30.4.15

[PRELIMINARY] ANANDA - GADIS KECE TIDAK LIHAT LEDAKAN

ANANDA - GADIS KECE TIDAK LIHAT LEDAKAN
Penulis: Harbowoputra

Ananda pulang tengah malam. Lagi. Cowok itu tertidur di bar dapur, sepiring nasi goreng sudah dingin entah dari jam berapa. Makan malam buatannya untuk Ananda. Dia kunci pintu apartemen, lepas sepatu hak, taruh tas jinjing di meja kopi, dan tersenyum menunduk. "Bangun, Pangeran Tidur." Cowok itu bergeming meski ditepuk-tepuk. "Ya ampun, iya maaf gue pulang kemaleman lagi. Sini sini di kamar aja." Selang beberapa menit, Ananda berhasil menuntun cowok itu ke ranjang. "Tidur aja duluan. Gue makan dulu, abis itu baru mandi." Ananda tersenyum. "Makasih ya udah nungguin."



Mereka berempat sampai di dataran perang pada tengah malam. Aria di depan, mendengarkan penjelasan nona pelayan sambil menggenggam tangan sendiri. Lin tampak seperti sedang menunggu pintu toko dibuka agar bisa beli ponsel pintar keluaran terbaru saat mendengarkan penjelasan tersebut. Satu lagi, cewek yang namanya Lesha (Laitia? Ananda tidak yakin) berdiri agak jauh, berkacak pinggang sambil sesekali melihat jam tangan.
"Iya iya, lima menit setelah sangkakala perang dibunyikan, bulan runtuh," ulang Lay Shea (?) dalam bahasa Prancis dengan nada mengusir nona pelayan. Ananda mengambil kelas Bahasa Prancis ketika SMA, sehingga lumayan mengerti apa yang Lay katakan. Entah bagaimana cara Aria dan Lin mengerti ucapan Lay.
"Ayo tidak melupakan," tambah Lin, "sang satu-satunya cara bagi kita mengembalikan bulan adalah oleh menghancurkan dua menara kristal kastel utara pada waktu sama." Campuran bahasa Inggris dengan Latin di ucapan Lin membuat Ananda teringat dengan isi lembar deskripsi obat batuk sirup.
"Berisik. Udah tahu," balas Leck Seeya (?) malas. Tentu saja Leck mengerti Lin, bahasa Prancis dekat dengan Latin.
Lin makin menjauh dari Leks. Kali ini dia berpaling ke Aria yang sedari tadi diam. "Jadi, sekarang kita menunggu?"
Aria tersenyum sambil mengangguk. "Boleh." Lin duduk di sebelah Ananda. Leks malah bersandar ke sebuah batu agak di depan sana, tidak betah menunggu. Ananda masih berdiri, sementara Aria melepas sepatu dan menduduki sepatu tersebut agar roknya tidak kotor. Empat gadis belia dari tiga semesta berbeda, menunggu dua pasukan perang di bawah satu langit berbintang.
Udara dingin di gurun malam hari membuat Lin merapatkan tudungnya. "Duduklah, Nona Pohon. Mari simpan tenaga," kata Lin. Ananda tetap saja berdiri. "Kita di sini sebagai tim—kecuali mungkin Nona Kacamata yang satu itu—sebaiknya kita saling menjaga keadaan," lanjut Lin. Ananda masih saja berdiri.
Penasaran, Aria menoleh ke arah Ananda.

!

Lin ikut kaget setelah Aria. Mereka berdua terlihat panik. "Ini sudah sedari tadi?" tanya Lin. Aria mengangkat bahu. "Apakah dia mati?" tanya Lin lagi.
Aria menggeleng. "Belum tentu."
"Terus mengapa dia kaku seperti mayat begini?" keluh Lin. Dia mencoba gerakkan lutut Ananda, namun tidak bisa. "Rigor mortis," keluhnya lagi, dalam bahasa Agarex Tenggara yang ternyata sama persis dengan bahasa Latin.
Aria berusaha mengukur panas tubuh Ananda, namun kebingungan karena tidak ada dahi yang bisa disentuh. Akhirnya Aria meraba-raba saja secara acak. "Sedingin marmer."
"Oh Cahaya, dia sungguh-sungguh mati ya?"
"Mati!?" teriak Leks dari kejauhan. "Très bien! Satu beban berkurang."
"Ini berarti satu bantuan berkurang, Mata Empat!" balas Lin.
"Terserahlah," Leks kembali menghadap gurun kosong, "aku tidak perlu dibantu untuk menyelesaikan misi ini."

Tapi aku belum mati.

Sekali lagi, Aria dan Lin kaget. Kali ini sampai jatuh terduduk. Bukan hanya mereka berdua, Leks pun sampai balik badan kembali. "Apa kau melihatnya?" tanya Lin. Aria mengangguk.
"Sacré bleu," kata Leks. "Aku melihat le sous-titre." Subtitel. "Aku melihat ada subtitel!"
"Kau juga?" balas Lin ke Leks. "Oh Cahaya, tidak ada yang memberi tahu kita bahwa akan ada narator di misi ini."

Tapi aku Ananda, bukan narator.

Lin dan Aria semakin mundur. Tudung Lin terbuka. Rok Aria sudah kotor dengan debu, sepatunya belum dipakai. Lin bertanya, "Ananda adalah narator Sabung Semesta?"

Bukan, aku bicara lewat subtitel.

"Tunggu, Nona Pohon. Satu persatu, satu persatu. Kau bisa bicara, tanpa suara, lewat subtitel yang bisa kita semua baca. Sampai sini jelas." Lin menarik napas. "Tapi sang fakta bahwa kau bisa bicara berarti kau seharusnya masih hidup. Sementara aku dan Aria tadi sudah yakin bahwa kamu mati berdiri. Harap jelaskan."

Aku memang belum mati. Aku cuma enggak bisa gerak soalnya sekarang ini malam hari.

"Ho," kata Lin. Dia dan Aria sudah kembali berdiri sekarang. "Dan mengapakah begitu?"
"Tentu saja karena dia tidak punya mulut," timpal Leks, "dan karena kepalanya pohon."
"He?" kata Lin lagi. "Aku masih belum mengerti sang hubungannya."
Leks menyipitkan mata ke Lin, lalu memandang Aria yang hanya mengangkat bahu. Leks kembali memandang Lin dan berkata, "Kau tahu, fotosintesis, seperti yang diajarkan di sekolah."
"Sekolah?"
"Sekolah," ulang Leks.
"Sekolah itu apa?"
Leks menganga. Dia pun langsung berjalan cepat ke arah Aria, menggamit lengannya, dan berbisik. Ananda bisa dengar. "Si tudung ini tidak pernah sekolah. Dia berasal dari dunia medieval atau apa?" tanya Leks. Aria lagi-lagi mengangkat bahu. "Apa cuma kita berdua di sini yang berasal dari dunia modern?"

Aku juga modern, kok.

"Mentir! Mana ada manusia pohon yang bisa membuat peradaban."
"Teman-teman, tolonglah, aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan."

Asalku sama kayak dunianya Aria. Dari negara yang sama, malahan.

"Oh ya?" kata Aria yang sedang memakai sepatu.
Leks sedang membenarkan kacamata saat Lin berkata, "Tunggu satu menit, tunggu satu menit. Kau masih belum jelaskan kenapa kau bisa bicara padahal sudah mati."
"Fotosintesis, mon cher."
"Fotosintesis itu apa?"
"Mon Dieu! Kau pernah lihat tumbuhan mengunyah makanan? Tidak? Menurutmu mereka bisa hidup karena apa? Kau tahu? Nah sekarang lihat Ananda, kepalanya seperti apa. Ada mulut? Tidak. Ada pohon? Iya. Dua tambah dua sama dengan lima."
"Tapi dua tambah dua sama dengan empat."
"Bukan itu intinya!"

Sinar matahari jadi bahan fotosintesis, yang berujung di siklus Calvin. Aku bisa bebas gerak karena itu. Tapi di malam hari enggak ada sinar matahari, sehingga tubuhku cuma bisa makan sukrosa dari pati yang dibikin di siang hari. Makanya aku enggak bisa gerak, supaya enggak kehabisan tenaga.

"Intinya, Tudung Hijau, Ananda ini akan jadi beban buat kita semua."
"Tidak, Ananda tidak akan."
"Oui, Ananda akan. Di tim ini hanya kita bertiga yang bisa bertarung. Saat perang dimulai, kita langsung menuju menara kembar dan hancurkan. Ananda ditinggal saja di sini, mau mati juga terserah."
Aria memasang muka datar dan berkata, "Kita ini tim."
"Kita bertiga," jawab Leks. "Saat kuda api keluar dari bulan runtuh, Ananda pasti mati. Kayu kan mudah terbakar."
"Kita ini tim," ulang Aria.
Tegasnya Aria membuat Leks merasa perlu membenarkan kacamata sekali lagi. "Sudah kubilang, aku bisa menyelesaikan ini seorang diri. Aku tidak akan bersama kalian jika peraturannya tidak mengharuskan bikin tim."
Mereka diam sejenak. Leks baru akan beranjak ketika Lin berkata ke Aria, "Biarkan dia bertarung sendiri. Kita cari cara supaya bisa menyelesaikan ini bersama Ananda. Gotong berdua, mungkin."
"Kalian bertiga mau bunuh diri? Oh silakan," kata Leks. "Sampai jumpa di—"

Sangkakala berbunyi.

Terdengar bunyi panjang, disusul terompet yang bersahut-sahutan. Derap langkah dan baja beradu datang dari Barat. Panji-panji berkibar di antara obor. Pasukan manusia.
Empat gadis berdiri terdiam menyaksikan.
Dari arah Timur terdengar raungan naga. Api berkobar seperti matahari terbit. Ratusan suara buas menjawab raungan naga. Langkah mereka merusak bumi. Pasukan monster.
Perang tak terelakkan. Bagi keempat gadis, babak preliminer baru saja dimulai.
Leks menyengir. Disiapkannya parang dan pistol. "Tunggu sampai garis terdepan pecah, lalu baru kita susul ke tengah," katanya. "Tentu saja itu jika kalian berdua memilih meninggalkan Ananda."

Atau kalian bisa menunggu lima menit.

"Lima menit? Lima menit dari sekarang—empat menit tiga puluh detik, lebih tepatnya—bulan runtuh, kuda api keluar, dan kau mati terbakar, Ananda. Kita bertiga punya waktu..." Leks melihat jam tangan, "tiga menit untuk lari ke menara kembar di Utara. Bertiga, bukan berempat. Menggotong Ananda akan memakan wak—"
Perang pecah.
"Aku duluan," kata Leks yang langsung berlari.
Lin menatap nanar. "Apa yang harus kita lakukan? Sebagai tim."

Aria.
"Ya?"

Siapin jurus aura dingin, terus langsung ikut ke tengah perang. Jangan berantem. Pakai kemampuan idol-mu di tengah sana.

"Hah? T-Tapi..."

Percaya deh Ar, kamu bisa. Kamu nari biar bisa sampai tengah, habis itu nyanyi.

"Kayaknya aku enggak bisa."

Ini waktunya kamu bersinar, Ar. Ini waktunya kamu bersinAr. Kamu tidak perlu menjadi kristal es yang membiaskan cahaya. Kamu bisa menjadi es yang terbakar terang seperti Gliese 436b, es yang tetap padat berkat gravitasi tinggi sehingga tidak menguap meski terbakar. Aku tahu kamu bisa. Aku tahu bakatmu punya gravitasi tinggi yang bisa menarik semua orang. Bakar mereka dengan semangatmu. Kamu adalah bintang besAr.

Tengah malam di gurun yang dingin ini berubah menjadi sejuk. Lin pun sampai kembali menutup kepalanya dengan tudung. Kata-kata Ananda barusan berhasil mencapai hati Aria. Mereka bertiga akan memenangkan ini dengan kekuatan idola. Kekuatan yang selama ini Aria pendam di lapisan es terdalam. Kekuatan yang tersembunyi di balik topeng dingin.

Percaya pada diri dengan harapan dan keyakinan...

"Menuju puncak!" teriak Aria. Gadis itu berlari menyusul Leks, berdansa dan menari di antara dua kubu yang berperang.
Lin menengok ke Ananda. "Apa yang barusan kaulakukan?"

Bikin perang ini jadi konser. Tuh lihat.

Lin kembali menengok ke tengah peperangan... yang sekarang lebih pantas disebut konser. "Apa yang..."
"Para penonton...!!" sahut Aria. Seluruh pasukan melingkari Aria, tidak ada batas antara kawan dan lawan. Ratusan obor digerakkan seperti lightstick. Bahkan dari pasukan monster ada ratusan tongkat sihir yang berpendar warna-warni.
"Kalian semua luar biasa!" teriak Aria, yang terdengar sampai ke tempat Lin dan Ananda berdiri. Aria lanjut bernyanyi dan berdansa sambil menggenggam sebuah tongkat sihir yang entah dapat dari mana. Kemungkinan besar tongkat itulah yang membuat suara Aria membahana.
Lin melongo.
Di tengah lagu kedua, belasan prajurit manusia wanita datang menjadi dancer pengiring. Leks yang sedari tadi tidak terlihat pun ikut tergiring ke tengah, dan sambil bingung dia melakukan jurus tarian pedang. Aria dan belasan dancer mengikutinya.
Prajurit manusia mengambil kapak dan diberi senar sutra dari monster laba-laba, menjadi seorang gitaris. Raksasa pembawa dua gada dikelilingi perisai bundar dan genderang perang, menjadi drummer.
Tak lama, seluruh peserta perang saling ikut bernyanyi. Sihir-sihir cahaya menyorot langit, sihir ledakan api menghias udara bak kembang api. Jurus aura dingin yang sejak awal disarankan Ananda pun mulai terlihat, menciptakan serpihan salju yang menghiasi arena konser seperti confetti.
Kini seluruh peserta perang, baik prajurit maupun monster, sudah menyatu menjadi lautan penonton.

Sekarang bagian serunya, Lin.

"Hei, namaku Lynn!"

Oke. Lynn. Sekarang bagian serunya. Kamu lihat lautan penonton itu? Menurut kamu, kenapa itu penonton bisa disebut lautan? Tepat sekali, karena banyak dan tersebar luas. Tapi, Lynn, dalam hal ini, di bawah pengaruh Aria, setiap orang yang menjadi bagian penonton setara dengan satu tetes air di lautan.

"Aku kurang mengerti, namun tampaknya kau benar. Para penonton membentuk ombak seperti air laut."

Kami menyebutnya Mexican wave. Di dunia kami, selain ada Mexican wave, ada juga istilah crowdsurfing. Tepat sekali, berselancar di atas kerumunan penonton. Kita hanya punya waktu satu menit lagi sampai bulan runtuh. Dengan berselancar menyeberang konser, kita berdua bisa sampai di menara kembar lebih cepat daripada berlari.

Di kejauhan, Aria dan Leks baru masuk lagu ketiga. Helm duo gitaris sudah tergantikan oleh surai monster. Sihir-sihir cahaya makin benderang.
"Satu menit?" sahut Lynn. "Kita tidak punya satu menit! Satu menit lagi bulan akan runtuh menimpa Aria dan Lex. Kuda api akan keluar dan membakar kita semua, Ananda!"

Bulan enggak bakal jatuh begitu saja ke bumi. Mungkin kalaupun kamu bersekolah, hal ini enggak diajarin di sekolah. Ada batas antara bumi dan bulan yang disebut batas Roche. Ini adalah jarak yang bisa membuat benda langit apapun hancur terbawa gravitasi benda yang lebih besar. Dalam hal ini, bulan akan hancur terbawa bumi dan menjadi cincin ketika melewati batas Roche.

"Maksudmu, kita tidak akan terkena runtuhnya bulan dan serangan kuda api?"

Tepat sekali. Batas Roche bumi sekitar 9.400 kilometer. Jarak antara bumi dan bulan sekitar 380.000 kilometer, berarti dalam lima menit bulan akan jatuh sekitar 1200 kilometer per detik. Kira-kira bulan mulai hancur jadi cincin di tujuh detik terakhir. Tenang Lynn, kita punya waktu untuk menunggu pasang.

"Pasang?"

Air pasang, tapi bukan air. Penonton. Pasang-surut air laut terjadi karena gravitasi bulan. Bulan mendekat, air pasang. Bulan menjauh, air surut. Tadi kamu sudah lihat bahwa penonton konser ini bersifat cair. Bayangkan apa yang terjadi ketika bulan semakin mendekat, seberapa tinggi para penonton akan pasang?

"Lalu apa yang harus kita berdua lakukan? Berselancar pakai apa?"

Gunakan tirai cahaya. Kamu bakal pakai tubuhku untuk berselancar.

Setengah menit terakhir. Bulan terlihat sangat besar di langit malam yang penuh kembang api dan cahaya sorot. Penonton mulai pasang mendekat tempat Lynn dan Ananda berdiri. Tirai cahaya telah Lynn pakai ke seluruh tim agar tidak ada yang terkena luka fisik dari lautan penonton, karena bisa dipakai sekaligus ke sepuluh orang. Ananda sudah dibaringkan sebagai papan selancar Lynn.
"Hei, sebelum kita berselancar," tanya Lynn, "mengenai fotosintesis, kenapa kamu masih tidak bisa gerak meski cahaya bulan berasal dari matahari?"

Soalnya cahaya bulan enggak lebih terang dari sebatang lilin. Kurang cukup buatku.

Kini Lynn dan Ananda sudah berenang di lautan penonton. "Oke," kata Lynn, "ayo berselancar!"
Lautan penonton semakin bergejolak. Lynn dan Ananda baru mulai menyusuri arus. Bulan semakin mendekat, dan...


Bulan hancur berkeping-keping. Suaranya nyaring. Serpihannya menyala terang, terbakar akibat kecepatan sangat tinggi. Terlihat siluet kuda dari pusat bulan, merah menyala, mengikik gila. Kuda tersebut hanyut terbawa putaran bumi, menghilang dari langit secepat ia muncul.
"Kau benar, kita selamat!" sahut Lynn sambil berselancar Ananda. "Iya iya, ini belum berakhir. Kita tidak akan menang jika tidak menghancurkan menara kembar. Baik Ananda, mari berselancar!"
Konser Aria dan Leks semakin meriah. Pecahnya bulan dan terbentuknya cincin di langit menambah semangat penonton. Berbagai serpihan kecil bulan yang jatuh di cakrawala menjadi kembang api tambahan.
Lynn berselancar mengikuti ombak. Mereka berdua semakin mendekat ke pusat konser. "Hei," kata Lynn ke papan selancar. "Kita ini tim. Aria dan Lex perlu kita ajak berselancar ke utara. Konser ini pasti masih bertahan lama berkat adanya penari dan band dari kalangan mereka. Kekuatan idol Aria sangat menular."

Benar. Aria! Leks! Ikut kami berselancar.

"Je suis Lex."

Iya, Aria dan Lex. Ayo ikut!

"Oke!" sahut Aria sambil mengedip satu mata dan menunjuk Ananda. Dia ambil satu perisai panjang dari penonton dan dia lapisi dengan es, sebagai selancar. Lex mengambil pedang besar dan lebar sebagai selancar.
Pusat konser masih ramai meski ditinggal bintang utama. Ananda, Lynn, Aria dan Lex berselancar ke Utara di atas mereka.
Usai membawakan tiga lagu, Aria masih terlihat senang. "Ini asik!" teriaknya.
"Iya!" balas Lex. Dia menyalip Aria sehingga tepat di belakang Lynn. "Aku bahkan tidak menyangka mon danse de l'épée bisa menarik segitu banyak penonton. Kukira yang terkena tarian itu hanya bisa menjadi mayat. Maaf telah meragukan kalian semua. Kita hebat sebagai tim!"
"Yeah!" sahut mereka bertiga... yang tertelan oleh suara kereta api.
Lynn menarik tudungnya. "S-Suara apa itu? Naga?"
"Non, itu suara kereta," jawab Lex sambil perlahan menengok ke belakang.
Mereka berdua melihat Aria yang masih tampang senang. "Kereta," kata Aria, "hype train..."


Ratusan fans Aria mengikuti di belakang, di sebuah kereta yang melaju di atas lautan penonton. Tongkat cahaya, kembang api, cahaya sorot dan fanchant menjadi satu kereta. Lynn dan Lex langsung melaksanakan manuver perlindungan. Aria dipaksa memimpin di depan, sementara mereka berdua menjaga di belakang dari serbuan hype train.
"Aku tidak tahu cara menghentikan kereta ini!" sahut Lynn.
"Gampang saja, tinggal tembak satu-satu," jawab Lex sambil mengeker pistol.
"Jangan! Kematian satu orang akan menyebabkan semua ini hilang. Kita semua akan jatuh dari lautan penonton, dan makin sulit untuk mencapai menara kembar."
"Menurutmu kita harus lakukan apa?"

Aria, lakukan fansigning!

Aria dengan sigap mencabut satu bulu monster dan merobek tiap panji perang di sekitar. Tangannya menandatangani satu per satu sobekan panji dan melemparnya ke arah hype train. Lynn dan Lex berpencar ke arah sayap agar lemparan Aria tepat sasaran.
"Serangan Aria bekerja!" sahut Lynn.
Penghuni hype train satu per satu kembali ke lautan penonton, dimulai dari bagian ekor. Makin lama makin berkurang, sedikit demi sedikit sampai tinggal bagian kepala yang penuh orang.
"Terus, Aria, terus! Kau berhasil, Aria, berha..."
Ketika seluruh fans turun dari kepala hype train, baru mereka berempat sadar bahwa kereta tersebut sesungguhnya adalah ular naga raksasa.
"Apa kubilang!? Tadi itu suara naga!"
Lynn langsung memacu Ananda sampai di depan Aria. Lex masih di belakang, pistol dikeker, tidak takut. "Ada kabar buruk ada kabar baik," kata Lex. "Mau dengar yang mana?"
Berselancar sambil menutup mata, Lynn menjawab, "Kabar buruk dulu!"
"Kabar buruknya, pistolku tinggal sisa dua peluru."
"Kabar baiknya?"
"Pistolku tinggal sisa dua peluru."
Dua tembakan dari Lex berhasil membuat naga tersebut buta. Ia menyelam ke lautan penonton, meninggalkan mereka bertiga berselancar dalam damai.
"Sudah selesai?" tanya Lynn.
"Mungkin. Masih jauh?"
"Menara kembar mulai terli... oh yang benar saja!"


Ombak penonton yang semakin besar lama-kelamaan bergulung menjadi ikal. Lynn yang lebih dulu masuk ke tabung ombak tersebut.
"Ada apa?" sahut Lex yang masih menghadap belakang.
"Ada yang seru!"
Saat Lex balik badan, dia melihat Lynn dan Aria berputar-putar di gulungan ombak. Lex merasa mereka semua sedang meluncur di waterboom. Tidak disangka, yang awalnya dihindari Lex karena misi ini bisa dia selesaikan sendiri, malah jadi sumber kebahagiaan. Teman-teman yang tadinya dia kira akan menghambat, malah mendukung dan membantunya. Inikah kekuatan persahabatan?
Lynn disusul Aria. Keyakinannya pada hal dramatis dan kisah pahlawan mengantar Lynn ke sebuah petualangan ajaib ini. Siapa sangka dia bisa belajar banyak tentang tumbuhan dan bulan? Siapa sangka dia bisa tahu tentang konser dan kereta? Lynn akan sangat merasa kehilangan jika tim ini bubar.
Ananda hanya merasakan lautan penonton yang tidak melukai berkat tirai cahaya Lynn, dan gemuruh gulungan ombak.
Aria menyadari bahwa semua ini bisa terjadi berkat percaya diri. Dia percaya bisa mengubah perang jadi konser. Dia percaya bisa mengubah kerumunan jadi laut. Dia bisa menghentikan pertarungan tanpa kekerasan. Cita dan cinta. Dia bisa melihat bahwa di ujung tabung ombak ini ada mulut menganga.

Apa!?

"Naga!" teriak Aria.
Semburan panas dari mulut si naga buta berhasil dihalau oleh kemampuan es Aria. Jeda sepuluh detik dari es mengharuskan mereka cekatan menghindari sisanya. Tirai cahaya Lynn tidak cukup untuk menghalau semburan naga.
Lex makin lambat menghindar, selancar pedangnya mulai aus. "Kita tidak bisa terus-terusan begini!"
"Mau bagaimana? Kita terjebak di tabung ombak," balas Lynn yang juga kewalahan menghindar dengan selancar Ananda.
Si naga buta meluncur, berusaha melahap. Mereka berempat berhasil menghindar, namun tidak akan bisa berhasil untuk yang kedua kalinya. Si naga kembali ke ujung gulungan ombak, kembali menyembur panas.
"Mudah saja," kata Lex, "kita tinggal menyelam ke arah atas."
"Bagaimana cara kita tahu arah mana yang atas?"
Lynn benar. Mereka tidak tahu di mana arah atas. Ini semua karena mereka sudah diputar-putar ombak bergulung. Gaya sentrifugal menyebabkan seluruh permukaan tabung menjadi arah bawah, sehingga tidak ada arah atas. Mereka pun tidak bisa asal menyelam, karena jika itu benar-benar arah bawah, mereka malah tenggelam dalam lautan penonton.

Teman-teman, tutup mata kalian.

"Jangan bodoh, mon cher! Kita akan mudah diserang jika menutup mata."

Kita enggak tahu arah mana yang atas karena mata kita terbuka. Tutup mata kalian, dan biarkan cairan di telinga dalam yang menentukan arah. Percayalah pada diri sendiri. Aku tahu ini karena aku tidak punya mata.

Di tengah usahanya menghalau panas dengan es, Aria berkata, "Teman-teman, percaya." Lynn dan Lex mengangguk bersamaan. Mereka pun menutup mata...
...
"Di sana!" teriak mereka bersamaan sambil menunjuk arah yang sama. Mereka pun menyelam ke arah yang mereka yakini adalah atas. Aria, Lex dan Lynn membawa Ananda ke atas. Melewati lautan prajurit dan monster. Menuju kebebasan. Melewati berbagai orang yang hanya menjadi buih di lautan ini. Menuju udara segar.
Cahaya...

Cahaya...

Ananda terbangun di depan menara kembar. Cahaya matahari menyelimuti tubuhnya. Dia gerakkan jemari kaki dan tangan. Sudah siang.
Cincin pecahan bulan masih ada di langit. Lautan penonton sudah tiada. Ada bangkai ular naga raksasa di belakang sana, terbelah dua. Apakah mereka sudah menang? Apakah babak preliminer sudah selesai?
"Baru bangun?" tanya Lynn. "Kau melewatkan hal seru. Lex ditelan hidup-hidup, tapi pada akhirnya naga buta itu mati setelah dibelah dua dari dalam."
Aria tersenyum melihat Ananda sudah bisa bergerak. Lex masih membersihkan parang dari darah.
"Semua pasukan mundur setelah tadi malam," kata Lynn. "Mungkin nanti bakal perang lagi. Tugas kita belum selesai, ingat? Menara kembar ini masih harus dihancurkan secara bersamaan. Dan aku penasaran, ke mana kuda api yang berasal dari bulan itu."

Ia keliling bumi. Butuh waktu satu hari dengan kecepatan segitu. Berarti kira-kira kuda api itu akan muncul lagi di sini... sekarang.

Ringkikan kuda membahana dari cakrawala. Bara tubuhnya menjadi matahari kedua di langit siang. Mereka berempat akan mati dalam hitungan menit.
"Ke menara, vite!"
Tanpa ada yang jadi beban, empat gadis itu berlari kalang kabut ke dalam kompleks menara. Hanya di dalam situlah mereka bisa bersembunyi dari amuk kuda api. Hanya di kekanganlah mereka bisa bebas.
Ananda adalah yang terakhir masuk ke kompleks menara.
Tiga teman Ananda bergeming. Ananda mendekat. Di depan mereka ada duo gitaris dari konser tadi malam! Lex mundur, berbisik ke Ananda, "Mereka minta bayaran atas konser."
Ananda maju, menepuk bahu Aria, dan mempersilakan yang lain mundur. Siang ini waktunya Ananda beraksi.
Duo gitaris membuka dengan bas bertubi-tubi. Ananda tidak takut. Dia duduk bersimpuh, lalu dia raih ranting di kepala.
"Stem?" tanya Aria.
Dibunyikanlah ranting Ananda seolah-olah itu merupakan garpu tala. Duo gitaris mengikuti nada tersebut. Ananda membunyikan ranting yang lain. Duo gitaris masih mengikuti. Terus mereka bermain kucing-kucingan sampai pada akhirnya Ananda menemukan satu nada yang kembar. Satu yang bersuara sama di kedua gitar. Pada saat itulah gelombang suara dari tiap gitar saling meniadakan satu sama lain.
Ananda berdiri dan balik badan tepat saat duo gitaris meledak.
"Yeah!" sahut tiga temannya.
"Sekarang waktunya kita hancurkan menara kembar," kata Lynn. Mereka berempat pun lanjut mendekat, sebelum dihadang oleh raksasa drummer dari konser tadi malam. Si raksasa lompat dari atas, mendarat tepat di antara menara. Sihir dari menara menyerang si raksasa bertubi-tubi, namun raksasa tersebut gatal saja tidak.
"Sekarang bagaimana?" tanya Lex.
Ananda baru mau memunculkan subtitel, Aria langsung angkat bicara. "Teman-teman, percaya. Lakukan apa yang kita paling bisa."
Mereka mengangguk bersamaan, kecuali Ananda yang tidak punya kepala.
Ananda memakai rantingnya sebagai garpu tala kembali, memaksa raksasa ikut irama. Aria mengerahkan jurus aura dingin sambil bernyanyi, menyaringkan bunyi tabuhan raksasa. Lynn menyelimuti keempat gadis dengan tirai cahaya. Lex memecut seiring tabuhan. Pada satu saat, frekuensi yang mereka berlima ciptakan sesuai dengan frekuensi alami menara kembar. Pada saat itulah kedua menara runtuh secara bersamaan.
Ananda, Ariana Maharani, Liona Lynn dan Lexia Gradlouis balik badan tepat ketika si raksasa dan menara kembar meledak.

Cool girls don't look at explosions.

26 comments:

  1. This is new. Kekuatan party digunakan secara anti mainstream. Tamon Rah bahkan ga sempat nongol malah mengorbit bumi. Sebenernya rada paradoks sih, tapi ya sudahlah kunikmati saja. :3 Acara ngidolnya juga menarik, ga disangka-sangka.

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nongol kok, sebentar :D Tamon Rah ngejar supaya mereka buru-buru ke menara kembar.

      Delete
  2. Saya sakit kepala. Lebih dari entri Kumirun.

    Ini se-exciting entri si tua bangka dengan kepenulisan yang lebih efektif dalam menggambarkan spontanitas. 3 + 2 sama dengan lima

    plus satu poin karena mencoba solusi yang beda. BEDA JAUH. + 1

    Dan pembawaannya yang serba tiba-tiba a.k.a sumber sakit kepala bikin minus empat dari sepuluh poin.

    what the fuck man, 6/10 :)))))))))

    - Adrienne Marsh, atas permintaan Ronnie Staccato

    ReplyDelete
  3. Gagal pertamax >.<

    Sumpah ini keren! Asik banget buat dibaca. 👍

    Disini keberadaan Ananda pun bisa menonjol walaupun gak gerak. Good Job.

    Cara ngelawan monster yang anti mainstream, terus pake ada konser waktu perang segala. Ada kereta pula hahaha 😆
    Niasuu desu... Walaupun ada dialog yg aku gak ngerti, mungkin disengaja.

    Nilai : 10 - 1 karena gak ada Tamon Ruu. Total 9 >.<

    OC : Mang Ujang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehehehe ini langsung masuk arena perang sih, enggak pake intro ketemu Tamon Ruu >.<

      Delete
  4. saya bingung diawal karena namanya yg berubah-ubah lesha, lay shea, leitia, leck seeya, leks.
    itu sengaja?

    bahasa yang digunakan Lynn juga, tapi keren

    ini keren, asik buat dibaca. dan nggak nyangka juga bisa jadi konser padahal lagi perang.
    btw, nggak dijelasin kalau lex setuju sama rencana itu, dia pergi duluan kan tapi kok bisa ikutan aria konser tanpa ngeluh sama sekali.

    yang pasti ini bagus menurutku

    nilai 10

    Reviss Arspencer

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan terakhir itu ananda bisa jalan sendiri ya

      Delete
    2. Iya, itu sengaja karena Ananda enggak bisa baca. Dia enggak punya mata, kan. Makanya dia cuma pernah denger aja nama-nama mereka.

      Lex itu... emang plothole sih. Hehe :P tapi mungkin saia mau coba ngeles:
      Lex kan lagi ngeluarin jurus Sword Dance, terus enggak mempan karena musuhnya malah ikutan nari, akhirnya Lex kebawa mereka nari deh nemenin Aria ngidol.

      Ananda bisa jalan sendiri karena udah siang. Udah kena sinar matahari.

      Delete
  5. GODDAMMIT, PADAHAL PAS OC SUBMISSION SAYA ADA IDE BIKIN KARAKTER PEMAIN LOGIKA KAYAK ANANDA!!! DAN SAYA NYESEL!!!

    Nilai: 10!

    ~Effeth Scyceid

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah iya, saia belom sempet baca prelimnya Effeth! :O

      Delete
  6. >that Colette Mk.II French
    >potongan lagu AFI
    >Ar Ar Ar Ar
    >idol dadakan
    >crowdsurfing
    >batas Roche
    >all aboard the hype train
    >directed by Michael Bay

    Just. Wat.

    7/10

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. *pasang kaca mata hitam*
      Yeaaaaaaaaaah!

      Delete
  7. :v
    Ada banyak banget yang pengen saya tsukkomiin di sini :>
    Anyway, dari kepenulisan udah rapi, gayanya juga enak dibaca, ringan pula, meski saya rada2 ga mudeng mereka ngomong apa sampe ada Trash Bin segala :v
    Dari pada baca tulisan har yang dulu2, saya merasa ini lebih kayak anime idol sci-fi whatsoever vlah vlah vlah, just, WHAT THE HELL ARE THEY DOING?! sambil pengen nunjuk satu persatu semua yang ada di gurun itu, yah, hit or miss sih.

    Jadi saya kasih skor 7, maaf.

    OC: Vi Talitha

    ReplyDelete
  8. Entah otak saya yg lamban, atau penuturan cerita ini memang membingungkan. Saya ngebaca beberapa kalimat berkali2. Kok si ini ngomong gitu, dibales begini. Ini ngapain sih? Dan sepertinya ini saya sahaja sih ....

    Ada beberapa bagian yg terasa nyastra, tp banyak jga yg biasa. Ehem.

    Bahasa Perancis, hzz. OC saya orang luar tp dia gak ngmg pake basa luar ...

    Dan yg paling fatal dr semua ... formatnya bikin puyeng. Saya liat ga ada kok yg begini. Jd saya asumsikan ini bukan salah blog-nya.

    Kasih nilai berapa ya? 8 deh. Tekniknya itu loh, cerita mah oke bgt deh ...

    ReplyDelete
  9. Karakter Aria jadi lebih outgoing, tak banyak bicara namun disini dia positif, dia dipaksa jadi Idol pula.. hahah naisu...... cerita yg lumayan cantik,...... hubungan antar karakter terlihat 'hidup' juga... hmmmm.......... 8 deh

    -Aria Maharani

    ReplyDelete
  10. pembawaan bagus, karakternya menonjol, solusi anti-mainstream yang bikin bagus, tapi bikin pembaca awam (kaya saya) agak bingung jadi 8 deh

    OC : Izayoi Nakama

    ReplyDelete
  11. ini bener bener hal yang baru dan anti mainstream, konser di tengah perang?, ada fansign. kapan lagi coba?. saya suka beberapa istilah sains yang ikut ambil bagian didalam cerita.
    humornya cukup menarik bikin jalan ceritanya jadi santai, tapi serius, tapi jadi santai (oke ini absurd). sori gak ngasih komentar di penulisan, saya sendiri pun soalnya gak begitu mahir disana. jadi ngomentarin cerita nya saja :D
    nilai 8 deh

    OC : Kyril the Lost Swordsman

    ReplyDelete
  12. Diksi dan sainsnya keren ini, solusi masalah Tamon Rah juga orisinil meski mgkn di sisi lain jadi agak kurang ada lika-likunya. Format bicara Ananda agak bikin pusing utk pembaca umum, tapi sebagai eksperimen cukup asik.

    Hype trainnya...ugh, krn ini turnamen nulis, mgkn kalau menggambarkan situasi pakai gambar , gambarnya jadinya gak bisa kupertimbangin sebagai pengurang atau penambah nilai.

    Nilai 7.

    Po - Fatanir

    ReplyDelete
  13. THIS STORY IS FUCKING MY MIND!!!!!!
    hahahahahahahaha

    aye sumpah bingung bacanya. logis gak logis.
    bizzare!

    Bulan memengaruhi pasang surut, tapi ya pasang surut wota....
    hype train....
    garpu tala...............
    dan ntah gimana caranya ananda tau semua skill temennya...

    ini berasa nonton precure.
    maho shoujo sentai.....

    damn it baru ini bingung mau ngasi nilai berapa. bagus, tapi aneh, tapi menarik tapi gilak tapi superb tapi aaargh

    hmmm

    7 deh!

    dan jika memungkinkan, saya pakai ananda, mohon izin, semoga ga terlalu jauh dari gambaran ananda di kepala om har ya.
    _/\_

    _PITTA N. JUNIOR bertanya... Ananda, dulu suka pizzakah?_

    ReplyDelete
  14. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  15. seg A R
    · · · R

    +9

    Wait..

    ...Muh brain, i- just- don't understand..

    -2

    = 7, dan +1 karena saya juga seorang wanita yang keren.. *BLAR*

    Total = 8

    -Mamanya Fath'a Lir, 2015 - 2015

    ReplyDelete
  16. Membaca di bagian awal, saya iri karena kakak bisa mengeluarkan sifat-sifat Lexia dengan sempurna D:
    Aside from that, saya berasa di mindfuck. Perang, kemudian ada panggung idol, kemudian Lexia dan Aria jadi berduet, kemudian hype train (wtf banget disini), dst dst...

    Saya kasih 8

    OC: Lexia Gradlouis

    ReplyDelete
  17. Saya berikan nilai 10/10 karena penggunaan karakter yang awalnya terkesan tidak berguna menjadi sebuah kunci dalam pertarungan absurd ini.

    No more comment, just absurdlutely brilliant! :))

    Salam hangat dari Zarid Al-Farabi/Enryuumaru

    ReplyDelete
  18. "Aku kesal! Aku kesal! Aku kesal!"
    "Lah, kamu kenapa Fell? Alay deh.."
    "Fotosistesis itu. Demi apapun, tubuh tumbuhan itu bisa tetap bergerak kalau malam hari. Teori dia ga masuk akal."
    "Kan dia beda dari pohon lainnya, Fell!"
    "Sebagai setengah lintah penggemar tumbuhan aku tidak terima."
    "Apa sih Fell kau ini. Berisik tahu!"
    Dia menggembungkan pipinya dan pergi meninggalkanku yang lanjut mengetik komentar.

    ***

    Subtitel LOL

    'bersinAr'... Ini entah Typo atau apa, asyik juga kalo akhirnya si Aria bersin beneran buat narik perhatian xD

    LOL Umi berenti sejenak untuk memahami teori batas Rosche. Ini apa?

    Umi ga nangkep apapun di cerita ini tapi KENAPA INI BERASA KEREN SIH?!?!?!?!?!

    Oh well.. JUST WHAT?

    Karakterisasinya unik, alurnya oke(mulai dari tengah perang, tamon yang jalan-jalan di luar planet, ombak, hype nya, keretanya) semuanya ooke, dan FUN-nya dapet. Tapi kenapa Umi enggak ngerti apa-apa. JUST WHYYYYY!?!?!?!?

    ***

    "UMIIIIIIII.."
    "Apa?"
    "Susu. Ini udah pagi. Susu hangatku mana?"
    Nih, anak beneran deh, "iya bentar!"

    ***

    The Fun : 5.0
    Karakterisasi : 3.0
    Alur : 2.0
    Total : 10.0

    ***

    Maria Fellas - Bocah Lintah yang lagi ngambek

    ReplyDelete