1.5.15

[PRELIMINARY] MIMA SHIKI REID - CRITICAL POINT

 MIMA SHIKI REID - CRITICAL POINT
Penulis: Rakai Asaju
::

Prologue

::

"UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaa…"

"Kurang ajar! Apa mereka tahu diantara kita tak ada yang bisa terbang?!"

"KITA JATUUUUUuuuuuuuuh…"

"SIAAAAAL!"

Empat sosok manusia jatuh bebas di udara, tertarik gravitasi, masing-masing menjerit lantang ketakutan. Beberapa detik yang lalu, mereka masih aman berada dalam sebuah kabin pesawat, lalu tiba-tiba dijatuhkan begitu saja.

Seharusnya para panitia Battle of Realms, juga para maid yang mengantar mereka menggunakan pesawat tempur warna pink itu, sudah tahu kalau dalam tim ini tak ada satupun yang bisa terbang. Tak satupun, garis bawahi itu! Bahkan mereka tidak dibekali parasut untuk bertahan hidup. Jadi, empat orang itu, dalam keadaan panik dan bingung, tubuh mereka melayang jatuh di udara, hanya bisa saling berteriak satu sama lain.  


"RA-RADITH! Gunakan sihirmu!" Teriak Mima, sang leader dadakan yang baru diangkat sejam lalu. Mantel  dan apronnya berkibar-kibar di udara.  

"Antakusuma tidak bisa buat terbang!" Yang dipanggil menjawab, tak kalah panik. Radith adalah pemuda berambut hijau yang baru dikenal Mima beberapa jam lalu. "Lagipula aku pengendali petir, bukan bantal!"

"Sial! Kita akan mati… jelas-jelas kita akan mati!" Orang ketiga, si rambut putih berkacamata, ikut berteriak keras, sambil menatap pemandangan di bawah. "Dan seluruh ingatan manusia juga akan mati bersamaku!"

"Mungkin, panitia bersekongkol!" Orang keempat, si raksasa bertopeng, malah mengajukan dugaan yang sebenarnya salah tempat.  Ia memegangi capingnya agar tak terlepas. "Mereka ingin jumlah peserta berkurang, 'kan?"

Terjun tertarik gravitasi ke bawah, Mima hanya merasakan tekanan udara yang menampar-nampar wajah dan seluruh tubuhnya.  Langit mulai berwarna oranye, padang pasir berwarna cokelat menghampar di bawah. Siap menerima tubuh mereka yang pasti lumat akibat terhempas dari ketinggian ratusan meter di udara…   

Mima berpikir keras.

Aku datang untuk berlibur, bukan untuk mati konyol!

::

1st section

DEPARTURE

::

Kisah empat orang yang dijatuhkan begitu saja dari udara itu bisa kita awali dari sebuah konspirasi. Konspirasi aneh yang direncanakan oleh dua orang pria, Jade Shiki dan Weasel Reid. Keduanya adalah sepasang sahabat rukun, meskipun dalam kepangkatan, Jade adalah bosnya. Mereka bekerja sebagai tentara bayaran dalam kelompok Mercenary, yang terkenal handal, licik dan berbahaya. Jade tampan, berambut putih dan berkacamata, sedang Jade brewok dan berambut panjang, selalu berkacamata hitam.

Tapi, mereka bukan tokoh utama cerita ini. Tokoh utama kisah ini adalah Mima, seorang ibu rumah tangga yang nekat. Mima adalah adik kandung Jade, juga istri Weasel. Mereka sudah dikaruniai dua anak yang sehat dan ceria. 

Memang kedengarannya lebh menjanjikan kalau sang tokoh utama adalah manusia berkekuatan super atau sihir, tapi apa salahnya kalau si ibu rumah tangga ini yang jadi tokoh utama? Apa salahnya kalau Mima Shiki Reid, emak-emak yang yang hobi lari dan berlatih dengan suspension training, yang akhirnya melakukan petualangan? Inilah konspirasi yang direncanakan oleh Jade dan Weasel.  

Mereka merancang sebuah rencana agar Mima mengikuti Battle of Realms, sebuah turnamen antar dimensi. Tamon Ruu, kenalan lama Jade, yang memberikan undangan itu. Tadinya, Jade yang diundang ikut, tapi ia malas, mengalihkannya pada Weasel, yang juga menolak. Lalu, satu ide muncul di kepala mereka; alih-alih mereka yang ikut, Jade dan Weasel paham kalau ada orang yang lebih membutuhkan undangan itu.

Mima, yang pasti  membutuhkan liburan yang penuh aksi, dimana ia bisa mengeluarkan sisi-sisi lain dalam dirinya yang terpendam selama sembilan tahun menikah.

Tapi, kadang Weasel tak paham, rumit sekali makhluk bernama wanita itu. Meski sudah sembilan tahun menikah, punya dua anak, tingkah laku Mima masih juga sulit ditebak. Seminggu yang lalu, Mima menyambut tawaran mengikuti kompetisi BoR dengan riang, dan mulai membongkar kembali perlengkapan SWAT (Special Weapons And Tactics)-nya yang ia gunakan dahulu.  Seragam birunya masih pas di badan, juga sabuk, rompi Kevlar, dan perlengkapan lainnya. Mima mengajak Jade berlatih beberapa gerakan bela diri Equilibrium dan menembak selama beberapa jam setiap hari. Sementara Weasel hanya menonton saja sambil bernostalgia. Tentu saja itu hanya dilakukan setelah anak-anak berangkat sekolah.

Ada irama yang berubah dalam hidup mereka yang damai, yang tiba-tiba menjadi cepat dan merepotkan, tetapi terasa seru karena semangat Mima begitu menular.  Anak-anak sudah diberi tahu hal ini, dan mereka setuju-setuju saja kalau sang ibu pergi bertualang. Apalagi Jade akan menemani selama Mima pergi ke Alforea. Mereka menyukai Jade, paman mereka itu dianggapnya lucu dan baik hati karena diam-diam sering membelikan coklat dan ekstrim (Padahal Jade sebenarnya manipulatif!). Weasel juga tak merasa keberatan, karena hidup mandiri seolah adalah kebiasaan keluarga mereka. Setiap malam menjelang keberangkatan, ia dan Mima bercinta dengan gairah paling panas, mengingat Mima akan berangkat ke Alforea sebentar lagi.

Pokoknya, so far so good. Mima tampak antusias.

Kecuali pagi ini. Saat hari keberangkatan.

Ketika Weasel bangun di saat hari masih gelap, ia melihat Mima bersimpuh di depan seragam SWAT-nya, dengan  jejeran senjata api dan granat yang telah ia siapkan di meja. Seperti memikirkan sesuatu.  

"Apakah kau ragu?" Weasel memeluknya dari belakang.

Mima tersenyum teduh.

"Tidak. Aku membutuhkan turnamen itu, sayang." Mima membelai kepala suaminya, menyusuri rambut hitam panjang Weasel yang masih berantakan.

"Aku membutuhkannya untuk menjinakkan satu sisi dalam diriku, yang masih merindukan bahaya." Mima menatap suaminya. Mata hijaunya jernih, bersinar-sinar, Weasel bisa melihat api di dalam mata itu. Api yang berbahaya kalau seseorang berhasil menyentuh intinya.  

Jangan pernah membangunkan harimau yang sedang tidur. Weasel mengingatkan dirinya sendiri. Jauh di dalam dirimu, Mima, kau sebenarnya lahir untuk bertempur.

"Jangan khawatirkan anak-anak. Ada aku dan Jade." Weasel sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Kalian yang terbaik." Mima mengecup bibir suaminya, lembut.

"Lalu mengapa kau murung?"  

Mima menatap seragamnya yang tergantung di dinding. Tatapannya jauh menerawang, tak segera menjawab. Weasel tahu, yang ditatap istrinya adalah masa lalu.

"SWAT adalah masa laluku.  Aku merasa tak pantas mengenakannya lagi. Juga senjata-senjata itu. Meskipun aku masih mampu menggunakannya dengan baik, aku merasa benda-benda itu bukan lagi bagian dari diriku."

Weasel termenung sejenak, pikirannya sedikit waswas.

Bukankah itu yang kaubutuhkan, Mima? Jangan-jangan keputusanku keliru untuk mendatarkanmu di Battle of Realms?

"Jadi?" tapi, Weasel hanya bertanya.

"Jadi… aku akan tetap berangkat mengikuti Battle of Realms. Entah nanti akan membawa apa, kuputuskan nanti saja. Yang jelas, aku tidak akan mengenakan seragam dan rompi anti peluru itu… juga pistol dan granat, outta of my list." Mima tersenyum ringan sambil mengangkat bahunya, lalu menatap suaminya.  

"Aku seorang ibu sekarang. Dan akan bertualang sebagai diriku sendiri, yang sekarang. Moms know how to survive." Mata hijaunya tampak bersinar optimis.

Weasel tersenyum dengan rasa kagum yang muncul tiba-tiba.

Astaga, Mima. Kau berubah. Kau semakin…

Dan kesadaran itu juga memicu satu dugaan lain.

Harimau betina yang punya anak biasanya lebih ganas. Apakah kau kau juga akan lebih berbahaya?

"Kau masih punya Equilibrium," Weasel menghalau kekhawatirannya, mengucapkan hal yang lebih rasional sekedar untuk mengingatkan.

Equilibrium, bela diri langka yang merupakan hasil penelitian seorang ilmuwan sinting, yang diajarkan pada segelintir anak-anak di sebuah panti asuhan terkutuk. Konon, hanya tiga orang yang berhasil bertahan hidup dalam mempelajarinya: Mima, lalu kakaknya, Jade; dan seorang anak lain bernama Arc yang akhirnya menjadi penjahat. Equilibrium terdiri dari enambelas langkah atau jurus yang merupakan intisari bela diri paling efisien dan mematikan di seluruh dunia, dan keahlian inilah yang membuat Mima menjadi anggota SWAT paling handal di kepolisian, dulu.

Dulu.

"Kemampuan multitasking ala ibu rumah tangga juga bisa berguna, dan tentu saja … otak untuk berpikir." Mima menunjuk keningnya, sambil tertawa renyah. "Butuh kerja keras untuk mengajari Orlick matematika dan membangunkan Philla setiap pagi, tahu?!"

"Oh, you just great."  Weasel memuji, melemparkan pandangan salut kepadanya, lalu memeluknya sekali lagi. Meskipun sebagian pikirannya masih gelisah.

Masa kau takkan membawa senjata apapun ke Alforea, Mima?

Dan meskipun hari itu adalah hari keberangkatan Mima, setelah ia mandi, Mima tetap berganti baju dengan pakaian kasual biasa. Celana dari bahan lycra warna hitam, dan kaos kesayangannya bertuliskan "The Running Mama" yang merupakan souvenir lomba lari pertamanya. Selain itu, ia tak nampak mempersiapkan  sesuatu yang khusus yang berhubungan dengan pertarungan.

Kebetulan hari ini hari minggu, keluarga kecil itu mengawali hari dengan kehangatan yang akrab. Orlick dan Philla bangun agak siang, Weasel bermesraan sambil membantu istrinya menyiapkan sarapan. Jade, sang paman, bangun paling siang ketika meja makan sudah siap. Ia baru muncul dengan celana pendek  dan wajah yang bau iler. Setelah Jade cuci muka, mereka sarapan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Philla memamerkan keahliannya dalam perkalian dua dan tiga pada Jade, yang disambut Jade dengan tepuk tangan salut.  Orlick memaksa Jade untuk bercerita pengalamannya di medan tempur, diiringi sesekali humor garing ala Jade. Sedangkan Weasel, terus menempel Mima, seperti ingin berdua terus dengannya hari ini. Termasuk ketika mencuci piring.

Entah jam berapa Mima akan dijemput, mungkin hanya Yang Mulia Tamon Ruu dan Tuan Hewanurma, penyelenggara BoR, yang tahu. Yang jelas, Jade diberitahu tanggalnya hari ini. Bagaimana mereka menjemput, juga tak ada informasi pasti. Weasel masih memikirkan hal itu ketika membantu Mima cuci piring…

Dap-dap-dap-dap-dap-dap…

"Weasel," Jade mendongak ke arah langit-langit. Ada suara baling-baling heli.

Suara baling-baling heli adalah bagian tak terpisahkan dari medan peperangan, mendengarnya saja bisa membuat indera mereka waspada.  Tapi suara itu muncul begitu saja, bising dan tiba-tiba, membuat Jade dan Weasel langsung siaga.  

