27.4.15

[PRELIMINARY] BUN – BIG HORES IS SO AWESOME, BUN~

[PRELIMINARY] BUN – BIG HORES IS SO AWESOME, BUN~
Penulis: DaeVa

—Nothing impossible is in the eye of the Nexus, bro~.
Branze Journal, Bab 4, Page 27, Stranglethorn Citadel

Bun Wish!

Langkah kakinya berirama. Ia melompat-lompat pendek dengan senyum tersirat di wajahnya. Lantunan lagu riang tentang makanan nyaring ia nyanyikan. Begitu nyaring hingga terdengar sampai beberapa meter jauhnya. Pipi tembamnya bergoyang tatkala kaki-kaki mungil nan berisi menapak tanah penuh irama sementara perut gemuknya ikut bergoyang mengikuti rima langkahnya.

"Makan roti makan paha... Hahahahaha"
"Jeruk purutnya di dahi... Hihihihihi"
"Beli ta... Hu"
"Susu ja... He"
"Donat, lolipop, ya... Ho!"
"Perut Bun masih lapar..."
"Hahihuheho...." 




Hangat menyinari wajah bulatnya tatkala sorot mentari pagi menerpa semburat senyumdi wajahnya. Tudung biru bermotif tiga bintang kuning lekat melindungi rambut lurus gelap kebiruannya. Sukses menepis terpaan sepoi, sekalipun ujung tudung berbintangnya meliuk-liuk.

Ia terus bersenandung mengikuti jalan setapak menuju kota kaum manusia. Langkahnya pelan namun mantap. Padahal bisa saja ia menaiki pedati ataupun lokomotif uap. Namun keinginannya sudah bulat untuk berangkat dengan usahanya sendiri. Sebulat pipi tembam dan perut gemuknya yang mengembang-embang.

Ransel besar dengan matras hijau kencang menggantung di punggungnya. Erat terikat oleh tali berwarna biru. Tak hanya itu, bekal makanan menggantung di pinggangnya, namun hampir habis setelah beberapa remah roti dan serpihan kulit paha goreng yang terlihat berceceran di sepanjang jalan yang ditinggalkannya.

"Ditenggaklah botol biru, isinya susu."
"Didapat dari papa Bun, dicampur madu."
"Satu tenggak."
"Langsung habis."
"Padahal masih haus."
"Bekal Bun sudah habis dan masih jauh"

            Setengah perjalanan telah ia lewati. Lelah bercampur lapar mulai menyerangnya. Ia menghentikan langkah kakinya seraya duduk dan berteduh di bawah pohon rindang dekat jembatan terakhir menuju kota.

Tampak di garis cakrawala. Di atas sebuah pulau di tengah-tengah danau berair jernih dengan benteng kokoh dan bendera biru bergaris keemasan tertancap di tiap ujungnya. Sebuah gerbang putih besar terbuka lebar bagi siapa pun insan pengembara ataupun bangsawan yang ingin singgah ke dalamnya. Dan jembatan putihlah yang menyambut seluruh tamu kota dengan ramah. Adalah Emillia, kota kembang kaum manusia yang menjadi pusat kebudayaan di benua barat.

Ia mencoba meraih sesuatu dari dalam kantung bekalnya. Kantung bekal ia balikkan, sementara mulutnya terbuka lebar dengan lidah yang terjulur panjang. Sisa-sisa remah roti dan kulit paha ayam berjatuhan dan dengan lahap ia santap sisa-sisa makanan tersebut. Namun begitu, perutnya kembali meraung menagih lebih banyak makanan lagi.

            Sembari mengatur napas dan merebahkan tubuhnya, ia memutuskan untuk membaca surat undangan yang ia peroleh dari paman Biron—paman pengantar surat. Ia menarik sebuah jurnal usang dari dalam saku ranselnya dan di antara lembar-lembar halaman jurnalnya, terselip surat berwarna abu gelap dengan simbol "V" di pojokkan suratnya. Ia menariknya, seraya tersenyum penuh suka cita.

"Untuk Bun Ol'dweller"

Dengan garis biru yang tampak berkilauan kontras, sebuah nama tertulis di pojok kanan bawah surat tersebut. Bun Ol'dweller. Adalah nama bocah tembam bertubuh gemuk yang kini tengah tersenyum riang.

Ialah Bun, pemenang ajang memasak tahunan dari Gnomeria. Bocah canggung yang belum begitu hafal ikrar sekolah Gnomon juga bocah yang selalu dihukum setiap harinya karena membawa bekal makanan ke dalam kelas. Surat tersebut adalah surat undangan mengikuti ajang memasak amatir tahunan. Memasak adalah kesenangannya, sementara makan adalah hobi yang ditekuninya. Bun mulai membaca kembali isi suratnya. Namun kejanggalan terjadi.

Tepat ketika langit perlahan menjadi gelap. Ketika mentari perlahan dimakan bayangan hitam dan ketika perut Bun kembali meraung lapar. Tulisan yang tercantum pada suratnya tiba-tiba lenyap berganti menjadi sebuah kalimat.

"I Wish!"

Entah apa yang tengah Bun pikirkan saat itu. Yang terlintas dalam pikirannya hanyalah roti lapis babi buntung saus madu, babi panggang saus tiram, susu madu, permen loli, puding, donat, dan masih banyak makanan lezat lainnya.

Tepat ketika seluruh makanan yang melintas di pikirannya di makan habis—oleh bayangan dalam pikirannya—dan tepat ketika mentari lenyap dimakan bayangan hitam, kejanggalan lainnya kembali terjadi.

Terbangun dari bayangan indahnya tentang makanan. Bun memandang langit yang semakin gelap. Mentari sepenuhnya habis dimakan kegelapan. Sementara tubuh bun serasa tersedot ke dalam bayangan hitam di atas langit. Pelan, perlahan—hingga mual. Kepalanya tertunduk lesu. Penglihatannya kabur. Buram. Namun Bun masih bisa melihat—walaupun samar—sebuah lubang hitam terbentuk di bawah kakinya. Kakinya tak bisa lagi merasakan sekitarnya sementara telinganya berhenti mendengarkan deru angin dan desiran arus sungai.

Lubang hitam perlahan menyedot tubuh gemuknya. Pipi tembamnya sempat tersangkut untuk beberapa detik sebelum akhirnya seluruh tubuhnya tersedot ke dalam lubang hitam tersebut. Kesadarannya pun hilang sepenuhnya.


Nom Nom Nom, Bun~

 Bun terbangun di tengah ruangan kosong bercat putih. Ia tak bisa mengingat apapun selain bekalnya yang habis, perutnya yang lapar, dan lubang hitam yang menyedotnya. Ia pun beranjak dari tempatnya berbaring, menggelengkan kepalanya beberapa kali dan mengejap-ejapkan matanya guna menahan tubuhnya dari pusing yang kembali menyerang.

Ia berusaha untuk berdiri tegak—kemudian terhuyung untuk beberapa saat. Lalu terciumlah aroma lezat yang berasal dari luar pintu yang terbuka lebar. Bun kembali bersemangat, ia berlari mengikuti aroma lezat yang berhasil menggugah perutnya.

Berlari melewati lorong putih berlampu biru, ia melewati beberapa orang yang sama sekali tidak ia hiraukan. Membawanya menuju sebuah ruangan besar dengan atap berbentuk kubah transparan. Langit cerah bercampur awan stratus dengan beberapa garis indah kebiruan tampak begitu memesona. Namun tampaknya gagal menggugah perut gemuk Bun yang kembali meraung kelaparan. Kini aroma lezat makanan membawanya ke arah ruangan lainnya.

Meja bundar dan kursi-kursi tertata rapi dan beberapa pelayan berpakaian seragam tersenyum menyambut kedatangannya. Bun terpukau ketika melihat ruangan tersebut. Matanya secara otomatis tertuju pada sebuah meja yang dipenuhi banyak makanan dan minuman yang menumpuk-numpuk. Pelayan berambut pirang mendatangi Bun seraya mempersilahkan si bocah bertudung biru tersebut untuk duduk di kursi tempat makanan dan minuman telah disajikan.

Tanpa pikir panjang Bun mulai melahap, mengunyah beberapa makanan yang sebagian besar adalah makanan yang ia bayangkan sebelumnya. Roti lapis babi buntung sekali gigit, babi panggang saus tiram sekali telan, susu madu sekali tenggak, donat madu sekali kunyah, permen loli, puding, semuanya ada dalam mulut Bun yang semakin mengembang saja.

Tanpa jeda ia melahap sebagian besar makanan yang dihidangkan di atas meja. Dalam kurun waktu beberapa menit, separuh makanan di atas meja berhasil ia habiskan. Beberapa pasang mata menatap kaget ke arah Bun, namun Bun tak menghiraukannya. Selama makanan masih ada di atas meja, Bun akan sigap memakan seluruh makanan dan minuman yang disajikan untuknya tersebut.

Liur memuncrat ke segala arah kala mulutnya mengunyah habis roti lapis terakhirnya. Saus tomat dan mustard lumer bercampur madu yang meleleh di mulutnya. Belum lagi lapisan keju dan daging babi buntung bercampur lapisan sayur segar dan tomat merah yang terasa gurih di mulut.

"Yum yum doodle dum, nom nom nom. Sungguh nikmat roti lapis terakhir ini, bun~"

Bun menjilati sisa saus pada jari jemarinya. Masih jelas terasa kenikmatan roti lapisnya tersebut tatkala seorang gadis bertudung ungu menyapanya. Sekilas mengingatkannya akan sosok gnome kenalannya. Namun begitu, tatapannya terlihat lapar. Tentu saja Bun tak ingin membagi makanan yang ada di atas meja. Tidak!

"Hei, ayo kemari! Kita makan bersama." Ajak gadis bertudung ungu,
"Ti... Tidak!" tegasnya, "Tidak mau... Bun tidak mau berbagi makanan, bun~"
"Cerewet! Cepat Sini!" sentak sang gadis.

Bun terkejut. Datang dari antah berantah lalu menyentaknya secara tiba-tiba. Kecut mulai mengubah sensasi roti lapis di mulutnya. Namun begitu. Tatapan si gadis terlihat pilu. Tersirat untuk sesaat tatapan sepi di balik pupil matanya yang berwarna sama dengan tudungnya. Bun tahu betul perasaan tersebut, terlebih ketika Bun harus menahan lapar karena ditinggalkan oleh makanan untuk waktu yang sangat lama—satu jam. Bun lantas menelan bulat makanannya, dan telah memutuskan jawabannya.

"B...Baiklah," balas si bocah bertudung biru.
"Asalkan Bun mendapatkan sebagian jatah makananmu," seraya melontarkan senyuman ke arah gadis di depannya.

Tanpa pikir panjang, si gadis mengangguk setuju. Ia tersenyum untuk sesaat seraya mulai memanggil yang lainnya. Sosok lain yang tengah memegang alat aneh penghasil cahaya berbinar, sosok pria bertopeng yang tengah memainkan boneka kayu, dan pria berambut putih yang sedari tadi menatap sekeliling ruangan penuh kecurigaan.

"Lucu. Bonekanya bisa bicara, bun~" gumam Bun menatap seorang pria yang tengah memainkan boneka kayu miliknya.

Bun memalingkan muka ke arah gadis dengan alat penghasil cahaya berbinar. Ia bergumam untuk sesaat, kala melihat tingkah gadis tersebut yang cukup aneh di matanya.

"Aneh, makanan bukannya dimakan malah di sorot pakai cahaya berbinar, bun. Apakah itu caranya memakan sesuatu?" pikir Bun kembali menyantap makanannya.

Bun kembali menatap gadis bertudung ungu. Ia bisa melihat dengan jelas sorot matanya berbinar cerah. Ia tahu betul perasaan gadis di hadapannya berubah senang. Sebelumnya ia pasti kesepian.

***
           
            Radith memandang kagum ke arah sosok tembam yang tengah menyantap banyak makanan di atas meja. Ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Sesuatu yang kasat mata namun jelas bisa ia rasakan. Ia lantas melanjutkan pagelaran wayangnya sembari melihat keadaan sekitarnya. Sesekali ia melihat tab yang ada di sampingnya dan mencocokkan beberapa orang dengan data yang ada pada tabnya.

            "Jadi si gembul itu namanya Bun The Bubble yah, cocok..."

Di tengah pencarian informasinya melalui tab, sesosok gadis di samping Bun memanggilnya, Radith lantas kembali memeriksa tabnya dan menemukan sosok lain yang cocok dengan deskripsi yang ada di dalam tab.

"Liona Lynn, lalu gadis yang tengah memainkan ponselnya itu... Ariana, dan dia..."

            Radith menatap sosok berambut putih yang tengah mengawasi. "Dia Falcon, si pemburu... Menarik" Gumamnya lagi.

Radith lantas menatap Liona seraya menghentikan pagelarannya dan mulai mendekati Liona dan Bun. Perutnya terasa lapar, terlebih ketika ia melihat lahapnya si bocah bertudung biru itu menyantap makanannya.

Radith memutuskan untuk bergabung bersama keduanya. Pelayan kemudian datang dan menulis pesanan yang Radith Inginkan. Juga pesanan milik Liona dan tambahan pesanan dari Bun. Ketiganya mulai berbincang-bincang sambil saling berkenalan satu sama lainnya. Bun masih saja melahap makanan yang tersisa di atas mejanya, sementara Radith dan Liona berbincang-bincang dan sesekali tertawa ke arah Bun disebabkan tingkahnya dalam menyantap makanan.

***

            Hidungnya mengembang untuk sesaat, ia bisa mencium aroma makanan lezat yang begitu menggoda. Tanpa pakaian yang layak dan dengan dandanan ala kadarnya ia memasuki sebuah ruangan. Seseorang berteriak ke arahnya. Heran. Ia lantas tersenyum ke arah gadis yang berteriak tersebut untuk kemudian menamparnya dan meninggalkannya, wajah gadis tersebut merah, sementara ia sama sekali tak tahu apa yang terjadi.

            Ia kembali mengembangkan hidungnya, berusaha menangkap aroma lezat yang jelas berasal dari ruang makan. Namanya Wildan, ia terbiasa hidup di hutan, bersatu dengan alam, melihat langit indah di kala malam, bercumbu dengan sang rembulan, dan berburu untuk sekedar kesenangan bersama sahabatnya Mao dan Alva—harimau putih dan elang emas asia.

            Setelah menerima banyak teriakan. Juga banyak acungan jempol dari beberapa lelaki yang tak ia kenal, sampailah ia di ruangan yang menyeruakkan aroma lezat. Namun sesuatu mengganggunya, penciumannya menerima aroma aneh yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Dengan kaki yang dialiri listrik, dalam sekejap ia bergerak mengejar aroma misterius tersebut.

***


Party, Bun?
           
Bun, Radith, dan Liona masih menyantap hidangan yang disediakan oleh para pelayan. Bun dengan lahap menyantap paha sapi, sementara Liona memakan puding dan beberapa manisan. Radith sendiri memesan sesuatu yang belum pernah Bun lihat sebelumnya. Sesuatu yang beraroma nikmat dan tampak lezat.

            "I...itu makanan apa, bun?" tanya Bun penasaran.
            "Maksudmu ini?" Radith mengangkat sendok berisi gudegnya, "Ini namanya gudeg. Makanan asli Indonesia, mau coba?"

Si bocah gembul tampak tertarik dengan hidangan yang tengah Radith nikmati. Sesekali ia membuka mulutnya ketika Radith memasukkan kombinasi gudeg dan nasi ke dalam mulutnya. Liur menetes dan Bun semakin ingin mencicipinya. Liona tersenyum melihat tingkah bocah bertudung biru di sampingnya, sementara Radith usil memainkan sendok yang ia arahkan ke arah Bun.

Ketika kesempatan melintas, Bun melompat dan melahap sendok yang tengah dimainkan Radith lengkap dengan pergelangan tangannya. Liona tampak  terkejut. Begitu pun dengan Radith yang terlihat terdiam  untuk sesaat. Sementara Bun tersenyum lebar dan perlahan melepaskan pergelangan tangan Radith.

"I... Itu Enak, bun~" seru Bun dengan wajah polos dan senyum yang menunjukkan deretan gigi putihnya, tak lupa jempol tangannya ia angkat tinggi-tinggi..
           
            Liona sontak tertawa ke arah Radith, sementara Radith terdiam untuk waktu yang cukup lama, ia tak melanjutkan makannya. Bun sendiri kembali duduk di kursinya dan menyantap makanannya lagi bak tak terjadi apa-apa.

            Di tengah kekonyolan yang Bun buat, satu persatu sosok yang ada di ruangan tersebut terserap lubang hitam. Bun merasakan lenyapnya beberapa orang yang sebelumnya tengah mencicipi hidangannya. Liona pun menyadarinya, sementara Radith masih terdiam terpaku sembari menatap pergelangan tangannya yang dipenuhi liur.

            Liona tampak terkejut ketika lubang hitam muncul di atas langit-langit. Tepat di bawahnya Bun yang tengah asyik meminum susu madu pesanannya. Liona berusaha memperingatkan Bun. Namun Terlambat. Si bocah gembul mulai tertarik ke atas dan mulai terserap secara perlahan. Bun kaget bukan kepalang. Ia mencoba mencari pegangan dan berhasil memegang sosis gulung dan bertahan untuk beberapa saat. Saat itu pula, Bun melihat Liona dan Radith tersedot ke dalam lubang hitam.

Bun berusaha bertahan, dalam kepanikannya ia berusaha meniti sosis gulungnya. Sebelum akhirnya terkecoh oleh paha ayam yang melayang  dan terserap ke dalam lubang hitam. Bun menarik sosis gulung yang ia pegang, seraya mengejar paha ayam tersebut.

***
            Di depan sebuah istana yang teramat sangat megah, satu persatu kelibat cahaya bermunculan. Membentuk sosok-sosok manusia dan makhluk jenis lainnya hingga membuat ramai halaman depan istana. Bun muncul di bagian tengah kerumunan, tangan kanannya memegang paha ayam, sementara tangan kirinya menggulung sosis gulung.

            Dan tepat di tengah beranda istana, sesosok gadis manusia tengah berdiri anggun. Ia menyapa insan-insan yang ada di bawahnya yang membuat beberapa insan lelaki terpaku dibuatnya. Sosok gadis manusia di atas beranda istana menyebut tempat ini sebagai Alforea dan mulai menyapa semuanya.

            Bun tak begitu mendengarkan. Ia lebih tertarik memakan paha ayam yang ada di tangannya. Waktu berlalu begitu singkat, dan paha ayamnya kini habis ia santap. Beberapa orang berkumpul, beberapa orang lainnya tampak kebingungan, sementara Bun yang tak mendengarkan penjelasan dari sosok-sosok yang ada di beranda hanya bisa terdiam sambil mengunyah tulang ayam. Namun begitu, Bun merasakan tiga sosok mendekat ke arahnya.

Radith dan Liona mendekati Bun yang tengah berdiri sendirian di tengah halaman istana. keduanya berjalan bersama sosok lain yang berpakaian ala kadarnya dan berambut acak-acakan. Bun menoleh seraya memandang Liona dan Radith. Liona melambaikan tangannya ke arah Bun, sementara Radith masih saja menatap pergelangan tangannya. Sosok yang bersama Liona dan Radith ikut melambaikan tangannya ke arah Bun.

            "Hei Bun, apa kau telah bergabung dalam tim?" tanya Liona,
"Ti... Tim apa? Maksudnya apa, bun~"

            Liona menatap tangan kanan Bun yang memegang tulang paha ayam. Ia mulai mengerti bahwa Bun tak memerhatikan arahan dari Nurma. Lantas, Liona menjelaskan semuanya, termasuk tentang Wildan. Bun mengangguk-angguk tampak mengerti, ia kemudian tersenyum ke arah Liona seraya berteriak lantang.

            "Ayo buat tim,bun!"
           
            Radith menyela. Ia menjelaskan bahwa misi dan turnamen yang ada di hadapan mereka bukanlah sekedar main-main. Bun hanya tersenyum ke arah Radith sembari mengangguk-angguk setuju. Sekali lagi ia berteriak lantang.

            "Ayo buat tim, dan tidak main-main, bun!"
           
            Ketiganya sontak terkikih geli. Entah bagaimana ceritanya bocah polos gembul yang ada di hadapan mereka bisa masuk ke dalam turnamen seperti ini—juga kakek tua bau kentut yang ada di pojokkan halaman istana itu.

            Seorang pelayan berambut pirang berjalan ke arah keempatnya. Ia bertanya apakah tim mereka telah terbentuk. Keempatnya mengangguk—sudah. Lalu sang pelayan kembali bertanya perihal ketua tim.

Liona, Bun, dan Wildan serempak menunjuk Radith. Tak bisa mengelak, Radith mengangguk untuk kemudian melontarkan nama tim mereka.

"Lightbringer, itu nama tim kami,"
"Baiklah." Balas pelayan.

Sang pelayan kemudian membuka portal dan mempersilahkan tim Lightbringer untuk masuk ke dalam portal. Pelayan ikut masuk ke dalamnya dan perlahan suasana halaman istana menjadi sepi. Nurma dan Tamon Ruu tampak tersenyum.


Prelude – Before Midnight

            Portal muncul di atas sebuah bukit yang menjulang tinggi. Langit tampak begitu gelap bertabur bintang dengan pancaran bulan—Alkima—yang bersinar terang. Radith dan Liona muncul dari dalam portal, lalu disambung Wildan dan Bun yang terlihat sangat bersemangat.
           
            Pelayanlah yang terakhir muncul dari portal. Ia kemudian menutup portal tersebut dan mulai mengumpulkan tim Lightbringer yang tampak masih terpukau dengan keindahan malam di Alforea. Bun masih ingat bahwa langit ketika berkumpul di depan istana adalah langit biru cerah, kini ia melihat langit malam yang begitu indah. Ia berspekulasi bahwa ia tengah berada di sisi lain Alforea.

            Setelah semuanya dikumpulkan. Mereka dibawa berjalan menuju sisi bukit dan menunjukkan sesuatu yang membuat  tim anggota Lightbringer terbelalak.

Gurun pasir membentang luas, hawa dingin yang menusuk bak angin lalu tertutup panasnya medan pertempuran. Dua kubu tengah bertarung. Lebih tepatnya, ribuan monster berbagai jenis tengah menyerang bagian terluar benteng yang dijaga oleh sekurangnya lima ratus pasukan kerajaan berbendera griffon.

Radith tertegun kala melihat ribuan monster yang datang dari arah timur menyerang pasukan Alforea yang bertahan di bagian barat gurun pasir. Wildan sendiri sudah tak sabar ingin turun membantu pasukan kerajaan, namun ditahan oleh Liona yang juga sangat ingin menolong. Bun terlihat sangat kesal yang entah apa penyebabnya. Sedari tadi ia hanya menggesek-gesekkan telapak kakinya di atas tanah berpasir.

"Seperti yang kalian lihat, invasi ribuan monster tengah terjadi," papar pelayan.
"Bantulah mereka, pergunakan apapun yang kalian miliki, cari kemungkinan yang bisa kalian pergunakan, dan bawa kemenangan bagi Alforea!" lanjut pelayan seraya membuka portal dan meninggalkan mereka.

Radith menunjuk sebuah istana tua yang dilindungi oleh beberapa monster besar. Ia merasakan sesuatu yang mengerikan berada di sana. Bun mengangguk setuju, ia dapat merasakan sebuah artifak sihir yang entah apa bentuknya. Wildan sendiri hanya menggigil. Bukan hanya karena angin malam di atas gurun, tetapi juga karena sesuatu yang sempat ia lihat di istana tua tersebut. Sementara Liona sudah tak sabar ingin segera menolong pasukan Alforea.

Radith kemudian mengatur siasat, ia meminta detail kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota tim, termasuk dirinya sendiri. Ia berpikir, lebih jelas mendengarkan langsung dari mulut mereka sendiri, ketimbang harus mengecek tab satu persatu.

Setelah terbentuk siasat yang sesuai dengan keadaan dan kondisi saat ini. Radith berdiri dan meminta ketiga lainnya untuk bersiap. Wildan ikut berdiri, begitu pun Liona. Namun tidak dengan Bun, ia tertunduk lesu. Sesuatu mengganggunya, sesuatu yang sangat fatal mengganggunya.

"Ra...Radith... Pasir ini membutakan Bun, indra perasa Bun menjadi kurang peka, bun~" keluh Bun sedih.


Nightmare

            Bun tertegun. Sedih karena telah mengecewakan rekan-rekannya. Sial. Hamparan gurun pasir di sekelilingnya membutakan indra perasanya. Padahal ia telah menjelaskan tentang keahlian kaumnya tersebut.
           
            Radith yang telah mengatur siasat sebelumnya lantas mengubah seluruh skenario siasatnya. Bun ia hilangkan dalam daftar siasatnya dan mencoba mencari jalan lain guna melewati ribuan monster yang tengah menyerang pasukan Alforea. Liona menatap Bun yang tampak kecewa, sementara Wildan kembali duduk bersila sembari mengamati keadaan gurun pasir yang dipenuhi monster-monster berbagai jenis, jelas sekali jumlah mereka tak bisa dihitung jari. Ia memekakan indra penglihatannya, berusaha menangkap gerakan kecil yang sebelumnya ia lihat di istana tua.

            Tampak dari atas bukit tempat mereka tengah berkumpul, dua menara kristal berdiri menjulang mengapit istana tua yang menyeruakkan hawa mistis yang sangat mengerikan. Sekilas Bun melihat kedua menara dengan kristal di atasnya tersebut, mulai mengganjal pikirannya. Radith masih melanjutkan diskusinya bersama Liona, sementara Wildan mulai bergabung dalam diskusi mereka. Bun terasa diasingkan, tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

            Waktu yang mereka miliki tak lebih dari satu jam. Harus menghentikan invasi monster, dan mempertahankan pasukan Alforea yang sudah jelas kalah jumlah. Bun menyadari bahwa kunci dalam misi kali ini adalah istana tua dan dua menara kristal yang mengapitnya. Namun untuk menembus melewati ribuan monster guna mencapai istana adalah hal mustahil. Sebelumnya bukanlah hal yang mustahil jika saja indra perasa miliknya tidak dibutakan oleh gurun pasir di sekelilingnya. Ia bisa memberikan alternatif jalan menuju istana tua tanpa diketahui oleh siapa pun.

            Kejanggalan terjadi, Bun merasakan ada sesuatu yang aneh dengan rembulan yang menggantung di atas langit. Semakin lama, rembulan semakin membesar saja. Bun berusaha memberi tahu yang lain, namun tampaknya yang lain tak begitu mendengarkan peringatannya. Radith yang telah mengantongi informasi mengenai kemampuan setiap rekannya dan mengatur siasat lain akhirnya menemukan solusi terbaik. Namun sayang, kekhawatiran Bun menjadi nyata.

            Bulan semakin mendekat, perlahan retak hingga akhirnya terbelah menjadi dua bagian. Sesosok kuda bersayap api dan bertanduk merah muncul dari puing-puing terbelahnya rembulan. Begitu besarnya makhluk tersebut hingga sebagian langit malam tertutup sayap kuda yang mengembang gagah. Sosok tersebut lantas mengamuk, kedua sayapnya melesatkan bola-bola api yang menyerang siapa pun yang ada di medan perang. Moral pasukan Alforea seketika merosot, sementara dentuman-dentuman dan raungan-raungan kemenangan dilontarkan oleh ribuan monster yang ada di medan perang.

            Radith tertegun. Begitupun Liona dan Wildan ketika melihat sosok kuda sebesar itu. Ketiganya bak kehabisan akal saja, nyalinya seketika menciut dan asa untuk menghentikan peperangan pupus sudah. Ketiganya melihat sosok kuda bersayap yang perlahan meluluh lantahkan pasukan Alforea.

Sementara itu, Bun tampak takjub melihat sosok kuda sebesar itu. Ini kali pertama ia melihat sosok besar yang sangat ia sukai. Ingin sekali ia berteriak kala itu, namun berusaha ia redam. Bun sejak dulu selalu mendambakan kuda tunggangan kaum manusia. Kini di hadapannya, sesosok kuda besar dengan sayap membara dan tanduk kristal berwarna merah menyala melayang di angkasa.

            Beberapa pemanah pasukan Alforea berusaha melukai kuda tersebut. Begitu banyak anak panah yang menancap di kulitnya hingga membuat kuda tersebut mengerang sekencang-kencangnya. Memekakan siapa pun yang ada di sana saat itu.

            "TAMON RAH!"

            Erangannya membuat terpaku hampir seluruh makhluk yang ada di sana. Ia kemudian menjatuhkan diri dan mengempaskan anak-anak panah yang berdatangan ke arahnya. Bumi bak terkena gempa tektonik, hingga getarannya merambat sampai bukit tempat tim Lightbringer berada. Anak panah yang tertancap di kulitnya seketika melebur menjadi abu dan luka  tusukan ratusan panah lenyap dalam  hitungan detik.

Di saat sepasukan penyihir Alforea mulai merapalkan mantra, saat itu pula sang kuda mengangkat kedua tungkai depannya. Ia menghempaskan kedua sayapnya, seraya berlari menerjang siapa pun menuju pasukan penyihir. Sekali terjang. Pasukan penyihir luluh lantah oleh hardikan sang kuda bersayap.

Sekali lagi sang kuda melakukan hal yang sama, kali ini targetnya adalah sepasukan penyembuh dari pasukan Alforea. Sesaat kemudian, Kuda raksasa menerjang naga kembar api dan es seraya menggigit kedua lehernya. Tampak semburan api dan es yang tertahan di sela-sela lehernya untuk kemudian tersembur bebas ke angkasa. kedua naga tersebut mati seketika. Tanpa kepala. Memunculkan kengerian bagi siapa pun yang melihatnya.

Bun yang sedari tadi mengamati tingkah kuda bersayap tersebut menemukan ide gila. Ide yang mungkin bisa membawa mereka menghentikan peperangan sekaligus membuka jalan bagi mereka.


We Are Electric!

            Radith, Wildan, dan Liona menyisir menuruni bukit. Ketiganya kemudian berpencar menuju tiga arah yang saling berlawanan. Walaupun ketiganya agak  ragu dengan  ide yang Bun  lontarkan. Alih-alih membicarakannya lebih dalam lagi, Bun malah meninggalkan  ketiganya terlebih dahulu, menuju medan peperangan dan lenyap entah ke mana.

Radith berlari lurus menuju istana tua, Wildan berlari menerjang ribuan monster yang bergerak menuju pasukan Alforea, sementara Liona berlari ke arah kemah pasukan Alforea.
           
"Mungkin yang akan Bun bicarakan ini terdengar gila, tapi percayalah, Bun melihat potensi yang bisa kita pergunakan, bun~"

Wildan memanggil harimau putihnya seraya mengeluarkan kedua sabitnya lalu menunggangi harimau putih tersebut. Tanpa pikir panjang ia menyerang monster yang ada di sekelilingnya. Menyabet sebagian besar monster-monster yang mulai beranjak dan menyerang ke arahnya. Tatapannya lurus ke arah pasukan Alforea yang tengah diserang oleh kuda bersayap. Ia menunggu...

"Jika kita tak bisa membuka jalan menuju istana tua itu, bagaimana jika kita membuat jalan saja, bun?"

"Bumi gonjang ganjing!"
Radith berteriak penuh semangat, kilatan listrik perlahan menyelimuti tubuhnya. Daratan di bawahnya bergetar untuk sesaat dan monster-monster mulai berkumpul mengelilinginya. Ketiga wayangnya muncul seraya berubah menjadi tiga pusaka berkilau dan bersatu dengannya. Pasukan monster sukses mengurung Radith. Namun kemudian, kilauan keemasan terpancar dari dalam  kepungan monster-monster  tersebut. Sukses mementalkan semua yang mengerumuninya.

Perhatian kuda bersayap seketika teralihkan. Geram menatap ke arah Radith yang mengeluarkan jurus dan mulai melesatkan panah listrik "pasopati" tanpa henti ke arah monster yang ada di hadapannya. Ia berlari sembari melesatkan serangannya, membuka jalan baginya menuju istana tua. Kuda bersayap lantas mengembangkan sayapnya. Lantas menerjang ke arah Radith sembari menghempaskan monster-monster yang menghalangi jalan si kuda bersayap. Semuanya sesuai dengan apa yang telah Bun bicarakan.

"Kuda raksasa itu tertarik dengan sesuatu yang berkilau, bun. Jadi, coba kita pancing dengan sesuatu yang menyilaukan mata, bun~" Radith menatap ke arah istana tua seraya tersenyum. Secercah harapan mendatanginya, ia kembali melesatkan panah listrik sembari mencari keberadaan si gembul Bun.

Terjangan kuda bersayap meluluh lantahkan pasukan monster yang ia lewati. Lontaran hujan api dari sayapnya pun ikut menghanguskan sebagian besar monster yang ada di bawahnya. Radith berhenti untuk sesaat, seraya melepaskan panah listrik ke arah Wildan, memberikan tanda sekaligus menyerang menembus barikade monster yang bergerak mengurung Wildan.

Wildan yang terkepung sontak memancarkan cahaya berkilau putih dari tubuhnya. Listrik terkumpul di tubuhnya, mengubah rambutnya menjadi berkilau putih dan memipihkan kedua pupil matanya hingga menyerupai mata tunggangannya.

Cahaya putih berhasil membutakan monster-monster yang ada di sekelilingnya, memudahkannya dalam mengalahkan monster-monster tersebut. Juga, secara tidak langsung membawa si kuda bersayap mendekatinya. Membiarkannya menerjang ratusan monster kecil di bawahnya.

Perlahan, pasukan monster yang tersisa di barisan terdepan musuh berkurang secara signifikan, walaupun pasukan Alforea pun banyak yang gugur oleh si kuda bersayap. Wildan terus berlari menjauhi baris depan, membawa si kuda berkeliling mengitari bagian timur gurun pasir.

"Jauhkan kuda tersebut dari pasukan Alforea, bun. Pancing kuda tersebut untuk menjauh dari pasukan sejauh mungkin. Lalu, butakan monster-monsternya, bun." Wildan tersenyum untuk sesaat. Ia mulai menikmati perannya kali ini.

Penuh semangat, tiba giliran Wildan dalam memancing si kuda bersayap. Menunggangi harimau putihnya, keduanya berlari laksana kilat. Begitu cepat hingga dari jauh yang terlihat hanyalah cahaya putih yang bergerak lincah dikejar kuda bersayap.

Sementara itu, Liona sampai di kemah pasukan Alforea. Pasukan yang tersisa sangat sedikit. Terlalu banyak korban yang terluka ataupun mati akibat peperangan ini. Ia bisa melihat kuda bersayap terus bergerak menjauhi pasukan Alforea. Tampak mengikuti sumber cahaya yang bergerak cepat mengarungi gurun pasir.

Komandan tertinggi pasukan Alforea menghunuskan senjatanya ke arah Liona, mempertanyakan maksud dan tujuannya ada di sini. Liona mengangguk, seraya tersenyum untuk sesaat, jawaban dari pertanyaannya seketika terjawab kala itu.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan setelah mendatangi komandan pasukan Alforea?" tanya Liona tak yakin
"Mudah saja, bun. Minta dia untuk menarik mundur pasukan. Nanti juga mengerti, bun~" Senyum Bun seraya melompat turun menelusuri bukit meninggalkan yang lainnya.

            Liona menjelaskan kehadirannya beserta yang lainnya. Komandan tampak terkejut ketika tahu keempatnya melakukan hal yang bahkan di luar nalar ahli strateginya sekalipun. Ia kemudian menurunkan senjatanya seraya mengangkat bendera berlogo griffon dan melantangkan isyarat mundur kepada pasukan di medan perang. Liona juga menjelaskan tentang sosok kuda bersayap dan strategi yang dibentuk oleh si bocah bertudung biru. Ia meminta sembilan lini depan terbaiknya untuk bergabung bersamanya.

Sir Lulung the Stronghold sendirilah, sang komandan tertinggi perbatasan timur Alforea yang turun langsung bersama Liona. Dari kejauhan, tampak Liona bersanding dengan Sir Lulung dan delapan pasukan terbaiknya berjejer di depan kemah.

Sir Lulung mengangkat tinggi-tinggi bendera kebesaran Alforea seraya berteriak lantang demi kemenangan pasukan perbatasan timur Alforea. Pada saat itu pula, Liona tersenyum tak percaya seraya merapalkan hymn kemenangan.

"Bun. Kau ini benar-benar sesuatu, huh..."
"Avalon!"

Tirai cahaya berkibar dari balik tubuh Liona. Melayang ke angkasa seraya melingkupi Liona, dan kesembilan pasukan Alforea. Sir Lulung menatap Liona sembari menepuk pundaknya. Ia berjalan  satu langkah, sebelum  akhirnya memompa moral sisa pasukannya.

"Sudah waktunya, DEMI ALFOREA! HAROSHOOOOOO!" teriak Sir Lulung seraya  berlari  diikuti Liona, delapan  pasukan  baris depan,  dan sisa-sisa pasukan yang tersulut moralnya. Tujuan mereka semua sama, yaitu istana tua yang dihimpit dua menara kristal.

***

"Nexus!"
Teriak Bun sembari melompat turun menyusuri bukit. Petir menerjang awan, membelah langit menjadi dua dan menyambar Bun untuk kemudian memanggil sesosok gnome bertudung ungu dan melayang di sampingnya. Ia meninggalkan rekan timnya sekaligus ingin memastikan satu hal. Ia memerhatikan kuda bersayap yang sama sekali tak memberikan respons. Ia kini semakin yakin. Teramat sangat yakin.

"Mengapa kau memanggilku, mon~" seru Monica, sosok gnome melayang yang kini mencubit gemas pipi tembam Bun yang tengah menyusuri bukit.
"Le... Lewpaskan cuwbitannya, buuun. Bwun bwutuh bantuwan Moniwcaaa" seru Bun memohon
"Baiklah. Tapi ada syaratnya, mon~"
"Duwa bowtol juws angguwr dan pie unguw sewperti biasawnya kawn? Sewtujuu, bwuuun~"

Tanpa negosiasi lebih lanjut, Monica menyetujui tawaran dari Bun. Ia lantas memanggil kedua ruh kesayangannya—Purplepie dan Graycakes—seraya melayang menyusuri medan pertempuran setelah mendengarkan detail permintaan Bun. Bun mengikuti dari belakang.

Bun berlari kencang sementara Monica melayang di depannya, melewati celah sempit di antara pertarungan pasukan Alforea dan monster yang terlihat oleh keduanya. Indra perasa Bun mungkin memang buta bila menginjak daratan berpasir seperti ini, namun indra perasa panas tubuh Monica tentu sangat berguna dalam mencari celah sekalipun dalam ruang lingkup peperangan seperti ini. Tujuan mereka hanyalah satu, istana tua yang sejak awal mengganjal di benak Bun.

Dengan sigap Bun melewati beberapa monster yang bertarung melawan pasukan kerajaan. Monica sesekali melontarkan Purplepie guna mengutuk beberapa monster sekaligus. Melambatkan gerakan mereka untuk waktu yang singkat. Ia juga melontarkan Graycakes ketika Bun hampir terkena serangan monster. Menghentikan gerakan monster dan menyelamatkan Bun.

Bun tak tinggal diam, Ia mengalirkan gelombang kejut yang sontak menghentikan gerakan monster di sekitarnya sekaligus meningkatkan kecepatan pasukan Alforea. Bun tengah berjuang dengan caranya sendiri. Cara seorang Artifice dalam menemukan dan membuka sebuah potensi, seperti yang selalu disebutkan oleh paman Branze—idolanya.

Bun hanya berharap satu hal. Yaitu rekan-rekannya mempercayainya. Dan di saat semuanya berjalan mulus, Monica tiba-tiba lenyap dari hadapannya. Ia terkejut bukan kepalang. Fokusnya seketika lenyap di tengah medan penuh monster dan pasukan Alforea. Terlebih karena ia tak bisa berbuat banyak.

***


            Radith mengganti mode bertarungnya, ia mulai melapisi tangan dan kakinya dengan energi listrik. Ia meninju monster di depannya, melakukan tendangan berputar, dan mengakhiri dengan hantaman di atas kepala. Ia melakukan kombinasi pukulan dan tendangan secara terus menerus, berusaha mengatur penggunaan prananya.

Ia terus membuka jalan menuju istana di utara, sampai akhirnya ia berhasil menemukan Bun yang tengah bertarung dengan monster jelly berwarna merah. Namun ada yang janggal dengan tingkah Bun, ia tampak berbeda, terlebih warna kulitnya yang berubah kemerahan, dan mulutnya yang terus menerus menganga bak kelaparan.

Radith sekilas mendengar teriakan lapar. Dan beberapa monster di sekitar Bun tampak terkapar dengan kaki, tangan, ataupun leher yang terpisah bak digigit oleh kuda bersayap. Lantas Radith berlari ke arah Bun, ia berusaha melindungi bagian belakang Bun yang terbuka lebar.

Niat baik Radith justru berbuah petaka. Bun menatap lapar Radith seperti tengah melihat gudeg jogja yang sebelumnya ia cicipi. Bun tersenyum ke arah Radith, untuk kemudian melompat dengan mulut menganga dan liur yang memuncrat ke segala arah.

Radith terkejut bukan kepalang. Ia mengelak dari lompatan Bun seraya berbalik dan menyiapkan panah  pasopatinya seraya melesatkannya ke arah monster yang ada di belakang Bun. Kembali, Bun menatap Radith dan siap melompat kembali. Radith mundur dua langkah, tak yakin harus menyerangnya atau menahannya. Kakinya menginjak tas ransel Bun yang terbuka dengan barang bawaannya yang berserakan. Sekilas ia melihat sosis gulung. Satu-satunya makanan yang terlihat sepanjang gurun pasir membentang.

Dengan sigap Radith berguling menghindari lompatan bun sekaligus meraih sosis gulung. Ia kemudian melemparkan sosis gulung ke arah mulut Bun yang terbuka sangat lebar. Bun yang tengah melompat ke arah Radith terhenti seketika. Ia mulai mengunyah sosis gulung dan mengembalikan tubuh Bun seperti semula.

Keduanya sudah tak jauh dari tujuan mereka. Bun tampak terhuyung untuk sesaat, kesadarannya mulai kembali dan menatap kosong Radith yang berada di sampingnya. Ia menghantam pasukan monster yang kembali berdatangan. Bun tersenyum tanpa tahu kegilaan yang telah ia lakukan. Ia lantas berlari mengikuti Radith menuju istana bermenara kristal.

Masih banyak monster-monster yang menjaga sisi terluar istana, monster besar dengan otot mengembang dan tubuh kekar. Radith menyiapkan tinju petirnya, sementara Bun siap memanggil kerabatnya jika diperlukan.

Bak listrik yang merambat kencang, Wildan datang menunggangi harimau putih tunggangannya. Setelah sekian lama mengeluarkan listrik dari tubuhnya, ia mulai kehabisan tenaga listriknya. Ia menggiring jauh kuda bersayap hingga ke sisi timur dari gurun pasir, untuk kemudian menghentikan cahaya listriknya dan bergerak secepat kilat meninggalkan si kuda bersayap.

Ketiganya tersenyum kala sepasukan berbaju zirah datang ke arah mereka. Dipimpin oleh seorang komandan bersenjatakan martil dan membawa bendera bersimbol griffon. Liona ada di samping sosok tersebut, melindungi pasukan yang ada di belakangnya sembari membalikkan keadaan.

Pasukan yang dilingkupi cahaya aurora dari Liona berderet membentuk formasi bertahan, mereka menghentikan pasukan musuh di kala komandan mereka bergabung bersama yang lainnya.

"Kalian gila, sinting, nekat..."
"Kalian Siap?"

Bun mengangguk siap, begitu pun Radith dengan tubuh dilingkupi prana listrik. Wildan sendiri berusaha untuk bertahan lebih lama lagi, sementara Liona kini berdiri di bagian terdepan bersama Sir Lulung dan Wildan.
.
"Baiklah, HAROSHOOOO!" teriak komandan pasukan Sir Lulung The Stronghold


The Outcome

            Mendengar teriakan membahana Sir Lulung. Bun memukul pasir berbatu di bawah kakinya. Merambatkan listrik miliknya seraya berteriak membuka serangan. Listrik merambat sejauh radius dua puluh lima meter, sukses menyetrum seluruh musuh yang menjaga barisan depan istana. Bukan hanya itu, listrik yang merambat meningkatkan tensi tubuh rekan-rekannya. Meningkatkan kecepatan serang dan gerak kawan yang ada di dalam radius yang sama.

            Sir Lulung melompat mengayunkan martil raksasanya, berhasil membanting mundur monster besar yang tersengat aliran listrik Bun. Sementara itu, Radith berlari dengan tinju yang dilingkupi prana listrik, memukul mundur raksasa besar hingga terpental jauh ke belakang.

Wildan yang sebelumnya kehabisan daya listrik mendadak tersulut hingga kaki dan tangannya berdenyut mendapatkan pompa daya listrik, ia melompat melewati sepasang monster besar dan menyabetkan sabit kembar miliknya.

            Ketiganya membuka jalan, Liona merapalkan Hymn Avalon seraya melingkupi kelimanya dengan tirai cahaya. Sementara Bun mengekor di belakang mereka. Wildan, Sir Lulung, dan Radith terus menjatuhkan monster yang menjaga istana. Tirai cahaya Liona menyerap setiap serangan dari monster yang menyerang kelimanya.

Kilatan cahaya bermunculan dari arah menara. Menyerang tirai cahaya walaupun tak begitu merusak. Namun begitu, kilatan-kilatan tersebut terus mengoyak perisai cahaya Liona. Bun tak bisa tinggal diam. Ia berlari ke depan sendirian memasuki istana dan meninggalkan yang lainnya—lagi.

Bun kembali berteriak. Halilintar menyambar tubuhnya, menghanguskan mereka yang ada di sekitarnya. Sesosok gnome lain muncul melompat-lompat penuh semangat. Indra perasa Bun kini berfungsi kembali. Ia bisa merasakan keseluruhan isi istana tersebut.

            "Sepupu Bun-sepupu Bun, kau membutuhkan bantuan Merry, non~"
            "Uh... Hi... hilangkan kami, bun... Cepat!"
            "Tentu sepupu Bun, tentu non~"
           
            Merrygold—bocah gnome bertanduk rusa—melompat girang. Ia melafalkan buku per buku benda yang kini perlahan muncul di atas langit-langit lantai satu istana. Tongkat penangkap mimpinya ia ayun-ayunkan di atas langit.
           
            "Noc-towl-to-te-maaaa, non~"

            Totem besar berbentuk burung hantu muncul dan menimpa beberapa monster sekaligus. Kemudian melenyapkan Ke-enamnya dari pandangan monster di dalam istana. Mereka hanya memiliki jeda menghilang yang sangat singkat dan Bun kembali merambatkan listrik hingga meningkatkan laju gerak rekan-rekannya sembari menginformasikan tentang keadaan istana tersebut.

Semuanya bergegas menaiki tangga menuju lantai kedua istana. Seperti yang telah diinformasikan oleh Bun bahwa lantai dua istana tidak dilindungi monster satu pun. Hanya sesosok bayangan yang kini tampak duduk di atas singgasana raja sembari menonton peperangan yang terjadi di medan perang. Sosok tersebut berbalik menatap keenamnya seraya meletakkan kaleng minumannya.

"Kalian lihat itu? Pasukan kalian perlahan musnah, semuanya mati!"
"Mendekati istana ini sudah tentu kesalahan terbesar kalian. Sihir menara perlahan mengoyak perisai cahaya kalian juga, bukan?"

Sir Lulung berlari ke arah sosok bayangan bertopi cowboy. Ia mengempaskan martilnya tepat mengenai tubuh bayangan tersebut. Namun aneh, ia lenyap dalam hitungan detik dan menyerang balik Sir Lulung hingga terpental ke arah yang lainnya. Merrygold kemudian mendekati Sir Lulung dan mulai menyembuhkan lukanya.

"Kau pikir serangan seperti itu bisa melukaiku? Stronghold!"

            Radith melesatkan panah pasopatinya. Namun lagi-lagi sosok bayangan hitam dengan mudah mengelak serangan dari Radith. Wildan tak tinggal diam, ia melompat dan menyabetkan sabit kembarnya. Namun bisa ditepis hingga kedua sabitnya terpental ke luar jendela.

            "Sudahlah. Jangan membuang-buang waktu kalian. Lihatlah di luar sana, Dewa Tamon Rah kembali mengamuk!"
           
Tampak dari kejauhan, Tamon Rah kembali dan semakin tak terkendali. Kuda bersayap tersebut berlari ke arah kemah yang ditinggalkan Sir Lulung. Sekali lagi, kilatan cahaya berdatangan menyerang mereka.

Liona menghilangkan tirai cahayanya. Ia kemudian membentuk cahaya-cahaya menjadi pedang-pedang yang melayang di sekeliling dirinya. Setiap serangan kilatan cahaya yang berdatangan ia serap semuanya.

"Kalian tak mungkin bertahan jika terus seperti ini. Hancurkan kristal menara kembar itu. Hancurkan secara bersamaan."

Bayangan tersebut kemudian lenyap tak bersisa. Meninggalkan tanda tanya bagi semuanya. Radith mengajak yang lainnya untuk menaiki atap istana. Bukanlah hal yang sulit tentunya bagi Radith dan Wildan, namun tidak dengan Bun dan Merrygold.

Liona yang menyadari hal tersebut lantas membopong Bun dan Merrygold seraya berlari dan melompat ke luar jendela. Kakinya berpijak pada ruang hampa untuk kemudian memantulkan tubuhnya menuju atap istana. Kini mereka semua mulai melihat puncak kedua menara yang mengapit istana tua, kristal tampak di puncaknya, kembali menembakkan kilauan cahaya ke arah mereka.

Tampak Sir Lulung berlari menghantam-hantamkan senjatanya. Ia mungkin menginginkan kemenangan, namun pasukan dan negerinya jauh lebih penting ketimbang kemenangan. Ia kembali menggelorakan teriakannya. Memanggil Tamon Rah seraya menghantamkan martil besarnya di atas tanah. Tamon Rah merespons. Ia berbalik dan mulai menerjang ke arah Sir Lulung.

Radith melancarkan panah pasopatinya ke arah kristal. Namun tak menimbulkan efek apapun. Wildan melancarkan serangan sabit kembarnya dan sukses menghancurkan satu Kristalnya. Namun sial, kristal tersebut kembali terbentuk.

Bun kembali menyadari artifak aneh yang sebelumnya ia rasakan. Adalah kedua kristal yang memancarkan hawa kuda yang sangat menyengat. Begitu mengerikan hingga menciutkan beberapa pasukan monster hingga tak ada yang menjaga lantai dua istana. Begitu pun dengan makhluk-makhluk bersayap yang menjauh dari kedua menara tersebut.

            "Pakai serangan fisik, bun~"

            Sir Lulung menahan hardikan kuda bersayap dengan menggunakan perisai dan palu martilnya. Namun tak bertahan lama hingga palu martil dan perisainya retak secara perlahan. Radith mendengarkan teriakan Bun. Wildan dan Radith berbarengan melancarkan serangan terkuat keduanya. Kristal hancur berbarengan, diikuti runtuhnya menara dan lenyapnya monster-monster yang ada di medan tempur.

Begitu pun dengan Kuda bersayap yang perlahan menciut hingga ke ukuran kuda pada umumnya. Serpihan kristal melayang membungkus kuda bersayap, kemudian melesat naik membumbung tinggi ke angkasa menuju belahan bulan yang perlahan kembali menyatu.

Wildan dan Radith terkapar lelah. Sementara Merrygold lenyap dikarenakan batas waktu yang telah melewati limit. Bun merengek lapar. Sementara Liona melenyapkan pedang-pedang cahaya dan ikut tertunduk lelah. keempatnya sukses. Namun sama sekali tidak bisa mereka banggakan. Kemunculan sosok bayangan dan habisnya pasukan perbatasan timur Alforea menjadi alasannya. Sungguh di luar dugaan mereka semua.

Namun Begitu, Sir Lulung datang mendekati mereka. Ia tersenyum ke arah keempatnya sembari mengangkat bendera kebanggaannya. Ia tancapkan bendera tersebut di puncak tertinggi atap istana. Ia berteriak lantang sembari mengibarkan benderanya. Disambut mentari pagi yang menyingsing di balik tubuhnya. Portal kembali terbentuk, menyerap keempatnya dan meninggalkan medan pertempuran.

**FIN**

43 comments:

  1. Maaf Aki, tapi pembukaannya agak bertele" buat saya. Mungkin karena saya bukan tipe yang mainan deskripsi

    Saya ga akan komentar soal interaksi tim ini soalnya kayaknya udah fix dari sebelum prelim mulai. Tapi sebagai pembaca saya agak merasa terasingkan, kok kayanya mereka bisa akrab tapi saya kurang bisa ngikutin kenapanya

    Pas maidnya bilang 'bantulah Alforea', saya jadi nanya" lagi 'emang apa kepentingan mereka mesti bantu orang" Alforea?'. Kalau karena diserang monster rasanya Bun bisa diitung monster juga di mata 3 manusia temen setimnya #plak Btw kalo monsternya yang menginvasi, kenapa pihak yang ngelindungin kristal kayanya malah monsternya ya?

    Masuk ke rembulan mau jatuh, barulah saya ngerasa kalo entri ini agaknya kebanyakan tell. Saya kasih contoh :

    "Kejanggalan terjadi, Bun merasakan ada sesuatu yang aneh dengan rembulan yang menggantung di atas langit. Semakin lama, rembulan semakin membesar saja. Bun berusaha memberi tahu yang lain, namun tampaknya yang lain tak begitu mendengarkan peringatannya. Radith yang telah mengantongi informasi mengenai kemampuan setiap rekannya dan mengatur siasat lain akhirnya menemukan solusi terbaik. Namun sayang, kekhawatiran Bun menjadi nyata"

    Kayanya lebih hidup kalo Bun berusaha ngingetin pake dialog, tapi sekali lagi ini komen bias karena bisa jadi itu cuma preferensi saya. Cuma karena seterusnya pun apa yang terjadi sekedar disebut aja tanpa banyak reaksi yang nunjukin karakter mereka dari dialog, ada perasaan kurang di saya

    Pas Monica (kemudian Merrygold) muncul juga, ini kan karakter di luar 4 karakter seharusnya, tapi kok berasa dia mau nongol ya nongol aja, ga dijelasin ke pembaca ini siapa dan mau apa.

    Sampe akhir tetep berasa kayak saya sekedar diceritain 'apa yang terjadi' alih" sebuah cerita utuh yang bernarasi lewat tulisannya ke saya.

    Cameo sir Lulung ini juga berasa irrelevan, mungkin niatnya biar ada humor tapi kerasa ga penting buat saya selain ngasih informasi yang mestinya bisa dikasih maid dari awal aja. Malah keramean tapi banyak yang kurang sorotan

    Endingnya meski konklusif tapi berkesan 'gitu aja', kalo dibandingin sama pembukannya yang kelihatannya lebih niat

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hatur nuhun sekali Tante, eh, paman, eh.... Kaka Dynaaaa :D

      Yup2... Bagian awalnya memang udah saya rencanakan dengan matang. Sementara bagian akhirnya itu sesuai rencana, tapi tidak digarap dengan matang.

      Wah, emang sih, terlalu minim dialog dan terlalu tell XD

      thank you again, bun~

      Delete
  2. Deskripsi tentang setting langit tempat Bun berada itu kayaknya bertele-tele. udah disebut kala gelap diparagraf atas terus pas paragraf bawahnya juga dijelaskan lagi.

    Ada juga sedikit kesalahan, contohnya ...senyumdi wajah
    kurang di spasi itu

    nilai 8
    Reviss Arspencer

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah my bad... Terima kasih telah membaca Entry Bun dan koreksinya.
      perihal openingnya sih, well... yah... saya cuman berusaha membangun image Bun, dan teamnya :D

      Terima Kasiiih

      Delete
  3. Ada Sir Lulung, kukasih +11 ya? #plak #tapibohong

    Ya ampun ki cerita tentang makanannya panjang sekali, tapi it's oke lah karena kemunculan Sir Lulung. #eh Untung penantian saya terhadap battle lekas terjawab kala Bun mencanangkan strateginya. Narasi dan pertarungannya lumayan baik lah. Aku mau kasi nilai 7 tapi +1 karena ade cameo dan judulnya ada Horesnya. >__<

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
    Replies
    1. HAROSHOOOOO!

      Tentu panjang dong gan.. kan Bun itu sukanya makan, bun~ #PLAK

      Hatur nuhun Ksatria Mentari

      Delete
  4. Panjaang dan agak bertele2 di beberapa penjelasan dan konfliknya jadi begitu banyak di cerita ini, ntah knpa jadi bingung sendiri.
    Tapi untuk penjelasan sistem pertarungan dan kerjasama timnya bolehlah. XD

    So! Tak nilai 7..

    -Khanza M. Swartika-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kakaaaa untuk nilainya dan terima kasih telah membaca Entry Bun. :D

      Delete
  5. Pembukaannya panjang sekali dan saya kurang suka karena bertele-tele, walaupun mungkin untuk perkenalan oc dan calon tim. Jadi saya sering skip skip sampai di sekitar paragraf pertarungan (iya saya juga baca cepat pas bagian rekruitmen tim-nya Bun). Eh tapi saya suka lagu yang dinyanyikan Bun di awal-awal, kesannya Bun banget dan lucu bikin gemesh =))

    Oke sekarang masuk ke pertarungan. WOW banget bang WOW, saya suka pendeskirpsiannya, pertarungannya seru. Walaupun sangat disayangkan minim komunikasi lisan yah bisa dimengerti sih karena pisah-pisah gitu. Tapi saya masih bingung soal kehadiran Tamon Rah yang bisa dibilang amat sedikit porsinya di sini, terlebih lagi setelah The Outcome. Kalau nggak salah, Tamon Rah punya kemampuan yang bisa mendeteksi siapapun yang menggunakan skill kan? Di saat itu saya baca Bun juga Liona memakai skill. Dan anehnya Tamon Rah sama sekali tidak muncul :-? Baru muncul pas semua OC sudah masuk ke dalam kastel. Terus kejanggalan berlanjut pas di dalam istana, itu kayaknya saat pertarungan melawan bayangan hitam di istana sama sekali tidak penting =)) ujug-ujug hilang aja gitu...

    Sekarang, nilainya saya kasih 8 + 1 =9

    +1 karena masih 5 submiter pertama~

    OC: Ernesto Boreas

    ReplyDelete
    Replies
    1. seingatku jarak kekuatan spell detectornya tuh radius 100m sih XD. Well sebenernya sih Kameo Lulung dan bayangan hitam tuh sengaja ku buat. nantinya kalo lolos bakalan Aki lanjutkan kameonya :D

      Terimakasih telah membaca cerita Bun. dan terima kasih nilainya kakaaa ^_^/

      Delete
  6. Hmmm, bagian awal yang seharusnya nggak terlalu panjang terasa panjang. which is okay, kalau aja bagian inti (battle-nya) disajikan dengan porsi yang sama. tapi begitu masuk bagian battle entah kenapa kerasa di saya pacenya kok jadi terburu-buru. Tapi, teknik penulisan kamu sudah terasa ada perkembangan di banding tahun lalu, yang paling kelihatan sih di deskripsi.

    Nilai: 7

    OC: Lady Steele

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya dinotis KING... saya terHeru... bolehkah saya menangis di pangkuan Tamon? #PLAK

      terima kasih telah membaca dan telah memberikan nilai buat Entry Bun.

      Delete
  7. Yah, saya sendiri nggak terlalu mempersoalkan panjang-pendek pembukaannya karena ini menyangkut character building bun dan proses pengumpulan party yang seharusnya terjadi secara alami dengan detil secukupnya. Dan ukuran "cukup" itu berbeda-beda untuk tiap orang, dan bagi saya ini cukup "mencerahkan", setidaknya karakter2 jadi terasa lebih "hidup" dan ceritanya jadi lebih bervariasi, nggak cuma gebug-gebugan melulu seperti gaya menulis saya dulu (mungkin sampai sekarang juga begitu). Di sini ada banyak info penting tentang Bun dan para nexusnya, Merrygold dan Monica, yang lebih detil dan lebih jelas daripada di charsheet, jadi untunglah saya baca ini juga.

    Tentang battle, bayangan saya tentang medan pertempuran di padang pasir (eh, seharusnya padang tanah bebatuan yah supaya bun bisa pakai seismic?) mencakup wilayah yang jauh lebih luas daripada ini. Padahal, karena memang tak ada ketentuan luas area dsb, bisa saja pakai konsep seperti game Dynasty Warriors yang cakupan battle areanya nggak terlalu luas. Saya jadinya kepikiran dengan konsep Shingeki no Kyojin terus, gara-gara terlalu banyak baca/nonton itu :p Jadi, terima kasih untuk "pencerahan"-nya sepanjang cerita ini, saya jadinya tetap pakai rencana semula deh, semoga lolos prelim.

    And I like Bun more already.
    Nilai: 10
    Writer: Andry Chang
    OC: Raditya Damian

    ReplyDelete
    Replies
    1. Subhanallaaaah. Terima kasih untuk nilai dan telah membaca entrynya Bun.
      Semoga ceritanya bisa menjelaskan lebih *Rinci* lagi perihal Bun dan skill2nya.

      thankyouuuuu

      I Like Aaron toooo <3

      Delete
  8. Pembukaannya terlalu panjang, origin story is overrated. :s
    Sisanya ga terlalu buruk, kok. Hanya saja masih ada beberapa redundancy.

    Nilai: 7

    ~Effeth Scyceid

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasiiiih udah menyempatkan diri membaca dan memberikan nilai untuk Bun. :D

      Delete
  9. Meskipun sedikit panjang dan bertele-tele namun ada kesan yang membuat tidak bosan untuk membaca sehingga dengan rasa ingin tahu yang besar sampai menyelesaikannya
    penuturan tentang cara bertarungpun memiliki keunikan sendiri bagi saya :)

    nilai :9
    OC: Shizuka Lilith Moselle

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah. Terima kasih udah membaca dan memberikan nilai. :D

      Delete
  10. pembukaan sedikit panjang dan agak bertele-tele tapi mungkin itu cara si penulis buat membakar kata dan menjalin kesinambungan alur. Lalu ada beberapa kata "-nya" yang sedikit berlebihan diawal cerita dan tengah. (kata "-nya" bisa diganti menjadi nama karakter atau dibuang.)

    nilai... 8/10

    - Dhaniy Islaviore (Masqurade)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah iya... dulu saya dikenal sebagai penulis yang kebanyakan menggunakan pake nama ketimbang kata ganti. saya bakalan coba seimbangkan kalau begitu.

      Terima kasih telah membaca dan memberikan nilainya untuk Bun

      Delete
  11. Minim kesalahan EYD, ocelah ... artinya pengarang memedulikan tulisannya ^_^

    Tp, sama kaya komentator2 di atas, narasi awal soal makanan agak bertele2 <-- apalagi saya bacanya lg kelaperan.

    Adegan pertarungannya seru, Bun jg imut. Cma Sir Lulung agak menganggu kalo buat saya. Agak maksa cameonya, gitu.

    Overall, saya kasih nilai 9 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh ya, saya pengarang Ahran :)

      Delete
    2. makasiiiih udah menyempatkan diri membaca dan memberikan nilai untuk Bun.

      Sebenernya sih kameo Lulung ini bakalan terus berlanjut kalo Bun lolos. Rencana awal kameonya Lulung ini aye rubah di bagian terakhir, tepatnya di "The Outcome" XD

      Sekali lagi, terima kasih :D

      Delete
  12. 1. Belum bisa beri clue yang bikin pembaca penasaran dan terus melanjutkan baca. Monolog, gerak tubuh yang diceritakan detil, percakapan dengan seeseorang, semuanya masih flat.

    2. Penggunaan diksi yang salah sama seperti memasukkan bumbu, jika salah jelas akan merusak "rasa".
    Contoh kekeliruan diksi dalam kalimat:
    # Hangat menyinari wajah bulatnya tatkala sorot mentari pagi menerpa semburat senyumdi wajahnya.
    (hangat bisa menyinari? Kemudian sorot mentari, semburat senyum, itu diksi sama-sama berunsur sinar, pembaca malah jadi bingung mengimajinasikan. Terlalu banyak diksi yang membingungkan)

    3. Teknik pendeskripsian masih ribet dibaca dan sulit dipahami.
    Contoh deskripsi ribet:
    # Tampak di garis cakrawala. Di atas sebuah pulau di tengah-tengah danau berair jernih dengan benteng kokoh dan bendera biru bergaris keemasan tertancap di tiap ujungnya.
    (Ada yang bisa membayangkan sebuah-garis-cakrawala-di-atas-sebuah-pulau-di-tengah-tengah-danau-berair-jernih-dengan-benteng-kokoh-dan-bendera-biru-bergaris-keemasan-tertancap-di-tiap-ujungnya?)

    4. Gagal paham antara induk kalimat dengan anak kalimatnya.
    Contoh kasus:
    # Sebuah gerbang putih besar terbuka lebar bagi siapa pun insan pengembara ataupun bangsawan yang ingin singgah ke dalamnya. Dan jembatan putihlah yang menyambut seluruh tamu kota dengan ramah. Adalah Emillia, kota kembang kaum manusia yang menjadi pusat kebudayaan di benua barat.
    (Ini menjelaskan sebuah gerbang yang terbuka lebar, atau jembatan putih yang menyambut seluruh tamu, atau Emilia yaitu sebuah kota kembang kaum manusia?)

    ** Coba baca yang ini:
    Sebuah gerbang putih besar Emilia, nama kota kembang yang dimiliki kaum manusia, selalu terbuka lebar dari pagi hingga sore. Tidak ada diskriminasi strata antara pengembara atau bangsawan kaum manapun jika mereka berkunjung, semua disambut dan dilayani dengan ramah. Kota tersebut menjadi pusat perabadan di benua barat kaum manusia.

    ** kalimat yang sudah dikoreksi:
    Ia merogoh sesuatu dari kantung bekalnya dan menemukan sebuah roti dan paha ayam. Pertama yang dilahap roti, kemudian selang beberapa menit paha ayam. Setelah habis dimakan, remah roti yang berserakan di lantai pun dimakan. Walaupun begitu, ia belum merasa kenyang dan ingin makan lagi.

    5. (Lagi-lagi) sebagian besar kesalahan diksi dan pengulangan kata yang tidak efektif sih.
    (betapa susah hidupnya, mengatur napas dan merebahkan tubuh, ia menimbang-nimbang pilihan lain dan akhirnya MEMUTUSKAN untuk membaca surat undangan. Hal yang JANGGAL adalah ketika dia membaca surat undangan tersebut, di paragraf tersebut Kalimat induknya adalah merebahkan tubuh, tapi membaca itu tak ditulis keterangan bahwa dia bangkit dulu)

    6. Penokohan dalam dialog masih flat, belum ada yang menonjol dari kepribadian tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini. Solusinya agak dilogis aja sih. Contoh: adegan percakapan Bun dengan gadis bertudung ungu itu khas novel indie banget, masih belum matang penokohannya.

    overall point: 4

    ** Jika teknik tak banyak membantu, mungkin vote point dan keberuntungan yang akan membuatmu menang :b

    Tristan Gospell - peserta yang telat mendaftar (tehee~)

    ReplyDelete
  13. Aki... Aku lapar...

    Pembukannya basa basi banget Ki, asa kepanjangan dan gak perlu segitunya hehehe
    Banyak paragraph kurang penting dan pengulangan kata dalam 1 paragraph yg bikin baca nya jadi teu enakeun. Lalu...lalu... Aku gak kenal tim ini... Sengaja gak baca charsheet nya dulu biar bisa kenal dari canon tiap OC, tapi ternyata kayaknya harus baca CS nya dulu ya Ki akunya :p... Chemistry tiap anggota tim gak kerasa apa apa, hambar, ditelen gitu aja gak nyisain rasa apapun di lidah.


    Ini Bun nya jenaka banget ya Ki, tapi pemaparannya kaku...

    Lapar...

    Overall aku suka lah, banyak makanannya... :p

    7 dari 10 untuk awalan yang bikin lapar

    Fb: Tamz Martaatmaja

    =Ucup=

    ReplyDelete
  14. Narasi sama deskripsi udah ngalir. Aku biasanya suka sama deskripsi panjang, tapi aku jg ngerti kalau ada kesan di sini bahwa battlenya jadi lebih terkesan minor dibanding prolognya. Bun juga kesannya gak dapet halangan berarti dalam penyelesaian masalah dan nyusun strategi, lancar2 aja. Interaksi karakter meski cukup bagus tp ada kesan tiba2 lsg akrab dan terlalu memudahkan.

    Po - Fatanir

    Nilai 7.

    ReplyDelete
  15. Mungkin kekurangan dari cerita ini hanyalah, pembuka yang lebih panjang dari isinya dan sedikit kesalahan pengetikan. Secara keseluruhan sudah bagus bun~.

    Nilai 7

    - James Allard Jauhari

    ReplyDelete
  16. Mungkin kekurangan dari cerita ini hanyalah, pembuka yang lebih panjang dari isinya dan sedikit kesalahan pengetikan. Secara keseluruhan sudah bagus bun~.

    Nilai 7

    - James Allard Jauhari

    ReplyDelete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  18. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  19. Aduuuh Akii,

    Setengah cerita saya baca kayaknya tentang makanan semua ya,, wkwkwkwk
    XD

    Okelah Bun memang rakus, tapi kayaknya gak diharuskan juga menjelaskan tiap isi pikirannya yang selalu dipenuhi makanan. :p

    ng... saya sampai pertengahan cerita fast read mode, tapi begitu nyampe bagian Lulung Hellscream, saya langsung menaikkan alis, WHAT IN THE.... damn, Lulung itu keren, tapi kenapa dia harus jadi pimpinan Alforea... aku kecewa. Dia kan seharusnya jadi musuh bersama, penungang Tamon Rah misalnya~ :'(

    Kalo soal teknis dan pendapat pribadi, rasanya isi kepala saya sudah terwakilkan oleh komen2 di atas. Iya, menurut saya juga pembukaan Aki ini terlalu panjang dan bertele-tele... :'(

    Oke deh, itu aja. Semoga dapet nilai rata-rata yang tinggi ya.

    Point dari saya : 8

    May the father of understanding guide us
    m(_.._)m


    OC : Sanelia Nur Fiani

    ReplyDelete
  20. Untuk: Bun
    Subyek: Evaluasi Taktik dan Strategi Pertempuran

    1. Saya tidak keberatan dengan pembukaan yang panjang, selama itu masih menarik untuk dibaca. Tapi di sini kau malah bikin seolah pertempurannya kurang niat bila dibandingkan dengan opening.

    2. Tidak ada indikasi mengenai tindakan Radith terhadap berserk Bun itu disengaja, kesannya terlalu kebetulan. Karena Radith di awalnya terkesan seperti tipe pemikir (bagian ia mengamati data peserta dengan Tab miliknya), seharusnya dia sudah menduga hal ini akan terjadi pada Bun, dan seharusnya ia sudah punya rencana cadangan. Tolong jangan mengandalkan Deus Ex Machina, itu tak akan terus-terusan menyelamatkan dirimu.

    3. Sah-sah saja kalau memang pertempuran ini memiliki teamwork yang baik, tapi apa memang iya sebuah regu yang baru saja dibentuk memiliki chemistry sekuat ini? Bagiku mereka ini terlihat seperti sebuah regu yang sudah bertahun-tahun melalui berbagai jenis neraka medan pertempuran.

    4. Seperti poin satu di atas, pertempuran di sini kalah mewah sama pembukaannya. Saya menyaksikan akhir dari pertempuran dengan dua pertanyaan menggantung di kepala, "Wait, is that it? What the hell just happened?"

    Dua pertanyaan sebelumnya adalah retorik, tentu saya tahu apa yang baru saja terjadi di sana, hanya saja agak berharap lebih di akhir. Mungkin setidaknya, akhir pertempuran sama mewahnya dengan pembukaan.

    Sekian evaluasi dari saya, terima kasih, dan mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

    Nilai 7

    Sincerely,


    Supreme Commander of Midgardian Starfleet, Duchess of Ostrogoth, Caitlin Alsace

    (OC creator: Zoelkarnaen)

    ReplyDelete
  21. Cerita yang panjang.

    Saya mendapat karakterisasi setiap karakter, walau chemistry-nya mungkin naik terlalu cepat.

    Soal battlenya, lumayan bagus. Cuma ya, porsinya kurang seimbang. Kalau action/battlenya dinaikkan satu tingkat lagi, cerita ini jadi lebih solid lagi.

    Nilai dari saya 8.1/10 karena karakternya (cukup) solid.

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
  22. Suka sama endingnya Bun ^^ dan karena ini pertama kali saya baca tulisan Aki, saya bisa kasih komen perawan xD

    Penuturannya 1-10 saya kasih 7. -3 Karena kadang terhambat dan harapan saya ke depannya Bun bisa lebih super lagi jelasin keadaan di dalam cerita, terutama adegan makan dan makanan (saya pengen gudeg ASAP).

    Karakterisasi ... 1-10 saya kasih 1000 :v what can i say? Selain Bun is my friend, dan “ini kekuatan persahabatan!” ternyata Aki emang jago bikin anaknya “nyata”.

    Adegan battle juga kebayang di kepala saya, artinya, 1-10, saya kasih 8.

    Finalnya, karena saya mau lihat Bun berkembang...

    Nilai 9 buat, Bun! ^0^)/

    Oc : Eophi

    ReplyDelete
  23. Sebagai orang yang bukan fans dari Bun, saya agak terganggu sama opening scene yang panjang dan has nothing to do with battle...or is it? anyway, begitu masuk battle, saya langsung ikut tertarik. Endingnya juga oke tapi lagi, mungkin karena saya gasuka sama Bun, meski friendly ngomongin makanan itu ganggu banget. Well, itu udah jadi bagian dari karakter. hahaha


    Nilai : 8
    OC : Alayne Fiero

    ReplyDelete
  24. aduuhhh menuju aksinya lama banget...seperti menonton sebuah film dimana permulaan itu drama dulu terus masuk ke aksi tapi aksinya cuma bentar.

    tapi tidak apalah yang penting happy ^_^

    nilai 8/10

    OC : Yu Ching

    ReplyDelete
  25. ^ aduuhhh menuju aksinya lama banget... ^ *tos sama sang penulis* saya juga begitu, yah yang lalu biarlah berlalu.

    seperti yang udah saya bilang di suatu tempat(?), sayang banget di sini minim dialog. jadi karakterisasi ga full keluar sepenuhnya. walau masih bisa keliatan dari tindakan mereka waktu bertarung.

    untungnya, minim dialog dan narasi yang seperti ini masih masuk akal karena di awal ada indikasi bahwa ini adalah jurnal. jadi ya ibarat dibacain jurnal, kebanyakan isinya merupakan tindakan-tindakan inti yang berfungsi memajukan alur, dengan bun yang tetap dalam spotlight.

    nulis segini sambil kejar tayang buat submit di awal bukan perkara mudah. effort ini perlu dihargai.

    setting jadi gurun pasir, tapi karena itu emang sukses bikin frustasi krisis kemampuan bun yang notabene masih 8 taun, ga terlalu jadi masalah

    8/10

    OC: Wildan Hariz

    ReplyDelete
  26. Duh, beneran deh, Ibu bingung membaca tulisan kamu, Bun. Terlalu ramai, sampai Ibu kepengen teriak "Diam!" ke kalian semua.

    Ada banyak aksi, tetapi semua seolah terjadi bareng-bareng. Berisik. Ibarat kalau di kelas, semua murid ngomong bersamaan, nggak ganti-gantian. Jadi yang ada malah ribut. Susah buat dicerna inti dari setiap omongan.

    Saran Ibu, Bun, kamu mesti kasih penekanan momen untuk setiap aksi. Buatlah biar setiap anak bisa mengerjakan aksinya dengan lebih enak, yakni ketika dia berbicara maka teman-teman sekelas mendengarkan. Baru setelah gilirannya selesai, anak lain boleh gantian berbicara.

    Initnya: jadikan setiap poin penting dari cerita itu memorable!

    Mungkin penulisnya Bun belum terlalu biasa membuat cerita yang ramai-ramai begini, tetapi tetaplah berjuang. Buka lagi buku pelajaran bahasa dan sastra, cari trik-trik menulis yang bisa membantumu dalam membuat deskripsi yang mampu memikat pembaca.

    PONTEN 7+

    -Bu Mawar-

    ReplyDelete
  27. Nom nom, nafsu makannya gede banget itu si Bun, disedot lubang hitam aja sempet-sempetnya ngambil sosis gulung XD

    Ah, mungkin emang hanya di entry authornya sendiri kelemahan seismic sense-nya kerasa, soalnya medan yang dihadapi tuh gurun pasir. Termasuk feeding frenzy-nya juga.

    Jalan ceritanya bagus, ditambah gaya narasinya yang bikin jadi enak baca, walo agak aneh si Bun mendadak jadi ahli strategi.

    Di beberapa bagian, narasinya kebanyakan dan kelupaan ngasih dialog, padahal dialog itu enak buat bumbu. Contoh paling kentara itu pas Bun salatri, eh, berserk mode karena kelaparan (?) terus Radith coba nyadarin si Bun, nah di bagian ini harusnya di dialog.

    Untuk yang lainnya gak ada masalah ^_^

    Oh iya, yang dimaksud hawa kuda itu... eeknya? #plak!

    Nilai 9

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  28. Nom nom, nafsu makannya gede banget itu si Bun, disedot lubang hitam aja sempet-sempetnya ngambil sosis gulung XD

    Ah, mungkin emang hanya di entry authornya sendiri kelemahan seismic sense-nya kerasa, soalnya medan yang dihadapi tuh gurun pasir. Termasuk feeding frenzy-nya juga.

    Jalan ceritanya bagus, ditambah gaya narasinya yang bikin jadi enak baca, walo agak aneh si Bun mendadak jadi ahli strategi.

    Di beberapa bagian, narasinya kebanyakan dan kelupaan ngasih dialog, padahal dialog itu enak buat bumbu. Contoh paling kentara itu pas Bun salatri, eh, berserk mode karena kelaparan (?) terus Radith coba nyadarin si Bun, nah di bagian ini harusnya di dialog.

    Untuk yang lainnya gak ada masalah ^_^

    Oh iya, yang dimaksud hawa kuda itu... eeknya? #plak!

    Nilai 9

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  29. Nom nom, nafsu makannya gede banget itu si Bun, disedot lubang hitam aja sempet-sempetnya ngambil sosis gulung XD

    Ah, mungkin emang hanya di entry authornya sendiri kelemahan seismic sense-nya kerasa, soalnya medan yang dihadapi tuh gurun pasir. Termasuk feeding frenzy-nya juga.

    Jalan ceritanya bagus, ditambah gaya narasinya yang bikin jadi enak baca, walo agak aneh si Bun mendadak jadi ahli strategi.

    Di beberapa bagian, narasinya kebanyakan dan kelupaan ngasih dialog, padahal dialog itu enak buat bumbu. Contoh paling kentara itu pas Bun salatri, eh, berserk mode karena kelaparan (?) terus Radith coba nyadarin si Bun, nah di bagian ini harusnya di dialog.

    Untuk yang lainnya gak ada masalah ^_^

    Oh iya, yang dimaksud hawa kuda itu... eeknya? #plak!

    Nilai 9

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  30. Hi bun~
    ini menghibur sekali bun~
    ah yeah, saya jujur menyukai pembukaan yang fokus pada perkembangan dan hubungan antar karakter. walau memang bertele-tele, tapi fakta saya baca tanpa skim itu adalah bukti kalau ini sangat enjoyable. sayang ki, somehow pas masuk ke battle kesannya ya... "gitu aja?" ga sebanding sama bagian awalnya yang "wah" meski banyak aksi di battlenya. apa ya... datar gitu? tapi tetep enjoyable kok karakterisinya. ini bener-bener poin plus

    and now, FINAL VERDICT BUN!
    ===
    Am i enjoy it? (4/5)

    Is this excite me? (4/5)

    Am i skim some part? (-1/-3)

    Extra point (1/1)

    total score: 8/10

    salam~

    Avius Solitarus

    ReplyDelete