17.5.15

[PRELIMINARY] MI-KE MI991 - START LINE OF ADVENTURE

[Preliminary] Mi-Ke MI991 - Start Line of Adventure
Penulis: Permata Tyas H.


Sejak ingatanku dimulai sepuluh tahun lalu, aku percaya langit itu berwarna putih.
-mi.ke-

***

-Prolog-
White Room, Black Man

Kelinci akan mati karena kesepian, sedangkan kucing akan mati penasaran. Dengan sifatnya yang seperti itu, Mike sudah menjelajahi seluruh ruangan, lorong-lorong, bahkan saluran ventilasi di gedung putih tempat tinggalnya. Sudah tidak ada lagi yang membuatnya penasaran dan sulit tidur untuk malam nanti, tapi ia tidak menyesali itu. Justru sebaliknya, ia menemukan banyak ruangan menarik yang bisa menghilangkan kebosanannya. Dan dapur adalah salah satunya.

“Horaaaa!!!” teriak Mike sambil melompat masuk ke dalam dapur, mengagetkan satu-satunya koki yang sedang bertugas hari ini. “Aha, ada Niku-kun ternyata... Hai hoo~”


“Namaku Awaru... dan binatang dilarang masuk ke dalam dapur!” Koki itu langsung menghampiri si kucing dan hendak menyeretnya keluar, namun Mike dengan sangat mudah menghindar dari tangkapan si koki lalu menyelinap masuk ke dalam gudang bahan makanan di belakang dapur.

Gudang itu penuh dengan bahan makanan praktis, bahan makanan hasil percobaan laboratorium yang dapat diolah kembali menjadi lebih banyak dengan sedikit bahan sisa. Walaupun sangat beresiko terhadap kesehatan, hal itu harus dilakukan karena ketiadaan distribusi makanan sebagai akibat hilangnya hubungan antar kota di luar jangkauan G-Alpha.

Meskipun buatan, pihak peneliti menambahkan aroma yang persis sama dengan aslinya. Mike mengambil salah satu botol, membuka tutupnya, lalu mengendusnya. “Waaah, manis dan lembut... cokelat? vanilla?”

“Vanilla,” jawab Awaru sambil mengambil botol itu dan mengembalikannya ke atas rak. “Cokelat baunya agak pahit, tapi tidak sepahit kopi.”

“Kopi sih pahit sekali,” sahut Mike setuju.

Koki yang masih berumur 20-an itu membuka salah satu pintu kulkas, mengambil beberapa bungkusan hitam dan toples kaca. Si kucing ikut-ikutan mengintip isi kulkas, kepalanya menyundul di antara lengan Awaru. Ada beragam bau yang menggumpal di dalam sana, hidungnya bisa menebak bermacam-macam jenis sayuran, buah, dan keju. Saat pemuda itu selesai, Mike sempat menjulurkan lidahnya. Dingin. Ia bisa mengecap rasa dingin dari udara yang berembus keluar sebelum pintunya ditutup.

“Kau lapar kan? Mau makan apa?” tanya si Koki.

“Apa saja boleh~”

Awaru menyodorkan sebungkus garam. “Nih,  makan ini saja.” Mike cemberut. Langsung ia cakari si Koki dengan kuku-kukunya yang panjang. Pemuda itu meringis, tapi juga tertawa. Ia menepuk pelan puncak kepala Mike, membuatnya mendongak.

Gadis itu terpaku, matanya menatap sepasang mata biru yang menatapnya balik dengan tatapan sayu. Apa yang ia lihat dibalik itu sangat sulit dijelaskan.

“Mike? Kau di sini?” Seseorang tiba-tiba melongok ke dalam dapur. Spontan, keduanya menjauh. Gadis itu meraba wajahnya, entah karena apa pipinya terasa sangat panas. Buru-buru gadis itu keluar, menjemput wanita yang memanggilnya barusan.

***

Di tengah warna putih yang mengelilinginya, warna itu nampak sangat mencolok. Seorang pria berjubah hitam tengah duduk di atas tempat tidur seorang gadis yang baru selesai mengikuti pelatihan.

“Siapa kau?” tanya si gadis sambil menodongkan salah satu senapannya ke arah si pria misterius.

Pria itu tidak takut sama sekali, ia malah asyik menegak minuman kaleng yang dibawanya. Dilihat dari fisiknya, pria itu masih berumur 30-an, tapi ternyata warna suaranya jauh lebih tua dari dugaan tersebut. “Sepertinya kau suka terjebak di kurungan ini selamanya ya,” ucapnya dengam nada mengasihani.

“A-apa maksudmu? Tentu saja aku tidak suka!”

Pria itu tersenyum. Tangannya bergerak mengambil amplop hitam dari balik jubah, lalu melemparkannya. Gadis itu menangkap dan melihat amplop polos itu dengan bertanya-tanya.

Rasa penasaran mendesaknya untuk melihat isinya. Tanpa banyak tanya, gadis itu membuka amplop...

Dan seketika gelap.

***

Angin dingin berembus menggelitik perutnya yang terbuka, memaksanya terbangun dari buaian mimpi. Saat membuka mata, pemandangan yang dilihatnya adalah hamparan luas langit biru berawan.

“Uwaaah!! Luaaas! Biruuu! Apa benar itu yang namanya langit?” teriaknya kegirangan. Ia pikir dirinya pasti masih bermimpi.

Gadis itu memandang sekeliling, hanya ada pohon-pohon besar. Rupanya tadi ia tertidur di tengah hutan. Dan mengapa di hutan? Ia mencoba mengingat-ingat bagaimana caranya ia bisa tersasar di sana.

Namun, kepalanya mendadak sakit. Sangat sakit. Gadis itu langsung berhenti mengingat dan seketika sakit kepalanya hilang. Ia tidak mengerti, tapi ia putuskan untuk mengingatnya lain kali.

“Hnng... kuharap aku bisa tahu dimana aku sekarang.”

Sebuah portal tiba-tiba muncul di hadapannya. Belum hilang keheranannya, gadis itu sudah lebih dulu tersedot ke dalam protal. Lalu menghilang.

***
-Part 1-
Battlers Invited

“Selamat datang di Alforea, wahai para petualang!” suara wanita yang lembut menyambut kedatangan Mike di tengah halaman kastil. Semua orang yang ada di sana, yang sama bingungnya dengan Mike, mengalihkan pandangannya ke arah balkon.

Wanita yang berdiri di atas balkon mengetuk mic-nya, lalu berkata, “Baiklah, mungkin diantara kalian ada yang bingung kenapa kalian secara tiba-tiba muncul di sini, dan mungkin juga ada yang sudah tahu kenapa kalian muncul di sini. Bagi belum belum tahu coba angkat tangannya yang tinggi~”

Hampir semua peserta mengangkat tangannya, kecuali Mike. Gadis itu terlalu mengantuk dan malas untuk sekedar mengangkat tangannya.

