14.5.15

[PRELIMINARY] ADHYASTA DARTONO GASPARD - IA BUKANLAH ORANG MESUM HANYA KEADAAN YANG MEMBUATNYA TERLIHAT DEMIKIAN

ADHYASTA DARTONO GASPARD - IA BUKANLAH ORANG MESUM HANYA KEADAAN YANG MEMBUATNYA TERLIHAT DEMIKIAN
Penulis: Shin Elqi

PAGI hari di akhir bulan April, Adhy mendapatkan sebuah e-mail tanpa alamat yang hampir mirip seperti yang didapat Eltifa—kekasih yang belum pernah dikencaninya—sebelum gadis itu menghilang. Adhy hanya perlu memasang sandal jepit yang baru ia beli di toko dekat perempatan sebelum membalas dengan kata setuju, lalu menghilang di depan komputernya yang perlahan padam.
Kemudian semuanya seakan berubah menjadi bentuk digital. Ia masuk ke dalam lorong dengan dinding angka-angka, dan setelahnya ia tiba-tiba telah menapak pada ubin di tengah puluhan orang. Perhatiannya teralihkan oleh suara lembut yang berasal dari balkon sebuah istana. Seorang perempuan dengan tubuh indah sedang berbicara di sana, atau berusaha tampil selucu mungkin agar mendapatkan perhatian lebih.
"Dadanya besar," kata Adhy, "tapi lengannya kecil. Ia mungkin putri orang kaya yang mendapatkan suplai gizi memadai, dan cukup pintar untuk memfokuskannya pada daerah dada. Atau orang yang tak banyak bergerak, tapi tahu cara memperbesar dada tanpa membiarkan tubuh ikut tumbuh."
Gadis di balkon itu, kini digantikan oleh seorang laki-laki dengan pakaian berwibawa, yang menjelaskan alasan keberadaan orang-orang di hadapannya.

"Battle of Reamls," kata Adhy sambil membetulkan ikat kepalanya. "Aku harap, aku tidak akan menjadi jenderal yang memerintah ratusan tentara hanya demi menghancurkan markas musuh."
Adhy mendengarkan pidato laki-laki berwibawa itu, dan mulai berpikir ia mungkin tidak bisa mencari keberadaan Eltifa jika tidak menang dalam babak pertama ini. Lebih dari itu, mungkin hadiah yang dijanjikan untuk pemenang bisa mengantarkannya ke tempat kekasihnya berada, tanpa harus bersusah payah mencari lagi.
Setelah pidato itu selesai, Adhy mulai melihat ke sekeliling, pada peserta lain yang sebagian tampak masih terkejut, sementara lainnya segera mencari teman untuk membentuk kelompok. Tidak jauh dari tempatnya, berdiri seorang perempuan dengan pakaian sangat sopan, bahkan kerudung putihnya mencerminkan kecantikan batin yang tak perlu diragukan lagi.
"Apa ini?" tanya Adhy. "Semacam game online barokah?"
Seketika itu, ia ditabrak dari belakang oleh anak kecil yang memakai jubah berwarna cokelat dengan kacamata renang tergantung di dada, dan anak itu memiliki rambut berwarna putih yang tak biasa. Anak tersebut hanya melihatnya sekilas tanpa meminta maaf, lalu pergi begitu saja.
"Anak-anak zaman sekarang," komentar Adhy.
Selepas kepergian anak tersebut, Adhy melihat anak kecil lain, seorang anak gadis dengan rambut kuning yang menawan, serta memiliki gigi taring yang tumbuh sempurna di antara giginya. Adhy menghampiri anak tersebut dan bertanya namanya, tapi anak gadis itu hanya diam dan memandang Adhy curiga.
"Kau memiliki gigi taring yang bagus," kata Adhy lagi. "Aku punya teman yang bernama Shin Elqi. Ia sangat suka sekali pada gadis yang mempunyai taring panjang."
"Dasar Lolicon!" kata gadis itu seraya berlalu pergi.
"Apa, Poligon?"
Selepas anak gadis yang berbau uang itu pergi, Adhy melihat anak kecil lain dengan penampilan ala suku pedalaman. Anak itu berkulit gelap dengan rambut ikal bergelombang gaya mohawk. Ia hanya memakai celana yang sepertinya tidak terbuat dari kain, tapi ayaman tumbuh-tumbuhan. Di dadanya, terdapat dua belas benda putih yang disatukan dengan sebuah benang. Benda yang lebih mirip taring hewan daripada batu lepas pantai. Dan hampir di sekujur tubuh anak itu, terdapat pola artistik yang indah. Selain itu, busur dan anak panah di punggung dan pisau di pinggannya, menegaskan bahwa anak itu bukan hanya sekedar meng-cosplay suku pedalaman, tapi ia benar-benar berasal dari sana. Adhy yang penasaran menghampiri anak tersebut dan bertanya sedang apa ia di sini.
"Berpetualang," jawab anak itu sungguh-sungguh, "dan menjalani takdirku."
"Apa kau tahu arti dari 'HP' dan 'MP'?" Anak itu menggeleng pelan. "Sudah kuduga. Sebaiknya kau pulang. Bertempur tanpa tahu medan perang apa lagi musuhmu, sulit untuk dimenangkan."
Anak itu mendekat dan berkata tegas. "Aku Aushakii, Laki-laki Kecil yang Mengaum Seperti Singa, dari desa Papala, anak dari kepala suku Ndong'je. Tidak gentar dengan tantangan apapun dan selalu siap untuk bertarung kapanpun."
"Baiklah. Semoga berhasil," kata Adhy sebelum berbalik pergi, karena merasa nasihat yang ia berikan akan sia-sia saja, tapi anak itu mengikutinya. "Ada apa lagi?"
"Aku ingin jadi teman sekelompok Kakak."
"Kenapa kau ingin menjadi teman sekelompokku?"
"Karena dengan begitu, aku bisa menunjukan bahwa aku ini bukan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, seperti yang dipikirkan Kakak."
Adhy berhenti dan melihat anak itu lagi. Kemudian seorang perempuan cantik dengan pakaian pelayan Eropa menghampiri mereka dan bertanya apakah mereka sudah siap untuk pergi.
"Iya, kami siap!" jawab Aushakii antusias.
Pelayan itu melihat ke arah Adhy, meminta jawaban. Dan Adhy menggelengkan kepala isyarat belum siap.
"Kenapa, Kak?"
"Orang berbaju putih di balkon tadi bilang, 2 sampai 4 orang. Jika bisa 4 kenapa harus 2? Pekerjaan akan lebih mudah selesai jika lebih banyak orang."
"Baik," pelayan Eropa itu berkata lagi. "Saya akan menunggu sampai Anda semua siap."
Adhy mengangguk, atau membungkuk seperti yang pernah ia lihat pada drama-drama Korea yang sering ia tonton, karena merasa si pelayan Eropa itu begitu sopan padanya. Saat si pelayan Eropa tersebut melakukan hal yang sama seperti dirinya, bahkan mungkin lebih sopan, Adhy hanya menelan ludah dan berbisik:
"38D."
Merasa ucapannya di dengar, ia segera memerintahkan pada si anak pedalaman untuk menunggunya di tempat itu, dan ia segera pergi untuk mencari teman selanjutnya.
Di sudut tersembunyi, di bawah bayangan matahari ia melihat seorang gadis yang tampak berdiam diri sambil memeluk boneka panda, dengan gaun gaya Victoria yang sudah dimodifikasi, serta ada topi kecil di atas rambut hitamnya. Di bawah kaki gadis itu ada kucing berwarna hitam yang tampak bosan, dan sesekali menguap lebar.
Adhy menghampiri gadis itu dan menyapa sopan, sesopan si pelayan Eropa. Namun tanggapan si gadis dingin dan mengintimidasi. Saat ia bertanya sudikah gadis itu ikut dalam kelompoknya, ia mendapat pertanyaan balik.
"Kenapa Tuan memilihku?"
"Karena kamu manis," itu yang ingin dikatakan Adhy, tapi tidak ia katakan karena dirinya tahu gadis dengan sikap dingin seperti itu, cenderung benci pada rayuan, terlebih pujian yang memang pantas didapatkan. Maka ia lebih memilih kata-kata yang sedikit diplomatis. "Karena penampilanmu unik. Orang yang berpenampilan unik cenderung memiliki kemampuan unik. Lagi pula, menang dengan membunuh musuh menggunakan pedang tidak terlihat elegan lagi. Ia yang menang tanpa bertarung, bahkan hanya duduk di kursinya adalah pemenang sejati."
"Kau terlalu banyak bicara, Tuan," kata si gadis sebelum berlalu, namun lima langkah kemudian ia berbalik karena kucing hitamnya masih di tempat ia berdiri tadi, menatap Adhy. "Eve, kemari." Setelah dipanggil, si kucing  berjalan menghampirinya.
"Apa hal itu masih membekas?" kata Adhy yang membuat gadis itu mengerutkan kening. "Apa kesedihan atas kematian orangtuamu masih kau rasakan sampai sekarang?"
"Dari mana kau tahu tentang orangtuaku?" nada gadis itu meninggi dan tampak memasang kuda-kuda untuk menyerang.
"Aku sering melihat mata sedih seperti yang kau miliki pada mata teman-temanku di panti asuhan. Bentuk mata dari anak-anak yang ditinggal mati oleh orangtuanya."
Adhy teringat kebohongan yang diceritakan oleh kepala panti asuhan pada anak-anak yang tinggal di sana, termasuk dirinya. Kepala panti asuhan itu bercerita mereka adalah anak-anak yang ditinggal mati oleh orangtua, bukan ditinggalkan di depan pintu oleh orangtua yang tak menginginkan mereka. Hal itu dilakukan demi membangun kepercayaan diri anak-anak dan mengurangi perasaan tidak diinginkan, juga demi mencegah kasus pembunuhan—yang terjadi lima tahun sebelum Adhy masuk ke sana—untuk kedua kalinya. Kasus di mana salah satu anak panti asuhan yang sudah besar, mencari orangtua yang meninggalkan dirinya di depan pintu, dan membunuh mereka.
Sementara Adhy memandang gadis itu dengan sedih, si gadis perlahan melepas kuda-kudanya dan membuang muka ke samping, seakan menyadari dirinya dan Adhy bisa saling memahami penderitaan masing-masing hanya dengan tatapan mata. Dan ia, tidak menyukai hal itu sama sekali.
"Tuan," kata gadis itu sambil menunjuk ke satu arah, pada pemuda yang duduk di atas kasur terbang dengan bantal, selimut, guling, dan dikelilingi beberapa perempuan. "Aku akan ikut tim Tuan, jika bisa memasukkan anak berambut hijau tersebut ke dalam tim."
Adhy menoleh ke arah tempat yang ditunjuk si gadis, dan berkata pelan. "Aku tidak mengerti selera gadis-gadis zaman sekarang, yang lebih memilih penampilan daripada kemampuan di atas ranjang."
"Apa yang kaukatakan, Tuan?"
"Ah, tidak, tidak." Adhy menggerakkan tangan ke depan dada, refleks alami jika tidak menginginkan lawan bicaranya tahu apa yang sedang ia pikirkan. "Aku akan membujuknya."
Adhy pergi ke tempat pemuda di atas kasur itu setelah memastikan si gadis berada di samping anak pedalaman dan si pelayan Eropa. Dari jauh pemuda itu seperti anak kecil, tapi setelah berada di dekatnya Adhy menyadari si pemuda hampir serupa dirinya. Tinggi dan berdaging. Bedanya badan si pemuda lebih mirip anak-anak berumur sepuluh tahun daripada orang dewasa. Hal itu membuatnya berpikir pemuda tersebut bukan dari kalangan manusia. Dan ia pun seakan sulit untuk mendapatkannya sebagai teman kelompok, karena gadis-gadis yang mengelilingi si pemuda tampak menginginkan hal yang sama.
Adhy kemudian sadar ada seekor naga kecil berwarna merah yang terbang di atas kepala si pemuda. Senyum senang kemudian terbit di bibirnya, dan seperti seseorang yang tahu bagaimana cara mendapatkan apa yang ia inginkan dengan segera, Adhy perlahan berjalan ke belakang si pemuda. Lalu dalam gerakan singkat dan cepat, ia sudah menangkap naga merah yang tampak buta tersebut dan membawanya lari.
Perbuatan itu membuat si pemuda sadar bahwa naganya telah dicuri seseorang. Ia mengabaikan gadis-gadis di sekelilingnya dan mengejar Adhy dengan kasur terbangnya. Sementara itu, Adhy telah sampai di depan si pelayan Eropa dan berkata, kelompoknya yang terdiri dari empat orang—termasuk yang sedang terbang ke arahnya—telah siap untuk dikirim ke arena pertempuran. Dan seketika, mereka menghilang bersama-sama.
Si Pelayan Eropa membawa mereka kembali ke lorong digital, dan menunggu Adhy dan si pemuda berambut hijau menyelesaikan masalah mereka sebelum menjelaskan misi yang harus mereka kerjakan.
Si pemuda yang menyebut dirinya dengan Eophi, merasa tidak senang berada di kelompok itu. Selain cara Adhy yang terlihat cukup licik, ia juga tidak suka pada orang yang memakai baju yang didominasi warna merah. Namun si gadis yang mendekap boneka panda, meminta Eophi untuk tetap tinggal dan bersama-sama menyelesaikan misi yang akan diberikan. Dan seketika masalahnya selesai.
"Perempuan selalu tahu bagaimana mengubah pendirian laki-laki," kata Adhy dalam hati. "Sama halnya mereka juga bisa melemaskan kekerasan laki-laki."
Si pelayan Eropa kemudian menjelaskan misi yang harus mereka selesaikan bersama. Misi itu ialah harus membantu pasukan Alforea melawan pasukan monster di depan sebuah kastil. Di tengah penjelasan itu, sebuah layar semi-transparan muncul di depan Adhy beserta beberapa kata. Adhy melihat ke tiga temannya, namun mereka tidak memiliki layar serupa itu, dan mereka sepertinya tidak melihat layar tersebut.
