24.6.15

[ROUND 1 - TEAM D] MAIDA YORK - THE SUCCESSOR

[ROUND 1 - TEAM D] MAIDA YORK
THE SUCCESSOR
Penulis : Erwina N.A


I. Mereka Mulai Bergerak

          Malam hari, terlepas dari suara kemeriahan pesta para prajurit yang ada di wilayah luar kastil, kamar milik raja terlihat sangat sunyi dan hanya ada satu orang yang sedang berdiri di depan cermin besar yang setinggi tubuhnya. Dengan topeng emas menutupi wajahnya, pria itu menatap sebuah cermin. Bukan cermin biasa yang dia tatap, melainkan alat komunikasi yang menghubungkan dimensi satu sama lain.

          "Bagaimana?" Tanya pria dengan topeng emas dan rambut biru langit kepada pria lain yang ada di seberang.

          "Dia lolos babak penyisihan, tuan," kata pria dengan rambut perak pendek  di seberang. Di belakangnya terlihat pemandangan dinding kayu dan sebuah ranjang menandakan dia ada di kamar istirahat.

          "Bagus, kapan pertandingan selanjutnya?"

          "Besok pagi, dan sepertinya ini akan menjadi pertarungan tiap individu dan cukup berbahaya. Apakah saya ikut dengannya untuk membantu?"
         

          Pria bertopeng berbalik, tidak memberi jawabannya dan malah berjalan pelan menuju ke arah jendela yang terbuka lebar. Melihat kembali pesta kemenangan yang dilakukan para prajurit di bawah.

          "Tak usah, dia bisa mengatasinya sendiri. Jangan melakukan kontak apapun dengannya saat ini," balasnya masih terdengar oleh pria seberang. Pria bertopeng (yang kita sebut saja sebagai raja) memang mengirimkan seseorang untuk mengawasi gerak-gerak gadis bernama Maida York sejak masuk ke dalam kompetisi BoR.

          Karena memang dirinya yang mengirim gadis itu.

"Jadi, bagaimana dengan keadaan di sana?" Pria yang ada di cermin balik bertanya kepada sang Raja. Pria itu berbalik setelah melihat pemandangan sebelumnya, kembali mata memandang cermin.

"Berjalan lancar, kami baru saja berhasil menyerang senat dan pasukannya. Tinggal beberapa langkah lagi." Walau tak terlihat, wajah dibalik topeng tersebut tampak senang, puas dengan apa yang dia lakukan berjalan baik sampai saat ini.
         
          Pria di seberang juga tersenyum, berpikir betapa gilanya orang yang menjadi atasannya saat ini. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, pria ini perlahan berhasil menguasai dunia sihir. Mulai melakukan pemberontakan dan mengumpulkan beberapa penyihir hebat hanya untuk satu tujuan.

          "Dan tinggal menunggu gadis ini saja bukan?" Lanjut pria yang ada di cermin tiba-tiba. Tanpa perlu dijelaskan jawabannya sudah ada dalam benak mereka berdua. Hanya mereka berdua yang tahu, sebetapa pentingnya Maida York dalam rencana mereka.

          Tak butuh waktu lama komunikasi mereka berdua terputus, cermin yang menjadi alat komunikasi kini kosong memantulkan sosok raja dengan pakaian kerajaannya. Suasana kamar kembali sunyi, satu-satunya pria di sana mulai melepaskan jubah yang dia kenakan. Masih memandang ke arah kaca besar di hadapannya, sang Raja melepaskan topeng yang menutupi wajahnya.

          Paras cantik, dengan warna mata biru cerah.  Mata itu kosong memandang sosoknya sendiri yang terlihat di cermin. Begitu mirip dengan Maida, tapi juga berbeda dalam segala bidang.

          Melihat wajahnya sendiri, dia merasa muak.

          Telapak tangan dia lebarkan dan ditempelkannya dengan keras ke arah kaca, tepat di wajahnya. Ingin rasanya menerkan dan merusak wajah itu sampai tak terlihat lagi di cermin, tapi dia bisa apa?

          Wajah itu adalah miliknya sendiri.

          "Sebentar lagi...kau harus bersabar," katanya pelan, serak menandakan kebencian. Emosi yang sempat meluap kini terhenti, memutar tubuhnya untuk menuju tempat tidurnya sendiri.

          Saat ini terdapat perbedaan waktu pada dunia Maida tempati sekarang dengan Battle of Realm. Belum 24 jam dia lalui di BoR namun di daerahnya sendiri sudah dua hari berlalu, beberapa teman dan juga ayahnya mulai khawatir dengan menghilangnya Maida selama dua hari ini.

          Tapi sampai sekarang, Maida tak tahu apa yang harus dia lakukan. Yang dia tahu adalah, BoR tempat dimana dia bisa menemukan jawaban tentang orang tuanya.

***

II. PENJELASAN

Semuanya kembali, dengan sangat bersih.

Bersih yang dimaksud adalah luka-luka mereka sembuh dalam sekejap. Pakaian yang awalnya sobek dan lecet karena benturan dengan dinding dan terkena serangan pun tampak seperti baru. Setelah melewati portal, Maida, Aragon, Wildan, dan Stella sudah tiba di sebuah ruang istirahat yang ada pada sebuah penginapan.

Mereka bukan yang pertama sampai, ada sekitar 5 kelompok yang sudah berada di sana dan nampak tegang satu sama lain. Maida paham, walau mereka sudah berhasil menyelesaikan babak preliminari, tapi bukan pertanda ini selesai. Lama mereka menunggu sampai akhirnya mereka terkejut jumlah peserta yang lolos bahkan kurang dari setengah yang ada di kastil beberapa jam yang lalu. Maida sempat khawatir apa aula sekecil ini bisa menampung orang sebanyak itu? Namun sekarang dia paham.

Sudah sekitar 30 menit mereka berkumpul dan terlihat seorang Maid berambut ungu berjalan di hadapan mereka semua.

"Sekali lagi saya ucapkan selamat atas keberhasilan kalian dalam melewati babak penyisihan tadi."

"Perkenalkan, nama saya Anastasia—"

Maida bersama ketiga rekannya hanya menyimak dalam diam. Ada beberapa perkataan yang membuat Wildan kembali menyeletuk protes dengan kehadiran seseorang yang tidak seharusnya di sana, walau Maida sendiri tak mengerti siapa. Yang bisa dia simak adalah ronde selanjutnya.

"Kalian harus saling membunuh hingga hanya satu orang yang tersisa..."

Sekujur tubuh Maida langsung merinding.

Bukan hanya dia, mungkin orang yang ada di sekitarnya juga. Sesaat suasana di Aula menjadi begitu sunyi. Tapi sepertinya membunuh hanya gurauan, Anastasia menambahkan bahwa ada beberapa kondisi di mana mereka tak saling bunuh.

Tunggu, berarti mereka tetap juga bisa saling membunuh.

Setelah penjelasan panjang lebar mengenai detil Ronde pertama, mereka berempat harus berpisah. Maida saling memandang ke arah Wildan, Aragon dan Stella. Membungkuk 90 derajat tanda dia sangat berterimakasih atas bantuan mereka.

"Sampai bertemu lain kali," kata Wildan juga mengucapkan salam perpisahan kepada mereka bertiga. Aragon meninggalkan mereka bertiga setelah menurunkan kepalanya singkat. Sementara Stella melambaikan tangannya sambil tersenyum manis.

Dan kembalilah Maida sendiri kali ini. Dia hanya berdiri bersandar pada dinding dan merogoh tas kecil yang terkalung di pinggangnya. Sampai menemukan sesuatu yang ganjal.

"Ah...Camelliaku." Dilihatnya tas yang harusnya penuh dengan sekumpulan jarum miliknya kini hanya tinggal 5 buah. Pertarungan sebelum ini membuatnya harus menggunakan Camellia dalam jumlah banyak dan tidak bisa dia ambil kembali. Inilah yang merepotkan dari senjatanya sendiri.

"Permisi..." Perempuan dengan pakaian Maid mendekati Maida. Maida menatapnya, sesaat dia merasa pernah bertemu dengannya sebelum ini tapi kapan—

Baru dia sadari dia adalah Maid yang menjadi pemandunya saat babak penyisihan.

"A-ah kau!" Maida meninggikan suara, dia masih ingat benar Maid yang terlihat malas, bahkan dia tidak menjelaskan apapun mengenai kondisi dan apa yang harus mereka hadapi di babak penyisihan. Keberadaan Maid itu di sini berarti...

"Kau akan jadi pemanduku lagi untuk kali ini?" Tebak Maida dengan perasaan tak enak.

Maid itu mengangguk. "Aku adalah pemandu untuk tim D, namaku Anastasia."

Maida diam. Kenapa tidak dari awal Maid bernama Anastasia ini memperkenalkan diri? Dia masih ingat betul bagaimana tim mereka terbentuk karena perintahnya. Mereka masuk ke gurun tanpa mengetahui apa-apa, dan kemunculan Tamon Rah yang bahkan tak dijelaskan bagaimana bentuknya. Andai saja Anastasia menerangkan dengan benar mungkin mereka berempat akan jauh lebih mudah menyelesaikan babak tanpa perlu harus kerepotan.

Tapi nampaknya Anastasia sama sekali tak merasa bersalah.

"Ikut aku, anggota tim lainnya sudah berkumpul." Anastasia membelakangi Maida. Maida mau tak mau mengikuti, tak perlu waktu lama mereka berjalan dan dari kejauhan dia melihat empat orang berkumpul di satu titik.

Seseorang yang cantik dengan bulu-bulu putih terlihat di sekitar leher dan pipi belakang. Pria dengan kulit kecoklatan dan bekas luka di wajah yang begitu mencolok. Sosok tinggi dengan jubah coklat. Pria rambut hijau dengan bantal dan guling.

"Miaww~"

Dan seekor kucing hitam.

"Aku sudah bawa orang terakhir dari tim D," kata Anastasia sambil menunjuk Maida. Maida sendiri masih fokus pada kucing hitam yang lucu sedang sibuk menjilati tangannya. Kucing itu mendongak, menyadari tatapan dari gadis berambut biru itu.

"Apa yang kau lihat?" Kata kucing itu.

Maida yang awalnya mengira kucing itu peliharaan seseorang langsung diam saja. Dia lupa di tempat ini apapun bisa terjadi.
         
"Baiklah, hari ini aku hanya akan mengumpulkan kalian. Perlu diketahui kalian dapat kamar istirahat satu kamar dua orang dan aku yang bertugas membagi." Anastasia mulai mengambil beberapa kunci penginapan.

"Pertama-tama, Nobuhisa dengan Yu Ching." Pria berpakaian samurai dengan bekas luka di wajah maju bersamaan dengan kucing hitam.

"Anjir, cing memang kau butuh kamar penginapan?" Celetuk Nobuhisa menerima kunci kamarnya.

"Kucing juga butuh ranjang, sejak kapan ada diskriminasi nyaw!" Balas si kucing sebal dengan perkataan Nobuhisa yang nampak meremehkan. "Dan lagi namaku Yu Ching, bukan cing!"

"Lah kan bener cing." Nobu tak merasa ada yg aneh karena dia memanggil namanya bukan dari singkatan 'kucing'.

"Bukan cing! Ching! Pakai H kau dengar samurai muka tua!" Suara pekikan (atau teriakan?) dari Yu Ching membuat Maida dan seorang lagi menunjukkan senyum.  Kucing kecil itu langsung melompat, mendarat di pundak Nobuhisa lalu melompat sekali lagi untuk naik di atas kepalanya.

"Lalu Eophi dan Avius." Pria berjubah coklat membuka tudungnya. Menampakkan rambut kecoklatan, matanya yang berwarna tak sama menarik perhatian Maida—cantik, begitu pikirnya.

Sementara seseorang lagi? Mereka saling memandang sampai menyadari pria dengan rambut hijau sedang tidur ditemani kasur putih dan selimutnya, tak lupa bantal putih yang menjadi sandaran kepala.

"Ngg—abaikan saja dia, tapi hai kau Avius nanti bantu kami menyeret Eophi ke kamarnya."

...

Siapa tadi yang berbicara?

Semua mata melirik sana sini mencari sumber suara. Sampai akhirnya tertuju pada satu titik, yaitu guling dengan kain putih yang berdiri tegak di depan pemiliknya yang sedang tertidur lelap.

Mereka ingin menyangkal sesuatu, tapi sekali lagi. Apapun bisa terjadi di Battle of Realm, mengetahui kenyataan itu semua yang ada di sana kembali diam.

Avius nampak ragu, tak yakin apa sekarang dia memang berkomunikasi dengan sebuah guling.

"Nanti bantu saja seret White, tidak begitu berat kok!" Tambah guling itu lagi meyakinkan. Tapi yang membuat Avius makin bingung adalah siapa si White? Apakah bantal yang dipakai juga bisa berbicara? Avius tiba-tiba merasa pusing.

Anastasia kembali melanjutkan pembagiannya. "Dan yang terakhir Apis dengan Maida, kalian akan satu kamar." Anastasia memberikan kunci kepada Maida, karena mereka berdua yang terakhir di panggil maka yang pasti sosok cantik dengan bulu-bulu halus di sekitar lehernya adalah Apis.

"—maaf, saya keberatan," Bbntah Apis tiba-tiba.

"Saya  tak bisa sekamar dengan wanita, Saya ini pria..." Tambah Apis, membuat beberapa orang di sana kaget menyadari bahwa Apis adalah laki-laki berparas cantik.

Anastasia mengerutkan kening. "Aku sudah tahu kau adalah laki-laki sejak pertama," jelasnya tak ingin disalahkan karena dikira tak becus menangani pembagian kamar.

Arah pembicaraan ini makin membahayakan Maida.

"Lalu kenapa aku satu kamar dengan nona Maida? Aku rasa lebih baik dia mendapat kamar sendiri karena dia satu-satunya perempuan di sini, dia pasti tak nyaman satu kamar denganku." Apis masih tidak terima.

"Sudah kubilang, kenapa kau sekamar dengan Maida tentu saja karena dia—"

"Karena aku tak bisa egois!" Sela Maida langsung. Ekspresinya terlihat gugup, hampir saja jika dia tidak menyela perkataan Anastasia maka kenyataan bahwa dia adalah laki-laki akan terungkap.

"Aku tak bisa egois, aku tahu aku memang satu-satunya wanita di sini tapi aku harus ikut peraturan. Tenang saja Apis, aku tak masalah satu kamar denganmu," kata Maida langsung mengambil alih percakapan.

Anastasia hanya bisa bengong melihat Maida. Tak berapa lama mereka saling beradu pandang. Maida melotot memberikan sinyal, seakan mengatakan...

'Tolong jangan bicara jujur, tolong!'

***

Pembagian kamar selesai. Sesuai dengan perintah Maid, mereka bisa beristirahat di kamar masing-masing. Dan sedikit banyak Maida mulai hapal nama-nama orang yang akan satu arena dengannya. Satu yang membuat Maida tak nyaman adalah kali ini mereka satu kelompok bukan sebagai tim, melainkan sebagai musuh.

Tentu menyerang satu sama lain sebelum ronde di mulai adalah hal yang dilarang, dan dilihat dari semuanya jelas nampak bahwa mereka tak ada niatan untuk saling bertarung. Kebetulan kamar mereka saling berjejer, entah disengaja atau tidak.

Maida sendiri masuk ke kamar bersama Apis, membawa sebuah koper yang sedari tadi tak ada di sebelah Maida.

Ini melegakan.

Sebelum mereka menuju kamar penginapan masing-masing, Maida betanya kepada Anastasia apakah Maid itu masih menyimpan suitcase yang awalnya dia bawa saat pertama kali datang kemari. Maida memang menitipkannya kepada Anastasia karena suitcase itu terlalu berat untuk dibawa bertarung. Untung saja Maid itu masih menyimpannya dan memberikannya kepada Maida.

Apis membuka pintu penginapan. Terlihat dua ranjang kecil terletak di pojok ruangan, salah satunya berada dekat dengan jendela yang ada di dinding kanan. Untungnya jarak kedua ranjang cukup jauh.

"Lihat, tak ada masalah kan," kata Maida tersenyum manis. Meyakinkan Apis bahwa tak ada masalah jika mereka satu kamar seperti ini.

"...baiklah, tapi apa anda yakin tidak ingin kamar sendiri? Bagaimana dengan privasi yang biasa diucapkan oleh para wanita?" Apis masih nampak tidak yakin.

"Tak apa-tak apa, aku tak terlalu mempermasalahkan privasi." Maida mengibaskan tangannya menyuruh Apis tak usah khawatir. Karena memang tak ada privasi yang bisa dia jaga karena mereka sama-sama laki-laki.

Apis memilih ranjang yang berdekatan dengan jendela. Katanya melihat angkasa membuatnya lebih tenang. Maidapun mengambil sisi lainnya, dia meletakkan suitcase tua miliknya di atas ranjang.

Sebelum tidur, ada yang harus dia lakukan.

Maida mengambil kotak yang tertutup di dalam suitcase, ukurannya cukup besar. Ketika dibuka terlihat beberapa—mungkin ratusan jarum tertata rapi di sana. Ya, ini jarum yang merupakan senjatanya. Untung saja sebelum Maida pulang dia menyuruh Evans untuk membuat banyak jarum untuk persediaan.

Yang perlu dia lakukan adalah membuat racunnya. Dan di saat seperti ini, kemampuan sebagai lulusan terbaik sekolah ditunjukkan.

Apis juga sedang menata barang bawaan, terutama keris miliknya. Awalnya dia tak mau ikut campur urusan Maida. Namun  mendengar suara dentingan barang pecah belah beberapa kali dari sebelah membuat mata pria cantik itu melirik.

"Uwah!"

Dia terkejut melihat alas laci kecil di sebelah ranjang sudah penuh dengan tabung-tabung dengan cairan berwarna aneh saling berjejer dan di panaskan dengan api kecil.

"Apa yang kau lakukan nona Maida?" Kata Apis penasaran, tabung-tabung itu nampak asing di matanya.

Maida menoleh sambil tangannya sibuk melumat sesuatu di dalam mortar dengan alu yang dia bawa.

"Ah tak usah hiraukan aku," kata sang gadis dengan senyum ramah. Bagaimana Apis bisa tidak menghiraukan. Apis mendekat melihat beberapa tabung di sana, semua saling terhubung, dan terakhir menghasilkan tetesan ungu yang ditampung pada tabung terakhir. Apis tak tahu benda apa yang dipakai, tapi dia tahu kalau cairan yang dihasilkan berbahaya dari baunya.

"Anda sedang membuat minuman?" Kata Apis berusaha berpikiran positif.

Maida tertawa geli. "Bukan, mng...ini racun."

Apis ingin pergi. Makin menakutkan apalagi Maida mengatakannya dengan nada malu-malu. Apis hanya tersenyum dan mundur dua langkah dari tempatnya. "Anda tak berpikir untuk meracuni saya saat sedang tidur kan?" Katanya memastikan.

Maida menoleh dan tertawa sekali lagi, mengibas-kibaskan tangan kanannya tanda tak mungkin. Lagipula racun yang dia buat adalah racun untuk senjatanya, Maida tak mungkin melakukan hal sekejam itu.

Tapi, bukan tanpa alasan dia dijuluki deadly grace di sana.

Kegiatannya masih berlanjut. Setelah racun yang di perlukan selesai, dia mengontrol cairan itu untuk masuk ke dalam lima jarum yang dia bawa. Gumpalan-gumpalan air melayang dan menuju ke jarum seakan tersedot. Hal itu dia lakukan beberapa kali sampai 20 jarum sudah terlapisi dengan racun berhasil dia buat.

"Selesai..." katanya senang dan menaruh jarum-jarum itu ke tas pinggangnya. Untungnya dia masih ada waktu untuk bersiap-siap. Dia bukan petarung yang handal, senjata yang dia punya juga bukan untuk membunuh tapi untuk melindungi diri. Saat babak penyisihan tadi dia pasti tak akan berhasil jika tidak ada mereka bertiga yang membantu.

Tapi kali ini dia sendiri, dia harus bertarung bersama 5 orang yang lain.

Renungan Maida hilang setelah Apis kembali setelah keluar beberapa saat yang lalu. "Ah nona Maida kebetulan, Anastasia ingin kita turun untuk menyantap makan malam di sana," kata Apis—dia juga lega sepertinya kegiatan Maida yang tadi sudah selesai terlihat dari tabung-tabung yang sudah kosong.


"Tunggu sebentar." Maida buru-buru membereskan tabung-tabungnya yang sudah bersih karena dia menarik semua cairan yang ada di dalam tabung. Tak butuh waktu lama dia keluar dengan Apis yang menunggu. Saat baru melangkah, pintu di depan mereka terbuka.

Maida dan Apis berhenti, dan dilihatnya jubah kecoklatan perlahan muncul. Munculnya sangat lama, sampai mereka berdua tahu kalau ternyata itu adalah Avius—yang sedang menyeret sebuah kasur putih dengan Eophi yang tidur di sana.

"Terus-terus! Kau pasti bisa pria baik!" Terdengar suara orang lain tapi Maida dan Apis tak tahu darimana asalnya. Avius sendiri terus menarik sekuat tenaga terlihat kesusahaan.

"Tuan Avius, mau kubantu menyeret?"  Kata Apis sambil tersenyum kasihan.

Avius menoleh begitu sadar ada dua orang lain di sana. Dia mengangguk, ekspresinya menandakan kalau dia tak kuat melakukannya sendirian—tetapi dia tidak bisa menolak juga, pada dasarnya Avius memang pria yang baik hati.

"B-boleh kalau memang tidak merepotkan." Avius mengatakannya dengan ragu-ragu.

"Heh, dasar pria lemah! Menyeret seperti ini saja kau tak kuat!" Suara asing lain terdengar, namun kali ini terlihat kalau guling yang ada di sebelah Eophi bergerak-gerak. Apis dan Maida sekali lagi merasa kasihan dengan kejadian ini.

Pada akhirnya mereka bertiga menuju ruang makan dengan menarik Eophi yang masih tidur di kasur dengan nyenyak.

***
Kamar mereka ada di lantai dua, sementara ruang makan ada di lantai satu. Dengan sekuat tenaga mereka bertiga berhasil mengangkat kasur Eophi ke ruang makan yang penuh dengan peserta lainnya.

Maida yang ikut membantu mengangkat juga kelelahan. Memandang sekitar, dia bisa melihat Wildan dan Stella di meja yang agak jauh, saling melambaikan tangan singkat. Maida membalas dengan senyuman, dia tidak bisa mampir karena menyeret Eophi. Apis melihat kesana kemari dan dia menemukan Nobuhisa duduk di depan meja persegi dengan taplak putih yang masih kosong.

"Woi, lama sekali," gerutu Nobuhisa di sana. Yu Ching sendiri sudah asik menikmati susu di mangkuk kecil, meminumnya layaknya seekor kucing.

"Kami...berusaha...cepat." Terdengar nafas memburu dari ketiga orang yang menggotong Eophi. Memang Eophi ringan, tapi menuruni tangga membuat kaki mereka bertiga mendapat beban dua kali lipat dari biasanya. Sekarang Maida jadi semakin kasihan dengan Avius, tadi yang membawa Eophi ke atas hanya dia.

Dan begitulah, pada akhirnya mereka menyantap makanan yang di sediakan. Sementara Eophi masih tidur pulas dikasurnya yang ada di bawah.

Enak? Tentu saja, beberapa daging dan jamuan seperti roti perancis, salad dan sup krim di sediakan di atas meja, tak lupa kalkun utuh yang dipanggang dengan aroma manis seperti madu. Khusus untuk Yu Ching ada susu hangat yang di taruh di dalam mangkuk. Nobuhisa makan dengan lahap, mengambil bagian paha dari kalkun panggang. Tanpa mengatakan apapun terlihat mereka bertiga satu suara kalau jamuan yang di dapat lezat.

Anastasia sigap menuangkan air minum ke gelas tim yang menjadi tanggung jawabnya. Entah kenapa Anastasia terlihat berbeda, awalnya dia nampak malas-malasan saat babak penyisihan. Namun kali ini dia bersikap layaknya seorang pelayan yang bertanggung jawab.

Maida melirik Anastasia, masih heran. Maid yang masih memegang cawan kaca sadar di pandangi.

"Ada masalah, Maida?" Katanya merasa risih dipandangi.

"Tidak, kau berubah. Setahuku saat pertama bertemu kau nampak tak peduli dengan kami."

"Tentu saja, karena kemarin aku hanya mengurusi sampah. Aku tak perlu menghargai orang yang belum tentu masuk sebagai peserta," balasnya dengan  mendengus. Maida langsung teringat kalau Maid itu tidak terlalu berubah, selalu terus terang.

"Ngomong-ngomong soal itu..." Avius berkata setelah menelan benar-benar makanannya.

"Apa yang terjadi dengan orang-orang yang lain yang tidak lolos?" Pertanyaan itu mewakili mereka—tidak, bahkan semua orang. Sudah ada yang bertanya saat mereka pertama sampai, tapi tak ada jawaban dari Maid bernama Anastasia.

"...tentu saja lenyap," balas Anastasia.

"Maksudmu lenyap?"

"Tak ada lagi di dunia ini, hanya itu yang bisa kukatakan."

Jawaban Anastasia malah membuat mereka bertanya-tanya. Lenyap yang berarti mereka kembali ke dunia mereka, atau lenyap yang berarti...

Mati?

"...Ah, waktunya makan?" Eophi terbangun dari tidur dan mengucek matanya pelan, mengumpulkan kesadaran. Kelima orang yang sedang makan memperhatikan. Sejak pertemuan pertama sampai sekarang, ini kali pertama Eophi membuka mata. Pemuda berambut hijau itu langsung duduk di kursi yang kosong.

"Tidurmu nyenyak?" Kata Nobuhisa sok akrab. Eophi hanya mengangguk dengan sorot mata yang terlihat masih mengantuk. Dia melihat ke arah makanan yang disediakan dan tangan kanan terulur untuk mengambil pasta yang tak jauh dari jangkauannya.

Acara makan selesai, Anastasia sigap membersihkan makanan mereka. Bukan dengan cara yang normal, karena dia tiba-tiba dia membungkus piring kotor dan gelas yang tergeletak dengan taplak putih, mengikatnya layaknya karung. Satu jentikan jari dan karung besar itu hilang membuat meja kayu mereka bersih sekarang.

"Sebelum kalian pergi ke kamar kalian, aku akan menjelaskan mengenai arena besok pagi." Anastasia mengibaskan telapak tangannya dan muncul layar proyeksi hologram di atas meja mereka. Terlihat di layar kumpulan bangunan besi terbengkalai.

Sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Rintik hujan mengguyur tempat itu dan tak ada pertanda untuk berhenti. Benda-benda asing dengan balutan besi dan cahaya-cahaya kebiruan terlihat di sana-sini. Tapi yang paling mengerikan dari itu semua adalah kilatan cahaya yang turun, menghanguskan tanah yang menjadi tempat landas.

"Verdana Power Plant, tempat ini melayang di atas langit Alforea. Luasnya hanya sekitar tiga kilo."

Anastasia menjelaskan bahwa tempat itu seharusnya menjadi pusat energi Alforea, namun karena adanya hujan laser yang bisa membahayakan semua orang, pulau ditinggalkan.

"Tabung generator ini akan berfungsi sebagai nyawa kalian." Dia memperlihatkan tabung silinder yang ukurannya kurang lebih seperti tas punggung Maida, memberikannya di depan 6 orang ini. "Jika energi pada tabung generator ini habis atau hancur, maka kalian dianggap kalah."

Maida memperhatikan tabung miliknya, terdapat indikasi dengan balok-balok persegi yang saling berbaris. Sepertinya tabung itu belum diisi oleh energi.

"Aku akan mengisi energinya saat kita sampai di sana. Energi itu akan habis seiring berjalannya waktu, namun kalian bisa mengisinya lagi di sini."

Layar proyeksi berubah, memperlihatkan sebuah tabung besar yang ada di tengah-tengah pulau memancarkan cahaya samar bewarna hijau. Sorot proyektor mendekat memperlihatkan sisi tabung besar tersebut. Terdapat beberapa lubang yang ditutupi oleh kaca dan kabel-kabel asing di dalamnya.

"Kalian bisa mengisi kembali energi dari tabung di sini, tapi itu membutuhkan waktu cukup banyak dan kalian tak bisa bergerak dari tempat itu..."

"Itu saat yang tepat bagi kalian saling menyerang." Anastasia tersenyum bersemangat. "Intinya, memperhitungkan kapan tabung kalian habis adalah kunci kalian untuk menang."

Sesaat semua menjadi diam, terhanyut dalam pikiran masing-masing sambil mendengar penjelasan dari Anastasia.  

"Jadi kami tak perlu saling membunuh?" Kata Avius memecahkan keheningan.

"...aku tak bilang seperti itu. Mulai dari sekarang sampai seterusnya, kalian diperbolehkan saling membunuh." Anastasia mengatakannya dengan wajah serius.

"Baguslah, semua akan jadi lebih mudah," balas Nobuhisa santai. Walau tak mengatakan apapun, Apis terlihat juga satu suara dengan Nobuhisa. Eophie nampak tak peduli, Maida tak bisa membaca ekspresi Eophi yang masih terlihat mengantuk. Hanya dia dan Avius yang diam, entah apa yang ada di pikiran Avius. Tapi bagi Maida...

Dia tak pernah membunuh manusia, siapapun.

***



III. PEMANASAN

Setelahnya mereka kembali ke kamar masing-masing. Avius merasa bahagia karena Eophi bangun dan berjalan sendiri ke kamar mereka. Maida dan Apis kembali ke kamar mereka untuk istirahat.

Setelah pembicaraan tadi, Maida terlihat tidak tenang. Dia duduk di ranjangnya sendiri setelah melepas jubah hitamnya dan hanya tersisa kemeja putih terkancing rapat.

"Ada apa nona Maida? Wajah anda terlihat pucat." Apis menyadari ekspresi Maida, kebingungan. Setahunya, makanan yang mereka santap tadi seimbang sehingga tidak menyebabkan sakit perut ataupun racun.

Maida kembali diam, dia ragu mengatakannya pada Apis.

"...apa kau akan membunuh salah satu dari kami?"

"Jika keadaan berkata, apabila itu cara satu-satunya untuk menang maka saya akan melakukannya."

Maida kembali diam, bukan karena perkataan Apis membuatnya tersinggung. Yang dia herankan kenapa orang-orang bisa saling membunuh dengan mudahnya. Sesuai kepercayaan yang dia terima dari ayahnya, mengambil nyawa seseorang adalah hal yang tabu.

"...nona Maida ingin menang bukan?" Tanya Apis.

Maida menatap Apis kembali, tak tahu harus menjawab apa.

"Saya harus menang dalam pertarungan ini karena saya mempunyai tujuan, karena itu apapun yang terjadi saya harus menang."

"Memang, apa tujuan Apis di sini?" Tanya Maida.

Apis diam sejenak dan tersenyum.

"Aku tak bisa mengatakannya kepada nona, tapi yang pasti itu menyangkut hidup saya." Jawaban yang sopan diterima oleh Maida dan dia mengangguk, tahu bahwa seseorang selalu mempunyai privasi.

Maida kembali berpikir, tujuannya ikut kemari adalah untuk orang tuanya. Dia tak tahu akan adanya kompetisi, dia tak tahu kalau akan menjadi seperti ini.

Lalu kalaupun sudah terjadi, apakah dia harus mundur? Tidak.

"Aku...ingin menang," kata Maida lirih.

"Maaf?" Apis pura-pura tak mendengar karena suara Maida yang masih nampak ragu.

"Aku ingin menang!" Ucapnya lagi dengan nada lantang.

Apis tersenyum dan mengangguk.

"Tapi bukan berarti aku akan membunuh seseorang, Anastasia sudah mengatakannya ada cara dimana kita bisa menang tanpa membunuh siapapun." Maida menambahkan lagi, kini matanya lekat memandang Apis.  

"Saya tidak bilang bahwa kita akan saling bunuh... tapi dalam medan perang tidak ada orang yang bisa dipercaya selain diri sendiri. Anda cukup mengingat hal itu saja."

"Saya juga tidak akan membunuh, kecuali keadaan menyuruh saya untuk melakukan itu," Apis menambahkan dan akhirnya kembali pada aktifitasnya menyiapkan dan membersihkan senjatanya untuk besok pagi sebelum terlelap.

Setelahnya semua begitu hening. Apis sudah tidur lebih dulu, nampak nyenyak di ranjangnya. Maida masih duduk setelah mengambil barang penting di suitcase besar miliknya. Dia mengenggamnya erat-erat di dalam kedua tangan yang saling terkatup, menempelkan pada mulut dan memanjatkan doa memberikan pertolongan pada dewi yang sudah menjaganya.


Esok telah tiba, pertarungan mereka akan segera di mulai.

***

"Selamat pagi kalian semua." Anastasia menyapa keenam orang yang sudah berjejer setelah menyantap sarapan mereka 30 menit yang lalu. Tidur mereka memang bisa dibilang nyenyak sekali, kecuali Avius. Maida sendiri dalam kondisi yang prima, namun ada yang berbeda dengan penampilannya. Rambut yang dia biarkan tergerai kini diikat ponytail, menyisakan rambut-rambut pendek di sisi wajahnya terjatuh tanpa menghalangi mata birunya.

"Aku akan membimbing kalian menuju arena, kalian jangan jauh-jauh dariku karena aku akan membuat pelindung." Anastasia membisikkan mantra sebelum lingkaran sihir kembali terlihat, sama seperti portal-portal yang mereka lewati sebelum ini. Tanpa banyak bicara mereka berempat masuk ke dalam, dan pemandangan berubah.

Suara gemericik air yang bertabrakan dengan besi sedikit mengilukan telinga. Mereka berenam berkumpul di dekat Anastasia karena tiba-tiba kubah pelindung menyelimuti mereka. Dan tepat setelahnya, dari atas Laser ukuran sedang mendarat di kubah dan memberikan efek listrik statis di sekitar kubah pelindung. Kengerian makin bertambah karena seiring mereka berjalan, Laser terus jatuh dan bertabrakan dengan pelindung.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di generator besar yang sudah pernah ditunjukkan oleh Anastasia saat makan malam. Di sana dia memberitahu semuanya cara mengisi energi dengan menancapkan generator milik mereka pada wadah kecil yang ditutupi kaca, namun karena tak ada penyangga maka tangan kanan mereka harus memegangi tabung generator itu sampai terisi penuh, di saat inilah mereka tak bisa bergerak.

Maida memegangi tabung generatornya yang baru saja diisi, sesuai instruksi Anastasia tabung itu harus terikat pada tangan mereka (dan khusus Yu Ching disabukkan di badan) agar bisa terlihat oleh lawan yang lain.

"Setelah ini aku akan mengirim kalian ke tempat yang berbeda, kalian harus mencari satu sama lain agar bisa  saling bertarung,"

"Tunggu nyaw!" Yu Ching yang sedari tadi nyaman di atas kepala Nobuhisa menyela pembicaraan mereka.

"Kira-kira berapa lama durasi energi generator ini habis, nyaw?"

"Lihat tabung generator kalian, sekarang ada 10 bar, satu bar mewakili 2 menit jadi kalian punya waktu 20 menit sampai energi habis," Anastasia menjawab dengan tenang, peserta yang lain memandangi tabung generator mereka dan secara bersamaan satu bar mati menandakan 2 menit sudah berlalu sejak mereka mengisi tabung energi.

"Baiklah, dengan ini aku umumkan bahkan babak Survival Of The Fittest di mulai!" Anastasia menjentikkan jari dan lingkaran cahaya mengitari keenam peserta di tanah. Menciptakan lingkaran sihir untuk memindahkan keenam peserta di pos mereka masing-masing. Dan dalam sekejap keenam orang itu hilang dari hadapan Anastasia.

"...huft." Anastasia menghela nafas lega, dia memutar-mutar kepala untuk membuat lehernya rileks, bekerja selalu membuatnya kelelahan. Masih berdiri di hadapan generator besar sambil memandang ke arah langit.

Tinggal satu tugas untuknya pada ronde ini. Dan dia harus melaksanakan tugas itu, dalam sekejap sosok Anastasia hilang dari tempatnya pertanda dia meninggalkan arena tersebut.

Maida sempat melayang sebentar dan mendarat dengan mulus di tanah. Dia turun di atas sebuah gedung bertingkat. Dia sedikit kebingungan di mana ini, namun dia menemukan posisi generator besar yang berjarak sekitar satu kilo di selatan. Tanpa banyak bicara lagi gadis itu mencari tangga untuk menuju kebawah. Dia harus keluar turun terlebih dahulu.

Karena yang menjadi fokusnya sekarang, jangan sampai energi pada tabungnya habis. Dua puluh menit bukan waktu yang lama.

Turun dari gedung dia berjalan dengan hati-hati. Sepatunya bahkan sudah basah karena terus menapaki genangan air. Sunyi tak ada siapa-siapa, tapi bukan berarti dia tak waspada.

Sebenarnya, medan pertempuran ini sangat menguntungkan Maida. Karena ini bukan pertarungan melawan banyak monster. Selain itu dia tak perlu takut...

Karena hujan laser tak akan bisa mengenainya.

***


 Berapa menit? 10 menit berlalu indeks tabung Maida sudah habis setengahnya. Semenjak tadi gadis itu hanya berlari dan berusaha menghindari jalan yang dapat mudah diketahui musuh. Dia terang-terangan berlari diantara guyuran hujan.

"Ah Maida," Nobuhisa yang sedang membawa pedangnya tanpa sengaja melihat gadis itu dari atas. Pakaiannya juga basah di guyur hujan, terdapat lubang-lubang bekas hantaman dan sayatan di sekitar atap bangunan yang mereka berdua tapaki saat ini.

Ya mereka berdua, karena di depan Nobuhisa sekarang terlihat Aesop yang membawa bantal dan gulingnya layaknya senjata. Pria itu sudah menemukan Aesop tepat beberapa menit setelah mereka berpencar, dan tanpa ragu-ragu langsung menyerang pemuda yang selalu terlihat mengantuk itu.

Bahkan di saat seperti ini Aesop masih terlihat mengantuk.

"Bukankah ini bahaya? Pria itu benar-benar ingin menghancurkan kita!" komentar bantal putih bernama Milk.

"Kita harus keluarkan 'itu' Aesop, mau menyerang juga kita tak mungkin," komentar sang kasur bernama White yang mulai mencoba meyakinkan masternya.

Bahkan sampai detik ini, Nobuhisa masih takjub dengan benda-benda yang bisa berbicara itu. Kalau bisa dia ingin tanya dimana Aesop membelinya, asik jika dia bisa mendapatkan bantal yang bisa memberikan support jiwa dan raga, apalagi semakin asik jika suara bantal itu adalah suara nona cantik.

Ah tapi itu nanti, yang penting dia harus menang terlebih dahulu.

Dari awal Aesop tak memiliki kesempatan sama sekali, gerakan Nobuhisa yang gesit dengan menggunakan dua pedang di tangannya. Saat pertama Nobuhisa langsung melesat kearahnya saja White mendapatkan sayatan cukup besar, andai White tidak menyelimuti tubuh belakangnya, Aesop pasti akan terluka.

Dia tak bisa bertarung, pertarungan satu lawan satu seperti ini justru sangat merugikan Aesop. Cara satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah berkelompok dengan orang lain.

Tanpa banyak bicara Nobuhisa melesat sekali lagi, Aesop sedikit mundur dan White langsung menyelimuti tubuhnya. Cahaya menyilaukan membuat Nobuhisa langsung mundur dan menutupi mata dengan lengannya, dia mengira Aesop akan menyerangnya di saat matanya tak bisa melihat.

Namun yang dia lihat adalah patung kura-kura raksasa yang tingginya 10 kali lipat dari dirinya. Bahkan seisi pulau mungkin bisa melihat sosok kura-kura ini.

"ANJIR!!" Nobuhisa spontan berteriak. Apa kura-kura itu binatang peliharaan Aesop? Nobuhisa spontan memasang kuda-kuda bertahan karena menyangka kura-kura itu akan menghantamnya.

"Ng...," Aesop yang berada di depan kura-kura mendapat perhatian Nobuhisa sekarang.

"Jadi...,"

"Sampai jumpa," Aesop melambaikan tangannya. Patung kura-kura itu melemparkan Aesop ke udara. Kura-kura membuka mulutnya, pemuda berambut hijau itu dilahapnya langsung saat masuk kedalam mulutnya.

"Demi Dewa Amaterasu," komentar Nobuhisa mendongak menatap patung kura-kura yang begitu besar namun nampak tak akan memberikan perlawanan apapun.

Sekarang apa yang harus dia lakukan?


***

Maida sampai ke generator besar, nampaknya dia datang lebih dulu. Tanpa banyak pikir lagi dia segera menuju tempat pengisian. Dia terlalu paranoid sebut saja, padahal indeks energinya baru padam 4 batang. Dia berlari menuju tempat pengisian namun suara langkah kaki yg cepat langsung membuatnya menoleh kebelakang.

Tak ada siapa-siapa.

Sunyi, hanya ada bangunan kosong di sekitar mereka. Apa hanya perasaan Maida?

Dan suara langkah kaki berlari kembali terdengar. Maida spontan menoleh, tapi tak ada siapa-siapa.

Ini mulai mengerikan.

"Siapa di sana?" Maida refleks membuka tas pinggangnya untuk mengambil senjata. Tak ada tanda-tanda munculnya seseorang. Maida memandang sekitar namuna da satu titik yang tidak dapat dijangkau sorot matanya sekarang.  

Tepat di atas generator besar di belakang, seekor serigala mengintai Maida. Membawa sebuah belati kecil di mulutnya, binatang buas itu turun untuk menusuk punggung Maida dari atas.

Jarak semakin menyempit, Maida masih belum sadar apa yang terjadi. Namun seperti sebelumnya, pisau itu tak akan bisa menghujam Maida.  

Bongkahan Es spontan tercipta, menghalangi pisau untuk sampai di punggung. Gerakan serigala itu terhenti dan Maida menoleh karena merasakan balok es melindungi bagian punggungnya. Mulutnya mengucapkan mantar perlahan, saat gerakan serigala tertahan karena pisau yang tersangkut pada bongkah es, Maida langsung mengurung serigala itu dalam kotak air yang dia ciptakan.

Maida kira dia menangkapnya, namun tiba-tiba Serigala itu menghilang bagaikan asap di dalam kurungan airnya, sihirkah?

Hening sekali lagi. Dia ingin mengisi generatornya sekarang tapi  tak bisa karena jelas ada yang mengincarnya. Maida menghela nafas panjang berusaha menenangkan diri.

"Yo, Maida~"

Namun suara itu membuyarkan konsentrasinya.

Aneh, sesaat dia teringat ileh Evans yang juga memiliki gaya bicara yang sama. Namun setelah menoleh yang dia lihat adalah pria dengan baju samurai dan pedang yang dia bawa, Nobuhisa.

Andai ini di penginapan, dia pasti sudah membalas riang sapaan itu. Tapi kali ini mereka musuh. Maida sudah mengambil 5 buah jarum dari tas pinggangnya. Mengira Nobuhisa yang menyerangnya tadi.

"Ng...aku susah kalau harus berhadapan dengan wanita, bisakah kau membiarkanku mengisi tabung? Aku tak akan menyerangmu," Senyum cerah diperlihatkan oleh Nobuhisa.

"Tapi tadi kau menyerangku!" Maida masih tak tenang.

"Hah? Bukan suer! Aku baru saja datang tadi, masa aku menyerang gadis cantik sepertimu," Kata Nobuhisa masih dengan pedang terayun bebas di tangannya. Benar-benar mencurigakan.

Maida merengut kebingungan.

"Agh!" Terdengar lagi suara seseorang namun kali ini ada dibalik bangunan. Nobuhisa dan Maida menoleh dan ditemukannya Avius yang terhempas dari bangunan kosong.

Dan sosok Apis yang mengangkat kakinya setelah menendang Avius yang bersembunyi di sana. Empat orang ini akhirnya berkumpul. Maida saling beradu pandang dengan Apis sekarang. Avius mencoba bangkit setelah mendapat tendangan dari Apis.

Maida berpikir kalau dia harus cepat bergerak dan pergi dari sini.

Maida melangkah lebih dulu, dia mencoba mendekat pada tabung pengisi energi dan meletakkan tangannya di dalam tempat pengisian. Apis yang melihat gerakan Maida otomatis mengikutinya, mengetahui keadaan Maida yang tak mungkin bergerak dia mengambil kesempatan untuk menyerang Maida dari dekat. Dengan kekuatan kakinya dalam sekejap dia sudah berada di depan Maida. Gadis itu memang dalam kondisi tak bisa bergerak sekarang, tapi bukan berarti dia tak ada persiapan.

Maida tersenyum percaya diri, sebuah pelindung dari air muncul  di antara dirinya dan Apis. Keris yang melesat lebih dulu langsung tertahan tak bisa menembus pelindung yang sudah mengitari tubuh Maida.

"Gawat, pelindung?!" Apis bergerak mundur kebelakang, tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke bawah, menghindari serangan Nobuhisa yang sudah mengayunkan pedang ke arahnya. Nobuhisa berdecak kesal. Apis mengangkat tubuhnya dengan kedua tangan dan kaki yang berada di atas menendang tangan samurai tersebut untuk melemaskan pegangan pada pedangnya.

Pedang terhempas dari tangan Nobuhisa, namun bukan berarti dia tak ada persiapan. Tangan kirinya masih memegang  pedang ninjato dan menghujam ke arah kaki Apis.

"Kh!" Erangan terdengar dari mulut manusia setengah burung itu, kembali pada posisinya dia mundur menghindari Nobuhisa dan Maida, darah mengalir pelan di kaki tangannya.

Nobuhisa tersenyum,  mengambil kembali pedang yang sempat terjatuh. Maida hanya memandangi, namun terkaget begitu Nobuhisa mencoba meghantamkan pedang ke pelindungnya. Tapi pelindung itu tetap tak bergeming, masih tetap kokoh.

"Hoo, benda seperti pedang tak bisa menghancurkanya kah Maida?" Tanya Nobuhisa kepada Maida yang ada di dalam. Jujur rasanya aneh bercakap-cakap dengan Nobuhisa di dalam sebuah pelindung.  

Maida hanya mengangguk dalam diam.

"Kalau begitu percuma aku menyerangmu sekarang, lebih baik aku fokus saja pada Apis," Nobuhisa menoleh kepada pria cantik yang kakinya terluka karena serangan pedang tadi. Apis mengerutkan kening tak suka, tapi dia tak bisa apa-apa, pada akhirnya dia berlari menghindar dari sana.

"Eits! Jangan kabur!" Nobuhisa mengejar Apis dan berlalu dari sana.

Semua kembali hening. Tak butuh waktu lama tabung Maida sudah terisi penuh dan dia melepaskan pelindungnya. Tak lupa dia memandang ke arah Avius yang tadi sempat tertendang oleh Apis, namun sosok pemuda itu hilang.

Jujur saja ini menakutkan.

Bahkan dalam sekejap sudah terjadi pertarungan di depannya, dan yang bisa dia lakukan hanya berlindung. Kalau begini bagaimana caranya dia bisa menang?

"Maida...,"

Gadis itu menoleh dengan kaget, dan di belakangnya terlihat Aesop dengan kasur kesayangannya. Menggesturkan Maida agar tenang dengan telunjuk di letakkan di tengah bibir.

"Ikut denganku,"

***

IV . SEMUT DAN GAJAH

          Entah sudah berapa menit berlalu setelah kejadian sebelumnya. Dan sekarang Maida, Aesop, Avius dan juga Yu Ching berkumpul pada bangunan kosong yang tak ada apa-apa kecuali bebatuan dan lempeng besi bekas pembangunan ataupun dinding yang hancur.

          Aesop mengajaknya untuk berdiskusi bersama 2 peserta lainnya. Avius yang tadi terlihat terluka sekarang nampak baik-baik saja, Maida menduga pria ini punya sihir penyembuh atau sejenisnya.

          "Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?" kata Maida mulai tak nyaman, bagaimanapun mereka semua musuh di sini.

          "Begini, miaw!" Yu Ching mencoba menjadi pihak penjelas.

          "Kami ingin membentuh kerja sama untuk sementara," namun sudah disela oleh Aesop duluan. Yu Ching yang kesal mulai mencakar kaki Aesop, yang tercakar mulai menghindari cakaran ke dua dengan berlari-lari kecil.

          Avius yang melihat keadaan ini menjadi penengan, mereka harus menyelesaikan diskusi ini.

          "Lawan terberat kita kali ini adalah Nobuhisa, dan kita berdua...tidak, bahkan bertiga akan kesusahan melawannya," Melihat pertarungan tadi saja dia sudah tahu.

"Karena itu kami ingin menghabisinya terlebih dahulu, setelah itu terserah kalian masing-masing,"

Maida hening, bukannya dia tak tahu. Tapi dia merasa ini memang rencana yang baik. Dia tak pandai berkelahi, andaikan ada Apis di sini dia pasti juga akan membantu.

"Hampir kami semua tidak memiliki kemampuan untuk bertarung, karena itu aku mencoba mengumpulkan kalian semua," Aesop menambahkan, dia duduk di atas kasur yang melayang dan tubuhnya dirangkul oleh selimut yang nampak hangat.

          "Baiklah, aku percaya pada kalian," Karena untuk menghadapi Nobuhisa Maida sendiri juga percuma. Mereka juga dikejar waktu.

          "Pertama-tama, Nobuhisa pasti akan menunggu kita di tempat generator," Aesop mulai menjelaskan bagaimana rencana mereka kedepannya.

          Dari semua penjelasan panjang, Maida tahu bahwa Aesop dan Avius sama-sama terfokus pada sihir penyembuh dan sihir perlindungan. Yu Ching sendiri juga hanya bisa melakukan sihir penyembuhan. Satu-satunya yang bisa menyerang hanyalah Maida.

          Maida menjelaskan sekali lagi bahwa dia bisa melumpuhkan Nobuhisa selama beberapa menit, dan itu bisa menjadi kesempatan untuk meghancurkan generatornya. Yang mereka lakukan adalah menyusun rencana.

          Aesop dan Yu Ching akan mencoba mengalihkan perhatian dan serangan Nobuhisa, dan saat-saat tertentu Maida akan mendekat secara tiba-tiba untuk menyerang samurai itu dengan Camellianya. Saat ditanya apa yang bisa Avius lakukan, dia bisa melakukan penyembuhan dalam skala yang luas walau tak begitu cepat, bagi mereka itu sudah cukup agar Aesop dan Yu Ching bisa bertahan.

          "Kita semua tak bisa bertarung secara langsung, aku tahu itu...," Aesop memeluk gulingnya manja, dia ingin segera bisa tidur kembali.

          "Tapi kalian tahu semut bukan? Mereka lemah, tak memiliki kemampuan yang hebat. Tapi dengan kekuatan bersama, mereka bisa membuat gajah ketakutan,"

          "Aku yakin jika kita berempat bersatu, kita bisa mengalahkan gaj—masudku samurai itu," Aesop tersenyum kecil.

          "Tapi aku kucing miaw, aku tak mau disamakan dengan semut," Kucing hitam mulai protes.

"Ng yah...itu hanya perumpamaan," Aesop menaikkan kedua sisi pundaknya dan sadar.

Dia juga tak mau disamakan dengan semut.

***

Sesuai rencana, mereka bergegas menuju generator. Maida dan Avius bersembunyi di bangunan yang ada di dekat generator. Sementara Aesop dan Yu Ching berjalan menuju generator. Dan sesuai dugaan mereka, terlihat Nobuhisa yang berdiri  duduk dan menyangga pedang dengan pundaknya, rintik hujan makin membuat suasana di sekitarnya mencengkam.

"Hoh! Kau sudah dimuntahkan oleh kura-kura tadi?" Nobuhisa tersenyum ramah kepada Aesop yang sudah menggunakan bantal dan gulingnya seperti tadi, sebagai senjata. Yu Ching juga bergerak perlahan tapi matanya fokus pada Nobuhisa.

Apa yang tidak mereka ketahui adalah, Apis berada tidak jauh dari Nobuhisa. Avius melihat Apis yang berdiri tak takut, seharusnya dia terluka saat terkena tebasan Nobuhisa tadi, namun nyatanya dia masih ada di sini.

Perasaan Avius tidak enah.

"Nah Apis," Nobuhisa mulai berdiri siap dengan kuda-kudanya.

"Sesuai perjanjian kita, aku minta bantuanmu," Samurai itu tersenyum lebar.

Tanpa mereka berempat ketahui, kedua orang ini juga membentuk kerjasama sementara.

Apis berdiri, tiba-tiba dia berjalan menyaping dengan tangan berposi kaku, telapak tangan di dekatkan pada telinga dan satu tangan dibiarkan maju dengan telapak menghadap utara. Kakinya bergerak gemulai diikuti suara gemerincing yang berasal dari gemerincing di kaki kanan, kaki itu menapaki tanah dalam satu posisi, bergerak pelan lalu memutar. Tanpa sadar mereka semua memandang, tarian Apis cukup unik dan juga indah. Setiap gerakan ayunan tangan dan hentakan kaki seakan membentuk irama yang tidak biasa. Namun mereka tak tahu, tarian itu akan sangat mematikan jika digabungkan dengan Nobuhisa.

Samurai  itu mengambil beberapa batu. Jarak antara dia dan dua orang (dan ekor) lainnya masih cukup jauh. Dia melemparkan batu yang berukuran satu genggaman ke arah Yu Ching. Dan yang benar saja, batu itu tepat mengenai Yu Ching. Membuat kucing kecil itu terlempar kebelakang walau dia bisa kembali berdiri setelahnya.

Sesuai dugaan Nobuhisa, akurasinya bertambah.

"Apis memberikan support pada Nobuhisa!" Teriak Avius spontan. Pemuda itu tahu setelah melakukan telepati dan membaca apa yang ada di pikiran Apis.

"Hoh? Bukan hanya kalian berdua?" Nobuhisa sudah siap dengan dua pedangnya.

Baru kali ini Aesop meneguk ludah. Dia mengeluarkan Hel, naga manisnya untuk menari di atas kepalanya.

Sudah dapat diduga, Nobuhisa akan menyerang Aesop lebih dahulu. Pemuda berambut hijau kembali memunculkan cahaya menyilaukan, tetapi telat satu detik karena Nobuhisa sudah memukul bagian pundaknya dengan pegangan pedang, hanya seperti itu saja sudah membuat Aesop mundur kebelakang.  

Namun serangan kedua Nobuhisa berupa tebasan pedang tak berhasil karena Aesop sudah mengaktifkan kekuatan bantalnya, membuat medan pelindung yang kuat.

Pelindung lagi, lama-lama Nobuhisa stress karena terus berhadapan dengan dinding pelindung.

"Tak apa Nobuhisa, kau bisa menghancurkannya," Kata Apis lantang, dia masih melanjutkan tariannya.

"Benarkah?" Nobuhisa mencoba menyerang benteng itu sekali lagi. Seragannya bertubi-tubi. Pelindung yang awalnya terlihat tak tergoyahkan perlahan-lahan terkikis, Aesop sadar bahwa Nobuhisa sudah melakukan 10 serangan lebih yang begitu cepat.

"Sekarang miaw!" Yu Ching mencoba menerjang ke kepala Nobuhisa, menggigit sekuat tenaga termasuk rambut-rambut lebat milik samurai itu.

"ADOH!" Nobuhisa mengerang sakit, dia meronta-ronta dan mencoba menarik paksa Yu Ching dari kepalanya. Aba-aba yang diucapkan tadi bukan untuk Yu Ching seorang. Saat Nobuhisa terdistraksi, Maida berlari dan meloncat, dari belakang benteng yang dibuat oleh Aesop. Dia melesatkan kelima jarumnya ke arah Nobuhisa.

Namun dengan gerakan yang cepat, 3 dari 5 jarum itu bisa ditangkis oleh pedang Nobuhisa. Dua lainnya menusuk lengan Nobuhisa dan ornamen Camellia terlihat bermekaran di lengannya, tapi samurai itu tak merasakan apa-apa dan malah mencabut jarum itu dengan mudah dan membuangnya.

Sial.

Ekor Yu Ching diambil paksa oleh Nobuhisa. Kucing itu meronta-ronta tak berdaya. Dalam beberapa detik Nobuhisa langsung menebas tabung energi yang menempel pada tubuh Yu Ching, dan seketika ledakan kecil terdengar, menandakan benda itu hancur.

"Miaw!" Suara teriakan kesakitan Yu Ching terdengar, namun kucing itu langsung lenyap dari pandangan mereka, seakan ditarik kembali dan tak ada di sana.

"Satu selesai," Cengiran puas terlihat.

Di saat seperti ini, Nobuhisa benar-benar terlihat seperti karakter antagonis.

Tapi Maida tak punya waktu untuk takut. Dia kembali mengambil Camellia dari tempatnya, berusaha untuk menusukkan langsung, butuh total 5 Camellia harus dia tusuk sebelum melumpuhkan Nobuhisa.

Namun samurai itu menahan tangannya.

"Maaf," kata Samurai itu lalu menarik tangan Maida dan coba melemparkannya kesamping.

"Kyaaa!" teriak nyaring gadis itu dan terhempas tidur terguling di atas tanah.

Nobuhisa jadi semakin kuat karena bantuan Apis. Avius yang sedari tadi bersembunyi akhirnya mengubah rencana dan merapalkan mantra, seekor serigala muncul di hadapannya. Serigala yang juga menyerang Maida sebelumnya.

Serigala dan Avius berlari, bergerak mendekat kearah Apis yang masih menari. Pemuda ras Wadana itu megetahui apa yang akan dilakukan Avius, satu kakinya dihentakkan ke tanah, membuat sebuah suara gemerincing dan tiba-tiba gerakan Avius dan serigala itu terhenti.
   
Apis menggunakan kesempatan itu untuk mengambil kerisnya dan menusuk tabung energi yang ada di tangan kanan Avius. Dalam sekejap tabung itu rusak dan terlihat aliran listrik statis muncul dari tusukan keris Apis.

Dan seperti Yu Ching, sosok Avius langsung hilang.

Dalam sekejap semua rencana rusak begitu saja, mereka berdua terlalu berat untuk di lawan.

"Maida, coba lumpuhkan Apis, aku akan menahan Nobuhisa di sini," Kata Aesop masih dalam bentengnya, walau benteng itu sudah mulai mendapatkan damage dari serangan Nobuhisa tadi.

Maida yang sempat terguling langsung bangkit dan merapalkan mantra. Sebuah kotak air hendak mengurung Apis yang tak bergerak, namun pemuda setengah burung itu dengan gesit menghindari kurungan.

"Pada akhirnya kita berdua harus bertarung bukan, Nona Maida?" Komentar Apis sambil tersenyum pelan. Pemuda cantik itu mencoba menyerang hendak menerkam leher Maida. Namun Maida menghindar ke bawah, dan langsung menusukkan satu jarum di lengan Apis.

"Satu," Komentar Maida.

Entah sejak kapan ekspresi gadis itu berubah.

Dia melewati Apis dari balik lengannya dan berlari menjauh. Kaki Maida terasa sakit, tapi bukan berarti itu menjadi alasan untuknya berhenti. Dia memandang kearah Aesop yang masih berusaha bertahan. Dia menggigit bibir, dan langsung pergi dari sana dan Apis mengikutinya.

Masih ada waktu 10 menit sebelum tabung energinya habis. Dia menjauhi generator besar dan masuk ke wilayah dimana badai plasma berupa hujan laser bisa menerjang mereka sewaktu-waktu. Maida mencari tempat yang pas, sebuah tempat dimana puing-puing bangunan menghalangi pandangan.

"Ngh!" Bongkahan es kembali tercipta di atas kepala Maida, melindugi gadis itu dari serangan laser yang jatuh dari atas. Hujan plasma berbentuk laser benar-benar membuat gerakan seseorang terhenti. Tapi tidak untuk Maida, karena itu  medan ini adalah tempat yang tepat untuknya bertarung.

Apis mengikuti di belakang, pemuda itu nampak cekatan menghindari beberapa laser yang mengarah padanya. Kakinya begitu cepat sehingga dia punya banyak waktu untuk meghindar.

"Percuma Nona Maida, hujan Seperti ini tidak akan membuatku tumbang,"

Maida meneguk ludah, bersembunyi dibalik dinding yang sudah rusak.

"Aku tahu, tapi kesempatan jauh lebih besar disini,"

Dan mereka berdua tidak saling bercakap-cakap lagi.

Maida kembali melesatkan Camellia ke arah Apis, namun sekali lagi bisa dihindari. Sambil memghindari beberapa laser yang melesat, dia terus bergerak. Sementara Maida mencoba menjauh tanpa harus repot menghindari laser-laser yang terus jatuh. Perbedaan kecepatan menjadi kunci di sini, Maida tahu bahwa terus menjauh tak akan membuatnya menang.

Apa, apa yang bisa dia lakukan untuk mengunci gerakan Apis?

Maida kembali bersembunyi dibalik sebuah bangunan yang sudah hancur dan hanya tersisa puing-puing. Dia mencoba menenangkan diri, berpikir.

Dia tahu satu-satunya cara untuk menghentikan Apis adalah dengan mengurungnya. Tapi Water Box tidak cukup cepat untuk menandingi kecepatan menghindar Apis. Bagaimana dengan Water Shield?

Tidak, Water Shield memang bisa mengurung seseorang, namun bagian dalamnya rapuh dan mudah dihancurkan. Jelas akan mudah Apis hancurkan. Maida mencoba mengingat kembali ajaran gurunya saat dia masih bersekolah, tapi terganggu begitu Apis mengetahui posisi Maida.

"Ngh!" Maida mencoba menghindar begitu Apis berusaha mencengkramnya agak tak bergerak. Bagian lengan jubah Maida tertarik, Maida merapalkan mantar sekali lagi untuk mengurung Apis dalam kurungan air. Setengah tubuh Apis terkena kurungan itu, namun sekali lagi pemuda itu bisa kabur karena sangat mudah keluar dari air apabila seluruh tubuh tak terkurung.

"Apapun yang kau lakukan itu percuma nona Maida!" teriak Apis, terdengar senang karena mau bagaimanapun Maida tak akan bisa mengalahkannya. Tangan kanan Apis bergerak untuk mencekik.

Maida terdorong, kedua tangannya mengenggam kuat tangan kanan Apis yang mencekiknya. Tangan kiri Apis bergerak mencoba untuk merebut tabung energi Maida, tapi gadis itu masih bersikeras dan mencegah tangan kiri Apis untuk mengambil tabung energinya.

Cengkramannya begitu kuat.

Apis diam, menghela nafas.

"Saya pernah bilang, saya bisa saja membunuh apabila keadaan berkehendak bukan,"

"Kalau anda tak mau menyerahkan tabung energi anda, maka saya harus membunuh nona," Kata Apis dengan sorot mata tenang. Maida masih berusaha berpikir.

Apa yang sudah dia dapatkan selaman ini?

Ilmu apa yang bisa dia dapatkan?

Ini sudah menyangkut hidup dan mati, pasti ada sesuatu yang ditinggalkan gurunya, ayahnya...orang tuanya...

Tiba-tiba Maida mendapatkan sebuah Ide walau dia tak tahu ini akan berhasil atau tidak.

Maida sekali lagi mencoba mengingat-ingat. Elemen yang dia punya bukan hanya air, air adalah elemen keduanya. Ada satu hal yang sudah dia dapatkan sejak kecil walau tak pernah dia tempa.

Elemen Es.

Maida berusaha untuk tenang walau lehernya sudah terasa sangat sakit, dia bahkan mulai susah untuk bernafas. Dengan sisa tenaganya dia menciptakan kurungan air mulai dari kaki Apis, dan perlahan-lahan Volume air itu naik.

"Sudah kubilang percuma nona Maida, aku bisa menghindarinya dengan mudah seperti tadi," Apis mengangkat satu kakinya, mencoba lepas dari kurungan air itu namun tiba-tiba kakinya tak bisa berhenti.

          Apis spontan menoleh kebawah, dan dia terkejut ternyata kakinya kini membeku. Kotak yang awalnya terdiri dari air kini membeku menjadi sebuah es.

          "Apa?!" Apis terkejut, namun sudah terlambat karena kini kedua kakinya tak bisa bergerak. Dia menguatkan cengkramannya pada leher Maida, namun gadis itu berkonsentrasi. Volume air semakin meninggi, mencapai badan Apis. Dan beberapa detik kemudian air itu membeku.

          Terlihat senyum puas dari wajah cantik Maida.

          "Aku sudah bilang....kalau ada cara agar kita tak saling membunuh kan?" Maida sudah berkeringat dingin. Air semakin meninggi sampai menutupi wajah Apis yang menutup mata karena tak pernah berada di dalam air sebelumnya. Dan dalam sekejap sebuah kurungan es menyelimuti selutuh tubuh Apis, kecuali kedua lengan yang masih bebas dan mencengkram leher Maida.

          Maida langsung melepaskan diri dari cengkraman, terlihat jelas bekas kemerahan dari jari-jari Apis. Maida duduk sambil terbatuk-batuk, cengkraman tadi bahkan membuat tulang lehernya terasa sangat nyeri.

          Tapi pertarungannya belum berhenti sampai di sini.

          Maida memandang Apis yang terkurung dalam bongkahan Es, nampak tertidur karena matanya yang tertutup. Kedua tangan Apis yang masih bebas nampak lemas. Maida kembali meneguk ludah, entah kenapa ide luar bias sekali lagi terlintas dalam benaknya.

***

          Maida segera berlari menuju generator pusat. Dia tak tahu apa yang terjadi, yang pasti Aesop dan Nobuhisa menunggu di sana, siapapun yang menang yang pasti harus Maida hadapi.

          Dia sudah terlalu capek, bahkan lebih capek daripada ujian kelulusannya kapan lalu. Dimana dia membentuk party untuk mengalahkan Naga pupstink yang terkenal dengan kekuatannya yang dapat mengguncangkan pulau. Untungnya berkat bantuan Evans dan Collians, mereka bisa menyelesaikan ujiannya. Tapi kali ini tak ada yang membantu, dan keselamat nyawanya tidak terjamin, sudah dibilang dia harus menang bukan? Maida harus serius.

          Sampai di tempat, dan apa yang dia lihat adalah Nobuhisa yang sedang mengisi energinya. Tak ada tanda-tanda Aesop di sana, apakah pemuda itu sudah dikalahkan? Maida sendiri tak tahu.  Nobuhisa menyadari Maida yang mendekat, pria beradarah samurai itu nampak takjub gadis itu bisa menang melawan Apis.

          "Ooh, diluar dugaan kau kuat juga Maida!" Serunya semangat, bahkan di saat seperti ini Nobuhisa terlihat sangat santai. Pria itu melepaskan tangannya, sudah mengisi penuh energinya sehingga tak perlu khawatir denga kehabisan energi.

          Berbeda dengan Maida.

          Maida mendekat, Nobuhisa melirik tabung energi Maida yang ada di tangan kanan dan dilihatnya hanya satu bar yang masih menyala, pertanda Maida hanya memiliki waktu 2 menit lagi. Bukankah kemenangannya sudah pasti?

          "Kau tahu kalau kau tak punya banyak waktu lagi kan?" Nobuhisa memamerkan tabung energinya yang menyala penuh.

          "Tinggal masalah waktu sampai energimu habis dan kau kalah," Nobuhisa sebisa mungkin menghindari bertarung dengan Maida. Bertarung dengan wanita yang nampak lemah sama sekali bukan style-nya.

          "...kau tahu? Karena itu apakah Nobuhisa mau memberiku waktu untuk mengisi energi?" Maida tersenyum manis walau dengan badan yang sudah kotor dengan  tanah. Bahkan dalam keadaan seperti ini kecantikan Maida tetaplah terlihat.

          "Ng bagaimana ya, aku tak suka mengulur waktu,"

          Mendengar itu Maida langsung berlari mendekat ke arah Nobuhisa. Sang Samurai tak perlu menggunakan dua pedang kali ini, satu pedang ninjato miliknya sudah cukup untuk menjatuhkan Maida. Maida berusaha mengelak ke kanan untuk meghindari tebasan dari Nobuhisa yang terarah lurus kedepan dan berhasil, namun arah tebasan Nobuhisa dengan cepat berganti ke sisi kanan, mengincar bagian rusuk Maida.

          Serangan itu kena telak, untungnya Nobuhisa menggunakan punggung pedang jadi dampak serangannya tidak akan menyebabkan luka. Jelas Nobuhisa melakukannya untuk mengulur waktu, 2 menit adalah waktu yang sedikit.

          "Sudah kubilang percuma Maida, terima saja kekalahanmu," Nobuhisa agak tidak enak hati karena harus melukai seorang gadis, tapi bagaimanapun dia harus menang.

          Maida terkapar, tak bergerak. Nobuhisa menganggap gadis itu sudah kehabisan tenaga karena jelas serangannya tadi tak mungkin membunuhnya. Dia memandang lekat-lekat indeks bar pada tabung energi Maida di lengan kanannya yang terekspos, dan akhirnya cahaya terakhir padam, menandakan energi tabung energinya sudah habis.

          Nobuhisa mendengus senang, dia membalikkan badan dan langsung merengangkan tangannya merasa lega karena pertarungan sudah selesai. Pada akhirnya semua berakhir, sekarang dia menunggu pengumuman kemenangannya.

          Atau tidak?

          JLEB!!!

          Nobuhisa terkejut, bahkan sesaat dia merasa apa yang dia rasakan hanya khalayan. Nobuhisa tak percaya, perlahan dia menoleh kebelakang dan dilihatnya 3 jarum dengan ornamen Camellia di bagian ujung  menusuk punggungnya.

          Dan dibelakangnya terlihat sosok Maida yang duduk, sukses melemparkan tiga Camellia yang tersisa sebagai syarat untuk melumpuhkan Nobuhisa.

          "K-kau, bagaimana bisa!" teriak Nobuhisa tak percaya, dia tahu bahwa tabung energi Maida sudah habis tadi, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri.

          Wajah Maida masih pucat, dia memperlihatkan tangan kirinya. Dan disana terdapat tabung energi lain yang indeksnya masih menunjukkan satu batang yang masih menyala. Apa yang dia ihat bukanlah tabung energi milik Maida, melainkan milis Apis yang dia ambil tadi.

          "K-kau—," Nobuhisa tak menyelesaikan perkataannya karena dia langsung terjatuh, seluruh tubuhnya mati rasa. Racun dari jarum-jarum Maida sepertinya sudah bekerja.

          Dengan sisa tenaganya Maida berjalan, mengambil tabung energi yang terikat di tangan kanannya. Tangannya kini mengenggam dua tabung energi milik musuhnya, Nobuhisa dan Apis. Dia langsung menghancurkan tabung energi itu dengan menginjaknya.

          Semua sudah selesai.

          Maida langsung menjatuhkan diri di atas tanah, tak peduli dengan hujan yang mengguyur dan menganggu pandangannya. Langit begitu hitam, petir tak bersuara terus terlihat dari atas sana, begitu mengerikan. Maida ingin segera keluar dari tempat ini, dia sudah menang dan tanpa membunuh siapapun.

          Dengan perasaan lega, gadis itu menutup mata untuk beristirahat.

***

V. ANASTASIA

          "Hebat," Tak ada yang tahu bahwa di salah satu atap gedung yang tinggi terdapat seseorang yang terus memantau pertarungan mereka dari tadi. Tepukan tangan terdengar, sosok itu adalah orang yang berkomunikasi dengan raja beberapa saat yang lalu.

          Sedari tadi dia memantau, apakah gadis pilihan raja adalah orang yang tepat atau tidak. Kemampua terakhirnya untuk membekukan seseorang dalam medium air benar-benar menarik, sekarang dia paham kenapa raja ingin melihat gadis itu berkembang.

          Yah semua sudah berakhir, dan kemenangan anak itu sudah pasti. Dia hendak pergi dari tempat itu.

          Namun tak bisa, karena dibelakang sudah terlihat Anastasia mencegahnya bergerak dengan mata pisau yang dipegang sudah berada di bagian tengkuk.

          "Aku merasa aneh karena jumlah orang yang dikirim kemari melebihi peserta, dan ternyata itu adalah kau," komentar Maid kepercayaan sang penguasa dunia ini. Tangan yang lain sudah sigap memegang satu pisau lagi.

          Pemuda berambut perak itu berhenti sebentar dan hanya tersenyum. Dia mencoba menghunuskan pedangnya di balik jubah untuk mengenai Maid tersebut. Anastasia berhasil menghindari pedang yang muncul dengan tiba-tiba.

          "Jangan marah seperti itu Maid, aku kesini secara tidak sengaja~" Balasnya santai, sebuah pedang panjang dengan ornamen batu Peridot berkilauan di bagian pegangan terlihat. Anastasia terlihat berhati-hati karena yang dia lawan bukanlah pemuda biasa.

          "Aku sudah merasakan yang aneh sejak pertarungan di gurun waktu itu, dan aku menemukan informasi adalanya peserta illegal yang masuk," Anastasia menyibak rok pakaiannya dan terlihat puluhan pisau sudah terkalung di pahanya, siap ditarik kapanpun.

          "Ketahuankah? Sistem keamanan di sini memang hebat," sekali lagi pemuda berambut perak itu menjawab dengan santai. Anastasia nampak tak suka dengan jawabannya, dia melemparkan 3 pisau kearah musuhnya, namun dengan mudahnya ditangkis oleh pedang yang di bawa. Kali inipemuda itu yang bergerak menuju Anastasia, namun pedangnya tertahan oleh dua pisau milik Anastasia mereka saling tak bergeming karena saling mendorong satu sama lain.

          Mengambil kesempatan, Anastasia menunduk dan mengincar kaki musuhnya dengan mencoba menyenggol dengan tendangan dari bawah. Namun Anastasia kalah cepat karena pemdua berjubah itu sudah loncat duluan dan menjauh.

         
          "Aaah, sebisa mungkin aku tak ingin berurusan dengan pihak BoR secara langsung," Pemuda itu menggaruk belakang kepalanya merasa terganggu.

          "Aku akan mundur, lagipula tujuanku sudah selesai. Sampai jumpa lagi Maid cantik~"

          "Tunggu!" Anastasia tak bisa membiarkan serangga penganggu pergi begitu saja.

          "Hm?" Pemuda itu berbaik hati untuk menunggu.

          "Siapa namamu? " Pertanyaan Anastasia membuat sang pemuda tersenyum lebar.

          "Evans, panggil saja seperti itu. Suatu saat kita pasti akan bertemu lagi, aku yakin," Mata mereka saling bertemu. Namun sekejap sosok pemuda itu sudah hilang dari pandangan Anastasia. Maid itu menghela nafas, dia langsung memandang ke bawah dan dilihatnya pertarungan sudah selesai.

          "Dengan ini, kumumkan Maida York sebagai pemenang," Katanya di seluruh penjuru pulau walau tak ada lagi yang mendengar, bahkan sang pemenang sudah jatuh kecapekan.

          Anastasia merasa sebal sekarang, dia mengira semua akan berjalan dengan lancar. Namun apa yang terjadi sepertinya satu peserta akan membawa masalah dalam berlangsungnya kompetisi ini.

          "Maida York," sebut Maid itu pelan. Memandang lekat-lekat pemuda cantik yang mengaku sebagai perempuan yang kini tergeletak.

The Successor – FIN

____________________

Extra Skill – Freezing Coffin : kemampuan Box of Water upgrade, dengan kemampuan elemen es yang sudah dia miliki sejak kecil dia bisa membekukan box of water sehingga benar-benar menghentikan gerakan dan denyut kehidupan, namun bukan berarti mati.


8 comments:

  1. >gadis bernama Maida York
    Lho, kirain gendernya udah ketauan dari prelim?
    Ah, jadi dia sendiri emang nutupin identitas ya? Kok kayanya seru kalo ketemu Dyna wwww

    Biasanya saya bakal kritik soal pembuka kepanjangan, tapi atmosfir cerita di awal entri ini lumayan enak diikutin, jadi meski lama sampe ke pertandingan masih lumayan lancar ngikutinnya

    Wait, ini Eophi kenapa berubah nama jadi Aesop? Ngetiknya setengah nyawa ya? Dan ini bener" kebawa terus sampe akhir, saya kira awalnya salah ngetik doang. Agak fatal sebenernya, tapi yasudahlah

    Wut, Nobuhisa orang Jepang atau Jakarta? Kok teriaknya anjir? #plak

    Saya kira bakal ada culture shock karena latar belakang entran tempat ini ga ada yang modern, tapi Maida ngerti" aja mesti ngecharge tabung kayak gimana

    Ini parah juga, semua sekongkol cuma buat nyingkirin Nobuhisa doang

    Ada beberapa typo sepanjang baca, tapi kayanya ga perlu ditunjuk satu" karena masih bisa ditebak aslinya apa. Kadang juga ada kapital yang rada salah tempat imo

    Paling yang disayangkan dari sini karakternya kirang kegali. Jadi kayak sekedar cerita pertarungan aja kayak kita nonton pertandingan bola tanpa tau isi kepala pemainnya atau perasaan mereka. Meski yang lumayan saya tangkep Maida ini sebenernya tipe yang rada tricky juga dalem battle

    Dari saya 8

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yay makasih, seneng dapat nilai di atas nilai waktu R0 kemarin. Sekali lagi maafkan kesalahan saya orz.

      Delete
  2. sama kaya kak sam, dan mungkin semua umat yang baca r1 maida ini, saya ketawa "ko itu nama eophi jadi aesop" X))
    tapi no problemo, berarti authornya lagi mikirin authornya eophi pas nulis ini yaya #plak

    terus ke cerita
    enak bacanya, di sini maida juga lebih kelihatan karakternya; gimana dia ragu buat ngebunuh; gimana dia interaksi; gimana dia nge-view karakter lain; gimana dia jaga rahasia

    ga tau kenapa saya paling suka sama bagian semut dan gajah

    terus kembangin lagi ya maida. ke depan lebih mantepin lagi soal teknis dll biar makin kece

    oh iya itu karakter eophi ko keren beneud si
    saya jadi kangen bikin dia kaya gitu. tukang tidur tapi care

    karena waktu itu baca prelim maida juga walaupun ga sempet nilai, jadi saya kasih full di sini. prelim: 8
    r1: 8


    jadi ... total nilaina 10 (karena ga bisa 16)

    oc : eophi

    ReplyDelete
  3. kalau saya enggak tahu aesop itu penulis eophi, saya bakal ngira dia itu nama lain/nama panjang eophi yang dipake di narasi. means narasimu lancar mulus dan bisa bikin ngerti walau ada error kaya gitu.

    ah.. saya suka bagian awalnya pas interaksi di bar. walau baru pada kenal tapi keliatan akrab. karena tahu mau bunuh-bunuhan kali ya #plak
    sayang buat saya bagian battlenya justru agak apa ya nyebutnya... datar? saya sempat skim di beberapa tempat. dan hujan laser ini kayaknya enggak terlalu memberikan arti ya?

    Ah nobuhisa... kasian sekali kamu selalu jadi villain. satu-satunya attacker sih...

    9/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete
    Replies
    1. kasian avius jadi villain di entri saya :v

      nobuhisa

      Delete
  4. Saya nggak mau ngulang komen temen2 di atas. Cuma mau tambahkan, mungkin buat panitia ada tambahan peraturan lagi. Kalau satu kontestan sudah tahu nama2 kontestan lain di awal, terus diceritain dia curang dgn bunuh kontestan2 lain sblm masuk battle, panitia yg mahatahu pasti mendiskualifikasikan dia. Sama artinya dgn author yg ceritain adegan kecurangan itu dpt pengurangan nilai -2. Ribet emang, tapi hal2 spt ini perlu juga.

    Soalnya saya lihat di openingnya Maida dsb para OC grup malah akrab2an dulu sblm battle. Gimana kalau sampai ada yg curang?
    Btw nice fight, dan tampak alamiah karena ada kesan penuh perjuangan. Skor 8/10. OC: Vajra

    ReplyDelete
  5. *tepuk-tepuk Wina* Sabar ya Win, makanya lain kali kalo ngetik cerita jangan sama separoh tidur #ELOJUGA Untung sifatnya lumayan keluar sepanjang narasinya, jadi masih keliatan kalo Aesop misterius ini sejatinya adalah Eophi #...

    Buat gue personally battlenya cukup inteeens uuhuhu, mungkin karena strateginya gue demen, strategi gerombolan semut vs gajah ini. Semacem mau kasihan Nobuhisa jadi target bersama sampe dikeroyok gitu tapi apa daya, kayaknya di sini kemampuan dia sama yang lainnya timpang banget gitu ahahah!

    Sifatnya Maida juga pelan-pelan menguar disini, diam-diam menghanyutkannya~

    Amaterasu itu dewi, btw #.....

    9 dari aku yah say #SAY

    ReplyDelete
  6. Udah dari kemarin bacanya sih, tapi baru komen hari ini (...)
    Kayaknya udah ga perlu disebutin soal nama Eophi ya ww

    Apis malah ga bakal ngaku cowok sih, sebenarnya, tapi karena kamu berhasil bikin anak saya jadi yandere cakep, saya abaikan poin itu deh <3

    Ini sudah berkembang sih dari prelim. Suka banget strategi dan karakter Maida.

    Kekurangannya sih, alasan para karakter mau kerja sama tidak dijelaskan dan ... typo /plak

    Oh ya, makasih sudah bikin Apis tidur cantik(?)

    Nilai: 9

    ReplyDelete