"Mima Shiki Reid, alias The Running Mama; mohon mempersiapkan diri untuk berangkat ke Alforea dalam dua menit!" Suara itu memenuhi seluruh apartemen, menarik perhatian orang-orang untuk keluar dari balkon apartemen.

Jade berlari keluar, dan pemandangan di depan balkonnya sulit dipercaya.

Sebuah portal antar dimensi telah terbuka. Bentuknya seperti terowongan, yang mengeluarkan pendar-pendar cahaya lembut berwarna ungu. Sebuah helikopter melayang  di depan portal, heli paling norak yang pernah dilihat Jade. 

Sebagai kendaraan militer, heli itu bukannya hitam sangar, tapi bercat merah marun dengan tempelan cutting sticker wajah seorang wanita cantik berdada besar. Sepertinya Tamon Ruu. Ada tulisan berwarna hijau menyala di bagian ekor yang berbunyi "BoR 5: Exiled Realm". Dua orang yang berada di kemudi, mengenakan helm, kacamata hitam dan justru berpakaian maid warna hijau, yang bagi Jade terlihat  seperti salah tempat. Salah satunya melemparkan tangga yang langsung menjulur ke bawah, ke balkon apartemen Weasel.

"Wow! Aku tak pernah melihat yang seperti itu!" Orlick, menyusul keluar, berdecak kagum melihat helikopter itu.

"Paman, aku mau yang kayak gitu!" Philla, yang menyukai warna merah, merajuk pada Jade.

"Kau dijemput." Weasel memeluk pinggang istrinya, tangannya masih basah dan belepotan sabun.
"Aku akan mengulur waktu, kau bersiap-siaplah," Jade memberikan kode pada Weasel dan Mima. Lalu melambai dengan senyuman paling manis ala cassanova kepada maid yang menjadi pilot heli.  Mungkin bersiap untuk meluncurkan rayuan gombal.

Mima menarik nafas.

Saatnya.

"Philla, Orlick, ambilkan senjata mama." Mima berkata dengan suara berat. Weasel mendengarnya,  entah mengapa, ia juga tiba-tiba merasa enggan untuk mengambilkan Mima pistol-pistol dan granat yang berjajar rapi di meja kamar.

Mungkin, lebih baik ia tak membawa senjata sama sekali.

Philla mengambil satu set garpu stainless. Orlick mengambil pisau dapur dan semprotan merica. Weasel mengambilkan sepatu trailing running milik Mima yang paling bagus, jam canggih ber-GPS yang biasa digunakan Weasel dalam misi, dan juga mantel  Mercenary-nya yang tahan cuaca dan api.  Di balkon, Jade mulai melancarkan jurusnya, menyapa para maid pilot dan berusaha mengajak mereka ngobrol. 

"Satu menit lagi, Mima Shiki Reid!" para maid itu rupanya tak mempan rayuan. Jade masuk dengan wajah kecewa, dan menyaksikan Mima sedang berpelukan dengan keluarganya.

"Jaga diri baik-baik, mama sayang kalian…" Mima kembali mengecup kedua anaknya.

"Jada dirimu baik-baik, I love you." Weasel memakaikan mantel nya ke bahu Mima. Mantel  yang tampak kebesaran itu berwarna cokelat gurun, dibuat dari material khusus, ringan dan sangat kuat, hanya anggota Mercenary memilikinya.  

Mima mengecup suaminya sekali lagi, memeluk kedua anaknya, mengajak Jade untuk bergabung. Jade mendekat dengan canggung. Akhirnya kelimanya saling berpelukan penuh haru.

"Jaga diri baik-baik, Mima." Ucap Jade.

Lalu Mima melangkah keluar, menaiki tangga dan masuk ke dalam heli. Pintu heli terbuka. Seorang pria tampan yang juga penumpang heli membantunya masuk ke dalam. Pria itu mengenakan setelan rapi warna merah gelap, dan sempat berpandangan dengan Weasel dan Jade yang berada di balkon.

Rasanya ada satu komunikasi, atau mungkin perang urat syaraf yang terjalin sekilas. 

Weasel mengamati, ada empat penumpang lain di dalam heli. Satu wanita berjilbab, dan tiga lelaki termasuk pria tampan yang membantu Mima masuk.  Jade juga melihat hal yang sama.

"Selamat jalan, mama…!" Orlick dan Philla melambaikan tangan. "Semangat!"

Mima membalas lambaian itu, sebelum pintu heli menutup. Heli itu langsung terbang memasuki portal  Alforea yang menutup kembali dengan suara derakan keras.

"Kuharap dia baik-baik saja." Weasel berkata.

"Tan Ying Go dari 'Ring of Fire', rupanya dia juga ikut." Jade tersenyum, menyebut kode rahasia Mercenary untuk sebuah negara di Asia.  "Ada apa dengan turnamen ini, sehingga dia juga menjadi peserta?"

Weasel mengajak kedua anaknya masuk ke dalam, sementara Jade langsung mencari ponselnya, mencoba mencari informasi tentang lelaki yang dikenalinya tadi. 

Tiba-tiba Jade berdiri membeku di dekat gantungan mantel.

 "Weasel, yang kau berikan itu mantel yang mana?"

"Yang ada di gantungan, milikku… " suara Weasel langsung tercekat di tenggorokan.

"... apakah…?"

"ITU MILIKKU!" Jade berteriak panik.

"TERTUKAR! ITU MILIKKU, TAHU! PONSELKU ADA DI DALAM!"

-o0o-

Trininininininin…

Mima terkejut ketika saku di bagian dada mantelnya bergetar. Ada sebuah ponsel model kuno, kecil dan berat, berwarna biru gelap, berada di sakunya. Mima mengerutkan kening, ia mengenali ponsel itu sebagai milik Jade, kakaknya.

Kalau tidak salah ini barang yang snagat penting untuk Jade, kok bisa ada di saku mantel?

Tapi begitu melihat layar menunjukkan nama 'Weasel', suaminya, Mima merasa harus menjawabnya. Dengan ragu, ia menekan tombol 'ok'.

Pria tampan yang menolongnya masuk tadi, meliriknya sejenak.   

"Halo?"

"Mima?" suara Jade yang terdengar. Sepertinya ia menelepon dari nomor Weasel.

"Suamimu keliru mengambil mantel . Yang kau kenakan itu mantelku." Jade menjelaskan dengan nada suara yang ditenang-tenangkan.  

Mima langsung tergelak. "Astaga… tak heran ponselmu di dalam."

"Dengar Mima," Jade berkata dengan nada serius. "Ponsel itu sangat penting dan data-data di dalamnya sangat rahasia. Itu juga barang yang sangat mahal. Tidak bisa disadap, bisa digunakan antar dimensi, dan pulsanya tak terbatas. Kau harus menjaganya dengan taruhan nyawa. Jangan sampai jatuh ke tangan orang lain! Kalau ponsel itu jatuh ke tangan lawan, lebih baik kau menyerah dan pulang ke rumah."

Mima tahu kalau profesi Jade sebagai tentara bayaran kaliber internasional membuatnya harus mengetahui beberapa rahasia berbagai negara, dan mungkin semua informasi itu ada di ponsel yang dipegangnya saat ini.

"Kalau ponsel ini rusak atau hilang?" tanya Mima.

"Maka kau dan suamimu harus bertanggung jawab. Kau harus bekerja untuk Mercenary selama setahun, dan Weasel tidak akan kugaji selama enam bulan!" Jade melontarkan ancaman, membuat Weasel yang berdiri di belakangnya melotot. Lalu telepon ditutup.

Mima menghela napas. Di awal berangkat saja sudah ada sedikit kekacauan, semoga kekacauan berikutnya tak muncul. Tapi hatinya gembira, ia bisa menghubungi rumah sesekali dengan ponsel ini, sekedar untuk menyampaikan rasa kangen pada Orlick dan Philla, atau konsultasi strategi pada Jade dan Weasel. Mima langsung memasukkan ponsel itu ke dalam saku mantel, menutup sakunya rapat-rapat. Ia baru menyadari kalau empat peserta lain dalam heli itu juga mengamatinya.

"Apakah peserta diperbolehkan membawa ponsel?" salah satu penumpang yang berambut putih, bertanya kepada maid pilot di depan. Nada suaranya datar dan logatnya terdengar ganjil.

"Yang Mulia Tamon Ruuu dan Tuan Hewanurma tidak menyebut tentang itu, sepertinya tidak apa-apa." Jawab maid itu.

"Itu ponsel antar dimensi, prototipe pertama yang dikembangkan oleh laboratorium militer United Nations. Tidak sembarang orang memilikinya." Lelaki muda yang bicara itu melanjutkan.  Mima mengamatinya sekilas.

Lelaki muda berambut perak, dipotong pendek dengan poni yang memperlihatkan keningnya yang lebar. Berkacamata minus kotak, wajahnya tirus dan pucat, seperti orang yang jarang terkena sinar matahari.  Rompi hitam, kemeja kotak-kotak biru dan kaos dalam putih yang dikenakannya mengesankan seorang computer geek. Ia mengenakan jam tangan yang lebih besar dan tebal dari jam pada umumnya.

"Oh." Mima merasa canggung. "Bagaimana kau tahu?"

"Dari alat ini. Aku sedang menyetel ulang agar bisa digunakan antar dimensi." Ia memicingkan mata, lalu membaca sesuatu dari yang ditampilkan di permukaan Smartwatch-nya. Satu data tentang Mima langsung membuatnya mengerutkan kening.

Mima Shiki Reid. 32 tahun. Ibu rumah tangga. Mantan anggota SWAT tim 8, Ithacca Police Department… Equilibrium survivor….   

"Noah, behave your self." Seorang wanita cantik berjilbab memperingatkan lelaki berkacamata itu agar lebih sopan.  Lalu dengan bahasa Inggris yang fasih, ia menyapa Mima.

"Namaku Kusumawardhani. Panggil saja Bu Mawar." Wanita berjilbab itu menjabat tangannya. Mima merasakan ada nuansa kelembutan dan ketegasan yang bercampur jadi satu, terpancar dari paras wanita itu. Akrab sekaligus menimbulkan rasa segan, seperti aura para guru-guru idealis di sekolah Orlick dan Philla.

"Mima Shiki Reid, panggil aku Mima saja." Mima membalas. 

"Raditya Damian, orang orang memanggilku Vajra atau Radith." Pria di sebelah bu Mawar juga mengulurkan tangan. Rambutnya berwarna hijau panjang, diikat rapi di belakang kepala. Pakaian yang dikenakannya juga unik, kombinasi warna cokelat eksotik dan merah, ia mengenakan semacam ikat kepala bertahtakan sebuah batu yang berpendar lembut. Wajahnya juga tampan meskipun gerak-geriknya agak canggung. Mima langsung menyukainya. Sebagai adik, bukan yang lain. 

"Noah D. Wintershire." Noah memperkenalkan diri tanpa mengulurkan tangan, tanpa menatap, masih sibuk mengutak-atik Smartwatch-nya.  

Terakhir, lelaki tampan berwajah timur itu, yang menolongnya masuk heli.

"Tan Ying Go." Pria itu tersenyum. Mima menjabat tangannya dan merasakan beberapa kapal di telapak tangan tangan lelaki tampan itu. Pergelangan tangannya mengenakan gelang dari pilinan benang merah dan cokelat. Dari bentuk bahu dan torsonya yang duduk tegak, Mima justru merasakan lelaki inilah yang paling kuat; dia mempunyai aroma yang mirip dengan Jade dan Weasel. Dan gelang benang dua warna itu…     

"Apakah pesertanya hanya kita berempat?" Tanya Mima.

"Tidak." Jawab maid yang berada di kiri kemudi. "Ada ratusan peserta lain, kalian satu kloter karena dimensi dunia kalian berdekatan. Peserta yang lain ada yang sudah dijemput sejak tadi."

"Apa kita semua diwajibkan mengikuti turnamen? Karena aku hanya ingin mencari murid-muridku yang hilang." Sahut bu Mawar.

"Ada yang diundang, ada yang mendaftar." Jawab maid itu pendek. "Undangan disampaikan secara acak. Yang pasti, yang kalian semua harus datang berbekal kekuatan dan senjata." Maid itu menerangkan, sementara helikopter mencapai ujung terowongan portal yang memperlihatkan pemandangan menakjubkan.

