16.5.15

[PRELIMINARY] JAMES ALLARD JAUHARI – KARENA KAULAH ALASANKU UNTUK TETAP HIDUP

JAMES ALLARD JAUHARI – KARENA KAULAH ALASANKU UNTUK TETAP HIDUP
Penulis: Kaleodoscope





          "Whooaaa..."

          "Tempat apa ini?"

Kataku ketika aku melihat keadaan tempat ini. Bertanah putih tapi tak ada bangunan sama sekali, berlangit malam bertabur bintang, dan ramai oleh makhluk-makhluk aneh. Apakah itu pohon? Kenapa Ia bertubuh seperti manusia? Apakah itu manusia? Kenapa ia bertubuh cebol dan sangat gemuk? Dan apakah itu kucing? Kucing?! Kucing itu makin menambah rasa penasaranku.

          Kuputuskan untuk berjalan-jalan mengitari tempat ini. Mungkin dengan menelusur lebih jauh lagi, aku dapat menemukan petunjuk yang dapat menjelasakan dimana dan apa sebenarnya tempat gila ini. Tunggu!Tapi yang lebih penting, bagaimana aku bisa sampai kesini? Bukankah aku tadi sedang mengejar seseorang? Apa yang terjadi kepadaku setelahnya? Oh ya, handphone! Aku menemukan sebuah handphone yang berisi pesan singkat namun aneh. Apakah pesan itu yang membawaku kesini? Aku tiba-tiba berada di tempat ini setelah kubalas "iya" pesan itu. Siapa tahu? Lebih baik kutanyakan saja makhluk-makhluk disini, mungkin ada beberapa dari mereka yang bernasib sama denganku. Karena dilihat dari ekspresi mereka, kebingungan adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.


          "Hmm, siapa sebaiknya yang kutanyai?" gumamku seraya berjalan mendekati kerumunan makhluk-makhluk itu. Makhluk berlendir? Kurasa tidak. Makhluk setengah manusia setengah lintah? Aku takut darahku dihisap oleh lintah sebesar itu, lalu peti harta karun? Peti harta karun?! Kurasa tempat ini semakin gila saja.

          Aku putuskan untuk berjalan lagi, menelusur lagi tempat ini untuk menemukan manusia atau setidaknya makhluk yang sangat mirip dengan manusia seperti humanoid bertelinga panjang, humanoid bersayap, humanoid berbadan besi, atau seperti itulah yang sering kubaca di buku fantasi.
Akhirnya setelah sekian lama berjalan aku menemukan kumpulan-kumpulan manusia dan makhluk mirip manusia sesuai yang kuharapkan. Aku tak menyangka, ternyata banyak juga manusia sepertiku yang terdampar disini. Hmm, tapi siapa yang harus kutanyakan soal ini? Mereka semua kebingungan dan tampak sedang bertanya "apa yang terjadi?" kepada yang lainnya persis seperti yang ingin kulakukan.
Tapi, agak jauh dari tempatku berdiri, tampak satu sosok manusia yang tampaknya tidak melakukan apapun. Dia tidak berkumpul seperti yang lain, malahan sosok berambut hitam gondrong berpakaian abu-abu itu dengan santainya duduk di tanah membelakangi aku dan tampak fokus melihat ke depan. Sepertinya dia mengetahui sesuatu, aku harus menanyakan hal ini padanya.

          "Hai Bung! Apa yang kau lakukan?" tanyaku basa-basi.

          Sosok itu menyadari kehadiranku, dia menoleh ke arahku dengan matanya yang berwarna biru tua dan wajah berbekas luka panjang. Tampak sesaat sosok itu mengerikan.

          "Oh, hai juga Bung! Hei, mau kuberitahu sesuatu yang bagus? Kurasa kau akan menyukainya." jawabnya sembari tersenyum.

Tak kusangka untuk penampilan yang menyeramkan, orang ini ternyata ramah juga. Sebenarnya aku ingin menanyakan hal 'mengapa kita semua berada di sini' secara langsung, tapi aku tak tahu sifat orang ini. Mungkin dia tipe orang yang jika kemaunnya tak dituruti, maka hasrat untuk mengobrolnya akan menghilang, padahal dia adalah satu-satunya harapanku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Oke, apa itu?"

"Duduklah, disampingku."

Aku pun menurutinya, dan duduk bersila di sampingnya.

"Lihatlah ke depan."

Lagi aku menurutinya. Aku melihat lurus ke depan seperti yang dia lakukan.

"Kau pasti menyukainya!"


"DEMI TUHAN!" aku ternganga, tak percaya dengan apa yang barusan kulihat.

"Aku tau kau akan menyukainya! Hahaha!" orang itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dan merangkul pundakku dengan tangan berototnya.

Pantas saja. Sedari tadi kuperhatikan orang ini hanya fokus melihat ke depan, seperti kepalanya sudah terpaku dan tak bisa dicabut lagi. Mesum adalah gambaranku yang kedua tentang orang ini. Meskipun sepertinya aku tak pantas mengatakannya, karena semua laki-laki normal pasti menyukai apa yang kami lihat barusan. Ya, sepasang kaki panjang putih mulus berisi nan seksi berdiri tak jauh di depan kami. Sang pemilik, gadis berambut coklat panjang terurai yang memakai kemeja putih merah seragam dengan roknya yang pendek itu tak menyadari kami sedang menikmati kakinya karena dia berdiri membelakangi kami.

       "Kau tahu, aku bersyukur bertemu denganmu." kataku sembari merangkulnya.

          "Hahaha! Dan kau tahu apa yang lebih baik? Lihatlah ke atas sedikit!"

          "Yah, dua benda besar menonjol dari dalam roknya yang ketat. Sepertinya dua benda itu padat, tapi empuk jika kita memegangnya."

          "Bung! Ternyata kau gila juga ya? Hahaha!" orang ini terus-terusan tertawa dan dia tak menyadari darah keluar dari kedua lubang hidungnya.

          "Kau yang memulainya! Hahaha!" aku pun terbawa suasana dan ikut tertawa bersamanya.


         
Di sela-sela kami tertawa, aku melihat dua orang anak kecil berambut putih panjang yang diikat ke kiri dan memakai topi hitam dan berambut biru panjang terurai berpakaikan hijau muda mendekati gadis seksi yang sedari tadi menjadi pemandangan kami, mereka seperti membisikan sesuatu kepadanya dan sesekali melirik ke arah kami.

Ah sial!

Firasatku benar! Setelah kedua anak kecil itu pergi, gadis seksi itu menatap ke arah kami dengan pandangan tajam dan dengan langkah tegas dia berjalan ke arah kami.

"Hei Bung! Lihatlah!"

"Aku tau dua benda padat empuk kan? Hahaha!" orang ini masih saja tertawa dengan memejamkan matanya.

"Bukan kali ini berbeda!"

"Apa? Kaki putih mulus berisi? Hahaha!"

"Tolong lihatlah! Aku tak bisa menjelaskan, terlalu memakan waktu! Ayo kita lari dari si-"

Terlambat, gadis itu sudah berada tepat di depan kami, tanpa basa-basi gadis itu langsung menatap dengan tajamnya ke arah orang mesum yang bersamaku ini. Entah mengapa orang mesum ini langsung berhenti tertawa dan menatap balik si gadis seksi yang ternyata memiliki mata ungu tajam nan cantik. Tiba-tiba tubuh orang mesum ini menjadi dingin dan seketika es membungkusnya hidup-hidup! Apa yang terjadi?! Apakah itu karena bertatapan dengan gadis itu? Gadis menyeramkan!
Setelah dia terbungkus oleh es, kini gadis itu giliran menatap kearahku, seketika tubuhku merinding, berkeringat dingin dan dapat kurasakan ujung jari-jariku mengeluarkan bunga-bunga es kecil. SERAMM!!

"Ehm, N-nona?"

"..."

"A-aku bisa menjelaskan."

"..."

"Paparazzi dan stalker dibelakangmu!!!"

"Hah? Mana-mana?"

"ON!"

Wussh, aku melompat tinggi menjauh dari gadis beku menyeramkan itu.


"Hampir saja."
Kataku berjalan kembali ke tempat dimana orang mesum itu dibekukan. Setelah apa yang kami lalui, aku tak bisa membiarkannya mati membeku begitu saja. Dia satu-satunya orang yang kukenal disini.

"Tok.. tok... tok..."
Aku mengetuk es yang membekukan orang mesum ini, esnya tak begitu tebal dan aku yakin dragon breath dapat mencairkannya dengan sekejap.

"DUAR."
Benar saja. Dengan sekali tembakan, es itu mencair dengan sangat cepat seperti lilin yang terbakar oleh api panas.

"Waaaa! Dimana gadis itu dimana?!" teriaknya setelah hidup kembali dari mati surinya.

"Tenang Bung, dia sudah pergi."

"Syukurlah, aku tak menyangka dia seseram itu. Aku pasti mati membeku disini jika tak bertemu denganmu, terima kasih kawan." katanya sembari terduduk lemas.

"Tak apa. Aku Allard Jauhari tapi kau bisa memanggilku James." aku mengulurkan tanganku.

"Oke James! Aku Nobuhisa Oga, aku berhutang padamu jadi kau boleh memanggilku sesuka hatimu." dia membalas uluran tanganku dan aku membantunya berdiri.

"Kalau begitu Buhi, ya Buhi."

"Apa-apaan dengan nama itu?"

"Kau bilang aku boleh memanggilmu sesuka ha-"

"Oke cukup! Oga! Panggil aku Oga!"

Seketika itu, sebuah bola yang sangat besar terbentuk di atas tempat ini, benda itu memancarkan cahaya yang sangat terang sehingga membuatku harus menutup mataku dengan kedua tangan ini. Aku yang penasaran dengan apa yang terjadi mengintip dari sela-sela tanganku. Kudapati tubuh Oga berangsur-angsur menghilang menjadi garis-garis kecil di udara dan begitu pula dengan tubuhku. Kakiku, badanku, tanganku semuanya menjadi garis-garis kecil dan terbang menuju bola cahaya yang sangat terang itu.

~ ~ ~ ~ ~

          "Tempat apa lagi ini?"

          Begitu kulihat sekililing tempat ini yang sepertinya lapangan atau mungkin alun-alun sebuah kota. Tepat tak jauh didepanku, terdapat sebuah kastil yang sangat megah yang cukup tinggi dengan balkon besar menghadap ke arahku. Diatasnya tampak seorang wanita dengan ukuran dada yang tak normal dari manusia biasa, seorang laki-laki tua berjanggut putih panjang, dan beberapa gadis berseragam pelayam yang cantik. Aku membayangkan, apakah mereka juga menggunakan lift untuk naik ke lantai dimana balkon itu berada.

"Selamat datang di Aflorea, wahai para petualang!" sosok berdada besar itu mulai berbicara.

"Baiklah, mungkin diantara kalian ada yang bingung kenapa kalian secara tiba-tiba muncul di sini, dan mungkin juga ada yang sudah tahu kenapa kalian muncul di sini. Bagi yang belum tahu coba angkat tangannya yang tinggi~" sahutnya lagi sambil mengangkat telunjuk kanannya di udara. Tanpa disadari, dua buah benda seperti semangka di dadanya ikut naik turun mengikuti gerakan tangannya.

Kemudian penjelasan darinya berlanjut, ternyata aku adalah salah satu seorang peserta turnamen antar dimensi yang dilakasanakan di tempat bernama Aflorea. Namun karena jumlah peserta terlalu banyak, maka akan diadakan semacam babak penyisihan untuk menyeleksi mana peserta yang benar-benar tepat untuk mengikuti turnamen yang sesungguhnya. Babak penyisihannya sangat unik menurutku, setiap peserta harus membentuk kelompok hingga 4 orang dan setiap kelompok akan langsung diantar ke tempat pertarungan oleh gadis seragam pembantu itu jika sudah siap. Baiklah aku menerimanya. Kapan lagi aku bisa mengikuti turnamen semacam ini? Sku akan mencari Oga.

"Pemenangnya akan mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan!"

          Beruntungnya aku, Oga ternyata berada tak jauh di sebelah kananku. Dengan berjalan beberapa langkah pasti sudah berada tepat di sampingnya.

          "Bu- maksudku Oga!" aku meninju lengannya.

          "Oh, Hei kau..." dia menoleh ke arahku.

          "Hei, mau membuat team?" aku mendekatinya lalu merangkul pundaknya

          "Emm- tentu, tapi siapa kau?" dia menangkis rangkulanku.

          "Hah?!"
         
"Iya, siapa kau?"

Aku tak tahu perasaan apa ini, tapi sepertinya dada ini terasa sesak dan sakit. Setelah semua yang telah kita lewati, dia melupakanku begitu saja. Mungkin rasa ini lebih menyakitkan daripada ditolak oleh gadis secara mentah-mentah. Ah sial, mengapa aku menjadi sensitif seperti wanita begini? 

          "Aku James wahai kau orang mesum ber-rok panjang!"

          "Hei! Rok?! Ini hakama bodoh! Memang sekilas tampak seperti rok, tapi ini adalah celana kau lihat?!" dia menatapku tajam, jelas ia tak terima pakaiannya disebut rok olehku.

          "Tapi tunggu dulu, James? Oh James! Maaf teman aku melupakanmu, lebih tepatnya aku lupa dengan bentuk wajahmu." katanya seraya merangkul pundakku.

          "Sudahlah lupakan. Lagipula kau mau membentuk team denganku atau tidak?"

          "Tentu! Lagipula kau cuma satu-satunya kenalanku disini, itupun aku sudah lupa dengan wajahmu. Hahaha!" sahutnya dilanjutkan dengan tawa yang sudah sering aku dengar.

          "Oke, baiklah" aku menghela nafas sejenak.

Dengan begini kurang dua orang lagi untuk segera memulai babak penyisihan itu, sebenarnya hanya dua orang dalam satu team diperbolehkan. Tapi entah mengapa aku memiliki firasat bahwa babak penyisihan ini sangat sulit dan membutuhkan kerjasama lebih dari dua orang untuk menyelesaikan tantangan antar dimensi ini.

"Apakah kau sudah tau siapa lagi yang bisa diajak dalam team ini James?" tanya Oga seraya mengajakku berjalan-jalan mengitari alun-alun ini.

"Tidak, lebih tepatnya belum. Aku berharap kita segera menemukannya karena entah mengapa aku memiliki firasat bahwa pertarungan ini sangat sulit."

Dengan berjalan-jalan sambil melihat-lihat, baru kusadari ternyata tempat ini adalah sebuah kota dengan kehidupan masyarakat yang sama seperti Bumi, terdapat rumah-rumah, jalan yang saling menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain, alun-alun, dan ada seperti hutan lumayan jauh dari sini. Hanya saja mungkin sistem pemerintahannya adalah kerajaan, apakah dua orang tadi wanita dengan ukuran dada diambang batas normal dan laki-laki tua dengan jenggot seperti air terjun itu adalah ratu dan rajanya?

"Kau berpikiran begitu? Aku pun memiliki firasat yang sama, mungkin kita bisa menanyakan orang-orang itu apakah mereka mau bergabung dengan kita." ia menunjuk kumpulan manusia dan humanoid yang berada tak jauh di samping kanannya.

"Ide bagus, ayo kita kesa-"

"Ada apa?"

"Mereka..."

"Mereka? Siapa?"

"Mereka dua orang anak kecil yang memakai topi hitam dan berambut biru berpakaian hijau muda itu, mereka berada di samping sosok seseorang berbaju baja itu, kau lihat?"

"Iya, ada apa dengan mereka?

"Mereka lah yang melaporkan kita kepada gadis seksi yang kita nikmati kakiknya tadi. Dan secara tidak langsung merekalah yang merusak kesenangan kita dan membuatmu hampir mati tadi." jelasku.

"Kau berniat menghukumnya? Jujur James, aku tak tega menyakiti wanita walaupun dia mencoba membunuhku."

"Tidak, aku tak berniat menghukum mereka. Tapi mereka lah yang akan mengisi kekosongan team kita."

"Mengapa mereka? Bukankah seseorang dengan baju baja disampingnya terlihat lebih meyakinkan."

"Kau akan tahu nanti." jawabku.


"P-permisi." tegurku seraya menyolek pundak perempuan bertopi hitam tersebut. 

"Iya?"

"Waaaa!! ORANG MESUM ITU!!!" teriaknya begitu dia menyadari bahwa aku yang menyoleknya. Teriakannya menyebabkan kami menjadi pusat perhatian dan orang-orang sekitar sepertinya meningkatkan kewaspadaannya kepada kami.

"T-tolong jangan apa-apakan aku." perempuan berbaju hijau itu menutupi bagian kakinya dengan kedua tangannya.

Astaga, apakah aku memang terlihat seperti penjahat wanita?

"T-tunggu yang m-mesum itu dia, a-aku hanya ikut-ikutan saja." kataku terbata-bata sembari menunjuk ke arah Oga.

"Sialan kau James!"

"Jangan ganggu kami kalian orang mesum! Atau aku akan memanggil pandaku untuk menghajar kalian! Har-"

"Sekarang Oga!"

Oga menutup mulut perempuan bertopi hitam itu lalu menggendongnya dan berlari menjauh dari tempat ini. Begitu pula denganku,  aku membawa gadis berbaju hijau ini dan melompat menjauh.

~ ~ ~ ~ ~

"Ohh, jadi kalian hanya menginginkan kami untuk bergabung dengan party kalian?" perempuan bertopi hitam itu mengangguk-angguk.

"Ya begitulah." jawab Oga dengan santai.

"Baiklah, lagipula dari tadi kami berkeliling untuk mencari party tapi tak ada yang mau menerima kami. Mereka meragukan kemampuan kami karena kami hanyalah dua anak kecil." ia merengut.

"Yah, kebanyakan orang hanya dengan melihat penampilan luarnya saja mereka sudah membuat kesimpulan." Oga menggeleng-gelengkan kepalanya tanda ia prihatin dengan keadaan sosial sekarang.

Bukankah kau tadi juga?

"Yah, kenyataan yang tak menyenangkan," perempuan bertopi itu menundukan kepalanya. "Bagaimana denganmu Shizuka? Kau mau bergabung?"

"Baiklah." jawab perempuan berbaju hijau itu.

"Oke, kami setuju. Tapi ingat, kami akan tetap mencoba menjaga jarak dengan kalian berdua karena kami masih tak mempercayai kalian sepenuhnya. Dasar mesum!" perempuan bertopi hitam itu menatap tajam aku dan Oga.

"T-tolong mengerti, a-aku h-hanya ikut-ikutan dia saja." jawabku sembari menunjuk Oga lagi.

"Diam kau James! Oke, kita belum berkenalan. Aku Nobuhisa Oga, mohon kerjasamanya." Oga membungkukan badannya dengan sopan.

"Aku Aracheria Pulchra Fortisha kalian bisa memanggilku Ara." Ara mengangkat topinya membalas salam sopan Oga. Terlihat keseluruhan rambut putih panjangnya yang diikat di sebelah kiri dan poni yang dibiarkan begitu saja. Kulitnya yang juga putih serta matanya yang biru mengingatkanku akan seorang putri dunia fantasi. Tapi sayangnya ia berpenampilan tomboy dengan baju pink yang dilapisi jaket jeans berwarna hitam, ia juga memakai celana pendek yang juga berwarna hitam. Tapi sepatu bootnya yang berwarna putih membuat kesan fenminim untuknya.

"Oh ya, ini Harchi panda peliharaanku. Dia memang terlihat seperti panda biasa, tapi jangan remehkan kemampuan bertarungnya!" Ara menambahkan sembari mengelus-elus pandanya.

"Aku Shizuka Lilith Moselle, panggil saja Shizuka. Aku berasal dari ras elf." Dia menatapku datar lalu memalingkan wajahnya lagi. Rambutnya yang panjang terurai berwarna biru laut ikut bergerak mengikuti arah kepalanya dan memperlihatkan telinganya yang panjang dan lancip. Matanya yang juga berwarna biru laut sangat cocok untuknya. Kulitnya yang berwarna kuning langsat serta wajah cantiknya itu mematahkan pikiranku sebelumnya yang beranggapan bahwa makhluk dunia fantasi itu menyeramkan.

"Dan ini Levi." Shizuka menaruh buku tebal yang dipegangya, setelah itu ia mengambil hewan seperti naga namun memiliki ukuran yang kecil diatas kepalanya dan memperlihatkannya kepada kami.

Sialan! Aku kira hewan itu adalah bagian dari rambutnya!

"Ehm, a-aku J-James. Panggil saja J-James." sial, keringat dingin membasahi seluruh tubuhku.

"Namamu hanya James?" Ara menatap heran ke arahku.

"Iya, kenapa hanya James?" tak kusangka Shizuka juga menatapku.

Tolong behenti menatapku.

"Ahh- Ehm, a-anu." sial, aku tak bisa berkata apa-apa.

"Tidak, nama aslinya Allard Jauhari tapi kau bisa memanggilnya James. Yang lebih penting, tolong jelaskan kemampuan kalian masing-masing kepada kami."

Terima kasih Oga!

Mereka menjelaskan kemampuan mereka masing-masing dengan rinci dan jelas. Untuk perempuan yang berumur belasan tahun, mereka memiliki kemampuan yang sangat asing bagiku tapi kedengangarannya menarik dan hebat sesuai dengan yang aku duga. Sedangkan aku hanya bisa melompat-lompat tak tentu arah sambil menembakan kedua senjataku ini. Dan Oga memiliki kemampuan yang selama ini aku dambakan, yaitu kemampuan berpedang dengan gaya satu pedang maupun dua pedang. Andai aku memiliki kemampuan hebat seperti mereka.

"Kulihat kalian sudah membentuk sebuah party." tiba-tiba sebuah suara gadis terdengar tak jauh dari tempat kami berdiskusi.

"Siapa itu?" Oga dengan sigap menghunus salah satu pedangnya.

"Tenang saja, aku hanyalah seorang pelayan." sosok bersuara gadis itu menampakan dirinya, sedikit demi sedikit tampaklah seorang gadis yang ternyata memang menggunakan seragam pelayan.

"K-kau!" aku tergagap bersamaan dengan Ara dan Oga.

"Kenapa kau terlihat kaget seperti itu?" tanyanya hampir tanpa ekspresi.

"Tentu saja! Bagaimana mana caramu bisa mengetahui lokasi kami berada di sebuah dahan pohon raksasa, dan yang lebih penting bagaimana caramu bisa sampai kesini?" tanya Oga.

"Sebuah teknologi yang membuatmu dapat bertelportasi dengan cepat dengan cara membuat lubang tiga dimensi di lokasi kau berasal dan wilayah yang ingin kau tuju. Kemudian kau memasukinya dan akan sampai di lokasi yang kau inginkan dalam sekejap. Teknologi tersebut bernama portal."

"Ohh" jawabku mangguk-mangguk bersamaan dengan Ara dan Oga.

"Langsung saja, apakah kalian sudah siap untuk mengikuti babak penyisihan ini?" tanyanya lagi tanpa ekspresi.

"YEAH!!!" jawab Ara paling keras diantara kami berempat.

"Sebelumnya, siapakah ketua dari party ini?

"Dia!!!" jawab Ara dan Oga secara bersamaan sembari menunjuk ke arahku,  lalu diikuti Shizuka yang hanya menunjukku.

"T-tunggu! Apa?! Kenapa aku?"

"Simpel, karena kaulah yang membuat kita semua bertemu," Jawab Oga dengan santai.

"Benar! Lagipula kau seorang angkatan militer kan? Pasti memimpin sebuah kelompok pasukan adalah hal yang biasa untukmu," Ara menambahkan.

"Kalau itu..." aku menoleh Shizuka, menunggunya memberi tanggapan. Tapi nihil, dia memalingkan wajahnya seperti tak peduli.

"Baiklah, mari ikuti saya."

"Hah? Serius?!"

Tiba-tiba sebuah lubang 3 dimensi terbentuk di belakang gadis pelayan itu. Ia berbalik lalu berjalan menuju lubang berwarna hitam tersebut yang sepertinya membawanya ke suatu tempat yang jauh dari sini.

"Ayo!!!" Ara berlari menuju portal itu dengan diikuti pandanya.

"Baik." Shizuka segera menyusulnya.

"Yang terakhir adalah pecundang!" Oga berlari menuju portal meninggalkanku.

"Sialan kau!"

Aku berlari menuju portal untuk menyusul yang lain. Namun sesaat sebelum memasuki lubang tiga dimensi tersebut tubuhku tiba-tiba saja menjadi panas dan jantungku berdegup dengan sangat cepat. Ada apa ini? Apakah aku khawatir? Takut? Atau bersemangat? Entahlah, ini seperti ketiga perasaan itu dicampur dan diaduk menjadi satu. Aku khawatir apakah pertarungan ini akan sangat sulit dijalani. Aku takut apakah salah satu dari kami akan terluka berat atau mati di medan pertempuran. Aku bersemangat karena ini adalah untuk pertama kalinya aku mengikuti sebuah turnamen pertarungan. Dan kemudian semuanya menjadi gelap.

~ ~ ~ ~ ~

Perang fantasi, adalah kata yang pertama kali muncul di kepalaku sesaat setelah melihat pertarungan antar ratusan prajurit manusia melawan bangsa monster dunia fantasi di malam gurun yang gersang ini. Makhluk besar bertubuh seperti manusia bermata satu, makhluk cebol hijau berkuping runcing dengan janggut hitam yang panjang, manusia berkepala banteng, hingga naga. Semuanya ada menjadikan pertarungan ini sangat tidak imbang dan kubu manusia pasti akan kalah dengan segera. Untuk sebuah babak penyisihan, mereka sepertinya terlalu berlebihan.

"Baiklah semuanya." suara gadis pelayan itu membuyarkan lamunanku yang sedang menyaksikan perang fantasi ini dari atas sebuah tebing batu yang cukup tinggi.

"Aku akan menjelaskan tugas yang harus kalian selesaikan disini. Perhatikan baik-baik karena aku hanya menjelaskannya satu kali."

Gadis itu menjelaskan semuanya. Mulai tempat apa ini, apa yang sebenarnya terjadi, makhluk raksasa berwujud kuda bersayap dan bertanduk, hingga kastil dan menara kembar yang harus dihacurkan untuk mengalahkan kuda itu.

"Tugas kalian hanyalah bertahan hidup dan menghancurkan kedua menara kembar tersebut secara bersamaan untuk menyegel kembali Tamon Rah. Apakah masih ada yang kurang jelas?" pelayan ini lagi-lagi berbicara tanpa ekspresi, membuatku semakin penasaran apakah dia hanya robot atau...

Shizuka mengangkat tangannya, "Kapan Tamon Rah akan muncul?"

"Kurang lebih lima menit dari sekarang."

"APA?!" kami berteriak secara serempak.

"Hihihi, semoga beruntung!" tiba-tiba pelayan itu tersenyum menyeringai dan menghilang dalam portal yang membawa kami kesini.

"Jadi apa yang akan kita lakukan leader?" seketika Ara menyadarkanku dari keterkejutanku.

"Apakah sebaiknya kita menunggu hingga Tamon Rah muncul? Akan bahaya jika kita berada di tengah-tengah medan pertempuran dan terkepung dengan Tamon Rah yang tiba-tiba menyerang kita dari segala arah." Shizuka menatap penuh harap kearahku.

"Ya aku setuju denganmu, setidaknya jika kita menunggu Tamon Rah muncul kita akan mengetahui dia sedang mengincar kita atau tidak. Juga bukankah Tamon Rah tidak berpihak kepada siapapun?" Oga menambahkan.

"Ya kalian benar, kita gunakan saja waktu lima menit ini untuk memantapkan strategi kita."

"Chii!" panda itu mengeluarakn suara.

"Apa artinya itu Ara?"

"Artinya, dia setuju."

Kami duduk membentuk lingkaran untuk berdiskusi. Tak kusangka Shizuka yang dari tadi tenang dan tak banyak bicara ternyata sangat cerewet jika topik yang dibahas adalah startegi. Begitu pula dengan Oga, sosok asik, mesum dan tampak bodoh itu kini menyuarakan pikiran-pikirannya tentang pertarungan yang akan kami hadapi ini. Sedangkan Aku dan Ara hanya mengangguk-ngangguk tak pasti tahu apa yang dimaksudkan mereka.

"Berapa menit lagi Ra?" tanya Shizuka.

Ara melihat jam tangan kecil di tangan kirinya, "5... 4... 3... 2... 1..."

GRUUURRRR!!

Suara apa itu?

"Semuanya, lihat diatas sana! Bulan itu-" tunjuk Ara ke bulan yang menyirnari kegelapan tepat diatas kepala kami.

"Apa-apaan itu?"

Bulan yang mirip dengan Bulan di Bumi tempatku berasal tiba-tiba saja melesat jatuh seperti meteor. Tempatnya jatuh berada jauh di depan kami, namun tetap saja menciptakan kepanikan dari dalam kami masing-masing. Dapat kurasakan kakiku bergetar karenanya, karena jika bulan sebesar itu jatuh dan menghantam tanah, pasti akan menciptakan efek ledakan. Ledakan yang sangat besar, cukup membuat kami mati terbakar karenanya.

Tapi benar-benar tak terduga olehku. Saat bulan itu hampir mencapai tanah, tiba-tiba saja benda bersinar itu retak dan keluarlah sosok monster yang menjadi penentu berhasil atau tidaknya misi yang harus kami jalani ini, Tamon Rah. Monster itu terbang keluar dengan sayapnya yang merentang, tanduknya yang mencuat, dan bola api yang berjatuhan membakar apa saja yang menimpanya. Sebenarnya dunia seperti apa yang aku kunjungi ini?

"Whooaaa."

"Oke teman-teman, apakah kita mulai saja sekarang?" tanyaku tanpa menoleh satupun dari mereka.

"Ayo!" jawab mereka serentak.

"Oke, ayo kita menuju ke utara! Menuju kastil yang menjadi penentu keberhasilan kita!" ucapku seraya menunjuk ke arah kiri.

"Ehm, tapi utara itu tepat di depan kita James." ujar Ara sambil membenarkan posisi telunjukku.

"Eh-?"

"Yah, dia memang bodoh." celetuk Oga.

 "D-diam kau! K-kalau begitu operasi panda merayap dimulai!"

Ara langsung menunggangi Harchi lalu melesat turun dari tebing, disusul Oga yang hanya mengandalkan sandal anyamannya untuk menahan tubuhnya agar tak langsung terpleset menuruni tebing. Karena Shizuka tidak bisa turun dengan sendiri, maka aku menggendongnya di depan lalu melompat jauh hingga tepat jatuh di didasar gurun itu. Keringat dingin mulai membasahi kembali tubuhku.

"Jangan sentuh bagian itu oke?"

"A-pa? T-tak akan!"

Seperti yang kami duga. Ketika kami tiba di arena pertempuran, monster-monster dengan berbagai wujud itu langsung menyerang kami. Ara dan Harchi yang berada di posisi paling depan langsung menghadang sebagai pertahanan pertama. Ara menahannnya dengan pedang yang sepertinya terbuat dari batuan kristal, disampingnya juga ada Harchi yang masuk dalam mode pertahanan, ia menghadang musuh dengan tubuhnya tanpa takut terluka sekalipun. Oga yang menyadari bahwa ini kesempatan bagus untuk menyerang langsung melompat maju melewati Ara dan Harchi sambil mengayunkan pedang katana miliknya. Begitu ia mendarat, musuh yang dihadang Ara dan Harchi sudah terpenggal kepalanya.

"Kyaaa! Menjijikan Oga!" komentar Ara.

Oga membalasnya dengan gestur tangan peace.

Aku yang berada di belakang setelah menurunkan Shizuka, berlari menyusul Ara dan Oga. Dua musuh lain berupa Orc menyadari kedatangan kami dan bersiap menyerang, aku mengetahuinya karena Shizuka. Ketika kedua Orc itu lumayan dekat dengan posisi kami, Ara dan Harchi memasang kuda-kuda bersiap menghadang lagi. Kedua Orc itu lalu mengangkat gada yang dibawanya tanda ia bersiap menyerang Ara dan Harchi, tapi sebelum itu terjadi mereka sudah kutembak dengan Smitty di musuh yang menyerang Ara dan Ash di musuh yang menyerang Harchi, tepat di kepala. Cairan hijau bertebaran dimana-mana dan sebagian mengenai wajah tirus Ara.

"JAMESSS!!!" teriak Ara kesal.

Aku membalasnya dengan dua tangan membentuk huruf 'v'.

Terbentuklah formasi panda merayap ini dengan sempurna. Ara dan Harchi berada di barisan depan, Oga menjaga posisi kanan agak kebelakang, Aku menjaga posisi kiri, dan Shizuka berada dibelakang satu baris dengan Ara bertugas mengawasi dan memberikan bantuan sihir jika terjadi masalah. Kenapa dinamakan panda merayap? Simpel, karena panda berada di barisan paling depan dan kami berjalan pelan agar tak terlalu menarik perhatian Tamon Rah. Sepertinya sepatuku tak akan berguna disini.

Kami makin bergerak maju yang berarti semakin banyak musuh yang tertarik untuk menyerang kami. Musuh yang sedang bertarung dengan prajurit manusia langsung meninggalkan mereka begitu saja begitu melihat kami mendekat. Mungkin ia bosan dengan orang yang mudah dikalahkan, dan tertarik melawan kami karena mereka dapat merasakan aura kuat dari dalam tubuh kami, sepertinya, Siapa tahu? Sekumpulan Orc, Goblin, Minotaur (Shizuka memberitahuku) meninggalkan lawannya dan berlari ke arah kami sembari mengacung-ngacungkan gadanya masing-masing.

"Gunakan Colour Attack-mu Ara!" seru Shizuka

"Colour Attack!"

Ara menembakan sesuatu yang tak terlihat melalui busurnya. Namun ajaib! Satu detik setelah sesuatu itu ditembakkan, nampaklah sebuah busur panah yang memancarkan warna pink sangat menarik dan mengenai salah satu orc gila itu. Aneh, jatuhnya orc itu juga membuat teman-temannya berhenti untuk melihatnya.

"Yah, kuakui kemampuan panahmu hebat tapi hanya membunuh satu musuh?" Oga menatap Ara mengejek.

DUARRRRR!

Panah itu meledak! Melenyapkan semuanya dalam radius kurang lebih lima meter. Orc yang tadinya berjumlah puluhan kini bisa dihitung dengan jari.

"Satu hah? Tapi ada puluhan orc yang tumbang disana. Apakah kau selalu bolos pelajaran menghitung Oga?" kini giliran Ara yang menatapnya mengejek.

"Hah, kau ha-"

"Tahan Oga!, Tamon Rah mendekat dari arah jam 1!" seru Shizuka lagi.

Arah jam 1?

"Sejak kapan Tamon Rah berada disana?" tanya Oga mengalihkan perhatiannya kepada Tamon Rah.

"Iya, bukankah terakhir kali kita melihatnya Si Gedung Terbang itu masih berada jauh di utara?" tambah Ara.

"Jadi?"

"Berpencar bodoh!" seru Oga dengan melemparkan batu tepat ke kepalaku.

"Kita bertemu lagi disini!" seru Shizuka lagi.

Kami semua berlari menjauh dari Tamon Rah dengan arah yang berbeda-beda. Jika sudah cukup jauh dan Tamon Rah sudah pergi, kami akan kembali ke tempat semula untuk melanjutkan perjalanan kami lagi. Ini juga bagian dari strategi.

"James kenapa kau ke sana?!" teriak dari Ara dari atas Harchi.

"Kabur, apa lagi?!"

"Itu arah jam 1 bodoh! Yang artinya kau malah mendekat dengan Tamon Rah!"

"Ohh..."

"Jangan 'oh' saja, pergi!"

"Ke arah mana?!"

"Kau ini! Ikuti saja Shizuka sanah!"

"Oke, terima kasih!"

Sial! Untung saja Ara memberitahuku. Kalau tidak mungkin aku akan menjadi daging panggang yang enak. Sudahlah yang penting masih ada waktu untuk melarikan diri.

"Boost!"

~ ~ ~ ~ ~

Tak kusangka Shiuzka bisa berlari dengan cepat, dia menuju arah yang  berlawan dari Tamon Rah. Kenapa dengannya? Bukankah itu sama saja dengan percuma? Entahlah, mungkin dia memiliki rencana lain. Aku mengikutinya bukan dengan berlari melainkan melompat-lompat seperti kangguru, jika aku berlari aku pasti sudah tertinggal sangat jauh olehnya. Walaupun dengan melompat aku masih tertinggal jauh.

RAAAWWRR!!

Auman Gedung Terbang itu semakin dekat, kenapa ia tidak meringkik seperti kuda lainnya? Shizuka yang menyadarinya seketika berhenti dan berbalik menatap Tamon Rah. Aku pun berhenti, menatap sosok Tamon Rah seperti yang Shizuka lakukan. Sosok raksasa itu sekarang benar-benar di belakangku! Kemudian aku mengingat sesuatu, jika yang dikatakan gadis tanpa ekspresi itu benar, maka Tamon Rah tak akan menyerangku.

WUSSSHH!

Benar! Dia tak menyerangku, yang dia lakukan hanya terbang tinggi melewatiku yang terpaku disini begitu melihat sosok itu dari dekat. Gedung. Lagi-lagi kata itu yang terlintas dari kepalaku.  

Apakah karena itu Shizuka berhenti? Tidak! Dia mengeluarkan cermin besar yang ia katakan sebelumnya dapat memantulkan serangan. Apakah ia bermaksud memancing Tamon Rah menyerang dan kemudian memantulkan serangan Tamon Rah agar menjadi senjata makan tuan? Oh tidak!

"Kabur Shizuka!"

Sial dia tak mendengarku!

Aku berlari, meskipun terlihat seperti melompat. Kaki kiri menapak lalu mendorong tubuhku beberapa meter, kaki kanan menapak lalu mendorong tubuhku beberapa meter. Shizuka masih jauh, tapi aku yakin dapat mencapai tempatnya tepat waktu. Kulihat Tamon semakin mendekati Shizuka yang bersiap dengan cerminnya. Lebih cepat! Aku harus lebih cepat! Aku membuang tasku untuk mengurangi beban. Tamon Rah sudah sangat dekat dengannya, sepasang sayapnya mengeluarkan beberapa, tidak! Tapi puluhan bola api yang siap menghujam tubuh elf kecil itu. Sial! Batu, ya batu besar di depanku itu bisa kugunakan untuk tolakan lompatanku.

"Hyaaaahhhh!"

  Aku menggunakan batu itu sebagai tolakan. Benar saja, tubuhku sekarang melenting jauh dan tinggi serasa seperti terbang untuk sementara. Bola-bola api mulai berjatuhan dengan tujuan acak, ada beberapa juga yang mengarah kepadaku namun aku dapat menghindarinya dengan mudah berkat tubuhku yang lincah ini. Yang lebih kukhawatirkan adalah Shizuka dengan cerminnya disana, ada satu-dua bola yang menuju ke arahnya namun dapat dipantulkan kembali dan tepat mengenai Tamon Rah. Tiga-empat! Masih dapat dipantulkan dan bersamaan dengan itu cerminnya pecah. Lima-enam-tujuh! Inilah yang kukhawatirkan! Shizuka tergeletak disana seperti kehabisan tenaga, ia menutup matanya dan memalingkan wajahnya dari bola-bola api itu. Tubuhku masih terbang di udara namun kini lebih rendah dan bersiap menangkap Shizuka dari samping dan membawanya menjauh dari sana.

"Shizukaaa!"

Dua bola itu tepat di depan wajahnya, dan bersamaan dengan itu aku juga telah tepat berada di sampingnya.

"ARRGGHH!"

Aku lebih cepat! Aku memeluknya dan membawanya terlontar menjauh dari sini. Namun dapat kurasakan dua benturan benda besar yang panas mengenai punggungku, tapi itu tak penting sekarang. Aku harus memikirkan cara agar mendarat dengan selamat. Ahh! Tak ada waktu!

KRAAAAAKKKKKK!!!

Aku mendarat dengan punggungku terlebih dahulu, dan menguatkan pelukanku ke Shizuka agar ia tak terlepas dariku selama pendaratan kasar ini. Punggungku serasa terbakar namun aku tak perlu mencemaskannya, armor titaniumku pasti bisa melindunginya.

"Hei," kataku pelan.

 "Kau bisa membuka matamu sekarang."

Dia membuka mata birunya yang sembab itu, entah mengapa aku seperti melihat wajahnya memerah begitu ia melihatku. Jika bisa dibilang memang situasi seperti ini agak romantis? Mungkin karena aku baru saja menyelamatkannya dan sekarang ia berada di atas tubuhku. Oh tidak! Dia pasti akan menamparku!

"Maafkan aku." ia berkata dengan nada yang hampir menangis dan memelukku.

"Aku egois! Aku berpikir semua akan berjalan dengan lancar walupun aku sendiri." ia melanjutkan dengan terisak-isak.

"Aku membohongi kalian semua! Aku juga menyihir ilusi ke kalian agar kalian tak melihat Tamon Rah."

"Bukan aku ingin membunuh kalian! Tapi aku berpikir kalau aku bisa mengalahkannya sendiri. A-ku! Aku-"

Aku memeluknya kembali. "Sudahlah, yang penting kau selamat."

Dia menangis dan mengeratkan pelukannya kepadaku. Walaupun aku selalu salah tingkah di depan wanita, tapi aku tahu bagaimana caranya menghibur makhluk lembut ini ketika menangis. Cukup dengan memeluknya dan diam hingga tangisannya berhenti.



"Disini kalian rupanya!" teriak seseorang tak jauh dari tempat kami berbaring.

"Kami banting tulang mengalihkan perhatian Si Gedung Terbang itu dan kalian malah bermesra-mesraan disini!" suara lengkingan itu terdengar familiar.

"Oh, Oga! Ara! Bagaimana kalian tahu kami disini?"

"Aku khawatir karena Si Gedung Terbang itu menuju ke arah kalian berlari, jadi aku, Harchi, dan orang mesum ini mengikutinya. Nah, sekarang jelaskan semuanya kepadaku apa yang sebenarnya terjadi disini?"

~ ~ ~ ~ ~

Kami menuju oasis yang ditemukan oleh Oga sebelum mengejarku dan Shizuka.  Shizuka berkata ia bisa menyembuhkanku asal ada sumber air disekitar sini. Punggungku terbakar cukup parah walaupun aku sudah memakai perlindungan berlapis. Bukan hanya itu saja, jaketku rusak serta armorku titaniumku retak. Kekuatan macam apa yang dimiliki monster itu?

"Kurasa lukanya sudah baikan sekarang." Kata Shizuka sembari menurunkan tangannya ke bawah. Air yang menutupi lukaku sebelumnya juga kembali ke oasis.

"Terima kasih," ucapku dengan tersenyum.

"Ehm, ya..."

Wajahnya masih saja memancarkan kesedihan.

"Jadi bagaimana? Apakah kita akan melanjutkan strategi panda itu?" tanya Oga dari atas kuda yang ia dapat ketika melarikan diri dari Tamon Rah.

"Tidak, kita sudah kehilangan banyak waktu. Selain itu kita malah kembali ke tempat kita semula." jawabku dengan memakai kembali seragamku yang sudah koyak.

"Jadi, Apa yang akan kita lakukan?" tanya Ara sembari mengelus kepala Shizuka.

"Dengan melihat Oga, aku sudah mempunyai ide!"

"Apa itu?" tanya Ara.

"Sesuatu yang keren, bahkan kau membutuhkan kacamata hitam untuk melakukannya."

"Kacamata hitam? Maksudmu ini?" Oga mengeluarkan sebuah kacamata hitam dari balik bajunya lalu memakainya.

"Darimana kau mendapatkannya?!" tanya Ara kaget.

"Keren Oga! Aku juga memiliki satu!" aku mengeluarkannya dari saku depan celanaku dan memakainya.

"HEI?!"

"Keren James!" Oga mengacungkan dua jempolnya kepadaku, begitupun aku sebaliknya.

"Bisakah lebih se-"

"Ehmm... Hmmph... Hmmphahaha!" Shizuka tertawa. Wajahnya yang suram menghilang digantikan tawanya yang ceria.

"Shizuka?" Ara melihatnya heran.

Sedangkan aku lega melihatnya.

Oga turun dari kudanya lalu mendekatiku, ia membisikkan sesuatu kepadaku. "Inikah yang kau maksud James?"

"Ya, terima kasih sudah mau membantu," bisikku

"Harus kuakui, seleramu terhadap kacamata bagus juga. Dan kau tahu? kau memang orang bodoh yang baik." Oga meninjuku sembari tertawa kecil.

"Haha, diamlah."

"Jadi, apa kau benar-benar memiliki sebuah rencana?"

"Tidak."

"Apa?"

"Sebenarnya ada, tapi aku tak yakin itu sebuah rencana atau bukan," aku nyengir kepadanya.

"Oh, aku tahu maksudmu! Apakah aku boleh meminjam kacamata ini?"

"Tentu! Tapi sebelumnya, Ara! Ehm, bisakah kau menyuruh Harchi untuk mencari tasku?"

~ ~ ~ ~ ~

Aku melompat lalu menembak, peluru Smitty melesat menembus beberapa goblin di depanku, peluru Ash menyebar membunuh beberapa Orc yang berkumpul disampingku. Di depanku berlarilah Harchi yang sudah disihir Shinku Reppa oleh Shizuka yang juga menungganginya, sementara Ara sibuk menyingkirkan musuh yang berada di depan Harchi dengan pedang kristalnya. Di belakang, Oga sibuk mengayunkan kedua pedangnya untuk membunuh musuh yang mengejar kami sembari menunggang kuda yang didpatnya entah darimana.

"Musuh didepan sangat banyak dan bergerombol! Sepertinya mereka ingin menahan kita." seru Shizuka sembari menunjuk ke arah depan.
         
"Flash!" Ara menyentuh minotaur di depan dengan pedangnya, yang membutakan beberapa musuh di sekitar minotaur itu.

"Habisi mereka James!" seru Shizuka.

Aku melompat lau menembakkan Smitty dan Ash dengan brutal. Walaupun rekoil Smitty sangat besar, aku sama sekali tak terpengaruh dan Ash yang memiliki rekoil kecil membuatku bisa menembak lebih cepat lagi. Saat aku kembali mendarat, jalan di depan terbuka dengan lebar.

"Hebat!" Ara mengacungkan jempolnya.

"Gelombang kedua! Bersiaplah!" seru Shizuka.

"Ah, maaf aku butuh istirahat sebelum melakukan Cursed Hand lagi."

"Biarkan aku yang melakukannya!"

Oga maju ke barisan terdepan. Ia merentangkan kedua tangannya yang sedang memegang pedang. Seketika musuh-musuh yang berada disamping kiri kanannya terpenggal sebelum sempat membentuk barisan lagi. Bersamaan dengan itu kecepatan lari Harchi kembali seperti semula.

"Bagus Oga! Meskipun mengerikan." komentar Ara.

"Inilah yang disebut membantai dengan gaya."

"Hei, ngomong-ngomong apa itu di depan? Raksasa?" kataku dengan melompat.

"Ya! itu Titan! Tingginya kira-kira 25 meter." jawab Shizuka

"RWARRRRR!!!" tiba-tiba auman Tamon Rah kembali terdengar.

"Oh apa kau bercanda? Enam Titan dan Tamon Rah berada di jalan kita sekarang!" keluh Ara dengan menepuk dahinya.

"Tidak, sebenarnya ini memberiku ide. Oga! Pelankan kudamu, aku ingin membonceng. Ara! Samakan kecepatan Harchi dengan kuda ini dan posisikan Harchi di sebelahku! Shizuka! Bersiap-siaplah!" teriakku lalu duduk dibelakang kuda Oga.

"Oke, tapi apa yang ingin kau lakukan?" tanya Shizuka.

 "Ayo kita pantulkan bola api itu!"

Harchi kini berlalri lebih lambat, namun tak menjadi masalah. Kami semakin mendekati empat Titan yang sedang mengamuk mengayunkan gada raksasanya tak tentu arah. Ayunan gada itu mengenai siapa saja yang berada di dekatnya, serta Tamon Rah terbang mendekati kami meskipun posisinya masih berada di belakang Titan itu. Walaupun  begitu kami tak berhenti, karena kami percaya ini satu-satunya kesempatan untuk melumpuhkan setidaknya empat Titan yang berdiri berjejer itu dan berlari menerobos ke depan.

"Colour Attack!" Ara menembakkan panahnya ke atas untuk memancing Tamon Rah.

Benar saja, panah pink itu langsung mencuri perhatian Si Gedung Terbang itu dan segera terbang lebih cepat ke arah kami. Selagi ia terbang, bola-bola api mulai terbentuk di kedua rentangan sayapnya.

"Bersiap-siaplah! Ia akan segera melepaskan bola apinya."

"Mirror Force!" Shzuka mengeluarakan sebuah cermin besar yang sudah pernah kulihat sebelumnya dengan sihirnya.

"Dua bola api datang!" seru Oga. 

Sebenaranya ada banyak benda bundar berpijar yang dilepaskan raksasa kuda itu, namun baru hanya dua yang menuju ke arah kami. Tepatnya mendekat ke arah Titan yang berada di jejer paling kiri dari arah kami.

"Jika bola itu tak mengenai Titan itu, kita akan mendekatinya lalu memantulkannya agar mengenai raksasa jelek itu!" kataku bersemangat.

Benar saja, kedua bola itu hanya lewat diatas kedua raksasa jelek itu. Kami pun berlari menghampiri arah jatuhnya kedua benda berpijar tersebut.

"Kena!" teriakku.

Kedua bola itu memantul akibat terkena 'cermin' raksasa Shizuka dan tepat mengenai kedua titan itu yang berada di jejer paling kiri lalu ambruk mengakibatkan gempa kecil.

"YEAH!!"

"Tahan teman-teman, tiga bola api datang!" seru Ara seraya menunjuk arah datangnya benda bundar itu.

Kami makin mendekati posisi Titan-titan itu, hampir memasuki jangkauan serangnya. Suasana yang tadinya sepi menjadi ramai lagi oleh musuh dan prajurit manusia yang sedang bertarung. Tubuh-tubuh yang terpental akibat sapuan gada titan juga menambah serunya perang ini.

"Kedua bola api itu sepertinya akan mengenai Titan yang berada di jejer paling kanan dan sebelahnya," kataku.

DUAAAARR!!!

TEPAT!!

"Tapi yang terakhir tak akan mengenai siapapun," tambahku.

Bola terakhir itu berada di belakang kedua bola yang telah mengenai raksasa bersenjatakan kapak raksasa itu, dan sudah pasti tak akan mengenai siapapun. Kami langsung berlari ke arah jatuhnya dan kembai berhasil memantulkannya.

DUAAAARR!!!

"Yeah, mati kau Titan jelek!"

"Datang lagi! Tiga bola!" seru Ara.

Kami sudah memasuki jangkau serang raksasa bergada itu. Tiga bola lagi-lagi menuju arah kami dan sudah pasti bisa ditebak ketiga-tiganya   tak akan mengenai titan ini yang masih sibuk mengamuk. Kedua bola paling depan telah melewati titan itu dan jatuh di belakang kami. Kini tinggal satu bola api dan merupakan satu-satunya kesempatan untuk menumbangkan raksasa bergada ini.

Dziing!!

"Berhasil!" seru Shizuka.

Bola api itu berhasil dipantulkan dan kini mengarah ke titan itu. Benda bulat berpijar itu tepat mengarah ke kepalanya yang memiliki ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran bola api ini.

"Pasti kena!"

WUUSSHH!

Tiba-tiba, saat bola api itu hampir mengenai wajahnya, Titan itu menunduk menghindarinya. Dengan gerakan cepat ia kembali berdiri dan mengangkat gadanya tinggi-tinggi. Kami yang berada tepat dibawahnya hampir melewati tempatnya berdiri hanya bisa melihat dengan mata terbelalak.

"Ada apa dengan titan itu?" tanya Ara.

"Tak ada waktu untuk itu! Shizuka, cepat gunakan Shinku Reppa!" kataku sembari menatapnya.

"Tapi aku terlalu-"

"Gunakan kepada Harchi saja!"

"Tapi aku tak bisa-"

"Cepat!"

BUUUMMMM!!!

Terlambat, titan itu segera menghantamkan kapaknya ke bawah dan menimbulkan gaya dorong besar yang dapat melempar apapun termasuk kami. Aku dan Oga berhasil menyeimbangkan kembali tubuh kami agar dapat mendarat dengan mulus, tapi tidak untuk para gadis itu.

"Oga! lempar monster yang berada disampingmu ke arahku!"

"Oke!"

Oga memegang kaki Orc yang berada disampingnya lalu melemparkannya ke arahku. Kemudian aku menginjakknya dan mendorongnya dengan kakiku agar tercipta gaya dorong untuk menangkap para gadis itu.

"Kena kalian."

Aku berhasil menangkap mereka, kini tinggal mendarat seperti tadi.

KRAAAAK!!!

"Oke, kita sudah sampai."

"James!" teriak Ara kaget begitu membuka matanya.

"Emm..." Shizuka memalingkan wajahnya, namun masih tak dapat menyembunyikan warna merahnya.

"Apa sudah selesai bermesra-mesraannya? Kita agak terburu-buru disini." Kata Oga yang tiba-tiba muncul sembari menunjuk ke belakang, sekumpulan banyak monster dan Titan jelek itu mengejar kami.

"A-aah ya, Emm- A-apakah ada yang melihat Harchi? Sepertinya ia tak terlempar jauh dari sini." Ara langsung berdiri dan berlari mencari Harchi.

"Apakah kau bisa berdiri sendiri?" kataku kepada Shizuka yang masih berbaring.    

"Oh! T-tentu, maaf."

"Emm, kau baik-baik saja kan? Tak ada yang terluka?"

"Tidak-tidak! Aku ha-"

"Ayo kalian berdua cepatlah!" protes Ara yang sudah menunggangi Harchi.

"Iya! Sebaiknya kau segera menggendong Shizuka, James!" tambah Oga yang sedang duduk di belakang Ara.

"Apa?!" teriakku bersamaan dengan Shizuka.

"Cepat! Mereka semakin mendekat!" ucap Ara.

"Atau kau ingin menggendongku James?" goda Oga dengan nada merayu.

"Tentu tidak!"

"Ya sudah, cepat! Ini juga merupakan kesempatan kita karena musuh-musuh di depan juga terpental dan meninggalkan lahan kosong untuk kabur!" bentak Ara.

 Aku pun menggendong Shizuka di depan. Ah, aku kembali merasakan keringat dingin mulai membasahi tubuhku lagi. Aneh, padahal sewaktu aku menyelamatkan Shizuka dari Tamon Rah tadi, aku tak merasa gugup sedikitpun.

~ ~ ~ ~ ~

"Kastil sudah terlihat kawan!" teriak Ara dengan menunjuk sebuah bangunan tua dengan dua menara di sampingnya yang mulai runtuh.

"Kau benar! Mari kita akhiri tugas gila ini!" jawabku disertai dengan anggukan teman-teman.

"Ehm, James." tiba-tiba Shizuka memanggilku.

"Y-ya?"

"Te-terima kasih." ucapnya lembut membuatku semakin gugup.

"H-hah? U-untuk apa?"

"Kita baru bertemu tapi kau telah menyelamatkanku dua kali."

"Yah..."

"Kau bahkan tidak marah dan memaafkan kesalahanku tadi."

"Ya itu..."

"Kau juga sengaja menghiburku dengan kacamatamu itu, aku sungguh senang." ucapnya tersenyum seraya menyentuh kacamata hitam yang sedang aku pakai.

"A-ah, aku h-hanya kebetulan saja membawa k-kacamata ini." makhluk apa ini?! Sial, dia sangat manis!

Dia tak menjawab, membuatku penasaran untuk segera melihatnya. Dan disitulah dia, gadis bertelinga lancip itu hanya tersenyum dengan manisnya untuk menjawab perkataanku tadi. Rasanya aku ingin segera menaiki Tamon Rah dan meluapkan kebahagianku disana.

"Hei, apa kabar dibelakang?" seketika Oga membuyarkan fantasiku.

"Bagus, musuh sudah menyerah untuk mengejar kita." jawabku.

"Oke. Bersiaplah-siaplah karena perjalanan kita akan berhenti dengan segera."

Aku mengerti apa yang Oga maksud, dari atas sini bisa kulihat kami sudah dekat dengan kastil tua dengan sebuah pintu masuk raksasa seperti sebuahi sel penjara yang terbuka lebar. Didalamnya ada halaman berpasir yang luas berisi  monster-monster yang kelihatannya lebih kuat dibanding monster yang berada di luar kastil. Seperti yang dikatakan gadis pelayan itu, terdapat dua menara yang berada di sayap kanan dan sayap kiri. Cara satu-satunya menaiki sayap kastil adalah dengan masuk ke halaman kastil terlebih dahulu.

"Jadi apakah kita akan langsung memasuki halaman kastil itu?" tanya Ara ketika kami menaiki sebuah bukit pasir untuk melihat keadaan.

"Yah tak ada cara lain." ujar Shizuka.

 "Dan kau tahu? Naga juga menjaga tempat itu." Oga menunjuk beberapa naga yang terbang mengitari di atas menara kastil runtuh itu.

"Naga-naga itulah yang menjadi masalah kita sebenarnya."

"Ada cara untuk membunuh mereka dengan mudah."

"Oh ya, apa itu James?"

"Tapi aku membutuhkanmu Oga, ini akan menjadi kerja sama team yang keren!"

"Bagus!"

"Permisi, lalu kami para gadis akan melakukan apa?"

"Buat monster di halaman itu sibuk!"

"Apa?!"


         
          Kami tiba di luar gerbang kastil runtuh. Tak membuang waktu, aku dan Oga memasuki gerbang itu yang langsung disambut oleh monster-monster dengan mengacungkan senjata-senjatanya. Aku melompat menembak mereka dengan Smitty dan Ash bersamaan.

          DUAARR! DUAARR! DUAARR!
          DORR! DORR! DORR! DORR! DORR!
         
Suara mereka bersahutan menumbangkan monster-monster dengan tubuh mereka yang bolong.

"Tidak buruk James!"

Oga berlari, kedua pedangnya digemgamnya bersamaan. Ketika ia sudah dekat dengan monster yang diincarnya, ia membungkuk untuk menghindari tebasan gada monster lalu ia mengarahkan kedua pedangnya ke monster tersebut. Monster itu tertusuk lalu tumbang ketika Oga menarik pedangnya kembali. Ia menahan seragan monster disampingnya dengan kedua pedang disilangkan kemudian dengan gerakan cepat ia menghindar dan menusuk monster itu dengan pedang di tangan kanannya, tangan kirinya terangkat lalu menebas monster di belakangnya. Ia kembali berlari namun kali ini dengan mengayun-ayunkan kedua pedangnya ke depan seperti orang gila.

"Kau tak ingin kalah dariku ya?"

Aku melompat, bersalto di udara. Ketika tanganku mengarah ke bawah kutembakkan Smitty dan Ash bersamaan dan lagi-lagi menumbangkan beberapa monster dengan cepat. Ketika mendarat, aku mengganti magasin Ash yang berisi peluru biasa dengan magasin Dragon Breath lalu menembaknya.

BUUURRRR! BUUURRRR! BUUURRRR!

Semburan api panjang keluar dari moncong Ash membakar monster-monster yang sedari tadi berteriak histeris. Teriakannya semakin histeris saja ketika api membakarnya.

TRAANNG!

 Suara benturan benda logam mengagetkanku. Aku berbalik dan melihat Oga menahan serangan tiga monster bermata satu dengan menyilangkan pedangnya, aku menyadari dia tak bisa mengatasinya sendirian lalu aku mengambil Smitty dari tempatnya dan menembak ketiga monster itu dengan cepat.

"Jangan lupa untuk selalu mewaspadai punggungmu."

"Oke, terima kasih."

"Apakah naga-naga sudah menyadari keberadaan kita?"

"Belum, sepertinya keadaan disini belum terlalu ramai."

"Kau ingin ramai? Tenang saja kau akan segera mendapatkannya!"

Oga mengambil musketnya yang ia gantungkan di punggungnya, ia mengisinya dengan mesiu lalu mengarahkannya ke salah satu monster yang akan menyerangnya.

DORR!!

"Yah! Tepat!"

"Lalu?"

"Bukan apa-apa, aku hanya ingin menembakkan musketku." ia nyengir dengan memebntuk huruf 'v' di tangannya.

"Sialan kau!"

Aku kembali menembakan napas nagaku, Oga kembali mengayun-ayunkan pedangnya seperti orang gila. Kamu harus menciptakan suasana seribut mungkin agar naga-naga terpancing turun dan mengincar kami. Merekalah yang sebenarnya menjadi masalah utama kami karena kadal terbang itu menjaga menara yang menentukan berhasilnya tugas kami. Teriakan demi teriakan monster bersahutan seperti anak burung yang ingin diberi cacing oleh ibunya hanya saja ini lebih sedikit keras. Mereka terbakar dan terpotong-potong anggota tubuhnya hanya karena ulah kami berdua. Dan sudah jelaslah mengapa kami mendapat julukan 'mad'.

RAWRRRR!!!

Teriakan keras yang agak berbeda terdengar, serta sayup-sayup seperti kepakan sayap juga masuk ke dalam gendang telingaku. Begitu aku melihat ke atas dari halaman kastil ini, naga-naga berukuran kurang lebih sama dengan satu truk terbang menuju kemari.

"Itu dia! Oga, kemarilah!"

"Siap Pak!"

Oga berlari ke arahku, bersamaan dengan itu aku menembak salah satu naga dengan Smitty untuk menarik perhatiannya.

DUARRR!

Ah meleset! Tapi tak apa, yang penting naga itu sudah terbang menukik ke arah kami.

"Oke siap!" kata Oga dengan memegang tangaku.

"Oke, ini akan menjadi aksi yang keren!"

   Ketika naga itu berada beberapa meter diatas kepala kami, aku melompat lebih tinggi melewati ketinggian naga itu, Oga juga turut berada di udara. Dengan cepat aku berputar seraya melakukan gerakan melempar, Ia pun terlempar tepat mengarah ke kepala naga itu, ia mengarahkan pedang ke naga itu dengan membentuk seperti gunting. Begitu ia tepat di atas kepalanya, Oga melakukan gerakan membuka yang menyebabkan kepala naga itu terspisah dari badannya.

"Hebat!" kataku sembari mendarat di dekatnya.

"Tentu, kau kira sedang berurusan dengan siapa?"

"Oke-oke simpan itu untuk nanti setelah kau membunuh puluhan naga itu." aku menunjuk sekumpulan naga yang terbang beriringan.

"Baiklah." Jempol

"Oke! Ara, Shizuka! Tolong tahan musuh disini mulai sekarang!" seruku dengan bergerak ke gerbang kastil.

Kemudian mereka berdua serta panda peliharaannya berlari memasuki gerbang. Gadis bertopi hitam itu telah siap dengan pedang kristalnya, sedangkan elf kecil itu dibuntuti oleh ular naga yang siap membantu pertempuran.

"Tolong ya!" kataku melambai-lambai.

"Baik!"

 "James! Naga kedua tepat di belakang!"

"Oke sekarang!

Oga kembali memegang tanganku, ketika aku menoleh kebelakang ternyata benar naga itu tepat di belakang beberapa meter lebih tinggi dari kami. Aku melompat dengan membawa Oga lalu melemparkannya dengan gerakan berputar tepat mengarah tubuh monster terbang itu. Oga mendarat menjaga keseimbangannya, lalu ia berjalan mendekati leher monster itu dengan pedang yang ia posisikan seperti gunting.

SREEETTT! Kepala naga itu terpotong.

Aku keluar dari halaman kastil, mengejar orang gila berpedang itu yang  menjatuhkan diri karena naga yang ditumpanginya telah mati. Ketika aku merasa bisa menangkapnya, aku meloncat menuju arah jatuhnya lalu menangkap tangannya dan melemparkannya lagi ke arah naga yang  berada dibelakang. Ia kembali tepat mendarat di badan naga itu dan memotong kepalanya dengan bengis. Kami melakukannya berulang-ulang hingga naga ke-lima belas kurasa.

"Siap Oga?!"

"Selalu!"

Aku melemparkannya ke belakang persis dengan posisi naga itu terbang. Dalam waktu dekat mereka akan bertabrakan kecuali Si Orang Gila berpedang itu sudah memposisikan kedua pedangnya menusuk ke depan.

SROOOOTTTT!!!

Ia menembusnya! Menembus tubuh monster kadal itu hanya dengan kedua pedangnya.

 "Hebat sekaligus menjijikan!" kataku sembari menangkapnya.

"Yah, kapan lagi kau akan masuk ke tubuh monster?" balasnya dengan tubuh diliputi lendir dan darah.

"Oke, aku akan melemparmu lagi. Siap?"

"Kurasa tak perlu."

"Kenapa?"

"Lihatlah itu, mereka yang tersisa terbang tak tentu arah seperti melarikan diri."

"Oh, kau benar! Apakah mereka menyadari kekuatan kita?"

"Mereka tidak menyadari kekuatan kita, tapi dia." tiba-tiba Oga menunjuk arah yang berlawanan dari kastil runtuh yang kita tinggalkan untuk melawan naga-naga itu.

"Tamon Rah?!"

"Dan dia menuju ke arah kita."

Kami mendarat, saling menoleh satu sama lain kemudian berlari kembali menuju kastil. Dia mungkin memikirkan apa yang kupikirkan, menghancurkan menara sebelum Tamon Rah menyerang. Si Kuda Bertanduk itu terbang mengejar kami, dengan ukuran yang sangat besar itu walaupun ia terbang lambat namun sangat cepat bagiku.

"Ayo kita harus cepat Oga!"

"Aku tahu! Tapi aku cuma bisa berlari!"

"Naiklah ke punggungku, kau kugendong!"

"Apa?! Tapi bukankah it-"

"Kau mau mati sekarang hah?!"

"Tapi, i-itu-"

"Kita sudah sampai sejauh ini Oga!"

"B-baiklah."

Begitu ia naik ke punggungku sepatu boots titanium ini langsung mendorong kami jauh ke depan. Dua puluh meter demi dua puluh meter kami lalui dengan cepat. Tak terasa hanya memakan waktu beberapa menit kami sudah sampai di gerbang kastil runtuh ini. Di dalamnya Ara dan Shizuka sudah menunggu, namun Tamon Rah semakin dekat.

"Hei, apa yang kalian lakukan?" Ara menutup mulut menahan tawanya.

"Berisik! Penjalasan nanti!" Oga turun dari punggungku lalu berlari menuju tangga di sayap kanan kastil.

"Ada apa James?"

"Kalian tak melihatnya? Tamon Rah!" aku menunjuk raksasa yang terbang mendekat ke gerbang kastil.

"Ohh..."

"Jangan 'Oh' saja, ayo lari!"

"Oke-oke."

"Hei, kulihat suasana disini jadi sepi sekali."

"Yah, kau gila! Kau bilang kita harus menahan monster-monster di sini. Tapi kau hanya menyisakan beberapa. Ku ulangi hanya beberapa! jadi ular naga Shizuka bisa membunuh mereka semua tepat ketika kalian sampai kesini lagi."

"Hehehe..."

"Emm, jadi sekarang kita harus bagaimana James? Tamon Rah sudah..."

Aku melihat Shizuka ekspresinya menandakan kekhawatiran yang mendalam, lalu aku menatap ke atas gerbang kastil itu. Seperti yang kuduga Tamon Rah hanya berjarak beberapa puluh meter dari gerbang utama kastil. Kami terlambat, kami tak akan sempat walaupun hanya untuk mendekati menara yang menyimpan kristal segel Tamon Rah. Kami pun tak akan sempat untuk kabur, apalagi matanya yang tak henti-hentinya menatap kami, tatapan itu seperti ia ingin mengatakan sesuatu  "Kalian tak akan bisa kemana-mana lagi sekarang, karena aku akan membunuh kalian semua disini sekarang juga!" Apakah ia tahu bahwa kami bermaksud untuk menyegelnya kembali? Dan apa yang harus kukatan kepada mereka berdua? Tak mungkin aku mengatakan kita  menyerah dan mati saja disini. Gila! Aku kapten mereka disini. Aku harus melindungi mereka semua meskipun aku tak tahu caranya.

"Kalian ikuti Oga ke sayap kanan, aku akan ke sayap kiri sendirian."

"Hah? Apa yang kau rencanakan sekarang James?!"

"Tidak, aku akan ikut denganmu."

"Tidak Shizuka. Aku akan kesana sendirian."

"T-tapi kenapa?"

"Tak apa-apa, lagipula kastil ini sudah bersih dari monster."

"Tidak! Aku ikut denganmu!"

"Tolong Shizuka, kau ikuti Oga kesana."

"Kenapa?!"

"Tak apa-apa, tolonglah turuti kataku sekali saja."

"Tidak! Lagipula kau tidak bisa beralasan dengan jelas, kau mencurigakan! Kau terlihat seperti ingin- umm!"

Aku menciumnya dan memeluknya erat dengan kedua tanganku. Bibirnya sangat lembut dan nyaman kurasakan, serta tubuhnya sangat hangat namun rapuh dan mungkin bisa remuk jika aku memeluknya terlalu keras. Aku tidak sedang mengeluarkan hawa nafsuku disini, aku hanya ingin dia tenang dan percayakan semuanya padaku.

Aku perlahan melepaskan bibirku darinya, kupegang kedua bahunya dan menatapnya lekat-lekat. "Semua akan baik-baik saja oke?"

Ia tak menjawab, ia hanya melihatku dengan tatapan kaget seperti tak percaya apa yang barusan terjadi. Namun seketika ia menganggukan kepalanya dan memalingkan wajahnya dariku.

"Baik, Ara! Tolong bantu Shizuka ke tempat Oga."

"Ehh, Hah? O-oke, a-aku akan k-kesana. Ayo Shizuka!" ia menggandeng tangan Shizuka dan berlari.

Aku pun melompat menuju tangga sayap kiri kastil, aku melihat Tamon Rah dan para gadis itu bergantian. Tamon Rah benar-benar sudah dekat dengan kastil ini, bola-bola besar kembali terbentuk di sepasang sayapnya. Sedangkan mereka sudah menaiki tangga dan berlari menyusul Oga yang masih setengah perjalanan menuju kastil. Baik ini kesempatan bagus!

Aku berhenti, berbalik dan melompat dengan cepat menuju gerbang kastil. Tamon Rah tidak lagi terbang, ia berlari layaknya kuda pada umumnya. Kakinya yang besar menghantam bumi membuat gempa kecil yang aku bisa rasakan. Begitu sampai di bawah gerbang kastil, aku mengganti magasin Ash dengan yang biasa, lalu melompat ke atas gerbang yang tinggi ini. Aku melihat ke depan, melihat kuda raksasa itu berlari dengan cepatnya menuju kemari, bola-bola sudah terbentuk dan siap ditembakkan kapan saja tapi itu tak akan terjadi. Aku melompat menyambut raksasa itu yang telah tepat berada di depanku, kuarahkan Smitty dan Ash ke arah matanya.

DUAARRR! DORR!

Namun yang tak kuduga adalah tanduknya, ia mengarahkan tanduknya yang panjang dan runcing itu tepat ke arahku. Tanduk itu mengenaiku bertetapan ketika aku menembakkan Smitty dan Ash. Aku terlontar, sangat tinggi dan cepat. Sayup-sayup kudengar seseorang memanggil namaku namun tiba-tiba suara itu menghilang, aku tak lagi dapat merasakan dan menggerakan tubuhku, telingaku berdengung, mulutku tak bisa berucap apa-apa. Namun aku masih bisa melihat, langit malam yang cerah dan bintang-bintang bersinar sangat terang. Tak seperti tempat tinggalku Bumi. Dunia yang sudah hancur itu, bahkan aku tak bisa melihat bintang pada malam hari. Apakah aku akan mati disini? Tak apa, aku tak menyesal. Lagipula aku sudah melihat bintang yang sangat indah untuk terakhir kalinya. Aku jatuh dengan keras, tubuhku bergesekan dengan pasir lalu menabrak sesuatu. Aku tak bisa merasakan apa-apa lagi selain dunia yang semakin gelap atau aku yang menutup mataku?

~ ~ ~ ~ ~

"Kau sudah berjanji kepadaku bukan?"

"Hah?"

"Hai James!"

"Siapa kau?"

"Kau tak ingat? Waktu itu kau berkata kepadaku. 'Aku akan selalu melindungi orang yang kusayangi. Walaupun aku mati lebih dulu, aku akan bangkit dan mengatakan kepadanya semua akan baik-baik saja.' Lucu ya?"

"Jangan-jangan kau, Na-"

"Aku senang kau mengingatku."

"Iya kan? Ini kau kan?! Na-"

"Jangan menyerah James, dia menunggumu. Bukankah kau sangat marah ketika aku meninggalkanmu lebih dulu? Tapi kenapa sekarang kau ingin mengulangi kesalahanku?"

"Benar, kau mengecewakanku. Benar-benar mengecewakanku.

"Maaf."

"Aku benar-benar membencimu."

"Dan, kau akan bernasib sama denganku. Dibenci oleh orang yang kau sayangi."

"Tapi—"

"Aku hanya tak ingin kau mengulangi kesalahanku James. Lagipula kau telah berjanji kepadaku."

"Apa yang harus kulakukan?"

"Bangunlah sekarang! Dia masih membutuhkanmu!"

"Kau ini benar-benar egois ya, masih sama seperti dulu."

"Dan kau masih saja sulit diatur."

"Terserah, sudah selesai bicaranya? Aku akan pergi sekarang."

"Aku tahu! Kau pasti akan menepati janjimu!"

"Oke-oke aku akan-"

Tiba-tiba suara itu menampakkan wujudnya, sosok seseorang yang sudah lama ku kenal, sosok seseorang yang sangat berarti bagiku. Namun ia meniggalkanku begitu saja, aku membencinya tapi aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membalasnya. Namun kini ia tersenyum bahagia, senyuman yang bisa menyihir siapapun jika melihatnya. Aku pun disini tersihir olehnya, terdiam terpaku tak bisa bergerak. Ia mendekatiku, mendekatkan bibirnya ke bibirku. Rasa ini sangat nyata, sangat nyaman dibuatnya hingga aku menutup kedua kelopak mataku. Tak terasa air mata terjatuh membasahi pipiku, sudah sekian lama aku tak berjumpa dengannya, aku sangat merindukannya. Dan sekarang ia berdiri disini menciumku walaupun sebenarnya ia telah tiada.

Aku membuka mataku, buram adalah pemandangan pertama yang kulihat. Aku mengedip-ngedipkan mataku dan lama-kelamaan buram itu menjadi pemandangan yang jelas. Seseorang berambut biru panjang menangis tepat diatas kepalaku, tangisannya membasahi hampir semua wajahku, aku mengalihkan penglihatanku ke depan. Disana tampak seseorang berbaju aneh abu-abu terduduk lesu ditemani oleh seseorang bertopi hitam yang juga menangis. Aku tak kuasa melihat mereka bersedih, mungkin ini waktunya untuk mengagetkan mereka.

"Hei halo semuanya! Apakah aku melewatkan sesuatu?"

Tiba-tiba ketiga sosok itu menatapku. Gadis berambut biru inilah yang bereaksi paling cepat, ia memukul-mukul dan menenggelamkan wajahnya ke dadaku, tangisannya semakin keras.

"Bodoh! Kau sungguh bodoh! Apa yang kaupikirkan tadi?! Bunuh diri?!"

"Aku hanya-"

"Diam kau bodoh! Kau membuat kami putus asa! Jantungmu sempat berhenti berdetak tadi, dan kami berpikir bahwa kau, kau sudah..."

"Maafkan aku." aku mengelus kepalanya dengan lembut.

"B-bodoh." tangisannya mulai mereda, tapi ia tetap menyandarkan wajahnya kepadaku.

"Apa kabar jagoan? Tidurmu nyenyak?" sapa gadis bertopi hitam itu.

"Ya, dan aku bermimpi indah."

"Sial, kau benar-benar membuat kami putus asa." ia mengelap air mata dengan lengan bajunya.  

"Aku tak menyangka kau bisa berbuat senekat itu." kini giliran laki-laki berbaju abu-abu aneh itu yang mendekatiku.

"Yah, sekarang kau tahu."

"Tapi itu benar-benar hebat, Tamon Rah terbang tinggi menjauh dari kastil, jadi kami bisa menghancurkan menara itu kapan saja kami mau."

"Jadi siapa yang menghancurkannya?"

"Aku dan anak panda ini. Tapi Shizuka yang menghitung mundur agar kami bisa menghancurkannya secara bersamaan."

"Dan apa yang terjadi setelah kalian menghancurkannya?"

"Ajaib! Tamon Rah terangkat kembali ke angkasa, butiran-butiran bulan yang pecah juga mengikutinya lalu berkumpul menutupi raksasa itu dan jadilah ia terkurung di dalamnya, di bulan yang kini utuh kembali." ia menunjuk ke atas, ke bulan purnama yang bersinar dengan cerahnya di malam hari ini.

"Keren!"

"Yah, andai kau melihatnya."

Aku mengacungkan jempol kepada mereka, dan mereka membalasnya namun tidak dengan gadis berambut biru ini, ia masih saja menempelkan wajahnya kepadaku. Aku melihat Oga dan mencoba bertanya apa yang harus kulakukan, ia meringis dan mengangkat tangannya tanda tidak tahu. Aku melihat ke Ara juga untuk bertanya apa yang harus kulakukan, ia hanya nyengir dan membentuk  di tangannya. Mereka benar-benar tak bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah ini. Apa boleh buat.

"Shizuka."

"..."

"Hei, ada orang di rumah?"

Ia melihatku dengan mata sembab, sepertinya ia benar-benar mengkhawatirkan aku.

"Bisakah kau membantuku duduk?"

Ia duduk di sebelahku, meletakan tangannya di bawah kepala dan punggungku lalu mengangkatnya dengan perlahan. Tubuhku terangkat duduk, aku menoleh kepadnya, ia menatapku lekat-lekat dengan mata birunya yang berkaca-kaca, tanpa ia sadari aku melingkarkan tangaku ke tubuhnya, memeluknya erat-erat seakan-akan dunia akan berakhir sekarang juga. Ia sejenak melepaskan tangannya dariku, tapi kemudian membalas pelukanku lebih erat dengan menyandarkan wajahnya ke bahuku.

"Jangan pernah meninggalkanku lagi," katanya terisak.

"Tak akan."

"Benarkah?"

"Iya, tak akan. Kau tahu kenapa?

"Kenapa?"

Aku mendekatkan bibirku ke telinganya yang lancip "Karena kaulah alasanku untuk tetap hidup."


~Kaleodoscope~
  


14 comments:

  1. Di tengah-tengah battle ada Attack On Titannya. :> Sebenernya formasi, strategi, dan jurus-jurus yang dipakai dalam pertarungannya asyik, tinggal penyuguhan narasinya aja perlu dibuat lebih ngalir. Interaksi dan karakterisasi antar karakternya juga asyik, namun perlu dibuat lebih mulus, misalnya di dialog, kadang aku bingung siapa yang bicara karena kurang dialog tag. Ah, sfx nya kadang bikin aku ketawa, apalagi yang BURRR BURRR. Aku ga ngelarang sfx sih, tapi kalau prferensiku sendiri, kalau bisa kurangi sfx, diganti narasi saja.

    Nilai ; 7

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, terima kasih krisarnya :)

      Memang saya masih perlu belajar tentang dunia kepenulisan, maklum baru tertarik ke dunia ini 3 bulan yang lalu.
      #curhat

      Delete
  2. Vajra sez, "Oi, oi, entriku juga ada scene kayak Attack on Titan, tapi kan nggak telak2 masukkan titan di sana :p cuma modif formasi tempur aja :p I call it 'Shingeki no Rah!'" *dijitak*

    "Sip lah, urusan strategi cukup oke. Tapi saya jadi penasaran, kalau si James benar2 kena tanduknya Rah si segede gedung itu, bukannya dia langsung tewas dengan tubuh hancur? Saya aja kena hawa tanduknya aja sempet sekarat, untung ditolong team-mate."

    Nilai: 8 (setidaknya udah ada usaha lebih dari author)
    OC: Vajra (Raditya Damian)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oya, author: Andry Chang

      Delete
    2. Sebenarnya ide saya waktu James kesuruduk tanduk Tamon Rah, tubuhnya hancur lebur hanya menyisakan torsonya saja. Tapi diurung karena menurut saya kelihatannya terlalu sadis. Tapi ya malah jadi aneh begini ya? hehe

      Terima kasih krisannya :)

      Delete
  3. Ini POV1 tapi langsung ditembak gitu aja ya, ga ada kesempatan buat ngenal si aku ini siapa selain tau" disodorin obrolan mesum

    Aku mengetuk es yang membekukan orang mesum ini, esnya tak begitu tebal dan aku yakin dragon breath dapat mencairkannya dengan sekejap.
    ^apa itu dragon breath? Dalam bercerita, tolong jangan berasumsi pembaca tahu apa yang penulis tahu tanpa penjelasan

    Aflorea ini sengaja typo kah?

    "Benar! Lagipula kau seorang angkatan militer kan? Pasti memimpin sebuah kelompok pasukan adalah hal yang biasa untukmu," Ara menambahkan.
    ^tahu dari mana?

    Penggunaan SFXnya kurang nyaman nih. SREEET SROOTT itu masih bisa dinarasiin, atau yang kayak DUAARR! DUAARR! DUAARR! DORR! DORR! DORR! DORR! DORR! (ini bukan film dengan audio)

    Drama Shizuka berasa meh. Kurang kuat buat saya, emang kenapa dia tiba" pengen nyelesein semuanya sendiri? Meski niatnya mungkin jadi semacem heroine buat James di entri ini, masih agak forced (maksa)

    Sepanjang battle dominasi dialognya luar biasa ya. Sayang kadang kurang jelas ini siapa yang lagi ngomong

    Ah, ngancurin menaranya offscreen ya

    Dari saya 6. Deadliner buffer -1, jadi nilai akhir dari saya 5

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dragon breath sudah saya jelasin di biodata OC saya, saya kira itu udah cukup :/

      Yah yang sfx saya juga ketawa sendiri, aneh banget kelihatannya, hehe...

      Yah yang pasti saya perlu latihan lagi, dunia kepenulisan termasuk baru untuk saya. Semua aspek masih kurang menurut saya, dan dengan membaca komentar ini membuat saya ingin latihan lebih giat lagi.

      Terima kasih krisannya :)

      Delete
  4. Saya suka rekutmen di awal ceritanya... apalagi persahabatan antar Nobushina dan James yang terikat karena... ehem... "Ketertarikan". Alurnya cukup menarik, tapi sayangnya narasi terasa "Hambar" di pertengahan battle sekitar kemunculan Titan(?) sampai terakhir... ya... mungkin bisa dimaklumi karena mendekati Deadline.

    Ceritanya berpotensi, jadi saya kasih nilai 8

    OC: Renggo Sina

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya waktu pembuatan prelim yang diberikan panitia nggak banget buat saya, lagi sibuk - sibuknya. Hanya sempat membuat cerita ketika waktu deadline prelim mulai dekat, saya sadari cerita saya agak ngga jelas karena terburu-buru membuatnya.

      Terima kasih krisannya :)

      Delete
  5. Walau saya yakin kalau ini pengerjaannya terburu-buru, alurnya lumayan, penulisannya juga cukup baik.

    Tapi, narasinya lumayan kaku... Saya yakin kau masih bisa poles gaya menulismu lagi, kembangkan narasimu, kurangi penggunaan sound effect. Bukan saya menyuruh untuk dihilangkan secara total, tapi akan lebih baik kalau kau memanfaatkan PoV 1 ini agar si karakter utama dapat melaporkan apa yang dilihatnya, juga agar dapat sedikit memberi insight atas apa yang ada dalam pikiran si karakter.

    Nilai 7

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener, emang terburu-buru ._.

      Oke, saya akan latihan lagi dan melaksanakan saran yang kamu bilang.

      Terima kasih :)

      Delete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Terharu...akhirnya ada yang make ane juga :')

    penggunaanya POV1 bikin ane enjoy ngikutin ceritanya sampai akhir. Due antara Oga dan james ajib dah.. Saya puas dengan penggambaran OC ane. Penggunaan soundifx lebih dibuat proporsional lagi. Dan seperti yg dikatakan para sepuh di sini. Over dialogue.. dan ane kebingungan siapa yg lagi ngobrol dengan siapa.

    Nilai 8+1 = 9 (bonus karena make Nobuhisa)

    Nobuhisa Oga

    *see you

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow si Buhi ikut komentar ternyata, haha

      Oke saya akan latihan lagi.

      Terima kasih krisannya :)

      Delete