13.5.15

[PRELIMINARY] ALAYNE FIERO - AB ORIGINE

[Preliminary} Alayne Fiero - AB Orignie
Penulis: Illyasviel Emiya

Sepanjang mata memandang, hanya terlihat gurun. Pencahayaan paling terang ada di atas langit, dari bintang dan bulan yang ia tidak kenal.
Sementara di gurun, api berkobar dimana-mana. Monster menerjang sebuah perkemahan tentara dari dua arah dan prajurit Alforea melakukan hal terbaik mereka untuk membantai pengepung mereka.

Pedang ditebaskan, anak panah diluncurkan, korban berjatuhan. Semua ini adalah hal yang sudah pernah ia lihat sebelumnya. Namun dari sisi utara dan barat perkemahan, dua orang tampak mencuri lampu sorot perhatian.

Dari sisi utara adalah seorang laki-laki cantik. Ia tidak berpindah dari tempatnya, namun setiap mulutnya bergerak, seketika monster di sekelilingnya terhempas dan jatuh ke tanah untuk kemudian menjadi monster cincang hasil kerja prajurit alforea.

Dari sisi barat, seorang laki-laki liar dengan tuksedo rapi bergerak ke sana dan kemari. Satu pukulan di sana, satu tendangan di sini, satu serangan di sana dan monster yang menjadi targetnya langsung jatuh dengan tulang patah atau tengkorak retak. Tak ada prajurit yang berani membantu laki-laki itu, namun mereka memberikan sorak sorai dengan ceria.

Bisa dibilang, keduanya adalah tipe gila bertarung. Jadi bagaimana ia ada di antara orang-orang gila ini? Seorang gadis berambut abu-abu menghela nafas sambil meletakkan kacamata hitamnya. Melihat lewat kacamata hitam di malam hari memang sulit, tapi ia sudah mendongak ke atas dan melihat apa yang ia inginkan.

Lima menit berlalu, dan rembulan di atasnya telah meledak.

*

Sebelumnya, Di Istana Tamon Ruu.

Suara adalah seni. Bagi Dyna Might yang bisa mendengar suara dengan cara yang berbeda, ia menemukan setiap suara terpelan dan setiap suara terkeras adalah sebuah lagu, Sebuah paduan suara yang dirangkai indah di dunia ini.

Dan saat ia sampai di dunia ini, Alforea, Ia mendengar suara yang menarik. Sangat pelan, sebuah gerakan terlatih seorang pembunuh bayaran. Ia tak bisa melihat dari mana arah sumber suara itu secara jelas, namun saat ia berhasil menemukannya Dyna tersenyum.

Hal yang ia sukai adalah suara, namun ia lebih menyukai kehadiran seorang laki-laki tampan atau gadis cantik. Sumber dari suara menarik itu, sebuah lagu pengantar tidur yang nyaris tidak terdengar, adalah seorang gadis berambut abu-abu.

Saat Dyna mendekat, ia bisa melihat fitur wajah lainnya. Normal, itulah kesan pertama yang ia dapat dari gadis itu. Kecantikan khas anak bangsawan, cantik dan terawat, bercampur dengan guratan beratnya kehidupan tergambar jelas. Namun selebihnya, tidak ada yang spesial dari gadis ini.

Kecuali matanya.

Cemerlang namun tak terbaca. Seakan mata itu menarik semua perhatian Dyna pada gadis itu. Gadis itu menatap Dyna sejenak.

"Tak kusangka melihat gadis secantik dirimu di sini," kata Dyna, "Oh, tentu saja banyak gadis cantik di sini, namun kau tampak lebih cantik diantara cahaya-cahaya bintang itu."

Gadis itu tak menjawab.

Kemudian seorang laki-laki mendekati mereka. Laki-laki kuat, pikir Dyna. Setiap gerakan, setiap langkah, sebuah lagu rock terdengar darinya. Mungkin itu kepribadiannya yang selalu tersenyum, mungkin juga menunjukkan kekuatannya, tapi Dyna melihat laki-laki ini sebagai tantangan.

"Orang itu bilang kita harus membentuk kelompok dan menghadapi tantangan," kata laki-laki itu, "Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku siap untuk tantangan. Mau bergabung bersamaku?"

Dyna membalas senyuman dengan senyuman.

"Kalau kau ada di sana, Tuan, aku yakin pertarungan kita akan jadi menarik," jawab Dyna, "Namaku Dyna Might. dan kau Nona? Tuan?"

"Ronnie Stacatto," jawab si laki-laki.

"Alayne Fiero," jawab si perempuan.

Ronny tampak terkejut mendengar suara Alayne, seakan ia tak tahu kalau ia ada di sana. Sampai akhirnya ia melihat mata Alayne dan setuju dengan Dyna kalau sejak tadi ia sudah ada di sana.

"Baiklah, ayo kalau begitu. Aku tak mau menunggu lama untuk pertarungan," Dyna memimpin dua teman barunya.

*

Ia menatap Dyna. Lelaki (atau perempuan?) yang menrik, biasanya tak ada orang yang akan menyadari keberadaannya dan menghampirinya lebih dulu. Selama ia diam, tak akan ada orang yang sadar bahwa ia ada di sekitar mereka.

Tentu saja ia tak ingin dilupakan begitu saja, jadi ia membuka matanya berharap ada orang yang bisa tahu bahwa seorang gadis berambut abu-abu ada di sini.

Namun perhatiannya kembali pada ancaman saat ini. Seekor kuda raksasa bersayap dan bertanduk yang saat ini mengejar Dyna. Setiap serangan dan setiap serudukan menghasilkan suara ribut. Sayap dikepakkan, kaki mendarat di tanah dan bunyi ledakan terdengar namun dengan cepat menghilang.

"Aku kembalikan ini padamu!" kata Dyna dengan senyuman, "Augmentation!"

Ia melempar sesuatu yang tidak tampak pada kuda raksasa itu dan alhasil sang monster terpental, namun tak cukup jauh dan ia masih berdiri.

"heaaaah!"

dari belakangnya, Ronnie memukul salah satu kaki sang kuda. Sang kuda tampak terkejut dan meringkik keras, namun pada akhirnya ia tak terluka. Kini sang monster kuda raksasa berbalik ke arah Ronnie dan Ronnie dengan cepat bergerak mundur saat sang Monster kuda menyeruduk ke arah Ronnie.

Situasi semakin kacau. Baik Prajurit Alforea maupun para monster-monster penyerang mereka kalang kabut menghindari injakan sang kuda raksasa.

"Nona Alayne, bukankah ini saatnya kau turun tangan?" Suara Dyna mengagetkannya, namun ia tak mau terlihat terkejut di medan perang.

Ia terkejut, ia sedang memakai kacamatanya dan dengan mudah laki-laki ini menemukannya? bagaimana bisa?

"Bagaimana kau di sini?" tanyanya.

"Ayolah, kau dari tadi hanya diam tidak membantu. Bukankah ini saatnya kami mendapatkan bantuan?" Dyna mengabaikan pertanyaannya.

"Kau mau membunuhku, ya?" tanya gadis itu.

"Mana bisa aku membunuh gadis cantik sepertimu," jawab Duna.

"HEEEEEEI!! TAK BISAKAH KALIAN MEMBANTUKU!?" dari kejauhan suara Ronnie menggema.

"Tunggu Sebentar ya tuan Ronnie," balas Dyna.

"Kita tidak akan bisa membunuh monster itu, begitu tadi kata pelayan perempuan barusan," gadis itu berkata.

"Ah, Pelayan yang cantik, seharusnya ia tetap di sini," komentar Dyna.

"HEEEEEIIII!!"

Terdengar sebuah suara keras, namun sosok Ronnie tampak tidak terluka jadi Dyna dan gadis itu mengabaikannya.

"Jadi kita hajar saja dua menara itu," lanjutnya.

"Sayang sekali, padahal aku menikmati pertarungan kami," kata Dyna, "Monster itu benar-benar kuat, tapi tampaknya ia memiliki short attention span."

"Hahaha," gadis itu menirukan suara tertawa dengan nada datar.

*

Ronnie membenci situasi ini. Oh, ia menikmati pertarungan dan ia menikmati memukuli sesuatu, namun saat lawanmu tidak bisa diajak berdiskusi dan bernegosiasi seperti kuda gila ini, rasanya Ronnie mejadi sangat lelah.

"Ronnie, Kabur!" sebuah suara tedengar, namun Ronnie tak tau darimana asalnya.

Mungkin memang sudah saatnya ia kabur. Jadi ia mengarahkan jemarinya pada mata si kuda liar dan melompat setinggi mata si kuda.

"Di Polvere!"

Kuda itu mundur dan menutup matanya. Saat ini, si Kuda bukan hanya gila tapi juga buta. Ronnie tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk kabur dari monster itu namun sebuah tangan tiba-tiba menangkap kerah tuksedonya.

"Hallo, tukang pukul,"

Dan tiba-tiba sosok gadis berambut abu-abu muncul.

"Kau tidak punya banyak emosi ya," lanjutnya.

"Siapa kau?" tanya Ronnie.

Namun saat ia membuka kacamata hitamnya, semua ingatan tentang Alayne Fiero kembali padanya.

"Eh, kamu. Kau punya rencana?" tanya Ronnie.

"Aku dan Dyna sedang menuju dua menara itu, dan karena kau melakukan pekerjaan bagus menjadi teman bermainnya, kau bisa lanjut bermain dengannya."

"Hei, aku tidak mau," bantah Ronnie, "Dia tidak bisa dikalahkan!"

"Oh, kau hanya perlu bermain dengannya," jawabnya.

"Aku tidak..." suaranya terputus oleh ringkikan keras.

Sosok si kuda gila (tampaknya tidak buta lagi, Wow! cepatnya) melayang di langit, merentangkan sayapnya dan kemudian puluhan bola api meluncur ke tanah.

Hal yang Ronnie ingat terakhir adalah...Sepertinya ia perlu membeli celana baru.

Ronnie Stacatto DIE
Dyna Might DIE
*

Ia mengutuk keberuntungannya. Tentu saja ini tak akan semudah itu. Begitu bola api jatuh ke bumi, tak ada satupun yang selamat. Gadis itu beruntung karena ia melemparkan Ronnie ke arah bola api dan kemudian kabur.

Namun saat ini, perhatian si monster seratus persen ke arahnya dan ia tak pernah menikmati menjadi pusat perhatian.

Jadi ia melakukan hal yang paling masuk akal.

Ia memakai kacamatanya. Biasanya, makhluk apapun akan lupa kalau ia ada di sana, namun gadis itu terkejut saat sang Kuda malah menyeruduk ke arahnya.

"Sialan,"

Gadis itu bergerak dan kemudian memegangi gelang di tangannya. Ia tak menyukai ini, ia adalah pembunuh bayaran, membunuh dari bayangan dengan sekali serang dan kemudian kabur. Namun seorang pembunuh bayaran tak boleh menjadi spesialis. Saat membunuh dan kabur gagal, ia masih bisa bertarung secara frontal.

Jadi ia menarik emosinya, dan mematik...

*
4 Mei 2018 – Waktu Bumi

Kalau kalian melihat kearah barat daya Manhattan, Liberion, Kalian bisa melihat sebuah gedung besar dengan lambang angkatan udara Liberion. Konon, di sanalah militer amerika menyembunyikan senjatanya, di pusat kota besar dimana senjata siap diturunkan untuk menghadang para penjajah.
Gedung tua itu mungkin sudah tidak dihuni lagi, banyak penduduk sipil percaya bahwa sejak kekalahan mereka dalam perang dunia kedua, Militer sudah tidak punya kekuatan apa-apa lagi. Masyarakat saat ini berlindung dibalik tentara aliansi.

Namun, siapa sangka diam-diam, Angkatan Udara Liberion tidak ingin menyerah.

Di dalam gedung itu, lantai minus dua puluh lima di bawah tanah, sebuah ruangan sempit dengan cat abu-abu dikunci dengan dua puluh lima lapis pintu. Sekali pandang, orang tak akan melihat apa-apa di dalamnya.

"Heh, Untuk seorang pahlawan, kau cukup menyedihkan ada di kondisi seperti ini."
Hanya ada seorang dokter dengan jas laboratorium kusam dan dua orang berseragam angkatan udara melihat ke sebuah tembok.

"Kami sudah dapatkan rahasiamu, lho," lanjut sang dokter, "Ternyata bukan apa-apa to. Kami sudah berhasil mereplikasinya! Rahasia Karsland bukan apa-apa."

"Apakah kau mencobanya pada anak-anak?" Sebuah suara tiba-tiba terdengar.

Sang dokter berbalik dan di belakangnya, seorang gadis berambut abu-abu dengan mata menusuk menatap sang Dokter. Seluruh tubuhnya diikat ke ranjang yang diberdirikan di depan tembok. Namun terlihat jelas kemarahan gadis itu.

"Anak-anak? Kamu bercanda, ya?" sang Dokter tertawa, "Militer Amerika sudah lama menguasai teknologi cloning. Dua puluh ribu tentara dengan kekuatan Api Bintang kini ada di kuasa kami."

"Kau tak akan aku maafkan," gertak gadis itu.

"Dan apa yang bisa kau lakukan, THE GHOST?" sang Dokter menentang, "Kau akan mati di sini, kami sudah menguasai kekuatanmu dan kini kau tidak punya kegunaan apa-apa buat kami. Menyedihkan."

Dua orang di sekitar sang dokter mengarahkan senjatanya pada gadis itu, namun tiba-tiba gadis itu menghilang. Ketiga orang itu menatap ke sekeliling dengan bingung.

"Ah, usaha bagus," kata sang Dokter, "Tapi kau akan tetap mati di ruangan ini."

Dan ketiga orang itu kemudian meninggalkan ruangan itu. Saat dua puluh lima pintu ditutup, Sosok gadis berambut abu-abu itu muncul lagi di tempatnya semula. Orang-orang yang keras kepala. Ketidakberadaannya kini sudah tak berpengaruh pada mereka. Mungkin berkali-kali kunjungan ke ruangan ini membuat dirinya membekas di otak manusia-manusia itu.

Ia menghela nafas panjang dan bertekad, Alayne Fiero tak akan mati di sini.

*

…kemarahannya.

Di tangannya, Sepasang katar terpasang. Sang Monster makin mendekat, jadi ia melompat tinggi dan mendaki kepala si kuda liar. Si kuda liar meringkik dan menggelengkan kepalanya, namun ia bertahan dan kemudian menusukkan bilah katarnya ke mata si kuda liar.

Lagi-lagi, si kuda liar buta untuk kedua kalinya.

Tapi bukan berartia makhluk ini menyerah. Ia berdiri dengan kedua kaki belakangnya, merentangkan sayapnya lebar dan melayang. Dengan gigih, gadis itu berusaha tetap di tempatnya, mensukkan satu katarnya di dahi sang kuda agar tidak jatuh.

Saat sang kuda liar merasa sudah cukup tinggi, sang Kuda menjatuhkan dirinya, kepala duluan, sekaan siap mati demi menghilangkan rasa gatal di dahinya.

"Sialan,"

*
Hero Respawn : Ronnie Stacatto
Hero Respawn : Dyna Might

Keduanya berdiri di perkemahan dengan ratusan pasukan alforea lain seakan tidak terjadi apa-apa. Namun para pahlawan tampaknya tahu apa yang baru saja terjadi.

"Kita tak bisa mati," Ronnie memulai, "Ah, aku kira aku sudah tamat tadi. Tapi bangkit lagi dan mengulangi pertarungan tadi, aku rasanya jadi tidak terlalu bersemangat."

"Tapi saat ini nona Alayne sedang mengalihkan perhatian kuda liar itu," kata Dyna.

"Siapa?" Ronnie tak mengingat nama asing itu.

"Ronnie, kalau kita ingin pertarungan tak berarti ini selesai, kita harus menghancurkan dua menara itu," kata Dyna sambil menunjuk menara di Utara dan Barat perkemahan,"Pria tampan sepertimu pasti bisa, kan?"

"Tentu saja, kau pikir aku siapa," Dyna menyeringai, "Tapi dengarkan aku, kau pikir kau bisa mengendalikan aku seperti itu?"

"Kau sederhana, eh?" Dyna menyeringai.

"Dengarkan aku, aku tidak suka dimanipulasi orang," Ronnie mengepalkan tangan dan menarik kerah baju Dyna, "Tapi karena kita memiliki tujuan yang sama, aku akan memberikan toleransi."

"Tentu saja, tuan Ronnie," Dyna tampak tak takut sama sekali.

"Baiklah, ayo pergi," kata Ronnie sebal.

*

Suara 'Boom' keras terdengar, namun sang kuda liar tampak tak terluka sama sekali. Gadis yang sedang berdiri di atas dahinya selamat, namun setelah dibanting dari langit, ia ragu bisa bertarung lebih lama lagi.

Rasa takut.

Ia merasakan rasa takut. Masih sangat kecil, namun rasa takut ini mulai muncul . Senjatanya saat ini belum cukup kuat. Jadi ia menyentuh kembali gelangnya dan mematik…

*

Alayne menatap pintu ruangannya dengan tatapan tak percaya. Pintu dua puluh lima lapis itu dihantam dengan keras sampai ruangan terasa bergetar. Bukan hanya itu, ia bisa mendengar suara hantamannya semakin keras pertanda satu persatu pintu berhasil di hancurkan dari luar.
Saat akhirnya pintu terbuka, sesosok gadis yang mirip sekali Alayne namun dengan rambut lebih pendek berdiri di muka pintu. Ia mengenakan sebuah jas laboratorium yang terlihat kebesaran dan sebuah kacamata berbingkai persegi.

"Halo nenek moyang," sapanya sambil mendekat.

Di belakangnya, sekelompok Kristal kecil melayang mengikuti gadis itu.

"Siapa kau?" Tanya Alayne curiga.

"Secara biologi, aku anakmu," kata gadis itu.

"Oh, aku tidak ingat pernah melahirkan anak sejelek dirimu," balas Alayne.

"Hei! Kita Sembilan puluh persen mirip!" gadis itu protes.

"Ha! Selera kacamatamu sangat buruk," Alayne menyeringai, "Jadi, jawab sejujurnya, siapa kau sebenarnya?"

Gadis itu menggerakkan tangannya di udara seakan memotong tali di tubuh Alayne dari jauh. Salah satu Kristal di belakangnya tiba-tiba mengeluarkan sebuah bilah laser dan dengan mudah memotong ikatan di tubuh Alayne.

"Ecclaire Lucchini," jawab gadis itu, "Aku adalah kloningmu. Kita secara genetic mirip 100 persen. Tapi tampaknya aku tidak mewarisi beberapa hal," Ia menatap kea rah dada Alayne.

"Oh, maksudmu ini?" Alayne dengan tidak tahu malu menunjuk dadanya, "Hm…kau laki-laki?"

"Hei! Aku perempuan!" Ecclaire berseru lagi, "Ah, aku tak tahu kau semenyebalkan ini," gadis itu menghela nafas.

Alayne tiba-tiba bergerak, menangkap salah satu Kristal dengan cepat dan menodongnya ke leher Ecclaire. Namun Ecclaire tampak tidak terkejut.

"Kalau kau salah satu dari manusia buatan itu, maka aku harus membunuhmu sekarang," suara Alayne berubah datar dan dingin.

"Kenapa?" Tanya Ecclaire datar, "Aku bias hidup karenamu dan aku bersyukur. Aku bukan senjata, aku hidup dengan kehidupan yang menyenangkan. Jadi kenapa kau membenciku…membenci kami?"

Alayne tidak punya jawaban. Sepanjang hidupnya banyak pihak yang ingin memanfaatkan kekuatannya. Mengambil rambut atau darahnya dengan paksa, membuat manusia buatan, boneka dari dirinya dan kemudian memakai boneka boneka itu sebagai alat perang. Namun boneka di hadapannya jelas berbeda.
Alayne menyerah dan melepaskan Kristal di tangannya.

"Apa maumu?" Tanya Alayne.

"Salah satunya, pemerintahan Karsland dan Fusou setuju bahwa mereka ingin memberikanmu imbalan atas kemenangan mereka di perang dunia kedua," jawab Ecclaire, "Kau tidak pantas di sini dan kami ingin memastikan kau hidup damai."

"Kemenangan kosong dan aku tidak butuh imbalan," jawab Alayne, "Alasan lain? Kau bilang itu hanya salah satunya."

"Ah, Aku ingin kau mewakiliku dalam pertarungan ini," Ecclaire mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya dan memberikannya pada Alayne.
Alayne menatap amplop itu sejenak. Amplop putih tak bermotif dengan tulisan 'Battle Of Realms V' sebagai pengirimnya. Ia menatap Ecclaire dan kemudian tersenyum puas.

"Turnamen pertarungan antar dimensi," Ecclaire menjelaskan, "Aku tak tahu bagaimana aku diundang ke sana, tapi sepertinya amplop itu dari dunia lain. aku tidak cukup gila untuk mengikuti pertarungan sampai mati di dunia lain namun aku menginginkan data tentang dunia itu."

"Jadi kau menjemputku dan ingin mengirimku ke dunia lain untuk bertarung sampai mati?" Tanya Alayne, "Ha, seperti saat aku masih muda dulu."

"Jadi kau setuju?"

"Dengan satu syarat, Aku ingin menghancurkan tempat ini," Alayne mengulurkan tangannya.

"Oh, dendammu sudah terbalaskan, nenek moyang," balas Ecclaire."

*

…Kepuasan.

Begitu api dipatik, bilah katar di tangannya berubah menjadi api bintang. Menyala keemasan dan dengan cepat membesar dan memanjang menjadi sebuah cambuk. Alayne memerintahkan apinya mengikat leher si kuda gila dan dengan kekuatan penuh, mencekik sang kuda liar.

Sang Kuda liar meringkik kesakitan. Kalau saja hanya tubuh fisik yang tercekik, mungkin ia masih bisa melawan dan bertahan. Namun saat nyawa dilukai, kesakitan yang dirasakan Tamon Rah berlimpat ganda. Gerakan sang Kuda makin berantakan dan ia berlari ke sana kemari, menginjak baik monster maupun prajurit Alforea.

Alayne tidak perduli, namun dengan cepat ia mengarahkan sang kuda kea rah menara. Tujuannya hanya satu, meghancurkan menara di barat dan berharap Dyna atau Ronnie melakukan hal yang sama.

Di tengah gurun, Sesosok kuda raksasa dengan api di beberapa bagian tubuhnya mengamuk. keempat tapak kudanya menginjak siapa saja yang berani mendekat. Ia berputar-putar di gurun tanpa tujuan tampak kesakitan.

Meski Dyna tidak mengerti bahasa kuda,ia paham betul apa yang sedang terjadi. Entah bagaimana, gadis berambut abu-abu itu melukai Tamon Rah. Dyna sendiri sedang kerepotan. Di tengah kepanikan mengamuknya kuda raksasa, pasukan monster makin beringas menyerang. Dyna memimpin satu pleton pasukan Alforea berjumlah 20 orang. Berjalan dalam formasi dimana Dyna tepat di tengah. Tujuan mereka satu, sebuah menara di bagian utara dan menghancurkannya.

Namun semakin dekat ke menara, pasukan yang mengelilingi Dyna makin sedikit. Ia sendiri sudah kelelahan menembakkan gelombang suara dan meledakkan gelombang suara. Jadi ia bertumpu pada serangan terlemahnya. Dyna mengenali nada rasa takut di sekitarnya. Semua manusia memancarkan nada yang sama kecuali dirinya dan dua peserta lain. Gadis berambut abu abu itu adalah kasus menarik, ia terdengar panik namun meski dari jauh Dyna mampu melihat bahwa gadis itu tidak memancarkan tanda-tanda panik sedikitpun.

Di sisi barat, suara kemarahan Ronnie terdengar hebat bahkan saat Dyna bergerak menjauh. Laki-laki liar itu tampaknya sendirian, menghajar monster sambil maju menuju menara di arah barat. Seekor manusia srigala berhasil menembus formasi pasukan dan hendak menggigit Dyna, namun Dyna menghindar dan kemudian membuat suara 'Kabom' yang mementalkan manusia srigala itu.

Saat akhirnya Dyna mencapai menara, hanya lima orang pasukan yang tersisa. Jatuh kelelahan di bawah menara.

Dyna menyeringai. Untuk ukuran orang lemah, mereka kuat juga. Seorang anak laki-laki dengan baju zirah kebesaran, seorang laki-laki tua dengan lengan berotot dan tiga laki-laki kembar dengan kampak di tangan mereka.

Orang yang menarik. Namun Dyna tidak ada waktu untuk mengagumi mereka. Ia mendekat menara, namun tiba-tiba tanah bergetar dan spontan Dyna menatap ke arah barat.

*
Semuanya berjalan lancar untuk Ronnie. Saat empat raksasa setinggi tujuh meter menyerang pasukannya, Hanya Ronnie yang selamat.

Itu bukanlah masalah besar bagi Ronnie karena dirinya lebih efektif bekerja sendiri. Dengan cepat ia mengrahkan pukulannya ke arah raksasa pertama dan mematahkan kakinya. Sang Raksasa pertama marah dan menerjang Ronnie, namun Ronnie menghindar dan membuatnya memukul raksasa kedua. Raksasa kedua yang marah kemudian membalas serangan raksasa pertama.

Tampaknya raksasa tidaklah terlalu pintar karena setelah itu kelima raksasa itu bertengkar sendiri dan melupakan Ronnie.

Ronnie tersinggung, tapi tugasnya bukan untuk membunuh raksasa. Jadi ia memutuskan untuk berlari ke arah misinya.

Barat. Menara yang menyimpan segel Tamon Rah. Pasukan orc menghadang Ronnie, gada diangkat tinggi-tinggi siap menghajar Ronnie.

"Dal Ceneri Alle Cener," Bisik Ronnie.

Dan laki-laki itu menggulung kedua tangannya dengan sepasang boxing tape. Seorang orc menerjang dan mengayunkan gadanya, namun dengan cepat Ronnie melepaskan jasnya dan melemparnya ke kepala sang Orc.

Monster busuk itu buta sesaat, namun sebelum ia melepaskan jas di wajahnya, sebuah pukulan mendarat di kepalanya dan membuat terpental.
Orc yang tersisa tampak terkejut dan kemudian melepaskan jas Ronnie dari wajah rekan mereka, namun wajah itu kini dua puluh lima kali lebih jelek dari sebelumnya.
Ronnie menyeringai.

"Siapa lagi yang mau maju?" tanya Ronnie.

Pasukan Orc itu segera kabur ketakutan. Ronnie menghela nafas lega dan kemudian kembali berjalan. Tak ada lagi monster yang menghadangnya dan begitu ia sampai di menara, ia menatap ke belakang sejenak.

Dyna belum sampai di menaranya dan sang Kuda liar tampaknya belum bisa melepaskan gadis itu --Siapa namanya tadi? Alayne?- dari kepalanya.
Dyna hendak memukul menara di hadapannya, namun tiba-tiba tanah begetar dan seekor kuda raksasa berjalan ke arahnya dengan kecepatan tinggi.

"Oh, sialan!"

Sebuah tapal kuda menginjak Ronnie dan di saat bersamaan, kepala Tamon Rah menghancurkan menara segelnya sendiri.

Menara barat hancur dan berselang setengah detik, menara utara ikut hancur. Tamon Rah melayang di udara dan kali ini ia berhasil membanting seorang gadis berambut abu-abu ke tanah dengan keras.

Kemungkinan tulang belakangnya patah dan luka bakar cukup parah di tangan dan kakinya. Tampaknya mengendarai kuda raksasa yang bisa mengeluarkan api bukanlah ide bagus.

Sang Kuda sendiri tiba-tiba tampak tenang. Di sekelilingnya dua buah lingkaran sihir mengelilinginya dan sang Kuda tampak kembali ke wujud asalnya, rembulan yang menggantung di langit malam.

West Tower  has been destroyed by Tamon Rah 
North Tower has been destroyed by Dyna Might
Game Over. Heroes Victory

25 comments:

  1. Duh rai, apa segitu susahnya buat proofread baca ulang tulisanmu sekali aja pas udah selesai? Kalau typo cuma satu-dua masih gapapa, tapi ini plus salah kapital dan udah sering dari kamu, jadi saya ga terima alasanmu apa

    Saya sejujurnya agak kasian sama Alayne di sini, meski seharusnya dia karakter utama, tapi agaknya ke-overshadow sama Ronnie dan Dyna sementara dianya sendiri kurang menonjol. Aplikasi kemampuannya pun ga bisa saya tangkep juga

    Satu poin plus karena munculin sisi Dyna yang denger apapun suara kayak musik. (Spoiler : salah satu kemampuan akhir dyna nanti ada hubungannya sama synesthesia, seneng ada yang udah gambarin itu duluan sebelum saya)

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh yaa~ padahal saya udah editting. Mungkin terlalu fokus sama typo.

      Sejujurnya, saya sengaja ngelupakan Alayne, karena...itu bagian dari power dia. Salah satu alasan kenapa saya ga pernah nyebut nama dia di luar flashback. Anyway, saya setuju kalau kemampuan dia kurang terekspos.

      Pliislah, mana ada asasin ngelawan monster segede gunung! saya nulis lama ya karena mikirin itu! Tapi setelah ini saya kirim, mendadak ide gimana cara ngalahin Tamon Rah mengalir. Damn! maaf malah curhat.

      Anyway, mungkin di sini saya terlalu fokus sama Dyna.

      Makasih nilainya kak Sam

      Delete
  2. Hmm, entry yang singkat, dan padat. Ga pakay bertele-tele langsung masuk ke medan tempur. Cuman aku ngerasa agak gimana gitu, kayak kurang tereksplor detil kemampuan-kemampuannya. Dan pada beberapa bagian ada narasi yang saya kurang jelas penggambarannya. Ukh, minus satu poin karena typo-typo yang bertebaran...

    Nilai : 6

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi kali ini saya ditampar sama kurangnya skill ya. Makasih Candle atas nilainya :)

      Delete
    2. a... aku tyda berniat menamparmu mas...

      Delete
  3. Entah kenapa kemunculan Ronnie di sini mengingatkan (atau bikin terbayang) saya sama kemunculan-kemunculan tokoh di the expendables xD

    Terus ko persis kaya di cerita ya? Dyna yang notice Alayne pertama kali :v di komen juga

    About eyd and stuff: typo attack, dan beberapa kurang spasi, atau penggunaan awalan “di-” yang harusnya dipisah kaya dimana >>> di mana. Pasti ini buru-buru nulisnya, kalo diambil dari difficulty level guitar hero, expert. (Alayne lempar aja Arai pake katar kalo dia buru-buru lagi)

    Adegan pertempuran bagus-bagus aja tapi agak kerasa sepi. Cukup kaget sama sistem respawn. Dan yang paling keren mungkin pas Alayne nge-rodeo Tamon Rah XD saya baca deskripsi Alayne, 155cm, meanwhile, Tamon Rah 50m. Karena kebayang adegannya, jadi itu seru.

    Well, setelah berbagai pertimbangan, saya kasih nilai 8 buat Alayne. ^^)7

    Oc : Eophi

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya, Kak Sam memang selalu komentar pertama kali di semua cerita kayaknya. hahaha
      Makasih pak Rujak atas komentarnya. Semoga saya bisa berhadapan dengan Eophi kelak.

      Delete
  4. Pertama, sama kaya komen yang udah2, entry ini terlalu banyak typonya. Emang gak fatal kaya slh satu stasiun TV, tp cukup menganggu buat saya.

    Lho, kok ga ada awalannya? Padahal saya cukup kepo sama kehidupan karakter. Sekalinya ada flashback, penempatannya agak kurang pas. IMHO.

    Terus interaksi dan dialognya, belum ada spesialnya. Datar banget feelnya -_-

    Teknisnya sendiri, soal pertarungan dan aplikasi skill OC, saya gak mempermasalahkan karena yg terpenting saya dapet alur yang bagus.

    Jadi nilainya: 7, tapi tambah satu jadi 8 ding. Semoga kita bertemu lagi, Alayne.

    -Dari Ahran-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Ahran nilainya.
      Saya sendiri baru sadar kalau dialognya datar saat saya baca ulang dan lihat komentar temen-temen. Mungkin upaya saya buat dialog sinis masih belum berhasil. Semoga bisa di perbaiki kalau saya lolos

      Delete
  5. Hmm... battlenya lumayan, walau benar seperti kata Sam, Alayne yang di sini sebagai MC fokusnya agak kurang. Runutan pertempurannya juga asik diikuti, kalau saja tidak terlalu banyak typo yang bikin saya tersendat bacanya.

    Satu lagi, one does not simply put a flashback between a sentence... itu sama sekali gak subtle dan bikin saya balik lagi buat baca ulang.

    I know you can do it, c'mon dude, re-read your works over and over again, clean it up. Tidak usah sampai bener-bener sempurna bersih, setidaknya usahakan jadi minim.

    Nilai 7


    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ternyata trik saya soal flashback malah fail ya? In any case, makasih nilainya bang Zoel :)

      Delete
  6. terlepas dari segala macam teknis , seperti typo, penggunaan tanda baca dll. saya agak bingung dengan penceritaannya,seperti penempatan flashback yang kurang tepat.

    saya juga bingung kenapa bisa ada sistem respawn, padahal gak di jelasin kalo arena itu seperti arena game yang bisa menggunakan sistem respawn.

    dialognya datar, sedatar ekspresi alayne.

    alayne kurang terekspos di sini, meskipun akhirnya alayne sih yang buat adegan battlenya menjadi dramatis dengan merodeo tuh tamon rah yang berujung dengan terinjaknya ronnie. duh alayne gak peduli banget sama rekannya yah, hihi.

    so nilanya : 7

    khanza

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alasan kenapa Alayne kurang terekspos sebenernya bagian dari skill dia, jadi saya bakal bilang saya bangga dengan hasil itu. Cuman mungkin flashback itu harus saya sesali dan perbaiki kalau lolos nanti.

      Soal sistem respawn, saya terinspirasi dari entry peserta lain seperti Nelly. :)

      Makasih nilainya, Adhie

      Delete
  7. Saya baik-baik saja baca beberapa paragraf awal... Sampai tiba-tiba ada hurup di tengah kalimat yang kapital dan awalan kalimat yang nggak kapital. OK, gpp. Trus saya lanjut baca... Trus flashback satu-dua dan saya mulai bingung ini ceritanya gimana...

    Kek ini misal :

    Sosok si kuda gila (tampaknya tidak buta lagi, Wow! cepatnya) melayang di langit, merentangkan sayapnya dan kemudian puluhan bola api meluncur ke tanah.

    Hal yang Ronnie ingat terakhir adalah...Sepertinya ia perlu membeli celana baru.

    Ronnie Stacatto DIE
    Dyna Might DIE
    ---

    Sampai situ saya berhenti baca karena gak tau kenapa kudanya jadi buta lalu jadi nggak buta lagi. Saya juga nggak paham kenapa Ronnie perlu ganti celana. Mungkin dia takut? tapi kan sebelumnya dikasih tau kalau Ronnie itu gagah dan badass?

    Dan itu apa yang terjadi tiba-tiba Dyna sama Ronnie mati? Saya baca dua kali baru paham. Deskripsinya rada kurang jadi saya bingung. Ini terjadi di beberapa tempat di cerita ini.

    Akhirnya saya ngambil kesimpulan bahwa tulisan ini emang nggak bisa ngehook saya sama sekali. Saya gak paham kenapa tiga orang ini bisa join team, apa motivasinya. Karakterisasinya jelek, mereka semua nggak ada perkembangan karakter sama sekali dari awal sampe akhir. Dan saya baca sampe akhir itu juga bukan karena penasaran dengan cerita tapi karena pengen tahu apa yang salah dengan tulisan ini.

    Keknya intinya ada di narasi deskripsi. Kurang banget. Pembaca dikasih tau gambaran tempat dan interaksi antar karakter, tapi nggak dikasih tau sama sekali tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ini nyiksa pembaca.

    Hasilnya, tiap part jadi nggak jelas intinya apa sehingga waktu disela sama flashback, pembaca lost. Ini flashback bagian mana dan tadi yang dibaca terakhir timelinenya di mana. Waktu pembaca lagi coba buat mencerna, dihajar lagi sama loncatan flashback lainnya sehingga makin babak belur.

    Mungkin flashback maju-mundur ini mau dijadiin ciri khas tulisan ini... Tapi buatku, pemakaiannya justru bikin bunuh diri karena ngejadiin cerita jadi makin berantakan.

    Kekurangan lain, Alayne sendiri nggak kerasa, kek yang udah dibilang banyak komen sebelumnya. Itu flashback Alayne kek dipake buat ngebuild penjelasan tentang kekuatannya tapi sampai akhir tetep minim penjelasan sehingga flashback itu sendiri hampir nggak ada fungsi buat keseluruhan cerita.

    Yang paling parah, OK, Alayne ini dibikin susah dinotis, kek hantu. Berusaha dengan nggak ngasih deskripsi dan ngusir Alayne ke background itu menurutku perbuatan yang malas... dan kejam.

    Sorry Arai... Sebenernya ada beberapa poin plus, Dyna dengerin musik, battle yang bagus, konsep respawn, dll. Tapi semuanya ke overshadow banget sama kekuarangannya.

    Nilaiku : 4
    OCku : Alshain Kairos

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Count Fu, harus saya akui saya sendiri menyesali apa yang ga saya tulis di entry ini. Anyway, makasih nilainya :)

      Delete
  8. Saya sih nggak mempedulikan masalah typo dan sebagainya~

    btw, rada kaget juga karena Arai pake sistem respawn juga
    XD

    kemunculan 'anak' alayne bikin saya memincingkan mata, terlebih dia itu pettan :v

    dan Rai, entah kenapa kilasan flashback di tengah pertempuran yang coba kau buat itu... rasanya masih kurang kena, kesannya malah jadi irrelevan sama apa yang sedang terjadi (Alayne menunggangi tamon raah pake bilah katar :v )

    Dan seperti trait Alayne yang asli. Nggak cuma gak dinotis sama OC yang lain, sepertinya Alayne juga kurang ke-notice di mata pembaca ya... dia kayak tenggelam gitu :v

    btw, Point 8

    ReplyDelete
  9. Pertama, itu Tamon Rah mestinya setinggi 50 meter lho. Kok kesannya di cerita ini jadi kayak kuda raksasa yang ukurannya nanggung? Bisa dengan mudah begitu dikontrol sama Alayne, padahal itu hitungannya adalah monster setinggi gedung, tetapi malah seperti hanya monster 7-10 meter sahaja. Efeknya buat Alayne hanya luka bakar kecil-kecilan di bagian akhir saja. Sungguh luar biasa.

    Kemudian di sini Arai harus ingat ada OC-OC yang skillnya terbilang unik. Terutama OC kamu sendiri, si Alayne, dan si Dyna, yang mainan suara. Namun di sini kamu menggambarkan mereka mengeluarkan jurus seperti biasa saja. Seolah pembaca sudah tahu tentang mereka, tentang bagaimana jurus mereka, tentang dampak dan akibat dari jurus itu. Padahal kan tidak. Kamu harus selalu menganggap kalau pembaca belum mengenal OC-OC di entri kamu, karena ini toh prelim.

    Kemudian, seperti kata yang lain juga, kilas balik di sini fungsinya apa sebenernya? Apa pula pentingnya sosok Ecclaire itu di kisah prelim ini?

    Dan efek "hawa kehadiran yang tipis" kok malah dimainkan untuk menyusahkan teman setim, sih?

    Penutup, saya sudah sering ingatkan soal ini, oh well. Tulisan kamu sempurna sekali. Tak ada typo, tak ada kesalahan EYD dan tata bahasa, tak ada kesalahan tanda baca, tak ada kesalahan eja ataupun kesalahan penggunaan huruf kapital. Spasinya pun sangat konsisten. Maka saya ngerti banget kenapa kamu nggak melakukan editing dan proofreading lagi di tulisan ini. Wong sudah sempurna, untuk apa dicek lagi?

    Kamu sudah mengumpulkan banyak pengalaman menulis.Tetapi seperti kata Sam dulu, kamu seolah menolak untuk level up.

    Nilai 6
    OC: Kusumawardani, S.Pd.

    ReplyDelete
  10. Alayne tipis dan misterius, ya.

    Tapi saya rasa hal itu tidak harus serta merta juga mengurangi porsinya dalam keseluruhan cerita. Penggunaan flashbacknya juga kurang membantu. Karena pada di alur maju-nya, Alayne pun masih terdominasi sama aksi duo Ronnie/Dyna yang anehnya malah lebih solid dibanding Alayne itu sendiri.

    Saya padahal Alayne bisa lebih menonjol lagi sih, bukan hanya dalam actionnya saja seperti rodeo kuda gitu...

    Impactnya kerasa, tapi rasanya tanggung.

    Maaf ya, harusnya bisa di atas rata-rata, tapi karena rasanya nanggung saya kasih 7/10.

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
  11. Awalan yang membawa langsung ke waktu battlenya, oke juga.

    Mereka dibuat ngebunuh monster dulu baru ke menara, nice.

    Saya langsung jatuh cinta dengan laki-laki liar dengan tuksedo rapi. Di sini, dua hal yang saling bertolak belakang dipadukan dengan indah, tuksedo rapi—laki-laki liar. Keren!

    Cerita ini memakai POV 3 serba tahu yang tidak memihak dan terasa sebagai narrator pembawa kisah. Meski saya bukan tipe pemakai POV 3 yang seperti itu, tapi ini nice.

    Sayangnya, awalan di sini malah bikin saya mikir, ini prelimnya alayne atau dyna? Bagi saya yang merasa, awalan harus dimulai dengan pendekatan karakter yang harusnya jadi tokoh utama, ini nilai minus.

    Oh namanya Ronnie, toh! Next saya cari entrinya, hihi.

    Tiba-tiba di tengah, saya tertarik buat baca charsheetnya si Alayne. Sayang, hyperlink di judul Alayne masih nyasar, nanti aja kali ya :v

    Saya cukup tertarik dengan karakter Alayne yang pendiam dan tidak terdeteksi, tapi karena itu Dyna dia terdeteksi.

    Nah, ada yang bikin bingung. Ronnie mukul kaki kuda? Yang saya tahu, si Tamon Rah itu, lewat aja bisa bakar kota, kalau dipukul gimana? Saya belum nemu keistimewaan si Ronnie soalnya di sini. Jadi bingung <(“)

    Tamon Rah pada asalnya memang udah dalam keadaan madness, dia ga bisa tentuin mana lawan mana kawan. Madness yang kupikirin itu masuk dalam konteks buta. Jadi, apakah Ronnie keluarin skill buat buta itu penting, saya kurang tahu. Tapi tinggi Tamon Rah 50 meter, si Ronnie loncatnya tinggi juga ya ._.

    Alayne itu kenapa sih? Kok lepas kacamata sama pakai bisa ngerubah sesuatu. Enggak dijelaskan.

    Wkwkkwk celana baru? Sobek nih ye? :v

    Oh wo wo wo. Itu apa tulisan Ronnie dan Dyna mati. Ini tiba-tiba, dari suasana yang terasa realnya, kok jadi kayak game gini. Ga dijelasin pula kenapa Dyna dan Ronnie mati. Duh.

    Oh, dia toh si pembunuh bayaran. Tamon Rah nyeruduk di sini ga terasa ngebakarnya

    Wo wo wo. Ada satu kalimat yang dipisah oleh satu scene. Saya ga tau ini boleh atau enggak, tapi bikin saya scroll ke atas lagi buat cari potongannya. Duh.

    Oke, penulis menarasikan ini kayak game kayaknya. Bisa respawn toh <(“)

    Duh, lagi-lagi dua kata dipisah satu scene ._.

    Hahaha, dada, nice :v

    Oke, karakter Alayne mulai terasa badassnya. Saya suka.

    Overall, saya nemu beberapa typo yang disebabkan oleh auto-correct si Tuan Word.

    Oke, jadi yang diundang si Ecclaire? HAHA! Saya merinding di sini, mungkin karena saya berada tepat di bawah AC *enggak* tapi kayak ada sfx music yang keputer di kepala pas scene ini.

    Di mana, bukan dimana ^^

    Suara ‘kabom’ hahaha. Agak polos di sini, saya jadi ingat diri saya yang dulu.

    Wkwkwkwk. Oke bagian raksasa itu bikin saya ngikik.

    Bagian akhirnya aku kurang dapet pas ngancurin tower, tapi tak apa. Akhirnya Tamon Rah berhasil jadi bulan lagi.

    Bener kan, ini game banget :v

    Oke, saatnya menilai. Hmmm, ketiga karakter terasa di sini. Menarik dan keren. (3 poin)
    Battlenya menarik, si karakter utama yang nyelesain, dia sekarat (3 poin)
    Ini campuran antara game dan cerita (3 poin)
    Deskripsi kejadiannya keren dan maknyuss, tergambar di benak saya. (2 poin)

    Eh, kelebihan ya? Tenang, belum selesai.

    Deskripsi tentang kekuatan karakternya, kurang dijelaskan (-1)
    Banyak EYD dan typo yang mesti dibenahi (-1)

    Jadi, nilai akhir, 9. Selamat! Uye uye uye :v /

    -Eumenides/Puppet-

    *ps : penilaian ini membuat saya buka word dan blog bersamaan, dan memakan 3 halaman di word, jadi maafkan saya karena ini sebenarnya sangat menarik diikuti. Dan saya ingin Alayne bisa bertarung lagi, semangat!


    ReplyDelete
  12. Hmmm.... autocorrect belum dimatikan, masih ada beberapa typo di beberapa tempat. Adegan Alayne dan Ecclair (?) di ruangan lumayan bagus. Saya merasakan To Aru di sini. Adegan bertarungnya ... menyerang ke depan, lalu ada yang mati dua, respawn, lalu Alayne menunggangi si kuda. Lalu si kuda menabrakkan diri ke menara. Saya tidak melihat perlawanan menara yang konon katanya bisa memuntahkan proyektil untuk menghadang penyerangnya.

    Bagaimana dengan keseluruhan cerita ini? Saya bisa membacanya dengan terputus-putus (skimming) dan masih mendapatkan intinya. Meski rasanya bagian untuk Alayne sendiri kurang terasa, ya? Mungkin ke depannya dia bisa lebih dibuat bersinar?

    Nilai akhir 7.


    [ OC: Geiger Scwarz ]

    ReplyDelete
  13. Ia mengutuk keberuntungannya. Tentu saja ini tak akan semudah itu. Begitu bola api jatuh ke bumi, tak ada satupun yang selamat. Gadis itu beruntung karena ia melemparkan Ronnie ke arah bola api dan kemudian kabur.

    BERUNTUNG NDASMU! ITU NAMANYA SENGAJA!

    Akan lucu kalau ada tsukkomi kek gini wkwkwkwk, oke, mulai komen.

    aduh rai, saya heran kamu bertahun-tahun nulis masalahnya masih sama aja. no comment dah soal ini.
    Masuk narasi, style kamu cukup bagus, walau mungkin ada beberapa deskripsi yang miss, tapi kamu udah mau usaha buat itu. Soal battle dan sejenisnya udah disebutkan jg sih di atas, jadi saya ga perlu menabur garam pada luka. Well, sepertinya hal kayak gini bisa dituntaskan dengan penurunan tempo dan menikmati setiap detik adegannya, nanti bakal terproyeksi lewat tulisanmu, jadi orang juga bisa melakukan hal yang sama. Jangan terburu-buru yang jelas, toh sebenarnya waktu masih banyak.

    Skor: 7

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
  14. Ceritanya seru, tapi sebenarnya bisa lebih bagus lagi, apalagi endingnya yang seperti terburu-buru.

    Flashback Alayne juga cukup menarik, bahas tentang kloningan, jadi inget Misaka Mikoto, tapi penyajiannya agak kurang tertata rapi kalo menurut saya.

    Nilai 8

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  15. Hawa kehadiran yang tipis punya Alayne ini benar-benar terasa di cerita ya? sampai-sampai yang dapet spotlight malah Dyna dan Ronnie. Saya ngeliatnya jadi kayak Akarin yang nggak muncul-muncul.

    Typo oh typo....

    Overall, cerita ini bagus. Saya suka sama narasi dan adegan battle yang terkadang diselipkan jokes, meskipun tidak tertulis secara eksplisit kalau itu jokes.

    Mungkin kalau maju ke next round bisa lebih baik?
    7/10

    Harid Ziran
    OC: Wilhelm Carna

    ReplyDelete
  16. Ada dialog yang menurut saya rada off, antara siapa yang berkata apa. bagian setelah dyna dan ronnie respawn.
    ah dan respawn ini benar-benar mengurangi ketegangan battle imo. Kalau bagi saya sih sistem macam ini cocok untuk cerita yang mau mengedepankan unsur komedi, tapi komedi yang dikau bawa seperti ketika Alayne ngelempar Ronnie ke bola api ga cukup ngena buat saya.

    oh... kita sama-sama pake alur maju mundur yak #plak.

    soal EYD saya no comment, karena saya juga masih parah, dan ketika baca enggak terlalu mengganggu bagi saya. kecuali bagian percakapan tsb.

    menjelang scene akhir somehow ini berasa langsung di rush. beda sama bagian tengah yang mengalir gitu aja.

    langsung saja deh, final verdict!
    ===
    Am i enjoy it? (4/5)

    Is this excite me? (4/5)

    Am i skim some part? (-1/-3)

    Extra point (1/1)

    total score: 8/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete
  17. pingin ngomentarin justify, tapi seenggaknya ga ada wall of text jadi abaikan saja /plak
    deskripsi battle kurang jelas, lalu karakternya mati dan hidup begitu saja tanpa penjelasan @_@
    Ternyata tulisan hero respawn bisa dibaca Alayne? Saya pikir cuma narasi /ngek/
    endingnya agak ngebingungin, cara Dyna menghancurkan menara memang tak dijelaskan ya?
    nilai 7

    Apis

    ReplyDelete