17.5.15

[PRELIMINARY] ROMEO-JULIET - SEPULANG BELANJA

[Preliminary] Romeo – Juliet: Sepulang Belanja
Oleh: Lazuardi Pratama
 :: Z ::
Sepasang manusia itu merasa seperti bangun dari mimpi panjang. Sang pangeran bermimpi membawa lari seorang bidadari. Sang bidadari bermimpi seorang pangeran membawanya melintasi gurun dengan kuda bersurai selembut sutra. Dalam mimpi itu, sebuah tiang cahaya memeluk mereka, dan membawanya ke dunia fantasi. Mereka sadar, mereka sedang kasmaran.

Sang pangeran berpikir: apa yang pantas ia lihat pertama kali setelah membuka mata dari mimpi panjangnya adalah sang bidadari. Seperti ibadah lima waktu dalam sehari. Itu adalah sebuah keharusan. Mungkin boleh kali ini, dadanya berdebar-debar seakan ingin merengkuh dunia sampai lebur. Sesekali ia berharap celananya basah. Dan ia bangun dari tidur ketika dinihari untuk mandi dengan air dingin sampai semaput.

Tak pernah ia rasakan nikmat Tuhan yang paling indah selain jatuh cinta. Ia tak akan berdusta.


Sandhora Eri, sang bidadari. Ia merasakan sentuhan lengan sang pangeran yang menggendongnya ketika ia sadar dari mimpi. Mimpi itu sangat indah. Ia tak akan temukan itu pada pria-pria bermata sipit di bangku penonton. Mata-mata itu, mata-mata penuh nafsu. Pada setiap sudut mata mereka, Eri melihat tubuhnya yang polos, diselimuti kenistaan. Ia menyadari topeng jauh lebih jujur dari wajah nyata.

Pangeran yang menggendongnya ini, pangeran bertopeng abu-abu, membuatnya pusing tujuh keliling. Dewa, bila ini takdirku, jadikan ini takdirku.

Tiang cahaya perlahan memudar. Ia meninggalkan sang pangeran dan sang bidadari di atas padang rumput. Kaki-kaki mereka bergidik, mereka tak pernah merasakan nuansa sesejuk ini. Sebab sebelum ini, mereka berkejaran dengan panasnya gurun: pelarian suci. Pelarian atas nama cinta.

Sang pangeran menoleh pada sang bidadari. Dari balik topengnya, sang bidadari merasakan tatapannya. Tatapankamu baik-baik saja? Bagaimana tidurmu? Sang bidadari tersenyum. Kemudian meminta untuk berdiri di atas kaki sendiri, merasakan sejuknya padang rumput.

Mereka melihat tiang-tiang cahaya lain berpendar di sekeliling. Tiang-tiang cahaya itu meninggalkan sosok-sosok asing sebelum hilang kembali ke langit. Mereka ada banyak, belasan, tidak, puluhan, tidak, ratusan, mereka tidak tahu pasti.

Dalam berdirinya, sang pangeran menggamit lengan Eri, menggenggam tangannya erat. Apakah ini dunia pelarian mereka? Penuh dengan makhluk-makhluk asing? Dengan kastel raksasa di depan mereka?

Di sebelah sang pangeran dan Eri, seorang pria, tinggi besar, berzirah besi tebal, tertinggal dari salah satu tiang cahaya tadi. Sang pangeran, Zhaahir Khavaro, pewaris tahta Kekaisaran Khavaro, memegang pundak Eri dengan tangan kirinya. Tatapannya lurus ke depan, kepada pria raksasa itu.

Zhaahir harus mencari tahu sesuatu.

Raksasa berzirah itu bukan pria, melainkan wanita.

:: C ::

Pria kurus ini mengerikan. Lucu, tapi mengerikan. Ia mungkin kelihatan seperti roh penjaga hutan, yang kurus bentuknya. Wajahnya kaku, seperti hendak menakuti. Kurasa pria ini badut.

Tapi ia bersama seorang gadis. Lokasi kami berdiri terpaut tidak terlalu jauh, hanya enam hingga delapan langkah kaki. Ia barusan meninggalkan gadisnya, melihatku seperti makhluk bukan rasnya, mungkin seperti bukan manusia. Kurasa aku yang mengerikan. Gadis di belakang badut ini juga kelihatan khawatir.

Aku berkacak pinggang. Melihatnya dengan tajam, setajam lidah diplomat. Kupandangi dia terkejut. Tidak terlihat memang dari topengnya, tapi gesturnya mengatakan itu. Kurang ajar, pasti dia tidak percaya aku wanita.
***
Awalnya aku tidak yakin informasi tentang Vincent Gunnhildr ada di tempat ini. Undangan itu mengatakan demikian. Aku bahkan tidak percaya bahwa aku percaya undangan ini. Tapi sepertinya aku terlalu bernafsu. Dan aku benci itu. Kemudian kembali kupikirkan, siapa orang yang berani-beraninya membodohi aku dengan tipuan-tipuan visual seperti ini? Maksudku informasi tentang Vincent? Oh ayolah! Aku bersama ratusan orang asing yang bentuknya juga aneh di lapangan ini. Dan mereka muncul sekonyong-konyong dari balik cahaya? Aku yakin mereka juga kena tipu, sepertiku juga.

Oh, omong-omong bagaimana aku bisa ada di sini? Lapangan rumput ini? Kastel. Kastel?! Oh Tuhan, penipu ini masa kecilnya pasti tidak bahagia. Mengapa menciptakan kastel seperti itu? Maksudku, itu kastel cantik. Paham? Kastel-kastel semacam itu ada versi mininya di rumahku, terbuat dari plastik, dan jadi mainan anak perempuan belum puber. Aku Caitlin Alsace, The Tigres of Alsace dan The Duchess of Ostrogoth, dipermainkan dengan rumah boneka?

Tiba-tiba di sebelahku seseorang mendekat. Kenapa ia memakai topeng?

:: M ::

Rasa-rasanya seperti mandi uap. Tapi tidak berkeringat. Ini... hangat, dan membuat kepala pusing tujuh keliling. Pasalnya, tiang cahaya ini membuatnya merasa seperti diremas-remas oleh benda tidak kasatmata. Entah. Tapi rasanya seperti ayam penyet saat berlibur ke Bali.

Mima hampir saja kehilangan keseimbangan ketika tiang cahaya itu memudar. Tiang cahaya itu secara tiba-tiba dan tidak disadari Mima membuatnya menginjakkan kaki ke tanah berumput. Mima kemudian mendongak, ada banyak tiang-tiang cahaya lain mengecil. Tiang cahayanya juga mengecil, dan menghilang tepat di dahinya.

“Aduh, pusing pala barbie.”

Sebuah suara yang diakhiri keluhan panjang itu mengagetkan Mima. Ia ingin menoleh, tapi sesuatu di sudut matanya mengalihkan perhatiannya: sesuatu yang besar; sebuah kastel raksasa. Mima terperangah, mulutnya terbuka lebar.

Mima pernah melihat kastel ini di toko mainan. Bentuknya memang lebih kecil. Phila, anaknya yang bungsu merengek minta dibelikan. Juga dengan sepaket boneka Barbie. Ditambah lagi seorang anak hutan, mirip-mirip tarzan, tapi bawa pentungan yang lebih besar dari kepalanya. Entah apa yang ada di pikiran anaknya ini, pikir Mima. Pada akhirnya paket kastel itu tidak jadi dibeli karena kemahalan.

Kastel di depannya ini sangat besar. Mima berdiri lumayan jauh dari kastel ini. Ia mungkin paling jauh, sebab dalam pandangannya ke depan, puluhan orang berdiri membelakanginya.

“Anjing, mimpi nih!”

Suara itu kembali terdengar dari sebelahnya. Mima menyadarinya, tapi sudah terlalu banyak suara. Di kanan, kiri, depan, mungkin belakangnya juga. Mima melangkah satu-dua langkah. Ada embusan angin melewati celah-celah kakinya. Agak dingin, tapi Mima suka. Harusnya mereka ikut; ini tempat piknik yang paaaaling bagus!

Mima melangkah maju ke depan, menatap kastel seperti tersihir. Mantelnya berkibar. Seseorang tiba-tiba muncul di atap kastel.

:: J ::

Juliet menyentuh kulit wajahnya dengan ujung jemarinya. Riasan menornya luntur. Sebenarnya hanya berniat bergestur saja. Tapi karena panik sambil histeris, sentuhan jemari itu membuat bedaknya belang. Celak di kantung matanya tertarik ke bawah, membuatnya seperti vokalis band metal.

Ia suka berjemur, apalagi waktu Minggu pagi, sembari menjemur kasur dan bantal. Sinar matahari sehat bagi tulang. Tapi tidak saat ia sedang pakai riasan. Ruangan ber-AC memang lebih baik. Tapi, yasudahlah.

Riasan lunturnya itu, ditambah kepalanya yang pusing seperti menumpang bus antarkota membuatnya migrain. Demi Tuhan, ia sedang dalam riasan dan busana terbaiknya.

“Aduh, pusing pala barbie.”

Kemudian Juliet sadar ia bersama banyak orang lain. Beramai-ramai berdiri agak berjauhan dalam satu lapangan bola.  Ia melihat kastel besar.

“Anjing, mimpi nih!”

Juliet mengusap matanya. Celaknya bercampur bedak. Matanya jadi seperti mata kuntilanak. Atau mata anak indigo dalam siaran televisi yang pernah ia tonton. Atau habis diberi tinju.

Juliet mengucap sumpah serapah setelahnya. Ia lupa bekas riasan yang menempel di tangannya, juga migrain. Ia tak menyangka akan berada di sini. Ini mungkin kastel dari tempat Romeo berasal. Yang artinya, tempatnya dulu berasal. Memang ada kastel seperti ini di kota pesisir Mediterania. Tapi tak sefantasi ini. Tiba-tiba di pikirannya datang saja kata fantasi, tapi ini memang kastel bukan kastel beneran. Fantasi bukan main.

***

Sebuah sedan hitam melaju di jalan raya depan mal. Juliet baru saja keluar membawa dua tas belanjaan. Ia baru beliwedges dan beberapa helai pakaian. Kemarin ia gajian. Tapi kini gajinya tinggal separuh. Namun, inilah gaya hidup. Makan tak makan yang penting gaya.

Sedan itu berhenti tepat di atas zebra cross. Juliet hendak menyeberang untuk menyetop taksi. Taksi sebulan sekali, soalnya baru dari salon. Riasannya pasti luntur kalau naik angkot. Naik ojek, kurang gaya. Naik becak, konon lagi.

Juliet tak memperhatikan dari jauh. Saat mendekat, kaca depan mobil sedan itu turun perlahan. Sebuah kepala pelontos muncul dari balik kegelapan. Ia berkacamata cokelat. Norak sekali, ia mungkin penggemar Boy atau suka Warkop DKI.

Ini pekerjaan yang sudah cukup lama ditinggalkan Juliet. Ternyata bahaya HIV/AIDS jauh lebih mengerikan daripada hidup terlunta-lunta. Lewat suatu penyuluhan pegawai puskesmas pagi itu, Juliet memutuskan tobat.

“Mbak, bisa minta waktunya bentar, enggak?” pria berkepala pelontos itu membuka pembicaraan sembar membuka kacamatanya. Ternyata matanya sendu sekali, seperti Ray Sahethapy versi protagonis.

Akhir pertanyaan itu membawa pandangan Juliet pada kaca belakang mobil yang tiba-tiba turun. Seorang pemuda, tampan sekali, muncul dari baliknya. Ia mirip Vinnick Odair, kawan Katniss dalam The Hunger Games. Oh Tuhan, ia mungkin pakai Pomade. Ia hanya tersenyum. Hampir saja rahang bawah Juliet jatuh dan menggelepar di trotoar.

“Mbak?” tanya si kepala pelontos.

“Oh, eh, emmm, oh, maaf, ya, udah pensiun,” Juliet mengumpulkan kesadaran. Ia berusaha menolak tawaran tersirat itu sesopan mungkin. Agak berat memang, tapi ini keputusannya. Juliet kemudian lanjut jalan hendak mengitari mobil untuk menyeberang.

Saat hendak menyeberang dari depan mobil, sedan itu bergerak maju. Menempatkan Juliet dalam posisi serupa tadi.

Plis, mbak. Dua juta, short time,” kata si kepala pelontos.

Ngerti enggak sih? Maaf, ya,” kata Juliet, kemudian tersenyum pada si Vinnick di jok belakang. Si Vinnick hanya tersenyum simpul.

“Lima juta, short time, cuma di mobil.”

Anjing.

HIV/AIDS dapat menular akibat pergaulan bebas. Bisa saja dari suntik, tapi banyak juga dari gonta-ganti pasangan. Disarankan memakai alat pengaman tapi disarankan... ah, masa bodoh!

Juliet membuka pintu belakang dengan sigap. Ia melompat ke dalam.

“Habis ini antar sampai kos, ya,”

Yang diingat Juliet setelah short time itu adalah dirinya tiba-tiba melayang setelah membuka sebuah amplop. Ia kira isi amplop itu adalah duit. Tapi akhirnya ia berakhir di lapangan bola ini.

Anjing memang, Vinnick atau entah siapa itu tak bayar!

***

Juliet menemukan seorang gadis, yang belakangan ternyata ibu-ibu beranak dua sedang komat-kamit seperti menemukan rumahnya runtuh kena gempa. Ibu itu terpesona melihat kastel semegah itu. Juliet juga. Tapi kejadian Vinnick Odair itu membutakannya dari megahnya kastel ini.

Ia mengajak sapa ibu beranak dua itu. Ia agak sedikit linglung awalnya. Tapi ia berkepribadian menarik, pikir Juliet. Juliet agak ngeri melihat ibu-ibu itu mengeluarkan pisau daging seperti mengeluarkan ponsel dari dalam kantong kemeja. Zap-zap-zap! Juliet yakin lehernya dengan mudah tertebas seperti leher ayam kampung di tempat penjagalan.

Ibu-ibu ini memang manis sekali. Ah, seandainya saja Juliet hetero....

Sayup-sayup terdengar suara perempuan dari atas kastel. Tapi pembicaraan keduanya kedengaran lebih menarik bagi mereka berdua. Mereka mendengar sejenak, kemudian berbicara soal tim—tidak ada kesepakatan untuk membuat tim bersama, tapi rasa-rasanya keduanya sudah akrab saja. Mereka membicarakan Cranberries, tapi Juliet tak tahu itu apa. Akhirnya mereka berbicara soal Nassar dan Saipul Jamil. Beberapa kali soal artis AA yang kena tangkap polisi. Lalu soal kekerasan terhadap anak. Dan berbicara tentang Kak Seto yang wajahnya tak menua.

“Kurasa kita telah mengobrol cukup panjang...,” Mima menarik napas panjang.

Lawan bicaranya nyengir.

Dunia ini tidak sekaku yang kukira... maksudku tidak semuanya langsung bertempur dan bertempur saja. Tapi,yeah, ini baru permulaan. Aku tidak tahu dengan jelas apa yang akan terjadi di masa depan nantinya. Pastinya, aku menginginkan sesuatu dari berada di sini.”

Mereka mengobrol lagi.

“Emangnya situ kepengin apa?”

“Ini filosofis sekali. Kamu mungkin sulit mengerti, tapi aku senang melakukan hal-hal yang berbahaya, er... rindu lebih tepatnya.”

“Mungkin bukan filosofis, situ agak sedikit gila, dan fanatik.”

Agree.”

“Aku terjebak ke sini.”

“Maksudmu?”

“Ada perbedaan: situ mempunyai tujuan, sementara aku enggak. Perbedaan mendasarnya adalah situ mau, sementara aku enggak. Yah, ntar kita bisa cerita banyak. Tapi sepertinya orang-orang sudah mulai pergi. Tapi masih ada kumpulan orang di sana.”

Juliet menunjuk ke arah kastel. Ada belasan orang di situ. Mereka berkumpul, mengelilingi seorang robot, seorang badut, dan seorang wanita cantik. Juliet dan Mima setengah berlari menuju keramaian itu.

“Kami punya tim dengan kekuatan listrik! Kalian pasti terkesan. Kita akan menangkan tantangan ini dengan mudah!”

“Tidak tidak! Jujur saja, ya! Aku terkesan dengan baju besimu pada pandang pertama! Kau tidak terlalu cantik, manis mungkin. Kami bisa menyingkirkan satu orang dari tiga anggota kami agar bisa menampungmu dengan pria arab pemain pantomim itu,” si pemilik topeng lain berkata. “Anjing. Apa maksudmu?” terdengar suara laki-laki di belakang si pemilik topeng mendengar kata-kata itu.

“Bergabunglah dengan kami! Tolong! Kami tidak akan merepotkanmu.”

“Dengan kami saja!”

“Tidak...”

“Bla...”

“Kami...”

“DIAAAM KALIAN SEMUAAAA!”

Pria berzirah besi itu berteriak seperti wanita. Dia ternyata wanita. Ia mengingatkan Juliet dengan Ivan Gunawan. Wanita itu adalah Caitlin. Sejenak setelah teriakan itu, wanita bongsor itu menonjok salah satu pria bertopeng yang paling ribut. Sementara pria bertopeng satu lagi di sebelahnya berusaha menenangkan wanita sang Ivan Gunawan itu. Pria bertopeng satu ini mirip Aladin, tapi sedikit lebih tinggi, dan topengnya itu sangat tidak matching. Kalau saja wanita bongsor itu betulan Ivan Gunawan, mungkin ia akan mencak-mencak dan mengakhiri kariernya sebagai perancang busana sedini mungkin.

“Berani-beraninya kau!” kata pria bertopeng yang ditonjok sambil mengusap topengnya.

Yang lainnya terdiam. “Sudah, sudah... percuma minta dia ikut. Overrated!”

“Maksudmu?” kata Cat tersinggung.

“Tampilan doang gede,”

“Anjing.”

Aladin bertopeng menahan Cat. Wanita cantik di sebelahnya panik.

“Hei, kamu!” Cat menunjuk Juliet dan Mima yang berdiri tidak jauh dari kerumunan. “Bergabunglah dengan kami dan tunjukkan pada si sok paten ini kita kembali tanpa kurang satu bagian pun!”

“Hah?”

“Hah?”

***

Cat tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa keputusan memilih Juliet dan Mima adalah keputusan yang bodoh. Ia menggosok keningnya sambil menarik napas panjang.

Udah kubilang aku enggak suka berantem,” Juliet membela diri.

“Jadi mau ngapain ke sini?” Aladin bertopeng menambah runyam masalah. Aladin bertopeng ini adalah Zhaahir, katanya wajahnya tampan seperti Nabi Yusuf, jadi mesti pakai topeng. Sok paten sekali.

Juliet mengangkat bahu.

“Peserta, kalian diharapkan dapat menghancurkan kedua menara di pojok sana. Kau lihat? Sekadar petunjuk, menara itu kebal sihir. Cuma petunjuk saja supaya tak kauhabiskan sihirmu tak berfaedah.”

“Gampang.” kata Cat menggosok pergelangan tangannya yang seperti betis Kolonel.

“Yah,” kata Mima.

“Yah,” sambung Zhaahir.

“Y-yah,” Juliet berbisik pada angin.

“Di padang gersang ini, kalian tak punya banyak waktu. Lihat di sebelah kanan Anda, di balik bukit itu ada sepasukan kesatria. Tak banyak, mungkin ratusan. Tiga ratus. Sementara di kiri Anda, di balik bukit itu—kamu lihat puncak menara merah itu? Itu menara kastel. Di kanan dan kirinya ada menara yang kusebutkan tadi. Tapi di pelataran kastel itu, ini petunjuk saja, ada ribuan monster jelek yang dalam waktu sekejap akan meratakan kesatria di kanan Anda. Kalian kuberi waktu lima menit sebelum sesuatu muncul dari bulan di atas kepala Anda. Dia-yang-tak-boleh-disebut-namanya akan datang dan memporak-porandakan semuanya tanpa kenal musuh dan lawan. Cukup?

“Apa faedah menghancurkan menara itu?”

“Pertanyaan bagus, semua peserta menanyakan ini. Dia-yang-tak-boleh-disebut-namanya itu akan menghilang, begitu juga dengan monster jelek itu. Kesatria akan menang dan seluruh dunia akan hidup dengan kebahagiaan. Inioff the record, ya: tema kali ini adalah persahabatan. Dengan persahabatan, kejahatan akan mudah dikalahkan,”

“Kedengaran seperti kartun Minggu pagi.”

“Oke? Pas?”

“Pas!”

***

Cat tidak pernah berpikir sebelumnya ini adalah keputusan buruk. Seekor kuda terbang yang besarnya sebesar ikan paus menari-nari di angkasa. Entah akan visi dan misinya. Tapi dari keteknya keluar bola api!

Sementara itu pertarungan ini sudah seperti 100 vs 1. Cat harus mengandalkan diri sendiri. Sementara Zhaahir bertarung seperti anak kecil. Mima cukup bagus juga, tapi ia memukul orang dengan garpu?! Oh Tuhan Pencipta Alam Semesta! Mana Juliet? Bencong itu tidak kelihatan batang hidungnya. Cat melihat barisan monster mengarah ke balik bukit di sebelah kanannya. Entah apa yang menarik perhatiannya.
***

Zhaahir merapal mantra-mantra sihir dari tadi. Tapi kuda terbang itu senang sekali mengejarnya pasca mantra selesai dirapal. Ia harus tetap tegar dan berani. Eri pasti senang dibawakan hadiah kuda terbang.

***

Mima sudah lama tidak merasa sesenang ini. Adrenalinnya ada di puncak. Ia sebentar-sebentar tertawa. Mima menyadari Cat yang bertempur tak jauh darinya berulang kali mencuri pandang saat ia tertawa menebas monster ini. Tapi kenapa mereka tidak habis-habis?

***

Anjing memang. Harusnya Juliet sekarang ada di kos-kosan. Di bawah terpaan kipas di siang hari yang panas. Minum Nutri Sari dingin seusai belanja. Baca novel stensilan atau mengisi TTS. Kampret. Puluhan, aduh, tidak sempat dihitung monster di belakangnya mengejar Juliet. Sekarang ia ingin menjauh dari sini. Tapi ini mungkin betulan mimpi. Ia berlari di tempat, dan monster-monster itu juga. Soalnya, menara dan kastel di sudut matanya tak kunjung mengecil ditelan bulatnya Bumi. Juliet histeris. Heel-nya sudah patah dari tadi.

***

KA-BOOOOOM!

***

Kuda terbang itu oleng kena tembak. Ia menjauh dari lokasi pertempuran.

***

Cat, Mima, dan Zhaahir sudah berada di depan kastel dan menara. Di sini monster semakin banyak saja. Tapi kesatria di belakang mereka bertempur seperti tiada hari esok.

Ka-boooom! lagi. Cat terpelanting setelah lengan kanannya yang seperti betis kolonel itu bisa menembak seperti tank.

Menara sebelah kanan runtuh.

***

Juliet capek berlari. Ia berbalik arah dan cakap kotor beberapa kali sebelum memukuli monster-monster itu sampai tangannya iritasi.

***

Cat, Mima, dan Zhaahir kehabisan akal menghancurkan menara sebelah kiri. Apa yang akan diperbuat dengan peralatan seadanya untuk menghancurkan struktur bangunan kokoh?

Di antara mereka telah sepakat bahwa tidak ada rapalan mantra. Pasalnya kuda terbang itu sepertinya gemar sekali mengeker perapal. Kuda terbang itu mengeluarkan bola api lagi. Kesatria pontang-panting. Cat, Mima, dan Zhaahir berpeluh-peluh. Monster semakin banyak saja.

***

Juliet menebas, memukul, berjingkrak-jingkrakan. Puluhan—eh, berapa tadi? Tidak sempat dihitung—monster tumbang. Juliet mengusap peluhnya dengan tisu di kantong belakang celana pendeknya.

***

Sementara itu Cat, Mima, dan Zhaahir tidak sempat menyeka peluh. Kini mereka sudah mengepung menara kiri. Menara kiri ini keras kepala juga. Dari puncaknya muncul panah-panah kecil yang mirip tahi kambing, menembaki kesatria-kesatria lengah di sekitarnya. Ini sistem yang sangat aneh, pikir Cat. Seharusnya kesatria ini dilengkapi artileri atau minimal bom. Pedang mereka itu tak ubahnya sebatang lidi hendak menebang Jati. Useless!

Tiba-tiba muncul Juliet dari balik bukit. Tidak ada yang memperhatikan.

“Mungkinkah panitia tadi benar? Bahwa ini dapat ditaklukkan dengan kekuatan persahabatan?” tanya Zhaahir,hopeless.

“Setauku tidak,” kata Mima.

“Setauku tidak juga,” timpal Cat.

“Aku sering menemani anakku menonton kartun Minggu pagi. Tapi aku tidak berpikir kekuatan persahabatan akan menyelamatkan kita,” ujar Mima lagi.

“Kita bersahabat?” kata Zhaahir.

“Absurd.” Tandas Cat.

“....”

Puluhan kepala tertebas. Puluhan peluh menetes.

“Kalian tahu Deus Ex Machina?” tanya Mima.

“Tidak, kenapa?”

“Aku suka juga nonton kartun Minggu pagi. Tapi aku tidak percaya Juliet akan datang dan membawa harapan akan kemenangan,” kata Mima.

“Aku lebih percaya kekuatan persahabatan.”

“Sepakat.”

Entah apa yang ada dalam pikiran Cat, Mima, dan Zhaahir setelah itu. Tapi kuda terbang yang tak boleh disebutkan namanya tadi kembali mengeluarkan bola-bola api dari keteknya. Mengeker kerumunan monster dan kesatria di sekitar menara.

Cat melihat langit. Pakaian Mima sudah basah kuyup. Sementara Zhaahir berlutut menggenggam pasir. Juliet terguling di turunan bukit pasir karena tergesa-gesa.

“Maafkan aku, Eri!”

Salah satu bola api itu mengenai menara dan mematahkan tiang-tiangnya. Menara itu rubuh. Kemudian segalanya terhenti.

31 comments:

  1. What, apha iniiih... Sok tulen itu apa??? Absurd! Huahahahaha!!!

    Narasinya kocak tapi kadang rada kaku jadi kurang manteb ngikutinnya. Petarungannya absuuurd! Aku juga tyda percaya dengan kekuatan persahabatan.

    Tapi sebagai satu-satunya entry yang pakai Zhaahir, kuberi nilai plus untuk entry ini. :>

    Nilai : 9

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, tsun, suda lama tyda nulis, jadi agak kaku gitcu hiks.
      .
      Thanks sun, semoga lain kali bisa pake char enteh lah :***

      Delete
  2. Dengan kekuatan persahabatan, eh bulan, eh Deus ex Machina aku akan menghukummu! Alih2 semua itu, ini mah jadi kelihatan jadi kemenangan akibat "kekuatan kebetulan" dan "kekuatan deadline". Kemampuan2 para OC jadi nggak ditunjukkan.

    Rah gila, tapi mekanisme menaranya kan udah diperhitungkan panitia nggak mempan kena sihir+elemen termasuk bola api. Untuk mencegah "menang karena kebetulan" seperti ini.

    Nilai: 5/10
    OC: Vajra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, iya emang. Tapi dengan kemampuan persahabatan, menang karena kebetulan bisa dikalahkan :') #bercanda
      .
      Thanks, om Andry, semoga di lain kesempatan aye bisa ketemu OC om Andry~~

      Delete
  3. Aku suka banget sama narasi dan perkenalan karakter per karakternya. Narasinya unik, diksinya juga, tapi ada beberapa yang gak pas. Well, masih menarik sih XD

    Paling demen perkenalan karakternya. Masing-masing punya cerita di tempat yang sama tapi sudut pandang yang berbeda. Heck, I was planning to do this kind of thing yet you could do it way better than me! XD

    Cuma aku gak suka konklusinya, rushed ending. There's no real conflict whatsoever. Pas baca depan sih demen, tapi makin ke belakang tadi aku ga bisa ngerasa kalo udah masuk inti ceritanya. I was like, "Hah? Kok udah beres?"

    Padahal pas di medan perang bisa banyak eksplore apapun, tapi langsung skip skip skip.

    Lagipula, menaranya ga mempan sihir dan harusnya ga bisa hancur satu2, so ceritanya ga sesuai aturan yang diminta. Again, rushed ending. Sayang banget padahal aku udah jatuh cinta sama narasi di depannya.

    4/10
    ~JFudo
    ~Lo Dmun Faylim

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh? Yang enggak pas di mananya yak? Ntar ane perbaiki deh kalau ane tau~
      .
      Thanks bang Akbar, emang kerasa ya rushed endingnya :(( Thanks juga udah berkunjung bang, muun maap bila mengecewakan :'(

      Delete
  4. Ini entry (cukup) sukses bikin saya cengar-cengir, di bagian awal-awalnya. Apalagi karena Juliet sering mengait-ngaitkan sesuatu sm hal-hal yang sifatnya keseharian--yang kebetulan saya sangat familier. Serius, ada bagian yg bikin saya beneran seneng di pagi yg suram ini #apa

    Tapi kok masuk ke padang tandusnya jadi ... kok cepet banget sih? Bener-bener kurang tergali. Tau2 aja beres. Dan sama kaya komen di atas, ada pelanggaran aturan. Emang saya biasanya gak masalah sm pertempuran asal alurnya bagus, tp ini kebangetan ... kurang. Maafin bahasanya, ya. Emg jujur itu yg saya rasain.

    Jadi saya titip 7, dan sumbangan terbesarnya dari awalan yang menarik.

    -Ahran-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks om Ahran atas apresiasinya. Yang terakhir itu emang karena ane autowriting garis keras ala procrastinator di menit-menit terakhir deadline. Hiks.

      Delete
  5. rasanya antara pengen ketawa dan prihatin :v saya tidak tahu bagaimana narasi ini bikin saya nyengir..
    tapi pas masuk scene kok rasanya ngebut gitu..apalagi endingnya nggantung..gak disebutkan apakah mereka berhasil.. semua berakhir setelah bola api Tamon Rah menerjang ke arah menara.saya jadi bertanya-tanya, bagaimana nasib Juliet dan kelompoknya?

    nilai 6

    Nobuhisa Oga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Endingnya sebenarnya udah selesai kok, cuma enggak ane jabarkan aja pasca-pertempurannya. Nasib Juliet dan kelompoknya kembali ke peraduannya masing masing #blush huehehehe.
      Thanks om Nobuhisa atas apresiasinya :*

      Delete
  6. Oke, ini narasinya agak surealis. Memang tidak separah author surreal dari tiga BoR pertama, tapi bagiku tetep bau-baunya ke sana.

    Narasi cukup menarik, tapi saya tidak bisa bilang hal yang sama untuk alur dan pertempurannya. Dibilang biasa tapi agak surealis, mau dibilang surealis tapi kentang mampus. Nyaris... nyaris tripping tapi nggak. Kalau full throttle ke sana dan bisa bikin saya tripping, mungkin saya akan kasih nilai gede tulisan ini.

    Pace juga terlalu cepat dan lompat-lompat. Bukan, lebih tepat kalau dibilang saya yang baca berasa dilempar-lempar.

    Lalu untuk bagian akhir, saya bener-bener benci Deus Ex Machina...

    Maaf

    Nilai 6

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya ane usahain banyak hal supaya tersirat sih oms, makanya enggak terlalu jelas penggambaran dan maknanya. Enggak maksud supaya surealis juga, tapi kalau pembaca ngerasanya gitu berarti ane masih perlu evaluasi buat narasinya. Thanks oms atas apresiasinya, jangan benci-benci benci Deus Ex Machinaa lalalala~

      Delete
  7. Ini apaaan??!! // :v \\

    Mestinya kamu nulis lebih awal, Lazu, jadinya bisa membuat cerita yang terkesan "selesai". Kalau ini mah kelihatan jelas terburu-burunya. Jomplang banget antara bagian awal perkenalan (yang masih agak bagus biarpun ngawur) dengan bagian battle utamanya.

    Narasinya sebenarnya udah cool dan unik, tetapi kurang konsisten aja di alurnya, Dan battlenya bener-bener kurang banyak.

    Poin 5 untuk deadliner penjaga gerbang!

    OC Kusumawardani

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya om hewan, hiks, nyesel juga bikinnya menjelang hari H, tapi ya ini evaluasi buat ane sendiri supaya manfaatkan waktu lebih ketat lagi supaya gak terburu buru nulisnya. Ane kurang bisa main di battle sih, tapi ane emang ngerasa emang ini lumayan buruk juga. Yah, thanks om her atas apresiasinya. Semoga di lain kesempatan kita bisa ketemu OCnya huehehehe~

      Delete
  8. Duh ini ngakak candaanya udah bikin saya nyengir tiap liat kata "anjing" kayak kaka-kaka yang hobi bahas SARA dan LGBT ask.fm :)))

    Deskripsi awal2 manis, tapi semua berubah sejak Mima dan Juliet. Kampret :}}}

    And then come this statement: HIV/AIDS dapat menular akibat pergaulan bebas. Bisa saja dari suntik, tapi banyak juga dari gonta-ganti pasangan. Disarankan memakai alat pengaman tapi disarankan... ah, masa bodoh!

    BAHAHAHA

    Narasi lelucon tambah kocak ketika sisipan-sisipan bahasa Inggris muncul. Sukses sekali dari segi lelucon. Tapi dari segi lompatan alur, teknis cara penghancuran menara yang nggak sesuai spesifikasi dan endingnya terkesan terpotong tanpa lanjutan, yang sebenarnya bisa lebih panjang dan bisa jadi sangat dinantikan(?) oleh para pembaca.

    6/10

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya om Hariz, sayang amat yak, ane juga ngerasa gitu. Muun maap jadinya mengecewakan oms :(( Semoga lain kali ane bisa kasih yang lebih 'total' dari pada ini :( Thanks atas apresiasinya oms~

      Delete
  9. Wkwkwk, so paten, istilah apa ini XD

    Damn, ini narasi yang bisa bikin saya ketawa ketiwi bacanya, ibarat makanan, begitu lezat disantap. Empat jempol buat gaya narasinya.

    Tapi sayangnya, narasi yang udah keren-kerennya, gak dibarengi dengan jalan cerita yang mumpuni -terutama bagian pertempurannya, keliatan kalo nulisnya buu-buru.

    Nilai 7 untuk narasinya aja. Harusnya bisa lebih lagi

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, di daerah Sumatera Utara terutama komunitas Melayunya lumayan sering sih dipakai frasa 'sok paten' itu sebagai pengganti frasa 'sok jago' hehehe. Iya oms, emang buru buru nulisnya, sampe kerasa banget jomplangnya :(( Thanks atas apresiasinya om Lanjung, pengin ditulisin deh OC aye sama om lanjung :v ahhahaha

      Delete
  10. Wkwkwk, so paten, istilah apa ini XD

    Damn, ini narasi yang bisa bikin saya ketawa ketiwi bacanya, ibarat makanan, begitu lezat disantap. Empat jempol buat gaya narasinya.

    Tapi sayangnya, narasi yang udah keren-kerennya, gak dibarengi dengan jalan cerita yang mumpuni -terutama bagian pertempurannya, keliatan kalo nulisnya buu-buru.

    Nilai 7 untuk narasinya aja. Harusnya bisa lebih lagi

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  11. Bukan cuma csnya yang berkesan angin"an, entri ini juga kebawa ya

    Sebenernya narasinya ringan dan enak. Malah kayanya udah standar buku lokal yang dijual di toko buku (tapi bukan tipe yang saya bakal saya beli)....cuma berasa salah tempat. Dan keliatannya kamu sendiri keasyikan nulis gini sampe berasa cerita ini kehilangan substansi dan sekedar cerpen humor surealis (ngutip kata" bang Zoel) aja jadinya. Jelas bukan sesuatu yang dapet favor saya buat lanjut terus. Apalagi porsi battlenya jelas jadi anak tiri banget

    Paling ngga terimakasih udah ikut meramaikan lagi tahun ini, meski sekedar jadi penutup panggung.

    Dari saya 6. Deadliner buffer -2 (karena kamu kirim lewat deadline 1 jam), jadi nilai akhir dari saya 4

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selain itu, Juliet juga sering masuk angin sih, makanya serba angin-anginan wehehehe. Iya sih, ane kurang puas juga untuk keseluruhan ceritanya secara eksekusi. Yosh (gaya shikawa), mungkin di lain kesempatan ane bisa belajar dari pengalamans sekarang, thanks om sam atas apresiasinya~

      Delete
  12. hmmm, saya lupa kapan terakhir baca tulisan lazu tapi kalau saya perhatikan lagi sekarang, unik juga ya? Malah saya bisa yakin bilang udah kayak ciri khas gitu, walau mungkin saya salah. Yah, inilah kelebihanmu, narasimu bagus, dialog juga, cuma masalah konstruksi alur cerita, serasa singkat dan lompat2. Yah gmn ya? Dari awal sih harusnya kamu nyicil nulis sih, alih2 deadliner... seharusnya bisa selesai dengan brilian, cuma ya gitu deh...

    Skor: 7
    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dim, dirimu enggak bilang gini karena aye bilang di postmu waktu Crimson vs ADA kan? #suuzhan #jk
      .
      Iya kan dim, emang ane yang deadliner menciptakan hasil yang buruk. Proses emang tidak pernah mengkhianati hasil :( Thanks dim atas apresiasinya :*

      Delete
  13. yuhu... karena ane nubi di dunia perkomenan :3 jadi ane komen menurut pendapat ane aja ya ._.
    unik banyak kata - kata yang bisa bikin cengar - cengir waktu bacanya :3 walo ane agak bingung waktu battle nglwan monster tapi yah... cukup menghibur kalo menurut ane, jadi ya ane kasih 7/10 dah ._.
    mohon maaf kalo kurang berkenan :3

    Dallas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enggak masalah kok om novendra, enggak ada yang nubi di dunia perkomenan (?), karena semua sama sama pembaca. Hehehehe. Thanks om vendra, ane berkenan kok atas semua komentar, karena kritik itu konsultan gratis wehehehehe.

      Delete
  14. Sumpah, kak. Ketawa ngakak diriku dan Arly waktu baca ini. Kocak banget. Sampai lupa kita lagi ada di angkot lagi macet-macetan pagi-pagi dan orang satu angkot itu ngeliatin. Hahaha .. Good job banget buat jokes-nya.

    Tadinya udah sempat kira Zhaahir, Caitlin dan Mima itu tokoh-tokoh yang narasi karakternya bakal ber"wibawa" gitu ... pokoknya gak seperti yang dinarasikan dalam pandangan si Juliet. Big no no. Hahaha .. tapi bisa dijungkir-balik sebegitunya oleh si Kakak ini. Cuplikan bagus banget tentang Ivan Gunawan, bener-bener bikin senyum-senyum sendiri.

    Mengenai plot, yang mengganggu banget adalah cara menghancurkan menara yang tidak sesuai dengan ketentuan panitia. Menaranya seolah dihancurkan sendiri-sendiri it's fine. Padahal harusnya 'kan baru bisa hancur kalau barengan. Sebenarnya boleh begitu, tapi setidaknya dijelaskan kalau menaranya ternyata utuh lagi dan akhirnya harus dihancurkan dengan api Tamon Rah. Ngomong-ngomong, tentara dan maid di entry ini juga tidak terlalu dapat peran, ya ?

    oh, iya. Yang ini bukan masalah besar sih, Hanya preferensi aku dan Arly saja. Menurut kita, lebih rapi kalau tulisan Kakak di justified. Jadi rata kiri dan kanan. Rasanya akan lebih enak dibaca.

    Nilai dari kami 7.

    Salam Arly Eve dan Mirsya
    Penulis Ditto Stormrage

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh saya jadi ngerasa seneng ternyata tulisan ini membawa dampak ke orang. Saya ngucapin banyak terima kasih dah. Walaupun di bagian akhir emang mengecewakan hehehe.
      .
      Kalau Justified sih agak capek bacanya, karena mata mesti ke kanan dan kekiri dalam jarak yang lumayan jauh serta konsisten, makanya ane rata kiri sih, supaya lebih friendly di mata. Hehehe.
      .
      Thanks kak Dewi atas apresiasinya~

      Delete
  15. Karena kebanyakan sudah komen tentang bagian pertempuran, saya mau komen yang lain sebagai sudut pandang orang yang sudah lama terjun di dunia RP. Jadi saya komen soal Juliet di sini.

    Sebenarnya dari semua OC di BoR entah kenapa saya tertarik sama Juliet ini. Apalagi masalah mengidap skizofrenia dan halusinasi pria kekarnya. Plot yang 'berani' kalau boleh saya bilang, tapi sekali lagi saya berharap ada adegan dimana Juliet ini adu mulut sama Romeo di pikirannya sendiri. Tapi sayangnya di sini enggak ada, saya kecewa.

    Karakter Juliet di sini yang paling kerasa cuma bagian "intim dalam berkomunikasi" sisanya? enggak ada. Saya memang engga bilang harus ditunjukkan semua di sini, tapi bahkan saya engga melihat sama sekali porsi yang mendukung sifat Juliet yang saya dapat di CS.

    Di bagian awal enak, saya suka bagaimana kekesalan si Juliet dikeluarkan dengan kata "anjing" yang semakin lama jadi lebih variatif waktu penggunaannya. Tapi begitulah, saat sampai adegan pertarungan saya cuma bisa bereaksi "Eh?"

    Jadi untuk nilai
    6/10
    (Maida York)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaaak, akhirnya ada yang beneran baca charsheet OC aye (seneng). Akhirnya juga ada yang menyadari bahwa si Juliet ini skizo (seneng) hehehe. Ane juga sih pengin masukin si Romeo, itu kesalahan aye juga. Karena kemarin sih terburu-buru, padahal untuk scene pertempuran itu, kan si Juliet sendirian, dia mestinya sih ngobrol sama si Romeo tentang keputusan yang akan mereka tempuh. Tapi kembali lagi, ane enggak sempat bikinnya hiks. Salah ane juga :(
      .
      Thanks banget om Wina atas apresiasinya~

      Delete
  16. ini ajaib banget gaye cerite nyang si abang bawain,,,aye kagum,,, eh tapi kok kayak ude cepet banget gitu selesainye? trus ini aye beneran bingung mau ngomentarin ape lagi ,,,

    nilai 8
    Karakter aye Kumirun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aih kong kumirun komen di sini~~~~ Emang terburu buru sih kong, jadi kerasa cepet gitu. Thanks udah mampir kong~

      Delete