24.6.15

[ROUND 1 - TEAM A] PUPPET - ANAK KECIL DENGAN DARAH HITAM

PUPPET - ANAK KECIL DENGAN DARAH HITAM
Penulis: Venessa Nofiando









I : Di Sebuah Penginapan Tiga Lantai

Puppet berdiri di sudut sambil memeluk Eustas—boneka panda miliknya. Matanya menatap kosong. Dia tidak mempedulikan keadaan di sekitarnya. Tidak dengan riuh ramai orang-orang—makhluk, tepatnya—di sekitarnya. Tidak juga dengan pandangan sepasang mata yang sesekali menatapnya.

Bahkan interior kayu dengan ukiran cantik yang menambah kesan elegan pada dinding dan atap, atau hawa panas dari tubuh para makhluk yang berjumlah tepat empat puluh delapan termasuk dirinya, tidak mampu membuat gadis berambut hitam panjang dan memakai baju bergaya Victorian Style itu tergubris.

Bisa dibilang, dia tidak peduli dengan apapun.

Di samping kakinya, seekor kucing hitam tidur melingkar. Perutnya naik turun seiring napasnya yang tenang. Mengeluarkan bunyi dengkur halus yang membuat siapa saja terserang kantuk seketika saat berada di dekatnya. Kecuali bagi mereka yang memang takut atau tidak suka dengan kucing.

'Pria berkacamata itu tidak ada,' batin Puppet. Nama asli gadis itu sebenarnya Eumenides, tapi orang-orang lebih akrab memanggilnya Puppet.

'Anak laki-laki berkulit gelap itu juga tidak ada.'

Rupanya Puppet mencari teman yang pernah satu tim dengannya. Seorang pemuda berkacamata dengan baju kotak-kotak; anak laki-laki berkulit gelap dengan rambut mohawk; dan seorang pemuda yang memiliki tampang seperti anak kecil serta rambut hijau acak-acakan. Lengkap dengan peralatan tidur serba putih.


'Ah, Eophi masih ada.'

Eophi. Nama pemuda berambut hijau. Anak itu terlihat sedang duduk berselimut di atas kasur putih sambil memeluk lututnya. Dan di sampingnya, masih di atas kasur putih, ada seekor naga kecil berwarna merah yang sedang meringkuk dan mendengkur. Benar-benar kelompok tidur.

Meskipun pandangan Puppet menyapu seluruh isi ruangan, namun tidak ada perubahan ekspresi berarti yang tergambar di wajahnya. Puppet bersandar di sisi dinding kayu yang berwarna cokelat tua dengan pigura-pigura foto menghias di beberapa tempat. Sudut ruangan adalah tempat terbaik baginya untuk memantau semua aktifitas di dalam ruangan itu, tanpa harus berbaur di tengah-tengah peserta lain.

Peserta? Ya. Semua yang ada di sini adalah peserta dari turnamen Battle of Realms. Babak penyisihan sudah berlalu dan dari jumlah yang berkumpul, kelihatannya hanya setengah yang berhasil lolos. Dari tim Puppet sendiri, hanya tersisa dua dari empat orang. Semua dikumpulkan dalam satu penginapan besar dengan tiga lantai dan saat ini mereka tengah berada di bar lantai satu.

Mungkin seharusnya ada ruang bawah tanah rahasia di penginapan itu.

Puppet seperti biasa, tetap hanyut dalam pikirannya sendiri sehingga sering melewatkan satu atau dua hal. Termasuk alasan mengapa kerumunan peserta itu mulai berteriak dan sang maid yang bernama Anastasia terlihat cukup kerepotan saat menangani pertanyaan-pertanyaan mereka.

 Pandangan mata Puppet teralih ke arah pintu yang tiba-tiba membuka.

'Silau,' pikir Puppet. Cahaya matahari yang masuk melalui pintu memang sangat kontras dengan pencahayaan di dalam bar—tanpa lampu— karena hari masih siang. Cahaya hanya memanfaatkan sinar matahari yang masuk dari jendela-jendela kaca berkusen kayu dan lubang-lubang ventilasi yang jaraknya cukup tinggi di atas jendela. Dari sinar matahari yang masuk dari jendela dan bagai menyorot satu titik itu, bisa terlihat partikel-partikel debu berterbangan di udara.

Makhluk yang tadi membuka pintu depan, kini masuk ke dalam. Semua tertegun melihatnya. Makhluk ini hanya berukuran kurang lebih setengah meter, memakai seragam pelaut putih bergaris hijau, dan memegang kucing aneh. Dia melompat ke atas meja dan berkata, "hai." Sementara semua sibuk memperhatikan wajahnya yang dihiasi garis hitam panjang pengganti mata dan sebuah mulut lebar yang selalu tersenyum.

Beberapa orang selain Puppet ada yang berteriak keras tentang hak cipta dan semacamnya.

'Lucu sekali,' batin Puppet. Puppet berjalan ke arah tengah agar dapat melihat makhluk itu lebih jelas. Langkah kakinya membuat Eve—kucing hitam yang sedari tadi asik tertidur di samping kakinya—terbangun.

Eve mengejar pemilik sepatu boots dengan hak wedges yang menjadi tuannya itu.

Di tengah ruangan, di sekitar mereka, masih melayang hologram-hologram yang memutar video tentang pemandangan. Ada yang hanya menampilkan layar putih, tapi suara yang keluar di video itu sangat ribut. Bagai serbuan badai yang menyapu segalanya. Atau tampilan tentang pertarungan antara dua ekor beruang kutub di tengah badai salju.

Ada juga video tentang kota di dalam air, hutan, tambang yang dihiasi warna oranye—kemungkinan api—, benteng raksasa bernuansa magis, padang pasir gersang tanpa tanda kehidupan, gang-gang gelap yang ramai penduduk, maupun kota padat produksi yang sepertinya melayang di atas langit.

Semua video menampilkan suara-suara yang berbeda. Derak api, gemuruh air, riuh suara manusia, denting besi dan alat-alat berat yang beradu, dan masih banyak suara yang tidak bisa dijelaskan satu-persatu.

Juga suara-suara para peserta lain yang semakin meninggi tanpa Puppet tahu sebabnya.

Puppet melewatkan penjelasan tentang video-video yang ditampilkan, yang ia tangkap hanyalah jika besok semua peserta harus melewati rintangan-rintangan seperti yang ada di video. Dan besok akan dijelaskan detilnya lebih lanjut.

Pada akhirnya, maid yang bernama Anastasia pamit undur diri. Menyisakan Puppet dan beberapa peserta lain yang masih berbincang. Dan makhluk mungil di atas meja yang bernama RNG-sama.

Puppet berjalan lurus ke arah meja, mendekati RNG-sama.

"Aku melihat napsu yang besar tentang membunuh ketika kau mengatakannya tadi. Napsu yang membuat aura hitam di sekitarmu tercipta," sapa Puppet langsung ke poin yang ingin ia bicarakan pada RNG-sama.

RNG-sama tersenyum. Sekarang mulutnya membentuk huruf 'V' besar.

RNG-sama duduk di atas meja. Kucing aneh dengan bulu putih dan cokelat pastel berputar-putar di atas meja, mengejar buntutnya sendiri.

"Apa kau tertarik?" RNG-sama menjawab pertanyaan Puppet dengan pertanyaan. Nada suaranya sedikit rendah.

Puppet menatap lurus ke mata RNG-sama. Dia memperhatikan tiap detil yang dimiliki oleh mahluk mungil itu.

"Mata yang bagus," ucap RNG-sama sesaat. "Warna merahnya selaras dengan darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Seharusnya, kau punya potensi menjadi sangat kuat dan liar. Tapi sepertinya, kau ini tipe yang anggun dan elegan. Dari mana asalmu?"

Puppet yang sedari tadi masih asik memperhatikan penampilan RNG-sama, tersadar jika dirinya sedang diajak bicara.

"Ahm… aku… aku dari Soragin."

Entah alasan apa, ekspresi RNG-sama tiba-tiba berubah. Mulutnya menjadi garis lurus yang tipis dan seakan ada bayangan hitam di sekitar wajah bagian atasnya.

Puppet menaikkan satu alis. Dia merasa heran dengan perubahan ekspresi RNG-sama. Tiba-tiba RNG-sama seakan melihat sesuatu di punggung tangan kirinya yang tertutup seragam tangan panjang miliknya.

"Wah, aku sudah telat. Lain kali kita berbincang lagi, sampai jumpa." RNG-sama menarik punggung leher si kucing aneh dan buru-buru pergi ke luar bar. Puppet kebingungan.

"Memangnya dia pakai jam tangan, tadi? Atau jam di sini memang transparan dan hanya bisa dilihat pemiliknya?" gumam Puppet tanpa sadar. Dia bertukar pandang dengan Eve yang mendongak ke arah dirinya. Tapi tetap tidak menemukan jawaban.

Puppet berbalik badan dan menemukan jika ruang bar itu hanya tersisa beberapa orang dan maid yang selalu terlihat mirip satu sama lain.

Sebenarnya sejak tadi Puppet sudah berniat berbincang dengan Eophi. Tapi ternyata Eophi sudah tidak ada dalam kerumunan yang tersisa.

Pada akhirnya Puppet berjalan menuju tangga dan berniat kembali ke kamarnya di lantai dua. Bertepatan dengan berbaliknya tubuh Puppet yang diikuti Eve, sekelebat bayangan hitam melintas di dekat jendela. Bayangan yang sangat cepat, seakan berusaha untuk tidak menarik perhatian siapapun yang ada di dalam bar.


II : Penambahan Kekuatan : Susu Ceri Penyembuh

Uap putih mengambang di langit-langit kayu berhiaskan lampu berwarna krem yang menerangi seluruh sisi kamar mandi berukuran lima belas meter persegi. Lengkap dengan perabotan-perabotan kayu yang masih menyajikan wangi mahoni dan sebuah kaca wastafel yang mulai terlihat berembun. 

Puppet berendam dalam bak mandi oval berlapis porselen dengan sudut-sudut kayu membentuk segitiga dengan sisi datar di tengahnya yang digunakan untuk menaruh lilin aroma terapi. Sisi di tiap sudut memiliki ukiran cantik yang tak kalah dengan ukiran pada lemari di bawah wastafel.

Sesekali, Puppet bergerak dan menimbulkan gelembung-gelembung kecil dari cairan putih yang menenggelamkan dirinya hingga sebatas leher.

'Susu sangat nyaman digunakan untuk mandi,' pikir Puppet. Rambutnya dibungkus oleh handuk dan membuat gundukan besar di atas kepala. Puppet bersandar pada sisi kering bak mandi di belakangnya. Dia memejamkan matanya.

'Biip!'

Sebuah suara yang muncul membuat Puppet membuka matanya.

Puppet melihat ke atas. Matanya terpana pada sebuah hologram yang muncul mengambang di langit-langit, tepat di depannya. Awalnya hologram itu hanya menampilkan garis-garis hijau-hitam dan suara seperti semut bertengkar, tapi kemudian hologram itu menampilkan sebuah sosok.

Sosok cantik dengan rambut pirang bergelombang, tulang pipi yang tinggi dan memakai jubah cokelat. Sosok itu hanya terlihat sebagian atas tubuhnya saja. Matanya yang berwarna hazel melirik ke seluruh sudut bagaikan anak kecil yang percaya jika ada kehidupan di dalam cermin—mencoba mencari titik temu di mana ada perbedaan antara kenyataan dan pantulan.

Puppet tidak bereaksi. Ia hanya melihat kelakuan Nokusa—Petinggi dari Soragin, Zuri (penyihir putih) yang memiliki pengetahuan tertinggi akan jenis-jenis obat—yang masih asik mengagumi ruangan di kamar mandi.

"Ah, halo, Puppet. Sepertinya aku muncul di waktu yang kurang tepat. Tapi aku sendiri juga terkejut! Sihir yang dimiliki dimensi tempat kau berada, sangat hebat! Mereka bisa membuatku berkomunikasi denganmu begitu saja! Sepertinya memang kita harus melakukan revolusi …." Nokusa memutar bola matanya sambil tersenyum. Dia tak hentinya meracau. Ekspresinya sangat ceria, bahkan tidak terlihat seperti pemimpin.

"Kau belum memenuhi janjimu." Puppet menyela dan berbicara dengan nada yang pelan namun tegas. "Dasar orang dewasa," lanjutnya.

Seluruh perkataan Puppet membuat Nokusa terdiam. Ekspresinya yang ceria menjadi muram.

"Aku tidak mengatakan setelah kau lolos seleksi kau akan mendapatkan jawabannya, bukan? Yang kutahu, semua arena di turnamen yang akan kau hadapi nanti, akan memberikan petunjuk tentang jati diri maupun pertanyaan terbesar dalam hidup orang-orang yang mengikutinya," jelas Nokusa.

"Itu membuktikan orang dewasa selalu menyembunyikan sesuatu. Bahkan ketika mereka bersikap baik." Puppet kembali menyahut dengan kata-kata tajamnya. Dia benar-benar menyiratkan kebenciannya akan orang dewasa.

"Kau tidak boleh seperti itu," sahut Nokusa sambil menghela napas. "Tidak selamanya orang dewasa yang kaulihat jahat akan berbuat jahat seperti kelihatannya. Juga tidak selamanya anak kecil yang terlihat polos, tidak akan berbuat jahat seperti keluguan yang ditampilkannya. Intinya… ah, sudahlah, aku menghubungimu dengan alasan lain."

Diceramahi seperti itu, Puppet hanya diam saja.  Dirinya bahkan tidak bergerak.

"Tim panitia menghubungiku karena aku masih bertanggung jawab penuh atas ikutnya dirimu dalam turnamen ini. Jadi, mereka mengijinkan tiap peserta untuk melakukan peningkatan kemampuan. Kemampuan itu berbatas hanya pada satu jenis saja."

Mendengar kata peningkatan kemampuan, Puppet segera menyangga tubuhnya menggunakan siku pada pinggir-pinggir bak mandi. Dia berusaha untuk duduk lebih tegak.

"Awalnya aku bingung bagaimana caranya menyelaraskan waktu antara dimensi ini dengan Soragin, karena bagi para penyihir, peningkatan kemampuan hanya dapat dilakukan ketika bulan merah dan harus dilakukan di sini, bukan di dimensi lain," sambungnya, "tapi sepertinya, dimensi tempat kau berada sekarang memiliki kekuatan khusus. Waktu berputar secara abnormal dan semua aturan dari seluruh dimensi, menjadi lenyap di sana. Dalam kata lain, peraturan yang berlaku adalah peraturan di sana. Dan peraturannya memperbolehkan kau mempelajari kemampuan baru."

Puppet mendengarkan dengan seksama. Dia mulai berimajinasi tentang kemampuan baru itu.

"Karena kau pada dasarnya adalah Zuri, seharusnya kau hanya boleh menambahkan kemampuan tentang racikan obat. Tapi dalam kasusmu, kau mendapat ijin khusus. Kau bisa menambahkan sihir Obeah jika kau mau."

Obeah adalah sihir kutukan dan alam yang sebenarnya hanya bisa dimiliki oleh ras laki-laki di Soragin, tapi kumpulan kertas milik mendiang ayah Puppet berkata lain. Penyihir perempuan, bisa menggunakan sihir Obeah dengan satu syarat: menggunakan media. Dalam kasus ini, Eustas—boneka panda milik Puppet—adalah media yang membuat Puppet bisa menggunakan sihir Obeah.

Puppet menggeleng atas jawaban untuk semua ucapan Nokusa. "Sihir Obeah jika dilakukan oleh wanita sangat tidak praktis sebenarnya. Lagipula, ada hal lain yang menarik perhatianku."

"Apa itu?" tanya Nokusa.

"Ketika kembali ke sini, aku diantarkan pada sebuah ruangan yang menyemprotkan suatu gas. Ruangan itu tidak lebih dari sebuah lorong penghubung antar tempat berkumpul setelah melewati rintangan di gurun, menuju ke bagian luar penginapan ini. Awalnya tidak ada yang aneh, namun aku baru menyadari bahwa aku terpisah dari anggota timku yang lain. Dan yang lebih mengejutkan, baju di bagian lengan yang sobek sebelumnya, kembali utuh seperti sediakala. Begitupula dengan luka di lenganku."

Puppet mengambil napas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku ingin kekuatan yang seperti itu."

Nokusa mengerutkan kening tanpa menjawab. Sepertinya dia juga terlihat bingung.

"Jika ada yang sepraktis itu, kau bisa-bisa menggantikan kedudukanku nanti," jawabnya.

Puppet mengangkat cairan susu di telapak tangannya dan membiarkan cairan itu mengalir di sela-sela jarinya. Dia terlihat berpikir. Kepalanya tertunduk.

"Bagaimana jika susu? Susu mengandung zat penetral paling bagus. Jika aku bisa memodifikasi bahan dari susu dengan pengetahuan, mungkin aku bisa menciptakan obat berbahan susu milikku sendiri."

'Obat berbahan susu!' pikir Nokusa. 'Anak ini bukan anak sembarangan.'

Jeda sedikit lama sebelum Nokusa menjawab, "sebenarnya, aku pernah tahu dan pernah membuat soal susu penyembuh. Tapi itu hanya bisa meregenerasi sel-sel dalam tubuh manusia, bukannya membuat utuh kembali baju yang sobek atau semacamnya."

Nokusa berpikir sebentar, lalu melanjutkan, "tapi jika itu kau, sepertinya tidak ada yang mustahil. Mengingat kau sudah berapa kali mematahkan aturan di negeri ini. Akan kucarikan bahan-bahannya. Kau mau obatmu memiliki wangi dan rasa asli susu, atau bagaimana?"

Mendengar soal rasa, ekspresi Puppet sedikit melembut. "Berikan aku ekstrak ceri terbaik," jawabnya.

Nokusa mengangguk tanda setuju dan mengatakan jika bahan-bahan akan tiba tepat ketika Puppet menyelesaikan mandinya. Hologram yang melayang di udara kini menghilang begitu saja. Puppet menghela napas dan menengadah ke atas, lalu menutup matanya seakan ingin melebur menjadi satu dalam genangan putih susu itu.


III : Racikan Tengah Malam : Miraries!

Kiriman paket bahan-bahan sudah tiba di kamar Puppet. Gadis itu segera membuka bungkusannya dengan tidak sabar. Dalam paket itu, terdapat sebuah kompor spirtus, sebuah gelas kimia dan beberapa tabung reaksi. Tak ketinggalan bahan-bahan utama seperti susu, serbuk bunga krisan, ekstrak ceri, botol kecil berisi embun pagi, dan beberapa bahan lainnya yang bahkan Puppet sendiri baru melihat benda itu.

Gadis itu duduk bersimpuh di lantai sambil mengenakan kimono putih berbahan lembut dan rambut hitamnya terurai setengah basah.

Di paket juga tidak lupa disisipkan kertas petunjuk tahap-tahap meracik, baik waktu, tingkat kepanasan, mantra yang harus dibaca, dan beberapa persyaratan lain agar obat berhasil dengan rasio tinggi.

Puppet mengikuti seluruh instruksi dengan cermat. Tersungging sedikit senyum simpul di bibirnya. Dia terlihat sangat menikmati saat-saat meracik obat.

Dalam kertas petunjuk, diberitahukan juga bahwa Puppet harus menyetujui batasan sambil memilih mantra yang digunakan. Batasan yang dipilih Puppet adalah, setelah tiga jam dari titik awal sebuah benda atau tubuh mengalami kerusakan, maka obat tidak akan berguna lagi. Juga hasil akhir dari obat itu bergantung pada seberapa cepat obat digunakan setelah kerusakan dialami.

Beberapa jam sudah berlalu dan Puppet akhirnya berhasil mendapatkan racikan yang sudah tersimpan rapi dalam 7 tabung reaksi yang ditutup oleh penutup berbahan gabus. Cairan-cairan berwarna oranye pastel itu membuahkan senyum puas di wajah Puppet. Sementara di gelas kimia, masih tersisa sedikit cairan yang rencananya akan Puppet uji coba terlebih dahulu.

Puppet membawa gelas itu dan beranjak dari lantai kayu beralas karpet bulu. Dirinya berjalan ke arah kasur, ke tempat di mana ada gelas dan piring kosong bekas makan malamnya tadi. Puppet terlalu malas memanggil maid di penginapan ini untuk membawa kembali piring kotor itu. Lagipula, kebetulan buatnya. Dia jadi punya benda percobaan.

Gelas yang terbuat dari kaca itu diangkatnya tinggi-tinggi dan dilemparkannya ke dinding kayu.

Prang!

Gelas pecah namun tak begitu parah. Pecahannya masih besar-besar. Puppet menengok ke arah pintu. Berdoa agar tidak ada yang mendengar keributan barusan.

Pintu masih tetap sunyi dan tenang. Itu berarti tidak ada yang sadar atas keributan barusan. 'Ya, sebaiknya memang tidak ada,' pikir Puppet.

Puppet mulai menuang cairan dari gelas kimia ke atas pecahan-pecahan gelas kaca itu. Menuang semua isinya hingga tetes terakhir.

Beberapa detik berlalu. Tidak terjadi apa-apa.

'Apa aku gagal?' pikir Puppet.

Saat dia sibuk memikirkan jawaban, sebuah sinar merah muda menyelimuti pecahan-pecahan gelas secara perlahan. Puppet mengamatinya dengan seksama. Eve yang sedari tadi masih duduk di dekat tabung-tabung reaksi, melompat mendekat ke arah Puppet karena penasaran juga.

Pecahan-pecahan yang diselimuti sinar merah muda itu, secara perlahan melayang ke sekitar pecahan paling besar. Masing-masing dari mereka mulai menyatu dan membentuk gelas seperti sediakala. Pada akhirnya, mereka membentuk gelas utuh.

Puppet mengambil gelas itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi.  Mengarahkan tangannya semakin mendekati lampu berwarna putih di atas kepalanya. Dia mencermati gelas itu baik-baik.

"Sempurna," lirihnya. Dia memandang ke arah Eve dan tersenyum. Kucing itu mengeong.

Terakhir, yang paling penting dari semua urutan pembuatan obat, adalah pemberian nama. Nama harus diberikan ketika obat ditemukan.

"Miraria … esne," gumam Puppet dalam bahasa Soragin. "Miraries!"

'Miraries! Nama yang bagus,' batin Puppet sambil tersenyum melihat ke arah gelas. Dia menaruh gelas kembali ke meja di samping tempat tidur dan berbicara ke Eve. "Simpan obat-obat itu. Namanya Miraries. Kau harus mengingatnya jika aku meminta obat yang itu, mengerti?"

Eve mengangguk dan ekornya yang lurus bergoyang. Kucing itu berjalan tenang ke arah kumpulan tabung-tabung reaksi yang berserak di lantai.

Ketika Eve sudah sampai di sana, muncul lingkaran sihir berwarna ungu dari tempatnya berpijak. Lingkaran itu lama kelamaan membesar dan menyebar ke dekat tabung-tabung reaksi. Tabung reaksi melayang di udara dan berkumpul jadi satu di atas kepala Eve. Dan dalam hitungan detik, tabung reaksi menghilang bersamaan dengan lingkaran sihir yang lenyap.

Puppet membereskan sisa-sisa pekerjaannya dan berniat untuk tidur.  Menyiapkan dirinya sebelum besok pagi tiba.


IV : Kunjungan Oleh Seorang Cowgirl

Suara ketukan di pintu membangunkan Putri Tidur dan kucing hitamnya. Puppet mengusap mata dan berusaha bangkit sebisa mungkin.

"Hnnng—" lirihnya sambil menguap. Dia merasa kurang tidur karena terlalu asik meracik obat semalam.

Sinar matahari membias melalui tirai hijau di jendela ruangan kamar Puppet yang cukup gelap. Ruangan itu hanya mempunyai tempat tidur, lemari, dan beberapa perabotan standar. Sebuah kamar penginapan biasa dengan kamar mandi di bagian dalam. Perpaduan interior barat dan timur.

Puppet turun dari tempat tidur dan berusaha mencari selopnya di lantai. Ruangan di kamar itu tidak memakai pendingin sama sekali, tapi hawa di sana sudah sejuk. Tidak dingin dan tidak panas. Udara yang memang sangat pas untuk tidur.

Gadis itu masih memakai piama yang disediakan dari penginapan dan berjalan menyeret kakinya menuju pintu. Gerak badannya sangat lambat dan terlihat malas. Dia memutar kunci dan menarik knop pintu.

Sosok di balik pintu membuat Puppet terkejut. Gadis itu mengira yang akan ditemuinya adalah maid yang biasa mengantarkan makanan atau paket ke kamarnya, namun kali ini tidak.

Yang ada di hadapannya adalah perempuan dengan rambut berwarna cokelat kemerahan yang dikuncir ekor kuda. Tingginya kurang lebih sama dengan Puppet, memakai rompi cokelat dengan dalaman kemeja putih dan celana pendek cokelat dengan rumbai di pinggulnya. Tak lupa, sebuah kacamata menghiasi wajahnya.

"Bonjour!" sapanya kepada Puppet—yang masih setengah sadar—sambil mengangkat telapak tangannya sebatas dada.

Puppet tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan gadis di depannya dengan nanar. Bahkan, Puppet melihat gadis itu dari atas sampai bawah. Dari rambut cokelat kemerahan hingga sepatu boots cokelat yang memiliki hiasan bintang dan menimbulkan bunyi gemerincing tiap kali dia bergerak.

"Ah! Mademoiselle! Apakah saya terlalu pagi membangunkan Anda? Tapi memang sudah seharusnya Anda bersiap, kurang dari tiga jam lagi, kita akan berangkat! Sarapan sudah siap di ruang makan, Mademoiselle, apa Anda mau ke bawah bersamaku? Aku akan dengan senang hati menunggu."

Diserbu pertanyaan seperti itu, Puppet malah menelengkan kepalanya.

"Anda pasti yang kemarin berdiri di sudut ya? Apa Anda tidak mendengarkan perkataan Anastasia? Iya, dia bilang, posisi kamar di penginapan ini sudah diatur sesuai tim yang nanti akan maju. Coba lihat ke sana," tunjuk sang gadis ke arah pintu kamar Puppet yang terbuka. Di pintu itu ada sebuah papan kecil bertuliskan A-02. "A-02 berarti tim A, nomor dua. Dan saya di sana," tunjuk sang gadis pada pintu tetangga kamar Puppet yang terletak paling ujung di lorong itu. "A-01. Comprendre, Mademoiselle?"

Puppet masih belum menjawab. Dia merasa asing dengan sosok gadis di depannya. Puppet mundur selangkah.

Gadis berkacamata di depannya melakukan gerakan seperti mengendus ke dalam kamar Puppet. "Wangi manis. Kau sedang membuat sesuatu?" tanyanya sambil semakin memajukan tubuhnya mendekat ke arah Puppet.

"Ah! Semalam! Apa ada sesuatu yang terjadi? Saya mendengar seperti ada sesuatu yang … pecah?"

'Dia mendengarnya!' batin Puppet.

"Tidak ada," jawab Puppet pelan.

"Ah, tentu saja! Saya pasti bermimpi. Terlalu larut untuk orang seanggun Anda, masih terjaga di malam tadi. Omong-omong, siapa nama Anda, Mademoiselle?"

"Puppet."

 "Enchanté, Puppet! Je suis Lexia, Lexia Gradlouis!"

Puppet tanpa sadar memiringkan kepalanya, mungkin bingung dengan bahasa yang digunakan gadis bernama Lexia ini. Sebenarnya di dimensi Alforea—tempat Puppet berada sekarang— ada sebuah kekuatan yang bernama 'Penerjemah Bahasa.' Kekuatan itu disadari oleh beberapa orang, namun ada juga beberapa yang tidak memedulikan hal itu. Puppet salah satunya.

Gadis itu makin bingung mengapa masih ada orang yang bahasanya terdengar asing. Namun sekali lagi, dia tidak peduli akan hal itu.

"Ah, maafkan saya, Mademoiselle, Anda pasti kebingungan. Itu tadi semacam salam perkenalan dari saya, Lexia."

Puppet membentuk huruf O bulat pada mulutnya tanpa bersuara. Dia lalu mengatup mulutnya, mundur selangkah, dan berkata, "aku harus bersiap."

"Hei! Tidakkah, Anda—"

Kali ini Puppet langsung meraih pintu tanpa menunggu lama, sekalipun Lexia sedikit berteriak dan mengatakan jika ingin melihat-lihat kamar Puppet. Tapi Puppet tetap menutup pintunya dengan anggun dan berjalan menuju kamar mandi, sementara di luar pintu, Lexia mendengus.

"Sial, padahal tadi aku sudah hampir bisa menyelidiki kemampuannya," kata Lexia setengah kesal yang pada akhirnya berjalan melewati kamar Puppet, menuju ke kamar setelah Puppet. A-03.


V : Nona Manja di Meja Makan

Tangga kayu yang berkelok-kelok membuat gerakan Puppet saat menuruninya semakin lambat. Satu langkah. Jeda. Satu langkah lagi. Jeda. Begitu seterusnya sampai ada beberapa orang yang melintas melewatinya sambil mengoceh. Beruntung tangga kayu itu memiliki lebar yang bisa memuat dua orang dewasa ketika bersampingan.

Puppet menuruni tangga dengan sangat lambat sambil memeluk Eustas, dan Eve dengan sabar mengekornya di belakang. Meskipun sesekali kucing itu mengeong kesal.

"Kita masih punya waktu satu jam," ucap Puppet sambil tetap memandang lurus dan melangkah perlahan. "Tak usah terburu-buru."

Setelah beberapa saat, Puppet sampai di bawah pada akhirnya. Dia langsung menuju ke arah barat. Tempat ruang makan berada.

Wangi makanan yang bercampur aduk, menyambut Puppet dari depan pintu. Wangi dari ayam panggang, krim sup, atau roti panggang dan selai buah yang segar, semua berpadu dalam satu wangi yang membuat wanita dalam program diet sekalipun, akan melanggar pantangan makannya.

Belum lagi suara-suara peralatan makan perak yang bergesekkan dengan keramik. Menciptakan alunan merdu: irama dari rasa lapar yang dilarutkan oleh kunyahan cepat.

Puppet melihat ke sekelilingnya. Melihat ke arah kumpulan meja-meja besar dan bundar dengan huruf A sampai H di atasnya—tepat di tengah meja tersebut—yang dikelilingi oleh bermacam-macam orang. Masing-masing dari mereka sibuk makan dengan lahap dan menimbulkan berbagai macam bunyi. Ada juga yang hanya sekadar minum teh dan makan kue.

"Silahkan, meja untuk tim A di sebelah sini." Seorang maid yang terlihat sama dengan maid lainnya menyambut kedatangan Puppet sambil menunjuk ke sebuah meja dengan telapak tangannya. Maid itu berbicara namun tidak terlihat mulutnya bergerak. Dia lebih tepat disebut AI (Artificial Intelligence) ketimbang maid. Hanya saja, mungkin jika disentuh, maid itu memiliki tekstur kulit yang persis manusia biasa.

Maid itu mengantarkan Puppet pada sebuah meja berisi lima orang: seorang lelaki tua; anak kecil bertubuh tambun; pemuda berjubah biru tua dengan kacamata dan rambut hitam bergaya bob; pemuda lainnya dengan pakaian lusuh dan headphone di telinganya; dan yang terakhir, gadis berkacamata dengan rambut merah kecoklatan yang pagi ini baru saja mengunjungi kamar Puppet.

 Puppet memperhatikan mereka satu persatu. Mulai dari yang paling ujung dan paling dekat dengan posisinya sekarang ini. Seorang lelaki tua berbaju hijau lumut ala tentara dengan sebuah peci hitam di atas kepalanya. Lelaki itu asik menyeruput kopi di atas piring ceper yang dipegangnya dengan tangan kanan, kemudian memasukkan pisang goreng dengan tangan kirinya. Pegangannya pada piring ceper sedikit bergetar, menandakan usianya yang sangat renta. Kunyahannya pada pisang goreng juga terlihat agak lama. Lelaki tua dan bungkuk itu bernama Kumirun.

Lalu pandangan Puppet berganti ke arah anak kecil yang duduk di samping Kumirun. Anak kecil dengan tubuh tambun, mempunyai poni hitam kebiruan yang menutupi mata, dan memakai pakaian berwarna oranye serta tudung biru. Anak yang sedang asik mengunyah paha kambing bakar—yang besarnya hampir setara dengan tubuhnya sendiri—itu bernama Bun.

Saat Puppet berniat untuk memerhatikan dua pemuda yang duduk berdampingan itu, sebuah teriakan mengagetkannya.

"Neng! Ebuset bengong aje! Duduk, Neng, di mari! Kagak pegel entu kaki?"

Rupanya teriakan yang membahana dan membuat jantung berpacu itu milik Kumirun. Kumis abu-abunya naik turun saat menegur Puppet. Sedetik kemudian, lelaki tua itu mulai terbatuk. Lagi-lagi Puppet sedikit bingung dengan gaya bahasa yang digunakan Kumirun. Puppet mengerti bahasanya sebagian, tapi sebagian lagi, dianggap hanya sebagai kata tambahan bagi Puppet—tidak mengandung arti yang penting.

Puppet dengan agak canggung melangkah. Gadis itu menempatkan dirinya di antara Lexia dan pemuda suram yang terlihat selalu asik dengan dunianya sendiri, Kazuki Tsukihiro. Di samping Kazuki—bersandar pada kursi yang diduduki Kazuki—sebuah pedang panjang setinggi orang dewasa yang sering disebut Nodachi.

Lexia membuang muka ketika Puppet tiba. Kuncir kudanya bergoyang seiring pergerakan kepalanya. Puppet bersikap tidak peduli atas kelakuan Lexia.

"Apa yang Anda inginkan untuk sarapan kali ini, Nona? Anda bisa memesan apapun. Mengingat setelah ini babak satu akan segera dimulai, anda juga bisa memesan makanan-makanan berat, seperti Tuan Muda yang di sana," tunjuknya pada Bun yang sekarang sedang melahap sosis-sosis gemuk dan berbumbu.

"Apapun ada?" tanya Puppet.

"Apapun," ulang maid itu.

Puppet terlihat berpikir. Beberapa detik berlalu. Kemudian detik berganti menit. Semua yang ada di sana melihat ke arah gadis bertopi kecil itu. Mereka tampak sangat tidak sabaran.

"Kau benar-benar lelet ya?! Dasar Nona Manja!" Lexia membentak pada akhirnya. Dia terlihat sangat kesal. Di hadapan Lexia ada beberapa piring kosong yang ditumpuk dan mangkok berisi cairan kuning, kemungkinan keju.

Puppet memandangi Lexia. Lalu menoleh ke arah maid di dekat mereka. "Aku pesan pai ceri dan susu. Ada susu rasa jeruk?" kata Puppet pada akhirnya.

Maid itu mengangguk. "Hanya itu saja?" tanyanya.

Puppet mengangguk.

"Selera yang aneh!" Lexia melemparkan senyum bengis. Terbesit sangat jelas kekesalan di matanya.

Puppet memandangi Lexia dengan tajam. Beberapa detik sebelum akhirnya dia bersuara. "Apakah kau kesal karena tidak berhasil menggeledah kamarku?"

Bagai petir di siang bolong, Lexia terdiam. Matanya melotot kaget dan mukanya berubah pucat.

"Tu-tunggu! Menggeledah, maksudnya …?" Pemuda dengan rambut hitam dan mata yang nyaris berwarna putih di samping Lexia tampak kebingungan. Pemuda itu menatap Lexia, memohon jawaban dari gadis berpakaian ala Cowgirl itu.

Pandangan Puppet justru telah beralih ke anak kecil yang sekarang sudah berganti mengunyah kue tart cokelat sekarang. Di sekitar mulutnya Nampak bekas-bekas makanan. Baju oranye miliknya pun ternoda oleh sesuatu berwarna cokelat. Mungkin saus dari paha kambing yang tadi dimakannya.

"Hei, jelaskan tentang menggeledah! Apa itu yang sebenarnya kau lakukan ketika aku mandi dan bersiap di kamarku? Aku kira … aku kira kau memang berniat mengunjungiku. Aku kira …." Pemuda itu masih meracau, sementara Lexia malah menengadah ke atas, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Udeh, udeh!" teriak si Kumirun. "Berantem mulu lu pade! Mending kite, mumpung udeh lengkap, kenalan dah tuh atu-atu. Dimulai dari aye. Nama aye, Kumirun. Ku-mi-run! Jagoan dari Rawabangke!" serunya sambil menepuk dada dengan satu tangan. Tak lama, bunyi "Bruuuth" besar terdengar. Suara itu berasal dari pantat Kumirun. Semua serentak menutup hidung, kecuali pemuda di samping Puppet yang kelihatannya sedang mendengar lagu dari headphonenya.

"Aduh, maap dah. Ini bawah aye udeh dol!" Kumirun tertawa setelahnya.

"Bun jadi lapar lagi, bun~" seru anak laki-laki bertubuh tambun. "Bun harus bawa makanan. Di mana kakak yang tadi punya semua makanan? Makanan Bun habis, bun!"

Maid tadi kembali dan mengantarkan semua yang dipesan Puppet. Sebuah pai ceri yang cukup besar, kira-kira diameternya empat puluh senti, beserta susu berwarna oranye pastel. Setelah maid meletakkan semuanya, Bun meminta agar maid membawa beberapa makanan di dalam kotak.

"Nah, sekarang, Eneng yang di sono. Nyang baru dateng, kenalin diri diri dah," tunjuk Kumirun pada Puppet.

"Puppet," jawab Puppet singkat, lalu mengalihkan pandangannya pada Bun.

"Jadi namamu … Bun?" tanya Puppet.

Bun melihat ke arah Puppet. Ke arah pai ceri di hadapan Puppet, tepatnya. Mulut Bun sedikit menganga.

"Bun boleh minta itu, bun?" tunjuknya pada pai ceri yang sudah mulai dipotong-potong oleh Puppet.

Puppet tersenyum.


VI : Permainan Peran : 'Who Are You?'

Setelah perkenalan-perkenalan singkat di meja makan tersebut, mereka akhirnya dipandu oleh maid yang terlihat paling berbeda dengan yang lainnya—Anastasia—menuju ke sebuah ruangan di bagian utara penginapan. Ruangan kosong yang luas namun tak ada apa-apa di dalamnya. Hanya ada lampu dan lantai kayu.

"Gara-gara Nona Manja itu, kita hampir telat! Makannya lebih lambat dari kuda betina yang sedang hamil!" ketus Lexia sambil menuding Puppet. Saat ini di pinggul Lexia terlihat ada sebuah pistol di bagian kanan dan parang di bagian kiri. Dan tangan kanan Lexia memegang sebuah cambuk berwarna cokelat.

"Baiklah, semuanya, tenang." Anastasia menepuk kedua tangannya di depan dada, meminta perhatian. "Aku yang akan menjadi pemandu dalam tim ini. Karena ini tim A, dan A adalah inisialku," jelasnya.

Berbeda dari maid lainnya yang menggunakan seragam hitam-putih, Anastasia mengenakan seragam dengan warna hitam-merah. Dan mulutnya bergerak seperti manusia biasa saat bicara.

Anastasia menjentikkan jarinya, lalu muncul hologram yang menampilkan sebuah tambang berpencahayaan temaram, lalu hologram berganti tempat di sisi lain tambang tersebut. Gambarnya menampilkan aliran lava yang meletup-meletup. Kemudian ditampilkan lagi mayat-mayat hidup dengan pakaian para pekerja tambang yang bergerak tak beraturan.

"Jadi, inilah tempat kalian akan bertanding nanti. Sebelumnya, saya akan menjelaskan peraturannya." Anastasia berdeham sebentar. "Di tambang yang bernama Managua Gem's Cave ini, pada dasarnya kalian hanya diharuskan untuk bertahan hidup sampai akhir. Kemenangan akan kalian dapatkan jika kalian bisa menjadi yang terakhir bertahan. Kalian juga bisa memanfaatkan segala peralatan tambang untuk bertarung. Dan pemenangnya hanya akan ada satu."

"Tunggu," sela Stellene. "Apakah itu berarti kami benar-benar harus saling membunuh?"

Anastasia tersenyum. "Tidak sepenuhnya. Lagipula, RNG-sama menentukan aturan khusus untuk tim ini."

Mendengar kata RNG-sama, Puppet langsung bereaksi. "Aturan yang bagaimana?"

Senyum Anastasia semakin lebar. Dia menjentikkan jarinya lagi. Dan sebuah sinar muncul di tengah-tengah mereka.

Dari sinar tersebut, mulai terlihat beberapa makhluk seukuran bola basket yang memiliki warna berbeda-beda, dua buah titik besar sebagai mata, dan huruf V sebagai mulut. Makhluk itu melayang di udara dan memantul-mantul seperti bola.


               
"Ini namanya Ochew, makhluk inilah yang nantinya akan menjadi pemandu tetap masing-masing dari kalian," Anastasia menjelaskan. Sedetik kemudian, makhluk-makhluk itu berpencar ke sisi masing-masing peserta. "Masing-masing warnanya, menyimbolkan sesuatu yang menarik dari diri kalian, dan sudah diatur sedemikian rupa oleh RNG-sama agar mereka bisa mengingatkan kalian berulang kali tentang aturan di dalam tambang."

Ochew berwarna merah, memantul di udara dan menuju ke arah Puppet. Puppet memegang makhluk itu. Permukaan kulit Ochew lembut dan kenyal. "Mirip ceri," gumam Puppet.

"Setelah ini, kalian hanya bisa melihat maupun mendengar suara dari Ochew kalian sendiri. Ochew milik kalian, tidak akan terdeteksi ataupun terlihat oleh orang lain."

Perlahan, Ochew yang sudah berada di samping peserta lainnya, mulai memudar. Puppet hanya bisa melihat Ochew warna merah miliknya, begitu pula Bun hanya dapat melihat Ochew berwarna oranye di sampingnya. Kumirun mendapatkan Ochew berwarna hijau, Kazuki mendapat Ochew berwarna abu-abu, Lexia mendapat Ochew berwarna cokelat, dan Ochew milik Stellene berwarna biru safir.

"Dan sekarang, hal yang terpenting adalah, di dalam tambang nanti, RNG-sama ingin kalian melakukan sebuah permainan." Anastasia terlihat bersemangat saat menjelaskannya. "Ini adalah sebuah permainan peran."

"Pertama-tama, nama permainan ini adalah 'Who Are You?' Di permainan ini, ada empat peran yang akan saling berhubungan satu sama lain. Keempat peran tersebut adalah: Hero, Villain, Renegade dan Fortune Teller. Jadi karena ada enam peserta dalam satu tim, akan ada dua Hero, dua Villain, dan sisanya Renegade dan Fortune Teller. Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan? Terutama kamu … Kazuki, ya?"

Semua menoleh ke arah pemuda lusuh dengan headphone di telinganya. Pemuda itu mengangguk pelan. "Aku tidak menyetel lagu, kok," katanya.

"Uhm … penjelasannya sudah selesai?" tanya Lexia.

"Belum." Anastasia menyahut sambil tersenyum. "Jadi … hal yang berbeda dari tim lainnya di sini adalah, munculnya sistem poin. Poin tersebut didapat dari peran-peran yang kalian mainkan di dalam tambang. Sekarang, ini adalah penjelasan poin untuk tiap peran," ujar Anastasia sambil menjentikkan jarinya dan membuat layar di hologram berubah menjadi tulisan berisi informasi.

Kurang lebih beginilah bentuk tulisannya.

Hero :
Hanya diperbolehkan membunuh Villain dan Renegade.
Villain mati dengan cara apapun, poin +2 untuk satu Villain.
Renegade mati dengan cara apapun, poin +1.
Fortune Teller dan Hero pasangan terbunuh oleh diri sendiri, poin -2.
Fortune Teller dan Hero pasangan terbunuh oleh orang lain, poin -1.
Memenuhi ketentuan di atas, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka masing-masing dari Hero dan Fortune Teller lainnya yang dibuat pingsan, juga akan mendapat poin +3.

Villain :
Hanya diperbolehkan membunuh Hero, Fortune Teller dan Renegade.
Villain pasangan mati oleh diri sendiri, poin -2.
Villain pasangan mati oleh orang lain, poin -1.
Hero mati dengan cara apapun, poin +2 untuk satu Hero.
Fortune Teller mati dengan cara apapun, poin +1.
Membunuh Renegade tidak akan mendapat poin tambahan.
Memenuhi ketentuan di atas, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka Villain yang dibuat pingsan, juga akan mendapat poin +3.

Fortune Teller :
Memiliki kemampuan khusus untuk melihat Ochew peserta lain yang akan menampilkan peran pemiliknya secara langsung.
Diproritaskan untuk membunuh Renegade. Membunuh Villain diperbolehkan, namun tidak akan mendapat tambahan poin.
Renegade mati dengan cara apapun, poin +5 langsung didapatkan.
Hero mati oleh diri sendiri, poin -2 untuk tiap Hero.
Hero mati oleh orang lain, poin -1 untuk tiap Hero.
Renegade mati, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka Hero yang dibuat pingsan, juga akan mendapat poin masing-masing +3.

Renegade :
Semua peserta selain dirinya harus mati, masing-masing peserta yang mati dengan cara apapun akan menghasilkan poin +1, jika Ochew miliknya belum memberikan poin +1, itu berarti masih ada peserta yang hidup.
Hanya akan menang jika menjadi yang terakhir hidup dan satu-satunya.
Untuk setiap peserta yang tidak berhasil terbunuh atau masih dalam kondisi pingsan dan sekarat, poin -1.

***

Semua peserta di tim A, memerhatikan layar hologram. Beberapa dari mereka mengangguk-angguk. Hanya Kumirun yang menyipitkan mata lalu geleng-geleng sambil bilang, "Neng, bisa dijelasin aja kagak? Maklum aye ude tuir, udeh susah baca. Hehehehe." Kumirun nyengir dan memperlihatkan giginya yang ompong beberapa

Anastasia tepok jidat. Jadilah pada akhirnya dia menjelaskan ulang dengan hati-hati dan pelan-pelan, karena telinga Kumirun yang juga susah diajak bekerja sama. Sampai akhirnya Kumirun nyerah dengan perkataan Anastasia yang bilang kalau Ochew bisa berbicara dan semua yang masih bingung bisa ditanyakan pada makhluk itu. Kumirun angguk-angguk sambil bertumpu pada tongkat cokelatnya, dan terlihat sesekali tongkatnya bergetar.

"Jadi, peran yang berhubungan, harus bekerja sama? Kok rasanya semakin sulit?! Lalu dari mana kita bisa mengetahui jika dia teman?" tanya Kazuki. Pada akhirnya dia mengamati juga semua teknis yang dijelaskan.

Anastasia terkekeh sedikit. "Itulah mengapa disebut permainan. Di dalam sana, kalian tidak akan mengetahui mana kawan dan mana lawan. Bahkan bagi Fortune Teller, jika dia berhasil membantu para Hero, tidak akan ada yang tahu jika setelahnya dia akan disikapi seperti apa oleh Hero yang dibantunya.  Kawan adalah lawan."

"Lalu …," lanjut Anastasia, "setelah ini, kalian akan di teleport ke bagian-bagian berbeda di dalam tambang. Di dalam tambang, akan ada beberapa peta yang disebar di tempat-tempa tertentu. Sekali kalian sudah menemukan peta, maka Ochew akan merekam semua isi peta itu, sehingga kalian jangan takut jika peta hilang atau jatuh. TAPI …." Anastasia meninggikan nada suaranya. "Di dalam tambang, ada beberapa jenis mayat hidup yang jika kalian tergigit olehnya, kalian akan masuk ke dalam halusinasi dan ditelan oleh kegilaan. Jenis yang seperti itu hanya ada tiga belas dari total kurang lebih enam ratus enam puluh enam mayat hidup di dalam tambang. Membunuh ketiga belas mayat hidup khusus, juga akan membuat seluruh mayat hidup sisanya berhenti bergerak. Tapi tentu saja, mayat hidup yang ini akan lebih kuat dari mayat hidup lainnya."

Lexia mulai garuk-garuk kepala, Kumirun tiba-tiba kentut. Kali ini semua menutup hidung, tak terkecuali Kazuki.

"Masih ada yang ingin ditanyakan?" tanya Anastasia dengan suara yang sedikit sumbang karena berbicara sambil menutup hidung.

Mereka menggeleng. Bun mulai merogoh tas ranselnya dan mengambil kotak berisi daging ham.

"Kamu kok makan lagi? Bukan buat nanti bekalnya?" tanya Puppet yang melihat Bun mulai mengunyah.

"Bun lapar sekali, bun~"

"Baiklah. Kita pindah sekarang." Anastasia mulai memasang tampang serius. Dia mengangkat kedua tangan dan menyuruh semua peserta berkumpul di sekelilingnya. Lalu Anastasia menutup mata.

Sinar merah kehitaman muncul di sekeliling mereka. Sinar itu menelan peserta tim A perlahan dari arah bawah, hingga seluruh tubuh mereka diselimuti lingkaran merah-hitam besar.

Saat sinar sudah menenggelamkan para peserta beserta Anastia di tengah, secara ajaib sinar hitam-merah mengilang dan menyisakan Anastasia yang perlahan membuka matanya. Lalu Anastasia berjalan ke luar ruangan.


VII : Managua Gem's Cave : Puppet

Puppet membuka mata. Saat ini dirinya tengah berada di sebuah gua dengan tanah-tanah yang disangga kayu sebagai poros agar membentuk lorong. Sebuah lorong yang panjang dan mempunyai dua cabang.

Lampu pijar yang menggantung lemah tiap beberapa meter di langit-langit lorong tanah itu, sesekali bergoyang, entah karena suatu apa.

Puppet menerawang di sekelilingnya. Terlihat beberapa kotak kayu, tali tambang, beliung, dan beberapa perkakas ringan yang biasa digunakan untuk urusan pertukangan.

Perlahan, Puppet berjalan ke arah beliung karena penasaran. Puppet belum pernah melihat benda seperti itu sebelumnya.

Beliung yang sudah berkarat dan terbalut oleh tanah, teronggok begitu saja di atas kotak kayu. Puppet memegang ujung gagang kayunya dengan mencapit dua jari. Beliung sedikit terangkat lalu segera dilepas oleh Puppet.

'Berat dan kotor,' pikir Puppet sambil menghela napas.

[Jangan buang-buang waktu di sini.]

Suara dengan pitch tinggi dan terdengar seperti anak-anak, membuat Puppet berbalik ke belakang. Dia melihat Ochew merah yang ekspresinya tidak berubah sama sekali sejak tadi, tapi suaranya terdengar di pikiran Puppet. Hanya satu hal yang berbeda dari kondisinya ketika sebelum di teleport. Sekarang, ada tulisan "RENEGADE" di atas kepala Ochew.

'Apa dia yang tadi bicara?' batin Puppet.

[Iya, benar sekali.] Suara selanjutnya membuat mata Puppet sedikit melebar. Gadis itu bingung mengapa makhluk di hadapannya bisa mendengar apa yang dia pikirkan.

[Aku memang didesain seperti ini. Masing-masing Ochew didesain agar bisa menyesuaikan diri dengan peserta yang akan didampinginya. Dan khusus untuk dirimu, aku didesain bisa telepati, karena kamu adalah tipe pemikir, bukan yang hobi berteriak keras-keras.]

Puppet angguk-angguk, sementara Eve hanya memperhatikan benda merah melayang itu. Eve memang bisa melihat Ochew milik Puppet, tapi tidak bisa berinteraksi dengannya.

[Omong-omong, kamu dapat role Renegade. Sepertinya ini akan sulit.]

Puppet masih belum sepenuhnya mengerti soal permainan di dalm babak ini, namun suara geraman membuyarkan pikiran Puppet dan membuat Puppet dan yang lainnya menoleh ke salah satu cabang lorong. Suara geraman yang berasal dari pekerja tambang dengan baju sobek di beberapa sisi, kulit hijau pucat—terluka di beberapa bagian— mata melotot, kaki sebelah kanan yang patah dan berputar ke belakang, serta mulut membuka yang mengeluarkan rintihan pilu. Bukan pekerja tambang, tapi, mayat hidup pekerja tambang.

Makhluk itu sekarang sedang menyeret kaki patahnya menuju Puppet.


VIII : Managua Gem's Cave : Kumirun

[Lahiya, Kong, aye serius dah, emang dibikinnye begini!]

Kumirun bersangga pada tongkatnya sambil sesekali mengelap keringat yang menetes di lehernya. Keningnya yang memang sudah punya banyak kerutan, kini tambah dibuat mengerut karena kebingungan dan kepanasan.

"Dah ah, lu mah bikin gue bingung aje, apaan dah rol rambut segala, kesian otak gue, udeh banyak keriput!" bentak Kumirun pada Ochew hijau dengan tulisan "VILLAIN" di atasnya.

[Role, Kong, bukan rol rambut, hadeh!] balas Ochew Kumirun dengan dialek betawi. Semua Ochew, BENAR-BENAR menyesuaikan diri dengan peserta yang dibimbingnya. Tidak terkecuali Ochew hijau yang satu ini.

[Dah, Kong, mending cari Hero, terus bunuh. Pake dah tu sekil lu nyang minta karomah. Daripade lu keburu meleleh kepanasan.]

Ya, daripada meleleh kepanasan atau jadi santapan mayat hidup yang sedang berjalan tak tentu arah, beberapa meter dari posisi Kumirun—sepertinya belum sadar akan kehadiran Kumirun. Tak jauh dari mereka pula, terdapat aliran lava dengan warna oranye dan meletup-letup, memanggil apa saja untuk masuk dan tenggelam di dalamnya. Kumirun harus memilih langkah selanjutnya. Hidup atau mati.

[Aye saranin nih, Kong, daripade elu cari Villain lainnye, terus elu yang kena getok dan die orang nyang malah lolos, mending elu duluan bunuh Heronya dah tuh.]

Kumirun mengangkat tongkatnya dan memukul bagian atas Ochew hijau miliknya. "Heh! Lu pikir nyawa manusie kagak ada harga, ape? Maen bunuh-bunuh aje…!"

[Tapi, Kong….]

Alih-alih mengerti oleh semua penjelasan Ochew di hadapannya, Kumirun malah mengeluarkan suara yang menarik perhatian para mayat hidup. Bunyinya, "BRUUUUUUUTHHH~" dan membuat bau yang sangat tidak sedap. Seketika, semua mayat hidup di sekitar sana, mulai berjalan terseok ke arah sumber bau.

"Bedeuh! Entu mayat malah ke sini. Ya Allah, selametin aye, Ya Allah. Aaamin!" Kumirun mengusap mukanya setelah berdoa.


IX : Managua Gem's Cave : Stellene

Di sisi lain tambang, di sebuah ujung lorong yang menjadi batas penggalian jalur yang belum selesai.

Diakhiri oleh sebuah alat berat yang cukup besar, dan beberapa potongan tubuh hangus terbakar di sekitarnya, ada seorang pemuda yang sedang asik mengumpulkan batu permata.

'Rubi, rubi, rubi… hihi!' batin pemuda dengan rambut hitam bergaya bob lurus seleher yang saat ini sedang asik mengusap rubi merah dari serpihan-serpihan tanah dengan tangannya. Rubi itu baru saja ia temukan terpendam di sisi dinding tanah.

Sesekali pemuda yang bernama Stellene itu mengangkat rubi merah dengan bentuk yang masih tak beraturan ke arah cahaya lampu, memandang sesaat sambil angguk-angguk, lalu tersenyum dan memasukkan rubi tersebut ke dalam tas pinggangnya.

Stellene mengambil tongkat logam dengan ujung berbentuk bulan sabit yang sedari tadi ia sandarkan pada mesin penggali dan melanjutkan berjalan ke arah depan. Di samping Stellene, sedang melayang-layang Ochew berwarna biru, dengan tulisan "VILLAIN" di atasnya. Ochew itu bergerak—kadang berputar-putar—sambil mengimbangi langkah Stellene.

"Jadi, satu belokan di depan, ada ruang penuh permata?" tanya Stellene sambil menengok ke arah Ochewnya.

[Ya!] jawab Ochew biru penuh semangat.

"Tapi katanya harus kumpulkan peta dulu baru bisa tahu jalan?" tanya Stellene lagi.

[Kami bisa mendeteksi keadaan dalam radius tiga puluh meter, namun tidak bisa menyimpulkan apakah itu adalah jalan ke luar atau bukan. Jadi, potongan-potongan peta memang sangat dibutuhkan.]

Stellene angguk-angguk tanda mengerti. Pemuda yang pada dasarnya adalah Jeweller—orang yang sangat ahli dalam mengolah berbagai macam batu untuk diubah menjadi sebuah kekuatan baru—sangat antusias menuju ruang penuh permata.

Seperti yang telah dilakukannya pada para mayat hidup yang saat ini telah gosong dan hampir tersisa tulangnya saja, Stellene dapat mengubah batu rubi menjadi bola-bola api yang siap membumi hanguskan tubuh-tubuh tanpa nyawa itu. Dan benar saja, saat api mulai menggerogoti daging mereka, pergerakan mayat-mayat hidup mulai melemah, sampai akhirnya berhenti—tidak bergerak sama sekali.

Mayat hidup bukanlah rintangan sulit bagi pemuda ini. Hal yang lebih mengejutkan sedang menunggunya di depan sana.


X : Permainan Peran : Saling Bohong Itu Lumrah!

Kembali ke Puppet. Saat ini, gadis itu sedang sibuk bermain dengan para mayat hidup. Jika tadi ada satu yang muncul dan bergerak ke arah Puppet, sebenarnya di belakang mayat hidup itu, ada beberapa yang lainnya.

Puppet tersandung gundukan tanah dan terjatuh saat ingin berlari. Eve mulai mengeong cemas.

[Apa yang kaulakukan, cepat gunakan kekuatanmu!] teriak Ochew di dalam pikiran Puppet.

Puppet bertumpu pada sikunya agar dapat bangun. Namun bukannya langsung berdiri dan lari, gadis itu hanya duduk di tanah seolah kelelahan. Puppet sibuk membersihkan siku bajunya yang dipenuhi noda tanah.

[Aku tidak mengerti mengapa RNG-sama memberikan role seperti ini pada gadis lemah! Huh!]

Ochew milik Puppet malah mulai berceramah, sementara mayat hidup di sekitar mereka makin mendekat. Mayat-mayat hidup di sana sebenarnya memiliki pergerakan yang sangat lambat. Hanya saja, Puppet sangat ceroboh dan bahkan lebih lambat dari para makhluk hidup.

"Eve," panggilnya. Kucing hitam itu langsung sigap mendekat. Puppet memberikan sesuatu di telapak tangannya. Jarum transparan bernama Oratza yang keberadaannya hanya bisa dilihat oleh Puppet dan Eve.

Eve menggigit Oratza dan melompat melewati salah satu mayat hidup di depan mereka beberapa kali. Mayat hidup yang membawa linggis besar dan berada di dekat . Saat Eve kembali, Puppet mengambil kembali Oratza dari mulut Eve.

Oratza digunakan untuk mengambil sampel darah, dan saat ini Puppet sedang memperhatikan Eustas—boneka panda miliknya—dan mulai menusuk-nusuk Oratza pada Eustas.

Tak lama, mayat hidup yang membawa linggis itu mulai berjalan mundur, berbalik arah menuju salah satu makhluk hidup lainnya. Linggis yang dipegangnya diayunkan menuju kepala mayat hidup di depannya. Otomatis mayat hidup yang di depannya terjatuh.

"Ghaaaaaaaahhhh!" teriak mayat hidup yang terjatuh.

Dihantamkannya linggis besar hitam berkali-kali ke kepala si mayat hidup di tanah hingga terdengar bunyi 'krakkk' diiringi darah hitam mengalir. Beberapa hantaman lagi hingga isi otak mulai berserak. Lalu selang sedetik, kedua mayat hidup saling diam tanpa suara. Baik yang memegang linggis maupun yang kepalanya sudah menjadi bubur.

Total mayat hidup di sekitar Puppet ada empat. Dua yang lainnya dengan segera menghampiri 'keributan' yang ditimbulkan oleh kedua mayat hidup.

[Sepertinya mereka bereaksi terhadap suara. Kita harus menggunakan kesempatan ini untuk lari!] Ochew mulai mengomando pikiran Puppet, Puppet mengangguk dan segera berdiri.

"Eve. Aku butuh Gogora."

Kucing hitam itu segera membuat lingkaran sihir dan memunculkan satu tube obat yang melayang di atas kepalanya. Puppet mengambil obat itu dan seketika tubuh Eve seperti menjadi batu. Efek dari penggunaan sihir yang membuat tubuh Eve tidak bisa bergerak selama enam puluh enam detik. Agak repot memang, tapi Puppet pada akhirnya juga menggendong Eve, dan mereka mengendap-ngendap di sisi kiri sambil berjalan melewati mayat hidup yang saat ini sedang baku hantam satu sama lain. Ada yang menggigit, memukul, dan bergulat di lantai sambil berteriak lirih.

Mereka meninggalkan kerumunan di belakang dan mengambil cabang yang kanan. Menurut informasi Ochew, cabang yang kiri terlihat ada reruntuhan tanah dan mungkin saja jalan buntu. Lorong di depan mereka terlihat sepi, tidak menampakkan tanda-tanda mayat hidup ataupun peserta lainnya.

'Jadi aku benar-benar harus membunuh semuanya?' batin Puppet, mencoba bertelepati dengan Ochew.

[Ya. Setidaknya bertahan hidup. Jika seperti yang kukatakan tadi, kamu harus bisa membuat mereka saling bunuh satu sama lain.]

'Lalu bagaimana dengan anak kecil yang satu itu? Aku harus membunuhnya juga?' balas Puppet dalam hati.

[Jika kau bisa, maka lakukanlah.]

Mereka berjalan lurus sampai tiba di sebuah tempat yang lebih luas dari lorong-lorong tadi. Tempat itu seperti menjadi titik temu antara beberapa cabang. Eve sudah bisa bergerak lagi sekarang dan turun dari gendongan Puppet. Di depan mereka saat ini, ada sebuah kursi dan meja makan. Dan seorang anak kecil bertubuh gempal yang duduk di atas kursi. Dialah Bun.

Meja di hadapan Bun terisi kotak-kotak makanan yang kosong melompong. Bun dan Puppet saling pandang, mereka diam seribu bahasa, sebelum Bun memulai percakapan.

"K-kamu dapat apa, bun?" tanya gnome kecil yang gempal dan matanya tertutup poni itu.

[Hati-hati,] ucap Ochew Puppet. [Tanyakan dulu apa role miliknya.]

Entah karena Ochew bentuknya bulat dan lucu, atau karena apa, Puppet ini sangat patuh dengan yang dikatakan Ochew.

"Kalau kamu apa?" tanya Puppet.

Bun diam sebentar, kemudian menjawab, "Hero, Bun~"

[Jawab kau juga Hero.] perintah Ochew Puppet.

'Kenapa harus begitu?' balas Puppet dalam hati.

[Sudah, ikuti saja.]

Puppet berpikir sebentar lalu tersenyum pada Bun. "Aku juga Hero, ayo kita cari Villainnya."

Sebenarnya Puppet tidak pernah dan tidak akan bisa menyakiti anak kecil, hanya saja, berbohong adalah urusan lain. Gadis itu bisa melakukannya kapan saja dan kepada siapa saja.

Bun melompat dari kursinya dan berteriak girang. "Benarkah? Bagus sekali kalau begitu! Ayo! Bun sudah tidak sabar!"

Puppet mendekat ke arah Bun dan hanya tersenyum. "Sekarang, kita harus ke mana kira-kira?" tanya Puppet.

"Ah! Bun menemukan ini!" sergahnya sambil mengeluarkan secarik kertas kusam dari tas ranselnya.

Puppet mengambil kertas dari tangan Bun. Diperhatikannya gambar garis-garis tebal-tipis yang meliuk-liuk.

[Itu salah satu potongan peta! Biarkan aku melihatnya!] teriak Ochew Puppet.

Puppet mengarahkan lembaran itu tepat ke depan wajah Ochew.

"Kamu sedang apa, bun?" tanya Bun yang kebingungan melihat Puppet mengarahkan kertas pada udara kosong.

"Tidak apa," jawab Puppet sambil menggeleng.

Saat Ochew mengatakan sudah selesai merekam semua yang tergambar di peta dan menghubungkannya dengan memori utama dalam program dirinya, makhluk itu segera berkata, [Itu peta bagian barat. Tempat ruang kepala eksekusi penggalian berada. Tanyakan pada anak ini, di mana dia dimunculkan oleh Anastasia.]

Puppet memasang tampang serius kali ini. "Bun, kalau boleh tahu, tempat kamu pertama tiba itu, seperti apa?"

"Bentuknya seperti ruang kendali, bun! Ada banyak monitor-monitor di sana. Dan banyak mayat hidup, bun! Salah satunya beracun, kalau kata Ochew. Tapi untung Bun bisa mengatasi mereka semua, bun~" sahut Bun dengan nada ceria seperti seorang anak saat sedang menceritakan nilai sembilan yang didapatkannya dari pelajaran berhitung di sekolahnya.

Mendengar itu, Puppet dan Ochewnya menyadari kalau Bun cukup kuat juga untuk ukuran seorang anak kecil. Maka mereka tak mau membuang waktu. Atas saran dari Ochew milik Bun yang tidak bisa dilihat Puppet, mereka melanjutkan berjalan ke arah cabang yang berada di belakang mereka. Karena cabang di depan sudah dilewati oleh Bun dan tidak ada jalan keluar di sana.

[Hati-hati, chew~] seru Ochew berwarna oranye milik Bun.

"Hati-hati kenapa, bun?" sahut Bun.

"Hmmm?" Puppet menoleh ke belakang sambil tetap berjalan karena mendengar Bun tiba-tiba berbicara sendiri.

"Ti-tidak apa-apa, bun. Hanya menjawab pertanyaan Ochew milik Bun, bun~" Bun menoleh sebentar sebelum Ochew miliknya menjawab pertanyaan Bun.

[Tidak, chew. Hanya saja, Ochew curiga kepada nona itu, chew~]

Puppet dan Bun terus melangkah melewati lorong yang mereka pilih hingga tiba di sebuah persimpangan lainnya. Kali ini, persimpangannya mempunyai tiga cabang, dan jalur yang berada di tengah, memiliki semacam rel kereta yang terbuat dari kayu. Terlepas dari itu semua, kulit-kulit mereka merasakan adanya perbedaan suhu yang cukup kontras ketika tiba. Bisa disimpulkan bahwa jalan di sini menuju pada suatu tempat.

Dari ujung cabang paling kanan yang terlihat lebih temaram dibanding cabang lainnya, terdengar suara kegaduhan.

"Di … di depan ada mayat hidup, bun! Dan seseorang lainnya, bun!" teriak Bun tetiba.

Puppet hanya memandangi makhluk gemuk di sampingnya tanpa niat bertanya mengapa ia bisa mengetahui keberadaan orang yang tidak terlihat. Lagipula, Puppet lebih terfokus kepada jalan di depan yang tanahnya mulai tidak rata.

Bun dan Puppet bersiaga, kalau-kalau ada serangan mendadak dari depan. Dari jauh terlihat sebuah sosok yang berlari. Derap langkahnya diiringi gemerincing aksesori yang menempel pada sepatu boots cokelatnya. Dialah Lexia, si Cowgirl.

"Heiyaaah!!!" teriaknya saat menarik salah satu mayat hidup yang terjerat di cambuknya, dan menghunus parang miliknya dengan tangan kiri ke leher mayat hidup tersebut.

Satu tebasan, kepala terpisah dari lehernya dan menggelinding di lantai. Darah hitam terciprat ke wajah Lexia.

"Gross!" teriaknya sambil mengusap wajah dengan lengan karena kedua tangannya penuh senjata.

Lexia mengibaskan parangnya agar darah mayat hidup yang tadi ia tebas meluncur pergi dan tidak menempel, lalu menaruh kembali benda tersebut ke sarungnya.

"Hati-hati,"celetuk Puppet pada Bun tanpa sadar.

Lexia berjalan mendekat ke Puppet dan Bun, tanpa satu patah kata pun. Lexia berhenti ketika ia sampai di ujung cabang.

"Ka-kamu apa… bun?" tanya Bun sambil menunjuk Lexia.

"Apanya yang apa?" Lexia menjawab pertayaan dengan pertanyaan. Matanya malah tajam memandangi Puppet.

"Role, bun. Kakak namanya Lexia kan ya? Dapat role apa, bun?"

"Sudah pasti dia Villain atau Renegade. Jika dia fortune teller, maka dia bisa mengetahui rolemu dan aku." Puppet menyambar saat sadar bahwa kebohongannya bisa terungkap begitu saja jika dia tidak awas.

[Kau sudah mengerti cara bermain rupanya, gadis pintar.] ucap Ochew dalam pikiran Puppet.

'Bukannya tadi kau yang menyebutku gadis lemah?'

Belum sempat Ochew Puppet menjawab, teriakan Lexia membuat mereka semua terkejut.

"ENAK SAJA! Aku hero, tahu? Role seperti itu memang sangat cocok untuk diriku!"

'Gawat, bagaimana ini?' batin Puppet.

"Ta-tapi kakak yang ini juga Hero, bun. Kalau Bun juga Hero, apakah ada tiga Hero? Bun bingung, bun!" Bun menggaruk kepalanya karena bingung.

"Sudah pasti nona manja itu yang berbohong!" tuding Lexia pada Puppet.

Puppet dan Bun saling tukar pandang, saat Puppet dengan nada tenang berkata, "Bun… apa Bun tidak mempercayai orang yang telah memberi Bun pai ceri? Dan sudah jelas tadi pagi, kalau kakak yang di sana itu, sedang berusaha meneliti kelemahan dengan memaksa masuk ke kamar kita. Jadi, semua terserah Bun, mau percaya sama siapa."

Bun beralih pandang ke Lexia yang ternyata sedang membidik Puppet dengan Luger p-08 nya.

"KENAPA TIDAK KAU DULUAN YANG MATI, NONA MANJA? Kehilangan satu-dua poin tidak akan berarti apa-apa. Hahaha!" teriak Lexia penuh emosi. Seperti ada dendam mendalam dari Lexia kepada Puppet.

"HUNGRY!" teriak Bun sambil merentangkan kedua tangannya ke depan. Seketika, pistol Luger p-08 milik Lexia, terlepas paksa dari tangan Lexia dan mendarat dengan mantap di tangan Bun.

"Argh!" pekik Lexia yang kesakitan karena merasa ada beberapa jemarinya yang patah. Kekuatan yang mengerikan dari seorang anak kecil seperti Bun. 'Sekaligus menguntungkan,' pikir Puppet.

"Augment …," gumam Bun. Bocah gemuk itu terfokus pada pistol di tangannya. Pistol bersinar dengan cahaya kuning dan ada angin mengelilingi pistol hingga membuat poni Bun bergerak-gerak.

"KEMBALIKAN PISTOLKU!" Lexia mulai berlari ke arah mereka.

"Eve." Perintah Puppet.

"Meong!"

Eve bersiap, saat Lexia mulai membuka cambuknya dan menarik parangnya keluar, Eve melompat ke arah Lexia. Tepat di tempat Eve dan Lexia berpijak, ada sebuah lingkaran sihir ungu dan seketika, Lexia kembali ke tempatnya di mulut cabang bagian kanan. Sementara Eve terjatuh begitu saja di tengah-tengah, tidak bergerak lagi.

"Ap—" Lexia celingak-celinguk karena bingung.

"Degrade." Sinar pada pistol Lexia lenyap dan Luger p-08 kembali pada keadaannya semula. "Tidak ada yang istimewa pada pemakaian benda ini, bun~" kata Bun selanjutnya. "Pemilik sebelumnya adalah seorang Sheriff yang mati dalam pertarungan melawan seorang pembunuh bayaran, lalu pistol ini dipungut oleh seorang tunawisma dan dijual di sebuah bazar dengan harga murah, bun. Saat itulah kakak yang di sana membelinya, bun~" jelas Bun tentang sejarah pistol dengan sangat akurat.

Bun memberikan pistol kepada Puppet karena melihat Puppet tidak memiliki senjata, namun teriakan Lexia mengagetkan mereka.

"BERHENTI MEMBICARAKAN SENJATAKU!" Lexia memecut cambuknya ke arah Eve dan menyeret kucing hitam yang masih kaku itu dengan mudah, lalu menggenggam Eve dengan satu tangan. Puppet melotot melihat hal itu.

[Kau harus menyelamatkan kucingmu!] teriak Ochew dalam pikiran Puppet.

Puppet tidak menggubrisnya. Gadis itu hanya terpaku pada satu titik: Eve di tangan Lexia.

"SPARK!" teriak Bun. Di tanah-tanah yang mereka pijak, mulai mengalir percikan-percikan putih yang terlihat seperti listrik. Sontak, Lexia kejang-kejang, dan Puppet merasakan ada sebuah energi yang mengalir dalam tubuhnya. Energi itu membuat Puppet merasa tubuhnya lebih ringan beberapa kali lipat.

Sementara itu, Eve sudah pulih dari 'beku'nya dan melompat dengan cepat ke arah Puppet. Kecepatan Eve juga meningkat! Dengan sangat mengerti, Puppet memberikan jarum transparan, dan dengan sangat cepat Eve menggores tubuh Lexia lalu kembali ke Puppet. Puppet mulai berkonsentrasi pada boneka pandanya.

Di hadapan mereka, Lexia yang sudah berhenti dari kejang-kejang, tiba-tiba mengarahkan parang ke lehernya sendiri. "HEI! APA INI?!" teriaknya panik.

Parang tetap semakin mendekat ke lehernya dan dengan gerakan cepat menggores batang leher Lexia. Darah merah pekat merembes perlahan, mengalir dan membasahi baju Lexia. Lalu satu gerakan menggores lagi. Darah mulai menyembur dari nadi yang sobek dan muncrat begitu saja dari mulut Lexia.

"Orggghhh!" Lexia tumbang dan beberapa kali mengejang sambil memegangi lehernya. Matanya melotot, bajunya bertambah satu warna sekarang: merah. Puppet melepas kutukan dan membiarkan sang Cowgirl bergerak-gerak tak beraturan di tanah, menikmati detik-detik terakhirnya.

Semua yang ada di sana tertegun melihatnya, sampai tak sadar bahwa ada sesosok mayat hidup yang membawa kapak besar dan menggunakan topi dengan senter di kepalanya, muncul dari mulut cabang bagian kiri. Mayat hidup itu berjalan kikuk namun dengan pasti mengarah pada mereka.

[Itu salah satu yang memiliki racun! Hati-hati!] seru Ochew dalam pikiran Puppet. Di belakang mayat hidup yang itu, terdengar suara raungan lirih yang sepertinya berasal dari mayat hidup lainnya.

'Ada banyak ya?' tanya Puppet dalam hati.

[Bisa jadi.]

"Lari!" teriak Puppet yang masih merasakan sensasi aneh pada dirinya. Puppet berlari dan telah sampai di mulut cabang bagian tengah dengan gerakan cepat yang dirinya sendiri heran kenapa bisa. Namun Bun masih di tempatnya malah terdiam dan mulai duduk.

"Kau sedang apa? Kenapa tidak lari?" Puppet heran.

Di sudut mata Puppet, terlihat mayat Lexia mulai berubah menjadi partikel-partikel berwarna perak dan melebur dengan udara sedikit demi sedikit.

"Kamu bohong, bun~" lirih Bun. "Puppet bukan Hero, bun. Puppet pembohong, bun!"

[Pasti Ochew milik Bun menampilkan skor -1. Itu berarti, kakak yang tadi benar-benar dapat role Hero,] jelas Ochew dalam Pikiran Puppet.

'Ah, benar juga,' Puppet baru menyadari kalau Ochew miliknya barusan menampilkan skor +1.

"KAMU BOHONG, BUUUUUUUUUUUNNNNNNN!" Bun berteriak sementara para mayat hidup mulai mendekat. Satu yang paling depan mulai mengangkat kapaknya, bersiap mencincang Bun. Bun melompat ke samping, membuat kapak yang diarahkan mayat hidup itu tertancap di tanah.

"DAN BUN LAPAR, BUN!" Bun menerjang si mayat hidup. Diseruduknya dengan kepala dan Bun mulai menggigit pinggang si mayat hidup. Mayat hidup yang tadinya kaget karena diseruduk Bun, sekarang juga mulai gantian menggigit pundak Bun. Saat ini, Bun melihat mayat hidup bagaikan kambing cabai hijau. Dia masuk dalam fase frenzy, di mana Bun merasa sangat lapar dan semua benda bergerak nampak seperti makanan.

Mayat hidup itu dikunyah Bun begitu saja, bagian perut si mayat hidup yang dikatakan beracun oleh Ochew, sudah sobek dan mengucurkan darah hitam.

"COKELAT, BUN!" teriak Bun yang mengira darah mayat hidup itu adalah cokelat dan meminumnya dengan nikmat.

Puppet dalam keadaan bingung. Dia tidak tega melihat sesosok anak kecil yang tengah bergulat dengan mayat hidup, di sisi lain, Puppet juga harus membunuh Bun jika ingin menang.

Dalam keadaan yang semakin kacau dan para mayat hidup lainnya mulai mengerubungi pergulatan Bun dengan si topi senter, Puppet membuka tutup gabus dari obat yang dipegangnya sejak tadi—Gogora—dan menenggaknya dalam sekali minum sampai habis. Sambil memikirkan dua hal: anak kecil, dan lemah.

Obat telah habis diminum, begitu juga potongan badan mayat hidup yang mulai terpisah karena dimakan Bun. Dan yang lebih mengejutkan, saat ini kulit Bun mulai berubah menjadi hijau. Luka di bahunya mengering dan darahnya berubah hitam. Bun terinfeksi kegilaan!

Puppet meninggalkan Eustas beserta Luger p-08 di samping Eve dan berjalan perlahan ke arah pergulatan Bun dengan mayat hidup sambil mengucapkan kata-kata dengan lirih, "O natura zenbait, eman … DENBORA!"

Semua yang ada di sekitar sana berhenti bergerak, termasuk Eve dan Ochew, hanya Puppet yang dengan bebas melangkah menuju Bun dan kerumunan mayat hidup. Puppet mengambil kapak yang tertancap di tanah. Memegangnya dengan dua tangan.

Dia mulai menebas salah satu mayat hidup yang sudah tidak memiliki tangan menjadi dua bagian. Lalu membuka jalan menuju Bun yang sepertinya sudah mulai ditelan kegilaan. Namun sayang sekali, sepuluh detik penggunaan sihir waktu Puppet telah selesai. Semua kembali bergerak. Mayat hidup yang ditebas Puppet jatuh ke tanah. Tapi Puppet sudah berada di hadapan Bun.

KRAKKK!

Kepala Bun terbelah menjadi dua bagian dengan posisi vertikal, menampilkan potongan otak dan bagian dalam kepala serta darah hitam yang mengalir deras. Puppet menarik kembali kapaknya dan mulai menebas secara liar ke sekitarnya. Gadis itu sudah tidak peduli dengan yang disentuh oleh mata kapaknya.

Ochew milik Puppet menampilkan tulisan : "Skor +1. Total skor = 2"

Tubuh Puppet seperti menari di antara kerumunan mayat hidup. Ekspresinya tetap kosong seperti sediakala, hanya saja pergerakan tubuhnya seperti lebih kuat dari sebelumnya. Darah-darah hitam bermuncratan dari berbagai sisi. Satu persatu mayat hidup kehilangan bagian-bagian tubuhnya.

[Awas!] Ochew berteriak dalam pikiran Puppet, membuat Puppet sadar bahwa mayat hidup yang tadi dimakan Bun belum sepenuhnya mati. Mayat hidup itu masih bergerak meski bagian tubuh atas dan bawah sudah terpisah.

Tubuh yang hanya tinggal dada dan satu tangan itu, merangkak mendekati Puppet.

CRAKKK

Puppet menghujam kepala bersenter itu dengan kapak dan pergerakan mayat hidup di depannya berhenti. Potongan-potongan tubuh dengan ceceran darah hitam. Organ dalam yang terlihat membusuk. Bau anyir darah. Serta suhu ruangan yang terasa semakin panas, seakan tidak mengganggu Puppet.

Gerakan Puppet terhenti. Napasnya tersengal-sengal. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke lantai dalam posisi duduk tanpa peduli kotor oleh tanah maupun darah hitam. Kapak terlepas dari tangannya. Segenap tenaga mungkin sudah dikerahkannya tadi. Dia tidak ada niat bertarung lebih lanjut, untuk saat ini. Puppet hanya ingin istirahat.

Efek dari Gogora—obat lupa yang bisa melumpuhkan ingatan tentang sesuatu yang diinginkan pemakainya—kini habis. Tersisa Puppet dan mayat-mayat bergelimang darah di sekelilingnya.

Mayat Bun perlahan berubah menjadi partikel-partikel perak seperti mayat Lexia sebelumnya, lalu partikel-partikel tersebut mengambang di udara dan menghilang. Puppet masih sibuk mengatur napasnya sementara Ochew dan Eve masih di posisi mereka sebelumnya, di mulut cabang tengah. Tertegun melihat perubahan karakter Puppet yang tiba-tiba terlihat agresif, kini kembali seperti Puppet yang sediakala: menatap lurus dengan tatapan kosong.

Peluh menetes di wajah dan leher Puppet, menyatu dengan darah hitam yang terciprat di sekujur tubuhnya.


XI : Kazuki, Durhaka Kamu Ya?!

Bagian lain dalam tambang, di lorong tangga batu menuju sebuah tempat yang hawanya semakin panas.  

Kazuki sedang kelelahan menuruni tangga sambil menyeret pedang yang kini telah dilumuri banyak darah hitam, sementara sarung Nodachinya masih ditautkan di punggung.

"Petanya benar enggak sih?" Kazuki mulai mengomel ke arah Ochew abu-abu di sampingnya.

[Benar kok. Harusnya di depan sana ada aliran lava, dan itu termasuk titik temu antara beberapa lorong di tambang ini.]

"Hahhh …." Kazuki menghela napas. Setelah cukup sulit keluar dari ruangan aneh yang memiliki banyak debu vulkanik dan mayat hidup. Akhirnya dia menemukan peta yang tersembunyi di balik kotak kayu, yang saat ini menuntun mereka menuju sebuah tempat.

Tangga batu berakhir. Mereka disambut oleh hawa panas dan cahaya oranye temaram. Bukan, bukan cahaya lampu lagi yang menerangi tempat ini, melainkan aliran lava besar yang menimbulkan bunyi meletup-letup.

Serta seorang lelaki tua yang sedang tersungkur di antara para mayat hidup yang bergerak-gerak tanpa arah. Kazuki tidak tahu apakah lelaki itu sudah mati atau belum.

Yang bisa Kazuki lihat adalah, Ochew berwarna hijau milik kakek itu, dan tulisan "VILLAIN" besar di atas kepalanya.

[Dia Villain, hati-hati!]

Ya. Kazuki-lah sang Fortune Teller yang bisa melihat role orang lain.

Pemuda itu melepas kacamatanya dan mengusap peluh yang hampir masuk mata. "Yeah… tentu saja. Poinku sudah minus dua. Sudah pasti Hero lainnya telah terbunuh. Apakah ini akhir dari peran para protagonis?" Kazuki tak sadar jika suara yang dikeluarkannya terlalu besar, sehingga menarik perhatian para mayat hidup di sekitar lelaki tua yang tak lain adalah Kumirun.

'Sial,' rutuknya dalam hati.

Kazuki bersiaga dengan Nodachi—pedang seukuran tinggi orang dewasa—miliknya. Dia sudah hapal dengan pergerakan para mayat hidup itu. Satu kesimpulan yang dapat dia tarik adalah: mereka tidak memiliki jiwa maupun akal. Jadi pertahanan hidup satu-satunya yang Kazuki punya adalah Nodachi miliknya.

Saat para mayat hidup mulai bergerak lemah mendekati Kazuki, pemuda itu bergerak ke kanan dan berlari menuju tengah—tempat Kumirun tergeletak sekaligus titik buta bagi para mayat hidup. Kazuki bertumpu pada kaki kirinya, bersiap mengambil ancang-ancang.

"MATI KALIAN, MAHLUK TANPA OTAK!"

Kazuki melompat sambil menebas Nodachi miliknya. Satu tebasan mencakup tiga mayat hidup. Badan mereka terbelah dua, menyemburkan darah hitam. Mayat hidup ke empat hanya tergores di bagian lengan.

Kazuki maju beberapa langkah untuk mencapai mayat hidup yang lainnya. Kena dua. Terbelah di bagian tengah. Sisa satu mayat hidup yang memakai setelan ala masinis serba hitam, dan hebatnya, mayat hidup itu bergerak luwes menghindari tebasan pedang Kazuki.

[Itu satu yang beracun, dia hanya bisa mati jika kepalanya hancur,] jelas Ochew Kazuki.

"Jadi yang itu? Menarik, heh." Meski kulit si mayat hidup juga berwarna hijau pucat dan matanya putih semua, tapi tidak terlihat luka berarti pada tubuhnya. Hanya baju ala masinisnya yang terlihat compang-camping.

Semangat Kazuki tidak setara dengan energi yang dimilikinya. Dia sudah cukup kelelahan saat ini, ditambah hawa panas yang semakin lama semakin menguras kadar air dalam tubuh, bisa lari pun rasanya sudah hebat.

Hampir semua gerakan Kazuki bisa dihindari si mayat hidup. Hanya saja, kali ini Kazuki berhasil menebas kakinya hingga putus. Saat mayat hidup masinis kehilangan keseimbangan, Kazuki menusuk kepala si mayat hidup dalam satu garis lurus.

CRATTTH

Nodachi milik Kazuki menghunus tepat di kening si mayat hidup dan menembus ke bagian belakang kepala, sehingga ada serpihan otak bercampur darah hitam yang mencuat keluar dari kepala belakang si mayat hidup.

Saat Kazuki sedang mengatur napas dan menarik kembali Nodachi miliknya, tubuh Kumirun bergerak. Kepalanya terangkat dan kedua tangannya bersaha menumpu tubuh renta itu dengan gemetar.

Ochew hijau Kumirun langsung ribut melihat peserta yang didampinginya mencoba bangun.

[Ah, Kong! Bangun juga luh. Yaelah baru kesandung aje udeh pingsan, gimane berantemnye, Kong?]

"Apaan sih? Aye kenape? Lah itu ngapa ada tiang di sono?" Kumirun menyipitkan matanya saat melihat tubuh Kazuki yang memang kurus, membawa pedang pula. Pandangan Kumirun masih belum stabil sepertinya.

[Entu orang, Kong, orang! Tadi eni poin udeh nambah empat, Kong. Hero udeh pada mati keknya.]

"Hero? Apaan dah, kagak ngarti gue!" Kumirun berusaha duduk tegak tanpa menyadari kalau mukanya coreng-moreng bak prajurit perang. Dia melihat ke sekeliling untuk mengingat sedang apa dan di mana dirinya sekarang.

"Yaoloh! Iya yak, lagi tarung kita mah nyak?!"

Ochew milik Kumirun, jika memiliki tangan pasti sekarang sudah tepuk jidat. Kehabisan sabar menghadapi peserta yang tua nan pikun ini.

"Hei, kakek tua," potong Kazuki yang entah bagaimana caranya sudah ada di dekat mereka.

"Kakek tue kakek tue... Kualat tau rasa lu, kurang ajar ame orang tue!" Dari jarak dekat, Kumirun dapat melihat sosok sesungguhnya Kazuki.

"Ebuset! Lu tentara Jepang ye? Itu pan pedang nyang dipake Samurei jaman dulu entuh. Lu ngapain di sini? Indonesia udeh merdeka, tau kan lu?!" hardik Kumirun sambil tunjuk-tunjuk pedang Kazuki.

Kazuki menaikkan satu alisnya. Merasa bingung ketika Kumirun malah membahas tentang Indonesia. Tapi pikiran Kazuki seketika melayang ke pelajaran sejarah yang diterimanya di sekolah. Tentang penjajahan Jepang terhadap Indonesia.

Kumirun mencoba berdiri meskipun goyah. Dia bersangga pada tongkatnya.

'Jika dia villain, berarti saat ini poinnya sudah +4. Apa dia penyebab semua Hero mati? Tapi tidak mungkin. Apa aku harus membunuhnya? Tapi dia hanya kakek tua. Jika dia hanya pingsan....'

"Lu ngapain daritadi ngeliatin gue? Pengin gue beri? Hah?" Kumirun malah memperagakan gerakan silat, lalu dia mengaduh kesakitan gara-gara encok di pinggangnya kumat.

'Sudahlah, bunuh saja,' putus Kazuki pada akhirnya.

"Kek," panggil Kazuki. "Mau bunuh diri ke dalam lava atau saya yang bunuh?"

"Eeeh. Apaan lu mau bunuh gue? Gatau nih gue pentolan dari—"

Ucapan Kumirun terhenti saat Kazuki menancapkan Nodachi pada dada kiri Kumirun. Darah merah kental mengalir dari sela-sela pedang yang menembus dada Kumirun.

Kazuki menekan pedangnya sekali lagi. Rintihan lirih terdengan dari mulut Kumirun yang meregang nyawa. Dorongan pedang Kazuki membuat Kumirun perlahan-lahan terjatuh di tanah. Semakin jatuh dan jatuh.

Saat Kazuki mencabut pedangnya, cairan merah berebut keluar dari luka di dada kiri Kumirun dan lelaki tua itu mulai meringkuk memegangi dadanya sambil batuk darah.

"Maaf ya, Kek," lirih Kazuki sambil mengusap keringat di kening yang lagi-lagi hampir masuk mata.


XII : Stellene : "Boleh Ya? Please…!"

"Tadi tambah dua poin berturut-turut, sekarang minus satu. Aku bingung maksudnya bagaimana?" Stellene mengerutkan kening sambil memegang Ochew biru miliknya dengan bingung.

[Di luar sana, mereka bertarung satu sama lain, dan jika terus dibiarkan begini kamu bisa kalah poin!]

Saat ini, mereka berada di ruangan penuh permata berbagai macam jenis yang bias sinarnya merefleksikan cahaya oranye dari lampu di lorong, menjadi pantulan aurora tujuh warna. Dan ini seperti surga bagi Stellene. Tidak ingin rasanya ia keluar dari ruangan itu.

"Tapi...." Stellene merengut, memajukan bibirnya sambil memegang batu biru saphire di tangannya. Kedua alisnya bahkan hampir menyatu.

[Terserah kau lah.] Mata Ochew berubah menjadi garis-garis mendatar.

"Yeeei! Ochew baiiik …!"

Di sekitar mereka, terhampar puluhan tubuh dengan seragam pekerja tambang dengan helm dengan senter hangus terbakar dan tercincang begitu saja.

Sementara Stellene asik memilah-milih bebatuan sambil sesekali terkekeh sendiri.


XIV : Ochew Kena Retas (?)

[Sudah ada yang mati lagi, ya?]

Kondisi di tempat Puppet berada masih sama. Meski sekarang Eve sudah berada di samping Puppet dan membawakan tuannya Eustas—boneka panda milik Puppet—beserta Luger p-08 milik Lexia.

Puppet memandang kosong Eustas di pangkuannya, sementara Ochew merah melayang-layang di atas mereka.

[Puppet.]

[Puppet.]

Puppet menengadah karena terlalu malas menjawab, namun yang dilihatnya sangatlah mengejutkan.

Ochew Puppet yang tadinya berwarna merah, kini berubah menjadi hitam dengan mata dan mulut merah menyala. Puppet hanya bisa memandang bingung.



[Kau tahu? Ada benang merah antara tambang ini dengan mereka.] Puppet melihat ke sekeliling ruangan untuk memastikan siapa yang bicara. Namun tidak ada orang lain, dan bisa dipastikan itu adalah suara Ochew miliknya.

'Mereka? Siapa?' batin Puppet.

[Mereka. Para penduduk Soragin. Juga mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuamu.]

Puppet diam seribu bahasa. Pikirannya kembali melayang ke mayat kedua orang tuanya. Masih belum bisa hilang, runutan kejadian memilukan yang menimpanya di siang hari yang cerah.

[Apa kau tahu, mengapa semua mayat hidup di sini, memiliki darah hitam?]

Gadis itu tidak menjawab. Dia masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.

[Jawabannya ada di sini. Kau harus membunuh semua orang jika benar-benar menginginkannya. Bunuh mereka dengan seluruh kemampuanmu. Lalu datanglah ke ruangan penuh permata sebelum panitia menyatakan kau menang.]

                Puppet masih diam.

[Ini juga berhubungan dengan rahasia pengendalian darah hitam]

Akhirnya Puppet kembali ke kesadarannya. "Darah hitam?" tanyanya.

[Tapi ada syaratnya.]

"Syarat?"

[Hal ini tidak boleh diketahui siapapun, kecuali dirimu.]

"Katakan saja segera."

[Aku akan menghubungimu lagi nanti.]

"Kenapa begitu?"

[Ikuti saja aturan mainnya]

Terdengar bunyi–biip-seperti suara mesin yang baru dimatikan selaras dengan Ochew Puppet yang berubah warna menjadi seperti sediakala. Tubuh bulat merah dengan mata dan mulut hitam.

[Halo? Halo? Apa sudah bisa sekarang?]

'Sebenarnya apa terjadi? '

[Justru kami yang mau bertanya. Apa yang barusan saja terjadi? Kami kehilangan kontak denganmu beberapa saat lalu.]

'Lalu ini siapa yang bicara?'

[Aku Anastasia. Akulah yang memantau pergerakan kalian sedari tadi.]

'Tadi Ochew berubah warna jadi hitam,' jelas Puppet pada akhirnya.

[Ah, benarkah? Lalu? Apa yang terjadi?]

"... tidak ada." Puppet berbohong. Sepertinya gadis itu mulai menganggap serius sesuatu yang berbicara lewat Ochew dan menawarkan sesuatu.

[Baiklah. Kukembalikan semua kendali pada AI milik Ochew.]


XV : Kazuki Kehabisan Tenaga

"Rasanya kok, kita malah menuju bagian paling dalam? Semakin gelap di sini!" gerutu Kazuki yang saat ini sedang kebingungan mencari jalan.

Total peta yang dimiliki Kazuki saat ini ada empat potong. Namun tidak satupun dari peta-peta tersebut yang berhubungan dan mengacu pada jalan keluar. Potongan-potongan peta Kazuki simpan pada saku celananya secara terpisah.

Pemuda berkacamata itu menyusuri jalan yang memiliki rel kayu di tengah gorong-gorong.

Kazuki mendengar suara langkah. Sontak ia berhenti dan memasang posisi siaga.

Sebenarnya, karena terus-terusan menebas tubuh-tubuh busuk, Kazuki cemas akan ketajaman Nodachi miliknya. Karena yang ia tebas bukan hanya tubuh berisi darah, melainkan ada tulang, lemak, dan organ-organ lainnya.

Pedang, jika semakin sering menebas, maka akan semakin tumpul. Setarakan saja dengan pisau daging, jika tidak diasah, maka akan sulit daging dipotong.

Kembali ke sosok yang saat ini hampir mencapai Kazuki. Semakin dekat, langkah sosok di depan, semakin Kazuki bisa melihat baju ala Victorian dan topi kecil di atas kepalanya.

Sosok itu milik Puppet.

Puppet yang memeluk boneka panda dan memegang pistol di tangannya yang lain. Diikuti oleh Ochew merah beserta kucing hitam di belakangnya.

Kazuki dapat melihat Ochew itu memiliki tulisan "RENEGADE" di atasnya.

Tapi satu hal yang membuat Kazuki bergidik. Ekspresi Puppet sedikit berbeda dari yang ia lihat di meja makan. Ekspresi Puppet lebih cocok dikatakan sebagai BONEKA yang sesungguhnya. Tanpa jiwa dan perasaan.

Puppet menghentikan langkahnya.

Kazuki tahu bahwa dia tidak bisa terlalu banyak membuang tenaga. Jadi dia menunggu Puppet yang bergerak mendekatinya. Perlahan, Puppet mengangkat tangannya yang memegang pistol.

"Semua harus mati," ucapnya tanpa nada tanpa ekspresi.

DOR!

Luger p-08 sangat ringan sehingga Puppet bisa dengan mudah memakai pistol tersebut. Hanya saja, akurasi Puppet belum cukup bagus dan hanya mengenai lengan bagian kiri Kazuki.

Kazuki memegang lengan kirinya sambil meringis. Pemuda itu merasa sangat lelah dan tidak sanggup berlari untuk menghunus Puppet dari jarak seperti ini. Dia mencoba bergerak

DOR!

Tembakan selanjutnya mengenai perut Kazuki. Darah merembes semakin banyak membasahi bajunya.

DOR! DOR!

Dua tembakan berturut-turut. Yang satu menyerempet pipi—mungkin Puppet berusaha membidik kepala Kazuki. Satunya lagi mengenai bahu. Kazuki menjatuhkan Nodachi miliknya sambil memegangi perut dan bersandar di dinding lorong. Perlahan-lahan terduduk.

Puppet mendekati Kazuki perlahan dengan langkah mantap.

Tiba di depan pemuda yang napasnya kini semakin melemah, Puppet membidik kepala Kazuki.

DOR!

Timah panas menembus kepala Kazuki dan darah dari kepala sang pemuda berkacamata terciprat sebagian ke pergelangan baju Puppet. Pemuda itu kini tidak bergerak lagi.

[Periksa tubuhnya sebelum melebur! Siapa tahu dia membawa peta!]

Puppet menurut. Gadis itu berlutut, menaruh pistol di tanah dan mulai memeriksa segala tempat yang memungkinkan untuk menyimpan sesuatu, termasuk saku celana.

Puppet merasakan permukaan kertas yang kasar dan agak tebal di dalam saku celana bagian kanan, langsung saja ditariknya keluar benda tersebut. Sesuai dugaan, itu adalah potongan peta dari tambang.

[Periksa juga saku yang satunya.]

Puppet menaruh peta yang di tangannya ke lantai. Dia tidak mau menaruh Eustas di lantai, maka dari itu dia hanya mengandalkan satu tangan untuk memeriksa.

Ochew milik Puppet menampilkan skor +1 dan total skor Puppet sekarang adalah 4. Bertambahnya skor menandakan sebentar lagi jasad Kazuki akan melebur.

Puppet berhasil menarik keluar peta yang di saku celana bagian kanan. Perlahan, jasad Kazuki mulai melebur menjadi partikel-partikel perak dan mengudara.

[Perlihatkan aku petanya.]

Puppet mengarahkan peta ke Ochew satu persatu.

"Bagaimana?" tanya Puppet setelah meletakkan peta terakhir.

[Kita ada di salah satu jalur di dalam peta. Jika berjalan lurus ke depan, lalu menemukan persimpangan, jalan ke kanan menuju ruang permata, sedangkat jalan ke kiri menuju ruang terbuka tempat aliran lava besar.]

"Kita ke ruang permata."

[Kenapa harus ke sana? Bukankah masih ada satu orang lagi yang hidup? Kau tidak ingin mencarinya?] tanya Ochew bingung karena tiba-tiba saja Puppet terlihat menjadi pribadi yang lebih percaya diri atas segala keputusan daripada sebelumnya.

"Yang masih hidup role apa memangnya?"

[Aku tidak tahu, karena skormu berlaku untuk kematian setiap role yang ada, aku tidak bisa menentukan. Bahkan pemuda yang baru saja mati tadi, aku tidak mengetahui apa rolenya.]

Puppet tertegun sebentar, sebelum akhirnya mengatakan, "Setidaknya kita harus tetap berjalan ke suatu tempat. Dan menurutku sebaiknya kita ke ruang permata."

[Aku tidak menanggung resiko apapun jika kau malah kelelahan dan kehabisan waktu.]

Puppet tidak menjawab dan segera berdiri setelah mengambil kembali pistol milik Lexia.

[Tidak mau membawa itu?] Ochew bergerak ke atas Nodachi milik Kazuki.

Puppet menggeleng. "Terlalu berat."


XVI : Permainan Baru Dimulai

[Satu poin bertambah. Artinya semua role protagonist telah mati? Dan poin minus tadi pasti untuk Villain pasangan. Apa Renegade yang membunuh mereka semua?] Ochew milik Stellene mulai melayang mondar-mandir di sekitar Stellene

[Bagaimana ini? Hei! Jangan asik sendiri saja!]

"Satu lagi, ya? Satuuu lagi… yang ini baru aku lihat bentuknya. Aku penasaran akan kekuatannya."

Ochew biru milik Stellene tidak menjawab lagi.

Selang beberapa menit Stellene memilah-milih batu, dari kejauhan terdengar suara tembakan.

Stellene menaruh batu yang ditelitinya sejak tadi ditelitinya ke dalam tas pinggang yang kini menggendut karena terlalu banyak diisi batu, kemudian mengambil tongkat berornamen bulan sabitnya dan segera lari ke luar ruangan.

Dia melihat seorang anak perempuan yang sedang berusaha menghindar dari serangan mayat hidup. Anak perempuan itu terlihat kesulitan dengan kondisi tanah yang tidak rata. Sekarang, anak perempuan itu tersandung gundukan tanah dan terjatuh.

Stellene mengeluarkan batu rubi miliknya dan mengubahnya menjadi tiga buah bola api yang melesat ke arah mayat hidup dan anak perempuan.

"Manghindar dari sana!" teriak Stellene.

Anak perempuan itu tentu saja Puppet. Memangnya, siapa lagi peserta yang tersisa di tambang ini selain mereka berdua?

[Kenapa kau malah menolongnya? Sudah jelas dia musuh!]

Puppet yang tidak bisa bergerak lagi hanya berusaha merunduk dan berdoa semoga bola-bola api tidak mengenai dirinya.

Satu bola api menghantam mayat hidup dan membakar tubuh sebelah kanannya, satu yang lain jatuh ke tanah begitu saja, dan sisanya menyenggol sedikit punggung Puppet yang sedang tengkurap di tanah. Puppet sontak berguling ke kiri.

Puppet menjerit karena panasnya. Luka bakar yang cukup besar diterima di punggung gadis itu.

"Eve! Miraries! Argh!"

Sakit. Panas. Perih. Hanya itu yang bisa dirasakan Puppet sekarang.

Stellene kebingungan, dia mencari batu di tas pinggangnya dengan panik karena mayat hidup di dekat Puppet masih berdiri meski sebagian tubuhnya terbakar. Bola api itu hanya memperlambat gerakannya, bukan membuatnya hangus. Sementara Eve telah berhasil mengeluarkan Miraries seperti permintaan Puppet. Setelah Puppet berhasil menggenggamnya, Eve kembali terbujur kaku.

Stellene berlari mendekat setelah mendapat rubi merah yang dicarinya, dan Puppet memegang tube berisi obat berbahan susu itu dengan gemetar, berusaha membuka tutup gabusnya.

Stellene mengangkat tangan kirinya yang berisi rubi ke arah depan, lalu tongkat berornamen bulan sabit yang di tangan kanannya mulai diputar.

Rubi di tangan Stellene kini berubah menjadi satu bola besar yang melesat menuju mayat hidup, menghantam dan membakarnya begitu saja. Mayat hidup itu belingsatan saat api perlahan-lahan melahap habis tubuhnya, menyisakan tulang belulang yang kemudian jatuh ke tanah.

"Tolong," ucap Puppet. Tapi dalam ucapannya pun, tak ada nada memohon sama sekali.

Puppet mengulurkan tube berisi Miraries dan meminta Stellene membuka tutupnya serta menuangkan tube itu ke atas punggungnya.

Stellene menuruti permintaan Puppet tanpa ada rasa curiga. Ada asap yang keluar dari punggung Puppet saat Miraries dituang. Dan dalam hitungan detik, luka maupun bagian baju Puppet yang terbakar, pulih seperti sediakalan.

[Aku sudah memperingatkanmu pokoknya,] ucap Ochew Stellene.

Stellene tersenyum dan membantu Puppet berdiri. Puppet mengucapkan terima kasih.

"Sama-sama," balas Stellene, tersenyum.

Puppet melihat ke arah Eve yang sudah bisa bergerak lagi. "Aku harus segera ke dalam ruang permata," katanya.

Puppet berjalan melewati Stellene, diikuti Eve yang lari-lari kecil.

Stellene yang merasa 'mendapat teman' malah sumringah. "Hei? Apa kau juga tertarik dengan keindahan mereka?"

Puppet hanya terus berjalan ke arah ruang permata.

[Kau tidak takut berada di dekat dia?] tanya Ochew dalam pikiran Puppet.

'Pelurunya habis. Aku tidak punya senjata sekarang. Aku tidak tahu apakah tongkat bulan sabitnya cukup tajam untuk membunuh dia, tapi seharusnya ada benda runcing untuk menambang di dalam sana.' Berkat kemampuan Ochew yang bisa telepati, Puppet menjadi lebih mudah untuk memikirkan rencana.

[Bagaimana kalau tidak ada?]

'Entahlah.'

Tanpa banyak ba-bi-bu, Puppet melangkah masuk. Gadis itu melewati tubuh-tubuh hangus yang terkapar di lantai.

[Lihat semua kekuatannya. Kau mau mati terbakar?]

Mengabaikan perkataan Ochew, Puppet menjelajah ke sekeliling ruangan. Pandangannya sempat tertuju pada kotak kecil di ujung ruangan, namun bukan itu yang ia cari.

Puppet melangkah lagi mengitari tumpukan-tumpukan permata berbagai jenis hingga menemukan sesuatu yang dia cari. Sebuah beliung dua sisi yang memiliki ujung lancip di salah satunya.

"Kau senang yang jenis apa?" tanya Stellene yang masih percaya bahwa Puppet ke sana untuk melihat-lihat permata.

Puppet mencoba mengangkat beliung itu. Kali ini dia menggenggamnya erat-erat dan tidak peduli kotor lagi. Toh tubuhnya saat ini sudah mandi keringat dan darah. Ada hal penting yang lebih kuat dari rasa takut.

Beliungnya agak berat dan tidak mantap. Puppet berpikir cara terbaik untuk membunuh Stellene.

Puppet berbalik dan menghadap ke arah Stelle.

"O natura zenbait, eman… DENBORA!"

Aliran waktu di sekeliling Puppet kini berhenti. Perlahan Puppet melangkah sambil membawa beliung dengan satu tangan, menuju ke arah Stellene. Saat sampai, Puppet mengayunkan beliung dan menancapkannya pada perut Stellene. Kurang kuat, tapi cukup menimbulkan luka. Puppet mengambil sampel darah dari luka tersebut meskipun darahnya tidak mengalir karena terhenti oleh waktu.

Belum sempat Puppet mundur, waktu kembali berjalan normal. Puppet berusaha mundur tapi malah terjatuh dalam posisi duduk.

"ARGH! APA YANG—" Stellene berteriak karena panik mendapatkan perutnya tertancap beliung.

Puppet buru-buru fokus ke Eustas. Seketika saja Stellene menjatuhkan tongkat berornamen bulan sabitnya dan memegang beliung dengan kedua tangan. Beliung dicabut dan seketika saja darah mengucur deras dari perut yang terluka. Stellene meringis saat itu terjadi. Beliung diayunkan ke kepala hingga menancap di kening. Kacamata Stellene hancur dan terjatuh.

Stellene berteriak kesakitan namun tidak punya kendali atas tubuhnya.

Beliung dicabut dan kembali diayunkan ke tengkorak Stellene. Wajah tampan Stellene dibanjiri darah merah pekat.

Stellene terjatuh.

'Masih kurang dalam, kepalanya belum hancur,' pikir Puppet.

Stellene masih bernapas namun napasnya melemah. Puppet kembali menggerakkan tangan Stellene dan menghantamkan bagian lancip beliung ke arah kepala Stellene yang saat ini sudah tak karuan bentuknya.

Saat Puppet melihat sudah tidak ada pergerakan berarti dari Stellene, dia melepas kutukan.

Ochew Puppet menampilkan skor +1 diikuti tulisan "YOU WIN"

Puppet mengatur napasnya sambil mengusap peluh dan melemaskan otot-ototnya yang tegang sedari tadi.

Di sudut matanya, dia melihat ada sebuah sosok yang tiba-tiba muncul.

Puppet melihat ke arah kiri—ke arah munculnya sosok tersebut. Seorang anak laki-laki kecil dengan baju khas penyihir di Soragin—jubah cokelat yang menutupi hingga mata kaki dan sepatu boots cokelat kusam—berdiri di tengah dengan wajah pucat.

Puppet berdiri karena takjub.

"Kau siapa?" tanya Puppet.

Anak kecil itu menggeleng. "Aku tidak bisa keluar dari sini," katanya.

Puppet mendekat perlahan. Diperhatikannya tubuh sang anak kecil yang diselimuti aura abu-abu yang aneh.

"Kenapa?" tanya Puppet.

"Karena aku melakukan sihir terlarang," jawabnya.

"Kau dari Soragin?"

Anak kecil itu memandangi Puppet cukup lama. "Kakak juga?" tanyanya.

Puppet mengangguk.

"Kemarilah," kata anak itu.

Puppet menurut dan mendekat. Saat anak itu mengulur tangannya, tanpa disadari, Puppet menyambutnya.

Terasa seperti sebuah sengatan listrik saat menyentuh tangan anak itu. Tiba-tiba saja pikiran Puppet dipenuhi ingatan-ingatan dari sang anak kecil.

Ingatan tentang sebuah ruang gelap yang hanya diterangi oleh beberapa lilin. Ada beberapa orang berjubah cokelat di sana yang mukanya sedikit tertutup bayang-bayang. Mereka semua melihat ke arah Puppet. Bukan, tepatnya melihat ke arah sang pemilik ingatan.

Bayangan selanjutnya berpindah ke adegan di mana tambang hancur karena bencana alam, dan banyak yang terkubur di dalamnya.

Lalu sinar-sinar hitam menyelimuti tubuh-tubuh bersimbah darah itu. Sinar hitam seperti menyerap masuk ke dalam tubuh, dan satu persatu tubuh mulai bergerak.

Ingatan selesai dan Puppet kembali ke kesadarannya.

"Aku tidak mengerti," ucap Puppet seketika.

Anak itu hanya memandang lemah.

"Aku dilahirkan dengan kekuatan khusus. Aku bisa membunuh dan menghidupkan siapa saja dengan mudah. Hanya saja, kondisi mereka ketika hidup kembali, tidak akan sesempurna pada awalnya. Saat pemerintah Soragin mengetahui itu semua, aku diasingkan di dimensi yang berbeda. Dan mereka semua memakai sihir pengurung jiwa.

Mereka berhasil memusnahkan tubuhku, tapi ternyata ruh-ku masih tetap abadi, entah sampai kapan. Lalu para pemilik sihir terkuat di Soragin mulai dikerahkan untuk menyegel jiwaku dan menelantarkannya ke suatu tambang yang hancur karena bencana alam.

Tiba di sini, aku merasakan adanya energi hebat milik ruh-ruh penasaran yang mati karena tertimpa reruntuhan. Aku juga merasakan bahwa, setelah jiwaku bebas dari tubuh yang payah itu, kekuatanku menjadi berkali-kali lipat. Lalu aku mulai bermain. Aku menghancurkan tubuh-tubuh payah yang sepertinya tidak ada potensi untuk hidup kembali, dan membuat jumlah mereka menjadi genap, sesuai angka kesukaanku."

"Angka kesukaan?"

"Iya. Enam ratus enam puluh enam. Lalu aku membuat tigabelas di antaranya bisa mengantarkan racun kegilaan. Itu hebat, bukan? Tubuh mereka tetap bertahan dan tidak hancur dimakan tanah, bahkan darah mereka berubah hitam dan menjadi lebih bagus!"

Ekspresi anak kecil itu sangat lugu dan polos, tidak sepadan dengan apa yang diceritakannya. Dia tetap menceritakan dengan sumringah.

"Ceritakan lebih lanjut tentang darah hitam," pinta Puppet.

"Tidak bisa." Anak kecil itu menggeleng.

"Kenapa?"

"Karena itu aturan mainnya."

--TO BE CONTINUED--

16 comments:

  1. Hello... Kazuki datang nih

    Ohoho. Kidding. dia mah lagi rutuk, saya pake akunnya xD

    First of All,

    saya suka plot R1 ini. Karena biasa main werewolf, jadi ngerti hahaha
    Cuma kok Kazuki asik amat dapat Fortune Teller?

    xD

    Nilai plus dari saya kamu bisa bikin kazuki suram, ga pedulian dan sadis

    Tadinya saya kira yang ngeretas Ochew itu kazuki

    xDDD


    Titip 10 ya. Soalnya saya suka eksekusinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. btw

      Ini Dee

      OC : Kazuki Tsukishiro

      Delete
    2. makasiiih Kaz :3

      hhe, Ochew masih mistery buat selanjutnyha hh3

      dan soal kenapa kaz jadi sadis, karena ya yang saya liat kaz itu : halalkan segara cara, lenyapkan perasaan. buat apa merasakan perasaan mereka yg tidak pernah mengerti jadi dirinya, begichu .3.

      dan makasih sekali lagi :3

      Delete
  2. Napsu atau nafsu?

    Saya bakal ngulang ini terus di semu entri yang saya rasa perlu : pembukanya menuju ke battle kepanjangan. Kayaknya ini tren yang baru di BoR 5, semua tetek bengek harus dipretelin dulu sebelum masuk ke actual match. Ngerti sih kalo buat beberapa kontinuitas kayak novel yang tiap bab sinambung itu perlu, tapi 5 taun baca ginian saya malah jadi lelah. Karena mestinya yang baca BoR ya minimal tau BoR. Yang ngikutin entri si X bisa tahu lah apa yang si X alamin - kalo ga baca ronde sebelumnya, berarti missing link itu jadi masalah pembaca, walau penulis baik hati mungkin bisa ngecover itu tanpa perlu terkesan nyuapin rangkuman.

    (Btw, ini bukan spesifik ngeluhin entri Puppet sebenernya, lebih ke curahan isi kepala saya yang ke-trigger di sini dan sayang kalo ga ditumpahin)

    Jujur part" sebelum Managua saya banyak skim karena rasanya ga ada poin penting dalam tiap scene kecuali idle chatter dan semacem introduksi ke tiap peserta, yang baca sekilas" aja ga banyak poin penting kelewat. Ada kesan mungkin biar setiap karakter yang dikenalin lebih akrab buat pembaca sebelum maju ke medan laga - tapi buat saya pribadi ini boros kata, seolah penulis ragu apa tiap karakter bisa dikupas secara setara ke depannya

    Tapi entri ini segera 'terselamatkan' (kalo boleh saya bilang gini) karena inisiatifnya make roleplaying buat gimmick pertandingan. Ini sesuatu yang saya sama Dimas pengen coba, dan sialnya udah keduluan sama kamu. Di LN Utsuro no Hako to Zero no Maria v3-v4 pake game model begini juga di sana, meski ceritanya lebih kompleks dan ada 6 peran berbeda. Dan di sana gamenya beneran hebat, mainan psikologi dan bener" acuan mind game banget buat saya

    Begitu masuk stage Managua juga pembagian partnya jadi lebih enak diikutin karena mulai beneran fokus ke setiap karakter. Sayangnya mungkin karena Puppet kebagian peran Renegade, konfliknya ga gitu berarti (kecuali ngibulin Bun mungkin) karena ujungnya cuma perlu semua mati

    Dari saya 8

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah, iya yah, nafsu. saya terbawa 'napas' heheu, jadi kebulak deh. makasih kak sam uwu

      btw, YOU GOT DA POINT!

      jujur saya takut... takuuuut banget, ada yang enggak ngerti dan ada karakter yg enggak tergambar dalam benak pembaca. saya takut, maka dari itu pada akhirnya saya terlalu 'berusaha'

      saya memikirkan, jika 6 peran yang berbeda, bakal ada beberapa peran yang enggak saling berhubungan dan takutnya pad aakhirnya : "ah, ngapain juga berusaha bunuh/lindungin org, gue ngumpet aja di sini nunggu nilai nambah satu persatu." < takutnya begini.
      akhirnya saya bikin formasi : 3 2 1 yang saling berhubungan dan berpengaruh.

      mungkin sy mau cari LN nya mz sam, kalo sempet hhe
      >kalo

      NAPALED.

      NAPALED.

      Delapan terasa sangat hebat dari orang sejeli mz Sam \ :D /

      makasih banget mz >w<

      Delete
  3. Yah, sebenarnya saya masih pikir aturan2nya lumayan ribet, dan cenderung menguntungkan oc yang ochewnya lebih pinteran. Sebagai penggemar logika dan teknis tarung, bisa dibilang semesta mendukung puppet. Plus pemanfaatan medan dan kebetulan2, puppet kelihatan di atas angin sejak awal. Tetapnsaja ini cukup canggih, so 8/10 ya. OC: vajra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenernya semua Ochew fungsinya sama, hanya aja Puppet itu 'patuh' sama Ochewnya. Sedangkan si Kumirun taunya rol rambut, Stellene hobinya ngumpulin permata, dan lain-lain... dan sebagai renegade, udah kewajiban buat bunuh semua biar dapet poin. Jadinya yang diprioritasin Ochew milik Puppet cuma bunuh. Belum lagi kena retas :v
      Dan makasih banyak udah berkunjung :3

      Delete
  4. Diluar dugaan saya, ini juga ada lagi entri Team A yang cukup graphic.

    Saya agak kecewa lihat Lexia lebih ke verbal abuse dibanding sarkas. Lexia cepet banget recovery dari sambaran petir, nggak ikut bohong (Kalau dia lihat Bun dan Puppet jalan bersama dia pasti tahu mereka punya Role yang sama dan mencoba bohong/menebak), dan dia bukan Cowgirl tapi Petualang D:
    Tapi ya sudahlah.

    Role Renegade bikin Puppet kurang 'berperan' di gamenya, terutama karena pertarungannya dengan Kazuki (Yang notabene Fortune Teller) basically hanya dor dor dor.

    Nilai plusnya cerita Puppet bisa ada progress, progress yang cukup penting pula. Kelihatannya yang bikin panjang malah cerita Puppet, bukan pertarungan/gamenya.

    Also, running gag kalau Stella cewek nggak ada disini D:

    7/10 dari saya

    OC: Lexia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aih ._. Maaf banget mba saya agak bingung gimana meranin Lex, soalnya di cs pribadinya agak kurang ketara hhe maap banget ._.

      Iya bagian Lex ngaku, jujur sy keabisan ide dan buru" bagi rolenya :')

      Yang gag Stella dikira cewe saya emang endag bisa bikin komedi mbag, endag ngerti gimana ngalusin gag nya hiks. Ajarin mba hh3

      Btw makasih banget mba uda mampir sy akan coba lebih baik kedepannya >w<

      Delete
  5. Setelah menyelesaikan bacaan, lalu pergi ke kolom komentar.Tidak disangka komentar-komentar dari pembaca lain sangat bagus. Saat itu juga saya makin menyadari kemampuan menulis salah satu hal penting khususnya dalam film/game.
    Saya coba memberikan sudut pandang saya sendiri sebagai orang awam terhadap cerita ini dalam beberapa note yang saya buat:

    Hal yang menurut saya keren yaitu:
    - yang paling penting dari semua urutan pembuatan obat, adalah pemberian nama.
    - Memasukan konten lokal indonesia ke dalam cerita.
    - Endingnya oke (y)

    Hal yang membuat saya mengernyitkan dahi:
    beberapa pernyataan yang secara instan belum dapat saya terjemahkan dengan baik di pikiran saya, seperti:
    - suara semut bertengkar? (saya tidak bias membayangkannya)
    - berwarna hazel (penyebutan warna ini terdengar kurang umum)
    - memperhatikan gadis di depannya dengan nanar (istilah nanar kurang terdengar umum)
    - melihat dari atas sampai bawah (saya pikir orang mempunyai kebiasaan untuk melihat dari bawah dahulu baru keatas).
    - Chapter X. Saya masih belum puas dengan kematin Bun, apakah Bun mati karena racun dari mayat hidup?
    - Informasi role menurut saya kurang dijelaskan secara spesifik. Bagaiman kondisi menang yang dimaksudkan:
    Menang-1. apakah dengan cara ‘last role standing’(role terakhir yang tersisa) misalkan dari 6 orang tersisa 2 hero, maka 2 hero tersebut dikatakan menang atau...
    Menang-2.apakah kemenangan didapatkan dengan siapa(satu orang) poin yang paling besar disaat terakhir?

    Jika menggunakan ‘last role standing’ tentu saja poin yang dimiliki sudah menjadi tidak diperlukan. Karena dengan cara membunuh lawan, lawan sudah pasti tidak akan menang. Dan tidak akan ada manfaat untuk kalkulasi perhitungan poin.

    Contoh sudut pandang saya sebagai Hero:
    dalam simulasi permainan berjalan dengan baik dimana saya sebagai Hero berkomunikasi dan membuat 1 H (Hero) dan FT(Fortune Teller) mempercayai saya. Maka jadilah party antara 2H + 1FT. Dengan asumsi bahwa role lain semuanya sudah mati, maka sudah pasti H mendapatkan poin 5 untuk masing-masing orang atas kematian 2V(Villain) dan R(Renegade). Namun sayangnya jika R mati, FT mendapatkan poin 5 atas kematian R dan tertulis dalam state bahwa FT akan langsung menang. Tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh Hero. Seandainya ketentuan menangnya permainan adalah ‘last role standing’. Tentu saja Hero tetap akan membunuh FT sebelum membunuh R. dimana max poin yang didapatkan yaitu Hero-A menjadi 3 (karena Hero-A yang membunuh FT) dan Hero-B menjadi 4 (karena Hero-B bukan pelaku pembunuhan FT). Jika dengan menggunakan ‘last role standing’ maka dalam simulasi ini ada 2 orang pemenang, yaitu Hero-A dan Hero-B. Namun jika ketentuannya adalah siapa poin yang paling besar, tentu saja 2 Hero ini akan saling adu bacok. Sehingga current poin seandainya Hero-A menang atas kematian Hero-B menjadi 1. Sedangkan jika Hero-B yang menang atas kematian Hero-A maka current poin menjadi 2. Jadilah 1 orang saja yang pulang dengan selamat. Tentu saja seandainya dengan menggunakan sistem poin paling besar, sistem permainan akan merujuk pada ‘last man standing’ bukan ‘last role standing’.

    Mohon koreksi apabila ada pernyataan yang salah, dari hal ini saya menyimpulkan penilaian bahwa saya terbawa seru bangeet alur suasana momen pertarungannya. namun ada beberapa hal kecil yang saya sebutkan di atas yang membuat saya memberikan nilai menjadi 9/10. Good luck 

    ReplyDelete
    Replies
    1. ._. Teliti banget hehe >w<

      Saya jawab satu-satu coba yha ko...

      -Semut bertengkar harap diabaikan, itu terketik begitu sahaja uwu
      -Hazel itu... iya, begitu deh, hehe, nda ngerti yah. Iya sih kalo saya tanya kk sepupu saya "Uni, tau warna hazel ga?" dia geleng. Oke, selanjutnya saya pake istilah yang awam mungkin yha.
      -Nanar itu... bengong sih ko, dan kalo sering baca cerpen setara cerpen kompas, istilah itu pasti mudah ditemukan hhe
      -Ta-tapi, saya suka liat dari atas ke bawah ._. hehe :v
      -Bun mati kepotong ama Puppet. Itu bagian emang scramble, saya kebingungan jelasinnya supaya ena. Jadi kegigit jombi mah si Bun belon mati, ditebas Puppet baru mati.

      BTW, saya bakal ulang kalimat yg saya keluarin buat mz Sam :

      YOU GOT DA POINT!

      IYA, itu itu itu..... LUPA dijelasin! Plot hole terbesar sepanjang sejarah, aaaarrrgghhh /.\

      Niatnya gini loh ko, kan ada juga role yang 'dibikin pingsan', terussss, kalo misal yang bikin pingsan itu ternyata kebunuh orang lain, yang pingsan masih sempet sadar sebelum game berakhir, yang pingsan bakal collect poin dan menang.
      intinya tetep last role standing. Tapi, berbeda dengan boardgame yang bisa dapetin, saya malah bikin ini cerita :

      SIAPAPUN YANG BERTAHAN PALING AKHIR BISA MENANG.

      jadi kayak sia-sia gitudeh implementasi RP nya.

      sebenernya kalo boleh jujur, kenapa saya masukin roleplay di sini, jawabannya, "biar seru." sedangkan aturan yang dikasih panitia adalah : pemenang cuma boleh satu. nah, itu adalah dua hal yang bertentangan.

      terus alasan lain kenapa saya pilih RP, sebenernya supaya ada alasan para Ochew bisa masuk ke dalam cerita, dan OC utama saya--Puppet--bisa dapet pembentukan karakter mengingat enggak ada eliminasi di ronde satu.

      overall, makasih banyak atas komentar dan nilainya, ko. hehe. semoga saya bisa perdalam lagi ini cerita :)

      Delete
  6. ...P-Puppet, kamu tega sama kakak baik hati ini? Q_Q

    #DIBACOKPARANG

    Eeeey POVnya udah stabil yang ini eeey *tepuk tangan* nice job, Ven :'D Saya agak kaget-kaget mulu selama baca. Ga biasa dengan storyline yang terang-terangan sadis, jadi lumayan shocking dan membuka mata(?) juga bacanya hhue. On that matter I deeply respect you ;u;

    Cuma yha, Puppet, kamu (dan yang lainnya selain Kaz sama engkong) nggak kepanasan di situ? #...

    Eksekusinya cantik, overall :'> Heartlessnya Puppet kerasa, ngerinya juga terasa, terutama waktu bagian Bun berserk habis makan zombie (hiks). Penggambarannya Lexia aja yang mungkin agak hit-and-miss, berhubung sesuai kata yang empunya di atas, dia bukan cowgirl, tapi petualang. Sebutlah lebih kayak Lara Croft, gitu heheh *tepuktepuk* Battle-battlenya kerasa pendek banget, dengan battlenya Lexia-Bun-Puppet yang kerasa paling panjang, tapi then again kalo untuk subjek yang ini saya benernya ga berhak komentar sih ahahah.

    Btw, super minor detail, tapi saya emang lupa bilang, Stella pegang tongkatnya di tangan kiri #......

    8 dari saya yah dek puppet.

    [ Stellene ]

    'Rakus'nya Stella jadi kentara banget di entry-entry tim A, nggak terkecuali di sini, wahahah! Dah gitu dibilang tampan pula walopun endingnya mengenaskan-- #DIBACOKLAGI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Puppet kepanasan kok kak ehe. dia elap keringet ada pas abis rajam Bun.

      *iya, beneran, dia elap keringet. tapi ya cuma di situ doang dijelasin, saya lupa lagi ke selanjutnya sampe pas bunuh Stellene baru dijelasin lagi keringet campur darah hhe.

      soal kaz sama kumirun, soalnya, mereka yang paling deket aliran lava. Dengan logika asal yang saya pikirin di kamar mandi, tempat Puppet summon itu agak di bagian paling ujuuung- dan tanah harusnya dingin (IMO)

      Lexianya agak" susah, saya merasa bersalah sama authornya, soalnya saya kira ya dia cowgirl gitu u,u

      Ini pengembangan karakter sih kalo bisa saya bilang, dan saya SANGAT BERSYUKUR bisa tersampaikan hiks saya terharu :'>

      makasih banyak kak atas komen dan nilainya, nanti saya mampir setelah selesai masak ehe.

      iya, Stellene rakus, tampan, megang tongkat di tangan kiri, dan ngenes #dirajamduakali

      Delete
  7. (meme buzz woody) blood, blood everywhere

    faktor tadi, dan unsur buat eksekusi sesuatu yang gelap jadi enak, adalah total siegy
    pertama soal kesalahan, ada typo ya sama beberapa penulisan kata yang salah, tapi itu ketutup ko sama keseluruhan isi cerita

    r1 ini kalo menurut saya lebih dibikin padat bagian per bagiannya daripada pas prelim, jadi ngerti sekali baca. banyak banget bagian-bagian yang jadi favorit tapi kenapa pas mau komen ini jadi kepikiran puppet sama susu di kamar mandi, terus puppet bikin obat rambut setengah kering

    iya terus battle banyak banget kemajuan, cara kematian yang dipake juga boleh

    ohiya jadi itu ochew semacem kaca pribadi, kan? berarti puppet punya sisi itu juga? bossy tricky, damn...

    ide itu juga poin plus btw

    well, puppet, ini bagus

    nilai 8

    oc : eophi

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya suka tiap bagian berbeda yang orang" kasih buat pointing di r1 ini, ga terkecuali dari situ.

      soal typo emang kacau BANGET. saya harusnya kapok jadi deadliner.

      meanwhile sy belum kelar juga baca entrimu hhe.

      dan hihi, ternyata mandi susu dan rambut setengah kering bisa narik fokus orang jg :>

      ehe ehe. saya senang [2] ada yang nyadar entri ini saya pakai buat pembentukan karakter Puppet yg notabene belum ketulis secara lengkap di CS.

      dan makasih nilai serta komennya kakak :D

      Delete
  8. di entri ini ada fanservicenya xD...
    puppet yang mandi susu. wkwk xD
    dan puppet bener-bener kerasa banget anak bangsawannya. ngeselin-ngeselin gimana gitu, terutama di bagian puppet turun tangga. hihi

    ini battlenya unik nih, ada banyak rules permainan yang rumit xD..
    jujur saya bingung apa itu fortune apalah itu atau renegadenya.
    dan yang paling saya suka dari entri ini, semua kematian karakternya jelas..
    gak ada yang offscreen..
    bravo, excellent...

    so nilainya 8...

    Khanza

    *kalo masih sempet mampir kelapak khanza yah. xD

    ReplyDelete