20.6.15

[ROUND 1 - TEAM E] DYNA MIGHT - [BACKSTREET ENSEMBLE] QUANTUM SATIS

[Round 1 - Team E] Dyna Might - [Backstreet Ensemble] Quantum Satis
Penulis: Sam Riilme

WARNING : MATURE CONTENT AHEAD

Any violation to the OCs is for entertainment and not for offensive purpose. No one is actually harmed because this is merely a simulation within a fiction.

Intro

Semua ini terjadi pada suatu malam di sebuah kota di mana penduduknya mungkin tidak mengenal kata tidur.

Tuhan sudah menciptakan malam hari sebagai waktu bagi para hamba-Nya untuk beristirahat, namun sebagian manusia kelihatannya tidak sayang umur dan malah memperpanjang aktivitas mereka melebihi jam biologis yang sudah digariskan. Seandainya hidup mereka adalah baterai, usianya pasti berkurang karena kebiasaan charging yang tidak adekuat.

Tapi toh hidup memang hanya sesaat.

Berbekal pemikiran seperti itu, tidak heran rasanya kalau sebagian umat manusia memilih untuk mencari arti dengan waktu yang mereka miliki daripada terjebak dalam rutinitas sehari-hari seolah waktu tak pernah berganti.

Dyna Might adalah salah seorang yang memegang teguh prinsip 'nikmati waktu yang ada sepuasnya'.


Kita tidak bisa memutar ulang masa lalu, tidak pula bisa menebak masa depan. Apa yang sedang terjadi saat ini, jalani saja.

Begitulah pikirnya ketika dari padang tandus arena perang ia kembali disuguhkan dengan pemandangan yang berganti secara ajaib.

Meski tidak sempat merasakan pergantian hari karena lagi-lagi waktu tetap berada di malam hari, setidaknya tempat Dyna berada saat ini tidak punya bulan yang pecah menjadi kuda raksasa dan masih diramaikan dengan peradaban alih-alih monster aneka rupa.

Kehidupan jalanan yang tak mengenal aturan.

Membuat Dyna merasa seperti kembali ke rumah.

Rumah tanpa tanah ataupun alamat pasti. Hanya saja suasana dan hingar-bingar khas selalu menemani.



"Ada pertanyaan?"

Maid yang bertugas menjelaskan pertandingan kali ini memandang satu persatu para peserta. Selepas 48 nama dinyatakan lolos dari babak penyisihan, mereka kini dibagi lagi menjadi 8 tim untuk menjalani pertandingan berikutnya.

Hanya saja, kali ini bukan kerja sama antar anggota yang diminta, melainkan saling menyingkirkan satu sama lain hingga hanya satu orang yang tersisa.

Peraturan yang dibebankan untuk tim E di mana Dyna jadi salah satu pesertanya adalah 'rebut semua koin emas milik lawan untuk menang'.

Bisa ditebak kalau moral tema pertandingan ini adalah : uang roda dunia.

Tak ada uang, sayonara.

Dyna mengamati rekan-rekan satu timnya. Meski disebut 'tim', tapi mereka malah diminta bertarung dengan sesama. Penyelenggaranya pasti jarang baca kamus.

Ada seorang gadis berambut merah berpenampilan seperti penganut aliran sesat yang budayanya berasal dari sekian abad lalu, tapi entah kenapa ada headphone yang bertengger di lehernya, menandakan gadis ini hidup di masa kekinian juga. Meski secara umum bisa dibilang imut, gadis ini terlihat kurang sehat (baca : kurang gizi) di mata Dyna. Kurang banyak daging untuk dinikmati. Pass.

Ada seorang wanita berambut hitam pendek, tampak proporsional dan atletis dibanding gadis sebelumnya, dengan raut wajah penuh percaya diri dan pandangan mantap ke lurus ke depan. Badannya jelas terlatih, bisa dilihat dari otot-ototnya yang kencang. Sayang, kaos bertuliskan 'The Running Mama' dan sebuah cincin di jari manisnya menandakan wanita ini sudah ada yang punya. Pass.

Ada lagi seorang...seorang? Seorang wanita tanpa busana, lekuk badan bagian bawahnya masih bisa terbilang indah, namun bagian atasnya adalah pohon. Jelas tidak bisa dicumbu. Pass.

Dan syukurlah Dyna adalah omnivora biseksual orang yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal bercinta, sehingga saat matanya bertukar pandang dengan seorang pria berparas penghuni kahyangan namun dibalut pakaian sederhana bak rakyat jelata, Dyna bisa menghembus napas lega.

Akhirnya ada target cindera mata. Slurp.

Pria itu menyadari pandangan Dyna, kemudian sambil menebar senyuman senilai jumlah uang jackpot di mesin kasino, ia melambaikan tangan ke arahnya.

Dyna tersenyum girang.

Kalau surga punya bidadara, pasti pria itu salah satunya.

Sayangnya di mana ada kata surga di situ ada neraka. Dua sisi berbeda dari satu koin yang sama.

Dan penghuni neraka adalah setan.

Setan baik dalam wujud jin dan manusia, seperti orang brengsek bernama Ronnie Staccato yang entah bagaimana satu tim lagi dengan Dyna sekarang.

"Kalau tidak ada pertanyaan, mari kita mulai pertandingan pertama."

Tak berselang satu detik kemudian, sang maid mengantar keenam peserta menuju tempat pertandingan mereka.

*****

[GAME START!]

>Ronnie Staccato             Gold Coins x5
>Ananda                             Gold Coins x5
>Mang Ujang                   Gold Coins x5
>Mima Shiki Reid             Gold Coins x5
>Dyna Might                     Gold Coins x5
>Fatha A'lir                        Gold Coins x5



1st Verse – A Drug That Makes You Dream

-1-

Seorang gadis bernama Fatha A'Lir bukan nama sebenarnyatengah menggerutu sendirian di belakang sebuah gang.

Tata, begitulah ia ingin dirinya sendiri disebut (mungkin agar terdengar imut), tiba di tempat ini tepat di atas gunungan sampah yang hampir setinggi sebuah bangunan. Entah apa kota ini memang tidak punya petugas kebersihan atau semua orang masa bodoh dengan soal sampah selama jauh dari pusat keramaian, yang jelas semua kotoran organik dan anorganik berkumpul di sini.

Sial betul nasibnya, hanya sekali tenggelam di gunungan sampah begini saja, baunya bahkan membuat tikus sekalipun enggan dekat-dekat. Padahal dia bukan sampah masyarakat. Yang menjadi teman setia sekarang cuma para lalat, hampir terlihat seolah Tata adalah pengendali serangga dari desa K*noha.

Singkat kata, dalam sekejap Tata berubah dari gadis kece menjadi gembel sejak tiba di tempat ini.

Ditambah baju longgar dan postur tubuh anoreksia, lengkap sudah identitas barunya. Headphone yang bertengger di leher pun pasti bakal dianggap barang hasil mulung.

Tapi meski keliatan seperti mahluk hina paling miskin di dunia, begini-begini Tata punya banyak UANG.

Lima koin emas Alforea, satunya bisa dipakai buat beli APAPUN yang Tata mau. Tujuh bola naga saja cuma bisa mengabulkan satu permintaan, kalah jumlah dengan koin emas yang Tata punya.

Pokoknya pertama-tama ia harus memperbaiki dulu imej gembel yang tidak karuan ini.

Maka Tata menyusuri pasar malam, siapa tahu ada yang jual baju ganti. Apalagi Tata memang shopaholic, sekalian saja satu koin untuk borong baju sebanyak-banyaknya.

Hanya saja Tata lupa kalau dibanding penampilan, ada satu hal yang lebih mengganggu.

Yaitu fakta bahwa badan Tata bau.

"Hush, pergi sana! Nanti daganganku jadi nggak laku!"

"Maaf, sumbangan gratis. Ngamen juga gratis. Gratis, tis, tis. Gracias."

"Eh, monster dari mana ini? Kenapa bisa masuk ke dalam kota?"

"Penjaga! Penjaga!"

Apes sekali Tata ini. Pasti karena roda keberuntungan sudah memberinya nasib terlalu baik di babak penyisihan sebelumnya, jadi sekarang takdir ingin Tata serba susah dari awal.

Menghindari orang-orang yang mengusirnya, mengejarnya, atau menertawakannya sambil melempar batu, Tata menggeram.

Dasar penduduk tidak berperikemanusiaan! Tay lah kalian semua! Meledak sana!

Dan DUAR!

Suara ledakan!

Tata kaget sendiri.

Ledakan dari mana?

Ternyata oh ternyata, bubuk Abhorrenium yang biasa Tata bawa-bawa tak sengaja tercecer di mana-mana.

Tata tinggal berkehendak, dan semua tempat yang ia lewati langsung meledak.

Bukan main memang hebatnya kemampuan Yeniseri kesultanan Atuktar yang satu ini.

Sayang dia pamer kemampuan di waktu dan tempat yang salah.

Seluruh mata memandang Tata si gembel dengan pandangan menuduh. Tersangka sumber malapetaka. Entah sejak kapan orang-orang mengerubungi Tata seperti panel pembuka komik tak senonoh yang pernah Tata baca. Kebetulan sekali gang tempat Tata berada sekarang namanya gang Bank.

Ya ampun Gusti, hamba-Mu yang satu ini kurang cobaan macam apa lagi?

Sekali dicap teroris, seterusnya dicap teroris. Begitulah pandangan orang-orang paranoid.

Daripada hilang kehormatan, lebih baik lari!

Jadi Tata kabur dari TKP dengan meledak lagi!

Lari Tata, lari! Sebelum dirimu ternoda lebih dari ini!

Berkat efek ledakan yang memungkinkannya bertransportasi jarak dekat dengan cepat (entah bagaimana caranya, pokoknya begitulah kemampuannya di charsheet), Tata akhirnya tiba di sebuah taman kota. Gang belakang tapi punya taman kota, sasuga Despera.

Lepas dari orang-orang yang menyusahkan, Tata pun mengambil napas sejenak.

Tapi kelihatannya bukan ia sendiri yang mengonsumsi oksigen di tempat ini.

Adalah sebuah pohon, seperti halnya sebuah taman jelas ada banyak pohon, tapi pohon yang satu ini tidak punya daun dan tidak punya akar. Warnanya pucat seperti tanpa zat warna. Mengingatkan Tata pada dirinya sendiri yang sekilas seperti kurang nutrisi.

Tata mengenali pohon putih ini dengan nama Ananda. Salah satu rekan prelimnya, meski mereka tidak sempat saling bicara. Beruntung Ananda tidak punya muka, yang berarti tidak punya hidung, yang berarti tidak bisa mencium bau tidak sedap Tata. Lega akhirnya bagi Tata, bertemu orang yang tidak akan mengeluh cuma karena dia bau.

"Wah, mba Ananda di sini juga ternyata," sapa Tata. "Kemari karena lihat ledakanku ya?"

Gadis Kece Tidak Lihat Ledakan.

Begitulah jawaban subtitel dari Ananda. Promosi terselubung berupa judul dari entri prelimnya yang kontroversional.

Soalnya aku kan nggak punya mata.

Ananda menambahkan. Tanpa suara, hanya teks. Ajaib.

Ngomong-ngomong kamu kenapa tahu namaku?
Rasanya kita belum kenalan.

Kini giliran Tata mengernyitkan dahi.

Bukannya babak sebelumnya mereka satu tim?

"Ih ko gitu sih mba, masa lupa? Susah seneng bareng-bareng lho, kita ini."

Hmm, masa sih?
Baru sebelum ke sini aja aku tahu soal kamu.
 Itu juga dari maid yang nganter kita.
Emang sebelum ini kita pernah ketemu?

Nah lho, kenapa begini? Tata tak mengerti.

Mungkin Ananda pura-pura tidak kenal Tata? Habis dari kawan sekarang mereka jadi lawan.

"Yawdalah, salam kenal lagi aja kalo gitu," ujar Tata tanpa ambil pusing. "Terus sekarang gimana nih? Kita mau berantem atau ngapain buat rebutan koin?"

Aku bisa bergerak aja nggak, gimana mau berantem.
Atau kamu mau ngerampas uang dari lawan yang ga berdaya?
 Barbar ih.

Tata menggaruk kepalanya yang gatal. Pasti karena banyak kuman.

Barulah ia teringat sesuatu.

"Ah iya. Daripada mikirin soal koin, aku sekarang mesti mandi dan ganti baju dulu."

Buat apa?

"...."

Yah, pohon telanjang yang tidak punya mata dan hidung mana bakal mengerti dilema Tata saat ini?

-2-

Ujang tersesat.

Sudah lama tinggal di gunung, tersesat sebenarnya sudah menjadi hal biasa kalau bertualang di belantara. Tapi begitu berada di tengah tempat yang ramai akan manusia dan tidak punya penanda alam, Ujang malah sering kehilangan arah.

Entah sudah berapa lama dia berputar-putar, rasanya dari satu tempat kembali lagi ke tempat semula setelah berapa langkah. Kelihatannya ketika dibangun, arsitek kota ini sengaja membuatnya seperti labirin agar orang yang baru datang tidak bisa macam-macam. Atau mungkin bangunan di sini semuanya kebetulan tampak sama bagi Ujang yang orang desa.

Orang bijak bilang, waktu adalah uang.

Jadi kalau Ujang boros waktu buat berputar-putar sama saja dengan boros uang. Padahal hemat pangkal kaya, rajin menabung ciri suami idaman.

Akhirnya Ujang memberanikan diri bertanya kepada orang lewat ke mana dia harus pergi kalau mau keluar dari gang-gang sempit ini.

Harusnya dari awal dia bertanya. Malu bertanya sesat di Despera.

Mengikuti arahan orang barusan, akhirnya Ujang berhasil menyusuri gang menuju sebuah tempat yang jauh lebih terbuka.

Di tempat tersebut, jelas lebih banyak orang daripada gang-gang sempit tempat Ujang tersesat sebelumnya. Mata Ujang memandang sekitar, dari keramaian ini ia sempat kebingungan lagi harus meneruskan ke mana.

Sebelum akhirnya ia menemukan sosok seorang dengan setelan putih yang sudah tak asing lagi.

"Dyna!"

Yang dipanggil menoleh, dengan kedua tangan penuh tengah merangkul beberapa perempuan seolah sedang membawa barang belanjaan.

"Ng?"

Ketika semua mata beralih ke Ujang, tak sengaja Ujang berkedip.

Bukan bermaksud menggoda, tapi namanya manusia sudah kodratnya perlu berkedip tiap sekian detik. Hanya saja kedipan mata seorang Mang Ujang efeknya maut bagi yang melihat.

"Kyaaaaaaaaaaaahh~~!!"

Sekonyong-konyong semua perempuan dalam rangkulan Dyna Might si pesolek bersetelan putih berbalik dan menghambur ke arah Ujang.

"Ih masnya kok ganteng banget sih!"

"Malem-malem gini sendirian aja? Mau dong jadi gandengan~."

"Mas bintang film ya? Atau bintang iklan sabun?"

Tiga detik.

Kemudian efek kedipan maut Ujang hilang sudah, seperti gas yang baunya hilang di udara.

"...lho, kita lagi ngapain?"

"Hm? Mas-mas ganteng ini siapa?"

"Perasaan tadi kita lagi jalan..."

Di tengah kebingungan para wanita dan Ujang yang juga tak biasa dikerubungi orang asing begini, Dyna seketika menyela dengan bertepuk tangan.

Semua mata menatap ke arah sepasang mata emas yang tengah dipicingkan seakan dapat menembus apapun dengan ketajaman tak tertandingi.

Mendadak para wanita jadi malu-malu sendiri, seperti pakaian mereka sedang dilucuti.

Dyna mengangkat tangan. Entah isyarat atau apa, kemudian para wanita yang ia rangkul sebelum bertemu Ujang itu mundur dengan teratur, meninggalkan mereka seolah enggan mengganggu.

Jadi kini di tengah keramaian, tinggallah Dyna dan Ujang berdua.

"Eh, euh... Maaf ya Dyn, ga maksud ngerebut cewekmu atau apa lho... Habis tadi—"

"Hai tampan. Senang bertemu denganmu~."

Dyna memotong seraya membalas kedipan mata Ujang.

Tapi ada yang aneh.

Dyna membuat tangannya seolah tengah menggenggam sesuatu, kemudian membuat gestur tangan seperti sedang mengocok ke atas dan ke bawah dengan cepat.

