8.5.15

[PRELIMINARY] KAZUKI TSUKISHIRO - INTO THE ALFOREA

KAZUKI TSUKISHIRO - INTO THE ALFOREA
Penulis: Dee

-01-
Connection Cut

"Brengsek!" Seorang pemuda membanting konsol game yang biasa ia gunakan. Sudah lima belas menit ia menunggu proses load dari komputernya, namun tidak kunjung masuk ke dalam server game tempatnya biasa bermain.

Sama seperti yang selalu ia lakukan, ia hanya ingin menghabiskan waktunya dengan bermain game online di dalam kamarnya yang—semakin—gelap. Tidak seperti biasanya, bahkan kali ini siang terlihat seperti malam. Pemuda itu beranjak dari duduknya untuk menyalakan lampu, namun tidak ada penerangan yang dihasilkan oleh benda bulat yang tergantung di langit-langit kamarnya tersebut.

"Sial!"


Kini satu-satunya penerangan di dalam kamar itu hanyalah radiasi dari layar komputer yang masih menampilkan laman proses dari game online yang—seharusnya—ia mainkan.

Pemuda itu menghela napas dan mengeluarkan ponselnya, mencoba menyambungkan internet dari sana, namun nihil. Ponselnya bahkan tidak mendapatkan jaringan. Menggerutu, ia mengutuk pemerintahan Zona Hijau, mengutuk nasibnya di Zona Merah,  dan bahkan ia mengutuk komputernya yang berada dalam keadaan freeze—sesaat sebelum mati.

"Oh, great. Setelah internet dan listrik mati, apalagi yang akan terjadi di tempat ini?" Pemuda—yang diketahui bernama Kazuki—mencelos sembari melemparkan kemasan bekas ramen instan yang sudah mengering sejak lima hari yang lalu.

Ia kesal.

Hidup selama tiga tahun di tempat ini dan baru sekarang ia merasa seperti ini. Kehidupannya seperti dirampas dari dirinya. Internet mati, listrik mati, dan bahkan ia baru sadar ia kehabisan persediaan ramen instan. Kini apalagi? Suara tawa centil terdengar sayup-sayup dari lantai bawah, diikuti oleh suara pria yang dibuat manja sukses membuat kesabaran Kazuki sampai pada puncaknya.

Kazuki berdiri di ujung tangga, menunggu sampai wanita centil itu berpamitan pada tamu hidung belangnya dan menutup pintu.

"Hey, kau tidak lupa membayar listrik dan internet kan?"

"Kau kira aku sudah pikun?" Wanita itu melengos menatap Kazuki—yang notaben adalah anaknya—sembari menyalakan rokoknya. "Tumben kau keluar kamar."

"Huh? Kau buta atau bodoh? Kau tidak lihat listrik di rumah ini mati dan aku bahkan tidak bisa login ke dalam game ?" Kazuki merutuk sinis, wanita di hadapannya hanya menguap.

"Bukannya bagus? Kalau begitu, kau tinggal gunakan waktumu untuk hal-hal berguna daripada hanya duduk di depan komputermu. Sudah berapa lama kamu tidak mengganti bajumu ataupun mandi? Atau bersihkan kamarmu sesekali sebelum menyebarkan penyakit ke seluruh rumah."

"Dan menularkannya pada tamu-tamu hidung belangmu?"

Sepertinya kesabaran wanita itu sudah habis. "Aku melakukannya demi hidup kita, Kazuki!"

"Aku tidak memintamu melakukannya!!" Kazuki mengatur napasnya . "Sial!"

"Lalu dengan apa?" Suara wanita itu berubah lirih meski masih terdengar ketus. "Dengan apa kita bisa bertahan hidup jika aku berhenti melakukan ini? Kau menghabiskan uang warisan ayahmu demi internet bodohmu! Apa yang kau lakukan untukku? Tidak ada!! Kau tidak berhak menghakimiku atas apa yang kulakukan demi kita berdua."

Kazuki menatap wanita itu dengan tatapan muak. "Kalau saja kau tidak membunuh ayah, semua ini tidak perlu terjadi. Dasar wanita jalang!"

Satu jeritan terdengar.

Wanita itu berlari ke kamarnya dan menangis. Kazuki mendecak kesal, dan dengan satu bantingan, ia menutup pintu kamarnya.

***

Kazuki melampiaskan marahnya dengan memilah sampah dan memasukkan pakaian kotornya yang sudah berminggu-minggu ditumpuk ke dalam kantungan plastik. Ia menghela napas panjang dan bersandar pada lemari yang terletak disudut kamar. Ia merasa hidupnya kembali hancur untuk kedua kalinya. Setelah dikirimi surat eksekusi oleh pemerintah Zona Hijau, Kazuki harus menerima bahwa dirinya dijauhi oleh teman-teman yang memujanya, bahkan ia harus menerima bahwa lokernya dijadikan pengganti tempat sampah seolah dirinya memang sudah harus mati. Dan sekarang, ia harus hidup tanpa internet dan listrik.

Kazuki berdiri dengan tiba-tiba tatkala kepalanya terantuk oleh pedang—lebih tepatnya pegangan pedang—yang  ia letakkan di atas lemarinya.

Pedang?

Sejak kapan ia—

Ah. 

Sebuah sensasi dirasakan Kazuki saat ia mengeluarkan pedang itu dari sarungnya.

Sebuah perasaan nostalgik.

Kazuki bisa merasakan desiran angin menerpa tubuhnya, dan mendengar suara air dari bilah bambu di perkarangan rumah tempatnya tumbuh, serta tawa sang kakek yang melihat dirinya begitu kikuk mengangkat Nodachi saat usianya masih sepuluh. 

Kazuki rindu perasaan itu, meski sekarang keadaan sudah berbeda. Dirinya sudah mampu mengangkat dan mengayunkan Nodachi meski benda itu masih 'lebih besar' dari dirinya. Ia juga sudah menguasai 'tarian' yang diajarkan padanya dengan banyak menggunakan Kodachi  yang selalu ia sampirkan di pinggangnya. Kazuki ingat kakeknya selalu berkata bahwa membawa senjata sebagai perlindungan bukanlah tindakan kriminal jika tidak digunakan untuk kejahatan, apalagi kondisi memaksa Kazuki untuk selalu waspada.

Namun sayang, sekarang orang yang selalu mengajarinya hal-hal penting tentang kemampuan yang ia miliki sudah tiada. Kazuki yakin, kematian sang kakek dan ayahnya ada hubungannya dengan wanita yang tinggal di lantai bawah tempat Kazuki hidup lima tahun terakhir ini.

Kazuki mengembalikan Nodachi  ke dalam sarungnya sebelum beranjak pergi untuk melihat keadaan sekitar. Yah, tak ada salahnya mengelilingi blok dan mencari angin selagi internet dan listrik mati, bukan? Lagipula ia kehabisan stok makanan, jadi mungkin ia juga akan membeli ramen di kedai kecil yang terletak di ujung jalan. Ah ya, ada satu hal yang mengganggu pikiran Kazuki saat ia memandang ke luar jendela.

Mengapa semuanya menjadi gelap?

***

Suasana jalan raya yang lengang tak ubahnya latar dalam film horor garapan sutradara ternama. Bukan hanya karena tidak adanya apapun—bahkan kucing—yang melintas, namun juga kondisi rumah warga yang tertutup rapat seolah daerah ini ditinggalkan bertahun-tahun lamanya. Belum lagi matahari yang tidak tampak, dan langit berwarna hitam pekat meski tak ada rembulan.

Siangkah? Atau malamkah?

Jam digital yang melekat di pergelangan tangannya seperti membeku. Semua menampilkan angka nol sebagai pengingat waktu. Apakah yang dilihatnya saat ini bukan jam, melainkan stopwatch? Diutak-atik beberapa kalipun, angka dalam jam tersebut tidak berubah. Jelas ada yang aneh di kota ini, namun Kazuki tidak tahu apa itu. Ia yakin, penduduk kota tidak menghilang, hanya takut keluar rumah. Terbukti dengan adanya beberapa orang yang mengikuti Kazuki.

Ya, Kazuki memang tidak bisa melihat dengan jelas karena selain distance sense-nya kurang bagus, minimnya cahaya membuat Kazuki sukar mengenali sosok yang diam-diam menguntitnya. Tak ada cara lain selain berlari dan bersembunyi sebelum sosok itu menangkapnya.

Kazuki berpikir ia sudah berlari cukup jauh tatkala ia mencoba mengambil napas—namun sayang, satu cengkraman pada leher kaus yang ia kenakan mengatakan sebaliknya. Larinya tak cukup jauh—bahkan ia sudah lupa kapan terakhir ia berlari—sehingga penguntit tersebut berhasil menangkapnya kali ini.

"Ah!" erang Kazuki saat punggungnya berhadapan dengan pagar batu milik seorang warga.

"Akhirnya, setelah berbulan-bulan menunggu… Saat ini datang juga… Aku akan membalaskan dendam adikku yang kau hajar habis-habisan!" seru pemuda berambut cepak yang kini melayangkan tinju pada pipi Kazuki.

'Apa? Kenapa?'

Kazuki tidak mengingat satu halpun tentang kedua orang yang di hadapannya kini. Kenal saja tidak, apalagi menghajar orang lain. Lagipula bukankah beberapa bulan ini ia tidak pernah keluar rumah barang selangkah? Lalu kenapa?

Belum habis rasa penasarannya, satu pukulan dirasakannya hingga ia terjerembab. Kazuki tidak bisa terus begini, ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak mempedulikan suara yang sedari tadi terngiang di telinganya.

"Kamu kira kamu bisa lolos setelah membuat adikku masuk rumah sakit? Dengan alasan ia menginjak kabel earphone-mu, kamu kira kamu berhak membuat dirinya masuk rumah sakit?!"

Ah. Kazuki ingat sekarang.

Beberapa bulan lalu, saat terakhir ia keluar rumah untuk makan di kedai ramen, ia ingat ia pernah menghajar seseorang karena orang tersebut menginjak kabel earphone-nya yang terjuntai. Tapi ia tidak ingat siapa—bahkan ia sudah lupa kalau pernah menghajar orang.

Kazuki hanya bisa diam tatkala pemuda cepak itu menarik bajunya. Ia sudah terlalu lapar dan lelah untuk membalas pukulan tersebut, tapi ia tidak bisa diam saja saat dipukuli. Seandainya ada cara untuk melarikan diri.

Eh, bukannya ada?

Kazuki menatap pemuda tersebut dan pemuda satunya—yang bertubuh ceking—bergantian. Pemuda cepak itu memutar tubuhnya dan melayangkan pukulan ke arah kawannya.

Satu pukulan, dan dibalas dengan protes dari si ceking.

Dua pukulan, disambut kebingungan dari kedua orang tersebut. Setiap kali ia ingin memukul Kazuki, tubuhnya pasti berputar dan tangannya justru memukul si ceking.

Kazuki tidak kehabisan akal, selagi mereka menjawab rasa bingung mereka, ia mencoba lari sekuat tenaga dan bersembunyi di halaman rumah kosong yang terletak tiga rumah dari tempatnya dihajar tadi. Ia tidak bisa berlari terlalu jauh. Lututnya tidak menuruti kehendaknya sendiri.

"Setidaknya, aku aman disini," ucapnya seraya mengatur napas yang memburu. Kazuki tahu, pergi ke kedai ramen saat sekarang bukanlah ide yang bagus. Ia harus memastikan bahwa kedua orang tadi sudah tidak ada.

"Ng, apa ini?" Secarik kertas terselip di bawah telapak tangannya secara tiba-tiba.

Terlalu gelap, tidak bisa membaca di sini. Jika menggunakan radiasi ponsel, ia bisa ketahuan. Kazuki menghela napas sekali lagi sebelum beranjak pergi menuju rumahnya sendiri—dengan melintasi halaman para tetangga tentu saja.

***

Wanita itu masih berada di kamarnya saat Kazuki menginterupsi dapur untuk mencari—sesuatu—yang bisa ia makan. Baguslah, ia tidak ingin bertemu wanita murah itu barang sedetik.  

"Hm, kurasa ini tak masalah." Ia menggumam pada dirinya sendiri ketika menemukan roti di dalam lemari dapurnya. Ia tidak bisa melihat tanggal kadaluarsanya, namun tidak adanya jamur pada roti sudah cukup untuk meyakinkannya bahwa ia akan baik-baik saja.

Kazuki kembali ke kamarnya dan mencoba melatih dirinya sendiri sembari makan. Pipinya masih terasa sakit, lututnya juga masih terasa pegal akibat berlari. Kazuki tahu dirinya tidak seperti ini saat kakeknya masih hidup dulu—lebih tepatnya, hidupnya tidak seperti ini saat dirinya masih belum ketergantungan pada internet.

Kazuki mengambil Nodachi dan menyampirkannya di punggung dan meletakkan kamus di atas kepalanya sebelum mulai berjalan. Ia harus membiasakan diri berjalan dengan beban di seluruh tubuhnya. Setidaknya itu yang pernah diajarkan oleh sang kakek.

Tidak butuh waktu lama bagi Kazuki mempelajari 'cara berjalan' untuk mengoptimalkan kekuatan lututnya meski ia sangat lelah. Ia tahu bahwa seluruh tubuhnya perlu dilatih. Ah, hampir saja ia melupakan secarik kertas yang ia temukan jika saja kertas tersebut tidak menusuk paha kanannya dari dalam saku celana.

[ Are you bored with your boring life? Want to experience new adventures? If so, please sign this up. ]

Apa ini? Undangan, kah? Atau lelucon sadis yang mentertawakan keadaan saat ini? Tidak, tidak. Meski berbahasa Inggris dan terlihat eksklusif, masih ada yang tidak beres dengan undangan ini. Kazuki masih menimbang-nimbang apakah perlu ia tandatangani surat ini, ataukah diabaikan saja. Ia ingin pergi dan keluar dari frustasi di dalam rumah ini, tapi ia tidak tahu apa yang ada di depan sana.

Dalam kebingungan, tangan Kazuki bergerak sendiri dan menandatangani surat tersebut.

"Ap—hei!!!"

Kali ini ponselnya berdering. Sebuah e-mail baru saja masuk ke dalam akunnya.

Ini bohong kan? Bukankah jaringan mati, lalu kenapa bisa—?

[ Are you sure you want to sign up? Y / N ]

'Tidak.'

'Tidak.'

Tangannya mengetik 'Y' dengan cepat.

[ Message sent. Thanks for participating ]

"Ap—"

Belum habis rasa penasarannya, tubuhnya sudah terhisap oleh sebuah lubang misterius yang muncul di kamarnya, meninggalkan bongkahan roti yang belum habis ia makan.


******************************************************************


-02-
Into The Alforea


Central Square – Despera Castle

"Aduh-duh-duh…" Kazuki mengerang sembari memegangi bagian belakangnya yang membentur tanah. Pedang yang disampirkan di punggung membuat jatuhnya semakin terasa sakit.

Ingin rasanya Kazuki mengutuk pembuat undangan, dan pembuat lubang hitam yang menyedotnya tanpa izin. Tapi tunggu—bukan masalah itu yang ia khawatirkan saat ini. Pertanyaan utama : 'Dimana dirinya sekarang berada?'

Kazuki memandang ke sekitar, dan hanya menemukan bahwa tempat ini indah. Matahari bersinar cerah, rerumputan dan ilalang yang tumbuh di tanah, dan kastel besar di tengah—negeri ini seperti negeri dongeng. Apakah dirinya kini masuk ke dalam negeri dongeng?

Tidak. Ada satu keanehan negeri ini.

Mengapa semua orang berjalan menuju kastel? Apakah ada sesuatu disana? Ataukah mereka—dan dirinya—tersedot untuk menjadi umat sekte tertentu? Tidak, tidak. Kalau tahu begini ia tidak akan pernah punya niat untuk pergi dari Jepun. Adakah cara untuk kemba—

"Permisi, Tuan, hanya mengingatkan. Kalau duduk disitu, nanti ditabrak yang lain, bun~" Seorang—atau sebuah gnome sukses membuat Kazuki membeliak.

Bagaimana mungkin gnome bisa bicara?!

Berdiri dan melihat sekitar, Kazuki sadar bahwa banyak makhluk aneh yang ikut serta berjalan ke arah yang sama. Mulai dari gnome, anak kecil, kakek-kakek, peti, sampai makhluk berkepala pohon.

Sebenarnya tempat apa ini?!

Satu senggolan sukses membuat Kazuki—yang mematung—terjatuh. Namun sebelum tubuhnya sekali lagi mencium tanah, seseorang telah menangkapnya.

"Ups, hati-hati…"

"Terima ka—" Kazuki menelan kembali ucapannya dan segera mungkin melepaskan diri dari pemuda yang menolongnya.

Rambut ungu, topi fedora coklat, jas putih dan senyum ala host membuat Kazuki mual. Dengan segera ia menjauh dari pemuda tersebut sembari menggeliat geli. Demi apapun dalam hidupnya, ia tidak ingin dipegang oleh pemuda flashy seperti itu.

"Jijik.." gumamnya.

"Aaa... tes...tes... baka to test," sahut seorang wanita di balkon utama kastel.

Kazuki memperlambat laju langkahnya ketika mendengar suara dari speaker besar yang berada di samping kastel. Huh? Apalagi ini? Seorang tante-tante yang berlagak seperti anak muda?

"Baiklah, mungkin diantara kalian ada yang bingung kenapa kalian secara tiba-tiba muncul di sini, dan mungkin juga ada yang sudah tahu kenapa kalian muncul di sini. Bagi belum belum tahu coba angkat tangannya yang tinggi~" celoteh wanita tersebut dengan gaya seperti gadis Jepun usia 17 tahun yang hobi bergosip.

Kazuki melengos, namun tetap mengangkat tangannya.

"Areee... bukannya sudah kutulis alasannya di surat undangan ya?" tanyanya lagi.

Sejauh yang Kazuki ingat, surat undangannya hanya berisi kalimat tanya persuasif tentang melepaskan diri dari hidup yang membosankan, tidak ada hal lain selain itu.

Keributan kecil terjadi di balkon, dan sebagai pengganti wanita tersebut, kini muncul seorang pria dengan rambut dan janggut putih. Ia lebih terlihat berwibawa daripada wanita—sok—riang tadi.

"Kami mohon maaf atas kesalahan teknis barusan. Sekarang biar kujelaskan langsung alasan kenapa kalian ada di tempat ini. Kalian semua yang ada di sini, adalah calon peserta turnamen antar dimensi yang akan diadakan tidak lama lagi. Turnamen ini disebut Battle of Realms, dan hanya para petarung terbaik yang bisa mengikuti pertarungan bergengsi ini!" jelasnya lantang pada seluruh makhluk yang berkumpul.

Turnamen, huh? Jadi semua yang berkumpul disini, peserta turnamen.

"Lalu jika memenangkan turnamen ini, kami akan dapat apa?" tanya seorang peserta. Tipikal.

"Pemenangnya akan mendapatkan apapun yang dia inginkan!!" seru wanita tersebut—yang entah sejak kapan muncul di samping pria berambut putih.

"Kalau aku mau cintamu boleh nggak, mbak?" tanya seorang peserta berambut ungu dan mengenakan jas putih.

"Gak!" jawab wanita itu spontan.

Konyol. Pemuda menjijikkan tadi ternyata lebih konyol dari penampilannya. Kazuki tertawa kecil, menyindir sikap pemuda tersebut. Namun ia segera berhenti tertawa ketika seorang peserta yang membawa skateboard menoleh padanya.

"Dari seratus satu orang yang ada di sini, hanya ada empat puluh delapan peserta terbaik yang akan terpilih untuk mengikuti turnamen yang sesungguhnya. Setiap peserta akan dikirimkan ke sebuah area khusus untuk babak penyisihan dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua hingga empat orang. Kalian bebas untuk memilih anggota kelompok kalian, dan begitu kalian sudah mendapatkan kelompok yang menurut kalian pas, maka kalian akan langsung dikirim ke tempat pertarungan oleh seorang maid yang akan menjelaskan misi yang harus kalian jalankan begitu kalian tiba di tempat pertarungan." Suara dari speaker kembali terdengar, dan keributan kecil mulai terdengar di antara peserta yang berkumpul.

'Berkelompok, eh'

"Dengan ini, kunyatakan babak penyisihan Battle of Realms telah dimulai!!" seru pria berambut putih dengan lantang dan penuh semangat.


***

Kazuki memandang sekeliling dengan bingung. Ia tidak tahu bagaimana caranya merekrut seseorang untuk menjadi anggota kelompoknya. Lebih tepatnya—ia tidak tahu apa yang bisa ia tawarkan agar seseorang mau merekrut dirinya menjadi anggota kelompok, terlebih lagi, adakah makhluk yang ada di dunia ini yang bisa ia percaya untuk menjadi anggota kelompoknya?

Ia hanya ingin pergi dari kebosanan hidupnya yang tanpa listrik dan internet, tapi ia tidak tahu bagaimana cara memilih teman untuk menjadi kelompoknya. Tak ada cara lain, mungkin ia harus memilihnya secara acak.

Kazuki menggamit tangan seorang gadis berambut biru dan seorang pemuda gondrong secara tiba-tiba.

"Aku ingin meminta kalian agar berkelompok dengan diriku."

Ingin rasanya Kazuki mengubur dirinya ke dalam drum semen dan tenggelam di teluk Tokyo, tapi untuk maju dia harus melakukan ini. Sudah berapa lama, sejak Kazuki memegang tangan orang lain—dan berbicara—selain dengan wanita yang tinggal bersamanya?

"Transportation system open." Suara dari speaker—yang entah diletakkan dimana—mulai terdengar.

"Eh? Tu-tunggu!!" seru pemuda berambut gondrong dan gadis berambut biru serentak


******************************************************************


-03-
Shohr'n Plain


Shohr'n Plain

Udara dingin gurun Shohr'n terasa menusuk tulang, ditambah tatapan yang tak kalah tajam menusuk dari mata gadis berambut biru dan pemuda gondrong yang kini menatap Kazuki.

"Eh—"

Bagaimana menjelaskannya? Sudah jelas mereka berdua kesal karena diajak tiba-tiba, dan sekarang ia tidak punya alasan mengajak mereka.

"Hmp—" Pemuda gondrong melengos sesaat sembari memalingkan wajah ke arah seorang wanita berbaju pelayan yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Selamat datang di dataran Shohr'n.. Saya, Ypi̱rétria, yang akan membimbing anda semua," sapanya dengan suara statis seperti robot atau makhluk virtual.

"Ah." Kazuki mencelos saat ingat ia pernah mendengar suara Ypi̱rétria sebelum dipindahkan ke gurun ini. "Ah, tidak. Lanjutkan saja…"

"Seperti yang kalian lihat di depan sana, pertarungan antara Prajurit Alforea dengan monster penghuni dataran Shohr'n sedang berlangsung. Kalian boleh membantu prajurit ataupun melewatinya, meski saya yakin monster-monster itu tidak akan melepaskan buruannya. Tujuan utama misi pertama adalah kalian hanya diminta untuk bertahan hidup semampu kalian, sebelum menghadapi musuh kalian yang sesungguhnya, Tamon Rah."

Tamon Rah?

Pemuda gondrong, dan gadis berambut biru memiliki reaksi yang sama dengan Kazuki meski caranya berbeda.

"Kalian bisa melihat bulan di atas gurun ini kan? Bulan tersebut adalah Alkima, dan Tamon Rah bersemayam di dalamnya. Jika kalian memandang bulan ini, tak perlu butuh waktu lama untuk menghadirkan Tamon Rah ke daratan Shohr'n. Tamon Rah tidak dapat dibunuh, kalian hanya perlu menyegelnya."

"Apa yang terjadi jika kita tidak menatap Alkima?" tanya Kazuki.

Ypi̱rétria tersenyum. "Satu-satunya yang bisa kalian lakukan adalah pergi ke menara yang berada di wilayah kastel yang berada di utara. Tidak jauh, hanya sekitar satu kilo dari sini. Kalian harus menghancurkan kedua menara kristal itu bersamaan. Jika tidak, maka Tamon Rah tidak akan tersegel dan jiwa kalian aan dimakannya. Oh ya, perlu saya ingatkan pula, kastel itu masih dijaga."

"Hm, jadi kita hanya harus menyegel Tamon Rah?"  tanya pemuda gondrong itu sembari menggaruk tengkuknya.

Ypi̱rétria mengangguk.

"Lalu, apa yang terjadi kalau tak satupun dari kami yang memandang Alkima?" tanya Kazuki sekali lagi.

"Aku ragu itu akan terjadi. Selamat berjuang. Jika kalian berhasil menyegel Tamon Rah, aku akan mengantar kalian pulang ke Alforea."

Tubuh Ypi̱rétria perlahan menghilang, seperti program komputer yang mengalami shutdown.

Kazuki menghela napas sejenak sembari menoleh ke arah pemuda gondrong yang erat menggenggam tongkat miliknya. Memang keputusan yang terburu-buru mengingat ia belum mendengar kata setuju dari kedua manusia yang kini berada di hadapannya.

"Aku tidak tahu siapa kalian, dan aku tidak punya alasan berada di kelompok ini…" Pemuda gondrong itu menghela napas sejenak sebelum melanjutkan, "….tapi kurasa yang terpenting sekarang kita harus menyelesaikan apa yang dikatakan pelayan tadi."

Kazuki sadar bahwa memang tidak seharusnya ia memaksa seseorang untuk menjadi teman kelompoknya, tapi ia sudah tidak bisa mundur sekarang. Ia tidak tahu cara bergaul dengan  manusia lain, tapi ia juga tidak mungkin tidak menjalin komunikasi dengan 'kelompok' barunya ini. Andai saja peraturan berkelompok itu tidak ada, mungkin segalanya jadi mudah.

"Nely." Gadis berambut biru itu membuka mulutnya dan berbicara sepatah kata dengan singkat. Matanya memancarkan binar ketertarikan pada sosok pemuda yang berjalan memunggunginya.

"Oh…" Pemuda gondrong itu menatap Nely lekat-lekat. "Kau bisa memanggilku Tan Ying Go."

Nely mengangguk singkat dan pandangan Tan Ying Go beralih ke Kazuki. Sama seperti yang dilakukannya pada Nely, Tan Ying Go juga mengamatinya lekat-lekat.

'Kenapa dengan orang ini?'

"Ka-Kazuki." Kazuki mengalihkan pandangan saat tatapannya bertemu dengan pupil hitam milik Tan Ying Go.

Tan Ying Go hanya tersenyum dan berbalik badan kemudian melangkah. Pertarungan di depan mereka benar-benar berat sebelah. Bagaimana mungkin Prajurit Alforea bisa menang melawan monster Shohr'n—jika melihat jumlahnya?

"Kita…tidak harus bertarung melawan mereka kan?" Kazuki menelan ludahnya.

"Tidak, tapi aku tidak yakin kalau mereka tidak memburu kita. Sebaiknya kita tetap waspada," sahut Tan Ying Go sembari menyapukan pandangan ke sekitar.

"Makanya, kalau kita menghindari—Eeep!" Kazuki terkesiap saat Tan Ying Go melemparkan sesuatu yang melintas di hadapannya dan mengenai sesosok monster yang berada di kanannya.

"Tsk. Mereka mulai memburu kita rupanya. Sebaiknya mulai sekarang, kau harus lebih memperhatikan sekelilingmu." Tan Ying Go mengambil belati yang ia lemparkan.

Dari nada suaranya, terdengar jelas kalau Tan Ying Go kesal, namun Kazuki tidak akan mengatakan kalau distance sense-nya kurang baik.

***

Kazuki, Nely dan Tan Ying Go mulai berlari menghindari kumpulan monster yang entah sejak kapan muncul di belakangnya. Berulang kali suara tembakan terdengar sehingga Kazuki menghentikan larinya dan kembali ke belakang. Nodachi yang ia bawa juga tidak ringan, tapi ia tidak bisa membiarkan seorang gadis berjuang sendirian.

Kazuki menutup matanya dan membenamkan kakinya di pasir sebelum melompat. Di udara, ia menghunus Kodachi dan menyerang beberapa monster yang berada di lini depan.

"Sial. Kalau begini terus, kita bisa mati sebelum kembali ke Alforea," desis Kazuki. Dinginnya udara gurun membuatnya cukup tidak konsentrasi pada serangannya tadi. "Kemana Tan Ying Go?"

"Aku tidak tahu. Bisakah kau tidak berdiri saja disitu? Aku sedikit butuh bantuan disini." Nely terus menembaki kumpulan orc yang jumlahnya seperti tidak pernah berkurang.

"Hei, kita sebaiknya mundur untuk sementara waktu. Aku dapat celah untuk keluar dari kerumunan ini," usul Kazuki sembari mengayunkan Kodachi pada beberapa monster kecil yang coba melompat ke arah mereka.

"Bagaimana dengan Tan Ying Go?"

"Aku yakin dia baik-baik saj—"

Suara Kazuki terputus oleh teriakan kadal raksasa bersayap—atau orang sebut itu naga—yang entah muncul darimana. Ada tiga ekor yang mengepung dirinya dan Nely.

'Gawat. Aku tidak bisa menghajar ketiganya sekaligus meski jaraknya lumayan jauh. Yang ada aku mati terpanggang. Sial. Kemana pemuda gondrong itu pergi?'

Kazuki menggamit tangan Nely dan 'memaksa' gadis itu berlari. Kazuki lelah, tapi meninggalkan Nely bukan pilihan karena dirinya—secara pribadi—tertarik dengan wanita kuat pembawa Rifle itu. Yang menjadi pilihan adalah bersembunyi untuk sementara waktu.

Salah satu naga mengerang dan tumbang, disusul oleh suara derap langkah prajurit di tanah yang gersang dan berbatu. Kazuki mengintip dari balik batu besar tempatnya bersembunyi sementara kemudian menengadahkan kepala, menoleh pada sosok manusia yang berada di atas kepala yang tumbang tadi.

Tan Ying Go.

Entah dengan cara apa ia bisa sampai ke atas kepala naga itu dan membuatnya tumbang. Namun alih-alih merayakan kemenangan, semburan api kedua naga lain—yang hampir mengenainya—menyadarkannya bahwa pertempuran belum usai. Tan Ying Go melompat turun menemui Kazuki dan Nely yang masih melihat dirinya.

"Kenapa?" tanya Tan Ying Go.

"Tidak, bagaimana kau bisa—"

Tan Ying Go berbalik sebelum Kazuki menyelesaikan pertanyaannya. "Sebaiknya kita bergegas. Aku meminta bantuan setengah prajurit Alforea untuk bertempur di bawah sehingga kita bisa pergi ke menara."

Nely mengangguk dan berlari kecil mengikuti Tan Ying Go sedangkan Kazuki menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada seekor monster—termasuk slime—yang mengikuti mereka. Sesekali Kazuki melihat kekacauan yang berada di belakang, tidak sedikit prajurit Alforea yang gugur, sedangkan monster masih terus muncul. Kalau mereka tidak segera berlari, mungkin saj—

"Aduh!" Kazuki memegang hidungnya usai menubruk Nely yang tiba-tiba berhenti berlari di hadapannya. "Hei, ada apa?"

"Bulannya….. besar sekali…"

Tan Ying Go yang tadi masih berlari kini ikut berhenti dan memandang ke arah Kazuki serta Nely.

"Hei! Jangan pandang bulan itu!!" Kazuki mengguncang-guncang bahu Nely. "Pelayan tadi bilang sesuatu yang buruk akan muncul kalau kita memandang bulannya!"

"Tapi bulannya sangat dekat.. Ia seperti bergerak mendekat.."

"Hah! Mana mungkin—"

"Tidak, gadis ini benar." Tan Ying Go mengkerutkan alisnya. "Bulannya menuju kemari."

"Hah?"

Kazuki menoleh untuk memastikan, namun bulan itu justru meledak dan menghempaskan tubuh mereka bertiga sebelum mengeluarkan makhluk buas bernama Tamon Rah. 

"U-ugh…" Kazuki menyeka kacamatanya yang tertutup pasir, dan dihadapannya adalah kuda raksasa setinggi 50 meter.


******************************************************************

-04-
Uninvited Guests


Tamon Rah.

Mahluk mitologi Alkima yang berwujud seekor kuda, memiliki tinggi 50 meter, tanduk layaknya seekor unicorn, dan sepasang sayap  layaknya seekor pegassus. Bedanya dengan unicorn maupun pegassus, Tamon Rah berwarna hitam dan memiliki aura panas.

Ringkikan Tamon Rah terdengar di udara. Berulang-ulang ia menderapkan langkah dan membakar benda-benda di atas tanah gurun. Batu, monster, apapun.

Kazuki, Nely dan Tan Ying Go merangkak perlahan di balik bebatuan. Mereka tidak ingin monster kuda itu tahu keberadaan mereka yang sudah kepayahan.

"Bagaimana? Apa kastel sudah terlihat?" tanya Tan Ying Go.

Kazuki menggeleng. "Terlalu gelap."

Tan Ying Go menghela napas. Tidak ada yang bisa ia salahkan jika tiba-tiba suasana menjadi gelap. Bulan Alforea, Alkima, telah meledak, dan kini hanya terdengar suara ringkikan kuda, serta derap prajurit beserta erangan bagi mereka yang gugur.

"Tunggu." Nely memegang kedua pelipisnya sejenak sembari memejamkan mata, sebelum memfokuskan pada satu titik di seberang sana. "Aku bisa lihat kastelnya. Kira-kira 700 meter lagi."

"Apa? Sejauh it—"

"Awas!" Tan Ying Go menarik tangan Nely sebelum api dari Tamon Rah mengenai mereka.

Kazuki terkesiap. Bagaimana mungkin kuda ini tiba-tiba menghampiri Nely dan melemparkan api padanya?

"Hey, kuda bodoh!" Kazuki melemparkan batu pada kaki Tamon Rah yang tidak berefek apapun.

Tamon Rah mengepakkan sayapnya dan melemparkan beberapa bola api ke arah yang tidak tentu.

"Lari!!" seru Tan Ying Go.

Nely dan Kazuki menuruti perkataan Tan Ying Go untuk berlari menghindari bola api raksasa yang bisa membakar mereka.

"Mungkin kita aman kalau bersembunyi di balik batu ini…" sahut Kazuki yang mulai memelankan langkahnya. Ia benar-benar membutuhkan tempat istirahat.

Tan Ying Go menoleh ke belakang dan sosok besar Tamon Rah masih asik membakar yang ia lewati. Sialnya, Tamon Rah hanya berputar-putar seolah tak mau pergi dari tempat itu. Tan Ying Go menggeritkan gigi. Ia sudah pernah merasakan hell's week dan menghadapi monster besar, tapi tidak seperti ini.

"Un…" Nely mencoba menahan erangan saat meregenerasi dirinya. Sepertinya ia terkena luka bakar cukup parah di bagian paha.

Ringkikan Tamon Rah mulai terdengar. Dan tanpa peringatan, sosok besar itu kembali menuju arah mereka.

"Kenapa dia bisa kesini?!" Kazuki menggamit tangan Nely dan berusaha membopongnya untuk lari.

Percuma. Tamon Rah masih mengejar mereka.

Tan Ying Go membalikkan langkah dan mencoba menembakkan listrik ke arah Tamon Rah.  Bukannya tumbang, Tamon Rah justru menembakkan bola api dari kepakan sayapnya.

"Sial!"

Kazuki, Tan Ying Go beserta Nely berpencar dan melompat ke tempat yang mereka anggap aman dari serangan bola api raksasa yang jumlahnya tidak hanya satu.

"Kalau begini terus, kita bisa jadi daging panggang di tengah gurun," sahut Kazuki. Sesekali ia mengintip dari balik bebatuan besar, mengecek keadaan dan memastikan Tamon Rah tidak terfokus pada mereka lagi. "Kastil masih jauh, ya?"

"Sebentar." Nely mengatur napasnya yang terengah-engah kemudian memfokuskan mata ke arah utara.

"Tunggu!" seru Tan Ying Go menahan tindakan Nely.

Nely menoleh bingung pada Tan Ying Go, lalu menatap Kazuki yang membalasnya dengan bahu terangkat.

"Sepertinya monster ini tahu kalau kita menggunakan kekuatan yang kita miliki, makanya dia bisa mengejar ke arah kita," ujar pemuda gondrong itu sekali lagi.

"Ah menyusahkan sekali. Jadi, sekarang bagaimana? Tetap berlari ke kastel?" Kazuki membetulkan letak headphone-nya.

"Nggak ada pilihan, kan?" Tan Ying Go menghela napas sebelum mulai berlari lagi, diikuti oleh Kazuki yang mulai terengah dan Nely yang terseok jalannya.

"Hey, kau kenapa?"

Nely menggeleng.

Kazuki melirik paha kanan Nely yang ujung rok mininya terbakar.  "Dia mengenaimu ya?"

"Aku tak apa-apa, sungguh." Nely mendudukkan dirinya lagi. Setidaknya kini mereka sedikit agak jauh dari tempat sebelumnya, dan Tamon Rah masih asik menyebarkan api di kubu prajurit Alforea yang masih bertarung dengan monster yang menyerang mereka saat pertama sampai kesini.

Nely memegang paha kanannya dan memulai proses regenerasi. Meregenerasi luka bakar mungkin tidak secepat luka gores, tapi lumayan meringankan panas dan sakitnya. Beruntung ia sempat menghindari bola api Tamon Rah barusan, kalau tidak, mungkin bukan hanya roknya saja yang kena.

Ringkikan Tamon Rah kembali terdengar. Ia berbalik arah dan menderapkan langkah menuju Nely.

"Sial!!! Nely, lari!" seru Kazuki menarik tangan gadis berambut biru yang masih meregenerasi diri itu.

Nely menepis tangan Kazuki dan berbalik sembari mengarahkan Gauss Riffle-nya ke Tamon Rah.

"Hey, percuma!" teriak Tan Ying Go. Masih jelas di ingatannya bahwa kekuatan listrik yang dilontarkan dari tongkatnya pun tidak membuat Tamon Rah tumbang.

Nely tidak menggubris. "Bagiku dia tetap seekor kuda."

Satu tembakan di kaki kanannya membuat kuda besar itu mundur selangkah. Ringkikannya terdengar lagi, kali ini lebih nyaring dari yang sudah-sudah. Kemungkinan besar Tamon Rah murka, sehingga dengan beringas ia menderapkan langkah ke arah Nely sembari mengepakkan sayapnya.

Bola-bola api raksasa itu lebih besar dan lebih banyak dari sebelumnya. Nely—yang notaben lambat bergerak—hampir menemui ajal, jika saja pasir yang ia injak tidak merosot karena permukaan gurun semakin mendekati kastel semakin landai. Seperti bermain seluncur, Nely, Kazuki dan Tan Ying Go membiarkan pasir membawa mereka menjauhi Tamon Rah.

"Cepat, kita tidak punya banyak waktu untuk terjerembab di pasir seperti ini," sahut Tan Ying Go menyenggol Kazuki yang masih menenggelamkan wajah—lebih tepatnya terjerembab—saat pasir yang membawa mereka berhenti.

"Fuuh!! Bukan mauku, tahu!" Kazuki merutuk. Hidung dan mulutnya kemasukan pasir, bahkan kacamatanya kabur.

Nely menoleh ke belakang, dimana Tamon Rah masih menderapkan langkah di udara untuk mengejar mereka. "Kita masih belum aman, cepat ke kastel! Kastel sudah di depan."

"Sial, itu hewan kuda atau anjing sih, hobi banget ngejar orang," rutuk Kazuki sembari membetulkan letak headphone dan tali sarung Nodachi yang ia sampirkan di punggung.

Tak diduga oleh mereka, ternyata kastel yang memiliki menara kristal kembar ini tidak sebesar yang dibayangkan. Selain hancur—hanya menaranya saja yang utuh—ternyata jarak antara kedua menara juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar 7-8 meter.

Kazuki berlari paling semangat dan berada di depan, mendahului Tan Ying Go, namun sayang, satu tembakan seperti laser entah darimana menghentikan langkahnya.

"Apa?!"

Tan Ying Go yang berada di belakang Kazuki menahan langkahnya untuk tidak bergerak dengan tergesa.

"Kita tidak sendirian." Nely menunjuk ke arah reruntuhan kastel, dan mereka bertiga mendapati puluhan pasang mata berwarna merah mengintai mereka.


******************************************************************

-05-
Destruction of The Tower


Nely menoleh bingung ke arah belakang dan ke arah kastel. Tamon Rah jelas masih mengejar mereka, namun—apapun—yang di depan mereka juga masih menjadi ancaman.

"Punya rencana?" tanya Kazuki sembari memandang ke arah menara.

Apa yang menembakinya tadi?

"Hm…" Tan Ying Go mengusap dagunya. "Aku tidak tahu seberapa kuat pedangmu, tapi kurasa Nely bisa menggunakan senjatanya untuk menghadang Tamon Rah."

Nely mengerutkan alis.

"Kau tak sanggup?" tanya Tan Ying Go.

"Tidak, aku bisa." Nely menggenggam erat gagang Gauss Riffle miliknya.

"Kau sendiri, bagaimana?" tanya Tan Ying Go pada Kazuki.

"Kau ingin aku—apa?"

"Hhh…" Tan Ying Go menghela napas. "Aku butuh seorang lagi untuk menghancurkan menara. Apa pedangmu bisa melakukannya?"

"Kodachi-ku tidak, tapi Nodachi-ku bisa. Hanya sekali serang." Kazuki mengecilkan volum suaranya saat menyebutkan kalimat terakhir.

"Sekali serang?"

Kazuki memegangi perutnya. "Kekuatanku hanya 60% sekarang, bahkan bisa lebih rendah dari itu. Aku mulai lapar."

Nely dan Tan Ying Go saling melempar pandang. Benar saja, udara dingin, kelelahan, dan kering di tenggorokan bisa saja membuat mereka pingsan dalam sekejap. Tapi kenyataan mereka masih berdiri sampai sekarang membuktikan mereka masih bisa bertahan setidaknya sampai Tamon Rah tersegel.

"Tak ada cara lain, kita harus ke menara dan menghancurkannya bersama-sama." Tan Ying Go bersiap pergi sebelum ditahan oleh Kazuki.

"Tung—"

"Apa yang kau lakukan? Cepat maju, kau tidak ingin berada lebih lama di gurun ini, kan?"

'Siapa? Siapa yang berbicara ini?'

"Sepertinya anak ini ingin mengatakan sesuatu padaku."

'Ini suara Tan Ying Go. Tapi yang tadi, siapa?'

Kazuki tenggelam dalam pikirannya sendiri, sedangkan di dunia luar kesadaran Kazuki, Nely dan Tan Ying Go memanggilnya untuk menyadarkan pemuda berkacamata itu.

"Kazuki!" Nely memukul pinggang Kazuki dengan bagian belakang senjatanya dan sukses membuat Kazuki tersungkur.

"Aduh, apa sih?!"

"Kau kenapa? Tiba-tiba mematung seperti itu? Waktu kita nggak banyak." Nely menggerutu. Dirinya sudah waspada sedari tadi jikalau Tamon Rah—yang ternyata berbalik dan asik 'bermain' dengan korbannya yang lain—tiba-tiba ke area kastel.

Kazuki melirik Tan Ying Go sekilas. "Tidak. Kau benar, sebaiknya kita bergegas."

Tan Ying Go mengangguk dan berlari ke menara kiri sembari menghindari tembakan proyektil sihir yang hampir menyerupai air hujan. Jarak antar tembakan lebih cepat dari satu detik. Tan Yin Go memegang tongkat petir—Rahula—dengan kuat sembari mengalahkan monster berbagai ukuran yang datang  menyerbunya.

Tak jauh beda dengan Tan Ying Go, Kazuki berusaha menghindari proyektil sihir sembari mencari jalan untuk sampai ke puncak menara. Satu-dua—atau bahkan lebih—proyektil yang mengenai tubuhnya. Awalnya tidak terlalu sakit, lama kelamaan nyeri mulai terasa. Dengan menggunakan Auto Focus miliknya, Kazuki berhasil membuat beberapa monster saling bunuh demi tujuannya untuk sampai ke pintu menara. Sekarang ia hanya perlu menapaki tangga untuk pergi ke puncak menara setinggi 10 meter ini.

Nely memasang telinganya baik-baik, selagi tangan dan matanya fokus terhadap puluhan—bahkan ratusan—monster yang di hadapannya. Dia merasa aman karena memiliki ultimate mana yang bisa dia gunakan untuk charge senjata miliknya. Tapi suara ringkik yang ia dengar membuat bulu romanya bergidik. Tamon Rah kembali menghampirinya.


***

Terkadang, Kazuki menyesali batasan kekuatannya. Seandainya saja ia bisa multitasking, ia bisa mengandalkan kekuatan angin dan gravitasi bumi untuk melakukan relax reflect sembari menghunus Nodachi. Ia tidak perlu susah payah menaiki tangga lingkar yang dijaga oleh puluhan monster hanya demi sampai ke puncak.

Kazuki menghempaskan tubuh di pagar puncak menara. Melepaskan lelah setelah menempuh perjalanan panjang yang berat. Ia menatap ke langit, tepatnya ke atap menara. Ia berani taruhan, Tan Ying Go belum sampai ke puncak menara sebelah.

Tan Ying Go… Kepada siapa ia berbicara sebelumnya? Yang dilihat Kazuki bukanlah masa lalu Tan Ying Go, melainkan percakapan batin antara Tan Ying Go dengan pemilik suara satu lagi.

"Oh, kau sudah sampai rupanya. Bagaimana, bisa kita hancurkan menara ini sekarang?"

Kazuki terperangah. Bagaimana mungkin Tan Ying Go—pemilik suara barusan—bisa mendahulinya dan sekarang dengan santainya berdiri di ujung atap menara?

"Sayang sekali kita harus menghancurkan menara ini. Padahal bagus, terbuat dari kristal."

"Kita tidak ada pilihan lain, bukan?" Tan Ying Go bersiap melompat ke udara. "Lagipula, gadis itu tidak akan bertahan lebih lama. Meskipun ia bisa melakukan regenerasi, tapi dengan musuh sebanyak itu, kurasa ia tidak akan berhasil."

"Ah ya, kau benar." Kazuki berdiri dari duduknya dan mengeluarkan Nodachi dari sarungnya. "Sangat disayangkan kalau ia harus berakhir disini."

"Wah, kau perhatian juga rupanya."

"Tidak. Aku hanya lapar dan ingin pulang ke Alforea." Kazuki menempelkan mata Nodachi ke dahinya.

"Apa kamu tahu, pedang ini bisa membelah batu?"

"Tidak, tidak ada trik. Kau hanya perlu mengalirkan chi ke pedangmu. Dan menghunusnya seperti biasa. Berat pedang ini sendiri yang membelahnya."

"Bukan. Ini bukan seperti putaran konsentrasi yang kuajarkan padamu ataupun gaya menghindar yang mengandalkan angin dan gravitasi itu. Ini semudah kamu membelah ikan dengan pisau. Tidak ada kemampuan khusus karena meski berantakan atau hanya ujungnya yang kau belah, ikan itu sudah rusak."

"Hahaha… Kau masih terlalu kecil untuk mengangkatnya, Kazuki. Cobalah membelah batu saat kau sudah bisa berlari membawanya."

Kazuki menarik napas sebelum melompat. Ini bukan relax reflect. Ini hanya lompatan biasa, lompatan bunuh diri jika ia tidak bisa menghancurkan menara ini. Kazuki hanya fokus pada tangannya yang menghunuskan Nodachi di atap menara. Ia tidak memfokuskan hal lain selain menara di hadapannya.

Satu ayunan. Kazuki merasa seluruh tenaganya terhisap oleh Nodachi yang akhirnya ia lepaskan. Bersamaan dengan itu, di menara sebelah, Tan Ying Go berhasil menghantam bagian tengah—agak ke atas—menara dengan Rahula yang telah bertansformasi menjadi guan dao.

Awalnya kedua menara tersebut hanya retak, namun perlahan hancur hingga menjadi serpihan kristal bening.

Tan Ying Go bersyukur memiliki kemampuan untuk melawan gravitasi selama tiga menit, sehingga ia bisa mengatur jatuhnya ke tanah tanpa perlu merasa sakit. Yah, setidaknya, tidak menambah rasa sakit seperti yang diderita tangannya sekarang. Mungkin tenaganya sudah habis. Ia merasa migrainnya mulai datang lagi.

Nely menghempaskan tubuhnya di tanah. Ringkikan Tamon Rah masih terdengar saat ia kembali ke dalam Alkima. Monster-monster merepotkan yang membuatnya kewalahan—meski ia sedikit terbantu dengan adegan sesama monster saling serang—juga perlahan menghilang. Yang dihadapannya kini serpihan menara yang perlahan turun ke tanah. Cantik, seperti hujan di tengah gurun dan disinari cahaya bulan yang kembali menerangi dataran Shohr'n.

"Kazuki!"

Teriakan Nely membuat Tan Ying Go terkesiap. Pemuda gondrong itu segera memusatkan perhatian pada sosok berjaket ungu yang masih terjun bebas. Jika tidak ada yang menolongnya, ia bisa mati.

Nely dan Ying Go berlari, mencoba mendahului waktu sebelum tanah yang merengkuh Kazuki.


***

"Aduh!" Tan Ying Go mengerang karena badannya tertimpa tubuh pemuda seberat 45 kilo yang jatuh dari ketinggian 10 meter.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Nely sembari menggeser tubuh Kazuki dari atas badan Tan Ying Go.

"Tidak mungkin tidak apa-apa." Tan Ying Go menghela napas. "Apa dia mati?"

"Kurasa tidak. Mungkin dia hanya pingsan. Eh, apa ini?"

"Apa?"

Nely menunjukkan pada Tan Ying Go, bercak ungu yang tersebar di leher, tengkuk serta tulang selangka Kazuki. Mereka saling berpandangan satu sama lain, apakah pembuluh darahnya pecah?

"Selamat, kalian telah melewati misi ini dengan sangat baik." Ypi̱rétria kembali muncul, namun kali ini tidak ada yang berdiri tegak menghadap bawahan ratu yang mereka temui di Alforea.

"Kazuki…" sahut Nely.

Ypi̱rétria mendekat. "Tidak apa-apa. Tidak perlu khawatir. Ia hanya pingsan. Kalian berhak pulang ke Alforea dan beristirahat."

Tan Ying Go dan Nely meletakkan tubuh Kazuki perlahan di atas tanah dan berjalan menuju lubang teleportasi. Ypi̱rétria mendekati puing-puing menara yang dihancurkan  Kazuki untuk mengambil Nodachi pemuda itu sebelum mengembalikannya bersama tubuh Kazuki ke Alforea.


[ PRELIMINARY ]  KAZUKI   TSUKISHIRO -  INTO THE ALFOREA – END

30 comments:

  1. Nama maidnya kenapa eksotis sekali... Ambil nama dari mana sih?

    Saya sempet ngira awalan Kazuki bakal panjang dan makan jatah cerita, tapi ternyata ga segitunya ya. Mungkin efek ada jeda setaun sejak terakhir ngeliat tulisanmu, tapi seperti biasa lancar dan ga ada masalah buat dibaca (btw, sering juga pake kata menggamit ya? saya jarang make kata ini, baru ngeh)

    Battle-nya cukup make shortcut ya, dalam arti lebih banyak ke adegan lari dari Tamon Rah ketimbang ngurusin soal perang, tapi pas udah ngancurin menara lumayan kerasa. Cuma meski PoV 3, OC selain Kazuki kayanya ga gitu dapet fokus lebih dari dia (tapi hei, emang dia protagnya di sini)

    Dari saya 8

    P.S.: Yeey ada cameo Dyna (lagi)

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heyyah.. Thanks for comment kak sam

      Nama maidnya itu bahasa Greek. Artinya pelayan #ea

      Backstory kazuki sengaja ga panjang soalnya ngga banyak yang bisa diceritakan untuk kepentingan bor sih. Kan dia punya cerita sendiri. Hehehe..

      Iya kak, kebiasaan pakai kata menggamit daripada menggandeng.

      Untuk battle sendiri, saya emang lebih ke survival dan ke misi utama. Makanya pendek. Habisan perang di awal ga dijelasin mesti bantuin, tamon rah ga bisa dibunuh jadi ya tinggal ke menara.

      Masalah pov.. kemaren saya pernah ngomong kalau saya pakai pov 3 terbatas. Pakai pov 3 tapi fokusnya ke main chara.

      Anyway thank u x3

      Delete
  2. Hola~
    :3

    Saya baca storymu, lalu membandingkan Nely di sini sama Nely di trio baka..
    Dan saya baru sadar, bahwa saya telah meng'OOC-kan char saya sendiri.
    ._.

    maan, jujur saya lebih seneng penggambaran Nely di sini, lebih 'Kuudere' seperti yang tertulis di Charsheet.

    Btw, entah kenapa saya bisa relasikan konflik kazu sama ibunya (adegan cekcoknya) sama kehidupan IRL-mu.
    ._.

    ngomong-ngomong, cara Kazu narik dua orang secara random itu Hilairous. Maid-nya bego lagi, maen ACC aja, wakakakakak
    XD

    otak saya sempet crash waktu mau spelling nama maidnya
    ._.

    oh iya, adegan rebutan kripiknya gak jadi dimasukin ya?
    ._.

    eh, itu di endingnya si Kazu kenapa? kena segel Orochimaru kah?
    ._.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
    3. Heiho /o/ #disamplukbanghael

      Wah kamu ya. Anak sendiri di ooc-in hiks
      well.. panutan kuudere saya ya kuroko tetsuya dan uke saya yang satunya.. jadi ya gitu x3
      syukurlah kalau kesan kuuderenya dapat.

      Kamu jangan buka2 kartu bang Q.Q
      kan kazu itu saya gimana sih ihik ihik..

      Yang pnting berkelompok. Habisnya saya stuck 4 hari cuma mikir gimana kelompok es ini bisa jadi satu.

      Cara baca nama maid tadi pagi udah saya kasih tau di chat #dor

      Adegan kripik sama paha nely dihapus karena bisa bikin orang salah paham sama kazuki. Hahahaha

      Dan itu... rahasia.
      segel jelas kebuka bang //yha
      //tapi ini bukan naruto

      Kalau lolos saya reveal aslinya kazuki

      Btw, nilai?

      Thanks for comment anyway x3

      Delete
    4. Kwek, maaf saya lupa ngasih nilai :O

      Btw, scene kripik emangnya begitu fenomenal ya... :O

      Point : 9

      (ini subyektif, tapi bodo amat saya suka, wkwkwkwkwk)

      Delete
    5. iya. nanti dikiranya Kazuki kerakusan xD

      Delete
  3. Narasinya bagus, flow battle-nya juga jelas. Tapi ya sudah, itu saja, tidak ada yang bisa saya komentari lebih banyak dari entry ini.

    Yang saya sayangkan dari entry ini hanyalah battle yang terlalu cepat selesai dan terkesan terlalu mudah.

    Nilai 7


    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih udah mampir dan kasih nilai bang zoel


      Ehueheuheuheue iya, saya akui emang battlenya gitu doang hiks
      Kalau lolos mudahan bisa dieksplor lagi

      Delete
  4. Saya suka perkenalan Kazuki anak emo di bagian awalnya. Karakterisasinya khas banget. Sayangnya seiring masuk ke battle ke-khas-an itu terasa memudar.

    Klu alur narasi dah manteb la ga usa diperbincangkan lagi, haha. Tapi iya, pertarungannya kurang berasa...

    Nilai : 7

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih udah mampir dan kasih nilai kak sun

      Iya, kayaknya saya emang nge-OOC-in kazu, Habis bingung sama kondisi. Well, someone need to break the ice

      Tapi kalau lolos, sudah ada ikatan buat canonnya sih.. ehehe

      sebenarnya ada deleted scene itu, tapi ya syudahlah :3

      Delete
  5. Eh sebelumnya terima kasih sudah pakai Ying Go di sini >.< .

    Tapi penlaian saya nggak akan mempedulikan soal EYD atau kemunculan tokoh buatan saya di sini ya? :v

    Oke ... jadi pembukaannya menarik. Konflik antara Kazu dengan ibunya sama gerombolan preman itu oke sekali. Saat awal-awal Kazu masuk ke Alforea dan tiba-tiba main 'gabung' dengan Nely itu juga baik sekali.

    Tapi begitu masuk ke medan tempur saya merasa sebenarnya Kazu punya potensi dinarasikan dengan lebih baik lagi misalnya kepanikannya dia hadapin monster-monster di kastel seperti cakar monster yang beracun, serangan ludah asam, bola api, sihir dll. Karena Kazu cenderung kikuk saya rasa jika dihadapkan dalam kondisi terjepit Kazu akan makin 'bersinar'

    Okelah.

    Dari saya : 8/10
    OC : Tan Ying Go

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih udah mampir dan kasih nilai bang manik >.<


      Ahuhuhu
      sebenarnya pas sudah battle itu sudah mengalami remake 3 kali. Jadi sudah bingung, dan ya begitu deh. Tapi makasih loh bang manik buat sarannya..
      (dan kenapa bang manik yang mengerti kazu, orz)

      :3

      Delete
  6. Saya senada sama yang sudah-sudah sih, garis besarnya mengalir dan enak dibaca.

    kalau battlenya dieksplor lagi, saya bisa kasih delapan sih, tapi ya karena battlenya kurang jadi 7/10 deh.

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mau mampir dan komen

      ke depannya semoga saya bisa lebih baik lagi.

      Mohon bimbingannya >w<

      Delete
  7. "Dia cakep enggak sih?"
    "Mana kutahu, Fell. Aku juga tak tahu."
    "Andai, kak Dee mau... aaahh Mmi, aku lebih tergoda sama Kak dee daripada Kaz."
    "Hush, nanti kalo kak Dee baca gimana?"
    "Biarin. Dia menarik, sih!"
    "Kamu masih kecil Fell."
    "Cinta ga mengenal Umur, Mmi."
    "Apaan, baru juga liat Kaz, belum liat kak Dee."
    "Biarin. Tulisannya bagus ini."
    "Tapi Fell..."
    "Kamu cemburu sama Oc-mu sendiri, huh?"
    --dan aku hanya bisa menatap datar bocah yang ada di pangkuanku ini. "A-aku ga cemburu. A-Aku cuma... "
    "Sekarang kamu jadi tsundere,huh?"
    "Diam!"
    --dan aku mengetik komentar tanpa mempedulikan dia yang sudah mengoceh tak jelas. Sial. Siapa bilang aku cemburu, huh?

    ***

    kak dee, bantuin Umi, ini maid-nya cara spellnya begimana? :O

    One hit tower and Its goodbye xD

    Umi rasa Umi shock ini entrynya pendek. Just... kak Dee xD

    Dan Umi suka sama Kaz. Beneran garang seperti yang Umi mau xD #eh Umi terpuaskan xD

    Nelly sama Tan Ying Go nya juga lucu XD Umi sempat ngira bakal ada ship antara Tan Ying Go sama Nelly, ternyata enggak #plak #ngarepKamuUm

    Btw, Kak Dee, Kenapa ga deskrip penampilan Kaz, di sini?
    ***

    "Jadi, Mmi, masih cemburu?"
    "Aku tidak cemburu, Felly. Aku hanya..."
    "Cemburu aja susah banget sih bilangnya."
    Aku meninggalkan Felly yang masih duduk di kursi sebelahku. Anak itu kalau menyebalkannya kumat, bikin senewen.

    ***

    The Fun : 3.0
    Karakterisasi : 3.0
    Alur : 2.0
    Total : 8.0

    ***

    Maria Fellas - Gadis Lintah yang Suka ngeledek

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terus saya senyum-senyum baca komennya ummi. :))
      Jadi umi jealous? Ummi sukanya saya atau kaz? #loh

      Oke...

      Ypi̱rétria Itu bacanya Ai-pii-re-tria

      iya um, ini sengaja di buat pendek, setelah melewati beberapa remake dan writer's block. Saya mau cepet-cepet selesai, karena saya janji harus ke dokter begitu ini selesai, ke seseorang.

      Kamu seneng yang garang-garang ya? #dor
      Nanti kaz malah kayak ed #nggakgitu

      TADINYA MAU ADA CINTA SEGITIGA
      tapi ternyata Ying Go ga kayak bayangan saya, jadi batal. Daripada nge-OOC-in OC orang lain, malah jadi drama ntar.

      Sebenarnya kaz udah di deskrip, tapi dihapus
      Kepanjangan

      Anyway

      Thanks udah mau mampir

      Delete
    2. Hayoloh baca Felly xD

      Umi ndak CEMBURUUUUUU =___= *bekep Felly di kamar*

      Jadi, Kak dee sudah ke dokter kan? *natap galak*

      heheheher. yang garang itu sexy xD *kabur~

      sayang sekali dihapus yah kak dee xD

      Delete
    3. sudaaaah xD

      Habis dragging nanti kamu

      Delete
  8. Aish ... latar belakang ceritanya ... ah, ya sudahlah.
    --
    Itu nama maid kenapa kepikiran sampai Yunani begitu o_o?

    Mungkin yang kurang dari tulisan ini adalah minimnya deskripsi naratif yang menggambarkan detail-detail pertempuran. Terutama di bagian-bagian awal menembus kumpulan monster. Setidaknya kasih tahulah gimana gaya Kazuki menebaskan pedangnya. Atau bagaimana teknik Yin Go melepaskan petir. Atau seperti apa Nely menembak.

    Kemudian suasana perangnya juga kayaknya sengaja dibiarkan sepi begitu saja. Keberadaan prajurit Alforea terkesan ada dan tiada, paling hanya dimunculkan dalam satu-dua kalimat sahaja.

    Tapi pertarungannya jadi membaik sewaktu Tamon Rah muncul, apalagi saat proses penghancuran menara.

    Secara umum, tak ada masalah berarti di narasi. Semua lancar dan enak tergambarkan adegannya--meskipun kurangnya detail membuat saya mesti mengira-ngira sendiri.

    Nilai 7
    OC: Kusumawardani, S.Pd.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kyah bu mawar dan mas hewan (?)

      Karena lagi suka Yunani...

      Makasih mas hewan, akan diperbaiki ke depannya

      Terima kasih sudah mau mampir :3)b

      Delete
  9. Satu lagi entri yang menarik di pemaparan latar belakangnya (intronya), namun battle yang kurang detil dan "improvisasi" rambu-rambu panitianya cenderung disetting jadi memudahkan para OC.

    Walau mungkin sesungguhnya battlenya sangat chaos, tapi pembaca jadi perlu mengerahkan daya imajinasi lebih untuk mencerna cerita, dan nggak "dibantu" dengan penggambaran battle yang pas. Kalau pembaca nggak sampai suka dengan pembawaan Kazuki yang "alay" dari awal, mungkin mereka bakal malas ikuti sampai akhir, istilahnya "miss". Secara subyektif, saya termasuk yang lumayan suka karakterisasi Kazuki dan udah terlalu sering melatih daya imajinasi, jadi saya no problem (kecuali spek menara kristal yang gebuk sekali jurus sudah ambrol dan Tamon Rah nggak terlalu kuat).

    Dramanya aja yang bener2 "nendang".Well, ini mungkin kebawa gaya bercerita author Kazuki yg biasa atau sedang kering ide, tapi saya nggak mau mempermasalahkan itu karena saya sendiri saja masih kena gejala inkonsistensi juga.

    Yah, saya juga perlu lebih banyak latihan, kamu juga ya!
    By the way, cool Nodachi, though.

    Skor: 8/10 (Drama+Character 5, Battle 3)
    OC: Vajra (Raditya Damian)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mau mampir dan kasih review + nilai

      Iya nih bang, saya lacking di waktu kayaknya jadi maunya buru-buru aja,,,
      mudahan (kalau lolos) ronde 1 bisa mengobati ke-inkonsistensian-nya

      Latihan pasti bang
      Thank you :3

      Delete
  10. wah, saya juga baru sekali baca karya dee xD
    dan saya kaget, bener, kaget.
    Saya lupa(atau ga tahu?) basic dee apa, pengalaman nulis dee sebelumnya seberapa lama dan beneran newbie dari dunia kepenulisan atau tidak. Tapi setelah baca background scene, saya merasa, beneran nih newbie? Biarpun oke, bisa aja diasah pas bor terdahulu, cuma rasanya rada ga mungkin aja kalo dari awal tulisan dee jelek.
    Kalo boleh jujur, level kamu cukup tinggi dalam menulis. Drama di awal kerasa banget, edgy-kazuky :> Deskripsi sama narasinya dah bagus, rapi pulak, dilihat aja enak. Mungkin koreo battlenya aja yg kurang kuat, yah, lebih ke 'kamu bisa bikin lebih dari ini!', tapi sayang hanya segitu saja.

    Skor: 8

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kyah ada DimDIm-sama
      >w<

      Latar saya nulis tragedi, sama thriller.

      Romance happy ending itu cuma mitos dim di kamus saya.
      Ah well, kalau lolos R1 sih, yang kurang2 bakal diperbaiki

      Yeay..
      SAYA DINOTIS penjual wjk antar realm

      Makasih ya dim buat nilai + reviewnya..

      Delete
  11. Dibuka dengan kata brengsek, rebel sekali :D Ngeliat adegan Kaz sama ibunya kirain dia bakalan nonjolin kepribadian yang meledak-ledak dan punya pikiran sinis ke orang2, ternyata waktu party terbentuk, dia socially struggling kalo udah menyangkut hubungan sesama ya. Ini cukup mengejutkan.

    Interaksi antar anggota party-nya bagus, dari awkward berangsur membaik. Kaz sering menggamit tangan Nely :> somehow manis juga ngeliat kaz yang peduli sementara nely datar2 aja. Sementara TYG yang kalem dan bijak juga nunjukin perhatian dan pengalaman lebihnya, terutama waktu mau serangan akhir ke menara.

    Nggak ada masalah di alur dan battle, dua-duanya dinarasikan dengan mulus. Masalah EYD ga ada juga kayaknya. Sedikit saran sih, di bagian "Kaz menginterupsi dapur". Yang kebayang sama saya sih interupsi berarti menyela, jadi agak aneh kalau menyela dapur. Mungkin mengintrusi? Tapi entah itu ada di KBBI atau nggak.

    8/10

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua tulisan saya rebel kok. soalnya saya anak yang bermasalah juga #bohong

      Cuma ya kata-kata semacam "Bajingan, brengsek, keparat, kurang ajar, sial, dsb" sebagai pembuka itu udah biasa saya tulis sih ehe eheheheh

      Iya, dia kan ansos selama 5 tahun terakhir, makanya struggling hiks.

      Soalnya nely tipenya kaz yang diem. Kaz ga suka orang banyak mulut, penggoda, orang suka cari perhatian dsb.

      Intrusi ya. saya sempet bingung disitu kemaren
      Anyway, Thank you for review dan kasih nilai

      Delete
  12. jadi kepikiran, saya setiap baca entri somehow lebih menikmati baca masa lalu, dan interaksi awal dengan rekan timnya. Walau saya setuju dengan yang lain mengenai masalah battle yang singkat dan jujur kurang intens buat excite saya, tapi toh saya suka cerita ini secara keseluruhan dan itu tidak jadi masalah.

    Pas baca latar belakang cerita somehow kepikiran btoom, tapi ternyata berbeda. pas awal baca nama maidnya dengan huruf yang ga biasa dari alfabet normal, langsung kepikiran itu cara membaca dan pasti ada artinya dari bahasa lain. dan sayang GT tidak membantu saya #plak
    glad, saya dapat jawabannya di komen kak sam :))

    ah ya, salam kenal kak dee >.< #dihajar
    final verdicto~
    ===
    Am i enjoy it? (5/5)

    Is this excite me? (4/5)

    Am i skim some part? (-1/-3)

    Extra point (1/1)

    total score: 9/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete
    Replies
    1. percaya ga saya belum baca BTOOM? apalagi nonton.. itu ttg apa sih? ini serius nanyanya. Padahal saya "otaku" << someone said that.

      Itu artinya pelayan ehe ehe ehe
      simpel tapi sok misterius

      Oke, salam kenal juga Mbak (?) Yuki

      #tampol

      Makasih udah mampir dan review

      Delete