Dalam layar tertulis sebuah tawaran yang datang langsung dari seseorang yang bernama Tamon Ruu. Jika Adhy bisa menang dalam babak ini dengan memenuhi beberapa syarat yang tertera, ia bisa mendapatkan satu kemampuan atas kehendaknya sendiri. Syarat pertama, ia harus menang tanpa ada satupun teman sekelompoknya yang terbunuh, termasuk dirinya. Kedua ia tidak boleh terlihat seperti pemimpin atau memaksakan perintah pada teman sekelompoknya. Ketiga, ia harus menipu salah satu temannya. Dan syarat terakhir, ia harus telanjang dada.
"Apa-apaan syarat keempat itu?" kata Adhy dan sadar bahwa hanya dirinya yang melihat perintah rahasia di depannya.
"Ada pertanyaan?" tanya Si pelayan Eropa, dengan kesopanan yang mengagumkan.
"Tidak ada."
"Baiklah, kita akan segera sampai di tempat pertempuran."
Tempat itu sedikit meleset dari apa yang dipikirkan oleh Adhy, di mana ia dan tiga rekannya yang lain akan akan berada di atas rerumputan hijau dengan suasana perang di bawah sinar matahari. Namun kenyataannya, perang yang dimaksud si pelayan Eropa berada di padang tandus berbatu pada malam hari. Selain itu ada lebih dari ratusan tentara manusia dengan baju prajurit dari sebuah negeri bertempur melawan monster yang jumlahnya hampir dua kali lipat jumlah mereka. Dan seperti yang Adhy dengar sedikit-sedikit dari si pelayan Eropa, mereka berempat harus membantu prajurit yang kalah jumlah itu mengalahkan monster-monster yang hampir seluruhnya bermuka jelek untuk menyelesaikan misi.
"Ini seperti ujian SMA," keluh Adhy. "Bagaimana pun kau belajar, pasti ada soal nyeleneh yang ditulis seenak udel oleh tim penyusunnya."
"Apa kita bisa mengalahkan mereka semua?" tanya gadis yang mendekap boneka panda dalam nada tidak yakin.
"Semua keadaan buruk pasti ada solusi untuk mengakhirinya, termasuk juga keadaan ini. Pasti ada sesuatu yang mampu mengalahkan musuh yang banyak itu dalam satu atau beberapa serangan."
Adhy kemudian bertanya pada si pelayan Eropa, apakah prajurit itu benar-benar sedang berperang, karena mereka tampak sedang beradu pedang satu sama lain tanpa adanya strategi. Si pelayan Eropa tidak menjawab, malah pamit pergi dan menghilang serupa butiran kristal. Namun Adhy tidak seketika berhenti bertanya-tanya. Ia kemudian mendekati seseorang yang sedang menunggangi kuda. Dilihat dari pakaian orang itu, kemungkinan besar ialah sang Panglima. Pemimpin pasukan yang sedang berperang di sana.
Ketika Adhy sudah berdiri di samping sang Panglima, pemimpin pasukan itu turun dari kuda dan bertanya apakah Adhy adalah orang yang akan membantu mereka mengalahkan pasukan monster? Adhy menjawab dengan nada tidak yakin, meski ia mengaku demikian.
"Aku pikir akan ada ribuan," keluh sang Panglima, "ternyata hanya empat anak ingusan."
"Terima kasih telah menganggapku masih anak-anak," kata Adhy dengan nada datar, lalu setengah memaki ia berkata sambil menunjuk medan pertempuran. "Tapi prajuritmu lebih memalukan! Mereka bertempur seperti dua anak gadis yang sedang melakukan perang bantal setelah membicarakan kekasih masing-masing. Ini bukan film, yang perangnya hanya dengan adu pedang dan menciptakan suasana perang lewat bunyinya. Tapi medan pertempuran yang sebenarnya, dengan bunyi tusukan benda tajam pada daging dan terbangnya nyawa-nyawa."
Jenderal itu mendengus. "Lalu apa saranmu?"
"Bulan sabit. Tempatkan prajurit infanteri di tengah dan kavaleri di dua sayap."
Adhy dan sang Panglima kemudian tenggelam dalam diskusi. Sementara tiga rekannya masih diam di tempat mereka. Eophi si pemuda berambut hijau, tampak melamun dengan pandangan kosong. Aushakii masih melihat ke arah medan pertempuran dan berkomentar sendiri, bahwa para prajurit itu tidak diatur dengan baik, dan akan kalah dalam waktu tidak lama lagi kalau masih terus seperti itu. Dan si gadis yang mendekap boneka panda, sesekali melihat ke arah bulan yang seakan makin membesar, atau mendekati mereka dengan cara yang menyeramkan.
Setelah Adhy dan sang Panglima selesai berdiskusi, pemimpin pasukan itu menaiki kudanya dan pergi ke depan. Ia menyerukan sesuatu pada anak buahnya, yang kemudian mundur dan membentuk formasi bulan sabit. Di bagian tengah, prajurit dengan tameng dan pedang berdiri dalam barisan baji (seperti formasi dalam catur di mana bidaknya berdiri di atas lantai putih atau hitam saja). Sementara pasukan berkuda berada di kedua sisinya.
Prajurit di tengah maju dan dengan formasi barunya, mereka dapat mengalahkan musuh dengan cepat, karena setiap prajurit mempunyai jangkauan dan ruang geraknya sendiri, dan tidak ada celah bagi musuh untuk menerobos ke belakang garis pertahanan. Ketika musuh semakin banyak, mereka mundur dan pasukan kuda maju. Mengepung musuh dari dua sisi dan menghancurkan mereka dalam kecepatan yang tak terduga. Berkat taktik itu, prajurit Alforea bisa unggul meski mereka kalah jumlah.
Sang Panglima kembali ke tempat Adhy dan berterima kasih. Ia juga berkata dengan sangat yakin, bahwa mereka akan mengalahkan musuh dengan mudah dan memenangkan pertempuran ini. Namun Adhy kurang begitu yakin. Ia mendengar sebuah ledakan dari kejauhan, serta percikan api yang terlihat di atap kastil.
"Apa di kastil itu ada meriam?"
"Sepertinya demikian."
Dari jauh, kastil itu tampak seperti benteng abad petengahan dengan meriam di atasnya. Namun kali ini terlihat lebih suram dan tampak tak terawat dengan baik. Di kedua sisinya terdapat dua menara yang berbentuk silinder memanjang ke atas, dan di puncaknya terdapat benda berwarna keunguan yang bersinar terang. Selain itu di bagian atap kastil, tepat di pintu masuk ke dalam menara silinder itu, ada beberapa monster yang tampak berjaga.
"Kau tahu formasi kura-kura, Panglima?" kata Adhy. "Kalau prajuritmu mendekati kastil, mereka akan berada tempat di bawah jangkauan meriam itu. Maka formasi kura-kura akan lebih baik bagi mereka. Meski aku kurang yakin akan hal tersebut."
Sang Panglima kembali ke pasukannya setelah mendengar penjelasan lebih rinci apa itu formasi kura-kura, sementara Adhy kembali ke rekan-rekannya.
"Kami pikir, Tuan sudah lupa pada kami," kata si gadis dengan tatapan tidak suka pada Adhy.
"Hei, jangan sinis gitu. Nanti wajah cantikmu luntur. Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Eumenides."
"Eumidas?"
"Eumenides!."
"Nama yang sulit untuk diingat."
"Tuan boleh memanggilku dengan Puppet."
"Itu lebih mudah diingat. Mumpet."
"Puppet!"
"Iya, iya."
Adhy kemudian menjelaskan, bahwa ada dua benda aneh yang berada di dalam dua bangunan berbentuk silinder, yang berada di samping kiri dan kanan dari sayap depan kastil. Ia berasumsi dua benda tersebut adalah sumber energi bagi para monster. Kalau keduanya dihancurkan dengan meriam di atas sana, mungkin monster-monster itu akan melemah dan mudah untuk dikalahkan.
"Bagaimana kau bisa yakin akan hal itu," kata Eophi yang tiba-tiba bersuara dan tidak tampak bengong lagi. "Kalau kau salah, itu adalah kebodohan yang menguras tenaga dengan sia-sia. Lebih buruk, kau mungkin akan mati."
Adhy kemudian menjelaskan, benda berwarna keunguan di puncak menara sangat indah dan hanya ada dua kemungkinan yang bisa ia pikirkan. Pertama benda tersebut digunakan sebagai umpan dari sebuah jebakan, seperti ikan Anglerfish (ikan lampu) yang menarik mangsa dengan cahaya di ujung antenanya. Kedua, itu adalah benda penting yang memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan penampilan memesona mata, seperti cincin di Lord of the Ring . Dan benda berwarna keunguan itu masuk ke dalam benda yang kedua, kenapa? Karena dijaga oleh beberapa monster. Maka sekali lagi Adhy bertanya adakah yang mau ikut dengannya untuk menghancurkan dua menara tersebut?
"Lakukanlah sendiri Tuan," kata Puppet. "Aku tidak mau melakukan hal bodoh yang dikatakan oleh orang dewasa yang tak dapat dipercaya."
"Aku sepakat," timpal Eophi. "Lebih baik aku duduk di sini dan memikirkan warna celana dalam gadis ini daripada ikut kau yang berbaju merah."
Sementara mendapatkan dua penolakan itu, Aushakii maju ke depan dan bersedia untuk ikut menyerang. "Kakak sebelah kanan sementara aku sebelah kiri," katanya dengan penuh percaya diri.
Sebenarnya, Adhy ingin semuanya ikut dan bekerja sama seperti layaknya sebuah party di dalam game, tapi ia tidak bisa memaksa kedua rekannya yang lain. Bukan karena syarat yang diberikan oleh Tamon Ruu, tapi lebih kepada keberhasilan sebuah kerja sama. Kalau ada satu atau dua orang yang dipaksa bekerja sama dalam satu kelompok, hasilnya pasti tidak akan baik.
Sang Panglima kembali ke belakang baris pertahanan saat Adhy dan Aushakii menghampirinya. Lalu mengatakan padanya bahwa mereka akan masuk ke dalam kastil untuk menghancurkan dua benda yang diperkirakan sebagai sumber energi bagi para monster. Sang Panglima setuju dan akan membukakan jalan untuk mereka, namun sebelum ia pergi ke depan untuk memberitahukan hal itu pada para prajuritnya, bulan di atas sana yang sudah begitu dekat dengan medan pertempuran, retak.
Retakan itu semakin besar yang kemudian menghancurkan bulan tersebut, dan dari dalamnya muncul seekor kuda raksasa bertanduk dengan kedua sayap di punggungnya. Dari sayap-sayap itu muncul bola-bola api yang kemudian meluncur ke segala arah. Setelahnya, kuda itu terbang di atas medan pertempuran. Mengeluarkan api dari mulutnya, dan membakar apapun yang dilewatinya, termasuk para prajurit dan bahkan para monster.
"Mereka punya cara yang menyebalkan untuk memperseru permainan," kata Adhy. "Tapi aku ragu mereka akan menyediakan beberapa Gigabita untuk 'Fanservice'."
Sang Panglima segera memerintahkan anak buahnya untuk membentuk formasi kura-kura sempurna, di mana setiap sisi, termasuk sisi bagian atas tertutup oleh tameng dan para prajuritnya berlindung di dalamnya. Saat api tidak mereka rasakan lagi, mereka akan membentuk lingkaran di mana tameng berada di segala sisinya—membentuk lingkaran tameng yang sempurna. Hal itu untuk menahan serangan dari para monster, dan ketika musuh mereka lelah menyerang, prajurit yang memegang tameng akan memutar tubuh, dan saat itulah prajurit di belakangnya menyerang kedepan. Setelah serangan itu berhasil, prajurit yang menyerang akan mundur kembali, dan prajurit yang memegang tameng akan membentuk lingkaran pertahanan kembali.
"Bagaimana ini, Kak?" tanya Aushakii ketika Adhy hanya diam memandangi kuda yang sedang terbang di atas medan pertempuran.
"Kita tetap pada rencana semula, meski medan yang akan kita tempuh lebih berat daripada semula. Tapi, aku ingin tahu apakah kuda itu akan mengeluarkan bola api lagi?"
Jawaban atas pertanyaan Adhy tersebut, terjawab sekitar lima menit kemudian. Dari setiap ujung sayap milik kuda itu, terbentuk bola-bola api merah sebelum lepas ke segala arah. Salah satunya mengarah ke tempat Eophi dan Puppet berada.
Adhy berteriak pada mereka untuk menghindar, tapi Eophi sepertinya tidak mendengarkan peringatan tersebut dan tampak tenggelam dalam lamunan. Sementara Puppet meski berlari menjauh, gerakannya sangat lamban. Melihat hal itu, Adhy berlari ke arahnya dan menangkap tubuh yang tampak rapuh itu bersama kucing peliharaannya, lalu berlari menjauh dari sasaran jatuh bola api. Namun Adhy kalah cepat, ledakan dari hantaman bola tersebut membuatnya terpental ke udara bersama Puppet yang sedang ia gendong, lalu terjatuh kembali ke tanah.
Mungkin dari jatuhnya bola api itu, hanya si kucing yang paling beruntung. Hanya bulunya saja yang sedikit kusut, meski ia terpental lebih jauh dari dua orang lainnya. Sementara Puppet mengalami luka lecet di bagian tangan, dan perasaannya, karena wajah Adhy jatuh tepat di antara dua dadanya.
Dan yang paling tidak beruntung adalah Adhy. Ia yang paling besar merasakan ledakan itu, dan mengalami beberapa luka di punggung dan tangan saat berusaha melindungi Puppet dari bebatuan ketika jatuh. Sebagai bonus atas kesialannya, ia mendapatkan tamparan dari gadis tersebut tepat setelah ia mengangkat wajah dari dua gunung yang sesaat lalu menghimpit kedua pipinya.
"Tidak bisakah kau hanya berterima kasih saja?" kata Adhy dengan nada sendu setelah ia bangkit berdiri. "Tidak perlu lagi mengingatkanku pada gambar anak-anak TK dengan dua gunung dan matahari merah di antaranya."
"Untuk orang mesum, kekerasanlah yang pantas."
"Kau pikir aku sengaja. Aku hanya berusaha menyelamatkanmu." Adhy masih berusaha untuk membela diri.
"Lalu kenapa Tuan hanya menyelamatkanku, dan tidak dengan pemuda berambut hijau itu?"
"Hukum penyelamatan, di mana memprioritaskan anak-anak dan perempuan."
Namun Puppet tetap tidak bisa menerima alasan itu. Ia mendekati Adhy dan menusuk perutnya dengan jarum.
"Hei, kau mau praktek?" seru Adhy sambil memegangi perutnya. "Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan akupunktur."
Puppet tidak peduli. Ia mundur ke belakang dan menghisap ujung jarum yang telah ia gunakan untuk menusuk Adhy. Lalu dengan mata yang tampak marah, ia memegang boneka panda yang tidak pernah lepas dari dekapannya dengan kedua tangan. Tapi tiba-tiba ia tampak kebingungan.
"Bagaimana bisa? Kau seharusnya sudah...."
"Sudah apa?" tanya Adhy tidak mengerti.
Puppet segera menghampiri Eve, kucing hitamnya dan berkata sesuatu. Kemudian kucing itu melompat, lalu melompat lagi seperti hendak melakukan sesuatu. Tapi tetap tidak terjadi apa-apa. Dan ketika Puppet melihat Aushakii berlari ke arah mereka, ia berkata sesuatu lagi pada Eve. Dan kucing itu meloncat lagi yang kemudian segera membeku seperti patung, dan Aushakii yang tampak masih jauh tiba-tiba sudah berada di depan Puppet.
Sementara mereka bertiga masih terkejut dengan kejadian itu, di tempat jatuhnya bola api tadi terlihat sebuah benteng berwarna krem semi-transparan di antara asap dan debu. Di dalamnya terlihat Eophi yang masih hidup dan duduk di atas kasurnya dengan pandangan mata ke arah langit malam. Di mana kuda bersayap raksasa itu berada di sana, sedang terbang ke arahnya.
Adhy yang pertama kali menyadari pergerakan kuda tersebut, yang seakan telah menemukan di mana targetnya berada. Dan ketika kuda itu telah berada di atas Eophi, ia menyemburkan api ke arah pemuda berambut hijau itu.
Meskipun Eophi berada di dalam benteng yang ia ciptakan untuk perlindungan, tapi tampaknya itu tidak akan bertahan lama. Sedikit demi sedikit, Eophi tampak kepanasan. Ia bahkan jatuh ke kasurnya saat kuda itu terus menerus membakar bentengnya tanpa henti. Naga yang ikut bersamanya pun mengalami hal yang sama, dan jatuh ke atas kasur.
"Mereka pasti bercanda," kata Adhy. Lalu ia menyuruh Aushakii untuk melindungi Puppet, sementara dirinya lari menjauh dari medan pertempuran.
Adhy terus berlari menjauh, sampai lebih dari seratus meter, lalu duduk bersila di antara bebatuan. Tepat saat itu, benteng berwarna krem milik Eophi hancur dan berubah menjadi bantal putih. Beruntungnya, kuda raksasa tadi berhenti menyemburkan api dan menatap ke arah Adhy di kejauhan. Dan seperti mendapatkan koordinat target yang baru, kuda tersebut terbang ke arah Adhy.
Selepas kuda itu pergi, Puppet dan Aushakii segera menghampiri Eophi. Kulit pemuda berambut hijau tersebut tampak seperti orang yang mendekam cukup lama di dalam ruangan sauna. Merah dan penuh keringat.
Adhy tampaknya akan mengalami hal yang sama, karena ia sekarang menjadi target baru si kuda binal penyembur api itu. Ia tidak bisa membuat benteng pertahanan seperti yang dilakukan oleh Eoohi, dan ia tidak punya kemampuan apapun untuk balas menyerang si kuda. Ia hanya bisa berlari sekuat tenaga dari api yang datang dari mulut si kuda, meski beberapa kali ia tersambar zat panas itu.
Kulitnya memang tidak kemerahan seperti Eophi, tapi menghitam karena jelaga. Rambutnya pun telah berbau ayam bakar yang hangus, dan satu ekor ikat kepalanya telah hilang ditelan api. Beruntungnya, kuda itu tidak mengejarnya terus menerus dan kembali ke atas medan pertempuran setelah beberapa menit. Adhy yang tidak terlihat seperti manusia lagi, dan lebih mirip korban kecelakaan yang masuk got, kembali ke arah rekan-rekannya dalam bau hangus yang menyengat hidung.
"Kau seperti daging asap yang kabur dari acara makan malam, Tuan," kata Puppet setelah Adhy bergabung lagi dengan mereka.
"Seharusnya kau berterima kasih karena aku telah menyelamatkan kekasihmu. Bukan malah mengatakan sesuatu yang seperti itu."
"Ia bukan kekasihku," bantah Puppet. Sementara Eophi yang sudah tampak bisa duduk lagi, kembali jatuh ke kasurnya setelah mendengar hal itu.
"Kau tepat menyerang hatinya," kata seseorang, atau sesuatu. Mereka tidak mengenali suara itu, juga baru pertama kali mendengarnya, sementara mereka hanya berempat di sana.
Adhylah yang pertama kali mengetahui bahwa suara itu berasal dari bantal Eophi. Kemudian guling, selimut, dan kasur ikut bicara. Mereka tampak seperti anak-anak bersaudara yang sedang berusaha menarik perhatian orangtua mereka dengan keributan. Sayangnya, tidak ada yang peduli akan hal itu. Seakan benda-benda yang biasanya menemani mereka tidur, lebih baik menjadi benda mati daripada hidup.
Adhy dan Aushakii segera menjauh, dan kembali menemui sang Panglima. Pemimpin pasukan itu bertanya, kemana mereka pergi?
"Menghadiri drama dua remaja," jawab Adhy. "Tapi ending-nya tidak terlalu menarik, karena saksi mata dari kehidupan pribadi kita bisa bicara."
"Itu lebih buruk dari kalah perang."
"Begitulah."
Mereka bertiga berdiskusi dalam waktu singkat, sebelum berlari ke depan. Membelah pertempuran dan terus maju ke arah kastil.
Sementara itu, benda-benda yang dimiliki Eophi mulai lelah sendiri dan berhenti bicara. Dan Puppet bertanya padanya, apakah ia percaya pada orang yang berbau daging asap itu?
"Aku benci warna merah, sama halnya aku benci dengannya," jawab Eophi.
"Tapi ia menyelamatkanmu."
Eophi terdiam dan tampak melamun lagi. Sikapnya itu membuat Puppet menampar pipinya.
Di tempat lain, Adhy dan Aushakii sudah berhasil masuk ke dalam gerbang dengan bantuan para prajurit, yang telah kembali ke medan perang. Di dalam kastil, suasananya sepi. Tidak tampak ada monster satu pun di lorongnya. Dan seperti yang sudah disepakati, Aushakii berlari ke lorong kiri sementara Adhy ke lorong kanan.
Aushakii berlari lebih cepat dari pada Adhy. Ia berbelok duluan di ujung lorong, dan bertemu monster setelahnya. Anak kecil itu melumpuhkan mereka dengan anak panah dari busur yang ia bawa, lalu berlari ke tangga yang menuju ke atap kastil.
Di ujung tangga, ia melihat menara silinder itu. Pintunya hanya berupa lubang besar berbentuk balok dengan ujung melengkung, tanpa daun pintu atau semacamnya. Masalahnya adalah, banyak monster yang berjaga di depannya. Aushakii tentu tidak bisa melumpuhkan mereka semua, tapi ia tetap berlari ke depan. Dengan kecepatan dan tubuh kecil yang ia miliki, Aushakii bisa masuk ke dalam menara dengan mudah. Beruntungnya, para penjaga itu tidak mengejarnya ke dalam, meski kemudian ia tahu apa penyebabnya.
Benda keunguan yang harus ia hancurkan dengan meriam—yang ia lupakan tadi—mengeluarkan bola-bola kristal yang menyebar ke segala arah. Dan ketika mengenai tubuh Aushakii, anak itu berseru kesakitan. Ia berusaha menaiki tangga yang berada di sana, menghindar dari bola-bola itu. Namun tidak ada tempat untuk bersembunyi, termasuk saat ia telah mencapai puncaknya. Ketika ia sudah tidak tahan oleh serangan bola-bola itu, ia tiba-tiba saja sudah berada di atas kasur Eophi yang telah terbang di atas kastil, bersama Puppet dengan kucingnya yang kembali membeku.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Aushakii.
"Menyelamatkamu," jawab Puppet. "Bukankah kita satu tim."
Sementara itu dari arah menara sebelah kanan terjadi keributan. Kuda yang tadinya berada di atas medan pertempuran, telah berada di sana. Membakar menara silinder dengan api dari mulutnya. Hal itu membuat para monster penjaga menara terbakar, bahkan meriam yang berada paling dekat pun ikut terkena api.
"Kita harus menyelamatkan kakak dengan ikat kepala itu juga," kata Aushakii, namun tampaknya hal itu tidak memungkinkan.
Api dari kuda itu seperti menyelimuti menara, dan benda yang mudah terbakar seperti kasur yang sekarang mereka tumpangi, tentu akan menjadi abu dalam sekejab, bahkan sebelum mereka berhasil menolong Adhy.
Sementara di dalam menara sendiri, Adhy memeluk—berusaha memeluk—benda berwarna keunguan yang tertancap di tengah lantai dan menembus langit-langit. "Ini mungkin benda berharga, lebih mahal daripada emas atau bahkan mungkin berlian. Dan sekarang kalian menyuruhku untuk menghancurkannya. Tidak, tidak akan. Bahkan, meski Melodi JKT48 memutuskan untuk nge-Gravure aku tidak akan melakukannya."
Tingkah aneh itu berawal ketika Adhy sudah berada di atas tangga dan menemukan monster penjaga di depan pintu. Mereka melihatnya, tapi tidak berbuat apa-apa. Lalu Adhy sadar penampilannya yang sudah setengah hangus, yang membuat monster penjaga itu mengira dirinya sama dengan mereka. Monster. Hal tersebut memberi keuntungan baginya.
Ia berjalan hati-hati melewati para penjaga dan mendekat ke arah meriam pertama yang paling dekat dengan menara. Ia berpikir tidak mungkin tiga monster yang sedang mengoperasikan meriam itu ia singkirkan, karena penjaga menara pasti akan segera mengetahui bahwa dirinya adalah musuh. Tapi tanpa meriam bagaimana ia bisa menghancurkan menara?
Adhy berpikir beberapa saat, kemudian duduk bersila di dekat menara setelah menemukan sebuah ide. Saat itulah kuda terbang di atas medan perang, menghampirinya. Karena kuda itu begitu dekat, Adhy tidak bisa kabur ke dalam kastil, dan ia terpaksa masuk ke dalam menara, dan menemukan krital keunguan itu di depan matanya. Dan ia jatuh cinta pada pandangan pertama. Itulah awal mula kegilaannya.
Sementara Adhy masih bermesraan di dalam menara, dan seakan tidak terkena dampak dari bola-bola kristal yang mengenai tubuhnya, si kuda terbang yang menyerang dengan semburan api, mulai merasa sia-sia.  Ia beralih menggunakan kedua kakinya untuk menghancurkan menara tersebut, bersama targetnya yang ia rasakan masih hidup.
Serangan itu membuat Adhy merasakan getaran di sekelilingnya. Dan ketika langit-langit mulai hancur, ia melepaskan benda yang ia cintai dan berlari ke luar menara untuk menyelamatkan diri. Ia melewati penjaga yang tiba-tiba roboh dan tak sadarkan diri. Dan terus berlari sampai di depan pintu masuk ke dalam kastil. Saat itulah ia ingat sesuatu, dan berbalik sebelum berteriak:
"Apa yang kau lakukan kuda bodoh? Kau menghancurkan benda berharga itu!" Namun kemarahannya tiba-tiba sirna, digantikan oleh senyum gembira. "Kalau benda itu hancur menjadi serpihan kecil, akan mudah membawanya, lagi pula aku tidak perlu membayar tukang pukul batu untuk menyewa saja mereka." Ia kemudian memberi dua jempol ke arah kuda tersebut. "Kerja bagus kuda bersayap."
Tepat setelahnya, sebuah batu menghantam kepala bagian belakang Adhy, yang membuatnya kembali sadar. Ia berbalik dan menemukan Eophi di atas kasur terbangnya di depan pintu masuk. Ada Aushakii juga, serta Puppet yang melempar-tangkap batu di tangannya. Adhy menghampirinya dan bertanya kenapa ia melempar batu?
"Karena Tuan mengatakan sesuatu yang bodoh."
"Kapan?" tanya Adhy yang tidak sadar akan kelakuannya sendiri. Lalu dirinya menyadari, bahwa menara sebelah kanan telah hancur oleh kuda yang sekarang telah kembali ke atas medan pertempuran. "Sekarang kita hanya perlu menghancurkan menara satunya lagi," katanya dengan kegembiraan luar biasa. Lalu ia kembali menghadap tiga temannya dan mengatakan strategi selanjutnya.
Tepat saat itu, menara yang tadinya hancur mulai tersusun kembali, hingga menjadi utuh seperti sedia kala. Adhy tidak melihat hal itu.
"Tuan," ujar Puppet sambil menunjuk ke belakang Adhy, "aku rasa kau terlalu cepat senang."
Adhy berbalik dan tak percaya menara itu utuh kembali. Lebih buruk lagi, para penjaga yang tadinya tak sadarkan diri, bangkit kembali dan menatap ke arahnya.
"Apa ini waktunya untuk berlari?"
Mereka berempat serempak berlari, kecuali Eophi yang masih setia duduk di atas kasur terbangnya, meski kemudian ikut masuk ke dalam kastil. Mereka bertemu dua monster di belokan pertama, yang segera Aushakii lumpuhkan dengan anak panah, dan Puppet bingungkan dengan tabung berisi cairan yang entah ia dapatkan dari mana. Setelah agak jauh, Adhy menemukan sebuah pintu besi dan menyuruh ketiga temannya untuk masuk ke dalam sana dan bersembunyi.
Dalam persembunyian, hanya Puppet seorang yang tampak kelelahan, sementara lainnya masih punya sedikit energi untuk melakukan hal bodoh macam Adhy, atau bernapas tanpa suara seperti yang dilakukan Aushakii. Kecuali mungkin Eophi, yang kembali melamun dan duduk di atas kasur.
"Apa dua menara itu tidak bisa hancur?" tanya Puppet setelah napasnya cukup terkendali, namun semuanya tidak menjawab kecuali Aushakii yang menggelengkan kepala. Entah tidak tahu atau benar dua menara itu tidak bisa dihancurkan.
Sementara Eophi masih dalam lamunannya. Lain hal dengan Adhy yang berlari ke sana ke mari di dalam ruangan yang ternyata tempat untuk menyimpan senjata itu. Ia pergi ke sudut di mana berjejer beberapa pedang dan bertanya sendiri, apakah bentuk dan dekorasi pedang itu bisa membuat benda tersebut terjual lebih tinggi daripada kalau dikilokan? Ia juga menduga-duga berapa kilo semua senjata itu jika ditimbang, dan apakah harganya lebih rendah daripada menjualnya satu persatu sebagai cindera mata?
Adhy juga mengintip dua peti besar yang terbuat dari kayu. Tak puas dengan celahnya yang begitu rapat, Adhy mengambil satu kapak dan menghancurkan tutupnya. Ia tidak peduli pada seruan Puppet yang memperingatkan kegaduhan yang ia timbulkan, mungkin akan mengundang para monster untuk memeriksa ke dalam ruangan.
Adhy baru berhenti ketika penutup peti itu terbuka dan memperlihatkan apa yang berada di dalam peti. Benda itu seperti pasir yang sangat kecil dan berwarna perak kehitaman. Saat Adhy mengambil dan menciumnya, ia tahu itu adalah bubuk mesiu.
"Jika aku menjual ini, aku bisa ditangkap polisi karena dituduh ikut membantu teroris. Lagi pula meledakkan sesuatu bukanlah seni yang terlalu tinggi."
Sementara itu di pintu gudang, Puppet bertanya pada Aushakii, apakah kepala orang berbau daging asap itu terbentur hingga membuat otaknya mengalami disorientasi sesaat? Aushakii menjawab tidak tahu, tapi lebih baik menyadarkannya sebelum ia benar-benar tak terkendali. Tapi mereka tidak perlu melakukannya karena Adhy menghampiri mereka dengan wajah gembira dan berkata, mereka harus menyelesaikan misi sesegera mungkin, karena jika misi mereka telah selesai, ia bisa mengambil senjata-senjata di dalam gudang tersebut dengan aman. Meski kurang yakin dengan alasannya, tapi Aushakii dan Puppet setuju, begitu juga Eophi yang kembali dari lamunannya.
"Tapi, bagaimana caranya?" tanya Puppet.
"Menghancurkan kedua menara."
"Kau gila? Tuan sendiri lihatkan, bagaimana menara yang hancur itu bisa kembali utuh seperti sedia kala meski sudah dihancurkan?"
"Iya, tapi hal itu malah memberiku satu kepastian. Kalian lihat tadi ketika menara itu hancur, dan monster yang menjaganya seketika tidak sadarkan diri. Itu membuktikan bahwa menara itu memang sumber energi mereka."
Adhy kemudian menjelaskan lebih lanjut, jika menghancurkan satu menara maka menara yang kedua akan mengalirkan energinya ke menara yang hancur itu untuk kembali berdiri. Intinya, kedua menara itu tidak bisa dihancurkan satu persatu, dan harus dihancurkan secara bersamaan.
"Bagaimana caranya?"
"Aku akan mencari caranya," jawab Adhy.
Ia kemudian mengambil duduk di sudut ruangan dan berlagak seperti orang yang sedang melakukan meditasi. Dan dalam satu menit kemudian, ia mengatakan sesuatu dalam kepalanya: kau ada di mana? Aku perlu bantuanmu. Lalu sebuah suara dari jauh terdengar: lagi di dalam kamar mandi, buang air besar. Adhy berkata lagi: berengsek! Dan suara itu menjawab: semua manusia yang masih bisa membuang tai, memang berengsek.
Sementara itu di belakang pintu, Puppet bertanya-tanya apakah seseorang yang ia panggil dengan tuan itu, benar-benar sedang mencari solusi atau berlagak keren. Aushakii berpendapat, bahwa orang yang ia panggil kakak tersebut sedang bermeditasi, dan berpikir dalam keadaan seperti itu adalah hal yang paling bagus untuk dilakukan.
"Apa kau yakin?"
"Ya, aku sering melakukannya dan berjumpa dengan Roh Itand'je."
Sekitar lima menit kemudian, Adhy bangun dan kembali ke hadapan teman-temannya. Saat ada yang bertanya apakah ia menemukan solusi, ia mengangguk dengan sangat yakin. "Kita bisa menghancurkan dua menara itu dengan dua peti berisi bubuk mesiu di sana."
Saat Puppet bertanya bagaimana mereka bisa mengangkut dua peti itu dengan para mosnter yang bekeliaran di lorong, apalagi di depan pintu menara ada penjaganya? Adhy membeberkan rencananya. Ia akan membawa Eve si kucing yang bisa meneleportasi benda ke hadapannya ke dalam menara, dan di sana Eve bisa meneleportasi peti-peti itu ke dalam dua menara tersebut dengan mudah.
"Apa kucingmu bisa meneleportasi benda dari sini langsung ke menara?" tanya Adhy pada Puppet. "Kalau bisa, itu akan lebih praktis."
"Tidak, kecuali peti itu telah berada di sana sebelumnya dan Eve melihatnya."
Adhy mengangguk, seakan ia telah memikirkan hal itu dan kembali menjelaskan. Dalam perjalanannya membawa Eve ke dalam menara, ia perlu meminjam kekuatan Aushakii dan Eophi. Aushakii bisa melumpuhkan monster yang berada di lorong dengan busur, sementara Eophi bisa memasukkannya ke dalam menara tanpa bisa diserang oleh para penjaga dengan benteng pertahanan berwarna kremnya.
"Apa bentengmu bisa menampung dua orang dan bisa bergerak?" tanya Adhy, dan mendapatkan jawaban berupa anggukan satu kali.
"Tapi, Kak," kata Aushakii tiba-tiba. "Benda di dalam menara itu mengeluarkan bola-bola yang menyakiti tubuh jika terkena. Apa itu tidak apa-apa?"
"Tenang, ada bentengku," jawab Eophi, sementara Adhy hanya bisa diam dengan wajah sedikit terkejut. "Benarkan?"
"Iya benar," jawab Adhy dengan senyuman ganjil. "Benda berharga itu benar-benar mencintaiku, sehingga ia tidak sanggup untuk menyakitiku. Aku akan mengumpulkan serpihannya nanti. Semua serpihannya untuk menghormati perasaannya padaku."
Kali ini, ketika temannya yang bingung atas kata-kata Adhy. Namun tak ada yang sanggup bertanya, kecuali Puppet. Sayangnya ia bertanya hal lain.
"Bagaimana menyulut api untuk meledakkan dua peti itu?"
"Dengan obor." Adhy melihat ke arah obor-obor yang berada di dinding ruangan. "Semua lorong penuh obor, termasuk di dalam menara." Penjelasan itu, membuat ketiga temannya terdiam, yang kemudian memukul kepalanya secara bersamaan. "Kenapa kalian memukulku?"
Dan seketika ketiganya diam kembali. Seakan menyadari sesuatu mereka bersamaan menatap Adhy.
"Tuan, kau tidak berpikir...." kata Puppet dengan kerutan di keningnya. Tidak menyukai gagasan yang ia pikirkan sekarang.
"Tidak ada cara lain."
"Itu konyol," kata Eophi.
"Meski konyol, yang penting bisa menyelesaikan misi. Dan aku orang pertama yang bersedia melakukannya."
Semuanya diam kembali, dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mereka mengerti betul gagasan orang berbau daging asap itu, yang kurang lebih hampir sama seperti yang dilakukan para martir. Ia akan menyulut api dengan cara manual, menjatuhkan obor ke peti mati: bom bunuh diri. Masalahnya ia perlu teman satu lagi untuk menghancurkan kedua menara itu secara bersamaan.
Dan tiba-tiba, Aushakii berkata ia yang akan melakukannya. Dirinya akan menjadi orang kedua itu.
"Itu misi bunuh diri," kata Puppet. "Apakah kau tidak tahu itu?"
"Iya, aku tahu. Dan aku ingin tetap melakukannya," jawab Aushakii dengan keteguhan hati.
Ia mengangkat tangannya ke arah Adhy, dan orang yang ia panggil kakak itu menyambutnya dengan menepuk tangannya. Namun Aushakii berkata itu salah, lalu mengulangi lagi dengan mempertemukan punggung tangannya dengan punggung tangan Adhy.
"Itu baru benar," kata Aushakii dengan senyuman anak-anak.
Adhy membalas senyuman itu dengan perasaan bersalah, lalu sadar Puppet dan Eophi juga merasakan hal yang sama. "Tidak perlu merasa bersalah," katanya. "Ada sesuatu yang memang harus dikorbankan untuk mencapai sesuatu, dan kalian akan lebih kuat setelah hal itu berlalu." Ia kemudian meminta Puppet pergi ke pojokan untuk mendiskusikan sesuatu berdua saja, tapi Puppet menolaknya.
"Aku tidak mau ikut orang mesum ke tempat sempit."
"Hei, ini bukan seperti aku mengajakmu untuk mojok, tapi berdiskusi."
"Tetap saja, tempat seperti itu akan membuatku mudah untuk dilecehkan."
Akhirnya Adhy mengalah dan mengajak Puppet ke tengah ruangan dan menyuruh Aushakii dan Eophi ke pojokan. Ia memandang gadis itu, sebelum mendekatkan tubuhnya. Ketika sudah dekat, ia menyondongkan kepalanya ke depan. Lalu ia menerima tamparan dari Puppet.
"Kenapa kau menamparku?"
"Tuan hendak menciumku, bukan? Adegan ciuman biasanya terjadi sebelum tokoh mati di film. Kalau pun aku mau berciuman dengan Tuan, aku akan memilih waktu dan keadaan yang tepat. Tidak dalam penampilan Tuan yang seperti daging asap."
"Aku tidak bermaksud menciummu," kata Adhy, "tapi membisikkan sesuatu agar diskusi kita tidak didengar yang lain."
"Kenapa harus begitu?"
"Kalau tidak begitu, maka akan gagal."
Puppet terpaksa percaya, dan ia membiarkan Adhy mendekat ke arahnya dan membisikkan sesuatu. Ketika selesai, mata Puppet memperlihatkan keterkejutan. "Kenapa kau melakukan hal itu?"
"Ini untuknya. Kau dan Eophi mungkin bisa melanjutkan babak selanjutnya dengan mudah, tapi tidak dengan anak itu. Ia masih kecil, dan belum begitu berpengalaman. Dengan kejadian ini, ia akan menjadi lebih kuat."
Puppet berkata ia tidak mengerti hal rumit semacam itu, namun ia percaya pada Adhy dan akan melalukannya. Kemudian mereka kembali berdiskusi sebelum akhirnya memanggil Eophi dan Aushakii untuk mendekat. Dan setelahnya Adhy menjelaskan bagaimana mereka akan meledakkan dua menara dalam waktu yang bersamaan. Setelah mereka berhasil memindahkan kedua peti itu, Adhy akan tetap tinggal di menara kedua dan menunggu. Saat itu Eophi bersama Peppet dan Aushakii akan mengendarai kasur terbang dan melayang di sekitar menara kedua.
Adhy yang sudah berada di dalam menara kedua akan melihat mereka dari jendela. Saat itu ia juga bisa melihat obor yang dipegang Aushakii. Saat Eve si kucing menteleportasi Aushakii dengan obor di tangannya ke menara pertama, saat itulah obor itu tidak terlihat lagi di langit, dan hal tersebut memberi tanda pada Adhy  bahwa ia harus menyulut api pada peti berisi bubuk mesiu di depannya.
Rencana itu segera dikerjakan. Si anak pedalaman, Aushakii keluar dari tempat persembunyian terlebih dahulu dengan panah yang sudah siap di tangannya. Lalu Adhy yang mendekap si kucing—Eve yang memiliki kemampuan untuk menteleportasikan sebuah benda. Di belakangnya ada Eophi yang lagi-lagi malas untuk menggunakan kaki dan memilih tetap di atas kasur, sebagai pelindung bagian belakang. Sementara Puppet tetap tinggal di gudang senjata.
Mereka bertiga hanya bertemu dua monster dalam perjalanan, yang semuanya di lumpuhkan oleh Aushakii dengan mudah. Sementara ketika menghadapi penjaga menara, Eophilah yang berperan penting. Ia mengubah bantalnya menajadi benteng yang di dalamnya ada Adhy dan dirinya sendiri. Lalu bergerak ke dalam kastil. Di dalam sana, Adhy harus keluar benteng karena Eve tidak bisa melakukan kemampuan dengan sempurna kalau berada di dalam benda pelindung itu.
Ketika peti mesiu itu sudah berada di depan mata mereka, Eve membeku seperti patung. Kalau mengikuti rencana, Adhy akan kembali ke dalam benteng pertahanan Eophi dan keluar dari sana, tapi tidak. Adhy pergi ke dinding kastil dan mengambil satu obor. Ia padamkan obor itu dan mengambil kain yang sudah tidak terbakar di ujungnya. Ia letakkan kain itu di atas bubuk mesiu dan membiarkan Eve untuk melihatnya. Setelah itu ia kembali ke dalam benteng. Ia berkata pada Eophi bahwa Puppet akan menjelaskan semuanya.
Mereka bertiga segera menuju ke menara kedua. Dalam perjalanan itu, mereka bertemu sepuluh monster di lorong. Dua dari tiga dilumpuhkan oleh panah Aushakii, sementara tujuh lainnya berhasil menggores punggung Adhy, membuat bajunya tidak bisa digunakan lagi.
"Si Tamon Ruu tampaknya akan menyukai hal ini," katanya seraya melepas baju kotak-kotak yang ia kenakan. Kemudian menyuruh Aushakii kembali ke tempat persembunyian, sementara ia dan Eophi pergi ke menara dan melewati tujuh monster tersisa dengan tetap berada di dalam benteng yang kembali diciptakan Eophi.
Mereka berhasil masuk dalam menara seperti yang sudah direncanakan dan menteleportasi peti mesiu ke dua. Setelahnya, seperti yang sudah direncanakan, Adhy tetap tinggal di sana. Sebelum ia menyuruh Eophi kembali bersama Eve, ia menyerahkan kain yang ia ambil tadi dan berpesan:
"Berikan itu pada Puppet, dan ia tidak perlu menangis."
"Ia akan sangat gembira," kata Eophi sebelum pergi.
Medan pertempuran masih memanas, meski prajurit Alforea sudah banyak yang berguguran. Begitu pula dari pihak musuh. Sementara si kuda terbang itu masih menyemburkan api dari mulutnya, dan sesekali melempar bola api.
Eophi sudah berada di atas kasurnya bersama Aushakii yang sudah memegang obor, serta Puppet dan Eve yang bersiap melakukan tugasnya saat bola api lewat di atas mereka. Eophi menyuruh kasurnya terbang ke titik di mana ia bisa melihat orang berbau daging asap itu. Setelahnya, ia melirik Puppet.
Puppet mengerti. Ia mengeluarkan kain yang ia terima dari Adhy dan meletakkannya di sebuah loyang yang ia ambil tadi, lalu menyuruh Aushakii untuk membakarnya. Saat Aushakii bertanya apa itu, Puppet menjawab itu hanya bentuk penghormatan. Dan kemudian bagian terakhir dari rencana. Bagian paling sulit, dimulai.
Adhy melihat ke arah titik api di langit lewat jendela, dan ia sudah bersiap dengan obor di tangannya. Ketika titik api itu lenyap, Adhy menjatuhkan obornya ke peti berisi mesiu di depannya.
Kedua menara itu meledak secara bersamaan, dan runtuh ke tanah dengan suara berdebam. Monster-monster penjaga, juga di medan pertempuran langsung menghilang. Dan si kuda terbang, kembali ke atas langit dan menjadi bulan. Rencana Adhy berhasil dengan baik, namun tidak seratus persen sempurna.
Aushakii masih berada di atas kasur Eophi. Masih memegang obor, dan tak percaya dengan apa yang terjadi. Dan selimut Eophi terbentang, menghalanginya melihat menara kedua di mana Adhy berada.
"Ba-bagaimana bisa?" tanyanya.
"Kau seharusnya bisa menduga," kata Puppet. "Eve tidak bisa menteleportasi benda begitu saja. Ia hanya bisa memindahkan benda ke hadapannya, atau  memindahkan benda ke tempat di mana ia pernah melihat benda tersebut berada di sana. Kau dan obor itu, tidak pernah berada di dalam menara pertama. Sementara kain yang kau bakar tadi, pernah dilihat Eve berada di sana."
Kain yang dibakar Aushakii tadi memang menghilang, dan ia merasa dibodohi oleh orang yang ia panggil kakak. Namun ia tidak marah, malah mengkhawatirkan orang yang telah menipunya tersebut. "Lalu, Kakak itu?"
"Dia masih hidup," kata Eophi. "Aku menyuruh bantalku untuk melindunginya. Ia pikir, dirinya siapa? Berlagak hebat dan mengorbankan diri, agar dibilang pahlawan. Aku tidak akan membiarkannya melakukan hal semacam itu."
Apa yang dikatakan oleh Eophi benar adanya. Dari balik reruntuhan menara kedua, Adhy tergeletak di dalam benteng krem. Meski tampaknya ia masih hidup, tapi ia terluka parah.
Mereka turun dan menghampiri Adhy. Aushakii ingin memarahi Kakak yang ia percaya itu, tapi tidak tega dengan keadaanya. Bagaimanapun, Adhy tetap mengorbankan dirinya untuk menyelesaikan misi.
Sebuah portal tiba-tiba muncul, dan itu memberi tanda bahwa mereka harus kembali. Namun Adhy meski dalam keadaan sadar, tidak bisa bergerak apalagi merangkak untuk masuk ke sana. Ia benar-benar seperti daging asap yang gosong sekarang. Bedanya daging asap itu terlihat mempunyai luka bakar yang cukup serius.
"Apa kita berhasil?" tanyanya, namun ketiga temannya tidak ada keinginan untuk menjawab.
Aushakii yang pertama sadar bahwa ia harus membantu Adhy untuk masuk ke dalam portal. Ia bergerak ke arah Adhy dan mengangkat tubuh gosong itu, namun tingginya tidak memungkinkan untuk menopang tubuh Adhy dengan sempurna. Puppet berkata pada Eophi untuk membantu Aushakii, tapi pemuda berambut hijau itu tidak mau. Hal yang kemudian ia sesali, karena Puppet yang membantu. Dan ia melihat, dada gadis itu menempel ke rusuk Adhy dengan cara yang begitu anggun, namun menyakitkan bagi dirinya.
Ketika Puppet dan Aushakii sudah bisa menyeret tubuh Adhy untuk masuk ke dalam portal, tubuh gosong itu berkata bahwa dirinya harus membawa serta senjata-senjata di gudang, dan yang paling penting pecahan dari kristal keunguan yang sekarang pasti sudah hancur. Namun tidak ada yang peduli, ia tetap diseret masuk ke dalam portal.
Mereka masuk ke dalam portal, dan kembali ke halaman depan istana. Beberapa peserta yang sudah berhasil menyelesaikan misi juga berada di sana, dan bertanya pada Puppet dan Aushakii, apakah mereka berhasil membawa babi hutan panggang?
"Sejenis daging hitam, jika kau mau," jawab Puppet, yang segera melepas Adhy dan membuat daging gosong itu tergeletak di lantai.
Selanjutnya pelayan Eropa yang mengantarkan mereka muncul dan memberi selamat, juga beberapa penjelasan lain. Di tengah penjelasan, Adhy yang tergeletak di lantai menatap sesuatu yang berwarna putih, di antara dua silinder menawan, yang kemudian ia segera ketahui sebagai celana dalam Puppet. Sebelum ia bisa mengalihkan pandangan, ia telah melihat wajah terkejut Puppet, juga amarah di mata gadis itu.
Selanjutnya, wajah hitamnya dicium berkali-kali oleh alas kaki Puppet.
NB: sepertinya Adhy tidak pernah mengatakan namanya pada ketiga temannya.

12 comments:

  1. AnonymousMay 14, 2015

    Tulisannya rengket alias terlalu rapat sehingga bikin capek mata ketika membacanya. Ceritanya agak membingungkan karena panjang tanpa jeda. Tamon Rah hanya muncul sekilas dan terlalu mudah dikalahkan. Penggambaran sosok Adhy membuat Tasya ingin menggamparnya, "dasar cowok mesum!". Penggambaran sosok Eophi terlihat lebih terbuka dan heroik. Kehadiran Ausakii dan Puppet menjadi pemanis cerita yang bagus, setidaknya untuk menunjukkan sikap Adhy yang seperti itu.

    Nilai:7
    (OC: Tasya Freyona)

    ReplyDelete
  2. Bahkan di saat liburan, saya masih sempat-sempatnya baca dan review. Insom kambuh terus #curhat

    Pertama, sepertinya penulis lupa DOUBLE ENTER. Duh, bikin pusing aja >_<

    Secara teknis, tulisan dah rapi. EYD sesuai, minim typo, pokoknya lebih baik dari kebanyakan penulis kalo saya liat2.

    Tp cerita pembentukan timnya terlalu cepat. Adegan di medan perangnya juga sedikit dan terlalu tell, lebih banyak di kastelnya. Emang sih, target prelim ini emang dua menara itu, tp IMHO lebih realitis kalo cerita lebih banyak di padang tandus itu. Secara, medannya seharusnya gak sempit.

    Saya gak tau apa2 soal strategi tempur dsb, jd saya gak tau strategi itu bisa jadi nilai plus atau minus. Dan saya lewatkan begitu saja. Maaf.

    Dan yang saya keluhkan sekali, saya baca tulisan ini lebih dari sekali. Itu pun kalimatnya udah diulang-ulang. Kalimatnya sih udah bagus, singkat dan jelas. Tapi, ceritanya kurang mengalir. Kayanya pengaruh dri luputnya double enter juga sih.

    Dialognya ... kayanya kurang ada ciri khas 'cara ngomong' antara satu OC dgn OC lain. Dan kurang alami juga, kalo dipraktikkan di dunia nyata. Terakhir, saya gak suka pas Adhy ngomongin yg soal ranjang-ranjang itu. Menurut saya terlalu frontal.

    Maaf jd kepanjangan, dan kalo ada kata2 kurang berkenan.

    Nilai:

    9 untuk penulisan
    -1 karena lupa double enter dan paragrafnya ribet
    -1 karena pembentukan party-nya saya rasa kurang

    Jadi 7 dulu ya ... semoga lolos prelim.

    -Dari Ahran. Tanri seni korusun-

    ReplyDelete
  3. Maksud saya pembentukan timnya kurang natural. Bukan sdikit. Ralat, maaf.

    -Ahran

    ReplyDelete
  4. Duh mas, Paragrafnya kok gini sih? Bukannya Admin udah ngasik peringatan soal ini ya?

    Walau saya akui penulisanmu rapi, saya gak bisa kasih nilai sempurna buat postingan ini simply because ceritanya cepet banget. Banyak adegan yang miss di saya, banyak joke yang nggak saya tangkep, penulisan karakter yang nggak alami, alur cerita yang super cepat dan keseluruhan cerita yang berasa nggak alami.

    Jadi...
    Nilai : 5

    Alayne Fiero

    ReplyDelete
  5. Rip spasi... orz
    Dinding ini bakal bikin males duluan.

    Tapi mengesampingkan itu... ini cerita bagus. Rapi, ngalir, joke-joke yang mostly dapet meski nggak pecah, pemanis yang suram kaya bagian panti asuhan. Mungkin, cuma agak ketahan di bagian-bagian terakhir, mulai dari gudang senjata dst.

    Soal battle, pertarungan di sini emang agak beda penuturannya.

    Soal karakter. Kepintaran Adhy kerasa. Dia manusiawi, somehow impulsif, komikal.

    Eophi nggak OOC, saya suka semua porsi Eophi di sini.

    Akhirnya, nilai 9. Karena Adhy nggak boleh gagal di sini.

    Oc : Eophi

    ReplyDelete
  6. Mungkin karena ketika membaca, saya selalu membayangkan kejadian-kejadiannya, saya jadi rada malas membaca sesuatu yang membuat pikiran saya berpikir macam-macam (negative), tapi karena saya penasaran, ya, ditahan-tahan aja, pikiran negative yang muncul itu. Hehehe… ^_^

    Adhy menangkap naga merah milik Eophi yang terbang di samping kepala Eophi. Eophi lagi di atas kasur terbang yang melayang-layang di udara. Berarti kasurnya melayang sekitar lima senti aja kali ya, sehingga Adhy bias gampang nangkap si naga. :D hehehe

    Saya suka bagian di mana Adhy mendapatkan pesan dari Tamon Ruu. Berarti kalau lolos premlim, Adhy bias punya kemampuan tambahan, dan kelasnya bias berubah jadi defender atau attacker ya? Mantap! Mengapa saya tidak kepikiran untuk itu juga ya? Hehehe :D

    Saya juga suka bagian Adhy yang dikira monster sama monster lainnya. Itu menghibur. :D

    Saya suka sama karakter Aushakii yang digambarkan di sini. Natural. Berbeda dengan Eophi, saya kurang menyukai penggambarannya, juga porsinya yang terkesan hanya sebagai pelindung saja. Apa karena class dia seorang defender ya? Hehehe. Kalau Puppet saya rasa porsinya juga sudah pas.

    Oke, karena ini terlalu mepet, jadinya saya copas ke word dan liat semuanya ada 20 halaman dengan jumlah kata sebanyak 7737. Wow! Panjang. Tapi saya tetap membacanya (entah mengapa), padahal di beberapa bagian, saya rada kurang ngeh. terutama di akhir-akhir cerita. Mungkin karena sambil nyuri-nyuri jam istrahat kali.

    Secara keseluruhan, cerita ini bagus. ^_^ poin 9. Tapi, karena nggak suka dengan Adhy yang mesum, saya kasih 8 aja yaa …. ^_^

    Salam, Ibon.

    ReplyDelete
  7. "melemaskan kekerasan laki-laki" XD

    Endingnya ituloh ._.

    WELL, sepertinya rencana yang hampir sama, sudah terpakai, aku harus punya rencana lainnya <(")

    dan... dan... dan....

    MESUM! *plak

    enggak, oke, jadi... spasinya....... spasinya dimakan Tamon Rah kayaknya.

    lalu lalu lalu, yeah, Adhy emang pintar, seperti authornya, mungkin.

    jokes nya juga berasa sih, bikin mesem-mesem sendiri bahkan. love triangle XD

    dan Aushakii tetap polos seperti biasa, Puppet suka! :D /

    Tapi Puppet merasa dijadikan 'sarana' di sini.

    Makanya, nilai 9, juga, supaya Puppet bisa belajar 'melemaskan' ke Adhy.

    -Eumenides/Puppet-

    ReplyDelete
  8. Kalo ini kendaraan, kayanya kamu ngebut bener ya. Progress cerita dan dialognya semua berkesan serba buru" buat saya

    Ditambah dengan spasi dempet, saya ga bisa bilang ini nyaman dibaca. Buat perbandingan, entri Steele juga kelupaan double enter, tapi pemenggalannya masih lebih enak ketimbang entri ini

    Di awal kebanyakan scene gaje. Kayak karakter numpang lewat yang entah siapa dan ga penting juga buat cerita

    ....ah. Ini beneran fixed team kayak tim di entri Eophi, ya..

    Ga adil kalo saya kasih nilai tanpa baca habis, jadi saya paksa baca sampe habis, dan...mungkin yang bikin saya salut adalah cara Adhy mikir logis dan ngandelin kekuatan super atau apa sepanjang pertarungan. Sayangnya flow ceritanya sendiri belum gitu enak buat diikutin.

    Dari saya 5

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
  9. "Mmi, dia.. namanya sama kayak si..."
    "Sudahlah Fell, mereka.. berbeda." Ucapku ragu pada Felly yang kini tengah duduk di pangkuanku.
    "Kenapa dia nulisnya kaya sedang bikin laporan skripsi sih?"
    "Aku juga ga tahu, Fell. Setiap penulis punya gayanya masing-masing sih."
    "Dia sepertinya kurang menggunakan gaya bahasa."
    Aku mengangguk mengiyakan pendapat Felly. Mungkin Shin enggan menggunakan gaya bahasa.

    ***
    Grandpaaaaaa... tak kusangka kau... mesum =__= sekarang aku tahu kenapa kau segitu ngototnya memanggilku Mba =_= Kau membuatku ngeri O__O

    Anyway Shin, Umi lebih suka deskripsi-narasi yang ada di tulisan ini di banding waktu kamu nulis Quin XD Walaupun penyakit over-tellingmu belum sembuh juga, setidaknya di sini apa dan siapa yang melakukan apa lebih jelas daripada waktu di Quin xD *kabur.

    Plot ceritanya Umi suka, sayang ga digambarkan dengan interaksi. Kalau Grandpa bisa bikin ini dalam bentuk narasi-deskripsi terus dibikin dialog antar karakternya pasti lebih seru deh xD

    Kalau nanti Grandpa lolos, semoga bisa lebih keren penggunaan gaya bahasanya xD

    ***

    "Kau tahu Mmi, diceritaku, Kak Adhy terlihat keren."
    Aku mengangguk. Adhy memang sengaja kubuat keren.
    "Tapi di sini, ia... Mesum."
    Aku juga setuju bagian itu.
    "Pastikan jika sekali lagi aku bertemu dengannya, aku dapat jatah untuk membuat darahnya mengocor tak henti ya, Mmi!"
    "Oke, Fell. Nah, sekarang, mumpung masih pagi, kamu minum susu dulu gih, udah kusiapin di meja makan."
    --dan dia berlari menuju meja makan untuk mengambil jatah susu hangat kesukaannya.

    ***

    The Fun : 2.0
    Karakterisasi : 2.0
    Alur : 2.0
    Total : 6.0

    Maria Fellas - Bocah Lintah yang sedang minum susu

    ReplyDelete
  10. well, musibah spasi ini emang brengsek bgt sih. one minute silence for shin :v tapi, saya sengaja ambil jeda sedikit tiap satu paragraf selesai. jadi saya kira saya berhsail mengatasinya :v

    entry ini cukup nyaman buat diikutin.hal terbaiknya adalah perupamaan atau analogi yang shin gunakan itu jarang dan unik nan representatif. dan itu ada di sepanjang cerita.

    sementara, setelah bagianbagian terbaik lainnya lagi. sy rasa cerita ini cuma kurang terasa emosinya. adegan per adegan terasa melompat dan sa susah nangkep perasaan mereka.oke mungkin itu pengaruh spashit ini. sy kurang yaqin

    rate 7. tambah 1 karena kami percaya sama shin. total 8

    0c - Aushakii

    ReplyDelete
  11. "Selanjutnya, wajah hitamnya dicium berkali-kali oleh alas kaki Puppet."

    Kasihan Adhy, sudah gosong tertimpa kaki :c

    Oke, terlepas dari double enter yang perlu konsentrasi ekstra buat mbacanya, cerita ini sudah cukup mumpuni. Saya pribadi sih kurang terlalu senang memasukkan unsur mesum yang kayaknya berlebihan di sini, tapi i'll let it slide, event-nya sudah cukup bagus dan sepertinya sudah dipikirkan matang-matang.

    Saya berikan 8/10, karena cerita ini bisa bikin saya enjoy bacanya (terlepas dari enter)

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
  12. spasinya dah bau tanah :v

    oke, mengesampingkan itu, ini ceritanya bagus (meskipun saya harus copy lalu benahi dulu spasinya)

    OC mesum? Why not? Ini adalah ciri khas Adhy kan?

    untuk penarasian sih gak bermasalah jadi langsung aja yah ke nilai?

    overall : etto ... maunya sih 7.5 tapi gak boleh jadi ...

    nilai : 7/10

    -Dhaniy Islaviore/Masqurade

    ReplyDelete