18.7.15

[ROUND 2 - LEVEL 1] MIMA SHIKI REID - GHOST OF THE PAST

GHOST OF THE PAST
By Rakai Asaju
;
;
Pengenalan Tokoh OC cameo (yang sudah membaca entry prelim dan R1 Mima, silahkan dilewat).
Anastasia-six: Maid yang menjadi pemandu Mima di Ronde 1
Klaas: ketua Red Cat Schroedingers, kelompok penjaga Despera Back Alley. Seorang lelaki tua kekar, botak, berjenggot putih, mengenakan celana merah. Ia menghadang Mima dan Mang Ujang di gang taman kanak-kanak dan memberikan ujian "es krim" kepada mereka. Ia juga bertindak menjadi wasit di pertarungan terakhir antara Mima vs Mang Ujang. 
Reddix: pemilik kedai es krim, juga penjaga Despera Back Alley, yang ikut menguji Mima dan Mang Ujang di Ronde satu. Tapi, Mima dan Mang Ujang berhasil lolos.
Maroon Cat: Penjaga Despera Back Alley yang mengelabui Dyna dan Ronnie untuk bertarung dan kehabisan waktu.
Crimson Cat: seorang transporter atau kurir, juga penjaga Despera back Alley, yang merayu Tata dan akhirnya berkencan dengan Tata hingga Tata melupakan tujuannya sebagai peserta.
Weasel Reid: Suami Mima, berprofesi sebagai tentara bayaran kelas internasional, bekerja di "Mercenary".
Jade Shiki: Kakak lelaki Mima, pemimpin kelompok tentara bayaran "Mercenary", atasan Weasel.
R.U.N.: Resetting Attempted Neurolink, kemampuan menahan rasa sakit ang dimiliki Mima sebagai survivor Equilibrium. 
;
WARNING:
All written in this story is fiction.
Contain explicit conten: nudity, graphic violence, swearing. You must 18 years old or more to read this.   
Section 0: Prologue merupakan sambungan entry ronde 1, yang mengisahkan lanjutan nasib empat peserta tim E – Dyna, Ronnie, Ananda dan Fath A'Lir menghadapi jebakan di Despera Back Alley. Pembaca dapat membacanya terlebih dahulu atau langsung melompat ke Section 1: Attack on Database.
;
;
Section 0:
Prologue
;
;
Klaas sang Penjaga menatap portal antar dimensi yang mulai mengecil dengan perlahan. Mima 'The Running Mama', sang Ibu yang tidak dijagokan dalam ronde ini, di luar dugaan justru memenangkan pertarungan akhir yang terhelat di tengah  Despera Back Alley, tepat sebelum matahari terbenam. Kini, ia telah dibawa oleh maid pemandu, Anastasia-six, meski harus dipapah karena satu rusuknya patah. Mang Ujang, lawannya di akhir babak, juga dibawa kembali ke Despera dengan tandu karena cedera parah di wajah dan kedua tangannya,.  
Akhirnya, Klaas membatin lega dalam hati. Tidak ada lagi para peserta turnamen merepotkan yang mengganggu kedamaian wilayahku.
Sebenarnya Klaas dan gengnya mudah-mudah saja untuk mengusir semua peserta keluar dari Despera Back Alley, bahkan kalau mau, ia bisa saja menolak permintaan panitia untuk menjadikan wilayahnya salah satu  lokasi rumble battle. Despera Back Alley yang dijaganya adalah wilayah teraman di Alforea,  bahkan melebihi Despera sebagai ibukota Alforea. Klaas, Reddix, dan si kembar Crimson-Maroon Cat, empat serangkai itulah yang secara diam-diam bahu-membahu menjaga kedamaian daerah itu. Mereka disebut Red Cat Schroedingers, 'para pelompat ruang-waktu'.  Mereka dianugerahi  kemampuan ajaib melompati ruang paralel waktu dan menampilkan diri dalam wujud usia yang berbeda-beda. Geng ini juga punya satu kesamaan; mereka menyukai teka-teki dan permainan pikiran.    
 "Baiklah, kita akhiri permainan pikiran ini. Biarkan para peserta menetukan pilihannya; tetap disini atau kembali ke Despera." Klaas menoleh pada ketiga rekannya: Reddix, Maroon dan Crimson.
"Lho, bukannya mereka yang kalah akan tereliminasi secara otomatis dari turnamen?" Crimson—yang sepertinya sungguh-sungguh naksir Fatha A'Lir, mendesah kecewa.
"Di ronde satu ini belum ada eliminasi; jadi mereka masih bisa kembali menjadi peserta dan berkumpul di Despera." Jawab Klaas santai.
Crimson tergelak, "Para peserta BoR5 ini semuanya menarik, bos. Tata cewek yang manis, ingin kujadikan istri keempatku." Crismson mengatakan dengan ringan, seolah menikah adalah perkara mudah.  
"Alforea sudah terlalu penuh. Jangan Crimson, atau kita dituduh bertanggungjawab atas meledaknya jumlah penduduk." Klaas mendelik.
"Tapi memang Alforea semakin penuh akhir-akhir ini. Kalian juga merasakannya, bukan? Banyak entitas tak dikenal yang menyusup ramai-ramai ke tempat ini." Timpal Maroon, sembari mengibaskan rambut merah marunnya.
Klaas memandang langit yang menggulita. Malam telah tiba, dan bintang-bintang mulai bermunculan di langit.  Bulan Alkima yang  berplester ungu mulai terlihat di langit malam. Konon, seekor monster bernama Tamon Rah ernah disegel di dalamnya. 
"Mereka masih belum bergerak, tapi aku bisa mencium keberadaan mereka dimana-mana." Ia bergumam, lalu balik bertanya pada Maroon, "Bagaimana dengan kondisi gang Eropa, dua orang itu masih bertarung?"
Maroon mengangguk. "Ya, masih. Keduanya tidak ada yang mau mengalah," ia setengah mengeluh. "Mereka bahkan tidak menyadari kalau sudah terjebak dalam sihirku. Demi ego semu para lelaki… pertarungan itu masih terus berlangsung." Maroon menghela napas, "aku sudah mengisolasi mereka dalam satu bilik ruang-waktu yang terpisah dari dimensi ini. Takkan ada kerusakan yang terjadi. Bahkan, mereka juga takkan terluka atau kehabisan tenaga, mereka bisa bertarung sepuasnya dalam waktu yang tidak terbatas…"
-o0o-
"….!"
Tubuh Ronnie terpental beberapa meter jauhnya, menabrak dinding beton pinggiran jalan, menghancurkannya berantakan.
Dyna berdiri mengatur nafas, topi fedoranya entah ada di mana, pakaiannya mulai berdebu dan sobek di sana-sini, rambut ungunya yang berantakan dan kusut. Berada dalam keadaan kotor begini adalah sesuatu yang sangat ia benci. Serangan terakhirnya tadi seharusnya membuat Ronnie tak bangun lagi. Agar pertarungan cepat selesai, di serangan kali ini ia tak menahan tenaga.   
Tapi Ronnie tetap bangkit. Menyunggingkan senyum bergairah, tubuhnya bangkit di antara reruntuhan, mengepulkan debu-debu debris beton. Ia tak terluka sedikitpun, dan justru mulai mengangkat kedua tangannya yang berbalut bandage, siap menyerang Dyna secara fisik dengan tendangan dan pukulan andalannya.
Saat itu Dyna merasakan ada sesuatu yang janggal.
Ronnie maju menerjang, tapi Dyna buru-buru berteriak, "Tunggu! Ada yang tidak beres dengan tempat ini!"
Ronnie mengerem serangannya, namun posisi tubuhnya tetap waspada.
"Apa maksudmu?"
Dyna melihat sekeliling.
"Apakah kau menyadari kalau situasinya terlalu tenang?"
"Huh?" Ronnie mengerutkan kening. "Lalu suara gaduh kita saling menyerang tadi itu, apa?"
"Bukan itu," Dyna membantah. "Seharusnya ada keributan yang lain. Pertarungan dahsyat yang kita lakukan seharusnya membuat orang-orang panik dan menjerit. Burung-burung akan terbang ke angkasa, lalu polisi atau petugas keamanan akan mendatangi kita dengan sirine yang berisik," terangnya.
Ronnie mengendurkan kuda-kudanya, memeriksa sekeliling. Keheningan yang aneh menyelimuti ruas jalan, yang baru ia sadari. "Betul juga. Seharusnya orang-orang sekitar sini juga melihat, atau setidaknya menonton kita bertarung." Gang tersebut terlalu kosong untuk sebuah pemukiman.
"Kau juga tak terluka sedikitpun, padahal kau berkali-kali menerima seranganku." Kali ini Dyna menatap Ronnie. "Hal yang sama juga terjadi padaku. Bahkan, meskipun aku berkali-kali melancarkan serangan, kekuatanku tak berkurang sedikitpun. Kau juga merasa begitu, bukan?"
Ronnie memeriksa tubuhnya sendiri, dan memang, meskipun pakaiannya tercabik-cabik, tubuhnya sehat tanpa gores. "Eh, betul juga…"
"Jadi… kemungkinan terakhir…" keduanya menatap ke satu-satunya sosok manusia yang sejak tadi menonton mereka bertarung. Maroon Cat, si  pelacur yang telah merayu mereka untuk bertarung masih berdiri dengan belahan gaunnya yang memperlihatkan paha. Wanita itu telah menjanjikan sepuluh keping emas untuk salah satu diantara mereka berdua.
"Hmm, rupanya kalian baru sadar." Maroon Cat menyibak rambutnya dengan elegan. "Kalian terjebak. Gang ini adalah jebakan sesat Despera Back Alley, dan kalian telah terperangkap sihirku sejak tadi."
-o0o-
"Bagaimana dengan Fatha A 'Lir?" Klaas ganti bertanya pada Crimson.  
"Dia kutinggalkan di salon." Jawab Crimson enteng.
"Kau jelaskan dulu padanya, lalu tanyai dia mau pulang atau tidak."
"Oke, oke…"
-o0o-
"Ah, enaknya… rileks sekali." Tata membiarkan dirinya dimanjakan dalam creambath dan pijatan. Kuku kaki dan tangannya sedang di manicure-pedicure.  
"Otot-otot nona kaku semua, pijatan ini bisa bikin anda lebih rileks." Sang masseur, wanita berambut merah marun, sekali lagi mengulang remasan lembut di kedua sisi bahunya.
"Ya. Karena menjadi peserta cukup melelahkan, sih…"
Eh, tapi, peserta apa, ya? Tata mencoba mengingat-ingat. Rasanya ada sesuatu yang sangat penting yang kulupakan. Apa ya…?
"Nona, pemuda yang tadi apakah pacar anda?"
"Crimson? Ehehehe…" Tata terkekeh genit, "… dia tampan, ya?"
"Oh ya, dia memang terkenal tampan." Sang pemijat itu tersenyum hingga kedua matanya nampak aneh, seperti dua garis melengkung. "Dia memang terkenal di daerah sini…. bukan, dia tenar di seantero Alforea. "
"Oh, terkenal apanya?" Tata buru-buru bertanya dengan perasaan siap melambung, menduga jawabannya akan membuat nilai Crimson semakin naik, misalnya 'bintang iklan' atau 'model' atau 'artis'….
"Bintang iklan." Jawab lawan bicaranya.
"Oh, bintang iklan apa?"
"Itu…" pelayan itu menujuk sebuah billboard besar di depan salon, yang bisa dilihat dari tempat Tata duduk. Tata baru melihat billboard sebesar itu, ia telah terlalu terlena sehingga tak menyadarinya.
Bilboard itu memperlihatkan sebuah iklan layanan masyarakat yang tampak lucu. Crimson berdiri di depan, memperlihatkan pose sedang berpikir keras dengan satu tangan di dahi. Di belakangnya, ada tiga wanita yang menggendong anak kecil. Salah satunya sedang hamil, dan anak-anak kecil berbagai usia di sekelilingnya sedang bermain-main. Latar belakang mereka adalah sebuah ruang keluaga yang berantakan bagai kapal pecah. Ada tulisan besar-besar di belakangnya;
GALAKKAN KELUARGA BERENCANA, ATAU ANDA AKAN PUSING SEPERTI INI.
Ada sebuah panel gelembung yang terhubung dengan kepala Crimson, sebuah gelembung monolog yang menunjukkan suara batin Crimson:
"Mana cukup gaji transporter menghidupi tiga istri dan delapan anak?"
"Ah," Tata melihatnya, lalu mengilah dengan wajah was-was. "dia hanya jadi model, kan?"
"Bukan begitu juga, sih." Sahut si pelayan. "Dia benar-benar punya istri tiga dan delapan anak."
Tata hampir jatuh dari kursi. "Apa?!!!"
"Apa nona akan jadi istrinya yang keempat?"
"SIALANNN! Mana dia?!!!"
"Tadi dia pamit karena ada keperluan sebentar. Oh ya, ngomong-ngomong, sebelum pergi dia meninggalkan catatan ini." Pemijat itu memberikan secarik kertas berwarna merah jambu. Tata buru-buru membaca pesan di dalamnya.  
Tataku sayang,
Kau sangat cantik dan menggoda, bila boleh, aku ingin meminangmu, tapi itu kalau kau tak keberatan mengingat aku sudah punya tiga istri. Oh ya, itupun juga bila kau memutuskan untuk mengundurkan diri dari turnamen BoR. Kalau jawabanmu "ya", kita langsung pergi ke Atuktar untuk melamarmu, hari ini juga.
Dengan penuh cinta,
Crimson.
Tata melotot membaca surat itu, bibirnya menjerit.
"TYDAAAACKKK!"
-o0o-
"Ah, dengan begini, kita kembali ke rutinitas, padahal kedatangan mereka cukup membuatku terhibur," Reddix meregangkan badan. "…padahal, si petani dari Jawa itu lumayan," ia berkata dengan wajah menyendu, seperti meningat kenangan indah, membuat ketiga temannya sedikit ilfeel.  
Pembicaraan mereka disela sebuah deringan halus dari dalam saku Klaas. Klaas mengambil poselnya, menyalakannya komunikasi dengan mode layar vertikal.
Hewanurma, terlihat cemas, tampak di layar. Latar belakangnya adalah ruang kontrol panitia BoR5 yang terlihat sibuk, para programmer dan maid berlarian di latar belakang dan beberapa berteriak-teriak.  
"Klaas, tarik keluar semua peserta, SEKARANG!"
Klaas mengernyitkan kening, tak biasanya Hewanurma begitu. "Ada apa?"
"Database di-hack. Program kami, RNG-sama yang berfungsi menjaga keselamatan jiwa peserta telah disabot. Virus menyebar di hampir semua program lokasi, keselamatan para peserta terancam!" Hewanurma berkata tanpa jeda titik-koma.
"Di Despera Back Alley, semua peserta hidup. Aku bisa pastikan, bos."
"Ya, aku percaya padamu. Tapi bukan tidak mungkin mereka terinfeksi virus berbahaya,"
"Ada virus yang  menyerang Alforea?"
"Ada. Banyak. Dan mungkin lebih banyak lagi, hanya belum terdeteksi."
"Sial." Klaas menyadari kalau situasi ini sangat serius. Bukan cuma Despera, tapi seolah-olah seluruh Alforea terancam krisis."Rupanya keganjilan yang kami rasakan terbukti. Banyak pendatang misterius ke Despera Back Alley. Mereka belum beraksi, tapi kami mencium keberadaannya." Ia menoleh pada ketiga temannya.
"Baik, semua peserta akan dipulangkan segera! Dalam keadaan terformat atau terkarantina?"
"Terformat. Kami harus melakukan pembersihan besar-besaran dengan memanipulasi ingatan para peserta yang lainnya, sekaligus membersihkan virus yang mungkin menumpangi mereka. Untuk Despera Back Alley, kalian bisa melakukannya sendiri, bukan?"
"Ya. Itu tidak masalah. Tapi Running Mama dan Mang Ujang sudah kembali."
"Mereka biar menjadi urusan kami. Yang jelas, kirim kembali peserta lain dengan ingatan terformat, buat memory bit mereka tetap seperti semula seperti sebelum menempuh Ronde satu!"
"Jadi, semua peserta akan kami teleport kembali ke Despera Back Alley dalam keadaan ingatan bersih, cleaned short term memory?"  Klaas memastkan instruksi.
"Ya. Sisanya serahkan pada imajinasi masing-masing peserta. Untuk sementara, tidak ada eliminasi dalam ronde ini."
Klaas mengangguk. "Oke, jangan khawatir, bisa diatur." Lalu ia menoleh kepada tiga temannya.
"Waktunya bekerja. Tarik pulang semua peserta, set program format STM dan kirimkan perintah untuk mengirim portal antar dimensi."
-o0o-
Reddix tiba di gang Lampion Despera Back Alley, gara-gara Maroon menyerahinya tugas untuk menyadarkan si Nona Pohon. Reddix  menyanggupi karena maroon harus menghadapi Dyna dan Ronnie sendirian, sehingga uruan pemulangan Ananda harus diserahkan pada Reddix.   
Ia melihat Ananda, si Nona Pohon masih saja berdiri di tengah gang Lampion, dengan subtitle-nya yang masih penuh tulisan. Bukan tulisan lagi, tepatnya. Tapi coretan-coretan kalkulasi rumus relativitas, mekanika kuantum dan probabilitas tentang dunia paralel.
"Nona," Reddix berniat langsung saja membereskan semua ini.
Heh, aku masih pusing.
Nanti saja.
"Bagaimana kalau kotaknya terbuat dari kaca, begitu, bukan?" Reddix sudah hapal teka-teki Maroon yang menjebak itu. Eksperimen pikiran tentang kucing Schroedinger.
Hei…
Sebentar, bagaimana kau tahu?
"Tentu saja, karena teka-teki itu berasal dariku." Reddix berkata. Dan karena teka-teki itu mendefinisikan siapa kami. Orang-orang yang mampu melompati dunia paralel.
La-lalu, jawabannya?
"Kalau kotaknya terbuat dari kaca, artinya jawabannya terserah apa yang kau lihat." Reddix tersenyum sambil memperlihatkan wajah mengasihani. "Kucing itu bisa hidup, bisa mati, apa adanya seperti yang teramati. Karena itu kotak kaca sama saja dengan menghilangkan variabel kotak. Kucing menjadi teramati sejak awal."
A-artinya, jawabannya tetap sama seperti probabilitas awal?
50% kucing mati, 50% kucing hidup?
"He-eh," Reddix mengangguk. "Dan kau hanya memutar-mutar tak karuan di tengah teka-teki yang seungguhnya bukan teka-teki sama sekali. Hanya pengulangan sebuah lagu lama."
Ti-tidak!
Hilangnya satu variabel seharusnya bisa dijelaskan secara matematis, kalau…
"Masih ingat kaidah pisau Ockham?" potong Reddix "Gadis sepintar kau pasti mengetahuinya."
Pisau Ockham?
Jawaban paling sederhana adalah jawaban yang paling benar?
"Ya, itu. Rupanya kau lupa menerapkannya dalam menjawab teka-teki ini." Reddix semakin kasihan pada Ananda. Kau ini pohon, kau ini bisa berpikir, tapi malah terjerat pikiranmu sendiri. Mungkin karena itu pohon tak boleh punya otak, ya.
…….
…….
Sialan
"Semoga menjadi pelajaran, Nona Pohon. Maroon menitipkan salam hormat kepadamu. Sekarang, kau harus pulang. Adios." Reddix melambaikan tangan, mencoba memberikan kesan terakhir yang ramah. 
Sebuah lubang portal antar dimensi muncul di belakang Tata, memulurkan ranting dan batang tubuhnya, menarik seluruh tubuhnya dengan paksa ke dalam portal.
-o0o-
"FUCK YOU BITCH!"
Ronnie yang marah menyerbu Maroon yang tersenyum angkuh, mencekik leher jenjangnya yang mulus. Maroon terpojok di tembok, tak berdaya. Senyumnya hilang, berganti seringai kesakitan.
Dyna, di luar dugaan, hanya menatap dengan matanya yang seperti setengah mengantuk, namun dengan kening berkerut. "Sihir macam apa yang kau lakukan?" Dyna justru ingin tahu. Sungguh menarik, karena ia belum pernah bertemu lawan semacam ini.
Maroon malah tersenyum meyambut pertanyaan Dyna. Mengacuhkan cekikan dan telapak tangan Ronnie yang besar di leher, ia menjawab parau: "Ka-lian ha-harus …" suaranya tercekat karena dicekik, "pu-pulang…"
"Kami harus pulang?" Ronnie terheran.
"Ke Despera atau…" ke tempat asal? Dyna teringat kegelapan dan warna-warni suram masa lalunya di dunia asal.  A world without color…
Jawaban Maroon tak berlanjut, sebuah portal kecil muncul di atas kepala mereka bertiga, menyerap paksa sosok Ronnie dan Dyna, meninggalkan Maroon sendirian yang terbatuk-batuk karena cekikan Ronnie.
-o0o-
Tiang Billboard besar iklan keluarga berencana itu meledak, miring oleng, siap runtuh menimpa jalan di bawahnya. Untunglah malam ini sepi pejalan kaki, sehingga insiden itu tak makan korban, hanya menarik perhatian orang-orang untuk melihat.
Siapa pelakunya kalau bukan Tata yang menebar bubuk Abhorreum? Ia berdiri di jalan, badannya tegak dengan paras cantik yang memerah karena marah. Papan billboard runtuh berdebu di depannya, dan ia tak bergerak sedikitpun.
"PLAYBOY SIALAN!" Tata kembali menebar bubuk, dan meledaklah lagi papan billboard itu, membuat wajah Crimson bolong di tengah-tengah. "TIGA ISTRI? DELAPAN ANAK? MEMANGNYA AKU MAU JADI ISTRI MUDAMU, HAH?!" Ia menginjak-injak papan billboard itu tanpa ampun, melampiaskan kekesalannya.
"Wah-wah-wah…" sebuah suara yang dikenalnya menyahut. Tata menoleh.
Crimson.
"KAU…!" Teriak Tata, begitu marahnya hingga kata-katanya hilang.
"Sejujurnya kau lebih cantik kalau marah," puji Crimson. "Tapi kalau terlalu galak… aku tidak berani." Ia melemparkan senyum manis, dan mengangkat tangan seperti melambai. Sebuah portal antardimensi terbuka di atas kepala Tata.
"Bye-bye Tata, you always in my heart…"
Crimson melempar cium jauh ketika Tata, yang hanya bisa menyumpah serapah mengeluarkan semua kosakata jelek Atuktar ketika tubuhnya terserap paksa ke dalam portal antar dimensi.  
;
;
;
Section 1:
Attack on Database
;
;
Malam mulai merayap gelap di Despera, ketika sang hacker bertopi rajut yang bertanggung jawab atas kekacauan digital Battle of Realms, diam-diam melakukan peretasan yang baru. Sasarannya kali ini adalah sistem yang sama sekali berbeda. Pengamannya berlapis, kode-kodenya yang lebih sederhana namun rumit, dan yang lebih penting—ia melakukan ini tanpa sepengetahuan si 'lelaki berjubah hitam' yang bossy itu. Bagaimanapun, ia masih muda, masih punya jiwa pembrontak dan keingintahuan yang sulit dihentikan.
Ia meretas sistem-sistem digital dunia paralel yang bisa diaksesnya, dan menyerap semua data yang berkaitan dengan semua peserta, yang sejauh ini masih bisa bertahan di BoR5. Ada rasa puas yang aneh, ketika ia berhasil mengetahui latar belakang para peserta yang tak dituliskan dalam bio. Dan memang – sebagian besar peserta menyembunyikan masa lalunya masing-masing.      
Darahnya berdesir saat layar monitor menunjukkan retasannya berhasil. Dunia paralel manusia adalah basis data paling kaya, mengingat banyak peserta berasal dari sana.
Downloading data…   100%
Filetype: pdf
Do you want to open this file?
Antara merasa bergairah dan ngeri, ia tersenyum menyeringai, ketika beberapa dokumen rahasia yang dicarinya akhirnya ditemukan. Ia men-klik "Open" untuk membuka file pertama.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
CONFIDENTIAL
CASE FILE number 005X.09.20.
ALPHA-HUMAN TRAFFICKING (A.H.T)
Alpha-Human Trafficking (AHT) is the acquisition of people which has particular skill—mostly in combat and weaponry, with the aim to exploiting them.  AHT also identical refer to "Balantia" (also known as Equlibrium), an orphanage in Bezkal, Republic Callumnum (the country had been diminished due to internal political conflict, reported under file case number number 005X.09.04) which train their orphans as combatant.
Since 1980-ies, Balantia orphanage had been suspected doing A.H.T business in malicious form. It offers individuals underage who have superior skill in lethal combat and weaponry in trade. The customer adopted (otherwordly, they "buy") Balantian adolescents under legal law policy, which made this business seem legal. These adolescents, called "Balantian' or 'Equilibrum survivor', were divided into three groups: Runner, Conman, and Hunter (more information about Balantia is reported under file case number number 005X.09.21). Customer may purchase any type of these three and can utilize their ability at all means. Recently, there were numerous significant evidence that these individuals worked as bodyguards, hitmen, assassins and elite soldier or special force member (List of suspected Balatian/Equilibrium survivor and their latest status is in Appendix 1).  There had been a list of customers of Balantia, range from royal families, mercenaries, government, criminal organizations, to military secret service (List of suspected customers is in Appendix 2).
At 2010, conflicts in Republic Callumnum destroyed the state. UN and Interpol had secretly ambushed the orphanage and close it for good (detailed report in case number number 005X.09.22). However, the ex-Equilibriumme individuals have been sparred around the world and there is not enough evidence to link their activities with Balantia/Equilibrium, since they had been adopted under legal law in the past.
Today, Interpol and UN have secretly observed these individuals and their activities, to prevent any other form of AHT in the future.             
_____________________________________________________________________
Mouse-nya berlanjut menelusur ke apendiks 1. Ada sejumlah nama yang terdaftar acak tanpa memperhatikan alphabet.
Ia tak terlalu terkejut, ketika menemukan ada nama peserta BoR 5 yang tertera di sana. 
;
;
;
-o0o-
                               [ THERE'S A GLITCH IN THE MATRIX ]     
"SIAL!" Hewanurma berteriak gusar ketika melihat layar monitor utama, tangannya menggebrak keyboard, membuat layar monitor utama berkedip-kedip gelap sejenak.
[ LOST CONNECTION TO THE SERVER ]
RNG-sama, program yang digunakannya untuk mengatur keselamatan seluruh peserta di ronde satu, tergeletak tak berdaya.  
"Bagaimana bisa ini terjadi?!" teriak Hewanurma. Keheningan yang mencekam meliputi ruang kontrol, menyadari sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Para maid dan programmer yang berada di ruangan itu ikut diam terpaku, menyaksikan lumpuhnya program RNG-sama yang tiba-tiba terjadi tanpa diketahui sebabnya.
Padahal, sejak pengecekan terakhir sepuluh menit yang lalu, tidak ada masalah pada RNG-sama. Hingga sampai salah satu programmer mendeteksi adanya satu abnormalitas kode matriks yang berlaku di salah satu lokasi. Ketika Hewanurma dilapori, ia mengecek ulang, dan menemukan malfungsi yang tak diduga-duga.
Lumpuhnya program RNG-sama membuat peserta yang terbunuh di lokasi tidak bisa hidup kembali. Padahal, program itu akan aktif secara otomatis bila ada peserta yang sekarat atau nyawanya di ujung tanduk. Program itu akan memanipulasi indera peserta sedemikian rupa seolah-olah mereka membunuh lawan, padahal tidak. Lawan yang "seolah-olah terbunuh" itu akan diteleport secara otomatis dalam keadaan hilang kesadaran, lalu dikembalikan ke dunia asalnya.
Lumpuhnya program RNG-sama juga berarti saling bantai-membantai telah benar-benar terjadi dalam BoR, di ronde satu.
Kenyataan itu mencekam sekaligus menggeramkan Hewanurma. Amarahnya semakin membara mengingat Tamon Ruu tak berada di sampingnya. Di mana Tamon Ruu sialan itu? Tapi, ia segera mengontrol diri kalau mencari orang yang tak ada berarti sama dengan buang waktu. 
"Cari, siapa saja yang telanjur ter-delete?" Hewanurma bertanya, nyaris berteriak. Maksudnya, siapa peserta yang telanjur terbunuh. Salah satu maid berkacamata langsung menyambut perintahnya dan dengan cekatan mengetikkan jari-jarinya di atas keyboard.
Jangan-jangan memang … ada pihak yang berniat mencelakakan peserta! Hewanurma teringat kasus kelalaian salah satu maid yang mengakibatkan satu tim peserta dijatuhkan begitu saja dari pesawat yang sedang terbang. Untung saja semuanya selamat, bahkan mereka lolos babak penyisihan.
 Apakah mungkin itu kesengajaan, berkedok kelalaian?       
"Pantau semua lokasi pertarungan, sebisa mungkin, tarik semua peserta!"
"Gawat bos, hampir semua lokasi teridentifikasi telah dimasuki peretas. Los Soleil, Bauhaus Fortrand, Fortress, Dodonge Deep forest… semuanya kecuali Despera Back Alley."
Pasti karena Klaas dan kawan-kawan ada disana, peretas tidak berani memasuki wilayah itu. Hewanurma mendecih dalam hati.
"Sambungkan aku dengan Klaas!"
Klaas muncul di kamera, Hewanurma langsung menyuruh Klaas dan timnya untuk menarik semua peserta. Nampaknya untuk satu lokasi ini, ia bisa memastikan semua peserta yang masuk Despera Back Alley selamat. Untung saja Klaas dan teman-temannya bisa diandalkan… 
Dan begitulah kisah tersembunyi dari tim E.
Kembalilah Ronnie, Dyna, Ananda, dan Fatha a'Lir ke Despera dalam keadaan baik-baik saja. Red Cat Schroedingers, para penjaga Despera Back Alley harus mendapat kerja tambahan. Mereka langsung mengakses portal antardimensi, menghapus ingatan mereka ketia masuk Despera back Alley,  sekaligus memberikan jeda waktu cukup panjang dalam portal itu, agar para peserta dapat mengkreasi imajinasinya yang  baru. Imajinasi itu juga sebenarnya sebuah 'antivirus'  yang menjadikan para peserta lebih siap untuk masuk ronde berikutnya. 
Maka, tak heran bila Ronnie yang pragmatis, mengingat kalau ia menjadi pemenang ronde itu lewat meja judi.
Dyna yang taktis strategis, mengingat kalau ia memenangkan ronde tersebut dengan mengelabui peserta lain, juga memenangkan pertarungan melawan Ronnie di akhir dengan bantuan para gadis.
Fatha A'Lir, mungkin karena ingin move-on, berimajinasi bahwa ia memenangkan permainan dengan heroik, penuh ledakan dan aksi petualangan, bahkan menghapus keberadaan Crimson hingga tak berbekas dari kepala Tata.
Ananda, sepertinya sudah lelah berpikir, cukup berimajinasi seadanya kalau ia menang mudah lewat permainan karambol konyol, diselingi sedikit illustrasi sebagai ganti rumus-rumus yang sesungguhnya buang-buang energi itu.
Semuanya kembali ke Despera Rehab center dalam keadaan beberapa luka, dengan ingatan versinya masing-masing.
Termasuk mang Ujang. Nah, ini yang justru unik. Mang Ujang perlu beberapa waktu untuk mengingat, karena ia masih gegar otak akibat dibanting keras ke tanah oleh Mima. Ingatannya agak terdistorsi, ia hanya mengingat harus merasa amat kesal pada seorang ibu rumah tangga bernama Mima. Para maid medis, yang baru saja diberi perintah, langsung  memanfaatkan situasi ini untuk memasukkan antivirus berupa ingatan bahwa ia yang menjadi pemenang di Despera Back Alley, termasuk memenangkan pertarungan satu-lawan-satu dengan Mima. Namun, karena para maid ini terlalu heboh dan bekerja bersama-sama, mereka keliru memasukkan dua sosok Dyna Might dalam ingatan Mang Ujang. Untunglah, ingatan itu tetap memiliki happy ending.
Hewanurma mendengarkan semua laporan itu dengan kepala pusing. Penghapusan dan insepsi  ingatan besar-besaran harus dilakukan pada hampir seluruh peserta, dan membuat para maid dan programmer ruang kontrol begitu sibuk seperti di medan perang. Bagi peserta yang kuat, mereka cukup memformat ingatan, sisanya otak para peserta yang bekerja sendiri. Tapi untuk beberapa peserta, penanaman ingatan baru semacam cuci otak terpaksa harus dilakukan, padahal itu sangat beresiko.
Mulai kelelahan, Hewanurma hanya bisa duduk sambil mendengarkan satu demi satu laporan buruk yang masuk. Gelas wedang jahe yang keempat, kali ini campur kopi ginseng pemulih stamina, sudah ditenggak habis olehnya. 
"Tujuh peserta ter-delete," Salah satu maid melapor dengan wajah horor. "… mereka terbunuh di lokasi."
Rasanya satu tonjokan menekan perut Hewaurma, membuatnya bahunya melorot, sambil menyeka dahinya yang berkeringat. Tujuh… cukup banyak.
"Sembilan peserta ada di garis merah… sekarat. Masih berusaha diselamatkan." Laporan berikutnya menyusul.
"Beberapa entitas individual non-petarung juga terdeteksi ikut masuk… dan sudah ada yang mati."
Berita buruk bagaikan bertubi-tubi menekan Hewanurma. Untuk kabar terakhir ini, rasanya Hewanurma ingin muntah, memuntahkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsinya hari itu. Hingga harus ada korban orang sipil, sama sekali di luar keinginannya.
"Sebagian peserta telah dibekali antivirus berbentuk bentuk memori, bos.. sebagian lagi telah mengkreasi antivirusnya sendiri dalam bentuk imajinasi. Bagaimana selanjutnya?" beberapa programmer menunggu instruksi selanjutnya.
Hewanurma berdiri. "Apakah lokasi untuk ronde dua sudah steril?"
"Menurut pantauan, sudah cukup aman." Salah satu programmer ruang kontrol berdiri di belakang. "Masih ada satu-dua virus lokal, tapi tak berbahaya. Besok pagi sudah siap untuk digunakan."
Hewanurma berpikir sejenak. "Oke. Besok pagi, amankan semua peserta yang tersisa di situs-situs itu, dan laksanakan ronde dua. Mulai lakukan pengacakan untuk one-on-one battle dan pembersihan lokasi. Kirimkan perintah agar para peserta siap besok pagi kepada para maid lapangan!"
"Siap, laksanakan!"
"Turnamen harus terus berjalan. Eliminasi juga harus mulai diberlakukan, meskipun database kita diserang. Sementara semua peserta istirahat malam ini, kita akan begadang membereskan kekacauan ini!"  Perintah Hewanurma, semangatnya telah kembali.
"BAIK!" Pada programmer dan maid di ruang kontrol menjawab perintah Hewanurma serempak.
;
;
Section 2:
Happy-Mom Shopping
;
;
Pengobatan medis ala Despera membuat ia Mima langsung pulih dalam waktu singkat. Hanya beberapa jam setelah berbaring di atas meja operasi, tulang rusuknya telah kembali seperti semula. Ia sudah bisa duduk dan berjalan, bahkan berlari-lari kecil di koridor Rehab Center meskipun diwanti-wanti para maid medis untuk berhati-hati, dan juga karena malam mulai larut.
Sedikit terkejut dengan kepulihannya yang cepat, Mima melompat girang seperti anak kecil.
"Wow! Bahkan luka bekas operasinya hilang sama sekali!" ia menggerakkan tangan dan bahunya, seolah siap kembali beraksi. Anastasia-six, ikut gembira dengan kesembuhan peserta yang dipandunya, muncul di Rehab Center dengan wajah ceria.
"Kalau begitu, kita berangkat sekarang." Anastasia-six berkata.
"Kemana?" Mima menghampirinya, sambil memutar-mutar pinggangnya seperti akan senam pagi.
"Ada hadiah yang bisa diambil sebagai pemenang ronde satu. Kau boleh memilih satu senjata baru dengan gratis. Lalu kita kembali ke penginapan kayu untuk makan malam dan istirahat. Kita pergi?"
"Bagus, aku sudah kelaparan." Karena perut Mima sudah bunyi sejak tadi.    
-o0o-
Mima dan Anastasia-six berteleport menggunakan portal antar dimensi, dan tiba di depan sebuah toko senjata, Despera Arms and Guns. Matanya justru tertuju pada kedai mobil 24 jam yang mangkal di depan toko itu, yang menawarkan menu hamburger.
"Pesan dua porsi besar, take away, please." Mima malah memilih untuk memesan dulu, lalu ia menoleh pada Anastasia. "Maaf, aku sudah sangat kelaparan. Tapi nanti di hostel aku akan makan lagi."
Anastasia mengangguk tak keberatan. Setelah memesan, baru mereka masuk ke dalam toko. Meski telah larut, toko itu masih ramai. Banyak orang, tampaknya beberapa diantaranya adalah peserta, berkerumun memilih-milih senjata.  Despera Arms and Guns cukup luas sebagai sebuah toko senjata, bahkan mirip sebuah hyper market dimana beberapa senjata ditawarkan dalam rak-rak swalayan. Suasanyanya cukup ramai, bahkan Mima melihat beberapa peserta BoR sepert dirinya berada di dalam, tapi tak ada satupun yang ia kenal.
Mima memanfaatkan waktu dengan melihat-lihat. Di ujung koridor rak busur dan panah, ia melihat sebuah etalasi kaca berisi senjata api besar dan kecil, pistol-pistol berbagai merek, tertata rapi di dalamnya. Mau tak mau, pemandangan itu membuatnya bernostalgia sejenak.
Ah, tapi itu masa lalu. Tempatnya di belakang.    
"Selamat malam, Mrs Reid." Suara seseorang mengejutkannya.
Onesta Stagiare, berdiri di belakangnya, masih dengan topeng kardus yang menutup muka. Pakaiannya juga masih sama, sweater V-neck dengan celana pendek dan sepatu karet, namun ia mengenakan celemek biru seperti yang digunakan pegawai toko lainnya. Mima pernah mengenalinya sebagai sesama peserta BoR di babak penyisihan.
"Ah… kalau tidak salah, namamu Stag, bukan?"
Lawan bicaranya mengangguk. Senyumnya tersembunyi di balik topeng.
"Seingatku… kau lolos penyisihan, bukan? Kita sempat bertemu di hotel."
"Oh, aku mengundurkan diri," Stag memiringkan kepala, dagunya sedikit terangkat sombong. "merantau di Alforea lebih menarik bagiku."
Mima mengangguk-angguk. Ia teringat Noah yang juga mengundurkan diri. Tapi, beda dengan Noah, Mima tak melihat Stag sebagai sosok lemah yang tidak kompetitif di BoR5. Mekipun kemampuannya tak Mima ketahui, Stag punya aura intimidatif yang sulit diremehkan.
"Mencari senjata?" Stag langsung menolehkan wajahnya ke etalase senjata api. Seolah mengetahui hasrat terpendam Mima.  
Mima buru-buru menggeleng cepat. "Tidak-tidak… jangan yang itu."
"Kalau begitu tunggu sebentar." Stag meminta Mima menunggu, sementara ia menghilang di balik rak-rak. Tak sampai semenit, ia kembali dan melemparkan sesuatu kepada Mima. 
Mima menangkapnya dengan tangan kiri.
Sebuah tabung silinder kecil, panjangnya kira-kira dua puluh senti, diameter tiga senti, sedikit berat. Tabung itu dilapisi permukaan karet yang mengesankannya seperti sebuah pegangan, mengingatkan Mima pada grip pegangan raket tenis, hanya sedikit lebih kecil. Benda itu pas sekali dalam pegangan tangannya.
Mima memicingkan mata, mencoba membaca tulisan yang ditatah melingkari permukaan pangkalnya.
A.S.P.
 - Alforea Limited Edition -
"I-ini…" Mima tak mampu berkata apa-apa. Meskipun mengenalinya, ia tak pernah menggunakan senjata ini saat bertugas di SWAT.
"Aku yakin itu cocok untukmu." Stag menatapnya dengan iris matanya yang berbentuk plus.
Sekali lagi, kilasan tatapan itu membuat Mima merasa keseluruhan dirinya sedang dibaca. Ada rasa tak nyaman, namun juga sekaligus juga perasaan dipahami. Seolah-olah Stag berkata padanya dengan suara yang tak kedengaran:
Aku paham siapa kau. Senjata itu akan cocok buatmu. 
"Terimakasih!" Mima mengacungkan benda itu, memasukkannya ke salah satu saku apron, dan Stag berlalu sambil melayani pelanggan lainnya.
Anastasia-six segera membayar di kasir, Mima juga langsung keluar mengambil hamburgernya yang dibungkus rapi dalam kantong cokelat, langsung melahapnya.  
Dan portal dimensi kembali membuka lebar di depannya. Kali ini, keratakan kilatan pinggir-pinggirnya berwarna hijau, sedikit berbeda dengan yang sebelumnya.
Seorang maid, kali ini tubuhnya kecil dan lucu, berdiri menyambutnya di depan portal. Ia tersenyum dengan keimutan tingkat tinggi, mengingatkan Mima akan playgroup yang dipimpin Klaas.
"Namaku Muse, maid yang akan memandumu di ronde dua, Mrs. Reid." Suaranya mencicit cempreng seperti anak kecil. Membuat Mima teringat film-film kartun Happy-Tree Friends Special Deformed yang sering ditonton Orlick. Sebenarnya ia ingin tertawa tapi mulutnya sibuk mengunyah hamburger.
"Lho, sudah harus berangkat sekarang?" Anastasia-six mengerutkan kening, heran. "Bukannya menurut jadwal baru besok pagi peserta berangkat ke ronde dua? Dia bahkan belum makan dan tidur."
"Ada perubahan," Jawab Muse pendek. "Kalau tidak ikut sekarang, Running Mama akan didiskualifikasi. Bagaimana?"
Mima menghabiskan hamburgernya, sambil mengangguk, menjawab dengan mulut penuh. "Tidak apa-apa. Aku ikut, aku tak mau didiskualifikasi."
Anastasia masih keheranan, bahkan ketika Mima melompat naik ke dalam portal.   
"Kita berangkat menuju lokasi ronde kedua!" Teriak Muse.
Anastasia-six masih melongo ketika potal hijau itu menutup dengan cepat.
"Tu-tunggu..!"
-o0o-
Frost berdoa, ia tak melawan seorang pria kali ini. Karena kalau melawan wanita, ia bisa bertarung lebih bebas. Bukannya takut pada pria, Frost tak pernah fobia pada pria. Tapi, Frost mengakui kalau ketenangannya terpengaruh kalau ia menghadapi makhluk adam, yang notabene jauh dari lingkup pergaulannya sejak kecil. Ia dibesarkan di lingkungan biarawati gereja Hephaestus yang ortodoks, ia tak pernah berdekatan dengan pria.
Jadi, ada rasa canggung yang aneh ketika ia harus menyerang atau memukul seorang pria. Pikirannya yang sejernih salju akan terganggu dengan satu pikiran terburu-buru ingin segera mengakhiri pertarungan—atau yang lebih gawat, kalau ia terpesona pada sang lawan. Sejak tiba di Alforea, ia telah mengenal beberapa pria, termasuk Tan Ying Go yang tampan dan Aragon Ferden yang menyebalkan. Mereka semua kuat. Tapi sekiranya dihitung menggunakan skala 1 sampai 10, kenikmatan bertarung dengan mereka hanya berada maksimal di angka 6 atau 7.
Kalau lawannya sesama perempuan, ia akan lebih menikmati pertarungan itu, apapun hasil akhirnya. 
Ia menyedot susu kocok ketiganya, sambil melihat pertengkaran hebat yang seharusnya tak perlu, antara dua maid di depannya.
Anastasia-three dan Muse berdebat tentang sesuatu mengenai jadwal dan aturan permainan, yang Frost sendiri tak begitu paham. Sepertinya ada perbedaan persepsi antara maid ronde satu dengan maid ronde berikutnya, Muse, mengenai jadwal dilaksanakannya ronde dua. Sementara, portal dimensi telah membuka, berketeratakan kilat yang kali ini berwarna hijau. Portal itu menganggur saja tak dipedulikan sementara Anastasia dan Muse masih bertengkar.
"Email terakhir dari Bos Hewanurma mengatakan kalau ronde dua baru dimulai besok pagi!" Anastasia-three mulai berteriak frustasi.
"Sudah kubilang, ada perubahan mendadak! Kalau Frost tidak berangkat sekarang, ia akan dianggap mengundurkan diri dan kalah!" Muse, maid kerdil yang akan memandu ronde dua juga tak kalah ngotot.  Tampilan Muse kerdil, lucu dan imut dengan kepala besar dan mata besar yang berusaha disangar-sangarkan. Tapi ia tak terlihat galak sama sekali. Mirip dengan RNG-sama, namun pakaian maidnya serba hitam dengan apron warna hijau toska, kombinasi warna yang tak cocok, membuat mata sakit.
Sejujurnya, Frost tak terlalu peduli dengan jadwal. Kapanpun diadakan ronde dua, ia siap. Karena di dunianya, serangan iblis juga tak kenal waktu. Ia sudah dididik untuk siap setiap saat, dan tetap mengangkat pedang meskipun dalam keadaan lelah. Toh, ia juga sudah cukup istirahat sambil mengisi perut dengan susu kocok.
Tampaknya perdebatan itu dimenangkan maid yang memandunya ke ronde dua, Muse. Ia melangkah mendekati Frost, mendorong minggir Anastasia-three yang masih tampak kesal.
"Namaku Muse, maid yang memandumu menuju ronde dua!" Sahutnya galak, padahal ia sudah mengenalkan diri saat datang lewat portal tadi. Dengan wajah serius yang mengancam, Muse kembali berkata, "Kalau kau tidak berangkat sekarang, kau akan didiskualifikasi!"
Frost tak kuat menahan geli melihat Muse yang malah terlihat makin imut dalam tampang marah.  Ia tak ubahnya anak kecil rewel yang minta dituruti. Frost menahan senyum spontan yang langsung ditutupi dengan tangannya, dengan gaya ala biarawati yang menjunjung tinggi kesopanan. Lalu, Frost mengangguk. "Ya, ya. Aku siap."
Muse menatap Anastasia-three dengan wajah mencemooh. "Kita berangkat!"
Portal antar dimensi berwarna hjau telah menutup, meninggalkan Anastasia-three yang masih kesal di sudut bar penginapan kayu.
-o0o-
Di dalam portal, Muse menyerahkan sebuah tablet yang berisi pesan digital. Mima langsung membacanya.
Arena pertarungan ini adalah sebuah tempat bernama Magical Mirror Labyrinth. Kau akan berhadapan dengan satu peserta lain dan bertarung untuk menentukan pemenangnya. Dalam ronde dua kali ini, peserta akan memiliki sebuah healthbar yang menunjukkan kondisi fisik dan psikologis. Healthbar yang habis berarti kekalahan.
Lawan yang akan kau hadapi adalah Frost: The last Imbuer. Biografi terdapat dalam file attachment.
Salam hormat,
Administrator
(atas nama Hewanurma dan Tamon Ruu)
Mima mengerutkan kening sejenak. Kok, signature di akhir surat bukan Hewanurma langsung?
Tapi lalu Mima mengacuhkannya, berganti  membaca biografi calon lawannya kali ini.
Frost. Biarawati Haephastus. Pedang berkemampuan es. Dapat membekukan mata pedang yang telah melewati masa penempaan…  membekukan apapun yang disentuh pedang…
Ups. Kali ini aku harus berhadapan dengan penguasa elemen. Mima menggigit bibir, mencoba berpikir cepat. Bisa tidak seimbang nih… aku 'kan tidak punya kekuatan apapun.
Tapi memang tidak ada yang seimbang dalam pertarungan. No constant balance in a fight.
Ia kembali merapal satu prinsip Equilibrium yang pernah didapatnya dahulu, sekedar memotivasi dirinya sendiri. Meski prinsip-prinsip itu melekat dalam kepalanya, penerapannya adalah lain soal. Jade sangat bagus dalam menerapkan prinsip-prinsip itu, makanya ia mendirikan Mercenary. Mima berharap ia bisa berkonsultasi dengan Jade, tapi lalu pikiran itu dibuangnya jauh-jauh.
-o0o-
Hati Frost lega ketika melihat foto seorang wanita berambut pendek yang tersenyum manis, yang merupakan calon lawannya di ronde dua ini. Tapi matanya langsung melotot begitu membaca biografi lebih lanjut calon lawannya.
Ibu dengan dua anak, Oh Lord! Apa yang dia lakukan di tempat ini? Apa dia diperbolehkan oleh suaminya? Atau malah kabur diam-diam?
Tapi, pikirannya yang telanjur paranoid langsung berubah ketika membaca '.. mengikuti BoR5 sebagai hadiah liburan yang diberikan suaminya dan kakak lelakinya.'
Frost terkekeh geli. Ia teringat betapa sibuknya para biarawati yang mendidik anak-anak panti asuhan yang juga merupakan bagian dari gereja Hephaestus. Kasur yang penuh ompol, anak-anak kecil yang susah diatur, cucian baju yang menggunung . Mereka bilang, pekerjaan rumah tangga itu paling menantang. Mungkin Mrs. Reid memang butuh liburan.
Frost memantapkan niat dalam hati. Kenyataan mengenai siapa lawannya tidak membuatnya lantas bersimpati.
Baiklah, aku akan menjadi bagian liburan yang menarik bagimu, Mrs. Reid, sekaligus mengakhirinya.
-o0o-
"Bos," Salah satu programmer yang mengontrol lokasi ronde dua berdiri kembali, kali ini wajahnya tampak pucat berkeringat dingin.
"Ada apa?" Hewanurma kembali menoleh.
"Semua lokasi ronde dua…  sudah diretas duluan. Semua peserta telah dikirim lebih cepat dari jadwal dengan program penyusup."
Hewanurma kembali terpaku.
"Dan semua situs ronde dua juga terinfeksi virus," lanjut si programmer dengan wajah pucat. "Level  1, 2, 3… dan core level, semuanya terkontaminasi!"
Hewanurma membisu sejenak, yang bagi semua programmer dan maid di ruangan itu, bagai berjam-jam lamanya.  
"HUBUNGI TAMON RUU!" Untuk kesekian kalinya hari itu, Hewanurma berteriak.
;
;
;
Section 3:
Magical Mirror Labyrith
;
;

 Mima melompat turun dari portal. Di depannya, sebuah bangunan klasik Eropa berdiri tinggi, dengan pilar-pilar gaya Ionia yang tinggi.
Mima merasakan ada sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Seharusnya pilar-pilar itu tak kelihatan setinggi dan sebesar itu, pikirnya. Rasanya seperti tubuhnya mengerut menjadi kerdil, ketika ia mendongak melihat jendela-jendela dan tiang bangunan Eropa, yang tiba-tiba kelihatan lebih besar dari seharusnya.
Ia melangkah, dan ia merasakan langkahnya juga berubah aneh. Seperti hanya langkah kecil, padahal ia tak pernah melangkah dalam jarak yang berdekatan. Ia selalu melangkah lebar-lebar dan bahkan lebih sering melompat atau berlari.
"KYAAAAAAHH!" Ia menjerit spontan, dengan gaya yang juga lain biasanya, dengan suara yang juga… bukan seperti suaranya. Menjadi kecil, cempreng, mirip suara Muse. Tapi penyebab ia berteriak itu adalah… ketika melihat wujudnya yang terpantul di kaca jendela.
Tubuhnya menjadi kerdil dan mungil. Kepalanya besar dan matanya juga jadi besar. Ia bagaikan berubah menjadi versi dirinya yang seperti film kartun superhero Super-Deform Marviell yang diputar tiap pagi di saluran anak-anak Neckelodeon.  
"Ke-kenapa aku jadi begini?" Ia berteriak panik, sambil menggerak-gerakkan kaki dan tangannya, berlarian kesana kemari. Meski kecepatan dan kegesitan tetap ada, rasanya… bukan Mima banget. Bukan dirinya banget. Rasanya ia seperti kembali menjadi anak kecil yang semua perilaku harus dilebih-lebihkan.
"Tenang, Mrs. Reid. Di lokasi ini, semua peserta akan berubah menjadi versi karakter Chibi atau Super-Deformed," terang Muse. "Tapi, itu tak mempengaruhi kemampuan atau senjata anda. Lawan anda juga akan berubah menjadi Chibi."
Mima cengo mendengarnya. Lalu ia mencoba memukul dan menendang beberapa kali. Syut-syut. Kecepatannya masih ada, meski ia tak yakin apakah jarak jangkauan serangannya masih sama. Lalu ia memeriksa semua peralatannya. Semua masih lengkap, kecuali mereka semua juga berubah ukuran menjadi mungil.
Tak tahu harus senang atau lega, Mima bertanya pada Muse dengan wajah setengah panik. Garis-garis muncul di atas kepalanya, dan setengah wajahnya langsung diliputi gradasi kelabu yang mengesankan pertanyaannya serius: "Ta-tapi, aku akan kembali seperti semula, bukan?"
Karena Weasel tak mungkin bisa menyentuhku kalau kondisiku begini?! Kepalanya membayangkan dirinya di tempat tidur, bersama Weasel yang bertelanjang dada, yang pasti akan bingung sekali bagaimana memperlakukan dirinya versi Chibi. Lalu Weasel akan berbalik memunggunginya, sambil berkata ketus 'Demi Tuhan, Mima, aku bukan wibu!'
Muse menjawab pertanyaan Mima dengan senyum dengan cara yang aneh, satu garis bibirnya tertarik lebih tinggi, seolah menyembunyikan sesuatu. Senyum itu terlihat jahat di wajahnya yang mungil, membuat Mima merinding.
"Kalau kau menang, ya. Kalau kau kalah… maka kau akan terkurung di sini selamanya."
Penjelasan itu membuat Mima semakin begidik ngeri. (Wait, wait…  seharusnya tidak perlu berlebihan begitu sih reaksinya, tapi berhubung ia berada dalam versi Chibi, segala sesuatu harus berlebihan di sini!).
"Kalau healthbar-mu habis, kau juga dinyatakan kalah." Muse menunjuk sesuatu yang muncul tiba-tiba di atas kepala Mima. Mima menoleh ke atas, sebuah hologram berbentuk batang, berwarna hijau, melayang tembus pandang di atas kepalanya. Ada tulisan kecil '100%' di bawah batang hijau tersebut.
"Ini seperti dalam game combat dulu yang aku-lupa-namanya."
"Kau sungguh ketinggalan jaman," Muse mencemooh. "Tapi, baiklah, yang penting kau sudah tahu fungsi penanda itu, kan? Sekarang…" Muse menundukkan badan, satu kakinya ditarik ke belakang, seperti berancang-ancang akan melakukan sesuatu.  
"CEPAT MASUK!" Ia menendang Mima, melontarkan Mima terbang ke arah pintu masuk gedung, yang pintu besarnya membuka tiba-tiba.
(Ah, oke, ini memang adegan yang aneh bin khayal, tapi bukankah semuanya dalam visualisasi Chibi?)
Mima mendarat dengan wajah duluan di dalam bangunan, diikuti deritan pintu yang langsung menutup kembali. Dan mengunci dari luar.
"Sialan!" Mima mengangkat wajahnya yang memerah. "Maid yang tidak tahu sopan santun! Apa dia tidak bisa ramah sedikit?! Hewanurma harus tahu kalau ia memperkerjakan maid-maid yang tidak beres! Di awal babak aku dijatuhkan dari pesawat, lalu sekarang dikecilkan jadi chibi, apa dia tidak bisa lebih sopan menyuruhku masuk ruangan… dasar! Tidak tahu sopan santun!" cerocosnya, bicara sendiri, marah-marah sendiri, entah pada siapa.
Sabar, sabar, Mima. Kau kok jadi makhluk cerewet begini sih. Mima mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia lalu mengatur nafas untuk membuat pikirannya kebali fokus. Ia berada dalam versi Chibi sekarang, dan berharap konsentrasi atau kemampuan Equilibriumnya tak berkurang.   
Ia mengamati sekitar.
Labirin kaca, katanya? Ia membayangkan akan berada di dalam sebuah labirin kaca yang biasa berada di dalam taman-taman bermain.       
Labirin kaca itu memiliki atap dan tiang gaya Ionia, dan warnanya cokelat muda. Tapi, warna coklat muda itu memberikan kesan atmosfer yang aneh, yang membuat penglihatannya terdistorsi. Ia harus memicingkan mata dan benar-benar menajamkan penglihatan untuk memastikan yang ada di depannya bukan cermin, tetapi lorong jalan.  
Ia masuk dan pelan-pelan melangkah ke salah satu lorong dengan langkah tanpa suara. Sepatu lari bersol karet memberikan banyak keunggulan, terutama ketika ia harus menghadapi situasi seperti ini. Lawannya… bisa berada dimana saja.
Cermin, tiang gaya Ionia, keremangan tembok warna coklat, ada di mana-mana. Terlihat dimana-mana bersama bayangan dirinya yang berada dalam versi chibi. Ada dorongan ingin tertawa miris melihat wujud chibinya tampak dimana-mana. Kerdil, mungil, mata besar, melangkah waspada dengan pisau di tangan. Rasanya ganjil sekali, penampilannya saat ini sungguh tak sesuai dengan kewaspadaan yang ditunjukkannya. Ia merasa bukan jadi diri sendiri. Tapi ia juga sempat berpikir, bagaimana tanggapan Orlick atau Philla bila melihat ibunya berubah menjadi mungil seperti ini. Mungkin mereka akan tertawa berguling-guling sampai sakit perut.
Tapi, setelah melewati jebakan sesat psikis di Despera Back Alley, rasanya ia tak boleh terkejut dengan tantangan apapun yang menghadang di depan.
Mima masuk, semakin dalam ke dalam labirin…
-o0o-
"Mengapa bisa begini?" Frost seketika memprotes, ketika melihat tubuhnya mengecl menjadi very Super-Deformed, dimana badannya menjadi tak proporsional. Matanya menjadi terlalu besar, kaki dan tangannya memendek dalam ukuran mungil, dan begitu pula semua senjatanya.  
"Hehehe, memang inilah kebijakan di ronde dua," sahut Muse, memperlihatkan wajah licik. "kau akan bertarung dengan mode SD atau chibi. Tapi jangan khawatir, semua kemampuanmu masih ada. Dan lawanmu juga mengalai hal yang sama."
Frost masih cemberut, ketikasang maid menerangkan kemunculan health bar di atas kepalanya, dan tempat pertarungan yang berada di depannya.
"Magical Mirror Labyrinth. Silahkan bertahan di dalamnya, lalu mencari lawanmu dan bertarung dengannya."
"Hu-uh." Frost sekali lagi menggerutu. Tunggu, gerutuan itu sebenarnya tak pantas, tapi keluar otomatis. Tampaknya perubahan wujud juga sedikit mempengaruhi perilakunya. Seolah ada latar belakang berbentuk api yang muncul di belakang kepalanya, ia menyembur ke arah Muse:
"LALU BAGAIMANA AKU BISA MENGALAHKAN LAWANKU KALAU KEADAANKU BEGINI, HAH??!!!" Astaga, sungguh lain dari biasanya, Frost yang tenang pun bisa menjadi berapi-api ketika berada dalam versi chibi.
"LAWANMU JUGA BERADA DALAM KONDISI CHIBI, TAHU! JANGAN BANYAK PROTES, HIH!" Dan Muse yang tak suka dibentak langsung menendang bokongnya, membuat tubuhnya terbang melayang terlempar ke dalam gedung yang tiba-tiba pintunya terbuka. Frost mendarat dengan posisi seperti kodok tergilas roda mobil, kepala rata di atas lantai.  
"Uggh… maid kurang ajar… peraturan kurang ajar… Oh Bapa, ampunilah kami." Frost merayap bangkit dengan kepala tertunduk dan berurai air mata… hei, sebentar. Hentikan tangisan itu. Frost langsung buru-buru menghapus air matanya. Tidak seharusnya aku cengeng begini, apa karena wujud mungil ini, hatiku juga menjadi lembek? Ia langsung curiga.
Sungguh tipu daya iblis! Ia seketika menjadi geram ketika melihat sosoknya dalam versi Chibi tampak dimana-mana, terpantul dalam cermin-cermin. Sosok ini lebih mengerikan dari nenek sihir! Tampang imut ini jauh lebih menggoda, terutama  bagi lelaki dan anak-anak labil yang belum kuat imannya! 
Ia bangkit dengan mata memicing waspada, mengeluarkan kodachinya. Cermin dimana-mana, dalam warna cokelat krem tiang-tiang gaya Eropa yang terasa aneh.
Magical Mirror Labyrinth.
Rasanya ia merasakan hawa jahat yang cukup kental dari tempat ini, yang bersembunyi dari balik keheningan. Ada sesuatu yang ganjil dari pilar-pilar dan dinding-dinding cokelat itu. Sesuatu yang menyesatkan indera dan pikiran. Seperti godaan iblis…
Frost masuk ke dalam lorong labirin dengan langkah perlahan.
Crik.
Sudut matanya Frost menangkap satu bayangan hitan yang berkelebat cepat di belakangnya. Frost berbalik dengan cepat, kodachi-nya menghunus di depan badan.
Tapi tak terlihat siapapun.
Frost memasang kuda-kuda siaga. Ia melangkah kembali penuh waspada.
Hawa sekitarnya tiba-tiba berbah menjadi dingin. Ia bisa merasakan bunga-bunga es yang halus beterbangan di udara. Semakin dingin ketika ia melangkah semakin dalam ke dalam labirin.  
Apa ini… es?
Uap mengepul, muncul di setiap hembusan nafasnya. Pertanda suhu lingkungan mulai mendingin.
Tidak mungkin. Frost mengeratkan pegangan senjatanya. Lawanku hanya manusia biasa. Dia tidak bisa mnggunakan elemen. Apalagi es.
Satu sosok berkelebat cepat di belakangnya lagi. Kali ini Frost, langsung berbalik mengejar sosok itu.
"YEAAAAAARRRTTT!" Frost berteriak sambil melompat, sekaligus mengayunkan tongkat panjangnya yang dicabutnya dari balik punggung. Lawan berada dalam jangkauan serangan tongkatnya, punggungnya terbuka lebar untuk diserang  (Frost tak pernah berteriak sambil menyerang, tapi saat ini pengecualian, mungkin karena mode Chibi itu!).
Sosok itu berbalik dan menangkisnya dengan sebuah pedang. TRANG! Suara senjata yang beradu terdengar
Dalam keremangan itu, Frost berusaha mengenali lawannya.
Penampilannya jauh dari lawan yang diduga akan ia hadapi,  sama sekali tak mirip Mima. Tapi sekilas, ia merasa mengenalinya. Bahkan ia mengenali dengan baik senjata yang dipegang lawannya.
Ka-kau… sepertinya…  
 "Halo, Frost." Lawannya tersenyum jahat, keduanya saling menahan senjata dalam jarak sedepa. Bunga-bunga es beterbangan di sekitar tubuh mereka, tongkat Frost membeku perlahan.
"Iblis!" Teriak Frost, menatap balik dengan penuh amarah.
Lawannya mundur, diikuti Frost juga melangkah mundur. Senjata masing-masing telah membeku menjadi es. Frost terpaksa membuang tongkatnya, yang tak bisa digunakan lagi karena membeku.
Lawan itu sangat mirip dengan dirinya sendiri. Bagaikan pinang dibelah dua. Hampir tak ada beda antara dirinya dengan Frost, kecuali matanya yang menyipit jahat, bibirnya yang tersenyum keji, dan kerah pakaian biarawatinya yang berwarna hijau toska. Sisanya, ia mirip Frost. Termasuk dalam hal kemampuan membekukan apa saja yang tersentuh pedang.
"Beraninya kau meminjam wujudku!" Teriak Frost, ia menghunus pedang. Ia mengerahkan sebagian energinya, yang membuat angka health bar di atanya bekedip dan berkurang menjadi 95%. Pedang yang di tangannya langsung menguarkan kristal-kristal es yang membuat permukaan cermin berembun.  "Katakan siapa dirimu, iblis!"
"Karena nama 'Dark Frost' atau 'Evil Frost' terlalu umum," lawannya tersenyum jahat. "Namaku Muse Frost. Dan aku akan membunuhmu di sini!"    
;
;
Section 4:
Mima vs Mima
;
;
Crik.
Mima menoleh.
Ada kelebat cepat di belakangnya, yang langsung menghilang di balik lorong labirin.
Ada seseorang yang berada di belakangnya. Mima berbalik dan meningkatkan kewaspadaan. Ia melangkah perlahan, tanpa suara, mata pisaunya terangkat dengan tangan satunya terangkat di depan dada.
Satu sosok kembali berkelebat di belakangnya.  Mima bisa melihat kelebatan mantel warna coklat yang sangat mirip dengan mantel Mercenary ang dipakainya. Tapi kali ini, sang lawan berkelebat lewat sambil melemparkan sesuatu!
Mima langsung menangkis dengan pisau dapur. Terdengar dentingan logam beradu.
"Garpu?" Mima melihat di pisau dapurnya berpautan dengan ujung-ujung garpu. Garpu stainless yang sangat mirip dengan yang ia bawa sebagai senjata.
Garpu itu jatuh ke lantai. "Mirip sekali?" Mima menggumam. Seingatnya Frost, sang calon lawan bersenjata pedang, tongkat dan kodachi, bukan garpu.
"Hei, KAU!" sebuah teriakan kecil berteriak di belakangnya.
Mima menoleh.
Sesosok makhluk Chibi melompat dengan langkah panjang. Tangannya menjulur ke depan, mengarah langsung ke wajah.
Mima menangkis dengan tangan, lalu memutar tubuh untuk membanting tubuh penyerangnya ke lantai. Tetapi si penyerang  berkelit, menggeser kakinya hingga ia lolos dari bantingan, dan berusaha membanting balik Mima dengan melingkarkan tangannya ke pinggang Mima, lalu melemparkan tubuh Mima sekuat tenaga ke lantai. 
Mima melengkungkan tubuh, membiarkan badannya terbanting ke tanah, namun kakinya langsung melenting, membuat tubuhnya bergulingan ke belakang, menjauh. Lengkungan tubuh dan lentingan kaki itu mengurangi efek bantingan yang dilakukan lawannya tadi.
Beladirinya sangat mirip Equilibrium.
Mima berlutut dengan wajah waspada. Dalam kontak awal tadi, ia merasakan bagaimana kondisi tubuh lawannya lewat-indera-indera peraba di permukaan kulit. Kecil, berotot, gesit… tahu caranya berkelahi. Seperti dirinya.
Ia terkesiap, melihat penampilan lawannya. Bagai kembaran dirinya sendiri.
Sosok di depannya berdiri dengan wajah pongah, wajahnya terlihat lebih muda dan segar, satu tangannya menepuk-nepuk bahu, menghilangkan debu.  Ekspresi wajahnyantampak jahat. Matanya sama hijau seperti dirinya, hanya lebih menyala. Dan apron yang digunakannya juga berwarna hijau.
"Kau… siapa kau?" Mima bertanya. Meski rasanya bodoh, seperti menanyai diri sendiri.
"Panggil aku Muse Mima," lawannya menyeringai kejam. "… kau takkan menang melawan dirimu sendiri. Menyerah saja, Running Mama!" Ia bersiap dengan satu tangan menhunuskan pisau dapur. ACE F1. Bahkan pisaunya juga bermerek sama, membuat Mima merasa ilfeel.
"Pisau itu limited edition, tahu?" Mima tidak terima melihat kemiripan senjatanya. "Aku antri semalaman untuk mendapatkannya di depan mall!" bahkan, ia sempat mendirikan tenda di depan mall demi mendapat barang itu, diskon tujuhpuluh persen untuk pisau dapur baja bergaransi seumur hidup.
"Lalu kenapa kalau mirip, hah?!" Muse Mima berteriak membalas, diiringi langkah lompat yang cepat, sembari siap menyerang dengan pisau dapur. Tangan kirinya menjulur, tangan kanannya siap menghujamkan pisau dapur…
Mima memicingkan mata, membaca gerakan lawan.
Langkah pertama kanan. Lalu kiri. Kanan. Kiri… dia akan masuk jangkauanku.
Mima menyambut berberangan dengan langkah keempat lawan, sekaligus menangkis serangan dengan masuk masuk ke area tubuh lawan, dan satu tangannya menusuk dari samping.
Muse Mima meliukkan tubuh, memutar langkah, lolos dari tusukan. Ia berlurut merendah dan mengayun berusaha mengiris ke arah pergelangan kaki Mima.
Ini… Mima menyadari sesuatu.  
Mima melompat dan menginjak tangan Muse Mima. Muse Mima merebahkan diri, sambil kedua tangannya menyilang lurus, menyerang dengan senjata dan satu kakinya menendang ke arah ulu hati. BUK!
Cling… health bar di kepala Mima langsung berkedip, berkurang menjadi 80%. Kaki Muse mengenai telak ulu hatinya, rasa sakitnya kembali menjalar ke rusuknya yang baru sembuh. Satu pergelangan tangannya tertancap garpu Muse, mengucurkan darah.
Jurus yang sama persis dengan yang kulakukan ketika menghadapi mang Ujang… hanya saja,  kali ini aku yang menjadi korban.     
Mima mundur selangkah ke belakang, sambil memegangi perutnya. Wajahnya sedikit pucat, ditandai garis-garis gelap yang muncul di dahinya.
Muse Mima berdiri dengan wajah bengis. "Kau memiliki kemampuan membaca dan memprediksi lawan. Scanning, Skimming, executing... sayangnya, aku juga memiliki kemampuan itu."
Mima mengatur nafasnya, sambil kembali melangkah mundur pelan-pelan. Pisau dipindah ke tangan kiri, sambil dengan meringis, dicabutnya garpu yang menancap itu. Cling. Health bar-nya kembali berkurang menjadi 77%. Ia beringsut mundur. Tangan kanannya memasang kuda-kuda dengan menghunuskan pisau, tangan kirinya diam-diam mencari-cari sesuatu dari balik saku mantel.  
 "Bagaimana rasanya berhadapan dengan dirimu sendiri, hm?" Muse Mima tertawa pelan bagai maniak. Lalu mendekati Mima lagi.
Mima melempar satu garpu untuk bertahan. Langsung ditangkis ke samping.
Garpu kedua melesat. Ditangkis juga, kali ini membuat garpunya membentur permukaan cermin yang langsung membuatnya retak.
Empat langkah… tiga langkah…  Mima mengkalkulasi jaraknya dengan lawan.    
"Apa hanya ini saja kemampuanmu?" Muse Mima menyuggingkan senyum jahat, sambil menangkis lemparan garpu yang ketiga.
"CEREWET!!" Teriak Mima, dan ia mengacungkan tangan kanannya yang berlumuran darah, yang memegang satu senjata lain yang sempat diambilnya secepat kilat ketika melangkah mundur tadi.
Tabung semprotan merica.
VROOOOOOOOOOOSSSSSH…
Satu semprotan panjang ia arahkan ke arah Muse Mima, yang rupanya tak disangka-sangka.
"A-apa…? HATSYIIIII!" Muse Mima berteriak murka sambil menutup kedua matanya, disertai bersin-bersin keras yang tak terkendali.  
Mima melangkah panjang, tapi bukannya menyerang langsung, ia meliuk dan memutar tubuh, masuk ke bawah bahu kanan Muse, mengunci, mematahkan bahunya dan melepaskan pisaunya. 
Dua detik.
Pisau Muse jatuh ke tanah, Mima menendangnya menjauh. Satu tangannya di leher Muse, satu kakinya menjegal, dan kembali mengangkat tubuh lawannya, tinggi, bersiap membanting.
DOR!
Mima terkesiap, pistol telah menyalak. Entah darimana. Tapi Tubuh Muse telah berdebam keras di lantai.
Ada sengatan panas di perutnya, letusan peluru itu seperti palu godam kecil yang tiba-tiba menyentak perutnya. Satu selongsong peluru panas berasap, jatuh ke lantai.
"Kau tidak tahu kalau mantelku tahan peluru, ya?!" Mima menatap geram. Entah kapan, musuhnya telah mengeluarkan pistol dan menembaknya dari jarak dekat. Untung saja mengenai mantel tahan peluru. Meskipun tekanan pelurunya membuat perutnya seperti tertusuk.
"Terlambat!" Muse Mima bangkit, mengarahkan pistol ke kepala Mima, siap menarik picu.
DOR! DOR! Sekali lagi pistol itu memuntahkan peluru, mengarah ke kepala Mima, Mima menghindar menjauh, telinganya berdenging seperti mau pecah.  
Mima bergerak cepat. Pisau ACE-nya dilempar ke arah lawan. Menancap tepat di tangan yang memegang pistol.   
Tak ada darah dan daging. Hanya kabel-kabel yang beraliran listrik statis yang terbelek keluar. 
Robot … ?
Mima menggeram, menggemelatakkan giginya penuh kebencian. Lawanya kali ini bukan manusia.
Baguslah, kalau begitu. 
Mima melemparkan garpu lagi, lurus.
Lawannya menghindar.
Mima sudah melompat dan menyambut gerak hinder lawan dengan tendangan keras ke kepala. Membuat tubuh Muse Mima oleng. Mima memutar pinggang, menambah satu tendangan lagi dengan ujung tumit. 
Use Mima roboh, dan Mima langsung menduduki badannya. Mencengkram pergelangan tangan Muse Mima dengan satu tangan, menusukkan garpu ke pangkal tangan yang memegang pistol, menimbulkan keretakan listrik lagi. Saat itu Mima merebut pistolnya.
Lututnya ditekankan ke salah satu tangan, dan Mima menembak siku lawannya. Pistol kembali menyelak, disertai  derak logam yang pecah seperti petasan.   
(Tampilan chibi ini terlalu imut untuk membuat adegan kekerasan hardcore, dan sayangnya tidak ada darah yang muncrat di sana-sini sebagai dekorasi…)
"Si-sialan kau…" tersengal, Muse Mima berusaha memberontak, tapi Mima menembak sekali lagi, kali ini kea rah leher.
Terdengar suara tembakan, dan seng yang seperti dirobek.
Tapi yang namanya robot, matanya masih membelalak, meski setengah lehernya hancur.
Mima menempelkan moncong pistol di depan Muse Mima. Wajahnya terlihat menyeramkan.
"Kau menembak seperti caraku menembak di penyisihan.Bahkan kau menggunakan pistol yag sama persis dengan yang kupinjam. Tapi sebenarnya, aku tak menembak dengan cara mainstream begitu." Mima menatap lawannya tajam, nada suaranya mengancam.
"Ti-tidak mungkin, data yang kuunduh seharusnya cukup akurat…" Muse Mima menjawab terbata-bata. "..cu-cukup akurat untuk mengalahkanmu!" suaranya diiringi dengingan bagai speaker rusak. 
Ada godaan kuat yang membuat sang Ibu ingin pamer pada lawannya, yang dengan kurang ajar telah meniru dirinya. Entahlah, apakah karena ia berada di tubuh kerdil begini?
Mima mengubah arah pergelangan tangannya, menempelkan ujung laras yang masih berasap ke dagu lawannya. Laras pistol di bawah, pegangan menghadap ke atas.
Pegangan yang terasa begitu akrab, seperti kembali ke masa lalu.
Sayangnya pistol itu kebesaran. Tipe kuno Magnum yang biasanya dimiliki orang-orang tua. Lawannya telah meniru pistol yang pernah dipinjamnya dari jenderal Leo Ponna di penyisihan, dan orang itu memang sudah lansia.  
Milikku dulu, bukan yang begini.  
"Begini caraku menembak, bodoh. Bang-bang-bang." Diturutinya keinginan menembak itu, ke sebelah telinga lawannya yang semakin begidik ketakutan. Entahlah, si robot sepertinya juga ketakutan mlihat sang Ibu yang kini seperti pembunuh sadis.  
Darah Mima berdesir, seluruh tubuhnya menginginkannya, merindukannya.
Pertempuran, kepalan tangan, senjata yang menyalak, darah yang muncrat—
"Dan posisi tubuhku juga tidak begitu. Aku tak pernah menembak dari depan, aku selalu menembak dari samping seperti atlet tembak professional."
Dor! Sekali lagi ia menembak, kali ini asal saja ke perut lawan.  
Bagus, habiskan pelurunya, Mrs. Reid. Mesiu selalu membuatmu lepas kendali.
Habiskan saja sebelum kau telanjur membunuh orang lagi.
Lawan di dalam dirinya tak sebanding dengan lawan eksternalnya, Muse, robot sial yang berlagak sok menjadi seorang Mima Reid.   
"Ah, tapi aku sudah agak lupa caranya. Sudah lama kutinggalkan, lamaaaaaaaa sekali…"
Ingatannya melayang sekilas, ke sebuah lapangan tembak. Dimana ia pernah berlatih menembak dengan presisi tinggi, dalam posisi apapun, situasi bagaimanapun. Telungkup, berlutut, berdiri, membungkuk, berlutut, berguling,…
[ Bagus sekali, Mima. ]
Rasanya seperti orang sinting, batin Mima berbicara mengejek dirinya sendiri.
Battle of Realms pelan-pelan menarikku kembali seperti dulu.
Lawannya masih berusaha meronta.
"Kau cuma tiruan," Mima berkata penuh dendam. Ia tak pernah suka kalau ada orang lain yang ingin menyerupai dirinya. Atau kalau ia berusaha dimirip-miripkan dengan orang lain. Ada ingatan masa lalu bangkit, yang asalnya  lebih dalam dan terlarang. Ingatan emosional yang terkubur dalam sel abu-abu, menetap seperti hantu yang mengintai, tentang seseorang yang muncul dalam kabut ingatan yang samar-samar ….
[…. Mereka berusaha mengejar 'kita', mereka berusaha membuat manusia-manusia yang sama dengan 'kita', tapi  hasilnya takkan sama dengan 'kita' ]
Borgol di pergelangan tangan di belakang badan. Matanya ditutup kain hitam.
Tubuhnya tak berpakaian, hembusan udara yang dingin menyentuh langsung seluruh permukaan kulitnya, membuat ototnya menggingil di luar keinginannya.
Dingin. Basah dan lembab, ruangan itu memiliki bau lumut yang khas.  
Jantung Mima berdetak keras, namun ia berusaha mengatur nafas, menghirup dan menghembuskan, sepelan mungkin…
jangan sampai ia mendengar atau merasakan ketakutanku.
Tapi pertahannya bocor, ketika sebuah mata pisau yang dingin menyentuh  paha bagian  dalamnya.
[… Mari kita mulai. Dari bawah, atau atas? ]

"KAU TIRUAN PALING PAYAH YANG PERNAH KUTAHU!" Mima berteriak emosional. "Takkan pernah ada orang lain yang bisa meniru kemampuanku, meskipun dia mempelajari kemampuan 'kami' sampai ke akar-akarnya!"
Baiklah, Mrs. Reid. Should you kill yourself? She's just a fuckin' bad miniature.
Mima tersenyum tipis. Ada gairah yang muncul tiba-tiba. Semacam kepuasan tak terjelaskan, akan kebebasan untuk memilih sesuatu. Memutuskan sesuatu.  
You always have a choice…
No.
Mima menghantam pipi kanan lawannya dengan satu pukulan keras menggunakan pegangan pistol. Ia menambah satu pukulan lagi, lebih keras dari sebelumnya. Ia menghajar wujud yang mirip dirinya sendiri dalam cara setengah gila.  
Lalu Mima menjambak rambut Muse dengan tangan kanan, merenggutnya ke arah dalam, sambil menghantamkan ujung sikunya ke pipi kanan Muse.
Lalu ia menempelkan pistol itu sekali lagi ke dagu Muse.
"Mengapa kau meniruku? Jelaskan apa tempat ini?" Kalimatnya pendek dan langsung.
Tak perlu membunuh lawan, kalau ia bisa memberikan informasi lebih.  
Muse Mima tak menjawab. Wajahnya babak belur, tapi matanya tiba-tiba kosong. Irisnya memutar keatas, memperlihatkan kornea putih yang tampak menyeramkan.
Kedua tangannya bergerak kaku, bagai robot, mencengkram tubuh Mima, lalu mendekapnya rapat-rapat, dekat dengan badan.
Mima terkesiap.
Ada suara datar yang tiba-tiba terdengar dari dalam tubuh Muse. 
"Self-destruct mechanism activated in ten seconds. Ten, nine, eight,…"
"Sialan!" Mima sontak meronta berusaha melepaskan diri. Namun pegangan itu semakin erat.
"... seven, six, five…"
Mima berteriak, mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri.
"… four, three, two…"
"…!"
-o0o-
Ledakan.
Frost terperangah, konsentrasinya menghadapi Muse Frost tiba-tiba terbagi. Ada ledakan yang terjadi tak jauh dari tempat ia dan Muse Frost berhadapan, yang membuat memecahkan dinding-dinding kaca, meruntuhkan tembok dan pilar, melontarkan kepingan-kepingan kaca tajam ke egala arah.
Frost merunduk spontan, sementara lawannya, Muse Frost, hanya berdiri terpana, terlambat menyadari. Lalu tubuhnya terpental jauh karena ledakan.  
Frost meringkuk melindungi kepalanya, bertahan dari runtuhan benda-benda, besar dan kecil, beberapa terasa tajam di kulit, yang menimpa dirinya bagaikan hujan. Lawannya? Entah dimana dan bagaimana, ledakan itu cukup dahsyat untuk membuat tempat ini rusak berat.
Prahara itu berlanjut selama beberapa detik, sebelum semuanya kembali menjadi senyap.
Frost bangkit pelan-pelan, ketika runtuhan-runtuhan debris mulai berhenti. Tubuhnya berlumuran debu dan pecahan kaca berjatuhan dari badannya.
Cling. Healthbar-nya berkurang, menunjukkan angka 20%. Sekujur tubunya penuh luka gores besar dan kecil, rambutnya yang tergelung kini berantakan. Pakaian dan spandeknya bolong-bolong koyak di beberapa tempat.   
Ia kembali menggenggam pedangnya erat-erat, hanya senjata itu yang tersisa, karena yang lainnya hancur di tangan Muse Frost. Ia menatap waspada ke depan.
Bagaimanapun, ia masih punya lawan yang harus dibereskan. Dan menyusahkan pula, karena kemampuannya identik dengan dirinya.
Tapi, dimana dia?
Frost menghunus pedang, melangkah pelan-pelan.
Ada suara dengingan halus seperti mesin yang rusak. Frost mendekati sumber suara itu.
Muse Frost, tergolek tak berdaya. Matanya putih dan tubuhnya berkelojotan seperti robot yang mengalami korsleting. Kilatan-kilatan listrik muncul di beberapa bagian badannya, terlihat diantara kabel-kabel yang menyembul diantara daging dan kulit.
Robot.
Frost baru menyadari kalau ternyata, lawannya hanyalah sebuah robot yang menyerupai dirinya.
Apakah ada sesuatu terjadi? Frost bertanya-tanya dalam hati. Ia telah merunduk yang menghindari efek ledakan, dan ia masih bertahan. Tapi Muse Frost yang sekuat dirinya, seperti kalah tiba-tiba. Seolah ada sesuatu yang rusak dan korsleting dari dalam dirinya. 
"Karena kau robot,… maaf, aku harus berjaga-jaga." Frost mengayunkan pedang, memenggal lehernya. Kepala Muse Frost menggelinding kosong, berkumpul dengan reruntuhan.
Frost menoleh ke belakang, ke arah ledakan. Mengira-ngira apa yang terjadi.
 Lalu, dimana Mima Shiki Reid?
-o0o-
Di ruang kontrol, Hewanurma dan para programmer ahli berkumpul untuk mengontrol para peserta di masing-masing lokasi. Sebuah program telah meretas portal dimensi dan mengirim peserta lebih cepat dari jadwal, mengirim mereka ke situs-situs lokasi yang ternyata juga telah diretas sistemnya.  
"Malignant Unit of Secondary Echoes, atau MUSE, menyerang lokasi level satu..  peserta yang diterjunkan ke sana berubah menjadi kerdil. Mereka juga dipaksa menghadapi satu program MUSE yang lain, yaitu duplikasi dari dirinya sendiri. Program ini mirip dengan pengkodean transformasi yang dilakukan Renggo Sina, salah satu peserta robot yang punya kemampuan meniru wujud orang lain." Seorang programmer menerangkan panjang lebar.  
"Jadi, para peserta di level satu berhadapan dengan diri mereka sendiri?" Hewanurma mengerutkan kening.
"Ya."
"Itu sulit, apa ada yang bisa bertahan?"
Apa yang diinginkan para peretas ini? Seolah-olah mereka ingin membunuh semua peserta?
"Kita bisa menyusupkan satu program bantuan untuk recovery," salah satu programmer melontarkan usul. "… setidaknya sebagai bantuan, sambil berusaha memulihkan sistem di setiap lokasi. Program itu bisa membantu mereka bertahan hidup, sampai mereka bertemu lawannya masing-masing dan bertarung menentukan siapa yang menang diantara mereka."    
Hewanurma memicingkan mata. "Ya, itu usul yang bagus. Sambil menunggu Tamon Ruu datang, peserta harus diberi bantuan apapun untuk bertahan hidup."
"Kita bisa mengirimkan agen virtual untuk membantu membersihkan lokasi dan menanam antivirus."
Hewanurma mengangguk setuju. "Panggil semua agen virtual. Lakukan!"
-o0o-
Frost melangkah pelan, menyisir keadaan. Suasana begitu hening, hanya suara langkahnya yang menginjak reruntuhan kaca yang terdengar. Kalaupun ada yang bisa ia syukuri, daya hancurnya ledakan itu cukup untuk menghancurkan sebagian besar dinding kaca, sehingga ia tak perlu lagi merasa sebal melihat refleksi chibi-nya dimana-mana. Ledakan itu menciptakan rongga besar berupa ruang terbuka, yang kini dipenuhi reruntuhan.  
Dimana dia? Frost membatin.
Apa dia yang menyebabkan ledakan tadi? 
Beberapa meter dari tempatnya berdiri, Frost melihat sesuatu. Seperti hologram transparan yang kecil, yang melayang di atas reruntuhan. Frost mengenalinya sebagai healthbar, seperti yang melayang di atas kepalanya. Tetap waspada, Frost melangkah mendekat.   
Healthbar itu berkedip-kedip, warnanya menujukkan warna merah. Angka 7% terpampang di atasnya. Sesosok tubuh menelungkup di antara reruntuhan. Bajunya biru dan sobek di sana-sini, penuh luka.
Frost menyentuhkan ujung pedangnya. Tak ada reaksi refleks lawan yang berbahaya. Menunjukkan Mima Shiki Reid dalam kondisi lemah tak berdaya.
Benar. Kita semua dikutuk menjadi kerdil di tempat ini. 
Frost menyingkirkan reruntuhan pelan-pelan, meletakkan pedangnya, mengangkat tubuh Mima dan membalikkannya pelan-pelan. Frost mendekatkan telinganya ke dada Mima. Jantungnya masih berdetak.
Klik.
Laras pistol menyentuh kening Frost.  
Frost mengangkat kepalanya.
Mima menatapnya. Tersenyum tipis.
"Aku takkan menembakmu," Mima berkata.
"Hanya saja, semoga kau tak keberatan membiarkan aku istirahat dulu, sebentar?"
;
;
Section 4.
Mima vs Frost
;
;
Mima beringsut, mencoba menyadarkan tubuhnya ke reruntuhan. Seluruh tubuhnya terasa kebas dan nyeri menyakitkan. Ia berusaha bangkit, dan cling… healthbar-nya kembali berkurang satu persen.
Frost di depannya, melangkah mundur dengan waspada.
"Kau terluka akibat ledakan tadi." Sahut Frost datar. 
Mima melihat Frost tak jauh berbeda dengan dirinya. Tubuhnya juga penuh luka, tapi tak separah dirinya yang luka di sana-sini akibat pecahan kaca. Sebagian rambutnya juga gosong akibat ledakan. Bajunya koyak. Dan mantel Mercenary yang seharusnya dipakainya… entah dimana.
Cling. Healtbar-nya berkurang lagi hanya tinggal 5%, merah dan berkedip-kedip.
 Mima tertawa getir. "Kalau kita bertarung, aku pasti kalah." Sahutnya dengan nada ironis. "Jadi, kuharap kita bisa istirahat sebentar?"
"Dengan perbedaan kekuatan yang tersisa, aku bisa mengalahkanmu dengan mudah." Frost tak mengenali senjata itu seperti milik Tan Ying Go yang dilawannya di hutan Dodonge, mereka menyebutnya pistol, atau senjata api. Ada ancaman yang terasa berbahaya, yang keluar dari laras hitam yang kini mengarah ke kepalanya.
"Senjatamu bukan itu, seingatku." Sahut Frost. "Bagaimana kau mendapatkannya?"
"Merebutnya dari lawan," jawab Mima pendek. "Dari robot sialan yang meniru diriku."
Running Mama juga bertemu lawan yang sama, rupanya. Pikir Frost.
"Kau juga melawan duplikat dirimu sendiri?" Frost bertanya.
Mima mengangguk. Tangannya masih mengacungkan pistol, lurus mengarah ke arah Frost. Frost tak melihat celah terbuka dalam posisinya.
Healthbar-nya lebih lemah dariku, dia juga terluka lebih banyak. Tapi mengapa terasa sulit ditembus?
"Dimana robot itu, kalau begitu?" Frost mulai merasa penasaran. Jangan bilang kau menang darinya…
"Aku mengalahkannya, lalu dia meledakkan diri."
"Oh," Frost mendesah muram. "itu menjelaskan mengapa ada ledakan."
"Duduklah. Kita istirahat sebentar." Sahut Mima, setengah memohon. "Setidaknya sampai healthbar-ku sama dengan milikmu, 20%."
Frost duduk pelan-pelan. Mima juga menurunkan pistolnya. Meski demikian, Frost tahu, seandainya ia bergerak mendadak sedikit saja, Mima akan menembaknya dalam waktu kurang sedetik.
"Kau juga bertemu dirimu sendiri?" Mima bertanya.
"Ya. Dia mengenakan penutup leher biarawati berwarna hijau yang menjijikkan."
Mima tergelak pelan. "Dia meniru semua kemampuan kita," masih ada kemarahan tersisa dalam suaranya, parau.  "… merepotkan. Sucks."
Frost diam sejenak. Ia memutuskan untuk menuntaskan rasa penasarannya. Mumpung lawan kali ini sesama wanita, dan tampaknya bisa diajak bicara.  Mungkin aku bisa bertanya lebih jauh, batinnya.  
"… bagaimana kau mengalahkannya?" Frost bertanya. "Aku membaca bio-mu, kau punya kemampuan skimming dan scanning, membaca gerakan dan memprediksi gerakan selanjutnya. Tentunya sulit mengalahkan dirimu sendiri, tapi kau menang. Bagaimana caramu?"  
Mima tersenyum lelah. "Gerakan yang dia lakukan sama dengan gerakanku di prelim dan babak pertama. Aku mengetahuinya ketika dua kali kontak pertama," ia mengambil jeda sejenak, "… jadi aku menyimpulkan kalau ia hanya meniru kemampuanku dari penampilanku di dua babak itu,"
"…pendeknya, kau hanya membaca balik gerakannya." Frost menyimpulkan kembali.
Kali ini, mata Mima sedikit menerawang sejenak, lalu menatap Frost dengan senyum samar yang penuh rahasia.
"Ia hanya meniruku, bukan menduplikasi otakku. Kemampuanku bukan hanya sebatas itu."
Ada nada tekanan di kalimat itu, yang bagi Frost, terasa mengintimidasi. Kemampuannya bukan hanya sebatas itu?  Frost mulai mengamat lebih dekat wanita ini, dan ia harus mengakui dirinya merasa tertarik, seperti ngengat yang menghampiri bahaya.
Kau memberiku informasi ini, maksudmu untuk mengancam, atau membuatku waspada?
"Aku jadi ingin tahu," Frost ikut tersenyum, melirik pedangnya diam-diam, berusaha tanpa terlihat. Tapi Mima bisa membacanya.
"Sudah kubilang, biarkan aku istirahat dulu." Mima kembali mengangkat pistolnya. "Benda ini bisa memecahkan kepalamu, tahu?"
Frost mendecih, terasa geram dalam hati. Rasanya ia seperti anak kecil yang tertangkap berbohong. Apa para ibu memang punya kemampuan membaca hal-hal sedemikian?  Dan tiba-tiba ia merasa sedikit minder.
"Kau bisa lolos dari ledakan, … bagaimana?"
"Mantel Mercenary," jawab Mima kemudian. "Dia mencekal mantelku. Sekalian saja aku lepaskan mantel itu. Lalu aku lari." Mima mencoba memutar kembali kronologinya.
Hitungan mundur delapan detik. Menyelusup ke bagian bawah mantel, mencari celah.  Enam detik. Melepaskan diri dengan menembak tangannya.  Empat detik. Lari. Secepat-cepatnya lari, dan melompat merunduk. Dan 'bum'!. 
Oh, mantel itu milik Jade. Jade akan marah besar. Mima meraba salah satu saku apronnya. Tapi yang pentng ponselnya selamat.  
"Sepertinya mantel itu mengurangi efek ledakan juga. Buktinya, tempat ini masih berdiri." Mima menatap langit-langit yang masih utuh.
"Ya…"
Frost diam sejenak. Melihat healthbar Mima sudah bertambah menjadi 10%. Recovery-nya lumayan cepat.
"Setelah health bar-mu cukup, kita bertarung," Frost berkata, sambil melirik healthbar-nya sendiri. Cling. Bertambah 25%. Tentu saja, kalau Mrs. Reid beristirahat, artinya Frost juga punya kesempatan pulih, dan angka di healthbar-nya akan lebih tinggi dari Mima.
"Aku hanya menunggu sampai 20% saja, Mrs. Reid. Tidak lebih."
"Terserah…" Mima tersenyum lelah.
Toh, aku masih punya R.U.N.
-o0o-
Zarid al Farabi, melompat dari portal dimensi berkilatan warna ungu. Ujung jubahnya berkibar, satu tangannya menyentuh aspal, tangannya yang lain merentang ke belakang bagai pose superhero pahlawan bertopeng.  Pokoknya, ia harus mendarat dengan penuh gaya. Scene ini sudah dijanjikan keren untuknya.   
"Aku sudah berada di level 1," Zarid melapor lewat bluetooth yang terpasang di telinganya. "Dari luar, lokasi pertarungan tampak baik-baik saja,"
"Masuk ke dalam, Zarid. Peta menunjukkan dua peserta masih hidup di dalam, bahkan lokasi mereka berdekatan. Tidak terlihat tanda-tanda keduanya bertarung." Sebuah suara terdengar dari telinganya. Noah, programmer yang terhubung dengan dirinya ikut memonitor dari pusat kontrol. Sementara itu, Hewanurma berada di belakangnya, mengawasi.
"Aku cukup menyelamatkan mereka saja, bukan?"
"Ya, dengan membersihkan virus," ulang Noah. "kalau masih memungkinkan keduanya bertarung, lanjutkan. Tapi kalau tidak, evakuasi secepatnya." 
 "Oke."
Ia melangkah anggun dan memasuki bangunan Magical Mirror Labyrinth. Pintunya terkunci. Dengan gaya keren berikutnya, ia mengangkat kakinya yang berlapis logam dan menendang pintu sekali gebrak, hingga berdentam roboh.  
"Berantakan banget disini," lapor Zarid, melihat reruntuhan tembok dan kaca dimana-mana. Ia mengangkat smart-phone-nya dan menyisir lokasi. Lalu berjongkok, mengeluarkan laptop kecil dari balik jubah, memeriksa kondisi lokasi.
"Muse tidak terdeteksi dimanapun," lapornya lagi.
"Tapi virusnya masih ada. Bersihkan," Noah memberi instruksi.
"Hu-uh, oke." Meski menggerutu, Zarid tetap melakukannya sambil terus mengetikkan beberapa perintah lewat laptopnya.  "Baiklah, perlu waktu beberapa menit. Lebih mudah karena Muse tidak menganggu." Sesekali ia mengumpat dalam hati ketika jemarinya yang besar-besar mengetik 'a' dan 's' bersamaan.
Berdoa sejenak menengadahkan kedua telapak tangan, Zarid menekan enter.
Dari tempatnya berdiri, muncul pendar keunguan di lantai, yang langsung melebar dalam kecepatan perlahan bagaikan aliran air. Mengikuti pendar keunguan itu, satu pola kode biner yang samar menata diri dengan kecepatan tinggi, terlihat membayang samar di permukaan lantai, reruntuhan dan langit-langit tempat itu.
Zarid memeriksa laptopnya lagi, lalu mengangguk-angguk. "cleaning in process."
"Coba cari tahu, siapa yang mengalahkan program itu. Frost, atau Running Mama?" Bisik Hewanurma di ruang kontrol.  
"Mulai menyisir lokasi," Zarid berdiri, lalu melangkah hati-hati. "Cuma kaca dimana-mana, bos. Tidak ada rongsokan yang berarti. Oh, itu dia, para peserta."
Di kejauhan, ia melihat Frost yang duduk. Frost menyadari kehadirannya, yang langsung berdiri menghunus pedang. Sedangkan peserta satunya, Mima Shiki Reid, juga mengangkat pistol.  
"Turunkan senjata, aku teman!" Zarid melambaikan tangan dengan riangnya, "Hewanurma mengirimku kesini untuk membantu kalian. Namaku Zarid al Farabi."
Frost menurunkan pedangnya dengan gerakan ragu, sedangkan Mima menarik nafas lega.  
"Oh, kalian kelihatan …. imut sekali," Zarid mendekat, menahan tawa di balik topeng.
"Oh Lord, ini pasti karma," keluh Frost, teringat ia sempat menertawakan Muse dulu.
"Tapi jangan khawatir… sebentar lagi virusnya akan dibersihkan. Kalian akan kembali seperti semula." Zarid menunjuk pendar ungu yang mulai menyebar ke seluruh ruangan.
"Sambil menunggu, bisakah kalian menjelaskan, apa yang terjadi? Dan oh… by the way, kau kelihatan menyedihkan, Mrs. Reid."
Mima, anehnya, dia justru tertawa. "Pernah lebih buruk dari ini." Katanya.
[  Apa ada yang lebih buruk dari ini? ]
Frost mendengar kalimat Mima, dan merasa tak senang.
"Oke, pertama-tama, siapa yang mengalahkan Muse? Artificial Intelligence yang juga mencuri data kalian dan menjadi robot mirip kalian."
Hening sejenak. Tak ada yang menjawab.
Zarid menunggu.
Pendar keunguan itu melewati mereka, dan terjadi beberapa percikan statis pada tubuh Mima dan Frost, diikuti perubahan pola kode biner yang membayang di permukaan tubuh mereka. Seperti ada perubahan matriks, dimana lingkungan seolah merekonstruksi ulang.
"Oh…" Frost mendesah lega ketika tubuhnya kembali seperti semula. Ia menoleh pada Mima. Tubuh Mima juga kembali seperti semula. Tapi keduanya tetap dalam keadaan luka-luka.
Healthbar Mima menunjukkan 15%. Miliknya 35%.  
"Aku tak bisa mengobati luka kalian, yang bisa kulakukan hanya mereset ulang kondisi kalian ke ukuran sesuangguhnya. Kalian tentunya lebih nyaman bertarung dalam kondisi semula, kan?" Zarid menjelaskan, suaranya terdengar ramah, meski gemerisik seperti radio.
Hanya Mima yang mengangguk. Sedang Frost diam saja.
"Jadi, siapa yang mengalahkan Muse? Atau kalian berdua mengalahkannya bersama-sama?"
"Dia yang mengalahkan Muse." Frost berkata. "Mrs Reid mengalahkan Muse, dan tampaknya karena ia berhasil, lawanku juga akhirnya kalah."
 "Mengalahkannya, ya. Tapi ia meledak dan membuatku babak belur begini." Mima menukas. "Sama saja, tahu?" Cling. Healthbarnya bertambah 18%
"Aku masih dalam keadaan seri, ketika ledakan ITU ikut menghancurkan Muse Frost." Potong Frost cepat, mengakui dengan jujur. "Kalau ledakan itu tidak terjadi, aku tak tahu apakah aku akan menang atau kalah."
Mima terdiam.
"Hmmm…" Zarid melipat tangannya, rasanya seperti melihat pertengkaran antara gadis-gadis.
"Jadi, kalian akan melanjutkan pertarungan atau tidak?"
"Tentu saja." Frost menatap Mima tajam, ada gairah aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Gairah menemukan lawan yang sesuai, merasakan pengalaman bertarung yang berbeda.  
"Mrs. Reid?"
"Ya, aku sudah lumayan pulih." Mima mencoba berdiri pelan-pelan, sambil setengah meringis menahan sakit.
Zarid menahan keinginan untuk menolong wanita itu, demi harga diri Mrs. Reid. Lalu ia melihat Frost, yang dengan satu kibasan mengayunkan pedangnya di samping tubuh, menunjukkan posisi siaga. Kristal dan bunga-bunga es mulai menguar dari tubuh Frost.
"Oh ya, Mrs Reid," teriak Zarid buru-buru. "Apa kau butuh peluru?"
Mima menyelipkan pistolnya di tali apron yang mengikat belakang pinggulnya.  
"Tidak."
Frost mengerutkan kening.
"Butuh senjata? Pisau dapurmu entah berada dimana."
"Gampang, nanti aku cari." Mima mengeluarkan tabung hitam kecil dari salah satu saku apron.
"Ini saja. Tidak adil kalau bertarung dengan orang yang…" Mima berbalik menatap Frost, yang wajahnya mulai memerah menahan geram. "--asing dengan pistol." Mima menahan senyum samar di balik ekspresi wajahnya. Tidak ada senyum mengejek di wajah lawannya, tapi hanya mendengar kalimatnya saja membuat Frost kesal.  
Dengan bijaksana, Zarid mundur selangkah, memberikan panggung pertarungan untuk keduanya. "Baiklah, silahkan dimulai kembali." Zarid bersandar di salah satu pilar yang berdiri, mengambil posisi menonton yang enak.
"Aku tidak  tahu banyak tentang senjata itu," Frost mendesis penuh kebencian. "Kau telah mempermainkan aku." Tahu begitu seharusnya aku habisi sejak tadi, waktu Healtbar-nya masih sedikit.  
Mima menarik bibirnya, menyunggingkan senyum sinis yang jarang diperlihatkan. Kapan terakhir aku tersenyum pada lawanku seperti ini, ya? Mungkin sepuluh tahun lalu...
"Ketidaktahuan juga sebuah kelemahan, Miss Frost."
Entah mengejek atau memberikan petuah, Frost merasa tertampar mendengarnya. Ia memang masih hijau dan belm berpengalaman. Tapi, mengacuhkan rasa malunya, Frost mulai mengerahkan kekuatan. Hawa dingin mulai menguar keluar dari tubuhnya. Pedangnya mulai berasap, bukan karena panas, tapi karena dingin.
"… dan kutebak, kau juga tak tahu apa yang kupegang ini." Mima mengangkat tabung kecil berwarna hitam itu, mengacungkannya di depan Frost. Sambil melangkah ke samping kanan, mengitari Frost. Frost mengikuti dengan waspada.
"Mrs. Reid, berapa usiamu?" tiba-tiba Frost bertanya.
Mima tak menduga akan mendapat pertanyaan itu. "Tigapuluh dua, tahun ini."
Frost tersenyum. "Kau hebat, untuk ukuran orang yang sudah menikah dan punya dua anak. Ngomong-ngomong, siapa yang mengurusi anak-anakmu saat kau bertualang di sini?"
Wajah Mima mengeras. Langkahnya terhenti.
"Suamimu?" Frost menyunggingkan senyum sinis.
"Diam," Mima mendesis. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Pasti repot sekali,"
"Jangan bersikap seolah-olah kau tahu tentang keluargaku."
"Yang kutahu, kau meninggalkan suami dan anak-anakmu."
Mima mematung. Kali ini parasnya menunjukkan kebencian ke arah Frost. Tubuhnya berdiri mematung, tak bergerak.  "Kalian, para biarawati, kalian tak pernah menikah. Kalian tak tahu."
[.. seorang Equilibrium survivor tidak bisa menikah…]
"Kalian tak tahu," Mima mengulng sekali lagi, matanya mulai nyalang.
Frost tersenyum sinis.
"Kami mempersembahkan jiwaraga kami mengabdi pada Haephastus. Sedang kau, mengikuti turnamen untuk memenuhi keegoisanmu sendiri."
"DI-AM!" bentak Mima.
"Kau tidak rindu pada mereka?"
Mima menunjukkan wajah ragu sejenak.  
Sekarang! Dan sontak Frost menyerang, mengayunkan pedang dengan kekutan penuh. 
Mima berkelit ke samping, Frost menyerbunya dengan ayunan pedang yang kedua. Mima kembali menghindar, tetapi perubahan udara yang drastis menciptaan galur es di jalur pedang Frost, menghantam tubuh Mima yang lanngsung terpental ke belakang.
"Ugh…" Mima bangkit, dan Frost menyerbunya tanpa ampun
"Aku akan mengakhiri liburanmu, Mrs Reid!" teriaknya. Ia tahu, di atas kertas, ia unggul. Health bar-nya juga jauh lebih tinggi.
Mima berguling ke samping, menghindari serangan Frost. Lalu melompat menjauh. Frost terus mengejar, tebaran bunga-bunga es memercik ke segala arah, menyembur dari arah kemana pedang Frost mengayun. Mima hanya menghidar, berkelit ke sana kemari tanpa bisa menangkis. Tersentuh sedikit saja, ia akan membeku.
Zarid mulai melihat pertarungan ini berjalan tak seimbang. Mima tampak terpojok.
Kau memanfaatkan ketidaktahuanku, batin Frost, ia kembali menyerang. Sekarang, akan kubalas kau!
"Kau bisa kembali ke rumah, itu jauh lebih baik untukmu, Mrs. Reid!"  Teriak Frost.
Lalu ia mengerahkan kekuatan, menyerang dengan kekuatan penuh. Satu gelombang es muncul dan menghantam lurus ke arah Mima. Mima menghindar kesamping,dan Frost menyambut dengan tendangan telak ke pinggangnya.
Sekali lagi, Mima terpental. Tubuhnya bergulingan diantara reruntuhan, menciptakan kepulan-kepulan debu yang beterbangan di udara.
Namun ia tetap kembali bangkit, pelan-pelan. Health bar-nya berkurang menjadi 10%.
 "A-aku tahu aku egois," sahut Mima pelan.
"Aktivitas yang sama setiap hari, keinginan untuk bertualang dan mempelajari sesuatu yang baru… menaklukkan dunia,"
Dan pikirannya kembali melayang ke rumah.

"Your soulmate may be not somebody who came peacefully to your life".
Apatemen lantai enam. Dua apartemen yang dibeli Jade sekaligus, dan Weasel mencicil satu setengahnya dengan potongan gaji. Jade hanya meminta dua kamar untuk ruang pribadinya, sisanya semua untuk keluarga Mima.
Lebih sering berantakan seperti kapal pecah. Anak-anak yang begitu sibuk,  berlarian ke sana kemari. Seringkali, Weasel yang pulang dari bertugas, hanya diam mematung melihat keadaan.
"Astaga, Mima. Ini seperti medan perang."
Mima menjawab keluhan suaminya hanya dengan senyum.

Aku punya kemampuan, kalau aku bisa, aku bisa lebih hebat dari siapapun…
Dan semua itu kutenggelamkan dalam tumpukan cucian dan baju kotor, menghilang dalam aroma kasur berbau ompol…
Zarid sedikit cemas, melihat mata sang Ibu mulai menghampa. Ia berpkir untuk mencegah Frost yang mulai menundukkan badan, memegang pedang dengan kedua tangan, bersiap untuk menyerang.
Tapi, tidak ada aturan yang berlaku dalam pertarungan. Romantisme mengasihani lawan itu, sesungguhnya tak boleh ada.
Dan Frost benar-benar menyerang, dengan kekuatan penuh. Lurus ke rah Mima.
"… tapi, suamiku tahu aku egois.."
Sepersekian detik, Mima mengibaskan tabung hitam kecilnya. Sesuatu melesak keluar dari pangkalnya.
Terdengar bunyi dua baja beradu.
Zarid tak memepercayai penglihatannya. Ia baru saja akan mencegah Frost untuk menyerang Mima yang sepertinya telah kehilangan semangat tempur.
Mima menangkis serangan Frost. Sebuah tongkat besi, yang mengecil tumpul di ujung, beradu dengan pedang Frost. Dan juga matanya beradu pandang dengan Frost. Sinar mata yang berbeda.
"…maka, dia menyuruhku untuk berlari."
He told me to R.U.N.
Frost terkesiap. Health-bar Mima meningkat pesat menjadi 45%. Lebih tinggi darinya.
Perlahan, tongkat baja yang dipegang Mima mulai membeku.
Mima menunduk, mengayunkan tongkat besinya yang mulai membeku secara vertikal dari samping, lutut samping Frost yang ditujunya.
Articulatio genus.
Gebukan itu mengenai sasarannya dengan telak, membuat Frost goyah ke samping.
Serangan kedua, Mima menggebuk dari samping lagi, kali ini ke arah pinggang Frost.  Tapi bukan pinggang targetnya, sasarannya pesisi adalah rusuk terakhir di sebelah kiri.
Costae.
Frost tak mengenakan perisai apapun, pukulan itu lolos tanpa pertahanan. Menimbulkan suara benturan dengan daging dan otot, diikuti derak tulang yang retak.  
Serangan ketiga, ke arah leher, jelas kali ini mematikan tapi Frost menangkis, meskipun tubuhnya goyah, dan rusuknya sakit luar biasa. Healthbar Frost berkurang drastis menjadi 10%. 
Tapi kali ini, tongkat besi  Mima mulai sepenuhnya dijalari es. Health bar Frost berkurang lagi, 7%.
Diikuti Mima melempar tongkatnya sendiri ke belakang, menghindari es untuk menjalar ke tangannya, lalu mencabut pistol kosong di belakang pingglnya, ya--- pistol kosong yang tadi.  Tapi bukan mencabutnya dengan cara biasa.
Telunjuknya berada di picu, mencabut sambil memutar, dan jemarinya menemukan ujung laras, langsung digenggam. Dalam waktu kurang dari dua detik…
Vertebrae… jangan. Mandibula.
Pegangan pistol mengenai wajah Frost. Membentur telak pipi dan keningnya, keras.  Zarid bisa mendengar suara seperti benturan benda keras yang memecah keheningan ruangan.
Mima kembali merunduk, mengangkat kakinya dan menendang ulu hati Frost, yang celahnya terbuka tanpa pertahanan. Sebagai serangan pamungkas.
Frost terpental, terkapar di lantai. Healthbar-nya berkurang drastis, 3% dan berkedip merah.
Mima melangkah cepat, mendekati Frost. Zarid melihat Mima mengambil satu barang lagi dari sakunya.
Frost, bergetar dengan rahangnya yang sobek, terlambat merespon ketika Mima sudah berlutut di depannya. Tangan kanannya menempel di leher Frot, tepat dekat pangkal leher. Sesuatu yang dingin menyentuh leher Frost.
Garpu.
Cling. Health Bar Mima kembali berkurang drastis ke posisi semula. 15%.
Milik Frost: 3% dan merah.
Frost terengah. Ia mencoba bergerak, tapi pinggang dan perutnya terasa nyeri.
"Maaf. Aku memang menunggu agar healthbar-mu berkurang dengan menyerangku," bisik Mima. "Meskipun… kuakui. Serangan psikologismu hampir saja berhasil."   
Frost menatap Mima, nyalang, tak mengakui kekalahannya. Ia berusaha mengangkat pedang, dan Mima menekankan garpunya lebih dalam.
"Aku mengkalkulasi, R.U.N-ku akan cukup untuk mengunggulimu dalam pertarungan jarak dekat. Beruntung sekali kau yang mendekat, masuk ke jarak seranganku lebih dulu. Kau juga menyerang dengan seluruh kekuatanmu, sehingga kau kehilangan sekian persen kekuatan. Aku mengunggulimu dengan R.U.N, meskipun waktuku terbatas. Dan ketika waktunya habis, setidaknya aku masih punya sisa tenaga yang jauh lebih banyak…" limabelas prsen lawan tiga. Posisi berbalik.
No constant balance in fight. Kalau kau berpikir kau di atas angin, kondisi bisa saja berbalik.
Frost mengerutkan kening. Aliran darah perih lengket mulai terasa mengalir di pinggir matanya yang lebam, menuju ujung bibirnya yang mengecap rasa asin. Ujung pistol yang tumpul tu… ia tak mengira dalam keadaan kosong pun dapat menjadi senjata. Ditambah sebuah togkat besi yang entah muncul darimana.
"Menyerahlah," kali ini Mima seperti memohon. Jangan biarkan aku melakukan yang lebih dari ini.  
"Oh Lord…" Frost akhirnya meletakkan kepalanya di lantai, pasrah.
Aku lebih kuat darinya. Tapi dia lebih pintar.
Dan lebih berpengalaman.
"Aku kalah…"
;
;
Section 6:
A Gift from Weasel
;
;
"Yap, Running Mama menang. Area telah dibersihkan dari virus. Kalian bisa masuk ke sini dengan aman," Zarid berkomunikasi kembali dengan bluetooth-nya, sambil tangannya membalut kepala Frost di depannya. 
Mima sedang duduk beristirahat, sedangkan Frost masihtetap  berbaring dengan kepalanya dibalut perban darurat. Untunglah ada jubah-segala-ada milik Zarid, Frost akan terhindar dari perdarahan. Tapi, luka di kening hingga pipi Frost cukup lebar sehingga mungkin harus dijahit.
"Kalau maid medis sudah datang, kau akan ditangani lebih baik," Zarid berkata dengan nada lembut, sambil menepuk hasil balutannya yang berantakan.
Frost kembali berbaring, wajahnya murung.
"Jangan kecewa begitu, masih banyak kesempatan untuk peserta yang kalah," hibur Zarid. "Kau bisa bertualang di seantero Alforea, misalanya. Negeri ini sangat menarik untuk dijelajahi."
Frost termenung.
"Atau mencari nafkah seperti aku. Bahkan, Hewanurma merekrutku menjadi agen virtual untuk membereskan kekacauan. Cukup menghasilkan sebagai kerjaan sampingan."
Frost menatap Zarid, penasaran. "Pekerjaan sampingan?"
"Perkenalkan," Zarid memiringkan kepalanya. "Zarid Al Farabi; pengepul rongsok paling keren se-Alforea,"
Frost tersenyum.
Tidak jelek. Mungkin, setelah ini aku akan bertualang…
-o0o-
"Mima Shiki Reid yang menang?" Di ruang kontrol, Hewanurma mengerutkan kening, ketika Noah melapor hasil pertarungan.
"Yap. Zarid mengkonfirmasikannya. Sudah ada pemenang di level satu." Katanya.
"Dia memiliki senjata baru?"
"Ya. A.S.P. telescoping baton, tongkat besi yang dibuat secara khusus untuk Alforea. Pada dasarnya hanya sebuah tongkat besi yang banyak digunakan polisi anti huru-hara. Pegangannya berbentuk tabung pendek , dan akan memanjang bila dihentakkan. Tapi, dalam pertarungan kali ini, mantel anti pelurunya hancur tanpa bisa kita perbaiki lagi."
"Dia hanya manusia biasa." Hewanurma melipat tangannya, menggeleng-gelengkan kepalanya. Hasil ini cukup di luar dugaan. "Dan dia bertahan."
"Peserta hasil rekomendasiku bukan sembarangan, Hewaurma." Kali ini, Tamon Ruu berkacak pinggang di sebelahnya, menyunggingkan senyum kemenangan. "meskipun dia hanya pengganti Jade."
"Kau sungguh tak berguna, Tamon Ruu." Hewanurma melirik sisnis. "Kau tiba-tiba saja datang dan berlagak tahu semuanya."
Tamon Ruu mengedikkan bahu. "Teeeeheee—maaf."
"PERGI KE POSMU SANA! BERESKAN PEKERJAANMU!"
-o0o-
Mima melangkah pelan menyusuri reruntuhan labirin.
Rasa sakit itu kembali. Pertahanannya terhadap intimidasi yang dilancarkan Frost meninggalkan jejak.
Pertarungan telah selesai. Tetapi pertarungan yang lebih besar, masih berkecamuk dalam jiwanya.
Ingatan-ingatan yang pernah terpendam, terlupakan, sedikit demi sedikit berputar kembali. Kilasan memori itu membantunya bertahan dalam turnamen, mengembalikan kemampuannya sedikit-demi sedikit untuk bertahan, namun juga diiringi kegelapan yang pekat.
[Mari kita mulai. Dari atas, atau bawah..? ]
Borgol terasa dingin di tangan. Udara ingin menerpa tubuh.
Kedua tangannya terikat di belakang, Matanya tertutup kain hitam.
Ia berdiri telanjang. Rambutnya masih sangat pendek waktu itu.
[Dari atas. Tidak boleh ada kesalahan]
Bibirnya bergetar ketika ujung pisau yang dingin menyentuh lehernya.
"Baik."
Sebagai apa perannya kali ini?
Prajurit, tawanan, atau… murid yang patuh?
[Kita mulai]
Ujung pisau dingin naik, pelan, meraba pipinya, disana benda itu menekan sedikit.
"Mandibulae."
Mima mengeja. Berusaha mengenyahkan rasa takut dengan membayangkan atlas anatomi dalam otak.
Ia merasakan nafas seseorag yang mendekat. Hangat. Ada kehangatan di tengah hawa dingin ini.
Ada telapak tangan yang menyentuh tulang-tulang rusuknya. Seperti hendak memeluk.
"Co-costae," kali ini suaranya mulai bergetar.
 " 7, 5,… 6, 4, 2…"
[ Rasa takut adalah sahabatmu. Rasa sakit adalah temanmu. Mereka adalah penjaga terbaik ]
Mima memekik tertahan, ketika dadanya diremas total.
Aku harus bertahan. Harus. Harus. Harus. Harus…
Harus keluar dari tempat ini.
Bibirnya bergetar, ketika atlas anatomi itu kembali terlihat kembali dalam ruang imajinernya, dalam pikirannya sendiri.
Menggantikan rasa sakit yang menjalar.
"Sternum…"
"Sial…" Mima mendesis, menahan sakit di dada.
Ia menendang satu reruntuhan kaca, yang memantulkan refleksi dirinya.
Siapa kau, Mima?
Mima Shiki, Mima Adair, atau… Mima Reid?
Ibu dengan dua anak… ?
"Sial, sial, sial….." amarah itu kembali, membuat dadanya terasa terhimpit.
Amarah yang sia-sia, karena masa lalu tak mungkin diputar ulang.
  -o0o-
Hari menjelang pagi, dan si peretas bertopi rajut masih mendekam bersama laptopnya, memonitor diam-diam berlangsungnya ronde kedua. Beberapa nama telah muncul sebagai pemenang, meskipun mereka berada dalam lingkungan yang terinfeksi virus digital.
Natural selection. Yang kuat yang bertahan.
Satu nama muncul kemudian, menarik perhatiannya lagi.
Magical Mirror Labyrinth : MUSE had collapsed
Identified winner: Mima Shiki Reid "The Running Mama"
Identified antivirus: Zarid al Farabi
"Runner," bibirnya mendesis, teringat sebuah data rahasia berbentuk apendiks yang diretasnya beberapa jam lalu. Meyakinkan kembali, ia menekan window untuk memanggil data itu kembali. Matanya sedikit terkejut melihat data itu telah dibubuhi beberapa tulisan tangan yang tidak ada ada sebelumnya.     
--------------------------------------------------------------------------------------------
Appendix 1. Identified Equilibrium survivor.
Name: Mima Shiki
Eq. ID: 030034 (detailed profile in file case number 03X.22.08)
Alias name:  Mima Adair   ---  alias Mima Shiki Reid (after married)
Status: Officer, section 8 SWAT, Ithacca Police Department, U.S. --- now housewive.
Equlibrium Class Criteria: RUNNER  -- upgraded to "CON" after R2 BoR5.
I KNOW YOU'RE THERE, DUMBASS
-----------------------------------------------------------
"SIAL!" sang peretas membanting laptop dengan geram.
Seseorang mengetahuinya.
Seseorang, di luar sana.
-o0o-
"Kukira, lebih baik kau beristirahat juga, Mrs. Reid," Zarid mendekati Mima yang menunjukkan gestur putus asa, kakinya sesekali menendang reruntuhan. "para maid akan mencari pisau dapur itu hingga ketemu, jangan khawatir."
"Biarkan aku mencarinya sendiri, Zarid." Mima menjawab dengan suara parau., tanpa menoleh. Ia malah melangkah menjauh, sambil sesekali membungkukkan badan mencari sesuatu di balik reruntuhan. Pistol yang dipakainya menghajar Frost kembali diselipkan di pinggul, di ikatan tali apron.
Ada sedikit bercak darah di pegangannya.
Zarid, meski badannya robot, otak organiknya tahu diri. Ia mundur sejenak ke belakang dan pura-pura menyibukkan diri dengan laptop. Frost sendiri hanya diam seribu bahasa di sebelahnya, sebelum kemudian ia tertidur karena kelelahan. Heathbar-nya hanya menyisakan 1%, mungkin karena perdarahan.  
Kalau Zarid boleh jujur, atmosfer ruangan itu telah berubah menjadi sesak. 
Mrs. Reid sedang menangis, mungkin kangen anaknya?
Zarid hanya bisa bertanya-tanya.
-o0o-
Semuanya brjalan baik-baik saja untuk Weasel dan Jade, dan anak-anak juga tak rewel ditinggal oleh ibunya. Orlick berkonsentrasi penuh menghadapi ujian matematika, Jade memberikan waktu secara khusus untuk membimbingnya; Philla menikmati berduaan bersama sang ayah dalam melakukan apapun, mulai dari mandi hingga bermain puzzle (Mima dan Philla sering bertengkar, namun semua masih dalam koridor keluarga harmonis).
Pagi ini, Weasel bangun terlalu pagi, dan ia mondar-mandir gelisah menghabiskan waktunya berjalan antara dapur dan ruang tamu. Ia menyetel radio dengan perasaan gelisah, dan lagu lama 'A Shoulder to Cry On" dari Richard Marx mengalun syahdu.
Weasel telah cukup matang berada di area peperangan, sehingga ia telah belajar mempercayai intuisi. Setelah menikah, intuisi itu bahkan makin tajam, seolah ada hubungan telepati yang aneh antara ia dengan Mima.  
Ia berpikir agak lama, dan akhirnya memutuskan sesuatu.
Diambilnya ponselnya.
Lalu dibangunkannya Orlick dan Philla, meski jam masih menunjukkan pukul empat pagi.
Di atas tempat tidur yang berantakan, Orlick melemparkan dirinya ke ranjang Philla yang masih mengerjap-ngerjapkan matanya karena mengantuk, merebut selimut Philla dan bergelung lagi.
"Ada apa, papa?" Philla bertanya sambil menguap. .
Weasel menekan nomor. Terdengar nada panggil sekali, yang langsung diangkat.
Weasel langsung memberikannya pada Philla, sambil satu tangannya menepuk Orlick agar ia bangun.
"Bicara pada ibu kalian; katakan kalian mencintainya."
;
;
;
selesai

Glosarium:
A.S.P.  telescoping baton : senjata bernemtuk tongkat yang bisa dipendekkan.  Bentuknya seperti tabung kecil, namun bila dihentak akan memanjang, dan dapat dipendekkan kembali seperti teleskop. ASP Mima memiliki panjang 26 inchi dan terbuat dari baja (Detil informasi dapat mencari di google dengan keyword "Expandable baton " atau "ASP baton"). Tambahan senjata ini juga merupakan upgrade kemampuan Mima, yang diikuti bertambahnya satu kelemahan, kini Mima tak menggunakan mantel anti peluru.
Articulatio genus: sendi lulut.
Costae: tulang rusuk. Terdiri dari Costae 1 – 12, nomor 1 adalah tulang rusuk paling atas dan berurutan ke bawah hingga nomor 12 atau tulang rusuk melayang. 
Vertebrae : tulang belakang
Mandibula: tulang pipi.
Sternum: tulang dada.

  

6 comments:


  1. Saya tembak dari awal aja impresi saya tentang r2 ini dalam dua kata : unnecessarily long

    Detil kejadian terkadang bagus dan emang diperluin oleh orang", tapi berhubung saya tipe yang to-the-point buat saya semua cerita sebelum sampe ke section 4 itu kayak iklan yang ngulur sebuah siaran tunda. Saya tetep baca - terutama karena nasib semua yang di stage despera dikupas - tapi rasanya ga giu relevan ke plot aslinya juga

    Jumlah cameo banyak, walau cukup beralasan. Saya cuma bingung buat apa dibikin list daftarnya di awal cerita, padahal asumsinya orang tahu lah asal ngikuin r1 mima sebelumnya. Atau bisa dinarasiin singkat dalam cerita daripada di-list kayak gitu, tapi mungkin itu saya aja sih

    Masuk battle, lagi" plotnya agak redundan karena buat saya ini kayak pengulangan r1 - konflik sampingan yang makan jumlah kata di awal sampe lebih dari setengah jalan, dan menjelang akhir baru ujung"nya 1v1. Dan overall feelnya ga jauh beda dari pertarungan Mima vs Ujang juga imo

    Btw, saya ga ngerti warning r-18 ditujuin ke adegan yang mana

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
  2. Yah, saya nggak pernah mempermasalahkan intro+ending yang panjang, karena saya penggemar kanon dan cerita2 yang ada kontinuitasnya yg detil supaya jadi "alami".

    Tapi fokus saya tetap di Bab 4. Strategi Mbak Mima "mengerjai" lawan yg adalah pengguna sihir/prana patut saya acungi jempol, dgn handicap pada Mima pulak. Walaupun saya agak curiga setting mima n frost melawan muse-nya masing2 (the virus?) Adalah bagian dari strategi itu, which is okay.

    Sambil setengah berharap andai dia ketemu Vajra yg juga bertarung dgn taktis dia bisa menang lebih dgn cara yg lebih impresif lagi.

    Skor: 8/10
    OC: Vajra

    ReplyDelete
  3. Fatanir - Po

    plusnya, aku cukup ngerti keinginan dan effort Mbak Rakay membangun kanon virus yg berkaitan dengan Klaas, Schroedinger Cat dan berusaha memadukan semua peserta yg terlibat dalam R1 sebagai benang merah. Pertarungan digambarkan dgn cukup baik secara aksi, dan upgradenya serta plotnya kyknya cukup terencana sampai jangka panjang.

    Minusnya, kyknya kebanyakan infodump bahkan melebihi cerita babak aslinya tentang virus. infodump tentang anak2 yg dilatih militer dgn Mima sbagai salah satunya, singkatan2 yg agak ribet jadi mudah kecampur satu sama lain. Karakter lawan jg kyknya nggak terlalu digali baik sifat atau skillnya, kecuali flashbacknya.

    Tapi kurasa Mima ini punya potensi gede, paling usulku adlh supaya bagian2 sebelum babak R2 yg sebenarnya bisa dicut jadi narasi singkat ketimbang dialog. karakter Mima cukup unik dan figur ibu pula.

    Nilai dariku 8/10

    ReplyDelete
  4. Frost

    sudah sejak Battle of Realms 1, saya pantang memberikan nilai untuk lawan ronde saya kalau 1 lawan 1. jadi review berikut hanya bersifat komentar dan bukan penilaian.

    yg pertama adalah berat. Mima seharusnya bangga menjadi 48 besar, dan karena itu ia lebih penting dari banyak karakter yang gak lolos, tidak semestinya menurut saya karakter-karakter yang tidak seharusnya mendapatkan perhatian masuk ke dalam entri ini.
    (baca: Too much Cameo)

    Sebenarnya bagus kalau kisah mima itu diisi oleh berbagai bintang. tetapi rasanya sayang kalau hasil yang ditampilkan bukanlah hasil sesungguhnya satu lawan satu yang ditentukan panitia, terutama apabila terlalu banyak "gangguan"

    Justru sepanjang kisah ini yang saya dapati menarik dan ingin sekali untuk selalu mengikuti canon Mima adalah beberapa petunjuk yang ditulis di dalam Epilog. sedangkan Entrinya terasa hanyalah sebuah entri.

    Terima kasih....

    ReplyDelete
  5. Sebenernya saya gak keberatan dengan opening panjang, selama masih ada relevansinya dengan OC utama di babak ini. Sayangnya ini terkesan seperti last week preview pada film seri, gak terlalu perlu dan buang-buang durasi.

    Lalu soal plot utama dan battle di ronde ini, sepertinya kita agak senasib, fokus dari ronde ini sendiri terlalu overshadowed sama plot dari OC dan cameos. Plot battle utama ronde ini jadi terkesan 'udah gitu aja'...

    Oh well, setidaknya OC lawan (Frost) di sini gak terlalu tenggelam seperti di entri saya sendiri...

    Poin 8

    Zoelkarnaen
    OC: Caitlin Alsace

    ReplyDelete
  6. Eophi : Ng, Mima? Bisa tolong bacakan aku dongeng? Oh ... nilai ... nilai 8.

    *Eophi tidur*

    *Sebuah bantal in frame*

    "Bantal pergi*

    *Guling in frame*

    *Guling diseret keluar*

    *Selimut in frame*

    *Selimut keluar*

    *Kasur in frame*

    White : Perkenalkan, nama saya White. Dari semua yang ditulis, banyak sekali adegan yang jadi favorit saya atau author saya. Meski ada juga beberapa adegan di section-section awal yang disayangkan, dan menurut saya bisa dipotong sedikit lagi. Dan, ya, untuk pengenalan karakter di awal itu, mungkin nanti ke depannya dibuat versi narasi, ikut berjalan di dalam cerita saja? Karena dengan begitu, banyak spasi lebih juga yang bisa digunakan untuk menceritakan yang lain. Berlanjut, karena ini kisah pertama Mima yang kita simak, bagian yang membahas tentang R1 itu cukup membantu. Soal adegan pertempuran secara keseluruhan, setelah atau sebelum Zarid datang, saya cukup lancar mengikutinya. Oh, dan dialog terakhir itu, benar-benar favorit. Benar-benar akan menenangkan sekali. Ya ... mungkin itu saja. Terima kasih atas waktunya.

    *Kasur pergi*

    *Naga merah in frame*

    *Naga merah keluar*

    *Eophi bangun*

    Eophi : K, Mima, mamah ... sengaja cuma kasur, soalnya cuma dia yang paling sopan. Nilainya tetap 8.

    ReplyDelete