13.5.15

[PRELIMINARY] LO DMUN FAYLIM - KEHAMPAAN AKASH: PELARIAN

[Preliminary] Lo Dmun Faylim - Kehampaan Akash: Pelarian
Penulis: Jfudo 

Zaaaash!!

Hujan. Toko-toko tutup. Daerah perkampungan yang biasanya ramai kini sepi. Hanya terdengar guyur presipitasi air membasahi atap jerami, rumah kayu, dan jalan tanah. Langit siang hari yang wajarnya panas ini, menjadi dingin.

Tap…
Tap…
Splash!
Tap…

Samar-samar terdengar suara tapak bercampur percik. Pelan berjalan meski sedang di tengah hujan. Si pemilik langkah pun berhenti, diam di bawah rintik. Jubah yang menutupinya kuyup. Dia mendongak, melihat  langit yang biasanya terik. Wajah putihnya yang ditutupi kacamata goggle pun ikut terbasahi, tak kuasa melawan anugerah Tuhan.

Tik…
Tik…

Frekuensi air yang jatuh perlahan mengecil. Adstrum – pusat tata surya Arva – mulai terlihat, seolah hendak mengintip ke bawah sana. Awan pun berarak menyingkir, mempersilahkan sang cahaya menghangatkan segenap penginjak bumi Arva. Bau unik tempaan air hujan dan tanah basah tercium, memanjakan indra.

Tudung dari jubah coklat yang dari tadi menutupi, disingkap olehnya ke belakang. Kacamata goggle yang dipakainya juga dilepas dan dikalungkan ke lehernya.


Langkah itu kemudian melanjutkan ritmenya.

Laki-laki muda dengan rambut putih itu melihati sekeliling. Sunyi. Terlalu sunyi. Seolah semua orang di kampung pergi entah ke mana. Mendadak angin berhembus agak kencang. Sebuah rumah dengan pintu kayu tidak jauh dari posisi berdiri laki-laki itu terbuka oleh angin seakan menjawab kebingungannya.

Kosong.

Rumah itu kosong!

Bum!

Semua terjadi begitu singkat. Suara ledakan yang diikuti desing tembakan berturut-turut memecah keheningan. Beruntung, laki-laki itu bereaksi cukup cepat. Di waktu yang sebentar tadi dia berhasil menghindari ledakan dari granat yang dilempar tidak jauh darinya. Dia kemudian berlari menjauhi sumber tembakan, sambil berusaha menghindari peluru-peluru yang berterbangan.

"Buronan Lo Dmun Faylim! Menyerahlah sekarang sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan!" terdengar suara teriakan dari sebuah megafon.

"Seluruh isi perkampungan ini sudah diungsikan, kami tidak akan segan untuk meratakan wilayah ini bersamamu jika kau melawan!"

Yang dipanggil tak acuh.

Lo Dmun terus berlari menjauhi sumber suara.

"Luncurkan serangan! Pleton B, hadang!" teriak seorang pria yang sepertinya adalah Sang Komandan.

Pasukan yang dipanggil muncul dari depan, menghalangi lari Lo Dmun. Tanpa gentar, Lo Dmun tetap berlari ke depan. Delapan sampai sembilan orang prajurit yang berpakaian sama – rompi dan helm tentara warna coklat kehijauan – mengarahkan moncong senapan dan pistolnya ke arah Lo Dmun sambil mendekatinya, siap untuk menembak. Lo Dmun menoleh ke belakang, belasan pasukan berperisai bentuk persegi panjang bergerak maju menghalangi arah jalannya untuk kembali, mengepungnya.

Dor!

Rattatatatatat!!

Suara pistol ditembakkan, ratusan peluru berikutnya tak menunggu untuk menyusul. Tapi nihil! Seluruh serangan mereka tidak mengenai apapun, hanya tanah. Entah bagaimana, Lo Dmun menghilang! Lenyap. Tak berbekas.

"Hati-hati! Kalian semua tahu kekuatannya kan?!" Si Komandan mencoba mengingatkan. "Dia pasti ada di dalam tanah!"

Sekejap kemudian tiba-tiba salah seorang prajurit berteriak. Kakinya terperangkap, terperosok dalam tanah! Belum habis rasa terkejut mereka, prajurit yang tadi ada di depan Lo Dmun seluruhnya berjatuhan satu per satu. Anehnya, semua prajurit yang terjatuh sebagian tubuhnya tertanam dalam tanah, seolah dikubur secepat kilat.

"Cih, bocah itu melakukannya lagi.

"Pleton A, ikuti saya!"

Si Komandan bergerak maju. Pleton A – pasukan berperisai tadi – mengikuti.

"Lo Dmun Faylim! Semakin kau melawan, Tuan Putri akan semakin menginginkanmu! Kau sudah jadi buronan Negara! Menyerahlah!"

Tetap tidak ada jawaban.

Sang Komandan lalu memberi isyarat pada lima anggota prajuritnya untuk bergerak duluan ke depan untuk melihat keadaan, mendekati pleton B. Mereka perlahan ke depan, melihat sekeliling, meyakinkan diri bahwa mereka sanggup melawan hanya satu orang pelarian militer. Hingga tanpa disadari…

Lo Dmun muncul dari dalam tanah!

Lo Dmun lompat dan mendorong salah satu prajurit pleton A yang maju dengan tangan kirinya sampai dia bisa menaiki prajurit itu di atas perisainya. Sedetik berikutnya, muncul lubang di perisai yang dibawa prajurit itu. Memanfaatkan hal tersebut, Lo Dmun melempar granat melalui lubang itu.

"…solvo."

Bum!

Lo Dmun melompat salto ke belakang bersamaan dengan suara ledakan. Prajurit tadi tergeletak pingsan. Lo Dmun lalu mendarat dengan tangan terlebih dahulu.

"Whack-a-mole. Quartet!"

Belum sempat yang lain merespon, dalam sekejap muncul lubang dari bawah empat prajurit pleton A tadiMereka terperosok jatuh ke dalam lubang sedalam dua meter.

"Tanpa jubahnya, dia hanya mengenakan celana pendek dan kaos sementara kalian berseragam lengkap! Masa kalian tidak bisa mengalahkannya!? Bahkan rompinya tidak anti peluru!

"Lempar granat!"

Sang Komandan memberikan perintah. Pleton A yang tersisa maju dan meluncurkan tiga buah granat. Lo Dmun dengan cepat menghindar ke arah pleton B.

Bum!

Dor! Dor!

Rattatatatat!!

Pleton B menembak. Sebagian besar mereka masih bisa melakukannya karena tangannya masih bebas, tidak tertanam dalam tanah. Lo Dmun dengan sigap menghindari seluruh serangan dengan bergerak zigzag. Dia lalu kembali terjun ke bawah tanah dan menutup jalan untuk masuk ke dalam lubang yang dibuatnya.

Seluruh pasukan memasang posisi siaga.

Sedetik kemudian ada gerakan yang muncul dari dalam tanah, arah jam 1 pleton A. Tembakan bertubi-tubi diluncurkan.

Kosong.

Ternyata itu hanya jubah coklat Lo Dmun yang diberi pemberat batu.

Dari sisi yang berlawanan – arah jam 10 – Lo Dmun seketika muncul dan melempar pisau yang telah diikat tali ke salah satu rumah yang ada di sebelah kanan pleton A, tepatnya arah jam 3.

Pisau menancap dalam.

Sekejap berikutnya Lo Dmun berlari ke arah yang berlawanan dari tempat pisau menuju sebelah kiri sambil tetap menggenggam ujung tali yang lain sehingga tali itu membentang di depan – hampir sejajar dengan dada – para prajurit.

"Trypho Bias."

Lo Dmun membungkuk dan membuat banyak lubang kecil di bawah pasukan itu, terutama di kaki-kaki mereka. Para prajurit segera kehilangan keseimbangan karena perubahan posisi pijakan yang tidak terduga.

Lo Dmun lalu melompat dan mendorong prajurit itu tepat di sekitar dagu dan leher mereka dengan tali yang terhubung dengan pisau tadi. Tali itu kemudian diarahkan membelok ke bawah, sehingga jalur tali tadi membentuk parabola. Hal ini mengakibatkan seluruh pasukan makin sulit menyeimbangkan diri dan terjatuh ke belakang. Ketika mendarat, Lo Dmun membuat lubang tepat di posisi di mana kepala prajurit-prajurit itu akan sampai di tanah.

"…solvo."

Baff!

Lubang itu tertutup tepat setelah kata 'solvo' diucapkannya. Seluruh bagian kepala sampai pundak prajurit pleton A terbenam dalam tanah sementara tubuh mereka dalam posisi kayang.

Melihat pasukannya tidak bisa bergerak, Sang Komandan tercengang. Dia lalu merogoh pinggangnya, mengambil sebuah walkie-talkie.

"Tim pendukung, ular kobra. Tim lain, siaga satu."

Dsing!

Tembakan jarak jauh!

Peluru itu mengenai Lo Dmun tepat di lengan kirinya. Kaos hitam polos yang dikenakannya berlubang. Tembakan berikutnya datang bertubi-tubi.

Bum!

Sebuah kendaraan berbentuk seperti tank dengan warna hijau gelap menembakkan misil. Ya, semua itu hanya untuk satu orang buronan. Lo Dmun tidak punya pilihan lain selain lari sembunyi ke dalam salah satu gubuk yang ada di sana.

"Dengan kendaraan sebesar ini yang sanggup meledakkan seluruh kota, terlalu berisiko baginya untuk sembunyi dalam lubang. Aku akan bisa menangkapnya." Sang Komandan tersenyum licik.

Lo Dmun bernafas cepat. Darah mengalir dari lukanya. Hal yang bisa dia lakukan hanya menghentikan pendarahan sementara dengan mengikatkan sobekan pakaiannya ke lengan kiri. Dalam kondisi seperti ini, Lo Dmun akan kesulitan untuk kabur. Tapi sesuatu terjadi….

Gelap.

Perlahan, semuanya menggelap.

Seolah malam, langit tidak bisa melihat sumber cahayanya.

Seluruh prajurit terdiam, terkesima.

Gerhana.

Adstrum yang megah tertutupi oleh Akash – salah satu satelit planet Arva.

Saat Lo Dmun kebingungan karena dirinya dikepung ditambah terjadinya fenomena alam yang tak terduga itu, muncul sebuah bola bercahaya dari atap gubuk tersebut, turun perlahan-lahan. Lo Dmun, masih terengah, mencoba berdiri sambil memegangi lengan kirinya yang kesakitan. Bola cahaya itu perlahan-lahan merubah bentuknya, dari bola menjadi sebuah persegi. Ada sebuah tulisan di sana. Sebuah surat. Setengah tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan mata, Lo Dmun membacanya.



Alforea menantimu, maka raih cahaya ini dan berkunjunglah….



Lo Dmun kebingungan. Sulit baginya untuk memahami, lebih-lebih mempercayai, apa yang dialaminya saat itu. Namun melihat ini sebagai satu-satunya kesempatan untuk pergi dari sana, dia mengikuti instruksi surat itu.

Zapp!

Sekejap setelah Lo Dmun menyentuhnya, muncul ledakan cahaya yang besar!

Tidak merusak, tapi membutakan.

Seluruh pasukan yang ada di luar terkejut. Mereka tidak terkena efek apa-apa karena ledakan itu terjadi dalam gubuk, tertutupi oleh dinding. Ledakan cahaya tidak berpengaruh karena hanya sedikit yang terlihat dari celah-celah kayu gubuk.

"Serbu gubuk itu! Sebisa mungkin kita tangkap dia hidup-hidup!" perintah Komandan, menyadari ada hal aneh yang terjadi di dalam sana.

Seluruh pasukan dalam posisi mengepung. Sang Komandan lalu mendobrak pintu.

Brak!

Mereka masuk.

Nihil.

Lo Dmun menghilang entah ke mana.

"Sial!" gerutu Si Komandan. "Kalian semua cari Lo Dmun! Dia seharusnya belum jauh dari sini. Sampaikan pada semuanya, kode elang!"

Seluruh pasukan menyebar. Ada yang segera keluar mencari di perkampungan dan sekitarnya, ada pula yang menggunakan kacamata suhu untuk mencari jejak pergerakan Lo Dmun di bawah tanah. Semua terlihat sibuk.

Tidak jauh dari situ di sebuah bukit, seorang pria berambut biru sedang duduk memperhatikan para prajurit yang sibuk di bawah sana dengan satu kaki di atas mobil sport merah tak beratap miliknya. Dia tersenyum, kemudian tertawa kecil. Pria berkemeja putih lengan panjang dengan garis-garis biru tipis vertikal lengkap dengan vest hitam itu kemudian berdiri dan membetulkan ikatan dasi birunya.

"Lo Dmun. Lo Dmun. Lo Dmun. Kalau begitu berarti seharusnya Si Solum dipanggil Zo Dmun, kan?" kata pria itu pada dirinya sendiri sembari tersenyum sampai gigi putihnya tampak.

===

"Ugh…."

'Di mana aku?' pikir Lo Dmun.

Kebingungan, dia melihat ke sekitar. Ramai. Beberapa bahkan terlihat sedang bertengkar.

Saat ini dia sedang berada di sebuah halaman yang berlokasi di depan sebuah kastil megah. Dia bisa melihat dua sosok – seorang wanita dan seorang pria – di kastil itu beranjak pergi dari balkon.

Di tempat itu sendiri terdapat bermacam-macam makhluk. Selain manusia, dia bisa melihat sebuah pohon yang bergerak seperti sedang berjalan, sesosok mirip kurcaci tapi gemuk dan bulat, dan bahkan ada juga makhluk yang seperti jelly hijau menjijikkan. Tapi dari seluruh keanehan itu, yang paling mencolok adalah gadis-gadis pelayan – dengan pakaian dan wajah serupa – berjalan-jalan di lapangan, membaur dalam keramaian.

"Hai!"

Dilihatnya sumber suara. Seorang pria jangkung berkacamata dengan sebuah ikat kepala merah di dahi tersenyum lebar padanya. Pria itu tidak kurus dan juga tidak gemukbahkan terlihat atletis. Sayangnya kemeja kotak-kotak warna merah yang dikenakannya membuatnya terlihat lebih kurus dari semestinya.

Lo Dmun berusaha bangkit. Tapi pemilik suara tadi menahannya.

"Diamlah. Clara sedang mengobatimu."

Lo Dmun menoleh ke arah yang empunya nama, sedang berlutut di sebelah kirinya. Seorang gadis kecil yang cantik tengah melakukan operasi kecil di lengannya yang tertembak.

"Biru…." lirih Lo Dmun melihat warna rambut Clara. Rok dan blouse yang dikenakannya juga senada, memberikan kesan damai bagi yang melihatnya. Syal truffle warna kuning mengalungi lehernya dengan serasi.

"Berterimakasihlah padanya. Awalnya aku tidak setuju, tapi dia memaksa untuk mengobatimu." Lanjut Adhy.

Wajah Clara terlihat sedikit memerah, malu karena dilihati Lo Dmun. Sambil menunduk, Clara meneruskan operasinya.

"Maaf aku belum memperkenalkan diri. Namaku Adhyasta Dartono Gaspard. Biasanya orang memanggilku Adhy, tapi ada juga yang memanggil Tono. Gadis kecil ini bernama Clara. Clara Mermaida. Salam kenal." kata pria jangkung tadi sembari berjongkok dan mengulurkan tangan. Pria itu tersenyum lebar ketika Lo Dmun menyambut uluran tangan itu.

"Lo Dmun Faylim." balasnya, "Di mana kita?"

"Ki-kita di Alforea, kak Lo Dmun." bisik Clara gugup.

"Lo Dmun Faylim? Susah sekali disebut. Kupanggil Lodmun saja bagaimana? Eh jangan, mending Lodun deh. Kau sebaiknya memanggilnya Lodun juga, Clara." Adhy berbicara panjang lebar, Clara hanya mengangguk kecil.

"Tuan Gaspard." lanjut Lo Dmun yang sekarang dipanggil Lodun, "Bisa jelaskan apa itu Alforea?"

"Aku juga tidak tahu, Kawan." Adhy menghela nafas sebelum melanjutkan, "Aku hanya menjawab e-mail yang mungkin isinya sama dengan yang kalian dapatkan sebelum kemari."

"E-mail?" Lodun tak mengerti.

"Sudah kak." Clara berbicara lirih sembari berdiri membetulkan posisi syal muffler di lehernya yang sedikit menutupi mukanya.

"Terima kasih." Lodun tersenyum kecilClara lalu kabur dan sembunyi ke belakang Adhy. Malu.

"Tiap dua atau tiga jam sebaiknya perban di lengan kiri kakak diganti." Clara berkata lirih, tapi masih terdengar oleh Lodun. Terlihat Adhy sedang menulis sesuatu di jurnalnya.

"Haha, berarti kau lebih baik bergabung dengan kami, Lod. Clara bisa mengobatimu selagi kita menjalankan misi." tambah Adhy sambil menutup jurnalnya.

"Misi?"

Selagi Lodun menampakkan raut muka bingung, seseorang menghampiri mereka dengan kedua tangannya menyentuh siku.

"Dyna! Ke mana saja kamu tadi? Tahukah kamu kita sudah menemukan tambahan anggota untuk tim?" Adhy berkata pada yang dipanggilnya Dyna.

"Hahh…." Dyna menghela nafas, agak kecewa. "Padahal aku berkeliling ingin menemukan pria tampan atau wanita cantik untuk dijadikan bagian dari koleksi… eh, maksudku tim kita." Lanjutnya seraya tangan kanannya beralih menyentuh pipi, sedikit mendorong kepalanya sehingga miring.

Lodun melihat sosok Dyna. Topi fedora warna coklat miliknya agak kontras dengan warna rambutnya – ungu. Meski begitu, baju setelan kancing dobel yang dikenakannya  terlihat serasi menutupi kemeja hitam berpita tali merah.

"Lod, Dyna. Dyna, Lodun." Kata Adhy memperkenalkan mereka berdua.

"Ah, tapi kamu cukup tampan juga." Dyna tersenyum ke arah Lodun, "Dyna Might. Kamu boleh memanggilku Dyna." Suara Dyna yang agak berat tapi kemayu disertai parasnya yang putih nan cantik, membuat Lodun kebingungan dia sedang berbicara pada pria atau wanita.

Lodun kemudian mencoba berdiri. Diamatinya sekeliling mereka, halaman tersebut sekarang sepi. Beberapa orang – dan makhluk – yang dilihatnya tadi sudah tidak ada di situ. Begitu pun gadis-gadis pelayan tadi, tidak sebanyak yang Lodun saksikan di awal.

"Nih." kata Adhy seraya melemparkan sebuah rompi padanya, "Milikmu. Tadi kulepas karena kamu sedang diobati. Kelihatannya mahal, aku jadi penasaran harganya, hehe."

"Lalu?" Lodun mengenakan rompinya kembali sambil bertanya, "Misi apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Mungkin sebaiknya kita beranjak ke lokasi dulu. Lihat, si cantik ini sudah menunggu kita." Dyna menunjuk seorang gadis muda yang berdiri di dekat mereka. Gadis ini berpakaian seperti pelayan kerajaan lainnya.

"Siapa namamu, Cantik?" kata Dyna mendekati gadis itu dandengan kedua tangandiraihnya tangan kanan pelayan manis itu.

"Diam."

"Maaf?"

"Diam. Namaku."

Diam hanya menatap kosong ke depan, sama sekali tidak melihat Dyna. Wajahnya yang tanpa ekspresi membuat Dyna tidak tahu harus menanggapinya bagaimana.

"Siap? Berangkat?"

Lodun yang tidak tahu apa-apa hanya memandang ketiga teman barunya. Adhy yang terlihat penuh percaya diri, Clara yang masih malu-malu sembunyi di balik punggung Adhy, dan Dyna yang tenang, tampak misterius.

"Lod, semuanya akan kujelaskan nanti." kata Adhy, "Kami siap, Diam."

"Executing Loinnir.exe…."

Zapp!

===

Sebentar kemudian, Lodun dan tim telah berada di atas bukit bebatuan. Tidak terlalu tinggi tapi cukup untuk menyaksikan gurun gersang yang ratusan meter luasnya, terpampang seolah tanpa batas.

Lodun masih ingat betul, beberapa detik yang lalu mereka masih berada di halaman kastil yang megah itu, terang karena siang. Sekarang? Gelap.

Di atas sana bulan dan bintang tampak berkilauan, indah bersatu seiring tebaran awan, memamerkan lukisan pada kanvas hitam yang terpampang.

Clara berbinar-binar melihat keindahan alam tersebut. Kornea birunya membelalak kagum, tak berkedip. Dyna hanya diam. Adhy sibuk mencatat sesuatu di jurnalnya sebagai tanggapan atas rasa herannya akan fenomena pindah lokasi sekejap yang baru saja terjadi. Lodun, berbeda dengan yang lain, sedang melihati Diam seperti hendak menanyakan sesuatu. Rasa penasaran menyelimutinya.

"Tuan, Nona, ikuti Diam."

Diam berjalan ke sisi lain bukit batu tersebut tanpa menunggu jawaban tim. Lodun dan kawan-kawan hanya berpandangan sebelum kemudian mengikuti arah jalan Diam.

Klang! Diessh! Buagg!

Samar-samar mulai terdengar suara-suara ribut. Dentuman, hantaman, dan dencangan bergema di tengah hening malam. Hal yang terlihat kemudian mengejutkan keempat orang itu.

Sekelompok prajurit perang yang berpakaian ala kesatria klasik Eropa terlihat tengah berseteru dengan berbagai makhluk yang normalnya hanya muncul dalam mitos, mulai dari yang seukuran jari sampai yang setinggi bukit. Para prajurit perang itu kalah jumlah. Ratusan melawan ribuan.

Clara terlihat merinding, agak ketakutan. Adhy hanya diam terpaku dengan mulut sedikit menganga saat melihat peperangan tak masuk akal itu. Dyna sedikit tersenyum, entah apa yang ada di pikirannya saat itu. Lodun – masih kebingungan – hanya berdiri di sana dengan raut muka tak percaya.

"Misi Tuan, Nona, membantu pasukan kerajaan. Perangi monster, menangkan pertempuran. Monster habis, tim menang." Diam berbicara dengan nada yang tak berubah. Datar. Ekspresinya yang kosong menambah keanehan yang ada.

"Pertanyaan?" tambahnya.

"Apa seluruh maid yang dimiliki kerajaan berbicara dan bertindak sepertimu?" Dyna penasaran.

"Ditolak. Tidak relevan." jawab Diam, tak menyadari Dyna yang menutupi wajah putihnya dengan tangan, setengah kecewa.

"Diingatkan, pemenang Battle of Realms akan mendapatkan apapun yang diinginkannya. Misi selesai, Diam menjemput. Tidak ada pertanyaan. Diam pergi."

"T-tunggu! Bagaimana kami bisa…"

Zapp!

Tanpa diduga, tubuh Diam bersinar terang sehingga membuat Lodun dan tim menutupi matanya dengan tangan. Silau. Sesaat setelahnya Diam menghilang tanpa jejak. Lodun tertegun sementara Adhy kesal pertanyaannya terpotong.

"Apapun...?" tanya Lodun.

"Yap, apapun." Adhy menepuk pundak Lodun.

"Kamu melewatkan semua penjelasan tadi karena kamu sampai kemari dalam keadaan pingsan.

"Yah, intinya kalau kamu ingin kemewahan, gadis cantik, dan tahta, kamu bisa mendapatkannya. Apa saja yang kamu inginkan, Kawan." Adhy menjelaskan panjang lebar dengan tersenyum lebar, tapi sesaat kemudian ekspresinya berganti, "Sayangnya yang kuinginkan hanyalah kembalinya seseorang."

Adhy mengepalkan tangannya keras, terlihat amarah dan kesedihan bercampur di sana. Sayang, Lodun tidak melihatnya, atau hanya sekedar tidak peduli, entahlah.

Lodun menerawang jauh ke arah peperangan yang masih berlanjut. Teringat akan memori ketika dia masih di militer. Dia saat itu hanya memikirkan satu hal. Pulang. Pulang dan berharap Tuan Putri bisa memaafkannya.

"K-kak Lodun, kak Adhy, kak Dyna, bagaimana ini?" tanya Clara terlihat gugup. Dia membuyarkan Lodun dari lamunannya.

"Saatnya berperang." Adhy meninju telapak tangan kirinya dengan tangan kanan, bersemangat. "Tapi sebelumnya, biarkan aku mendengarkan apa kemampuan kalian."

===

Bum! Bum! Bum!

Lodun berlarian sambil meninggalkan granat di jalurnyamembuka jalan bagi pasukan kerajaan. Dia melakukannya sambil menghindari serangan-serangan buas dari berbagai makhluk yang dilewatinya. Kacamata goggle miliknya membantu menghalangi pasir yang mengganggu penglihatan.

Di bawah, serangan goblin – makhluk hijau cebol buruk rupa dengan hidung dan telinga runcing – berusaha menyerang Lodun berkali-kali, beberapa bahkan menggunakan tombak dan pedang yang dirampas dari pasukan kerajaan. Di atas, gerombolan harpy – wanita berlengan sayap dan berkaki cakar elang – menukik-nukik menyerang yang dilihatnya. Pasukan perang kerajaan banyak yang jadi korban taring dan kuku makhluk buas ini.

Satu di antara gerombolan harpy tersebut tiba-tiba menukik ke arah Lodun. Lodun melompat ke muka salah satu goblin dan menginjaknya, menggunakan momentumnya untuk melompat lebih tinggi dan terbang menantang harpy tersebut.

Jlebb!

Lodun berhasil menusuk bagian belakang kepala harpy tersebut dengan pisau. Kesakitan, harpy itu terbang tak beraturan. Lodun mempertahankan posisinya agar tidak jatuh. Namun tak jauh dari sana, sesosok minotaur – raksasa kerbau humanoid setinggi empat meter – tiba-tiba menghantamkan gadanya ke Lodun yang masih berada di punggung Harpy. Lodun sempat melihat ke atas sebelum…

Duakk!

Harpy itu jatuh ke tanah.

Tunggu… Lodun tidak ada di sana!?

Minotaur tersebut bingung dan mencoba memperhatikan gada yang digenggamnya. Dia hanya menemukan sebuah lubang yang menembusnya. Lubang kecil tapi cukup bagi seorang manusia untuk melewatinya.

---

"Lo Dmun Faylim. 16 tahun.

"Kekuatanku adalah membuat lubang dengan kedalaman maksimal 2,5 meter dan radius tiga meter selama masih berjarak lima meter dari titik sentuhku. Tiap sentuhan, aku bisa membuat lebih dari satu lubang selama total kedalaman dan radius tidak lebih dari batasan maksimal. Aku juga bisa menutupnya kembali dalam sekejap."

"Kekuatanmu sangat menarik. Selain itu?" Adhy terlihat mencatat semua yang dikatakan Lodun.

"Aku bisa merasakan dengan sentuhanku apa saja yang ada dalam jangkauan kekuatanku. Aku juga membawa berbagai jenis peledak. Misalnya granat, dinamit, ranjau...,"

"Ada lagi kemampuanmu yang bisa kucatat, Lod?" potong Adhy.

"Hm...,"

Lodun sedikit tersenyum.

"Kreativitas."

---

"GRAAAHHH!!"

Minotaur itu meraung-raung. Lodun menusuk mata kanannya setelah tadi berhasil menghindari hantaman gada dari makhluk buas tersebut. Kemudian dia melompat ke tanduk kirinya untuk mengikatkan tali pada tanduk tersebut, lalu terjun ke bawah.

Minotaur itu meronta-ronta kesakitan, menutupi matanya dengan kedua tangan. Gada yang dipegangnya tadi dibiarkan jatuh begitu saja. Dia berjalan mundur-mundur ke belakang. Masih memegang tali, Lodun kemudian merunduk menyentuh tanah. Sebuah lubang yang tak terlalu dalam muncul pada pijakan monster kerbau besar itu, membuat keseimbangannya goyah. Dengan sedikit tarikan tali Lodun, minotaur tersebut jatuh berdebum.

Tidak jauh dari situ, Clara terlihat melarikan diri dari sesuatu. Raut wajahnya panik, ketakutan. Bagaimana tidak, seekor naga mengejarnya! Api menyembur-nyembur dari mulut naga itu, tak beraturan.

Peri-peri kecil bersinar-sinar di sekitar Clara, mengeluarkan suara ramai yang mengganggunya. Mereka beterbangan menutupi pandangannya ke depan. Clara berusaha mengusir mereka dengan mengayunkan kedua tangannya ke depan. Peri-peri itu kemudian kabur entah ke mana.

Dumm!

Tiba-tiba sesosok golem – makhluk batu setinggi dua meter – muncul menghalangi jalannya. Clara terkejut sehingga tertabrak kakinya. Mata birunya yang indah berkaca-kaca seperti hendak menangis. Di belakang naga, di depan golem. Dia berlari panik ke samping, ke arah salah seorang prajurit perang dan mendorongnya jatuh.

Clara – dengan memaksa – meminumkan cairan dalam botol yang dibawanya ke mulut prajurit tersebut. Botol itu segera diambil kembali agar tidak semua habis ditenggak. Clara kemudian berjongkok dan menyatukan genggaman tangannya di depan mulutnya, bersenandung.

Wahai kesatria lindungi jiwa~
Lihat aku dan pandang penguasa~
Dendam kini merasuk raga~
Lampiaskan pada penyerang Hamba~

"ORRRRAAAA!!"

---

"C-clara Mermaida. 10 tahun." Clara memutar-mutar jari di depan rok birunya, gugup.

"A-aku herbalist. Aku mampu melakukan operasi darurat di mana pun dan kapan pun. Tubuhku juga punya kekebalan shiri. Serangan sihir bisa dinetralkan dan diserap olehku. Syal muffler milikku terbuat dari bahan tertentu, bisa menangkis serangan fisik dan bisa juga menghisap sihir."

"Clara, jika kamu herbalist, apa kamu punya semacam racun?" tanya Dyna.

Clara mengangguk, "Sejenis obat penidur yang sangat kuat efeknyaAda juga obat yang bisa menambah energi yang jika diminum bisa menambah kekuatan sampai berkali-kali lipat selama sejam. Tapi untukku cuma berfungsi satu menit." Jelas Clara sambil menunjukkan botol-botol yang dimaksud.

"Basically, rumble ball."

"Oi, lisensi!"

"Aku tertarik dengan suaramu. Aku, entah kenapa, bisa merasakan semacam sihir di sana." kata Adhy. Tangannya tidak bisa lepas dari pensil dan jurnal.

"Kak Adhy luar biasa." Kata Clara takjub, "Iya kak. Ketika aku bernyanyi, aku bisa mengendalikan persepsi dan ingatan pendengarnya. Dengan kata lain, aku bisa mempengaruhi orang agar dia mengikuti mauku. Tapi kak...,"

Adhy berhenti menulis, dia mengalihkan pandangannya ke Clara.

"…aku tidak suka bertempur."

---

Clara memejamkan mata, melantunkan irama-irama pembius jiwa. Sebagian anggota pasukan yang berada di dekat sana terpengaruh, mengelilingi Clara seolah siap melindunginya sepenuh hati. Sementara prajurit yang diberi obat tadi mengamuk-amuk, menerjang golem dan menghalau naga, mengajak keduanya bertempur. Golem memukulkan tangannya ke bawah. Prajurit tersebut menghadang dengan pedang di tangannya.
                                              
Klaaang!!

Suara benturan sisi pedang dan kepalan tangan golem beradu, kencang sekali memekakkan telinga. Pedang tadi sampai bengkok.

Prajurit-prajurit itu menyerang semua monster yang mendatangi Clara, melindunginya. Makhluk-makhluk pendek mirip kelelawar dengan tangan dan kaki bercakar ditambah buntut tipis berujung runcing seperti panah – demon – juga maju menyerangi dan menyerbu Clara dari berbagai arah – termasuk dari atas. Tapi prajurit-prajurit itu tak gentar, mereka tetap melindungi Clara dengan semua yang mereka miliki karena pengaruh suaranya.

"Haha, kekuatan yang menarik." Dyna berkomentar, "Biar kubantu."

Dyna merebut pedang dari salah seorang prajurit di sana. Kemudian dia menyerbu, menerjang naga yang tengah bertempur bersama golem melawan seorang prajurit kerajaan. Tebasan dan pukulan yang diluncurkan Dyna sungguh indah, seolah menari-nari. Tanpa kekuatan pun, keahlian bela diri Dyna bisa mengimbangi, atau bahkan mengungguli, para prajurit yang ada di sana.

Naga tersebut lalu terbang ke atas, kewalahan bertempur di darat.

"Prajurit A, bantu aku!" teriaknya.

Yang dipanggil terkejut karena kemudian Dyna seketika melompat ke arahnya. Dengan bantuan tenaga yang didapatnya dari obat Clara, dia menerima pijakan Dyna menggunakan lengan bawah dan melontarkan dia ke atas dengan begitu ringan, menantang naga yang sedang terbang.

"Rasakan ini, naga busuk!"

Dyna memutar tubuhnya di udara, bersamaan dengan itu si naga menyemburkan apinya ke arah Dyna.

Tidak mempan.

Ternyata syal muffler milik Clara sedang dibawanya. Dengan syal itulah dia berhasil melindungi dirinya, mengibaskan serangan sihir elemen api dari si naga.

Jraassh!!

Dyna berhasil menyembelih naga itu di udara. Tubuh dan kepala naga itu terjatuh, menghasilkan suara debum yang menggema hingga ke udara.

Dyna mendarat tepat di tengah-tengah kerumunan pengawal Clara. Clara terkaget tapi tetap bisa mengendalikan dirinya dan terus bernyanyi.

"Clara, keraskan suaramu." Kata Dyna, "Kita mulai sekarang."

Clara mengangguk. Dia berdiri tegak dan mengatupkannya kedua tangannya di depan dada, lalu melantangkan nyanyiannya. Sementara Dyna, dengan posisi berdiri tepat di belakang Clara sampai perutnya menyentuh kepala Clara, merentangkan tangannya.

"Silent sanctuary!!"

Sepuluh…

---

"Dyna Might. Jangan tanya umurku.

"Aku suka bertarung. Pertempuran adalah kenikmatan bagiku. Jadi aku sudah terbiasa dengan segala jenis perkelahian dan seluk beluknya.
                                              
"Lalu soal auraudio. Itu nama kekuatan khususku, tapi aku tidak terlalu suka menggunakannya sering-sering karena tiap pemakaian mengurangi jatah umurku. Simpelnya, aku bisa mengendalikan suara dan melakukan banyak hal dengan gelombang audio." Dyna menjelaskan panjang lebar.

Lodun lalu bertanya, "Pengendalian suara? Apa kamu bisa mengeraskan suara yang kami miliki?"

Dyna menggeleng, senyum kecil tersungging di wajahnya.

"Tapi aku bisa mendiamkannya."

"Berapa lama?" tanya Adhy.

"…sepuluh detik."

---

Sembilan…

Senyap.

Suara yang terdengar hanya lantunan irama lagu Clara.

Seluruh dencangan dan debuman lenyap. Dyna membuat suara yang muncul selain dalam area yang sangat dekat dengannya menghilang sama sekali. Hal ini mengakibatkan suara merdu Clara terdengar jauh sampai sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri, tanpa terganggu oleh kebisingan yang ada.

Delapan…

Semua pasukan yang berada dalam jangkauan suara Clara berlari menjauh sementara beberapa lainnya berusaha tetap menghalau monster-monster itu.

Lima…

Sekejap kemudian Lodun muncul dari dalam tanah, tidak jauh dari tempat Dyna dan Clara, memberikan tanda jempol ke arah Dyna. Dyna mengangguk.

Tiga…

Ada sesuatu yang janggal.

Seluruh pasukan kerajaan ternyata sedari tadi menghalau seluruh monster agar tidak ada lagi yang berdiri di belakang Clara dan Dyna. Semua monster didorong agar berada di depan mereka. Selain itu, dalam jarak sembilan sampai sepuluh meter ke depan, tidak terdapat pasukan kerajaan sama sekali. Mereka kabur.

Satu…

---

"Yak, berarti sudah semua." Adhy berkata sambil menutup jurnalnya dengan satu tangan.

"Tunggu, kamu sendiri belum menyebutkan kekuatanmu." protes Lodun.

"Iya juga. Sejujurnya aku juga ingin tahu apa yang bisa kamu lakukan, apalagi dengan tubuhmu yang atletis menggiurkan itu." Dyna terlihat sedikit menjilat bibirnya.

"Kekuatanku?"

---

Nol…!

Medan perang menjadi gaduh kembali.

Dyna lalu membungkuk, menyentuhkan tangannya ke tanah. Raungan monster-monster itu kembali terdengar. Dyna diam sejenak. Clara terlihat panik sementara Lodun memasang muka kuatir.

"Shout sphere. Catastrophe!"

Gratak.. gratak.. gratak..

BROLLL!!

Bum! Bum! Bum!

Tanah di bawah para makhluk buas itu hancur. Monster-monster itu jatuh ke dalam terowongan panjang dan dalam yang ada di balik pijakan mereka, bagai terjatuh dalam sarang tikus tanah. Tidak hanya itu, ternyata di dalam lubang itu terdapat banyak sekali ranjau yang meledak karena tertimpa oleh reruntuhan.

"Massive defeat." kata Lodun.

Seluruh monster yang ada di darat kini berjatuhan, tak bersisa.

"Oooi!" teriak Adhy yang tampak berlari ke arah anggota timnya.

---

"Iya, kekuatanmu." desak Dyna tidak sabar.

Seluruh mata melihatnya, menunggu Adhy berbicara. Adhy berkacak pinggang.

"Kalian mau tahu kekuatanku?"

Semua mengangguk.

"Aku…,"

Adhy menyeringai.

"…tidak punya."

---

Di atas sana terdengar suara kepak harpy, demon, naga, dan makhluk-makhluk bersayap yang selamat dari ledakan besar barusan. Meraung seperti singa, naga-naga itu mengamuk karena ledakan yang mengejutkan mereka. Pun kawanan harpy yang berkoak-koak, terlihat tidak senang. Demon dan peri menimbulkan suara gaduh, tidak jelas.

Adhy lalu dengan gagah berdiri paling depan, menatap jauh ke depan.

"Ini baru gelombang pertama. Aku sudah mengamati seluruh wilayah gurun ini dari atas bukit batu tadi, semua monster ini berasal dari sana."

Adhy menunjuk ke sebuah titik jauh di arah utara. Di sana terdapat puing-puing bangunan, terlihat kecil karena jarak. Reruntuhan itu tampak seperti bekas sebuah istana.

Sementara itu, para makhluk yang masih selamat tetap berusaha menyerang mereka, terbang menukik-nukik ke arah Lodun dan tim. Pasukan kerajaan, merasa berterima kasih, menghalau mereka semua dengan perisai yang dibawanya di lengan kiri, melindungi para pahlawan mereka.

"Dyna, tolong lempar aku." pinta Adhy.

"Hah?" respon Dyna agak heran.

Adhy tidak peduli. Dia mundur sebentar, lalu tiba-tiba berlari dan melompat ke arah Dyna. Yang didatangi jelas terkejut, tapi refleks bertarung yang bagus memberitahukan padanya untuk menaruh tangan ke bawah, disatukan agar telapaknya bisa dipijak oleh Adhy.

"Hopla!"

Adhy meloncat dengan bantuan lontaran Dyna dan kini dia mengambang jauh di udara. Seekor harpy menerjang, tapi Adhy berhasil menangkap – atau memeluk – harpy tersebut sehingga terbawa terbang. Adhy berusaha menjaga keseimbangan ketika menumpang pada harpy yang berontak itu dan memicingkan matanya, berusaha melihat ke utara.

Adhy kemudian melompat jatuh ke bawah, tepat di atas Dyna. Dyna, lagi-lagi dengan refleksnya, menangkap Adhy.

"Yak, sesuai yang kuduga. Dari arah puing-puing tadi masih terdapat banyak monster." Adhy berbicara tanpa peduli Dyna yang ngos-ngosan.

"Mungkin sebaiknya setelah ini kita…,"

Adhy mendadak berhenti bicara. Wajahnya terpapar cahaya sinar rembulan tepat mengenai matanya. Silau.

Tanpa disadari oleh mereka, malam yang seharusnya gelap gulita itu lambat laun menjadi laksana siang. Bagaimana tidak, ukuran bulan di atas sana entah bagaimana membesar, sedikit demi sedikit. Lodun dan yang lain menatap langit, menyadari keanehan itu ketika bulan sudah terlihat dekat, turun menghampiri tanah Alforea.

Clara memandangi bulan tersebut, terpesona. Dyna dan Lodun juga sama, mereka takjub melihat keindahan bulan yang kian mendekat, tanpa menyadari bahaya yang menyertainya.

Beberapa saat setelahnya, monster-monster yang tadi sekarat akhirnya bangkit, satu demi satu mencoba berdiri. Mereka mengaum, meraung, dan berkoak-koak. Seolah menjerit, seolah menangis. Ekspresi harpy dan demon di atas sana terlihat ketakutan. Mereka terbang tak beraturan. Monster yang ada di lubang sana pun sama, berusaha keluar dan lari dari tempat itu.

Sementara pada detik itu, muncul dua buah lingkaran berbentuk cakram di sisi kiri dan kanan puing-puing istana yang tadi Adhy lihat. Lingkaran-lingkaran sihir horizontal itu naik perlahan-lahan hingga menghilang, memunculkan dua buah menara kristal entah dari mana, mengapit reruntuhan bangunan itu.

Lodun dan kawan-kawan kebingungan. Begitu pun para prajurit perang kerajaan. Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Yang mereka pahami hanyalah keadaan malam itu yang semakin terang dan semakin terang seiring turunnya Alkima – bulan Alforea – mendekati mereka.

Krtk…

Bulan tersebut retak!

Lingkaran-lingkaran magis berwarna ungu bermunculan dari pusat Alkima.

DUARRRR!!

Suara ledakan yang sangat kencang menggema di langit malam Alforea. Semua yang ada di situ spontan menutup telinga dengan kedua tangan, terkejut.

Alkima hancur!

Lodun dan tim kembali melihat ke atas. Seekor kuda raksasa bertanduk satu dan bersayap api muncul dari dalam bulan tersebut, menutupi langit yang kembali gelap karena kehilangan bulannya. Kuda itu begitu besar, sampai-sampai satu sayapnya saja bisa didirikan perkampungan. Manusia biasa hanya tampak seperti semut bagi sang kuda, saking besar dan tingginya.

Bulan yang telah menjadi berkeping-keping itu terbakar oleh api dari kuda raksasa tersebut. Berkobar-kobar dan berjatuhan bak hujan meteor. Tidaklah heran monster-monster itu kabur, insting hewani mereka lebih dulu memberi tahu bahwa makhluk ini akan lepas dari segelnya.

"TAMON RAH!!" teriak salah seorang prajurit ketakutan, menyebut nama kuda putih bermata merah itu.

'Kita harus lari!' pikir Adhy.

Adhy seketika panik. Begitu pun Lodun, Dyna, dan Clara. Mereka berusaha kabur dari meteor – pecahan bulan yang terbakar – yang menghujani mereka. Tidak hanya itu, Tamon Rah juga terbang mengamuk tak tentu arah dengan mengepak-ngepakkan sayap apinya, mengakibatkan siraman berpuluh-puluh bola api jatuh ke tanah Alforea.

Blarr! Bum!! Jedarr!!

"RRRAAAHHHH!!"

Teriakan, raungan, auman, dan tangisan dari monster dan pasukan perang bercampur dengan suara ledakan di mana-mana. Ringkikan Tamon Rah menambah seram api yang berkobar-kobar mengelilingi gurun yang kering tersebut. Jeritan kesakitan karena terbakar dan tertimpa meteor terdengar di seluruh penjuru gurun.

'Ini neraka!' pikir Lodun.

Clara yang fisiknya paling lemah, tertinggal jauh di belakang. Lodun menoleh, menyadari bahwa Clara tidak sanggup mengejar mereka. Lodun tidak berpikir panjang. Dia berhenti lalu berputar kembali, berlari ke arah Clara. Ketika sudah mulai dekat, Lodun memajukan tangannya, hendak meraih Clara. Clara menjawab uluran tangan Lodun dengan berusaha mengambilnya sekuat tenaga. Tapi…

"Ahhh!!"

"CLARA!!"

Sebuah meteor panas jatuh tepat di punggung Clara!

Meteor itu melubangi pakaiannya. Lodun yang sedang berlari ke arah Clara, menangkap tubuhnya dalam pelukan. Punggung Clara merah. Blouse warna biru yang dikenakannya berlubang, memperlihatkan darah yang tak kunjung berhenti mengucur. Clara pingsan.

===

Mereka kini berada di sebuah perkemahan. Tenda di mana-mana, besar seperti yang digunakan untuk pertunjukan sirkus. Sebagian besar prajurit yang terluka dirawat di salah satunya. Sebagian tenda lainnya digunakan untuk tempat peristirahatan dan ruang makan. Lokasi tempat itu cukup jauh dari wilayah peperangan tadi sehingga Tamon Rah tidak bisa mencapai mereka secepat itu.

Clara, dipanggil dan diperlakukan sebagai tamu istimewa kerajaan, mendapat tempat khusus untuk perawatannya. Sebuah benda seperti mangkok yang terhubung selang-selang panjang menutupi mulutnya, membantunya bernafas. Banyak orang masuk-keluar tenda Clara, berusaha memberikan yang terbaik untuk kesembuhannya.

Lodun hanya melihati dari kejauhan dengan duduk bersandar pada sebuah batu besar, masih tidak percaya. Lodun berusaha menelaah kembali, mengingat-ingat hal yang terjadi hari ini. Dia kabur, lalu sebuah cahaya datang. Tahu-tahu setelahnya dia sudah berada di Alforea, bersama teman-teman baru yang menyambutnya dengan ramah. Kemudian dia harus bergabung dalam tim mereka untuk menjalankan sebuah misi.

Lodun menghela nafas.

Dia bahkan baru tahu bahwa mereka sedang berada dalam sebuah turnamen besar untuk mendapatkan hadiah teragung yang pernah dia dengar, setelah mereka sampai di gurun ini.

"Lod, masih merasa bersalah?" Adhy muncul dengan dua buah gelas berisi minuman hangat.

Lodun menoleh, tidak menjawab.

"Boleh aku duduk di sebelahmu?"

Lodun hanya mengangguk. Adhy duduk menemaninya, lalu mengulurkan salah satu tangannya yang membawa gelas.

"Aku tidak membawa dua gelas untuk kuminum sendiri, tahu." kata Adhy tertawa.

Lodun diam sebentar sebelum meraih gelas itu. Lodun lalu menyeruputnya sedikit. Ekspresi Lodun tiba-tiba berubah. Pahit.

"Minuman apa ini?" Lodun menjulurkan lidahnya, terkejut akan sesuatu yang belum pernah diminumnya.

"Kopi.

"Coba kau minum lebih banyak."

Lodun menurut. Dia kembali menyeruput minuman yang baru baginya itu, sedikit demi sedikit. Cairan hitam itu mengalir masuk dalam tenggorokannya.

"Bagaimana?"

"Ternyata tidak seburuk itu."

"Kamu akan merasa segar beberapa saat setelah meminumnya.

"Kata kakekku," Adhy melanjutkan, "hidup itu ibarat kopi. Pahit." Adhy kemudian tertawa lepas. "Dan memang benar. Tapi aku baru paham sekarang. Kita baru bisa menikmati kopi jika kita menerima pahitnya, bukan?"

"Di tempatku bekerja dulu juga menyediakan kopi." Dyna muncul dan menyahut. "Aku dulu bekerja sebagai host di sebuah kasino, tapi malah diusir gara-gara selalu menggoda semua pelanggan." ada desah kekecewaan di kata-katanya.

Adhy terbahak melihatnya. Dyna kesal tapi ikut tertawa juga.

Sementara Lodun tersenyum. Tipis, tapi tulus.

"Hei."

Gelak tawa Dyna dan Adhy terhenti, mereka menoleh ke sumber suara.

"Tuan Gaspard, kenapa aku?" Lodun akhirnya menyampaikan rasa penasarannya. "Kurasa tidak cuma karena Clara, kan?"

"Setelah semua ini," Adhy kembali tertawa, "kau baru menanyakannya?

"Daya observasiku di atas manusia rata-rata, Kawan. Cukup bagiku berinteraksi tiga sampai lima menit untuk mengetahui garis besar sifat seseorang. Dan aku tahu kamu orang baik, seperti dugaan Clara."

Adhy berhenti sejenak, sebelum melanjutkan, "Tapi Kawan, Clara yang memaksa untuk merawatmu, bahkan sebelum aku sempat berbicara denganmu."

Lodun diam. Jauh di dalam hatinya, dia tidak percaya bahwa dirinya orang baik. Dia mengecewakan Tuan Putri yang dihormatinya. Dia kabur dan dianggap buronan Negara. Bahkan kali ini dia tidak bisa menyelamatkan seorang gadis kecil yang telah merawat lukanya.

'Pantaskah aku dikatakan orang baik?' batin Lodun.
                                                                    
"Ah, lagipula ini masih tidak seburuk itu." Adhy tersenyum.

"Luka yang mengenai Clara, sebagian besar hanya disebabkan oleh benturan antara batu bulan dengan tubuhnya." lanjutnya, "Tidakkah kalian ingat bahwa tubuhnya mampu menyerap sihir? Api itu sama sekali tidak melukainya."

"Tapi tubuhnya tetap tidak cukup kuat untuk menerima benturan." Dyna protes.

"Memang. Makanya lebih baik kita biarkan Clara beristirahat. Aku yakin dia akan lebih aman di sini." lanjut Adhy. "Setidaknya Clara masih punya harapan untuk sembuh."

Drap! Drap! Drap!

Mendadak ramai.

Derap langkah prajurit di mana-mana.

"Kita diserang!" teriak salah satu dari mereka

Adhy, Dyna, dan Lodun berpandangan.

"Lod, cek kondisi Clara. Dyna, ikuti aku."

Mereka mengangguk mengikuti perintah Adhy. Lodun segera berlari ke arah tenda perawatan. Di dalamnya terdapat banyak pria berpakaian serba putih, terlihat panik berlarian ke sana kemari saling memberi perintah.

"Tuan, bagaimana kondisi Clara?" teriaknya pada seseorang di sana.

"Dia sudah membaik, tapi kita harus segera mengungsi dari sini sebelum...,"

GRRATAKKK!!

Seekor makhluk besar bermata satu – cyclops – muncul. Dia menarik dan mengangkat tenda sehingga tenda terbuka dan isinya terlihat jelas. Cyclops lalu melempar tenda tadi dan membuangnya. Lodun panik.

"Bawa Clara pergi!" teriaknya.

Ahli-ahli medis kerajaan itu pun kabur membawa pasien VIP mereka.

Cyclops itu mencoba mengejar, tapi dihadang oleh Lodun.

"Cepat semua lari!"

BUM!

Lodun mengeluarkan bom asap untuk mengaburkan pandangan cyclops itu. Lalu tiba-tiba bagian belakang kepalanya meledak. Entah sejak kapan Lodun telah berada di balik cyclops, memancing perhatiannya dengan dinamit. Cyclops itu mengaum marah. Dia berbalik dan memukul-mukulkan tinjunya ke arah Lodun yang dengan gesit menghindar.

"Pitfall."

Lodun membuat lubang tepat di bawah cyclops hingga membuatnya terperosok. Karena besarnya, cyclops itu terjatuh tidak terlalu dalam tapi cukup untuk membuatnya tidak bisa bergerak ketika Lodun menutup kembali lubangnya. Cyclops itu kembali mengaum, memberi kesempatan bagi Lodun untuk mendekat dan memasukkan beberapa granat sekaligus ke dalam mulutnya.

BUM! BUM! BUM!

Cyclops itu tidak bergerak. Pingsan karena ledakan yang cukup besar.

Di sekitar Lodun, seluruh petugas kerajaan selain prajurit berlarian mencoba kabur dari tempat itu. Sementara prajurit yang masih sanggup bertempur berlari ke arah sebaliknya. Lodun pun mengikuti mereka.

Kerumunan makhluk-makhluk gigantik tengah menyerang wilayah perkemahan. Monster-monster itu mengamuk. Satu, dua, tiga, empat. Total makhluk yang datang ada empat – dua cyclops, satu minotaur, dan satu golem.

Dyna dan Adhy terlihat sedang bertempur bersama pasukan kerajaan.

Semua prajurit yang datang menyerbu dihempaskan begitu saja hanya dengan ayunan tangan. Panah dilesatkan tapi tidak banyak berpengaruh pada mereka, apalagi pada golem yang terbuat dari batu.

Adhy mengambil pedang bermata dua dari seorang prajurit yang terjatuh dan menggunakannya untuk menyerang. Ditebasnya kaki cyclops yang ada di sana. Kesakitan, cyclops marah dan berusaha meninju Adhy dengan gerakan seperti menggunakan palu. Beruntung, Lodun datang tepat pada waktunya dan menarik Adhy sebelum dia terkena serangan.

"Bodoh!" maki Lodun, "Kalau aku tidak ada tadi, kamu kira bisa selamat!?"

Adhy malah tersenyum lebar sampai terlihat gigi-giginya sebelum bangkit dan bersiap menyerang.

Satu hantaman cyclops datang dari samping.

DUAKKK!

Adhy dan Lodun melompat ke belakang, lalu mereka berlari berlainan arah. Dyna sendiri sedang melawan golem.

"Solidify BUM! BUM! BUM!!" teriak Dyna seraya tangannya menunjuk titik-titik di tubuh golem. Sedetik kemudian titik yang ditunjuk Dyna meledak tanpa suara, mengikuti teriakan Dyna.

Di sisi lain, Adhy melawan cyclops yang diserangnya tadi. Tangan cyclops menghampiri Adhy hendak meraihnya tapi Adhy, dengan bagian sisi pedang,  membelokkannya ke kanan sehingga membuka celah di bagian dada. Tebasan Adhy tak terelakkan, mengenai bagian perut cyclops sampai ke dagu.

Lodun menyerbu cyclops lainnya, membuat lubang-lubang di bawah kaki agar dia kesulitan berpijak dengan seimbang. Setelah itu dilemparnya pisau yang diikat pada tali sebagai pemberat ke arah lengan bawah cyclops, berputar-putar sehingga terikat.

Tapi Lodun malah tertarik balik!

"Grup pemanah, serang!" teriak salah seorang prajurit.

"Incar matanya!"

Para pemanah itu akhirnya membidik mata cyclops yang hanya satu itu, sesuai perintah Adhy. Kedua cyclops kena. Kesakitan, mereka menutupi matanya dengan kedua tangan dan menjerit tak jelas. Lodun yang tadi terbawa tali langsung mendarat dan menarik  talinya. Cyclops tersebut refleks melangkah ke depan hanya untuk mendaratkan salah satu kakinya dalam lubang yang dibuat Lodun, menjebaknya seketika.

Adhy lalu menerjang dan menebas kaki kiri cyclops lainnya, mengamputasi monster besar itu. Satu cyclops kehilangan kaki kiri, satu cyclops kaki kanannya terkubur dalam tanah. Kedua cyclops yang akhirnya kehilangan keseimbangan itu jatuh tertabrak. Pingsan.

Sementara itu, Dyna sedang kewalahan. Golem itu diledakkan pun tetap bisa kembali menyatu seperti semula, tidak terpengaruh pada daya rusak yang ditimbulkan Dyna.

"Dyna, hancurkan dari atas! Lodun, buat lubang-lubang kecil!" teriak Adhy.

Adhy lalu berlari ke arah Dyna dengan hunusan pedang. Dyna yang mengerti langsung melompat bersamaan dengan ayunan pedang Adhy ke arahnya. Dyna, memanfaatkan sisi pedang Adhy untuk berpijak, melompat dengan bantuan gaya dorong dari Adhy. Kemudian Dyna memosisikan kedua tangannya seolah sedang membawa bola raksasa, yang kemudian mengecil sedikit demi sedikit.

"Shout sphere, hammer!"

Dyna membanting 'bola' tak kasatmata yang dibawanya ke kepala golem, menghancurkannya berkeping-keping. Lodun kemudian membungkuk menyentuh tanah, tepat di bawah golem itu tadi berada.

"Gravedigger."

Dia lalu membuat banyak lubang-lubang kecil tak terhitung di sekitarnya, membuat bebatuan dari golem tadi masuk ke dalam tiap-tiap lubang tersebut. Sesaat kemudian Lodun langsung menutupnya dengan berucap 'solvo' sehingga bebatuan tadi terkubur dalam tanah.

BUAKK!!

Ayunan gada menghantam!

Minotaur yang paling besar di antara mereka mengamuk tak jelas. Dihantam-hantamkannya gada miliknya ke bumi, membuat Lodun dan tim kewalahan menghindarinya. Para prajurit tidak ada yang berani mendekat.

"Dyna, belakang lutut!" teriak Adhy.

"Solidify BUAKK! BUAKK!" teriaknya menunjuk bagian yang diminta Adhy.

Seperti tertinju, kaki minotaur tersebut tertekuk sehingga dia jatuh berlutut. Tapi sebelum lututnya mencapai tanah, Lodun membuat sebuah lubang di depan kedua lututnya sehingga minotaur besar itu terperosok ke depan, jatuh tersujud. Kemudian Lodun segera mengunci kedua tangannya dalam tanah.

Adhy dalam sekejap sudah melompat dan berlari menyusuri punggung raksasa kerbau itu dengan masih membawa pedang.

Sampai di leher, Adhy diam sejenak. Dia kemudian meminum seteguk cairan dari sebuah botol minuman.

"ORRRAAAAAH!!"

JRASSHHH!

Dengan tenaga berlipat-lipat yang didapatnya, Adhy berhasil menebas leher minotaur itu, menyembelihnya laksana hewan kurban.

Adhy mendarat, terengah. Dilihatnya sekeliling, banyak korban jatuh. Para prajurit saling memapah, mencari tempat untuk rehat sejenak. Tenda-tenda hancur, tak berbentuk. Hanya empat ekor monster besar tapi efeknya luar biasa seperti ini.

"Monster-monster ini makin buas. Sepertinya kebangkitan Tamon Rah yang jadi pemicunya." kata Dyna. Adhy mengangguk mengiyakan.

"Jika kita tidak cepat, serangan monster ini akan meluas. Kita tidak akan punya cukup tenaga untuk menghabisi semuanya."

"Lalu bagaimana?" tanya Lodun.

"Kita hancurkan mereka."

===

Masih gelap.

Adhy, Lodun, dan Dyna berdiri di atas bukit, beberapa ratus meter jaraknya dari Tamon Rah. Tapi meski begitu, gerombolan monster sudah menyebar cukup jauh. Kebangkitan Tamon Rah membuat gerakan mereka lebih teratur, tapi liar.

Sisa prajurit yang ada hanya tinggal puluhan, tapi mereka siap di belakang Lodun dan tim untuk mengikutinya.

"Semua sudah siap?"

Lodun dan Dyna mengangguk.

"Lodun, buat selokan raksasa selebar dan sedalam mungkin. Itu akan menghalangi mereka maju lebih jauh. Setidaknya kita tidak perlu khawatir akan monster yang terbebas."

Lodun mengerti. Dia segera menyelam dalam tanah, mulai membuat lubang beberapa puluh meter di depan mereka.

"Dyna, halangi siapapun yang hendak menyeberang. Pastikan tidak ada yang bisa melewati garis selokan besar yang dibuat Lodun.

"Prajurit pemanah siaga di bukit ini. Jika ada yang lolos dari Dyna, jatuhkan."

"Bagaimana jika ada yang sudah terlanjur lepas? Seperti yang menyerang kita di perkemahan tadi?" tanya salah seorang prajurit.

"Biarkan lewat. Kita pikirkan nanti, saat ini yang terpenting adalah kalahkan Tamon Rah!"

Semua mengiyakan, setuju pada Adhy.

"Lima belas orang yang tadi kusiapkan, bantu Dyna. Sisanya, maju bersamaku.

"Kita hancurkan Tamon Rah!"

"OOOOOO!!!" semua berteriak.

Lodun sudah selesai di bawah sana, tapi serangan monster mulai berdatangan. Tamon Rah juga mulai terbang ke arah mereka, menyadari keberadaan Lodun dan tim.

"MAJU!!!"

Seluruh pasukan serempak menyerbu.

Lodun yang sudah berada di depan lebih dulu menyerangi monster-monster itu. Meski fisiknya tidak sekuat Adhy dan Dyna, Lodun tak kalah dalam hal kegesitan. Goblin datang, dijegal sehingga tersandung ke dalam selokan besar yang dibuatnya. Harpy terbang menyerangnya, dia menghindar lalu – dengan berputar – didorongnya belakang kepala harpy hingga jatuh ke tanah untuk kemudian dibenamkan ke dalamnya, menggunakan lubang.

Tak lama kemudian para prajurit sampai.

"Solvo!"

Tiba-tiba muncul jalan kecil, seperti jembatan di atas selokan tersebut. Dyna dan Adhy bersama pasukan perang maju melewatinya sembari menghalau para monster agar tidak melewati jalur mereka.

Beberapa makhluk bersayap seperti griffin – makhluk setengah singa setengah elang, harpy, dan demon hendak menyeberang. Puluhan anak panah seketika menghunjam mereka. Sengaja dibidikkan ke arah mata dan sayap, mengacaukan alur terbang makhluk-makhluk terbang itu sehingga jatuh.

"Shock shot!"

Dyna mengepalkan tangan dan mengarahkannya pada monster-monster itu. Sebuah serangan gelombang muncul dari kepalan Dyna tiap dia menggunakannya pada target yang diinginkannya. Seperti menabrak sesuatu, monster-monster itu terpukul mundur. Sejauh ini, seluruh pasukan yang ada bisa menghalangi siapapun yang hendak melewati mereka.

Tapi Tamon Rah sudah dekat.

Adhy bersama dengan beberapa orang prajurit kerajaan pun menerjang Tamon Rah.

Tamon Rah kini ada di atas mereka, terbang berputar-putar. Setelah itu dengan sekali kepakan sayap apinya yang megah, Tamon Rah melambung ke atas. Bola-bola api pun menghujani mereka.

Adhy dengan beraninya menerjang salah satu bola api yang paling besar, khawatir bola itu akan melukai mereka yang ada di belakangnya. Dia membentuk tanda silang dengan kedua tangannya seolah itu akan mempan untuk melindunginya.

"Akan kuuji teori Tsaqif. Jika benar, berarti aku sebenarnya punya potensi jadi superhero!" Adhy tersenyum begitu lebar seperti hendak tertawa.

"HYUMAN ELLOL!"

Api raksasa tersebut menimpa Adhy!

Di sekitar Adhy menjadi berasap. Putih. Tak terlihat apa-apa di balik sana.

"Adhy!" Dyna terkejut melihatnya. Dia segera menghampiri lokasi Adhy.

"Solidify WUUUUSH!" Dyna mendekat lalu berteriak meniru suara angin. Mendadak angin kencang tak bersuara muncul dan menyingkirkan asap-asap tadi. Terlihat dari baliknya, sesosok pria bertelanjang dada, bertubuh atletis, dan berkacamata lengkap dengan ikat kepala merahnya yang sedikit terbakar. Tubuhnya terlihat hangus di sana-sini. Meski begitu, celananya masih melekat.

"Haha, benar kan? Tubuh manusiaku ternyata tidak mempan pada segala jenis serangan sihir."

"Seperti Clara."

Sosok yang ternyata Adhy itu mengangguk, tertawa puas, "Bedanya, aku tidak menyerapnya. Yah, sesaat tadi kukira aku bakal jadi makhluk hijau besar. Bajuku habis terbakar."

"RRRAAAAHHH!"

Tamon Rah masih meraung-raung buas. Dia lalu menukik kencang, hendak menyerang Adhy dan prajurit yang ada di sana.

"Dyna, kembalilah ke posisimu!"

Dyna berlari menjauh, "Kamu tahu yang kamu lakukan bukan?"

"Mungkin aku tidak hijau.

"Tapi kalian tetap tidak akan senang melihatku marah."

Glek glek glek

Adhy menenggak botol minuman Clara sampai habis!

"ORRRAAAAA!!!"

Tamon Rah mendarat. Satu kaki depannya hendak menapak, tapi terhenti.

Adhy menangkis tapak kaki Tamon Rah dengan tangan kosong!

Tamon Rah gagal mendarat sehingga dia harus terbang lagi. Kepakan sayap yang berikutnya mengakibatkan bola api berjatuhan. Adhy, tidak gentar, melompat dan menangkap salah satu kaki belakang Tamon Rah dalam pelukannya.

"Tidak akan kubiarkan kau lolos!"

Adhy merayap, memanjat sedikit demi sedikit. Tamon Rah terbang tak beraturan membuat Adhy harus berusaha lebih keras hanya untuk bertahan dalam posisinya. Di sekitar kuda itu ada puluhan makhluk terbang mengitari, seperti lalat.

Adhy memukul-mukul kaki Tamon Rah itu hingga tembus dan berdarah. Tamon Rah meraung kesakitan. Adhy lalu meloncat ke naga yang terbang di dekat situ, menendangnya sebagai pijakan untuk melompat lagi ke seekor griffin. Ditangkapnya griffin itu dan ditungganginya. Griffin itu berontak di udara. Dengan memeluk leher griffin harpy, Adhy bertahan.

Adhy lalu menarik kepala elang tersebut, mendongakkannya sehingga griffin itu terbang ke atas. Tepat ketika Adhy berada di dekat kepala Tamon Rah, dia terjun dan menangkap tanduk yang ada di dahi kuda tersebut.

KRAKKK!!

Tanduk tersebut dipatahkannya.

Tamon Rah menjerit. Sangat keras. Suaranya yang melengking itu memekakkan telinga.

"Jika aku tidak bisa membunuhmu, mari kita lihat apakah kamu bisa membunuh dirimu sendiri."

Adhy melompat menuju ke punggung. Dia berguling-guling sebelum mendarat dan berlari ke bagian depan, membawa tanduk Tamon Rah.

Jlebb!

Adhy menusukkan tanduk runcing warna merah menyala itu ke leher Tamon Rah, tepat di sekitar kerongkongan. Spontan Tamon Rah meraung-raung kesakitan, seperti sapi yang tengah disembelih.

"Semua menjauh!" teriak Lodun di bawah.

Kerumunan yang terlihat seperti semut di sana menyingkir, takut tertimpa tubuh Tamon Rah yang lambat laun kian merunduk. Api di sayap Tamon Rah meredup. Kuda adiperkasa itu tak mampu terbang lebih tinggi lagi.

DBUMMM!

"Rrrrrhhh..."

Tamon Rah sudah tak cukup kuat bahkan untuk meringkik. Tubuhnya mendarat dengan suara gedebum yang cukup keras. Adhy muncul dari atas tubuh Tamon Rah. Dia mendarat dan disambut oleh Dyna dan Lodun serta para prajurit yang bersorak, bangga melihat pahlawannya berhasil mengalahkan kuda liar tersebut.

Namun baru saja mereka bergembira dilanda kemenangan, sesuatu terjadi....

Bagian tubuh Tamon Rah yang terkena luka tusuk tiba-tiba berkobar. Di dahinya juga muncul api yang besar, tepat di tempat tanduk tadi berada. Tanduk yang ditusukkan di leher Tamon Rah pun terbakar habis, tak menyisakan apapun.

Adhy, Dyna, dan Lodun terperangah.

Bekas luka di tubuh Tamon Rah menghilang sama sekali, lenyap dan menyisakan tubuh Tamon Rah yang segar bugar. Pelan-pelan Tamon Rah kembali berdiri. Di dahinya, tanduk baru yang lebih besar dari sebelumnya perlahan tumbuh bersamaan dengan padamnya api yang tadi membakarnya.

Tamon Rah bangkit kembali.

"RRAAAHHHH!!!"

Adhy terbengong.

"Adhy, jangan melongo saja! Ayo kabur!" teriak Lodun.

Adhy tersadar, dia beranjak mengikuti Lodun dan Dyna seraya melihat Tamon Rah mengamuk.

"Aku tidak menyangka dia punya kemampuan regenerasi!" teriak Adhy.

"Kalau begini terus tidak akan ada habisnya!" kata Dyna sambil terus berlari, "Apa kamu tidak punya rencana lain?"

Adhy berpikir sejenak.

"Saat aku di atas Tamon Rah, aku sekilas melihat dua menara kristal yang tadinya tidak ada di sana, di dekat reruntuhan kastil tadi." jawab Adhy. "Mungkin menara itu adalah kunci kemenangan kita."

"Oke, aku mengerti. Untuk sekarang, kita dekati menara tersebut terlebih dahulu." sahut Lodun.

"Untuk bisa ke sana, kamu butuh tumpangan." Adhy melihat ke atas, gerombolan griffin, naga, dan harpy gaduh mengeluarkan bunyi-bunyian khas masing-masing.

Adhy tersenyum. Dia mendadak berhenti berlari. Dyna dan Lodun yang terlanjur mendahuluinya jadi ikut berhenti.

"Ayo, tunggu apa lagi?!" Kata Adhy sembari membungkuk dan menepuk-nepuk tangannya.

Dyna dan Lodun berpandangan, saling mengangguk. Keduanya serempak berbalik dan menyerbu Adhy. Lodun kemudian melompat diikuti Dyna. Adhy, masih dipengaruhi kemampuan obat Clara, melontarkan mereka berdua ke atas dengan, masing-masing, satu tangan.

Lodun berhasil menunggangi seekor griffin yang terbang, sementara Dyna berusaha menangkap kaki seekor demon. Demon itu ternyata tidak cukup kuat menahan berat badan Dyna sehingga mereka terjatuh.

Lodun berhasil naik ke punggung griffin dan menancapkan pisau sedalam-dalamnya ke bagian punggung dekat leher agar bisa mengendalikannya. Dia lalu menggunakan pisau itu sebagai pegangan.

Lodun menoleh ke belakang, melihat Dyna yang kembali ke darat.

"Pergilah! Nanti kami akan menyusul!" teriak Dyna.

"Kami akan menahan Tamon Rah di sini!" kata Adhy.

Lodun mengangguk.

Griffin itu terbang diikuti griffin yang lain. Mereka berusaha menyerang Lodun, tapi Lodun masih punya sesuatu di sakunya. Dia mengeluarkan bola-bola kecil dan melemparnya ke kerumunan griffin.

Boff!

Bola tersebut meletus mengeluarkan asap jingga!

Griffin-griffin yang diselubungi asap itu kemudian terbang rendah. Sesaat kemudian mereka terjatuh ke bawah, tertidur. Asap jingga itu membius mereka sehingga tak bisa melanjutkan pengejarannya.

"Terima kasih, Clara." kata Lodun sembari meneruskan lajunya.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di teras istana. Lodun bisa melihat kedua menara tersebut, indah karena terbuat dari kristal warna hijau yang berkilap-kilap. Menara yang berbentuk silinder sempurna itu seperti tidak memiliki ruangan di dalamnya, tidak ada jendela maupun pintu. Padat.

Psiuu!

Menara kristal itu tiba-tiba mengeluarkan sinar, lurus menembak mereka seperti laser!

Salah satu tembakan mengenai sayap griffin, menembusnya. Lodun terpaksa harus melompat dan mendarat di teras istana yang tinggal puing itu, sambil menghindari serangan laser yang terus menerus datang. Griffin tadi dibiarkannya jatuh.

Lodun berlari ke kanan dan ke kiri bergantian agar tidak terkena laser. Kewalahan, Lodun lalu menyelam ke dalam tanah lagi, membuat ruang yang cukup besar baginya.

Lodun terengah.

Dari ruangan yang dibuatnya di dalam tanah, dia masih bisa mendengar suara-suara tembakan yang kini mulai berhenti. Lodun lalu duduk dan menarik nafas sejenak, membiarkan tubuhnya rehat sesaat.

ZRAAAAKKK!

Dari sebelah telinga kiri Lodun tiba-tiba muncul sebuah tangan!

Lodun kaget, dia segera berdiri dan melihat dinding tanah tersebut mulai hancur, memperlihatkan sesosok makhluk buruk rupa yang menyerupai manusia cebol.

Ghoul!

Makhluk yang kurus kering mirip bocah busung lapar ini lalu berusaha menerkam Lodun. Lodun menghindar ke dinding, mendapati tangan lain bermunculan di sebelah kaki dan pinggangnya. Panik, Lodun kabur ke atas. Tembakan laser menyambutnya.

Lodun melompat ke sana kemari untuk menghindar, hingga akhirnya tertabrak sesuatu.

"Grrrrrhh."

===

"Apa yang dia lakukan!?" tanya seorang prajurit selagi memukul mundur puluhan monster yang datang.

"Percaya saja, sejauh ini dia tidak pernah mengecewakan kita bukan?!" teriak Dyna, melakukan hal yang sama.

Dyna dan seluruh prajurit sedang berada dalam posisi melingkar, mengelilingi Adhy yang duduk bersila. Mereka berusaha menahan serangan monster-monster yang datang, membiarkan Adhy melakukan apapun yang sedang dilakukannya. Dyna berkali-kali menggunakan kekuatan auraudionya untuk menangkis Tamon Rah, tapi tidak cukup kuat untuk menghabisinya.

'Ayolah Adhy, aku bisa mati cepat kalau terlalu banyak menggunakan kekuatan ini.' protes Dyna dalam hati.

"Tsaqif bla bla bla lima belas meter bla bla dua senti bla bla kuda bla bla." Adhy bergumam selagi memejamkan mata, membiarkan Dyna dan seluruh prajurit melindunginya.

"Tenanglah, cukup lakukan tugas kita!kata Dyna.

"Tapi dengan hanya menghalangi monster-monster ini dari Tuan Gaspard, apa kita bisa menang?!" teriak seorang prajurit yang lain.

Dyna tidak bisa menjawab.

Dyna sendiri sempat ragu, tapi kepercayaan Adhy yang diberikan padanya begitu besar hingga dia tak ingin mengkhianatinya.

"Cukup!"

Dyna terperanjat.

Salah satu prajurit mulai kesal, dia beranjak ke arah Adhy hendak menghentikan apapun yang sedang dilakukannya. Dyna berbalik mencoba mencegahnya, tapi prajurit itu sudah cukup dekat. Prajurit itu menyorongkan tangan kanannya seolah hendak meraih kepalanya.

"Yak! Terima kasih, Tsaqif!" teriak Adhy seraya membuka mata dan menangkap tangan prajurit itu, mengejutkannya.

Adhy segera menyambut serangan prajurit tadi, menangkap lalu membantingnya dengan gerakan memutar.

"Dyna, ayo kita susul Lodun secepatnya!"

===

DRAKKK!

Sebuah tinju melayang hendak mengenai Lodun, tapi serangan itu malah menghancurkan teras istana karena dia menghindar.

Lodun tidak sadar karena sedari tadi dia berusaha agar tidak tertembak laser, tapi saat ini puluhan, bahkan mungkin ratusan monster tengah mengepungnya, termasuk golem yang baru saja menyerangnya.

'Oh tidak….'

Seekor demon menerjang, Lodun menghindarinya. Raksasa golem meninjunya, Lodun lompat ke samping. Harpy menukik dan menyerang dari atas, Lodun mengelak. Ghoul menangkap kakinya, dibuatnya lubang agar bisa menendang makhluk itu. Ancaman demi ancaman mengincar nyawa Lodun, membuat Lodun tidak bisa tenang barang sedetik.

Psiu psiu!

Tembakan laser juga terus menyerangnya, tak peduli apakah akan mengenai monster-monster di sana juga.

Lodun kemudian berlari ke bagian reruntuhan, tepatnya di bagian yang terlihat seperti bekas pojokan istana. Dinding yang membentuk sudut siku-siku itu cukup tinggi sehingga Lodun berpikir untuk melompat ke baliknya dan bersembunyi.

Hup!

Lodun mendarat. Laser itu hanya bisa menembak lurus, sehingga Lodun cukup menunduk agar bisa terlindung di balik dinding yang tingginya nyaris satu setengah meter tersebut. Kedua menara itu posisinya agak di depan istana, di bagian samping teras. Posisi inilah yang membuat Lodun bisa melindungi diri dengan berdiam di balik reruntuhan istana yang terletak agak ke belakang.

Tapi Lodun tetap tidak bisa santai.

Serangan monster ternyata sama sekali tidak berhenti. Banyak yang mencoba memanjat dinding untuk menyerang Lodun dari atas. Bahkan tidak sedikit pula yang dari awal sudah berada di dalam istana, menerjang Lodun dari segala sudut.

'Pasti ada cara untuk menghentikan monster-monster ini sekaligus!' pikirnya.

Lodun melongok ke salah satu menaraterpikir sesuatu.

Lodun kemudian membuat lubang di dinding tersebut. Dia biarkan makhluk-makhluk tadi mengejarnya melalui lubang yang sama agar kemudian bisa dikunci dan dijebak olehnya saat dia menutup lubang itu kembali.

Lodun berlari ke arah salah satu menara, berusaha agar tidak terkena laser maupun serangan monster di sana. Namun gerakan lari Lodun kali ini agak aneh. Dia seolah sengaja tidak berlari lurus tapi mengambil jalur zigzag untuk mencapai menara kristal tersebut.

"Ugh…."

Lodun mendadak merasa sakit di lengan kirinya.

Matahari terlihat mulai menyembul di cakrawala.

Berarti sudah semalaman sejak dia diperban pertama kali tanpa sempat menggantinya dengan perban yang baru.

"Bertahanlah sedikit lagi, tolong…." kata Lodun pada dirinya sendiri.

Lodun lalu menjatuhkan diri di depan menara kristal tersebut begitu sampai. Kedua tangannya segera menyentuh bagian bawah menara.

Lodun membentuk lubang besar di pangkal menara, menyisakan tidak sampai separuh bagian bawah menara yang besar itu. Menara yang ukuran diameternya bisa sampai dua meter itu goyah karena penopangnya tidak sekuat sebelumnya.

Bum!

"Jatuhlah."

Lodun meledakkannya.

Menara kristal tersebut kian miring. Seluruh monster yang ada di depannya panik, hendak kabur. Namun alangkah terkejutnya mereka melihat kiri kanan mereka terdapat lubang besar yang menghalangi mereka untuk kabur. Lodun ternyata menggunakan kemampuannya tadi saat berlari zigzag, tak ingin membiarkan seekor pun lolos dari serangannya.

JDUMMM!

Puluhan monster hancur sekaligus, tertimpa menara kristal yang sangat besar tadi.

Lodun menghela nafas lega. Tapi semua belum berakhir, masih banyak monster yang tersisa siap menghabisi nyawa Lodun. Auman para monster itu tidak meredup, mereka malah semakin mengamuk meski jumlah mereka berkurang drastis.

Detik berikutnya, mendadak muncul cahaya yang menyinari dasar menara yang hancur dari puncak menara satunya, layaknya senter.

Menara tadi perlahan-lahan berdiri kembali, tegak seperti sedia kala. Bekas lubang yang dibuat Lodun pun tak tampak. Cahaya ungu tersebut ternyata punya kemampuan merestorasi menara lain yang hancur.

Psiu!

"Aaagh!"

Satu tembakan laser mengenai paha Lodun. Tepat mengenainya karena jaraknya yang begitu dekat dengan menara.

Dia terjatuh.

Lodun tidak bisa berdiri. Tangan kirinya sudah mati rasa. Tubuhnya mulai sulit digerakkan.

Mati.

Cuma satu kata itu yang ada di pikirannya.

Entah kenapa menara berhenti menembaki Lodun begitu satu serangan kena.

Biarpun begitu, sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya.

Pasrah.

Teringat kembali dalam benaknya, kenangan di kerajaan asalnya. Ayahnya, ibundanya, Zabad, Solum, bahkan Tuan Putri yang dikhianatinya.

'Aku belum ingin mati.'


"LOOOODDD!!!"

Lodun terkesiap.

Adhy dan Dyna mendadak muncul di hadapannya, melindungi dirinya dari serbuan monster. Tidak hanya berdua. Belasan prajurit kerajaan mengikuti dan menebas musuh-musuh yang ada.

"Unggh...," Lodun berusaha duduk, kepalanya pusing.

"Tamon Rah?"

"Aku dan Dyna berhasil menjatuhkannya sekali lagi, cukup untuk memberikan waktu bagi kami untuk kabur dan berlari ke sini. Tapi saat ini mungkin dia sudah bangkit, jadi kita harus cepat!

"Yang terpenting sekarang adalah menghancurkan kedua menara itu!"

"Tunggu sebentar, apa yang mau kalian lakukan?" tanya Lodun.

"Ada kemungkinan kedua menara ini adalah kunci yang membuka segel Tamon Rah. Kita masih belum tahu apa yang menyebabkan menara ini muncul, tapi sepertinya sesuatu akan terjadi jika kita menghancurkannya. Setidaknya begitu kata Tsaqif tadi." Adhy menjelaskan sambil terus menahan monster yang terus menyerbu.

"Tsaqif?"

"Kita mungkin hanya bisa menang dengan cara itu!" teriak Dyna, "Gunakan peledakmu Lod!"

"T-tapi menara ini akan utuh kembali jika dia dihancurkan."

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Adhy heran.

"Menara kristal ini bisa saling memperbaiki, cahaya ungu yang dikeluarkannya...,"

"Kalau begitu kita tinggal menghancurkannya bersamaan!" potong Adhy.

Lodun terkejut dengan cara pikir Adhy. Sederhana, namun efektif.

Dalam keadaan yang begitu genting ini, Lodun akhirnya kembali tersenyum.

Ada harapan.

Lodun lalu berusaha sekuat tenaga untuk berdiri. Sakit di kaki dan tangannya tidak dirasakan lagi. Harapan hidupnya kembali berkobar, tak ingin lagi menyerah.

"Baik, akan kubantu kalian." kata Lodun dengan nafas tersengal.

"RRRAAHHHH!!!"

Tamon Rah mendadak muncul, terbang melintasi mereka. Api yang menyala-nyala di sayapnya memberikan ketakutan yang mencekam. Tamon Rah begitu buas, bahkan lebih dari sebelumnya. Siapapun yang mentalnya lemah, akan lebih dulu termakan teror dari dalam dirinya sendiri.

"Kita harus cepat!" teriak Adhy.

"Dyna, cas bola teriakmu! Gunakan itu pada dasar menara setelah kuberi tanda! Kalian, lindungi dia!"

Dyna mengangguk. Para prajurit pun mengerti. Mereka mendekat, melindungi pahlawan mereka dari semua yang menyerbu.

"Lodun, kamu sanggup?"

Lodun juga mengangguk, "Tapi aku tak yakin bisa cepat bergerak dengan kaki terluka."

"Bukan masalah." Adhy seketika itu membopong Lodun, lalu menariknya dalam gendongan.

Adhy kemudian berlari sekuat tenaganya yang sudah tinggal sedikit, menuju menara satunya.

Sekalipun dia minim kemampuan, Adhy dengan dibantu sedikit prajurit tetap berusaha menghalau musuh yang menyerbunya, bahkan dengan Lodun di punggungnya. Ghoul dari bawah, goblin dari depan, golem yang mengamuk meninju-ninju, serta harpy dan kawanannya dari atas menyerbui Adhy. Sudah seperti itu pun mereka harus melakukannya selagi menghindari semua tembakan laser dari menara. Tapi dia tak gentar, terus maju dengan sisa-sisa energinya.

Akhirnya sampai.

"Lodun, bersiaplah! Buatlah rongga!"

Hup!

Adhy mendadak melempar Lodun!

Lodun mengerti, dia kemudian meluncur jatuh dengan menepuk-nepukkan tangan kanannya pada pinggir menara, menggunakan kekuatannya untuk mengurangi massa di dalamnya.

Tak diduga, Tamon Rah mengepakkan sayapnya dan menjatuhkan puluhan bola api ke reruntuhan istana.

Adhy segera berlari vertikal, mendaki menara itu.

Bats!

Sebuah kain kuning dibentangkan olehnya, melindungi Lodun dari hujanan api.

Syal Clara!

"Cepat lakukan! Dyna, Lodun!" teriaknya seraya terjatuh terjun bebas.

Lodun yang telah mendarat lalu membuat lubang baru di bagian dasar, memasukkan tiga buah bom ke dalamnya. Bersamaan dengan itu di menara lain, Dyna melepaskan kekuatannya pada dasar menara.

"Shout sphere,"

"Apertis,"

"DOWNFALL!!" teriak Dyna dan Lodun bersamaan.

KABUMMM!!!

Dengan kaki yang tak lagi utuh, kedua menara tak sanggup tegak berdiri.

Seluruh pasukan kerajaan berlarian tak tentu arah, menghindari kedua menara yang jatuh bersamaan ke arah tengah hingga puncaknya hancur bertubrukan.

Waktu terasa berhenti sesaat.

Semua diam.

Mereka yang ada di sana terpaku, kaget sekaligus kagum dengan hal yang saat ini dilihatnya.

Segala yang tersisa dari menara kristal itu, termasuk pecahan-pecahannya, kini berintegrasi dengan udara, menghablur membentuk butiran-butiran kecil warna ungu seperti debu. Tidak hanya menara, seluruh monster yang ada juga melebur dengan udara, bersatu dengan partikel ungu yang terbentuk. Debu-debu ungu itu kemudian terbang, seolah terbawa angin. Namun tidak, mereka mendekati dan menyelimuti Tamon Rah.

"RRRAAAHHHH!!!"

Tamon Rah tak bisa bergerak.

Debu-debu ungu itu kemudian bergabung dengan butiran lain dan satu demi satu membentuk cakram-cakram sihir. Cakram itu lalu merapat, mempersempit ruang bagi Tamon Rah. Tamon Rah mengecil dan terus mengecil seiring gerakan lingkaran sihir tersebut.

Pats!

Tamon Rah lenyap.

Yang terlihat kini hanya sebuah titik kecil berkilauan yang berganti-ganti warna. Merah, ungu, biru, hijau, kuning.

Titik itu kemudian naik ke udara. Bersamaan dengan itu, dia perlahan membesar. Membentuk bundaran besar di atas langit.

Alkima kembali.

Saat itu pagi, tapi mereka masih bisa melihat bulan. Begitu indah, menentramkan hati sang pemandang.

Semua yang ada di sana, termasuk para prajurit yang berhasil bertahan hidup, jatuh terduduk. Semua yang baru saja terjadi seolah mimpi, mimpi buruk yang telah berakhir. Desah nafas yang putus-putus tak henti terdengar. Semua lelah.

Bahkan Lodun pun akhirnya sampai pada batasnya.

Dia jatuh terbaring di dekat Adhy.

"Adhy."

Adhy menoleh, melihat Lodun yang telentang. Tampak wajahnya begitu lelah tapi tersenyum bahagia. Matanya menatap lurus ke langit, memandangi Alkima.

"Ya?"



"Aku mau minum kopi lagi."


Kehampaan Akash: END



23 comments:

  1. Oh mai god, pertarungannya intens sekalu, sampai2 tamon rah berhasil dijatuhkan dua kali. Lodun ni gaya bertarungnya unik ya bikin lubang di sana-sini. Gaya narasi pas awal kukira bakal dipakai terus di sepanjang tulisan, hahaha, kalau iya bakal makin unik ini prelim. #plak

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akibat nonton ulang Avengers ketika kena wb, jadi bikin adegan full action deh, hehe. Tadinya mau masukin konflik yg agak drama, tapi susah banget masukinnya ke mana. Jadi ya udah, full battle aja :"

      Soal gaya narasi, aku agak susah pertahanin gaya narasi begini kalo pace ceritanya lagi cepet. Tapi kalo misal ini emang nilai plus, next kalo lolos prelim bakal kupake lagi deh :D

      Makasih ya kak lilin ^^

      Delete
    2. Ga yakin si itu akan jadi nilai plus atau ngga karena jatuhnya nanti ke selera masing-masing pembaca juga. Tapi kalau saya lumayan tertarik baca narasi model seperti itu.

      Delete
    3. Ok, noted.
      Probably style itu bakal kupertahanin juga sih ^^"

      Delete
  2. Biasanya saya kurang suka kalo awalannya kayak nyuapin pembaca soal cerita latar belakang oc ybs, tapi di sini penggambarannya lumayan bagus

    Entah kenapa di tengah cerita saya malah ngerasa Adhy lebih dominan daripada Lodun, udah gitu Clara keilangan peran pula. Tapi introduksi masing" karakter pas jelasin kemampuan mereka itu lumayan bagus

    Penggunaan sfx masih agak kurang sreg, tapi ga tau juga alternatifnya gimana. Battlenya cukup apik, dan Lodun ini kemampuannya spamming juga ya ternyata

    Dari saya 8

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sihh, tadinya Clara kugituin soalnya mau kukasih peran penting, tapi begitu ketiban batu dia ga ada kesempatan balik X'D

      Yang Adhy, bisa spesifikin di bagian mana yg dominan, Paman? Aku jg ngrasa gitu soalnya, Lodun kalah bersinar :") rasanya pengen tahu aja tepatnya di bagian cerita yg mana aja.

      sfx susah kuilangin, aku belum nemu cara lain buat ngatur pace baca selain pake sfx. Semoga kapan2 bisa dapet cara lain deh.

      Kemampuan spamming ini maksudnya apa, Paman?

      Anw, makasih nilainya, Paman~~

      Delete
    2. Bole numpang komen?

      Paman Sam \ :3 /

      Delete
    3. Adhy kerasa gitu karena kerasa lebih sering jadi yang ngasih inisiatif dan komando sih, lainnya ya ikut arahan dia aja

      Spam, maksudnya ya terus"an aja gitu, macem machine gun kan ngespam peluru

      Delete
    4. Oh pantes. Iya sih, kalo kerja tim emang aku ga biasa bikin tokoh utama jadi leader-nya. :|

      Delete
  3. jadi keinget ama pokemon yang suka gali lubang XD narasinya keren dan perpaduan antar sound effect ama narasi penjelasannya kayaknya agak kurang pas deh dan lumayan banyak yang gak aku ngerti (itu menurutku).

    question : terkesiap itu apa yah?

    overall : 8/10

    -Dhaniy Islaviore/Masqurade

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dugtrio? atau Diglett? XD

      Aku pengen ngurangi sfx, tapi masih belum tahu solusi yang pas biar imbang sfx sama narasi. Semoga next time bisa kuperbaiki deh ^^"

      kesiap/ke·si·ap/ Jk v, terkesiap/ter·ke·si·ap/ v terkejut sekali
      source: http://kbbi.web.id/kesiap

      Anw, makasih komentarnya :D

      Delete
  4. Prolognya itu asyik banget sumpah. Gak ada minusnya. Narasi mulus-asyik. Sfx yang biasanya aku benci banget di sini malah kerasa kek celetukan nada yang ngiringin cerita dengan rhythm yang sempurna.

    To the point, gak pake penjelasan-penjelasan apapun dan langsung show aja Loden dikejar-kejar tapi dia malah ngobrak-abrik yang ngejar. Ditutup sama sosok misterius di akhir.

    Hooked to the max. Perfect opening lah itu.

    Tapi begitu masuk cerita, tiap deskripsinya kadang nyebelin, kadang kalimatnya kepanjangan dan ada dua inti yang harusnya bisa dipisahkan aja jadi dua kalimat.

    Dan yang paling parah, ceritanya Loden ini apa? Prolog di awal yang bikin ngehook tadi gak dijelasin lagi dengan penuh, cuman sekedar lalu aja. Malah kek nyeritain Adhy, Loden minim banget eksposnya (kecuali battlenya, yang gak terlalu ada impact gede buat chara development).

    Ngebaca cerita ini kek nonton dua konser musik. Prolognya classy, ceritanya pop gaje.

    Aku suka endingnya tapi, yang Dyna sama Loden teriak DOWNFALL bareng. Ah sama filosofi kopi (?) Adhy juga bagus, dan nyambung ke epilog.

    Nilaiku : 7
    OCku : Alshain Kairos

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah kukira, makanya respon pertamaku kemarin pas kamu bilang prolognya bagus, 'Ouch..' X"D

      Ok, noted. Intinya aku gak ada jelasin apa2 backstory yg ada di depan dan malah tarung gaje doang di tengah asal beres. Lodun ga banyak mikir malah ikut2 aja disuruh2 sama Adhy. Baru sadar juga, thanks fuu

      Next kalo lolos prelim definitely bakal masukin backstory, biar Lodun ga ngambang

      Delete
  5. NOW THIS IS WHAT I WAAAANNTEEEEED

    WALALALALALALAL ACTION!!

    Ahem. Oke, saya akan lebih sedikit berelaborasi.

    Narasi yang apik di awal, dan ini, action yang sangat intens! Pemakaian skill yang luar biasa. Bahkan seorang Adhy yang saya kira akan biasa-biasa saja di sini ternyata jadi command center di grup! Walau porsi pembagian karakter saya kira kurang pas di cerita ini, tapi saya rasa peran masing-masing karakter sudah terlaksana.

    9/10 dari saya, untuk action yang memukau.

    Salam hangat dari saya, Enryuumaru/Zarid Al-Farabi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin efek aku terlalu menyukai karakternya, tipe MC di kepalaku idealnya emang kayak dia sih, jadinya Adhy terlalu nonjol :"D

      Porsi pembagian karakter agak terlalu gak imbang sih emang, pengennya interaksi berempat ini diserasiin satu sama lain. Clara-Lodun, Adhy-Lodun, Dyna-Lodun gitu. Tapi jatuhnya cuma Adhy-Lodun yang muncul, dan Clara hilang di tengah cerita X'D /malah curhat

      Anw, makasih buat authornya Zarid ^^

      Delete
  6. solum itu siapa?
    sewaktu aku membaca adegan dimana Adhy merangkum semua kemampuan anggota timnya, aku merasa sedang disuguhkan sebuah adegan film di otakku dan itu sangat mengesankan! epic!
    karakter Clara aku rasa masih bisa dimaksimalkan kemunculannya. Adhy disini berperan sbg pemimpin dan jujur aku paling suka karakternya yg tenang dan pemikir strategi.
    Adhy tidak punya kemampuan? Salah besar. dia punya akal. dan sekali lg, aku sangat suka ide-ide perang yg dimilikinya meski tidak punya kemampuan sihir atau sejenisnya (maaf Lo Dmun)
    menggunakan pisau untuk mengendalikan griffin? blum pernah terpikirkan olehku.
    ada sedikit nilai plus dr dialog antara Lodun dan Adhy di tenda peristirahatan Clara.
    Lo Dmun atau Lodun? Tentukan salah satu author! #PLAKS


    kopi itu memang pahit, namun semakin pahit semakin nikmat!
    makanya aku beri nilai 9/10

    aku juga ingin minum kopi bersama Lodun dan Adhy!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Solum itu cuma seseorang dari dimensi Arva~

      Aku juga agak menyayangkan sedikitnya kemunculan Clara sih, dia cuma gitu doang jatuhnya. Aku kecewa sama diriku di masa lalu (?) Mungkin lain kali aku harus mikirin bener-bener karakter apa mau dikasih peran apa, jangan sekedar ada aja terus dimatiin (?) di tengah jalan kayak gitu.

      Adhy jadi karakter favorit yah XD
      Aku emang ambil OC Adhy karena aku ngerasa perlu karakter yang have great mind but no power. Sayangnya, gara2 ini Lodun jadi kalah populer. Duh.

      Aku awalnya mau pake Lo Dmun, tapi jadi sadar di tengah kalo Lo Dmun itu boros kata. Apalagi maksimalnya 10k :') akhirnya dirubah paksa di tengah2. Duh.

      Anw, makasih komentarnya~
      Ayo minum kopi~~

      Delete
  7. Wow, ini baru real-time battle yg seru, senada dgn gaya saya!
    Kalaupun ada flashback2 singkat aksi tiap karakter+perkenalan ttg karakternya, buat selera saya gak masalah, karena saya pernah bikin cerpen dgn sistem flashback-di-tengah-battle kyk begini.

    Timing kemunculan Tamon Rah nggak terlalu jelas, dan kyknya dia gak banyak diekspos karena Lodun nggak kebagian tangani beliau. Soal menara saya nggak mau komentar banyak deh, soalnya saya cenderung mengupgrade menara2 itu jadi terkesan sulit sekali dihancurkan bersamaan.

    Terlepas dari semua itu, saya senang ada entri yg feelnya senada dgn gaya saya. Dan setelah memperhitungkan plus-minusnya, nilai dari saya 9/10. OC: Vajra (Raditya Damian)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow ada lagi yang demen aksi / :v \

      Flashback di tengah battle itu semata-mata buat show-off aja sih, nunjukin mereka ini bisa apa. Karena memberi penjelasan sebelum bertarung itu membosankan, makanya kukasih flashback dikit2 biar pembaca tetep bisa ngerti mereka mampu ngapain aja XD

      Soal Tamon Rah, aku cuma pengen ngasih liat 'teror'-nya aja. Tapi rasa2nya tujuanku kurang tercapai gara2 Lodun tugas utamanya ke menara kembar :') noted.

      Menaranya sendiri sebenernya juga pengen kubikin gak segampang itu buat dihancurin, sayangnya word count udah mepet. Jadi yaudah fokusnya figuring out mereka harus ngapain X"D

      Anw, makasih komennya~~

      Delete
  8. Akhirnya bisa baca tulisan Fudo XD

    Saya gak tau harus komen apa, rasanya gak banyak yang harus dikritik. Yang jelas jalan ceritanya seru banget, narasinya enak, teknik flashback-nya juga rapi (patut saya pelajari nih).

    Walau ada beberapa kata yang menurut saya kurang baku, seperti menyerangi, melihati, tapi secara keseluruhan bagus banget.

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yayy kang den komen XD

      Soal melihati:
      melihati/me·li·hati/ v memperhatikan; mengamat-amati: dia asyik ~ pacarnya dr jauh;
      source: kbbi online XD

      Kalo menyerangi aku ga nemu, tapi intinya sama kayak memukuli sih maksudku X'D

      Seneng kalo bisa jadi pembelajaran Kang Den, nanti (entah kapan) gantian punya Kang Den kubaca *bow*

      Makasih udah komen, Kang~~

      Delete
  9. Akhirnya bisa baca tulisan Fudo XD

    Saya gak tau harus komen apa, rasanya gak banyak yang harus dikritik. Yang jelas jalan ceritanya seru banget, narasinya enak, teknik flashback-nya juga rapi (patut saya pelajari nih).

    Walau ada beberapa kata yang menurut saya kurang baku, seperti menyerangi, melihati, tapi secara keseluruhan bagus banget.

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  10. Nama maid nya Diam =)) =))
    Cmiimw, bagian mata yang bewarna itu harusnya iris/selaput pelangi
    Sehubungan dengan pemilik mata biru itu, kenapa Clara yang loli bisa dibiarkan sendiri?? ;A;;; /dibapuk

    Bagian pertarungan yang dipotong entri jurnal Adhy pertamanya membingungkan, tapi setelah mengerti, jadi menarik
    Saya suka bagian paragraf yang isinya cuma kalimat pendek di battle nya, seperti memberi jeda di antara pace yang kencang, ijin belajar ya :D

    Nilai 10

    OC. Apis

    ReplyDelete