Pintu heli dibuka, dan keempatnya menatap ke bawah.

Alforea, seperti negeri masa depan dalam film-film sains fiksi, tampak futuristik dan penuh warna. Gedung-gedung tinggi yang tampak modern menjulang, bercat warna-warni. Juga permukaan lantai, jalan dan tanahnya yang bersilangan, diwarnai merah dan hijau. Helikopter, mobil terbang, dan maid berbaju warna warni terbang menggunakan pesawat jet portable di punggung mereka, tampak sibuk.   Papan-papan bertuliskan Battle of Realm terlihat dimana-mana, beserta gambar wanita cantik itu. Hewan-hewan aneh, mulai dari gajah terbang, monster-monster kecil yang terbang berkelompok, sampai robot-robot bersayap merah juga berseliweran.

"Kita sampai di Despera, menuju kastil utama."

Satu bangunan yang mungil, namun berbentuk seperti kastil dengan arsitektur rumit tampak menonjol di tengah-tengah.  Ada lapangan besar di depan kastil itu, yang keempatnya bisa melihat keramaian orang yang berkumpul.

"Kita sudah terlambat dari jadwal. Tamon Ruu sudah mengumpulkan peserta yang dijemput menggunakan sphere (bola cahaya)!"

Dari arah kastil, memendar sebuah bola cahaya yang tadinya kecil, kemudian perlahan membesar, seiring naik ke langit. Di atas, bola cahaya itu terpecah menjadi ratusan garis-garis bercahaya yang diujungnya mewujud dalam bentuk manusia. Bukan manusia saja, tapi ada juga monster dan makhluk serupa robot. Sosok-sosok itu memenuhi lapangan utama, beserta beberapa helikopter warna-warni mendarat landasaran-landasan heli di sekitar lapangan, termasuk heli yang dikendarai Mima.   

"Rupanya tidak semua peserta dijemput dengan heli atau portal?" Sahut Radith.

"Tidak semua. Tamon Ruu akan terlalu repot kalau tidak kami bantu dengan heli dan pesawat."Maid itu menambahkan, seiring baling-baling heli melambat. 

"Cepat! Tamon Ruu sudah memberikan pengarahan di kastil Despera!" Teriak maid itu, menyuruh mereka segera turun dan berlari menuju lapangan utama. Mima melihat di kejauhan, kerumunan di lapangan utama, tepat di depan balkon kastil. Entah apa yang ditanyakan, tapi hampir semua orang yang berada di lapangan mengangkat tangan. Kelimanya baru bergabung ketika semua orang menurunkan tangan.

Mima mendongak. Mencoba menajamkan pendengarannya. Di balkon kastil ada dua orang, tadinya orang yang berjenggot yang bicara, kini ganti seorang wanita cantik.

"… dari seratus satu orang yang ada di sini, hanya ada empatpuluh delapan peserta terbaik yang akan terpilih utuk mengkuti turnamen selanjutnya… setiap peserta akan dikirimkan ke sebuah area khusus untuk babak penyisihan dalam kelompok…"

Suara riuh rendah memenuhi lapangan, suasana tiba-tiba tak terkendali. Seluruh peserta kini bergerak acak ke berbagai arah, berusaha merekrut peserta lain; atau mempromosikan diri untuk diterima di kelompok lain.   

"Kita harus membentuk kelompok. Sebaiknya kita berpencar."  Ying Go yang pertama tanggap, langsung memisahkan diri untuk mencari kelompok, sambil terlebih dulu berpamitan. Menatap Mima sejenak, ia berkata;

"Sampai bertemu lagi, Mrs. Reid."

Langsung diikuti bu Mawar, yang justru berkeliling untuk mencari murid-muridnya yang hilang. Mima, yang masih sedikit bingung harus melakukan apa, langsung melipir ke pinggir ketika beberapa peserta langsung mengerumuni Radith. Sebagian besar mereka adalah wanita cantik yang tampaknya tertarik menjadikan Radith anggota kelompok mereka.  Radith langsung kerepotan.

"Kakak, satu kelompok dengan kita, yuk!"

"Jangan, dengan tim kami saja! Kami butuh orang yang kuat seperti dirimu!"

"Kami butuh attacker yang kuat, kau tampak meyakinkan…"

"Aku sudah memiliki kelompok! Dengan dia!" Radith langsung menghindari para peserta yang agresif itu dengan kembali mendekat ke arah Mima. Para peserta yang mengelilinginya langsung kecewa.

"Lalu, apa nama tim kalian?" salah satu peserta yang kecewa, bertanya dengan pandangan menghujam pada Mima.

"Accidental team. Tim dadakan." Mima menjawab asal. Para peminat Radith langsung mendesah kecewa dan berbalik pergi.

Mima sedikit meragukan motif Radith untuk sekelompok, mungkin hanya untuk mengusir para 'fans dadakan' itu saja. Tapi Mima tak keberatan.  Ia tak perlu terlalu susah mencari anggota lainnya.

"Dua orang, Radith. Kurang dua lagi. Ayo, kita cari…"

"Aku saja." Noah tiba-tiba muncul di belakang mereka, seperti hantu kurus pucat. Mima dan Radith terlonjak kaget, baru menyadari kalau Noah sejak tadi juga mengekor.  

"Keahlianmu apa? Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi nanti, lho…" tanya Radith.

"Mind control saja. Tapi aku bisa menyediakan informasi apapun buat kalian." Tetap dengan nada datar dan mata kosong di balik kacamata, Noah menambahkan. "Oh ya, aku bisa sedikit aikido."

"Oke, kau diterima. Kurang satu." Mima melihat kiri kanan.

"Bukankah tiga juga sudah cukup?" tanya Noah.

"Kita tidak tahu apa yang kita hadapi, lebih banyak sekutu lebih bagus!"  Sahut Mima.

Ada seorang lelaki bercaping besar yang tampak diam saja di pinggir lapangan.  Ia hanya menoleh kiri kanan, mungkin bingung juga untuk mencari kelompok.  Ia hanya mengenakan sandal kulit bertali, celana hitam dan rompi merah yang sepertinya hasil samakan kulit tebal kualitas tinggi. Pakaiannya mengingatkan Mima pada orang Indian, hanya saja orang ini bertubuh superbesar dengan otot-otot menonjol.  Sebuah kapak raksasa bertengger di punggungnya.

 "Hai, big guy! Apa kau sudah punya tim?" Teriak Mima.

"Aku?" Pria itu mengangkat capingnya, ternyata wajahnya bertopeng.  "Belum."

"Masuk ke kelompok kami saja! Kita butuh satu lagi!" Mima melambaikan tangan agar ia mendekat.

"Oke, pas empat orang! Siapa namamu?"

"Torebash Mungire dari Hifornia. Panggil aku Tore, elemenku tanah."

"Sebentar, bukannya kita harus mengatur strategi agar kekuatan dalam tim seimbang…?" bisik Radith. Ia heran mengapa Mima cepat sekali mengambil keputusan.

"Jangan khawatir. Kita bisa atur nanti. Lagipula orang-orang kuat berkekuatan super pasti sudah terekrut. Mencari satu demi satu akan memakan waktu. Lebih baik kita memanfaatkan waktu dengan saling mengenal, supaya kita bisa bekerja sama." Mima menjawab sekenanya juga.

Dalam keadaan acak, dimana tidak ada data siapa lawan yang dihadapi, carilah teman secepat mungkin. Daripada menghabiskan waktu mengejar sumberdaya, raih saja apa yang bisa diraih, lalu maksimalkan saja apa yang ada. Mima teringat kata-kata Jade, kakaknya yang ahli strategi.  

"Kalian sudah membentuk satu tim? Kalau begitu kalian siap berangkat!" seorang maid berambut pirang panjang, mengenakan rok mengembang warna pink dan apron putih bersih mendekati mereka. Ia tersenyum manis dengan wajah inosen yang terkesan artifisial. Mungkin ia robot, atau senyum itu adalah hasil latihan berkali-kali.

Mima baru saja berpikir mereka adalah humanoid ketika melihat bordiran bertulis MOE-06 di apron berenda yang dikenakan maid itu. Tercetak di bagian dada, dan Mima mengamati tim lain juga didekati maid dengan warna pakaian yang sama.  

"Namaku Moe-six, pemandu kalian. Accidental team, waktunya untuk berangkan menuju lokasi tempat dilaksanakannya babak penyisihan. Aku dan EMO-six akan mengantar kalian." Moe-six memandu mereka kembali ke landasar, kali ini ke sebuah pesawat tempur kecil berwarna pink, dengan gambar Tamon Ruu berpose bohai tercetak di badan pesawat. Seorang pilot berpakaian maid warna hitam, mengenakan kaca mata hitam dan helm pilot, langsung memberikan hormat, sudah siap di atas kemudi. Ada bordiran bertuliskan EMO-06 di apronnya. 

"Ayo! Kita segera keluar dari keramaian ini dan berangkat." Noah terlihat jengkel, tampaknya yang penting baginya adalah segera keluar dari lapangan yang bising itu.

"Tamon Ruu ini cukup norak juga, ya." Noah berkomentar pendek, sambil memasuki pesawat tempur warna pink itu. "Kita akan dibawa kemana?"

"Padang pasir Orosh, tempat dilangsungkannya babak penyisihan." Jawab Moe-six, senyum palsu kembali mengembang di bibirnya. "Sekarang, siapa pemimpin tim kalian?"

Pada awalnya, ketiganya menatap Radith, yang buru-buru menggeleng.

"Jangan aku! Aku masih belajar!"

Lalu semua menatap Tore, yang juga disambut gelengan kepala.

"Aku baru saja lulus. Fresh graduate, masih hijau."

Noah? Si kacamata menyebalkan yang kalimatnya pendek-pendek itu? Tidak.

"Yang paling tua yang memimpin. Mrs. Reid saja," lanjut Tore. Yang langsung disambut anggukan setuju. Kesepakatan telah dicapai ketika pesawat tempur mulai lepas landas, membawa mereka entah kemana.

Di perjalanan, ketiganya mencoba mengobrol saling mengakrabkan diri, memperkenalkan kemapuannya masing-masing, kecuali Noah yang terlihat seperti alien menyebalkan dengan kalimat-kalimat pendeknya yang nyinyir. Ia memegang kunci segala ingatan manusia di bumi, bahkan juga antar dimensi, sehingga ia tak perlu berakrab-akrab untuk saling mengenal. Noah sangat canggung untuk bersosialisasi, ia juga agak heran ketika Radith kadang memanggil Mima dengan tambahan "Mbak" di depan namanya. Tore, juga lebih banyak diam, tapi bukan berarti ia tak ramah. Ia ikut tertawa pelan, ikut mengangguk setuju, dan ikut menggeleng kalau terjadi suatu perdebatan. Tutur katanya pelan, gerak-geriknya agak lamban, tapi tetap mengesankan kebaikan.   

Mima, mencoba untuk memahami komposisi kekuatan timnya dengan otak yang masih sedikit beradaptasi. Lama sekali ia tak mengatur strategi. Kalaupun hars bertaktik, selama ini ia hanya melakukannya dalam skala rumah tangga, misalnya bagaimana mengatur semua pekerjaan rumah tangga selesai tepat waktu.

Radith, elemen petir. Beberapa senjata yang dibawanya bisa digunakan untuk jarak jauh. Keahliannya petir, meskipun dia bilang dia seorang dalang yang masih belajar. Potensi kekuatannya masih bisa dieksplorasi. Tipe attacker murni.

Torebash, elemen tanah, dia bilang bisa membuat dinding pasir dan batu, juga menumbuhkan hutan belantara di tanah kering. Asalnya Hifornia yang merupakan sebuah negeri yang subur. Kapaknya hanya bisa digunakan beberapa kali, dan dia bilang dia tidak ahli menyerang.        

Noah. Mind-administrator. Meskipun dia bilang tak yakin apakah bisa mengakses ingatan makhluk non-manusia, smartwatch-nya itu bisa digunakan untuk memberikan data-data penting. Kita lihat saja nanti, peran apa yang bisa dilakukannya.

Aku. Ibu rumah tangga. Pelari. Equilbrium survivor. Mantan SWAT… astaga, siapa yang peduli hal itu? Lagipula apakah aku akan berguna?

Mima masih larut dalam pikirannya sendiri  ketika Moe-six memanggil mereka untuk berkumpul di tengah-tengah kabin pesawat, yang lantainya diberi tanda bujursangkar berwarna merah.

"Baiklah, akan kujelaskan ketentuan babak penyisihan kali ini. Kalian akan mendarat di Orosh, di padang pasir dimana terjadi peperangan antara limaratus prajurit Alforea dengan para monster gurun. Misi kalian harus bertahan hidup disana, dan juga membasmi satu monster utama yang akan muncul dari Alkima, bulan Alforea. Namanya Tamon Rah." Moe-six menjelaskan panjang lebar, lalu ia memekik kegirangan dengan gaya chibi. "Bagaimana, terdengar seru sekali, bukan?"

Terlihat terlalu alay, penjelasan Moe-six disambut ketiga pria dengan tampang heran dan ganjil, kecuali Mima yang menyambutnya dengan pengertian.

"Wow, seru sekali kedengarannya!" Mima mengangguk-angguk sambil bertepuk tangan, sebagian karena adrenalinnya mulai bangkit, sebagian juga mencoba menghargai Moe-six.
Senang dengan tanggapan sang tim leader, Moe-six jadi bersemangat.

"Oke! Jadi kalian siap? KALIAN SIAP?"

"Kami siap!" Kali ini Mima dan Radith yang menjawab lantang, dikuti suara berat Tore dan Noah yang malas.

Dan lantai kabin yang mereka injak langsung menjeblak terbuka.

Moe-six ternganga. Melihat keempat orang yang harus dipandunya tiba-tiba menghilang, hanya desiran angin kencang meniup rambutnya yang pirang. Lantai kabin telah terbuka dan menjatuhkan mereka berempat ke bawah.

"EMO-six! Aku masih belum selesai menjelaskan!" Ia berteriak panik pada maid pilot.

EMO-six menoleh dan berkata datar. "Hm? Bukannya mereka tadi sudah bilang siap?"   

"Masih lima menit menuju titik terjun, lagipula aku belum memberikan mereka parasut, tahu!" Moe-six menunjuk tumpukan parasut berjumlah lima di sudut kabin.

"Oops," EMO-six hanya menggumam.

"Tapi mereka kuat, kan? Kalau kuat seharusnya bertahan hidup."  

Dan demikianlah, bagian ini ditutup dengan Accidental Team terjun bebas ke daratan…

::

2nd Section

BATTLEFIELD

::

Kembali ke empat peserta malang yang terjun bebas ke bawah…

"TORE!" Teriak Mima. "Kau bisa membuat hutan, buat pohon atau apapun yang empuk!"

Tore sudah mengatupkan kedua tangan lalu merapal mantera, bibirnya komat-kamit meski pipinya bergerak-gerak diterpa tekanan udara. Lalu menarik nafas panjang, dan…

WHOOOOOOOOOOOOSSSH!

Ia meniupkan sesuatu ke daratan di bawah.  

Radith dan Noah sudah menutup mata ketika permukaan semakin dekat.

Bluk! Tubuh mereka berempat mendarat mulus, di ata perukaan sebuah bantalan raksasa berwarna hijau yang muncul tiba-tiba.

Mima merasakan permukaan lembut yang dingin di telapak tangan dan punggungnya. Nafasnya tersengal-sengal, meraba-raba seluruh tubuhnya. Masih lengkap, semua pada tempatnya. Ia bergegas bangun. 

Mereka masih hidup.

"Lumut?!" pekiknya, meraba permukaan empuk berwarna hijau segar yang menerima tubuh mereka.  Hamparan lumut tebal setinggi rumah, yang ditiupkan oleh sihir Tore di atas padang pasir telah menyelamatkan mereka.

"Gusti Yang Maha Kuasa! Kita masih hidup!" Radith langsung bangkit, meski kakinya masih terhuyung-huyung karena pusing. Ia mendekati Noah yang wajahnya masih sepucat mayat, yang masih terbaring tak bergerak dengan mata melotot tak percaya. Satu lensa kacamatanya retak sedikit.

"Dimana Tore?!" Teriak Mima, tak menemukan si pria besar dimanapun. Jangan-jangan…

"Aku … di… sini…" Tore hanya mengangkat tangan, tak jauh dari tempat mereka berdiri. "…kekuatanku… habis…butuh istirahat.."

"Oh, kau menyelamatkan kami semua, Tore! Ha-ha! Good job, man! You're great!" Teriak Mima.  
   
"Aku.. bisa menumbuhkan belantara, kalau lumut saja sih… gampang…" dan Tore pun berbaring teler. Bahkan, ia tak kuat untuk berdiri.

Kisah ini pun mulai bergulir cepat, diawali dengan para anggota tim dadakan itu menuruni hamparan lumut raksasa yang seperti kasur raksasa warna hijau, yang berkat kesaktian Tore tiba-tiba muncul di tengah gurun. Tapi, jangan lupakan fakta kalau babak penyisihan belum mereka hadapi. Juga kalimat Moe-six tadi, kalau mereka masih berjarak lima menit (dalam kecepatan pesawat tempur) menuju lokasi.

Mima menyusuri gurun pasir, fajar mulai tenggelam di ufuk barat. Langit Orosh mulai menggelap, dan Mima bersyukur ia mengenakan mantel  Mercenary yang tahan cuaca. Ia mencoba menatap di kejauhan, mencari tanda-tanda kehidupan lain atau pertempuran yang disebut-sebut Moe-six.

"Ini tidak seperti permainan survival, kan? Mereka bilang akan ada pertempuran…" Radith menyahut, wajahnya masih kelihatan bersemangat meskipun dipenuhi debu.   Beberapa meter di belakangnya, Noah berteriak.

"Radith, giliranmu memapah Tore!" Noah kelihatan seperti lidi dibanding tubuh besar Tore yang masih lemas, tangannya yang bertonjolan otot melingkari pundak Noah yang kurus. Tenaganya belum pulih setelah mengunakannya secara spontan.

"Ma-maaf aku merepotkan kalian…" sahut Tore, yang langsung disergah oleh Radith, bergantian memapahnya.

"Jangan bilang begitu, orang besar! Kau menyelamatkan kami semua."

Bersyukur terbebas dari Tore, Noah mendekati Mima sambil memijit-mijit bahunya yang pegal.

Mima berdiri tegak. Langkahnya terhenti. Ia merasakan intuisinya membisikkan sesuatu agar waspada.

"Coba, kau arahkan Smartwatch-mu ke area di depan," perintahnya.

Noah menekan Smartwatch-nya, muncul layar hologram kecil berpendar hijau dari pergelangan tangannya. Ia mengarahkannya untuk menyisir area gurun di depan, dan Noah menemukan beberapa tanda kehidupan. Sosok-sosok manusia bersembunyi di balik pasir, yang ditunjukkan dengan warna-warna merah berbentuk manusia di layar hologram hijau. Berikut juga laporan statistik mereka. Inilah salah satu kemampuan Noah, Shell Access, yang bisa memberikan informasi tentang kekuatan seseorang.  

"Kita tidak sendirian di sini…" Mima menekuk kakinya, memasang kuda-kuda dengan waspada. Tangannya meraba saku apron yang berisi pisau dapur.  "ada orang lain…"

"Bukan cuma orang," Noah berkata, melihat entitas berwarna lain yang ditunjukkan layar hologram kecil.  "ada banyak monster…."

Satu tentakel berwarna hitam muncul dari dalam tanah, membelit kaki Noah, mengangkatknya ke udara. Mima terkejut.

Satu gerakan sabetan cepat, darah berwarna kehitaman muncrat di udara. Mima sudah memotong tentakel yang mengangkat Noah dengan pisau dapur. Tapi, langsung ganti tangannya yang dibelit.

Puluhan tentakel-tentakel hitam bermunculan dari dasar tanah. Juga membelit Radith dan Tore di belakang. Mima melepaskan diri dengan menusuknya dengan garpu stainless.

"TEMBAAAK!" sebuah suara mengomando keras, diikuti puluhan, ratusan tentara muncul dari dalam tanah. Seketika itu pula, tembakan tembakan mesiu dan peluru kanon berhamburan di udara, melumpuhkan tentakel-tentakel yang juga membelit Radith dan Tore. Semuanya mengarah ke satu arah, ke sesuatu berbentuk gumpalan hitam yang tiba-tiba muncul beberapa puluh meter di depan mereka.  Merekah keluar dari tanah, makhluk itu melata seperti gurita laut namun kulitnya kering, matanya berupa bulatan merah yang menatap bengis di kegelapan. Makhluk itu mengamuk, ketika peluru-peluru meriam, besar dan kecil, menghantamnya dari segala arah.

"Awas! Yang lainnya akan menyusul!" Suara itu seperti memperingatkan mereka. Ketika gurita kering itu roboh, dari belakangnya bermunculan ratusan sosok manusia yang bergerak lambat. Seperti zombie berbagai macam. Ada yang berbalut seperti mumi, ada yang sebentuk monster mirip manusia yang buruk rupa, ada juga yang kerdil seperti kurcaci.

"Formasi bertahan!" komando suara itu lagi. Para prajurit berteriak, bergerak dalam formasi bulan sabit sesuai komando.   

Dari atas tiba-tiba bermunculan burung-burung nasar raksasa yang menyerang manusia-manusia di bawahnya. Para prajurit membalas dengan tembakan ke udara, sebagian menembak ke arah para monster yang semakin mendekat.

Gurita kering raksasa lainnya  muncul dari dalam tanah, membuyarkan formasi bertahan para prajurit manusia. Para prajurit terpencar ke sana kemari, terluka dan berteriak, berusaha menyelamatkan diri. Beberapa mulai menembak tanpa arah sasaran lagi. Burung-burung nasar menyerang mereka dari atas, makhluk-makhluk berlendir hijau bermunculan merayap-rayap dari dalam tanah, membuat mereka tersandung-sandung. Mima hanya bisa menyabetkan pisaunya ke segala arah, hanya untuk membuat dirinya aman dari seragan burung nasar.  Noah merangkak menendang-nedang sesuatu yang  tiba-tiba mencekal kakinya dari dalam tanah, makhluk berlendir hijau yang menjijikkan.

Pikiran Mima melayang ke arah Tore dan Radith. Apakah mereka baik-baik saja?

Satu kilatan petir menggelegar di angkasa.

Tanpa tanda-tanda apapun. Tidak hujan, tidak angin, ataupun langit yang berawan. Hanya muncul begitu saja.   

Panah-panah petir menyusul, diiringi suara derak-derak bersahutan. Panah-panah cahaya itu puluhan jumlahnya, menciptakan garis-garis cahaya yang beterbangan bagai peluru kendali bercahaya. Langit menjadi terang benderang. Petir-petir itu seperti hidup, turun menyasar, menembak musuh-musuh, berbagai zombie dan monster yang tersambar langsung menggosong. Bau terbakar langsung tercium dimana-mana.

Mima langsung menoleh.

Radith.

Kaki Radith bersimpuh dengan satu lutut di depan, seperti pendekar yang sedang bersimpuh. Kedua tangan Radith menekuk, telapak tangannya bersatu di tengah seperti menghormat silat, tepat di depan wajahnya. Matanya menyala-nyala dengan konsentrasi penuh,  tubuhnya bercahaya dan Mima bisa melihat kilatan-kilatan listrik meletup-letup dari permukaan tubuhnya. Satu letupan listrik yang melompat keluar, langsung meluncur menjadi panah, mencari sasaran.

Mima merasa darahnya ikut berdesir. Adrenalinnya membanjir. Kekuatan yang luar biasa.

Samar-samar, Mima mendengar rangkaian kata-kata bernuansa magis, yang dirapalkan Radit pelan-pelan dalam kekhusukan seorang dalang. Diikuti baju berperisainya di bagian dalam, mulai bersinar kehijauan. 

"BRAJAMUSTI!"
   
Bola cahaya berkecepatan tinggi meluncur, menghantam padang pasir di tengah pusat serangan musuh. Pasir-pasir bertebaran di udara, asap hitam bergulung. Serangan tanpa henti dari udara dan darat mereda tiba-tiba.

Mima dan Noah, juga para prajurit yang tersisa, terkesima menatap area padang pasir di depannya. Ada lubang besar menganga, seperti baru saja terkena bom. Burung-burung nasar beterbangan di atasnya, berputar-putar kebingungan. Gurita raksasa kering sudah tak ada, tinggal tentakel-tentakelnya yang bergeletakan hangus, menyebarkan bau gurih mirip masakan seafood.

"Ini hanya sementara. Karena serangan mereka tak pernah mereda. Monster-monster itu tak pernah habis. Dalam beberapa menit, mereka akan muncul lagi untuk menyerang. " Seorang prajurit Alforea menyahut di belakang mereka.

Seorang lelaki berjenggot, rambutnya putih keriting ala Eropa. Badannya tinggi jangkung dengan perut yang agak gendut. Usianya mungkin sudah limapuluhan. Tangannya memegang sebuah senapan mesin yang masih berasap. Pakaian prajuritnya yang berwarna cokelat kemerahan, ala eropa tapi berzirah logam, sedikit berwarna lebih gelap dengan yang dipakai prajurit lainnya. Mungkin dia pemimpinnya.

"Kalian pasti peserta Battle of Realms. Yang memiliki kekuatan semacam itu hanya orang-orang istimewa yang diundang Tamon Ruu." Ia melirik Radith dengan pandangan iri.

Radith sudah kembali seperti semula, cahaya tubuhnya meredup, ia mengatur nafas dan berusaha menstabilkan prana, meski tubuhnya masih mengeluarkan asap yang menguar-nguar hangat. 

"Siapa kau?" tanya Mima.

"Leo Ponna. Jenderal yang bertanggungjawab di sini." Jawabnya, sambil menepuk-nepuk bajunya yang penuh pasir.  "Jadi, kalian bala bantuan yang dikirim Tamon Ruu, untuk menyegel Tamon Rah?"
  
"Menyegel?"

Jenderal Leo mengerutkan kening. "Apa maid tidak memberi tahu? Perang monster ini baru permulaan."

Jantung Mima berdegup, tapi gairah yang aneh menjalari tubuh dan otaknya. "Apa selanjutnya?"   

Jenderal Leo mendongak ke atas.

Keempat orang itu ikut mendongak. Bulan Alkima, seperti bulan di bumi, sama bundarnya  dan bersinar putih. Namun, terlihat jauh lebih besar seperti bola raksasa yang memenuhi langit. Bahkan Mima bisa melihat jelas permukaannya yang bopeng-bopeng tak rata. 

"Itu. Sang monster utama."

Ada retakan kecil di permukaan bulan Alkima, membuat bulan itu tampak seperti bola kristal rapuh di langit. Diiringi suara ringkikan menyeramkan membahana, memekakkan telinga dan menyebarkan atmosfer yang mengancam.

"KHIIIIEEEEEEEEKK…"

Kemudian suara kelepak sayap, dan gedoran kaki kuda yang seperti menendang-nendang sangkar. Bulan Alkima bergetar, retakan itu menjalar semakin memanjang, seperti sesuatu sedang meronta, menedang-nendang dari dalam.

"Tamon Rah." Jenderal Leo berkata. "Kuda raksasa gila yang harus kalian segel."

"Kalau bulan adalah sangkarnya," Noah berkata dengan ekspresi mencekam. "sebesar apa dia?"

"Lebih besar dari gurita yang tadi." Jenderal Leo menjawab, lalu ia menunjuk ke arah utara.

"Kalian lihat, dua titik ungu di sana? Ada dua menara kristal. Terletak di dekat kastil yang merupakan kunci dari penyegelan Tamon Rah dan monster-monster yang tiada habisnya ini. Kalian hancurkan dua menara itu bersamaan, maka semua monster akan tersegel." Pria itu menjelaskan dengan suara pelan. Ia tampak tenang dan pasrah, sementara ringkikan Tamon Rah semakin membuat suasana semakin mencekam.  Hanya perlu beberapa saat lagi sebelum Tamon Rah terlepas dari bulan yang mengurungnya.

"Seharusnya itu tugas kami. Namun mereka terlalu kuat. Anak buahku banyak yang menjadi korban. Mereka sudah lemah dan ketakutan. Kami tidak sehebat kalian…" ia terdengar putus asa, Mima langsung curiga jangan-jangan sang jenderal pun berniat lari.  

"Hentikan, jenderal!" potong Mima. "Terlalu awal untuk menyerah saat ini. Masih ada jalan keluar!"

Sang Jenderal terpana sejenak.

"Kau punya rencana?"

Mima mengangguk, bibirnya tersenyum, matanya menyala-nyala.

"Pertama-tama, pinjami kami tali dan senjata…. "

::

3rd Section

CRITICAL POINT

::

"Root password." Noah mengeja pelan. "Setidaknya, aku bisa menghapus ingatan tentang rasa takut para prajurit yang tersisa, agar mereka bertempur tanpa rasa takut. Mereka bisa mendukung kita untuk membuka jalan." Ia mengetikkan jemarinya dengan lincah di atas keyboard hologram Smartwatch. Ia sedang mengakses database ingatan para prajurit Alforea yang saat ini masih hidup di padang pasir Orosh.

Retakan di bulan mulai merekah. Satu kaki kuda bertapal besi yang mengeluarkan api, menendang keluar, diiringi suara gemuruh dan ringkikan menakutkan. Seperti kuda yang keluar dari cangkang telur.

"Lakukan dalam waktu lima menit." Mima menjawab cepat, ia menyelepangkan tali dan satu meriam kanon kecil yang dipinjamkan Jenderal Leo pada mereka, juga melemparkan satu ke arah Noah. Tapi Noah masih sibuk dengan smartwatch-nya sehingga benda itu hanya jatuh ke tanah di samping Noah.   

Tak peduli dengan sikap acuh Noah, Mima berganti mem-briefing dua anggota yang lain sembari mengantongi beberapa granat dan sebuah pistol yang dipinjamkan Jenderal Leo.

"Tore, kau akan membukakan jalan dengan kekuatanmu. Lalu aku akan berlari paling depan, mendekati menara. Diikuti Noah.  Tore berikutnya berjaga di lini tengah. Dan yang terakhir, Radith, kau paling belakang. "

"Tidak seharusnya kau di depan, Mrs. Reid. Kau wanita!" Protes Tore, diikuti anggukan setuju Radith.

"Tapi aku yang paling gesit. Gerakanmu dan Noah tak secepat aku, Tore. Sedangkan Radith, kau yang menurutku paling kuat untuk menghadapi Tamon Rah." Mima menatap Radith. "Maaf, kau yang harus menghadapi monster itu dulu, sementara kami mendekat ke menara. Tore akan membantumu setelah membukakan jalan."   

"Makhluk itu besar sekali." Radith menahan nafasnya, menelan ludah di tenggorokannya yang terasa kering. Ia bukannya takut, hanya merasa tak berpengalaman. Matanya melihat ke langit. Bulan sudah meretak semakin lebar, Tamon Rah mulai mengeluarkan sebagian badannya. Ia mewujud dalam kuda raksasa berwarna gelap dan bersurai api, kepalanya meronta dan mengeluarkan uap panas dari lubang hidungnya. Satu sayapnya mulai mengepak keluar dari kurungannya, dan setiap kepakannya menyebarkan jilatan api berwarna jingga.  

"Kau kuat. Kau punya kekuatan yang hebat, aku telah menyaksikannya.  Lakukan apa yang harus kau lakukan, percaya pada dirimu sendiri!" Mima menepuk bahu Radith, menatapnya lurus penuh kepercayaan.

Radith menarik nafas. 

"Baiklah, kami percaya pada rencanamu." Tore mengangguk.

"Sebaiknya begitu." Noah memanggul meriam kanon yang diberikan Mima.

Karena kau sebenarnya bukan orang sembarangan. Hanya Noah yang mengetahui biografi dan statistik kemampuan Mima yang sesungguhnya, ketika pertama kali menganalisis data Mima di dalam heli.

"Monster-monster baru bermunculan di depan."

Monster-monster baru yang masih segar, mulai kembali bermunculan. Jenderal Leo berteriak memperingatkan mereka, dan menyuruh pasukannya kembali bersiaga. Di atas, Tamon Rah berhasil melepaskan diri sepenuhnya. 

"Kita berlomba dengan waktu! Ayo!" Mima membalikkan tubuhnya, menatap dua titik cahaya ungu beberapa ratus meter di depan, mulai melangkah yakin. Noah mengikuti Mima di belakang, bazooka-nya bertengger di punggung. Tore mulai bersiap untuk mengeluarkan kekuatan. Sedang Radith, tetap berdiri siaga, menatap Tamon Rah yang mulai terbang mendekat ke daratan. Jenderal Leo dan pasukannya yang tersisa, sepeti mendapatkan tenaga yang baru, bersiap dengan senjata masing-masing.      

"SERAAAAANG!" Jenderal Leo berteriak.

Mima mengambil granat pertama di saku, sembari berlari, melemparkannya sekuat tenaga ke depan. Ledakan keras membuyarkan kumpulan monster di depan. 

Tore langsung mengarahkan kedua telapak tangannya, seketika itu permukaan pasir tempat Noah Mima berdiri terangkat ke atas.

"AAAAAAAGGGGH!" Ia berteriak keras, dan sebuah jalan batu tercipta membentang lurus ke depan, diiringi suara gelegar. Tore menciptakannya beberapa meter lebih tinggi dari permukaan, untuk memastikan kedua rekannya aman dari gangguan. Jalan itu langsung membentang seperti tebing batu yang membelah medan peperangan.

Mima dan Noah langsung  berlari secepat mungkin menyusuri jalan buatan itu, sebelum monster-monster itu berhasil memanjat dan mencegat langkah mereka. Ketinggian memang memberikan keuntungan. Tapi serangan dari udara juga harus dipikirkan. Masih sambil berlari, Mima mengeluarkan pistol dan mengokangnya.

Mima membidik sasaran beberapa meter di depannya, lalu menarik picu, menembak. Satu burung nasar yang mengincar dirinya dari udara terpental menjauh.

Aha, berhasil! Mima tertawa dalam hati. Latihannya bersama Jade berguna. Kemampuan tembaknya yang telah berkarat kembali seperti semula. Dengan sedikit lebih percaya diri, Mima kembali membidik sambil berlari, menghalau serangan-serangan burung nasar dari udara.

Rasakan itu, monster! Ibu rumah tangga itu ahlinya multasking…

Di belakang, Tore menciptakan perisai pasir untuk melindungi jalan batu yang dibuatnya.  Sedang Radith bersiap untuk menghadapi makhluk raksasa itu. Kuda paling menjijikkan yang pernah dilihat oleh Radith.

Tamon Rah, lima puluh meter tingginya, ia mulai mendarat, mengendus-endus liar, seperti marah. Permukan kulitnya hitam legam dan bersisik, matanya merah liar, surai dan sayapnya mengeluarkan api yang menjlat-jilat berwarna jingga.    

"GROOOOOOOOAAAAAA..!" Makhluk itu mulai mengamuk, mulutnya menyemburkan api jingga. Sayapnya mengepak dan dari setiap bulunya yang hitam, menyebarkan bola api-bola api ke segala arah. 

Radith membuat posisi tubuh seperti memanah. Satu tangannya mengarah ke Tamon Rah.

"Lindungi aku, Tore. Aku akan menghajarnya." Radith membidik.

"Beres!" Tore melemparkan satu monster slime hijau yang mendekati Radith, lalu mengangkat tubuh satu zombie yang mendekati mereka, dan menggunakannya sebagai senjata untuk menghalau yang lain. Sesekali, ia menggunakan pasir dan batu untuk terbang menyerang musuh yang mendekat satu-satu. 

Petik kembali menggelegar dari langit, tubuh Radith kembali bercahaya.

Satu bola cahaya, seperti entitas yang padat dengan kilat-kilat berkerisik muncul di tangan Radith.

Tamon Rah berhenti bergerak liar, menoleh ke arah mereka berdua. Radith terkesiap ketika monster itu seperti menatap dirinya. Hatinya sedikit gentar. Tapi, ia sudah berada dalam mode siap menyerang.

"Sepertinya ia mengetahui keberadaan kita!" Tore berteriak.  Monster itu mulai berlari mendekati mereka. 

Radith mengeraskan rahangnya, mencoba berkonsentrasi. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Terngiang suara Mima.

Tembak!

Bola cahaya itu langsung membesar dan meluncur dengan kecepatan tinggi, menghantam kepala Tamon Rah. Diikuti bola cahaya kedua, yang menghantam satu sayapnya.  Tamon Rah terpental mundur sejenak, tambah menggeliat marah. Lalu menyemburkan api dengan ganas ke arah mereka. Tore membangun dinding pasir sebagai perisai. Tapi, para zombie mulai mendekat dari belakang.

Dor! Dua zombie jatuh tergeletak. Kapten Leo berdiri tegak beberapa meter di belakang mereka, dengan senapan di tangannya.

"Urus monster itu, kami akan mem-back up!"

Sementara itu, Mima semakin mendekati kastil. Dua menara ungu kristal terlihat semakin jelas. Beberapa puluh meter di depan.

"Noah! Kita sudah sampai…" Ia berhenti dan berbalik.

Tak ada siapapun di belakangnya. Mima langsung panik.

"Aku masih di belakang…." Sayup-sayup terdengar teriakan Noah, mungkin masih beberapa ratus meter tertinggal di belakangnya.  Mima menyerapah pelan, mengumpat dirinya sendiri, melupakan fakta kalau kebugaran fisik Noah tak seprima dirinya.

Mima melihat monster mumi, kurcaci dan zombie keluar dari gerbang kastil, juga burung-burung nasar dan monster-monster melata hijau itu. Mereka seperti tiada habisnya. Rupanya sumber monster-monster itu memang kastil ini!  Namun, kastil tua yang terlihat angker itu memiliki dua menara kristal yang tinggi menjulang, seperti dua tiang lurus berkilauan di tengah langit malam.

Mima membidikkan bazooka-nya. Satu matanya memicing. Lalu menarik picu.

Satu peluru meriam meluncur ke arah menara di sebelah kiri. Namun seketika Mima merasa bahunya dihantam sesuatu yang kecil, tajam dan menusuk, yang membuat tubuhnya terpental beberapa meter ke belakang. Susah payah Mima bangkit, dan ia melihat sebutir kristal ungu kecil jatuh dari bahu kanannya. Untung saja ia mengenakan mantel  Mercenary yang anti peluru. Sepertinya menara itu memiliki sistem pertahanannya sendiri.

Satu menara meledak, runtuh dan patah menjadi dua. Tetapi, yang terjadi berikutnya membuat Mima terkesiap. Patahan menara kembali terangkat, menyambung ke tempatnya kembali, dan juga beberapa rerutuhannya, kembali ke tempat semula. 
  
Kalian hancurkam menara itu bersamaan, semua moster akan tersegel.

Mima memaki dirinya sendiri. Bodoh! Sepertinya aku mulai lapar...

"Mimaaaaa…" Noah berlari mendekat. Menjumpai Mima yang masih terduduk, hanya memandang menara yang utuh kembali.

"Kau punya makanan?" Mima langsung bertanya. Noah yang berjalan terhuyung dengan nafas tersengal-sengal justru membungkuk, mengatur nafasnya kembali. Berlari cepat selama beberapa kilo bukan keahliannya sama sekali. Dan Mima melakukannya seolah tanpa kesulitan.

Mima merasa perutnya mulai keroncongan.

Noah melemparkan batangan cokelat.

"Aku tahu kelemahanmu lapar. Di Alforea tadi aku sempat membeli satu."

Mima langsung membukanya, memakannya dengan lahap, dan kembali berdiri.

"Peluruku habis. Tinggal bazooka-mu yang tersisa." Mima mengusap bibirnya, takut belepotan coklat. "Berapa peluru roket  yang kau bawa?"

"Dua." Noah menjawab tanpa ekspresi.

"Aku hanya tinggal dua granat." Dua benda itu tersimpan aman di saku mantelnya. "Dan satu pistol…" Juga pisau dapur dan beberapa garpu, pikiran Mima berpacu.

Ia mengeluarkan talinya. Dan berjalan ke ujung jalan. Jalan yang dibuat Tore tingginya kira-kira dua puluh meter dari permukaan padang pasir, cukup tinggi untuk tidak dipanjat oleh monster. Tapi jalan itu hanya sampai depan kastil, tidak sampai menara. Mima mencoba mengkalkulasi bila ia harus melompat dengan tali.

"Sekitar limapuluh meter, jarak dari ujung jalan ini ke menara kiri." Noah berkata, melirik Smartwatch-nya yang melakukan scanning penuh terdapat data apapun yang dimasukkan, termasuk kondisi ligkungan sekitar. "Ia punya mekanisme pertahanan menembakkan proyektil kristal pada apapun yang masuk dalam range lima meter."

"Tapi, tadi peluruku lolos mengenainya. Berarti tembakan proyektil itu tidak terlalu cepat. Fungsinya bukan untuk menghalau serangan, hanya untuk mencegah siapapun mendekat."  Mima mulai mengulurkan tali.

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menyerangnya dari dekat. Menggunakan tali." Mima menjelaskan rencananya secepat mungkin. "Aku akan melompat dengan tali dari sini, lalu melemparkan granat ke menara kiri. Sementara itu, kau tembak menara yang kanan. Harus bersamaan."

"Itu gila." Tapi ekspresi Noah hanya sedikit berubah.

"Layak dicoba." Mima menancapkan pasak lalu berjalan ke pinggir tebing. Menatap bawah, dan juga menara yang terasa seperti bermeter-meter jauhnya.

Aku sudah berada disini, berhasil bertahan hidup setelah dijatuhkan dari ketinggian beratus-ratus meter, sudah terlalu dekat untuk mundur dan merasa takut.

"Aku mengenakan mantel anti peluru. Yang harus hati-hati adalah kau. Menara itu menembakkan proyektil kristal setiap ada yang mendekat dalam jarak lima meter. Bila kau menembakkan peluru kanon, proyektil-proyektil kristal akan menyerbumu."

"Bukan itu yang kukhawatirkan," Sahut Noah, mulai melepaskan rompi dan kemejanya, mengangkatnya ke atas kepalanya untuk melindungi diri. Pelindung tpis itu jelas tak sebanding bila dibanding mantel  Mima yang anti peluru. Tubuh dan kulitnya yang kurus terlihat ringkih di balik kaos putihnya.  

 "Aku tak pernah memegang benda ini. Semoga aku bisa membidik dengan benar." Tapi Noah mulai membidik, memicingkan mata ke arah pisir pembidik, mencoba memastikan sasarannya.

"Kau pasti bisa. Jangan pikirkan kegagalan." Mima mulai berlari mundur beberapa langkah. "Kau seorang mind controller, kan?" tantang Mima.

Noah hanya mengangguk pelan. Terimakasih, itu membesarkan hatiku, sahutnya dalam hati.

"Pastikan kodenya terdengar dengan jelas. Agar menaranya hancur bersamaan."

Mima menundukkan tubuh, tali sudah ia belitkan di tangan.  Lalu kakinya memijak tanah kuat-kuat, berlari dengan kecepatan tinggi ke ujung jalan yang dibuat Tore. Di ujung, dengan seluruh tenaga, ia memijakkan kakinya, melompat terbang di udara, di atas para zombie dan moster yang hanya bisa melihatnya.

Mima merasakan tubuhnya melayang, seperti ringan sejenak, ada kebebasan ketika berada dalam posisi seperti ini, dengan satu tali di tangan. Tangan yang lain meraih granat, menggigit lepas ujungnya, melemparkan ke arah menara di sebelah kiri.

"TEMBAK!" teriak Mima, sekencang-kencangnya. Memberikan kode untuk Noah menembak.

Proyektil-proyektil kristal meluncur berturutan dengan kecepatan tnggi.

"Ukh!" Noah terpental dengan darah muncrat dari kepalanya. Pelindungnya sama sekali tak berfungsi. Tubuhnya langsung tergeletak. Tak ada peluru meriam yang meluncur untuk menghancurkan menara kedua. Rencana gagal.

Mima, masih berada di udara, melihatnya.

"NOAH!" ia hanya bisa memanggil.

Noah tak menjawab, tubuhnya tak bergerak. Ayunan tali bagai pendulum mengembalikan Mima ke pinggir tebing buatan, Mima menahan tubuhnya tak membentur pinggiran tebing dengan menjejakkan kakinya yang menekuk lentur. Ia memanggil Noah lagi, tapi tak ada jawaban di atas sana. Menara kiri hancur karena granat yang dileparnya, tapi lalu kembali berdiri seperti semula. Tegak, seperti tak tersentuh.

Mima menggingit bibir. Rasanya ia ingin menangis. Kehangatan rumah mulai memanggil-manggilnya untuk kembali.

Weasel, Orlick, Philla…

Jade. Brother…

Bayangan sosok Jade terbayang dalam ingatannya. Rambutnya yang putih perak, kacamatanya yang sebenarnya aksesoris, dan wajahnya yang selalu menyunggingan senyum. Kalau Jade disini, apa yang akan ia lakukan..? Apa yang akan dilakukan Jade..?

Perang memiliki irama, Mima.

Terngiang suara Jade. Teringat perbincangan ringan setelah berlatih Equilibrium di waktu luang bersama Jade.

Kapan harus menyerang, kapan harus bertahan, kapan harus menyerang mati-matian dengan mempertaruhkan segala sumber daya yang ada. Para ahli strategi memahami hal itu.

Mima tahu jelas, saat ini opsi yang tersisa adalah yang terakhir; bertarung mati-matian menembus jalan, mencoba untuk menghancurkan kedua menara bersamaan. Mungkin ini pilihan yang buruk. Ia bisa kembali ke belakang untuk meminta bantuan Tore dan Radith, itupun kalau mereka bertahan…

Mima menyesal, seharusnya ada strategi yang lebih baik. Seharusnya Tore diajak menyerbu ke menara, bukannya Noah. Tore bisa menciptakan menara pasir untuk membantu mereka mendekati menara  dari atas, lalu menghancurkannya. Bukannya Noah, yang ringkih dan tak bisa bertahan. Ah ya, seharusnya seperti itu …. Mima memaki dirinya sendiri, menyesali lubang besar dalam strateginya.

Suara Tamon Rah meringkik ganas, menggema di kejauhan, disertai gemuruh dan jilatan api yang menjalar.

Ah, tapi ada Tamon Rah. Kuda itu terlalu ganas untuk dihadapi para prajurit Alforea yang tersisa, hanya Radith dan Tore yang bisa menghadapinya.

Setidaknya, kalau aku kalah, aku bisa pulang. Radith dan Tore mungkin akan bertahan. Sedang Noah… 

Mima menggigit bibir. Ia menatap ke bawah. Pasukan monster dan zombie masih berkumpul di permukaan, berjalan lambat ke arahnya dan arah Tamon Rah berada.

Haruskah aku loncat, nekat mendekati menara?

Suara Jade kembali terngiang. 

Ada satu fenomena alam yang dinamakan anomali air. Itu fenomena alam.  Ketika suhu mencapai titik didih kritis, maka suhu air yang dipanaskan akan berangsur-angsur turun. Titik didih kritis ini juga berlaku dalam perang, yang seringkali disebut dengan 'keberuntungan tiba-tiba'. Tidak ada salahnya mencoba hingga titik darah penghabisan. Siapa tahu, semesta mendukungmu ketika berada di titik kritis, berupa bantuan yang tiba-tiba datang…

Yang penting jangan pernah putus asa.

Mima menarik napas, menahannya sebentar, lalu menghembuskan nafas dengan keras, berusaha meluruhkan segala rasa takut dan keputusasaan.

Aku tak boleh ragu!

Ia melepaskan tali yag dipegangnya dan melompat ke bawah.

Para zombie menyerbunya. Mima menembak dengan pistol, lalu melangkah dengan langkah pertama dari enambelas set Equilibrium, bela diri langka yang menyatu dengan darahnya sejak kanak-kanak. Jade telah memodifkasinya sehingga bukan menjadi ilmu tangan kosong biasa, namun juga bisa digunakan dengan senjata api ketika harus melawan musuh berjumlah banyak.

Langkah ke kiri, dor. Langkah ke kanan, dor dor, langkah putar pukul dan tendang. Merunduk, berbalik, meliuk. Mima mencabut pisaunya dengan tangan kiri, menyabet cepat dan satu kepala zombie melayang.  

Masih beberapa meter menuju menara kiri… apakah aku akan bertahan?

Mima berencana mendekati menara kiri, mencoba menghujamkan pisau stainless ACE itu kearah menara kristal, entah itu berhasil atau tidak, sekaligus melemparkan granat terakhir yang dimilikinya ke menara kedua. Jaraknya cukup untuk satu jangkauan lemparan, tapi…

Monster-monster mulai memegangi kakinya, tubuhnya, Mima terpojok, dan hanya bisa mempertahankan diri dengan gerakan yang mulai melemah…

Ia merasa semuanya akan berakhir ketika akhirnya, titik kritis itu tercapai.
  
DUAR!

Satu ledakan besar meledak di dekat Mima, membuat tubuhnya terpental dan berguling-guling menjauh. Untung ia dilindungi mantel. Monster-monster dan zombie yang menyerbunya tadi, tercerai berai oleh ledakan.

Mima terperangah, ia melihat ke atas. Siapa yang menembakkan itu?

Noah, memanggul bazooka yang masih berasap, matanya menatap Mima di bawah, nyalang. Darah mengalir dari dahinya, kacamatanya retak di kedua lensa. Tapi ia masih hidup dan bernapas.

"Hancurkan menara kiri, aku akan menghancurkan yang kanan!" Teriak Noah keras.

"Satu peluru terakhir, tidak boleh gagal!"

Mima bangkit. Zombie dan monster barisan yang berikutnya mendekatinya. Mima langsung mengambil granat terakhir di saku, melepas penutupnya, melemparkannya sekuat tenaga ke arah menara kiri.

Noah menembakkan meriam ke arah menara kanan.

Proyektil kristal berhamburan dari menara. Mima berlutut meringkuk, melidungi diri dengan mantel  Mercenary. Noah merebahkan diri ke belakang, sekedar menghindari proyektil-proyektil kristal sekenanya.   

Menara meledak bersamaan. Yang kiri runtuh di bagian dasar sedang yang kanan meledak di tengah-tengah. Terdengar suara berderak pelan menara yang runtu, diikuti debuman keras menara kanan yang runtuh, menimpa monster-monster di bawahnya yang berlarian tak tentu arah.

Lalu… suasana menghening sejenak, sunyi. Para monster berhenti bergerak.

Noah bangkit, duduk dan menyeka darah di keningnya. Mima, di bawah, menyibakkan mantelnya pelan-pelan, pisau dapur masih dipegangnya kencang.

Suara meyayat yang menyakitkan telinga terdengar di segala arah. Termasuk suara Tamon Rah di kejauhan. Tubuh para monster menghitam, seperti terbakar api yang tak terlihat. Tubuh mereka mengering, tinggal tulang belulang, hingga hancur menjadi abu, menyatu dengan pasir yang ditiup angin.

Di belakang, Tamon Rah mengamuk, ketika bulan Alkima bersinar cemerlang, begitu menyilaukan hingga Radith dan Tore harus melindungi pandangan mata dengan tangan.  Tamon Rah meringkik, lengkingannya menyakitkan telinga yang mendengar. Lalu tubuhnya yang hitam mulai mengulur seperti karet elastis.

Radith dan Tore melihat pemandangan itu dengan takjub. Tubuh Tamon Rah seperti ditarik, diserap kembali dengan paksa ke dalam retakan bulan Alkima.

Ketika hanya tinggal kepalanya yang terlihat, dua cahaya ungu berkilau dari arah kastil, menembak seperti bulan Alkima bagaikan sinar laser. Retakan bulan kembali merapat, dengan tanda X berwarna ungu seperti ukiran besar di permukaan Alkima. Seperti isolasi berwarna ungu di permukaan bulan, yang digunakan untuk menambal keretakan.

Monster-monster ikut menghilang. Suasana sunyi selama beberapa detik.

Lalu sorak kemenangan membahana di segara arah. Jenderal Leo memeluk Tore dan Radith dengan penuh rasa syukur, dan berterimakasih berkali-kali.

"Mereka berhasil." Sahut Radith, sabil menatap Tore, lalu menata jalan yang dibuat Tore, yang masih membentang ke arah menara.

"Ya." Tore mengangguk. "Mrs. Reid dan Noah berhasil."

Radith merebahkan diri ke permukaan pasir. Mengendurkan otot-ototnya yang tegang. Prananya terkurang cukup banyak. Sejujurnya ia sendiri tak yakin apakah bisa bertahan lebih lama lagi, kalau Noah dan Mima tak segera menghancurkan menara.

Lakukan apa yag harus kau lakukan. Percaya diri.

Radith tersenyum. Lalu bibirnya menyenandungkan sebuah lagu. Hip-hop modifikasi dari sebuah karya pujanngga Jawa lama.

"Lihat, Radith." Tore menunjuk ke angkasa. Sebuah titik merah menurun, mendekat ke arah daratan. Ternyata cahaya lampu dari sebuah pesawat tempur berwarna pink. Jenderal Leo langsung berlari menyambut pesawat itu.  

"Sepertinya kita dijemput." Tore bernafas lega. 

"Oh ya! Mereka harus menjelaskan perihal terjun bebas tanpa parasut itu!" Radith langsung bangkit dengan wajah marah.

::

4th Section

TRANQUILITY

::

Berangkat dengan berlari, pulang berjalan kaki.

Mima dan Noah berjalan santai  kembali ke tempat semula, tempat Radith dan Tore berada, dan lokasi para prajurit Alforea berkumpul. Kali ini mereka jauh lebih santai dan rileks.

"Kukira, dengan begini kita lolos babak penyisihan." Sahut Mima. "Empat, kalau Radith dan Tore berhasil bertahan."

"Aku tak ingin berhadapan denganmu." Potong Noah. Kepalanya sudah dibalut seadaanya dengan carikan apron Mima. Kemeja dan rompinya ia talikan di pinggang.

"Kalau itu terjadi," Mima tersenyum, lalu menepuk punggung Noah.

"… kau sudah harus lebih baik." 

Noah menyunggingkan senyum tipis.

Aku sungguh-sungguh. Aku tak ingin berhadapan denganmu. Shell acess memberitahuku semua data tentang dirimu, termasuk siapa dirimu sesungguhnya di masa lalu. Cukup aku saja yang tahu… 

"Mbak Mima! Noah!" Radith melambaikan tangan di kejauhan, berlari menyambut mereka.

"Wah, mereka juga bertahan, bagus! Accidental team utuh!" Mima bersorak kegirangan.

Mima menyambut Radith dengan toss.

"Well done, Radith."

Lalu meninju badan Tore dengan akrab.

"Hebat, big guy! Jalan yang kau bangun sungguh membantu!"

Mereka menikmati euforia kemenangan sementara, sebelum Moe-six datang dan meminta maaf sambil menyembah-nyembah. EMO-six yang sebenarnya si pelaku kesalahan, hanya meminta maaf dengan ekspresi cuek sambil membawakan sebuah tablet. Tuan Hewanurma terlihat di layar.

"Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan kalian. Jatuhnya kalian tanpa parasut adalah sebuah kesalahan, bukan kesengajaan. Mohon dimaafkan," Suara Hewanurma yang berwibawa terdengar di layar.

"Tetapi, usaha kalian bertahan untuk selamat setelah dijatuhkan, juga keberhasilan menyegel kembali Tamon Rah, menujukkan kalian sangat layak untuk lolos babak penyisihan. Selamat, Accidental Team! Kalian bisa kembali ke Alforea dan beristirahat sambil menunggu babak selanjutnya!"

"Tunggu, aku punya pertanyaan! Kenapa kami tidak dikirimi bala bantuan armada udara…" Jenderal Leo baru akan menyampaikan protes, tapi Hewanurma langsung memutus pembicaraan.

Singkat cerita, keempatnya diangkut kembali menggunakan pesawa tempur yang tadi. Moe-Six harus rela dimarahi Radith, dan Tore menceramahinya dengan kata-kata lembut yang terdengar membosankan, sedangkan Noah hanya melemparkan pandangan maut ke arah maid itu.

Bagaimana sang leader? Mima hanya menanyakan apakah ada ransum untuk makan malam di pesawat, yang dijawab Moe-six dengan langsung mengambilkan makanan dalam nampan. Keempatnya makan dengan lahap, termasuk Mima yang perutnya sudah keroncongan sejak tadi.

Tiba di Despera, para peserta langsung diantar ke hotel bintang lima, yang kemegahannya tak pernah dibayangkan Mima. Lobinya bergaya Eropa, dengan lantai porselen yang amat bersih hingga memantulkan apapun yang berdiri di atasnya. Beberapa peserta lain, kotor dan babak belur sama seperti mereka, juga mulai berdatangan. Accidental team harus antri sejenak untuk mendapatkan jatah kamar.
      
Mima memisahkan diri sejenak, mencari tempat yang lebih tenang. Satu sudut yang remang di balkon di halaman depan lobi, yang menghadap ke kastil utama Despera. Mima mencari posisi nyaman duduk di pagar, lalu mengeluarkan ponselnya diam-dian.

"Kau beruntung, bisa membawa benda itu."

Mima berbalik kaget. Ada seseorang di sebelahnya, yang juga berdiri menghadap pagar. Kakinya menginjak ujung papan Skateboard, yang langsung ditangkap dengan tangan kirinya, cukup cekatan untuk membuat Mima menduga ia seorang skater pro.

Orang itu mengenakan topeng dari kardus bergambar smiley. Rambutnya ikal gondrong coklat tua. Celanaya pendek dengan kaos V-neck yang kedodoran, seperti layaknya anak-anak lelaki remaja. Tapi Mima sudah terbiasa untuk tidak menilai seseorang dari penampilannya saja.

Matanya, menatap dari balik topeng. Korneanya berbetuk dua garis berpalang, seperti sebuah notasi matematik.

Tatapannya di balik topeng terasa seperti menelanjangi. Mima merasakan seluruh dirinya, termasuk masa lalunya yang telah lama ia tinggalkan, sedang dinilai dan dikalkulasi. Sensasi aneh itu justru membuat darahnya berdesir, jantungnya berdegup dan inderanya kembali waspada. Meskipun lawan bicaranya, tak terlihat berbahaya.

"Kalau tak keberatan, aku mau menelepon." Sahut Mima, setengah mengusir. Tapi hatinya bertanya penasaran.

Siapa kau?

"Maaf." Lelaki itu kembali meletakkan papan skatnya di lantai. "Namaku Onesta Stagiare. Panggil aku Stag."

"Stag." Mima mengulangi. Apa kau bisa membaca pikiran, Stag?

"Akan kuingat nama itu. Namaku Mima Reid."

"Maaf aku menganggu." Stag berbalik, menaiki skateboardnya perlahan. Sebelum menghilang di balik pintu, ia menoleh lagi.

"Have fun, Mrs. Reid. And be careful."

Selamat bersenang-senang, dan berhati-hatilah. 

Pada dirimu sendiri.

Berusaha mengenyahkan pikirannya yang tiba-tiba penasaran, Mima kembali memejet tombol-tombol ponsel milik Jade. Mencari nomor Weasel. Hatinya melonjak gembira ketika menemukan nomor Weasel di phonebook, lalu buru-buru menekannya dengan jantung yang berdegup riang.

Terdengar nada panggil beberapa kali. Lalu sebuah suara menyahut di seberang sana. Suara yang ia rindukan. Dengan latar belakang suara anak-anak yang ribut. Terasa lebih ribut daripada hingar-bingar perang beberapa jam lalu.

Mima tersenyum dalam hati, batinnya terasa ikut menyejuk, ketika angin malam sepoi-sepoi membelai rambutnya .

"Weasel? Bagaimana anak-anak?"
      



 

 

14 comments:

  1. Wihiii~

    Entri terpanjang saat ini.

    Tapi panjangnya ga ngebuat entri ini susah diikutin. Bahasa yang dipake lumayan ringan meski campur" Inggris dan terkesan serba langsung, jadi ga memberatkan yang baca juga. Selain itu di sini ada cameo Tan Ying Go sama Onesta Stagiaire juga - apa ada rencana mau make mereka buat plot ke depan, tapi ga comaptible buat im prelim?

    Btw Mima ini jadi ngingetin salah satu oc saya di BoR pertama yang juga action-mom, meski Mima ini lebih tua dan down-to-earth buat saya.

    Dari saya 8.

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. panjangnya sampe satu halaman blog.

      post yang lain sampe tenggelam, gk ada di halaman depan.

      Delete
  2. woah... panjang ya? Mungkin yang terpanjang yang pernah saya baca tapi bukan itu yang bermasalah. Mungkin, masih ada kata (-nya) yang bisa dipotong dan juga mix-language nya lumayan.

    overall : 8/10

    -Dhaniy Islaviore/Masqurade

    ReplyDelete
  3. Kayaknya lupa dikasih cut readmore makanya di halaman pertama jadi overkill #...

    Saya demen style masuknya yang semi flashback. Eksekusinya bagus! Mixed language saya rasa nggak terlalu mengganggu; mengganggu pun kayaknya saya keburu tenggelam di dalam plotnya sampai nggak sadar kalaupun ada yang mengganggu huehue.

    Satu saja sih soal bahasa inggrisnya yang agak menarik perhatian buat saya: 'yourself', bukan 'your self'. Legit sih, 'your self' itu, tapi penggunaannya sudah di luar penggunaan wajar, dan kesannya jadi ganjil aja waktu muncul di sini x)

    Anyway, 9/10! Saya cinta cinta cinta eksekusi overallnya, terutama sepanjang battle, tapi hati ini nggak bisa 100% nyaman dengan plot pembukaannya (bagian penjemputan dan perjalanan Mima ke Alforea), maaf. Selain agak terlalu otherwordly (soal dimensi itu) mengingat asalnya Bu Mima konon bumi 'biasa', juga terlalu clash dengan headcanon saya soal keseluruhan turnamen ini. Still very well done, though!

    ~ Stellene F.

    ReplyDelete
  4. Wow, panjang sekali! Membuat saya sadar: gak perlu takut kelamaan dan gak usah khawatir kuota 10k maksimal itu jebol #lupakansaja

    Ehem, mulai dari cerita. Saya suka gaya bahasanya, ngalir lancar dan kecepatannya sesuai yg saya harapkan. Walaupun banyak bgt, saya gak bosan membaca. Walau ada bahasa asing di sini, itu gak menganggu. Eksekusinya pun rapi, bahkan saya belum bisa melakukannya ... *hiks*.

    Minusnya mungkin, bagian awal yg bikin facepalm. Ya, yg prolog dimulai dgn teriakan ... teriakannya bunyinya lucu lagi. Akan lebih baik kalo pake deskripsi sahaja. Terus msh banyak istilah asing yg harusnya diitalic, meski ini bkan masalah fatal karena yg dinilai adl plotnya.

    Overall, saya kasih nilai 9.

    PS: Maaf pas di cerita saya, kemampuan Mima gak tereksplor semua :)

    ReplyDelete
  5. Penjemputan ke Alforeanya benar-benar baru, pakai helikopter. Yang saya agak bingung ternyata Mima dan Tan Ying Go masih satu dunia ya?

    Sebenarnya tulisannya rapi, tapi tak tahu kenapa saya ngerasa agak draggy ngebacanya. Misalnya di bagian pembukaan sampai dilempar ke padang pertarungan, kumerasa itu bisa lebih disingkat.

    Aksinya Mima mantep juga ya, dan dia tipe-tipe supermom #plak.

    Nilai : 7

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  6. Po - Fatanir

    Detil2nya bagus ini, terutama detil skill karakter2 yang terlibat, misalnya Noah yg secara fisik agak lemah, Tore yang lamban tapi kuat, Radith yang badass, etc. Cameo2 penampilan karakter lain juga berkesan jadi teaser utk match2 berikutnya.

    Minusnya, perjalanan menuju tempat perang berasa lebih detil dan penuh nuansa dibanding perangnya sendiri. Sementara pas perang dimulai, kyknya tiba2 udah selesai lagi.

    Kekurangan utama dari entri ini menurutku, ada di penggambaran kemampuan Mima. sementara penggambaran kemampuan Radith udah sangat bagus dan berasa dahsyat, sayangnya penggambaran kemampuan Mima di Equilibrium sendiri baru berkisar "putar ke kiri, dor. Menghindar ke kanan, dor" dan justru lebih minim deskripsi atau kesan pergerakan dibanding Radith. Kemampuan strateginya juga kurang kerasa, padahal klo SWAT itu kan bisa pake kode-kode tertentu atau isyarat tangan utk eksekusi strategi. Cara bicara pas membahas strategi jg bagusnya lebih rinci dan pake istilah kyk "poin A ke poin B, faktor pengganggu, manuver dari timur ke barat, pengalih perhatian, eksekusi", dsb

    Nilai 7

    ReplyDelete
  7. Entri yang panjang.........

    Detailnya asyik.
    tapi di tengah berasa dragging.
    apalagi pembatas/jeda yang dikasi hanya per "section", sedangkan di dalam 1 section tidak ada pembatasan paragraf, rasanya harus baca tanpa istirahat, langsung masuk mode jenuh..
    sempat mau saya drop baca di tengah.

    ada beberapa karakter yang rasanya dipaksakan muncul di sini...
    daripada menampilkan mereka rasanya lebih bagus pada keunggulan Mima...
    dan julukan The running mama di sini malah rasanya ndak tergambar, tapi lebih ke EX-SWAT MOM.

    but, still a good entry.
    good job mom!

    7/10

    _PITTA N. JUNIOR bertanya, apa pizza favorit keluarga ini?_

    ReplyDelete
  8. Oke, mari kita mulai komentar.

    Saya terkejut ketika sadar ternyata entri ini sebenarnya hampir mentok ke batas kata. Narasinya begitu mengalir buat saya dan terasa enak. Meski saya rasa ada kesan filler di beberapa bagian tengah. Tapi semuanya mengalir kok, jadi gak begitu masalah.

    Flashbacknya bagus, penggunaan kameo serta penggunaan karakter yang rapih dan apik. Momen seorang Noah yang saya kira tidak bisa apa-apa selain menjadi informan ternyata masih bisa bangun dan menembakkan rocket launchernya dengan baik itu adalah best moment.

    Saya pikir kekurangan cerita ini kurangnya di action sang mama itu sendiri. Saya kira akan ada lebih banyak fistfightnya antara sang mama dengan para monster yang akan melahapnya(?)

    Dan mendadak ingat the raid kalau lihat equilibrium <(")

    Tapi cerita ini sudah solid. 8/10 dari saya. Waiting to see more action from Ms.Reid kalau lolos prelim

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
  9. Ada apa dengan entri panjang? Panjang berarti entri ini menceritakan secara mendetail apa yang sebenarnya terjadi, runtut dan jelas. Inilah yang saya suka dari cerita panjang.

    Cuman ada satu kesalahan. "Jade tampan, berambut putih, dan berkacamata, sedang Jade brewok dan berambut panjang, selalu berkacamata hitam." Jadi mana ciri Jade dan mana ciri Weasel?

    Dan saya juga akan menyinggung yang katanya Mom Mima ikut turnamen ini gara-gara konspirasi. Konspirasi apa ya? Jelas-jelas Mima tahu dia menuju kemana dan apa yang akan ia hadapi.

    Satu lagi, adanya kata-kata penghubung yang menurut saya tidak pas dan sebenarnya jika tidak digunakan malah akan membuat naskah ini menjadi lebih bagus.

    Nilai 7

    - James Allard Jauhari

    ReplyDelete
  10. "Dia ini Momi Mima, kan Mmi?"
    "He-eng..." aku mengangguk padanya mengiyakan sambil men-scroll kembali ke bawah, melanjutkan bacaanku pada si Running Mommi.
    "Tapi... daripada keibuan, dia lebih kayak, badass Woman."
    "Aku juga setuju untuk hal itu, Fell."
    "Tapi dia ngebawa semua peralatan dapur."
    "Iyap."
    "Kenapa dia tidak mengeluarkan kemampuannya ya?"
    "Mungkin karena di Prelim ini, bukan kemampuan pribadi yang berpengaruh. Kayak kamu sendiri, di ceritamu, emang itu cairan Anti-koagulan digunakan? Kan enggak."
    "Hmm.. bener juga ya."

    ***

    Hai, Mba Rakai :) Apa kabarnya ta? Ummi di sini xD

    Ummi agak shock dengan ceritanya yang ternyata si Mima ini tipe Mommy yang Badass banget xD Umi kira dia akan lebih menampilkan sisi keibuannya xD

    Poin bagus dari cerita ini adalah,
    - setiap adegan yang detail. Untuk Ummi yang segala-gala kata dibayangin, penggambaran ceritanya oke xD bikin Umi kebayang banget apa yang sedang terjadi, siapa melakukan apa dan lain sebagainya.

    - Penggunaan POV3 serba tahu. Menarik juga Mba Rakai memakai POV3 tahu segalanya di Narasi. Umi udah lama banget enggak make POV ini, berasa nostalgia banget xD

    - Bawa HP antar dimensi. Belum keliatan di Ummi, HP itu bakal dipakai untuk apa, tapi itu menarik. HPnya bisa dibikin jadi plot device xD Tapi Ummi bingung, emang anggota SWAT di dunianya Mommi Mima tugasnya antar realms, ya?

    Bagi Umi, ceritanya menarik dan ndak muluk-muluk, alurnya juga linear, enggak dipanjang-panjangin. Karakterisasi Oke. Radith, Tore sama Noah dapet kesan masing-masing di Ummi. Alur, oke. Tapi The Fun, Ummi kurang merasa ini Fun xD Mungkin karena pembawaan mommy Mima yang terlalu serius? Mungkin juga karena ini Full aksi xD

    ***

    "Mmi, sadar Mmi!"
    "apa Fell?"
    "Ini si Momi Mima mau diapain?"
    "Ya dikasih nilailah, Fell. Apalagi?"
    "Ah si Ummi kayaknya stress skripsi."
    Akupun memandang Felly dengan tatapan tajam. Ga tau apa lagi sensitif sama skripsi!?

    ***

    The Fun : 2.0
    Karakterisasi : 3.0
    Alur : 2.0,
    Total : 7.0

    ***

    Maria Fellas - Bocah Lintah yang lagi... diam?

    ReplyDelete
  11. Lumayan panjang ya? Kalau saya penulisannya sedikit lebih bersih, mungkin saya gak akan terasa bacanya. Karena beneran, ini gaya bahasanya enak buat dibaca. Sayangnya typo-nya cukup noticeable di sini, dan itu bikin saya bacanya jadi agak tersendat.

    Dari segi pertempuran sudah luar biasa, walau saya agak menyayangkan jalan mereka yang agak terlalu mulus, sehingga pertempurannya pun tidak terlihat terlalu sulit dilalui.

    Anyway, ini sudah cukup bisa saya nikmati.

    Nilai 8

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
  12. Masya Allah, Mommy Yvika berubah jadi Mima Reid... eh, beda author XD

    Ah, Equilibrium, saya suka filmnya dan terpukau dengan beladiri pistolnya, ternyata ada gaya bertarung kayak gitu, dan Mima ternyata bertarung dengan gaya ini juga. Saya langsung jatuh cinta ^_^ sayangnya Mima udah punya anak dua :')

    Penggambaran suasana rumah tangga Mima kerasa banget, saya jadi iri dengan kemesraan Mima ma suaminya, sialan. Ini tontonan khusus dewasa, hanya ibu rumah tangga yang tau XD

    Masuk ke pertempuran, author lebih mengutamakan aksi Mima tentu saja, dibanding pertempuran Radith-Tore melawan Tamon Rah.

    Ada Cameo Bu Mawar, Tan Yin Go, bahkan Stag. Sayangnya Stag (plus Noah) malah WO. Tapi WO-nya Noah bisa dikasih alasan kalo melihat perkembangan karakter dia di sini, dia juga ngasih semacam hint soal masa lalu Mima.

    Gak ada keluhan soal gaya narasi ato teknik penulisan, top banget deh

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  13. Masya Allah, Mommy Yvika berubah jadi Mima Reid... eh, beda author XD

    Ah, Equilibrium, saya suka filmnya dan terpukau dengan beladiri pistolnya, ternyata ada gaya bertarung kayak gitu, dan Mima ternyata bertarung dengan gaya ini juga. Saya langsung jatuh cinta ^_^ sayangnya Mima udah punya anak dua :')

    Penggambaran suasana rumah tangga Mima kerasa banget, saya jadi iri dengan kemesraan Mima ma suaminya, sialan. Ini tontonan khusus dewasa, hanya ibu rumah tangga yang tau XD

    Masuk ke pertempuran, author lebih mengutamakan aksi Mima tentu saja, dibanding pertempuran Radith-Tore melawan Tamon Rah.

    Ada Cameo Bu Mawar, Tan Yin Go, bahkan Stag. Sayangnya Stag (plus Noah) malah WO. Tapi WO-nya Noah bisa dikasih alasan kalo melihat perkembangan karakter dia di sini, dia juga ngasih semacam hint soal masa lalu Mima.

    Gak ada keluhan soal gaya narasi ato teknik penulisan, top banget deh

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete