kalau perjalanan melewati portal dimensi itu lebih lama dari biasanya. Seperti sebuah seluncuran air di taman wisata, Nobu merasakan tubuhnya terombang-ambing mengikuti gravitasi portal. Sungguh, kalau saja dia tak punya fisik yang kuat, semua makanan yang ada di perutnya pasti sudah membuncah keluar.

Dan di sela-sela perjalanannya tersebut, sebuah pemberitahuan muncul di depannya. Kira-kira isinya sebagai berikut:

Level 2 Database - 1 on 1 Battle
NOBUHISA OGA VS ASEP CODET
Syarat kemenangan: Kalahkan lawan!

Nobu kurang paham dengan kalimat di baris pertama, tapi kalimat di baris kedua dan ketiga cukup bisa dimengerti. Dan itulah yang membuatnya galau. Lawan yang akan dia hadapi selanjutnya adalah Asep, kawan seperjuangan yang baru saja dikenalnya di dunia aneh ini.

Bagi si samurai muda, siapapun lawannya pantang baginya untuk menghindar, tapi tidak ada alasan baginya untuk melawan Asep sekarang. Kecuali untuk memperebutkan hadiah utama turnamen yang masih belum jelas, hubungan pertemanannya dengan Asep tidak akan berubah.

Hanya saja melihat tampilan tubuhnya yang sekarang berubah drastis, cukup membuat Nobu depresi. "Bagaimana aku berhadapan dengan Tsukuyo-neesan, dia pasti tidak akan mengenaliku. Wanita-wanita cantik tidak akan melirikku lagi. Nasib duh nasib."

Nobu pun kemudian duduk bersimpuh, membuka kimononya dan memperlihatkan perut kotaknya –bukan sixpack, tapi beneran kotak. Pria berambut gondrong itupun mengeluarkan Ninjato yang terselip dipinggangnya. Sepertinya dia berniat melakukan seppuku.

"Untuk menghilangkan rasa malu ini, aku akan melakukan harakiri."  tanpa pikir panjang, Nobu pun menancapkan bilah tajam Ninjato ke perutnya. Tapi anehnya, dia tidak merasakan apa-apa. "Bahkan rasa sakit pun sepertinya tak mau menemaniku."
                                                                         
Belum sempat Nobu menyelesaikan niatnya, tiba-tiba terdengar suara seorang pria memanggilnya. "Ari kamu teh ngapain? Nusuk perut sendiri."

Tanpa melihat pun Nobu bisa mengenali suara orang tersebut. "Asepu-san!"

Nobu pun berbalik untuk melihat kedatangan temannya tersebut, wajahnya melongo saat melihat tampilan fisik pria di hadapannya tak jauh berbeda dengan dirinya. Dengan kata lain, dia juga sepertinya terkena serangan tentakel jahanam itu. Nobu pun tertawa.

"Hahaha, aku kira cuma aku yang terkena penyakit aneh ini," ucap Nobu yang entah kenapa jadi gembira, senyum pun mengembang di wajahnya. "Senang bisa melihatmu lagi, Asepu-san."

Asep sendiri terlihat kebingungan. "Eh emangnya kita pernah ketemu?"

"Apa serangan youkai berlidah hebi itu telah membuatmu hilang ingatan, Asepu-san, ini aku, Nobuhisa Oga."

"Rasanya saya baru sekarang ketemu kamu, Nobuhisa Oga," ucap Asep yakin, "Eh iya, pisaunya cabut dulu, darah kamu terus-terusan berkurang loh."

Nobu yang melupakan kalau dirinya sedang melakukan seppuku pun mencabut Ninjato-nya cepat-cepat, tapi sama sekali tidak ada darah keluar dari bekas tusukan di perutnya. "Darah?"

"Maksud saya 'darah' yang di atas kamu," jelas Asep sambil menunjuk ke atas.

Nobu pun melihat ke arah yang ditunjuk Asep, sebuah kotak hologram panjang melayang di atas kepalanya. Setengah kotak itu berwarna hijau, sementara setengahnya lagi berwarna merah.

"Untung cepet dicabut, bisa-bisa kamu habis duluan sebelum bertarung dengan saya, eh, kamu kan lawan saya?" tanya Asep.

"Tunggu, yang di atas saya tuh apa?" Nobu balik bertanya.

"Itu darah yang suka ada di game gelut, kayak Teken ato Strit Paiter... Saya juga ada tuh, tapi punya saya masih pol." Dan memang benar, kotak 'darah' yang dimiliki Asep masih berwarna hijau penuh.

Mendengar jawaban Asep, Nobu semakin bingung, "Game geruto? Te-ken, Suturito Paitoru? Aku tidak tahu apa itu."

"Masa kamu gak tau, kamu kan orang jepang?" tanya Asep lagi.

"Mungkin jepangnya kamu dengan jepangnya saya beda." ucap Nobu asal, entah kenapa orang di depannya lebih tahu negaranya daripada dia sendiri.

"Bisa juga, tapi ya udah lah, gak usah dibahas lagi... Saya tanya sekali lagi, apa kamu yang jadi lawan saya?" tanya Asep tak tersenyum sedikit pun.

"Sepertinya iya." jawab Nobu, senyum yang tadi menghiasi bibirnya telah menghilang. Asep yang di hadapannya bukan Asep yang dia kenal.

Status 'darah' mereka sekarang adalah:
Nobuhisa Oga HP 480/1000 (berkurang akibat seppuku)
Asep Codet HP 1000/1000


•••

[20]
Sepenggal Kisah Sang Preman (bagian 1)

Nobuhisa Oga. Nama itu tertulis di pesan yang diterima Asep, nama lawan yang akan dia hadapi di babak selanjutnya. Nama orang Jepang, Asep tidak suka orang Jepang.

Sebenarnya selain Jepang, ada satu kebangsaan lagi yang tidak disukai Asep, adalah Itali. Asep pernah bermasalah dengan dua orang berkebangsaan ini. Bukan karena dua negara itu pernah menjadi antagonis Perang Dunia kedua, tapi karena Asep pernah terlibat masalah dengan dua geng yang berasal dari dua negara tersebut.

Untuk tahu apa masalahnya, perkenankan saya untuk menceritakan dulu, siapa itu Asep Codet.

Seperti yang tertulis di charsheet Asep, baru tiga tahun saja Asep dikenal sebagai Preman. Sepuluh tahun sebelumnya Asep hanyalah anak lulusan SMK dari kampung yang mencari peruntungan di kota. Tapi malang, baru saja turun dari kendaraan umum, semua barang Asep telah dicuri orang. Yang dia ingat sebelum kecopetan, Asep sempat berbincang dulu dengan seorang wanita cantik berambut panjang dengan mata hijau mempesona. Kemungkinan besar dialah pencopetnya.

Namun nasib buruk tak berhenti sampai di sana. Saat Asep kebingungan dan berjalan tak tentu arah, pemuda bongsor itu malah terjebak dalam tawuran antara dua geng bersenjata tajam. Tapi bukannya menjadi korban, Asep malah keluar sebagai pemenang dengan menghajar semua peserta tawuran. Total seratus orang berhasil dia tumbangkan.

Belakangan diketahui kalau tawuran itu adalah antara dua geng besar yang sedang berseteru di Kota Bandung, geng Yakuza yang dipimpin oleh Gojira Yamato dan geng Mafia yang diketuai oleh Luigi Gamerano. Sepeninggal Kang Aslan yang pensiun, saat itu Bandung memang menjadi tempat perebutan wilayah kekuasaan dua geng besar tersebut.

Berita tentang satu orang yang berhasil mengalahkan seratus anggota geng sontak menjadi headline news di beberapa koran nasional, bahkan menjadi trending topic di media sosial, sementara stasiun tipi berlomba-lomba membahasnya di acara talkshow. Tapi yang bersangkutan tak pernah muncul di permukaan. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya, peserta tawuran hanya menggambarkannya sebagai BBB –Bapak Berambut Bodas.

Ya, Asep yang bertubuh bongsor sekilas memang terlihat seperti bapak-bapak usia paruh baya, padahal usianya baru 17 tahun. Bahkan saat sekarang pun, sosoknya seperti kakek lima puluh tahunan. Itulah kenapa beberapa orang terdekatnya memanggilnya dengan sebutan Abah, yang cukup berani tentu saja.

Setahun pun berlalu setelah insiden tawuran tersebut, kedua geng tak berani macam-macam karena takut Si Setan Berambut Kelabu (Shiro Kami no Akuma untuk orang Jepang, atau Il Demone dai Capelli Grigi untuk Itali –terjemahan via Google Translate) akan kembali. Padahal Asep sendiri sebenarnya dalam keadaan susah payah, hidupnya melarat, untuk sekedar makan sepiring saja susahnya minta ampun. Untuk menghidupi dirinya, Asep harus bekerja sebagai kuli bangunan, tukang angkat karung beras, atau pekerjaan apapun yang membutuhkan fisik yang kuat.

Hingga pada suatu hari, tepat satu tahun pasca tawuran, insiden pun kembali terjadi. Adalah rencana pembunuhan terhadap sang mantan bos preman, yaitu Kang Aslan. Pembunuhan yang mungkin berhasil kalau saja tidak ada Asep yang saat itu berada di waktu dan tempat yang salah.

Dia yang saat itu bekerja sebagai pemulung secara tak sengaja menahan serangan si pembunuh bayaran. Kang Aslan selamat, tapi Asep mengalami luka parah di wajahnya, luka atau codet yang akhirnya menciptakan identitas baru untuk Asep. Sejak hari itu orang-orang mulai menyebutnya sebagai Asep Codet.

Nama Asep Codet pun mulai terkenal, mudah bagi publik untuk mengaitkan Asep pada peristiwa setahun sebelumnya. Tidak ada satupun yang meragukan, bahwa dialah Si Setan Berambut Kelabu (padahal warna putih itu sebenarnya uban). Segera saja Asep menjadi incaran geng Mafia dan Yakuza karena dianggap sebagai anak buahnya Kang Aslan. Sepertinya muncul suatu ketentuan, barang siapa yang bisa mengalahkan Asep Codet, maka dialah yang akan menguasai Bandung.

Semenjak itu kehidupan Asep pun tidak lepas dari pertarungan, hampir setiap hari ada saja petarung dari berbagai suku bangsa yang mencoba mengalahkan Asep. Tapi tak ada satupun yang bisa mengalahkannya, kalaupun ada yang menyulitkan, pertarungan itu hanya berakhir imbang. Hanya saja, kepopuleran Asep berbanding terbalik dengan keuangannya. Dia tetap melarat, bahkan pendapatannya semakin berkurang karena hanya sedikit orang yang cukup berani untuk memberinya pekerjaan. Atas dasar itulah Kang Aslan menawarinya untuk bekerja di bisnis yang dikelolanya, tapi saat itu Asep menolak karena tak mau menjadi preman.

•••

Dua tahun kemudian, keuangan Asep semakin memburuk. Sekali lagi Kang Aslan menawarinya, tapi kali ini melalui seorang wanita bernama Wulan. Gadis yang dekat dengan keluarga Kang Aslan itu menawarkan Asep untuk bekerja di kedai kopi miliknya. Ditawari gadis cantik, Asep tak bisa menolak, dia pun mulai bekerja sebagai pelayan kopi di Kafe Careuh Bulan. Di kedai inilah Asep belajar untuk menjadi seorang Barrista.

Sejak bekerja di kedai itu, keuangan Asep mulai membaik. Tapi serangan dari geng Yakuza dan Mafia tak berhenti, bahkan kali ini mereka mulai berani menyerang saat Asep bekerja di kedai. Hal itu tentu membuat Asep murka dan membalas serangan mereka dengan brutal. Kalau saja tidak ada Asad yang menahan Asep, mungkin sudah ada korban jiwa di pihak Yakuza dan Mafia.

Siapa Asad?

Asad adalah anak kandung Kang Aslan, dia adalah pendiri sekaligus Barrista Senior di Kafe Careuh Bulan. Bersama dengan Wulan, mereka berdua menjadi pengelola kafe tersebut. Walau namanya berarti singa, tapi kepribadiannya berbeda jauh dengan sang ayah. Asad bisa dibilang pria paling baik dan paling lembut yang pernah dikenal Asep.

Penampilan Asad sendiri sangat berbeda dengan sang ayah yang bertubuh besar. Sosok Asad bisa dibilang proporsional, tidak kurus tidak gemuk juga, selalu berpakaian rapi, rambut disisir dan berkacamata. Kumis tipis menghiasi wajahnya. Yang pasti sekali lihat, Asad berkesan sopan dan berhati baik.

"Sep, kalau kamu tidak bisa menahan emosimu, nanti kamu bisa-bisa jadi pembunuh," ucap Asad suatu ketika, "Kamu perlu semacam sekering untuk menyadarkanmu kalau-kalau kamu melewati batas."

"Kamu kan yang jadi sekering saya, Sad." ucap Asep.

"Buat sekarang sih bisa, tapi saya kan gak bisa terus-terusan ngawasin kamu, Sep."

"Hmm, terus gimana, saya udah dari sananya kayak gini Sad, faktor keturunan." balas Asep, "Kadang suka gak bisa berhenti kalau udah ngehajar orang."

"Makanya sekarang saya bakal ngajarin kamu ajian yang bisa berfungsi sebagai sekering emosi, supaya kamu gak kebablasan ngambil nyawa orang," ucap Asad lagi. "Nama ajian itu adalah Ballista Armpits."

"Balista naon?" tanya Asep meminta penjelasan.

"Hmm, mungkin lebih baik kalau saya lihatin langsung."

Asad pun kemudian membuka kemejanya dan memperlihatkan tubuhnya. Tato hitam tampak jelas menghiasi kedua tangan Asad, tak menyisakan ruang kosong di kedua tangan pria berkacamata tersebut.

"Nying, Sad, baru tau kalo kamu teh tatoan!" seru Asep kaget melihat penampilan temannya tersebut. "Gak nyangka kamu teh baong juga geuning."

"Dasar kamu mah, jangan samain dengan tato yang ada di badan preman!" bantah Asad, "Ini tato bukan sembarang tato, tapi tato sihir yang nunjukin kalau saya teh pengguna Ballista Armpits."

Asad pun dengan semangat menjelaskan semua hal tentang Ballista Armpits, termasuk berbagai macam jurus seperti Kopisasetan untuk serangan jarak jauh, atau Kopiluwak untuk serangan besar jarak menengah. Dia juga menjelaskan tentang ritual persiapan ajiannya, yaitu mengoleskan bubuk biji kopi ke dua belah ketek si pengguna.

"Oh gitu ya Sad?" jawab Asep terlihat bosan.

"Iya gitu Sep, jadi mau gak aku ajarin? Kalau kamu mau, besok—"

"Daripada bahas ajian ketek," potong Asep, matanya kemudian melihat ke arah Wulan yang sedang melayani tamu, "Jadi kapan?"

Asad yang menyadari arti tatapan Asep pun menjawab, "Oh, kalau gak ada perubahan, tahun depan aku akan melamar Wulan."

"Gak, maksud saya, kapan kalian putus?"

"Jiir, gak bener pisan silaing mah," ucap Asad sambil mendengus, "Udah ah, sana gawe lagi!"

"Haha, iya iya," Asep hanya tertawa melihat reaksi Asad.

"Sep, besok ya, kita mulai belajar ajian ketek, eh, Ballista Armpits."

"Iya sip lah."

Dan begitulah, Asep mendapatkan figur teman sekaligus guru dari sosok Asad. Asad yang usianya dua tahun lebih tua dari Asep menganggap pemuda bertubuh besar itu sebagai adiknya.

Setahun kemudian, Asep hampir sepenuhnya menguasai Ballista Armpits. Tapi di tahun yang sama insiden ketiga pun terjadi.


•••

[21]
Samurai v Preman

"Apa kita akan bertarung atau berdiri saja?" ucap Nobu mengagetkan Asep, "Dari tadi kau cuma diam saja, Asepu-san."

"Ah iya, tadi saya sedikit mengingat masa lalu," jawab Asep, pandangannya kemudian teralih pada dua senjata yang terselip di pinggang Nobu. "Kamu teh samurai ya?"

"Iya, waktu penyisihan kita kan, ng, tunggu... kamu beneran Asepu-san kan?" tanya Nobu ragu, "Kalau diingat, mata Asepu-san itu hitam, sementara matamu itu mata setan atau binatang buas."

"Kenapa malah jadi bahas mata!" bentak si preman, "Saya Asep dan saya gak ada niat ganti nama. Saya juga belum pernah ketemu kamu, jadi jangan sok akrab!"

Mendengar jawaban Asep, Nobu hanya bisa diam. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa youkai berlidah ular itu penyebab Asep hilang ilangan? Ataukah pria di depannya adalah orang yang berbeda? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

"Baiklah kalau begitu," ucap Nobu, tangannya kemudian meraih senjata tajam yang terselip di pinggangnya. Katana tersebut kemudian dia tancapkan ke tanah di dekat pohon, termasuk ninjato yang tadi dipakainya untuk melakukan seppuku, terakhir Nobu pun meraih senapan yang terselendang di bahunya, "Karena anda tak memakai senjata, maka saya juga tidak akan memakai senjata."

"Maneh ngaremehkeun aing?!" (Kamu meremehkan saya?) bentak Asep lagi.

"Ng, meremehkan? Tidak Asepu-san, aku tidak meremehkan," balas Nobu kalem. "Tapi kemampuan beladiriku sudah cukup untuk mengalahkanmu."

"Itu... sama aja meremehkan, nyeng!" bentak Asep, mata Asep kemudian melihat ke arah kotak darah Nobu. "Gini aja, kamu boleh memukul saya sampai sama darahnya kayak kamu."

"Darah, kotak... Asepu-san, aku tidak mengerti dengan hal-hal seperti itu," ucap Nobu tenang, samurai itu kemudian mengarahkan senapannya ke arah Asep, "Tapi aku ingin mencoba sesuatu."

"Coba saja." ucap Asep sambil tersenyum lebar.

"Kamu yakin?" tanya Nobu.

"Kamu udah posisi nembak gitu, masih nanya aja."

"Kalau begitu, jangan menyesal ya." Nobu menarik pelatuk senapan dan...

DOR!!

Asep pun terjengkang. Peluru itu tepat mengenai kepalanya.

Tapi Asep tidak mati, hanya kotak darahnya saja yang berkurang drastis, dari yang tadinya penuh, sekarang hanya setengahnya saja.

Nobuhisa Oga HP 480/1000 (seppuku 520 poin)
Asep Codet HP 400/1000 (headshot 600 poin)

Asep pun berdiri sambil memegangi kepalanya.

"Aneh pisan, gak kerasa sakit... Kepala saya berdenyut, tapi gak sakit," ucap Asep, "Cuma 'darah'nya aja yang jelas keliatan berkurang."

"Persis yang kualami tadi, sepertinya serangan fatal jenis apapun tidak langsung akan membunuh kita, hanya mengurangi, ng, apa ya tadi? Darah?" ucap Nobu.

"Huh, kalo soal ginian, ternyata kamu cepat tanggap juga," Asep lagi-lagi tersenyum, "Sepertinya panitia turnamen ini lupa ngejelasin aturannya."

"Atau mereka malas." tambah Nobu.

"Konyol," ucap Asep, "Tapi bisa juga sih, kadang panitia juga bisa merasa jenuh."

Nobu pun menggaruk-garuk kepalanya, sementara Asep melirik ke kiri dan kanan. Keduanya terdiam.

Situasi mulai canggung bagi mereka berdua. Mereka seakan berada dalam situasi kesurupan, tapi saat ini merekalah penyurupnya. Siapapun mungkin akan merasakan hal yang sama saat tubuh mereka tidak seperti tubuh yang biasanya. Bayangkan kau dipaksa memakai celana dalam orang lain, celana dalam yang sudah dipakai selama seminggu tanpa dicuci.

"Ah sudahlah, ayo kita bereskan secepatnya, aku makin tak nyaman dengan tubuh sial ini." Nobu pun memulai dengan pose karate.

"Iya deh." Asep mencoba menggemeretakkan jari-jarinya, tapi tak berhasil. Jarinya terlalu kotak.

Kedua pria berbadan gagah –tapi tertutup wujud kotak itu pun saling mendekat. Keduanya saling berhadapan. Keduanya kemudian saling melancarkan serangan pertama mereka, dua pukulan pun beradu.

BUK!

Bahkan suara pukulan pun terdengar sangat monokrom. Tapi efek dari serangan itu tak berubah, tubuh keduanya sama-sama terdorong. Pukulan yang beradu tersebut hanya mengurangi 10 poin dari 'darah' mereka.

"Ternyata kekuatan kita tak berubah!" seru Asep.

"Bagus, setidaknya pertarungan ini tidak akan lama!" ucap Nobu tersenyum penuh arti.

"Iya, gak akan lama, sebentar lagi kamu habis!" balas Asep, sambil berlari menerjang Nobu. Kakinya terangkat, bermaksud melancarkan tendangan atas yang mengarah ke kepala Nobu.

Tapi Nobu tentu saja tak tinggal diam, dengan kuda-kuda yang kokoh, tendangan Asep bisa ditahan dengan tangannya. Memamfaatkan celah di pertahanan Asep, Nobu melancarkan pukulan ke arah selangkangan Asep. Pukulan itu telak mengenai Asep di titik terlemahnya.

Bukan hanya 'darah' Asep berkurang banyak, tapi harga dirinya juga. Preman itu jatuh tersungkur memegangi selangkangannya.

Nobu hanya bisa tertawa kecil. "Maaf, itu tak sengaja, tapi aku tak menyangka kalau—"

Samurai itu tak sempat menyelesaikan ucapannya saat Asep yang tersungkur tiba-tiba menanduk selangkangan Nobu sebelumnya. Sama seperti Asep, Nobu pun tersungkur.

"Ngerakeun pisan, (Malu-maluin banget) tapi untung gak sakit." ucap Asep sedikit lega.

"Tapi serangan itu membuat 'darah' kita berkurang drastis," balas Nobu yang bangkit kemudian.

Dan memang benar, 'darah' mereka berdua pun kembali setara. Kedua kotak hologram yang melayang di atas mereka berdua hanya menyisakan seperempat saja warna hijaunya.

"Ayo kita selesaikan dan cepat kembali ke penginapan, aing kalaparan, kahausan oge, rasanya pengen makan kue balok dan segelas kopi hitam buatan Wulan, dia paling jago bikin kue balok." ucap Asep.

"Hahaha, ternyata kau memang Asepu-san yang kukenal," Nobu terbahak mendengar ucapan Asep, "Baiklah, ayo kita selesaikan!"

Akibat adu pukulan dan serangan ke selangkangan, Nobuhisa Oga menyisakan 'darah' 320 poin, sementara Asep Codet sebesar 240 poin.

•••

Setelah ronde pertama yang berakhir canggung, ronde kedua bisa dibilang lebih keras dan berlangsung cepat. Tak bisa merasakan rasa sakit akibat serangan, justru membuat mereka berdua tak bisa leluasa bergerak. Itu karena mereka malah makin waspada terhadap kondisi 'darah' mereka masing-masing.

Asep yang mengandalkan tenaga dan kecepatan, menyerang dengan kekuatan penuh. Tiap pukulannya sanggup menghancurkan satu pohon yang ada di sekitar tempat pertarungan.

Tapi Nobu dengan kegesitannya mampu menghindar setiap serangan yang dilancarkan Asep. Berbekal kemampuan bela diri dikuasai, Nobu bisa mengimbangi setiap serangan Asep.

DRUAAAKK!!

Satu lagi pohon 3D jadul kembali hancur akibat serangan Asep.

"Jangan menghindar terus dong!" seru Asep, matanya tajam mencari posisi Nobu.

"Enak saja, kalau diam, aku yang kalah!" balas Nobu yang telah berada di samping Asep, samurai itu mengincar rusuk Asep dengan tendangan sampingnya.

Tapi Asep dengan cepat menangkisnya dengan tangan kiri, kemudian dengan kedua tangannya Asep mencengkeram kaki Nobu, menarik badannya dan melemparkan tubuh si samurai ke arah pohon.

'Sial, mungkin tak memakai katana adalah kesalahan besar,' pikir Nobu, matanya sekilas melirik ke arah dua senjata yang masih tertancap tak jauh di sana. 

Dibanding lawannya, 'darah' Nobu ternyata lebih cepat berkurang hanya dengan menahan serangan Asep. Si preman masih menyisakan 210 poin, sementara Nobu hanya tingga 140 poin. Nobu tahu kalau Asep adalah petarung tangan kosong yang kuat, tapi tak menyangka kalau kekuatan serangan pukulannya hampir setara dengan tebasan senjata tajam.  

Tak mau kalah begitu saja, Nobu pun meloncat ke arah dua pedang yang ditancapkannya. Tanpa hambatan, samurai tersebut bisa meraih katana-nya dan bersiap mencabutnya.

"Tsune ni ite, kyuu ni awasu," ucap Nobu, "Datanglah Asepu-san... aku sudah siap." 

"Harusnya dari tadi, lur!" seru Asep.

Preman itu kemudian melompat ke atas, sangat tinggi, sambil menyatukan kedua kepalan tangannya. Dia berniat melancarkan pukulan pamungkasnya, sebuah serangan yang dikenal di dunia gulat pro sebagai Double Axe Handle.

"PAPATONG... KUE BALOK... PAJAJARAN!!"

Sementara di bawahnya, Nobu menunggu Asep memasuki batas jarak pedangnya. Bersiap mencabut dan menebas sang preman.

Siapa yang akan menang, Asep dengan Kue Baloknya, atau Nobuhisa dengan Iaido-nya?


Tapi sayang, sesaat sebelum serangan keduanya bertemu, sesosok pria berambut kuning muncul entah dari mana. Dia muncul tepat di ruang antara kedua petarung tersebut berada.

Asep dan Nobu yang menyadari kehadiran pria tersebut, seakan tak bisa berbuat apa-apa ketika si pria mengarahkan kedua tangannya ke masing-masing peserta. Di kedua tangannya muncul bola cahaya seukuran bola sepak yang mengeluarkan suara mendengung. Bola cahaya itu kemudian bergerak sangat cepat mengenai kedua peserta, tak memberi kesempatan keduanya untuk bereaksi.

"Rasundulgan!" seru si pria.

Kurang dari nol koma nol satu detik, tubuh keduanya terselimuti cahaya aneh, mengikat mereka dan mengurung keduanya dalam penjara bola merah biru.


•••

[22]
Sepenggal Kisah Sang Preman (bagian 2)

Pada hari itu, pelanggan yang datang lebih banyak dari hari biasanya. Asep, Asad dan dua pegawai lainnya cukup kewalahan melayani pelanggan yang terus-terusan datang.

Padahal Kafe Careuh Bulan (KCB) selalu didatangi oleh orang-orang berbahaya yang berniat menantang Asep, perkelahian hampir tiap hari selalu terjadi antara Asep dan para penantangnya –tentu saja yang selalu keluar jadi pemenang adalah Asep si Abah bercodet. Tapi para peminum kopi itu terus saja datang, seakan-akan mereka tak merasa takut. Entah karena kopinya yang enak, atau karena mereka bisa melihat tontonan pertarungan gratis. Yang jelas para pelanggan itu lebih mementingkan rutinitas minum kopi mereka daripada menjaga keselamatan mereka sendiri. Seperti pada hari itu, entah sudah berapa puluh pelanggan yang dilayani kru KCB. Asep pun salah satu kru yang dibuat sibuk pada hari itu.

Ada yang berbeda dengan suasana kafe hari ini. Interior kafe yang asalnya mengambil tema kekayuan, disulat menjadi berwarna putih penuh dekorasi bunga-bunga dan pita warna-warni. Meja kayu berwarna coklat yang biasanya tanpa alas apapun, sekarang di atasnya ditambahi kain penutup berwara putih bersih. Begitu juga dengan kursinya yang biasanya hanya kursi kayu, sekarang menjadi kursi plastik berdesain elegan dengan gagang terbuat dari besi. Ada apa sebenarnya?

"Cing atuh Sad, irit sih irit ngadain acara pake tempat sendiri, tapi liburin juga dong kerjanya!" seru Asep.

 "Anggap aja lembur atuh Sep, saya cuma percayanya ma kalian," balas Asad.

"Ah bilang aja gak mau bayar biaya tambahan buat pegawai," ucap Asep lagi. "Dasar pengiritan!"

"Ssst, jangan keras-keras atuh Sep!" ucap Asad sambil menempelkan jari telunjuk di mulutnya.

Acara yang dimaksud Asep adalah resepsi pernikahan Asad dan Wulan, ijab kabulnya sendiri sudah dilaksanakan paginya. Menolak tawaran sang ayah untuk mengadakan acara yang mewah, Asad memakai tempat usahanya sebagai tempat menerima tamu yang ingin memberi selamat.

Hampir semua tamu yang datang adalah kenalan Kang Aslan, sepertinya hanya sedikit saja kenalan Asad dan Wulan. Para tamu itu datang memberi selamat dan tak lupa mengirim salam buat sang mantan bos preman. Kang Aslan sendiri tidak terlihat di acara resepsi tersebut, sepertinya dia hanya mengikuti ijab kabulnya saja sebagai saksi.

Saat Asep dan Asad sedang asyik-asyikanya mengurus tamu, tiba-tiba terdengar jeritan perempuan dari kamar belakang. "Itu suara Wulan!" ucap Asad yang tentu saja mengenali istri barunya itu.

Asad pun buru-buru pergi ke arah suara sang istri, diikuti Asep dan beberapa pelayan kafe, meninggalkan para tamu yang saling berbisik.

Saat mereka tiba di kamar belakang, mereka terkejut bukan kepalang saat melihat Wulan yang tergolek lemas dengan darah yang megalir deras dari perutnya.

"WULAAAN!!" teriak Asad panik, segera saja dia mendekati tubuh istrinya tersebut dan mendekapnya, "Siapa yang melakukannya?"

Luka di perut Wulan jelas terlihat akibat luka tusukan benda tajam, Asep pun dengan cermat melihat ke sekeliling ruangan kamar. Kamar belakang berukuran tiga kali tiga meter itu digunakan Asad sebagai tempat penyimpanan kopi. Seharusnya hanya ada satu pintu keluar, yaitu pintu yang sama yang digunakan Asep dan Asad untuk memasuki ruangan, tapi Asep merasakan pergerakan di kolong langit-langit ruangan. Pergerakan seorang penyusup.

"Hey, kenapa diam aja! Telpon ambulans, cepat!" teriak Asep pada pelayan yang mengikuti mereka, "Sad, tenang Sad, tutup lukanya dengan kain biar darahnya gak terus-terusan ngucur!"

I –Iya Sep," ucap Asad, terlihat air matanya mulai mengalir, "Kamu mau kemana?"

"Ngejar si pelaku," jawab Asep singkat, dengan cepat pria beruban itu keluar dari ruangan dan bergegas menuju pintu keluar kafe. Siapapun pelakunya, orang itu pasti akan melarikan diri lewat atap.


Dan benar saja, sesaat setelah Asep keluar dari kafe, sesosok bayangan berkelebat dari atap kafe ke bangunan di sebelahnya. Tak pikir panjang Asep pun meloncat ke atap bangunan dan mulai mengejar si penyusup.

"Wanian, siang-siang nyerang kami!" ucap Asep.

Si penyusup terlihat sangat terlatih saat berlari di atas atap, gerakannya lincah ibarat monyet. Tapi Asep juga tak kalah gesit, walau bertubuh besar dan berat, Asep berlari seperti macan tutul yang mengejar mangsanya. Keduanya tak ada yang mau menyerah, terus meloncat dan meloncat di antara dinding-dinding atap. Sesekali si penyusup menengok ke belakang untuk memastikan si pengejar telah tertinggal, tapi Asep tak menunjukkan tanda-tanda berhenti.

"Berhenti sialan!" maki Asep.

Pemuda bongsor itu kemudian menghentikan langkahnya, membuka seragam kafenya dan dia lalu mengeluarkan dua biji kopi yang tersimpan di sakunya (saat itu Asep belum punya gesper khusus penyimpan biji kopi), meremukkan keduanya dan mengoleskan biji yang telah jadi bubuk di ketiaknya. "Saatnya mencoba jurus yang baru!" ucapnya.

Asep melihat sekeliling, meraih dan merabut paksa piringan parabola yang terpasang di satu bangunan. Dia kemudian mengambil ancang-ancang dan wus! Asep melempar piringan berdiameter satu meter setengah itu layaknya melempar frisbee.

Ajaib, walau lemparan Asep melenceng jauh dan malah mengenai dinding di sebelah si penyusup, tapi cukup untuk membuat si penyusup tersandung dan jatuh tersungkur. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Asep pun dengan cepat mendekati si penyusup, tangan kirinya berhasil mencengkeram kaki si penyusup, sementara tangan kanannya mengepal keras, bersiap untuk menghajar si penyusup.

Namun saat dia akan memukul si penyusup, Asep terkejut saat melihat bahwa si penyusup adalah wanita berambut panjang dan bermata hijau yang pernah diliatnya dulu. Asep tak akan pernah melupakan wajahnya, karena si penyusup adalah wanita yang sama yang telah membuatnya kehilangan bekal sebulan, si wanita pencopet.


•••

[23]
Super Cart Team Racing

Kegaduhan di sekelilingnya membuat Asep terbangun. Tidak. Dia tidak terbangun setelah tidur. Dia terbangun setelah kehilangan kesadaran. Dia kehilangan kesadaran setelah seseorang membuatnya demikian. 'Si anying!' makinya dalam hati.

Bukan. Dia bukan memaki si anjing gila dari Sekigahara, karena Sekigahara no Kyoken juga (sepertinya) ikut jadi korban si bedebah tersebut. Bagi Asep, haram hukumnya mengganggu pertarungan antara dua orang pria. Padahal hanya butuh satu serangan terakhir untuk mengalahkan si samurai, tapi si rambut kuning mengacaukannya. Saat dia melihat ke atas kepalanya, lebih terkejutlah dia, ternyata kotak 'darah' miliknya telah kembali penuh.

"Mereka memberi kita 'makanan' aneh," ucap Nobu yang sekarang ada di sebelah Asep, "Padahal aku hanya menyentuh makanan itu dengan tanganku, tapi makanan itu tiba-tiba hilang dan 'darah' kita pun kembali penuh."

Asep tak menjawab, pandangannya kemudian menyapu sekeliling tempatnya berada. Saat ini mereka berada di sebuah lapangan tanah berdebu yang diapit podium penuh sesak. Ralat, bukan lapangan, tapi sebuah lintasan dan Asep berada di grid paling belakang. Suara gaduh tadi berasal dari para penonton yang memenuhi podium tersebut, sama seperti Asep Nobu, tubuh mereka pun bertekstur sederhana.

Tapi mungkin yang paling membuat Asep merasa tak nyaman adalah bak mandi yang sekarang jadi tempat duduknya, karena ternyata itu bukan bak mandi biasa. Itu adalah kokpit pesawat jet darat, atau yang lebih dikenal sebagai mobil F1, hanya saja tanpa stir dan panel elektronik canggih. Yang ada di depan Asep hanyalah tali kekang panjang yang terikat di kokpit yang sekilas mirip bak mandi tersebut. 

"Apalagi ini teh?!" pekik Asep.

"Finally kamu bangun juga Tuan Asep," ucap seorang pria bertopi tinggi yang tiba-tiba muncul entah dari mana, di sebelah pria tersebut berdiri mengikuti adalah si pria berambut kuning yang tadi menyerang Asep dan Nobu dengan jurus aneh.

"Normally manusia tidak akan nyaman setelah terkena jurus Rasundulgan," ucap si pria, "Because jurus itu sejenis dengan Bokeball, jurus yang dipakai untuk mengurung binatang buas atau monster. Pria di sebelahku ini adalah seorang ninja sekaligus penjinak monster, walau tentu saja level sihirnya belum bisa menyamai sihir selevel Alkima."

"Jangan samakan dengan dia dong!" pria berambut kuning hanya mendengus mendengar ucapan si pria bertopi tinggi, "Oh iya, namaku Uzumane Narotadi, aku adalah ninja penjinak monster! Cita-citaku adalah menjadi Raja Ninja Penjinak! Gotta Catch 'Em All!!"

"Oi, aku sendiri belum ngenalin diri!" ucap si pria bertopi agak kesal. "My name adalah Viki Virusetyo, aku adalah penyebab bentuk tubuh kalian jadi seperti ini, dan kalian harus bangga karena kalian akan mengikuti lomba hari ini."

Asep dan Nobu hanya berpandangan setelah mendengar penjelasan Viki. "Lomba apa maksudnya? Kenapa kami gak dikumpulkan dulu seperti babak sebelumnya?" tanya Asep.

"Sayang sekali Tuan Asep, tapi kalian berdua tidak sedang mengikuti Battle of Realms, kalian berada jauh dari Alforea, this is Database!" jawab Viki sambil merentangkan kedua tangannya, entah meniru siapa.

"Database? Bukan Alforea? Yang bener kamu teh!" ucap Asep berang, "Bukannya tadi kami disuruh bertarung, satu lawan satu, kenapa malah jadi ikut balapan?"

"Sudah kubilang ini bukan Battle of Realms, soal bertarung, ada miskomunkasi dari atas, harusnya kalian mengikuti lomba yang disuruh oleh penguasa Database ini, yaitu aku, Viki Virusetyo!"

"Tunggu sebentar, kamu bilang kamu penyebab bentuk tubuh kami seperti ini?" tanya Nobu.

"Iya, emangnya Narutadi aja yang bisa sihir, aku juga bisa!" jawab Viki, "Hanya butuh satu serangan strigoi, supaya semua isi dunia beserta penghuninya menjadi makhluk retro, tidak ada yang bisa membalikkan kondisinya, kecuali aku!"

"Kalau misal sesuatu terjadi padamu?" tanya Nobu lagi.

"Maksudmu bila aku mati?" ucap Viki sambil menatap tajam Nobu, "Maka dunia ini dan kalian juga akan kembali seperti semua, tapi... apa kalian bisa?"

"Satu-satunya cara untuk membunuhku adalah dengan mengalahkanku di arena balap ini, dan aku tidak pernah kalah sekalipun!" lanjut Viki, "Selain itu lihatlah lawan-lawan di depan kalian, mereka adalah empat puluh pembalap terbaik dari dunianya masing-masing, sebut saja Baby Alien dan The Doctor, Speed Racer dan Racer X, Keanu Reeves dan Sandra Bullock, ah, jangan lupakan juga Crash Bandicott dan Doctor Neo Cortex, terus Dick Dastardly, Penelope Pitstop, Duke of Hazzard, Lightning McQueen, Knight Rider, Super Force, Herbie—"

"Bos –Bos, gak perlu disebutin satu-satu kan?" potong Narutadi, "Mereka gak akan inget semua, lagian sudah waktunya start balapan."

"Hmm, benar juga, kalian berdua bahkan mungkin gak akan selamat di gelombang pertama, hahaha!" Viki pun tertawa mengejek dan berjalan pergi meninggalkan mereka berdua, tapi sebelum pergi pria itu menyuruh Narutadi untuk menjelaskan peraturan balapnya pada mereka.

"Baik, aku akan jelaskan secara singkat dalam satu paragraf, jadi dengar baik-baik karena aku gak akan ngulanginnya lagi," ucap Narutadi serius, "(1) Balapan akan diikuti 40 peserta termasuk kalian berdua, (2) masing-masing peserta dibekali sebuah chariot yang ditarik kuda atau sejenisnya, tubuh kalian terikat benang merah dengan kereta, jadi jangan coba turun atau kereta itu akan meledak, (3) kalian akan menempuh jarak lomba sepanjang 30 kilometer, (4) setiap 10 kilometer akan ada pengurangan setengah dari jumlah pembalap yang ada di posisi paling belakang, dengan kata lain, di sepuluh kilometer pertama akan ada 20 pembalap yang tereliminasi, di sepuluh kilometer ke dua, 10 pembalap akan tereliminasi—"

DOR!

Dan balapan pun dimulai, derap kaki dan ringkikan kuda menyertai balapan tersebut.

"Oi, aku belum beres jelasinnya!" ucap Narutadi kesal, "Ya udah deh, good luck!"

Si ninja berambut kuning itu pun menaiki kereta kudanya, kemudian meraih bola yang menempel di tali kekang dan melemparkannya ke depan chariot dan Poop!

Bola itu meledak dan muncullah rubah ekor sembilan!

"Ayo Bob, kita susul Bos Viki!" Narutadi dan si rubah ekor sembilan itu pun melesat pergi meninggalkan Asep dan Nobu yang hanya bisa diam. Mereka berdua lagi-lagi berpandangan.

"Kuda apanya, itu mah rubah raksasa!" seru Asep.

"Demi amaterasu, akan kutebas si rambut kuning dan si topi aneh itu!" ucap Nobu.

"Setuju, kayaknya kita lagi-lagi harus nurut aja dulu maunya mereka," balas Asep, tangannya kemudian meraih bola yang juga menempel diujung tali kekang chariot-nya, "Tapi sebelumnya ayo kita menggila, hantam para figuran itu!"

Nobu hanya mengangguk. Keduanya kemudian secara bersamaan melempar bola berwarna merah biru tersebut, dan seperti Narutadi, kedua bola itu meledak dan memunculkan dua binatang yang terkurung di dalamnya. Nobu mendapat anjing hitam, sementara Asep mendapat singa berambut hitam.

Saat melihat binatang yang didapatnya, Asep sedikit kaget, tapi dirinya kembali fokus, pandangannya kembali tertuju pada lintasan grid awal yang telah kosong. Para penonton masih terlihat bersorak-sorak ramai, agak samar Asep mendengar, tapi sebagian penonton itu seperti berteriak 'tolong kami' dan 'selamatkan kami.' Bukan urusannya, untuk sekarang.

Gonggongan anjing dan Auman singa mengiringi start chariot Nobu dan Asep. Keduanya dengan cepat melesat menyusul para lawan di depannya.

•••

Asep mengawali start-nya dengan lambat. Tak seperti anjing yang menarik chariot Nobu, singa yang menarik kereta Asep bukan hewan yang terkenal dengan kecepatannya, tapi walau begitu dibandingkan dengan kuda-kuda di depannya, singa berambut hitam itu ternyata masih lebih cepat.

Di sepuluh kilometer pertama, lintasan balap dianggap lurus tanpa tikungan tajam. Bahkan gapura yang dipakai untuk menunjukkan titik sepuluh kilometer terlihat bahkan dari garis start. Asep pun menyempatkan diri melihat pemandangan sekeliling, dunia yang disebut si Viki sebagai database sepertinya tidak jauh beda dengan Alforea, kecuali tentu saja tampilannya yang tak terlihat nyata akibat sihir Viki.

Kembali ke balapan. Asep melihat Nobu dan anjingnya dengan mudah melewati para pembalap baris belakang yang lambat, begitu juga dengan Narutadi dan rubah ekor sembilan di depannya.

Tak butuh waktu lama bagi Asep untuk mengikuti jejak mereka, saat dia melihat wajah para pembalap baris akhir itu, yang dilihatnya adalah wajah ketakutan. Jelas sekali mereka pun dipaksa untuk mengikuti balapan tersebut. Tapi bukan saatnya untuk bersimpati, karena posisi Asep sendiri masih di dua puluh terbawah. Sementara jarak sepuluh kilometer terlihat sangat dekat.

Satu demi satu Asep dengan mudah melewati para pembalap barisan belakang, pembalap kelima belas, keenam belas, ketujuh belas, delapan belas, sembilan belas dan dua puluh. Asep pun berhasil melewati pembalap kedua puluh satu tanpa hambatan, itu berarti dia sudah masuk zona aman checkpoint pertama.

"Ayo singa, lewati gapura itu!" teriak Asep yang dibalas dengan auman si singa. Mereka pun berhasil melewati gapura sebagai pembalap urutan ke sembilan belas. Lalu terdengarlah suara keras di belakang Asep.

DUAARR! DUAARR! DUAARR!!

Saat Asep berbalik untuk melihat, pemandangan mengerikan telah menantinya. Puluhan meteor menerjang ke arah dua puluh pembalap yang terlambat memasuki gapura. Ternyata metode eliminasi yang dimaksud ninja berambut kuning itu adalah dengan menghujani mereka dengan bola api.

Walau kejadian itu tak terlalu terlihat nyata karena efek Virusetyo, tapi konsekuensinya nyata. Para pembalap malang itu tidak ada yang selamat.

"Sialan, itu kayak bola apinya Tamon Rah!" seru Asep, mau tidak mau Asep pun mempercepat laju keretanya, "Ayo singa, lebih cepat lagi!!"

Tapi dua puluh pembalap yang tersisa bukanlah pembalap kacangan yang dengan mudahnya tereliminasi, mereka adalah para pembalap elit yang diundang (baca: diculik) oleh Viki Virusetyo untuk mengikuti balapan gila ini. Menyadari nasib mereka akan berakhir sama dengan dua puluh pembalap yang telah tereliminasi, mereka pun mulai melakukan hal-hal yang radikal.

Satu pembalap berbadan besar dengan ganas mengayun-ayunkan gada raksasanya ke arah pembalap lain, beberapa yang tidak beruntung pun menjadi korban. Kereta mereka hancur, begitu juga dengan tubuh mereka.

Sementara itu sepanjang lintasan, Asep melihat banyak sekali kereka-kereta yang terbelah dua, begitupun para pembalapnya yang bergelimpangan. Asep dengan sigap mengarahkan keretanya supaya tidak menabrak mereka. Melihat bekas tebasan di kereta-kereta tersebut, Asep bisa menduga kalau Nobu pun memakai cara yang sama.

Pembalap berbadan besar pun menyadari Asep ada di belakangnya. Dia mulai bergerak mendekati Asep, niatnya jelas yaitu untuk mengeliminasi si preman. Posisi keduanya akhirnya sejajar, saat ini keduanya berada di urutan sepuluh dan sebelas.

"Kadieu siah!" teriak Asep, tangannya mengepal tanda bersiap. Siapapun yang bisa melewati lawannya, maka dia akan selamat.

Tapi bukan pembalap lawan saja yang perlu dikhawatirkan, karena sebentar lagi mereka memasuki area lintasan paling berbahaya dari lomba balap tersebut. Lintasan itu dinamai Gunung Nyamuk Raksasa.

•••

Gunung Nyamuk Raksasa. Sesuai namanya, gunung tersebut dihuni oleh nyamuk-nyamuk ganas sebesar rajawali. Tapi lupakan soal nyamuk, karena yang paling berbahaya adalah cuaca bersalju yang menyelimuti lintasan di sekeliling gunung tersebut.

Lintasan Gunung Nyamuk dibuat berkelok-kelok seperti usus dua belas jari, sangat berbahaya dilalui pada malam hari atau di saat salju turun, karena di sisi-sisi jalan itu adalah jurang yang sangat dalam. Apalagi untuk dipakai balapan berkecepatan tinggi (sebenarnya hanya 90km/jam) seperti yang dilakukan Asep beserta lawannya seorang pembalap bertubuh besar bernama Fred Flinstone.

Tapi kedua pembalap tak mudah menyerah, dengan keahlian drift mereka bisa melahap semua tikungan-tikungan yang ada di Gunung Nyamuk seperti tikungan Fumakilla, Vape, Domestos dan bahkan Baygon.

Terkejut melihat lawannya ternyata sama hebatnya, Fred pun mencoba menyerang Asep dengan gada kesayangannya. Tapi sayang, saat dia mengayunkan gadanya ke arah Asep, tak disangka si Asep bisa berkelit. Dengan satu gerakan, Sang Preman itu melancarkan pukulan ke arah kereta yang dinaiki Fred. Maka jatuhlah Fred bersama Dinosaurus tunggangannya ke jurang gelap nan dalam.

Padahal Asep sebenarnya tidak bisa nge-drift, yang dia dilakukan hanya drafting, atau menguntit pembalap di depannya dan mengikuti secara presisi jalur balapnya.

Tapi masalah baru muncul, karena tidak bisa drift, kereta yang dinaiki Asep pun tergelincir dan ikut-ikutan jatuh ke jurang yang gelap dan dalam.   

Kecelakaan yang konyol.


•••

[24]
Sepenggal Kisah Sang Preman (bagian 3)

Asep bergegas menuju rumah sakit tempat Wulan dirawat. Sesampainya di sana, Asep melihat Asad yang begitu terpukul. Melihat kedatangan Asep, Asad pun bangkit dan menghampirinya.

"Kamu udah ketemu yang nusuk Wulan? Mana orangnya?" tanya Asad, wajahnya tampak marah.

"Orangnya... kabur, tapi saya dapet petunjuk siapa dalangnya," jawab Asep, wajahnya tampak gamang, "Daripada itu, gimana keadaan Wulan?"

Asad sejenak terdiam, "Masih kritis, sekarang dia masih di UGD, pendarahan dalamnya perlu dioperasi... tapi bayi yang dikandungnya tak selamat."

Asep menunduk mendengar keadaan temannya, dia tak menyangka kejadian seperti itu terjadi di acara yang harusnya sakral tersebut.

"Eh? Bayi?" ucap Asep kaget.

Mengabaikan kekagetan Asep, Asad pun kembali bertanya, "Beritahu saya siapa dalangnya Sep!"

"Ng, para mafia dan yakuza sepertinya berkoalisi untuk menyerang Kang Aslan, mereka memamfaatkan acara— hey, mau kemana kamu Sad?" tanya Asep saat melihat Asad mulai beranjak pergi.

"Mereka semua bakal saya bikin habis!"

"Sad, serahkan saja semua pada bapa kamu, beliau pasti bisa mengurusnya!"

"Tidak Sep, ini urusan saya, saya titip Wulan."

Asad pun pergi meninggalkan Asep yang seakan tak bisa menahan kepergian kakak sekaligus mentornya tersebut.

•••

Tak berapa lama, Kang Aslan pun datang berkunjung ke rumah sakit tersebut. Saat dia menanyakan keberadaan anaknya, Asep pun menceritakan semua kejadiannya dari awal. Dari soal penusukan, juga soal penyusup yang ditemui Asep. Dia juga menceritakan tentang kondisi Wulan yang kehilangan bayinya dan Asad yang pergi entah kemana.

Setelah mendengar penjelasan Asep, raut muka Kang Aslan berubah. Dia pun menyuruh anak buahnya untuk mencari keberadaan sang anak. Kang Aslan menduga kalau anaknya pergi untuk membalas dendam kepada geng Mafia dan Yakuza. Asep berujar kalau Asad tidak akan apa-apa, karena dia kuat. Tapi Kang Aslan menjelaskan kalau Asad memiliki Amarah Hewani –seperti halnya Aslan dan juga Asep. Dan dia tak akan berhenti sebelum musuh-musuhnya terbunuh.

Asep terkejut saat mendengar ucapan Aslan. Bukan hanya soal Amarah Hewani, tapi juga kenyataan bahwa Kang Aslan tahu kalau Asep juga memilikinya. Asep juga baru mengetahui kalau orang yang mengajarkan Asad ajian Ballista Armpits adalah Kang Aslan sendiri, dan memang benar, ajian tersebut berfungsi sebagai penahan Amarah Hewani.

Namun ada kalanya Amarah Hewani lebih kuat daripada penahannya tersebut, dan itulah yang ditakutkan Kang Aslan terjadi pada anaknya.

Asep pun meminta diri untuk ikut mencari Asad. Berbekal info yang didapat dari anak buah Kang Aslan, Asep pun mengetahui kemana Asad pergi.

Tapi semua telah terlambat.

Saat Asep dan anak buah Kang Aslan tiba di markas Yakuza, yang dilihat Asep bukan medan pertempuran, tapi pembantaian. Hampir semua anggota geng Yakuza tewas secara mengenaskan, tubuh mereka bergelimpangan di seluruh tempat, porak-porandanya bangunan markas sudah tidak perlu disebut lagi. Total hampir ada seratus orang yang mati di tangan Asad.

Inilah kekuatan asli dari Amarah Hewani milik Asad; Kawani Singa.

Sementara itu, tato yang awalnya menghiasi kedua tangan Asad telah menghilang, menandakan Asad tidak lagi menjadi seorang pengguna Ballista Armpits.

Asep pun menghampiri Asad untuk membawanya pergi sebelum polisi datang, tapi di luar dugaan dia menolak.

"Tinggalkan saya!!" bentak Asad, "Ini semua salah kalian, salah bapa, salah kamu uga Asep!"

"Eh?"

"Harusnya bapa gak pensiun, harusnya dia tetap menjadi bos, dan kamu juga harusnya menerima tawaran dia. Bapa gak pernah nawarin saya –anaknya sendiri buat kerja ma dia, tapi dia malah meminta kamu!"

"Dia malah mengirim saya ke Itali, menjauhkan saya dari Bandung, ketika harusnya saya dijadikan pengganti dia!" lanjut Asad, "Dan lihatlah Bandung sekarang, kacau gara-gara kemunculan Mafia dan Yakuza! Kalian harusnya membereskan mereka semua! Usir mereka! Kalau perlu habisi!"

Asep hanya terdiam mendengar ucapan Asad, Asad yang dia kenal tidak akan berbicara seperti itu. Apa Amarah Hewani telah merubahnya? Atau hanya memperkuat emosinya?


Pihak berwajib pun datang dan menahan Asad. Dia tak melawan sama sekali saat digelandang ke kantor polisi. Setelah melalui jalannya pengadilan yang panjang, Asad pun dihukum seumur hidup di Nusa Kambangan.

Setelah kejadian tersebut, Asad lebih banyak diam. Dia juga tak menunjukkan gejala Amarah Hewani lagi. Tapi Asep tahu, Asad bukan lagi Asad yag dikenalnya dulu.


•••

[25]
Sandaran Dunia

Saat Asep terbangun (lagi), dia mendapati dirinya berada di jurang sedalam seratus meter (lagi). Tak ada sinar sama sekali yang menyinari tempat jatuhnya Asep. Walau jatuh dari ketinggian tersebut, anehnya 'darah' Asep tak berkurang sama sekali.

Ternyata singa yang jadi penarik kereta Asep menjadi bantal jatuhan Asep. Asep pun selamat, tapi sayangnya si singa mati.

Begitu juga dengan kereta yang ditumpangi Asep, hancur berkeping-keping, walau begitu ikatan benang merah yang menghubungkan Asep dengan perangkat kereta masih tersambung.

"Selamat datang, Tuan Alex Alduin." suara seorang pria nyaring terdengar dalam gelapnya jurang, tiba-tiba lampu pun menyala terang. Setelah diperhatikan seksama, tempat ini tak seperti jurang, tapi lebih mirip ruangan luas tak berdinding.

Seorang pria kurus berpakaian serba hijau berdiri di depan Asep, kepalanya memakai sebuah helm dengan sepasang tanduk melengkung menempel di depannya.

"Kamu teh siapa?" tanya Asep, "Saya yang salah denger atau kamu barusan manggil saya pake nama yang beda?"

"Namaku Tamon RoKi, soal nama, bukannya Alex Alduin itu nama aslimu?"

"Enya oge sih, (iya juga sih) waktu babak prelim juga, si pelayan manggil saya pake nama itu, tapi saya sukanya dipanggil Asep sih." jawab pria bercodet, "Terus nama kamu sendiri, kenapa mirip seperti nama si awewe bohay atau si kuda raksasa, ada unsur Tamonnya segala?"

"Ya iyalah mirip, wong kami bersaudara kok."

"Bersaudara?! Beneran itu teh?"

"Yup, kami lima Tamon bersaudara, atau biasa disebut Tamon Five!" jawab RoKi, "Tamon Ruu kakak tertua, lalu Tamon Rah, aku sendiri, dan kemudian si bungsu kembar Reeh dan Riin."

"Tapi kalian kok gak mirip, maksud saya, Tamon Ruu kan geulis pisan siga pamaen pilem be-ep, eh barat, Tamon Rah kuda raksasa, terus kamu sendiri kurus kerempeng gini."

"Ah, wujud kami boleh beda, tapi ayah kami sama, dia yang menciptakan kami."

"Menciptakan?"

"Ayah kami emang player, waktu mudanya doyan maen cewek, hasilnya adalah kami berlima ini, Ruu si penyihir barat, Rah si kuda raksasa yang gak bisa diatur sampe-sampe harus dikurung di bulan, Reeh si musisi angin yang berkelana entah kemana, terus Riin yang sekarang jadi center ALF48... aku dengar Riin sedang merekrut wanita-wanita cantik yang gagal di babak sebelumnya." jelas RoKi. "Serain kami berlima, sebenarnya ada satu Tamon lagi, tapi namanya susah disebut."

"Emang Tamon satu lagi siapa namanya?"

"Tamon RZKRHMN, dia wibu tingkat dewa."

Asep mengangguk setuju, namanya memang susah disebut. "Terus, kenapa saya ada di sini?"

"Eh, yang kesini kan kamu sendiri."

"Bukan mau saya, tadi pas lewat jalan pintas, tiba-tiba saya kesedot ke tempat ini, padahal saya lagi balapan, pasti kamu kan yang nyedot saya, ngaku siah!"

RoKi hanya cengengesan. "Iya deh, aku ngaku, aku yang menarikmu ke sini. Tapi ada alasannya... Apa yang kau tahu tentang database?"

"Mana saya tahu!" balas Asep, "Ngomong-ngomong saya tuh lagi balapan, kenapa malah diajak ngobrol?!"

"Tenang, aku bisa mengirimkan dirimu tepat sebelum garis finis, aku bisa teleportasi."

"Terus, mau kamu teh apa?"

"Supaya kutukan visual ini terangkat, supaya wujud dunia dan penghuninya kembali seperti sedia kala... Kau harus membunuh Viki Virusetyo!" ucap RoKi, "Aku adalah penguasa asli database, dunia ini adalah penyokong dunia Alforea. Kalau dunia ini hancur, maka hancur pulalah fondasi Alforea."

RoKi berhenti sejenak untuk melihat ekspresi Asep, tapi karena gambar wajahnya datar, RoKi tak bisa mengetahui kalau Asep memahami ucapannya atau tidak. Sementara itu Asep terdiam lama, matanya menatap bosan kepada RoKi.

"Kamu ngerti gak semua yang aku omongin?!" tanya RoKi.

"Bajiing, ngabisin waktu aja.. Kalau soal itu mah saya juga udah tahu, rencana si samurai juga kayak gitu," jelas Asep, "Cepat kirim saya ke deket garis pinis tea, biar saya bisa langsung menang!"

"Enak aja, tetep harus fair tau!" ucap RoKi, "Baiklah saya kirim kamu sekarang!"

"Jiir, jadi fungsi kamu teh cuma bikin jalan pintas aja?!"

"Berisik!" ucap RoKi lagi.

"Oh iya, tapi singa saya mati, gimana bisa ikut balapan lagi?" tanya Asep yang masih terikat dengan keretanya walau hancur berantakan.

"Emang perlu ya beresin balapan?" tanya RoKi, "Misi kamu kan ngalahin Viki."

"Saya tau, tapi sebelumnya pertarungan saya ma si samurai terganggu gara-gara si Viki, terus sekarang balapan saya terganggu gara-gara kamu!" ucap Asep kesal, "Sekarang saya pengen beresin semuanya, ngalahin si samurai, menangin balapan dan balikin kondisi badan saya!"

"Serakah banget, ya udah, aku juga akan memperbaiki kereta beserta singanya" ujar RoKi.

"Eh emang kamu bisa?" tanya Asep sangsi.

"Sudah kubilang, aku adalah penguasa di dunia ini, sihir penciptaan kayak gitu sih gampang."

"Kalo gitu, kenapa bukan kamu aja atuh yang ngalahin si Viki?"

"Ya tadi, aku ahlinya sihir penciptaan, tapi aku bukan petarung atau semacamnya... Database bisa diibaratkan sebagai pabrik maha besar dimana semua elemen yang muncul di Alforea diciptakan di sini, aku sendiri adalah RoKi-88, merupakan bagian dari RoKi Network yang bertugas menjaga dan mengawasi 'dunia' ini, bisa dianggap aku adalah direktur dari database yang kau kunjungi... Kami di level dua memproduksi benda-benda alam seperti bebatuan, tumbuhan dan makhluk non-monster, dan berbagai produk lainnya... Lalu tiba-tiba, tanpa peringatan, Viki Virusetyo dan kawanannya menyerang divisi kami dan merubahnya!" ucap RoKi, wajahnya tampak menunjukkan kekesalan.

"Apa kau paham apa yang terjadi bila database dihancurkan?!"

"Gak, emang apa yang bakalan terjadi?"

"Kehancuran semesta Alforea!"

Asep hanya diam saat mendengar penjelasan RoKi, entah dia harus percaya atau tidak dengan apa yang diucapkan pria di depannya. Tapi untuk sekarang, fokusnya adalah menyelesaikan misi yang telah diberikan padanya.

"Saya kurang ngerti dengan masalah teknis seperti itu, tapi ada satu hal yang paling saya ngerti... orang yang bernama Viki perlu dikasih pelajaran!"

"Hmm, itu juga cukup kok," ucap RoKi tersenyum, "Nah, apa kau sudah siap?"

Pertanyaan RoKi hanya dibalas anggukan Asep. Dengan menggunakan tongkat sihir yang entah muncul dari mana, RoKi pun melafalkan mantra teleportasi ke arah Asep. Sebuah sinar melesat dari batu akik yang terpasang di tongkat menuju tubuh si preman, tubuh Asep pun mulai ikut bersinar.

Sesaat sebelum tubuh Asep berpindah tempat, RoKi memberi peringatan, "Hati-hati juga terhadap lawanmu, Nobuhisa Oga, sepertinya dia mendapat mainan yang menarik."


•••

[26]
Samurai dan Pedang Terkutuk, Preman dan Pedang Terketek

Mainan apa yang didapat Nobuhisa Oga?

Untuk tahu jawabannya, kita harus tahu perjalanan sang samurai di balapan kereta kuda dulu –atau dalam kasus Nobu, keretanya ditarik anjing hitam raksasa.

Sama seperti Asep, Nobu awalnya memulai balapan dengan lambat. Namun kemudian terus merangsek naik ke posisi lima belas di checkpoint pertama, dan posisi ke enam di checkpoint kedua. Ya, tak seperti Asep yang terjatuh sebelum checkpoint kedua, Nobu bisa membalap secara kompetitif melawan pembalap-pembalap lainnya.

Dengan hilangnya Asep dan Fred Flinstone (posisi ke sepuluh dan sebelas) yang terjatuh ke jurang, praktis balapan hanya menyisakan sembilan pembalap saja. Dengan dua diantaranya tentu aja Viki Virusetyo dan Uzumane Narutadi.

Lintasan balap setelah checkpoint kedua, atau 10 kilometer terakhir adalah yang terberat. Di sepanjang jalan, kotak-kotak aneh melayang menghalangi laju mereka. Awalnya mereka menganggap itu sebagai halangan atau lebih buruk, ranjau yang melayang di udara. Tapi ketika salah satu pembalap tak sengaja mengenai kotak tersebut, akhirnya mereka tahu kalau kotak itu adalah kotak spesial. Pembalap yang 'menabrak' kotak spesial tersebut akan mendapatkan benda-benda ajaib yang bisa digunakan untuk menyerang pembalap lain.

Nobu pun tentu saja memamfaatkan fitur aneh tersebut. Tapi sejauh ini dia mendapatkan benda-benda yang menurutnya tak berguna, seperti piring cantik, payung dan botol kosong. Kecewa dengan barang-barang yang didapatnya, dia pun menggunakan pedang untuk menyerang lawan-lawannya.

Hingga akhirnya dia pun berhadapan dengan pembalap berbaju merah dan berambut putih panjang, sebut saja namanya Inuyasuu. Nobu pun bertarung sengit dengan pembalap tersebut, keduanya cukup seimbang karena baik Nobu maupun Inuyasuu sama-sama menggunakan pedang sebagai senjata utamanya.

Namun pada akhirnya Nobu keluar sebagai pemenangnya, Inuyasuu pun terjatuh dari keretanya dan meledak. Sementara itu pedang yang sebelumnya dipakai Inuyasuu terlempar dan menancap di kereta yang dinaiki Nobu. Awalnya sang samurai berniat mencabut dan membuang senjata lawannya tersebut, tapi karena bentuk pedangnya yang unik, Nobu pun menggunakannya sebagai pedang kedua.

Hanya saja tak diketahui oleh Nobu, pedang itu sebenarnya pedang terkutuk yang bernama Titinsaiga.

Sebagai pedang terkutuk, Titinsaiga telah membuat banyak samurai menceraikan pedang pertamanya. Dengan lidahnya yang tajam, Titinsaiga memfitnah pedang pertama sebagai pedang yang tumpul dan karatan. Karena tak tahan dimadu, pedang pertama pun minta dicerai. Nobu yang tergoda bujuk rayu Titinsaiga akhirnya mentalak-tiga pedang pertama dan membuangnya, sehingga akhirnya Titinsaiga pun menjadi pedang utama yang dipakai Nobu.

Di sinilah awal kutukan Titinsaiga dimulai.

Setelah memakai Titinsaiga, Nobu pun kerasukan arwah siluman tempo dulu. Tanpa ampun dia mulai menebas para pembalap yang lainnya, sehingga sekarang hanya tersisa empat balap yang tersisa. Viki Virusetyo di posisi pertama, Narutadi di posisi kedua, Nobu di posisi ketiga dan terakhir di posisi keempat adalah seorang pembalap bernama Lanjung.

Tak seperti pembalap lainnya, Lanjung hanya memakai sepeda yang dia kayuh sendiri untuk menarik keretanya. Sementara kuda penariknya ada di belakang kereta dan beristirahat. Sejauh ini dia bisa bertahan karena tidak ada yang menganggapnya berbahaya, dan menyangka dia akan tumbang di sepuluh kilometer pertama. Tak disangka dia ternyata adalah si kuda hitam yang sesungguhnya.

Namun tiba-tiba sebuah sinar menyilaukan muncul di atas Lanjung. Ternyata itu adalah Asep dengan kendaraan pengganti yang diciptakan RoKi, lengkap dengan singa berambut hitam yang kembali hidup dan berubah menjadi singa berambut putih, bernama Shirowangi.

Karena munculnya tepat di atas si pengayuh sepeda, tak ayal kendaraan Asep jatuh menimpa Lanjung dan keretanya yang secara otomatis mengeliminasi si pengayuh sepeda tersebut. Malang tapi sudah takdirnya.

Akhirnya pertarungan antar empat pembalap pun sampai pada babak akhir. Siapa yang akan sampai pertama di garis finish?

•••

Balapan pun telah memasuki lima kilometer terakhir, jarak yang pas bagi keempat pembalap yang tersisa untuk menentukan siapa yang tercepat. Tiga pembalap lebih tepatnya, karena Narutadi tentu saja akan memihak bosnya.

"Sialan, kenapa orang itu tiba-tiba muncul?" ucap Viki berang. Kereta yang dinaikinya ditarik oleh siput legendaris bernama Gary Godspeed. Siput yang hanya muncul di langit utara setiap seratus tahun sekali itu terperangkap jebakan Viki dan menjadi hewan peliharaannya.

"Gak tau bos, dia muncul gitu aja," jawab Narutadi yang menaiki kereta yang ditarik oleh rubah ekor sembilan yang bernama Robert Rainbowstar.

"Pasti dia dibantu si RoKi-88," ucap Viki menunjukkan ketidaksukaannya, "Tad, habisi dia dan si samurai itu!"

"Siap bos!" jawab Narutadi, keduanya bisa dibilang tak menyangka bahwa Asep dan Nobu bisa bertahan sampai tahap akhir.

Sementara itu Asep yang baru bergabung, mulai mendekati Nobu.

"Oi, saya kira kamu udah ngeberesin si Viki?" ujar Asep. Tapi yang ditanya tak menjawab, matanya malah menatap tajam sang preman.

Tanpa peringatan Nobu pun mulai menyerang Asep, tapi untung serangan masih bisa dihindari.

"Apa-apaan kamu teh? Musuh kita di depan tuh!" seru Asep.

"Tebas! Tebas semua!!" teriak Nobu, mata sang samurai berubah merah akibat kutukan Titinsaiga. Asep yang melihat bahwa samurai di depannya telah dirasuki pun mulai siaga, Nobu yang sekarang berbeda dengan Nobu yang tadi bertarung dengannya.

Namun belum juga Asep berkomentar tentang Nobu, tiba-tiba datang serangan lain dari arah depan Nobu. Narutadi melemparkan ratusan kunai yang meluncur deras ke arah Nobu dan Asep. Namun Nobu dengan mudah menangkisnya dengan Titinsaiga, sementara Asep harus menunduk di balik keretanya.

"Kalau udah gini, kayaknya harus pake jurus itu," ucap Asep.

Asep pun kemudian mengeluarkan biji kopi yang tersisa di gesper sabuknya, setelah dipakai berulang-ulang di ronde sebelumnya, cadangan biji kopi ynag tersisa ternyata hanya dua. Tapi cukup baginya untuk kembali mengaktifkan ajian Ballista Armpits, karena hanya butuh minimal dua biji saja untuk bisa dioleskan ke keteknya.

Tak lama kedua tato yang menghiasi tangannya berubah warna menjadi merah yang menandakan ajiannya telah aktif, tapi Asep tak berhenti di sana. Preman itupun mengapit telapak tangannya ke dalam ketek dan mulai mengerak-gerakkan bahunya, sedemikian rupa sehingga terdengar suara akibat terkomrpresinya udara yang ada di lekukan ketek tersebut.

BEK! BEK! BEK-BEK-BEK!

Kira-kira begitu bunyinya. Asep terus melakukan hal itu secara bergantian di kiri dan di kanan keteknya. Warna tato pun kembali berubah, semakin lama semakin membiru.  Itulah ritual untuk jurus Ballista Armpits ketiga yang dikuasai Asep. Setelah Kohpeeloowak dan Kopisaesetan, Asep akhirnya mengeluarkan jurus...

"KO... PI... LA... NANG!" ucap Asep sengaja terbata-bata.

Asep pun bangkit dari persembunyiannya, ketika beberapa kunai mengarah kepadanya, Asep dengan mudah menangkisnya. Ya, kunai setajam pisau bedah itu ditangkis Asep dengan tangan kosong. Preman itu tak menghindar sama sekali.

"APA?!" teriak Narutadi, tampaknya dia kaget. "Kenapa dia bisa menangis kunai-ku dengan mudah?"

Asep hanya tersenyum melihat reaksi ninja berambut kuning tersebut. Nobu, Narutadi dan Asep, ketiganya siaga. Sementara keretanya melaju kencang mengantarkan tumpangannya menuju garis finish. Apa sebenarnya Kopilanang? Bagaimana hasil akhir balapan?

Temukan jawabannya di bawah.


•••

[27]
Sabetan Tintinsaiga

Serangan kunai tak henti-hentinya dilancarkan Narutadi, sementara itu Nobu dan Asep terus mendekat ke arah Narutadi yang fokus menghadang. Ketiganya tak memperdulikan bila mereka sedang berada di atas chariot yang bergerak kencang.

Melihat serangannya tak mempan, Narutadi pun mengeluarkan jurus andalannya, Rasundulgan. Seperti sebelumnya, bola cahaya sebesar bola sepak muncul dari kedua telapak tangannya. Ninja berambut kuning pun dengan cepat melemparkan kedua bola cahaya tersebut ke arah Nobu dan Asep.

Tapi di luar dugaan, Nobu dengan Titinsaiga-nya menebas bola Rasundulgan tanpa kesulitan. Begitu juga dengan Asep yang dengan mudahnya meninju bola cahaya tersebut dengan tangan kosongnya. Naturadi hanya bisa terbelalak melihat serangan favoritnya termentahkan begitu saja.

"Tidak mungkin! Serangan itu harusnya tidak bisa ditebas, apalagi dipukul!" teriak Narutadi.

Melihat celah untuk menyerang, Asep melancarkan jurus Kopisaesetan ke arah Narutadi. Mudah saja bagi ninja itu untuk menghindar, tapi bukan si ninja yang jadi sasaran Asep, melainkan Robert si rubah. Atau tepatnya kaki si rubah. Serangan Asep sukses membuat rubah ekor sembilan itu terjatuh.

Narutadi yang tidak siap mati-matian bertahan menjaga keseimbangannya. Tapi ia lupa, bahwa itulah yang ditunggu lawan. Tanpa ekspresi, Nobu pun dengan dingin menyabetkan Titinsaiga ke arah Narutadi, membelah tubuh si ninja sehingga terbagi dua.

Balapan pun menyisakan hanya tiga pembalap saja. Sisa jarak tempuh adalah dua kilometer.

•••

Viki Virusetyo demi melihat nasib tangan kanannya langsung panik. Dia pun mulai memacu Gary Godspeed supaya bergerak lebih cepat. Tapi apa daya, siput luar angkasa itu mulai kehabisan bensinnya. Makhluk itu mulai lelah setelah dari awal start tak diberi kesempatan menurunkan kecepatan. Si siput pun berhenti.

"Maju sialan!" maki Viki, dia mencambuki si siput malang supaya bergerak. Entah karena bosan atau sudah tak merasakan sakit lagi, Gary Godspeed tetap tak bergerak. Viki pun terus berteriak-teriak memaki si siput.

Sementara itu dilihatnya kereta Asep dan Nobu semakin mendekat dan mendekat. Viki pun mengangkat tangannya, menyerah adalah opsi terbaik. Sama seperti RoKi, dia bukanlah petarung, dia hanya seorang virus yang kebetulan mempunyai sihir perubah dunia.

"Ba –Baiklah, kalian boleh memenangkan lomba balap ini, tapi jangan lukai aku!" tawar Viki. "Siapapun pemenang lomba akan menjadi tangan kananku!"

Viki mulai tegang, dia merasa tawarannya adalah tawaran terbaik yang bisa diberikan. Dia pikir sekali-kali kalah lomba tak masalah, dia bisa mengadakan lomba balap lagi, yang penting kedua orang itu tidak menyerangnya. Ketika keduanya semakin mendekat dan tak terlihat tanda-tanda akan menyerang dia, Viki pun tersenyum lega.

Tapi perkiraannya keliru, Titinsaiga lagi-lagi memakan korban. Kali ini leher yang sang master virus dengan mudah dilewati bilah tajam Titinsaiga. Kepala Viki pun terputus dari badannya

Balapan pun akhirnya hanya menyisakan dua pembalap, yaitu Asep dan Nobu. Sementara jarak menuju garis fisis adalah lima ratus meter.


•••

[28]
Selamat Tinggal Ballista Armpits

Di tempat lain, cukup jauh dari hiruk pikuk penyerang virus ke database, seorang pria berjubah hitam dengan lahap meminum wedang jahe kalengan sampai habis. Sesekali dia melirik smartphone-nya saat notifikasinya berbunyi.

"Cih, satu virus lagi mati," ucapnya kesal.

Pria berjubah itupun kemudian menggerakkan jari-jarinya  di atas layar hape pintar tersebut, dia sepertinya mengetik sms yang akan ditujukan ke rekannya. Saat sedang asyik-asyiknya mengetik, sebuah suara mencoba menarik perhatian si pria.

"Gimana kabar si bangke? Masih kejebak di peti butut itu?" tanya pria berpakaian serba hijau. Namanya adalah RoKi-00, dia adalah pusat pikiran para RoKi.

Pria berjubah hitam menatap tajam kepada pria yang baru datang tersebut. "Sebut beliau YANG MULIA!" bentak pria berjubah hitam, "Jangan lupa kalau beliau adalah pendiri Alforea dan juga ayah kalian, dasar anak durhaka!"

"Jangan belagu!" balas RoKi, "Mentang-mentang kau jadi tangan kanannya, bukan berarti aku gak berani menghapusmu sekarang juga! Kau pikir kau siapa, hah?"

Si pria berjubah hitam hanya mendengus, "Apa maumu? Bukannya kau sudah sepakat untuk membiarkan virus-virus itu menyerang database?"

"Ssst, jangan terlalu berisik!" ucap RoKi-00 sambil menempelkan jari ke bibirnya, "Aku hanya ingin tahu sejauh mana kerusakannya?"

"Jangan khawatir, sudah hampir lima puluh persen... ada beberapa hambatan, tapi tak masalah."

"Baguslah." RoKi-00 tersenyum puas.

Mendengar jawaban RoKi-00, pria berjubah hitam pun bertanya, "Kenapa kau mau memihak kami?"

"Jangan salah sangka, aku membantu kalian bukan karena memihak kalian... aku hanya bosan, yang kuinginkan hanyalah kekacauan!"

RoKi-00 pun tertawa terbahak sambil meninggalkan si pria berjubah hitam yang hanya bisa geleng-geleng kepala, tangannya kemudian meraih kaleng berisi wedang jahe yang dibelinya di Alforeamart.

"Huh, katanya jangan berisik," ucapnya sambil kembali menenggak minuman favoritnya tersebut.

•••

Kembali ke balapan, pembalap yang tersisa adalah Asep dan Nobu.

Asep dan Nobu terus memacu keretanya dengan cepat. Semakin lama jarak antara mereka pun semakin dekat. Saat Asep sudah memasuki jarak sabetan pedang, dengan cepat Nobu menyabetkan Titinsaiga ke arah Asep. Dengan enteng preman itu menangkisnya dengan tangan yang tatonya telah berubah menjadi biru. Tapi tak ada luka sama sekali pada tangan Asep, itu bisa terjadi karena efek Kopilanang yang digunakan Asep.

Kopilanang membuat tangan penggunanya sekuat baja, dengan begitu mereka bisa bertarung mengimbangi para pengguna senjata tajam.

Akhirnya jarak antar kereta mereka berdua pun hampir tidak ada, bahkan beberapa kali kedua kereta saling senggol. Jarak menuju garis finis adalah dua ratus meter, gapura akhir pun makin terlihat jelas. Sementara di atas kereta pertarungan pun semakin sengit.

Saat itulah sesuatu terjadi. Akibat kematian Viki Virusetyo, efek sihirnya pun lenyap. Perubahan visual pun kembali terjadi pada tubuh Asep dan Nobu, 'darah' yang sebelumnya melayang di atas kepala mereka pun menghilang.

Perubahan pun terjadi pada dunia di sekelilingnya. Perubahan itu terjadi sangat cepat, seperti tsunami yang menyapu, merubah warna-warna yang asalnya sederhana menjadi bertekstur kualitas tinggi, atau dengan kata lain kembali menjadi dunia nyata. Tapi ada yang salah, gempa mulai terjadi di sekitar mereka. Sepertinya akibat perubahan tersebut, lingkungan alam menjadi tidak stabil.

Bagi Asep dan Nobu, perubahan kembali dunia dan tubuh mereka tak berpengaruh pada pertarungan. Si samurai terus menyerang dengan Titinsaiga-nya, menerjang ke bagian tubuh Asep. Sementara si preman pun sama, terus menyerang dengan kekuatan Kopilanang-nya.

Namun mereka salah, perubahan itu tetaplajh berpengaruh. Terutama pada lintasan yang awalnya rata, sekarang berubah menjadi berundak-undak. Hingga ketika jarak tempuh menyisakan lima puluh meter, kedua hewan penarik kereta, si anjing hitam dan singa putih pun tersandung bebatuan yang tiba-tiba muncul akibat perubahan bentuk jalan.

Akibatnya kereta yang ditumpangi mereka ikut terguling, benang merah pengikat keduanya dengan kereta terputus. Keretapun meledak, keduanya terhempas jauh.

Hebatnya arah hempasan mereka tepat di garis finis, keduanya pun bersusah payah bangun. Tapi bukannya mendekati garis finis, samurai dan preman itu malah saling mendekat dan lanjut bertarung.

Bertarung dan bertarung bertarung. Nobu dengan pedang Titinsaiga-nya dan Asep dengan Kopilanang-nya.

Hingga akhirnya satu pukulan Asep tepat mengenai kepala Nobu, membuatnya si samurai terlempar jauh dan jatuh dalam posisi kepala terlebih dahulu. Lehernya patah, tanpa 'darah' tak ada lagi yang menahan kematian si Samurai.

Asep yang melihat kematian Nobu pun berbalik, dia mulai melangkah tertatih melewati garis finis. Dia akhirnya memenangkan balapan itu. Walau dalam peraturan seharusnya kereta dan hewan penariknya juga ikut melewati garis, tapi Narutadi khilaf menjelaskan aturan tersebut. Yang penting dalam pikiran Asep, dia menang.

Sementara itu tato di tangannya perlahan mulai memudar dan memudar, hingga akhirnya menghilang sepenuhnya. Asep yang menyadari itu pun kemudian melihat kedua lengannya.

"Dengan ini, ayah pasti gak sulit nyariin saya.... ah tapi, kumaha engke we lah!"  




•••

Catatan:
SKILL UPDATE
-         - Ballista Armpits dinonaktifkan sampai batas waktu yang tidak tentu :'(
-         - [NEW] Kawani Papatong – unlocked, akan dijelaskan di ronde selanjutnya.

10 comments:

  1. "RASUNDULGAN!"

    Hahahaha best.
    Review aku mulai yo.

    Plot : Banyak flashback masa lalu Asep yang lumayan ngefeel. Aku langsung simpati sama sosok Asad, sedih banget ceritanya. Flashbacknya Asep buatku merupakan bagian terkuat dari entry ini.
    Sementara actual plot pertarungan Nobu sama Asep berasa trivia, apalagi dengan kehadiran Vicky Prasetyo wkwkwkw jadi tambah ngakak deh.

    ===

    Karakter : Nobunya wibu abis wkwkw, aku nggak baca entrynya dia jadi nggak bisa komen deh. Cameo2 plesetan dari berbagai anime juga bikin entry ini makin berwarna. Walaupun di akhir rada hilang arah soalnya kebanyakan karakter, tapi nggak terlalu masalah buatku.

    ===

    Battle : Meski di awal berasa trivia dan battle for fun. Tapi battle di akhirnya epic bener, pertarungan sengit di tengah gelombang perubahan dunia. Kebayang banget epicnya, top banget dah, meski pertarungannya bentar tapi berasa.

    Wah skill baru, bikin penasaran nih. Meski skill lama jadi hilang. Waduh penasaran

    Titip 10/10

    OC : Meredy Forgone

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata ada juga yang komen, saya jadi malu, soalnya belum sempat ngomen di Meredy :')

      Ssst, yang bener tuh Viki Virusetyo XD

      Nobu malahan awalnya lebih wibu lagi dengan lafal jepang yang gak bisa nyebut huruf L, tapi ribet ke sayanya XD

      Skill baru, mungkin Dragonborn yang ditunggu-tunggu ^_^

      Sekali lagi makasih nilainya ^_^

      Delete
  2. Hanjiiirrrr...
    meskipun situ bilang 'punya saya jangan dibaca' tapi saya baca juga dan enggak neyesel baca ini, this has bright my hectic day..!
    Rasundulgan? Titinsaiga? Gary ... (gak dicariin Spongebob itu?)? Narutadi...? dan... yang bikin saya ngakak sampai harus cekikikan di depan PC adalah : Tamon RZKRMN sang wibu tingkat dewa dan Lanjunng si pengayuh sepeda??!! ya ampun, ini humor breaking the 3rd wall-nya benar-benar entertaining, gila!

    gaya bahasanya supel casual ngalir, kocak, tapi keseruan battle-nya tetap terasa. terasa pas semuanya, lah... nggak terasa overdosis buat saya. Meskipun sebenarnya yang adegan flashback tragedi Wulan-asad itu belum terlalu kerasa nge-feel-nya.
    Oh ya, ada beberapa typo bang. Tapi wajar sih, saya juga sering begitu.

    titip 9/10 dulu. Entah dihitung atawa tidak, ayo tetap berjuang di ronde berikutnya...!

    Rakai A
    OC Mima shiki Reid


    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang sy khawatirin bentuk fontnya yang gede-gede, biasanya bikin ilfeel yg baca XD

      Tp syukur deh kalo masih bisa dinikmatin, hehe

      Untuk adegan flashback, fokusnya lebih ke hubungan Asad ma Asepnya sih, manly brotherhood XD

      Makasih nilainya, saya jadi malu soalnya sy juga gak sempet ngomen ke Mima :')

      Delete
    2. Sialan asep ini. Parodinya best lah

      Sepanjang baca ini saya cekikikan mulu tiap ada joke. Plotnya sih sederhana, tapi storytellingnya imba - pake gaya bahasa lepas kayak sundanya asep atau jepang wibunya nobu, serasa renyah buat dinikmatin

      Tapi poin cerita yang paling menarik buat saya pribadi justru masa lalu asep. Satu persatu seiring jalannya turnamen emang udah keniscayaan tiap oc bakal terkuak latar belakangnya, dan asep ini meski ga harus drama tragis maksa, tapi paling ngga ngegambarin karakternya 'berangkat' dari mana

      Dari saya 9 (nilai udah ga diitung pun ga masalah kan?)

      [OC : Dyna Might]

      Delete
    3. Sialan asep ini. Parodinya best lah

      Sepanjang baca ini saya cekikikan mulu tiap ada joke. Plotnya sih sederhana, tapi storytellingnya imba - pake gaya bahasa lepas kayak sundanya asep atau jepang wibunya nobu, serasa renyah buat dinikmatin

      Tapi poin cerita yang paling menarik buat saya pribadi justru masa lalu asep. Satu persatu seiring jalannya turnamen emang udah keniscayaan tiap oc bakal terkuak latar belakangnya, dan asep ini meski ga harus drama tragis maksa, tapi paling ngga ngegambarin karakternya 'berangkat' dari mana

      Dari saya 9 (nilai udah ga diitung pun ga masalah kan?)

      [OC : Dyna Might]

      Delete
    4. Sialan asep ini. Parodinya best lah

      Sepanjang baca ini saya cekikikan mulu tiap ada joke. Plotnya sih sederhana, tapi storytellingnya imba - pake gaya bahasa lepas kayak sundanya asep atau jepang wibunya nobu, serasa renyah buat dinikmatin

      Tapi poin cerita yang paling menarik buat saya pribadi justru masa lalu asep. Satu persatu seiring jalannya turnamen emang udah keniscayaan tiap oc bakal terkuak latar belakangnya, dan asep ini meski ga harus drama tragis maksa, tapi paling ngga ngegambarin karakternya 'berangkat' dari mana

      Dari saya 9 (nilai udah ga diitung pun ga masalah kan?)

      [OC : Dyna Might]

      Delete
    5. Wkwk, dapet nilai 27 XD

      Ternyata emang maksa ya dramanya, mungkin soal bayi itu harusnya gak dimasukin ^_^
      Masa lalu Asep masih satu bagian lagi, mungkin di R3

      Delete
    6. Oh iya, makasih komennya ^_^

      Delete
  3. Aaaaaa... beneran kan nyesel saya gak ngikutin Canon Asep dari dulu. Andai saya sempet baca ini, tentu saya juga bakalan ngasih nilai sempurna.

    Aduh, tambah minder ini di R4...
    Q_Q

    ReplyDelete