[Round 1 - Team B] Frost – Penjelajahan Hutan Beku
Penulis: 8lackz
Suara sedotan kosong menyeruak, Frost telah menghabiskan gelas kedua
dari suguhan susu kocok rasa bluberry tersebut. Satu demi satu seorang pelayan
membawakan peserta kembali ke dalam bar. Ada yang pulang dalam keadaan pingsan
seperti Frost sebelum ini, ada yang berjalan dengan sombongnya seakan mereka
dengan mudah seorang diri mengalahkan Kuda Sembrani berapi.
“Sekali lagi, saya ucapkan selamat atas keberhasilan kalian dalam
melewati babak penyisihan tadi. Perkenalkan, nama saya Anastasia, untuk saat
ini saya bertugas untuk menyampaikan pengumuman resmi dan menjelaskan tugas
kalian pada ronde pertama turnamen.”
Itu berarti… Kawanagi dan Haru tidak termasuk ke dalam ronde pertama.
Frost hanya mendapati Mang Ujang satu-satunya kawan yang kembali dari babak
penyisihan, dan saat ini pria tersebut tengah menikmati nasi, salad dan Lele
goreng kering di sudut bar. Frost juga mendapati ia tetap makan walau matanya
penuh dengan nafsu memandang rok mini Anastasia.
“Baiklah, saya akan mulai menjelaskan tentang misi kalian pada ronde
pertama!” entah dengan teknologi macam apa delapan buah gambar bergerak
terpampang di setiap sisi ruangan. Setiap dari gambar tersebut menampakkan
berbagai lokasi yang cukup ekstrim. Baik gua magma, gunung salju hingga ke
pulau terbang.
Seorang anak gadis, bahkan Frost tidak bisa bilang ia seorang anak. proporsi
tubuhnya pun terasa aneh dengan ukuran tubuh pendek dan kepala super besar, ia
lebih terlihat seperti sebuah gambar imut yang menjadi hidup.
“Perkenalkan, kalian bisa memanggilku RNG-sama, karena sementara ini
Tamon Ruu dan Hewanurma sedang tidak bisa hadir, maka aku yang akan mengatur
pembagian tim untuk ronde pertama,” ia memperkenalkan diri sebagai RNG-sama dan
ia memanggil nama Frost serta menempatkannya di sebuah gambar bergerak yang
menunjukkan hutan.
Saat Frost mendekati gambar tersebut, penglihatan tambahan yang melapisi
mata kirinya menampilkan barisan nama-nama peserta lain yang juga akan menjadi
lawannya.
[Frost] X
◄[Mawar]
[Aragon] ►
[Pitta Jr.] ►
◄ [Tan Ying Go]
◄ [Liona Lynn]
Tanda panah dalam penglihatan tambahan itu membuat Frost mengalihkan
pandangannya, tanda panah tersebut ternyata memperlihatkan siapa yang akan
menjadi lawannya nanti di dalam ronde tersebut.
▼[Mawar] Gadis berkerudung yang
tengah duduk terdiam seakan menyaksikan semua kejadian itu penjelasan ini detil
demi detil.
▼ [Aragon] Pria muda yang
menangguk-angguk mengerti semua penjelasan yang tengah diberikan oleh Anastasia
dan RNG-sama.
▼[Tan Ying Go] Tatapannya
bertemu dengan Frost, dan Frost merasa bersalah saat pemuda itu tersenyum dan
melambaikan tangan lebih dulu, Ia begitu ramah.
▼[Pitta Jr.] Pemuda gemuk yang
lebih asik memanggang roti bundarnya saat ini daripada mendengarkan penjelasan
panita.
▼[Lyona] satu lagi gadis
berkerudung yang tertidur dengan satu kaki diangkat di atas Sofa.
Padahal Frost adalah seorang biarawati tetapi
diantara tiga perempuan itu hanya dia yang tidak memakai kerudung.
“Jadi silakan berjalan menembus proyektor tersebut
untuk berangkat menuju lokasi, disana kalian akan disambut oleh salah satu anak
buah saya dan dijelaskan secara mendetail apa yang harus kalian lakukan di
sana.”
Di depan mata Frost sebuah gambar yang
sebelumnya hanya menempel di dinding kini bersinar dan menjadi terlihat seperti
bergelombang.
Beberapa lawan-nya terlihat mulai meninggalkan
kursi mereka dan berjalan ke arah portal. Frost yang baru saja mendapatkan
gelas ketiga susu kocoknya itu tidak rela membiarkan minuman tersebut ditinggal
begitu saja di atas meja.
Tan Ying Go, Mawar, Pitta Jr. dan juga Aragon
telah memasuki portal itu satu-persatu sedangkan saat ini Frost tengah
mengalami keram otak karena menenggak susu kocok super dingin itu secara
terburu-buru.
“Semenit lagi nona Frost, nona Lyona waktu
kalian untuk memasuki portal semenit lagi.” Salah satu pelayan yang bukan
Anastasia meneriakkan nama peserta yang belum memasuki portal.
Frost berdiri, menyelempangkan tongkat dan juga
kodachi di punggungnya serta pedang panjang di pinggangnya kini dengan pasti ia
berjalan ke arah portal.
“Brukk”
“Minggir, keong!” bahu Frost terdorong dari belakang dan gadis yang
sedari tadi terlihat tidur itu berjalan cepat memasuki portal.
Mengapa anak sekecil itu bisa memiliki tabiat
seburuk itu? Pertanyaan tersebut melintas ke pikiran Frost, tapi ia tidak
memperdulikan jawabannya kali ini ia hanya ingin mencoba mengunjungi hutan
tersebut dan menikmati petualangan di dalamnya.
Melangkah menembus portal tersebut, Frost mendapati dirinya diselimuti cahaya berwana hijau muda seperti daun, saat cahaya tersebut memudar ia tengah berdiri dikelilingi pohon-pohon raksasa dengan tanah rerumputan yang padat. Seakan seluruh hutan ini tidak memiliki hewan sama sekali dan merupakan surga bagi tumbuhan.
Seluruh mata memandang ia tidak bisa melihat
tepian hutan ataupun bukaan hutan. Pohon-pohon berdiri begitu rapat seakan
berlomba mencari cahaya matahari. Saat ini adalah siang hari, tapi tidak ada
satupun sinarnya yang jatuh ke rerumputan di tanah, rindangnya pohon-pohon
membuat tempat ini begitu sejuk dan juga lembap.
Sekali lagi, Frost mendapati sang pelayan tengah
menutupi matanya dan menggerakkan mulutnya mengeluarkan suara ocehan yang tidak
dapat dimengerti.
Tiga buah permata putih tiba-tiba terbentuk di
sekitar tubuh Frost, anehnya benda tersebut baru secara lambat tetapi pasti
mengorbit di pinggang Frost.
“Resource
Completed,” sang pelayan tersebut menyelesaikan mantranya.
“Di enam titik berbeda di hutan ini, kami telah
mendaratkan keenam petarung Ronde 1. Tugas kalian sebagai petarung adalah
bertahan paling akhir dengan minimal menjaga satu kristal kalian agar tidak
hancur.”
“Hutan ini adalah hutan sakral yang mencintai
kehidupan. Kalian disarankan untuk tidak membunuh peserta lain selama di dalam
hutan ini. Karena kami sendiri kurang mengetahui apa yang akan terjadi kalau
saja ada darah yang tertumpah di tempat ini.”
“Ada pertanyaan?”
“Aku tidak bisa melihat peta kecil yang biasanya
tampil di penglihatan tambahan. Kalau begini ada kemungkinan aku tersasar dan
tidak bisa bertarung melawan peserta lainnya.”
“Itu bukan masalah, Hutan ini memang tidak
mungkin bisa dikeluari, siapapun yang memasuki hutan ini akan terus dibimbing
secara gaib oleh hutan untuk sampai ke pusatnya dimana kalian harus berdoa
kepada kembang Ratu Takdir sebelum akhirnya dipindahkan secara langsung oleh
hutan untuk keluar.”
“Terus, kau juga akan ke tengah hutan?”
“Ya enggaklah nona Frost, kami pelayan Tamon
punya akses portal masuk atau keluar instance
dimanapun di semesta buatan Tamon.”
Dan dengan diakhiri kalimat mengesalkan itu,
sang pelayan menghilang begitu saja.
“Aku lebih menyukai pelayan sopan dan acuh di
babak penyisihan daripada pelayan tadi” dan Frost mencibirkan mulutnya,
setengah menyadari ia baru saja mendumel kepada rumput yang bergoyang.
***
Sepuluh menit lebih Frost berjalan menyusuri
hutan tersebut, di kejauhan ia mendapati suara-suara pertempuran.
Ia menyadari bahwa Turnamen Battle of Realms ini
cukup ramah, dimana di babak penyisihan bahkan Ujang saja mendapatkan
reinkarnasi instan, dan di babak pertama ini mereka tidak boleh saling
membunuh.
Frost melangkah dengan ringan, dalam hatinya ia
sudah sangat senang bahwa ajang ini adalah ajang mengasah kemampuannya, dan
sekaligus kesempatan ia bertualang ke tempat menarik.
Saat ia tengah berjalan, matanya mendapati sosok
manusia yang juga tengah menyusuri hutan, di penglihatan tambahannya ia
mendapati sosok itu adalah Tan Ying Go. Namanya terpampang di atas kepala pria
itu.
Tan Ying Go jauh berada di depan Frost, dan
Frost yakin pria itu belum menyadari kehadiran Frost.
Frost tidak bergerak, ia terbeku. Banyak hal
yang membuatnya bingung bagaimana menanggapi hal seperti ini.
Pria itu adalah pria ramah, dan juga sedikit
menarik. Frost tidak tahu apakah ia harus memulai menyerang begitu saja atau
harus berkawan? Seingat dia RNG-sama mengatakan dalam ronde pertama ini semua
peserta lain adalah musuh.
Selagi frost berpikir mengenaii apa yang harus
dilakukan olehnya, pemuda itu malah berbalik badan dan langsung menodongkan
sebuah benda hitam ke arah Frost.
“Oh, nona Frost…”
Frost terkaget, tidak ada satupun hal yang
dilakukannya untuk membuka keberadaan dirinya, tetapi entah bagaimana pria
tersebut dengan tepat mengetahui lokasi dirinya, dan bahkan menodong dirinya
dengan sesuatu yang mungkin saja sebuah senjata.
“Sebisa mungkin aku tidak ingin bertarung dengan
wanita, jadi nona Frost apakah kau akan menyerangku?”
Frost menggeleng, ia tidak bisa berkata apa-apa
karena dia sendiri tidak yakin haruskah ia menyerang Ying Go, saat ini ia tidak
memikirkan satu alasan yang tepat. Lagipula memikirkan kalau ia harus bergelut dengan pria sudah membuat dirinya berkeringat dingin
“Kalau begitu, bagaimana kita berjalan bersama
saja? Kalau nanti bertemu nona mawar, atau nona Lynn aku akan menyerahkan
mereka kepadamu.”
Frost kembali bergeleng, ia tidak ingin
berdekatan dengan lelaki manapun yang bukan dari biara.
“Baiklah nona,” ia menurunkan lengan yang
menodongkan benda hitam tersebut lalu kembali berlari ke dalam hutan, “Untuk
kebaikanmu, kalau kau tidak bersamaku lain kali kita akan berhadapan sebagai
musuh!”
Lalu pria itu berlari menjauh meninggalkan
Frost, Frost masih belum bergerak dari tempatnya. Ia telah menghindari satu
pertempuran dan ia menyadari satu hal. Benda hitam tersebut adalah senjata
jarak jauh, karena Ying Go menodongkannya seakan itu sebuah senjata.
Frost menunggu sementara, ia berharap ia sudah
terpisah cukup jauh dengan Ying Go. Ia kembali melanjutkan perjalanannya, tanpa
sadar mengambil rute yang sama persis juga dengan Ying Go.
Beberapa ratus meter masuk ke dalam hutan Frost
terhenti saat ia kembali mendengar suara Ying Go.
“Sudah kukatakan, kalau kita bertemu lagi, kau
adalah musuh, dan mengetahui hal tersebut kau malah mengikutiku jejakku juga?”
Entah darimana Ying Go tiba-tiba sudah berada di
belakang Frost.
Sikap waspada Frost membuatnya langsung
berjumpalitan ke depan sembari menyiagakan pedang panjangnya.
Tetapi di hadapannya Ying Go yang ternyata
tengah melayang telah memegang sebuah kristal. Frost segera memeriksa kristal
yang mengorbiti dirinya, dua buah. Satu telah hilang entah kemungkinan ada
dalam genggaman Ying Go.
“Maafkan aku Nona Frost!” digenggamnya kristal
itu dengan sekuat tenaga oleh Ying Go, suara kaca remuk terdengar nyaring.
Entah dengan kekuatan gaib apa, Frost mendapati
dirinya diselimtuti cahaya putih terang menyilaukan. Saat cahaya tersebut
memudar, ia mendapati dirinya berada kembali di hutan, namun bukan di tempat ia
sebelumnya, karena di tempat baru ini tidak ada bekas dimana ia baru saja
berguling menghindari sergapan Ying Go.
“Tidak mau
melawan wanita, jangan ikuti aku, TAPI DIA SENDIRI MALAH MENUNGGUKU MENDEKAT!” Frost
berteriak di tengah hutan, sembari memomok ucapan sok pahlawan yang diucapkan
oleh Ying Go sebelumnya.
“Penipu itu, aku akan membekukan bokongnya saat
aku menemukannya!”
Kini di dalam pikiran Frost bukan lagi
berpetualang. Ia hanya ingin membalas dendam kepada Ying Go, menghancurkan
ketiga kristal miliknya.
“hehehehe, Kakak bilang bokong!”
Suara anak kecil terdengar menertawakan Frost,
kembali dalam keadaan siaga, Frost menodongkan pedang tersebut ke arah sang
suara.
“eeek”
Gadis kecil yang bahkan seperti baru memasuki
umur belasan berteriak ketakutan melihat todongan Frost.
Frost menjatuhkan pedangnya dan langsung
menggoyangkan tangannya menunjukkan kepada sang anak kecil bahwa ia tidak
berbahaya.
“Maaf, maaf aku kira tidak ada manusia lain di
tempat ini selain peserta Battle of Realms.”
Anak kecil tersebut masih terdiam dalam keadaan
shock ia terlihat tegar walaupun dadanya naik turun seakan terisak.
“Nak… kenapa kau bisa ada di tempat ini?”
Frost menjatuhkan dirinya berlutut ia tahu jika
berbicara dengan anak kecil yang tidak mendongak ke atas, mereka akan menjadi
sedikit lebih tenang.
“Kami diculik ke dunia ini, dan Winda tidak tahu
apa yang terjadi, tetapi barusan Bu Mawar menemukan Winda dan juga menjaga
Winda tapi ia menghilang begitu saja saat kristalnya pecah sama tukang Pizza.”
“Engg nama kamu Winda yah?”
Gadis itu mengangguk.
“Ok, begini aja. Winda sama kakak Frost yah,
kakak Frost bakal jaga Winda sampai Winda ketemu lagi sama Bu Mawar.”
Frost mencabut tongkat kayu yang terselempang di
punggungnya, lalu memberikan tongkat itu ke WInda. “nah ini senjata buat kamu
jaga diri, kalau ada yang kaya tukang pizza tadi, ataupun orang lain yang ingin
serang bu Mawar atau Winda.
Anak itu menggenggam tongkat itu begitu kencang,
seakan dirinya benar-benar ingin menolong Mawar dengan segenap hati.
Sekarang aku harus bertemu dengan wanita bernama Mawar itu. Frost mulai merasa bahwa ronde kali ini kembali
menyusahkan seperti babak penyisihan.
Kali ini,
bersama Winda yang bagi Frost terlihat seperti Mawar Mini kembali
menyusuri hutan.
Setelah beberapa lama perjalanan, sayup-sayup
terdengar suara teriakan…
“Windaaaaa… Winda….”
“Itu bu Mawarmu…”
“IBUUUUUUU”
Belum sempat Frost mengajak Winda untuk
menjemput sang pujaannya gadis kecil itu sudah berlari menuju suara teriakan
Mawar.
Frost tanpa pikir panjang berlari mendekat
kepada Winda, teriakan mereka berdua pasti mengundang petarung lain untuk
datang kalau begini caranya, sebentar lagi akan ada pertarungan besar menanti.
Dua pasang mata saling bertautan, Mawar melihat
ke Winda, dan Winda melihat ke arah Bu Mawar. Lalu mereka berdua saling berlari
dengan tangan terjulur sembari berteriak panjang memanggil nama masing-masing.
Lalu Winda melompat ke pelukan Mawar, tak lupa mawar
memutar tubuh Winda. Adegan itu terasa begitu indah dan juga memalukan di saat
bersamaan. Frost sedikit mengernyitkan mata.
Kalau adegan ini terus berlanjut maka…
“Awas ada po…”
“Brukk”
“AAAWWW HUEEEEEEEEEEEEE HIK HIK”
Menepuk wajahnya, Frost tidak tahu kenapa bisa
ada orang seperti Mawar, yang demi menyempurnakan adegan berputar itu
menghantamkan tulang kering Winda ke pohon.
Saat Frost hendak memarahi Mawar, ia terhenti.
Entah karena satu dan lain hal, tiba-tiba rasa
segan menumpuk drastis di hati Frost membuat ia bahkan tidak bisa
meninggikan suara kepada wanita bernama Mawar ini.
Satu hal yang dilihat oleh Frost adalah Mawar
hanya tinggal memiliki satu lagi kristal yang mengorbiti dirinya.
“Bu Mawar, saya menyarankan lebih baik ibu
menyerah.”
“Tiidak mungkin!” Jawabnya, sembari mengusap
tulang kering winda yang baru saja ia benturkan ke pohon. “Kalau aku mengalah
begitu saja, aku tidak bisa mengunjungi tempat lain dan menyelamatkan anak-anak
lain yang juga tersasar di semesta ini!”
“Tapi kalau ibu kehilangan satu lagi kristal
kemungkinan ibu akan hilang dan langsung kembali ke bar, dan Winda akan
tertinggal di sini. Kalau ibu menyerah Ibu akan dijemput oleh pelayan dan bisa
membawa Winda ke tempat aman, jauh dari hutan ini.”
Bu Mawar terdiam, ia terus menggosok tulang
kering Winda seakan setiap gosokan akan membuat rasa sakit winda menghilang
begitu juga dengan keraguan Bu Mawar untuk terus melanjutkan pertempuran ini.
“Kalau aku jadi Ibu, aku akan menuruti saran
biarawati ini, setidaknya aku juga tidak ingin melibatkan anak-anak dalam
pertarungan ini.”
Suara Pria, Frost kembali mengangkat pedang
panjangnya. Serta bersiaga ke arah datangnya suara tersebut.
▼[Aragon] nama yang ditunjukan
oleh penglihatan tambahan Frost.
“Bagus, sudah saatnya aku mencoba melawan sesama
penyandang pedang dan juga penguasa es. RNG-sama benar-benar memilihkan lawan
yang tepat buatku.”
Dengan perlahan pria itu menarik pelan katana
yang terselempang di punggungnya, seperti yang diketahui Frost jika udara
begitu dingin, maka suara pedang yang meninggalkan sarung akan terdengar sangat
nyaring.
“Zinng”
“Baiklah, Nona Frost, aku berterima kasih akan
kesediaanmu menjaga Winda, karena itu sebelum aku mundur dari hutan ini.
Izinkan aku untuk membantumu mengusir pria yang satu ini.”
Frost hanya bisa mengangguk, seperti biasa ia
kurang berani mengeluarkan suara di depan pria yang baru ia lihat.
“Nona Frost serang Aragon saat ini juga, dan
kupastikan ia tidak akan bisa menangkis ataupun menahan seranganmu!” Mawar
menatap penuh tekad kepada Frost menyampaikan keinginannya.
Frost tidak ragu lagi, Ia menerjang ke arah
Aragon. Aragon sendiri sudah mengambil kuda-kuda dan memberikan seringai seakan
pertempuran yang akan ia hadapi akan sangat mudah.
Frost berlari dengan cepat, ia tidak tahu
bantuan seperti apa yang akan diberikan oleh Ibu Mawar untuk pertarungan melawan Aragon.
Setiap detik jarak di antara mereka semakin
mendekat.
Empat puluh langkah,
Tiga puluh langkah,
Dua puluh langkah,
Sepuluh langkah,
Sejarak pedang,
“Yuki Aragon Ferden”
“IYA IBUII!”
Aragon Ferden segera berdiri tegak dengan tubuh
siap siaga, ia menjatuhkan pedangnya serta menatap lurus 45° ke arah langit.
Sebuah kesempatan bagi Frost untuk menebaskan
pedang panjangnya ke arah kristal yang tengah mengorbiti Aragon.
Tubuh Aragon segera bersinar terang dan ia
menghilang bersamaan dengan pudarnya sinar tersebut.
Frost sama sekali tidak mengerti apa yang telah
terjadi. Intinya, Bu Mawar sepertinya menggunakan kemampuan beliau untuk
mencoba menghentikan gerakan Aragon barusan.
Bu Mawar dan juga Winda berdiri, berjalan
perlahan mendekat kepada Frost.
“Aku menyerah!”
Sebuah portal persegi terbentuk di antara Frost
dan Bu Mawar, mengeluarkan seorang pelayan yang berbeda, sepertinya itu
pelayang yang khusus untuk membantu Bu Mawar.
“Bolehkah aku mengajak anak ini kembali ke bar,
Pelayan?”
“Bagaimana anak itu bisa berada di sini yang
menjadi pertanyaannya, Aku akan membawa kalian berdua kepada Hewanurma dan
menyelesaikan masalah ini!”
Gadis pelayan itu menunjuk kepada portal yang
terbentuk emas seakan menyuruh Ibu Mawar dan Mawar Mini masuk menembus portal tersebut.
“Sampai jumpa Frost, sampai ketemu lagi di bar.”
“Iya Ibu…”
Saat ketiga sosok itu menghilang di dalam portal
emas Frost menyadari ia masih memiliki banyak musuh dalam pertarungan ini,
ditambah satu keinginan balas dendam kepada Pria bernama Ying Go tersebut.
***
Hampir setengah jam perjalanan Frost ke dalam
hutan, ia sempat berhenti beristirahat di pinggir sungai dan juga mendengar
beberapa ledakan, cambukan petir, mencium wangi roti bakar dan menjejaki banyak
sisa pertempuran lain yang sulit diungkapkan. Tetapi semenjak ia ditinggal oleh
Bu Mawar, perjalanan ia sangatlah lancar dan aman.
Sampailah ia kepada sebuah bukaan hutan dengan
sebuah kembang emas menjalari tongkat kayu di tengahnya. Di sekeliling kembang
emas tersebut bahkan rerumputan pun berwarna emas dan mengeluarkan aura yang
seakan menyelimuti tumbuhan kembang emas.
“Op, op, op diam di tempat nona Frost!”
Tepat di seberang Frost Tan Ying Go sekali lagi
menodong dirinya dengan sebuah senjata berwarna hitam yang ia tidak tahu sama sekali
apa kemapuan senjata itu, yang pasti
senjata itu adalah senjata jarak jauh. Saat ini, kristal yang mengorbiti
dirinya tinggal satu buah.
Frost memalangkan senjatanya, ia mencoba menjaga
diri dari proyektil apapun yang akan meluncur dari senjata tersebut.
Ying Go masih terdiam sembari terus menodongkan
senjata kepada Frost,
“Aku tidak mungkin menembakmu, akan sangat
mengangguku jika aku kalah karena telah membunuhmu.”
Ying Go memasukkan senjata hitam itu ke
sarungnya di ban pinggang kanan.
“Jadi mari kita selesaikan ini secara ksatria!”
Dari sarung pendek yang satunya lagi, Ying Go
mengambil sebuah tongkat berukuran sejengkal, tetapi setelah membacakan mantera
yang tidak diketahui oleh Frost. Tongkat kecil itu menjadi sebuah tombak golok emas
dengan ornamen seakan dari Asterian Timur.
“Tuan Ying Go,” Frost melepaskan ikat
pinggangnya, membiarkan pedang panjang Hephaestusnya jatuh begitu saja,
“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih karena memberikan saya kesempatan untuk
melawan anda, membalaskan dendam janji muslihat anda sebelumnya.”
Frost kini menggabungkan kodachi miliknya dengan
tongkat dua jengkal menjadikan Kodachi itu berbentuk seperti Nodachi, Katana
yang panjang genggaman hampir sama panjang dengan mata pedang itu sendiri.
“Aku akan membuatmu membeku, menyadari
kesalahanmu!”
Kini hanya dengan tekat, mata pedang nodachi
yang tadinya berwarna merah karena logam khusus dari biara Hephaestus mulai
membiru. kekesalan Frost telah membuat nodachi itu menjadi pedang sihir es
hanya dengan tekad.
Seakan tidak ada lagi kata-kata yang perlu
diucapkan antara kedua petarung tersebut keduanya saling menerjang untuk
mengalahkan lawan.
Tusukan Ying Go mencapai targetnya lebih dahulu,
karena jelas jangkauan senjatanya lebih panjang. Tetapi mengenai pertahanan, Frost
tentu sudah biasa melawan senjata jarak dekat.
Nodachi terputar menghalau tusukan Ying Go, saat
kedua senjata itu beradu hantam, percikan es dan juga petir menjadi statis
sementara di tengah-tengah udara. Es yang terbentuk justru memberi medium yang tepat
bagi kilatan petir untuk mengelilinginya.
Frost dan Ying Go terpaksa meloncat mundur
menghindari efek kolisi kedua senjata mereka.
“Itu pertama kalinya aku mendapatkan reaksi
seperti ini dari Rahula.”
Frost tidak merespon komentar dari Ying Go, sesungguhnya
ia sendiri terkejut akan reaksi kolisi yang sama.
Mereka berdua mengerti satu hal kini. Setiap dari
senjata mereka berdua sama-sama memiliki kemampuan yang membuat musuh tidak
bisa bergerak bila terkena.
Saat tubuhmu terkena oleh mata pedang Hephaestus,
es akan terbentuk membuat bagian tubuhmu mengalami frostbite memperlambat semua
kemampuan gerak.
Sebaliknya saat tubuhmu terkena Rahula, aliran
listrik akan mengunci dan memberikan signal salah kepada otot, dan dalam beberapa
detik kedepannya, ototmu akan terus mengejang, membuat dirimu menjadi sasaran
empuk.
Saat ini, mereka berdua terlalu berhati-hati
untuk tidak saling menyerang ataupun masuk ke dalam jangkauan serang musuh,
juga karena keduanya menggunakan tombak, tentu saja jarak serang mereka
sangatlah jauh.
“Kumpulan pecundang rupanya!”
Dari satu arah, Pria yang bernama Aragon tadi
datang kembali.
“Sepertinya hanya kita bertiga yang tersisa,
Roti Bakar dan Peri Hutan itu sudah tidak ada lagi dipermainan ini, dan
kuanggap wanita sundal tadi itu mengikuti saranmu biarawati?”
Tidak ada yang boleh menghina Bu Mawar!
Walaupun tidak tahu apa alasannya, tetapi entah
mengapa hati Frost begitu terbakar saat Aragon menghina Mawar.
Frost berlari menerjang maju, tetapi terjangan
Ying Go lebih cepat, dan ternyata mereka berdua menargetkan pria yang sama.
Ying Go menusukkan tombaknya ke arah Aragon,
dengan jalur yang terbaca Aragon hanya menggeser sedikit pusat gravitasinya dan
menendang Ying Go.
Ying Go meloncat berlebihan ke arah kanan, menghindari
tendangan tersebut. Anehnya, tubuh Aragon juga berhadapan dengan Ying Go,
bersiaga tidak mempedulikan terjangan Frost yang sedikit lambat.
“Aragon, kau tidak pernah bertarung dengan musuh
yang banyak yah?” Tanya Ying Go.
“Maksudmu?”
“Karena kau benar-benar tidak memperhatikan
Frost yang baru saja menebas kristalmu barusan?”
Serangan dan hindaran Ying Go memang dirancang
untuk memindahkan sisi fokus Aragon, tetapi Aragon sendiri cukup bodoh hingga
ia bisa melupakan ia tengah melawan dua petarung dan bukan satu.
Satu lagi kristal Aragon pecah ditebas oleh
Frost.
Ia menghilang sembari mengacungkan jari tengah
kepada Frost dan juga Ying Go.
“Terima kasih, Ying Go.”
“Aku sedikit bingung, kenapa pria seperti itu
bisa lolos babak penyisihan, dan aku tidak menerima terima kasih begitu saja. Kalau
kau jantan… eh, maksudku kau berniat bermain adil, pecahkan salah satu
kristalmu sekarang juga!”
Frost terkaget, Ying Go ternyata masih menyadari
Frost memiliki dua kristal dan juga ia di atas angin daripada Ying Go dan juga
Aragon saat ini.
“Dan aku akan kembali tersesat di hutan ini, dan
kehabisan stamina saat kembali ke tempat ini? begitu maumu?”
“Tidak kau tidak akan berpindah, saat kau
sendiri yang memecahkan kristalnya, Pitta Junior melakukan hal yang sama, saat
ia memohonku untuk meninggalkan dirinya!”
Sampai detik ini Frost tidak bisa mempercayai
Ying Go, mengetahui kristal pertamanya hilang karena pria ini memiliki akal
bulus. Tetapi rasa keadilan yang ditekankan oleh gerejanya memaksa ia harus
membalas budi pria ini, dan juga mencoba bertarung dengan adil terutama karena
ia ingin bertarung sepenuh hati dengan sesama penyandang senjata berelemen.
Frost mengambil salah satu kristal yang
mengorbiti pinggangnya, dan ia memecahkan kristal it dengan menggunakan jempol
dan jari telunjuk. Kristal itu tak sanggup melawan genggaman petarung yang
sering menggunakan senjata.
Tubuh Frost tak bersinar dan ia tidak
menghilang. Tetapi stamina dan segala kekuatannya seakan diperbaharui.
“Dengan begini, aku bisa menyerangmu tanpa harus
takut kau mengetahui ritme, dan pola seranganku untuk pertarungan selanjutnya.”
Kalimat itu, kalimat itu yang sudah Frost
tunggu, lawannya, sudah siap untuk bertarung sepenuh tenaga.
Keduanya mengambil Kuda-kuda lagi.
“Hephaestus, Bapak dari segala besi tempa,
kuminta dentumanmu untuk meluruhkan persenjataan musuh”
“Adakah ini bencana, adakah ini berkat, saat
Rahula dilahirkan, sebuah ikatan duniawiku telah bangkit.”
Nodachi Frost menyala kebiruan, begitu pula
dengan Rahula yang memancarkan sinar emas.
Seakan tidak memperdulikan serangan musuh sama
sekali kedua petarung tersebut saling menerjang maju.
Kecepatan bukanlah kemampuan utama dari Frost,
tetapi ia tahu ia ahli dalam membaca gerakan lawan, selama lawan tersebut
bergerak dalam kaidah memainkan senjata yang benar.
Sebagai yang diberkati oleh Hephaestus dalam mudahnya
mempelajari senjata berbilah, Frost tahu terjangan Ying Go Saat ini bertujuan
untuk menusuk perutnya, sebuah putaran Nodachi ringan tentu saja bisa menghalau
serangan tersebut.
Tetapi setapak selanjutnya, halauan tersebut
digunakan sebagai kesempatan oleh Ying Go untuk membungkuk dan mencoba menyapu
kaki Frost. Tanpa ia sadari, ia kehilangan momentum karena ternyata senjata ia
terpental terlalu lambat oleh karena efek senjata Frost.
Gerakan yang telah terbaca oleh Frost ini justru
dimanfaatkan olehnya, Frost menancapkan mata Nodachi tepat di samping telapak
kaki kirinya. berharap Ying Go terus menyapu sehingga membelah kakinya sendiri.
Tapi sama seperti Ying Go, Frost tidak
menghitung perlambatan momen Ying Go yang berhenti karena melihat apa yang
tengah terjadi.
Secara cepat Frost mengganti taktik, kini dengan
kedua senjata tidak berada di jalur mereka berdua, Frost dengan cepat menendang
wajah Ying Go membuatnya termundur, sebelum ia sendiri juga mundur teratur.
“Biarawati dengan spandex hitam.” Komentar Ying
Go seraya membenarkan tulang hidungnya yang bengkok akibat tendangan Frost.
Pipi Frost memanas, ia sudah tahu bahwa setiap
musuhnya tentu saja dapat melihat apa yang ia kenakan di dalam gaun
biarawatinya ini, tetapi Ying Go adalah pria pertama yang memberikan komentar
terhadap itu.
Keputusan Frost mengganti berkat mata pedang sangatlah
tepat, tidak ada kolisi elemental yang ada hanyalah senjata Ying Go yang tidak
bergerak sesuai keinginannya.
“Kemampuan sihirmu itu sangatlah merepotkan nona
Frost, aku akan menyerangmu, tetapi kali ini aku minta maaf sebelumnya kalau
aku yang akan menang dengan cara yang akan membuatmu kesal kembali!”
Ying Go menerjang kembali kali ini dengan
kecepatan yang lebih tinggi, tetapi setiap kali Frost ingin menghalau Rahula
dengan Nodachi, dengan cepat Ying Go menarik Rahula setiap kali ia mengira Rahula
akan berhadapan dengan bilah Frost.
Sampai saat Frost terpaksa melompat mundur, ia mengambil
kuda-kuda dan melemparkan Rahula ke ke arah Frost.
Kaget dengan pergerakan yang berbeda ini, Frost
menangkis sembarangan Rahula tersebut dengan Nodachinya. Rahula tertangkis, dan
ia berputar begitu lambat di tengah udara, menutupi pandangan Frost terhadap
Ying Go.
Saat Frost menggeserkan kepalanya untuk melihat
Ying Go ia tengah mengeluarkan dan menodongkan senjata hitam itu kembali kepada
Frost, kali ini dengan pasti menarik pelatuk yang ada di ujung jari
telunjuknya.
Frost membayangkan trajektori sang proyektil dan
melintangkan Nodachinya.
Sayang, sebilah pedang yang berkekuatan sihir
itu tetap tidak bisa menahan tekanan peluru. Lebih berbahaya lagi, peluru yang
melambat itu malah masuk dan kini bersarang ke dada kanan Frost. Seandainya tidak
melambat ia mungkin akan membuat tembakan bersih dan keluar dari punggung
Frost.
“Aku tahu, kalau aku tidak bersikap gentleman,
tetapi aku harus mengalahkanmu dan bersiap melawan Aragon lagi!”
“KauberbicaraterlalulambatYingGo”
Segala kekuatan sihir, perlambatan yang
tersimpan di dalam bilah pedang Frost meledak dan memperlambat semua daerah
sekitar, semua dalam radius 500 meter terkena efek perlambatan kecuali Frost
sendiri.
Menggunakan tangan kirinya Frost melemparkan
Nodachi patah yang ia pegang ke arah kristal yang tengah berhenti dan mengambang
tepat di depan bagian pusar Ying Go.
Dengan kekuatan yang tidak penuh ditambah rasa
sakit di dada, Nodachi yang terlempar berputar dengan kekuatan lemah, tongkat
yang menjadi pegangan Nodachi memecahkan kristal tersebut, dan ujung bilah yang
patah menggores tepat di antara kedua selangkangan Ying Go.
“Kuuuaaaannntttuuuoooonnnggg bbuueeennniiihhhkkuuuooo”
Tubuhnya diselimuti cahaya dan Ying Go berteriak
tentang alat vitalnya yang kemungkinan tergores bilah Nodachi sebelum
menghilang.
Frost menarik nafas, tetapi rasa sakit di
dadanya tidak bisa membuat ia menarik nafas lebih panjang dari sedetik,
paru-parunya pasti terluka parah.
Angin dingin bertiup dari salah satu arah,
bahkan terlihat jelas beberapa hembusan tersebut membawa salju.
Frost tahu, Aragon tengah datang ke mendekati
dirinya, kali ini tentu saja dengan emosi memuncak dan dendam kesumat kepada
Frost yang memecahkan kristalnya dua kali berturut-turut.
“Jalang! Jangan lari kau” teriak Aragon begitu
melihat Frost yang terseok-seok
Frost tidak ingin lari, ia hanya bergerak menuju
ke pedang panjang yang tergeletak sedikit jauh.
Saat ia memalingkan wajahnya ke belakang ia
melihat Aragon tengah melayang setengah meter dari permukaan tanah, seluruh
daerah yang dilewatinya membeku drastis, membuat seakan tidak ada lagi
kehidupan di tempat itu.
Tubuh Aragon sendiri kini berkilauan layaknya
sebuah kristal es.
Frost akhirnya sampai kepada pedangnya, ia tidak
kuat menahan sakit di dada dan terjatuh. Dengan nafas yang tersengal-sengal ia
membacakan berkat agar bilah pedang panjang itu memiliki sihir es.
Saat Frost berbalik Aragon sudah berada di
hadapannya, bahkan Frost pun menggigil, bukan karena ketakutan tapi seluruh
suhu tubuhnya sudah menurun drastis, sihir apapun yang digunakan aragon telah
membuat tanah dan apapun yang berada dalam radius 50 meter dari tubuhnya
memiliki lapisan es dan membeku.
“Kau tahu Frost, akan sangat nikmat bagiku
menghajar seluruh tubuhmu, dan memecahkan kristalmu saat nyawamu hanya tinggal
sehelai rambut!” Aragon berhenti melayang ia mendarat di tanah tepat di antara
kedua kaki Frost.
Bahkan dibalik tubuh yang membeku Frost bisa
melihat seringai sombongnya.
Sekuat tenaga Frost mengacungkan pedang itu ke
arah Aragon, hanya mengacungkannya saja.
Aragon tidak mengenal takut, ia menangkap bilah
pedang Frost walaupun sedikit es tambahan terbentuk di genggaman Aragon.
“Terima kasih Aragon, aku memang menunggu itu!”
Frost tersenyum penuh kemenangan, dengan tangan
kanannya ia memberikan ciuman terbang.
“Cup”
Seketika itu juga, seluruh balutan es di tubuh
Aragon pecah berhamburan seakan meledak dari dalam, pecahan es tersebut juga
menghancurkan salah satu kristalnya, sedangkan kristal Frost kini telah aman
dalam genggamannya sendiri.
Tubuh Aragon kembali bersinar terang, kali ini
selain kedua jari tengahnya ia juga meneriakkan umpatan-umpatan yang
benar-benar melecehkan kaum wanita.
[Pesintas tunggal: Frost]
Penglihatan tambahannya memperlihatkan bahwa ia
telah memenangkan ronde ini, dan karena kehabisan oksigen akibat tidak bisa
bernafas Frost pun pingsan.
***
Secara ajaib, ia kembali sadar terduduk di sofa
persis seperti di babak penyisihan, dan sekali lagi seorang pelayan
membawakannya susu kocok bluberry. Tetapi kali ini ia menyadari satu hal
menarik yang terjadi di dalam penglihatan tambahannya.
►[R1 Loot: Dodonge Bark]
[Kulit pohon dan juga potongan kayu dari hutan
Dodonge, dikarenakan hutan ini terkenal dengan kedamaian dan juga penyokong
kehidupan planet Sol Shefra, memegangnya saja membuatmu terasa segar dan begitu
hidup]
Lalu benda yang terlihat seperti potongan kayu
dan kulitnya masuk ke kotak yang bernama [kotak surat]
[Hadiah kemenangan Ronde, bisa diambil ke
pelayan yang mengurus kotak surat, perhatian hadiah kemungkinan berbeda bagi
setiap peserta.]
Saat Frost memeriksa isi di kotak surat tersebut
ia juga mendapati satu barang lagi
► [Preliminay Loot: Tamon Rah
Flaming Mane]
[Surai dari Sembrani Api Tamon Rah, dikabarkan
pemilik surai ini jika diberkati akan dapat mengendalikan api]
Frost sendiri tidak mengerti mengapa ia
mendapatkan benda-benda seperti ini, untuk sementara ia akan membiarkan
benda-benda ini tetap di dalam kotak surat.
Menyedot susu kocok Bluberry tersebut, Frost
menyadari bahwa Nodachi yang dihancurkan Ying Go tidak kembali bersamanya, ia
membuang pandangan ke arah sang Pria yang kembali tersenyum licik sembari
mengayunkan tangannya memberikan tos udara dengan gelas minumnya.
Frost masih membenci pria itu, tetapi ia
menyukai adrenalin yang ia rasakan saat bertarung sepenuh tenaga dengan Ying
Go, tidak seperti Aragon yang saat pandangan mereka bertemu kembali ia
memberikan gestur jari tengah kepada Frost.
“Pria dan sikap mereka, mengapa para pencipta
bahkan menciptakan mereka?”
Link ke Facebook Thread
Tidak ada yang spesial di cerita ini, kecuali mungkin unsur game-nya yang benar-benar ditunjukkan. Seperti penampang nama, ataupun sistem revitalize + random teleport setiap ada satu kristal dihancurkan.
ReplyDeleteSecara battle masih terlalu biasa, dan cenderung singkat. Tapi perwatakan Aragon cukup ngena di sini. Sedangkan Tan Yin Go saya merasa karakterisasinya agak aneh, entah mengapa.
Minus lainnya mungkin settingan hutan hidup yang belum dieksplor. Perihal OC lain yang tak muncul (kalah di belakang layar), saya rasa itu bukan hal minus. Walaupun mungkin itu akan agak mengecewakan bagi si pemilik OC karena OC mereka tidak ditampilkan.
Btw, Bu Mawar tampak normal di sini, hmm? Padahal saya mengharapkan dia bakal 'mati' terhina atau setidaknya digebukin habis-habisan :D
Poin 7
OC: Kusumawardani, S. Pd.
DeleteGa tau kenapa saya ngerasa pembawaan entri Frost di sini kok jadi rada kaku ya? Dari pemilihan kata buat narasinya sama dialog, mungkin ini efek dari sesuatu? Tapi kayanya ini bukan karena translatean kasar juga
ReplyDeleteSikap waspada Frost membuatnya langsung berjumpalitan ke depan sembari menyiagakan pedang panjangnya. << berjumpalitan?
Eeeh, saya tau entri Frost juga berusaha ngikutin entri Bu Mawar di mana ada sidequest cari anak" ilang, tapi di sini ga gitu keliatan importansinya (sekalipun Winda dimunculin), masih kayak sebuah poin numpang lewat imo. Mungkin biar ada alesan bu Mawar forefit duluan ya?
Hm, yang ngilang offscreen Liona sama Fapi ya? Meski ga dilarang, tapi ga dikasih seenggaknya penjelasan singkat nasib mereka ya?
Baik battle maupun karakter"nya kurang nendang, paling poin yang saya suka dari entri ini malah pas Frost dapet dua loot di akhir
Dari saya 7
[OC : Dyna Might]
Sebenernya udah dari lama baca sih. Tp ini baru komen, hehe.
ReplyDeleteKesan saya pas tamat baca: lah, gini aja?
Soalnya ya itu ... battlenya kurang. Kaya Bu Mawar nyerah (minimal keluar dark-nya gitu), Fapi sama Liona offscreen, Yin Go biasa aja, Aragon kalah cuma karena megang senjata. Ya ... terus halangan sama eksplorasi settingnya kurang. Minimal selipin detail ttg rimbunnya hutan gitu, sepanjang cerita.
Yin Go sifatnya susah dijabarin. Kadang gentleman, kadang pengecut. Kadang serius, ntar slengean. Dan last word-nya malah bikin nuansa cerita yg keknya serius ini jadi agak rusak. Padahal ybs kan punya BG militer.
Narasinya punya kesan terjemahan. Tp ada juga pemilihan kata rada jadul. Terus banyak typo dan kalimatnya kurang ngalir. Tp kalo secara keseluran sih enak dibaca :D
Hmm saya suka yang kolisi Frost-Yin Go, mungkin bisa jdi referensi battle (?)
Yaudah tanpa babibu lagi saya titip 7 deh.
OC: Ahran
7/10
ReplyDeletepertarungannya ngekek, tapi ying go berasa maksa banget di sini: "kuantong benih" hahahahahah
asik penggunaan ikon-ikon nya buat gambaran game nya.
dan...ada beberapa kosakata yang aye harus baca ulang biar paham...hueee...entri padet dan berat.
Pitta N. Junior
Nuansa gamenya kerasa banget di sini, sepertinya lebih dari Prelim (agak lupa prelimnya kmaren gimana).
ReplyDeleteDi beberapa bagian kerasa agak maksa komedinya. Trus di banyak bagian lain, narasi kerasa kaku, kadang dialognya juga. Castnya kurang kerasa, bukan karena ada yang mati di background tapi karena yang masuk ke cerita sendiri kerasa kurang ngena.
Yang bikin ngehook, kalo di aku, setting gamenya sih ini. Ceritanya, sayang, biasa aja. Narasi yang rada nggak lancar dan typo juga bikin ngeganggu.
Nilai : 7
OCku : Alshain Kairos