Gerakan apakah itu, sungguh Mang Ujang tidak tahu. Mungkin semacam gerakan memberi salam yang baru?

Tidak, daripada itu, sebenarnya ada yang lebih aneh lagi.

"Lho Dyn, kamu ga inget aku?"

Yang ditanya sontak menelengkan kepala.

"Eh...apa kita pernah bertemu? Seingatku ini pertemuan pertama kita," jawab Dyna heran.

"Kok gitu ya... Padahal kita kan setim di prelim. Emangnya kamu punya saudara kembar?"

Dyna menggeleng pelan.

"Serius. Kelompokku itu satu lelaki gendut, satu gadis cantik, dan satu orang brengsek. Kamu bukan salah satunya. Harusnya memori ini ingat kalau pernah bertemu bahan mast...maksudku, pria serupawan dirimu."

....kenapa bisa begini?

Bagi Ujang, Dyna adalah teman pertama yang ia dapat semenjak tiba di Alforea. Mendengar teman yang sudah melalui perjuangan hidup-mati bersamanya sekarang seperti orang asing membuat dadanya sedikit sakit.

Tapi Ujang berusaha tegar.

Tatapan mata Dyna sama sekali tidak terlihat tengah berbohong atau berusaha mengelabui, dan dalam hati Ujang tahu Dyna adalah orang yang baik(?). Entah apa yang sebenarnya terjadi, atau apa yang Ujang tidak ketahui, namun lelaki tampan itu berusaha tidak membuat lawan bicaranya khawatir dengan mengulas senyum ramah.

"Ng, ya udah, gapapa kalo kamu ga inget. Emang Battle of Realms ini mainannya gini kali ya," ujar Ujang menyembunyikan kekecewaannya.

Dyna juga tidak mengerti kegundahan apa yang melanda Ujang, tapi karena diberi senyum oleh pria tampan, etika yang ia tahu adalah dengan membalas senyuman itu.

"Ngomong-ngomong soal permainan, koinmu masih utuh?" tanya Ujang kemudian.

Dyna merogoh sakunya dan menunjukkan sebuah koin.

"Tinggal satu ini."

"Lho kok bisa?"

Sambil menggaruk bagian belakang kepalanya dan tersenyum (kali ini senyum kecut), Dyna berkata,

"Habis buat menemani perempuan-perempuan tadi, hehehe. Satu orang kuberi satu koin. Anggap saja rezeki memang untuk dibagi-bagi."

Hening sejenak.

Kemudian Ujang tertawa kecil.

"Ah, kamu teh bener-bener ya Dyn, suka ga mikir panjang orangnya. Emang kamu ga niat menangin pertandingan ini, gitu?"

"Yah, namanya juga permainan. Menang kalah biasa saja lah," balas Dyna enteng.

Merasa Dyna yang ada di hadapannya tetap orang yang sama meski tidak mengingat dirinya, Ujang menghela napas lega.

"Yuk, jalan," ajak Ujang menepuk bahu Dyna. "Soal cara menangin pertandingan ini kita pikirin aja belakangan. Sekarang cari peserta lain dulu."

"Apapun katamu, tampan… Eh, siapa namamu tadi?"

"Mang Ujang. Inget-inget, kali ini jangan dilupain lagi ya!"

Dua sekawan itupun mulai menyusuri kembali keramaian malam di Despera.

-3-

Kalau degradasi moral punya personifikasi, apa yang ada di hadapan Ananda saat ini mungkin cukup mewakili.

Tak usah menyebut nama, semua juga pasti tahu siapa yang dimaksud. Jadi pertanyaannya bukan siapa, tapi kenapa tiba-tiba jadi begini?

Semua bermula setelah pertemuan Ananda dengan sesama peserta lain yang kita sebut saja Tata (bukan nama asli).

Dirundung masalah bau badan dan pakaian kumal, Tata pada awalnya bermaksud mandi (padahal malam-malam begini rawan masuk angin, dasar Tata tidak peduli kesehatan sendiri) dan beli baju untuk ganti pakaian. Masalahnya, Ananda tidak bisa bergerak dan tidak mau ditinggal. Yah, Tata bisa saja cuek bebek dan pergi dari taman, tapi kemudian Ananda memberi tawaran,

Kalau kamu bantu aku kubantu kamu dapetin koin dari peserta lain.
 Buat jaminan, nih kukasih dua koin untuk pegangan.
Tapi tolong bantu aku biar ga diem terus di sini.

Ternyata efek uang cukup kuat juga untuk gembel seperti Tata. Tata memang perlu uang.

Akhirnya Tata setuju membopong Ananda. Untung Ananda beratnya tidak seberapa.

Kebetulan ada air mancur di tengah taman, jadi Tata mandi dulu tanpa tahu malu, sementara Ananda berjaga-jaga. Karena takut tubuh moleknya diintip orang lewat Tata pun mandi kuda, cepat-cepat yang penting bau badan sirna.

Sekarang tinggal masalah baju yang juga masih bau. Tapi ternyata selama Tata mandi Ananda dengan terampil sudah membuat baju darurat dari dedaunan pohon, jadi Tata bisa naik kelas sedikit dari gembel jadi tarzan. Ananda memang penuh perhatian.

Kemudian Tata dan Ananda beranjak dari taman.

Baru berapa langkah mereka sudah bertemu gang lagi. Kelihatannya semua akses tempat di Despera harus lewat gang. Sungguh tata letak kota yang tidak efisien. Kebetulan gang yang mereka lewati tidak sepi, kelihatan sedang ada dua orang mencurigakan yang sedang bertransaksi sambil sembunyi-sembunyi.

Sedang apa mereka?
Coba periksa.
Tekan tombol [X] untuk berinteraksi.

"Yha kali ini game mba. Eh emang game sih ya."

Menuruti arahan Ananda, Tata pun mendekati dua laki-laki yang kaget begitu sadar ada perempuan minim busana tahu-tahu mendatangi mereka.

"Malem mas. Lagi pada ngapain ya?"

"Eh… Ngga ngapa-ngapain kok non hhe," jawab salah satu dari mereka pucat.

"Ah masa, kamu jangan bohong sama saya ya. Ayo buka apa itu yang ada di tangan kamu."

"Ih mba nyuruhnya buka-bukaan, pantes bajunya kurang bahan."

"Cerewet kamu ya, tak kasih uang baru tahu saya aslinya kaya."

"Wah mau uang dong mba hhe."

Maka Tata menunjukkan satu koin emas Alforea, dan kedua laki-laki itu langsung tersihir oleh kemilau koin yang dipegang Tata.

"Wuih, koin emas asli dari Maharatu Tamon Ruu! Limited edition, dijual bisa langsung kaya satu generasi nih!"

"Tukeran sama ini dong non."

Salah seorang lelaki membuka koper dorong yang ia bawa dan menunjukkan serbuk-serbuk aneh. Jelas bukan Abhorrenium milik Tata yang bisa bikin ledakan.

"Ini ganja mba, kodenya TVRN," tembak si penawar tanpa ba-bi-bu. "Barang nomor satu di Despera, kualitas impor! Cuma orang terpilih yang bisa lihat."

Tata langsung kaget. Seumur-umur baru kali ini lihat ganja betulan. Benar-benar bikin penasaran, mengguncang iman!

"Tapi ganja haram mas, saya ga mau ah," Tata sok-sok mengelak.

"Ini ganja halal non, kan bebas alkohol."

"Iya mba, ganja kan masuknya obat. Rokok bisa bikin orang masuk rumah sakit, tapi kalo ganja malah kadang dipake buat ngobat. Apalagi kalo mba habis stres belakangan ini, pasti rasanya nikmat hhe."

Bagaimana ini? Tata anak gaul, bohong kalau tidak tergoda untuk coba-coba. Anak gaul gitu lho.

"Sampel gratisan dulu boleh ga mas?"

"Boleh, tapi uangnya dulu non. Satu koin emas aja, situ punya banyak kan? Kita cuma minta satu kok, kurang baik apa coba."

"Oke lah kalau begitu."

Maka terjadilah transaksi gelap antara Tata dengan dua lelaki tak dikenal yang segera pergi begitu koper penuh ganja berpindah ke tangan Tata. Ini sih bukan sampel gratisan lagi namanya.

Dan dasar Tata lemah iman setelah ditempa banyak cobaan, langsung saja ia coba-coba itu ganja.

Cuma perlu berapa menit sampai Tata mulai rusak otaknya.

"Anjaaayy, lintingannya TVRN mantap braaayy."

Sesunggukan tanpa baju yang layak sambil menghisap dedaunan, kesadaran Tata sudah melayang entah ke mana. Dia sampai lupa kalau dari awal ada Ananda yang meski tidak bisa bergerak bebas tapi jadi saksi mata yang bisa lapor ke polisi kalau Tata beli ganja.

Beruntung Ananda masih baik, jadi dengan ranting yang berfungsi seperti pengganti tangan ia mengguncang-guncang badan kurus Tata.

Ta, nyebut Ta, nyebut.

"Hhe. Hhehehehehhe."

Tata malah mencampur bubuk peledaknya dengan ganja, lalu ia sebar di mana-mana seperti orang gila. Dari gang ke jalan-jalan, ia terus menyebar campuran bubuknya seperti orang menebar konfetti.

Kemudian ia membuat ledakan!

DUAR!

Orang-orang yang terkena langsung ikutan sakaw!

"Mpos!"

Tata tertawa seperti orang gila, ketika menyadari Ananda menyusulnya dengan naik koper yang punya roda.

Ta, berhenti menggila.

"Napa, mb mw cb juga?"

Melihat gadis rambut merah ini matanya juga sudah merah seperti klan Uch*ha, kelihatannya Tata sudah tidak tertolong lagi. Demi mencegah kerusakan lebih lanjut, Ananda pun turun tangan. Segera saja sulur-sulur menggerayangi tubuh Tata, menghentikannya agar tidak mencelakai lebih banyak orang.

"Weeh, apaan nih? Ananda seneng main tentakel ya? Q bukan lesbi tapi ini geli-geli ena sih bae hwhwhwhw~."

Sori Ta.
Kayaknya kita ga sejalan.

"Eh, eh, rantingmu masuk-masuk ke mana ini? Ah, ahn... Ty-tyd…ack… Ja-jangan di sana.."

Dengan cekatan sulur Ananda merogoh setiap sudut baju dari daun yang Tata kenakan, sementara korbannya cuma bisa mendesah sambil menjulurkan lidah.

Dapat.

Ananda menarik sulur-sulurnya dari Tata. Empat buah koin emas Alforea, plus dua yang sebelumnya ia beri untuk Tata, sudah berpindah tangan.

Karena Tata tidak lagi memegang satupun koin, otomatis Tata gugur.

Dijemput cahaya putih dari langit, Tata yang masih tak mengerti cuma haha-hehe saja ketika tubuhnya menghilang dari tengah kota Despera.

Kata-kata perpisahannya dengan Ananda adalah :

"Hhe nge-fly dlu dhe yha mba. Nanti lanjut lagi main tentakelnya. Adios amigos, wkwokwowko."

*****

>Ananda                             Gold Coins x9
>Ronnie Staccato             Gold Coins x5
>Mima Shiki Reid             Gold Coins x5
>Mang Ujang                   Gold Coins x5
>Dyna Might                     Gold Coins x1
>Fatha A'lir                        Gold Coins x0

[Fatha A'lir removed from play]




1stChorus Normal Trade Relations (NTR)

-1-

Mima Shiki Reid adalah mama yang hebat.

Mama yang kuat, mampu mengerjakan segalanya dengan cepat dan tepat, bahkan bisa menghajar para penjahat.

Meski yang terakhir itu sebenarnya catatan di masa lalu sebelum menikah dan punya anak.

Yah, Mima yang sekarang hanyalah seorang mama. Seorang ibu dari dua anak, istri bagi suaminya, dan yang paling penting tidak punya pekerjaan yang tercatat selain 'ibu rumah tangga'. Pekerjaan membosankan yang sebenarnya justru memerlukan berbagai disiplin ilmu tapi tidak digaji secara resmi.

Suaminya bisa membaca. Mima adalah pisau yang bisa tumpul bila terlalu lama tidak dipakai. Bagaimanapun juga, Mima adalah pisau tentara, bukan pisau dapur.

Jadi, demi mengembalikan gairah ketentaraannya sekaligus memberi sang istri tercinta kesempatan untuk rekreasi, Jade sang kakak dan Weasel sang suami mendorong Mima untuk kembali ke medan laga. Wanita itu jelas tidak betah hidup tenang lama-lama.

Begitulah ceritanya kenapa sosok berkaos 'The Running Mama' ini sekarang ada di gang sempit Despera.

"Hey you, jangan bully orang yang lemah!"

Mima berseru ketika melihat seorang lelaki sayu tengah diperas oleh tiga berandalan.

"Haa? Siapa kau?"

"Kita manusia beradab, mestinya bukan pakai jungle rule di mana strong one devours the weak. Harusnya yang strong justru membantu yang weak."

"Tante ini ngomongin apa sih?"

Disebut 'tante' agaknya membuat Mima sadar umur juga.

"Jangan sok bikin aturan deh tante. Kita hidup di jalan, ya gini mainnya. Kalau ga kuat mati aja sana!"

Salah seorang dari gerombolan berandalan menyerbu ke arah Mima. Padahal lawannya wanita yang lebih tua, tapi pemuda serampangan ini tidak berpikir dua kali untuk pakai kekerasan. Satu poin dalam catatan Mima.

"—ugh!?"

Dengan Equilibrium – bela diri langka sejumlah hitungan jari saja orang yang menguasainya – Mima bahkan tidak perlu berkedip atau berpindah tempat ketika pukulan si pemuda hanya menembus udara kosong. Dan sebagai gantinya, justru pemuda berandalan itu tiba-tiba merasakan pukulan di tengkuk dan ambruk begitu saja, tak sadarkan diri.

"One down. Yang lain masih mau coba juga?" tanya Mima menantang.

Melihat kawannya dikalahkan dengan mudah, dua berandalan lainnya malah lari pontang-panting. Dasar orang-orang tidak setia kawan. Preman kok cemen.

Mima mendengus sebal, sebelum kemudian beralih pada lelaki yang sedang dipalak barusan.

"Are you OK?"

"Ah, ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, nyonya."

Setelah 'tante', sekarang 'nyonya'. Padahal anak Mima baru dua. Memang dia kelihatan setua itu ya?

Mima mengabaikan pemikiran tak penting itu, kemudian bertanya,

"Aku sedang mencari orang-orang yang pegang koin seperti ini," katanya menunjukkan koin emas Alforea yang dibagikan pada para peserta sebelum pertandingan ini dimulai. "Do you know one?"

Lelaki berperawakan lemah itu memandang koin Mima sesaat, lalu tampak seperti mengingat sesuatu.

"Ah, kau beruntung kalau begitu. Ada seseorang yang kebetulan berpapasan denganku di pegadaian, kalau tidak salah dia punya koin seperti itu. Begitu ditukarkan, dia dapat sekantung penuh uang, membuat orang-orang di pegadaian memasang mata ke arahnya. Koin ini pasti mahal sekali ya, meski aku bukan penduduk sini jadi kurang tahu kenapa tadi semua orang heboh melihat koin ini. Ngomong-ngomong, aku buru-buru harus bayar tagihan rumah dari bulan kemarin nih. Kalau boleh aku permisi, keluargaku menunggu di rumah. Terima kasih."

Sambil membungkuk sopan namun tergesa-gesa, lelaki itu pun meninggalkan Mima.

"Keluarga, eh…"

Yah, kata-kata terakhir lelaki itu membuat Mima teringat kalau dia juga punya orang-orang yang menunggu di rumah. Tapi kebalikan dari lelaki itu, Mima tidak dikejar sesuatu yang mendesaknya untuk pulang cepat-cepat. Malah sebaiknya ia menghabiskan waktu selama mungkin di sini dan menikmati semua tantangan dari permainan undangan Tamon Ruu.

Mima berjalan dan bertanya sana-sini hingga menemukan kantor pegadaian, lalu mengkonfirmasi bahwa orang yang menukarkan koin emas Alforea dengan sejumlah uang tunai adalah seorang pria dengan senyum mencurigakan dan mengenakan setelan hijau.

Mima tahu nama orang itu.

Ronnie Staccato.

Sejak awal dikumpulkan oleh maid sebelum pertandingan dimulai, Mima memang sudah mengamati dengan seksama lawan-lawannya. Dan menurut pengamatan kilat plus intuisi tajam, Mima tahu ada dua nama yang tampaknya punya latar belakang musuh alami dengan dirinya.

Singkat kata, bagai anjing pelacak yang terlatih, Mima bahkan bisa tahu kalau seseorang tampak menyimpan catatan kejahatan atau tidak.

"Hmph. Bau ini sudah terlalu kukenal... No doubt about it, dia pasti gembong kriminal."

Dyna Might masih tampak seperti bekas berandalan biasa, jadi Mima tidak begitu peduli. Tapi Ronnie ini terasa berbeda.

Sekali lagi berbekal informasi dari orang-orang di jalanan, Mima melacak keberadaan Ronnie. Mungkin benar kata lelaki yang ia tolong barusan, malam ini Mima begitu beruntung. Tidak ada kesulitan berarti untuk mengetahui ke arah mana Ronnie pergi, bagai mengikuti jejak kaki binatang di atas salju yang tampak begitu jelas untuk ditelusuri.

Sampai akhirnya tibalah Mima di sebuah gang belakang.

Dengan hati-hati ia memperhatikan sekitar. Pada sebuah belokan gang, matanya menangkap sosok yang ia cari.

Namun keadaannya sedikit menegangkan.

Apa yang Mima saksikan adalah ladang pembantaian.

Ronnie Staccato, seorang diri dikelilingi oleh belasan preman level tinggi (setidaknya lebih meyakinkan secara penampilan ketimbang berandalan kelas teri yang sebelumnya Mima temui), kini tengah menghajar orang-orang yang mengerubunginya satu demi satu. Setiap kali tinju terayun, dapat dipastikan satu orang tidak akan berdiri lagi.

Dalam hati Mima berpikir. Kemungkinan besar yang terjadi adalah seperti ini : Ronnie membawa sekantung uang, yang jelas-jelas menarik perhatian orang-orang, kemudian dia dicegat dan hampir dirampok.

Hanya saja perampoknya salah pilih lawan.

Kurang dari semenit adalah waktu yang dibutuhkan Ronnie hingga tidak ada lagi preman yang berdiri tegak dengan dua kaki di sekelilingnya. Bahkan topi loper koran yang tersemat di kepalanya tidak lepas sama sekali.

Menghela napas pelan, Ronnie pun meraih kantung uangnya dan beranjak pergi.

Sementara Mima yang melihatnya berdecak kagum, namun juga dengan keringat yang menetes di dahi memikirkan kemampuan lawannya yang satu ini.

"Damn, he got skills. Sepertinya ini tidak akan mudah…"

Untuk saat ini, Mima memutuskan untuk mengintai Ronnie dan mencari celah.

Kalau yang jelas-jelas berbahaya begini dibasmi lebih dulu, sisanya yang lain pasti akan lebih mudah.

-2-

Di lain tempat, Dyna dan Ujang masih berjalan-jalan menyusuri ramainya kota Despera di malam hari.

Ujang tidak habis pikir, kenapa penduduk kota ini kelihatannya tidak ada yang tidur?

Ketika bertanya pada Dyna, barulah Ujang mendapat kejelasan. Kalau menurut orang-orang yang Dyna temui sebelum bertemu Ujang, kota ini tengah memperingati hari jadi yang secara tradisi pestanya selalu digelar di malam hari. Itulah alasan kenapa banyak stand dagangan di jalan-jalan besar, dan orang-orang mungkin sengaja tidak tidur karena toh besok hari libur.

"Katanya tengah malam nanti juga akan ada kembang api begitu masuk pergantian hari. Penduduknya pasti cinta betul kota ini ya, sampai membuat perayaan semewah ini," komentar Dyna.

Yah, tidak salah memang. Ujang juga baru tahu kalau orang kota ternyata suka menghambur-hamburkan uang untuk merayakan sesuatu seperti ini.

Hanya saja, Ujang merasa sedikit miris.

Sejak tiba di sini, Ujang mendapati kalau di kota ini terdapat kesenjangan sosial yang jelas sekali. Tak jarang di sudut-sudut gang ada orang-orang yang mungkin tidak punya rumah tidur begitu saja di dekat tempat sampah. Ada pula deretan pengemis yang bersandar di tembok, berhadap-hadapan dengan pedagang di sisi lain jalan. Tapi entah mengapa, semua penduduk seolah menganggap perbedaan yang mencolok itu adalah hal biasa. Bukan sesuatu yang perlu diberi simpati.

Hati Ujang terketuk ingin membantu mereka yang susah.

Tapi koinnya cuma lima. Apa cukup untuk memberi keadilan di kota di mana penduduknya tidak tidur demi kota mereka, tapi menutup mata dari keadaan yang menimpa sesama?

Bagaimanapun juga, dia cuma orang luar. Apa haknya mengurusi masalah orang asing?

Ujang ingin membicarakan soal ini dengan Dyna, tapi ragu kawannya bakal punya pemikiran serupa.

Kemudian Ujang teringat sesuatu.

"Oiya Dyn, pengen tanya. Perempuan-perempuan yang bareng kamu tadi kan cuma tiga orang. Kalau dibagi satu orang satu, kok koinmu tinggal satu? Bukannya mestinya sisa dua?"

Mendengar pertanyaan Ujang, Dyna kembali merogoh sakunya untuk menunjukkan sebuah benda. Barang elektronik yang akrab di mata manusia modern.

Sebuah handphone.

"Satunya lagi kubelikan handphone khusus provider jaringan Alforea ini buat kita berempat, biar bisa saling kontak selesai pertandingan. Kan sayang kalau cuma kenal satu malam, apalagi kita belum sempat melakukan apa-apa…maksudku, menghabiskan waktu bersama," jelas Dyna tanpa jeda. "Ah, coba kau datang lebih cepat, mungkin kita bisa beli satu handphone juga buatmu."

Ujang langsung menolak.

"Ah, ga usah repot-repot lah. Aku mah ngerti hape juga nggak, mubazir ntar."

Duh. Ganteng-ganteng udik juga Ujang ini. Tapi Dyna maklum, namanya juga orang kampung.

"Daripada itu, kamu kepikiran ga sih dari tadi," Ujang melanjutkan. "Kenapa penduduk kota ini kok kayaknya ga semua keliatan bahagia, padahal kan lagi momen perayaan begini."

"Namanya juga masyarakat sosial. Ada yang untung ada yang sial. Sama seperti koin ini, dua sisi selalu ada di tempat yang sama."

Ucapan Dyna ada benarnya juga. Ujang mengangguk pelan, meski belum sepenuhnya menerima kejamnya realita.

"Sekarang kalau boleh aku ingin balik bertanya," lanjut Dyna. "Kamu sudah tidur dengan berapa orang?"

"He?"

Hening sejenak.

"Maksudnya teh gimana ya Dyn? Kok aku ga ngeh kamu nanya apa…"

"Hmm, memang pertanyaanku kurang jelas ya? Aku cuma ingin tahu pengalamanmu di ranjang saja, kalau kamu tidak keberatan dengan obrolan macam itu."

Pengalaman…di ranjang?

Barulah Ujang sadar topik apa sebenarnya yang sedang dibawa Dyna.

"Tidur…maksudmu….begituan?"

Mendapati sikap malu-malu Ujang, serta gestur tubuh yang ia tunjukkan, Dyna pun mengambil kesimpulan :

"He? Jadi kau masih perjaka?"

Muka Ujang langsung merah padam.

"Ssst, Dyn! Pamali atuh ngomongin gituan!"

Dyna hanya bisa tertawa kecil.

"Hahaha, berarti benar ya. Padahal aku cuma menebak," ucapnya ringan. "Habisnya kau tampan sekali sih. Kalau bukan model, pasti orang kota mengira kamu artis. Meski dari kampung, kukira semua kembang desa sudah kau cicipi. Punya senjata bagus kok tidak dipakai."

"Dyna!"

"Ah, oke, oke. Maaf mulutku begini. Kalau kau tidak suka kita ganti topik saja," ujar Dyna dengan nada meminta maaf.

Selanjutnya, sepanjang perjalanan Dyna memang tidak menyinggung lagi soal 'itu'. Tapi sejak ditanya, Mang Ujang mulai merasa awas dengan kawannya yang satu ini.

Dyna ini… Laki-laki, kan?

Dari penampilannya, siapapun bisa mengira Dyna laki-laki. Pakai topi, baju pun tampak maskulin. Apalagi tadi dia juga sempat bawa-bawa perempuan, imejnya sungguh sudah cocok seperti playboy handal. Namun entah kenapa, Mang Ujang ini kini menjadi risih. Tiap melihat Dyna, ada pikiran aneh yang menghampiri.

Tapi laki-laki kok pakai anting? Pinggulnya juga berisi, kayak bukan laki-laki. Mukanya juga masih bisa dibilang manis kalau ternyata Dyna ini perempuan. Belum lagi suaranya juga ga bisa dibedain ini suara laki-laki atau perempuan. Tapi suaranya enakeun, kalo dia berbisik tepat di telinga kayaknya siapapun pasti langsung menggigil…

"Hah!"

Ujang segera menampar pipinya sendiri.

Gawat. Kenapa dia malah hampir berpikir yang tidak-tidak?

"Ada apa?"

"Ah, nggak, ga ada apa-apa… Cuma ada nyamuk tadi."

"Nyamuk? Hati-hati, mukamu itu mestinya dijaga, jangan ditampar begitu."

Dyna hampir saja mengulurkan tangannya menuju pipi Ujang, namun sang pria tampan buru-buru menghindar dengan melanjutkan langkahnya dan segera mengalihkan pembicaraan.

"Ngomong-ngomong… Perasaanku aja, atau dari tadi kita cuma muter-muter di tempat yang sama?"

"Ah, itu perasaanmu saja. Bangunan di sini memang banyak yang mirip kok."



Ada satu hal yang disembunyikan Dyna selama membawa Ujang kencan jalan-jalan di malam hari jadi kota Despera ini.

Tak jauh dari tempat mereka berada, Dyna sebenarnya sudah menangkap keberadaan dua peserta lain berkat kemampuan pasif ekolokasi miliknya. Apalagi kalau ia sudah pernah sekali mendengar suara orang, otomatis dia akan tahu kalau orang itu ada di dekatnya.

Dan salah satu nama peserta itu adalah Ronnie Staccato.

Untuk saat ini Dyna tidak mau dekat-dekat, karena itulah tanpa sepengetahuan Mang Ujang ia memang membawa mereka berputar-putar untuk mengulur waktu.

Pertama, ia ingin menikmati dulu selama mungkin momen dengan pria tampan yang jarang-jarang bisa digaet semudah ini. Kedua, Ronnie kelihatannya sebentar lagi akan berbenturan dengan satu peserta lain, dan menurut Dyna sebaiknya biarkan saja dua orang itu saling bertarung. Dan ketiga…

"Oh iya, tadi aku sudah bilang kalau tengah malam ini ada kembang api, kan? Bagaimana kalau kita lihat ke sana untuk kenang-kenangan? Tidak setiap hari kita bisa datang ke perayaan malam hari begini."

Ada sesuatu yang ingin Dyna lakukan sebelum ia cepat atau lambat harus berhadapan kembali dengan Ronnie Staccato.

-3-

Beralih pada agen Mima yang tengah mengintai (tersangka) penjahat Ronnie di sebuah kedai bernama TVRN.

Untuk ukuran peserta sebuah pertandingan dengan format pertarungan, Mima merasa kalau Ronnie ini santai sekali. Sejak mengikutinya dari gang belakang, Ronnie sudah menghabiskan hampir satu jam di kedai cuma untuk berbincang dengan penduduk setempat, makan-makan, dan minum meski tidak sampai mabuk-mabukan. Malah ia mentraktir orang-orang di kedai, membuat suasana semakin riuh dan ramai.

Mima tetap waspada. Lawannya boleh leha-leha, tapi bukan Mima namanya kalau ikut-ikutan lengah.

Mima tidak bisa mendekati Ronnie secara langsung karena takut keberadaannya diketahui, sehingga ia menjaga jarak aman, setidaknya Ronnie tetap ada di ujung kelopak mata.

Atau begitulah pikirnya, ketika di tengah pesta traktiran itu sosok bersetelan hijau zaitun mendadak tidak lagi terlihat di dalam ruangan.

"Wait, sejak kapan…"

Buru-buru Mima menerobos masuk di tengah kerumunan orang yang tengah menyantap berbagai hidangan.

"Excuse me mister, apa kau lihat pria yang pakai topi loper koran dan jas hijau tadi pergi ke mana?" tanya Mima pada pemilik kedai beralis tebal.

"Oh, pria dermawan itu? Dia bilang tadi kelelahan dan ingin beristirahat sebentar, lalu bertanya apa ada kamar yang disewakan. Kalau ada perlu, dia ada di kamar 212 di lantai atas. Ketuk saja pintunya."

"Trims!"

Mima tak membuang waktu lagi dan segera pergi ke lantai atas. Mungkin ini terdengar seperti taktik pengecut, tapi tidak perlu ada tumpah darah kalau ia bisa mencuri koin lawannya saat dia sedang tidur.

Kamar 212.

Mima mengetuk perlahan. Sekali, dua kali. Tidak ada jawaban.

Mima mencoba memutar kenop pintu. Tidak dikunci.

Pintu terbuka sedikit, nyaris tak berbunyi. Mima mengintip ke dalam, mendapati sosok yang ia cari terbaring tanpa pertahanan di atas kasur dalam ruangan itu, bahkan mendengkur keras.

Setelah memastikan keadaan sekitar aman, Mima pun memasuki kamar tersebut dan menutup pintu dari dalam.

Dengan langkah mengendap-endap, Mima mendekati kasur tempat Ronnie tidur. Sejauh ini aman. Terlalu aman, malah. Mima jadi meragukan intuisinya sendiri, apa benar ini pria yang ia anggap berbahaya sejak tadi?

Tak mau berlama-lama, Mima pun menemukan kantung uang Ronnie di samping tempat tidur. Di dalamnya, selain setumpuk uang kertas dan beberapa recehan, Mima akhirnya mendapatkan tiga buah koin emas Alforea.

Tapi kenapa cuma tiga?

Belum sempat Mima menyentuh koin di dalam kantung itu, tiba-tiba ia merasakan sesuatu menusuknya dari belakang.

"—!!?"

Sebuah jarum suntik.

Dari genggaman tangan Ronnie Staccato.

"Malam Nyonya Mima. Kukira pekerjaanmu sekarang ibu rumah tangga, bukan pencuri."

"…kau!!"

Ronnie duduk di tempat kasur, menangkap tubuh Mima yang jatuh begitu saja ke pelukannya.

Ya, Mima sama sekali tidak bisa bergerak.

Entah apa yang disuntikkan Ronnie – yang ternyata selama ini hanya pura-pura tidur, sungguh ceroboh Mima tidak memikirkan kemungkinan ini! – yang jelas kini Mima tak ubahnya boneka yang tidak bisa bergerak kecuali dimainkan orang lain.

Ini adalah skenario terburuk.

Mima sudah masuk ke dalam perangkap Ronnie Staccato!

"…sejak kapan?" tanya Mima lemah, pasrah ketika tubuhnya dibaringkan di tempat tidur.

"Kalau kukatakan sejak ada lelaki yang dikeroyok dan kau tolong, apa kau percaya?" jawab Ronnie seadanya. "Memancingmu bahkan lebih mudah daripada memancing ikan. Tinggal tebar remah-remah roti dan kau akan terus mengikuti."
                                                                                     
"Holy shit! Jadi sejak awal kau sudah tahu kalau dibuntuti?"

"Kau bukan kriminal kalau kejahatanmu tidak diketahui. Penjahat harus bisa mengendus polisi lebih kuat daripada kebalikannya."

Ronnie menjentikkan jari.

Tiba-tiba saja lampu ruangan itu menyala, dan tampaklah di dalamnya beberapa lelaki kekar yang hanya memakai pakaian dalam.

"What the—!?"

"Nah, tuan-tuan yang terhormat, maaf sudah membuat kalian menunggu. Seperti janji kita, silakan lakukan sesuka kalian pada nyonya cantik kita yang sudah jauh-jauh menerima undangan datang ke sini."

"Bedebah!" teriak Mima meronta. Namun apa daya, bahkan tanpa diikat apapun jua, ia tetap tak bisa berbuat apa-apa. "Help! Someone!"

"Percuma. Satu koin emas untuk menutup mulut si pemilik kedai dan membiarkanku memakai ruangan ini."

Melihat para lelaki kekar semakin mendekat, Mima gemetaran hebat.

"Please! Ambil saja semua koinku! Tapi kumohon lepaskan aku! I beg you!"

"Oh, tidak bisa begitu. Kalau ingin merampas sesuatu dari seseorang, lebih baik rampas sesuatu yang tidak berwujud. Karena segala sesuatu yang tak berwujud tak akan bisa direbut kembali. Soal koin itu cuma prasyarat saja."

Ronnie menyingkir dari kasur dan mengambil sebuah kursi untuk duduk, sementara lengan-lengan kasar para lelaki yang sudah seperti binatang jalang itu mulai melucuti setiap helai kain yang menempel pada badan Mima.

"Setidaknya berterimakasihlah karena aku sudah repot-repot menyewa kamar, dan tidak membiarkanmu disantap pria-pria ini di gang belakang barusan."

"Tidak! Tidak! Tidak!"

"Sumpal mulutnya sebelum kalian mulai."

Menghadapi mimpi buruk yang akan segera menimpanya, Mima kehabisan kata-kata.

"Orlick, Philia... Jade, Weasel..."

Forgive me... For I've been soiled.

Memang bejat-laknat-bangsat-keparat sekali Ronnie ini. Namanya juga setan dalam wujud manusia, maklum lah ya sudah fitrahnya merusak hidup orang sedemikian rupa.

Akhir dari Mima Shiki Reid sudah tak perlu diceritakan lagi. Nanti bikin puasa batal.

*****

>Ananda                             Gold Coins x9
>Ronnie Staccato             Gold Coins x8
>Mang Ujang                   Gold Coins x5
>Dyna Might                     Gold Coins x1
>Mima Shiki Reid             Gold Coins x0

[Mima Shiki Reid removed from play]




Bridge

Waktu sebentar lagi menunjukkan tengah malam.

Di sebuah daerah berbukit yang ketinggiannya lebih daripada jalan-jalan biasa di Despera, Dyna dan Ujang duduk beralaskan rumput. Menurut Dyna, dalam kurang dari semenit lagi akan ada pertunjukan kembang api yang bisa mereka nikmati dengan jelas dari sini.

Dibawa ke tempat sepi seperti ini, pikiran Ujang berkecamuk.

Ini… Pasti ujungnya 'itu', kan? Sampai mencari tempat sepi dan menunggu kembang api segala…

Tak salah lagi.

Ujang merasa sudah bisa membaca apa yang akan terjadi setelah ini.

"Hei."

Panggilan Dyna membuatnya mau tak mau menghadap ke arah si pemilik suara.

"Aku tahu ini tiba-tiba, tapi aku harus mengatakan sesuatu padamu."

Ini dia.

Dalam beberapa detik kembang api akan meletus di angkasa, dan saat itu, Dyna pasti akan—

Cepat! Aku harus jawab apa?

"Sebenarnya, aku—"

"Maaf, kita temenan aja ya!"

BUM!

Suara ledakan di udara, menghias langit gelap dengan bunga-bunga api yang bercahaya.

"He?" Dyna menatap Ujang dengan heran.

"Eh? Bukannya kamu mau nembak aku?"

"….bukan, aku ke sini ingin memintamu untuk menyerah."

Ujang langsung menepuk dahinya sendiri. Duh, mentang-mentang tampan, Mang Ujang ini jadi kegeeran. Disangka Dyna  diam-diam suka dan mau menyatakan cinta, Ujang merasa malu pada dirinya sendiri.

"Eh, tapi apa tadi? Kamu minta aku menyerah?"

Dengan latar kembang api yang terus meletus silih berganti di belakang Dyna, sang pesolek bertopi fedora melanjutkan,

"Ya, menyerah. Dengar baik-baik. Menyerah adalah kekuatan. Menyerah artinya kau memberi kemenangan pada orang lain. Posisi memberi kemenangan itu artinya kau memiliki kuasa. Ya! Mereka yang menyerah lebih berkuasa daripada mereka yang tidak melakukan apa-apa sama sekali untuk menang!"

Ujang melongo sesaat. "Aku tidak mengerti. Apa alesannya kamu pengen aku nyerah?"

"Karena kau terlalu bersih untuk tempat sekotor ini," jelas Dyna singkat. "Dan sebaiknya tetap begitu sampai akhir. Anggap saja ini permintaan khusus dariku. Apa kau bersedia meninggalkan permainan ini?"

Sekali lagi Ujang terdiam, sementara Dyna hanya bisa meyakinkan.

"Demi kebaikanmu sendiri."

Pandangan matanya terkunci dengan mantap, penuh keyakinan. Namun di balik itu, wajah Dyna tampak menyimpan kegundahan tak terucap yang tertahan, seolah tidak rela bila seseorang seperti Mang Ujang meneruskan permainan lebih jauh dari ini. Setidaknya begitulah yang bisa Ujang baca dari raut wajah Dyna.

Bisakah Dyna dipercaya?

Mang Ujang berpikir sejenak. Setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya tidak lagi berpikir panjang dan merogoh sakunya.

"Nih deh. Kutitip di kamu buat modal menangin ini. Tapi ada syaratnya. Nanti kalo ada sisa, jangan lupa kasih ke orang-orang yang lebih ngebutuhin, ya. Tolong janjiin aku satu itu aja."

Dyna tersenyum kecil.

"Akan kuingat dan kulakukan. Ternyata kau bukan cuma tampan, tapi juga pengertian~."

"Kamu juga, Dyn. Seenggaknya aku tahu kamu bukan orang yang bener-bener jahat atau licik."

"Kata siapa?"

"Pokoknya aku tahu lah. Buktinya kamu malah minta aku nyerah baik-baik gini dan bukan maksa minta koinku."

"Yakin?"

"Yakin kok. Atau kamu lebih seneng kalau aku curiga?"

"Tidak juga. Tapi kalau kamu memang sudah percaya, aku cuma bisa bilang terima kasih untuk kepercayaannya. Di dunia bisnis juga semua bisa berjalan karena ada rasa saling percaya, kan."

Baik Mang Ujang maupun Dyna kini saling bertukar senyum. Lewat pertukaran singkat ini saja, semua keraguan berubah menjadi kepercayaan.

Maka Ujang menyodorkan koin di tangannya, yang disambut dengan jabatan tangan dari Dyna.

"Semoga beruntung, Dyn. Ini amanah lho, jadi jangan dianggap sepele."

"Trims. Semoga aku berhasil menang, untuk bagianmu juga."

Dengan berpindahnya semua koin Ujang ke tangan Dyna, sebuah cahaya putih mendadak muncul menyelimuti tubuh Ujang. Mengerti bahwa sebentar lagi ia akan pergi, Ujang pun menyampaikan salam perpisahan pada kawannya.

"Hati-hati ya. Sampai ketemu la"

Belum sempat Ujang menyelesaikan kalimatnya, sesuatu telah mengunci mulutnya dengan lembut.

Dan basah.

Dyna telah mencuri ciuman pertama Mang Ujang.

"—!?"

Pelakunya hanya tersenyum menggoda, tak peduli dengan wajah tampan yang memerah luar biasa akibat serangan dadakan tersebut.

"Yup. Semoga kita masih bisa bertemu lagi di lain waktu~."

Kembang api terakhir meletus di udara, mengantar kepergian Ujang yang dijemput oleh cahaya putih dari langit malam.



Sampai jumpa, Mang Ujang.

Semoga kau tetap bersih sampai tangan ini yang mengotori.

Fuh. Fufu. Fuhehehehe.

*****

>Ananda                             Gold Coins x9
>Ronnie Staccato             Gold Coins x8
>Dyna Might                     Gold Coins x6
>Mang Ujang                   Gold Coins x0

[Mang Ujang removed from play]



2nd Verse – Big Big Big 2

-1-

Hari telah berganti, meski Dyna Might tidak yakin apa Alforea juga punya sistem 7 hari dan 24 jam.

Yang ia tahu adalah ia sudah cukup menikmati waktunya di tempat ini, jadi sekarang ia mulai menyusuri kembali seluk-beluk kota dan mencari lawannya yang tersisa.

Seolah takdir memang berkehendak mempertemukan mereka, tak perlu menghabiskan waktu lama-lama hingga Dyna dihadapkan dengan sebuah pohon yang berdiri di atas sebuah koper dorong.

Dan pohon itu tidak sendirian.

Tampak oleh Dyna sosok yang sebelumnya ia hindari, kini duduk di bangku dengan meja di pinggir jalan, seolah memang sudah menunggu kedatangannya.

"Selamat malam. Tak kusangka langsung bertemu lagi denganmu di pertandingan ini."

"Selamat malam," Dyna menjawab salam. "Padahal kita baru saja adu tanding sebelumnya, tahu-tahu sudah disuruh berhadapan lagi, ya."

"…? Adu tanding?"

Ronnie Staccato kelihatannya tidak menangkap maksud kata-kata Dyna.

"Kau tidak ingat? Aku mengajakmu bertarung satu lawan satu selepas penyisihan kemarin. Jangan bilang kau langsung lupa hasil akhirnya."

"Maaf, aku tidak ingat. Kita memang bareng, tapi rasanya tidak ada pertandingan tambahan begitu, kecuali ingatanku menipuku."

Sekarang Dyna yang keheranan. Mang Ujang juga tampaknya mengenal Dyna bahkan sebelum mereka dipertemukan di sini, tapi Dyna tak tahu menahu soal itu. Sekarang giliran Ronnie Staccato yang juga punya testimoni serupa.

Mungkin tidak membantu kalian, tapi Tata – salah satu peserta yang gugur pertama – tadi juga bilang mengenalku dari prelim, walau aku sendiri tidak merasa kenal dia.

Dyna hampir melupakan kalau pohon ini peserta juga. Padahal pahanya seksi.

"Jadi…kelihatannya kita semua 'mengalami' versi babak penyisihan yang berbeda-beda, ya," kata Ronnie menyimpulkan dengan tenang. "Bagimu ingatanmu, dan bagiku ingatanku."

"Yah, sebenarnya aku tidak begitu peduli, toh semua sudah lewat," balas Dyna. "Jadi sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

Ronnie mengangkat bahu. Kelihatannya Dyna dan Ronnie tidak dalam mood untuk saling cari ribut.

Bagaimana kalau kita main kartu saja?

Lagi-lagi teks dari Ananda menengahi.

"Main kartu? Pakai koin untuk taruhan maksudmu?'

Yup.
Kalau di tempat asalku, aku lebih senang main kartu.
Sayang di sini nggak ada TCG.
Kalau main Capsa aja gimana?
Kalian ngerti kan?

"Capsa?"

"Semacam poker tanpa dealer. Semua kartu dibagi ke pemain, yang kartu tangannya habis duluan menang."

"Hmm.. Coba mainkan sekali, mungkin nanti aku langsung mengerti."

Biar nanti kubuatkan saja rangkuman aturannya.
Tapi kalian berdua mau ikut atau tidak?

"Aku ikut," jawab Dyna mantap. "Rasanya bagus juga buat menguji peruntunganku. Kau sendiri bagaimana?"

"Aku juga ikut deh," ujar Ronnie mengikuti. "Sesekali permainan begini boleh juga daripada sekedar tonjok-tonjokan. Kadang bikin bosan."

Jadi semua sepakat ya?
Karena aku yang mengusulkan, biar kupakai koinku untuk beli kartu.

Dan begitulah, ketiga peserta yang tersisa memulai permainan mereka dengan damai dan tentram.

-2-

==Aturan Capsa Yang Mudah Dimengerti Sambil Baca (Referensi : Ananda)==

·         52 kartu remi dibagi ke 2-4 pemain (tetap dibagi 13 per orang bila 2-3 pemain)
·         Tujuan utama permainan : Habiskan semua kartu di tangan. Pemain yang kartunya habis duluan dialah pemenangnya
·         Urutan ranking angka : 2>K>Q>J>10>9>8>7>6>5>4>3 (2 = poker)
·         Urutan ranking daun : >>> (sekop>hati>keriting>wajik)
·         Kartu yang dimainkan dapat berupa single, pair (2 kartu angka sama), triple (3 kartu angka sama), atau 5 kartu seperti berikut :
o   Two pairs : Kombinasi paling lemah. 2 pair + 1 kartu random
o   Straight : 5 kartu dengan angka berurutan, seperti 3-4-5-6-7
o   Flush : 5 kartu dengan daun sama
o   Full house : 1 triple + 1 pair
o   Four of a kind : 4 kartu dengan daun sama + 1 kartu random
o   Straight Flush : Straight sekaligus flush, sesuai namanya. Kombinasi paling kuat. Disebut juga Royal Flush bila kartu yang dimainkan 10-J-Q-K-A.
·         Menurut aturan dari Hong Kong, bila pemain mendapat kartu 2-3-4-5-6-7-8-9-10-J-Q-K-A di tangan maka pemain tersebut otomatis menang (Dragon wins). Pemain juga bisa menyatakan diri otomatis menang bila memiliki empat kartu '2' di tangan (Golden Whoopin).

"Untuk ukuran pohon tulisanmu rapi sekali. Atau cuma kelihatan begitu karena aku tidak pernah sekolah?" puji Dyna membaca tulisan Ananda di atas kertas.

Begini-begini aku sudah sampai bangku kuliah sebelum jadi pohon.
Supaya singkat kita main tidak perlu pakai poin.
Langsung saja taruhan di awal berapa koin.
Kalau sudah mengerti, ayo kita mulai.

==Game 1==

>Starting point
Ronnie                  7 +1 (8)
Ananda                7 +1 (8)
Dyna                      5 +1 (6)

Ananda mengocok satu set kartu remi, kemudian 13 kartu dibagikan kepada tiga orang pemain, dengan 13 kartu sisanya dibiarkan begitu saja.

Yang punya <3 wajik>, silakan keluarkan duluan.

Tidak ada yang punya.

<3 keriting>?
Atau <3> yang lainnya?

Juga tidak ada yang punya. Berarti di antara 13 kartu sisa yang tidak dimainkan ada empat kartu <3>. Kocokannya pasti kurang merata, maklumlah kartu baru beli.

"Dimulai dari yang paling rendah kan? Kalau begitu biar aku jalan dulu," ujar Ronnie, seraya mengeluarkan <4 wajik>.

Dilanjutkan dengan Dyna langsung membalas dengan <J sekop>.

"Kamu tidak pernah diajari berhitung, ya? Setelah angka 4 lompatnya harusnya tidak sejauh itu."

"Yah, suka-suka dong."

Ananda melanjutkan dengan <Q hati>.

Ronnie mengeluarkan <2 keriting>.

Dyna maupun Ananda pass.

Ronnie memulai putaran baru dengan Two Pairs.

Dyna pass.

Ananda mengeluarkan Flush wajik.

Ronnie mengeluarkan Royal Flush sekop.

Tidak ada yang bisa melawan.

Kartu di tangan Ronnie tinggal satu. <5 keriting>.

Permainan pertama selesai sudah.

>Game result
Ronnie                  7 +3 (10) (WIN)
Ananda                7 +0 (7)
Dyna                      5 +0 (5)

==Game 2==

>Starting point
Ronnie                  8 +2 (10)
Ananda                5 +2 (7)
Dyna                      3 +2 (5)

Karena menang game sebelumnya, selanjutnya Ronnie jalan duluan.

"Taruhannya kunaikkan jadi dua koin ya."

Dyna dan Ananda tetap ikut.

Karena narasinya bakal membosankan, kita buat versi singkat saja.

>New turn
R  <3 sekop>
D  <4 wajik>
A  <4 hati>
R  <5 hati>
D <Q keriting>

"Sudah kuduga kamu tidak bisa berhitung," komentar Ronnie pada Dyna.

A <K sekop>
R <2 sekop>

<2 sekop> adalah kartu single tertinggi, jadi Ronnie berhak buka putaran baru.

>New turn
R <Flush keriting>
A <Full House>
D <Pass>
R <Straight Flush hati>

13 kartu Ronnie habis, Ronnie menang lagi.

Tunggu sebentar.
Kamu pasti main curang.
Gimana ceritanya dua game berturut-turut kamu dapet Straight Flush terus?

"Apa buktinya? Kalau tidak ada bukti, tuduhanmu cuma spekulasi. Bukan cuma judi, main saham juga tidak bisa cuma modal spekulasi," kata Ronnie dengan nada menyindir. "Masih baik aku main single dulu di awal dan bukan langsung 5 kartu, jadi teman kita yang pass terus dari tadi ini masih dapat kesempatan main."

"Maksudmu aku?" tanya Dyna, padahal sudah jelas jawabannya iya.

"Kalau kamu masih belum mengerti, bagaimana kalau tidak ikut permainan selanjutnya dulu? Aku tidak keberatan kamu mengamati daripada main cuma asal buang kartu."

"Haha, simpan saja kebaikan hati itu. Kalau aku ingin menang, aku pasti bisa menang," balas Dyna.

Kalau begitu game berikutnya aku pass.
Aku ingin mengamati dulu bagaimana jadinya kalau yang main hanya dua orang.

>Game result
Ronnie                  8 +6 (14) (WIN)
Ananda                5 +0 (5)
Dyna                      3 +0 (3)

==Game 3==

>Starting point
Ronnie                  11 +3 (14)
Ananda                5 +0 (5) (PASS)
Dyna                      0 +3 (3)

"Kalau kubilang kita taruhan tiga koin, kamu tetap ikut?" tantang Ronnie.

Dyna mengangguk tanpa ragu. "Ini masalah berani ambil risiko. Lagipula kalau terlalu berhati-hati itu bukan taruhan namanya."

Tapi kalau kamu kalah koinmu langsung habis lho.

"Itu kan 'kalau'. Sudah kubilang, aku memang mau menguji keberuntunganku kok."

Maka permainan ketiga pun dimulai.

13 kartu masing-masing dibagikan pada Ronnie dan Dyna, sementara 26 sisanya dibiarkan menganggur.

>New turn
R <3 hati>
D <3 sekop>
R <4 wajik>
D <4 keriting>
R <5 sekop>
D <6 keriting>

"Heee. Tuh, ternyata kamu bisa juga main yang benar," komentar Ronnie. Dyna diam saja.

R <8 hati>
D <10 hati>
R <J sekop>
D <K keriting>
R <A wajik>
D <2 wajik>
R <Pass>

>New turn
D  <10 sekop>
R <J keriting>
D <J hati>
R <Q keriting>
D <2 keriting>
R <Pass>

"Heee. Kartu pokermu banyak juga ya," komentar Ronnie. Dyna diam saja.

>New turn
D <Pair 2>
R <Pass>

Tunggu!
Empat kartu poker semuanya di tanganmu?!
Bukannya itu berarti…kamu harusnya otomatis menang?

Dyna diam saja. Tapi sambil tersenyum.

>New turn
D <Pair 7>

13 kartu Dyna habis, akhirnya Ronnie kalah juga.

>Game result
Ronnie                  11 +0 (11)
Ananda                5 +0 (5)
Dyna                      0 +6 (6) (WIN)

==Game 4==

>Starting point
Ronnie                  9 +2 (11)
Ananda                3 +2 (5)
Dyna                      6 +0 (6) (PASS)

"Agar adil, sekarang izinkan aku yang pass," kata Dyna di awal permainan keempat.

Baru saja menang besar, sekarang malah dia tidak ikut main. Pasti cari aman. Setidaknya begitulah pikir Ananda, yang di tangan-rantingnya ada dua kartu poker dan tiga kartu as. Cukup untuk pegangan memenangkan satu game.

"Aku kalah di game sebelumnya, tapi Nona Ananda baru ikut main lagi. Siapa jalan duluan?" tanya Ronnie, yang ikut bermain dengan taruhan dua koin.

Siapa yang punya kartu terkecil saja.

"Kalau begitu aku duluan."

>New turn
R <3 wajik>
A <7 hati>
R <2 sekop>

Belum apa-apa Ronnie sudah mengeluarkan kartu poker! Cepat sekali!

Tapi Ananda tidak langsung panik. Meski <2 sekop> kartu paling kuat, toh tiga kartu poker sisanya ada di Ananda. Ronnie tidak akan bisa apa-apa lagi setelah ini.

>New turn
R <Straight>
A <Flush wajik>
R <Royal Flush keriting>
A <Pass>

Harapan Ananda buyar seketika.

Royal Flush lagi?!
Yang benar saja!

"Yah, dituduh curang pun tak apa, toh ini semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, Nona Ananda," kata Ronnie dengan santai. "Terima sajalah."

>New turn
R <4 keriting>

>Game result
Ronnie                  9 +4 (13) (WIN)
Ananda                3 +0 (3)
Dyna                      6 +0 (6)

==Game 5==

>Starting point
Ronnie                  13 +0 (13) (PASS)
Ananda                0 +3 (3)
Dyna                      3 +3 (6)

Setelah tak pernah menang sama sekali dalam tiga kali permainan, akhirnya roda keberuntungan berputar ke arah Ananda.

Ananda hampir tidak percaya dengan kartu yang ia dapat sekarang.

13 kartu di tangannya adalah tiga buah poker dan dua pasang Royal Flush. Kocokan gila macam apa ini?

Tapi Ananda tentu tidak mengeluh. Justru dia bersyukur. Ini kesempatan super langka yang tidak akan datang dua kali, jadi dengan berani Ananda mempertaruhkan semua koin yang ia punya.

Sementara Ronnie langsung menutup kartunya di meja.

"Aku tidak ikut. Firasatku tidak enak."

Tentu saja Ronnie tidak ikut. Ananda tahu, kalau Ronnie bisa main curang, artinya dia bisa membaca kartu lawan. Dan dia pasti tahu kalau kartu Ananda saat ini bagus sekali.

"Aku ikut deh. Kasihan Nona Pohon kalau tidak ada yang ikut main."

Dyna ini polos atau apa? Jelas Ananda nyaris mustahil dikalahkan karena seluruh kartunya angka besar semua. Apa mungkin ia sekedar berbaik hati karena Ananda wanita?

Kalau begitu aku mulai dengan—

"Ah, tidak usah repot-repot. Aku sudah menang."

Dyna membuka semua kartu di tangannya ke meja.

2-3-4-5-6-7-8-9-10-J-Q-K-A.

13 kartu berbeda angka dalam satu tangan legendaris dengan probabilitas 0,000000000629908%!

I, ini—!!

"Maaf Nona Pohon. Kartuku Grand Dragon," kata Dyna ringan sambil memberikan sebuah senyum kemenangan penuh arti. "Sekarang, tolong berikan koinmu yang terakhir."

"Uwaah, seram, seram," ujar Ronnie menimpali. "Untung aku tidak ikut-ikutan yang satu ini."

Ananda hanya bisa membisu. Dia memang tidak bisa bersuara dan bisu, tapi kali ini ia benar-benar seperti kehilangan kata-kata. Sementara Ronnie memiliki kombinasi main curang dan membaca gerakan orang, Dyna memiliki keberuntungan alami yang luar biasa.

Menghadapi keduanya, mau tak mau Ananda terpaksa berkenalan dengan teman baru bernama 'keputusasaan'.

>Game result
Ronnie                  13 +0 (13)
Ananda                0 +0 (0)
Dyna                      3 +6 (9) (WIN)

-3-

Permainan sudah usai bagi Ananda, yang kehabisan koinnya dalam taruhan Capsa. Akan tetapi Dyna belum mendapat tiga koin dari Ananda, dikarenakan sang wanita pohon memprotes permainan yang dia usulkan sendiri.

Ini tidak mungkin.

"Santai saja nona. Ini kan cuma permainan," kata Dyna menenangkan.

"Benar nona. Tidak mudah percaya orang nanti cepat tua," tambah Ronnie, sama sekali tidak membantu.

Aku tetap tidak terima!
Kalian…kalian berdua pasti bersekongkol kan?

Dyna dan Ronnie saling bertukar pandang. Mereka kemudian melirik ke arah Ananda, kelihatannya sependapat akan sesuatu.

"Nona Pohon mungkin haus. Minum dulu nih, supaya lebih santai."

Dyna membuka sebuah botol minuman (entah dari mana), lalu menyiramkannya ke sekujur tubuh kering Ananda tanpa diminta.

Hentikan, kalian!

"Atau nona mungkin butuh merokok biar rileks. Tapi nggak ada lubang buat ngehisap sih ya?" ujar Ronnie seraya menyalakan rokok (entah dari mana) dan menghisapnya satu kali, sebelum kemudian melemparnya begitu saja ke arah Ananda.

Ke arah Ananda.

Yang berlumuran alkohol dari ujung ke ujung.

----!!!??

Batang putih Ananda segera berubah diselimuti merah.

Tak ada kata-kata yang keluar, baik dari mulut dua sosok bersetelan maupun dalam bentuk teks.

Di tengah kegelapan dan dinginnya malam, Dyna dan Ronnie memasang wajah tak bersalah ketika menyalakan api di tengah kota. Dasar pasangan yang tidak peduli lingkungan.

Setidaknya apinya cukup memberi kehangatan bagi orang-orang di sekitar untuk sementara waktu.

"Silakan bacakan haiku-mu, Nona Ananda. Jangan lupa, 5-7-5."

Pria Kece Tidak Lihat Bakar-Bakaran
Beberapa Orang Hanya Ingin Melihat Dunia Terbakar
Aduh, Hit Point-ku Cuma Satu

Itu sama sekali bukan haiku. Tapi siapa peduli, toh Ananda sudah jadi abu.

*****

>Ronnie Staccato             Gold Coins x13
>Dyna Might                     Gold Coins x9
>Ananda                             Gold Coins x0

[Ananda removed from play]



2nd Chorus – Urban Rivals

-1-

Selamat malam, para penduduk yang berbahagia! Selamat datang di acara 'Hey! D.U.D.E.' – Despera's Underground Deathmatch Exhibition~! Acara spesial khusus ulang tahun kota Despera!

Acara kali ini disponsori langsung oleh Yang Mulia Tamon Ruu. Kita tahu belakangan ini kota memang perlu hiburan untuk mengingatkan kerasnya dunia persilatan, supaya semangat kerja buruh naik – maksud saya, supaya kita selalu siap sedia apapun yang menimpa kita dalam hidup ini. Dan seperti yang kita tahu, setiap detik dalam hidup ini adalah pertarungan!

Kali ini kita sudah kedatangan dua tamu yang sengaja didatangkan khusus untuk memperlihatkan kebolehan mereka dalam memaknai hidup, yaitu dengan bertarung satu sama lain. Karena tidak ada pelajaran hidup yang lebih berharga daripada selamat dari maut.

"Sebentar, kenapa jadi begini?"

Ini kan Battle of Realms. Kalau sampai akhir di antara kalian tidak ada pertarungan sama sekali, bukan battle dong judulnya. Nanti penonton kecewa, lalu rating-nya jeblok.

"Sial, kita dijebak."

Ah, abaikan dua suara selain suara saya barusan.

Pokoknya, kami sudah memasang layar virtual di seluruh penjuru kota! Sekarang silakan ambil makanan ringan, duduk di kursi nyaman, dan saksikanlah pertarungan yang akan membuat kalian tidak bisa tidur sampai pagi~!



Dyna Might dan Ronnie Staccato kini mendapati diri mereka berada di tengah alun-alun kota.

Selepas bermain kartu dengan Ananda, keduanya tiba-tiba saja diculik oleh beberapa maid, lalu tiba-tiba saja dipindahkan ke tempat ini dengan arahan 'agar lebih leluasa bertarung dan tidak mengulur waktu sampai pagi'. Mungkin pertandingan ini sudah terlalu lama, walau dari awal sebenarnya memang tidak ada time limit.

"Tak kusangka akhirnya malah jadi objek acara sabung ayam begini."

Ronnie membetulkan topi dan kerah bajunya, melangkah ke daerah yang kini bersih dari manusia. Hanya ada dirinya dan Dyna, sementara semua penduduk kota tampaknya tidak ada lagi yang berkeliaran di jalan demi mempersilakan mereka berdua agar bisa memakai panggung besar bernama Despera ini.

"Haah. Ujung-ujungnya memang harus main peran jadi tukang pukul lagi, ya," keluh Dyna seraya menarik sarung tangan sterilnya. "Bagaimana? Kau tidak keberatan bertarung habis-habisan?"

Ronnie mengangguk mengiyakan.

"Ada satu orang yang terbunuh di babak penyisihanku – aku heran kenapa kau tidak ingat padahal kita satu kelompok – dan kulihat dia lolos 48 besar. Bernapas, sehat tanpa cacat, seolah memang tidak pernah mati. Artinya, semua ini memang cuma simulasi. Kau tidak akan mati meski dibunuh."

"Tidak akan mati meski dibunuh? Si Wanita Sapi itu hebat juga berarti, kalau benar ini semua cuma akal-akalan permainan khayalan."

"Begitulah. Tapi kukira dalam pekerjaan kita orang mati itu sudah biasa. Jangan bilang kau belum pernah membunuh orang sebelumnya."

"Kau sendiri? Bukannya karena ini simulasi, kau jadi ingin mencoba pengalaman (membunuh) pertama denganku?"

"Maaf, aku cuma mantan pengacara, bukan hitman atau assassin. Jadi aku tidak perlu menyombongkan soal kill count-ku kan?"

"Dan aku cuma penjaga pintu kasino. Setidaknya dibanding apapun pekerjaan aslimu, pekerjaanku legal di mata hukum."

"Pekerjaan bawahan yang uangnya tidak seberapa, cocok untuk orang tak berpendidikan dari jalanan yang dirantai seperti hewan peliharaan."

Dyna dan Ronnie bertukar senyuman, kemudian tanpa diberi aba-aba mulai mengambil jarak satu sama lain.

"Dasar budak kapitalis."

"Setidaknya aku lebih sejahtera daripada menjadi komunis."



Yak, kita lihat saja kedua peserta sudah saling bertukar percakapan, pemanasan sebelum pertandingan yang sebenarnya, karena seperti pepatah bilang, kata-kata bisa menjadi senjata.

Baiklah kalau begitu, tidak perlu berlama-lama lagi, kita mulai saja pertarungannya!

Siapakah yang akan menang?

Apakah Ronnie Staccato si Baju Hijau?

Ataukah Dyna Might si Baju Putih?

Ayo pasang taruhan kalian – maksud saya, dukung jagoan kalian!

IT'S TIME TO DU-DU-DU-DUEELL!!

-2-

Manusia adalah monster paling menakutkan yang pernah diciptakan Tuhan.

Sejatinya, semua mahluk hidup dengan mengikuti aturan alam. Tanaman dimakan oleh hewan, herbivora dimangsa oleh karnivora, mayat kembali ke tanah dan menjadi nutrisi bagi semua yang tumbuh di atasnya.

Akan tetapi, manusia berbeda.

Manusia memiliki kemampuan untuk bertingkah sesuka hati, menghindari kepunahan dengan segala kemampuan yang bisa mereka upayakan, dan terus berkembang hingga menjadi mahluk hidup yang paling banyak berkeliaran di muka bumi.

Dan yang paling menakutkan adalah, mereka mampu melawan hukum alam, bahkan merusak alam.

Tapi memang begitulah manusia.

Diciptakan dengan purwarupa awal yang senang berbuat kerusakan. Terutama kerusakan terhadap sesama mereka.



Pukulan, pukulan, pukulan!

Tendangan, tendangan, tendangan!

Kuncian, bantingan, teriakan!

Barang-barang dirusak dengan serangan fisik, dilempar untuk melukai lawan, diayun sebagai senjata.

Nyaris tidak terlihat seperti perkelahian dua orang manusia biasa.

Puluhan menit telah berlalu sejak duel terakhir di kota Despera dimulai, dan baik Dyna Might maupun Ronnie Staccato masih berdiri di atas dua kaki mereka.

Maid yang membawakan acara di awal memberikan komentar layaknya reporter olahraga, namun belakangan tak lagi terdengar suaranya. Seluruh jalanan juga sunyi bagaikan kota yang mati. Tidak ada yang tahu apa penduduk kota ini memang menonton pertarungan dua insan berlumur darah di tangan atau tertidur untuk menyambut hari esok yang sudah hari ini.

Kedua petarung sama sekali tidak memikirkan soal itu.

Bagi Dyna, yang ada di kepalanya adalah kesenangan saat menemukan lawan yang sepadan.

Meskipun dia Ronnie yang berbeda dengan yang Dyna temui sebelumnya, tetap saja pada dasarnya pria bernama Ronnie yang ada di hadapannya ini adalah orang yang sama. Tubuh Dyna mengingat betul seperti apa rasanya bertukar pukulan selepas menyegel kuda raksasa pada pertandingan sebelumnya, dan bagai candu, ia menikmatinya lagi dan lagi.

Mereka berdua sama-sama tidak dapat membohongi diri sendiri.

Bahwa lebih dari apapun, mereka sangat menikmati momen ini.

"Sudah lama aku tidak merasa seperti ini," puji Ronnie memulai kembali percakapan setelah sebelumnya hanya berkomunikasi lewat tangan yang senantiasa terkepal. "Kau lawan yang benar-benar layak."

"Sudah lama bagimu, tapi rasanya baru saja bagiku," ujar Dyna menimpali, berusaha mengatur napasnya agar normal kembali. "Walau aku tidak keberatan juga."

"Kalau begitu, kau tidak keberatan aku minta waktu sebentar? Aku ingin menghargaimu lebih dari ini."

Dyna mempersilakan tanpa menjawab secara lisan, dan Ronnie pun melepaskan jas serta topi yang ia kenakan. Dasi yang melilit lehernya ia buang ke tanah, seraya menyingsingkan lengan kemeja dan memakaikan boxing tape di kedua tangannya.

Penampilan Ronnie yang rapi kini tampak lebih cocok seperti petarung jalanan seharusnya.

Dal Ceneri Alle Ceneri.

Ini sama sekali bukan merupakan jurus pamungkas. Tidak seperti Dyna yang menggunakan kemampuan [Auraudio] dalam berbagai aplikasi, yang Ronnie lakukan saat ini hanyalah mengganti gaya bertarung. Tidak kurang, tidak lebih.

Namun sekali melihatnya, Dyna mengerti bahwa ada sesuatu yang berbeda.

Seolah mengumumkan bahwa Dyna adalah lawan yang pantas untuk dihadapi dengan gaya ini.

"Sudah siap?"

"Kapanpun kau siap," balas Dyna, mengambil ancang-ancang tanpa kuda-kuda.

"Kalau begitu,"

Menendang tanah dengan gerakan kaki yang tak bisa diikuti mata biasa, Ronnie mendadak sudah tiba tepat di hadapan Dyna.

"Mari."

Tinju Ronnie melesak bagai sebuah peluru lontar, sama sekali tidak tertahan oleh Dyna.

"—gfuh!?"

Tubuh Dyna terhempas ke belakang, tak kuasa menahan kekuatan mentah dari pukulan Ronnie. Topi fedora yang menghias kepala pun melayang begitu saja di udara.

Namun Ronnie tidak berhenti sampai di situ. Seolah tidak ingin terpisah barang satu meter saja dari lawannya, kaki lincah Ronnie kembali menutup jarak sementara tangannya siap menghimpun tenaga untuk serangan selanjutnya.

"Kuh… Bla-lalala-BLAAAARRR!!!"

Dyna berseru dengan lantang, dan mendadak ganti Ronnie yang terhempas mundur ke belakang. Dyna segera memperbaiki posisinya, namun Ronnie jatuh pun tidak karena teriakan itu. Kakinya masih berpijak di tanah, segera bertolak melesat ke arah Dyna tanpa menunggu sebuah jeda.

Maka pertempuran jarak dekat tak dapat terelakkan lagi.

Sekalipun Dyna terbiasa dengan pertarungan jalanan, menghadapi praktisi tinju seperti ini, tentu saja preman manapun akan kewalahan. Setiap pukulan Ronnie sulit diimbangi, dan Dyna sama sekali tidak punya cukup kecepatan dan kesempatan untuk menghindar. Bahkan beberapa pukulan balasan dari Dyna hanya berujung dengan adu kepalan, yang malah melukai Dyna sendiri.

Sebuah celah. Harus ada sebuah celah!

Keadaan ini sudah sangat mendesak, Dyna tidak bisa lagi terus ditekan seperti ini. Kalau terus begini, cepat atau lambat, dalam gempuran tinju Ronnie dialah yang akan hancur lebih dulu!

Maka Dyna melompat sejauh-jauhnya ke belakang, dan sebelum Ronnie menyusulnya, ia menghimpun gelombang di tangan dan melepaskannya menjadi tembakan gelombang kejut.

Sekali lagi, Ronnie terpental ke belakang.

Dan kali ini Dyna tidak berhenti.

Setelah tangan kiri, tangan kanan meninju udara. Kemudian kiri, kanan, kiri, kanan. Terus seperti itu hingga jarak Ronnie dan Dyna benar-benar melebar.

Namun Ronnie tidak tumbang juga. Benar-benar gila.

Tetapi tujuan Dyna dari awal memang bukan menumbangkan Ronnie dengan efek gelombang yang jelas tidak sekuat pukulan langsung dari tangan sang mafia. Melainkan menciptakan celah.

Sekarang!

Dyna membuka kedua tangannya lebar-lebar bagai burung mengembangkan sayapnya. Sekalipun Ronnie memiliki kemampuan untuk membaca gerakan lawan, ia tidak mampu melihat serangan tanpa wujud yang tengah disiapkan oleh Dyna.

Sebuah bom suara.

Kelemahannya adalah Dyna perlu waktu untuk mengumpulkan segala bebunyian dari sekitar ke satu titik demi mencapai efek maksimal. Dan sekalipun jarak antara Ronnie dan Dyna saat ini cukup jauh, ia tidak akan sempat membuat sesuatu yang cukup dahsyat.

Apapun yang Dyna lakukan, Ronnie tidak akan membiarkannya rampung.

Maka Ronnie berlari, hampir seperti tidak menerima kerusakan sama sekali dari serangan gelombang suara Dyna, dengan satu jari telunjuk teracung disangga oleh tangan yang lain.

Dyna lengah.

Ia melupakan kalau Ronnie punya satu kemampuan proyektil, yang meski tidak cukup melukai, jelas bisa mengganggu apa yang sedang Dyna lakukan saat ini.

Tidak ada cukup waktu. Ia harus melepaskannya sekarang juga!



Bulir-bulir pasir ditembakkan dari ujung telunjuk Ronnie, melesat mengenai kedua mata Dyna tanpa bisa ia hindari dengan sempurna.

Di saat yang hampir bersamaan, Dyna mengatupkan kedua tangannya, membuat sebuah ledakan tak kasat mata yang meninggalkan denging luar biasa di telinga.



""UUUUAAAARRRRGGGHH!!"'

-3-

Untuk pertama kalinya sejak pertarungan dimulai, baru kali ini Ronnie merasa tidak bisa berdiri dengan tegak.

Bukan main rasanya. Efek dari serangan terakhir Dyna bukan hanya membuat telinga tuli, tapi juga membuat keseimbangan rapuh bagai bayi yang beru belajar berdiri.

Ronnie mengerang pelan.

Suaranya sendiri tidak terdengar sama sekali.

Satu-satunya yang bisa diandalkan oleh Ronnie adalah penglihatannya. Setidaknya, ia tidak kehilangan kesadaran dan masih dapat melihat dengan jelas.

Di hadapannya, Dyna Might tampak memegangi kedua matanya sendiri.

Dust Gun yang ditembakkan Ronnie memang mampu membutakan lawan, tapi efeknya sementara (kecuali ditembak dari titik mati). Ronnie juga merasa tuli yang ia alami saat ini perlahan tapi pasti akan memudar dengan sendirinya, sehingga sekarang adalah kontes ketahanan.

Siapa yang lebih dulu pulih di antara mereka berdua?

Ronnie tidak bisa meraih Dyna, namun Dyna juga tampak tidak berusaha mencari Ronnie dalam kebutaannya. Entah mengapa yang dilakukan oleh si rambut ungu itu adalah mengeluarkan ponsel dan mengatakan sesuatu, sayang Ronnie tidak bisa begitu menangkap gerak bibirnya.

10 detik....20 detik...

Ronnie merasakan kekuatannya kembali.

Akhirnya ia berhasil berdiri dengan tegak, dan suara pun perlahan mulai memasuki telinganya. Sekalipun keadaan sekitar sunyi senyap, Ronnie bisa mendengar langkah kakinya sendiri, meski masih samar-samar.

Sementara Dyna belum pulih juga dan masih menutup rapat kedua matanya, berjalan tak tentu arah.

Selesai sudah. Kalau begini, pemenangnya telah ditentukan.

Mengambil langkah satu-dua, Ronnie mengepalkan tinjunya.

Dengan ini—

"JLEB!"

"--!?"

Sebuah suara tusukan.

Tidak, tidak ada benda tajam apapun yang menusuk Ronnie secara tiba-tiba. Ini pasti hanya sugesti suara dari kemampuan Dyna. Ronnie hanya perlu memasang mental baja, maka tidak akan terjadi apa-apa.

"JLEB!"

Suara tusukan itu kembali terdengar. Samar, tapi Ronnie tahu suara itu asalnya dari mulut Dyna.

Ya, semua itu hanya kemampuan Dyna yang bisa ditepis dengan sugesti untuk balik melawan.

Seharusnya itu hanyalah sebuah serangan psikis, dan bukan fisik.

Kalau begitu, kenapa—

"...ohok?!"

—dada Ronnie mengucurkan darah?



"Kerja bagus, nona-nona."

Di atas tubuh Ronnie Staccato yang tersungkur di tanah, Dyna kini ditemani dengan tiga orang perempuan – yang tak lain dan tak bukan adalah para wanita panggilan yang sudah ia temui sejak pertama kali tiba di Despera ini.

Dari awal Dyna sudah membayar ketiga perempuan itu untuk melakukan dua hal : mengintai pemilik koin lain, sekaligus membantu Dyna menghabisi lawan bila dibutuhkan. Berhubung Ronnie adalah satu-satunya lawan yang tersisa, mereka bertiga bisa menjalankan perintah Dyna lebih mudah dengan mengamati sepanjang pertarungan barusan.

Ronnie bahkan tidak sadar kalau suara-suara yang ditimbulkan Dyna adalah untuk mengelabui Ronnie dari serangan belakang yang tidak ia kira. Meski bisa membaca gerakan lawan di hadapannya, ternyata Ronnie tetap manusia biasa yang tidak tahu-menahu apa yang terjadi di belakangnya.

"Bagaimana rasanya dipecundangi oleh pelacur, Tuan Germo?" tanya Dyna, mengucap-usap matanya yang mulai pulih kembali. "Pasti rasanya seperti menjilat kotoran sendiri, ya? Seperti yang orang bilang, 'Karma adalah seorang pelacur'."

Dyna menjentikkan jari.

Para perempuan bersiap dengan berbagai alat pemukul mereka, menghantam tubuh Ronnie yang tergeletak tak berdaya tanpa ampun seperti tengah mencangkul di sawah.

Erangan-erangan Ronnie terdengar menggema dalam kesunyian, bahkan ketika wajahnya sudah tidak bisa dikenali lagi setelah hantaman yang kesekian puluh kalinya.

Namun sampai akhir, Dyna melihat wajah itu sama sekali tidak menampakkan ketakutan.

Sebaliknya,

Yang ia dapati adalah wajah yang menampakkan sebuah ketenangan yang mengerikan di ambang kematian.

"…..keparat….."

Adalah kata-kata terakhir Ronnie sebelum menghembuskan napas terakhir.

"Terima kasih pujiannya, bangsat."

*****

>Dyna Might                     Gold Coins x22
>Ronnie Staccato             Gold Coins x0

[Ronnie Staccato removed from play]

[GAME OVER!]

[Winner : Dyna Might]



Outro

Malam yang panjang telah usai, sementara fajar merekah dari ujung timur. Dyna hampir lupa bagaimana rasanya disapa matahari setelah dua kali melewati tempat dengan setting malam hari – tambah lagi matanya nyaris saja buta karena serangan Ronnie, jadi ia sangat menikmati disapa oleh sang mentari setelah menutup pertandingan kali ini.

"Seperti janji, tiga koin tambahan untuk kalian bertiga."

Kepada para wanita panggilan yang membantunya menghabisi Ronnie Staccato, Dyna membagikan satu koin emas Alforea. Para wanita tersebut girang bukan kepalang. Pasalnya, satu koin saja sudah menjamin kaya satu generasi, dan sekarang masing-masing dari mereka punya dua. Seperti buah dada.

Selamat tinggal dunia pelacuran! Selamat datang hidup jutawan!

"Makasih banget, Tuan Dyna~! Budi baikmu nggak akan pernah kami lupain seumur hidup!"

"Mulai sekarang badanku khusus untuk Tuan Dyna seorang~! Tidak akan kubiarkan orang lain pegang-pegang!"

"Kalau ada perlu apa-apa lagi telepon kita-kita saja ya~! Sampai jumpa~!"

Dengan berbagai impresi kegembiraan seperti itu, para kupu-kupu malam menarik diri karena sekarang hari sudah pagi, melambaikan tangan ke arah Dyna yang membalas salam perpisahan mereka dengan mengangkat topi fedoranya.

"Sudah selesai?"

Dari belakang Dyna muncullah seorang maid. Maid yang sama dengan yang memberi penjelasan awal sebelum enam peserta berebut uang di Despera.

"Belum. Aku masih punya titipan dari seseorang," Dyna berbalik seraya berkata, "Tolong tunjukkan padaku tempat paling kumuh dan miskin di wilayah ini."

"…kau mau apa?"

"Koin-koin ini, cuma berlaku selama dalam permainan ini, kan? Kalau kubawa pulang juga aku ragu nilainya bakal sama, jadi tidak masalah kan kalau kupakai semauku, mumpung masih di sini?"

Maid itu terdiam, tidak mengiyakan pernyataan Dyna tapi juga tidak membantah. Seperti kemunculannya yang tiba-tiba, entah sejak kapan sekeliling Dyna telah berubah menjadi wilayah Despera yang tampak miskin dan kumuh. Para maid ini jago ilmu teleportasi, cocok sekali jadi tukang culik orang.

"Tunggu di sini sebentar."

Dyna memisahkan diri dan pergi menyusuri rumah-rumah dari papan dengan jalan penuh sampah berserakan, entah pergi ke mana. Berselang berapa menit, terdengar sorak-sorai orang-orang yang terdengar seperti satu stadion sepak bola tengah mengelu-elukan tim juara dunia.

Sosok Dyna kembali terlihat, kali ini dengan wajah yang meski tersenyum namun tampak kewalahan.

"Uh, tak kusangka penduduk miskinnya sebanyak itu… Untung aku masih bisa kabur sebelum diangkat jadi sembahan baru tadi. Ratu kalian pasti buta, ya. Tapi karena badannya super seksi semua orang pasti memaafkan dia," racau Dyna, entah apa maksudnya. "Nah, urusanku di sini sudah selesai. Mari."

Sang maid pengantar tak langsung menjawab, dan malah menatap Dyna keheranan.

"...tidakkah kau sadar semua ini hanya simulasi semata? Buat apa pura-pura menebar kebaikan seperti itu? Dosamu tidak akan berkurang cuma karena beramal di tempat begini."

"Yah, pengemis tak bisa memilih," timpal Dyna. "Sebagai gantinya, tangan di atas lebih baik memberi daripada merampas, bukan?"

Kelihatannya sang maid masih tidak mengerti.

"Kalau kalian sekedar hidup agar tidak miskin secara materi, hidup kalian seperti bisa dibeli dengan uang. Dan apapun yang bisa dibeli dengan uang tidak begitu berharga, sebenarnya. Begitu juga dengan koin emas itu. Daripada kehilangan nilai, lebih baik kutinggalkan untuk sesuatu yang bermanfaat, bukan?"

Mungkin sulit bagi maid yang satu ini menerima kenyataan bahwa Dyna ternyata punya sisi yang jauh berbeda dengan sepak terjangnya sepanjang pertandingan.

"Aku baru tahu kau diam-diam ternyata orang baik."

Mendengar itu, Dyna melirik langsung ke arah sang maid pengantar.

Kali ini dengan sebuah seringai lebar.

"Wah, wah. Memang kapan aku bilang kalau aku ini orang baik?"

*****

Skill Unlocked
>Alteration ~ [Spell Switch]
Mengubah bagaimana sebuah suara terdengar dan arah datang suara.
Limitasi : Mengubah arah suara tidak dapat digunakan pada tempat tertutup yang sempit. Untuk mengubah atau menggunakan suara seseorang, ia harus mengenali terlebih dahulu suara tersebut.

Bonus Track
>Adaptation ~ [Slow Start]

Link ke Facebook Thread

49 comments:

  1. aduh..ni sebenernya shounen ai atau straight?..untung gender yang masih belum terungkap membuat saya tahan mengikuti sampai akhir.. anjir dah scene kembang api ntuh..

    masalah style penulisan kayaknya gak ada masalah buat ane yang notabene LN reader, enak diikutin. dan adegan netorare mama mima, andai coba submitnya H+ lebaran :v

    setelah saya amati dari scene romantis ujang-dyna, saya bertaruh bahwa Dyna perempuan... karena mungkin saja Dyna itu versi kerennya Dina.. CMIIW

    9/10 for Nobuhisa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wwww untung ya gender Dyna masih bias, mau dianggap straight kalo dibaca cowok boleh, mau dianggap shounen ai kalo dibaca cewek (fujoshi) juga boleh #plak

      Dyna itu namanya dari Dinamit, tapi bukan Dina nama orang Indo yang jelas

      Trims udah mampir~

      Delete
  2. Aduh.,, Entry ini ganggu tidur-abis-subuh ku pengen baca terus xD

    Bagian favorit itu pas Tata nyimeng wkwkwk bener-bener gak bisa berenti ngakak ampe selese masih aja kebawa... XD

    Bagian main pokernya walaupun aku gak ngerti rule nya aku bisa ngikutin, kebantu ama dialog dan narasinya. Sugoi..

    Dan Mang Ujang, sungguh baik banget ama Dyna. Endingnya Mang Ujang keliatan lebih mulia (?) dibanding yg lainnya.

    Tante Mima di Gangbang :o
    Tata nge-fly XD
    Ananda dibakar XD

    Kejam banget,saking kejamnya aku kasih 10/10 buat entry ini. mudah2 Om Sam bisa nulis yg kek gini lagi.

    Aku pasti follow terus entry nya Dyna (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus dong jadi ga tidur habis subuh, berarti entri ini bikin melek ya #plak

      Part main poker bisa diikutin tanpa ngerti? Yeeey, saya berhasil berarti

      Iya, Mang Ujang lumayan beruntung di sini, seenggaknya ga berakhir sehina peserta lain

      Trims udah mampir~

      Delete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Bener-bener sebuah tulisan yang... jujur. Saya gak tau harus bilang apa. Saya males nyari sesuatu buat dikomentarin, enakan baca. Hahaha
    Mana bikin ngakak.

    Meski entah kenapa kok ngerasa yang entri backalley lari ke humor. xD tapi saya suka. 9~

    Neeshma Fraun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yep, fokus saya di sini emang dark comedy sama sex joke wwww

      Trims udah mampir~

      Delete
  5. Hahahahahaha parah nih entry! Ngakak abis sumpah.

    Oke review dimulai.

    Plot : Bener2 asik buat diikuti, fresh banget, karena fokusnya bukan di battle. Awal sampe pertengahan cerita bener2 dibikin ngakak. Tata (bukan nama sebenarnya) nyimeng sampe nggak sadar koinnya diambil hahahaha. Bu Mima yang di gang bank, aduh padahal penasaran wkwkwkw.

    Lalu soal konsep multiverse tiap entrant juga dijelaskan disini, ini cukup menarik. Kalo misalnya Dyna ketemu salah satu dari mereka lagi di ronde selanjutnya, apa bakal ketemu versi lain (mengacu pada canon) dari orang tersebut atau gimana?

    Poin plus utk konsep multiverse sebagai plot device.

    Scene sama Mang Ujang itu lumayan bikin senyum2, dan ciuman perpisahan itu manis banget >.<
    (terlepas dari kejelasan Dyna itu cewek apa cowok, aku udah nggak peduli lagi :v )

    ===

    Karakterisasi : Nggak ada yg perlu dikomentari rasanya. Tiap karakter dapet spotlightnya masing2, tapi aku masih kepikiran sama Bu Mima, duh.

    Well utk battle aku nggak perlu komen rasanya, rasanya battle terakhir antara Dyna sama Ronnie itu perpanjangan battle mereka di canon Dyna pas prelim. Also, taktik yg dipake Dyna cukup menarik. Nggak nyangka cewek2 itu ternyata dibayar buat membunuh. Top deh!

    Cuma aku agak kurang sreg sama matinya Ananda. Dyna sama Ronnie entah darimana punya pikiran yang sama buat ngebakar Ananda pake alkohol.

    Dariku 9/10

    OC : Meredy Forgone

    ReplyDelete
    Replies
    1. Konsep multiversenya emang sengaja dibikin subtle, tapi hint arah canon Dyna udah lumayan kesebar dari sejak prelim sebenernya, tinggal kapan perlu dieksploitasi aja

      Ronnie sama Dyna paralel sebenernya kalo kamu jeli
      Ronnie menjentikkan jari >> Mima dirape
      Dyna menjentikkan jari >> Ronnie dilumat sampe mati

      Soal matinya Ananda, penulis juga bingung entah dari mana mereka punya pikiran serupa, dan entah dari mana juga mereka dapet alkohol sama rokok. Entahlah, ilham bisa datang dari mana aja #plak

      Trims udah mampir~

      Delete
  6. mungkin ini kali pertama saya pengen nonjok kamu, sam, serius :)))
    dan mungkin kalau ketemu, kita bakal saling tonjok2an :'))

    Sejenak, ini jadi pelajaran banget buat saya, beneran udah lama saya ga dapat bahan yang bisa dipelajari dari tulisan seseorang, atau saya emang jarang baca tulisan orang lain. Dari kerapihan ploting, eksekusi kamu yang temponya hampir ga berasa ada deviasi berarti, komedimu dapet, intriknya masuk, main plot benang merah keseluruhan kanon juga berjalan.
    Baru kali ini saya ngerasa kalah sama kamu...dan mengakuinya, uwu
    Kalau ditanya impresi saya, kamu sukses membawakan penulisan yg seperti ini.
    Jadi saya ga akan bisa bohong atau cari alasan (walau ada kurangnya tp saya udah keoverwhelm duluan) untuk tidak memberi....

    ...kamu wang.

    Engga!

    Skor: 10

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga kita ketemu di turnamen kali ini biar bisa tonjok"an lewat tulisan

      Dan akhirnya dapet pengakuan juga darimu. Syukur deh

      Trims udah mampir~

      Delete
  7. Halo, Kak Sam. Saya sudah baca entri Dyna. Langsung aja deh kayaknya.

    Baca entrimu bikin saya banyak ketawa. Banyak narasi yang lucu dan pribahasa Indo yang diutak-atik yang bikin saya senyum-senyum. Awalnya karena saya baca warning diawal, saya kira ini bakal jadi battle yang bakal dark banget dan gelaaaaaaap (wait. Gelap dan dark apa bedanya), tapi syukurlah ternyata nggak terlalu. Walau saya agak sedih si tante diperkosa sih huhuu :'(

    Kak Sam bisa nyajiin seluruh karakter dengan baik. Maksudnya, saya yang nggak baca seluruh charsheet aja jadi bisa kenal sama karakter lain lewat battle ini (biasanya saya suka puyeng sendiri ngira ini siapa, itu siapa). Ah ya, dialog-dialognya juga saya suka. Nggak begitu baku, fleksibel. Kayak pas si Tata nyimeng dan lainnya. Lalu liat kepribadian Dyna yang mesum-mesum gitu, kok saya makin suka ya ahahaha #apa

    Btw, adegan Dyna ketemu sama Ujang bikin saya notice. Kalau Dyna muasin dirinya dengan cara gitu, berarti dia cowok dong~ <3 #plak Atau transgender, since girls don't please theirselves that way #hush

    Lanjut lagi deh.

    Ini panjang ya. Berapa k? Biasanya yang panjang gitu bikin saya males dan pengen langsung ngeskip, tapi syukurlah battle-nya Dyna bisa bikin saya baca sampai akhir tanpa skimming. That's great fufufu. Mungkin karena narasinya enak kali ya.

    Apa lagi ya... kalau kekurangan, mungkin yang agak kurang menurut saya endingnya. IMO sih, mungkin ini karena saya kurang suka battle fisik. Tapi pertarungan Dyna sama Ronnie ga begitu bikin saya deg-degan. Kurang rasa 'WAAAAH!'-nya gitu (walau kalo ditanya yang 'WAH' itu gimana saya ga bisa jawab sih, orz)

    Yasudah deh. Itu aja.

    Skor: 9

    Ngomong-ngomong, saya jadi pengen main poker lagi deh hahaha #OOT

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tambahan. Tentang kematian Ananda saya juga jadi kekurangan~ saya liat part selanjutnya nggak ada yang ngejelasin tentang itu, jadi minus juga. Fufufu.

      skor tetep sama sih.

      Delete
    2. Ini gelap kok. Gelap remang" wwww

      Ah, itu Dyna maksudnya bukan ke diri sendiri tapi justru ke Ujang, kayak pas dia pertama liat dada Tamon Ruu kan langsung ngeraba" udara

      Ini 12k kalo ga salah. Padahal niat saya di bawah 10k, tapi kayaknya emang terlalu keasikan nulis ini

      Btw saya pribadi juga emang ga suka battle fisik, jadi last part vs ronnie itu ya sekedar obligatory battle aja. Kalo ditanya dari 4 part dalem entri ini mana yang paling saya suka, jelas bagian Ananda karena dasarnya saya seneng mind game atau battle of wits. Also poker ftw

      Trims udah mampir~

      Delete
  8. Segimanapun mencoba untuk 'bermain-main', Sam tak bisa melompat ke 'Jurang kehancuran Kaidah' ya <(")

    Interaksi Mima sungguh....AMERIKA sekali. Logat 'Inggris keren pretensius'nya berasa kaya bintang action film2 barat :))

    Meski lebih santai, entri Sam masih rapih sekali untuk dibaca.

    9/10 karena ini Ronnie yang ga menyimpang dari karakternya dan exciting untuk dibaca.

    - Adrienne Marsh, atas pesan Ronnie Staccato

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maklum, saya udah keformat nulis begini sejak awal nulis, kalau saya lompat ke jurang kehancuran kaidah rasanya bakal ada bagian dari saya yang ilang. Jadi meskipun isinya rada beda dari tulisan saya, ciri khas saya mungkin masih ada

      Mima emang jadi gaijin di sini, jadi bahasanya saya bikin gado" aja www

      Trims udah mampir~

      Delete
  9. WTF!?

    Ini tulisanmu yang paling beda di antara semua yang pernah kubaca...

    Dyna jadi cabul mampus di sini, it's all good for me... perhaps... Tapi bagian steal a kiss from Mang Ujang itu lho, itu bikin saya pengen bakar Dyna (seperti Dyna dan Ronnie bakar Ananda)...

    Jangan tanya kenapa, pengen bakar Dyna aja...

    Meskipun ini unik karena gak melulu bergantung pada pertarungan fisik, dan juga cara unik para lawannya tersisih, saya sedikit kecewa dengan bagian finalnya. Kenapa ujung-ujungnya adu jotos juga?

    Tapi bagian terbaiknya tetep ada di Dyna, saya lebih suka karakterisasinya yang sekarang ketimbang di prelimnya.

    Poin 9

    OC: Caitlin Alsace

    ps: I skimmed the card play, didn't liked it

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dyna naik level dari skirt chaser jadi opem pervert wwww

      Bagian akhir adu jotos saya rasa udah obvious - pertama overtime habis teaser di akhir prelim Dyna, kedua karena seenggaknya perlu lah satu battle biar esensi tarung jalanannya ada (apalagi ini BoR), dan ketiga ya biar bisa display jurus seimbang antar Ronnie-Dyna

      Ah...jadi emang ada yang ga suka bagian mainan kartunya ya...oh well, it can't be helped

      Trims udah mampir~

      Delete
  10. Fatanir - Po

    Tiap karakter bagus pembagiannya, dan narasinya pun asik krn nyesuaiin sama karakternya. Plotnya banyak bgt seperti biasa, Mima dipake buat ngehype sifat Ronnie, Tata dipake buat ngasih celah ke Ananda, dan Ananda dipake buat ngasih moment of brilliance utk kombo Ronnie-Dyna, momen terbaik di R1 Dyna buatku nih.

    Emang utk main kartunya agak ngedrag, mesti nemuin cara yg pas buat nggambarinnya.

    Nilai 9 / 10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akhirnya ada yang ngeliat juga kalo semua punya andil di entri ini meski dinistain

      Huhuhu padahal buat saya part main kartu itu sederhana banget dan malah favorit saya pribadi. Tapi buat yang jaran main poker mungkin masih asing ya

      Trims udah mampir~

      Delete
  11. Anjrit-anjrit-anjrit, si Ronnie sama Mima kok plot twist jadi gengbeng gitu! Kenapa gak dibikin Ahegao kayak si nyasu coba~
    XD




    Sasuga bang Sam, tiap entry-nya selalu khas mendalami tiap OC yang dilibatkan. Nggak cuma explorasi kepribadian yang pas, juga sampe ke level 'in favor' canon entry prelim tiap OC yang bersangkutan. Macam Mang Ujang yang (emang muncul Dyna di prelim dia) dibikin bingung karena Dyna di sini clueless sama Mang Ujang sendiri. Juga Ronnie di prelim Dyna yang sama-sama bingung karena Dyna versi dia berbeda dengan Ronnie versi Dyna.

    Btw, saya merinding tiap liat interaksi Dyna sama Mang Ujang -_-a
    Soalnya imej saya Dyna itu cowok tulen, meski kelamin doi emang gak jelas sih :v
    dan doi sampe dikira nembak segala :v apaan sih mang Ujang? dia sama-sama maho juga ya? :v

    dan mereka kiss...
    **gubrak!!**

    Anjrit lah si Dyna ini, sampe punya jurus "ceramah no jutsu" macam ustad Narto Safrudin aja
    XD

    --------------------

    Sam niat banget yaa, sampe ngejelasin detail peraturan Capsa.


    [Karena narasinya bakal membosankan, kita buat versi singkat saja.]
    mecahin tembok keempatnya flawless~
    :D

    Dan di tengah-tengah narasi yang santai, plot yang tanpa beban, mendadak disuguhi scene kejam berupa bakar-bakaran... kenapa ya? rasanya out of context gitu... Bahasa awamnya "Kebanting."
    ._.

    Karma is bitch, eh~


    point : 9

    OC: Sanelia Nur Fiani~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebetulan karakter di sini pada asik buat digali sih www

      Kok merinding? Ini kan manis, bukan horor

      Sebenernya soal Ananda itu masih in-theme karena emang selain nonsensical juga pengennya sih main parodi-humor, cuma malah keliatan jadi kebanting ya

      Trims udah mampir~

      Delete
  12. Oke

    liat entri ini, saya speechless mz.

    Versi pendek: Ini entri Ronnie Staccato diperpanjang dan diperdalam karakterisasinya

    Versi panjang:

    AAAAAAAAAAAYYYYYYYYYYYYYYYYYY

    Komedi lampu merah kw SUPERRRRRR

    Gila, ini entri bener-bener di luar nalar.

    Tata terzalimi, ibu mima terzalimi, ananda dizalimi, semuanya kena zalim sama Ronnie-Dyna. Sungguh keji la'natullah. :'c

    belum lagi penggunaan beberapa kalimat berima yang apik, ditambah komedi gelap menggelitik, cerita ini jadi epik

    saya senang main capsanya, kegambar jelas sekali. buat saya penggemar deskripsi, ini enak banget ngejelasin permainannya

    ditambah lagi ini konflik ceritanya gak banyak bak bik buk tapi masih seru. Bener-bener semua karakter disingkap tabiatnya. Bajeeeeng

    Intinya, dengan semua poin tadi, saya berasa baca puisi esai kontemporer post-modernisme yang ditambah KOMEDI LAMPU MERAAAAAAAAAAAAAAAHHHH

    10/10 untuk entri komedi yang dibawakan SERIOUSLY HILARIOUS

    Salam hangat dari Mohamad Yusran/Enryuumaru

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wwwwww komedi lampu merah

      Mainan rima itu emang udah kayak bawaan alam bawah sadar, selama ngetik tiba" auto bikin kalimat yang akhirannya samaan juga aja

      Trims udah mampir~

      Delete
  13. Sesuai janji saya bergegas ke TKP~

    Maaf kalo ripiunya rada berasa random gini. Nulisnya lewat hp sih, hehe. Jd mau bolak-balik ke atas susah.

    -Ini entry panjang. Tapi saking asiknya, saya bisa ikutin sampe akhir tanpa ulang. Narasinya mantep abis. Setiap kalimat menarik diliat dan penuh makna.

    -Favorit saya pendalaman OC. Ini entry punya nuansa fun. Dan OC yang ada kerasa alami buat menuju nuansa itu. Padahal beberapa OC kan harusnya agak serius2 gitu (ah gimana jelasinnya ya? Pokonya gitu deh, hehe). Tp terkecuali bagian Mima. Itu seram 0.o

    -Bener kata Kak Sam, OC yg ada dinistakan sedemikian rupa. Tata nggembel-tarzan-mabok. Mima *ehem*. Ananda dimampusin. Ya ampun XD Mang Ujang aja yang bersih~

    -Bagian main kartu saya asli gak ngerti karena ga pernah maenin, hehe. Jd saya byk skip, jujur aja. Untung ga terlalu ganggu jalannya plot.

    -Menurut saya, Dyna itu cowo. Entah kenapa XD

    -Bagian paling bikin hepi itu Tata. Hahaha.

    Duh, kapan bisa nulis kaya gini ya? T_T

    So, saya titip 10 buat Dyna. Amanah dari Ahran nih, di R2 supaya bikin yg lebih seru lagi. Hehe XD

    OC: Ahran

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yep, hampir setiap kalimatnya saya usahain punya importansi sendiri yang baiknya ga diskip. Seneng tau ada yang lancar bacanya

      Tapi saya sedih bagian main kartunya diskip orz
      Padahal ga serumit itu lho

      Trims udah mampir~

      Delete
  14. Hae mz… numpang lewat mz. Apa? Komentar? Okelah kalo begitu mz.

    ***

    entah bagaimana caranya, pokoknya begitulah kemampuannya di charsheet > ini kok tay :’>

    satu sih yang saya penasaran, mz…

    saya pengen banget ada orang yang endag tau APAPUN tentang BoR, baca entri ini, dan pengen liat gimana reaksi dia.

    Soalnya ya emang ini entri tabrak aja tanpa mikirin kekuatan otak si pembacanya yha. Tapi mau gimana lagi, di sanalah poin plusnya untuk ngehemat kalimat uwu

    Ananda itu bicara lewad teks? Saya malah bingung bentuk ‘teks’ yg dipakai ananda itu macam mana ._.

    Aduh ngakak XD ‘barbar ih!’

    Dyna membuat tangannya seolah tengah menggenggam sesuatu, kemudian membuat gestur tangan seperti sedang mengocok ke atas dan ke bawah dengan cepat. < no comment

    TVRN itu apa yha? Saya sering liat orang pakai tapi enggak tahu itu apa. Iya, saya bukan anak gawol mz u.u

    >serbuk-serbuk aneh
    >sambil menghisap dedaunan

    Serbuk atau daun mz? Bingung saia uwu. Lagi,saya enggak pernah tau cara ngisep ganja itu gimana. Saya tau ganja di Sumatera dijadiin bahan makanan, tapi bener” enggak tau kalo diisep atau yang Tata bilang lintingan (lintingan yang saya tau bentuknya kayak rokok (?)) itu gimana hiks.

    >naik koper yg punya roda. Ini koper bentuknya gimana dah XD tapi okelah masih kocak

    NTR njirrr

    Kampret! Perjaka! Sumfeh ._.

    Memang bejat-laknat-bangsat-keparat sekali Ronnie ini. < DIS

    Ah…. Komedinya sempet ilang di tarungnya ._.

    Tukang culik orang > wwkwkwkwkwkwkwkkw





    Overall, cerita ini minim deskripsi, orang yang seumur hidup cuma dikurung sama novel-novel misteri pasti kesulitan buat dapet jokenya, di awal-awal ada beberapa kalimat redundan. Tapi ini berhasil bikin saya ngakak. Berhasil juga bikin obat pencahar saya bereaksi. Abis dari sini saya harus ke kamar mandi rasanya.

    Buat bilas baju maksudnya.

    Yeah, hal yang terakhir saya pengen bilang adalah, mungkin selera humor saya rendah, saya terlalu serius, atau bagaimana, tapi saya merasa penulis punya sudut pandang tersendiri dalam menanggapi suatu kejadian. Mungkin jadinya POV 4 #enggakgitujuga

    tapi semua adegan di cerita ini berasa 'cerpen' banget. hanya sekedar lewat, tidak ada makna khusus yang ingin disampaikan selain komedi-komedi satire yang cukup berat buat orang lemah kayak saya hiks.

    Last, mau kasih nilai lah, udah komen kok uwu.

    Nilainya : 8/10


    -OC : Eumenides/Puppet-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akhirnya ada honest disapproval ke entri saya yang nadanya ga positif. Nice

      Kayak yang udah saya bilang, selama 5 taun ikut BoR saya malah bosen kalo setiap entri ngerasa punya kewajiban buat ngulang cerita biar pembaca baru bisa ngerti mereka. Gimanapun juga, target pembaca kan ya emang yang ngikutin dari awal, jadi ada semacem kebebasan penulis dong buat cantumin poin" yang dirasa perlu aja

      Saya sih ga akan protes dinilai kurang deskripsi karena emang udah ciri khas yang ga akan saya buang darj tulisan saya emang, minimalisir deskripsi dan bikin simpel to the point. Cuma kalo dibilang cerpen sekedar lewat agak sedih juga. Ya, ini eman kayak cerita yang bisa standalone. Tapi bukan berarti saya ga masukin unsur dari kejadian prelim sebelumnya atau hint canon buat ronde berikutnya

      Trims udah mampir~

      Delete
  15. komen pertama saya :

    Astaghfirullah

    Saya pribadi suka tulisan Sam karena pembaca seakan ikut berkomentar dengan tindakan-tindakan karakternya, saya beberapa kali tanpa sadar komentar seakan saya ngomong sama Tata dan Ananda sendiri.

    THAT TENTACEL RAPE THO, ASTAGAA UNTUNG BACANYA UDAH BUKA PUASA

    Kukira ujang udah lebih matang, tapi di sini ujang kaya perjaka SMA orz

    YA ALLAH MAMA MIMA MAMA MIMA ;_;

    Maaf, saya harus terpaksa skip bagian ini orz. Eh g jadi ternyata di skip hhah syukurlah.

    Endingnya menarik, dari permainan kartu sampai pertandingan bersama Ronie bener-bener lancar

    9,7 >_> minus 0,3 karena saya agak g nyaman bacanya di bagian mama mima orz tapi karena tetep harus dibulatkan jadinya 10
    Yay!

    Fans Mas Ujang
    Author Maida York.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Self-commentary itu sesuatu yang baru saya coba si Dyna ini sebenernya, syukur deh ga gitu ganggu jalannya cerita

      Yah karena ini bulan puasa memang sebaiknya kita menahan diri, jadi adegan Tata segitu aja dan adegan Mima diskip aja #plak

      Trims udah mampor~

      Delete
  16. Hai kak sam.. saya mampir nih.


    Rasanya kampret sekali ya ngeliat perjalanan kak sam pas nulis tobari hideya, Claude-claudia, sampe ke dyna might.

    Jomplang, alias timpang.

    Kak sam pengen saya cubit. Saya gemesssss.. gemes banget pengen jitakin dyna, seandainya dyna hidup di dunia nyata.

    Sedih senenarnya kalau nyebut dyna ini pake lafaz indonesia karena namanya mirip adek saya.

    Okelah, overall, saya suka plotting dan pembagian karakternya. Terus saya blushing kayak mang ujang yang dicium dyna pas adegan perpisahan itu.

    Hahahaha..

    Pohon bs langsung habis kebakar kalau dikasih alkohol sama api ya? Www

    Dan capsa, saya baru tau itu namanya. Kalau kata papa kartu naga. Waktu kecil saya perna sekali dapat itu naga2.

    Poin minus ga ada, saya terbawa bacanya. Nyaman kok..

    Titip 10 ya

    (P.S. mudahan saya bisa ketemu)♡♡♡♡ ← buat dyna.


    Dee
    「OC : 月白 一樹 Tsukishiro Kazuki」

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kan ceritanya saya mendalami tiap OC, jadi tiap taun emang bagusnya kontras antar OC yang saya pake

      Ananda bukan kebakar karena pohon gampang kebakar kalo kena alkohol, tapi karena HP dia cuma satu. Ditusuk jarum aja juga mati dia

      Kamu pernah dapet kartu naga? Jangan" kamu Dyna? #eh

      Trims udah mampir~

      Delete
    2. Hahahaha jadi beragam

      Ho.. oke oke..

      Bukan. Saya dyno.
      Tapi dulu ditipu papa. Katanya g sah karena saya punya semua kartu berurutan, jangan2 ga dikocok. Akhirnya saya dianggap kalah dan disuruh mijiton dia -_-

      Delete
  17. seperti yang di harapkan sama shisou, yg komen pada ngantri kaya gini.. banyak gila... xD
    ya wajr sih, secara tulisan shisou epic gini..
    comedy vulgar tercipta di sini. lucu skligus miris terasa saat baca entri ini...
    ga ad prtarungm yg berarti selain ronni vs dyna , tapi smua karakter dpet porsinya masing2 dan cara 'gugur'nya yg berbeda tiaporang. mantep deh pokonya. hihi
    oh ya btw, naisu pairing dyna with ujang. >_<.
    nilai :10 buat shisou..xD


    klo smpet mampir ke lapak muridmu ini yh shisou.. xD

    khanza

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah mampir balik ya

      Dikomen banyak orang setidaknya bikin saya ngerasa ga sia" mampir ke banyak entri wwww

      Trims udah mampir~

      Delete
  18. Bungchud kamu Kak Sam.


    Dyna disini segar sekali pembawaannya. Sayang saya jadi hilang afeksi. Kamu jahat.. Semoga Tata disini gak kenapa-napa.

    Jujur kumpulan one-liner yang diruntut ini bikin saya kek baca puisi, puisi kontemporer. Saya anggap ini karya sastra kontemporer post-modern.

    Jokenya sendiri cukup bikin saya hihihehe. Cuma ya sepertinya saya nggak nangkep mainnya capsa jadi..


    aslinya 10, tapi gegara D̶y̶n̶a̶ ̶s̶a̶m̶a̶ ̶M̶a̶n̶g̶ ̶U̶j̶a̶n̶g̶ ̶<̶/̶3̶ capsa yang agak kurang. Jadi 9.

    ...sialan kamu Dyna :'<


    -Fatha a` Lir
    ̶

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaaa whyyy padahal main capsa itu bagian yang paling saya suka ngegarapnya orz

      Hee, jadi entri ini malah bikin kamu ga suka Dyna ya? Bisa backfire juga ternyata

      Trims udah mampir~

      Delete
  19. Huoo... tidak ingat pernah bertemu itu agar setiap entri bisa tetap berpegang pada canon masing-masing tanpa intervensi canon lain ya.

    btw, Dyna ini sarana untuk mencoba genre baru kah? kayanya saya jarang ngeliat kak sam buat tulisan tentang kebejatan macam ini #plak
    ah ya, ga cuma kebejatan, pas baca PoV tata saya sempet ngira mau dibuat kaya punya nyasu. at least jokenya lah. tapi ujungnya well... tetep khas kak sam.

    soal karakterisasi gausah dibahas lagi lah ya. udah imba <(")

    -1 due to skim in card match and the last fight.

    9/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahkan nilai tinggi pun ga bisa ngehibur kesedihan saya pas denger adegan main kartu diskip... Padahal itu banyak moment of brilliancenya orz

      Kalo kami cermat sih sejak dulu juga tiap taun gaya saya bakal ganti tergantung karakter macem apa yang dipake

      Trims udah mampir~

      Delete
  20. capsa salah satu jenis remi yang saya sama temen-temen saya suka mainin (ada juga 21, cangkulan, bridge, tebak tangan, ceki)
    jadi pas bagian itu ... saya ngerti susahnya ananda lawan pure luck sama bakat alam

    buat ceritanya, saya yang juga nunggu hal epik dari dyna berasa puas
    dimulai dari kalimat-kalimat yang berima tapi ga bikin jeda pas baca
    isi cerita yang beda. pembagian porsi karakternya, dan yang paling penting di sini itu dyna bener-bener idup

    saya ga nemu suatu yang bener-bener salah di sini, semua yang berusaha disampaikan sukses saya terima

    the best moment:dyna ronnie ngelirik ananda....

    saya titip nilai 9 kak sam

    oc : eophi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huhu saya terharu... Ada juga yang ngerti desperation yang saya tampilin di game capsa itu T_T

      Dyna bener" hidup? Maksudnya gimana nih?

      Momen itu : fellow minds think alike. Dua sejoli itu tanpa sadar emang selalu satu pikiran www

      Trims udah mampir~

      Delete
  21. 8/10
    bagian main kartunya bikin kangen pas tanding bridge antar sekolah. tapi aye ga pernah main capsa sih hahaha

    ini bikin pengen nampol:
    > Juga tidak ada yang punya. Berarti di antara 13 kartu sisa yang tidak dimainkan ada empat kartu <3>. Kocokannya pasti kurang merata, maklumlah kartu baru beli.

    ini kocokannya gimana awal2 bisa bersih gini ga ada keluar kartu 3. hahahahahaahah


    mindgame terakhir asyik, walau sebenarnya aye pengen duet roni dyna masih berlanjut sampai beberapa ronde ke depan. huheuheuhueh

    Pitta N. Junior

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maklum, namanya juga kartu baru beli

      Saya jadi penasaran, apa ada bagian dari entry ini yan bang dhiko kurang sreg kayak nessa?

      Trims udah mampir~

      Delete
  22. Enjoy dari awal sampe akhir!

    Story plot: OKE. Semua alur mengalir dengan lembut tidak dipaksakan. Jadinya pembaca tidak terkaget. Suka dengan bagian akhir (Dyna vs Ronnie) wuoh! Keren banget cepat sigap tuntas!
    Karakter Dyna: VERY OKE; sangat dinamis sesuai dengan namanya, selalu expecting akan apa yang bakal dia lakukan selanjutnya.
    Character development: OKE; kecuali Tata, agak gak mengerti sifat dia bagaimana.
    Permainan Capsanya: OKE
    Sex jokes: OKE.
    Intro and Outro: VERY OKE, jadi berasa komplit ceritanya.


    Thank you for the treat, as always.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaai saya tersanjung

      ...tapi nilainya mana mbak? orz

      Trims udah mampir~

      Delete
  23. Sasuga despera

    layaknya pengendali serangga dari konoha, bola naga mengabulkan < sendirinya juga pake joke lisensi ah.

    Tata ngegembel terus sakaw, ngenes bener

    Mang ujang direbut ciumannya, dyna bangsat

    Gengbeng Mima, ronnie bangsat

    Ananda kebakaran, kalian berdua bangsat dyna ronnie

    Akhirnya dyna ronnie battle, dan konklusinya memuaskan. dyna keliatan udah pegang kendali untuk segala situasi yang dihadapinya, plus mikirin rakyat2 jelata, sampe akhir tingkahnya tetep bikin orang bertanya-tanya.

    Ah bonus tracknya ternyata masih kosong

    Bonus poin dari saya: permainan kartu capsa. pasti rumit keep track kartu yang muncul, bikin konflik di dalem permainannya jg bukan hal mudah. sayangnya dyna memang pake keberuntungan, kirain memang punya trik yang lebih bersih dikit dari ronnie..

    Again, different prelim reality: Bagiku ingatanku, bagiku ingatanmu. APA INI PLESETAN LAKUM DINUKUM WALIYADIN

    9/10
    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ronnie sama Dyna emang duo bangsat

      Perilaku Dyna ada hubungannya sama backstory dia yang kebetulan emang darj jalanan, cuma saya belum sempet masukin ke bonus tracknya, kemungkinan sekalian sama r2 nanti mumpung waktunya panjang

      Ah, dari ronde ini komen" yang mention kartu capsa kayanya emang yang paling bikin saya waswas

      Meski kamu ngespot LAKUM DINUKUM WALIYADIN kamu pasti miss MINAL JINNATI WAN NAAS di entri ini wwww

      Trims udah mampir~

      Delete
  24. kalau soal Plot Construction, kak Sam deh jagonya. Tapi liat kak Sam make narasi sesantai ini bikin saya sempat off guard. Sukses sih dan saya benar-benar terhibur, tapi saya malah dapat kesan kakSam lagi niru style peserta lain yang juga jago main di parodi.

    udah telat ya ngasik nilainya :) maaf yak baru komentar

    ReplyDelete