17.5.15

[PRELIMINARY] WILHELM CARNA - ONE STEP TO BEGIN

Wilhelm Carna - One Step to Begin
Penulis: Harid Ziran




Prologue

Ini adalah Alforea.

Sebuah dimensi diantara dimensi lain yang jumlahnya tak terhingga. Tempat dimana hukum-hukum alam yang berlaku berbeda dari dunia kita. Tempat dimana yang tidak mungkin menjadi mungkin, sebuah fantasi ideal yang sempurna.

Tapi sebenarnya tempat ini tidak sesederhana itu.

Ini adalah tempat "mereka" berkumpul.

Mereka yang pemberani, mereka yang penakut. Mereka yang mengambil, mereka yang kehilangan. Mereka yang berlebih, mereka yang kekurangan. Mereka yang spesial, mereka yang normal. Mereka yang baik, mereka yang jahat. Mereka yang memilih, mereka yang terpilih.


Di tempat dimana logika dapat dijungkir balikkan ini, mereka semua mencari sesuatu.

The Seeker

Disini, di tempat ini, mereka akan diuji.

Air mata dan darah. Senyum dan kebahagiaan. Akhir yang menanti mereka semua belum tentu seperti apa yang mereka harapkan.

Now let's lift the curtain open shall we?

***

Step 1

Merah. Darah. Panas. Monster.

Empat kata yang tergambar dalam benaknya saat ini.

Namanya adalah Wilhem Carna, dan saat ini ia seding berdiri di sebuah medan perang yang besar, terkepung oleh makhluk-makhluk mengerikan yang tak terhitung jumlahnya.

Baginya, pemandangan ini kurang lebih sama seperti apa yang ia saksikan beberapa tahun yang lalu. Aroma kematian yang menyengat, disertai dengan pertarungan habis-habisan untuk bertahan hidup. Tidak lebih dan tidak kurang.

Namun saat ini ia sedang khawatir.

Dan bukan tentang dirinya, melainkan orang yang saat ini sedang berada disisinya. Seorang gadis yang terlihat seperti berumur empat belas tahun dan memakai piyama.

Hal yang tergambar pada wajah gadis itu sudah jelas.

Ketakutan.

Wilhelm jelaslah bukan orang yang baik. Ia adalah orang yang melakukan apapun hanya untuk membalaskan dendam keluarganya. Ia tidak akan menolong seseorang hanya karena orang itu merasa takut. Apalagi bila yang akan ditolong hanyalah orang yang baru ia kenal satu bulan yang lalu.

Tapi....

Perasaan yang ia sedang rasakan kali ini berbeda. Perasaan ingin melindungi sesuatu yang berharga, perasaan takut akan  kehilangan.

Jadi Wil mengambil satu langkah kedepan dan bersiap. Ini akan menjadi pertama kalinya ia menggunakan tinjunya demi orang lain.

"Nil, bersiaplah."

"Wil?"

Gadis itu menoleh.

"Kita akan menyelesaikan ini secepat kilat."


***

Right jab, left jab, right jab, left hook, serangan sikut ke area wajah, dan diakhiri dengan right uppercut.

Serangan bertubi-tubi barusan menumbangkan sebuah training dummy setinggi dua meter yang terbuat dari kayu dan berbentuk manusia, dan memiliki kepadatan yang cukup untuk dapat disebut keras. Dummy itu tidak hanya jatuh, namun rusak berat hingga hampir dapat dikatakan hancur. Retakan-retakan besar yang terdapat di permukaannya menandakan bahwa pukulan-pukulan yang diterima oleh benda itu memiliki daya destruktif yang kuat.

Seorang pemuda dengan pakaian serba hitam berdiri dihadapan dummy yang baru saja ia jatuhkan. Tapi meskipun

Dahinya mengkerut, kemudian kembali lagi seperti semula disertai dengan hembusan napas panjang. Ia memalingkan wajah ke sekitar sambil sesekali melihat kembali dummy yang baru ia jatuhkan tadi.

Ini masih tidak cukup

Aku benar-benar....menjadi lemah

"Wil?"

Sebuah suara manis tiba-tiba membuyarkan lamunannya, dan Wil segera menoleh ke arah orang yang memanggil namanya. Disitu ia menemukan seseorang yang berwujud anak kecil sedang berdiri memandanginya.

"Aku lapar."

"Apa?"

"Aku lapar."

"Kau tidak harus mengulanginya kau tahu?"

"Tapi aku benar-benar lapar."

"Oke, oke, kita akan akan mencari makanan sekarang."

Dengan langkah gontai, Wilhelm keluar dari ruangan latihan itu dan segera menuju tempat perjamuan, setelah bertanya kepada beberapa pelayan yang berada di dekat sana tentunya.

Sesampainya di tempat perjamuan, Nil langsung memanggil beberapa pelayan wanita dan memesan beberapa makanan, dengan rincian dua hidangan pembuka, dua hidangan utama, tiga makanan pencuci mulut, dan lima gelas minuman dengan rasa yang berbeda, sementara Wil hanya memesan sebuah roti isi dan segelas air putih.

Aku benar-benar beruntung semua makanan disini tidak bayar.

Sambil melamun, tanpa sadar Wil terus-menerus melihat Nil yang lahap menghabiskan jamuan yang berukuran ekstra itu. Entah kenapa, sebuah senyum perlahan terukir di wajahnya.

Sedikit.

Setelah tiga puluh menit menghabiskan waktu di ruang jamuan makan, Wil dan Nil keluar dari tempat itu dan berbincang-bincang dengan beberapa orang serta pelayan yang berada di sekitar mereka berdua.

Menurut informasi yang mereka dapat, nama kota ini adalah Despera, tempat ini bernama Alkima, dan dunia ini bernama Alforea. Sebuah dimensi lain yang terpisah dari dimensi-dimensi lainnya, serta ditujukan untuk satu tujuan. Sebuah permainan virtual.

Tidak terlalu spesial, begitu pikir Wil.

Satu jam kemudian mereka berdua sudah berkumpul di tengah-tengah plaza bersama orang-orang asing yang tidak mereka tahu sama sekali. Bahkan beberapa sepertinya tidak layak disebut "orang".

Setelah beberapa pidato membosankan yang terkesan konyol, atau setidaknya begitulah yang tergambar dalam pikiran Wil, pria tua yang menggantikan wanita di atas balkon sebelumnya mengatakan,

"Dengan ini, kunyatakan babak penyisihan Battle of Realms telah dimulai!!"

Dan begitulah yang terjadi.

Menurut pidato barusan (yang ia dengarkan dengan setengah-setengah), yang harus ia lakukan sekarang adalah mencari anggota untuk melewati babak penyisihan.

Masalahnya, ia bukanlah tipe orang yang pandai dalam urusan sosial. Hampir seluruh hidupnya ia gunakan untuk membalas dendam orang yang telah menghabisi keluarganya.

Sejenak ia menoleh kepada Nil. Gadis itu hanya berpegangan erat pada jubahnya dan bersembunyi dibaliknya.

Ah, dia juga tidak bisa diharapkan.

Setelah dua menit berpikir, Wil akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan ke sekeliling dan mengajak beberapa orang untuk berbicara. Masalah apakah mereka akan bergabung dengannya atau tidak, itu urusan lain. Yang penting ia sudah berusaha, atau begitulah setidaknya.

"Aduh!"

Baru dua puluh langkah ia beranjak dari tempatnya, ia sudah tersandung sesuatu.

"Wil, kau tidak apa-apa?"

Nil menghampirinya.

"Ya, aku tidak apa-apa. Astaga, bodoh mana yang meletakkan kotak seperti ini ditengah jalan."

"Hei! lain kali, perhatikan kakimu kalau jalan!"

"Nil, tadi kau bilang apa?"

"Bukan aku yang berbicara. Kotak itu yang berbicara."

"Apa?"

"Kotak itu berbicara."

"....."

"Ya, aku yang berbicara, ada masalah?"

Dengan wajah agak terkejut, Wil menoleh ke arah kotak yang barusan ia sandung, dan setelah mengamatinya dengan baik, kotak itu memang memiliki sepasang mata.

Ah, segala hal memang bisa terjadi.

Wil mengamati kotak yang agak marah itu selama lima detik dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya. Lagipula, siapa yang butuh sebuah kotak dalam babak penyisihan yang kemungkinan besar adalah pertarungan?

"Ayo Nil, kita pergi."

Tidak ada jawaban.

"Nil?"

Wil menoleh lagi ke belakang dan menemukan gadis itu sedang berbincang-bincang dengan kotak misterius yang tadi.

"Kotak, siapa namamu?"

" Panggil saja Chubox. Jadi nona kecil, apa kau mau menyimpan barangmu atau tidak? Sebagai tambahan, kau juga bisa menukar barangku dengan barang milikmu"

"Hmm...... barang apa saja boleh?"

"Tentu, apa saja boleh."

"Kalau begitu tolong simpan ini."

Nil mengeluarkan sebuah sendok berwarna perak.

"Baiklah. Akan kusimpan ini dengan baik."

Wilhelm yang datang beberapa detik kemudian, berkata kepada gadis itu:

"Ayo Nil, kita pergi. Kita tidak butuh kotak ini."

"Tapi sendokku ada disana."

"Sendok? Memangnya kau dapat darimana?"

"Rumah."

Jawaban tak bersalah dari gadis itu mengingatkan Wil akan sendok perak peninggalan keluarganya yang ada di rumahnya.

"Astaga Nil, kau menyimpan sendok itu di dalam kotak ini? Hei kotak, kembalikan benda itu."

"Tidak bisa. Menurut protokol kotak, yang bisa mengambil barang hanya yang menyimpan. Lagipula mana mau aku menuruti perintah orang tak beretika sepertimu?"

Kotak ini benar-benar minta dihajar.

"Wil, bolehkah dia masuk kedalam kelompok kita?"

Bagi Wil, permintaan gadis ini seperti memindahkan gunung dengan satu tangan.Tidak mungkin dan tidak masuk akal.

Tapi yah, siapa yang bisa menolak tatapan seorang gadis kecil yang hampir menangis?

Chubox added to your party!

Seorang gadis berambut coklat yang memakai sweater pink dan seorang pria yang memakai mantel kulit tebal sedang berjalan-jalan di sekitar area kastil Despera.

Tentu saja, mereka berdua juga player.

"Menurutmu, kemana lagi kita harus mencari anggota?" Tanya sang gadis.

"Entahalah, tapi coba kita cari di sebelah sini." Jawab sang pria.

Setelah melewati dua persimpangan jalan, si gadis dan si pria tiba di sebuah air mancur yang dilengkapi dengan beberapa tempat duduk. Sepertinya tempat ini adalah bagian tengah halaman kastil.

"Sudah kubilang, menurut protokol kotak-brbrbrbububblgrgh"

"Kembalikan atau kau akan mati tenggelam. Nil, suruh dia mengeluarkan sendok yang tadi."

"Kenapa? Aku menyukai tuan kotak. Lagipula bukankah benda penting harus disimpan didalam kotak?"

Ah, aku benar-benar menyerah.

"Ummm....permisi?"

Wil dan Nil menoleh ke arah sumber suara secara bersamaan. Chubox yang dari tadi berada dalam genggaman Wil dan sedang ditenggelamkan keluar.

"Bwah! Cukup! Sekarang aku akan mencabik-cabik dirimu dan-oh, ada orang baru."

Gadis berambut coklat maju ke depan dan bertanya,

"Apakah kelompok kalian masih memiliki tempat untuk dua orang? Kami masih belum menemukan anggota."

"Oh. Ok. Silahkan. Kami juga kekurangan dua anggota." Wil menjawab dengan sedikit awkward.

"Namaku Hatena, dan dia Alshain Kairos."

"Aku Wilhelm Carna, dan gadis ini bernama Nil."

"Aku Chubox, salam kenal."

Hatena added to your party!
Alshain Kairos added to your party!

Tiba-tiba seorang pelayan (berpakaian ala french maid tentunya), tiba dihadapan mereka secara tiba-tiba.

"Player sekalian, party anda telah berjumlah empat orang. Babak penyisihan akan segera dimulai. Inisiasi teleport dalam lima...empat.....tiga...."

Sebelum mereka berempat bereaksi, cahaya biru menimpa mereka semua dan mereka hilang dari tempat itu dalam sekejap.

***

Step 2

[Teleport is over]

Tulisan tersebut tertulis di hadapan Wilhelm. Memang benar seperti informasi yang ia dapatkan sebelumnya, bahwa tempat ini benar-benar sebuah permainan virtual. Buktinya ia bahkan dapat melihat status bar yang sebelumnya tidak terlihat.

Ada bar-bar bertuliskan HP, MP, dan beberapa hal yang tidak ia mengerti.Di bagian slot skill, ia melihat lima buah ikon dengan nama-nama.

[Flash Step]
[Enhacement: Lightning]
[Hollow Fist]
[Soul Target]
[Soul Battle]

Wil berpikir, saat ini, kelima kemampuan inilah yang ia miliki. Ia melihat ke sekeliling, anggota partynya juga sedang melihat-lihat tak tentu arah dan tampak bingung. Tampaknya mereka semua juga sedang berusaha mengerti maksud dari tulisan-tulisan tersebut.

Maid yang membawa mereka tiba-tiba berbicara,

"Para player. Saat ini kalian semua sedang berada di tengah-tengah medan pertempuran antara pasukan Alforea melawan monster yang tak terhingga jumlahnya. Misi kalian adalah menyegel kembali Tamon Rah dengan cara menghancurkan kedua menara kristal yang berada di utara secara bersamaan. Sekian."

Tanpa basa-basi, maid itu langsung menghilang menggunakan teknik teleportasi. Cahaya biru menimpa maid itu dan ia tak tertinggal bekasnya sama sekali.

"Itu benar-benar pelayanan yang buruk. Kurasa aku harus melaporkannya pada petugas Hak Asasi Kotak."
Chubox si kotak menggerutu. Tampaknya yang tiba dengan keadaan terbalik hanya ia seorang.

"Jadi sekarang apa yang akan kita lakukan?" Hatena bertanya.

"Kita harus menyelesaikan misi, seperti yang pelayan tadi katakan." Alshain Kairos angkat bicara.

Dibawah bukit tempat mereka diteleportasikan, sebuah perang besar yang sengit sedang terjadi. Suara dentingan pedang dan jeritan-jeritan terdengar dimana-mana. Lima ratus prajurit biasa melawan gelombang monster yang tak ada habisnya.  Dilihat dari keadaannya, sudah jelas siapa yang akan menang.

"Sebagai permulaan, bagaimana kalau kita menyelamatkan mereka?" Sang gadis berambut coklat melihat ke bawah dan menunjuk para prajurit yang sedang berada dalam posisi antara hidup dan mati.

"Mungkin ya, mungkin tidak. Misi kita hanya bertahan hidup dan menyegel makhluk yang disebut Tamon Rah dengan cara menghancurkan kedua menara kembar di ujung utara sana." Dengan pandangan mata yang sinis, Alshain memandangi pertempuran di bawahnya.
"Ta..tapi..."

"Daripada kalian semua berdiam diri disini, sebaiknya bergerak. Semakin cepat ini selesai semakin bagus."

Wilhelm meloncat ke bawah bukit dan segera berlari. Sebenarnya ia juga agak sedikit segan melindungi prajurit yang tak ada hubungannya dengan misinya, tapi apa boleh buat. Tiga menit yang lalu, ada seorang gadis kecil yang membisikkkan padanya untuk pergi dan menyelamatkan orang-orang dibawah.

"Ummm...Alshain?" Hatena menoleh ke arah Alshain.

"Apa?"

"Bisakah kau memimpin? " Hatena bertanya dengan wajah penuh senyuman.

Dengan suara yang sedikit berat, pria itu menjawab.

"Baiklah."

"Ngomong-ngomong, monster yang bernama Tamon Rah itu yang mana ya? Kelihatannya namanya terdengar spesial tapi aku tidak melihat apapun yang terlihat spesial di antara kerumunan monster itu."

Hatena yang kelihatan sedikit bingung masih terus mengawasi kerumunan monster di bawah.

"Uhh, teman-teman?" Kali ini Chubox yang bersuara.

"Mungkin dia di atas sana."

Mendengar kata-kata Chubox, mereka berdua melihat ke atas dan menemukan pemandangan yang hampir mustahil.

Bulan telah terbelah dua.

"Ahh, ini tidak bagus." Alshain Kairos menatap pemandangan itu dengan rasa yang hampir putus asa.

"Panggil pria berjubah hitam tadi! Kita akan langsung menembus barikade monster dan langsung menghancurkan kedua menara itu! Aku akan mencoba untuk membuat para prajurit membantu kita!"


***

Final Step

Kondisi perang saat ini makin memanas.

Para prajurit yang dibantu oleh player sedang menghadapi pembantaian habis-habisan oleh gelombang monster dan serangan kuda terbang raksasa berapi yang bernama Tamon Rah itu.

Hatena sedang menahan berbagai serangan monster sambil sesekali menahan serangan bola api Tamon Rah. Meskipun sepertinya tidak pantas untuk membiarkan seorang gadis menerima serangan habis-habisan, namun hanya ia yang saat ini mampu menahan serangan Tamon Rah.

Sementara Chubox sedang mengamuk di garis depan, dalam bentuk monster yang dikenal sebagai mimic. Sepertinya ada monster yang menolak permintaan kotak itu.

Alshain Kairos sedang menuju menara kanan dengan bantuan sepuluh orang prajurit elit. Kemampuan fisiknya tidak cukup untuk menembus barikade monster ini sendirian.

Sementara Wilhelm, sedang menuju menara kiri dengan segenap kemampuanya. Ratusan monster yang menghadang dilewatinya secepat kilat.

[Soul Battle]

Kemampuan Wilhelm untuk menyatukan jiwanya dengan jiwa Nil, memberinya kekuatan untuk menembus barikade monster selama satu menit.

[Enhancement: Lightning]

Kemampuan Wilhelm untuk mengalirkan listrik melalui tubuhnya. Dengan kemampuan itu Wil menghentikan pergerakan para monster agar tidak ada serangan mereka yang mampu mengenainya.

Teknik Hit n' Run.

Bagi Wil asalkan ia sampai ke menara, itu sudah cukup. Tak perlu menghabisi banyak monster, dan memang ia akhirnya sampai.

"Cih, dia sudah sampai duluan."

Alshain melihat ke sekitarnya, dan menemukan bahwa para prajurit sudah hampir tidak dapat melanjutkan perjalanan lagi.

Pada saat yang bersamaan, Tamon Rah tiba-tiba meraung dengan keras dan melaju ke arah utara, tempat dimana Wil dan Kai berada.

"Sepertinya kita ketahuan." Suara Nil berbisik dari dalam pikiran Wil.

"Ya aku tahu, tampaknya kuda sialan itu bisa mendeteksi penggunaan kemampuan. Sial!"

Maslah bukan hanya berhenti disitu saja. Menara kristal tiba-tiba menembakkan proyektil sihir secara beruntun. Wil yang hampir kehabisan tenaga dengan susah payah menghindari serangan yang dilancarkan padanya.
"Kita terpaksa menghancurkan menara itu sekarang! Bersiaplah Nil!"

Wil berlari, melangkah cepat dan bersiap untuk menghantam menara.

"Sialan! Sialan!" Gerutu Alshain saat sedang dikejar ratusan monster.

Ia sedang mencari cara bagaimana sampai di menara dan menembus barikade pasukan monster ini dengan cepat. Meskipun ia orang yang biasa menghadapi situasi seperti ini, namun ia selalu menghadapinya dengan rencana. Dan tak mungkin ia menyusun rencana dengan orang-orang asing yang baru beberapa jam yang lalu ia temui.

Tidak ada harapan lagi.Semua akan berakhir disini.

Konyolnya, disaat-saat seperti ini ia malah berharap ada semacam deus-ex-machina, sebuah kebetulan yang akan membantunya keluar dari situasi ini.

Dan tak disangka, deus-ex-machina itu benar-benar datang.

Chubox, yang daritadi bertarung di garis depan melawan para monster, ternyata ada disini dengan wujud yang sudah kembali menjadi seperti semula. Tanpa pikir panjang, Alshain langsung memungut kotak itu dan menggunakan kemampuannya.

[Path Bending]

Memberikan arah dan jalur absolut pada objek.

"Kena!"

Lemparan penentuan. Misi ini berhasil atau gagal, semua tergantung padanya.

Tamon Rah sudah berada satu kilometer di belakang.

Dan tepat lima detik kemudian, Tamon Rah kembali meraung dengan keras. Tubuh kuda raksasa itu kembali terangkat ke angkasa untuk kemudian tersegel lagi dan menjadi bulan.

Both towers destroyed simultaneously.
Player wins.

Bersamaan dengan munculnya tulisan itu, badan mereka berempat ditimpa kembali oleh cahaya biru, lalu kemudian hilang tanpa bekas.

16 comments:

  1. "Mmi kok dia pendek banget?"
    "Pendek? Yang kau maksud apa toh, Fell? Ceritanya atau orangnya?"
    "Author payah. Bahkan kau bahkan tidak mengerti maksud dari OC-mu sendiri. Sebenarnya kau itu ngerti aku enggak sih?"
    "Ya ngerti, tapi kan aku pengen ngajarin kamu itu berbahasa yang baik. Moso ya ku biarin aja kamu ngomong berlepotan."
    "Aku ngomong berlepotan juga gara-gara siapa hah? Dasar Author tak berguna!"
    Iya juga ya, yang nulis dialog ini kan aku. he he he

    ***

    Hai, Harid... hmm.. Umi bingung harus komen apa. Kesan yang Umi dapet dari cerita ini adalah... ceritanya singkat, padat. tepat dan.... kurang dramatis *plak

    Di awal sudah mulai enjoy, kirain ini cerita yang bakal banyak drama antara wil-nil. Eh, tahunya tiba-tiba selesai. bukan karena Umi nikmatin, malah lebih kayak, 'loh.. pendek amat?"

    Berasa kayak di awal udah draging eh diending cuma wuuuushhh "The End"

    dan Umi cuma bisa melongo.

    ***

    "Well, we can't help everyone right, Um?"
    "Ho-oh!"

    ***

    The Fun : 2.0
    Karakterisasi : 1.0
    Alur : 1.0
    Total : 4.0

    ***

    Maria Fellas - Bocah Lintah yang lagi siapan mau pergi ke sekolah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagian drama dihilangkan, karakterisasi dihilangkan. Saya bener-bener nggak bisa publish cerita yang belum selesai. Bagi saya, lebih baik publish cerita jelek yang sudah selesai.

      Walaupun saya tahu, not-worth-reading-story shouldn't be published after all.
      Terima kasih sudah mampir.


      Delete
  2. Harusnya saya baca yang lain, sesuai janji. Tp saya nemu yg awalannya bagus, jadi saya dahulukan. Terutama bagian ini:

    Mereka yang pemberani, mereka yang penakut. Mereka yang mengambil, mereka yang kehilangan. Mereka yang berlebih, mereka yang kekurangan. Mereka yang spesial, mereka yang normal. Mereka yang baik, mereka yang jahat. Mereka yang memilih, mereka yang terpilih.

    Hehe, ini paragraf yang menarik perhatian saya karena kesannya dramatis gitu.

    Dari paragraf pembuka itu, saya berharap dapet semacam pertarungan epic, tapi sayangnya ekspetasi saya belum terpenuhi. <--But, lupakan yang ini dulu.

    Pertama, gaya bahasanya asik, saya suka yang gak ribet begini. Nyantai dan ngalir. Namun yah, itu saja yang paling berkesan buat entry ini.

    Bagian awalnya, yg pembentukan tim itu juga, lebih panjang daripada sajian intinya. Pertempuran itu sendiri. Ya, ga masalah amat sih, cma kebangetan juga. Apalagi pertempurannya gitu aja. Pas saya selesai baca, saya cuma bisa garuk-garuk kepala dan melongo. "Udah?"

    Tapi overall, ini bacaan yang bisa rampung sekali duduk. Entah ini kekurangan atau kelebihan buat yang lain, tp kalo buat saya entry yg ringan itu punya nilai plus.

    Jadi, saya titip 7.

    -Dari Ahran-

    ReplyDelete
  3. Bagian awalnya bagus, seriusan. Pas mbaca prolog, rasanya seperti tertarik ke sebuah petualangan baru. Saya tersenyum sendiri mbacanya, benar-benar menarik.

    Di chapter 'Final Battle', saya merasa sedikit kecewa. mungkin karena bagian battle tidak terlalu di sorot, lebih ke semacam rangkuman. Terus Hatena sama Tamon Rah kurang di mention. Kan musuh utamanya Tamon Rah, kasian kalau dikesampingkan begitu aja.

    Sama ada yang mengganjal di pikiran saya.
    - Pada saat yang bersamaan, Tamon Rah tiba-tiba meraung dengan keras dan melaju ke arah utara, tempat dimana Wil dan Kai berada.

    "Sepertinya kita ketahuan." Suara Nil berbisik dari dalam pikiran Wil.

    "Ya aku tahu, tampaknya kuda sialan itu bisa mendeteksi penggunaan kemampuan. Sial!"-

    Seharusnya skill Cast Detectornya ngga aktif kalau udah di menara.
    Itu aja dari saya.

    Nilai 6

    Klonoa Trunnion
    "... Wilhelm-
    Pergunakan waktu sebaik mungkin."

    Overall : 6

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yep, time is a double edged sword after all....
      Thanks for the comment

      Delete
  4. Yup, maunya saya juga bikin entri yang singkat, jelas, padat, nggak neko2. Muncul, pilih party siapa aja yang kita suka, nggak usah pelajari charsheet. Tempel 4 org di battle, Monster, bos, tempel masing2 1-2 skill lalu terakhirnya Deus ex Machina.

    Yeah, saya kepingin sekali buat yg seperti itu. Deus ex Machina and get it over with. Tapi nggak, saya lebih baik WO and I got a very good reason to do it.

    Jadi skornya 2/10. Deus ex Machina that. OC: Vajra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. WO sempat terpikir.
      tapi saya sudah terlanjur menulis prolog, dan rasanya nggak enak kalau tidak sampai selesai, tapi deadline sudah mendekati.
      Setelah menimbang-nimbang antara harus membunuh karakter atau YPS (Yang Penting Selesai)
      Ego saya menang.

      Terma kasih sudah datang

      Delete
  5. Kalau kukatakan ini terlalu mengikuti kaedah tamon ruu, yaitu plot cerita yang diberikan tamon ruu lalu dipanjangin dikit. Ngga salah sih, cuman rasanya jadi tidak keluar suatu hal yang spesial or something semacamnya. Kesannya authornya pengen buru-buru beresin prelim, dah ga peduli apa-apa lagi.

    Nilai : 5

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  6. Eh...? Udah selesai? Cuman itu aja? Yah... battlenya mengecewakan sekali, padahal awalannya sudah bagus, ekspektasiku sudah terlanjur tinggi. Mungkin ini karena deadline yang sudah mengetuk di pintu.

    Bagian awal narasinya bagus dan lancar. Agak hilang di dialog sih, tidak tahu ini siapa yang ngomong karena karakterisasinya nggak terlihat di dialog, kecuali chubox yang entah bagaimana dialog yang ia ucapkan lebih dikenal daripada wil.

    Battlenya... Maaf, mengecewakan. Plot terlalu terburu-buru, minim deskripsi, dan akhir yang deus-ex-machina banget.

    So, the final answer is 5.
    OC : Relima Krukru

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf mengecewakan.
      Kontrasnya jelas banget ya, antara paragraf yang dibuat dengan baik sama yang asal nulis.

      Thanks for coming~

      Delete
  7. Ini Wil sama Nil apa itugannya ga dua orang?

    Geh. Padahal awalannya udah lumayan, tapi keliatan banget efek ngeYOLO deket" deadline bikin akhirannya abrupt. Keliatannya kamu beneran asal tembak aja ya pake entri ini, setidaknya ga dapet WO

    Dari saya 3. Deadliner buffer -1, jadi nilai akhir dari saya 2

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener kak Sam. Saya asal nembak.
      Prologue sama 2 paragraf pertama itu deadline -1 minggu
      Sisanya deadline -2 jam.
      Tadinya mau dibuat per part seperti Ravelt tahun lalu, tapi apa daya. Yang terwariskan hanya deus-ex-machina yang terjadi di ronde 3 tahun lalu.

      Makasih sudah komen.

      Delete
  8. Baca karena liat excellnya King dan ternyata ada yang make Kai selain Bayee.

    Mulai darimana ya... Entrynya pendek tapi bukan karena pengen memadatkan cerita melainkan pengen asal cepet selesai aja, apapun ceritanya. Kalau mau dibandingin, nih entrry kek keresek yang isinya angin. Hambar, gak ada isi.

    Semua karakter gak ada yang kerasa karakterisasinya. Plotnya terlalu ngasal, asal cepet, asal beres. Serius, masa tiba-tiba "mereka lagi perang" trus "eh, udahan aja yak" seolah penulisnya sendiri beneran gak ada yang mau disampaikan di cerita ini. Cuman ngikuti guideline prelim dan nyatut nama 4 OC buat syarat, udah.

    Asal gak WO, bener. Tapi kalo kek gini aja, gak nunjukin apa-apa juga.

    Nilai : 2
    OCku : Alshain Kairos

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih bang Fu, udah dateng.

      Semua karakterisasi saya hapus, termasuk bagian Kai bertemu Hatena, dan mayoritas battle scene karena nggak mungkin saya menambahkan sekitar 1000+ kata sementara waktu sudah 11.55

      Sekali lagi bang Fu, makasih udah dateng dan maaf, karena Kai benar-benar tidak digunakan dengan baik.

      Delete
  9. (+) : Pertama baca prologue, pikir saya "Kok begini doang?", tapi habis baca lanjutan nya ternyata dijelasin intro nya di step 1.. Alur nya mundur tapi tetep rapih sampai akhir cerita dimata saya.. bagus kok
    (-) : yaa, mungkin hampir kebanyakan dari komen diatas, terlalu singkat, terutama pada scene battle nya.. padahal udah bagus plot nya kalo lebih ditambah narasi sama lauk pauk lain nya.. haha ^^ good job lah..

    NIlai: 6
    OC: Falcon

    ReplyDelete