12.5.15

[PRELIMINARY] KHANZA MAHESA SWARTIKA - MONSTER HYBRID

KHANZA MAHESA SWARTIKA - MONSTER HYBRID
Penulis: Adhies


[1]

"Selamat datang di lounge Alkima."

Alkima.

Jadi ini nama tempatku berada sekarang setelah sebelumnya aku tersedot blackhole yang mereka sebut dengan portal antar dimensi.Sebuah portal yang membuatku berputar-putar tak karuan di dalamnya hingga berakhir di sebuah ruangan kecil yang berbunyi "ting" saat pintunya terbuka.

Dalam keadaan setengah mabuk karena perjalanan memusingkan tadi, aku mencoba berjalan keluar dari ruangan yang sedari tadi berbunyi "ting-ting" terus menerus, seolah ruangan itu hendak mengusirku dari dalamnya. Saat ini aku seperti di dalam sebuah guild para petualang , banyak orang berlalu lalang menuju sebuah tempat yang terlihat seperti ruang registrasi. Meja panjang yang terjajar rapih dengan beberapa buku dan catatan yang berserakan di hadapan para gadis yang bekerja di balik meja panjang itu.


Ruangan ini bergaya era victorian, kuno namun terkesan klasik dengan berbagai macam lukisan-lukisan berukuran raksasa yang terukir di setiap sudut dinding ruangan yang mereka sebut lounge alkima.  Aku tak tau pasti berapa ukuran ruangan yang saat ini sedang ku jajaki tapi setidaknya ruangan ini cukup memuat manusia dewasa sampai 100 orang, beberapa meja dalam jumlah banyak, lemari-lemari raksasa berukuran 2 meter dan sekelompok makhluk kerdil nan lusuh yang sibuk mondar-mandir membawa beberapa arsip hingga wajahnya tak terlihat karena begitu tingginya tumpukan arsip yang mereka bawa. Beberapa dari mereka sesekali menjatuhkan arsip yang mereka bawa dan hal itu berujung  pada tubuh mereka yang terkena pecut oleh beberapa pria bertubuh besar yang sepertinya adalah pengawas para makhluk kerdil itu.

"Hey! Kau nona yang di sana.—" panggil seseorang wanita paruh baya yang memiliki tubuh yang 3 kali lebih "luas" daripada gadis-gadis di sebelahnya. Sepertinya dia merupakan seorang "veteran" di antara mereka.

"Aku?" tanyaku sambil menunjuk hidung sendiri untuk memastikan panggilan yang dia tujukan itu memang untukku atau orang lain.

"Iya kamu, siapa lagi yang pantas di sebut nona jika hanya ada satu orang gadis di tengah kumpulan pria berotot seperti mereka. " sahutnya dengan wajah yang tak kalah menyebalkan dengan beberapa karakter Villain dari serial superhero. Terlebih lagi dia mengatakan itu sambil menunjuk beberapa pria bertubuh besar yang sepertinya berada di belakangku, Ku coba menengok ke arah mereka sambil memasang senyum semanis mungkin untuk menghindari resiko terkena tatapan mengerikan mereka, meskipun akhirnya tetap saja aku dipelototi oleh kumpulan pria bertubuh besar itu.

"Ehehe! Perlahan ku tinggalkan mereka tanpa meninggalkan kesan kalau aku takut pada mereka—meskipun aku memang sedikit panik di kerumunan orang-orang yang memiliki ukuran tubuh 5 kali lebih besar dariku.


*** 



"Ugh~"

Kedua mata ku buka, perlahan saja setelah sebelumnya terpejam karena  cahaya menyilaukan yang  tiba-tiba menusuk mataku disaat aku tengah meyakinkan wanita gendut di bagian registrasi kalau aku adalah perwakilan dari negara Tommelen Verden dan seorang laki-laki tulen—yah meskipun tubuh dan wajahku yang seperti ini. Aku tak sepenuhnya menyalahkannya kalau dia tetap berkali-kali memanggilku "nona" meskipun berkali-kali juga aku menyakinkan untuk tidak memanggilku nona.

"Dimana ini?" 

Kalimat itulah yang pertama kali ku lontarkan setelah mencoba menelaah keadaan saat ini dengan memperhatikan keadaan sekitar. 

Sejauh mata ini memandang, aku hanya bisa melihat beberapa orang—maksudku beberapa makhluk yang terlihat kebingungan sama sepertiku.  Makhluk? Ya makhluk, karena di area ini tak hanya ada manusia. Aku tak tahu harus mendeksripsikan mereka dengan sebutan apa karena mereka begitu beragam jenisnya. Hantu cantik, kotak bicara, zirah besi berjalan bahkan seorang wanita(?) bugil dengan kepala yang tak ada pada tempatnya yang justru keberadaan kepala itu di gantikan dengan cabang-cabang pohon.

"Ajaib!"  Entah kenapa aku mendadak merasa begitu senang dengan keadaan ini. Kurasa aku harus melihat lebih banyak lagi makhluk-makhluk lainnya yang berada di sekitar area ini.

Segera ku putar tubuhku ke segala arah untuk melihat lebih banyak lagi makhluk unik diantara mereka. 

"Sebuah kota fantasi..." gumamku tak percaya dengan apa yang terlihat oleh kedua mata ini.


[2]
.
"Selamat datang di Alforea, wahai para petualang!" Suara lembut namun terdengar tegas terlihat keluar dari bibir seorang gadis berdada besar yang berdiri di atas balkon sebuah bangunan yang terlihat seperti kastil. Seketika itu juga semua orang yang berada di sana memperhatikannya, atau mungkin mereka hanya memperhatikan dadanya yang ber"boing-boing" ria setip kali dia melakukan gerakan meskipun hanya mengangkat tangannya untuk melambai? Mungkin akulah satu-satunya orang di sini yang tak menyukainya-- aku tak menyukai seorang gadis yang memiliki ukuran dada sebesar itu karena berapa kali aku hampir mati terbekap oleh dada yang ukurannya sebesar itu di bumi.

Flat Is Justice...

Hal yang seperti tak bisa di elakkan. Hanya mereka yang tak mengerti keadilan dari sebuah dada rata yang tak pantas hidup  berada di universe manapun. Itulah yang ku pegang teguh selama ini, meskipun aku selalu berakhir di samakan dengan para gadis Pettanko(1)ketika aku berbincang dengan mereka.

Ah! Lupakan semua itu, lebih baik segera ku perhatikan apa yang akan di katakan oleh gadis yang sepertinya orang penting di dunia ini, dan siapa orang tua berjas lab itu yang berada di belakangnya? Mungkinkah dia seorang pertapa yang bekerja sebagai freelance di sebuah laboratorium di Negara ini-- lupakan, lupakan. Jika tak ku perhatikan aku tak akan mengetahui apa yang terjadi sekarang.

"Baiklah, mungkin diantara kalian ada yang bingung kenapa kalian secara tiba-tiba muncul di sini, dan mungkin juga ada yang sudah tahu kenapa kalian muncul di sini. Bagi belum belum tahu coba angkat tangannya yang tinggi~"  Gadis itu berteriak lagi dengan girang, setelah sekian lama dia dan pria tua berjas lab itu melakukan manzai(2) yang garing.

Aku tak tau apa yang dia bicarakan, secara spontan aku segera mengangkat tangan tinggi-tinggi meskipun telapak tanganku tidak terlihat karena terlalu panjangnya lengan pakaian yang kupakai sekarang lalu dan ajaibnya secara serentak orang-orang yang berada di sekitarku juga ikut mengangkat tangannya karena sepertinya mereka juga sama sepertiku tak mengetahui apa yang terjadi saat ini. Melihat kami secara serentak mengangkat tangan, membuat gadis yang sedari tadi bicara menjadi diam karena terkejut tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. 

Sontak semua yang berada di sana jadi begitu berisik karena kembali mempertanyakan apa yang terjadi, sebelum akhirnya pria tua berjas lab itu mengambil alih pembicaraan yang di lakukan gadis yang di panggil Tamon Ruu oleh beberapa orang yang berada di area ini yang sepertinya mereka adalah penduduk lokal yang merangkap sebagai anggota Fansclub Tamon Ruu—setidaknya itulah yang terlihat di pakaian yang mereka kenakan. Kaos hitam bertuliskan "I Love Ruuchi"  dengan gambar yang jelas menunjukkan kalau wanita yang berada di balkon kasil megah itu adalah idola mereka. 

Haah!


Akhirnya pembicaraan pun menjadi semakin jelas, setelah pria yang di panggil Hewanurma itu menjelaskan kalau kami adalah peserta dari turnamen yang di sebut Battle of Realms dan saat ini di sebut dengan babak preliminari, yang artinya kami akan kembali pulang ke negeri masing-masing jika tak lolos seleksi baik masih dalam keadaan sehat, terluka parah atau pun jiwa kami telah pulang terlebih dahulu meskipun saat itu masih di arena pertarungan.
Terlebih lagi kami diharuskan untuk membentuk tim dengan jumlah maksimal 4 orang.

Sial!

Tak ada satupun orang yang ku kenal di arena ini, siapa yang akan ku ajak atau seseorang yang mau mengajakku menjadi timnya. Dengan malas ku berjalan untuk mencari seseorang yang terlihat masih sendiri meskipun akhirnya perlahan orang-orang itu mulai terekrut oleh beberapa orang yang pergi menghampirinya lebih cepat dariku.  Gaagh! Aku benar-benar tak biasa berada di situasi seperti ini.

"Aah!"

"Yaah!"

"Aww!"

"Uggh! "


Percuma! Berkali-kali ku coba untuk mencari tim, selalu berakhir dengan hal sama. Aku di tinggal begitu saja, mereka tak mempedulikanku atau mereka menabrakku untuk segera menuju ke target yang sudah ku "kunci"sebelumnya untuk menjadi bagian dari tim mereka.

Cih!

Perlahan para peserta yang telah memiliki tim mulai meninggalkan area bersamaan dengan para maid yang menghampiri mereka Gaagh! ingin rasanya ku terbangkan mereka dengan tornadoku tapi sepertinya itu tak mungkin karena HSC (3) tak bergeming saat aku mencoba melafalkan salah satu spell yang berada di dalamnya.

Sepertinya area ini adalah area netral yang tak memungkinkan untuk menggunakan sihir dan hal itu sukses membuatku semakin kesal. Aku tak tahu harus berbuat apa untuk mengurangi rasa kesal ini, hingga akhirnya kuputuskan untuk berjalan menuju sebuah kolam air mancur yang tak jauh dari tempatku berdiri, namun saat aku hendak berjalan ke sana. Aku mendengar kata-kata yang menarik yang di ucapkan dari seorang pemuda yang usianya mungkin sekitar 20 tahunan yang menggunakan pakaian khas seorang samurai dari zaman perang saudara di Jepang.

"— aku adalah Iblis dari surga ke enam. " Itulah yang ku dengar dari pria itu, entah kenapa aku begitu tertarik kalimat itu, mungkin kalimat itu mengingatkanku pada tokoh penting di masa sengoku(4) yang pernah ku baca di kediamanku yang berada di bumi.

"Ada apa nona? " Tanya pemuda yang berteriak kalau dia adalah iblis tadi setelah sebelumnya aku mencolek --menusuk-nusuk punggungnya dengan telunjukku..

"Apa tuan adalah Oda Nobunaga? " alih-alih menjawab pertanyaannya, aku lebih memilih untuk menanyakan langsung apa yang ada di pikiranku. Tentu saja aku bertanya dengan tatapan penuh keingintahuan sehingga dengan terpaksa ku dekatkan wajahku padanya dan hal itu sukses membuatnya mengeluarkan suara "geeh" dengan tatapan yang seolah mengatakan "jangan terlalu dekat padaku."

"Ah! Yah, banyak sih yang mengatakan aku adalah Oda Nobunaga di antara orang-orang ini dan kau adalah orang yang ketiga mengatakan hal itu."  Jawabnya santai sambil menunjukkan ke tiga jari kanannya.

"Haah! Kau bilang tiga itu banyak?"  umpatku tanpa suara.

"Eem jadi kau bukan Oda Nobunaga? " Tanyaku lagi, tapi kali ini dengan memiringkan kepalaku dan menatapnya lebih dalam lagi.

"Tentu saja bukan karena aku adalah Oga Nobuhisa dari klan Oga yang terkuat. Hahaha." 

"Dasar maniak!  " Secara spontan aku berteriak seperti itu setelah mendengar penjelasannya sambil membuang muka ke arah samping kiri.

"Haah! Apa yang kau katakan? Maniak-- apa itu? " 

Tak ku pedulikan lagi apa yang dia katakan. Segera ku tinggalkan Oda Nobunaga KW 3 itu tanpa peduli dia sedang berteriak marah di belakang sana.  Ku rasa dia memang seorang maniak Nobunaga-sama(**) yang mencoba mengikuti style miliknya. Tak tahu malu.

[3]

Aku menangkap pandangan yang memanjakan mataku,  seorang anak kecil bertubuh gempal tengah asyik memakan sesuatu yang terlihat begitu ia nikmati. Sensor pecinta anak kecilku bereaksi padanya, aku tak peduli lagi apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Aku hanya perlu menghampiri, memeluk bermain dan berbincang-bincang banyak hal padanya.

Secara otomatis kakiku terus melangkah menghampirinya,layak zombie yang tertuju pada satu tujuannya. Aku tak peduli apa yang orang pikirkan di saat aku tersenyum sendiri saat tengah berjalan seperti ini.

Hingga akhirnya aku berada tepat di belakangnya tanpa ia sadari, aku berpikir apa yang harus ku lakukan padanya dan—


"Hupth! Tertangkap. Ehehe." Secara spontan aku langsung merunduk dan memeluk anak kecil itu dari belakang tanpa peduli apa-apa lagi, sebelum akhirnya aku tersadar ada yang berbeda dari anak kecil itu.

Telinganya.

Yah! Telinganya berbentuk runcing.

Runcing?

Sepertinya aku pernah membaca di sebuah cerita fantasi tentang adanya  ras yang memiliki telinga runcing seperti di.

Elf!

Ah iya Elf, apakah anak kecil ini seorang elf?

"Nom-nom-nom." Sementara aku sibuk dengan pikiranku mengenai ras apa dari anak kecil ini. Dia masih sibuk dengan makanannya yang perlahan habis dimakannya.


Akupun melepaskan pelukanku dan berjalan kehadapannya. Setelah berdiri di hadapannya aku langsung jongkok agar sejajar dengannya, dari posisinya yang seperti ini aku dapat melihatnya dengan jelas. Kepala bulatnya yang tertutupi tudung biru dengan motif tiga bintang kuning dan satu bintang yang berdiri sendirian di ujung tudungnya yang menggantung.Tubuhnya yang gempal semakin terlihat menggemaskan dengan pakaiannya yang berwarna orange, di tambah dia memakai syal sepertiku.

"Gagh! Apakah yang seperti dia ini bisa ku bawa pulang? Aku mau satu yang seperti ini ."Teriakku girang di dalam hati.

"Mbak! Apa kamu punya makanan? Bun mau satu, Bun masih lapar."  

Dia bersuara !

Dia bisa bersuara, dia benar berbicara padaku dan dia memanggilku "Mbak" tapi aku ini laki-laki, ah persetan dengan gender. Dia mau berbicara denganku saja itu sudah dapat membuatku jumpalitan karena terlanjur senang, mungkin jika dia mau memanggilku "onee-chan" aku tak akan peduli lagiapa yang terjadi padaku. Aku akan melindunginya karena aku laki-laki, eh! Tapikan tadi aku bilang persetan dengan gender. Gaagh!

"Aah! Ada-ada, sebentar yah."  Segera ku rogoh semua kantong celanaku dan aku menemukan sebungkus sandwich yang ku bawa dari Tommelen verden, semoga sandwich ini masih enak.

"Nih! Makanlah..."  Segera ku berikan sandwich ini padanya.  Dia pun menerimanya dengan senyum tulus yang terukir di mulut kecilnya

"Aah! Makasih, bun. Bun jadi bisa makan lagi, bun."  

"Sama-sama, jadi namamu Bun yah? "

"Hmm, namaku adalah Bun meskipun itu hanya nama panggilan tapi Bun menyukainya, bun."

"Baiklah kalo gitu aku akan memanggilmu Bun juga, oh iya namaku adalah Khanza. – "  Kuperkenalkan diriku sambil mengusap kepalanya yang bertudung

"Salam kenal!"  sambungku lagi dengan memasang senyum termanis sebisaku.


(***)

Aku begitu bahagia berbicara dengannya, jika saja tak ada pria berisik ini yang mengganggu kesenanganku bersamanya.

"Oy! Cebol, kau sudah merekrut satu orang lagi yah untuk tim kita. Bagus-bagus…" Pria berbadan kekar dengan wajah bodohnya yang tanpa merasa bersalah datang begitu saja mengatakan sesuatu yang membuatku kesal. Secara spontan aku berbalik ke arahnya dan memelototinya.

"Sheesh, Grrrhh!!! "

"Oy-oy cebol, sepertinya gadis kecil ini terlihat tak senang dengan kehadiranku." Protes pria berambut lancip berwarna merah menyala itu.

"Berhenti memanggilku cebol, bun. Buu— " Bun punmelancarkan protesnya kepada pria berotot dengan singlet putih yang tertera dibadan gorilanya.

"Dia adalah mbak Khanza, mbak ini baik. Dia mau memberikan makanan untukku."

"Hmm-hmm." Aku hanya mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Bun.

"Kamu sendiri darimana saja Ragga, bun? "tanyanya sambil tetap mengunyah makanan yang kuberikan. Sudah mau habis lagi rupanya.

"Aah! Aku juga menemukan satu orang lagi yang menarik untuk menjadi bagian dari tim kita. " Dia menepuk seseorang yang berada disampingnya. Astaga, bahkan aku tak menyadari keberadaan orang yang berada disamping pria besar itu. Apa karena pria besar itu terlalu berisik sehingga menyita perhatianku atau keberadaannya yang begitu tipis.

"Perkenalkan, dia adalah Raditya. Dialah yang akan bertarung di sampingku, aku bisa melihat potensi yang ada pada pemuda ini.Hohoho." Ucapnya penuh dengan kebanggaan.

"Astaga apa dia ini bodoh, mana mungkin pria yang terlihat tak menonjol ini bisa bertarung di samping orang penuh emosi seperti dia." Keluhku dalam batin

"Salam kenal, aku Raditya Damian." Ucap pria yangmemiliki rambut hijau di kuncir ponytail karena rambutnya yang terlalu panjang untuk seorang pria.

Pria itu memakai sesuatu yang seperti jaket berwarna coklat tua—meskipun aku bilang jaket, tapi sepertinya pakaian itu lebih miripseperti pakaian di pakai oleh para dalang dan terlebih lagi dia juga membawatiga wayang golek yang membuatku semakin yakin kalau dia adalah seorang dalang muda.

"Khanza!" Jawabku singkat

"Aku Bun The Bubble, salam kenal, bun."  Sahut Bun sambil mengangkat tangannya yang sudah kosong.




[4]


Tanpa terasa matahari sudah berada tepat di atas kepala kami—eh apa di dunia ini namanya matahari juga ,benda panas yang menandakan waktu itu?

Aku, Bun dan dua pria itu sudah tak lagi berada dihalaman kastil tempat pengumuman tournament BoR dimulai tapi entah kenapa sedari tadi aku merasakan ada sesuatu yang kurang dari kelompok ini, namun apa itu aku tak bisa mengingatnya. Yah! Sudahlah , apapun itu mungkin akan muncul sendiri nanti.

Saat ini kami sudah berada di sebuah tempat makan yang berada di kota ini, meskipun pada awalnya aku sempat ragu untuk masuk ke tempat makan yang kami kunjungi sekarang karena aku sama sekali tak punya uang dunia ini, tapi keraguan ini segera hilang begitu pria berotot yang bernama Ragga itu menyakinkanku kalau semua fasilitas termasuk rumah makan ini bisa di pakai secara gratis oleh para peserta Tournament BoR hanya dengan menunjukkan surat undangan yang di berikan oleh Tamon Ruu.

"Aku menyukai semua kemampuan kalian, Bun dengan skill Artificenya , Raditya punya jaring petir dan kau Khanza, skillmu itu sepertinya tak memandang kawan atau lawan yah. Phew.! " Celotehnya lagi tanpa berpikir. Apa pria berotot ini sama sekali tak punya otak, aku juga tau skill yang ku miliki rata-rata adalah skill berskala AoE(5) tapi aku tak akan pernah melukai orang yang bertarung di sampingku—yah meskipun sebelumnya aku tak pernah bertarung bersama tim sih.

"Mungkin saja dengan skillku itu akan kuterbangkan kepala kosongmu itu." Jawabku ketus.

"Haah! Apa kau bilang? "Geramnya marah.

"Lebih baik kalian jangan berkelahi, bukankah lebih baik kita segera memutuskan nama tim kita." Lerai Raditya dengan wajah yang tak kalah serius di bandingkan siapapun yang ada di ruangan ini.

"Nom-nom, bagaimana kalo nama tim kita itu namanya WTF Combination, bun? " Sahut Bun sambil tetap mengunyah makanan yang berada dihadapannya. Kali ini dia memakan kalkun ekstra besar yang bisa dia makan dengan mudahnya.

"Eh! WTF? "Jawabku terkejut, aku tak percaya denganapa yang di katakan oleh Bun, kenapa dia tau istilah kasar seperti itu. Apa yang di ajarkan oleh orang tuanya sampai dia seperti itu.

"Haah! WTF, maksudmu What The F*ck? " Kali ini Ragga pun tak kalah kaget dengan diriku "

"AAAA" dan sepertinya itu juga mengejukan Radit sampai dia menganga seperti yang dia lakukan saat ini.

"What The F*ck? Apa itu? Tentu saja bukan itu nama tim kita, bun." 

"Haah!" Secara serempak kami menghela nafas lega.

"Lalu apa itu WTF? " Tanya Raditya sambil mengaduk-aduk minumannya, sepertinya dia haus setelah menganga cukup lama seperti tadi.

"Wind, Thunder dan Fire . Hehe." Jawab Bun sambil menunjuk kami satu persatu sesuai dengan elemen yang kami punya. Wind yang dimiliki olehku, Thunder di miliki oleh Raditya dan Bun lalu Fire di miliki oleh Ragga meskipun sebenarnya dia juga memiliki unsur angin dalam skillnya.

"Hooh! " Lagi-lagi kami serempak mengatakan hal yang sama.

"Hooh! Jadi tim kalian sudah terbentuk yah dan namanya WTF Combination.Hmm~" 

"WOAAAHHH!!! " secara mengejutkan Ragga berteriak yang membuat kami nyaris jantungan. Rupanya dia di kejutkan oleh seorang wanita berseragam maid yang muncul tiba-tiba di belakangnya.

"Astaga! Kau tak perlu berteriak seperti itu. Ah sudahlah lupakan, aku ke sini untuk menkonfirmasi tentang tim kalian dan membawa kalian ke arena pertempuran sekaligus menjelaskan pastinya. "

"…"

"Astaga! Bukannya kalian lebih baik mengatakan apapun setelah aku repot-repot menemui kalian seperti ini."

"..."

Sepertinya aku tau sekarang apa yang ku lupakan saat ini. Maid. Ya maid itulah yang seharusnya bersama kami semenjak tim kami terbentuk, tapi maid ini tak seperti maid lain yang langsung menghampiri begitu anggota tim sudah terkumpul. Maid ini justru muncul tiba-tiba di belakang Ragga dengan ekspresi wajah yang tak mengenakan. Seolah dia dipaksa menjadi seorang maid.

"Baiklah-baiklah, pakai ini. Itu adalah semacam transmitter yang akan menghubungi kalian satu sama lain, selain itu alat itu berfungsi untuk melihat status teman se-partymeskipun kalian berpisah nanti.

Maid itu melemparkan sesuatu yang berbentuk sepertjam tangan dan yang paling mengejutkan di balik jam tangan itu ada simbol salah satu perusahaan elektronik modern di kota Vestel, Gingham Corp. 

"Buatan Gingham Corp." Itulah kata-kata yang pertama kali kuucapkan setelah melihat alat ini.

"Ah iya kau itu dari dunia Tommelen Verden yah, pantas kau tau tentang Gingham Corp. Ya benar itu adalah impor langsung dari Gingham Corp. Transham V501."sahutnya penuh dengan kebanggaan.

Setelah dia mengucapkan hal itudia segera menjelaskan mengenai alat itu dan misi yang harus di lakukan oleh kami di arena pertempuran nanti,  seperti kami harus menghancurkan menara kristal untuk menyegel lastboss yang akan muncul setelah bulan penyegelnya hancur.  Tamon Rah…

"Oke itu saja penjelasan kali ini, sekarang kalian lihat daftar nama kalian di layar Transham V501 untuk menkonfirmasi nama yang tertera itu adalah benar atau tidak.

"Tanpa banyak bicara lagi, kami segera melakukan apa yang di katakan oleh maid yang memperkenalkan dirinya dengan nama Luna. Dengan sekali menekan satu tombol yang berada di tengah, muncul sebuah layar virtual yang berisikan nama kami dan jenis kelamin.

"Waah! Kita masuk daftar tamu."  Entah karena dia masih shock atau apa, Ragga menjadi lebih bodoh dari sebelumnya setelah dia melihat list partynya

"Haah! Itukan list partynyaa." Dengan malas atau karena gregetan mendengar perkataan Ragga, maid Luna menjawab sekenanya dengan ekspresi yang kesal.

"Khanza itu laki-laki? Apa itu tak salah?protes Radit setelah memperhatikan layarnya

"Ehehe." Aku hanya bisa tersenyum getir menerima fakta itu.

"Haah! Dia itu memang laki-laki, meskipun wajah dan kulitnya bahkan lebih bagus dari aku yang seorang wanita. Cuih." Jawabnya sambil membuang muka, seolah tak terima dengan fakta bahwa mungkin aku lebih cantik darinya meskipun aku laki-laki.

"EEEHH!!" secara spontan mereka berteriak dan menatapku tak percaya, termasuk Bun. Haah! Hilang sudah kesempatanku bermain bersama Bun.

[5]



Saat ini kami sudah berada di arena preliminari yang bernama Shohr'n. Sebuah Arena yang berwujud padang pasir yang luas dan gelap.  Untung saja alat yang kami pakai di pergelangan tangan kami ini dapat mengeluarkan cahaya yang cukup menerangi keadaan sekitar kami.

Suasana di area ini begitu tak bersahabat, padang pasir di malam hari adalah sebuah momok yang menakutkan bagi siapa saja ,termasuk para pengembara.  Karena suhu udara di padang pasir saat malam hari begitu dingin sampai membuat kalian merindukan padang pasir di siang hari yang panas.

Langit malam di padang Shohr'n ini begitu indah dengan bulan yang terlihat begitu dekat dan bintang yang berkelap-kelip seolah menandakan kalau mereka ada untuk menjadi saksi pertempuran kami di area ini.

"Baiklah! Aku sudah mengantarkan kalian ke padang Shohr'n ini, jadi semoga beruntung. " Maid Luna segera menghilang setelah sebuah portal menariknya masuk.

Beberapa detik setelah Maid Luna itu menghilang, terdengar beberapa suara dentingan logam yang saling beradu, suara derap dan ringkikian  kuda,  suara teriakan dari beberapa manusia dan beberapa suara bising lainnya. Suara itu terdengar berasal beberapa meter di depan kami.  Kamipun saling memandang dan mengangguk seolah menandakan kami telah siap untuk menghadapi apapun yang berada di depan nanti.  Tanpa membuang waktu lagi, kami segera berlari ke arah suara –suara tersebut berasal.

"Apa-apaan ini?" pekik Ragga begitu melihat keadaan sekitar yang sudah tak bisa di sebut sebagai perperangan lagi.

"Guuh!" aku hanya bisa menutup mulutku setelah melihat beberapa mayat prajurit yang kondisi tubuhnya tak utuh lagi, ada yang kehilangan kedua kakinya, kepala yang terlepas bahkan kondisi perut dengan usus yang sudah tak lagi pada tempatnya seolah terjadi praktek kanibalisme di perperangan ini.

"..."  Bun tak dapat berbicara, dia hanya bisa melihat ngeri semua pandangan itu.Tubuhnya bergetar hingga membuatnya jatuh berlutut karena lemas sementara Radit...

"Pembantaian, ini bukan lagi perperangan. Ini adalah pembantaian."  Teriak seorang pria yang memakai topeng separuh yang berdiri di antara aku dan Ragga.

"Siapa?" secara serempak aku dan Ragga berteriak ke arah orang yang berdiri di samping kami yang seharusnya posisi itu adalah tempatnya Radit berada.

"Ini aku bodoh, Radit. " kata pria bertopeng itu sambil memukul kepala kami.

"Vajra, itulah namaku saat dalam mode tempur seperti yang kalian lihat saat ini. Bukannya seharusnya kalian mengetahui tentang perubahanku."  Timpalnya lagi

Kami hanya menggeleng menandakan kalau kami tak tau dengan apa yang dia katakan dan itu membuatnya seperti merasakan sakit kepala terlihat dari gesturenya yang memijit-mijit kepalanya.

"Bagaimana denganmu Bun? " seperti tak mau percaya dengan kenyataan bahwa kami tak mengetahui perubahan mode tempurnya atau yang dia sebut dengan avatar dia pun bertanya pada Bun yang masih shock dengan apa yang ia liat di padang pasir ini.

"???" Ternyata bun juga tak mengetahuinya itu terbukti dari diamnya dia sambil memiringkan kepalanya.

"Gusti..." keluhnya bersamaan dengan ditepuknya kening sendiri.


                                    (***)

"Bothothaaaaaaaa!!!!!!"


Seperti tak membiarkan tim Khanza untuk bercengkrama lebih lama lagi, seekor Orc hybrid yang memiliki tubuh besar berwarna hijau dengan kepala dan wajah seperti seekor kelinci lengkap telinga panjang khas hewan yang seharusnya lucu jika tak memiliki tubuh seperti itu, memberikan komando kepada monster lain untuk menyerang tim Khanza.

Berbagai macam tipe monster yang mendengar komando Orc Hybrid tersebut, tanpa basa-basi langsung menyerbu mereka. 

Khanza yang sedari tadi merasakan perubahan angin yang tak biasa, langsung menyadari akan kedatangan mereka. Dengan cepat ia mengambil sebuah smartphone spesial yang notabenenya adalah sebuah buku sihir yang memuat beberapa macam jenis lafalan yang berjenis kutukan(Cursed).

Jari jemari lentiknya menyentuh layar lalu menyentuh sebuah tulisan bertuliskan "Hypotermia" , sepersekian detik setelah ia menyentuhnya muncul beberapa deret kata-kata yang merupakan sebuah spell yang ia harus ucapkan untuk mewujudkan efek yang ia inginkan dari mantra Hypotermia tersebut

"Langit semakin sengit , angin semakin dingin dan perlahan udara membekukan darah."

Suasana sekitar menjadi begitu tak beraturan, angin sekitar mendadak menurunkan suhunya membuat beberapa makhluk yang terdiri dari berbagai jenis monster menjadi bergetar hebat seolah mengalami kedinginan yang luar biasa yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya

"HYPOTERMIA"  satu kata terakhir yang di teriakan oleh seseorang yang memakai pakaian serba panjang dengan selendang yang menutupi lehernya membuat beberapa monster yang berada dalam jangkauan sihirnya mendadak terdiam dengan pandangan nanar seolah mereka melihat sesuatu yang mengerikan, tubuh mereka memucat tanpa mereka sadari.

"Phew!" seru seorang pria berotot yang memakai singlet putih setelah melihat segerombolan monster yang mendadakmematung dengan kulit yang memucat dalam jarak kurang dari 10 meter di hadapannya.

"Ngeri cuy…"  sambungnya lagi.

"Efek Hypotermiaku tak berlangsung lama, lebih baik segera kau ledakan mereka sebelum mereka kembali bergerak."  Sahut Khanza yang sudah menyelesaikan "tugasnya"

"Tak usah memerintahku, tuan trap(6). Akan ku ledakan mereka semua hingga menjadi debu. " tanpa basa-basi lagi dia langsung berlari menuju kerumunan mereka sambil berteriak sesuatu yang harusnya tak ia teriakan.

"URSAAAA!!!!" 

Kabooomm...

Suara ledakan terjadi setelah Ragga meneriakkan kata-kata yang seharusnya berbunyi "Uryaaa" padahal Ragga belum menempelkan tinjunya ke wajah salah satu monster yang telah menjadi targetnya . Ledakan itu terjadi di sekitar rombongan monster yang seharusnya adalah sekelompok minotaur, meskipun saat itu mereka hanyalah sekelompok minotaur hybrid, yang lagi-lagi hasil persilangan dengan seekor kelinci.

"Eh!"  Ragga hanya bisa terkejut melihat keadaan yang berada jauh di depannya. Mungkin saat ini dia berpikir apa yang terjadi di sana sementara di sini dia belum meledakkan apapun.

"Adedeh.."  Sekelibat terlihat siluet dari balik asap ledakan yang terjadi di sekitarnya. Siluet itu terlihat seperti boneka bergerak yang memakai topi pemburu dengan kedua telinga yang menyembul di balik topi itu.

"BURAAAA!!!"

Boneka itu tiba-tiba berteriak di iringi dengan menghilang asap yang menutupi sekitarnya. Seketika itu juga semua yang melihat ke arahnya, langsung menatap tak percaya kalau sesuatu yang mampu meledakan sekelompok minotaur hybrid hingga terpental ke berbagai arah hanya seekor boneka beruang berwarna coklat yang di punggungnya terdapat senapan rifle.

"Demi janggut Luxa!  Siapa yang memanggilku tadi sampai aku harus terlempar seperti ini, bura?" tanya  boneka beruang berbicara itu yang sepertinya terlihat begitu kesal.

Secara spontan semua makhluk yang berada di area tersebut termasuk anggota party WTF  menunjuk ke arah Ragga tanpa merasa bersalah.


Setelah mengetahui siapa yang memanggilnya , boneka beruang yang selalu berteriak "bura" langsung berlari ke arah Ragga.  Dengan cepat ia menodongkan riffle kecil miliknya ke arah perut Ragga setelah ia sukses mementalkan beberapa monster yang menghalangi jarak larinya ke arah orang yang tak sengaja memanggilnya.

"Jadi kau yah pria berotot orang yang memanggilku saat akutengah beristirahat bersama para gadis . Kau ini siapanya Luxa Demon, Hah?" geramnya marah sambil sesekali menyodokkan moncong rifflenya ke arah perut Ragga.

"Aaa yaah.."  Ragga tak tau apa yang harus dia katakan dalam posisinya sekarang. Saat ini dia seharusnya tengah memukul seekor monster dan meledakkannya. Mendadak terdiam dengan posisi tangan yang bersiap untuk memberikan bogem mentah ke arah monster yang sudah terpental jauh di seruduk oleh boneka beruang yang berada di depannya.

Sementara Khanza dan lainnya hanya melongo tak percaya dengan apa yang mereka lihat sambil sesekali menyerang monster yang mencoba mendekati mereka. Seperti yang saat ini sedang di kerjakan oleh Vajra, dia terus meninju monster berbentuk goblin hybrid (hasil persilangan kelinci lagi) dengan tinju petirnya.

 [6]
"BULANNYA AKAN MELEDAK..."  pekik seorang prajurit yang terlihat masih sehat meskipun beberapa temannya telah menjadi mayat sambil melihat ke arah langit.

"DATANG, TAMON RAH AKAN DATANG UNTUK MENGHABISI KITA."  Kali ini yang berteriak adalah seekor ghoul yang (juga) bertelinga kelinci. Ternyata ghoul juga bisa menggunakan bahasa manusia.

Kabooomm…

Lagi-lagi ledakan berskala besar terjadi, tapi kali ini ledakannya  lebih normal daripada ledakan tadi yang di timbulkan oleh boneka beruang kecil karena ledakan besar ini di hasilkan sesuatu yang besar juga. Seperti seekor kuda terbang raksasa yang baru saja muncul setelah menghancurkan bulan hingga puing-puingnya berjatuhan mengenai apapun yang berada dalam lintasan jatuhnya puing-puing tersebut.

"AERO BUBBLE SHIELD"  Sebuah bola padat yang tercipta dari kumpulan angin sihir olahan spell milik Khanza , berhasil melindungi rekan-rekannya yang berada di dalamnya, yaitu Bun dan Vajra. Sementara Ragga dan boneka beruang coklat sedang sibuk memukul dan menembak pecahan batu yang mengarah ke arah mereka.

"Cih! Sepertinya ini bakalan merepotkan, lebih baik aku segera kembali. Sebelum kuda itu melahapku,bura! " batin boneka beruang coklat bertopi pemburu itu.

"Sepertinya aku harus kembali, selamat bersenang-senang dengan kuda binal itu dan jangan sekali-kali memanggilku lagi,bura!"  Ancamnya kepada ragga setelah bebatuan yang mengarah padanya sudah di hancurkan.

Setelah dia mengatakan hal itu, sebuah lingkaran sihir muncul tepat di bawah kakinya dan dalam hitungan detik dia sudah tertelan ke dalamnya lalu menghilang tanpa bekas. Sementara Ragga hanya bisa terdiam dan shock memikirkan apa yang terjadi padanya saat ini.


                                                                                               ( ***)

Kuda terbang nan megah yang berwarna hitam kemerah-merahan dengan  sayap yang  memancarkan api berwarna biru dan merah, yang sepertinya setiap api itu memiliki fungsi yang berbeda. Yang tak hanya sekedar membakar apapun yang ia lewati.
Api biru yang ia keluarkan dari sayap kirinya dapat membakar tanpa menghilangkan bekas sedikitpun meskipun hanya terkena percikannya,  sedangkan api merahnya dapat menimbulkan ledakan jika terkena sesuatu. Hal itu sangat merepotkan Khanza dkk, berkali-kali mereka berusaha menghindar tanpa sempat melawan balik serangan kuda raksasa bernama Tamon Rah itu.

Mereka menemukan sebuah bukit berbatu yang dapat menyembunyikan keberadaan mereka walaupun sementara. Dengan cepat mereka bersembunyi untuk berlindung dari serangan acak milik Tamon Rah itu.

"Bagaimana ini? Kuda itu tak mungkin bisa kita tangani hanya dengan kemampuan kita sekarang." Lirih Khanza panik. Wajahnya mendadak berubah 3 x lebih pucat dari monster yang terkena spell hypotermianya.

"Huhuhuhu, Bun gak mau mati di sini, Bun masih pengen makan banyak makanan di dunia ini, bun."
"Tenanglah kalian berdua, pasti ada cara untuk menyegel Tamon Rah itu." Kata Vajra mencoba menenangkan mereka, meskipun tangan dan kakinya bergetar

"Tenang-tenang, tak mungkin kita bisa tenang melawan monster sekelas dewa seperti itu. Bahkan dengan tubuh stereoid ku. " geram Ragga yang mulai kesal karena sedari tadi Ragga tak berhasil mendekati makhluk itu.

"Biarkan aku berpikir—" Vajra segera mengingat-ingat apa yang telah terjadi sebelumnya, termasuk mengingat perkataan dari Maid Luna.

"Kita bisa menyegelnya dengan menghancurkan kedua menara kristal secara bersamaan."  Gumam Vajra

"Apa yang kau gumamkan, segera beritahu kita apa yang harus dilakukan."  Tanya ragga tak sabar.

"Baiklah-baiklah, kalian melihat menara kembar di utara sana. Kita harus menghancurkan kedua menara itu untuk menyegelnya tapi harus ada yang menjadi pengalih perhatian dan menahannya untuk sementara waktu sampai dua di antara kita menghancurkan menara itu."  Jelas Vajra kepada yang lain.

Setelah cukup lama mereka berdiskusi, merekapun telah memutuskan pembagian tugasnya. Dengan penuh keyakinan mereka keluar dari persembunyiaanya dan segera berlari ke arah utara tapi sepertinyTamon Rah memiliki sebuah insting tersendiri untuk merasakan keberadaan yang berbahaya baginya. Seperti seolah dia mengetahui apa yang merela pikirkan,Tamon Rah terbang menuju Khanza dan lainnya untuk melancarkan serangan.

"Robeklah apapun yang menghalangi jalanmu, perbesar api yang bersembunyi di dalammu. Kamaitachi " dengan cepat Khanza melafalkan spell yang muncul dalam layar smartphone HSC miliknya.selang beberapa detik spell yang ia ucapkan telah selesai. Muncul 3 angin puting beliung besar dari atas langit yang menerbangkan apa saja yang ia lewati termasuk monster-monster yang saat itu telah menjadi bangkai terkena seranganTamon Rah. Tidak hanya itu, angin puting beliu itu mempebesar api yang berada di jalur putarnya dan dengan cepat angin itu di arahkan ke Tamon Rah.  Khanza memang sengaja lari paling belakang untuk mengalihkan perhatian dari Tamon Rah meskipun dia tau, skillnya tak akan begitu berdampak pada Tamon Rah.

"Rasakan apimu sendiri." Umpat Khanza sambil mempertahankan sihir kamaitachinya.  Namun tanpa Khanza sadari ada seekor Ogre hybrid yang sudah berdiri di belakangnya yang bersiap membelah Khanza dengan kapak bermata dua miliknya. 

"GRAAAAH!"

Mengetahui hal itu, Khanza tak sempat untuk menghindar. Dia hanya bisa pasrah dengan memejamkan kedua matanya.

BUUUGH!!

Suara hantaman keras terdengar di telinga Khanza tapi itu bukanlah hantaman yang mengenainya. Perlahan dia membuka matanya dan melihat Ragga tengah menghantam tubuh besar Ogre hybrid menggunakan siku dan dorongan tubuh besarnya.

"Fokus saja Khanza, biar aku tangani mereka. "

"Hmm!"

"Stereoid Body : Level 1." tubuh Ragga menjadi besar seketika, lebih besar dari badan normalnya. Dengan ukuran badannya sekarang dia bisa memukul dan menjatuhkan monster lebih banyak dari ukuran tubuh normalnya.

Sementara Khanza terus memperbesar api Tamon Rah dengan sihirnya, yang membuat Tamon Rah terbangnya tamon Rah terhalang sekaligus mencoba melukainya.

"Ngiihiiiek"  Tamon Rah meringkik kesal, dia mencoba terbang lebih tinggi lagi hingga tak terkena jangkauan angin puting beliung "kamaitachi"  milik Khanza . Setelah dia merasa tak terganggu dari atas, dia seperti hendak menembakkan sesuatu dari mulutnya ke arah Khanza dan Ragga.

"Sial!" umpat mereka bersamaan.


 [7]

JDAAARRR!!!

"Apa itu?" tanya Vajra yang masih terus berlari bersama dengan Bun.

"Bukankan tempat ledakan itu adalah tempat dimana Khanza dan Ragga berada,bun."  Ucap Bun khawatir

"Yah Semoga mereka baik-baik saja."  Sahut Vajra dengan ekspresi wajah yang terlihat seperti di paksa untuk tegar. Meskipun saat ini dia juga memikirkan mereka.

"Tenang saja, mereka kan sudah ku berikan Totem Houndwolf untuk meningkatkan kecepatan hindaran dan rapalan mantra mereka. " ucap seorang yang terlihat mirip seperti Bun, hanya saja dia memakai pakaian yang lebih meriah dari Bun dengan beberapa aksesoris yang melingkar di kepalanya seperti seorang Shaman. Dia sedari tadi berada di belakang Bun, berjalan kaki seperti mereka.

"Merry, bun." Sahut bun dengan tatapan berkaca-kaca.

"Hey kenapa kamu seperti hendak menangis, aku hanya membantu sesuai dengan permintaanmu. " timpal sosok shaman ceria itu yang bernama Merrygold.

"Iya makasih merry, bun."

"Ingat kamu berhutang salad untukku. Baiklah waktuku sudah habis, aku pergi dulu."  Setelah ia berkata seperti itu, merry langsung menghilang begitu saja.

Memang sebelumnya saat tengah menyusun strategi , Khanza dan Ragga telah di berikan "bekal" oleh Bun dengan bantuan Merrygold dengan memberikan totem Houndwolf, agar efeknya dapat membantu mereka. Yah semoga itu membuat mereka terhindar dari masalah yang fatal, setidaknya itulah yang di pikirkan oleh Vajra dan Bun.

                                                                     (***)

Khanza dan Ragga dengan cepat melompat berlari dan melompat menghindari serangan api sihir yang di lontarkan oleh Tamon Rah dari langit. Beruntung mereka telah mendapatkan efek dari totem Houndwolf yang melayang di atas kepala mereka, sehingga gerakkan hindaran mereka meningkat. Meskipun begitu mereka tetap mendapatkan dampak dari percikan apinya. Khanza terkena percikan api di sekitar kakinya yang membuatnya harus berguling-guling di pasir, beruntung api itu tak segera menjalar. Sementara Ragga terkena percikan api di punggungnya, yang membuatnya harus bertelanjang dada melepaskan kaos singlet yang ia kenakan.

"Sial, berapa lama lagi kita harus menahannya."  Keluh Ragga sambil mengusap-usap punggungnya yang masih panas.

"Entahlah! Kita lakukan sebisanya saja, sisanya kita serahkan pada mereka."  Sahut Khanza yang saat itu sedang fokus memperhatikan Tamon Rah.

"Umm baiklah karena mereka sudah jauh dari jangkauan sihirku, aku akan memakai Magic Fatality : Dirty Blow, tapi sebelum itu lebih baik kamu memperbesar tubuhmu hingga level 4 lalu angkat aku ke tanganmu setelah itu tutup hidungmu dan jangan menghirup udara yang keluar setelah aku selesai melafalkan spell."

"Kedengarannya berbahaya, baiklah aku ikuti saranmu."

"Steroid Body : Level 2."

"Level 3."

"Level 4"  Setiap dia mengucapkan level, tubuhnya terus membesar hingga membuatnya seperti raksasa di level terakhirnya. Level 4.

Khanza segera melafalkan spell "Aero Bubble Shield"  sehingga membuat tubuhnya melayang seperti berada dalam gelembung.  Ragga segera mengangkat "gelembung" Khanza sehingga tepat berada di bawah Tamon Rah yang sedang berputar-putar di atasnya.

"Penyakit adalah bagian dari dirimu, busuk adalah identitasmu, hijau pekat adalah rupamu. Dirty Blow" Dalam waktu singkat udara di sekitar aero bubble shield berubah menjadi kehijauan dan menampakan gas yang berbentuk tengkorak yang terus menyebar hingga jangkauan 10 meter. Skill itu membuat siapapun menghirupnya terus mengalami kesehatan yang memburuk seiring dengan berlangsungnya sihir itu berlangsung.
Termasuk Tamon Rah, selama monster itu memiliki lubang hidung mereka akan terpengaruh. Meskipun skill ini tak akan berpengaruh banyak pada last Boss seperti Tamon Rah ini, setidaknya skill ini dapat melumpuhkan walau sementara.
Tamon Rah yang menghirup udara Dirty blow mulai tak terkendali di langit, perlahan tapi pasti, Tamon Rah meluncur terjatuh ke gurun pasir yang menimbulkan bunyi dentuman yang keras tanpa buang waktu lagi Ragga langsung menimpa Tamon Rah dengan skill Wrestling miliknya karena saat itu api di sekujur tubuhnya perlahan redup.

"Rasakan" seru Khanza dan Ragga kompak

[8]

"Masih ada banyak monster hybrid ternyata di depan menara ini." Keluh Vajra sambil terus menembakkan panah petir pasopati miliknya ke arah monster yang terus mendekati mereka.

"Lalu apa yang harus kita lakukan Vajra, bun? " timpal Bun sambil terus menghajar  musuh menggunakan senjata  tongkat panjang milik monster kera hybrid yang ia "curi"   menggunakan skill Artifice "Hungry".

"Aku akan melancarkan serangan Naga petir Pancanaka tapi berikan aku waktu untuk menghimpun pranaku."

"Baiklah! Bun "

"Spark"  Bun menempelkan tangannya ke tanah berpasir di depannya dan dalam waktu singkat aliran listrik mengalir ke arah para monster yang berada di depannya sehingga membuat mereka kejang-kejang.

"Baiklah aku juga sudah selesai – " Terlihat topeng Pancanaka yang ia kenakan cahanya telah berpendar.

"Semoga saja berhasil. Naga Petir Pancanaka. "  Tangan kanan Vajra mengeluarkan aliran petir yang begitu besar dan dalam sekejap ia melontarkannya alira petir yang berbentuk naga—meskipun ia bilang itu adalah naga tapi naga yang di keluarkan tak begitu besar malah terlihat seperti ular anaconda tapi serangan itu cukup untuk membukakan mereka jalan.

Melihat skill naga petirnya tak sesuai harapan , Vajra menjadi sedikit frustasi.

"Maaf!"  keluh Vajra

"Tak apa, setidaknya Vajra sudah membuat jalan baru untuk kita,bun."

Grooowwwll
Terdengar bunyi gemuruh kelaparan dari perut bulat Bun, mendengar hal itu Vajra mendadak panik dan segera merogoh beberapa kantong yang ada di balik jaket beskapnya

"Gawat! Bun kelaparan.." batin Vajra

"Bun, ini aku punya 3 buah roti untukmu. Aku sengaja membawanya, makanlah." Vajra memberikan makananya pada Bun, agar tak terjadi hal yang tak di inginkan setelah dia mengetahui kemampuan serta kelemahan seluruh anggota partynya.

"Terimakasih Vajra, bun. Nom-nom"  Tanpa membuka bungkusnya, Bun langsung melahap roti yang  di berikan oleh Vajra.

"Kamu bisa makan sambil berlari? Segera kita selesaikan masalah ini."  Timpal Vajra lagi sambil melihat Transham miliknya untuk memperhatikan status Khanza dan Ragga.

"Nom, tentu. bun."


                                                                               ( ***)
 "Gggh!"  Ragga memegang dada kirinya, wajahnya pucat dan berkeringat. Sepertinya ada yang salah pada tubuhnya.

"Kenapa Ragga? Jangan-jangan kamu sempat menghirup udara Dirty Blow-ku? "Tanya Khanza dengan ekspresi penuh tanda tanya di wajahnya setelah melihat keadaan Ragga.

"Hehehe, uggh—" Ragga berusaha untuk tersenyum namun getir sambil berusaha menahan sakitnya

"Haduh—" Khanza tak habis pikir dengan partnernya itu terlihat dari gesturnya yang menepuk keningnya yang tertutup topi bertelinga kucing

"Apa sih gunanya otakmu itu? Kan aku sudah bilang untuk menahan nafas sebentar sampai casting spellnya berakhir. "  kali ini Khanza benar-benar menunjukkan ekspresi panik dengan keadaan Ragga

"Sudahlah! Tak apa, baru racun segini doank. Uggh! " sahut Ragga berusaha menenangkan Khanza

"Ta-Tapi—"

Belum selesai yang ingin dia katakan, Tamon Rah yang saat itu berada dalam kuncian Ragga memberontak, bahkan kali ini api-api di sekujur tubuhnya semakin membesar sehingga membuat Ragga tak bisa menahan lebih lama lagi.

"GAAAGHHH!!!"  Ragga  dan Khanza terpental cukup jauh dari posisi semula. Khanza yang sedari tadi  berada di pundak Ragga mode raksasa, terpelanting lebih jauh daripada Ragga.

[9]
Vajra dan Bun segera berlari masuk ke dalam kastil yang sudah berada di depanny dan segera berpisah setelah mereka melihat persimpangan untuk menuju ke menara yang merupakan target mereka setelah Bun melafalkan sihir Spark miliknya ke Vajra. Vajra dan Bun menyadari kalau menara itu tak dapat di hancurkan menggunakan sihir, sehingga mereka telah membawa senjata yang mereka curi dari para monster. Vajra membawa kapak berukuran besar dan Bun membawa tongkat lentur tapi memiliki tenaga yang setara dengan pukulan gada milik orc.

Sialnya semuanya tak berjalan begitu mudah , ada beberapa monster goblin yang menjaga masing-masing menara di tambah proyektil sihir yang melindungi menara itu juga aktif begitu  mendeteksi adanya penyusup.

[ Vajra Scene]

Setelah mendapatkan supply sihir dari Bun untuk meningkatkan kecepatannya,  Vajra menjadi semakin lincah menghindari dan menebas setiap monster yang menghalangi jalannya. Sesekali dia menggunakan ajian Jaring Dalangkusuma untuk menangkap beberapa musuh untuk menjadikannya tameng dan melemparkan monster yang telah terkena tembakan proyektil sihir ke arah menara. Monster-monster yang Vajra lemparkan, membuat proyektil-proyektil  sihir yang seharusnya menembakinya menjadi teralihkan dan fokus menembaki bangkai-bangkai monster itu.  Setiap monster yang telah berjatuhan terus di gantikan dengan monster baru  yang Vajra lemparkan  menggunakan jaringnya, hingga ia dapat terus mendekat sedekat mungkin dengan menara kristal yang menjadi targetnya.

"Geeh! Tak ada habis-habisnya kumpulan monster ini, harus berapa lama aku melemparkan mereka. "  keluhnya sambil tetap menebas monster-monster berwarna hijau dan jelek yang lagi-lagi bertelinga kelinci.

Belum selesai ia mengeluh, muncul monster besar – atau lebih tepatnya sekumpulan besi yang berkumpul menjadi raksasa. Vajra hanya bisa terkejut melihat monster besi itu, apa yang harus ia lakukan sekarang?.

"Kenapa monster itu juga memiliki telinga kelinci??? "pekik Vajra. Jadi itulah yang ia pikirkan sekarang bukannya memikirkan bagaimana cara mengalahkan monster besi itu. Haah!
                                                                                (***)

[Bun Scene]
Dengan kemampuan artificenya, Bun dengan mudah memakai senjata yang saat ini dia gunakan.  Seperti seorang Shaolin, hanya saja dia tak botak . Bun terus mengayunkan tongkatnya dan menghantam musuh yang menghalangi jalannya.

Projektil sihir dari menara terus mengincarnya  tapi dengan gesit Bun menghindari semua serangan yang mengarah padanya. Memanfaatkan momentum saat dia menghantam goblin yang menyerangnya, goblin-goblin itu di hantam dan di arahkan ke menara yang terus menembakan projektil sihir. Membuat para goblin itu menjadi target tembak projektil sihir itu, sementara bun terus berlari menuju menara sambil terus memperhatikan Transham miliknya. Dari layar terlihat sebuah simbol berbentuk segitiga dengan tulisan (V) yang menandakan keberadaan Vajra dan beberapa titik yang menandakan kumpulan monster yang menghalangi Vajra.

Situasi seperti Vajra juga terjadi pada Bun, kali ini muncul monster pohon yang menghalangi menaranya, tapi ada yang berbeda dengan monster ini, kali ini monster ini tak memiliki telinga kelinci seperti monster-monster lainnya.

"Graaah!"
Monster pohon raksasa itu berteriak dan terlihat dua buah gigi kayu raksasa tergantung di mulut atas miliknya.  Hah! Lagi-lagi ada unsur "kelinci" dalam monster itu meskipun kali ini hanya giginya.

[10]
"Ugh!"  Sial! apa yang harus ku lakukan sekarang?  Kuda raksasa itu semakin tak terkendali, sementara Ragga terkena racun sihirku. Badanku terasa hampir remuk setelah di lemparkan seperti tadi, untuk menggerakan lenganku sedikit saja terasa begitu sulit.  Sementara kuda api itu perlahan mengarah  ke arahku, sepertinya dia tau kalau akulah yang membuatnya sempat tak berdaya tadi.  Apa ini akhir dari hidupku?

"Bun! Sepertinya aku gak akan pernah bermain denganmu lagi. Ggh!" Rintihku sambil terus memandang Tamon Rah dengan sebelah mata, karena sebelah mataku lagi tertutup untuk menghalangi darah yang mengalir dari kepala masuk ke mataku

"Ngiiihiieeek…" Tamon Rah sudah semakin dekat dan bersiap menginjakku menggunakan kaki depan miliknya.

"..." tak ada kata-kata yang dapat ku ucapkan saat ini, aku hanya bisa menutup mata yang kupakai untuk melihat sesosok monster yang sebentar lagi akan melumat tubuhku. Hah! Ini kah akhirnya meskipun aku belum memulai apa-apa.

"YEAAAARTTT! RAGGAAAA PUUUNNCCCH!!!" 

DDUUAAAAGH!!!

BLAAARR!!

Aku mendengar suara hantaman keras setelah aku sempat mendengar teriakan dari seseorang yang ku kenal. Suara itu, Ragga. Sepertinya dia baik-baik saja dan sepertinya lagi-lagi aku berhutang budi padanya. Sial— terimakasih maksudku.

"Ku rasa aku harus beristirahat sebentar, Khanza."  Ku buka mata yang masih bisa kugunakan setelah mendengar perkataanya barusan. Aku melihat tubuhnya perlahan menyusut kembali ke tubuh normalnya, hingga akhirnya ia jatuh tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka bakar termasuk di kepalan tangan miliknya yang ia gunakan untuk menghantam Tamon Rah.

Lalu bagaimana dengan keadaan Tamon Rah?

Ku coba gerakan kepalaku menyamping ke arah dimana tamon Rah terpelanting hingga menabrak bebatuan padang pasir, bagian perut yang sepertinya terkena pukulan Ragga, terlihat terbuka dan menyemburkan banyak darah berwarna hitam. Ku rasa Tamon Rah bisa berhenti bergerak walau sementara, yah lebih baik aku juga beristirahat sebentar hingga mereka yang berada di depan sana menyelesaikan tugasnya.

"Ku percayakan sisanya pada kalian."

[11]

Di sisi lain, Vajra masih sibuk berusaha menghindari serangan-serangan dari monster besi. Berkali-kali Vajra memukul monster besi menggunakan tinju brajamusti miliknya, meskipun tinju itu selalu berakhir sama, teralirkan kembali ke tempat monster itu berpijak. Monster besi itu seperti penangkal petir yang dapat menahan dan merambatkan aliran petir yang mengarah padanya.

" Apa yang harus ku lakukan sekarang.? Tanyanya sambil terus berlompatan untuk menghindari serangan yang akan memiliki dampak besar jika terkena sekali saja.

Ding-Dong

Terdengar beberapa kali suara yang berasal dari Transham miliknya, rupanya itu adalah sebuah voice call dari Bun yang berada di menara sebelahnya.

"Halo! Vajra, bagaimana keadaanmu sekarang? Bun sudah siap untuk menghantam menara kristal ini,bun menunggu aba-aba dari Vajra, bun."

"Aku sedikit kesulitan di sini Bun, ada monster besi raksasa yang menghalangi jalanku. Memang tak ada monster raksasa yang menghalangimu? "

"Ada sih, tapi udah Monica ubah jadi kue, rencana bun mau menggunakan monster ini untuk menghantam menara itu, bun."

"Kau pintar bun, baiklah akan ku gunakan cara yang sama meskipun aku tidak mempunya kemampuan seperti Monicamu—setidaknya aku sudah mendapatkan ide untuk menghancurkan menara ini."

"Baiklah! Aku akan menunggu aba-aba darimu, tapi lebih baik cepat kalau tidak monica akan kembali dan sihirnya akan hilang."

"Aku mengerti."

Vajra segera mengakhiri percakapannya dengan Bun, kali ini dia sudah tau apa yang ia harus lakukan. Sekali lagi Vajra menggunakan tinju brajamustinya dari jarak jauh untuk menghantam monster besi itu. Serangan vajra memang tak berguna banyak, setidaknya itu membuat monster besi itu menjadi marah dan melakukan gerakan-gerakan tak terkendali  yang menghancurkan apa saja yang berada di depannya.

Vajra segera mempersiapkan lagi jaring dalangkusuma sambil terus menghindar meskipun sempat berkali-kali dia terserempet serangan monster itu sampai membuatnya merasa ngilu di beberapa bagian tubuhnya.Kali ini dia menggunakan  jaring dalangkusuma dari kedua tangannya, setelah dia melihat ada celah di antara kedua kaki monster itu, dia pun segera melakukan sliding untuk masuk ke celah di antara kedua kakinya agar tiba di belakang monster tersebut—lebih tepatnya agar dia tepat berada di bawah menara yang tanpa penjagaan. Seandainya kapak yang ia pakai untuk memenggal beberapa monster goblin hybrid tadi tidak patah setelah di hantam oleh tangan besar monster besi ini. Mungkin Vajra langsung menghantamkan kapak itu ke arah menara kristal dengan sekuat tenaga. Sayangnya tak sesuai dengan apa yang dia harapkan, ia pun memilih untuk menggunakan cara yang mungkin akan menimbulkan resiko yang cukup fatal untuknya jika ia tak sigap.

Vajra yang sudah berada di belakang monster besi itu, mengikatkan Jaring Dalangkusuma miliknya ke arah  dua kaki monster besi tersebut. Dia bermaksud untuk menarik kakinya agar monster itu terjatuh kebelakang dan mengantam menara kristal.

"Bun! Siap menghantam sampai hitungan ke tiga" Vajra berteriak pada Transham miliknya yang masih menyala dan terhubung pada Bun.

"Satu."

"Dua."

"Ti—Sekarang."

"YEAAAARTTT"  Vajra menarik kaki monster besi yanng berada di depannya, hingga membuat monster itu oleng tak terkendali hingga jatuh kebelakang menghantam menara.

Begitu monster besi itu sudah telak menimpa menara kristal yang seharusnya ia jaga, dengan sigap  Vajra melepaskan Jaring dalangkusumanya agar ia tak ikut tertimpa tapi malang tak dapat di duga untung tak dapat di raih, belum sepenuhnya Vajra meninggalkan lokasi akan hancurnya menara tersebut. Kaki kanannya tertimpa badan raksasa dalam posis telungkup setelah sebelumnya ia sempat terjatuh karena terlalu terburu-buru untuk meninggalkan posisinya.

"Gaaaah!"
                                                                                (***)
 Sementara itu di tempat Bun terdengar bunyi dentuman yang keras bersamaan dengan hancurnya menara kristal di hadapannya. Rupanya Bun telah menghantam monster yang menjadi lawannya memakai tongkat sakti curiannya, hingga terdorong ke belakang dan menghancurkan menara tersebut bersamaan dengan hancurnya menara yang menjadi target Vajra

"Berhasil,bun!" Teriaknya girang sambil berpelukan dengan Monica, sesosok penyihir yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan Bun, hanya saja dia penyihir berjubah ungu itu adalah seorang gadis.  Penyihir yang dipanggil Monica oleh Bun, sepertinya sangat senang karena Bun memeluknya begitu erat seolah tak ingin di lepaskan. Meskipun sesekali wajah Monica terlihat memerah hingga membuatnya salah tingkah.

"Kamu hebat Bun, aku semakin bangga denganmu." ungkap monica sambil mengusap-usap kepala Bun yang masih memeluk tubuhnya.

"Bun tak akan berhasil tanpa bantuanmu Monica, jadi Monicalah yang hebat."  Sahut bun sambil menatap wajah Monica, melihat hal itu Monica membuang wajahnya ke arah samping agar tak terlihat oleh Bun.

"Ya tentu saja, kalau begitu kita sama-sama hebat. Begitu lebih baik kan? "  

"Umm!" Bun Hanya mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Monica.

[12]

Setelah hancurnya kedua menara kristal itu, Kuda terbang raksasa yang seharusnya sudah pulih dari luka hantaman yang di sebabkan oleh Ragga. Tiba-tiba meringkik riuh di iringi dengan tubuh besarnya yang terangkat ke langit dalam keadaan kepalanya yang terlipat ke dalam ke arah kaki, yang membuatnya seperti terpaksa untuk meringkuk. Lalu tubuh Tamon Rah itu menempel di pecahan  bulan yang perlahan berkumpul dan membesar hingga menutupi keseluruhan dari sosok kuda raksasa bersayap api.

Tak selesai sampai itu, muncul beberapa Rune sihir rumit yang berada di luar bulan yang telah berkumpul dan menyegel Tamon Rah di dalamnya. Rune itu terus melingkar mengelilingi bulan hingga perlahan menghilang seolah Rune-rune itu masuk kedalam kulit bulan untuk menyegel total kuda iblis yang tak terkendali itu.

(***)
"Enghh! " Khanza dan Ragga yang sempat tak sadarkan diri, telah tersadar setelah beberapa saat terjadinya penyegelan Tamon Rah.

"Geeh! Sepertinya sudah selesai yah?" tanya Khanza sambil berusaha bangun dari posisi tidurnya.

"Uggh! Yah sepertinya begitu, kau tak apa-apakan, nona?"  jawab Ragga dengan nada mencibir.

"Yah, seperti yang kau lihat, gorila. " sahut Khanza tak mau kalah, hingga akhirnya mereka saling menghina dan mengumpat yang di akhiri dengan gelak tawa bahagia.

"Oyy! Khanza, Ragga.  Apa kalian baik-baik saja, bun?"  terlihat dari kejauhan ada 3 orang yang menaiki kuda secara bersamaan. Sang supir yang mengendalikan kuda, prajurit Alforea yang masih selamat, Bun dan seorang yang terlihat mencoba menahan rasa sakitnya, Vajra alias Raditya.

Kuda itu terus berlari menghampiri kami dan berhenti seketika sudah tepat berada di hadapan kami, satu persatu mereka turun. Mulai dari prajurit Alforea, Bun dan yang terakhir Radit yang sudah tak lagi dalam mode avatarnya, Vajra. Radit turun dari kuda di bantu oleh prajurit dan Bun, lalu menurunkannya di pasir tempat kami berpijak saat ini.

Mereka akhirnya kembali berkumpul dan kembali bercanda, meskipun kondisi tubuh mereka sama sekali tak bisa di bilang baik-baik saja, walaupun itu adalah Bun yang tak mengalami luka yang cukup parah. Namun seolah tak mempedulikan apa yang terjadi pada mereka sebelumnya, mereka tetap tertawa  meskipun sesekali mereka mengeluh karena sakit yang mereka rasakan.

Muncul sebuah portal yang mengeluarkan sosok wanita yang memiliki style rambut pendek sebahu, wanita itu berseragam maid hitam putih. Rupanya dia adalah maid yang sebelumnya membawa mereka ke arena ini. Maid Luna.

"Sepertinya kalian berhasil—' tiba-tiba ucapannya terhenti ketika ia melihat Khanza sedang di rangkul dengan posisi kepalanya yang sedang diijitaki oleh Ragga yang saat itu tengah bertelanjang dada karena kaos singletnya terbakar saat melawan Tamon Rah.

Crooot!!!

Tak ada angin tak ada hujan atau tak ada apapun yang membuat maid Luna tiba-tiba terpental ke belakang dengan hidung yang penuh darah karena sebelumnya darah itu tiba-tiba muncrat dari hidungnya.

"Gleek! Jadi itu kah seme dan uke di kehidupan nyata? " gumamnya dalam hati sambil terus memperhatikan Khanza dan Ragga yang sedang dalam posisi yang bisa menimbulkan kesalaha pahaman seperti ini. Di tambah Khanza dengan pakaian panjangnya yang berantakan dan terbuka di sana-sini terutama di bagian dada dan Ragga yang sama sekali tak memakai pakaian di bagian atas tubuhnya.

"Khanza yang menjadi uke dengan tubuh kecilnya yang lembut dan Ragga yang menjadi seme dengan tubuh raksasanya. Aakh! " timpalnya lagi dengan nada sedikit mendesah sambil menutup hidungnya yang terus mengeluarkan darah hingga akhirnya ia pingsang di tempat karena kehabisan darah.

Sementara Khanza dan kawan-kawan hanya bisa heran dengan tingkah dari maid yang seharusnya membawa mereka kembali ke kota dan kembali melanjutkan candaan mereka.
                                                                               
                                                                (^w^)

Fin


Author Note :
1 : Gadis-gadis berdada rata
3 : Hate Spell Cursed , smartphone sekaligus buku sihir elektronik milik Khanza
5 : Area of Effect , skill yang dapat berdampak pada musuh ataupun teman dalam satu area.
6 : trap, sebutan untuk pria yang memiliki penampilan bahkan bentuk tubuh atau wajah yang terlihat seperti perempuan.
(**) : Khanza mengatakan kalau Oga Nobuhisa adalah seorang maniak, meskipun dia sendiri yang bisa di sebut sebagai maniak karena mengucapkan nama oda nobunaga di akhiri kata -sama
Seme dan uke : tau lah artinya apaan xD, intinya yang" menyerang"  dan "diserang"



17 comments:

  1. Ini seru...
    Walaupun banyak juga terlihat kesalahan teknis yang teraebar cukup banyak.

    -Kurang spasi setelah tanda baca
    -Ada spasi sebelum tanda baca.
    -Kurang spasi, menjadikan dua kata menjadi satu.

    Well, set that aside...
    Ceritanya bagus... Mendetail... Seru... Dan asik bgt dibacanya...

    Minusnya sih lebih ke teknis bbarusan aja... Penggunaan sfx (efek suara) juga kurasa pas...

    Nilai dariku 8/10

    Bun the Bubble

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah ada bun...
      Makasih bun udah mau mampir..

      Mudah2an bunnya gak ooc yah. Hehe

      Delete
  2. Kayaknya partikel ku + kata kerja itu sebaiknya disambung deh, sementara kayak di mana itu dipisah dan dikatakan dll digabung

    "Aku tak tau apa yang dia bicarakan, secara spontan aku segera mengangkat tangan tinggi-tinggi meskipun telapak tanganku tidak terlihat karena terlalu panjangnya lengan pakaian yang kupakai sekarang lalu dan ajaibnya secara serentak orang-orang yang berada di sekitarku juga ikut mengangkat tangannya karena sepertinya mereka juga sama sepertiku tak mengetahui apa yang terjadi saat ini"
    ^rasanya kalimat begini mendingan dijeda deh, pisah jadi beberapa kalimat, begitu juga paragraf selanjutnya, biar ga terlalu banyak 'ide' dalam satu kalimat

    Khanza ini asalnya dari mana ya? Banyaknya referensi pop kultur Jepang kadang bikin saya ngerasa kalo tulisan ini ga akan ramah dibaca awam (sekalipun kamu udah ngasih footnote), untung saya sih biasa aja

    Penutup satu partnya kayanya berkesan komikal ya (kayak pas Khanza ketauan cowok dan ga ada yang ngenalin Vajra), tapi masih agak bikin saya ngernyitin dahi pas baca

    ...ini kenapa tiba" ada Ursario?

    Saya baru sadar kayanya ada pergantian pov, tapi agak terlalu tiba" jadi kurang smooth. Bukannya ini POV1 Khanza Kok tau" jadi POV3?

    Rasanya dalam aksi kebanyakan sekedar nyebut apa yang terjadi secara datar dan jadi ga berasa intensitasnya ya... Contohnya ini:
    "dengan cepat Khanza melafalkan spell yang muncul dalam layar smartphone HSC miliknya.selang beberapa detik spell yang ia ucapkan telah selesai. Muncul 3 angin puting beliung besar dari atas langit yang menerbangkan apa saja yang ia lewati termasuk monster-monster yang saat itu telah menjadi bangkai terkena seranganTamon Rah. Tidak hanya itu, angin puting beliu itu mempebesar api yang berada di jalur putarnya dan dengan cepat angin itu di arahkan ke Tamon Rah. Khanza memang sengaja lari paling belakang untuk mengalihkan perhatian dari Tamon Rah meskipun dia tau, skillnya tak akan begitu berdampak pada Tamon Rah."
    ^ini jadi keliatan hambar menurut saya

    Dan ternyata ga berhenti di sini, kadang deskripsi satu paragrafnya agak kepanjangan dan saya malah susah ngikutinnya, meski mungkin maksudnya pengen ngegambarin banyaknya aksi dalam satu adegan ya. Selain itu meski saya ga ngelarang SFX, di entri ini penggunaannya malah kerasa agak ngeganggu

    Maaf komentar saya jadi full soal teknis..

    Dari saya 6

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Umm well akhirnya ada yang tau juga kelemahan saya di cerita aksi. Saya memang masih kesulitan untuk membuat aksi yang spektakuler.

      Dan lagi-lagi saya suka kebablasan di narasi yang akhirnya jadi paragraf gendut. >_<

      Lagi-lagi itu sulit di minimalisir :'(

      Dan knpa ada ursa karena ragga teriak ursa yg seharusnya urya. Ya niatnya buat lelucon tambahan.


      Khanza itu otaku, mskipun dia turunan norwegia-indo tapi dia lbih suka budaya jepang.
      Makanya suka crossdresser.

      Knpa tiba2 terjadi PoV change? Niatnya sih biar semua karakter kebagian sudut pandang di cerita ini. Jadi bisa fokus ke semua karakter cerita. Ya meskipun pindahnya ga smooth *sigh

      Masalaj ku dan di itu harusnya udah tau teorinya tapi ntah knpa kalo udah ngetik selalu aja ad yg salah penggunaanya. Hah..

      Btw makasih om sam kritikannya terutama di segi teknis ini. (^3^)

      Delete
    2. jangan patah semangat dulu, saya kan cuma koreksi menurut saya pribadi aja

      nilaimu dirata" sekarang masih 8, kalo lolos siapa tau jadi kesempatan buat bikin yang lebih baik dari ini

      selamat berjuang~

      Delete
    3. Hehe, tidak-tidak. Kalo di kritik gitu aja udah frustasi mending gak usah nulis2 lagi. XD

      Iya makasih..
      Semangat

      Delete
  3. cerita dan pertarungan bagus tp banyak narasinya :3

    nilai : 7
    OC: Shizuka Lilith Moselle

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, sankyu udah mau mampir. emm oke, selanjutnya narasi akan sedikit dikurangi porsinya

      Delete
  4. Hai, Khanza, ada apa dengan kelinci :v?

    Saya mau kasih nilai dulu, baru nembak. Maksud saya... jelasin apa saya dapet dari cerita ini.

    Nilai Khanza... bulat 8.

    Hm, saya nggak akan pelit sama nilai, selama saya lihat ke depannya Oc ybs bisa lebih baik. Tapi ada banyak pr di sini, dan semoga bisa dikerjain satu-satu di R1 dan seterusnya.

    Pertama, (hal sepele tapi nggak bisa kita pungkiri kalau unsur ini penting) tentang eyd. Contoh paling banyak di sini kata ganti “ku-” itu harusnya digabung. Terus di beberapa bagian ada yang kurang tanda baca. Contoh: “Rasakan(,)” seru Khanza dan Ragga kompak(.)
    Saran... mungkin habis nulis satu paragraf, bisa dibaca ulang dulu baru continue enter.

    Kedua, (musuh alami tiap penulis) tentang typo. Sebenernya typo ada yang ganggu sama nggak ganggu. Tapi biar ke depannya nggak keulang, sedikit pengingat: di paragraf sebelum terakhir, ada pingsang, yang seharusnya pingsan. Pingsang lucu sih xD

    Ketiga, tentang keseluruhan cerita. Seru. Dimulai dari gerutuan Khanza soal dada :v dan sampai ketemunya party ini juga keren. Device yang namanya Transham juga idenya smart karena selain membantu, ada pesan lain di situ.

    Ada beberapa narasi yang seolah kasih rem.

    Karakter di sini pembagiannya pas lah.

    Adegan battle-nya? Selain penggunaan beberapa sfx yang kurang kena, saya suka. Kebayang.

    Bungkus semuanya... saya suka. Cukup menghibur.

    ^^)~ thanks buat Author Note-nya juga

    Oc : Eophi

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, makasih eophy udah mau mampir dan ngasih saran beserta koreksi yang membantu untuk penulisannya selanjutnya. dan masalah kelinci, err saya hanya sedikit gak suka pada makhluk itu tapi bukan aslinya, lebih tepatnya di animasi rabbi*s in*asion.hehe
      oke,satu paket monster hybrid siap dikirim :3

      Delete
  5. saya sempet bingung sama perpindahan PoVnya. Jadi itu berapa PoV sebenernya? Saya gasuka sfx, tapi saya harus bilang bahwa sfx disini tolerable. Karakternya asik dan secara keseluruhan lumayan asik.

    btw, Bold itu perlu ka? for that matter, penyebutan jurus setiap mau dikeluarkan perlu ka?

    Nilai : 7
    OC : Alayne Fiero

    ReplyDelete
    Replies
    1. yeey, arai komen xD
      err, beberapa bilang gitu sih kalo perpindahan PoVnya agak membingungkan, sebenernya sih awalnya, PoV 1 terus pas mau adegan battle baru PoV 3, biar semua kebagian porsinya gitu.
      emm baiklah-baiklah, masalah sfx hanya tak pikir sedikit berguna, untuk membuild suasana . ya meskipun fail *garuk pipi
      err ya gak gitu perlu sih, makanya di beberapa jurus karakter lain gak tak sebutin kan. cuma di khanza dan ragga, kalo khanza karena dia penyihir makanya sambil lafalin spell diakhiri dengan penyebutan jurus. hehe

      umm, kebiasaan pake bold. entahlah, perlu atau tidaknya. btw sankyu udah mau mampir

      Delete
  6. Kesan pertama saya baca entry ini yaitu ... banyak grammatical error. Oke, persetan dulu, kita tilik hal lain.

    Aduh, gaya bahasanya masih belum ngalir. Apalagi ditambah salah ketik dan EYD yang gak sesuai. Huwaa ... saya kadang bingung sama narasinya. Biasanya saya baca entry sekali baca satu paragraf langsung ngerti ini maksudnya, tapi ini saya seringnya baca berkali2, di banyak bagian.

    Terus perpindahan POV-nya kurang mulus. Dan penggunaan efek suara bikin saya drop baca di beberapa kesempatan.Terus kok banyak istilah asing ya? Emang ada footnote, tp masa iya saya harus balik2 terus ke bawah cuma buat tau istilah asing--apalagi ada yang pakek tautan? Kenapa gak pake istilah awam sahaja?

    Ah, sekian dulu komennya. Maaf kalo singkat2 begini.

    Ahran nitip 8 buat Khanza.

    ReplyDelete
  7. Hmm, ini cerita standar ala komik shonen kalau menurut saya.

    Menarik, enjoy, dan mengalir. Semuanya sudah pas, terlepas dari kesalahan teknis yang ada.

    Yang saya sayangkan sih kurangnya penulis untuk melakukan twist yang menggigit. Padahal saya rasa sudah mampu untuk melakukan pembengkokan cerita yang baik (seperti Ragga yang tidak sengaja menghirup Dirty Blow Khansa), saya pribadi sih hal-hal yang seperti itu bisa ditingkatkan satu tingkat lebih "jahat". Tapi bukan berarti perusakan karakter harus membuat karakter tersebut mati kok, karakter mati kalau eksekusinya gak bagus juga kan malah jadi sia-sia :x

    So 7/10 dari saya. Good luck!

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
  8. Hai Khanza.. Aku main disini ya..

    Hmm.. banyak masalah teknis disini. beberapa kata gak sempurna dan masih banyak paragraf gemuk disini. Perpindahan PoV nya kurang lancar menurutku.

    Lalu, pada footnote.. Kalau boleh ngasih komentar sebenernya gak begitu perlu sih. Toh pembaca uda banyak yang tahu apa maksudmu. Berikan catatan kaki buat poin-poin yang kamu rasa asing banget buat pembaca.. Mungkin soal ponsel itu saja yang menurutku pas buat dijelaskan lewat catatan kaki.

    Segitu saja ya.. Soal cerita sih gak begitu kupermasalahkan walau ada beberapa punch yang miss..

    Scorenya.. 7/10.. Karena kamu cantik.. aku tambah 1.. jadi 8..

    Nanti main ke kamarku ya!

    -Fath`a Lir

    ReplyDelete
  9. Interaksi Khanza ma Ragga di awal kerasa kurang natural. Aku paham si mereka mau dibuat duo idiot-tsundere, tapi rasa-rasanya reaksi Khanza terlalu lebay untuk sikap Ragga yang ga bisa dikatakan terlalu idiot juga. Tapi pas mereka jadi yaoi-pair di akhir bole juga si. #malah ngomentari yaoinya

    Secara teknik penulisan, plot dan alur aku kurang lebih sependapat ma yang di atas-atas. Narasinya masi kurang ngalir. Kalau soal plot, kurasa emang ga bisa dikatakan apa-apa lagi ya karena emang itu standar yang dikasihkan sama tamon ruu. Tapi adegan pertarungannya sendiri lumayan berwarna dengan jurus-jurusnya.

    Nilai : 7

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  10. Masalah teknis sudah tak perlu saya bahas.

    Masalah dengan PoV juga sepertinya tak usah.

    Narasi juga sudah dibahas sama yang lain...

    Satu-satunya yang tersisa hanya bagian pertarungannya, tapi bagian ini juga sudah tak perlu, karena kau sudah bilang masih lemah soal penulisan penuh aksi.

    Saya sedikit saran saja deh.

    1. Ada baiknya kalau semua hal yang berkaitan dengan pop culture Jepang atau istilah game kau ganti saja, kasihan bagi yang tidak mengerti. Lalu kalau harus lirik footnote, itu letaknya terlalu jauh di bawah, kenyamanan membaca pun bisa terganggu.

    Saya yakin kau masih bisa menarasikannya dengan baik walau diganti.

    2. Untuk bagian narasinya, kau cukup sering menggunakan efek suara yang disusul oleh narasi. Saranku gunakan salah satunya saja, bagiku agak aneh ada efek suara yang disusul narasi penjelasan.

    Tapi sudahlah, kalau kau bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan teknis yang sudah disebutkan para komentator sebelum saya, ini bisa jadi cerita yang cukup menarik.

    Nilai 7

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete