24.6.15

[ROUND 1 - TEAM B] PITTA N. JUNIOR - THE SPEED OF TRUST

PITTA N. JUNIOR - THE SPEED OF TRUST
Penulis: Dhiko Super


Prologue

Apakah ada yang mengetahui, kalau Pizza itu memiliki lebih dari 100 variasi jenis dirinya? Penentuannya mulai dari jenis roti yang digunakan, lalu keju, berikutnya puluhan topping yang bisa digunakan dari berbagai macam buah, sayur, daging, atau apapun yang kalian pilih.

Dari ratusan variasi tersebut mungkin yang paling diminati adalah kombinasi roti yang tipis dan garing, lalu dioleskan bolognaise di 90%permukaan roti tadi—jangan salah, bolognaise ini memiliki takaran tomat, daun oregano yang wangi dan lada hitam yang harus tepat agar bisa meberikan rasa asam namun segar yang pas, dipadu dengan sosis merah khusus tipis yang disebut pepperoni, ditambah lagi salah satu hasil kebun, paprika warna-warni, merah, kunng dan hijau.

Belum siap sampai di situ, masih ada keju yang harus digunakan untuk merekatkan itu semua, Mozarella. Berikutnya di bakar-panggang dalam oven bata ataupun kayu dengan suhu yang sangat tinggi.

Tunggu 15 menit!

Lalu...


Bayangkan pizza yang baru matang itu tersaji di depan anda sekarang, saat anda menyentuh rotinya, rasanya kelembuatan ataupun kegaringan pizza itu mengalir dari ujung jari anda dan memberikan perasaan "aku tidak sabar ingin memakannya!"

Dan...

Saat anda menarik salah satu potongannya ke atas, keju yang masih panas itu meleleh, mengeluarkan asap yang masih tersimpan di dalamnya. Asap itu juga membawa wangi roti yang baru matang, bolognaise yang sudah bercampur dengan toppingnya. Hirup itu, dan rasakan perut anda berdenyut, lidah anda mengeluarkan saliva karena melihatnya. Itu masih dalam tahap visual.

Tunggu sampai itu masuk dalam mulut anda, bersentuhan dengan bibir, lengket di lidah, kemudian kunyahan demi kunyahan, membuat anda bergumam, "hummmmm....henyak!"

***
Cinta juga begitu.

Terdiri dari ribuan variasi. Kombinasi atas pemikiran, perasaan, cara menyampaikan, ukurannya, dalamnya...

Manusia menyajikan cinta dalam bentuk yang berbeda-beda. Manusia menikmati cinta dengan cara yang berbeda-beda.

Fapi selalu membayangkan dua hal itu saat memasak. Membayangkan Pizza yang dibuatnya adalah pizza terbaik dan memberikan kepuasan bahkan sebelum masuk dalam mulut, Lalu merasakan cinta yang akan diberikannya kepada orang-orang lalu orang tersebut akan membagikannya dengan penuh semangat kepada orang yang mereka sayang setelah memakan pizzanya nanti.

Tidak ada kesia-siaan di dalamnya. Semuanya berhubungan satu sama lain. Energi cinta adalah energi yang murni. Dimulai dari bentuk cinta yang paling dasar. Perhatian, dan kasih sayang.

Fapi berusaha memberikan energi murni terkuatnya di Turnamen ini, walau dia sendiri tidak sadar akan hal itu. Karena, dia hanya memahami kalau, cinta itu cukup diberikan, sebanyak-banyaknya.

***
[Kastil Alforea]

"Hmm...Rasanya aku melupakan sesuatu...tapi apa ya...", ujarnya sambil mengunyah CHINTATO—keripik kentang bergelombang sedikit lonjong, rasa eskrim vanila mayonaise, juga cemilan tambahan, BOREO–Biskuit sandwich hitam dengan isi khusus rasa mi instan.

Namanya, Tamon Ruu, si penguasa Alforea, si Ratu berdada besar tapi mungkin otaknya agak sedikit miring. Atau memang gizi makanan yang dicerna, tidak masuk ke otaknya, pindah ke dada semua. Hampir apapun semua yang dilakukan, dilakukan sesukanya tanpa memikirkan konsekuensi.

Setelah melakukan pengiriman undangan ke calon peserta BOR V, lalu membuka babak preliminary. Dia akhirnya harus ikut mengawasi jalannya turnamen ini. Ya, akhirnya, terpaksa. Karena Hewanurma sebagai pengawas utama jalannya oertndingan memarahinya. Banyak kekacauan terjadi karena ulahnya. Kecerobohan tingkat ratu.

Hewanurma, si lelaki penjaga alforea, berjenggot putih dengan rambut panjang ala anak metal—putih juga warnanya, sampai habis kesabaran melihat tingkahnya.

Bayangkan, di saat harusnya Tamon Ruu mengumumkan pembukaan acara, malah bermain Doto, game online di kamarnya. Belum lagi, dia tidak bisa menjelaskan alasan dibuatnya turnamen ini kepada para peserta. Tangan hewanurma jadi ringan menepuk kepala Tamon Ruu-seringkali.

Kali ini juga Hewanurma harus siap-siap marah lagi.

"Oi, Pesanan pizza ku mana? Kau bilang biar kau saja yang pesan pizza terlezat dari jagat utama makanan, mana? Sudah lewat babak peliminary nih, aku mau makan sambil mengawasi turnamen."

Ah iya, mati aku. Aku lupa. "E....hehehe."

"......" Hewanurma mengernyitkan dahi.

Tamon Ruu langsung kabur.

Aku lupaaaa. Aku pesannya kemana ya? Kapan ya? Ah sudahlah, yang penting kabur dulu.

Tamon Ruu mencari tempat persembunyian, mau tak mau Hewanurma harus repot akan dua hal. Mencari tamon Ruu, dan mengawasi pertandingan. Sungguh berat tugasnya.

Mereka sendiri tidak menyadari, pesanan pizzanya sebenarnya sudah sampai. Tapi pengantarnya malah teribat di dalam turnamen. Siapa yang harus disalahkan?

Semoga Fapi bisa bertemu kedua pemesan nyentriknya ini ya.



***
1st Slice
{Arrabbiata}


Portal hanya terbuka untuk masing-masing peserta, tidak bisa dua orang sekaligus masuk. Yudha, Lady Steele, Ananda juga Fapi masing-masing memasuki portal untuk mereka perfi dari dataran pertarungan.

Fapi memastikan ketiga rekannya yang sudah berpenampilan compang-camping dan penuh luka masuk dengan aman melalui portal, melihat kembali tempat mereka berperang melawan ribuan makhluk-monster juga Bulan yang menjadi penyegel Tamon Rah. Si kuda iblis. Lega semuanya bisa dilalui dengan selamat.

Kemudian Fapi masuk ke dalam portal, kembali ke dalam lounge di penginapan awal. Dia disambut oleh salah satu maid lain yang kemudian melakukan pemeriksaan.

Maid yang memperkenalkan dirinya sebagai Anastasia-016, membuka sebuah layar hologram di depan Fapi dan memperlihatkannya pada Fapi.

"Pitta N. Junior. Fat Pizza Delivery Boy. Fapi."

Lalu dia menekan sebuah ikon dan menggeser bar di layar hologram itu. Fapi melihatnya dengan seksama.

[Rejuvenate: 100%]

Status:
Health Point: Max
Mental Point: Max
Energy: Max

Fapi merasa aneh, rasanya tiba-tiba pandangannya jadi lebih fokus, nafasnya kembali ringan. Energinya membuncah. Dia memperhatikan bagian-bagian badannya yang luka kembali sembuh.

"I...ini." Kebingungannya tak terjawab.

Maid itu terus menekan-nekan beberapa fitur di layar hologram itu.

Status:

[Upgrade]

Health: up to 10 points
Mental: up to 8 points
Energy: up to 8 points
Speed-Agility: up to 5 points
Strength-power: up to 20 points
Skill time: -10% chant time.


Dan masih banyak angka-angka lainnya. Dijelaskan secara perlahan oleh Maid itu kepada Fapi. Tap memang dasarnya Fapi sulit belajar apalagi soal angka-angka, dia tidak paham sama sekali. Yang dia tahu, dia jadi seikit lebih kuat dibanding sebelumnya.

Bersamaan dengan ditutupnya layar hologram tadi, terdengar ada suara yang lantang dari depan lounge bar.

"Sekali lagi saya ucapkan selamat atas keberhasilan kalian dalam melewati babak penyisihan tadi," Seorang maid, yang dari penampilannya sedikit berbeda dari pelayan yang lainnya.

"Perkenalkan, nama saya Anastasia, untuk saat ini saya bertugas menyampaikan pengumuman resmi dan menjelaskan tugas kalian pada ronde pertama turnamen," Ucap gadis cantik berambut ungu panjang tersebut.

Namun pengumuman itu diinterupsi beberapa orang peserta. Rata-rata menanyakan tiga hal ini:

1.Apa yang terjadi di babak sebelumnya, kenapa tiba-tiba semuanya seperti di luar rencana begitu?

2. Kemana si wanita berdada boing dan kakek tua berambut putih itu? Kenapa bukan mereka yang menyambut di sini?

3. Kemana peserta lainnya?

Ya, Fapi baru sadar, dia melihat ke sekeliling. Jumlah orangnya berkurang. Dia mencoba mencari sosok yang sudah bertarung bersamanya di babak penyisihan.

"Hm...ah ada." Setelah melihat pohon berwarna merah pucat dan putih.

"Dia juga ada..." Topeng Lady steele yang sangat khas juga terlihat.

Raut wajah Fapi berubah sedih, Yudha tidak ada di sana. Apa yang terjadi?

Keadaan semakin tak terkendali. Untuk menjawab itu, Anastasia menekan sesuatu di tablet yang dia pegang. Kemudian muncul layar hologram di atas bar.

"Bagian kiri, panel tabel warna hijau, adalah yang lolos dengan nilai terbaik. Bagian tengah panel kuning, lolos, tapi di ujung tanduk. Sedangkan tabel merah...Mereka tidak lolos. Dikembalikan ke realm-nya masing-masing."

Suara riuh rendah semakin menjadi-jadi. Pertanyaan-pertanyaan semakin banyak, anastasia dibombardir.

"Alasan tidak lolos, sudah sesuai perhitungan dan pengawasan dari pihak atas. Sebaiknya kalian sekarang tenang. "

Banyak peserta kecewa. Fapi juga begitu.

"Terima kasih. Sekarang akan saya jelaskan lanjutannya." Ujar Anastasia.

Fapi yang masih bingung, mulai tidak fokus dengan penjelasan anatasia. Dia mengecek hapenya. Tidak ada email masuk lagi. Tidak ada telepon. Dia masih merasa tersesat di sini. Dia cek ulang lagi pesanan sebelumnya yang membuatnya terjebak di sini.

Ternyata benar, itu bukan halusinasi. Pesanan itu memang ada.

> dari: Penguasa Alforea- Tamon Ruu yang cantik badai
>cc: Hewanurma- Pelaksana dan penanggung Jawab Utama BOR V
>tanggal xx bulan xx tahun xxxx 

"Tamon Ruu...rasanya pernah dengar, tapi dimana ya..." sekali lagi, kelemotan Fapi membuat dirinya sendiri terjerumus dalam ketersesatan alamiah ini.

Tanpa menghiraukan penjelasan dari maid di depan, dia mulai duduk di sebuah kursi, menurunkan tas, mengeluarkan bahan-bahan adonan di atas meja, dan mulai membuat adonan untuk pizzanya. Yang dia pahami sekarang adalah...

"Aku harus mengantarkan pesanan ini." Fokusnya hanya pada satu hal. Pizza.

***

"Baiklah, saya akan mulai menjelaskan tentang misi kalian pada ronde pertama!" Sahut Anastasia seraya menepuk kedua tangan di depan dada.

Satu-persatu layar hologram mulai bermunculan di udara. Layar-layar tersebut menunjukan gambar bergerak seperti video. Para peserta yang tadinya ricuh satu persatu mulai penasaran dan tertarik dengan beragam pemandangan yang tampak pada layar hologram di sekitar mereka. Ada layar yang menunjukan pegunungan bersalju, sebuah kota yang berada di dalam air, dan ada juga layar yang memperlihatkan pemandangan indah sebuah hutan lebat.

"Pada Ronde pertama turnamen, kalian akan kembali di kirim dalam kelompok seperti sebelumnya, hanya saja kali ini anggota kelompok akan ditentukan oleh RNG-sama, jadi kalian tidak bisa memilih anggota kelompok kalian seperti sebelumnya," Anastasia menjelaskan dengan penuh semangat.

RNG-sama adalah sesosok makhluk cebol setinggi tidak lebih dari setengah meter, berpakaian seragam pelaut putih dengan garis hijau, dan memegang seekor kucing aneh sambil mengangkatnya ke depan. Makhluk cebol tersebut melompat ke atas meja bar dan berbalik menghadap para peserta.

"Hai," Sapa makhluk itu seraya tersenyum dengan wajah seadanya.

***

Sesuai dengan penjelasan anastasia dan RNG-Sama, para peserta disuruh bersiap sebelum dilemparkan ke masing-masing area. Di area nanti akan ada persyaratan khusus agar bisa lolos ronde pertama ini.

Untungnya, mereka tidak harus membunuh, bisa dengan membuat peserta lain pingsan, berkata menyerah, atau menyelesaikan misi yang diberikan per area. Sedikit melegakan ya?

Fapi yang sedari tadi fokus pada adonannya pun akhirnya bersiap menuju portal karena sudah diarahkan oleh Maid pengantarnya.

Dia menyiapkan segala sesuatunya, melakukan pengambilan beberapa bahan untuk berjaga-jaga, lalu ia siap masuk ke portal.

[INITIATING BATTLE SYSTEM]
[UPLOADING MAP AND FOREST DUNGEON]
[DODONGE FOREST-ACCESSED]

Portal itu terbuka lebar, selebar badan Fapi.
Ronde pertama dimulai.


***
2nd Slice
{ verdure verdi nella foresta verde}



Dodonge Forest. Sebuah hutan yang penuh kedamaian. Dodonge Forest ini melingkupi hampir seluruh planet Sol Shefra. Di dalamnya terdapat banyak makhluk-makhluk aneh yang hidup selama ratusan tahun.

Hutan ini bisa bertahan, tetap hijau dan liar namun aman, karena tidak ada yang merusaknya. Seluruh makhluk hidup di sini hidup dalam harmoni. Bahkan batu sekecil apapun merupakan makhluk hidup yang dijaga oleh penghuni hutan ini.

Jika ada yang berniat jahat dan melukai siapapun, maka Hutan ini dan penghuninya akan menyerang dan membinasakannya. Apapun yang terjadi, hutan ini menjaga keseimbangannya sendiri.

Di hutan ini, Peserta disebarkan secara acak. Tak ada yang mendapatkan tempat yang sama. Mereka harus menyelesaikan misi yang sudah diberikan. Misi mereka mudah:

[HANCURKAN KRISTAL YANG MENGELILINGI PESERTA]
[JAGA KRISTAL SAMPAI AKHIR]
[KRISTAL DENGAN JUMLAH TERBANYAK, AKAN LOLOS BABAK INI.]

Setiap peserta diberikan tiga kristal sebagai penanda nyawa. Mereka tidak boleh membunuh. Jika membunuh, otomatis kalah. Jika menyerah, otomatis kalah. Jika Tidak ada kristal tersisa, otomatis kalah.

Hanya itu. Mudah, tapi tidak sesederhana itu bukan? Kita bisa menduganya.

***
Tangannya terus bergerak, menekan, menarik, genggamannya kadang menguat, kadang melemah...menyusuri tiap bagian permukaannya yang mulus.

Tangan itu memastikan setiap inchinya ditangani dengan baik. Kelembutan dan kekenyalannya harus tepat. Remasan-remasannya bukan sekadar remasan. Tapi sebuah remasan berpengalaman yang membuat semuanya akan menjadi begitu menggairahkan.

Di sini, tak ada yang mengalahkan Fapi dalam hal remas-meremas. Adonan itu pasti bahagia ditangani oleh Fapi.

Fapi terus mengulen adonan itu agar menjadi lembut, sembari fokus mencari-cari peserta lain. Berusaha berjalan dengan berhati-hati tanpa merusak tanaman sekitar, namun, tetap saja, Hutan itu terlalu luas dan seakan tak berbatas.

Sulit mencari orang di pedalaman begini.

Sampai beberapa kilometer berikutnya, Fapi mulai mendengarkan suara berbisik. Sepertinya ada yang mengikutinya.

"Hey, ...ada orang di situ?"

Suara berbisik itu tetap ada, tapi tak ada yang menyahut sahutan Fapi. Fapi memasukkan adonan ke dalam tasnya.

"halo...siapa di situ?" berulang kali dia bertanya ke sumber yang tak jelas.

Kali ini Fapi mencoba mendekati sumber bisikan itu. Tapi malah, suara bisikan itu perlahan menghilang.

"Ada orang di sana?" Fapi melongokkan kepalanya ke sumber suara. Tidak ada apa-apa.

Aneh...

Fapi mundur untuk kembali ke arah yang dia tuju tadi. Tapi, baru saja berbalik, dia sudah dikejutkan dua sosok kecil. Bukan manusia, tapi seperti sebuah kurcaci kecil dengan wajah imut, mata besar, kuping lancip, tubuhnya diselimuti oleh berbagai jenis tanaman. Mengerikan, tapi membuat takjub siapapun yang melihat, termasuk Fapi.

"Kalian...apa?"

Mereka berbicara dalam bahasa yang kacau, seperti dengkuran dengan nada tinggi. Seperti lumba-lumba bercampur kucing tapi memiliki intonasi dan membentuk pola kata yang sulit dimengerti.

"Aku tidak mengerti."

Kebingungan Fapi langsung direspon oleh kedua makhluk kecil tadi. Mereka menarik lengan Fapi dan mengajaknya masuk lebih jauh ke dalam hutan. Ke sebuah tempat yang akan menentukan takdirnya di sini.


***
3rd Slice
{Un Cercio}


Biarkan Fapi bertemu dengan para penduduk asli Dodonge Forest. Sekarang kita lihat salah peserta lainnya.

Liona, seorang gadis dengan Warna mata ungu cerah, dengan kantung mata samar di bawahnya Kulit kecoklatan cenderung gelap Wajah agak tirus Mengenakan jubah bertudung warna ungu tua yang nyaris menutupi seluruh tubuh hingga lutut Di balik jubah ia mengenakan armor dada  dan perisai tangan sampai siku berwarna emas Mengenakan celana panjang hitam.

Dia berjalan dengan santainyamenyusuri sungai. Ya! Dia berjalan di atas air. Mejik. Kalau ditilik lebih jauh, itu karena kemampuan bootsnya. Dia bisa berjalan dia atas permukaan apapun, tapi tak bisa melayang aaupun menempel di dinding. Cukup asik.

Dia pun belum bertemu satu peserta pun, yang dia paham hanya bagaimana caranya bertahan di dalam hutan. Salah satu caranya adalah, susuri sungai. Di hulu ataupun hilir sungai pasti akan menemukan sesuatu.

Tapi sudah sejam lebih berjalan, dia belum bertemu siapapun atau apapun.

Liona memutuskan untuk berisitirahat sebentar, duduk di tepi sungai menikmati pemandangan.

Tempat ini tidak ada di realm asalnya, dia cukup menikmati ketenangan yang ada di hutan ni. Rasanya sejuk sekali.

Sambil menutup mata, dia mengingat saat-saat ia mendengarkan Kisah Pahlawan dari Kakek Egil. Dia masih berharap akan menemukan Riz sang pahlawan yang selalu diceritakan dalam dongeng kakeknya. Untuk mengalahkan sang Kegelapan, Feil. Dia membutuhkan cahaya, pahlawan dan lainnya.

Lamunannya tiba-tiba buyar, dia mendengarkan dengan seksama, ada suara anak kecil. Anak perempuan. Sedang menangis.

"Ada manusia di sini? Apa itu peserta?"

Dia mendekati sumber suara perlahan-lahan.

***
"Huaaa...takuut..." tangis anak perempuan itu semakinn menjadi-jadi, antara takut atau malah lega melihat ada manusia lain dan lebih tua yang datang.

"Adik manis, kenapa kamu bisa ada di sini?"

"A-aku...aku gak inget...." isaknya.

"Ya sudah...hm...kamu sendirian?"

"hiks..eng-enggak...aku sama dua anak cowok lainnya. Tapi mereka ninggalin aku..."

"Huh, dasar anak-anak bandel." Dengusnya, sambil tetap mempertanyakan kenapa bisa ada anak kecil di sini. Bukannya ini adalah Turnamen besar?

"Mere..hik..mereka..gak..gak bandel.." anak itu masih terus terisak.

"Oh...iya..ya udah...ya udah gini deh, mau bareng kakak buat cari mereka berdua?"

Anak itu mengangguk.

"Yosh! Yok, kita jalan. Nama kakak Liona Lynn. Panggil saja kak Liona atau Kak Lynn. Ya? Nama kamu siapa?"

"Winda...."

"Winda sayang, kamu gadis yang kuat kan? sekarang berhenti nangisnya, abis itu kita langsung jalan. Ya?"

"Iya..." anak itu langsung mengusap air matanya. Raut wajahnya masih sedikit menunjukkan rona mewek, tapi berusaha untuk tegar.

Liona tersenyum melihatnya. Baiklah, sekarang ke arah mana ya...

***


"Winda!"

"Bu Mawar!"

"Winda!"

"Bu Mawar!"

"Winda!"

"Bu Mawar!"

Sahut-sahutan itu terus berlangsung selagi ibu muda berjilbab itu berlari menghampiri si kecil winda, lalu memeluknya dengan penuh kasih. Tampak sekali kerinduan dan kelegaan bercampur menjadi satu pada raut wajahnya.

Bu Mawar adalah seorang Guru, janda muda, relijius, makanya tampilannya lumayan tertutup dari atas sampai bawah. Memakai jaket yang rasanya lebih besar dari ukuran tubuhnya, jadi dia terlihat sedikit tenggelam dalam jaketnya. Membawa tongkat kayu ramping di tangannya.

"Budi, Hendra. Sini."

Dia memanggil dua anak yang berada di belakangya, sepertinya itu anak-anak yang meninggalkan winda di belakang tadi.

"Salam kakaknya sini, dia sudah membantu menemukan Winda. Winda juga bilang terima kasih ya ke kakak." Ujar Bu Mawar sambil menoleh ke Liona.

Pertemuan keduanya diliputi cahaya yang bersih. Satu fokus pada impian atas kedamaian dan harapan, satu penuh kemuliaan. Silau banget meeen. Manis-manis lagi.

Dalam waktu singkat, Liona dan Bu Mawar akrab dan menjaga ketiga anak itu dalam pengawasan mereka Liona ingin membantu Bu Mawar untuk menunaikan tugasnya menemukan kembali anak-anak yang hilang—entah bagaimana caranya terseret ke Battle Of Realms ini.

Liona sang penyuka anak-anak, luluh dengan kebaikan dan kemuliaan Bu Mawar. Bu Mawar, seorang Guru, merasa nyaman dengan cahaya kebaikan yang diberikan Liona. Sungguh indah.

***
4th slice
{Pitta Herb!}


Dahi Fapi berkerut. Raut wajahnya seperti seorang-detektif-yang-sedang-memecahkan-kasus-sulit-ruang-tertutup-yang-mustahil-dipecahkan-dengan-analisa-sekadarnya-apalagi-buktinya-sedikit.

"Hm..." Dagunya ikutan berkerut karena berulang kali dielus.

"Solari grarar iyk eriyh ik Dodonge."

"He..."

"Inig Dodonge. Solari Grarar."

"Aku menyerah. Aku tak bisa mengerti bahasa kalian sama sekali."

Makhluk di depannya tersenyum lebar. Cukup mengerikan, tapi tidak menakutkan.

Fapi sekarang berada di sebuah pemukiman, sepertinya pemukiman penduduk asli Dodonge Forest. Dia dibawa dua makhluk kecil tadi ke sini. Mungkin ingin berkenalan.

Tapi malah sia-sia, karena tidak ada komunikasi yang bisa nyambung sama sekali. Dia hanya dirubungi penduduk asli dan terus berusaha memecahkan kalimat yang keluar dari mulut mereka.

Makhluk yang di depannya ini kini sepertinya mendapatkan ide. Dia mengambil satu butir buah merah yang ada di lehernya—ya, tubuh mereka seakan disekat oleh berbagai macam tanaman hijau. Lumut, paku-pakuan, batu, jamur. Apapun yang cukup lembab dan subur menempel di tubuh mereka. Dia memberikan Buah merah itu pada Fapi.

Fapi tercengang. Dia merasa jijik, tapi berusaha untuk tidak menunjukkannya dalam ekspresinya. Dia mengambil buah itu.

"He...apa yang harus kulakukan dengan ini?"

Makhluk di depannya memberikan isyarat pada Fapi untuk memasukkan buahnya ke dalam mulut Fapi.

"Dimakan?!"

Percaya tidak percaya dengan hal yang harus dia lakukan. Fapi menegarkan diri untuk memasukkan benda itu ke mulutnya.

Oke...1...2..3!

Fapi mengunyahnya.

Rasanya!

Sangat....

Enak!

"Ini lumayan enak, ..." Fapi lanjut mengunyahnya, lalu menelannya.

"Ya, walau...ini berasal dari..." sambil mengisyaratkan tangan ke arah leher.

"Ya, itu Cherry Dodonge. Buah langka." Ujarnya sambil tersenyum.

"Ho...ini enak. Ternyata di sini ada buah langka begini ya.." tukas Fapi.

"Eh?! Kenapa aku bisa menegrti ucapanmu?" Fapi baru tersadar.

"Cherry Dodonge." Respon makhluk itu.

Makhluk itu bernama Ma'ngdal. Salah satu Humas dari Kaum Solaria, Kaum tertua di DoDonge. Dia memperkenalkan seluruh kaum yang ada tinggal di tengah Hutan Dodonge ini.

Pemukiman ini tersembunyi bagi makhluk dari luar planet ini. Hanya bisa diakses oleh orang-orang yang sudah disetujui dan diterima oleh Kaum yang ada di sini. Fapi diterima dengan baik oleh mereka.

***
Sekalinya seseorang diterima di suatu lingkungan, dia akan diperlakukan Bak Raja. Suguhan makanan, adat-adat yang berlaku di dalamnya, tarian-tarian penyambutan, semuanya itu dialami Fapi.

Tentu saja, di antara semua hal yang diberikan padanya sebagai tamu, dia paling menikmati hidangan makanannya.

Bukan soal variasi makanannya yang membuatnya terperangah dan puas. Tapi, cara mereka mempersiapkan semua suguhan itu.

Bayangkan baik-baik.

Saat mereka mengumpulkan bahan makanan, mereka mengambil dalam jumlah yang tidak banyak, bahkan tampaknya semuanya memiliki jumlah tertentu untuk diambil. Saat mengambil di satu tempat, mereka seakan berdo'a atau meminta izin pada Tanaman, tanah, atau kolam tempat mereka mengambilnya.

Setelah mengambil dan mengumpulkan semua bahan. Mereka fokus pada pembersihan makanan. Semuanya hening, terasa khidmat.

Yang paling menarik adalah bagian ini, memasak. Mereka menyanyikan sebuah lagu saat memasak dan menata makanannya. Begini isi pesan dari lagu itu.
Treat Dodonge and all that dwell thereon with respect.
Remain close to the Great Sol.
Show great respect for your fellow beings.
Work together for the benefit of all Creatures.
Give assistance and kindness wherever needed.
Do what you know to be right.
Look after the well being of mind and body.
Dedicate a share of your efforts to the greater good.
Be truthful and honest at all times.
Take full responsibility for your actions.
Let us greet the dawn of a new day
when all can live as one with nature
and peace reigns everywhere.
Oh Great Sol, bring to ours
the wisdom of Nature and the knowledge
that if Dodonge laws are obeyed
this land will again flourish
and grasses and trees will grow as before.
Guide those that through their councils
seek to spread the wisdom of their leaders to all people.
Heal the raw wounds of Dodonge
and restore to our soul the richness
which strengthens men's bodies
and makes them wise in their councils.
Semua penghuni Dodonge ingin menjaga lingkungannya dalam keharmonisan. Apapun yang diambil diharapkan bersatu dalam diri mereka sebagai bagian dari Jiwa besar sang Sol—planet ini. Setiap diri mereka, akan berusaha menggantinya dengan kerja keras dan kebaikan ke sesama semua makhluk.

Mereka saling memberi, saling berbagi. Hanya untuk secukupnya, hanya untuk bisa melindungi.

Hal itu memberi kesan kuat untuk Fapi. Fapi mempelajari tentang cinta yang lebih luas di sini. Cinta untuk melindungi, cinta untuk harmoni.

Sebaga ganti sambutan dan pelajaran itu, Fapi mencoba menu baru dari bahan-bahan di Dodonge dan menjadikannya Pizza spesial untuk para tuan rumah.
Dia memasak dengan bahagia, Dia memasak dengan menyanyi.

***

Sebelum berpisah, para penduduk memberikannya dua hal: seruling Dodonge lalu satu kantong penuh bibit tanaman khas dodonge, juga satu kantong penuh bahan siap pakai untuk Pizza Fapi. Mereka senang dengan Pizza buatan Fapi.

Khusus Ma'ngdal pun memberi petuah pada Fapi. Fapi menerimanya dengan pikiran terbuka. Dia berjanji akan mengingatnya.

Ma'ngdal menarik sebuah perahu kayu siap pakai untuk Fapi. Dia memberitahukan Fapi bahwa di bagian sungai ini, jika ditelusuri, dia akan bertemu dengan beberapa peserta.

Fapi berpamitan dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan.


***
5th slice
{Forno e legna}


Dua peserta sedang bertarung dengan menggunakan kemampuan es, Keduanya beradu dengan sengit. Entah apa pemicunya. Tumbuhan pada mati, tak ada yang berani mendekat, keduanya bertarung sampai kelelahan. Lalu didatangi oleh Tan Ying Go, Seorang ahli bertarung, ikut pasukan khusus kemiliteran dan gerilya.

Tan Ying Go memperhatikan mereka dari awal menyaksikan dengan seksama, mencari kesempatan lalu menyerang mereka dengan Listrik berkekuatan lebih dari yang bisa dibayangkan melalui senjatanya bernama Rahula.

Seluruh kristal milik kedua pengendali es itu hancur seketika dan mereka pingsan.

***

Fapi menjelajah mengikuti alur sungai menggunakan perahu alami dari suku pedalaman. Sambil mengadon makanan lain.

Santai.

***
6th slice
{Biscotti}



Fapi bertemu Mawar dan Liona, Liona curiga. Mereka mau bertarung, tapi di cegah Mawar. Karena ada anak-anak di sekitar mereka.

Tak lama, mereka menjadi akrab. Sikap orang-orang penuh cahaya dan semangat membara layaknya api memang biasanya selalu cepat membaur. Tak ada rasa curiga yang berujung iri ataupun kerusakan.

Fapi membuatkan pizza untuk anak-anak dan Mawar juga Liona. Pizza yang enak tentunya.

Tan Ying Go menghampiri. Kemampuannya melacak peserta lain sungguh hebat. Tanpa banyak curiga, kelompok orang polos dan naif itu sekarang bercengkrama panjang lebar. Seakan lupa dengan tujuan turnamen.

Suasana nyaman dan tenang ini cukup memabukkan bagi semuanya, tapi tidak dengan Tan Ying Go. Kepalanya tiba-tiba migrain hebat.

"Do it, just do it! Don't let your missions be wasted. Yesterday you said tomorrow. So just do it! Make your missions come true. Just do it. Your missions have to be succeed, and you're going to wake up and work hard at it. Nothing is impossible…"

Ying Go tak menyadari. Saat dia membuat kedua orang sebelumnya pingsan, artinya dia telah dianggap melukai dan membunuh makhluk di hutan. Hutan bertindak tanpa diketahui olehnya. Beberapa tumbuhan mengeluarkan serbuk yang membuat orang yang menghirupnya mengalami kondisi terburuk yang pernah dialami, juga mengalami halusinasi—baik itu penglihatan ataupun suara.


"You should get to the point where anyone else would quit and you're not going to stop there. NO! What are you waiting for?! DO IT! JUST DO IT! YES YOU CAN! JUST DO IT! If you're tired of starting over, stop giving up.


Tanpa disadari, Tan Ying Go sudah menghancurkan satu kristal dari masing-masing orang di hadapannya. Dia sudah total terpengaruh.

Semuanya terhenyak.

"Kukira cukup dengan menyingkirkan yang paling kuat di kelompok ini. Mereka saling bertarung hanya untuk mengasah kekuatan. Tak peduli dengan rusaknya lingkungan sekitarnya. Aku hanya mempercepat pertarungan mereka menuju akhir."

"Apa? kau membunuh dua peserta lain?"

"Tidak, tidak...aku hanya membuat mereka tak bisa bergerak lagi, tak sadarkan diri, kuhindari titik vital, dan kuhancurkan semua kristal mereka.

"..."

"Tapi sepertinya aku juga tidak tahan dengan cahaya kepolosan dan menyilaukan seperti kalian. Bagaimana kalau aku sarankan kalian menyerah saja?"

"A-apa?"

"Tidak mau!"

Tan Ying Go menghela nafas, "kau, bu Mawar kan? kau hanya akan kerepotan membawa anak-anak itu keluar dari sini. Menyerahlah, dan ..."

"tidak masih ada yang lain."

Mawar berusaha menenangkan diri, kilatan jelas ingatannya masih terpatri kuat. Mayat Dilham, salah satu muridnya yang tertembus tombak Tamon rah membuatnya kehiangan kontrol diri dan masuk ke kehinaan, walau sementara. Dia tidak ingin itu terjadi lagi di sini. Bu Mawar berusaha tegar menghadapi perkataan Tan Ying Go.

"Kau takkan bertahan." bantahnya

"Aku akan bertahan. Demi anak-anak ini"

Anak-anak yang dijaganya sekarang merasakan ketakutan, suasana tidak enak itu membuat mereka panik. Ada yang sudah terisak, ada yang memeluk jaket bu Mawar dengan erat.

"Terserahmu bu guru, aku tak tanggung jika ada anak-anakmu yang celaka."

Bu Mawar menahan kemurkaannya di dalam diri. Ancaman itu mengakses cepat perasaan yang sama saat Dilham terbunuh. Tapi dia harus bertahan.

"Kau, Liona, kau juga akan kewalahan, kau pasti akan berusaha melindungi mereka. Langkahmu akan berat jika membuat mereka menjadi temanmu. Bebanmu bertambah. Lebih baik menyerah, atau aku beri 1 pilihan lain, bekerja sama denganku sekarang, dan hancurkan kristal mereka sekarang."

"...tidak. mereka temanku. Dan aku sekarang mulai membencimu." Tegas. Begituah Liona, sekali dia sudah menganggap orang lain sebagai teman yang patut dilindungi, dia akan melindunginya ekuat tenaga.

"Oh well..."

"Lalu kau, gendut. Pembuat pizza. Berbeda dengan yang lain, kau sendiri yang paling tak perlu ada di sini kan? kau tak bisa bertarung, entah kenapa kau bisa nyangkut di sini."

Fapi hanya terdiam, bergidik.

Tidak ada di antara mereka yang sadar, kalau Tan Ying Go sudah jatuh dalam jurang yang mengerikan di dalam pikirannya.


***
7th Slice
{Cornicionne}


Gempuran serangan Tan Ying Go membuat pertahanan Avalon Liona hancur dalam sekejap. Liona mundur untuk menggunakan kemampuan lanjutannya. Cambuk cahaya.Hanya saja sedikit butuh waktu.

Di jeda itu, Mawar mencoba untuk menggunakan tatapannya. Seharusnya tatapn itu akan membuat siapapun akan menunduk karena sikap [Kemuliaan] yang dimilikinya sebagai guru. Sayangnya itu tak berhasil, yang ada Tan Ying Go semakin tidak karuan. Kekacauan itu membuat Ying Go tidak fokus. Kepalaya semakin sakit dan mulai menyerang lebih banyak.

Fapi ketakutan, tapi masih teringat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama saat di babak sebelumnya. Dia tidak ingin ada yang terluka lagi.


***

Sebagai petarung, Ying Go adalah sosok pemberani. Apalagi jika dalam melaksanakan misi. Pandangannya akan fokus sampai akhir. Sayangnya, misi dia kali ini, dan kekacauan pikirannya membuatnya menjadi lawan yang berat buat mereka bertiga.

Liona menyerang dengan cambuk cahayanya. Satu dari dua puluh serangan yang dilakukannya, berhasil memecahkan 1 buah kristal Tan Ying Go. Akhirnya kondisi mereka sama semua kali ini. Ying Go menyerang dengan cepat. Langkahnya berderap dengan ritme jelas dan tenaganya terarah. Walau pikirannya kacau, ternyata kemampuannya tetap stabil.

Pertahanan Liona mulai goyah, di saat begitu, Mawar tiba-tiba bergerak spontan melindunginya. Kristalnya pecah satu, bahunya tertusuk pisau Ying Go. Anak-anak yang melihatnya berteriak tidak karuan, menangis meraung. Sekarang Bu Mawar hanya memiliki sisa 1 kristal.

Liona membalas serangan Tan Ying Go. Namun tak kena, malah Tan Ying Go berkelit ke belakang Liona dan mengarahkan pisaunya untuk menghancurkan kristal milik Liona.

"Ugh!"

Sepersekian detik saja telat menghindar, Liona akan kehilangan satu kristalnya lagi. Tapi dia berhasil mundur dan menjauhkan jarak mereka berdua.

"Aduh!"

Belakang Kepala Tan Ying Go berdarah. Habis ditimpuk batu. Anak-anak yang melihat gurunya dilukai mencoba melindungi gurunya dan menyerang Tan Ying Go. Walau takut. Mereka berusaha tegar.

"kau..kau jahat! Seraaaang!!!"

***

Ketiga anak itu ditendangi dengan beringas oleh Ying Go. Tak ada ampun.

Melihat anak-anaknya disakiti, Bu Mawar marah, kemuliaan yang dia miliki dia buang. Dia ganti dengan [kehinaan]. Aura cahaya yang biasa mengelilinginya sekarang berganti dengan bayangan gelap di sekitarnya.

Dia murka. "Kau! Melukai anak-anak..."

Tenaga Bu Mawar lebih kuat, dia menjadi lebih cepat. Serangan-serangannya lebih berefek dibanding saat dia dalam kondisi biasa. Dia berhasil memecahkan 1 kristal Ying Go. Sisa 1 kristal lagi.

"Kau, membuat anak-anak ini memiliki kenangan yang buruk."

Ying Go hanya terkekeh melihatnya.

Bu Mawar semakin terkesiap, omongan-omongan buruk perlahan memenuhi kepalanya. Membuatnya ingin sekali membunuh Ying Go. Demi keselamatan anak-anak.

Lalu, ada satu kesempatan dimana akhirnya tongkat Bu Mawar menyentuh pundak si Vajira Murni itu. "Kau paham kalau kau telah melakukan keburukan?!"

"Apa maksudmu? Dalam misi, hanya ada satu kebenaran. Menyelesaikannya dengan baik," dia menepis tongkat Bu Mawar dari Pundaknya.

Lalu mengambil 1 lompatan kecil ke belakang untuk berikutnya menendang dengan putaran penuh ke arah perut Bu Mawar. Bu Mawar terjengkang, jauh. Kristal terakhirnya hancur.

Ternyata, dengan membuang kemuliaan pun, Bu Mawar tak sanggup mengalahkan Ying Go.

Ying Go mengarah ke tempat anak-anak. Membanting salah satu dari mereka dan memijak kepala anak itu, suara gemeretak terdengar. Tangisan semakin keras. Sang Guru pun mulai tersadar akan kelemahannya.

"Kau sudah kuberi pilihan, ini konsekuensinya."

"Ibu...sakit....."

Sang guru berjilbab pun merasa lemah...dia tidak bisa melakukan apapun lagi.

Dia sudah menyaksikan salah satu muridnya mati, sekarang pun tak ingin dia merasakan kepahitan itu lagi...

"Ya Rabbi...aku tak bisa menolong anak-anak ini..." tetesan lahar air mata mulai mengalir. "Maafkan ibu...dilham..." bayangan dilham itu seakan menjadi nyata. Menghantuinya lagi.

Apa yang akan terjadi lagi kali ini? Tak adakah yang bisa menyelamatkan mereka?

Di saat genting ini, mulai terdengar seseorang bernyanyi...dengan suara lembut...menghiraukan nafasnya yang berat dan tenaganya yang mulai habis.

Suara itu terdengar perlahan, lebih kuat dari berbisik tapi lebih rendah dari suara normal.

Anak-anak itu berhenti dari tangisnya. Mulai memperhatikan sosok yang bernyanyi itu. Liona dan Mawar juga melihatnya...semuanya menjadi hening. Tak terkecuali Ying Go.

Fapi mengarahkan seluruh energi kasihnya ke dalam alunan lagu dan berfokus membuat pizza yang dia pelajari selama di hutan ini.

Adonan pizzanya selesai, topingnya sudah lengkap, bentukanya sudah bulat sempurna.

Fapi mengubah ritmenya, lagu lembut tadi berubah jadi lagu penuh keberanian. Api mulai membara di tangannya, sebuah api biru yang membakar pizza yang berada di kedua tangannya. Mata Fapi menatap tajam Ying Go.

"Ying Go. Aku tidak tahu kau jahat atau tidak, tapi kau sudah melukai banyak orang di sini, bahkan hutan pun takut padamu. Aku takkan membiarkan ini berlanjut lebih jauh."

Ying Go yang sadar ancaman akan datang dengan cepat, langsung melesat ke arah Fapi. Memukul perut Fapi. Timbunan lemak perutnya tak bisa menahan kekuatan Rahula Milik Ying Go. Darah segar keluar dari mulutnya.

Ying Go lanjut menendang Fapi sampai terpental. "MATI KAU!"

Begitupun, pizza yang dipegangnya aman. Dua kristalnya tetap utuh.

Fapi kesakitan. Liona menyerang Ying Go sekali lagi sambil berhati-hati agar kristalnya tidak hancur. Keduanya melancarkan serangan bertubi-tubi. Tapi jelas-jelas ini berat sebelah. Tenaga Ying Go lebih besar.

Tinju Ying Go mengarah ke kristal Liona satu-satunya. Liona dengan sigap memeluk kristal itu dan membiarkan tubuhnya terkena telak tinju Ying Go.

Liona kewalahan. Jatuh. Berdebam.

Fapi melemparkan salah satu kristal miliknya. Dan menghantam kristal terakhir milik Ying Go. Menyadari hal itu, kemurkaan Ying Go meledak. Dia kembali menghampiri Fapi dan melayangkan 1 pukulan penuh tenaga dan gumpalan listrik menggunakan rahula nya.

Fapi langsung mengarahkan Singleround shieldnya menggunakan tangan kirinya yang masih membara.

Teriakan keduanya dan ledakan energi yang besar terjadi. 1 serangan yang penuh kekacauan. 1 pertahanan penuh keberanian. Petir dan api saling mencaplok satu sama lain, membuat area di sekitar mereka terbakar dan hangus.

Hutan-hutan tak bereaksi lebih jauh. Mereka seakan takut dengan efek yang keluar dari kedua orang tersebut.

Liona menyelamatkan anak-anak dan menjauhkan mereka dari area itu, juga Mawar. Mereka hanya bisa menyaksikan apakah pertarungan ini akan berakhir di sini.


***
8th Slice
{Paruozzo}


Dorongan tenaga Ying Go beradu dengan tenaga Fapi melalui Rahula dan pizza yang mereka pegang. Pizza Fapi mulai retak.

"HANCUR KAU GENDUUUTT!!!"

Disambut dengan teriakan yang lebih menggelegar daripada sebelumnya, pukulan Rahula masuk, telak, membuat Singleround shield di tangan kiri Fapi terpecah menjadi delapan bagian kecil.

Posisi Fapi menjadi gawat. Anak-anak berteriak. Kembali panik. Liona dan Mawar kesulitan melihat apa yang terjadi berikutnya.

Kemudian...

Sesuatu hal yang cukup aneh terjadi, Ying Go terdiam!

Ternyata...

Dalam waktu singkat, bahkan sebelum Pizza yang pecah di tangan kirinya jatuh ke tanah, Fapi memasukkan pizza yang sudah digulung di tangan kanannya ke dalam mulut Ying Go!

Ternyata Singleround shield milik Fapi sudah berevolusi menjadi Pizza Roll! Stromboli! Sebuah pizza gulung ala Amarikan. Pizzayang lembut, panas dari api pembakarnya akan tetap tersimpan dan membuat keju dan topping di dalamnya tetap hangat bahkan panas di dalam gulungannya!

Layaknya serangan listrik, yang memakan ini akan terserang sengatan changat dari cinta yang hangat. Berefek lebih lama dan menghilangkan semua pikiran-pikiran aneh yang membuat diri terpuruk. Bangkit! Dan gulung dirimu dengan keberanian!

"Makan ini!!!! STORM BALL HERBA!!!!!!!!!"

Stromboli yang sudah menyangkut di mulut Ying Go langsung ditekan oleh Fapi sekuat tenaga dan mau tak mau, Ying Go harus mengunyahnya.

"Lalu...lanjut ini!!!"

Dengan kecepatan tinggi Fapi mengambil Semua potongan pizza yang retak akibat dipukul dan masih melayang dan belum jatuh ke tanah. Semuanya langsung dimasukkan dan ditekan ke mulut Ying Go!

"HmpffHh!! Hmppfh!!" tak ada kesempatan buat Ying Go.

Ying Go berusaha memberontak dan mengeluarkan semua pizza itu dari mulutnya.

"kau...." Fapi meraih kedua tangan Ying Go dan mengunci gerakannya.

"MAKAAAAAN!!!!!! KUNYAAAAAHH!!!!!!" sambil mengenggam kuat tangan Ying Go.

Remasannya membuat Ying Go kesakitan, itu bukan remasan biasa. Tangan yang bisa membentuk adonan bertahun-tahun bukanlah tangan yang mudah dilepaskan genggamannya.

Fapi menekan Ying Go sampai akhirnya berlutut.

"HABISKAN! INI HUKUMANMU KARENA MEMBUAT ORANG LAIN TERLUKA!"

Muka Ying Go memerah.

"ORANG YANG SEPERTI ITU, BIASANYA, KARENA LAPAR!!!"

Daripada amarah, Fapi sepertinya merasa kasihan dengan Ying Go. Teriakannya dibarengi dengan air mata.

"KALAU SUDAH LAPAR, ELO RESE!!!"

Lalu Fapi menarik nafas dalam-dalam, dan sekali lagi berteriak.

"MAKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!!!!!"

Ying Go mengunyah stromboli dan 8 potong singleround itu perlahan. Entah kenapa, dia menjadi lebih tenang air matanya juga keluar. Seakan-akan merasa sebuah beban lepas dari kepalanya, dari bahunya.

Fapi melepaskan tangan Ying Go. Semuanya terdiam. Yang terdengar hanya Ying Go yang berusaha menghabiskan makanannya. Sambil terisak.

Menakjubkan. Menakjubkan...

***

Tak ada lagi pertarungan. Tak ada lagi tangisan. Yang ada hanya kedamaian.

Ying Go meminta maaf pada yang telah disakitinya. Anak-anak merasakan ketakutan, masih trauma dengan perlakuannya. Bagaimanpun, itu sudah dalam tahap yang sulit ditolerir lagi. Berulang kali Ying Go meminta maaf.

Bu Mawar juga masih tidak percaya dengan Ying Go. Tapi dia percaya, Fapi benar-benar sudah menenangkan Ying Go kali ini. Dengan [kemuliaan] yang dimilikinya, Bu Mawar mencoba kembali memberi teladan pada Ying Go agar lebih mampu mengendalikan diri. Liona juga membantu.

Fapi memiliki sisa satu kristal. Ying Go tak memiliki kristal lagi. Mawar merasa dia juga takkan bisa lanjut ke ronde berikutnya. Tapi, Liona yang memiliki sisa dua kristal memberikan satu kristalnya pada Bu Mawar. Tak ada aturan tertulis soal larangan memberikan kristal ke peserta lain bukan?

Semuanya berjalan baik. Mereka bertiga akan lolos ronde 1 ini. semoga.

Fapi kelelahan. Sengatan-sengatan listrik Ying Go, tenaga yang dialirkannya di akhir, teriakan-teriakan yang dikeluarkannya semuanya benar-benar menguras energinya. Lega tapi lelah. Lelah tapi lega.

Huff...huff...

Nafasnya tersenggal. Berat. Kadang di saat begini, dia berpikir untuk menguruskan badannya. Tapi bagaimana mungkin? Sulit untuk menolak godaan makanan-makanan lezat yang tersedia di hadapannya.

"Heheh..." dia tertawa kecil memikirka hal itu. Mungkin karena kejadian ini, aku bisa sedikit turun berat badan kali ya...

Tak usah berkhayal Fapi... Tak usah...

***

Epilog

"Om Fapiiii!!"

Semua anak-anak itu berlari menghampirinya, ada yang terseok jalannya, ada yang meringis, tapi semuanya berusaha tertawa. Mereka memeluk Fapi dengan erat. Pria gemuk selalu dicintai anak-anak.

Fapi tersenyum dan membalas pelukan mereka...

"Hey,...kalian baik-baik saja?" Walau tahu mereka terluka dan sakit, Fapi ingin meyakinkan mereka dan dirinya kalau semua sudah berlalu dan akan berubah lebih baik kondisinya.

"Iya om!"

Fapi mengusap kepala mereka satu per satu. Lega melihat mereka kembali semangat. Fapi masih ingat, masih ada 1 adonan lagi yang belum dibuat. Dia berpikir untuk dimasak saja atau ini untuk diberikan pada pemesan di Alforea?

Tapi jawabannya jelas untuk saat ini, pizza selalu bisa dibuat tapi momen yang sama takkan datang untuk kedua kalinya.

"Kalian mau makan Pizza lagi?"

"Mauuuu!!!" jawab mereka serempak.

Liona dan Bu Mawar memperhatikan pemandangan di depan mereka penuh kasih. Senyum mereka merekah. Rasanya perjuangan mereka tidak berakhir sia-sia. Ying Go pun ikut menikmati suasana yang sudah kembali tenang ini.

Sambil menunggu Pizzanya selesai, mereka kembali bertukar cerita. Sembari menunggu kembali dijemput melalui portal, mereka berteduh di lindungan hutan.

Dodonge Forest membalas usaha mereka yang penuh kasih dengan gumaman lembut penghuni hutan.

Ronde satu pun selesai.

"Terima Kasih. Sang Pengantar Cinta." Bisikan hutan memenuhi hati Fapi.

5 comments:

  1. entri cup of tea.. tapi konfliknya berasa pas ketemu Yin Go.. saya ngakak pas Fapi njejelin pizza sambil nangis-nangis..what the fucking twist

    9 dr Nobuhisa

    ReplyDelete
  2. Sejujurnya buat saya entri ini pacingnya agak berantakan. Kadang kayak narator nuturin ke pembaca kayak ngajak ngobrol, kadang terlalu tell seolah ngegampangin satu kejadian (kayak Fapi bertemen sama penduduk Dodonge, bu Mawar sama Liona temenan, atau juga sama Fapi). Jadi poinnya dapet, tapi berasa 'gitu aja'. Kadang juga ada kalimat yang berasa maksain satu perasaan buat pembaca, tapi sekedar 'this is how you should feel' aja

    Yang paling menarik dari entri ini ya finishernya - ga nyangka Fapi pake ngejejelin Ying Go buat makan gitu

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
  3. Ini medannya memang agak tricky sih, mengingat syarat2 yang ada. Dan logikanya Bu Mawar dan Fapi yang paling bisa menguasai medan di sini. Sementara Yin Go jadi sniper.

    Entah karena terburu2 di bagian battle atau semacamnya, kisah ini terkesan jadi kyk jalan2 di taman aja. Dan kedamaian baru terganggu saat Yin Go menyerang :p Coba kalau Fapi masuk ke daerah2 lain, mungkin gak bakal gini jadinya. Yin Go jadi kejam banget, ini kerjaan si hacker-kah? Demi kopi kalengan yang gue minum sekarang, efek jejalan pizzanya hampir sama dgn efeknya mawar, mempengaruhi conscience :p
    Udah deh daripada ngalor ngidul spt entri ini saya beri 7/10 yah.
    Ada pizza rasa gudeg? OC: Vajra (bukan Vajira :p)

    ReplyDelete
  4. +1 karena Tim B, dan senasib berentry cepat.

    cuman saya kelelahan, atau kenapa tapi saya ngerasa kisah ini gak ada sesuatu yang unik selain finishernya.

    tapi setidaknya ini Better-lah
    jadi Frost Final Verdict: 8

    ReplyDelete
  5. "Winda!"

    "Bu Mawar!"

    "Winda!"

    "Bu Mawar!"

    "Winda!"

    "Bu Mawar!"

    Hahahha, saya kira pertemuan mereka itu mimpi, eh ternyata beneran gitu banget ya hahahaha. Terus ada plesetan keripik sama kue sandwich jilat lagi di atas. Ah ya, kelupaan. Pembukaannya bikin ngiler banget. Ntap.

    Winda diselametin sama Liona, aih, nyelametin authornya.

    Bu Mawar masuk mode kegelapan, agak kurang kerasa keseremannya bagian sini. Itu You can do it you can do it-nya ke Ta Ying Go ngakak lah, hahaha

    Terus di battle klimaks lawan Ying Go, Fapi ninggang dia masih sempet bilang "kalo lagi lapar, elo rese" hahaha. Endingnya hangat, pada makan pizza. Fapi tulus banget orangnya ya.

    Interaksi Fapi sama penduduk alami Dodonge menarik diikuti, meski yang terbayang seperti adegan film yang sengaja dipercepat, tapi seenggaknya percepatan di sini terbilang pas.

    8/10
    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete