16.6.15

[ROUND 1 - TEAM H] MEREDY FORGONE - HAHAHA, VERY PUNNY DINNER!

MEREDY FORGONE - HAHAHA, VERY PUNNY DINNER!
Penulis: BayeeAzaeeb





 Preparation

[Maaf, sesaat lalu terjadi gangguan pada server Alforea]
[Mohon permakluman atas gangguan yang terjadi. Kami telah memperbaiki gangguan tersebut]
[Happy playing~]

Meredy membaca sekilas tulisan besar yang melayang di langit Alforea. Lalu memperhatikan sekelilingnya, beberapa orang tampak sibuk membicarakan apa yang terjadi beberapa menit lalu.

"Rencanamu berhasil," ucap suara seseorang yang familiar.

Meredy menoleh ke arah suara tersebut. Tampak Kai sedang duduk santai di pinggir kolam air mancur di Alkima Plaza.

"Hahahaha, tadi itu benar-benar bodoh sekali!"

Kai tertawa, membayangkan pengalaman absurd yang ia lalui sesaat lalu. Ia tak menyangka bahwa mereka berhasil. Sempat terlintas di pikirannya kalau mereka ternyata gugur, namun ternyata mereka berdua berhasil keluar.


Meredy pun ikut tertawa dan meninju pelan lengan Kai.

[You received a new message]

Bunyi notifikasi pesan terdengar berdenting. Meredy lalu membuka hologramnya dan melihat pesan masuk itu, begitu pula dengan Kai.

"Hmm, kita diharuskan berkumpul di Despera Inn rupanya," gumam Meredy.

Kai hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan peta kota Despera. Sementara itu Meredy tampak sibuk menekan ikon-ikon di layar hologramnya.

"Sial, hanya bisa mengambil satu skill untuk saat ini," gerutu Meredy kesal.

"Maksudmu?"

"Kita diperbolehkan untuk menambah kemampuan kita setelah kita menyelesaikan sebuah misi. Kenapa kau tak mencobanya Kai?" ujar Meredy sambil menekan beberapa ikon di layar milik Kai.

"Sudahlah, itu tak terlalu penting untuk saat ini," balas Kai sambil menutup hologramnya. "Jadi kemampuan apa yang kau dapatkan?"

"Hmm, kurasa aku akan mengambil skill [Magnetic Bullet], yang bisa menyedot siapa saja dalam radius tertentu."

Meredy menekan ikon skill tersebut dan bunyi berdenting terdengar.

"Hei, lihat ini."

Meredy bangun dan menodongkan pistolnya ke gerombolan peserta yang sedang mengobrol di dekat pintu masuk restoran.

"Hei, apa yang kau lakukan? Dasar gila –"

Sebuah peluru meluncur dari pistol hitam Meredy. Saat peluru tersebut menabrak lantai, sebuah medan gaya bulat berwarna hitam muncul dan menyedot apapun yang ada di sekitarnya. Mereka yang tadinya sedang mengobrol tak bisa melepaskan diri dari hisapan medan gaya tersebut.

"Anying sia lah!" sayup terdengar pekik seseorang.

Meredy lalu lari. Meninggalkan Kai yang masih bingung.

Lalu Kai melihat gerombolan orang yang tadi terhisap kini balik mengejar sang penembak.

"Itu orang yang menembak kita tadi!"

"Hajar!!!!"

Kai langsung bangun dan ikut lari.

"Hei, dasar wanita gila! Jangan libatkan aku dalam masalahmu!"


(* * *)


"Hahahahahahaha, itu tadi sangat menyenangkan!"

"Menyenangkan apanya, dasar gimbal! Aku hampir saja mati terbunuh mereka!"

"Itulah sisi menyenangkannya, bodoh. Hidupmu serius sekali, pantas masih muda tapi sudah ubanan."

Kai hanya bisa menepuk jidatnya, malas berdebat dengan wanita ini.

"Ayo kita pergi ke Despera Inn," ajak Meredy.

"Pergilah dulu, aku menyusul. Aku ingin pergi ke suatu tempat."

Meredy tak menyahut, ia tampak sibuk dengan baris huruf dan angka di hologramnya. Sesuatu yang tak ada di hologram player biasa. Itu mengindikasikan dia sedang merencanakan kecurangan lain.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Kai.

"Aku akan mengunduh kemampuan lain dari database milikku. Kemampuan seperti tadi kurasa tak akan cukup untuk menyelesaikan misi selanjutnya."

"Apa yang akan kau unduh? Sesuatu seperti [Lag] tadi?"

"Bukan urusanmu, bodoh," jawab Meredy ketus. "Sampai jumpa di Despera Inn," lanjutnya sambil beranjak pergi meninggalkan Kai. "Pergilah sebelum aku merasa keberuntunganku habis."

Kai tak pernah mengerti isi pikiran wanita ini.

"Hei!" panggil Meredy, menghentikan langkahnya sejenak, lalu membalikkan badannya pada Kai.

"Jangan mati muda, Bodoh!" umpat Meredy sambil mengacungkan jari tengahnya pada Kai.

"Bukan urusanmu, dasar gila! Pergilah sebelum keberuntunganmu habis, brengsek!" balas Kai mengutip kata-kata Meredy barusan. Tak lupa dilengkapi dengan jari tengah.

Mereka berdua lalu tertawa sebelum akhirnya membalikkan badan masing-masing dan pergi.


(* * *)


Awalnya Meredy mengira Despera Inn adalah sebuah penginapan kelas atas yang berukuran besar. Namun ternyata tidak, Despera Inn hanyalah penginapan kelas medium dengan tiga lantai bernuansa klasik. Bukan tipikal penginapan yang mampu menampung seratus orang.

Atau itulah yang sebelumnya Meredy pikirkan.

Peserta yang hadir di sana tak sampai seratus orang. Tak sampai limapuluh bahkan.

Pemotongan jumlah peserta yang fantastis, pikir Meredy.

Para peserta lalu dikumpulkan di bar penginapan tersebut. Setelah semuanya terkumpul, seorang pelayan berambut ungu muncul dari balik panggung.

"Perkenalkan, nama saya Anastasia, untuk saat ini saya bertugas menyampaikan pengumuman resmi dan menjelaskan tugas kalian pada ronde pertama turnamen ini."

Meredy tak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan pelayan itu. Ia memilih untuk memperhatikan peserta lainnya sambil menikmati Vodka Martini yang dibawanya sejak tadi.

Pandangannya tertuju pada seorang wanita berambut perak yang dikepang dengan aneh. Mengenakan gaun hitam dengan aksen merah di lehernya. Wajahnya tampak begitu serius memperhatikan pengumuman di depan. Sebuah pedang tersemat di pinggangnya, tampak berkilau. Entah kenapa Meredy tak menyukai wanita itu.

Pandangannya beralih pada peserta lainnya. Kali ini seorang wanita berkerudung putih berjaket oranye yang kebesaran. Di pinggangnya tersemat kayu rotan. Wajahnya bersinar, seolah memancarkan cahaya yang bisa membuat siapapun terpesona akan karismanya.

Namun tidak dengan Meredy, dia juga tak menyukai wanita ini.

"Seperti yang kalian lihat pada layar, untuk pertarungan kali ini kalian akan dikirim ke berbagai tempat yang berbeda, setiap tempat memiliki keunikan tersendiri, tapi aku bisa yakinkan kalau semuanya sangat berbahaya."

Kata 'berbahaya' menarik perhatian Meredy. Ia lalu menyadari hologram yang sedari tadi melayang di atas mereka. Beberapa video menunjukkan pegunungan bersalju, beberapa menunjukkan kota di bawah air. Begitu banyak tempat yang akan digunakan untuk pertarungan ronde selanjutnya.

Briefing lalu berakhir. Meredy memutuskan untuk segera meninggalkan ruangan itu dan menuju ke kamar yang dipesankan untuknya.

"Nona Meredy?" panggil seseorang dari pojok bar.

Meredy menoleh lalu mengernyitkan alisnya, karena ia tak mengenal pelayan itu.

"Kemarilah sebentar, aku ingin memberikan briefing singkat soal tim kalian."

Rupanya Meredy adalah orang terakhir yang ditunggu kelompok itu. Kelima peserta lainnya telah berdiri di sana sejak tadi.

Meredy melipat tangannya sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya dengan tatapan sinis.

"Setiap peserta akan dikirim ke berbagai titik yang berbeda. Tujuan kalian adalah bertahan hidup dari ganasnya tempat pertarungan kalian, dan karena sebuah kekuatan aneh di tempat ini, kalian akan cepat merasa lapar dan haus. Setiap satu jam, sebuah pesawat akan lewat di atas gurun dan menjatuhkan dua kotak persediaan makanan yang mana satu kotak berisi makanan dan satunya berisi air, dan keduanya hanya cukup untuk satu orang saja," pelayan tersebut memulai penjelasannya.

Di samping Meredy berdiri pemuda berjambul kribo. Wajahnya tak kalah bosan dengan Meredy, ingin cepat kembali ke kamarnya.

Meredy menoleh ke arah berlawanan, tampak seorang gadis kecil berambut biru seleher. Memakai pakaian yang senada dengan rambutnya, hanya lebih gelap.

"Apa lihat-lihat?" celetuk gadis itu ketus saat menyadari Meredy memperhatikannya.

"Sudah, jangan bertengkar," lerai seorang pria tinggi kekar dengan logat yang unik.

"Tante ini lihat-lihat duluan!"

Meredy tak menjawab, karena menurutnya gadis itu tak menarik. Ia memilih untuk berpindah tempat ke sebelah kanan pria kribo. 

Kali ini seorang pria yang tak kalah tinggi dengan pria barusan. Rambutnya hitam panjang dengan aksen putih. Wajahnya tampak dingin, seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Tatapannya lurus ke depan. Sama lurus dan dingin dengan pedang panjang yang tergantung di bahunya.

Bersandar di tembok, seorang gadis berambut ikal kuning. Berpose sama seperti Meredy, melipat tangan di dada. Wajahnya terlihat gusar, sesekali tampak menggumam dan berdecak kesal.

"Ah maaf, bisa saya lanjutkan penjelasannya?" potong si pelayan.

"Aturan di tempat ini cukup sederhana, "The strong devours the weak". Bunuh semua peserta dan bertahan hidup hingga akhir, maka kalian menang. Atau kalian bisa merebut persediaan makanan dan membuat peserta lain mati kelaparan. Intinya, hanya satu dari kalian yang boleh hidup."

"Neng bercanda nih?" tanya sang pria kekar dengan logat unik.

Si pelayan hanya menggeleng.

"Jadi kita harus bunuh-bunuhan nih? Ini pasti bercanda!"

Pria kekar itu kembali meluncurkan pertanyaan retorik, namun tak ada yang menghiraukannya.

Meredy lalu pergi dengan tangan yang masih terlipat di dadanya.

"Namaku Meredy Forgone. Ingatlah ini, karena kalian takkan beruntung untuk lolos ke ronde berikutnya."

"Dasar tante-tante sombong!!!!" teriak gadis kecil berambut biru.

Preparation finished
Get ready for the dinner
Dinner start!


(* * *)


1st Course : Classic battle royale salad with some chopped body parts
[Meredy's POV]

Panas.

Meredy tak pernah merasakan panas seperti ini. Matahari bersinar marah, angin bertiup membawa pasir yang menyakitkan. Tubuh Meredy serasa terbakar. Baju latex hitamnya membuatnya sangat tersiksa, ditambah lagi dengan jubah panjang berwarna sama.

Health Point (HP) Meredy berkurang terus menerus. Membuat Meredy harus menembakkan peluru penyembuh secara konstan untuk mencegahnya kehabisan HP hingga tewas.

Meredy merasakan sensasi yang aneh di dalam mulut dan perutnya, sesuatu yang tak pernah ia rasakan. Rasanya ia ingin memasukkan air ke dalam mulutnya, dan mengunyah sesuatu yang bisa masuk ke dalam perutnya yang berbunyi daritadi.

Ia tak pernah merasakan hal ini sebelumnya.

"Apakah ini yang disebut rasa lapar? Apa ini yang dirasakan manusia?"

Sebagai entitas digital, Meredy tak pernah merasakan lapar sebelumnya.

Meskipun ia bisa merasakan makanan dan minuman manusia, tak pernah sekalipun ia merasakan lapar. Sebelumnya ia hanya makan dan minum hanya untuk memuaskan rasa penasarannya terhadap makanan manusia. Dan alkohol adalah minuman favoritnya di antara semua hal yang pernah ia coba.

"Hei ini aneh, ini tak seharusnya terjadi!"

Meredy menyandarkan tubuhnya di sebuah batu, menarik turun hologramnya dan menekan beberapa ikon dengan lincah.

"Apa-apaan ini?! Admin Alforea bahkan mampu membuat avatarku merasakan lapar? Sial, aku harus segera mengembalikan avatarku kembali seperti sedia kala. Aku tak bisa bertahan dengan kondisi seperti ini."

Meredy segera menarik udara kosong di depan hologramnya, lalu sebuah keyboard hologram muncul. Jari-jari kurusnya dengan cepat menjelajah tiap huruf dan angka, mengubah nilai beberapa angka, atau mengubah beberapa bentuk data.


(* * *)


[Fata's POV]

Tak ada mesin. Tak ada satupun jejak teknologi yang terlihat di gurun ini. Hanyalah pasir, garis cakrawala, dan belulang sisa kematian makhluk yang terjebak di padang pasir.

Fata merebahkan dirinya di atas pasir. Tak tahu kemana harus melangkah, atau apa yang harus dilakukannya. Ketiadaan teknologi membuatnya tak tahu harus berbuat apa. Tak ada suara yang bisa ia dengar, tak ada celetuk persaingan antar piston yang sedang bekerja. Atau sekedar teriakan primitif pedang yang berbenturan.

Beberapa burung bangkai melayang berputar di sekitar Fata, menunggunya menuju ajal.

"Masa aku mati semudah ini," keluh Fata.

"Hei, tunggu!"

Fata merogoh kantongnya, chip pengendali monster yang ia buat di babak penyisihan masih tersimpan di sana. Seketika, keluh berubah menjadi senyum kemenangan saat ia menempelkan chip tersebut ke lehernya.

"Kalian semua, kemarilah!" perintah Fata.

Dengan sigap, burung-burung yang tadinya terbang memutar tiba-tiba menukik dan mendarat di samping Fata, persis seperti prajurit yang dipanggil atasannya.

Suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Fata tahu persis suara apa itu.

Pesawat, suara gemuruh yang hanya bisa didengar olehnya. Suara ribut mesin turbin yang berputar, sangat mudah dikenalinya.

Fata lalu memerintahkan burung-burung itu untuk menariknya terbang. Ia berpegangan pada kaki dua orang burung yang berukuran cukup besar. Awalnya mereka terbang dengan kendali yang buruk, namun setelah beberapa kali percobaan, akhirnya Fata mampu terbang dengan mulus.

Pesawat pembawa makanan akhirnya terlihat terbang dari ujung cakrawala.

"Terbang ikuti pesawat itu!"


(* * *)


[Asep's POV]


"Aduh panas amat disini mah! Nggak kayak di Bandung, adem!"

Pria kekar bernama Asep itu lalu membuka jaket kulitnya lalu meletakkannya di bahu, sesekali ia gunakan untuk menyeka keringatnya yang berlebihan. Perutnya kelaparan, padahal ia ingat sekali belum ada sejam lalu ia mengisinya saat masih di Despera Inn. Sepertinya tempat ini memang memiliki kekuatan magis yang aneh.

"Panas-panas gini enaknya nongkrong sambil minum kopi di kedainya Neng Wulan. Duh kira-kira Neng Wulan lagi apa ya sekarang? Pasti dia marah-marah soalnya saya nggak bayar kopi kemarin, hahaha."

Saat Asep sibuk mengimajinasikan situasi kota Bandung, tiba-tiba sebuah pesawat lewat di atas kepalanya.

"Ah itu pasti pesawat yang bawa makanan. Bagus, saya udah laper banget ini mah!"

Asep lalu berlari mengikuti kemana pesawat itu terbang. Di kejauhan, ia dapat melihat pesawat tersebut menjatuhkan sebuah kotak.

"Bagus, belum ada yang lihat kotaknya. Kalau begini, bisa saya makan sendiri."

Sialnya, saat ia melihat kotak itu. Ada seorang lain yang ikut melihatnya. Seorang pemuda dengan jambul kribo, terbang memegangi kaki burung bangkai.

Asep terheran-heran, bagaimana pemuda kribo tersebut bisa memerintah sepasukan burung bangkai yang seharusnya memakan bangkai, bukan mengawalnya.

Saat Asep hampir mendekati kotak itu, pemuda kribo itu tak tampak tertarik, ia berbelok arah mengikuti pesawat. Seketika memerintahkan pasukan burungnya untuk mendekati pesawat tersebut.

Asep tak mau ambil pusing, yang penting ia makan sekarang.

Atau itulah yang ia pikirkan. Seorang pria yang tak kalah kekarnya dengan Asep berlari dari arah kanan, menuju kotak yang sama. Yang lebih berbahaya, pria tersebut membawa pedang panjang di punggungnya.

Melihat Asep, ia merobek baju putih yang dikenakannya, sehingga ia bertelanjang dada. Lalu dengan sigap mencabut pedang di punggungnya.

Melihat keseriusan lawannya, Asep lalu melempar jaket yang sedari tadi menggantung di bahunya, lalu ikut membuka bajunya, memperlihatkan tubuh kekarnya.

Asep lalu melompat, begitu jauh melewati batas lompatan manusia biasa. Saat ia mendarat, angin berhembus kencang melemparkan pasir dengan hebat. Mengaburkan sejenak pandangan pria berpedang tersebut.

Saat pria itu masih berusaha mengembalikan pandangannya, Asep telah masuk ke jarak serang optimalnya. Pria berpedang itu tak sempat merespon.

"PAPATONG…CAMRO…KARUHUN!!"

Sebuah pukulan uppercut melayang telak ke dagu pria tersebut, membuatnya terpental ke udara, lalu mendarat di pasir hingga terguling beberapa kali. Namun tampaknya serangan itu tak banyak melukainya, ia dengan cepat bangun, mengusap darah yang menetes di sudut bibirnya dan tersenyum.

Pria itu mengambil kembali pedangnya yang terjatuh.

"Namaku Kii, maaf lancang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu," ujarnya sambil memasang kuda-kuda.

"Maaf akang, saya tadi main pukul aja. Panggil saja saya Asep"

Kii tersenyum, mendapatkan lawan yang tampaknya seimbang dengannya.

Mereka berdua sama-sama memasang kuda-kuda yang kokoh. Dan keduanya tampak bertahan sampai salah satu dari mereka menyerang.

Tiba-tiba sesuatu meluncur dan menghantam pasir di antara mereka. Lalu tiba-tiba sebuah medan gaya berwarna hitam meledak dari titik pusat, menghisap semua yang ada di sekitarnya.

Mereka berdua seketika menoleh ke arah sang penembak.

"Oh jadi kamu toh yang punya kerjaan nembak ginian ke saya kemarin!" protes Asep.

Asep dan Kii berpikiran sama : menyerang Meredy. Tampaknya Meredy menjadi ancaman bagi mereka, atau kata-kata Meredy kemarin membuat mereka naik darah, entah.

Meredy kembali menembak, namun meleset tanpa perlu dihindari.

Tiba-tiba sebuah ledakan muncul dan melontarkan Kii dan Asep cukup jauh. Ternyata bukan tembakan telak yang diincar Meredy, tetapi pelurunya memiliki beberapa efek yang cukup mengganggu.

Asep tak mau kalah, ia lalu mengambil dua buah biji kopi dari gespernya. Lalu kedua biji kopi itu diremasnya hingga jadi bubuk, lalu dioleskan ke ketiaknya.

"JURUS MACAM APA ITU BRENGSEK!!" umpat Meredy sambil menembakkan pistolnya meski terus meleset.

Meski persyaratannya menjijikkan, namun efek jurus itu dapat membuat Asep menjadi jauh lebih kuat. [Ballista Armpits] begitulah jurus itu disebut, dapat meningkatkan kemampuan otot Asep sampai berkali-kali lipat. Ditandai dengan perubahan warna tato tribal di tangannya dari hitam menjadi merah.

Asep lalu mengambil sebongkah batu, kemudian memasang kuda-kuda layaknya pemail bisbol.

"KOPI SASETAN!!"

Asep lalu melempar batu itu sekuat tenaga. Bersamaan dengan tembakan yang dilepaskan Meredy.

Cuma satu peluru tak terlalu berefek, pikir Asep.

Namun ia salah, tiba-tiba saja ancang-ancangnya terhenti, dan ia berdiri layaknya patung pajangan. Asep tak terlalu mengerti apa yang terjadi barusan, namun peluru itu tampaknya membuat ancang-ancang serangannya batal.

Asep kembali mempersiapkan ancang-ancang untuk menyerang, begitu pula Meredy siap membidik dengan pistolnya.

Tiba-tiba Kii sudah ada di samping Meredy dengan pedangnya yang terhunus. Hampir saja Meredy terluka parah jika saja ia terlalu fokus membidik. Dengan Kii yang masuk ke jarak dekat, tentu saja membuat Meredy akan kewalahan karena dia bukan petarung jarak dekat.

Kii kembali menebaskan pedangnya, kali ini mengenai perut Meredy dengan telak. Seharusnya ia terluka parah, namun tiba-tiba lukanya kembali menutup. Saat Kii melihat ke atas, Meredy sedang menembak kepalanya sendiri dengan pistolnya yang berwarna putih.

"Apa!? Jadi wanita ini juga bisa menyembuhkan diri?"

Semangat Kii tak putus begitu saja. Dengan meningkatnya jumlah tebasan, maka luka yang diterima lawan akan semakin besar. Praktisnya, terus saja tebas hingga melewati kemampuan regenerasi lawan.

"PAPATONG..CENDOL..KIWARI!!"

Tanpa Meredy sadari, Asep pun juga telah masuk ke jarak dekat. Sebuah tendangan memutar mengenai telak wajahnya, membuatnya terguling-guling di pasir.

Asep dan Kii mengejar Meredy yang terpental, bersiap untuk menghabisi Meredy.

Kii bersiap menebaskan pedangnya pada Meredy yang terbaring di pasir. Sedangkan Asep mengambil ancang-ancang untuk meluncurkan pukulan pamungkasnya.

"Hey kotak makanannya dicuri!"

Asep dan Kii reflek menoleh tanpa berpikir.

Namun saat mereka sadar kalau mereka sebenarnya ditipu, tiba-tiba mereka semua telah terpental oleh peluru pelontar Meredy.

"Anjing sia lah, ini cuma tipuan aja!" umpat Asep.

Sebuah peluru menembus tangan Asep. Namun tak seperti terkena peluru pada umumnya, peluru yang ditembakkan Meredy terasa tak terlalu sakit. Bahkan hanya menimbulkan luka kecil yang nyaris terlupakan.

"Neng, nembak pake pistol air ya? Hahahahaha!!"

Meredy hanya bisa berdecak kesal melihat serangannya yang nyaris tak mempan. Menyadari lawannya memiliki daya tahan yang lebih kuat dari manusia biasa, Meredy memutuskan untuk ambil langkah seribu. Nyaris tak ada kesempatan baginya untuk menang dari pertarungan dua lawan satu.

Meredy mengubah pistolnya menjadi putih dan menembakkannya ke kepalanya sendiri.

Tiba-tiba langkah Meredy menjadi lebih cepat, ia lalu berlari ke arah kotak makanan yang tergeletak tak jauh dari sana.

Asep dan Kii langsung mengejar Meredy yang kabur. Meredy kembali menembakkan peluru penghisapnya, Kii berhasil menghindar, namun Asep terkena telak. Membuatnya terhisap medan gaya dan tak dapat bergerak.

Saat Meredy berhasil mengambil kotak makanan tersebut, Kii telah menyusul langkahnya dan menebaskan pedangnya ke arah kepala Meredy.

Reflek, Meredy menggunakan kotak makanan tersebut sebagai tameng.

Tebasan Kii terhenti seketika, tak ingin merusak kotak makanan yang berharga itu.

"Hahahaha bodoh!" ejek Meredy saat menembakkan peluru pelontar pada Kii, lalu kembali berlari.

"KOPISASETAN!!" teriak Asep dari jauh.

Tiba-tiba sesuatu meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi ke arah Meredy.

Tak sempat melihat, tak sempat mengelak. Meredy terpelanting terkena serangan itu. Kotak makanan yang dibawanya terlempar, dan dia pun juga terlempar jauh.

Kotak makanan itu terlempar cukup jauh, untungnya kotak tersebut cukup kuat sehingga makanan yang ada di dalamnya tidak tercecer.

Kini Asep, Kii dan Meredy berlomba lari untuk mengambil kotak itu.

Kii melempar pedangnya untuk membuat larinya lebih ringan, Asep menyusul dari belakang dengan kecepatan yang melebihi manusia biasa. Sementara Meredy yang berada paling dekat dengan kotak tersebut bangun dengan susah payah, dan berlari terseok-seok.

Tak terbersit di pikiran mereka untuk menggunakan kemampuan mereka. Hanyalah insting untuk memuaskan rasa lapar yang membuat mereka berlari sekuat tenaga.

Tiba-tiba kotak tersebut terangkat ke udara, seolah ada sesuatu yang mengangkatnya. Tak ada satupun dari mereka yang mengerti apa yang barusan terjadi. Saat otak mereka berusaha mencerna kejadian tersebut, tiba tiba saja –

Dua bilah gelombang energi melesat dari sesuatu yang membuat kotak itu melayang. Kedua gelombang tersebut menabrak pasir, membuat ledakan yang cukup untuk membuat tirai pasir yang membuat mereka bertiga kehilangan penglihatan untuk sejenak.

Saat tirai pasir tersebut hilang, kotak tersebut ikut lenyap ditelan bumi.

Asep dan Kii langsung merebahkan tubuh mereka di pasir. Lelah dan kekecewaan membuat mereka kehilangan semangat bertarung.

Sementara itu Meredy yang sebelumnya berjalan terseok-seok, kini telah pulih sepenuhnya dan kabur.

"Biarin aja dia kabur.." ujar Asep.

Kii tak menjawab, pikirannya melayang kembali kepada gadis berambut hitam panjang bernama Meia, yang ia bayangkan sosoknya saat ia memejamkan mata.

1st Course finished
Continue to the next course?
Y/Y

(* * *)


2nd Course : Sweet blood leech soup mixed with contagious virus
[Izu's POV]

"Wah ada burger dan jus jeruk!"

Izu, gadis berambut biru pendek itu memekik girang saat membuka kotak makanan itu. Segera, ia merobek burger itu dan memakannya  sepotong demi sepotong.

Beruntung ia mempunyai [Smart Bracer], gelang berwarna ungu sebagai alat navigasi, monitor kondisi tubuh, mini komputer, dan menganalisa musuh. Dan hanya dengan menekan satu tombol, maka gelang tersebut dapat membuatnya tidak terdeteksi selama dua menit.

Memanfaatkan momen ketiga orang tadi yang sedang bertarung, ia yang sebelumnya bersembunyi di balik bukit pasir segera mengaktifkan kemampuan [Invisibility] dan mencuri kotak makanan itu.

Saat ia menikmati burgernya, sebuah suara tembakan mengejutkannya. Saat ia menoleh, tiba-tiba saja dia telah tersedot ke sebuah medan gaya berwarna hitam. Burger dan jus jeruknya tak sempat ia selamatkan.

Izu sekilas dapat melihat siluet sang penembak. Seorang wanita berambut gimbal, Izu sangat mengenali siapa pemilik rambut gimbal itu. Hanya ada satu orang.

Meredy Forgone, si tante sombong.

Meredy memungut burger yang tergeletak di pasir, lalu memakannya dengan lahap sampai habis.

Geram memenuhi benak Izu, segera ia mematerialisasikan pedang energi sesaat setelah medan gaya penghisap itu berakhir. Izu sangat membenci orang sombong. Sejak pertemuan pertamanya dengan Meredy, ia sangat ingin menebas wajah sombong wanita itu dengan pedang energi miliknya.

"Harusnya kau tak bisa mengikutiku!!" teriak Izu sambil menebaskan pedangnya membabi buta pada Meredy.

Meredy hanya mampu menghindar tipis, sebagian besar serangan tersebut melukai tubuhnya. Ia lalu menembakkan peluru pengacau gerakan yang membuat Izu terhenti. Saat Izu kebingungan, Meredy menendang kepala Izu yang tingginya tak sampai dadanya.

Izu terpelanting, Meredy langsung menyambutnya dengan satu tembakan pelontar, yang membuat Izu terpelanting lebih jauh lagi.

Meredy lalu menyembuhkan dirinya, lalu menarik turun hologramnya dari udara kosong. Di layar berwarna kuning transparan itu, terlihat barisan angka dan huruf yang tak dapat dimengerti.

"Dengan ini, aku bisa melihat aliran data darimanapun. Dan kemanapun. Selama wujudmu masih berupa data di dunia ini, aku bisa melacakmu kemanapun kau pergi. Kau tak tahu bukan, bahwa membran transparanmu ditranslasikan dalam bentuk biner yang bisa kubaca di monitor ini."

Izu menekan tombol di gelang miliknya, berusaha menganalisa Meredy.

"A-apa yang terjadi?!" Izu heran saat [Smart Bracer] tak bisa menerima satu informasipun tentang Meredy.

"Peradaban kita berbeda, bocah. Gelang bodohmu takkan bisa membaca apapun tentangku. Sebaliknya, aku bisa membaca semua hal tentangmu."

"Dasar sombong!!!"

Emosi Izu yang tersulut membuat pedang energinya semakin membesar. Segera ia berlari dan menebas Meredy tanpa ampun. Meredy sebisa mungkin menghindar, namun menghindar sambil membidik dan menembak adalah suatu hal yang mustahil baginya. Ia hanya bisa bertahan sambil menyembuhkan dirinya dengan peluru penyembuh.

"Berhenti menyembuhkan diri, brengsek!" hardik Izu saat ia menendang pistol Meredy hingga terlempar.

"Matilah kau sekarang," gumam Izu saat ia bersiap untuk menusukkan pedang energinya ke perut Meredy.

Namun perkiraannya meleset, Meredy telah menggenggam kembali pistolnya.

"Pistol materialisasi?"

Izu dengan lincah mengubah arah serangnya, menghindari tembakan Meredy dalam waktu sepersekian detik, memutar tubuh mungilnya yang lentur, dan menebaskan pedang energinya ke atas, memotong tangan Meredy yang menggenggam pistol.

Meredy berteriak kesakitan, namun tangan yang satunya kembali mematerialisasikan pistol dan menembakkannya tepat mengenai lengan Izu.

Izu memekik kesakitan sambil memegangi lengannya yang berdarah, namun ia tak berhenti begitu saja. Sebelum Meredy kembali menembak, ia segera kembali masuk ke pertahanan Meredy, mencegahnya untuk menembak lagi.

Pistol Meredy berubah dari abu-abu ke hitam, lalu bidikannya tiba-tiba bergeser, membidik pasir pijakannya sendiri.

Sebuah peluru pelontar ditembakkannya, membuat mereka berdua terpental cukup jauh.

Meredy segera mengubah pistolnya dari hitam ke putih, lalu menembakkannya pada dirinya sendiri. Tangan yang tadinya terputus tiba-tiba tumbuh kembali, terjalin oleh kumpulan data berupa angka dan huruf.

Dengan kembalinya tangan Meredy, ia bisa membidik dengan lebih baik. Ia segera membidik Izu dan –

Sebuah gelombang energi vertikal melesat ke arahnya. Meredy tak sempat mengelak, energi vertikal itu dengan cepat memotong bahu kanan Meredy, membuatnya kembali kehilangan tangan.

Saat ia berusaha mematerialisasikan kembali pistolnya, Izu telah berada tepat di depannya. Lebih tepatnya, alas sepatu Izu telah berada tepat di depan wajahnya, menendangnya hingga terjatuh.

Namun Meredy sempat membalasnya dengan sebuah tembakan, yang kali ini mengenai bahu Izu. Namun Izu tak mempedulikan lukanya. Ia segera menginjak tangan Meredy yang terbaring di pasir, membuatnya tak bisa menembak.

Meredy meronta dan menendang Izu yang menginjaknya. Izu kehilangan keseimbangan, dan saat itu Meredy langsung menembak Izu kembali, kali ini di perut. Lalu Meredy segera berlari untuk menjaga jarak dengan Izu.

Entah apa yang merasukinya, namun Izu masih menyerang dengan marah, seolah tak terpengaruh sama sekali dengan lukanya.

Satu tebasan, membuat kaki Meredy putus.

Meredy terjerembab, dan Izu dengan cepat kembali menginjak tangan Meredy. Kali ini dalam posisi tengkurap, Meredy tak mampu meronta sama sekali.

Izu bersiap menghujamkan pedang energinya untuk menghabisi Meredy.

"Hahahahahaha!!"

Meredy tertawa. Izu tak mengerti apa yang ia tertawakan.

"Kau pikir membunuhku adalah pilihan yang baik?" tanya Meredy.

"Maksudmu?" tanya Izu ketus.

"Kau tak memperhatikan? Aku tak berdarah, meskipun kau potong-potong tubuh ini, aku tak berdarah. Karena aku adalah sebuah virus. Apabila 'wadah' ini hancur, apa kau tahu akibatnya?"

"Memangnya kenapa!?"

"Virus itu bersifat menular, bocah. Aku tak tahu apa yang kau pelajari sebelumnya di sekolah hingga kau sebodoh ini.  Hahahaha."

Keraguan merasuk ke benak Izu, bisa jadi apa yang dikatakan Meredy itu memang benar. Dia memang tidak berdarah sama sekali, dan Izu pun tak tahu apa yang akan terjadi apabila Meredy benar-benar 'menular'. Bahkan untuk memikirkan konsepnya saja, Izu tak bisa membayangkannya.

Meredy memang memiliki teknologi yang jauh melampaui peradaban tempat asal Izu. Bisa jadi apa yang dikatakannya itu memang benar, namun bisa jadi itu hanya gertakan Meredy untuk mengulur waktu. Izu tak ingin ambil pusing, ia lalu menghujamkan pedang energinya ke punggung Meredy –

Tiba-tiba sesuatu menerjang Izu sebelum ia sempat menghabisi Meredy.


(* * *)



 [Felly's POV]

Maria Fellas.

Gadis berambut ikal kuning yang akrab dipanggil Felly itu merayap di atas pasir yang panas. Energinya ikut menguap bersama suhu yang tinggi. Kadar air di dalam tubuhnya menipis. Ia nyaris tak mampu bergerak, selain merayap dengan susah payah.

Pikirannya yang biasanya selalu sibuk kini tak bisa berpikir apapun. Hanya satu hal yang ada di pikirannya : darah. Darah apapun boleh, tak harus darah manusia. Darah makhluk-makhluk tak jelas pun boleh. Asalkan bisa memuaskan dahaganya.

Sebagai manusia setengah lintah, padang pasir adalah tempat yang menjadi kelemahannya. Andaikan kali ini dia bertarung di rawa-rawa, maka dipastikan bahwa dia lah pemenangnya. Tubuhnya yang selalu basah sangat tersiksa apabila berhadapan dengan panas. Karena air di dalam tubuhnya terus keluar untuk membasahi kulit yang sensitif, namun menguap dengan sangat cepat karena terpapar panas.

Samar-samar, ia mencium bau darah di udara.

Wanginya manis dan menyegarkan, Felly bahkan dapat merasakan pemilik darah tersebut. Pastilah milik seorang wanita muda.

Energinya kembali, meski hanya sedikit. Dengan susah payah, ia bangun dan berjalan mencari sumber bau darah tersebut.

Sayup-sayup terdengar bunyi desingan peluru. Sementara bau darah semakin menyengat, menandakan bahwa sang pemilik darah terluka semakin banyak.

"Hahahahahaha!!"

Felly mendengar suara tawa, lalu bergegas menuju ke sumber suara tersebut. Ia melihat seorang wanita berbaju hitam sedang diinjak oleh seorang gadis berambut biru pendek. Felly mengendus-endus udara, bau darah tercium kuat dari gadis berambut biru tersebut.

Liur Felly menetes.

Felly mencabut pisaunya dan berlari dengan segenap tenaga yang tersisa. Menusuk gadis itu tepat di leher dan menggigitnya dengan taringnya yang tajam.

Gadis itu meronta sekuat tenaga, namun semakin ia meronta, semakin dalam lukanya.

Zat Antikoagulan yang diinjeksikan Felly membuat luka gadis malang itu semakin lebar. Darah tak henti-hentinya mengalir deras dari lehernya. Tubuhnya mengejang, meronta, berteriak, namun tak ada yang menolongnya.

Felly tak lagi peduli, kalau baju cantiknya jadi kotor karena darah. Yang ia pedulikan hanya bagaimana caranya memuaskan rasa hausnya akan darah. Darah, hanya itu yang ada di pikirannya.

Tiba-tiba Felly merasakan tubuhnya tertembus sesuatu. Saat ia menoleh, wanita berbaju hitam itu tampak menodongkan pistol berwarna putih ke arahnya.

Tante ini? Meredy Forgone? Si sombong kemarin itu? Bukannya tadi kakinya putus? Apa ini hanya halusinasiku saja karena kelaparan?

Felly mengabaikan pikirannya dan memutuskan untuk menyerang Meredy. Sementara itu, gadis malang berambut biru dibiarkannya mati mengejang kehabisan darah.

Felly menebas-nebaskan pisau spesimennya. Meski kecil, namun pisau itu sangat tajam. Yang perlu ia lakukan hanyalah melukai Meredy sedikit lalu meludahkan liurnya yang mengandung zat antikoagulan untuk membuat lukanya semakin parah.

Meredy menembakkan pistolnya, namun meleset dengan sukses.

"Hahahahaha, sok bawa pistol tapi nggak bisa nembak!" ejek Felly.

Tiba-tiba tubuhnya tersedot sebuah medan gaya berwarna hitam, ia meronta, namun tak bisa lepas.

Sebuah tembakan kembali menembus tubuhnya.

Felly makin geram, dengan susah payah ia melepaskan diri dari medan gaya tersebut dan kembali berlari ke arah Meredy.

Peluru yang sama kembali dilepaskan Meredy, medan gaya yang menyebalkan itu sangatlah mengganggu.

"Berhenti!! Berhentiiii!!! Jangan tembakkan peluru brengsek itu lagiiiI!!!"

Sebuah peluru kembali menembus tubuh Felly.

"BANGSAAAATTT!!!" umpat Felly sejadi-jadinya.

Felly tak pernah semarah ini sebelumnya. Ia adalah keturunan ningrat, tak pernah sekalipun kata kotor meluncur keluar dari bibirnya. Entah apa yang merasukinya, namun ia sangat marah kali ini.

Bangsat! Apa yang tante jelek itu lakukan!? Tembakan macam apa itu? Dia niat bertarung nggak sih!? Daritadi lari terus. Mati! Mati! MATIIII!!!

Namun ia menyadari, kalau Meredy telah menghilang. Hal itu membuatnya semakin geram.

Ia mencoba mengendus-endus udara, mencari jejak Meredy. Namun kemanapun ia mengendus, tetap tercium darah dimana-mana. Entah itu darah gadis malang tadi, atau darah orang lain. Indera penciuman Felly kacau. Sementara Felly tak bisa mengandalkan penglihatannya di cuaca yang sangat terik ini.

"KELUAR TANTE JELEKK!!!!! JANGAN SEMBUNYI DASAR PENGECUT!!!"

Sebuah peluru kembali menembus Felly, membuatnya terjatuh. Namun saat ia mencari sumber tembakan, ia tak bisa menemukan siapapun.

"Hahahahaha! Ternyata [Smart Bracer] ini bagus juga ya."

Tiba-tiba, Meredy muncul dari udara kosong, seolah ada membran transparan yang membuatnya tak terlihat tadi. Di tangan kirinya tampak sebuah gelang berwarna biru yang sedang ia perhatikan.

"Yah, energinya habis," kata Meredy sambil melepas gelang tersebut dan melemparnya.

Namun saat ia lengah, Felly telah berada di depannya dengan pisau yang siap menusuk.

"Makanya jangan lengah, dasar tante sombong!"

Felly menusuk perut Meredy dengan pisaunya hingga terjatuh. Kesempatan itu ia gunakan untuk membenamkan taringnya ke leher Meredy. Menginjeksikan zat antikoagulan ke dalam tubuhnya.

..Namun..

Darah tak menetes sedikitpun dari tubuh Meredy.

Meredy terkekeh.

"Hahahahaha bodoh!"

Meredy menodongkan pistol ke perut Felly.

Felly terpental dan terguling sampai jauh.

Meredy bangun dan berjalan dengan gemulai ke arah Felly.

"Bravo, bravo!" ucap Meredy sambil bertepuk tangan dengan tempo yang pelan.

Tiba-tiba, dada Felly terasa sangat sesak. Jantungnya serasa ditusuk-tusuk. Nafasnya putus-putus, sementara liurnya tak bisa ia hentikan. Air mata pun ikut mengalir keluar tanpa ia sadari. Bersamaan dengan hal itu, badannya terasa lemas, seolah tenaganya menguap begitu saja.

"Aku adalah sebuah virus. Kemampuanmu untuk membuat darah mengucur deras tentu saja tak bekerja padaku. Aku tak memiliki darah. Justru, dengan kau menggigitku, itu adalah momen yang tepat bagiku untuk membuatmu 'tertular' virus," ujar Meredy sambil menekankan kata 'tertular'.

Felly tak bisa menjawab, lidahnya kaku, sementara bibirnya terus bergetar hebat. Pandangannya semakin kabur, pendengarannya semakin lemah.

Sebuah tembakan kembali dilepaskan Meredy. Felly yang tak berdaya hanya bisa menerima peluru tersebut.

Pandangan Felly kembali ke masa lalu. Ia melihat ayah dan ibunya tersenyum sambil melambaikan tangan padanya. Sayup-sayup ia mendengar mereka memanggil namanya.

Inikah ilusi pasca kematian? Apa..aku akan mati sekarang?

Kesadaran Felly semakin menghilang. Ia dapat merasakan tubuhnya dibawa pergi cahaya hangat itu.

"Wah, tak bisa menjawab ya? Sayang sekali," gumam Meredy.

Meredy berjalan mendekati Felly, mengangkat dagunya dan menatap matanya.

"Aku bohong. Aku memang sebuah virus, tapi aku tak punya kemampuan untuk menduplikasi diri, menular, atau apapun itu. Sebagai gantinya, aku memiliki Artificial Intelligence yang sangat tinggi. Aku diprogram untuk 'menipu' dan 'merampas'."

"Dan kau tahu apa yang membuatmu 'keracunan'? Itu adalah injeksi adrenalin dari pistolku, [Avarice]. Injeksi adrenalin berlebihan dapat membuatmu gagal jantung. Dan kondisi itu diperparah oleh racunmu sendiri. Jadi sejak awal kau hanya melakukan serangan bunuh diri."

"Maaf nona kecil, anda kurang beruntung kali ini. Silahkan coba lagi di..kehidupan berikutnya."

Sebuah tembakan kembali dilepaskan Meredy.

2nd Course finished
How was your soup, sir?
Please have a good time while we're preparing your next course
Here's an Intermezzo


(* * *)


Intermezzo : ComBRO for the best BRO
[Asep & Kii's POV]

Setelah kaburnya Meredy dan hilangnya kotak makanan itu, Asep kehilangan semangat bertarung. Ia memutuskan untuk bersandar di sebuah batu, berusaha menyimpan cadangan energinya sebisa mungkin.

Tak jauh dari sana, Kii tampak merebahkan diri dengan lengan menutupi wajahnya, sekedar melindungi dirinya dari panas.

Asep teringat sesuatu, ia bergegas mencari jaket kulitnya yang ia lempar tadi.

Begitu menemukan jaketnya, ia memeriksa kantongnya, mencari sesuatu yang tampaknya penting.

Dua buah combro terbungkus plastik. Makanan khas jawa barat ini terbuat dari parutan singkong yang dibentuk bulat yang bagian dalamnya diisi dengan sambal oncom kemudian digoreng. Kudapan yang sangat pas ditemani dengan kopi.

Kudapan ini mengingatkannya dengan Wulan, gadis berbandana pink pemilik kedai kopi Careuh Wulan. Dan dia ingat kalau dia lupa membayar kopinya, dan sebungkus combro yang ia bungkus untuk dimakan di rumah.

Asep kembali ke tempatnya bersandar tadi. Kii masih terlentang di tempatnya.

Asep menimbang-nimbang keputusannya, memakan kedua combro tersebut atau membaginya dengan Kii.

"Kii!" panggil Asep.

Kii bangun dan menoleh.

"Makan ini!" seru Asep saat melemparkan sebuah combro kepada Kii.

Kii memperhatikan kudapan itu. Ia tak pernah melihat makanan seperti itu di dunianya. Saat ia menggigitnya, rasanya gurih-gurih pedas. Lidah Kii merasa asing dengan rasa itu, namun ia menyukainya.

"Ini apa?" tanya Kii.

"Namanya combro, kudapan khas Bandung. Enak nggak?"

Kii mengangguk mengiyakan. Lalu bangun dan ikut duduk di tempat Asep bersandar.

"Ini enak sekali! Rasanya asing, tapi entah kenapa aku menyukainya."

"Hahahaha combro emang bikin ketagihan mah!"

Meski kudapan itu tak mampu mengenyangkan perut mereka, setidaknya itu dapat mengisi sedikit perut mereka yang kelaparan. Sayangnya tak ada air di sekitar sana. Jadi tak ada pilihan lain selain menunggu pesawat berikutnya lewat.

"Kii, kenapa kamu ikut Battle of Realms?" tanya Asep memulai pembicaraan.

"Aku hanya ingin tahu, sampai mana batasku. Andai manusia tidak memiliki batas waktu, maka semua pilihan akan jadi mudah. Tak ada beban, tak ada pantangan. Namun waktuku hanya tinggal sepuluh tahun, sebelum aku tiada, aku ingin melampaui batasku sendiri. Menekan jauh batas dengan resolusi siap mati. Lagipula sepuluh tahun ataupun sepuluh hari tak ada bedanya, aku akan tetap mati. Jalan kesempurnaan pedang dekat akan kematian."

Asep tercengang mendengar kata-kata pria berambut uban itu. Melampaui batas, adalah sebuah konsep yang tak pernah terpikirkan oleh Kii sebelumnya.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan kalau menang?" tanya Asep lagi.

Pria beruban itu menggeleng. "Tidak tahu," jawabnya.

"Kok kamu nggak tahu?"

"Kau sendiri bagaimana, Asep?" tanya Kii, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin saya mau kejahatan di dunia hilang. Eh, tapi kalau kejahatan hilang, saya jadi nggak punya kerjaan dong!"

Asep dan Kii tertawa.

Tiba-tiba mereka mendengar sebuah suara aneh. Saat mereka menoleh, seorang pria kribo berpakaian kemeja lusuh sedang terbang dengan jetpack di punggungnya.

"Itu bukannya si kribo yang kita lihat terbang sama burung?" gumam Asep.

"Dia pasti mengetahui lokasi pesawat datang. Ayo ikuti dia!!" seru Kii.

Intermezzo time is over
Now your main course is ready to serve
Enjoy~


(* * *)


3rd Course : Monster meat grilled by Dragonborn fire served with machinery and mindfuckery
[Fata's POV]

Pria kribo itu sedikit kecewa saat pesawat yang ia bajak bersama burung bangkai hanya berisi satu kotak makanan. Itupun sudah terjatuh tadi. Ia mengira bahwa pesawat ini membawa banyak kotak makanan. Ia lupa berbicara pada pesawat ini tadi.

Fata memperhatikan bangkai pesawat yang ia bajak barusan. Memperhatikan tiap detailnya yang setidaknya bisa ia gunakan untuk membuat sesuatu.

Turbin, pendorong jet, dan sayap. Cetak blueprint sudah terbayang seketika di benaknya. Ia tahu apa yang ia akan buat dengan bangkai pesawat ini.

Tak sulit baginya untuk membongkar pesawat itu. Dengan obeng yang selalu ia bawa, ia mulai membongkar pesawat tersebut. Begitu mudah ia melepas sendi-sendi baja itu, seolah sendi-sendi itu berteriak, "Hey aku disini! Bongkar di bagian ini!"

Saat berkutat dengan mesin, Fata dapat melupakan rasa haus dan laparnya. Berbicara dengan mesin membuatnya lupa akan dunia. Dunia mesin baginya adalah pelarian dari dunia nyata yang membosankan.

Hampir sejam berlalu, akhirnya ia menyelesaikan sesuatu.

Jetpack.

Dengan tenaga pendorong jet, turbin dan sayap sebagai penyeimbang. Ia telah menciptakan tas punggung yang bisa membuatnya terbang dengan leluasa.

Ia tak sabar untuk mencoba hasil karyanya. Namun melihat situasinya, ia merasa harus membuat hal lain lagi sebelum pesawat berikutnya datang. Suatu alat yang dapat membuatnya memenangkan ronde kali ini.



(* * *)



[Asep & Kii's POV]

Saat Asep dan Kii berhasil menyusul pria kribo itu, mereka terlambat. Pria kribo tersebut telah mengambil kotak makanan jauh lebih dulu, dan memakannya dengan lahap.

"Woy bagi-bagi dong, Kribo!" seru Asep.

"Woy, enak aja manggil-manggil Kribo. Gue punya nama. Panggil gue Fata, ngerti nggak?" balas Fata.

"Serang!" teriak Fata.

Asep dan Kii kebingungan, siapa yang Fata perintahkan untuk menyerang. Karena di sana tak terlihat satupun kehidupan selain mereka bertiga.

Tiba-tiba dari pasir pijakan mereka, muncul kaki-kaki beruas berwarna hitam. Asep dan Kii segera menjauh, memastikan apa yang barusan terjadi.

Pasukan kalajengking raksasa berukuran sebesar manusia muncul dari bawah pasir. Menuruti perintah Fata, mereka langsung menerjang Asep dan Kii.

"Dasar pengecut! Beraninya bawa pasukan. Sini satu lawan satu kalau berani!" ejek Asep.

"Cerewet! Lu ganggu gua makan!" balas Fata ketus.

Tampaknya tak ada pilihan lain bagi Asep dan Kii selain melawan pasukan kalajengking tersebut. Asep dengan cepat mengambil dua buah biji kopi dari sabuknya, meremasnya lalu mengoleskannya ke ketiaknya.

"ANJING, JOROK AMAT LU! Pffccht!" protes Fata. Makanan di bibirnya sampai muncrat keluar menahan tawa.

Kii mencabut pedang yang tersemat di punggungnya.

Ia lalu menoleh ke arah Asep, yang dibalas dengan anggukan darinya. Tak perlu kata-kata, sahabat sejati dapat mengerti satu sama lain.

Seekor kalajengking menerjang terlebih dulu. Kii dengan lincah melompat ke atas kalajengking tersebut dan menusuk kepalanya dengan pedang pembelah materinya. Sementara itu Asep, dengan perkasa meninju kalajengking-kalajengking tersebut satu persatu.

Panik melihat pasukannya tak mempan. Fata makan terburu-buru sambil berlari membawa air wadah botol. Dengan susah payah, ia meminum air tersebut meskipun harus terciprat kemana-mana karena sambil berlari.

Tanpa kesulitan berarti, Asep dan Kii telah menghabisi pasukan milik Fata, dan kini siap menerjang Fata.

"Serang!" perintah Fata lagi.

Fata bukanlah orang yang pendek akal. Ia telah memperhitungkan kalau pasukan pertamanya akan kalah. Ia mempersiapkan pasukan kedua yang bersembunyi agak jauh dari tempat pertama. Jadi perintah pertama tadi tidak akan sampai ke tempat pasukan kedua.

Kali ini lebih banyak kalajengking keluar dari pasir. Asep dan Kii hanya tersenyum, meremehkan pasukan Fata.

Fata menenggak sisa airnya, lalu melempar botolnya.

"Heh, gua belum serius barusan."

Fata mengambil jetpacknya yang tergeletak tak jauh dari sana. Memakainya lalu terbang.

"Curang! Pakai terbang segala!" protes Asep.

"Jangan ribut!" balas Fata sambil mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.

Sebuah pistol mini.

"Hahahahaha, pantes pengecut. 'Pistol'nya kecil gitu," ejek Asep sambil menghajar seekor kalajengking tanpa kesulitan.

Dua tembakan dilepaskan Fata.

Asep dan Kii mengaduh saat peluru tersebut menembus tubuh mereka. Namun menembus bukanlah deskripsi yang tepat. Lebih tepatnya..

Menancap.

Peluru tersebut berbentuk seperti jarum. Asep dan Kii segera melemparkan jarum itu, khawatir dengan efek lanjutannya.

Fata mendehem sambil mengurut-urut lehernya seolah sedang batuk.

"TURUTI PERINTAHKU!!"

Asep merasa tubuhnya seperti disetrum. Rasanya seolah ada sesuatu yang sedang merasuk ke pikirannya. Tubuhnya mendadak gemetar, tak sampai sedetik kemudian, ia merasa kendali atas tubuhnya menghilang. Saat ia melihat Kii, tampaknya ia terkena dampak yang sama.

Jarum tersebut telah dilumuri racun kalajengking. Itu yang membuat mereka kehilangan kendali atas saraf mereka. Di saat itulah, Fata memasukkan sugesti dengan alatnya kepada sistem saraf Asep dan Kii yang sedang kacau.

Memanfaatkan momentum kekacauan.

"Pria pedang, bunuh temanmu!" perintah Fata.

Kii tak dapat mengendalikan tubuhnya, seberapa keras ia mencoba. Tangannya tetap menghunuskan pedang, dan kakinya tetap berjalan ke arah Asep.

"Kalajengking, berhenti!"

Pasukan kalajengking tersebut berhenti menyerang. Mereka seolah dipaksa menjadi penonton atas adegan ini.

Asep berusaha keras mengambil alih kembali tubuhnya. Dengan susah payah, ia membuka buckle sabuknya dan mengambil dua biji kopi dengan gemetar.

Namun ada yang berbeda, kali ini biji kopi itu tidak diremasnya, melainkan dimasukkan ke dalam mulutnya.

Asep mengunyah kopi itu lalu menelannya.

"Kii, cepat bunuh!" perintah Fata.

Kii berlari dan mengacungkan pedangnya pada Asep yang sedang berjuang melawan kendali Fata.

Tiba-tiba aura kemerahan merekah dari tubuh Asep. Rambut cepaknya ikut berdiri dan berkibar bersama aura itu. Aura kemerahan itu menimbulkan gelombang kejut yang membuat siapapun yang berada dalam radius 10 meter terpental, termasuk Kii.

"Maaf Kii, tapi kamu harus istirahat dulu," gumam Asep.

"Turuti perintahku!" perintah Fata lagi.

Namun kali ini perintah Fata gagal. Racun di tubuh asep telah menguap bersama dengan aura kemerahan itu. Dengan kafein yang ada di dalam tubuhnya, Asep telah membangkitkan kembali kemampuannya sebagai manusia setengah naga.

Asep berlari ke arah Kii dengan kecepatan yang luar biasa. Sementara itu Kii tak bisa berbuat apa-apa saat Asep berputar dan memukul tengkuknya hingga ia pingsan.

"Pasukan kalajengking, serang!"

Pasukan kalajengking kembali bergerak.

Asep menahan tusukan seekor kalajengking hanya dengan satu tangan. Lalu dengan mudah, ia mengangkat kalajengking itu lalu memutarnya seperti baling-baling.

Pasukan kalajengking terpental begitu saja terkena baling-baling Asep.

"Sial!" pekik Fata saat ia berusaha terbang menghindari hujan kalajengking. Ia kembali membidikkan pistol kecilnya.

Namun jarum itu terpental saat menabrak kulit Asep.

Asep membalas dengan melempar kalajengking yang ia jadikan baling-baling.

Fata menghindar dengan sukses, ia tak menyerah. Sekali lagi, ia mencoba menembakkan pistol jarumnya.

Asep mengambil ancang-ancang. Ia membuka kakinya dan membungkukkan sedikit badannya sambil melihat ke arah Fata. Ia lalu menarik nafas panjang.

"Sa.."

"YUR LO DEH!!!"

Asep melepaskan gelombang kejut yang luar biasa dari nafasnya. Seorang manusia setengah naga memiliki kemampuan untuk menyemburkan gelombang energi layaknya naga. Dengan bantuan kafein dari kopi yang ia telan, ia berhasil membangunkan darah naga yang ada di dalam dirinya.

Gelombang kejut itu melemparkan Fata begitu jauh, jetpacknya langsung hancur seketika saat ia terkena telak gelombang tersebut.

Namun tak sampai di situ saja, Asep telah menyambut Fata di tempat dia akan mendarat.

Sebuah pukulan telah siap menyambut Fata yang kehilangan kemampuan untuk terbang.

"CIPATOTONG COMRO KARUHUN!!"

Rahang Fata lepas saat Asep memukul pipinya. Membuatnya terpental bermeter-meter, terguling sepuluh kali di pasir. Kaki dan tangannya patah saat tubuhnya menabrak pasir dengan momentum sebesar itu. Kematian tampaknya tak dapat dielakkan lagi. Malang tampaknya tak dapat dihindari pria kribo itu.

Asep menarik nafas panjang, aura kemerahan di sekitar tubuhnya perlahan menghilang. Ia lalu berjalan kembali ke tempat Kii.

Namun ia melihat sesuatu.

Sebuah siluet terlihat di atas gundukan pasir tak jauh dari sana. Tak lama kemudian, sebuah tembakan terdengar. Salah satu kalajengking tiba-tiba bangun dan segar kembali.

Menyadari ada yang salah, Asep segera berlari berusaha menyelamatkan Kii.

Namun terlambat, Kii yang masih pingsan tak bisa mengindari tusukan ekor kalajengking tersebut.

Tak hanya sekali dua kali, kalajengking itu menusuk tubuh Kii yang tak berdaya berkali-kali. Darah segar terciprat keluar dari tubuh Kii, seperti air mancur di tengah padang pasir.

Asep tahu siapa pelakunya.


(* * *)


[Meredy's POV]

Sehabis membiarkan Felly mati, Meredy melihat sebuah pesawat lewat.

Meski ia telah berusaha menekan nafsu makan avatarnya, namun rasa lapar masih juga menggelayut di perutnya. Tampaknya usahanya tak benar-benar sukses.

Ia lalu berjalan mengikuti pesawat tersebut. Sebisa mungkin ia berusaha menghemat energinya yang memang tak banyak. Burger tadi tak cukup untuk mengembalikan energinya.

Setelah sekian lama berjalan, ia mendengar beberapa suara dentuman dan tembakan. Tampaknya ia sudah terlambat. Mungkin saja kotak makanan itu telah habis, atau mungkin saja kotak makanan tersebut tergeletak begitu saja seperti kotak makan pertama.

Jika kemungkinan kedua terjadi, maka akan ada kesempatan baginya untuk merebut kotak makanan itu.

Namun ia salah.

Saat ia sampai di sana, dia hanya melihat onggokan kalajengking raksasa bergelimpang dimana-mana. Tak jauh dari situ, terlihat seorang pria ubanan terlentang membawa pedang.

Meredy membuka hologramnya dan memindai pria tersebut. Ternyata dia masih hidup.

Meredy lalu mematerialisasikan [Avarice], lalu mengacungkannya pada pria itu.

Tapi, tentunya tembakan Meredy yang lemah takkan membunuh pria itu, alih-alih malah membangunkannya.

"Cipatotong comro karuhun!!"

Meredy mendengar suara teriakan dari kejauhan. Meredy tahu siapa pemilik suara itu.

Akhirnya Meredy memutuskan untuk memberi [Rejuvenating Shot] pada seekor kalajengking yang masih hidup. Tembakan itu membuat kalajengking itu kembali bugar dan kembali pada insting dasarnya : membunuh siapapun yang terlihat olehnya.

Tanpa jeda, kalajengking itu menusuk pria berpedang itu berkali-kali.

"Wow," gumam Meredy kagum.

"CIPATOTONG.."

Meredy terkejut, mendengar pemilik suara itu begitu dekat.

"CENDOL.."

Meredy mengacungkan pistolnya sebagai reaksi cepat, namun terlambat.

"KIWARI!!"

Sebuah tendangan memutar dilepaskan Asep. Meredy tak sempat menghindari tendangan maut tersebut. Tubuhnya terpental cukup jauh.

Aura kemerahan meledak dari tubuh Asep. Pergerakannya tiba-tiba menjadi sangat cepat dan mematikan.

Sebuah tendangan kembali mengenai perut Meredy, membuatnya terbatuk saat terpental. Belum sempat bereaksi, sebuah tendangan kembali membuatnya terpental bagai bola sepak.

Tak sempat melindungi dirinya, Asep meraih leher wanita itu dan mengangkatnya tinggi. Meredy berusaha mematerialisasikan pistolnya, namun gagal saat Asep meninju wajah wanita tersebut. Tak hanya sekali dua kali, Asep memukul wajah Meredy berkali-kali. Giginya sampai rontok satu-persatu. Rahangnya bergeser, dan hidungnya hancur sampai tak bisa dikenali. Tampaknya takdir yang menimpa Fata akan menimpa Meredy juga.

Mati di tangan Keturunan Naga.


(* * *)


[Fata's POV]

Rasa sakit menguasai tubuh Fata. Ia tak dapat menggerakkan satupun dari sendi tubuhnya. Ia belum mati, tapi kematian begitu dekat dengannya. Jaraknya hanya dibatasi tulang-tulangnya yang patah. Tak butuh waktu lama, sebelum ia tewas karena pendarahan dalam.

Sayup-sayup ia mendengar suara gebukan di kejauhan. Dengan susah payah ia menoleh ke arah suara tersebut. Terlihat siluet seseorang sedang mencekik seorang wanita dan memukulnya tanpa ampun.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian Fata.

Tapi aliran data yang sangat besar, menembus langit Alforea dan masuk ke dalam wanita tersebut. Ribuan angka dan huruf terbang mengalir membentuk kesatuan yang seolah hidup.

Entitas digital.

Fata tahu, hanya dia yang dapat melihat aliran data ini. Ini adalah suatu hal yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia terpaku, terpana, melihat keindahan jalinan data yang menyusun wanita tersebut. Meski ia hanya dapat melihat dari kejauhan, namun ia dapat melihat kerumitan struktur data yang menyusunnya.

[99.98%]
[99.99%]
[100%]
[Your download is complete]


(* * *)


[Asep's POV]

Sebuah ledakan hebat muncul dari tubuh Meredy, bahkan melawan aura naga Asep, membuatnya terpental.

Suatu hal yang aneh terjadi pada Meredy, di sekitar tubuhnya tiba-tiba muncul huruf dan angka aneh, membongkar tubuh Meredy dan menyusunnya kembali dengan cepat.

Asep tak tinggal diam, ia lalu bangun dan berusaha menyerang lagi.

"CIPATOTONG COMRO –"

Namun Asep tak sempat menyelesaikan serangannya, Meredy tiba-tiba sudah ada di hadapannya dan mendorong wajah Asep dengan tangan kanannya yang berubah bentuk tak karuan.

Asep kembali terpental, namun ia tak menyerah. Ia tak pernah mengenal kata menyerah. Apalagi berurusan dengan seseorang yang membunuh sahabat barunya.

Asep berlari dan memukul wajah Meredy. Alih-alih menghancurkan wajah Meredy, tangannya sendiri hancur, seolah habis memukul sesuatu yang sangat keras. Ini sangat aneh, karena Asep mampu menghancurkan tembok kalau dia mau.

Wajah Meredy berubah, dari awalnya wujud manusia, kini menjadi seperti topeng tengkorak. Wajahnya berwarna putih, seakan terbuat dari tulang. Matanya besar membelalak, berwarna hitam dengan pupil kuning seperti iblis. Hidungnya digantikan dua lubang horizontal yang mengerikan.

Bibirnya digantikan oleh deretan gigi taring yang lebarnya melebihi garis bibirnya. Tak ada bibir, hanya deretan taring mengerikan.

Personifikasi iblis.

Asep meringis memegangi tangan kanannya yang patah. Namun ia tak patah arang, kali ini ia mencoba menyerang dengan tangan kirinya.

"Percuma," gumam Meredy dingin.

Pukulan itu hanya menghancurkan tangan Asep satunya. Sementara Meredy sama sekali tak bereaksi.


​ 
"Konyol. Untuk mengunduh wujud seperti ini saja butuh waktu 24 jam.," keluh Meredy. "Sementara itu, aku hanya bisa menggunakan wujud ini untuk 30 detik, sial."

Meredy mengacungkan tangan kirinya kepada Asep. Dengan satu hentakan, Asep terpental.

Meredy ganti mengacungkan tangan kirinya yang berubah menjadi pistol.

"Maaf, anda kurang beruntung. Silahkan coba lagi di kehidupan berikutnya."

DUARRR!!

Sebuah ledakan yang setara dengan meteor milik Tamon Rah meledak dari pistol raksasa Meredy. Menghapuskan Asep tanpa jejak sedikitpun.

Meredy mengendus udara, lalu menoleh ke rongsokan metal yang cukup jauh dari sana.

Sekejap mata, Meredy berteleportasi ke tempat tersebut dan menemukan seorang pria kribo dengan kondisi yang parah.

Meredy  mengangkat tubuh pria tersebut dengan telekinesis, lalu membawanya ke hadapannya.

"Kau punya kemampuan yang menarik, Kribo."

Si pria kribo tak bisa menjawab, rahangnya lepas.

"Kau berhutang satu milyar gold padaku."

Si kribo tak mengerti apa yang Meredy bicarakan. Ia bahkan baru pertama kali bertemu wanita ini.

Tiba-tiba sebuah kecupan terjadi. Meredy mengecup bibir pria yang penuh darah itu.

Pria itu dapat merasakan dinginnya deretan taring Meredy yang menempel di bibirnya yang sudah tak berbentuk. Bersamaan dengan itu, ia merasakan ada aliran data yang sangat besar masuk ke dalam pikirannya. Otaknya tak dapat memproses semua informasi yang masuk dalam waktu bersamaan.

Tubuhnya mengejang, darah kembali terciprat dari setiap lubang di tubuhnya. Rintihan menyakitkan terdengar lirih darinya, bersamaan dengan kejang yang sangat hebat.

"Informasi adalah hal termahal di dunia. Kau akan membutuhkan itu nanti, Kribo. Dan karena kau berhutang padaku, aku ingin kau menjadi anak buahku. Berterimakasihlah, brengsek. Kau cukup beruntung dibandingkan peserta lainnya. Sampai jumpa di ronde berikutnya."

Meredy melempar tubuh yang nyaris tak berbentuk itu, dan kembali menembakkan pistolnya.

Tak ada yang tersisa dari tubuh pria itu saat ledakan hebat itu terjadi.

3rd Course finished
Are you ready for the dessert?
Don't worry, it is sweet enough
Enjoy~


(* * *)


4th Course : Sweet revenge from the beloved bro

Tigapuluh detik berakhir sudah, Meredy seketika kembali ke wujud aslinya.

Meredy mengeluh, baginya waktu untuk mengunduh wujud itu tidaklah sebanding dengan durasi yang ia dapatkan. Hanya tigapuluh detik tidaklah cukup. Ia harus segera menenggelamkan Alforea agar ia bisa menggunakan kekuatannya secara penuh.

Harusnya ia sudah menang saat ini, namun anehnya ia tidak diteleportasi kembali ke kota.

Suara tembakan tiba-tiba terdengar mendesing.

Meredy tak tahu darimana suara itu datang, namun peluru itu telah menembus perutnya.

Sensasi terbakar seketika mengambil alih tubuh Meredy. Membuat sistem data di dalam tubuhnya kacau balau. Ia tahu siapa pemilik peluru sejenis ini.

Meredy dapat mendengar langkah terseok tak jauh dari tempatnya berdiri. Seorang gadis berambut ikal kuning dengan baju yang berlumuran darah. Matanya kosong, seolah sudah ditinggalkan jiwanya. Di tangannya tergenggam sebuah Knuckle Gun, pistol modifikasi berupa gabungan antara pistol dan kepalan besi.

Meredy mengenali pistol itu. [Malice], milik ENVY.

"Apa kabar, GREED?"

Suara ENVY dan Felly terdengar bersamaan, menegaskan kesan bahwa ENVY telah mengambil paksa tubuh tersebut.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Meredy.

"Kau pikir hanya kau yang boleh bersenang-senang?" balas ENVY.

Tiba-tiba, ENVY menghilang. Meredy tak dapat mengikuti gerakannya.

"Lambat."

Sebuah pukulan uppercut melayang ke dagu Meredy, disambut dengan tembakan beruntun yang membuat Meredy tak bisa menggerakkan badannya sama sekali.

"Kau tak sebanding denganku. Kau pikir bisa menguasai dunia ini dengan kemampuan selemah itu? Kasihan.."

Meredy tak dapat menjawab, aliran data di tubuhnya terputus, membuatnya kehilangan fungsi.

ENVY mengangkat tubuh Meredy yang tak berdaya, lalu memukulnya di perut dan menyambungnya dengan tembakan lagi.

Satu momentum itu membuat Meredy.. tidak, GREED, keluar dari avatarnya, Meredy Forgone. Tubuh aslinya yang berupa bayangan hitam terpental keluar. Dalam wujud ini, ia tak bisa melakukan interaksi apapun di Alforea. Karena secara teknis, tubuh aslinya setara dengan roh bagi manusia. Ia membutuhkan 'wadah' untuk membuatnya bisa berinteraksi.

Momen ini yang ditunggu oleh ENVY. Ia melompat keluar dari tubuh inangnya dan menerjang GREED yang terlempar keluar, mencekik lehernya dan menghempaskannya jatuh ke tanah. Namun tak hanya sampai disitu, ENVY mendorong tubuh GREED yang tak berdaya, menembus lapisan Alforea hingga kembali ke lautan internet.

"Pulanglah, GREED. Kau tak pantas menguasai dunia ini."

Suara bariton ENVY melekat di benak GREED, namun tak ada yang bisa ia lakukan.

ENVY melempar tubuh GREED yang rusak dan dipenuhi gangguan data, jatuh ke lautan internet. Lalu ia masuk kembali ke Alforea dengan menembus tembok luarnya.

Apa hanya segini saja?
Berakhir?
Tidak, aku tak bisa berhenti sampai di sini.

Tubuh GREED terasa berat, gravitasi serasa menarik tubuhnya jatuh, kembali ke palung terdalam internet. Kembali ke deep web.

Aku…
Kalah?

Ditengah keputusasaannya, ia merasakan sesuatu mendorong kembali tubuhnya ke permukaan.

Ini..
[Bitcoin]?

Ya, [Bitcoin]. Entitas peliharaan GREED. Saat mereka hampir punah, GREED mengembangbiakkan mereka via multiplikasi data dan mengalirkannya ke seluruh penjuru internet, menyelamatkan mereka dan membuat kehidupan di deep web berjalan kembali.

Tak jarang ada pengguna internet yang mencuri [Bitcoin] dengan cara kotor, karena [Bitcoin] harganya sangat mahal di dunia nyata. Tentu saja banyak orang yang ingin memilikinya. Apabila [Bitcoin] punah, maka ekosistem deep web akan terganggu. Tak ada orang yang akan mengunjungi deep web, dan apabila tak ada pengunjung, maka kehidupan di deep web akan mati.

Itulah sebabnya harus ada seseorang yang mengatur peredaran [Bitcoin], agar tidak terlalu banyak, namun juga tidak terlalu sedikit. Untuk menyeimbangkan hubungan antara dunia nyata, web, dan deep web.

Semenjak [Bitcoin] mencapai jumlah yang cukup untuk ekosistem, GREED memutuskan untuk pergi ke permukaan dan mencari permainan baru. Saat itulah ia menemukan Alforea. Sebuah server menarik, berbentuk seperti planet yang megah. Dari luar, tampak kehidupan beraneka macam di Alforea. Itu untuk pertama kalinya GREED melihat kehidupan manusia. Sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Ia sangat ingin memiliki server itu, ada sesuatu di dalam dirinya yang menginginkan server itu untuk menjadi miliknya. Ia tak peduli bagaimanapun caranya.

Saat ia mencoba melihat lebih dekat, ia terhisap gaya tarik server tersebut dan masuk ke jendela kustomisasi karakter. Dan setelah itu ia mengikuti turnamen antar dimensi

Battle of Realms..

GREED menggumam lirih, tubuhnya terasa ringan. Perlahan, cahaya yang dipancarkan Alforea mulai terlihat. GREED dapat melihat server itu dan segala keindahannya. Dengan sisa tenaganya, ia mencoba terhubung kembali dengan avatarnya, Meredy Forgone.

Ia mengangkat tangannya dan membuat gambar visual avatarnya di dalam benaknya. Berusaha mencari jalan masuk sebelum avatarnya diambil alih ENVY.

Seketika, tubuhnya terasa ditarik oleh gaya tarik yang sangat kuat.

Ia dapat melihat Alkima Plaza, Shor'n Plains, Despera Inn, Kai, Hewanurma, Tamon Ruu, dan seisi penghuni Alforea dilaluinya dengan sangat cepat. Semua hanya terlihat sebagai siluet dalam sepersekian detik perjalanan GREED.

.
.
Panas.

 Matahari bersinar marah, angin bertiup membawa pasir yang menyakitkan. Tubuh Meredy serasa terbakar. Baju latex hitamnya membuatnya sangat tersiksa, ditambah lagi dengan jubah panjang berwarna sama.

Ia kembali menjadi Meredy Forgone.

Di tangannya tergenggam [Avarice], yang perlahan kehilangan warnanya dan berubah menjadi sebuah pistol transparan dengan aksen elektrik berwarna biru.

Tiba-tiba sebuah pesan pop up muncul di hadapannya. Sama persis saat ia melewati babak pre-eliminasi kemarin.

[Selamat! Anda telah melewati babak pertama!]
[Anda akan di-teleport kembali ke kota Despera dalam..]
[5]
[4]
[3]
[2]
[1]

===(FIN)===


Closing
[Author's note]

Sayang, kali ini tidak ada pilihan bagi pembaca untuk upgrade selanjutnya dari Meredy. Karena di cerita kali ini, Meredy telah mendapat skill tree baru, [Transparent].

[Transparent] : Spirit gun LV1
Projection Bolt (aktif)
Menembakkan peluru yang dapat membuat roh terpisah dari tubuh lawan selama 10 detik. Ini dapat menyebabkan lawan kehilangan kendali atas dirinya.
Apabila digunakan pada diri sendiri, maka GREED dapat keluar dalam waktu 1 menit dan mampu merebut paksa tubuh seseorang apabila orang tersebut dalam kondisi lemah.
GREED dapat menembus tembok dan terbang, layaknya hantu. Sangat berguna untuk mencari informasi atau jalan keluar.
(+) Dapat membuat lawan kehilangan kendali atas tubuhnya.
(+) GREED dapat merebut tubuh lawan.
(-) Peluru hanya satu dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengunduh kembali pelurunya.
(-) Apabila digunakan pada diri sendiri, membuat avatar Meredy kosong dan mudah untuk diserang.

6 comments:

  1. Oke, saya nggak mau bahas soal tipe narasi gaya game online dan virus komputer lagi. Anggap saja ini keunikan utk Meredy.

    Sudah jelas terlihat, Meredy memang salah satu OC yang sulit dihadapi di turnamen ini. Intinya, untuk mengimbangi kekuatan iblis SINS, butuh kekuatan2 yang setara dewa (1/3 devil vs 1/3 god). Cara mengatasi Asep Codet, salah satu OC terkuat di turnamen ini saja sudah mengerikan. Fata juga cukup "sinting" skillnya, nggak cuma urusan bicara kasar saja. Oh well, kalau si Kai itu jadinya PRIDE-kah?

    Yang pasti, kalau sampai Vajra yang "cool" dibuat marah, ANGER ala Black Vajra (Fudo Myo-o) jangan2 bakal bangkit, wkwkwkwkwk :p *ada-ada aja ini*.

    Intinya, it's really mind-blowing, sepertinya rohku terasa "jalan-jalan" bentar waktu baca ini.
    Anyway, skor totalnya 8/10. OC: Vajra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku belum tahu WRATH bakal tampil ato nggak nantinya, ditunggu aja kelanjutan canon Meredy >.<
      (Soalnya aku bener2 ngerancanain canon per ronde. Jadi nggak ada konsep canon secara garis besar)

      Semoga nanti ketemu Vajra, penasaran gimana nanti dia ngalahin Meredy yg curang.

      Delete
  2. Fatanir - Po

    karakternya bagus2, ada background kyk Neng Wulan yg bikin segar, ada jg omongan tentang pedang yg bikin Kii lebih manusiawi. Walaupun emg penggalian karakter gak tlalu imbang. Sementara Fata mantep bgt sudut pandang sama penceritaannya, yg lain nggak dpt penggalian sekeren itu.

    Btw yg aku rasa kurang sreg itu ada 2:

    - tiap OC di sini kyknya otomatis langsung masuk mode bertarung tiap ktmu OC lain, pdhl kyk Izu-Fata-Felly kan blm tentu selalu gt

    - Meredy nggak nemuin kesulitan apa2 di battle kali ini. jadi kesan strugglenya kurang

    Tapi aplikasi download, wujud iblis, kanon Meredy keren mantap.

    nilai 8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Izu lagi makan dihajar sama Meredy. Padahal udah susah2 maling kotak makanan.

      Felly lagi asik minum darah, ditembak adrenalin sama Meredy, ya marah jadinya wkwkw.

      Meredy emang trouble maker :v

      Aku masih blm bisa lepas nih dari tipikal OC evil dan godlike :(

      Delete
  3. Sama kayak entri Fata, di sini strongest duo-nya Asep sama Kii. Udah jadi soul brother di stage ini kayanya. Tapi ini rasanya paralelnya kuat banget, terutama hubungan Asep-Kii, gaya berantem Fata, sama bitchinessnya Meredy #plak

    Staying true to yourself, I guess, entri ini seperti biasa pake pembagian part, ganti" pov, dan paragraf" pendek...wait, semakin saya baca, kenapa rasanya jadi mirip tulisan saya sendiri @_@

    Ini Meredy kalo bentuknya di dunia ini juga bukan nyata gimana cara ngalahinnya?

    Uh, bagian akhirnya masih asing buat saya, mungkin karena lebih ke canon eksklusif Meredy ya. Btw saya jadi lupa, yang jadi budak Meredy di prelimnya itu Kai atau Tata? Either way lama" Meredy jadi macem debt collector, tebar utang buat ditagihin nanti"

    Dari saya 8

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dibilang writing style kita mirip, hahahaha.

      Di prelim Kai, Meredy blm ketemu Tata sama sekali.
      Hahahaha debt collector, bisa jadi!

      Well utk soal ngalahin Meredy, aku kembaliin ke masing2 author gimana caranya.
      Trendnya sih OCku jadi last boss yang dikalahin dengan susah payah hohoho.

      Aku berharap total humiliation kayak ending entrynya Fata itu.

      Delete