24.6.15

[ROUND 1 - TEAM E] FATHA A` LIR - TRICK, TREAT AND INCONSISTENCY

Fatha a` Lir – Trick, Treat, and Inconsistency

Penulis: Manya



Ananda lolos babak prelim. Tak disangka sekali, batinnya juga kaget setengah layu.



...begini,

Begini…

…atau begini ya??


begini aja deh, hehehe …


"Ngomong apa sih?" kata seorang maid di sebelahnya.


aku nggak ngomong kok, ih ge er..



"Iya, iya aku baca, huh..?"


Tema game kali ini…. Mengirit uang? Mungkin Ananda jagonya mengingat dia sudah tak perlu lagi mengingat jadwal diskon di mall-mall yang dulunya sering diinginkan otak di kepalanya yang sudah lama lenyap.


Tapi satu yang cukup disayangkannya. Ananda dapat maid ini lagi. Si Vane. Kerdil dengan rambut hitam gaya ekor kembar ini lumayan menjengkelkan.


Ketika Ananda sedang berandai menendang gadis itu, sesosok pria yang memakai kaus singlet putih menghantam tembok hitam yang kelihatannya sudah rapuh. Hantamannya cukup keras sehingga tembok itu retak dan sosok itu tersangkut di retakan tempatnya menabrak.


Ananda panik, temboknya rubuh, runtuhannya nyaris menimpanya dan Vane.


"Tenang, Ananda.. Ini bukan waktunya untuk ketakutan, simpan itu untuk nanti."


Sosok itu lalu keluar dari puing-puing, mencoba berdiri, lalu rubuh. Belum mati, sosok itu malah menggeliat tak tentu arah. Sebelum akhirnya dia benar-benar berhenti bergerak. Darahnya membentuk semacam jejak siput.


baju itu, apakah itu Mang Ujang yang jadi lawanku di babak ini?


Vane lalu mengecek sosok mayat itu," Bukan, ini Ephi Kusnandar, preman sekaligus penjual bokep di daerah sini, akhirnya mati juga bajingan ini. Mungkin saja sedang ada konflik antar berandal di sini."


s-serem.. lha terus, gimana bisa dia terlempar sampai ancur begini?


"Mana kutahu! Yang jelas dia tadi nggak melayang dengan baik." ujar Vane. Eh Ananda. Ini sudah batas mengantarkan, aku pergi dulu ya.. Kamu bisa kan sendiri.


tapi, hari sudah sore. gimana nanti aku geraknya?


"Disana banyak penerangan kok. Walau masih berupa obor."


apa mereka sudah menyalakan apinya?


Sebelum sosok Vane pergi ditelan portal yang sebelumnya sudah terbuka, mulutnya bergerak dengan lirih.


"Ya. Bara api sudah terkobar."


Hilanglah Vane dari deteksi sensor Ananda. Kini dia sendiri. Melangkah tak pasti masuk ke Despera Black Alley.  Sebelum langkahnya makin lama karena pencahayaan yang nihil.


maid sialaaaan!!



Ananda jadi panik lagi. Kini dia hanya bisa menanti pertolongan datang. Yang Ananda perbuat kini hanya melontarkan jeritan subtitelnya.


tolong!!!

please help!!!

[cries in Swahili]


Ananda sudah lelah menjerit. Berteriak dengan subtitel tentu saja menghabiskan energinya. Kini, dia hanya bisa duduk di bangku taman di belakangnya. Dia hanya duduk terbelenggu oleh dinginnya waktu menjelang malam. Bahkan sampai ada burung hantu yang mendarat mau hinggap di dahannya yang ranggas kering. Memang sial nasib Ananda. Vane si maid mendaratkannya di sisi Despera Back Alley yang sudah ditinggal penduduknya. Kini daerah itu ditinggali oleh masyarakat kriminil yang rela mati demi uang.


Namun,dari sebuah bangunan, tiba-tiba keluar sesosok pria. Mengenakan jaket kulit dan memakai topi yang dibalik. Pria itu berhenti dan hanya berdiri di depan pintu, menyulut lintingan rokoknya sembari merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sebuah kotak hitam dari sakunya tadi, sebuah Azusa Zaynfone 5.


Milik Ananda dulu cuma Samsung Galaxy yang serinya saja dia sudah lupa.


Pria itu tetap pasif, hanya diam. Walau Ananda tidak menangkap ekspresi pria itu, dia tahu pria itu sedang ketakutan. Badannya menggigil sangat keras, badannya menghasilkan 2 getaran yang saling menetralkan, menjadikan pria itu kelihatan sangat tenang. Mungkin, hanya Ananda saja yang bisa merasakan getaran tubuhnya berkat sensor rantingnya. Alasan dia mengigil, mungkin karena angin malam usil yang menakali syaraf-syaraf perasa kulit dan alasan lain yang sangat, sangat, menakutkan.


Ananda tidak sadar. Sebuah mobil pikap yang mengangkut banyak orang berpakaian serba hitam dan bersenjata terparkir di dekatnya.


orang itu dibunuh!?


*************************************************************************************




[Pasal VI: Kepercayaan dan Koin.]



Di sebuah kedai merangkap kasino di tengah-tengah keramaian malam minggu di Despera Back Alley. Ronnie, 31 tahun, sangat yakin bola kelerengnya tadi mendarat di angka 15. Bola perak itu didapatinya berhenti di angka 32. Hanya saja tidak ada relief wajah kecewa di wajahnya. Hanya senyum getir.


"Hmm.. Aku berhenti. Sejak awal tahu kau main curang, androgini." kesah Ronnie pada sesosok pemuda bertopi fedora.


"Aku tidak curang, mungkin cara mainmu saja yang masih hijau, Ijo." timpal Dyna setengah mengolok. Muka pokernya luntur. Digantikan muka congkaknya yang tersenyum masam sambil memainkan 1 koin yang direbutnya dari Ronnie. "Lagipula Ijo, terima saja kalau nasibmu busuk hari ini." Hibur Dyna yang sebenarnya berupa hinaan. "…macam dirimu yang sudah busuk dari asalnya." tambahnya, kali ini benar-benar menghina.


Ronnie hanya menghela nafas. Dia jelas tahu maksud Dyna mengintimidasinya. Namun dia tetap bersabar walau dia tidak berpuasa. Mungkin ini bisa jadi tauladan yang baik, walau yang kita gunjing sekarang ini menganggap dirinya sebagai setan. Namun, hanya satu kata yang cukup menggelitiki telinganya.


"Err, oke.. Kenapa kau terus memanggilku Ijo? Pria ini juga punya namanya sendiri." tanya Ronnie.


"Salah sendiri tidak memperkenalkan diri tadi."


"Sudah atuh, jangan berkelahi. Toh tadi sudah mufakat supaya tidak saling bunuh-bunuhan dengan mainan kelereng ini." sela seorang pemuda tampan yang hanya mengenakan singlet putih dan celana jins pendek yang sobek karena identitasnya yang sebelumnya, celana jins panjang, dirasa mengganggu aktifitas si empunya.


"Roulette, Duh." jawab Ronnie membenarkan. "tapi, apalah itu tidak saling bunuh-membunuh, tema game ini adalah uang, uang adalah waktu, agar uang tidak terbuang, maka kita harus cepat menunaikan game ini dengan adu bantam. Pemenangnya bisa merampas benda milik pecundang tentunya. Mungkin Mang Ujang mau bermalam dengan pelacur berbusana apik dan bertopi ini?"


"Percuma, aku hanyalah seorang laki-laki." balas Dyna, separuh tersinggung. Aslinya dia sudah biasa di salah deskripsikan sebagai wanita. Tapi, pelacur? Itu hinaan besar bagi pejantan, setidaknya pakai kata "gigolo".


"Sudahlah Kang, kalau gini ganti permainan yuk. Kamu sudah cantik apa adanya kok, Dyn." ujar Mang Ujang santai. Dyna sontak memelototinya. Dyna tadi yang mengusulkan untuk bermain roulette. Makin hitam belangnya.


"Ogah ah, lebih asyik roullette." sanggahnya menanggapi tawaran Mang Ujang. Mukanya tersenyum a La Doorman, menutupi niatannya yang ingin menjotos perut rata Mang Ujang dengan tinjunya. Setidaknya dia ingin menjaga rupa menawan Mang Ujang yang membutakan iman dengan meninju perutnya. Mang Ujang cuma membalas dengan senyum manis dan kedipan mata. Nyaris hilang kesadaran Dyna.


"Tapi, saya nggak tahu apa-apa soal aturan mainnya atuh . Saya daritadi bingung sia." ujar Mang Ujang sambil menggaruk-garuk rambutnya. "Yang bikin saya makin bingung. Apa kita nggak terlalu akrab untuk ukuran musuh ya? Sampai musyawarah juga."


Dyna terpagut. Diam tanpa kalimat. Ekspresinya bingung seperti muka seorang anak yang baru saja ditanyai sahabatnya 'sejak kapan kita bersahabat?'. Lain halnya dengan Ronnie yang tetap tenang sementara gesturnya menunjukkan hasratnya untuk merampas paksa koin miliknya yang sebelumnya direbut Dyna.


Disaat semua sibuk dengan kegiatannya, dua orang datang menghampiri mereka. Yang satu pelayan yang hendak menanyai menu dan yang satunya, sosok pria bertudung, menghampiri mereka dan berusaha melebur ke pembicaraan."Emm.. Permisi.. Bisa saya bantu mencairkan suasana ini?" ujarnya sok akrab.


"Erm, maaf, siapakah anda gerangan ini?" tanya Ronnie dan si pelayan. Mendahului Dyna yang sedang merapihkan diri. Entah mengapa setiap Dyna melamun dia malah tersenyum ramah.


"Oh, kamu tak perlu tahu itu makhluk langka, ya, kamu yang bertopi hijau. Sepertinya hatimu dingin. Mari, hangatkan dengan sekaleng minuman ini."


"Oh, makasih. Hmm.. enak sekali.. Badan saya langsung hangat.Saya merasa diri saya ini menjadi manusia seutuhnya." ungkap Ronnie puas.


Di lain posisi, si pelayan menggerutu,"Hei, ini kedai bukan lahan asong!"


"Tentu saja, ini dari jahe asli kualitas terbaik dan air pegunungan yang masih murni." ujarnya. "Dan lagi, aku kenal akrab sama bosmu si Stallza atau siapa itu, jongos. Kamu mau dipecat? Baru kerja berapa minggu juga?" seru pria itu pada si pelayan muda, lalu mengabaikannya. "Menghangatkan hati dan jiwa."


"Nangis tuh,"ujar Dyna. Sambil menunjuk si pelayan yang balik kucing ke dapur sambil menutupi mukanya. "Cakep lagi, tanggung jawab hayooo.."


"Biarin, yang jelas....."


"Wedang jahenya enak atuh, anget pisan euy, kok bisa ya padahal dikalengin pake wadah dingin gini?." potong Mang Ujang lemot.


"..... terserah deh, eh.. mau aku saranin engga? Sepertinya main Blackjack lebih asik ketimbang Roulette, tertarik?"


"Boleh-boleh saja sih, asal adil dan asyik aku oke." jawab Ronnie santai, Mang Ujang yang hanya tahu permainan remi –itupun tidak jago—ikut mengangguk setuju setelah pria itu menjelaskan aturannya. Yaitu:



·         Pemenang adalah yang berhasil memiliki kartu dengan jumlah paling mendekati angka 21 tanpa melebihi angka 21. Seri apabila jumlah angkanya sama.
·         Nilai kartu wajah(J,Q,K) dihitung 10. A dihitung 1 atau 10, tergantung mana yang lebih menguntungkan.
·         Slave adalah pemain pertama yang mempertaruhkan chip-nya. Jumlah chip yang dipertaruhkan terserah pemain tergantung dari seberapa banyak chip yang dimilikinya.
·         Master bertugas membagi  kepada masing-masing player dua kartu dalam posisi terbuka. Untuk dirinya sendiri, satu kartu dibagi dalam posisi terbuka, satunya tertutup.
·         Slave memilih antara hit, stand atau opsi lain untuk kartunya. Ada beberapa opsi khusus yang diperoleh slave di keadaan tertentu, yaitu:

Double-down: Slave bisa menggandakan taruhannya, namun dia hanya bisa menarik satu kartu lagi.
Split: Jika kartu yang didapatkan slave bernilai sama, dia bisa membagi kartu itu menjadi dua taruhan. Ini memungkinkan bila chip slave yang berkesempatan cukup.
Blackjack: Jika slave memperoleh total nilai 21 pada pembagian kartu.

·         Master harus terus hit sebelum mencapai nilai 17 yang mengharuskan Master untuk stand.
·         Burst atau kalah jika nilai kartu melebihi 21. Bila Master dan Slave sama-sama burst itu berarti kekalahan Slave.
·         Apabila menang, Slave memperoleh untung sejumlah chip yang dipertaruhkan.
·         Deck tersusun dari dua grup kartu yang disusun berlawanan. Yaitu, grup kartu yang belum terpakai yang tertutup dan kartu terpakai yang terbuka.
·         Saat kartu di deck yang belum terpakai habis, posisi Master diganti oleh Slave yang berada di sebelahnya searah jarum jam.



"Ngerti nggak, topi kumal?" tanya pria misterius tadi. Mengayunkan tangannya untuk menutup layar hologram yang tiba-tiba muncul dan mengambang di udara.


"A-apakah kamu bagian dari turnamen ini juga?" tanya Dyna heran. Yang dia tahu hanya penyelenggara turnamen saja yang bisa berbuat sedemikian.


"Hmm.. bisa jadi sih, tapi juga bisa tidak. Apalah saya cuma penjaja minuman keliling. Tapi, saya bisa bikin turnamen kalian makin seru. Beneran." celetuknya. Dyna akhirnya menyetujui tawarannya untuk beralih permainan dari roulette ke Blackjack.


"Okelah, untuk chipnya. Bentar...." tangan pria itu lalu berayun-ayun lagi. Memunculkan sebuah tampilan keyboard lima susun yang terdiri dari beragam macam aksara, simbol, dan sigil. "Tengadahkan tangan kalian." perintahnya.


Lalu, dari atap. Muncullah sebuah lubang persegi yang menjatuhkan 3 tumpukan koin dengan tinggi yang berbeda.


"Aku sudah meng- convert koin kalian menjadi chip-chip ini. 10 chip bernilai 1 koin emas. Jadi setiap seseorang kehilangan 10 chipnya maka koinnya akan berkurang satu. Sepertinya sudah cukup. Selamat bermain. Aku mau pergi dulu."


"Hei, mau kemana!" pekik Dyna. Terlambat, pria itu sudah mengayunkan tangannya. Memunculkan sebuah portal.


Pria itu lalu melayang masuk ke dalam persegi tempat tumpukan koin tadi turun.
"Hah"


Ronnie melongo.


"Gak salah pintu?" tambah Dyna.


Alih-alih menjadi portal teleportasi. Portal tadi malah memuntahkan sebuah papan tulis dengan tulisan kapur yang berupa:


JUMLAH CHIP

RONNIE STACCATO 40
MANG UJANG                       50
DYNA MIGHT                        60


"Koin kalian berdua masih ada?" tanya Ronnie pada kedua lawan mainnya.


Dyna menarik saku jasnya. Kosong melompong, lalat pun tidak keluar."Ludes. Memang bener dijadikan chip-chip ini. Mana ada tulisannya AlmaKeithLovers juga. Aneh."


"Oh, kalau begitu benar kata pria itu. Jadi main? Biar aku yang pertama jadi Master." ujar Ronnie menawarkan diri. Lalu mengocok tumpukan kartunya. "Pasang taruhan berapa?"


"Dasar sadis, 20," kata Dyna, Mang Ujang hanya memasang 5.


"Oke," ujarnya, lalu meluncurkan selembar kartu ke arah Dyna, 3 hati.


"3 hati ya? seperti kita di sini ya? Walau semuanya nampak menawan dan cantik, tapi satunya busuk. Hijau begitu." cela Dyna yang kemudian diabaikan Ronnie dengan meluncurkan sebuah kartu ke arah Mang Ujang, As wajik.


Sepertinya susah dengan penyampaian yang seperti ini? Mungkin bisa kita sederhanakan.



//1st Game//

                                                           

"
Eh, dapat King. Hahaha.. Saya ambil ya, tuan-tuan?" ucap Ronnie pada Dyna dan Mang Ujang.


"Argh!! Siaal!!" sentak Dyna.  Mang Ujang hanya mengeluh.


JUMLAH CHIP

RONNIE STACCATO 60
MANG UJANG                       45
DYNA MIGHT                        45


"Mari digilir lagi kartunya," ucap Ronnie. "Taruhannya?"


"15," kata Dyna.


"20," imbuh Mang Ujang.


Ronnie lumayan terkejut melihat aksi Mang Ujang, dengan wajah datarnya tentunya."Serius Mang Ujang? Kalau kalah rugi besar lho." begitu ucapnya.


"Nggak apa kang, kan masih banyak." jawab Mang Ujang yang kemudian diiyakan oleh Ronnie.



//2nd Game.//


                                               

"Hoo, habis sudah kesempatan untuk blackjack saudara-saudara. As- nya sudah keluar semua."


"Persetan lah, Hit." kata Dyna.


"Yakin?" tanya Ronnie pada Dyna.


"Ya! Cepat bagi sini kartunya, Setan! Pasti ini 21!" seru Dyna.


"Kata siapa?" tanya Ronnie lagi.


"Tentu saja aku! Kau sudah tuli ya?" bentak Dyna.


"Nih,"


Di hadapan Dyna, tersodor kartu bernilai 4 hati. "Hit." tambahnya. Kali ini yang muncul Jack sekop.


"Black Jack." goda Ronnie, tentu saja dengan aksen tenangnya. "Eh, maaf. Burst Jack."


"Anjing," jerit Dyna mengumpat.


Ronnie hanya memasang wajah tenang, dialihkannya perhatiannya menuju sang petani, "Mang Ujang bagaimana?" tanyanya.


"Err.. Split deh.." jawab Mang Ujang tidak yakin.


"Split?"


"Iya Split atuh."


"Permen Split, enaa..
"Ihh.. dasar pelit!"


"Kalian berdua, tolonglah" potong Dyna. Sayang, tidak ada MoU atas sponsor sekilas.


"Split ya, taruhannya jadi dobel dong. Jatuhnya bakal sakit sekali." celoteh Ronnie.


"Ng-nggak apa atuh..." ucap Mang Ujang sambil memisah dua as nya, memasang tambahan 10 chip lagi.


"9, jadi totalnya 20. Selamat ya," ujar Ronnie menyanjung. Mang Ujang cuma tersenyum lega. Kucuran keringatnya yang sudah mulai mengalir mulai mandek.


"Belum selesai lho mang," desah Ronnie memperingatkan, dilandasi dengan lemparan kartunya tepat mendarat di As sekop mang Uji. Jack hati. "Wah, beruntung sekali lagi Mang Ujang. Dapat 40 chip, yang sial malah saya. Haha.." ucap Ronnie. Mang Ujang senang bukan kepalang saat melihat kartu Ronnie hanya mencapai nilai 18.


JUMLAH CHIP

RONNIE STACCATO 35
MANG UJANG                       85
DYNA MIGHT                        30


Walau Ronnie mengalami rugi besar, tapi nada wajahnya tetap datar, tenang, seakan besok masih ada kesempatan untuk bertahan di turnamen ini sampai babak ketiga.


"Seru nih," ujarnya. "Silakan pasang taruhan lagi!"


"15!" seru Dyna, Mang Ujang pass. Yang jelas dia cari aman.


"Abang ini—atau Nona ya? Niat sekali mau menjatuhkan saya."


Dyna hanya terkekeh, dia amat yakin dengan taruhannya sekarang."Setan tidak boleh dibiarkan bebas kan? Di bulan ini."


"Wah, senang sekali melawan makhluk yang percaya diri. Sepertinya anda menarik sekali ya?" senyum di wajah datar Ronnie mulai terkembang. Sama seperti ketika seekor kucing berpas-pasan dengan seekor landak.


"Cepat beri kartunya!"

Dyna tersenyum asyik, sepertinya keberuntungannya kembali ke dirinya. "Split!" pekiknya.


"Oho, sial lagi nih. Tak apa, tak apa.." ucap Ronnie, langsung melempar dua kartu sekaligus ke arah Dyna, Jack hati dan Jack sekop, senyum Dyna terkembang penuh kemenangan. Yang menarik, wajah Ronnie tetap memancarkan kelanggaman. "Mari kita lihat apa isi yang tertutup ini."


Ronnie menggugah kartunya yang tertutup, 2 keriting. Ditambahi kartunya selembar lagi, 3 hati.


"Pasti bust." batin Dyna.


"Hehe, bagaimana ya?" desis Ronnie. Kini senyumnya tersungging.


"E-enam keriting.."


"t-ti—TIDAAAAAAAK!!!!!" jerit Dyna penuh kekesalan. Wajah Ronnie malah tetap tersenyum datar. Tidak seperti raut wajah Mang Ujang yang berubah bingung.


"Dyn, rasanya aku liat ada yang salah deh." sela Mang Ujang sebelum Ronnie meraup koin Dyna. "Bukannya tadi kartu-kartu itu udah di-dek yang udah kepake."


Ronnie hanya tersenyum datar, sementara Dyna yang tadi terus menjerit-jerit malah menatap muka bingung Mang Ujang saja.


"Akting kamu hebat, mungkin para pembaca, atau naratornya, ikut ketipu. Sekarang silahkan diledakkan, Dyna sayang." ucap Ronnie, berdiri lalu mencium kening Dyna.  Ucapannya langsung dibalas Dyna dengan sebuah bola energi kasat mata yang disepakkannya ke arah Mang Ujang. Melesatkan tubuhnya hingga terlempar. Suasana tadi tidak cukup gaduh sehingga augmentation milik Dyna hanya menjadi sebesar bola kasti. Namun itu sudah cukup untuk menggerus isi perut Mang Ujang.


"Aku mau main keluar dulu cari target baru," ucap Ronnie melambaikan tangannya. Sementara Dyna beranjak dari tempatnya. Berdiri di atas Mang Ujang.


"D-Dyn, k-kenapa.."


"Ish, jangan manja deh, Mang. Aslinya kita disini cuma mau jebak kamu. Kamu bakal tetep hidup kok, tinggal serahin koinmu ke mas Ronnie biar bisa gabung ke simbiosis saling untung.."


"Maksudnya?"


"Aku puasin Ronnie sama kamu, kamu dan Ronnie puasin aku. Sudah, biar para keroco-keroco di luar yang angkat kamu ke atas. Nanti biar kutelanjangi sendiri."


"A-aku nggak paham, Dyn."


Mang Ujang akhirnya pingsan. Dari balik dapur keluar 2 orang berkaos merah dan bercelana pendek yang kemudian menggotong tubuh Mang Ujang ke lantai atas. Melemparkannya ke sebuah kamar dengan kasur yang besar.


Tak usah menunggu waktu lama, Dyna Might. Pemuda yang gendernya tidak teridentifikasi, membeberkan rahasianya. Ternyata ada dua biji buah surgawi yang tergantung dibalik setelannya, yang sebelumnya tertekan oleh ketatnya kancingan setelan, membocorkan rahasia si cantik jelita Dyna yang otaknya sudah diacak-acak Ronnie dengan semprotan bibit-bibit yang belum diberi ruh.


"Pemanasan bentar sebelum makan sosis-sosis besar," ucapnya. Suaranya berubah dari suara pemuda cantik menjadi suara wanita sinting yang gila seks. Singlet putih Mang Ujang disobek, dilempar, dan dijadikan saksi kebejatan Dyna. Sayang ini belum waktunya berbuka puasa.


Di luar kedai, Ronnie yang sedang berburu mangsa dipermainkan takdirnya. Nampaknya benar dia menemukan mangsa yang membuat binar matanya bersinar.


Dihadapannya berdiri seorang gadis berkaos biru yang bertuliskan 'The Running Mama' menutupi tubuh moleknya yang agak tercoreng beberapa luka bakar.


Benar, hanya kaus itu yang menghiasi tubuhnya.


Entah kenapa, Ronnie seakan ditarik oleh sosok itu. Mengantarkan keduanya ke satu titik. Berdiri saling menatap.



[Pasal VII: Legacy and Dignity]



[Tata's Perspective]


Disini Tata, jatuh dari portal dan menimpa atap bedak pak tua yang ternyata seorang Camorrista. Tentu saja mudah menyadari sosok seorang mobster dari dandanannya yang serba hitam yang klimis dan necis. Tentunya dengan topi fedora hitam dan magasin mitraliur tommy di balik jasnya.


Untungnya, Pak tua itu tidak marah. Toh dagangannya tetap utuh. Tapi buat apa seorang mafia berdagang bakpia sementara ganja bisa diedarkan dengan mudahria?


"Bapak mafia? Lagi apa?"


"Eh, adek tahu? Emm.. gimana ya? Bapak lagi misi rahasia."


Bukan, dia bukan Camorrista yang sedang ber- camo.


"Misi rahasia apa sih pak? Mengintai musuh?" tanyaku pada beliau. Iya, ini Tata yang pakai aku.


{aku gantiin mau?}


Kamu bukannya masih lelah, Furaz?


{lelah apanya? sok tahu kamu!}


Sori, biar aku aja deh.


{oke deh, tapi kamu mau nggak pake gaya yang itu?}


Gaya yang mana?


{yang kek gini mba, entah kenapa aku merasa kita ini sedang dibaca oleh beberapa orang. Bahkan mereka bisa membaca pikiranku yang sedang membaca pikiran orang lain. Dan lagi mereka minta kamu buat ngomong aneh}


Mcem gni mz?


{iya, bisa nggak dipertahankan?}


ooo, tydac bisa...


Model begini sepertinya nyerempet gaya tutur seseorang yha? Saia coba dhe. Singkat cerita yang tadi itu ternyata bos mafia yang sedang asyik-asyiknya menikmati masa purwa. Tapi apadaya preman-preman gang TVRN rakus teritori. Sedangkan para mafia gaya Pronessa (mungkin kalian menyebutnya sebagai Italia. Di Verde, tempat Tata berasal, nggak ada yang namanya Italia.) sudah mulai loyo gara-gara bos mereka. Marlong "Brando" alih profesi jadi preman pensiun, masuk Islam dan mulai merawat bonsai disambi dengan jualan bakpia. Wilayah para mafia pun mulai ludes digerogoti oleh berandal-berandal bengal. Dan katanya malah baru-baru ini mereka mengangkat bos baru.


"Nak, kamu cantik ya." kata pak tua itu padaqu.


"I-iya bah,"


"Mirip almarhumah, aku kangen dengan dia, bambina anggun nan menggoda." ucapnya lirih. "Kamu mau nggak, kuangkat jadi anak?"


"E-ehhh, tapi saya kan peserta BoR bah!"


"Yang baru aja digembar-gemborin sama Tamon Ruu itu nak? Nggak apa kok. Asal tahu aja, Anak-anak saya, gadis semua, semuanya kerja di istana Tamon. Sayang mereka sudah tidak pernah balik lagi. Tapi bapak ikhlas, ketimbang mereka harus berkecimpung di air keruh macam bapak. Tapi, yang namanya bapak juga selalu kangen sama anak. Kamu bisa kan gantiin peran mereka malam ini saja? Bapak bayar pakai koin nanti."


"Koin? Koin apa bah?"


"Koin emas ini nak. Tadi bawahan bapak waktu dulu, yang sekarang udang ngegantiin bapak, bawa oleh-oleh bonsai langka. Di dahannya ada kantung isinya koin emas yang mirip sama yang bapak pegang ini 5 keping."


"Bisa liat nggak bah?"


"Iya nak. Sini ikut bapak, rumah bapak gak jauh dari sini kok."


Aq mengangguk setuju. Kuikuti langkah bapak tua yang pelan itu. Rumahnya hanya beberapa langkah dari kiosnya. Sebuah rumah kecil yang asri dengan halaman yang cukup luas untuk ukuran halaman yang diapit oleh bangunan-bangunan besar yang saling himpit. Benar saja, banyak pohon bonsai dari ukuran mini hingga monster di sana."


"Rumahnya bagus bah, elok"


"Rumah kecil ini bakal jadi rumah kamu malam ini, mungkin rumah ini sengaja nampak cantik buat kamu nak."


"Abah bisa aja."


Dari dalam rumah nampak seorang gadis sedang mengintip dari jendela, gadis itu lalu dipanggil oleh pak tua.


"Kenalin, ini pembantu saya Srytem." kata Abah.


"Salam kenal, Mbak ayu. Memang bener-bener mirip sama 4 bersaudara ya?" puji Srytem


"Salam kenal juga mbac,"


"Kenalannya cukup, tem. Sekarang bikinin kopi buat bapak."


"Mbaknya mau minum juga?"


"Teh daun yang daunnya masih utuh deh mbac,"


 "Oh, begitu. Ya sudah, nuwun sewu pak."


Srytem undur diri.


"Ikut bapak sini, katanya mau lihat bonsai baru bapak?"


"Iya bah,"


Qu ikuti lagi pak tua ini masuk ke dalam rumah, walau kelihatan mungil dari luar, ternyata bagian dalamnya cukup luas. Cukup luas sampai rumah ini punya taman di dalam rumah. Dihiasi oleh air mancur dan beberapa kolam. Di ujungnya ada sebuah kursi. Kursi taman. Ada kaki jenjang dengan tubuh pohon di atasnya.


Ya, itu Ananda.


"Keknya saya kenal deh, bisa saya sentuh nggak, bah?"


"Silakan nak,"


"Nda, masih bangun?"


Tidak ada respon.


Oh sori, subtitelnya masih dinonaktifin.


uhuhuhu.. malang nian nasibku


"Cup, cup, cup Nanda, jangan nangis, kan kamu nggak bisa, btw, uangmu aku ambil ya?"


bungchud kamu tata, uhuhuhu, gara-gara maid brengsek itu aku jadi gini


"Maid siapa?"


Vane, yang dulu nganterin kita


"Nggak kenal tuh aku, dulu yang nganter aku namanya Vani kok"


Oh iya katanya memori kita pas babak prelim beda ya, uhuhu, yauda deh, lanjutin babak pertama sana, nanti kubales di babak kedua, lagian ngapain kamu sok akrab ke aku? tata yang kukenal dulu anaknya lebih baek dan cantik ketimbang kamu!


"Huh, judes!"


Biarlah si pohon itu dirawat oleh bapak yang baik ini, eh, aku juga diangkat jadi anak sih.


"Udah selesai lihat-lihatnya nak?" kata pria itu, "iya, bagus pak, jarang-jarang ada pohon bonsai macem gini. Pasti inangnya gede banget."


"Jadi, gimana? Mau temani saya malam ini saja?"


"Temani apa pak? Di kamar?"


"?"


"Nggak, nggak kok,"


Pria itu lalu mengajakku keluar, menyuruhku untuk memijatkan lengannya yang mengendur. Ditemani kopi, teh dan sepiring pie buah, qmi bicara banyak hal, mulai dari asalku berada sampai usaha yang di jalankan pria itu. Pria ini sebenarnya benar-benar baik. Di mataku mafia itu memang tidak terlalu buruk, di tempat asalku tinggal ada Beatnix Family yang melindungi wilayah Svorstlir dari serangan koloni Soviar. Bahkan Raja Altea yang sekarang konon pernah menempa dirinya bersama gerombolan bandit.


Bincang-bincang kami tiba-tiba dipotong oleh kedatangan seorang pria berbaju merah muda yang kelihatan tergopoh-gopoh.


Err.. maaf aku nggak tahan berbicara pakai qu, qmu ato dya.


{nggak papa kok, lanjutin aja. Mau kugantiin? Aku nggak maksa sih.}


Nggak apa kok udah asik begini.


Ehem, lalu. Pria itu tanpa memperhatikan unggah-ungguh langsung menghadap ke arah kami.


"Tuan besar, bos besar tengah diserang oleh sesosok wanita yang kuat, kami tak tahu siapa dia tapi dia sedang mengarah ke—"


Pria itu berhenti berucap, lalu rubuh. Di punggungnya tertancap pisau dan garpu perak. Dari arah lemparannya terlihat seorang wanita bercelemek yang membawa pistol.


"Angkat tangan kalian! Bad person! Kalian semua mustinya die di neraka!"


"Tunggu- tunggu nyonya, ada perlu apa anda kemari?


"You! Siapa namamu? Aku seperti penah melihatmu di suatu tempat."


"Panggil saya, Fatha a` lir. Ada apa gerangan nyonya ini memberangus sembarangan ke sini."


"Ough, sembarangan ya? Kamu tidak tahu kalau all of those black-suited feelas is mafia! Aku, Mima Shiki, mantan anggota SWAT dan seorang yang tidak tahan atas kejahatan akan menjudge kalian! Kamu termasuk jikalau kamu berasosiasi sama mereka." 


Sebelum tendangan Mima sampai ke lenganku. Dari bangunan sebelah keluar sebuah peluru yang dengan mudahnya kami sadari.


"Cih! Shooter gak jago!" seru Mima yang sebelumnya sudah melempar balik sebuah tusuk gigi yang sebelumnya tergeletak di jalan. Dari arah peluru berasal tadi terdengar suara pria tertekik.


"Nah, sampai dimana urusan kita ta—"


Sepertinya itu yang diucapkan Mima setelah menyadari aku melarikan diri bersama pak tua. Semoga rumah kecil ini benar-benar bisa jadi benteng yang kuat.



[Mima's Perspectives]



Anak itu run away, si Redhead kurus yang sepertinya sudah didoktrin oleh bangsat-bangsat itu. Aku tidak paham mengapa ibu rumah tangga seperti aku menjadi pembela kebenaran begini. Ah, mungkin line nya seperti itu. Seorang yang multitasking harus bisa menjaga kedamaian dan keajegan dalam tempo yang bersamaan.


Sepertinya mereka lari ke arah east. Semoga sepatuku masih bisa resist.


Setidaknya 40 pria keluar dari building tempat si Redhead masuk. Mereka bersenjatakan lengkap. Mungkin mereka termasuk elit di gerombolan itu, tidak ada dari mereka yang membawa senjata kurang dari 3 pucuk. Semoga tendangan equilibrium ku masih setajam dulu.


Ternyata kakiku masih lumayan powerful untuk mengampak seorang pria botak besar yang merangsek ke arahku. Menghilangkan kesadarannya. Di belakangnya sudah berlari 3 person yang bersenjatakan pisau. Tentu saja yang kupakai hanyalah sebilah pisau ace F1 ini. Tapi sepertinya itu tidak perlu, karena tangan-tanganku sudah dibimbing ilmu martial art-ku untuk membuat mereka menusukkan pisau mereka ke tubuhnya masing-masing. Maksudku, c'mon, celah mereka terlalu terbuka.


Tidak sampai disitu, mereka belum give up. Salah seorangnya melompat menyerangku dengan pisau yang disembunyikannya di kaus kakinya. Sebelum mengenaiku, aku menanduk kepalanya dan menonjok abdomennya dengan lututku. Lalu menendangnya jauh-jauh.


Dan lagi belum selesai. Akhirnya pria-pria itu rushing ke aku secara bersamaan. Peluru mereka maksudnya. Aku hanya bisa melompat menghindar dan memakai tubuh pria botak yang kubantam dengan kakiku tadi untuk berlindung. Belum sampai disitu aku memanfaatkan jasadnya. Di balik jasnya dia menyimpan sepucuk mitraliur dengan 2 buah magasin. Aku melubangi his back dengan pisauku dan memakai tubuh itu sebagai perisai. SMG nya tentu saja kurebut dan kupakai untuk shoot em all


Tentu saja meat shield itu tidak bertahan lama. Dia sudah jadi sarang lebah sekarang. Di arah barat mendadak terparkir sebuah mobil van, tentu saja di dalamnya ada anggota mafia yang sudah didaulat untuk membantu. Aku mencoba berlari ke arah van itu. Menembaki mereka sebelum mereka yang menembakku. Ku buang perisai berat yang memperlambatku dan masuklah aku di ke dalam Van.


You know, radio mobil bisa dialihfungsikan jadi bom berdaya ledak sedang. Hanya tinggal mengalihkan daya listriknya ke sana. Mengubah susunan kabel dan voila!


#YOLO (walau kudengar kita bisa revive kalau meninggal di BoR ini)


Van itu exploding setelah aku melompat sebelum aku menabrakkannya ke arah rumah. Menghempaskan pria-pria yang berhasil menghindari kebutanku.


Aku menghampiri mereka yang selamat, di antara mereka terdapat seorang pemuda yang cukup good looking. Sayang kulit di sekitar matanya sobek tertoreh fragment yang hancur karena ledakan tadi.


"Fine man, siapa namamu. Kenapa kamu jadi mafia? Aku tidak melihat killing intent di matamu tadi."


"A-aku.. urghh.. dijual orang tuaku untuk melunasi hutang mereka.."


"Oh, poor man. Sudahlah, berhentilah jadi mafia, sini kemarikan your hand."


Aku menyisihkan satu dari lima my coin padanya.


"Go home! Rawat lukamu dan jangan jadi penjahat."


"Te-terima kasih nyonya!" dia berlari menjauh. Sepertinya benar-benar go home.


Kini di hadapanku terbuka sebuah hole yang menganga di tembok rumah tempat si Redhead dan bos mafia itu kabur. Saat aku memasuki rumah itu. Kulihat gadis bertopi weird itu sudah menungguku sambil duduk di sofa yang dipenuhi pecahan kaca dan kayu. Entah mengapa wanita itu tidak terluka.


"hmm. bakalan 1 v 1 kan, sudah kuduga." keluhnya sambil menahan her chin dengan punggung tangannya.  "Bu Mima Shiki Reid, bolehkah saya minta koin anda yang tersisa? Seorang ibu rumah tangga seharusnya menunggu suaminya pulang. Bukannya kelayapan menghajar suami orang." tambahnya.


"T-tapi, aku kesini dikirim oleh suami dan ayahku, lagipula kamu sudah married?"


"Blom, hhe"


"Jah, never! Aku tidak akan menyerahkan my coin pada peserta lain. Justru aku yang akan merebut your coins."


"Silakan, tapi sebelumnya akan kuberi bonus dulu." serpihan kaca dan material lain yang ada di sofa tempatnya duduk suddenly menerjangku. Refleks aku menyilangkan tanganku untuk protecting tubuhku. Fragmen yang melesat tadi cuma menyayat jaket dan pipiku. Untung saja tidak ada bagian vitalku yang terkena.


Ternyata sofanya ikut terlempar.


Sekali lagi refleks, my body melancarkan kayangan. Benda berat itu terlempar keluar. Dari luar aku mendengar Fatha berteriak memanggilku. Aku melihatnya tengah duduk di dekat mayat pria besar yang kupakai menjadi meat shield tadi."


"Astaga, brutal sekali. Kau tahu, pria ini tadi membuatkanku pie buah penuh berry. tega sekali anda membunuh seorang pembuat pie buah yang tersenyum ketika buatannya dilalap habis."


"Itu jalan yang mereka pilih, a villain will never get a nice deathbed."


"Yah, menurutku jadi penjahat lebih baik ketimbang pembantai,"


"Sebenarnya ucapanmu true, hanya saja hanya penjahatlah yang bisa melahirkan seorang serial killer."


"Itu berarti orang tuamu adalah penjahat!"


"Diam! Mercenary bukan sekumpulan evil-doer!."


"..."


"Kenapa diam?"


"Kau yang menyuruhku kan?"


"Kalau begitu serahkan your coins!"


"Tidak akan, dasar kau pemeras!" ucapnya. Lalu menembakkan pistol yang disusupkannya di sakunya. Luckily presisinya tidak bagus. Kubalas tembakannya dengan mitraliur yang tadi kugenggam, pelurunya empty.


"Nyerah?" kata Fatha.


"Nyerah gimana? Yang kupakai ini bukan primary weapon kok." lalu kulemparkan 3 buah garpuku padanya.


"Ah! Mati aku!!"


... begitu ucapnya setelah menepis lemparanku dengan pedangnya yang aneh. Dia menguntir-untir pedangnya seperti hendak melemparnya. Lalu menggenggamnya dan memasang kuda-kuda.


"Senjata lemparmu sudah habis, Bu Mima, silahkan keluarkan senjatamu yang terakhir. Yang tadi kau sembunyikan terus di sarungnya."


That girl sepertinya memaksaku memakai pisau ini. Baiklah, akan kuladeni her request.


Kami saling mendekat. Hendak one by one. Tidak chatting, hanya saling staring. Sambil pasang stance tentunya.


Yang kupelajari darinya, sepertinya gadis itu neglected bahunya. Fokus kuda-kudanya hanya melindungi bagian vital. Tanpa menyadari bahwa dari bahu bisa direct ke jantung. Tak usah menunggu waktu lama dan... hop.


Gadis itu benar-benar merencanakannya, entah bagaimana dia bisa mengendorkan bahunya sehingga tusukanku meleset dan sebagai aksi counter nya dia menamparku hingga badanku terpental.


Sial, tamparannya sakit sekali. Tapi badanku belum terjerembab. Dengan skimming kudekati dia, kutendang badannya walau sempat ditahannya. Mementalkannya, tidak cukup jauh. Dia cukup cautious pada seranganku. Aku tidak akan terkecoh lagi dengan titik buta yang dijadikannya bait tadi.


Sial! Gadis ini benar-benar tanpa gap, mungkin hanya serangan brutal tanpa pandang yang bisa melukainya. Tapi bagaimana ini, tenagaku mulai melemah dan instingku menumpul.


Oh iya! Ada cara itu.


Aku menerjangnya, tubuh gadis itu terlempar. Sepertinya hantaman body tadi cukup berat. Dia benar-benar tidak menerka tindakanku yang reckless, sebelum terlempar jauh aku sempat menendang badannya. Sempat terlihat. Ya, dia menjadikan kantung tempat koinnya menjadi kalung dan mengenakannya.


Tendangan demi tendangan brutal kulesatkan ke badannya. Sepertinya dia mulai cornered. Sayang belum ada bagian tulangnya yang patah. Hanya saja tubuhnya sudah mulai lemas. Sebagai pengakhir, aku melancarkan tinjuku ke arah dadanya. Tepat ke arah rusuknya, aku rasa ini cukup kuat sampai bisa merobek bajunya. Sekaligus merampas kantong koin yang digantungkannya di leher. Dia akhirnya terjungkal. This is my bust!!


"Ugh, sudah cukup?"


Begitu ucapnya padaku. Sambil standing dengan sempoyongan. Samar-samar aku merasa ada yang changed pada dirinya.


Ah, auranya kini berubah. Wajahnya malah tersenyum kalem seakan lebam di tubuhnya sudah tidak utuh alias kembali sembuh. Wait, makin lama makin putih?


"Daun teh Despera, obat yang bila dikunyah selama 20 menit secara pasif akan menyembuhkan luka dalam secara perlahan. Kau tahu Bu Mima, sejak kita bertatap muka, bukan, sejak anda masuk ke Despera Back Alley ini, anda sudah tidak punya harapan menang."


"Tidak punya harapan apa? Aku bahkan sudah merebut koi—tunggu, apa ini?" kulihat dari kantong itu hanya sekeping koin perak dan bubuk aneh berwarna hita—


Tunggu, kenapa ini. Badanku serasa mengambang. Aku bahkan bisa melihat Fatha, yang kelihatannya telah melakukan sebuah tebasan vertikal dari tempatnya berdiri malah mundur menjauhiku, No! Aku yang menjauhinya. Badanku sekarang menghantam lampu jalanan hingga memantulkanku jatuh ke tanah. Sangat hard sampai aku mendengar bunyi benda patah.


Badanku ngilu, tak bisa digerakkan. Rasanya tulang punggungku patah. Aku bahkan tidak bisa melihat punggung kakiku. Aku mulai merasa flow of blood dari jantungku mengalir deras ke arah otakku. Awalnya hanya batuk darah yang tidak biasa, namun sepertinya lubang hidung dan telingaku mulai merasa panas.


Fatha berdiri di depanku. Mengangkat tubuhku dengan susah payah dan menyeret tubuhku masuk ke dalam gang di antara dua bangunan yang berada di depan rumah bos mafia itu. Bersamaan dengan diseretnya tubuhku yang bengkok nyaris membentuk bidang siku-siku, darah mulai menggumpal mulai melumuri dinding-dinding mulutku. Setelah kami berdua berada di ujung gang yang hanya diterangi oleh kawanan firefly, Fatha merebahkan dan melepaskan kausku. Sepertinya Fatha akan segera mengakhiri ini dengan pedangnya.


Hnghhph!!


W-why, she'd kissed me.. Memaksaku menelan something. Something yang cukup bitter.


"Bu Mima, jika anda masih ingin hidup terus kunyah apa yang barusan kusuapkan ke mulut anda. Jika tidak, maka silakan ludahkan apa yang kuberi tadi. Oh, iya. Karena bajuku cukup rusak karena tendanganmu tadi. Aku minta baju dan uangmu yah. Sebagai gantinya akan kuberikan jubahku ini." begitu she said. Lalu menyelimutiku dengan jubahnya dan meninggalkan topinya yang weird di dekatku. "Kalau itu pakai saja sebagai penghangat kepala, malam ini dingin. Setidaknya aku juga ingin memperlakukan mereka yang di luar sama seperti anda. Sayang, mereka lebih sial."


Rasanya annoying, ingin sekali ku-spit sesuatu yang dimasukkannya ke mulutku. Namun aku cuma bisa mengunyah.


Dari luar gang entah kenapa terdengar suara ledakan. What happened?



[Pasal VIII: Fatal Attraction]




Aku tak percaya apa yang kulihat tadi. Mayat di depan rumah bertambah banyak. Sepertinya baru saja terjadi pertempuran di sini. Aku juga melihat beberapa pria yang memakai kaus bergaris warna-warni dan bermacam corak lainnya tergeletak kosong di lantai batu. Di dalam rumah juga begitu,lebih banyak jumlah mayat berkaos robek dan berpakaian non-mafiah yang terbujur di lantai, tak jarang juga yang masih hidup dan menggeliat berusaha melarikan diri.


Aku masuk ke taman di dalam rumah. Situasinya benar-benar kacau. Srytem yang tadi menyuguhiku dengan secangkir teh kini tengkurap di lantai. Bola matanya menyembul keluar. Ananda, ditebang.


Tapi aku menemukan sosok yang kucari, Abah Marlong! Badannya yang tambun terjerembab menghadap tembok. Telunjuknya yang nyaris putus menunjuk ke sebuah celah di ubin tembok. Kubongkar ubin yang menempel di tembok itu. Di dalamnya hanya ada plesteran. Tapi mungkin bukan itu yang dimaksud abah, melainkan sepucuk surat yang mendarat setelah aku menarik ubin itu hingga lepas.


                                                                                                5ash0kci172hsbk


                                                                        untuk putriku, Vana, Vane, Vani, & Vano
                                                                                                                                   
& Fa Voni


Oke, ini bukan saatnya berkata 'kenapa bukan Vanu'. Ada beberapa nama yang kukenal di kertas itu. Yang pasti akan kusampaikan pesan ini begitu aku menemuinya. Rasanya berat meninggalkan tempat ini. Walau sebentar, aku sempat merasakan kehangatan keluarga yang entah mengapa di saat ini kurindukan.


Aku keluar dari rumah ini. Di depan rumah ada sebuah motor yang masih hidup. Sementara pengendaranya sepertinya sudah terlempar jauh.



****************************************************************************************************************************


Sialan, motor itu benaran rusak. Tiba-tiba saja motor itu membara dan membakar celanaku. Malunya, untung baju Bu Mima kebesaran buat badanku.  Tapi yang jelas aku malu sekali hanya mengenakan selembar baju berlengan panjang ini. Mau beli celana pun tempat ini terlanjur sepi.


Eh, ada seorang pria yang kelihatannya baru saja keluar dari sebuah bangunan yang mirip bar. Lumayan ganteng.


Hngh.. kita saling bertatapan. Matanya hijau lucu. Mukanya juga memerah. Lalu kembali masuk ke dalam bangunan itu.


Siapa ya dia?


Pria itu keluar lagi dari bar. Jasnya lebih rapi daripada yang tadi. Topinya juga. Badanku seakan tertarik untuk mendekatinya.


"Err.. hae mz."


"Eh.. yha mba."


"Mz ganteng,"


"Mba juga,"


"Aq g ganteng!"


"eh, sori.. saya agak pusing mba,"


"Kenapa mz?"


"Ini bulan puasa, saya setan mba, lagi dikekang,"


"Beneran mz?"


"Bercanda ko mba, mbanya chantique."


"Hihi, mqasi mz gantenq."


"Mba nya mau ngpain ke sini, hhe."


"Itu mz, cari musuh babak pertama BoR hhe."


"Ah sayang mba, padahal mba cantiq. Ternyata kita lawan. Nama saya Ronnie mba. Pembantai OC."


Rasa ini. Rasanya sakit. Kenapa penulis kok tega nyingkat gini, apa gara-gara ngebut ditekan deadline?  hati ini jadi perih?


"Damai aja bisa nggak mba? Mba kasih wang mba, terus kita meniqa."


"Hhe, hiks.. tapi mz. aku juga maw menang."


"Yawda, saling bantay yha?"


"Okedhe,"


{kamu kenapa sih Ta, kok balik jadi aneh gitu? Nggak ada yang nyuruh lho!}


Nggak tahu, tadi katanya aku harus ngomong gitu kan?


{ya nggak sekacau gitu lah! Tapi serius, ini ada bug atau apa ya? Tapi semua di sekitar kamu dan pria itu tadi juga ngomongnya seperti itu. Si Tamon pasti lagi serem.}


Kamu kenal Tamon?


{enggak, cuma asal tahu saja}


Lha terus, ini gimana?


{Err.. gak tau, dia kelihatan kuat banget, bukan orang juga.}


Kamu tahu?


{Enggak, cuman sok tahu aja, dah ah hadepin dia sana.}


Enggak begitu sih, baiklah. Ayo lawan dia, YEAAART!!



*************************************************************************************


Err.. Ini Furaz di studi—maaf, maksudnya disarungkan. Duel Tata lawan Ronnie sudah selesai. Setelah saling tatap-menatap, mereka adu pukul dan akhirnya bam, Tata kalah, tapi uang milik Ronnie dihibahkan ke Tata, untuk maskawin katanya.


"Bagaimana Tata, masih sakit?" kata Ronnie lembut.


"Sakit, hiks. Kamu jahat~" ungkap Tata merajuk setengah manja.


"Maafin lah, aku begitu karena kamu kuat,"


"Kyuun~, kamu bisa aja deh,"


"Iya bener, malam ini kita seneng-senengin ya?"


"Yee.. Sampe ronde ke 3 baru eliminasi ya?"


Mereka asyik berbincang layaknya pengantin baru. Entah bagaimana baku hantam yang tadi terlupakan begitu saja, seakan di-skip oleh penulis. Siapa penulisnya? Tuhankah? Tidak tahu, hanya Tuhan dan pembaca yang tahu.


... atau, judul di header –ya ,yang di atas paragraf pertama itu—mungkin tahu.

Saat keduanya hendak masuk ke kamar, mereka dikagetkan dengan sesosok gadis yang badannya hanya dibalut oleh udara, nampaknya sedang menunggu sesuatu.


"Eh, udah ba—" ucapannya terhenti ketika melihat Tata yang dibopong, "Serius nih Ron, mau threesome?"


 "Nggak, kamu keluar sekarang." balas Ronnie dingin.


"M-Maksudnya?" ucap Dyna dengan raut wajah terkejut.


Ronnie tetap dingin, hanya saja kali ini dia menyisipka n senyuman di raut wajahnya.


"Kita kan udah main tadi, sampai aku bosen sama kamu."


"E-e..e... emang bajingan kamu..."


"Yang bajingan itu kamu pelacur! Mana Mang Ujang? Udah kamu sikat sendiri kan!?"


"Kupikir kamu nggak mau main ama dia!?"


"Aku emang nggak homo kok!"


"....Mati kau!" jerit Dyna. Ronnie yang dari tadi membopong Tata menghindar dari suatu gelombang yang cukup padat.


Ronnie bergerak dengan cepat menghindari serangan Dyna. Dyna yang tak dapat mengontrol emosinya terus menyerang dengan serangan Auradionya.


....sampai akhirnya dia berhenti. Benar-benar berhenti. Badannya ambruk ke tanah. Tak bernafas.


"Fyuh, sudah kuduga akan berakhir seperti i—". "!!!"


Tata menusuk punggung Ronnie dari belakang. Dengan pedangnya. Sampai menembus ke depan.


"Ugh, ma- manusia b-bakal mati kalau dibunuh."


"Benar,"


"Alasan?"


"Kamu yang nyuruh berandal-berandal buat bunuh Abah Marlong kan?"


"Cih, emang ide ngambil alih kepemimpinan gerombolan cecunguk itu ide goblok yah," 


Ronnie rubuh.


"Kamu udah mati, Ronnie?"


"Belum, cuma udah nggak kuat berdiri."


"Oh iya, boleh nggak aku bercanda,"


"Silakan,"


"Jangan benci aku yah.. Balas dendam itu nggak baik."


"Nggak lucu ih, tapi buat apa sih balas dendam ke kamu? Toh dendammu *uhuk*  juga dendamku. Ini, penebusan—"


"Sudah Ronnie, jangan bicara lagi."


"Nggak apa, toh kita nanti bakal hidup lagi. Yah, makasih Tata, aku 'uhuk akhirnya bisa ngerasakan matinya manusia. Oh iya, Tata, sebenarnya koinku tinggal satu. Ambil koinku di dasiku. *Uhuk* kita jumpa lagi nanti."


"Baiklah, pantas saja.. *hiks* babak ini tidak selesai-selesai..."


"....."


"Ya Ronnie, Ronnie! Ronnie!!"

Tata tak bisa menahan air matanya lagi. Dia nyaris kehilangan suara. Namun apa yang bisa dia perbuat?


Di saat itulah muncul sebuah portal di udara, dari sana keluar seorang maid yang hendak menjemputnya.


"Selamat Fatha a` Lir, kamu lolos instan dari babak R1."


"Oh, hiks, hai Vani, Ronnie juga akan lolos kan?"


"Tentu saja, nggak ada yang gak lolos di babak ini kok."


"Hiks, syukurlah, Oh, iya.. kamu jangan bersedih ya."


"Memang kenapa?"


"Pak Marlong hari ini sudah tiada."


"E- Eh, Marlong yang jualan ikan kan... bu- bukan Marlong yang jualan bakpia."


"Ta-tapi, beliau masih bisa dibangkitkan kayak peserta kan? ya?"


"Ti—tidak bisa!! Papaaa!"


Tirai babak pertama ditutup dengan tangisan pilu si maid, kertas dengan kode yang dibawa Tata tadi digenggamnya dengan erat. Siapa tahu dari hal sepele yang diberi oleh NPC bisa berakibat besar bagi jalannya permainan? Ya, siapa yang tahu?





[Epilogue]


"Hmm.. hmm.. asyiknya mengacau di tim E. Ehh...

MEREKA BELUM BAYAR WJK YANG TADI KAN??!

Rugi tiga botol deh, hiks.. Tak apa lah, yang penting semuanya sudah according to the keikakus."

Pria tadi, ya, pria bertudung yang membawa WJK, kini hilang ditelan keramaian pasar malam Despera.


23 comments:

  1. Bungchud kamu Manya

    Kalo entri saya 'entri Ronnie yang diperpanjang dan diperdalam', entrimu ini 'entri Dyna yang lompat ke jurang kehancuran kaidah'

    Beneran nista lah semuanya, apa ini breaking 4th wall seenak udel, ga ada konsistensi narasi, terutama bahasa Mima sama Tata itu sengaja sekali

    Sialnya ini fitting. Baik buat karakter entri Tata sejak dari prelim maupun secara setting

    Saya mau kasih 10 tapi karena ngerasa beberapa titik kayak terilhami atau copycat dari entri saya jadi minus 1 ah

    Dari saya 9

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh sial ketahu--

      bagaimana lagi saya dijepit jadwal... T, T

      ampun kak Sam kembalikan 1 saya TT o TT

      Delete
  2. yee pertamax!
    well, kalau mau dibilang rapi ngga bisa juga sih. Impresi saya di sini entrynya berantakan. Saya quot kata sam: "Makanya jangan deadliner". Minusnya di situ, sehingga cerita jadi bertempo cepat di tengah sampai akhir, udah gitu minim deskripsi, narasi, tetek bengek.
    Segi penceritaan stylenya udah mulai keciri, mirip2 adhit gitu, dan lumayan bisa diikuti walau saya ga ngerti beberapa referensi yg dipake. Anyway, not bad lah untuk dibaca.
    Nope, saya ga akan komen kebejatan dan kerusakan entry ini karena tim E semua rusak wkwkwkwk, tp ga tau deh kalo ada feminis yg ga suka.
    So, jadi, sehingga...

    Skor: 7

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. parah si sam...jadi keduax gara2 keduluan 30 detikan

      Delete
    2. hhe..

      Adhit itu seperti virus...

      Saya sudah terkontaminasi, lari dari sini...

      Delete
  3. main kartu lagi buat yg ketiga kalinya ._.

    komposisi takaran dialog narasi hampir berimbang tapi condong ke dialog. jadi gak mbosenin

    bener kata Sam, pas saya baca kok berasa ada yang sama. mungkin cuma perasaan saya sih.

    8 dulu dari om Nobuhisa

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenernya saya tipe yang prefer balance antara dialog dan deskripsi.. tapi sialan... ahh makasih sudah mampir om~

      Delete
  4. Aiiiihhh, nasibmu, Mang Ujang. Di entri Bu Mima & Dyna kena sodor, di sini diperkosa XD

    Entri Tata kali ini lebih sederhana di banding waktu prelim kemarin. Narasinya masih tetep lucu tapi, ampe bisa ngobrol ama Authornya segala. Mungkin ini salah satu skill Tata yang tersembunyi XD

    Yang aku suka dari entri Tata itu, masing2 OC dapet banget karakternya. Terlebih Bu Mima yang dapet spot pov 1. Campuran inggris indo nya kek fusion antara Cinta Laura & Vicky Prasetyo :v

    Nilai 9/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. OC : Mang Ujang

      Duh lupa mulu ngasih nama oc.

      Delete
    2. ini bukan sederhana biasa, ini SEDERHANA tingkat lanjut.

      btw makasih sudah diperko-- dikomentari entry saya mang Ujang.. <3

      Delete
  5. Mangtan Ujangku diperkosa (hore! hore!) sama tiga orang pria homosek-

    BANGSAT KAMU MANYA GITU RUPANYA AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHH

    A N J I R WTF LAH GW BARU NYADAR

    Oke hurricanes of cheap humor emang soft spot saya, jadi praktis teknis langsung dapat free pass dari saya dengan ganti analisa tiap lawak garing yang ditaro.

    >Batman Jokes
    >Mima Prasetyo
    >BUG Narasi Pembantai merambah dan menular. Lebih elaborate dari entri Ronnie.
    >Marlon Brando Masuk Islam adalah Hoax
    >YEEART
    >Manusia mati kalau dibunuh
    >Preman Pensiun
    >Bonsai Ananda
    >Handphone gw
    >Permen Split tay kamu manya


    ADUH MASIH GA HABIS PIKIR INI ENTRI BISA MASUKIN THE TITITS

    10/10, bukan atas pesan Ronnie Staccato yang terbelenggu, tapi Adrienne Marsh yang lucu.

    I can't live without garuk-garuk tytyd. Tay kamu manya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hhe, mama minta permen split

      makasih yha mz udha jadi ilham <3

      WOT 10 DARI NYASU OH hatiku tak kuasa......

      Delete
  6. Anjaaaaaaayyy

    Karena bulan puasa saya ga boleh maki2. Ya, saya jengkel karena ini entry mind blowing

    Apa2an scene the raid,
    apa2an scene handphone
    Apa2an scene homo

    Tapi ini sama ancurnya sama entry grup e yang lain. Ancur tapi seger..


    Cuma saya ga suka sama adegan homonya dyna dan mang ujang dan ada beberapa percakapan yang saya ga tau siapa yg ngomong.


    Btw ada vicky prasetyo ya? -dikeplak mima-

    Daaaan... tata tau darimana kalau g ada eliminasi? XD

    Titip 8 ehe.
    ehe ehe ehe

    Hhe
    Kartu...


    Dee
    [Oc : kazuki tsukishiro]

    ReplyDelete
    Replies
    1. hhe kalau tidak berpuasa silakan bermaki2 ria hhe..

      makasih buat komenannya kak Dee ^ o ^

      Delete
  7. what the heck, itu trio kwek-kwek pada maen kelereng?
    XD

    Ini entry ngocol, suasana yang dibangun serasa koplak, dengan dialog yang gak kalah semprul
    XD


    ["Aku puasin Ronnie sama kamu, kamu dan Ronnie puasin aku. Sudah, biar para keroco-keroco di luar yang angkat kamu ke atas. Nanti biar kutelanjangi sendiri."]

    ANJIR, INI APA!?
    X'D

    Adegan selanjutnya malah H-scene, dan yesh! Dyna ternyata cewek!
    XD



    [{yang kek gini mba, entah kenapa aku merasa kita ini sedang dibaca oleh beberapa orang. Bahkan mereka bisa membaca pikiranku yang sedang membaca pikiran orang lain. Dan lagi mereka minta kamu buat ngomong aneh}]


    Mecahin dinding keempatnya epic!
    X'D


    Si Ananda ya ampuuun.... malang nian nasibmu nak, di entry mana pun kau selalu sial. Di entry nyasu kau dibakar, di sini, kau dijadikan bonsai.
    XD


    Saya baca petualangan Tata dibawa ke rumah ini jadi doki-doki loh, ngarep adegan H lainnya walau sedang berpuasa. :'>


    lanjut ke petualangan Mima,

    Ini style narasi tiap PoV emang sengaja dibikin beda ya? si Mima lebih banyak pake istilah english nih, bikin saya senyum-senyum juga. :p

    Pas interaksi sama Ronnie, style nulis si Nyasu langsung datang menyerang. wakakakakakak :D

    Dan demi apa, mereka menikah, wakakakakaak
    XD

    Si Dyna udah dipake sampe lemes, terus dikhianatin gitu aja aduuuh...

    "People die when they are killed" quote is never die
    XD


    anjir lah, ini entry paling somplak yang pernah saya baca. Jauh melebihi kekacauan di entry si Nyasu.

    point 10... dua puluh kalo bisa!

    X'D

    OC : Sanelia Nur Fiani

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Maaf kalo bahasanya gini ya ....

    Hmm, karena baca punya entry Dyna ma Ronnie, plus penasaran sama Mba Manya, jailah saya dateng ke sini. Hehe XD

    Tapi pas saya baca kok, ehmm ... gimana ya? Kesannya campur aduk yg aneh. Di bagian pertengahan saya kaya rada miss. Dan ada kesan ... ini lagi ikut BoR atau nulis novel SoF yg ada nuansa berengseknya (bingung deh jelasinnya)? Ya, maafin saya yg kurang fun ini. Tp serius, byk lawakan (atau keliatannya niatnya gitu) yang saya gak ngerti maksudnya. Dan alurnya berantakan. Beberapa adegan rada vulgar, jujur saya gak suka yg begini.

    Dan Mima itu aneh bahasanya. Maksa gitu. Bener kata komeng2 di atas ... kaya Vicky Prasetyo. Pilihan kata terjemahannya kurang enak. Giliran yg sepele malah diinggrisin XD

    Hmm ... bingung mau ngasih berapa, nih.

    Yaudah deh 8 dulu ya ^_^

    OC: Ahran

    ReplyDelete
  10. Halo Mbak Manya, ini pertama kalinya saya mampir di entri mbak hehehe.

    Pacenya kecepetan ya? Tapi di beberapa tempat lambat juga IMO (yang poker, eh tapi ga juga sih. Eh bingung saya #abaikan). Perpindahan sudut pandang di sini agak ngebingungin saya, tapi saya tetep suka sih. Komedinya ada yang dapet banget, tapi ada yang miss juga. Ah ya, dialog juga. Kadang saya bingung ini siapa yang lagi ngomong, dan ngomongin apa, tapi mungkin ini cuma saya aja yang belet kali ya hhe

    Terus pas Dyna mati saya agak bingung: kok bisa? Apa saya ngelewatin sesuatu? Kok dia tiba-tiba jatuh gitu?

    Btw, saya cenderung suka battle yang komedi gini sih daripada yang serius banget. Walau EyD-nya masih bisa dibenerin sih kayaknya

    Poin utama battle ini komedi dan breaking 4th wallnya. Poin saya... let's see. 8 saja deh~

    ReplyDelete
  11. AHAHAHAHA ANJIR SARITEM AHAHAHAHAAH

    ReplyDelete
  12. Mbajret mania

    [cries in Sawahili]

    Si mang ujang ngeblend gitu pas maen judi. Bab pake pasal2 macam UUD aja. Baca ini secara overall bikin saya berekspresi layaknya avatar tahilalats.

    Anjaaaaayy

    Si Ananda di awal bisa bingung juga cara ngomongnya, dia dewa atau apaaa hahahaha. subtitelnya pake lupa dinyalain pula. Terus, "cara bicara kayak gini kayak niru seseorang" dan breaking the 4th "nanti pembaca atau narator jadi ketipu": FULL META PANIC

    Mima codeswitching di sana-sini, bule abis. Ada hint pria ber-WJK di akhirnya ya, hihi. Jail banget.

    Also, Srytem. Temen saya bahkan ada yg bikin band namanya Skarhythm. Kampret.

    Kurangnya paling dari segi setting. Di beberapa bagian rada blum kebayang keadaan settingnya, tapi suasananya dapet. Lebihnya tentu saja dari lelucon, hohoho.

    9/10

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
  13. Enggak bisa. Enggak ngerti. Akhirnya selesai.

    Aduh, maaf sebelumnya. Ini... parah. Kalo Ronnie singkat dan padat, dan masih bisa ditoleransi semua narasinya, ini dari awal aja banyak miss EYD sama tanda baca. Cukup panjang lagi.

    Terus banyak copycat dari Dyna yah? Banyak banget scene yang mirip yang rasanya orisinil Dyna punya harusnya.

    Bedanya, meski joke Dyna agak berat, tapi masih ada bagian yg saya senyum" tipis.

    Ini yang saia tau jokenya cuma permen split.

    Adegan battlenya juga enggak kebayang, pembangunan nuansanya enggak kebayang, pria tudung hitam ambil alih? Terus endingnya? Tata kejebak gitu? Duh. Saya bingung @@

    Maaf yha, tapi apresiasi tetap apresiasi. Saya hanya ingin bersikap obyektif.

    Nilainya 6/10 yha. Masih bisa lanjut kan? Hehe :D

    -Eumenides/Puppet-

    ReplyDelete
  14. Numpang lewat aja deh. Mungkin ada yang bisa saya pelajari dari entri ini, mungkin juga tidak. Udah baca dua entri Tata berurutan, tapi belum terlalu terbayang jelas karakter dia sebagai OC, selain joke character ...

    Oh, well. Setidaknya adegan Mima-nya agak seru~

    Ponten 7/10
    OC: Kusumawardani, S.Pd

    ReplyDelete