Pria berambut dan berjenggot panjang di sebelah si wanita mengambil alih mic dan menjelaskan, “Kalian semua yang ada di sini, adalah calon peserta turnamen antar dimensi yang akan diadakan tidak lama lagi. Turnamen ini disebut Battle of Realms, dan hanya para petarung terbaik yang bisa mengikuti pertarungan bergengsi ini!”

Kata ‘pertarungan’ refleks merangsang semangat Mike. Kantuknya mendadak hilang dan matanya berbinar-binar penuh semangat.

“Dari seratus satu orang yang ada di sini, hanya ada empat puluh delapan peserta terbaik yang akan terpilih untuk mengikuti turnamen yang sesungguhnya. Setiap peserta akan dikirimkan ke sebuah area khusus untuk babak penyisihan dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua hingga empat orang. Kalian bebas untuk memilih anggota kelompok kalian, dan begitu kalian sudah mendapatkan kelompok yang menurut kalian pas, maka kalian akan langsung dikirim ke tempat pertarungan oleh seorang maid yang akan menjelaskan misi yang harus kalian jalankan begitu kalian tiba di tempat pertarungan.”

Mendengar penjelasan tersebut, seisi halaman yang semula sepi menjadi riuh rendah dengan bisikan dan gumaman para peserta.

“Kalian sudah mengerti? Baiklah, tidak perlu buang waktu lagi. Dengan ini, saya nyatakan babak penyisihan telah dimulai!” seru Hewanurma dengan lantang dan penuh semangat. Sorak semangat seluruh peserta mengiring kepergian mereka ke dalam kastil.

Saat itu juga, seluruh peserta bergegas mencari anggota. Ada yang memulai dengan obrolan santai, ada juga yang langsung mempromosikan diri sendiri di tengah orang banyak. Semuanya ribut ingin segera memulai babak ini secepatnya.

Mike sendiri sangat bersemangat. Namun, selama ini ia selalu bermain sendiri, tak pernah sekalipun ia bekerjasama dalam tim untuk menyelesaikan misi. Ini yang pertama untuknya.

Gadis itu menatap sekeliling, ada banyak sekali orang. Dengan kemampuan Scanning Area, telinga kucingnya bergerak memindai area sekitar. Bermacam-macam warna suara yang saling tumpang tindih berhasil ia tangkap. Karena para maid hanya diam mengawasi, bisa dihitung ada seratus peserta lain di sekitarnya. Dari sekian banyak peserta, Mike justru tak tahu harus memulai darimana.

Mendadak bahunya merinding. Ia menoleh langsung ke arah jam dua. Di sana, Tak jauh dari tempatnya berdiri, seseorang berambut ungu dengan setelan jas putih dan bertopi berjalan mendekatinya. Secara instingtif ia berusaha menjauh. Meski tahu orang itu tidak berbahaya, namun tetap saja ada yang salah dengannya. Bau tubuhnya merupakan perpaduan antara aroma feminin dan maskulin, keduanya berbaur. Samar. Itu yang ia tangkap dari orang tersebut.

Setelah berhasil berbaur dalam kerumunan, seseorang berambut putih panjang yang mengenakan pakaian tradisional bernuansa kemerahan menarik perhatian Mike. Diam-diam kucing itu mendekat dan mengamati orang tersebut. Wajahnya sangat cantik, kulitnya putih sekali. Saat menoleh, semilir angin berhembus membawa aroma kayu manis. Aroma yang lembut dan tetap maskulin.

"Maaf, ada apa ya?" tanya si rambut putih, merasa sedikit terganggu dengan ulah Mike yang menatapnya seperti penguntit.

Mike langsung bergerak lebih dekat dan menyapanya. “Yiihuu~ Baumu sangat menyenangkan, ayo bermain dalam timku!"

"Hai juga...” orang itu membalas dengan ramah, “Terima kasih atas pujian dan ajakannya. Tapi maaf, tim kami sudah lengkap." Tangannya menunjuk tiga peserta lain yang berdiri di dekatnya, seorang pria dewasa, gadis belia, dan anak kecil berbadan tambun. Mike mengendus bau ketiganya; bau telur, merica, dan rempah-rempah. Wah, sangat menggugah selera makan.

"Ya sudah, deh. Daaah, tuan KayuManis~" Mike melambai, meninggalkan mereka. Si rambut putih refleks menepuk telinganya, ia yakin tadi mendengar kata ‘tuan’, namun jarang sekali ada yang bisa menebak gendernya dengan tepat, bahkan hanya dalam sekali lihat.

Mike sempat melirik ke belakang, ke arah kelompok tadi, lalu kembali pergi sambil bersenandung riang.

***

Setelah si pria berjenggot panjang yang Haru yakini sebagai GM (Game Master) dalam permainan ini menyatakan bahwa babak penyisihan telah dimulai, sampai sekarang halaman depan kastil masih ramai dengan kesibukan mencari anggota. Kecuali dirinya sendiri. Gadis berambut cokelat itu  memilih duduk bersandar pada pohon besar dan mengamati keadaan.

Ia penasaran, berapa banyak peserta yang ikut dalam turnamen ini. Sebagian besar penampilan mereka normal layaknya seorang petarung, bahkan ada yang terlalu ‘biasa’ atau mungkin terlalu jago sehingga tidak perlu membawa senjata. Ada juga yang wujudnya super aneh, tidak bisa disebut normal.

Beberapa peserta kelihatannya tidak bisa diandalkan, beberapa yang lain mungkin cukup kuat dan bagus juga untuk dimasukkan ke dalam tim, seperti misalnya preman dengan bekas luka melintang di wajahnya, pria berambut hijau panjang yang memakai topeng setengah wajah, dan prajurit wanita berarmor lengkap sama seperti dirinya.

“Kau sendirian?” Sebuah suara mengalihkan perhatiannya. Haru mendongak, dan mendapati si pemilik suara sedang tidur-tiduran di salah satu cabang pohon yang cukup besar, lima meter di atas kepalanya. Sebelum menanggapi, Petarung itu lebih dulu memerhatikan lawan bicaranya. Ia mengenakan jaket cokelat sebatas dada dan celana panjang berwarna senada yang dimasukkan ke dalam sepatu boot hitam. Dua buah senapan laras panjang tersemat di kanan dan kiri sabuk, sama sekali tidak mengganggu posisi tidurnya. Namun, hal yang menarik perhatian Haru adalah telinganya. Telinganya terletak di atas kepala dan berbentuk segitiga, mungkin itu telinga kucing.

Tiba-tiba orang itu melompat turun dan mendarat dengan sedikit akrobatik di depan Haru. “Mau bermain denganku?” tanyanya lagi, sambil mengulurkan tangan kepada Haru.

Haru melongo. Kini ia bisa melihat jelas bahwa gadis di depannya itu memang seekor kucing! Bola matanya berwarna hijau cerah dengan pupil berbentuk vertikal. Ekor dan rambut panjangnya berwarna cokelat, hitam, dan putih. Kucing berbulu tiga warna, ia tahu istilah jawanya belang telon.

Tanpa berpikir lagi, Haru tersenyum. Ia balas uluran tangan tersebut dan mengangguk. “Ayo bermain!”


[Haru Ambrosia has been your party member]

***

Seperti biasa, Alkima Training Ground selalu ramai oleh para peserta turnamen Battle of Realms. Tujuan awal mereka tentu saja untuk berlatih, namun ada juga yang sekedar berkumpul di lobi dekat pintu masuk dungeon. Di salah satu sisi dinding yang menghadap ke timur, 50 meter dari pintu masuk utama, sebuah layar lebar menampilkan aksi para peserta di dalam empat dungeon berbeda.

Pada layar nomor tiga, dua orang peserta nampak sedang bersaing melawan monster-monster yang terus berdatangan. Salah satu peserta bersenjatakan Mosin-Nagant, senapan laras panjang yang populer di era perang dunia, menembaki kepala para monster kambing hitam raksasa. Sedangkan peserta yang lain hanya bersenjatakan pedang, namun kobaran api menyelimuti bilahnya, pedang itu menebas sekaligus menghanguskan perut para monster. Dalam hitungan beberapa detik saja sudah banyak monster yang mereka habisi.

Para penonton berdecak kagum, termasuk Golden. Ia tersenyum, senang bisa menemukan anggota tim yang potensial.

[TIME OVER] Suara mesin menutup pertarungan pada layar nomor tiga. Salah satu pintu bergeser, dua orang keluar dengan raut sebal.

“Draw? Aaaku tidak terimaa!!” teriak Mike, kesal.

“Masih untung hasilnya seri, daripada aku yang mengalahkanmu,” ejek Haru.

Mike sudah bersiap mencakari Haru, jika seandainya mereka tidak kedatangan tamu.

Seorang wanita berseragam militer berjalan mendekat sambil bertepuk tangan. Banyaknya lencana yang tersemat di dadanya menandakan pangkatnya yang tinggi. Langkah kakinya terdengar mantap, begitu juga dengan warna suaranya yang dalam dan tegas.

"Perkenalkan, Nama saya Golden. Saya telah melihat kehebatan kalian berdua dan ingin mengajak kalian untuk bergabung dalam tim." Wanita itu mengulurkan tangannya, sekaligus memberikan senyum tipis dan diktaktif.

"Aku tidak mau!" tolak Mike kontan.

"Aku juga," susul Haru.

Sang Jendral menurunkan tangannya, tidak terbiasa menerima penolakan langsung seperti itu. "Kenapa?"

Mike diam. Ia tak tahu bagaimana, tapi ia tahu ia tidak suka dengan wanita itu. Gadis itu sudah mencium baunya. Bau bunga mawar, bunga yang wanginya setajam duri pada batangnya.

Haru sendiri memalingkan muka. Sikap wanita itu mengingatkan Haru akan ibunya, dan ia benci itu.

Golden mengembalikan dirinya dalam posisi sigap. "Kalian seharusnya sudah tahu, dalam misi ini seluruh peserta diharuskan membentuk kelompok. Bergabunglah denganku, setidaknya untuk kali ini saja.”

Haru dan Mike saling pandang, lalu kompak mengangguk. Yah, untuk kali ini saja, batin mereka kompak.


[Golden has been your party member]

***

“Hm... siapa ya?” Golden mengamati banyak peserta di sekitarnya. Mereka kembali ke halaman kastil dan mencari sisa satu anggota yang masih kosong.

“Siapa saja tidak masalah kan?” Haru menarik gadis yang kebetulan berdiri di sampingnya. Gadis itu mengenakan spandex biru, sepatu boot putih, dan headphone berbentuk kepala kucing. Gadis itu tidak menyembunyikan kekagetannya. Ia nampak sangat pemalu dan pasif.

Golden mengamatinya dari ujung kepala sampai kaki, lalu menatapnya tajam. “Sebutkan namamu!

“Ve-veronica. Veronica Telselina,” jawab gadis itu ketakutan.

“Bagus!” Golden menjabat tangan si gadis spandex. “Kau diterima!”


[Veronica Telselina has been your party member]
[Your team completed]

***
-Part 2-
Fighteam!

“Selamat siang, para petarung,” sambut seorang gadis berseragam maid ketika melihat empat peserta berjalan menghampirinya. Gadis itu berambut panjang dan dikepang satu ke belakang, bola matanya kuning gelap. Baunya lemon.

“Kami sudah siap untuk babak penyisihan,” kata Golden mengkonfirmasi. Gadis itu tersenyum, dan memang selalu tersenyum, sambil mempersilahkan mereka menuju portal yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

***

Mike, Haru, Golden, dan Veronica dikumpulkan di tengah kegelapan, satu-satunya cahaya berasal dari layar lebar transparan di belakang seorang maid yang mengantar mereka tadi.

“Dalam babak penyisihan ini, misi kalian adalah bertahan hidup dari serbuan monster yang tidak ada habisnya, dan menyegel kembali Tamon Rah dengan cara menghancurkan dua menara kristal yang berisi segel Tamon Rah. Kedua menara tersebut berada jauh di arah utara,” jelas si maid. Di layar muncul sketsa sebuah istana, peta, beberapa penjelasan singkat geografis, dan sinopsis babak kali ini.

“Kalian lihat bintang ini?” Tangannya menunjuk foto sebuah bintang di langit. Bintang itu terlihat jauh lebih besar dan terang dari bintang-bintang lainnya. “Bintang Utara. Sesuai dengan namanya, bintang itu dapat menjadi panduan arah utara.”

“Kalian tidak bertarung sendirian karena kalian akan berperang bersama pasukan Alforea.” Layar berganti, menampilkan foto para prajurit.

“Perlu diingat, waktu kalian hanya lima menit sebelum Tamon Rah muncul. Jika sudah muncul, waktu untuk mengalahkannya diperpanjang hingga matahari terbit.”

“Apa kalian sudah mengerti?” Mereka berempat mengangguk dan kegelapan di sekeliling mereka perlahan menghilang dan berganti.

Sesuai misi, Maid tadi mengantar mereka ke perkemahan pasukan Alforea yang terletak di tengah padang pasir berbatu. Mereka bisa lebih dulu bersiap sebelum tanda perang dimulai ditiupkan.

Golden melihat-lihat langit dan menemukan arah utara. Ia bermaksud langsung menyerang ke arah utara daripada membuang-buang waktu untuk ikut serta dalam peperangan.

“Waaahaha! Hebaaat!!” seru Mike tak bisa menahan kekagumannya. Langit yang luas, hitam, gelap, dan penuh bintang-bintang. Padang pasir yang sangat sangat luas, merah dan cokelat, dan berbatu. Angin yang bertiup, dingin, berpasir. Ia tak pernah bermimpi seindah ini. Tak pernah membayangkan apapun sehebat ini.

Wanita berambut pirang itu membiarkan si kucing puas melompat-lompat sebelum nantinya fokus ke pertarungan. “Jika kalian sudah siap, berkumpullah sebentar untuk menyusun strategi!” Pengumuman itu ia tujukan pada seluruh anggota kelompok.

“Baik.” Sayangnya, hanya Veronica yang menjawab.

***

Sebagai seorang Jenderal, sudah barang tentu Golden yang ditunjuk menjadi ketua kelompok. Sialnya, Haru dan Mike bukanlah tipe penurut. Begitu terompet ditiup, mereka berdua justru asyik bertarung sendiri.

“Harucchan!” Mike menatap kawannya dengan mata kuning berbinar, ia sedang sangat bersemangat. “Ayo tanding ulang! Kali ini batas waktunya lima menit!”

Haru membalas tantangan itu dengan bersemangat juga. “Oke, lima menit sih tidak masalah!”

Jadilah mereka bersaing dalam hal jumlah monster yang bisa mereka bunuh.

Mike langsung mengeluarkan dua senapannya, kepala demi kepala monster ditembus timah panas. Tembakan beruntun menggunakan senapan dengan mekanisme bolt-action sama sekali bukan hal sulit baginya. Kesulitan menarik tuas bolt  justru menjadi tantangan sendiri yang mengasyikkan.

Haru juga mengeluarkan pedangnya dari dalam sarung. Sebagai seorang pendekar, gadis itu sangat lincah. Pedangnya berulangkali menebas mati monster-monster di dekatnya. Monster-monster itu langsung mati terpenggal atau hangus terbakar karena tebasan apinya.

Meskipun tidak direncanakan, mereka berempat berlari dalam formasi segitiga. Mike dan Haru jauh di depan, sedangkan Golden dan Veronica mengekor di belakang, melewati jalan yang telah dibuat oleh dua rekannya.

“Yihaaa~ 21! 22! 24! 26! 35!!!” Mike berteriak menghitung kepala yang mati tertembak.

“Hoy! Hitunganmu salah!” protes Haru.

Di tengah keasyikkan membantai para monster, mendadak Mike berhenti, membuat Haru tidak sengaja menabraknya.

“Hey, kenapa berhenti?”

“Aneh...” gumamnya menerawang. Telinganya bergerak-gerak tidak tenang. Ia mendengar monster-monster di sekitarnya berteriak, berseru dalam bahasa mereka. Suara-suara itu bergema, saling bersahut-sahutan.

“Tamon Rah.” ulang Mike. Tiga rekannya terkesiap. Monster-monster itu memanggil Tamon Rah.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara retakan yang sangat keras. Mereka semua mendongak, suara itu berasal dari bulan di langit sebelah selatan. Begitu dekatnya, bulan nampak sangat besar dan terang. Mereka juga bisa melihat seluruh permukaannya yang retak bersinar kemerahan.

Selang beberapa detik kemudian, bulan itu benar-benar pecah, terberai-berai di tengah atmosfir. Seekor kuda api raksasa keluar dari dalamnya. Kuda itu besarnya hampir menyamai gunung, dengan tubuh hitam legam bak batu bara, dan sepasang sayap api di punggungnya. Tapal kuda di kakinya menyala merah seperti batang besi yang masih ditempa, kaki-kakinya menginjak tanah dan meningalkan ceruk panas sedalam belasan meter. Kuda itu mengenakan armor hitam layaknya kuda perang, tanduk pilin di dahinya menembus keluar shaffron yang melindungi kepalanya. Kedua matanya semerah bara api, dan dari lubang hidungnya keluar uap panas.

Kemunculannya memancing sorak sorai para monster. Itulah sang Tamon Rah. Raja para monster di tanah Alforea ini.

“Last Boss?” gumam Haru tak percaya. Baru kali ini ia menghadapi lawan yang luar biasa besar, mereka semua nampak sekecil kutu.

“Kita tidak punya waktu melawannya! Misi utama kita hanyalah menghancurkan menara kristal, ingat?” teriak Golden di tengah kericuhan medan perang.

“Ya, ya, aku ingat, nona Jenderal.” Tapi berkebalikan dengan apa yang ia ucapkan, Haru justru menarik keluar pedang dan rantainya.

“Hey! Berhenti! Kau tak bisa melawannya sendiri!”

Teriakan Golden tidak digubris, Haru terus berlari menembus sepasukan monster. Gagang pedangnya ia kaitkan pada rantai. Sambil berlari, Haru memutar rantai tersebut di udara. Angin berputar di sekitarnya, bergesekan dengan permukaan pedang dan menciptakan tornado api kecil. Rantainya memanjang, membuat putarannya semakin melebar. Monster-monster besar yang menghalangi pun langsung terbelah di perutnya. Haru terus berlari, mendekati kaki si kuda.

“YEAAAAART!!!” sekuat tenaga, Haru melepaskan putaran pedangnya. Berhasil! Pedangnya melukai dan menancap cukup dalam di pergelangan kaki si kuda.

“Berhasil?”

Kuda itu bergeming. Tidak sedikitpun ia terlihat kesakitan. Sepertinya, bagi Tamon Rah, serangan tadi tidak berasa sama sekali.

Haru menggeram. Ia hendak menarik kembali pedangnya dan menyerangnya dari dekat. Namun tiba-tiba, kuda itu berjingkrak, kakinya menjejak-jejak liar. Haru terlempar, ia pontang-panting di udara karena tangannya masih memegang ujung rantai.

Suara tembakan terdengar di dekatnya. Peluru berkaliber 7.62 milimeter melesat tepat mengenai mata kanan Tamon, kuda itu meraung kesakitan. Haru melihat teman kucingnya membidik dengan salah satu senapannya. Lagi, peluru ditembakkan. Namun hanya bisa menggores kulit di bawah mata kiri si kuda.

“Harucchan! Bertahanlah!” teriak Mike. Golden dan Veronica berlari mendekat. Sama seperti Mike, Sang Jenderal meraih pistol miliknya, FN Five-Seven. Mata birunya membidik Haru.

“Hei! Apa kau mau menembakku?!”

Golden tidak menjawab. Sebagai gantinya, peluru yang ia tembakkan mengenai ujung gagang pedang yang masih menancap di kaki Tamon. Tusukan pedang itu sedikit melonggar. Golden tersenyum. Ia tembak lagi dan lagi, hingga pedang itu benar-benar lepas.

Kini giliran Mike. Kucing itu berlari dengan sangat cepat, lalu melompat tinggi, dan menangkap tubuh Haru. Petarung itu memerintahkan rantainya untuk memendek hingga lilitannya pun  terlepas. Kuda itu kembali berjingkrak, membuat keduanya terlempar dan jatuh bergulung-gulung di tanah berbatu. Seluruh tubuh mereka terasa sakit, namun mereka paksakan untuk berlari menjauh dari si kuda.

“Harucchan, kau baik-baik saja?”

“Ya. Terima kasih, Micchan.”

Mereka berempat telah berkumpul kembali di balik sebuah batu besar. Golden menatap tajam ke arah Haru meski tahu gadis itu tidak peduli. Sang Jenderal menghela nafas, lalu berkata dengan nada tegas, “Sekarang, fokus! Seperti kata pelayan tadi, kuda itu tidak bisa dikalahkan kecuali dengan menghancurkan menara kristal. Kita harus bergegas, abaikan saja kuda itu!”

Mereka bertiga mengangguk. Golden tersenyum, si petarung dan kucing itu bisa menurut padanya sekarang.

Telinga Mike bergerak-gerak, memindai sebentar lalu mengangguk. Golden menggerakkan tangannya, memberi perintah ‘Maju!’. Tepat saat mereka keluar dari persembunyian, kuda itu meringkik, menggetarkan bumi di hadapannya. Kelompok Mike dan seluruh pasukan Alforea oleng, tak sanggup mempertahankan posisi dalam gempa kecil tersebut. Para monster sendiri mengalami hal yang sama, alih-alih ketakutan, mereka justru berteriak lantang penuh semangat.

Kuda itu berhenti meringkik, sebagai gantinya ia mengangkat kedua kaki depannya sambil melebarkan sayap-sayap apinya. Garis-garis sihir muncul dan bergerak di depan sayapnya, membentuk sebuah lingkaran magis dengan mantra-mantra yang mengelilinginya. Mike merasakan tanda bahaya, Golden pun punya pikiran yang sama. Belum sempat mereka melarikan diri, hujan meteor membakar habis mereka. Semuanya, termasuk para monster yang tadi berseru memujanya.

-beep-

***

Ia pikir dirinya sudah mati. Saat mencoba membuka matanya, yang ia lihat pertama kali hanyalah kegelapan. Lalu, lambat laun pandangannya yang samar kembali jernih. Iris hijaunya bisa melihat bintang-bintang di langit.

Mike susah payah bangun, ia memeriksa dirinya sendiri dan bersyukur tubuhnya masih lengkap. Kucing itu memandang sekeliling. Serangan tadi telah membumihanguskan sebagian besar medan perang. Tanah seluas lima kilometer penuh dengan lubang panas berasap, mayat-mayat hitam bergelimpangan dan mengeluarkan bau hangus. Tamon Rah masih berlarian di udara, sambil memuntahkan kobaran api sesukanya.

Mike bergegas bangun, lalu ambruk lagi. Sekujur tubuhnya menggigil, kepalanya sedikit pening. ia tidak mengerti, kehancuran itu terasa tidak asing. Rasanya ia pernah melihat pemandangan serupa, mencium bau yang sama. Dimana? Kapan? Selama sepuluh tahun Mike tak pernah keluar dari gedung putih, hanya ada kedamaian dan ketenangan yang membosankan di dalamnya.

“Micchan, kamu nggak apa-apa?” Suara Haru mebuatnya sadar. Haru kelihatan khawatir, ia tadi melihat Mike meringkuk ketakutan.

Mike mengangguk dan tersenyum riang seperti biasa. “Iyup! Aku baik-baik saja.”

“Bagus.” Haru memapah Mike berdiri. Mereka menghampiri Golden dan Veronica.

“Terima kasih, Veronica,” ucap Golden. Berkat kemampuan Impregnable Layer milik handphone Veronica yang bisa membesar dan menjadi perisai, mereka semua selamat.

Veronica tersenyum. “Tapi dengan damage sebesar itu, sisa daya handphone-ku tinggal 400 jam. Dengan tidak adanya sumber daya listrik dan cahaya matahari di tempat ini, mustahil memakainya lebih dari tiga kali lagi.”

Golden mengangguk, agak menyayangkan hal itu. Meskipun dirinya gagap soal teknologi, dari penjelasan Veronica tadi ia sudah mengerti jika benda tersebut tidak terlalu bisa diandalkan dalam medan seperti ini. Wanita itu mencoba memikirkan cara untuk menggunakannya seefisien mungkin.

“Ada masalah apa, Mike?” tanya Golden saat melihat kondisi Mike, sepertinya ia sangat terguncang. “Kalau kau sudah tidak kuat, kau bisa kembali dan beristirahat di perkemahan pasukan Alforea.”

Tapi Mike menggeleng dan menjawab, “Aku baik-baik saja.” Gadis itu lalu duduk dan mengisiulang peluru senapannya. Anggota lain melakukan hal yang sama, mempersiapkan senjata masing-masing sebelum kembali fokus pada misi utama mereka: menghancurkan menara kristal.

“Semua sudah siap?” Mereka berempat kompak mengangguk.

Golden memberi aba-aba ‘maju’ lalu berlari dengan formasi segitiga, sama seperti formasi sebelumnya tapi Haru sebagai penyerang jarak dekat diletakkan di depan, sedangkan Golden dan Mike membantu di belakang. Veronica yang tidak memiliki kemampuan berarung diletakkan di tengah.

Sepasukan monster lain datang menyerang, mereka terdiri dari kambing hitam raksasa seperti yang ada di dungeon. Haru sangat gesit menghindari pukulan beruntun palu besar mereka lalu membelah tubuh mereka dalam sekali tebas.

Para penembak jitu di baris belakang juga tidak mau ketinggalan aksi. Golden menembaki kepala para monster yang mencoba menyerang dari samping. Mike sendiri menggunakan kemampuan Gun Play-nya. Iris matanya berubah menjadi kuning, membuat kecepatan menembaknya meningkat, meskipun akurasi bidikannya berkurang, hal itu tidak jadi masalah selama para monster itu cukup dekat sehingga sangat mudah ditembak tanpa membidik sekalipun.

Sambil terus menyerang dan bertahan, mereka berlari lurus ke arah Bintang Utara.

***
-Part 3-
The Last Sunshine

Langit timur perlahan memutih, kegelapan malam berangsur-angsur hilang. Mereka berempat sudah sampai dan bersembunyi di balik batu besar yang posisinya paling dekat dengan kastil. Haru dan Mike nampak tidak sabaran. Inginnya sih langsung serang saja, tapi Golden menahan mereka dengan alasan, “Sebaiknya kita lihat dulu keadaannya.” Dan jadilah mereka mengintip keadaan kastil dari sana.

Kastil itu tidak dibangun di atas tanah, tapi dipahat di sebuah batu raksasa yang menjulang tinggi dan besar seperti gunung. Pahatannya sangat artistik, pintu masuknya setinggi lima meter dengan ukiran sisik ular di bingkainya. Meski terlihat tidak terawat, kastil itu masih dihuni. Beragam jenis monster dari yang kecil sampai yang besar, keluar masuk kastil tersebut.

Target mereka bukanlah bagian dalam kastil, melainkan dua menara kristal yang menjaga kanan dan kiri pintu masuk. Menara tersebut menempel ke dinding batu namun sepertinya tidak dipahat seperti kastilnya. Huruf-huruf magis tersebar acak di seluruh permukaan menara, mungkin huruf-huruf itulah segel sang Tamon.

“Mau sampai berapa lama kita sembunyi?” tanya Veronica.

“Sampai keadaannya aman,” jawab Golden.

“Ugyaaa!! Aku sudah tidak sabar! Biar aku saja yang menghancurkan menara itu!” Mike melompat keluar dari persembunyiannya, langsung menembaki monster-monster yang kaget karena tiba-tiba kedatangan musuh dan tidak sempat menyerang balik. Dalam hitungan menit saja, sudah banyak mayat monster berjatuhan di depan kastil.

Dengan gerakan cepat, lebih cepat dari biasanya, Mike mengisiulang kedua senapannya lalu beralih menembaki salah satu menara kristal. Gadis itu terus menembak, sambil terus mendekat ke arah menara.

Berkat pengalamannya di dunia militer sejak kecil, Golden merasa sangat aneh jika menara kristal itu, tempat segel milik raja para monster, tidak memiliki satupun sistem keamanan. Apakah hal itu sudah termasuk dalam misi, atau, jangan-jangan....

“Haru! Cepat tarik kucing itu!”

Haru bereaksi cepat. Ia lemparkan rantainya dan memerintahkan ujungnya yang seperti borgol untuk menangkap pergelangan kaki Mike, lalu menariknya kembali ke balik batu.

Memang benar apa yang Golden pikirkan. Baru satu langkah Mike mendekat, menara tersebut menembakkan proyektil sihir ke sekelilingnya.

“Gawat, kalau begini kita tidak bisa mendekat ke arah menara.” Golden berpikir keras. Bagaimanapun sebentar lagi matahari terbit, waktu mereka tidak banyak. Pikirannya buntu, sampai seseorang menepuk pundaknya.

“Kalau tidak masalah, aku punya ide,” kata Veronica sambil menenteng handphone besarnya.

***


Mike dan Haru saling beradu punggung, mereka berdiri di depan pintu masuk dengan tangan telah siap dengan senjata masing-masing. Veronica berdiri menghadap mereka dengan handphone di depan. Golden berdiri di sampingnya.

“Sekarang!” perintah Golden.

Mike dan Haru maju bersamaan, menyerang bagian bawah menara dengan peluru dan pedang. Haru mengaitkan pedangnya pada ujung rantai, sama seperti yang dilakukannya saat menghadapi Tamon Rah tadi. Mike menembakkan peluru-peluru secara beruntung tidak lebih dari sedetik. Mereka terus menyerang sambil menjaga jarak agar tidak terlalu dekat.

Meski tubuh mereka sudah sangat lelah, mereka tidak boleh berhenti sebelum sang Jendela memberikan aba-aba selanjutnya.

Suara retakan terdengar berkali-kali, tinggal sedikit lagi sebelum pondasinya hancur dan menara itu runtuh.

Telinga Mike berdiri, ia mendengar derap langkah kaki yang tidak asing. “Tamon Rah! Makhluk itu sedang menuju ke arah sini!”

Tidak perlu memiliki pendengaran super untuk mengetahui hal itu. Tanah di sekitar mereka yang bergetar saat kuda itu berlari, sudah menjadi bukti kuat keberadaannya. Golden memutar otaknya, melawan kuda itu hanya akan membuang waktu dan tenaganya. Apalagi dengan kekuatan yang sangat luar biasa itu, mereka akan kalah jika meladeni si kuda.

Tiba-tiba, sebuah ide terbesit di otaknya.

“Jangan berhenti! Serang terus! Sebelum kuperintahkan, jangan pernah  berhenti!” seru sang Jenderal. “Kau juga bersiap, Veronica. Begitu kuberi aba-aba, kau langsung lakukan apa yang kuperintahkan tadi.”

Melihat Veronica mengangguk, membuat Golden senang.

“Akan kuurus kuda sialan itu!” Golden berbalik, pergi menghadapi Tamon Rah dengan pistolnya.

***

Baru sekarang Golden membenci kuda. Hewan satu ini sebenarnya sangat membantu dalam militer terutama perang. Golden sering berkuda dalam pelatihannya, ia suka menyukai kuda yang gagah berani.

Namun, kuda satu ini justru merepotkan, dan jenderal itu sudah bertekad untuk menjinakkannya.

Golden memanjat tebing terdekat dan menyiapkan pistolnya. Dari tepi tebing, ia bisa memperkirakan jarak antara Tamon Rah dengan teman-temannya tinggal lima kilometer lagi. Dengan kecepatan lari seperti itu, jarak sejauh itu bisa ditempuh dalam waktu kurang dari lima menit. 

“Sebagai pemimpin, aku harus melindungi anak buahku!”

Sebutir peluru berhasil ia tembakkan dan mendarat tepat di leher Tamon Rah. Kuda itu meringkik kesakitan, namun tidak mengurangi laju larinya. Kembali ia menembak dan meleset jauh dari kepala si kuda.

“Sial!” umpat Golden, bergegas turun dari tebing. Ia mengambil jalan pintas dengan menariknya perhatian si kuda dari arah depan.

Golden menembak lagi, kali ini berhasil melukai mata kiri Tamon. Daripada kesakitan, kuda itu lebih terlihat murka. Makhluk itu semakin menambah laju larinya.

“Bagus!” Golden berbalik kembali ke arah kastil. Di sana, ia bisa melihat kedua menara sudah hampir runtuh. Dan saat kuda itu berdiri di depan kastil, kedua menara itu jatuh bersamaan. Menara itu hanya jatuh, tidak hancur. Tamon Rah masih hidup dan telah bersiap membakar habis makhluk-makhluk kecil tidak sopan yang telah mengganggunya. Kuda itu melebarkan sayap apinya, garis-garis magis membentuk sebuah lingkaran sihir.

Kesempatan yang sudah dinantikan Golden akhirnya tiba. Jenderal itu memanggil Haru dan Mike, lalu berteriak kepada si gadis spandex. “Sekarang, Veronica. Impregnable Layer!”

Dan hujan meteor menghanguskan apapun yang ada di hadapannya.

***


Di tengah kegelapan, Mike tidak bisa melihat apapun. Mungkin kali ini ia benar-benar mati, pikirnya putus asa. Tapi, gadis itu tersenyum. Ia kagum dengan strategi Golden yang sangat hebat. Wanita itu memanfaatkan serangan Tamon Rah untuk menghancurkan menara itu. Sayangnya, kekuatan itu terlalu hebat dan jaraknya terlalu dekat, perisai Veronica tak sanggup melindungi mereka semua. Kobaran api berhasil menjalar dari sisi samping perisai.

Jika aku kalah... aku... pikir Mike sedih.

Sebuah tulisan bercahaya muncul di hadapannya. Ia membacanya, lalu tersenyum, kemudian tertawa. Begitu gembiranya, sampai-sampai ia tak sadar cahaya lain muncul dan membawa tubuhnya kembali ke Alforea.


[CONGRATULATION! YOU WIN!]



-Preliminary- End.

14 comments:

  1. Padahal pembukanya asik, sih. Kesan 'Mike adalah seekor kucing'-nya kerasa. Tapi entah kenapa kok makin ke belakang itu makin hilang.

    Itu... rapi sih. Tapi spasinya aduh, saya jadi lelah. Wall of text ini. Ada juga sedikit typo. Tapi meski dikit typo-nya parah, seperti Jendela --> Jenderal.

    Selain itu saya ngerasa sense war di sini kurang dieksplor. Begitu sampe tim peserta kek hanya menemui barisan dummy monster yang nunggu buat ditembakin atau dipenggal kepalanya. Sementara pasukan Alforea lain gak tau perginya ke mana. Veronica pun sepertinya juga kurang dapet peran di sini.

    Ditambah lagi, endingnya bikin saya angkat sebelah alis. Terlalu mendadak gitu. Karena saya bacanya nyecan, saya sampai terlewat bagian di mana Tamon Rah menyerang tower itu sendiri. Kek nggak ada kesan bombastis yang menyatakan, ini lho endingnya.

    Yah, jadi... I give you 7. Good luck^^

    Neeshma Fraun.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih sudah mampir baca punyanya Mike >_<

    Sebagai author, saya nyesel karena ga bisa menjiwai Mike dengan baik. Apalagi dengan dikejar deadline, membuat saya kejang2 menyelesaikan plot sebisa mungkin.

    Ah, spasinya masih terlaku dekat ya? Karena menurut saya sendiri itu sudah rapi dan tidak terlalu renggang. Baiklah, akan saya perbaiki :)

    Sense war. Yak, saya ssadar itu kelemahan saya dalam membuat action yg ngelibatin banyak orang , saya sendiri sih lebih prefer ke pertarungan satu lawan satu. Apalagi dalam tim.

    Terima kasih atas saran dan kritiknya :) jika Mike bisa lolos ke babak selanjutnya. Saya akan menulis dengan lebih baik lagi

    ReplyDelete
  3. Wahu, nge-post juga anak ini :D /ditamplok

    Narasi, di awal asik. Tapi aku agak bingung begitu kedatengan si cewek dan orang berbaju item. Ada benih-benih typo yang belum dipanen.
    Karakterisasi, nggak begitu rata. Vero porsinya sedikit coretsekalicoret.
    Dialog, asik banget.

    Overall 7+1 karena berhasil bikin Haru tampak awsum ;D
    Haru Ambrosia

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. "Mmi, ini gadis yang ingin kau lawan tahun lalu kan?"
    "Heh? Bagaimana kau bisa tahu Fell? Kau bahkan belum lahir." Aku menatap bingung pada Felly yang, entah kenapa masih duduk di pangkuanku. Sesekali ia memainkan rambutnya yang ikal dengan tangan kanannya sambil menyesap susu hangat yang tadi kuberikan padanya.
    "Tahu lah.. kan Kak Sil cerita."
    "Anak itu... Cerita apa saja dia padamu?"
    "Banyak... termasuk tentang..."
    "Tentang?"
    "Ada deeeeh..." Dan dia meninggalkanku dalam kebengongan. Tentang apa?

    ***

    Horaaa Tyas xD Apa kabar dirimu nak? Sepertinya kita sudah lama banget tak bersua ya xD Btw, Cokelat itu aromanya manis. Kopi aromanya kelat. xD IMO XD

    Huwaaaahh xD ada Dimdim-Sama XD *sotoy

    Again, aku suka sama narasi kamu yang simpel dan deskripsi yang bagus. Terasa enak dan membuatku membayangkan banyak hal di cerita ini. Termasuk interaksi-interaksi Mi-ke dengan orang-orang.

    Cuma sayangnya, di tengah narasinya agak draging untukku. Mungkin karena minim interaksi atau interaksi antar OC yang terasa monoton atau juga karakterisasi yang ampir mirip antara satu dengan yang lainnya #ampuuunnn

    Selain karakteri Mi-Ke sendiri (yang sudah pasti kau bisa menjadikan dia karakter yang sesuai dengan bayanganmu) yang lain seperti sama aja di mata Umi.

    Haru kurang berasa riang, dia lebih ke galak daripada riang, Vero ndak terasa seperti pemalu, dan Golden.. Mungkin selain Mii-chan Umi senang dengan pengkarakterisasian Dia di sini xD

    Aniway, gadis pemalu bisa dideskripsiin dengan wajah yang memerah, ngomong yang sedikit patah-patah, atau... hmm lebih pendiam?

    oh iya xD Umi suka plotmu. Tapi ada yang membingungkan, Kenapa pas Menaranya hancur, Tamon Rah-nya enggak langsung mati atau kesegel?

    ***

    "Mmi.."
    "Hmm.."
    "Mmi..."
    "Hmm..."
    "Mmi.."
    "Ada apa sih, Fell?"
    "Aku enggak terlalu suka ceritanya. Gadis kucing itu menyebalkan!"
    "Itu mah karena kamu ga suka kucing!" Aku menjitak kepala Felly dengan keras. Untuk pertama kalinya aku berhasil menjitak kepala Felly.

    [Apa yang kau lakukan, Umi?]
    Dan hawa seram itu muncul. Itu... Sil!

    ***

    The Fun : 3.0
    Karakterisasi : 1.0
    Alur : 2.0
    Total : 6.0

    ***

    Maria Fellas - Gadis yang berlindung dibalik tubuh Sil*dan dicekik Sil*

    ReplyDelete
  6. aku suka karakternya Mike, bukan karena aku suka nekomimi atau apa, bukan.Tapi karena memang aku suka model karakter kaya gini.

    Wall of text? Ga masalah. yang penting intinya tersampaikan :3
    Dan dari mbaca entry punyamu, aku cukup terhibur. Mike bisa jadi karakter yang lovable
    bagian battle.nya cukup menarik, bagian endingnya mungkin bisa dikembangkan lagi. soalnya ada beberapa bagian yang membuat pembaca serasa nggantung

    Yang disayangkan cuma satu. Peran Veronica kurang, jadi dia ga tampak begitu menonjol. dia jadi semacam, dimasukkan cuma buat kemampuan 'Impregnable Layer' nya aja. mungkin bisa lebih ditunjukkan lagi kemampuan dari Veronica.
    Itu aja sih dariku

    Hmmm... 7 deh

    Klonoa Trunnion
    "Mike ya-?
    Heh- aku ga terlalu suka makhluk yang seperti manusia. Tapi yang kaya gini ngga apa"

    "Kau yang di sana! tambahkan nilainya!"

    "O-oke.."

    Overall : 8
    Good Job!

    ReplyDelete
  7. Jadi Mike ini gadis atau kucing? Binatang dilarang masuk kok terusannya ga diusir juga?

    Ini ngerjainnya diburu" ya? Saya ngeliat pola yang sama dari beberapa deadliner - awalan yang sebenernya lumayan, battle yang cepet", dan tiba" endingnya abrupt. Duo Mike-Haru udah lumayan, Golden mungkin sekedar jadi komando, sementara Veronica beneran kebanting karakternya. Tapi mereka nyaris indistingushable karena begitu dialog kayanya semua ya gitu" aja. Kalo dari segi teknis kepenulisan udah enak sih. Sisanya ga banyak yang bisa saya gali buat dikomentarin, jadi mungkin segini aja

    Dari saya 7. Deadliner buffer -1, jadi nilai akhir dari saya 6

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
  8. Meong~

    Niku-Kun. Saya sempat berpikir background Mike ada di Jepang ^.^

    Ah, si Koki tadinya keliatan galak kok tiba-tiba baek ._.

    Tiba-tiba ada kalimat “Gadis itu” o.o saya bingung lagi ngomongin siapa.

    Di mana, sayang, bukan Dimana ^.^

    Ah, kupingnya gerak-gerak, lucu! Kebayang banget gimana geraknya gitu :v

    Cari timnya kerasa banget yah. Sesuatu yang aku lewatkan di entriku. Hihi.

    Nah. Saya harus ngintip charsheet Mike buat tau fisik Mike gimana sebenernya. Soalnya di sini agak kecampur antara kucing dan gadis.

    Oke, satu lagi yang saya temukan pakai command kayak di game gitu.

    Wow. Masih dapet waktu buat test skill ya di Alkima Training, nice idea ^.^

    Aduhhh. Mike suka ngendus ya. Aku penasaran bauku seperti apa di depan Mike :3

    Penjelasan Tamon Rahnya oke punya. Kebayang! Heuheu!

    Wow! Kastilnya keren inovasinya. Boleh boleh boleh. Saya benar-benar melewatkan banyak hal di prelim ini. Semoga saya juga bisa melaju untuk memberikan inovasi seperti peserta-peserta lain, dan saya harap, Mike juga bisa maju! :D

    Nah, endingnya emang… agak melanggar aturan. Udah kepentok ide ya? Sayang banget padahal seru. Tapi ya yang saya pikirin, jika itu meteor, berarti punya ‘fisik’ yang bisa menabrak menara. Dibilang salah, ga salah juga. Aduh bingung ._.

    Well, setelah semuanya telah kelar saya baca, saya ingin Mike lolos. Mungkin kapan-kapan Mike bisa jadi teman akrab. Apalagi, Mike enggak tinggi, bisa dianggap anak kecil sama Puppet.

    Yosh, nilai : 9

    ReplyDelete
  9. Kalo menurut ane cukup bagus, apa lagi waktu ide mesin drawnya. Dan lagi ane suka sama Quotenya si Mike :3

    Ngomong" dia itu kucingkan ._. Entah ngapa semakin dibaca kesan meongnya jd gak krasa jadinya ane mbayangin mike jadi bentk manusia :3

    Jadi ane kasih skor 7/10 deh hehe :3


    Dallas

    ReplyDelete
  10. Saya baca ini larut malem. Jadi mungkin ada beberapa yang miss dan saya juga bacanya lewat hp :3

    Narasinya lancar. Saya baca satu kali tanpa tersendat tp begitu selesai, saya perlu waktu lama buat inget apa aja yg udah saya baca. Aneh? Iya. Kayanya pengaruh timing baca jg sih.

    Karakterisasi lumayan, tp kayanya Veronica kurang tergali. Dan monster-monsternya kecil di battlefieldnya kerasa cemen semua kalo menurut saya. Tinggal bantai aja kaya motong ager2. Tamon Rah-nya sendiri udh bagus. Tegangnya berasa XDd

    Mendekati ending agak rusuh sih. Keburu2 .... Terus ada typo jenderal jd jendela menjelang akhir.

    Oke deh ... sekian komen saya.

    Ahran titip 8 ya \^_^/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Ahran. selamat ya sudah lolos ke babak selanjutnya :D

      makasih sudah baca dan ngasih komentarnya. masih banyak kekurangan nih. Ayo bertemu lagi di tahun depan, dengan entri yang lebih baik lagi dari tahun ini :)

      Delete
  11. Rapi, aduh rapi rapi rapi rapi banget saya cinta <3 #sudah

    Satu komentar yang mungkin udah senada banget sama yang di atas bilang sih, ke"kucingan"nya Mike memang lama-lama menghilang. Saya selaku yang pernah ngegambar Mike ngerti sih kalo walaupun disebut kucing, Mike itu sebenarnya lebih tepat disebut Half-cat, tapi di depan banget sama di belakang banget porsinya emang...

    Another thing, saya agak nangkep lompat-lompat PoV yang nggak merata. Sama-sama PoV orang ketiga, tapi di satu titik kamu pake PoV ketiga dari sudutnya Mike, terus tetiba PoV ketiganya dari sudutnya Haru, terus tiba-tiba jadi omni. Mungkin cuma saya aja, tapi saya kerasa agak aneh di situ ehe

    That aside, saya seneng gaya nulisnya. Karakterisasi di awal-awal imo sempat di...senggol? Golden di kepala saya kebayang ala Esdese tapi warna kuning gitu AHAHAHA #shh Terlepas, enak dibaca dan overall cukup enjoyable walopun, seperti kata yang sebelum-sebelumnya, ceritanya kerasa rushednya di mendekati ending. Tapi saya nggak terlalu banyak protes juga sih.

    8/10 <3

    ~Stellene

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih Stelle ^.^

      banyak ya yang mengira Mike ini kucing beneran, mungkin saya kurang mendeskripsikannya.

      Oh, ternyata jadi mengganggu ya. pergantian sudut pandang itu biar lingkup pejelasannya lebih luas saja, misal menurut Mike ALforea itu seperti ini, tapi menurut Haru beda lagi, jadi bisa bermacam-macam. saya sudah mencoba memperbaiki bagian ini karena sebelumnya saya bahkan lebih parah lagi dengan POV yang campur aduk ^^ newbie harus banyak belajar nih

      iya, bagian endingnya ancur, hahaha.

      oke, sampai ketemu tahun depan ya :) Mike ga lolos, tapi saya akan ikut lagi tahun depan. Saya akan jadi lebih baik lagi tahun depan. Mata Rainen :D

      Delete