15.5.15

[PRELIMINARY] HARU AMBROSIA - THEY SAY IGNORANCE IS A BLISS

[Preliminary] Haru Ambrosia - They Say Ignorance is A Bliss
 Penulis: Haru Sammi


            Haru yang kaget kini menatap sekelilingnya. Ia ada di lapangan yang luas. Ada orang. Ada makhluk yang menyerupai orang. Juga ada kucing hitam.
... loading ...
Hah? Wait, what? Kucing? Nggak salah?
Oke, ini aneh, tapi insting pertama yang mampir di kepalanya menyuruh Haru untuk mengelus kucing itu, tapi kucing itu malah berlari menuju ke ... gadis kucing --?-- yang membelakanginya.
 "Hah? Apa-apaan ini?" Haru menaikkan alis kanannya. Setelah melihat beberapa orang aneh, ia lebih memilih untuk mengelus seekor kucing, dan kemudian kaget karena kucing itu berlari ke arah kucing lain --yang kali ini berbentuk setengah manusia. Oke, sebutlah dia lemot, salah fokus, atau apalah itu.
            Haru mendekati si gadis kucing yang kini berbalik, namun menatap kucing kecil yang sehitam malam, bukan menatapnya.
Si gadis kucing yang lebih tinggi darinya berpakaian cukup minim seperti dirinya, dan Haru bisa melihat dua buah senapan yang tidak ia tahu jenisnya terkait di sabuk si gadis kucing.
Yah, Haru penganut "malu bertanya sesat di ranjang jalan" yang taat, jadi ia memutuskan untuk bertanya, "Uh, hai?"
 "Oh, hai! Ada apa?" tanya si gadis kucing riang sambil menggendong si kucing hitam.
 "Kamu tahu ini tempat apa?"
 "Enggak."
 "Kamu tahu apa yang terjadi?"
 "Enggak."
 "Ergh ... kamu tahu kenapa kita ...--"
 "Nggak! Aku nggak tahu apa yang terjadi dan kenapa ini terjadi. Tapi sepertinya ini akan menarik."
            Haru mengangkat alis kanannya sebelum menghembuskan nafas pasrah. Ia menoleh, dan matanya menemukan seorang pemuda tampan berambut hijau yang berjaket unik. Ia tampak tengah menatap seseorang atau sesuatu, tapi entah siapa atau apa. Haru mendekatinya. Sepertinya orang berwajah serius ini tidak akan menjawab pertanyaannya secara ngaco.
 "Uh, hai."
 "Oh! Ya! Halo." orang itu tampak kaget.
 "Maaf, kaget ya?" tanya Haru sambil tertawa canggung.
 "Ah, iya, hehe ... ada apa, ya?"
 "Anu, apa kamu tahu kenapa kita ada di sini?"
 "Nggak juga, sih. Mungkin mendengarkan orang di depan itu bisa menjawab pertanyaanmu," jawab si pemuda sambil mengedikkan kepalanya ke depan.
Haru menoleh ke arah yang ditunjuk si pemuda, dan kemudian menjulurkan lidahnya keki karena baru mengetahui bahwa ia telah melewatkan sebagian dari sesuatu yang penting.
            "Dari seratus satu orang yang ada di sini, hanya ada empat puluh delapan peserta terbaik yang akan terpilih untuk mengikuti turnamen yang sesungguhnya. Setiap peserta akan dikirimkan ke sebuah area khusus untuk babak penyisihan dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua hingga empat orang. Kalian bebas untuk memilih anggota kelompok kalian, dan begitu kalian sudah mendapatkan kelompok yang menurut kalian pas, maka kalian akan langsung dikirim ke tempat pertarungan oleh seorang maid yang akan menjelaskan misi yang harus kalian jalankan begitu kalian tiba di tempat pertarungan."
Haru mangap. What the hell...?
 "Ketat sekali!!" seru Haru kaget.
 "Tolong diam dulu," desis pemuda di belakang Haru sambil menjitak kepalanya pelan.
Haru mengaduh kaget dan memegang kepalanya, kemudian menoleh ke belakangnya untuk menemui pemuda berompi emas yang --jauh-- lebih tinggi darinya menatapnya. Bukannya merasa terintimidasi, Haru malah membalas tatapan orang itu.
 "Kenapa lihat-lihat?" tanya si rompi emas.
 "Kamu sendiri ngapain lihatin aku?" Haru balik bertanya.
Bukannya menjawab, pemuda itu malah membuang nafas, kemudian kembali menatap ke arah si pembicara tua di depan.
            Namun ternyata, si pembicara tua tidak mengatakan apapun yang penting lagi, jadi si pemuda tinggi kembali menghembuskan nafas sebelum tersenyum pada Haru sembari menunduk.
 "Mau jadi kelompokku?" tanyanya.
 "Kenapa?" bukannya mengiyakan atau menolak, Haru malah menanyakan alasan si pemuda memilihnya. Terbiasa menjadi underdog yang outcasted membuatnya agak heran ketika orang tak dikenal memilihnya.
 "Well, melihat pedangmu dan keberanianmu menatap balik orang yang jauh lebih besar darimu, sepertinya kamu attacker yang lumayan."
Haru tertawa kecil, lalu mengangguk. "Oke, oke."
            "Aku Haru Ambrosia," kata Haru sambil mengulurkan tangannya.
 "Garrand Entrenchord." Garrand membalas uluran tangan Haru sambil tersenyum.
 "Aku gabung, ya," tiba-tiba pemuda berambut hijau yang sejak tadi berada di sebelah Haru dan menjadi kambing congek ikut buka suara.
 "Oh, ya, silahkan!" kata Haru riang. "The more the merrier!"
 "Namaku Raditya Damian, 23 tahun," kata si rambut hijau.
 "Ahaha, harus formal begitu, ya?" tawa Haru sambil berganti menjabat tangan Raditya. "Aku panggil Radith, ya?"
 "Iya. Biasanya aku juga dipanggil begitu, kok."
 "Panggil aku Garrand, aku 22 tahun."
 "Weh, berarti cuma aku yang masih muda di sini. Aku baru 17 tahun," kata Haru riang.
 "Semangatku nggak kalah darimu, kok," kata Garrand sambil tersenyum.
            "Okelah, tiga orang saja sepertinya cukup," kata Garrand lagi sambil meregangkan otot lehernya dan berjalan menuju bangku panjang dari batu yang ada di pinggir lapangan.
Haru mengikuti Garrand sambil melihat sekelilingnya, dan baru menyadari bahwa ia berada di dekat sebuah kastil kolosal yang bukannya dikelilingi penjaga, tapi dikelilingi para gadis berpakaian maid yang imut. Dan Haru baru sadar beberapa saat kemudian bahwa wajah mereka semua sama.
 "Sekedar ice breaking dan pengenalan. Aku defender, tapi juga bisa menyerang dalam jarak dekat," ujar Garrand setelah mereka semua duduk. Tak hanya sekedar mengenalkan diri, ia menunjukkan perisai yang ia kaitkan di punggungnya
 "Kelihatan, kok," ujar Haru.
 "Aku Attacker. Kekuatanku petir yang berbasis prana," kata Radith.
 "Hah? Prana itu apa?" tanya Haru dan Garrand bersamaan.
 "Kalau di game, namanya mana," lanjut Radith.
Haru manggut-manggut, sementara Garrand hanya mengangkat satu alisnya, entah mengerti atau tidak, namun yang pasti tidak meminta penjelasan lebih lanjut.
 "Bisa serangan jarak dekat?" tanya Haru.
Radith hanya mengangkat satu bahunya. "Bisa, tapi tidak bagus."
 "Oke..." Haru mengangguk dan memberi jeda sejenak sebelum ikut memerkenalkan dirinya, "Aku attacker. Pengguna pedang, seperti yang bisa kamu lihat, dan pengguna seni bela diri jalanan." Haru meringis.
 "Bisa sihir?" tanya Garrand.
Haru menggeleng.
 "Hm, oke. Berarti sejauh ini, kita punya tenaga penyerang yang besar. Dan tenaga penyerang kita bisa dibilang cukup fungsional karena kita bisa menyerang baik dari jarak jauh maupun jarak dekat," simpul Garrand.
 "Sip deh. Berarti kita fix, ya. Tinggal daftar," sambung Haru.
Garrand mengangguk dan berdiri.
            "Daftarnya ke maid yang di sana itu?" tanya Radith sambil menunjuk para maid yang berjajar.
 "Iya kali, ya," kata Haru acuh. Ia berjalan cepat menuju salah satu maid dan menanyakan apakah ia bisa mendaftarkan timnya pada si gadis bercelemek itu.
 "Ya, silahkan daftarkan tim Nona di sini," kata si maid.
 "Oke, Haru Ambrosia, Garrand Entrenchord, dan Raditya Damian." Haru mengabsen anggota kelompoknya satu persatu.
 "Baik, tercatat," ujar si maid sambil tersenyum pada seluruh anggota kelompok tersebut yang sudah berkumpul di dekatnya.
            Si maid berjalan agak mundur dan membaca suatu mantra. Sebuah portal magis muncul dan memancarkan cahaya biru hingga ketinggian ... entahlah, seberapa tingginya.
 "Silahkan ikut saya, Tuan-tuan dan Nona sekalian," kata si maid ramah sebelum melangkah dan menghilang di portal.
Haru dan teman-temannya saling bertukar pandang sebelum mengikuti langkah si maid.
            Yang tidak mereka ketahui adalah, sesaat setelah mereka menghilang, tepat sedetik sebelum portal itu menghilang, seseorang berlari menyusul mereka dan turut menghilang tertelan cahaya portal.
***
            "Misi Tuan-tuan dan Nona adalah menghancurkan dua menara kembar yang berseberangan. Untuk melakukannya, Anda harus menghancurkan keduanya secara bersamaan," terang si maid.
 "Hmm, oke...," kata Haru sambil manggut-manggut. "Tapi apa nggak terlalu mudah kalau cuma begitu saja?"
 "Eeeh ... player lain biasanya bersyukur misinya mudah," goda si maid.
 "Rasanya aneh kalau mudah begitu," kata Garrand.
Radith mengangguk.
            Suasana berganti. Pemandangan di sekitar mereka berangsur-angsur berubah seperti gambar yang baru ter-load di internet.
Maid itu tertawa kecil sebelum akhirnya menjelaskan lagi. "Di sana," katanya sambil menunjuk padang pasir berbatu yang luas. "akan ada sepasukan Alforea yang terdiri dari seribu prajurit dan sekumpulan besar monster yang akan bertempur. Untuk mencapai menara yang terletak jauh di utara sana, kalian harus melewati medan perang itu."
 "Okay then. Kurasa aku bisa." Haru meringis.
 "Aku bisa," kata Radith.
Garrand mengangguk.
            Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Tanah tempat berpijak bergetar hebat. Dan sesaat kemudian terdengar teriakan pria dan raungan keras.
 "Perang akan segera dimulai, Tuan-tuan dan Nona."
 "This better be cool!" seru Haru bersemangat.
 "Oh, kurang satu info lagi. Lima menit setelah...--"
            Haru menjerit kaget seiring si maid terjerembab jatuh dan terpecah menjadi piksel-piksel biru yang langsung melayang dan menghilang.
 "Hei! Lima menit setelah apa?" teriak Haru kesal.
 "Walah, tenang dulu, Mbak," kata Radith.
 "Mbak?" Haru menoleh bingung karena merasa belum pernah mendengar istilah itu.
Dan Haru lebih bingung ketika mendapati Radith yang kini memakai topeng separuh wajah berwarna merah, sebuah gelang --yang cukup mencolok hingga Haru memerhatikannya, dan sebuah zirah pelindung dada berbintang yang tersembunyi di balik jaket uniknya.
 "Mbak adalah panggilan bagi gadis di kotaku."
 "Itu armor-mu?" tanya Haru lagi.
 "Anggap saja demikian. Untuk sekarang, panggil aku Vajra," kata Radith yang kini berubah nama dan penampilan.
            "Hei! Kamu siapa?" tanya Garrand memicu tolehan dari Haru dan Vajra.
Garrand sedang menghadap gadis berambut tiga warna dan berkuping kucing yang berusaha menangkap piksel-piksel biru yang terbang tadi. Mirip kucing yang tidak tahu apa-apa dan berlagak imut.
 "Lha, kamu kan kucing gila yang tadi!" seru Haru.
 "Aku nggak gila! Namaku Mi-Ke," bantah si gadis kucing yang tadi ditemui Haru.
 "Kamu bukan kelompok kami. Kenapa kamu di sini?" tanya Garrand.
 "Aku tertarik dengan cahaya biru tadi. Aku melewatinya dan boom! Aku di sini!"
            "Awas!!" seru Vajra dan Haru bersamaan.
Semuanya menoleh dan mendapati Haru sedang menahan serangan seekor anubis. Haru menahan dengan pedangnya, sementara Vajra tampak sedang menahan kepalan tangannya hingga sebuah bintang di zirahnya berpendar, sebelum akhirnya meninju anubis itu hingga terpental.
 "Lupakan formalitas! Kita punya misi!" teriak Haru. Ia menebas kepala anubis yang hendak kembali bangkit, kemudian berlari menuju medan perang. Vajra mengikutinya dari belakang.
            Garrand mendengus, kemudian berlari mengikuti kedua temannya. Mi-Ke menatap sekitarnya dengan heran. Sesaat kemudian, mata hijaunya berubah kuning, dan ia berteriak keras, "BANZAI!!". Mi-Ke mengeluarkan kedua buah senapannya dan berlari menuju medan perang.
***
            "Aku ralat!!" teriak Haru yang baru saja menghabisi monster ke-15-nya. "Ini sama sekali nggak mudah! Jumlah ini nggak masuk akal!"
Garrand berada di dekat Haru, beradu kekuatan seekor atau seorang --entahlah-- scorpius --atau manusia setengah kalajengking-- dengan tinggi badan hampir dua kalinya.
Vajra saat ini sedang mengurung beberapa monster dengan sebentuk jaring yang tampaknya menyetrum makhluk-makhluk itu.
Mi-Ke tidak tampak di manapun.
            "Haru! Kamu paling kecil, harusnya kamu mudah menyelinap!" seru Garrand sambil melandaskan pukulan terakhirnya pada si scorpius.
 "Terus kenapa?" tanya Haru sambil mengambil nafas.
 "Carikan jalan ke menara!"
Haru mengangguk dan berlari menuju arah yang dikiranya utara.
***
            "Hahahahaha!!" Mi-Ke tertawa sembari menembakkan kedua Mosin-Nagant-M91-nya gila-gilaan.
 "Mati kau, mati! Kau juga! Ahahaha!"
Beberapa monster berhasil menangkis peluru Mi-Ke. Beberapa bahkan tetap hidup walau sudah tertembak beberapa kali.
Mi-Ke seharusnya tidak terlalu bersenang-senang.
Mi-Ke seharusnya lebih waspada.
Mi-Ke seharusnya tahu bahwa ada seekor arachne --manusia setengah laba-laba-- yang siap menerkamnya dari samping.
            Grasp!
Arachne itu berhasil menerkam Mi-Ke dari samping dan menjatuhkannya. Ia menindih Mi-Ke mulai menjerat kaki Mi-Ke dengan jaring-jaringnya.
 "Gaaah! Pergi! Pergii!" jerit Mi-Ke.
Arachne itu menjerit dan memamerkan kedua taring laba-labanya pada Mi-Ke.
Mi-Ke mendesis dan ganti memamerkan caninus-nya. Tak hanya itu, ia mencakari wajah arachne itu hingga hancur.
Begitu ia lepas dari jeratan si arachne, Mi-Ke mengambil salah satu senapannya dan menembakkannya ke arah seekor anubis yang mulai mendekatinya.
            Pew! Pew! Klek! Klek!
Pelurunya habis.
Mi-Ke baru saja hendak meraih magasin di sabuknya ketika anubis itu memukulnya dengan tongkat berujung melingkar yang dibawanya.
Mi-Ke terpukul jatuh. Tapi tak perlu waktu lama baginya untuk bangkit kembali dan sialnya diharuskan untuk menghadapi kadal yang berdiri dengan dua kaki yang tadi ia tabrak.
Oke. Kini ia kesal.
***
            Haru kini tahu rasanya menjadi tinggi.
Ia bisa melihat seluruh kerusuhan yang terjadi di tempat ini. Ia bisa melihat menara yang menjadi tujuan utamanya. Menara itu ada di depan sebuah kastil, dan keduanya --baik menara-menara itu maupun kastilnya, tampak terbuat dari kaca. Dan Haru harus melewati ratusan atau mungkin ribuan monster lagi sebelum bisa mencapai menara itu.
           
            Ketika gravitasi menariknya, Haru kembali tersadar dan merasakan darah mengalir dari pelipisnya.
 "AAAHHH!!!" jeritnya keras.
Tubuhnya sedari tadi melayang. Terpental terkena tinjuan keras dari sesosok tengkorak berzirah. Dan kini ketika gravitasi menariknya kembali, ia memerkirakan bahwa cedera minimalnya adalah patah tulang. Tapi patah tulang di mana? Tulang punggung? Oh no, it can't be said as a minor.
            Haru memutuskan untuk pasrah, tapi nasib berpihak padanya. Ia menimpa sesuatu yang empuk. Dan malangnya sesuatu itu mengaduh.
 "Aduh..."
 "Maaf," kata Haru sambil menggelindingkan tubuhnya dari orang yang ia timpa.
 "Ya," kata orang itu sambil duduk. Rupanya orang itu prajurit Alforea. "Apa Anda bala bantuan yang dikirim oleh Yang Mulia Tamon kepada kami?"
 "Yup. Dan sialnya aku sendiri butuh bantuan saat ini," omel Haru. Ia berdiri dan memutar bagian atas tubuhnya untuk 'membetulkan' posisi tulangnya.
 "Saya harap saya bisa membantu Anda."
 "Berapa orang yang bersamamu saat ini?" tanya Haru sambil menebas kadal berkaki dua yang hendak menerkamnya.
 "Saat ini saya sendiri."
 "Ah, jomblo ya." Dan sedetik kemudian Haru sadar bahwa dia salah momen dalam mengucapkan kelakarnya.
 "Maaf?"
 "Lupakan. Aku ada rencana, tapi sepertinya ini akan memakan nyawa. Entah nyawaku atau nyawamu," kata Haru sambil menatap seekor scorpius.
 "Saya rela mati. Yang Mulia Tamon telah mengatakan bahwa bala bantuan yang akan dikirimnya kepada kami adalah prajurit-prajurit terlatih yang harus dilindungi demi mencegah--" prajurit itu memotong ular besar yang ada di dekatnya sebelum makhluk itu menerkamnya sebelum kembali bicara, "--Tamon Rah bangkit."
 "Tamon Rah? Apa lagi itu?"
Sesaat setelah Haru bertanya, bulan yang tadinya menerangi medan perang mendadak bertambah terang sebelum akhirnya kehilangan cahayanya dam membuat medan perang gelap gulita.
           
            Suasana hening, seolah semua makhluk yang ada di medan perang terbekukan oleh waktu. Tapi kegelapan hanya berlangsung sekejap. Bulan kembali memantulkan cahaya matahari, namun kali ini jauh lebih terang. Bulan itu meledak tanpa suara, hanya menimbulkan cahaya yang membutakan mata.
***
            "Apa-apaan ini?" omel Garrand sambil menyembunyikan matanya di balik perisainya yang kini ia pegang.
Mata Garrand seketika membesar karena kaget. Dari ledakan bulan, muncul seekor kuda raksasa berkulit oranye muda dengan satu tanduk putih di dahinya. Kuda itu bersurai dan bersayap api yang membara. Keempat kakinya meninggalkan jejak api yang membakar apapun.
Garrand mendadak panik. Ia kehilangan ketenangannya dan langsung berlari mencari siapapun atau apapun yang lebih besar darinya untuk melindunginya. Terlebih lagi ketika sayap kuda sialan itu mulai menembakkan bola api yang tak terhitung jumlahnya.
            "INI GILA! TIDAK ADA YANG BERKATA AKAN ADA KUDA!!" teriak Garrand kesal ketika kuda itu berhenti menembakkan bola api dan lebih memilih untuk berlari dan membakar apa saja yang dilewatinya.
 "Garrand! Awas!"
Garrand menoleh ke asal suara, dan membuat pipinya tergores sesuatu yang menyengat. Ia melihat Vajra sedang menembakkan semacam anak panah ke arah berlawanan dari arah pandangannya saat ini. Apapun yang ditembaki oleh Vajra kini sedang menjerit dengan berisik, jadi Garrand menoleh ke arah makhluk yang ditembaki oleh Vajra.
            Garrand terkaget sekali lagi. Yang ditembaki oleh Vajra adalah seekor arachne yang amat besar, jantan pula. Kalau betina kan masih ada unsur hiburannya!
Vajra berhenti menembak ketika arachne itu mulai terhuyung. Kesempatan itu diambil oleh Garrand untuk memukul si arachne hingga terpental.
 "Wah, kamu bisa juga menangkap maksudku," puji Vajra.
 "Kalau maksudmu kamu utarakan dengan cara begini, sepertinya aku bisa paham," tawa Garrand. Ia merasa lega ada orang yang bisa mem-back up-nya.
            Sayangnya rasa leganya tidak bisa bertahan lama. Kuda gila itu berlari menuju arah mereka, dan panik kembali menguasai Garrand.
 "Lari, Vajra!!"
Vajra menoleh ke langit, dan langsung berlari sekencang-kencangnya untuk melampiaskan penyesalannya karena telah menoleh dan melihat sejenis mimpi terburuk dalam hidupnya.
Tapi kuda gila berjuluk Tamon Rah itu tidak peduli pada ketakutan yang dirasakan oleh kedua pemuda dan puluhan monster serta prajurit yang ada di area itu. Ia terus menerjang, dan membakar seluruh tempat itu.
***
            Mi-Ke mendesis keras. Ia sudah membunuh lima monster besar dan tujuh monster kecil. Kini ia sedang menghadapi seekor tikus yang entah kenapa berukuran raksasa. Ia sudah melihat si kuda gila, tapi instingnya menyuruhnya untuk terus melawan monster-monster di sekelililingnya. Dan lagi, sebenarnya gadis kucing ini juga tidak tahu objektif aslinya.
            Mi-Ke mengambil ancang-ancang dengan keempat 'kakinya' --yang dua di antaranya sudah berubah menjadi tangan, kemudian melompat dan menerkam tikus itu. Si tikus mencicit berisik dan berusaha menurunkan Mi-Ke yang bertengger di kepalanya dan mencabik-cabiknya. Tapi serangan Mi-Ke menimbulkan damage yang cukup besar, sehingga sebelum sempat si tikus menurunkan Mi-Ke, ia mati duluan.
            "Ini kok gila-gilaan, gini, sih?!" omel Mi-Ke.
Ia memungut kedua senapannya yang sejak tadi masih tergeletak di tanah, kemudian mengaitkannya di sabuknya dan berlari menjauhi area ramai itu.
Baru berlari sepuluh meter, ia sudah merasa lelah. Akhirnya Mi-Ke memanjat sebuah batu yang menjulang agak tinggi dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak.
            Mi-Ke mengamati keadaan sekitarnya. Seekor sembrani berlari di angkasa dan membakar apapun yang ada di bawahnya. Mata Mi-Ke berubah menjadi warna biru. Ia tidak tertarik dengan musuh yang terlalu besar seperti itu. Untuk sesaat ia memikirkan cara untuk mengatasi monster itu. Kuda itu terbang sekitar lima meter dari tanah dengan tujuan yang tidak pasti. Keempat kakinya terbalut bara api.
Mi-Ke mengangguk-angguk. Ia mengeluarkan magasinnya dan mengisi ulang kedua senapannya.
            Tiba-tiba telinganya mendengar suara berisik. Ia menoleh mengikuti asal suara, dan menemukan gadis yang tadi --sepertinya-- sekelompok dengannya. Gadis itu sedang berpegangan --lebih tepatnya bergantung-- pada rantainya yang mengikat leher scorpius yang tengah berlari mengejar seorang pria yang mengenakan apparel prajurit.
            Mata Mi-Ke kembali berubah kuning. Ia menyeringai.
Mi-Ke mengaitkan kedua senapan dan magasinnya, kemudian mengambil ancang-ancang. Ketika 'rombongan' itu melewatinya, Mi-Ke melompat dan mendarat dengn sukses di punggung si scorpius yang semakin mengebut.
            "Hei!!" omel gadis yang bergantung di rantai.
 "Halo lagi!" sapa Mi-Ke riang. "Namamu siapa?"
 "Haru!"
 "Salam kenal, Haru! Sini kubantu!" Mi-Ke mengulurkan tangannya pada Haru yang tampak mulai kehilangan pegangan.
Haru menerima bantuan Mi-Ke yang menariknya kembali ke atas punggung si scorpius. "Thanks."
 "Sama-sama! Sepertinya asik juga mengendarai ini!"
 "Hah?!" Haru mengangkat satu alisnya. "Kamu gila?! Ini berbahaya!!"
 "Terus, kenapa kamu lakukan?" tanya Mi-Ke bingung.
 "Aduh, jangan bilang kamu nggak tahu misi kita apaan!" omel Haru.
 "Emang enggak!"
 "Astaga!!" keluh Haru kesal.
 "Memangnya apa?" tanya Mi-Ke.
 "Kita harus menghancurkan dua menara yang ada di sana!" kata Haru sambil menunjuk arah yang mereka tuju.
 "Oh! Baiklah! Ide bagus menggunakan orang di bawah itu sebagai umpan!"
Haru mengangkat bahunya. "Dia bilang dia rela mengorbankan nyawanya, so, why not?"
            "Hampir sampai!" kata Haru sambil mengembalikan chain-cuff-nya ke posisi semula di lekukan pinggangnya. "Kalau kubilang lompat, kita lompat!"
Mi-Ke mengangguk dan mengambil ancang-ancang.
Haru pun demikian.
            Sayangnya si scorpius sudah tidak sabar. Ia menyeruduk maju dan menjepit tubuh si prajurit Alforea hingga terbelah, lalu tiba-tiba nge-drift dan berbelok ke arah berlawanan, membuat Haru serta Mi-Ke terlempar sejauh tiga meter.
            "Bhuah!!" Haru memuntahkan pasir yang memasuki mulutnya.
Mi-Ke bangkit dan bersin sebelum mengibas-ngibaskan rambutnya.
Haru meludah-ludah sekali lagi, lalu berdiri dan menatap separuh mayat si prajurit. "Ah, sial, kenapa kamu harus mati duluan, coba?" omel Haru sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
 "Ayo, Mi-Ke. Kita harus jalan lagi," ajak Haru.
Mi-Ke mengangguk dan mulai berjalan mengikuti Haru.
***
            Vajra terengah-engah. Ia sudah bertarung cukup lama dan berlari cukup jauh --and hell no, jangan bahas kuda itu!--, tapi sialnya ia masih tidak bisa melihat --bahkan sekedar-- ujung menara itu.
Di sampingnya, Garrand bertumpu pada lututnya. "Gila, aku capek!"
 "Sama," jawab Vajra di sela engah nafasnya.
Garrand berdiri tegak, lalu mengambil nafas panjang. Ia mengatur nafasnya selama beberapa saat, kemudian memutar pandangannya. "Di mana Haru dan Mi-Ke?"
 "Semoga mereka baik-baik saja," ujar Vajra.
 "Maaf deh, tapi sebaiknya lihat dulu keadaan kita sendiri bagaimana," kata Garrand.
Vajra meringis saja. Ia dan Garrand sudah dipenuhi luka-luka. Bahkan lengan kanan jaketnya --yang notabene cukup tebal-- sudah sobek entah sejak kapan. Ia baru sadar ketika darah dari arachne yang dihantamnya muncrat dan terasa di sikunya, kemudian mengalir hingga ke pergelangannya.
            "Tapi setidaknya kita laki-laki. Kita lebih kuat dari mereka, ya kan?" kata Vajra berusaha membenarkan omongannya sebelumnya --dan sekaligus menghibur dirinya sendiri supaya tidak merasa lemah.
Garrand menghela nafas, kemudian menoleh ke mayat monster kadal di sampingnya. "Kamu tahu, kadal? Aku benar-benar berharap kamu bisa memberitahuku arah yang benar untuk mencapai menara itu."
 "Garrand, kamu tahu kan kalau kamu bicara pada mayat?" tanya Vajra. Ia tidak ingin kawan sekelompoknya mendadak kehilangan akal karena kelelahan.
 "Aku tahu, Vajra. Aku tahu. Tolong jangan protes dulu."
            Garrand memejamkan matanya sejenak dan berusaha menjernihkan pikirannya. Tiba-tiba telinganya menangkap jeritan nyaring yang cukup keras.
Ia dan Vajra berseru di saat yang sama, "Haru! Mi-Ke!"
 "Mereka dekat!" kata Garrand.
 "Ayo susul!" tambah Vajra.
***
            "GYAAA!!" jerit Mi-Ke.
 "ROK-KU!!" jerit Haru keras.
 "DURI! DURI!!" jerit Mi-Ke.
 "BANGS*sensor*!! KEPAR*sensor*!! LEPASKAN AKU!"
            Haru dan Mi-Ke terjebak ranjau darat berupa akar-akar akasia gurun yang menggantung mereka terbalik. Padahal jika mereka memerhatikan, di dekat tempat munculnya akar-akar itu, terdapat semak-semak berwarna hijau kusam. Dan jika mereka teliti, semak-semak itu tampak aneh karena dililit oleh akar yang sama dengan yang mengikat mereka saat ini. Sialnya, akar itu berduri dan membelit pinggang para gadis yang tidak terlindungi. Dan apakah aneh jika Haru lebih meributkan roknya?
            "Pedang! Mana pedangmu?!" tanya Mi-Ke panik. Jeratan di pinggangnya makin erat dan itu menyakitinya.
 "Jatuh!" Haru pun mulai panik. "Argh, sial! Chain-cuff-ku terlilit! AKu tidak bisa mengambilnya!"
 "Akar ini terlalu tebal! Aku tidak bisa mencakarnya ataupun mengigitnya putus!"
 "Uuurgh!!" Haru berusaha mengendurkan lilitan akar itu, namun berujung sia-sia dan malah membuat lilitan akar itu menguat.
 "AAAH!! SAKIT!!" jerit Mi-Ke.
Haru mengambil nafas dalam-dalam, kemudian menjerit, "VAJRA!! GARRAND!! TOLOOONG!!"
            Tapi Haru bukanlah orang yang hanya bisa meminta tolong tanpa melakukan apapun untuk dirinya sendiri.
Jadi ia menarik chain-cuff-nya dengan kasar tanpa memedulikan lilitan akar berduri yang membuat luka baret di tangannya mulai berdarah.
Chain-cuff-nya berhasil lepas ketika akar-akar yang melilit benda itu terputus. "NAH! Gini dong, dari tadi!"
            Haru melempar ujung borgolnya ke arah pedangnya tergeletak di bawah. Borgol itu membuka dan kembali mengatup ketika pedang itu sudah berada dalam lingkarannya. Baru saja Haru memendekkan rantainya, Mi-Ke berteriak padanya dan menunjuk arah di belakangnya.
Haru melihatnya dan menjerit kaget.
***
            "Ada jeritan lagi!" kata Vajra.
Garrand diam sejenak untuk mendengarkan. "Di sana!"
Garrand dan Vajra berlari menuju sumber suara hingga mencapai gundukan pasir yang melebar ke samping seperti dinding bendungan.
            Tanpa memedulikan engah nafas masing-masing, mereka mendaki gundukan setinggi dua meter itu dan ternganga melihat apa yang ada di baliknya.
Di sana berdiri sebuah kastil megah yang diapit oleh dua menara. Semuanya terbuat dari kaca yang tampak begitu rapuh, seolah tebasan pedang mampu meruntuhkan semuanya.
Kerapuhan kastil itu dilindungi oleh sebuah pohon akasia gurun raksasa yang berdiri gagah sepuluh meter di depan kastil itu sekaligus lima meter di depan mereka.
            Pohon itu memiliki dua tangan raksasa. Bagian atas batangnya yang mendekati kumpulan daun hijau kusam berdeformasi menjadi sesosok wajah menyeramkan yang seolah akan menelan siapapun yang mendekatinya.
Dan Garrand serta Vajra dapat melihat tangan kanan pohon gila itu memegang kedua gadis yang tampak sudah dalam kondisi setengah sadar.
            "Haru! Mi-Ke!" seru Garrand dan Vajra bersamaan.
Pohon itu menggeram keras. Tangan kirinya berusaha meraih Vajra dan Garrand. Vajra refleks melompat ke kiri, sedangkan Garrand melompat ke kanan.
Garrand memegang perisainya, kemudian menghantam sisi pohon itu dengan keras. Pohon itu langsung oleng. Tapi sayangnya kekuatan Garrand belum mampu meruntuhkannya.
            Tiba-tiba terdengar ringkikan keras dan suara bara api yang terhembus angin kencang.
"Garrand! Awas!" seru Vajra.
Garrand melihat kuda itu berlari ke arahnya, sehingga secara refleks ia memasang perisainya di depan wajahnya. Sementara Vajra berlindung di balik pohon raksasa itu dan memutar ketika si kuda melewati tempat persembunyiannya.
            Api dari Tamon Rah membakar sabuk Garrand dan jaket Vajra yang makin habis. Dan bagusnya, juga membakar si pohon yang meraung kesakitan dan melepaskan Haru dan Mi-Ke dari genggamannya.
Hup! Lalu ditangkap.
Garrand menangkap Mi-Ke dan Vajra berhasil menangkap Haru.
            Kedua pemuda itu menjauhi si pohon yang perlahan mati dan bersandar pada dinding pasir yang ada di belakang mereka.
"Oke. Kita istirahat dulu, ya," kata Garrand sambil menyandarkan Mi-Ke ke dinding pasir, kemudian menyandarkan dirinya sendiri.
Vajra mengangguk, kemudian menyandarkan dirinya ke dinding pasir, lalu menyandarkan Haru ke pundaknya.
 "Pinggangnya luka...," kata Vajra sambil mengelap darah yang ada di pinggang Haru.
 "I think it would be better if you look at yourself. Kamu juga babak belur," kata Garrand.
 "Kita para lelaki seharusnya lebih kuat dari mereka."
Garrand menghembuskan nafasnya. "Well said. Sekarang kita istirahat sejenak, lalu kita susun strategi."
 "Strategi? Untuk apa? Kita kan bisa langsung ke sana."
 "Tempat ini terlalu sepi. Apa kamu nggak curiga?"
 "Yah..." Vajra melihat sekelilingnya. "Sedikit."
            Tiba-tiba, seekor arachne melompat ke depan mereka dari balik dinding pasir dan mendesis.
 "Sial!" seru Vajra kaget. Refleksnya tidak begitu terlatih, sehingga ia tidak langsung berdiri seperti Garrand.
 "Biarkan kami istirahat sebentar, kenapa?!" bentak Garrand. Ia langsung memukuli arachne itu dan memaksanya bergerak mundur ke arah kastil.
Arachne itu balas menyerang Garrand. Tapi Garrand --yang suasana hatinya tidak begitu enak entah sejak kapan-- langsung melawan balik dan menghantam si arachne dengan perisainya.
            Arachne itu langsung terpental hingga ke dekat kastil.
Dan Garrand serta Vajra melongo sekaligus memaki ketika mengetahui bahwa kedua menara menembakkan proyektil berupa cahaya sihir kepada arachne itu.
 "See?! Dia bisa nembak! Itu kenapa kita harus buat strategi!" teriak Garrand. Sepertinya ia sudah kehabisan kesabarannya.
Vajra menghembuskan nafasnya lelah. Ia juga lelah, tapi ia tahu ia harus bersabar.
            Ringkikan Tamon Rah terdengar.
Garrand yang melihat Tamon Rah mendekati kelompoknya langsung berlari ke arah teman-temannya dan mengangkat perisainya di atas kepalanya. Perisai itu melebar hingga lima kali ukuran aslinya, dan itu melindungi mereka dari api Tamon Rah.
Begitu Tamon Rah pergi dan ukuran perisainya kembali normal, Garrand membangunkan Mi-Ke. "Mi-Ke, ayo bangun. Kita tidak bisa istirahat atau berhenti sekarang. Kita harus selesaikan."
Vajra menggoyang-goyangkan Haru perlahan hingga gadis itu terbangun.
 "... uh?" adalah kata pertama Haru setelah tersadar.
 "Ada apa? Apa ini sudah selesai?" tanya Mi-Ke.
 "Sayangnya belum. Kita harus menyusun strategi untuk menghancurkan kedua menara itu," jawab Vajra.
            Haru mengerjap-ngerjapkan matanya dan mengamati daerah sekitarnya. "Eh? Kenapa harus pakai strategi?"
 "Karena menara itu bisa menembak," jawab Vajra.
 "Hah? Seriusan?"
Garrand mengangguk.
 "Oh god. Nggak ada ya, cara untuk membuat ini lebih mudah?"
 "Kalau ada sudah kupakai sejak tadi." Garrand menghembuskan nafasnya kesal, kemudian duduk di dekat teman-temannya.
 "Jangan marah-marah. Kami semua butuh kepala dingin di sini," kata Vajra datar.
Garrand menghembuskan nafasnya kesal. Ia lalu menunduk sejenak untuk mendinginkan kepalanya.
            "Oke. Maaf," kata Garrand. "Aku agak kesal."
 "Iya, jangan marah-marah lagi, ya," kata Mi-Ke sambil menepuk kepala Garrand.
Vajra turut mengangguk, lalu berujar, "Baiklah. Sejauh ini, aku berasumsi bahwa kuda itu akan mendekati kita kalau kita menggunakan skill aktif kita."
 "Asumsi dari mana itu?" tanya Haru.
 "Hmm ... say, kalau dalam game, kan ada active skill dan passive skill. Semua skill-ku adalah skill aktif karena aku harus menggunakan tenaga khusus untuk melakukannya."
 "Aku paham kok. Skill-ku pasif karena aku bisa melakukannya berulang-ulang tanpa menggunakan tenaga khusus dan tidak perlu istirahat atau ... apa namanya ... cooldown ya?" sambung Haru.
Vajra mengangguk. Mi-Ke menyeringai. "Aku paham!" katanya.
 "Oke, bisa lanjutkan asal mula asumsimu?" tanya Garrand.
 "Setiap kali kita menggunakan skill aktif, kuda itu pasti datang. Tapi kalau Haru yang menggunakan skill berpedangnya, kuda itu tidak mendekat. Berarti kuda itu bisa mendeteksi penggunaan skill aktif."
Semuanya mengangguk dan turut berpikir.
            "Hei," kata Haru tanpa menghilangkan ekspresi berpikir di wajahnya. "Gimana kalau aku dan Garrand saja yang menghancurkan menara itu?"
 "Kenapa?" tanya Vajra.
 "Yah, aku bisa menebas menara itu berulangkali tanpa kelelahan berarti setelah beristirahat seperti ini. Sedangkan kekuatan Garrand cukup besar. Dan Garrand bisa meng-cover-ku dari tembakan menara itu."
 "Tunggu, tunggu. Menara itu berseberangan. Mana bisa aku terus meng-cover kamu sambil menghancurkan menaraku sendiri?" tanya Garrand.
 "... sial, aku tidak memikirkan itu."
 "Ooh! Aku ada rencana!" kata Mi-Ke.
***
            Seusai Vajra melakukan tapa brata sejenak, mereka berempat langsung bersiap pada posisi.
Garrand berada di depan Haru dengan perisai melindungi mereka berdua.
Mi-Ke membidik menara dari balik dinding pasir --yang sudah ia obrak-abrik dan ia ubah bentuknya supaya ia bisa membidik dengan nyaman.
Vajra berada di belakang Mi-Ke, meng-cover-nya dari serangan belakang.
 "Garrand siap!" kata Garrand.
 "I am born ready!" kata Haru sambil memegang chain-cuff-nya. Walaupun perkataannya barusan ia katakan dengan nada riang, wajahnya tampak serius sekarang.
 "Mi-Ke siap!" kata Mi-Ke sambil membetulkan posisinya.
 "Ayo berharap ini berhasil. Vajra siap," kata Vajra pelan, tapi cukup jelas didengar. "Kita mulai."
            Dengan aba-aba itu, Haru melemparkan chain-cuff-nya melewati bahu Garrand ke arah ujung atap kastil yang mencuat. Haru lalu memendekkan chain-cuff-nya dan membuatnya serta Garrand tertarik maju dengan cepat. Begitu menara itu mulai menambak, Garrand mengangkat perisainya dan Haru membalikkan badannya. Lebih baik tertembak di punggung daripada di wajah, katanya.
            Ketika tarikan chain-cuff berhenti, mereka masih dua meter di depan menara, dan karena mereka berhenti di tengah, jarak mereka ke masing-masing menara masih sekitar tiga setengah meter.
 "Haru, tidak bisa mendekat lagi?" tanya Garrand.
 "Enggak! Kalau aku memendekkan rantainya lagi, aku akan terangkat!" kata Haru. Ia lalu berteriak, "Mi-Ke!"
            Mi-Ke membidik, lalu menembakkan senapannya ke bagian menara yang sejak tadi melontarkan proyektil. Mi-Ke menembak menara kanan terlebih dahulu, karena Haru akan menyerang sisi itu dan Haru tidak memiliki defense yang kuat.
Mi-Ke baru bersiap untuk menembak menara kiri, tapi sesuatu yang panas melontarkannya hingga ia terjerembab jauh ke depan.
 "Ouch! Vajra! Apa yang...--" Mi-Ke berhenti mengomel ketika mengetahui bahwa Tamon Rah-lah yang menghujaninya dengan bola api.
Ia langsung kabur ketika bola api berikutnya mengarah padanya.
            "Sial! Kita tidak punya back-up!" seru Haru yang masih membelakangi Garrand dan melihat semuanya.
 "Aduh," keluh Garrand. Hilangnya penembak dari menara kanan bukan berarti ia tidak ditembaki. Menara kiri juga bisa mencapai area tengah dan area di depan menara kanan.
 "Vajra! Vajra hilang!" Haru panik.
Tiba-tiba sesuatu melintas di kepala Garrand. "Haru, aku akan melemparkanmu ke dekat menaramu!"
 "Hah?! Memangnya bisa?"
 "Bisa! Lompat dan bertumpulah pada perisaiku!"
Haru mengangguk. Ia lalu melepaskan genggaman chain-cuff­-nya dan berlari ke samping kanan Garrand. Tanpa memedulikan beberapa proyektil yang mengenainya, Haru melompat dan memijak perisai yang sudah direndahkan posisinya oleh Garrand. Lalu Garrand mendorong perisai itu sekuat mungkin ke arah menara selagi Haru memijaknya.
            Eits! Sedikit terlalu jauh! Haru harus mengerem dan berlari kembali ke menaranya. Ia lalu mulai menebaskan pedangnya ke menara itu. Tapi tanpa diduga, hanya perlu satu tebasan untuk membuat menara itu retak parah. Sedikit lupa bahwa ia harus menghancurkan menara itu bersamaan dengan Garrand, ia langsung menebaskan pedangnya untuk kedua kalinya.
 "Hoi! Tunggu!" kata Garrand yang mengamati Haru tapi belum membuat pergerakan sama sekali sejak tadi --bukannya takut atau apa, tapi Garrand bermaksud untuk 'mengecek' kekuatan menara itu dan kemudian menyamakan temponya dengan Haru. Bagaimanapun juga kekuatan serangannya lebih besar dari kekuatan serangan Haru.
            "Holy sweet! Aku lupa! Garrand! Menaramu!" panggil Haru panik ketika ia mendapati menaranya mulai rubuh.
Duh, kalau saja Garrand tidak memegang perisainya, ia pasti sudah langsung facepalm. Sayangnya Garrand masih memegangnya dan ia butuh serangan cepat dan ber-damage besar --atau setidaknya sedang, lah-- untuk menghancurkan menaranya. Jadi Garrand melemparkan perisainya ke menaranya. Ia tidak peduli proyektil menara itu menghujaninya.
            Prang!
Oh yeah, baby! Kedua menara hancur dengan sukses. Haru dan Garrand menoleh ke belakang, di mana mereka melihat Tamon Rah mulai tenang dan api di sekujur tubuhnya memadam. Kuda itu lalu mengangkat kedua kakinya, dan perlahan membulat, seperti reverting back ke bentuk embrionya --and hell, Haru pikir biologi tidak berlaku untuk makhluk khayal seperti kuda ini.
            Seusai si kuda kembali menjadi sebentuk bulan, Haru menyadari bahwa sekelilingnya mendadak sunyi senyap. Haru perlahan berjalan ke dinding pasir untuk melihat keadaan. Semua monster menghilang. Banyak mayat gosong yang berserakan di mana-mana. Dan tanpa memedulikan semua mayat itu, Haru menyusuri padang pasir itu untuk mencari Vajra. Jaket coklat yang dikenakan pemuda itu membuatnya sulit ditemukan.
            Haru masih berjalan perlahan. Masih pelan. Lebih pelan. Terlalu pelan untuk seorang Haru. Tiba-tiba gadis itu limbung ke samping, dan untungnya sebuah tangan menangkapnya.
Ah. Ini dia. Vajra.
 "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.
Pandangan Haru mengabur. Ia mengangguk perlahan.
 "Mau nangis? Silahkan. Aku janji nggak akan meledek."
Haru menggeleng perlahan.
Tiba-tiba Vajra memeluknya. "Nggak apa-apa, kok. Nggak apa-apa. Nangis aja. Aku bisa lihat kalau kamu mau nangis. Berjalan di antara mayat yang bergelimpangan seperti ini memang tidak mudah. Wajar kalau gadis sepertimu mau menangis."
Haru memejamkan matanya sejenak dan membiarkan dua bulir air mata keluar, tapi setelah itu ia kembali membuka matanya dan meringis dengan sedikit terpaksa. "Hei, kamu kira aku gadis seperti apa? Yang akan menangis di antara pembantaian seperti ini?"
Vajra melepas pelukannya, tapi masih memegang Haru yang dirasanya akan ambruk jika dilepaskan. "Umm, entahlah, sepertinya..."
 "Nggak kok." Haru masih meringis terpaksa. "Aku kuat kok. Aku cuek. And they say ignorance is a bliss. So I gotta live it. Aku janji aku nggak akan nangis atau membiarkan kalian mati --kalau kita nanti sekelompok lagi."
Vajra menghela nafas. "Kamu sadis juga ya, ternyata. Kukira nggak akan ada gadis yang bisa tahan dengan lautan mayat."
 "Mi-Ke kuat lho, walaupun agak tepar," kata Garrand sambil menggendong Mi-Ke yang meringis walaupun darah mengalir dari kakinya.
            Tiba-tiba si maid muncul lagi dengan portal birunya. "Selamat, Tuan-tuan, Nona-nona. Mari saya antar Anda pulang."
 "Yuk," kata Garrand sambil memasuki portal itu dengan Mi-Ke yang tampak kegirangan karena digendong.
Vajra memasuki portal dengan memapah Haru.
Maid itu tersenyum. Kemudian ikut masuk ke portal.
Fin.
After story.
 "Haru, aku tadi lihat kamu nangis, lho," bisik Mi-Ke pada Haru.
 "Terus kenapa?" tanya Haru cuek.
 "Katanya nggak bakal nangis," goda Mi-Ke lagi.
 "Aku nggak nangis karena mayat, tau."
 "Terus kenapa?"
 "Pinggangku masih sakit. Kakiku juga keseleo gara-gara dilempar terlalu jauh sama Garrand."
 "... oh..."

12 comments:

  1. Alih" sesuatu yang nyata, obrolan lepas pas ngebentuk tim malah kayanya ini emang game bener ya bahasannya

    Entri ini ringan, lancar dibaca. Kadang" agak ngernyit juga sih kalo ada bahasa inggris kecampur atau tulisan dikasih strikethrough yang maksudnya ngejoke, tapi selera humor orang beda" sih. Ini juga contoh yang meski kehilangan spasi ganda, tapi format tulisannya ga gitu ganggu (mungkin karena udah dikasih indentasi tiap awal paragraf)

    Biasanya saya bakal komentar soal kebanyakan ngobrol, tapi di sini lumayan bikin kesan akrab antar peserta, kadang juga ngebantu ngeliatin situasi panik yang lagi dihadapin. Cuma agak disayangkan alur battlenya sendiri agak ke-overshadow sama ramainya dialog (atau narasi lepas ala Haru), meski masih bisa diikutin sih

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eeh... Terlalu game ya? :(

      Maaf kak, kukira itu sudah cukup enteng.
      Aku nulisnya padahal sdh full double enter, tapi syukurlah kalau kak sam nggak keganggu bacanya

      Ketutup dialog ya? Huhuhu...

      Makasih review-nya, kak sam

      Delete
  2. Saya mau mangap dulu
    Reaksi karaktermu berasa...aneh buat saya. Belum lagi setiap humor kamu malah ganggu sama narasi yang kamu bawakan, jadi saya gabisa ngakak sama sekali. Ngobrolnya kelewat banyak sampe saya gabisa bayangin adegan apa yang sedang berlangsung

    Nilai : 6
    OC : ALayne Fiero

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf kak, aneh di bagian mananya, ya?
      Yaaah, salah penempatan ya humornya...?
      Apa menurut kakak dialog harus dikurangi?

      Terima kasih review-nya, kak

      Delete
  3. "Asyiik, Vajra muncul lagi!" kata Vajra.

    "Haru, kamu benar2 bikin aku terharu. Tapi selain 'sadis', kamu ini tipe gadis talkative juga ya?! Tapi nggak apa2 kok. Walaupun banyak dialog, aku masih bisa merasakan banyak action dari sini. Yeah baby, once again lemme handle the big bad horsey! Tadi gue ngilang karena lagi recharge lagi abis gebukin si Rah dgn Brajamusti :p"

    "Kayaknya pesta gudeg bakal rame nih, ada Tim Lightbringers, Haru, Garrand, Mi-Ke, Tasya, Ragga. So merry!"

    Oya, titip nilai yah 7+1=8 (+1 karena sudah sukses menjalankan Vajra tanpa OOC).
    OC: Raditya Damian a.k.a. Vajra (luv luv Haru :p)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Syukurlah kalau ada yang nangkap ketegangannya. Terharu kenapa nih? =D

      Ayo ayo sini traktir makan!

      Makasih banyak atas review-nya, Kak!
      Luv luv Vajraa

      Delete
  4. "Horaaa~" Mike melompat masuk ke dalam portal.

    OOC oy! nih kucing di sini jadi kucing yang cerianya ga jelas banget yah, bloon pula. yah, tapi ga masalah karena lumayan menghibur.

    seperti biasa, tulisanmu kebanyakan dialog. ga masalah sebenarnya, tp jd kurang nyampe ceritanya. Coba lebih dibanyakin deskripsinya lagi, jadi setidaknya pembaca bisa ngebayangin gimana setting dan situasinya. misalnya aja bagian battle, kesusahan nih ngebayangin tiap adegannya (oh atau cuma aku aja?)

    btw, after story-nya lucu :D

    7 for you, Harucchan :3
    Dari Mike si kucing, nyan~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ooh ... berarti masalahnya emang kebanyakan dialog ya...

      Oke oke, akan aku coba.

      Sankyuu ^^

      Delete
  5. seperti biasa, Blackz kalau nilai menganggap semua karya sempurna dan semua nilai dimulai dari 10.

    -1 (9)
    Coba latih dialogmu, dan coba pasangkan lagi dialog tersebut dengan orangnya, saya merinding beberapa kali karena terkadang kalimatnya berasa aneh...

    seperti pengenalan diri menggunakan umur, dan pengumbaran status.

    -1 (8)
    kesalahan format

    -1 (7)
    pemakaian istilah asing yang sebenarnya bisa diubah ke Indonesia.

    -1 (6)
    Makin ke tengah cerita, Dialog makin banyak, dan bahkan menutupi narasi sehingga seakan membaca skenario/naskah. saya gak tahu apa yang terjadi... cuman kayak mendengar suara berisik.

    Frost Final Verdict: 6

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah ... lagi-lagi dialog ya...

      Di email tertulisnya benar, entah kenapa begitu masuk sini jadi begini.

      Oke. Aku sadar soal ini.

      Lagi-lagi dialog :')

      Makasih atas review-nya, Kak.

      Delete
  6. hummm, saya mampir ke sini karena baca dari judulnya km pake catchphrase saya pribadi xD
    Tapi setelah saya baca sih, ternyata ga terlalu relevan juga sama keseluruhan cerita... but well, saya coba komentari isinya.

    Yang pertama dan paling penting sih, kamu udah punya suatu plot, plot jelas dan mudah dicerna, cukup menarik pula! Cuman nih ya, cuman, eksekusi kamu kurang bagus, kurang mulus secara narasi perpindahan adegan, nah dari sini, bakal merembet ke hal lain.

    Yaitu (yg mau saya bahas dulu) dialog. Oke, boleh sih pengakraban, tapi ada beberapa dialog yg serasa nggak natural, dan dicampur bahasa inggris yg saya rasa malah aneh. Kenapa? Karena belum tentu OC lain bisa pake bahasa inggris. Ya, tak ada aturan soal bahasa, tapi kalau ngerujuknya ke bahasa inggris, saya rasa itu terlalu aneh aja. Cukup semisal Haru saja yg bisa, sisanya engga, yang universal ya bahasa indonesia aja dah cukup.

    yg kedua adegan. Atau event? Aneh ga sih orang habis dijitak, udah gitu pas protes, dibalas helaan napas(bukan nafas) pulak, bukane justru bikin kesel? Diajak gabung malah kalem2 aja seolah tadi ga terjadi apa-apa? Well, saya ga baca CS semuanya sih, tp secara logika saya rada aneh aja. Si Radith lebih natural di sini.

    Oh, ya, emang rasanya game banget sih. Bukan dari narasi atau dialognya, tapi justru dari istilah dan apa yang mereka bahas, itu obrolan gamer, yg saya rasa ga semua OC tahu game, begitu juga istilah2nya.

    Ringannya narasi cukup membantu saya dan ada beberapa joke, dan entah sengaja atau engga, ada obrolan yg mungkin cm saya yg ngerasa lucu, cukup menghibur saya. Meskipun mungkin deskripsi tempat dan suasana kurang tereksplor maksimal.

    Yah, mungkin segitu yang baru kepikiran dari saya, kalau berkenan silahkan ambil yang baik dari komentar saya, kalau tidak ya balik lagi, "Ignorance is a bliss, after all."
    ...wait, kalau gitu kenapa Haru peduli sama teamnya, dan mau melindungi mereka kalau seteam lagi? Di manakah ignorance itu?

    Hanya Tamon Yang Maha Esa yang tahu.

    Score: 7 (6+1 karena dah pake catchphrase saya :3 )

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kurang mulus ya polish-nya? ^^"

      Hm ... lagi-lagi dialog ... aku benar-benar harus memerbaiki ini.

      Syukurlah kalau ada yang nangkep joke-nya.

      Makasih review-nya, Kak

      Delete