28.4.15

[PRELIMINARY] EFFETH SCYCEID - YOU MAY (BE) ADVANCE

[PRELIMINARY] EFFETH SCYCEID - YOU MAY (BE) ADVANCE
Penulis: fsc

/001/
"Dengan ini, kunyatakan babak penyisihan Battle of Realms telah dimulai!!" seru pria berjanggut putih yang berdiri di balkon utama bangunan yang mengelilingi taman ini.
Di taman, seorang wanita berambut merah bergaun hijau leher tinggi menatap heran sementara persona-persona lain yang ada di sekitarnya mulai berinteraksi satu sama lain.
"Hei, tadi dia bilang kita diundang ke sini, tapi seingatku kita tidak pernah menerima undangan."
Tanpa ada lawan bicara, wanita berambut merah itu mulai bicara dengan nada kekanakan, bahkan matanya hanya menatap kosong ke depan.

"Uhh... sebenarnya aku tidak yakin, tapi sepertinya beberapa hari lalu aku menebas seekor burung dengan selembar surat terikat di kakinya."
Lagi, wanita itu berbicara tanpa ada lawan bicara. Namun nada bicaranya sedikit berbeda, terdengar lebih tegas dan dewasa dari kalimat yang ia ucapkan sebelumnya.
"Eeh..." serunya lagi dengan nada kekanakan, ekspresinya seperti anak kecil yang menjilat daging buah lemon yang asam. "Berarti ini salahmu, dong."
"Maaf."
"Lalu sekarang bagaimana kita bisa pulang?"
"..." dia terdiam sejenak, menyapu pandangannya ke kanan dan ke kiri. "Apa kamu yakin mau kembali ke Farscorch? Coba perhatikan tempat ini, sudah berapa lama kita tidak menghirup udara sesegar ini?"
"..."
Lagi, dia menengok ke kanan dan kiri, seakan menimbang-nimbang perkataannya barusan. Setelah terdiam beberapa saat, dia lalu tersenyum simpul. "Ya, benar. Sepertinya di sini kita bebas dari tempat mematikan seperti Farscorch."
"Tapi kata orang-orang aneh di balkon tadi, kita diundang ke sini untuk berpartisipasi dalam turnamen."
"Huh, tidak terlalu berbeda, ternyata kita masih harus bertarung di sini," lanjutnya dengan nada kekanakan seraya menggembungkan pipi kirinya.
"Sepertinya tidak ada pilihan lain, mereka bilang kita harus membentuk tim, kan?"
"Ee~h, kamu kan punya aku~"
"Iya, iya, tapi mereka bilang timnya harus antara dua sampai empat peserta. Kita terhitungnya satu peserta, loh."
"Mmmmh, ya sudah."
"Jangan ngambek begitu—" suara tegasnya tiba-tiba terpotong dan suara kekanakannya kembali berbicara.
"Tapi aku heran, sejak tadi kita berdiri di sini belum ada yang mengajak kita bicara."
Di sebelah kirinya, tampak seorang pria tiba-tiba menatapnya heran. Wanita berambut merah itu membalas tatapannya dengan kaku. Setelah beberapa saat beradu tatap, sang pria lalu menggeleng-geleng sambil berbisik pelan, "ngomong dewek, wong gendeng."
"Sigh..." wanita berambut merah itu menghela nafas dengan suara tegasnya. "Sudah, biarkan aku coba mendengar apa saja yang dibicarakan mahluk-mahluk di sekitar kita ini."
Wanita berambut merah itu lalu memejamkan matanya, dia memfokuskan dirinya untuk mendengarkan pembicaraan-pembicaraan mahluk-mahluk di sekitarnya.
Untuk saat ini, peserta-peserta lain sedang mencari partner; ada yang sedang menjelaskan asal-usulnya, ada juga yang sedang mempromosikan apa saja kelebihan dan kemampuan mereka. Wanita berambut merah itu menguping pembicaraan-pembicaraan mereka dan mencari siapa saja yang berpotensi menjadi teman satu timnya.
Dari puluhan dan puluhan mahluk-mahluk yang sedang bercakap-cakap ini, wanita itu mengetahui banyak hal. Mereka semua dikumpulkan dari dunia-dunia yang berbeda, kemampuan mereka juga bervariasi; banyak yang kemampuan bertarungnya lemah namun berguna dalam tim, juga banyak petarung-petarung yang juga lumayan tangguh seperti dirinya.
Namun di antara percakapan-percakapan di sekitarnya, ada sebuah suara yang menarik perhatiannya. Suara itu tidak berbentuk kata-kata seperti suara-suara lainnya, suara itu adalah suara isak tangis.
"Dengar itu?" ia bertanya dengan nada kekanakan, yang mana dia jawab sendiri dengan sebuah anggukan.
Wanita berambut merah itu segera membuka matanya dan berbalik. Agak jauh di tengah taman, duduk di sisi air mancur seorang gadis dengan sebuah gerigi emas melayang di atas kepalanya.
Merasa prihatin dan penasaran, ia lalu berjalan ke tengah taman, menuju air mancur berbentuk bunga segi enam di mana gadis itu terduduk di salah satu sisinya. Selama mendekat, tidak ayal dia menghalau mahluk-mahluk yang berdiri di jalannya. Setelah beberapa saat, sampailah ia di hadapan gadis itu.
"Kenapa kamu menangis?" tanya wanita berambut merah ramah.
"Tidak ada yang mencariku," jawabnya sambil terisak.
Aku kira kenapa, batin sang wanita berambut merah menatap datar gadis itu. "Mencari?" lanjutnya seraya duduk di samping sang gadis.
"Aku belum dapat tim."
"Ooh, aku juga sama, mau jadi rekan tim?"
"Tunggu dulu!" Dia berseru dalam hati, "jangan asal ajak begitu, kita belum tahu dia itu orang seperti apa? Kemampuannya bagaimana?"
"Tenang saja, kamu 'kan tangguh," jawabnya dalam hati sambil mengedipkan mata kanannya.
"Oy—"
"Namamu siapa?" lanjutnya.
"Re— Relima; Relima Krukru."
"Namaku Effeth Scyceid, panggil saja F. Jadi bagaimana? Mau jadi rekanku?"
"Eh? Memangnya Kakak tidak keberatan punya rekan sepertiku? Lagipula Kakak belum tahu kemampuanku apa, kan?"
"Menurutku tidak terlalu jadi masalah, lagipula sampai sekarang belum ada orang yang melirikku sebagai calon timnya."
"Kalau begitu terima kasih," dia lalu mengusap matanya yang masih sembab dengan punggung tangannya, "aku akan berusaha sekuat tenaga!"
"Baguslah," lanjutnya seraya mengelus kepala Relima yang memancing senyumnya keluar.
/002/
"Ngomong-ngomong, Kak F, apa tidak sebaiknya kita cari anggota tim lain?" ujar Reli sambil beranjak dari sisi air mancur, "orang di balkon tadi bilang timnya antara dua sampai empat orang, kan?"
"Boleh saja," F mengikuti Reli yang sudah berdiri, "apa ada yang kamu kenal di sekitar sini?"
"Tidak sama sekali."
"Geh—"
"Ka— Kakak lalu kenapa mendekatiku?"
"Habis kami menangis sendirian, aku kira kamu kenapa-napa."
Sambil bercakap-cakap, mereka berjalan berdampingan di taman sambil melihat-lihat peserta-peserta lain, mencari orang-orang yang berpotensi menjadi rekan tim mereka.
Meski F sudah memindai percakapan-percakapan mereka sebelumnya, namun baru kali ini dia menyadari kalau peserta-peserta turnamen terdiri dari tidak hanya manusia. Dia sempat melihat sejumlah robot, bahkan ada juga orang-orang yang sedang mencoba berbicara pada sebuah kotak.
Wait— what!? Oh, nevermind...
F dan Reli pun dibuat terkesima dengan keberadaan mereka semua.
"Ngomong-ngomong, Reli," F memecah keheningan di antara mereka berdua sambil masih berjalan di sekitar taman.
"Ya?"
"Kalau boleh tahu, kemampuanmu apa?"
"Eh?"
"Kemampuan bertarungmu apa?"
"Ah, aku tidak terlalu bisa bertarung. Sekalinya harus menyerang, paling aku hanya bisa menyerang dengan gerigi emas ini. Tapi tidak hanya itu saja, aku juga punya teman-teman Krukru. Mereka bisa membantuku melakukan berbagai hal. Contoh utamanya mereka bisa berubah bentuk menjadi benda apapun yang masih berada dalam jangkauan pengetahuanku. Sayangnya aku masih mekanik training, jadi aku belum tahu banyak tentang teknologi."
"Tuh, kan, dia tidak ada gunanya dalam pertarungan," batinnya dalam suara hati yang berat. "Hush, tidak ada kemampuan yang tidak ada gunanya. Meski dia tidak banyak membantu dalam pertarungan, dia pasti bisa berperan sebagai pendukung."
"Aah, sepertinya kamu memang tidak cocok bertarung, tapi setidaknya kamu punya kemampuan yang lumayan sebagai pendukung."
"Ya, aku akan berjuang," serunya sambil mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya. "Lalu, Kakak sendiri?"
"Aku, ya?" F menatap Reli seraya memberi senyum simpul dengan mata yang nyaris tertutup, "aku punya seseorang yang melindungiku."
*Nyeek*
Saat sedang berjalan tanpa melihat ke depan, F tidak sengaja menginjak kaki seseorang yang juga tidak memperhatikan jalannya. Apalagi kaki yang diinjak F tidak mengenakan sepatu, hanya mengenakan sandal jepit karet dengan rune 'swallow' terukir di sabuknya.
"Aduh!" pemilik kaki yang terinjak itu berseru, F yang terkejut segera berbalik menghadapnya. "Kalo jalan liat-liat, kuya!"
Mendengar orang itu berbicara dengan nada yang sedikit mengancam, tatapan F berubah tajam. Retinanya mengecil namun lubang mata dan alisnya membelalak, insting pembunuhnya keluar.
"Apa katamu?" balas F dengan nada dingin, jauh berbeda dengan nada bicaranya dengan Reli tadi. Suaranya yang berbeda itu pun sempat membuat Reli terkejut.
"Ane bilang; kalo jalan liat-liat... Kuya!"
"Sudah, Kak F!"
"Paman Asep, jangan berkelahi sekarang!"
Dua orang lain yang mendampingi F dan pria yang sempat dipanggil Asep tadi segera mencegah rekan-rekan mereka beradu jotos. Mata F dan mata Asep sudah terlanjur saling mengunci, namun sanggahan dari Reli dan pemuda yang menarik tangan Asep juga mengunci mereka untuk maju.
"Udah ane bilang, jangan panggil ane 'Paman!'" bentak Asep pada pemuda yang sedang memegang tangannya tanpa mengalihkan pandangan dari F.
"Wah! Sepertinya kalian sudah punya tim, ya?"
Tiba-tiba sebuah suara menyita perhatian mereka berempat, keempatnya segera berpaling melihat ke arah sumber suara.
Di sana, tampak seorang maid berseragam hitam sedang tersenyum dengan kedua telapak tangannya menempel di depan dadanya.
"Perkenalkan, nama saya Pavel, saya pemandu kalian untuk kesempatan ini."
"Iya, terus saya ane si-ai-ei!" dumal Asep.
"Tunggu dulu, kami bukan temannya—"
"Oke, kita mulai transfernya!"
/003/
Tanpa membiarkan F menyelesaikan kalimatnya, Pavel mengangkat tangan kanannya menunjuk ke langit. Keempat orang di hadapannya sontak melihat ke arah ke mana jarinya menunjuk, namun alas, bukannya terangkat ke atas, mereka malah terjerumus ke dalam sebuah lubang hitam yang mendadak terbuka di bawah kaki mereka.
"WAAAAAAAAAAHHHHHHH!!!!"
Keempat orang yang sedang terjun bebas itu berteriak dengan nada-nada yang berbeda, namun ekspresi mereka sama; ketakutan. Kecuali untuk Pavel yang terjun bebas dengan gaya berdiri tegak seakan tidak sedang terjadi apa-apa.
"WAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!!!!!!!"
"Semuanya tenang, keadaan masih terkendali, kok. Sebelum mendarat, jatuh kita akan otomatis berhenti." Pavel baru mulai menjelaskan aturan permainan setelah dia menjebloskan keempat pemain ke dalam lubang yang dibuatnya tanpa peringatan.
"Lima menit setelah kalian mendarat, dari bulan di langit akan lepas seekor kuda legendaris Tamon Rah. Namun selama lima menit itu, kalian diharuskan mempertahankan diri di tengah perang antara bangsa Alforea melawan ribuan monster yang sedang menyerang," Pavel melanjutkan penjelasannya tanpa membiarkan keempat pemain berhenti menjerit. Namun dari keempatnya, F dan pemuda yang mendampingi Asep masih bisa memperhatikan penjelasan Pavel.
"Sebentar lagi kita sampai di tujuan," seru Pavel saat sebuah titik putih mulai tampak membesar sedikit jauh di bawah mereka. "Tamon Rah tidak bisa dibunuh dengan sembarang cara, satu-satunya cara mengalahkannya adalah menyegelnya kembali ke dalam bulan Alkima dengan cara menghancurkan dua menara kristal yang akan muncul setelah Tamon Rah lepas."
"Kenapa menaranya baru muncul setelah Tamon Rah lepas?! Kalau sebelumnya 'kan bisa mencegah Tamon Rah lepas!" seru pemuda yang mendampingi Asep sambil menahan rasa ingin berteriak.
"Sejujurnya, saya juga tidak tahu. Ritual penyegelan ini sudah ada jauh sebelum saya dilahirkan," Pavel menjelaskan sambil membungkuk memohon maaf. "Saya hanya bisa mengantar sampai sini, dari sini saya hanya bisa mendoakan keberhasilan kalian."
Titik putih yang ada di bawah sudah terus membesar, namun semakin besar, semakin jelas kalau titik putih itu bukan membesar; namun mendekat. Saat mencapai diameter tiga meter, keempat pemain terjerumus lagi ke dalam lubang putih. Namun tidak untuk Pavel, dia berhenti jatuh tepat sebelum melewati lubang putih.
"Semoga berhasil!" teriak Pavel dari balik lubang.
"Bangke! Ini ngeremnya gimana?!" Asep yang sedari tadi hanya berteriak langsung berseru melihat Pavel tertinggal di lubang sebelumnya.
"Nanti kalian akan berhenti sendiri! Sekarang bukan saatnya takut, itu untuk nanti!"
/004/
Keluar dari lubang putih, keempat pemain kini terjun bebas di antara langit malam. Awan-awan seakan memberi jalan, memperlihatkan tempat di mana mereka akan mendarat.
Di permukaan tanah gurun berbatu di bawah— selain sebuah bangunan besar berbentuk kastil yang letaknya agak jauh dari titik mereka akan mendarat —tampak bintik-bintik cahaya amber, sesekali berpendar. Bintik-bintik cahaya itu tidak sedikit, jumlahnya ratusan. Semakin mereka jatuh, semakin jelaslah kalau bintik-bintik cahaya itu adalah kelap-kelip tembakan peperangan.
"Ini kita ngeremnya gimana?!" Asep yang mulai panik berteriak meminta pendapat yang lain, namun F dan pemuda pendampingnya yang juga tidak tahu jawabannya hanya terdiam.
"Aku bisa membuat kereta kecil yang bisa berjalan di udara, tapi mustahil dalam keadaan begini!"
"AAAAAAHHHH!!! OGAH ANE MODAR GINI!!!! AAAAAAAAHHHHH!!!!"
Mereka yang kehabisan akal hanya bisa pasrah, keempatnya menutup mata saat berjarak belasan meter dari permukaan tanah. Namun sesuai perkataan Pavel, mereka berhenti jatuh tepat sebelum mereka mendarat.
Deruan angin yang mereka rasakan saat jatuh sudah tidak ada, namun kini mulai tergantikan dengan suara logam beradu, tembakan nyaring elektrik tanpa mesiu, dan teriakan-teriakan perang yang ada di sekitar mereka.
Perlahan mereka mulai membuka mata, sambil masih bernafas tegang mereka mendapati kaki mereka melayang beberapa centi di udara. Pemuda berambut coklat dan F-lah yang pertama sadar kalau mereka belum mati.
F lalu menyuruh Reli yang masih meringkuk ketakutan dan mengambang di udara sementara pemuda berambut coklat menyadarkan Asep yang menutup matanya rapat-rapat berkomat-kamit dengan kedua telapak tangannya di depan wajahnya.
Setelah keempatnya sadar dan memijakkan kaki ke tanah, mereka melihat ke sekeliling mereka; mereka kini berada tepat di tengah-tengah pertempuran ratusan prajurit berzirah dan bersenjata futuristik yang sedang berperang sengit melawan ribuan monster-monster asing yang tidak kalah ganasnya.
"Nona! Awas di belakangmu!"
Pemuda berrambut coklat mencoba meraih ke arah Reli. Seruannya barusan menandakan ada bahaya yang mengancam Reli dari belakang. F yang mendengar peringatannya segera bereaksi, begitu dia berbalik— benar saja — ada seekor kadal raksasa mengenakan baju zirah sedang berlari di atas dua kaki dan melebarkan rahangnya.
Saat Reli berbalik, sudah terlambat, mulut kadal itu sudah sejajar dengan tubuhnya. Reli yang tidak punya kesempatan bereaksi hanya bisa menutup matanya.
*ZWOOSH*
Meski sudah terlambat untuk Reli bereaksi, namun peringatan dari pemuda berambut coklat sudah memberikan rekannya headstart. F yang menyadari ancaman kadal raksasa itu segera mengeluarkan kemampuannya— dia menajamkan telapak jari-jarinya, mengubah bentuk tangannya yang lentik menjadi cakar setajam pedang dan sekeras metal.
Sebelum transformasi bentuk tangannya selesai, dia sudah melesat maju dan berhenti tepat di depan Reli dan di hadapan sang kadal. Begitu perubahan bentuk lengannya sempurna, dia segera mengayunkan cakarnya ke atas, mengadunya dengan ujung mulut sang kadal.
Serangan F merobek otot pipi sang kadal. Namun karena posisi kepalanya yang lurus horizontal saat menerkam Reli, serangan F juga sampai merobek pembuluh darah yang ada di leher di bawah rahangnya. Robeknya pembuluh darah itu menyemburkan banyak darah merah dan membunuh sang kadal itu seketika.
Asep dan pemuda berambut coklat tercengang melihat penyelamatan yang dilakukan F. Gaun hijau yang dikenakannya dan separuh bagian wajahnya kini sudah berlumuran darah segar, namun tidak membuatnya risih sedikit pun.
"Kalian jangan bengong saja kalau tidak ingin mati!" seru F menyadarkan rekan-rekannya.
Reli yang masih shock perlahan membuka matanya, kata-kata F tadi membuatnya sadar kalau dia masih hidup. Namun membuka matanya tidak mengobati shocknya, bahkan membuatnya tambah terkejut melihat F yang sudah berlumuran darah.
"Ah— Ah— Kak F..."
"Jika kalian ingin hidup, kita harus bekerjasama! Namaku Effeth Scyceid!" seru F dalam suara dingin nan tegas tanpa menghiraukan ratapan Reli, "Kemampuanku adalah mengubah bentuk tubuhku dan menjadikannya senjata! Gadis dengan gerigi emas di atas kepalanya ini adalah Relima Krukru! Dia seorang mekanik pelajar!" lanjutnya, "sekarang perkenalkan diri kalian dan kemampuan kalian secara singkat!"
"Na— namaku Reviss 'The Jumper' Arspencer," karena masih sedikit shock, pemuda berambut coklat yang mendampingi Asep butuh beberapa detik sebelum menjawab, "aku seorang saboteur; aku bisa melihat gerakan-gerakan dalam jarak pandangku lima detik lebih awal, makanya aku bisa memperingatkan Nona Reli tadi. Lalu aku juga bisa mempelajari cara kerja berbagai objek dengan cepat, dan sarung tangan hitamku ini bisa meningkatkan kinerja benda yang digenggamnya. Selain itu aku juga bisa bergerak cepat di sekitar musuh."
"Ane Asep Codet, jawara Bandung asuhan Kang Aslan! Jago ilmu Papatong yang bisa bikin khayangan gonjang-ganjing!"
"Bagus, sepertinya tidak ada masalah," mendengar kemampuan rekan-rekannya, F hanya memberi senyum simpul. "Sesuai kata Pavel tadi, misi kita adalah bertahan hidup di peperangan ini. Tidak akan sulit kalau kita memadukan kekuatan."
"Nona F," Reviss menginterupsi, "selain itu kita juga harus menyegel kuda legendaris Tamon Rah yang akan muncul sekitar empat menit lagi dengan menghancurkan dua menara secara berbarengan."
"Eh? Aku tidak dengar itu," balas F.
"Wajar 'lah, itu babu ngasihtaunya pas kita lagi terjun," timpal Asep.
"Sigh, apa boleh buat, kalau begitu itu juga," lanjut F seraya menghela nafas. "Asep! Di belakangmu!"
Mendengar peringatan F, Reviss yang berada di dekat Asep segera berbalik dan melompat ke belakang sementara Asep berbalik seraya berteriak dengan lantang dan mantap mengayunkan kepalan tinjunya.
"PAPATONG COMBRO KARUHUN!"
*DHUESH*
Tinju yang dilepas Asep mendarat empuk di wajah seorang Demon Knight; prajurit berupa kambing jantan mengenakan zirah membawa kapak besar. Tinjunya sangat keras hingga membuat helm yang dikenakannya penyok. Bahkan dalam satu pukulan itu, Demon Knight yang berperawakan kekar langsung roboh tak berdaya.
"Udah ngomongnya, kan?!"
Asep bertanya kepada rekan-rekannya sambil mempertahankan kuda-kudanya. Tanpa mengatakan apa-apa, ketiga rekannya mengangguk mantap, anggukan itu menandakan dimulainya pertarungan epik mereka.
/005/
"Reli! Jangan jauh-jauh dariku!" perintah F pada Reli, yang mana Reli balas dengan sebuah anggukan.
F mulai melesat menyerang ketika kedua tangannya sudah sepenuhnya berubah menjadi cakar dan punggung lengannya setajam pedang. Dengan lincah dia menyerang beberapa monster seperti minotaur, ogre, dan drone futuristik.
Tiap serangan F daratkan dengan fatal. Jika ada kesempatan, dia akan mendaratkan serangannya di titik-titik vital lawan; seperti leher-kepala, jantung, atau tulang punggung. Namun tidak jarang juga dia harus melumpuhkan lawannya sebelum bisa melakukan serangan fatal; seperti menebas kaki lawan hingga lawan tidak bisa menghindar lalu memenggal kepala mereka dengan cakarnya.
"Sama seperti di Farscorch, ya?" batinnya dengan suara hati ceria. "Ya, tidak jauh berbeda," balasnya dengan suara hati lain.
Untuk beberapa saat pertarungan F berjalan mulus, dia seakan berada di atas awan, hingga dia bertemu dengan seekor Rock Golem.
Tidak seperti lawan-lawan sebelumnya yang bertubuh tulang dan daging, lawannya yang berukuran nyaris dua kali besar badannya ini membuatnya kewalahan. Berkali-kali F mencakar-cakar dada sang Golem berharap bisa melemahkannya. Namun selain serangannya tidak berpengaruh, F malah terkena pukulan telak yang membuatnya terjerembab agak jauh ke belakang.
Saat tersungkur, tak ayal beberapa monster mengerubunginya. Untunglah F tidak kehilangan kesadaran, ketika seekor Kraken Warrior mendekatinya, dia langsung bangkit dan menebas ke-delapan tentakelnya hingga putus.
Begitu berdiri, F segera memperbaiki bentuk organ-organ dalam tubuhnya yang remuk akibat pukulan Golem tadi. Dalam beberapa detik, rusuk-rusuknya yang patah dan rahangnya yang lepas dari sendinya sudah kembali ke bentuk semula. Dia sudah siap melakukan serangan balasan.
"Mbak F! Minggir!"
Belum sempat F melancarkan serangan lanjutan, sebuah suara menyuruhnya menyingkir. Tidak butuh berbalik untuk tahu kalau suara itu adalah suara Asep.
Perintah yang diberikan Asep membuatnya melompat ke samping. Tepat setelah dia melompat, Asep berlari menerjang ke arah Golem dengan kedua tangannya terkepal di sisi pinggangnya, beberapa monster sempat terpental menabrak Asep yang berlari tak kenal rintangan laksana lokomotif Shinkansen dipecut setan.
"PAPATONG DOBEL RUJAK CINGUR!!"
*JLEGERR*
Saat sampai di hadapan sang Golem, Asep melepaskan pukulan ganda dengan kedua tangannya. Pukulannya mendarat di perut sang Golem. Sebuah suara dentuman menggelegar terdengar saat kedua tinjunya bersentuhan dengan permukaan tubuh sang Golem.
Dari depan memang tidak ada kerusakan signifikan pada tubuh sang Golem, namun batu-batuan bagian tubuhnya berhamburan keluar lewat punggungnya. Sang Golem pun roboh menjadi setumpuk kerikil-kerikil yang tidak terlalu berbeda dengan bebatuan yang ada di gurun ini.
Seselesainya menumbangkan sang Golem, Asep berbalik menghadap F. Dia tersenyum mantap sambil memberikan jempol padanya. Sementara F dengan wajah datar membalas gestur yang diberikan Asep. Tanpa mempertahankan posisinya lama-lama, F segera meninggalkan Asep untuk membantai monster-monster lain.
Asep yang ditinggalkan F lalu mulai menyerang monster-monster lain di sekitarnya. Tidak seperti F, gaya bertarung Asep jauh lebih liar. Meski sama-sama membabi-buta, namun serangannya jauh lebih bertenaga dan keras.
Rata-rata dalam dua-tiga kali pukulan atau tendangan lawan Asep langsung tumbang, namun tiap serangan yang dilepaskannya selalu diiringi dengan berbagai nama jurusnya.
"PAPATONG PERMEN CEPEAN!"
"PAPATONG DEGAN KALAPA MUDA!"
"PAPATONG TAHU SOEMEDANG!!"
"Ah! Reli!" setelah bertarung beberapa saat, Asep akhirnya berpapasan dengan Reli yang juga sedang menjalani pertempurannya sendiri, "ane pinjem geriginya!"
"Ah, Paman Asep—" sebelum Reli bisa menyanggah, Asep sudah merebut gerigi emas yang sedang diayun-ayunkan oleh Reli.
"PAPATONG—— Eeeh, goblok!"
Sebelum bisa melakukan serangan menggunakan gerigi emas milik Reli, Asep terjatuh akibat gagal mengeluarkan tenaga yang cukup untuk mengayunkan gerigi Reli.
"Maaf, Paman Asep. Gerigi ini cuma bisa dipakai ringan olehku. Kalau ada orang lain yang pakai, beratnya jadi 500 kilogram."
"Ngomong, atuh!"
"Eei!"
Segera Reli merebut kembali gerigi miliknya, dan dengan gerigi itu dia menghalau monster-monster yang mendekat dengan mengibas-ngibaskannya. Ayunan Reli memang tidak keras, namun bobot gerigi yang setengah tonne memiliki dampak mematikan pada siapapun yang berbenturan dengannya.
Sejauh ini belum ada lawan yang membuat Reli kesulitan, bahkan Reli sudah berhasil mengalahkan beberapa minotaur. Namun sayang, dia terlalu fokus mengayun-ayunkan geriginya sampai tidak memperhatikan belakangnya.
Dari belakang, seekor Skull Demon sudah mengangkat kedua tangannya untuk meremukkan Reli. Saat monster itu menjatuhkan kepalan tangannya, barulah Reli berbalik.
*DHWONG*
Reli sangat beruntung, dari atas Skull Demon itu jatuhlah sebuah kereta tambang. Bobot kereta tambang itu justru meremukkan Skull Demon. Dari dalam kereta tambang, muncullah tiga buah robot berwajah topeng smiley.
"Ah! Krukru!" Melihat Reli, ketiga robot itu berhamburan keluar dari dalam kereta dan memeluk Reli. "Dari mana saja kalian?!" Reli menjerit kegirangan.
"Bzzz bzz bzzzt, bzt bzz bzz bzzzzt!" ketiga robot itu melepaskan pelukan mereka dari Reli, lalu mulai menjawab pertanyaan Reli. Secara estafet, beberapa kali robot-robot itu menjitak atau menendang satu sama lain saat satu robot memotong ucapan robot lain.
"Ooh, begitu. Tapi syukurlah kalian sampai dengan selamat! Haha~"
Entah apa yang dikatakan secara elektronik oleh robot-robot itu. Namun apapun itu, jawaban mereka membuat Reli senang.
Sepertinya Reli terlalu gembira bertemu dengan teman-temannya lagi, dia sampai tidak memperhatikan ada Doge Ninja mendekat dari belakangnya.
"Nona Reli!"
Sementara dari belakang Reli seorang Doge Ninja terus mendekat, Reviss yang berada di depan Reli memberinya peringatan. Namun Reli terlalu kurang perhatian untuk mendengar peringatannya Reviss pun mengambil inisiatif melindungi Reli.
Reviss berada di depan Doge Ninja menggunakan skill Repositionnya untuk memindahkan dirinya sesuai urutan Atas-Kiri-Kanan-Depan-Belakang di sekitar lawan pilihannya. Karena saat ini dia berada di depan sang Doge Ninja, Reposition mengijinkannya untuk melompati ruang ke belakang sang Doge Ninja.
Begitu sampai di belakang sang Doge Ninja, Reviss menangkap badan Doge Ninja dan menggunakan belatinya untuk menggorok leher sang Doge Ninja. Doge Ninja yang terkena serangan fatal pun ambruk seketika.
"Nona Reli, hati-hatilah sedikit!" seru Reviss seraya mendekati Reli.
"Ah, terima kasih, Kak Reviss!"
"Reli! Sudah kubilang jangan jauh-jauh!" F yang sedari tadi sibuk membantai monster mendarat di dekat Reviss dan Reli setelah melompat jauh dari segerombolan imp.
"Sudah berapa lama kita bertarung?!" Asep yang juga sedari tadi membantai monster kembali bergabung ke antara rekan-rekan satu timnya.
"Euh, beberapa detik lagi tepat lima menit," jawab Reviss, memperhatikan bulan Alkima yang sudah tampak membesar.
/006/
Tiba-tiba, langit malam yang didominasi langit hitam berubah mengerikan. Dari bulan Alkima, menyebarlah warna merah yang dalam hitungan detik menyelimuti gurun tempat perang sedang berlangsung.
Perhatian para monster dan pasukan Alforean juga teralihkan akibat fenomena ini, cukup untuk membuat mereka lupa kalau mereka sedang berperang.
Segera setelah langit malam berubah warna, bulan Alkima mulai memunculkan enam lingkaran segel magis berlapis di permukaan bulan dan delapan lingkaran segel magis di sekitarnya. Perlahan kedelapan lingkaran segel magis yang mengelilingi Alkima mulai berputar bak gerigi jam dalam kecepatan yang berbeda-beda.
Setelah lingkaran magis di sekitar bulan berputar beberapa kali, lingkaran segel magis di permukaan Alkima juga mulai berputar. Dimulai dengan segel yang berada paling depan, lalu diikuti segel lapisan kedua ad interim hingga segel lapisan keenam.
Setelah semua lingkaran segel berputar, segel-segel di permukaan bulan mulai pecah secara berlapis. Setelah simbol lubang kunci di tengah segel berada di posisi yang tepat, segel itu pecah menjadi serpihan cahaya. Segel-segel berlapis itu terus mengalami hal yang sama hingga akhirnya segel terakhir pecah.
Dia datang, Tamon Rah... semoga kedatangannya menyucikan dunia ini.
*GLEGAARRR*
Setelah semua segel musnah, Alkima hancur diseruduk sesosok kuda hitam raksasa yang kulitnya mengalirkan lava panas dan keempat tapalnya terbakar api biru membara.
Serpihan-serpihan Alkima yang sudah hancur mulai berjatuhan, namun sangat jarang sekali serpihan-serpihan itu jatuh di gurun ini.
Runtuhnya Alkima tidak hanya ditandai dengan lepasnya Tamon Rah maupun kehancuran bulan Alforea, namun juga jatuhnya dua buah menara kristal pink yang dihiasi cincin batu berukirkan rune-rune arkais di halaman kastil di utara gurun.
Dalam hitungan detik, kuda legendaris Tamon Rah sudah terbang di langit gurun. Lelehan lava menetes dari langit tiap kali Tamon Rah mengepakkan sayapnya. Tetesan lava itu acap kali menimpa tentara Arforea dan monster-monster di gurun ini. Ancamannya membuat keempat pendekar berlindung di bawah gerigi Reli.
"Mahluk terkutuk itu Tamon Rah?!" seru Reviss.
"Kita harus menyegelnya kembali!" balas F.
"Gimana caranya?!" Asep menimpali.
"Menara! Pavel bilang kita harus menghancurkan dua menara kristal sekaligus!" jawab Reviss.
"Menaranya di mana?!" tanya Reli.
"Di utara!" lanjut F, "tadi aku lihat sepasang menara kristal jatuh dari langit mendarat di utara! Tidak jauh dari sini!"
"Kalau begitu cepat ke sana, akan aku lindungi kalian!" timpal Reli.
Reli segera mengangkat geriginya, dibantu ketiga Krukrunya, menandakan kalau sekaranglah saatnya bergerak. Ketiga rekannya segera mengikuti langkahnya, berlari di bawah gerigi emas raksasa yang melindungi mereka dari lelehan lava yang jatuh dari sayap Tamon Rah.
"Apa itu di punggung Tamon Rah?" tanya Reviss.
"Huh?"
Sesuai pengamatan Reviss, di punggungnya Tamon Rah sedang menghimpun sebuah bola api raksasa
Sejauh ini, mereka bergerak dengan kompak. Saat ada monster menghadang di jalan mereka, F atau Asep bergantian membersihkan jalan. Setelah berlari agak jauh mengarungi gurun, mereka sampai di puncah sebuah bukit; dari sana mereka bisa melihat tujuan mereka.
Di utara bukit, sebuah kastil bobrok masih berdiri tegak di antara dua menara kristal pink yang dihiasi cincin berukirkan rune-rune arkais. Sesuai instruksi Pavel, inilah tujuan mereka.
Namun sayang, tujuan mereka dihalangi lapangan yang dijaga ratusan monster.
Mereka berempat bertukar pandangan, menandakan keraguan. Namun setelah saling menatap beberapa saat, mereka semua dengan mantap— mengangguk.
"Biar ane bikin jalan, semuanya jangan ketinggalan!"
Setelah mengatakan itu, Asep menyilangkan kedua lengannya di hadapan wajahnya. Dia menutup mata dan menghela nafas.
"PAPATONG KODOK SWIKE!!!!"
Asep kembali meneriakkan nama jurusnya, kali ini sambil menggesek-gesekkan kakinya ke permukaan tanah seperti banteng yang bersiap menyeruduk. Dan dengan ancang-ancang kokoh, dia melontarkan dirinya berlari maju.
Melihat Asep menerjang maju, F, Reli, dan Reviss segera berlari menyusul. Dengan kecepatan larinya, Asep membuat mahluk apapun yang berada di jalannya terpental. Namun F yang melihat ke belakang menemukan sebuah ancaman.
Dari arah Tamon Rah, lelehan lava kembali menetes jatuh, trayektorinya tepat akan jatuh menimpa Asep. F harus melakukan sesuatu.
Dengan sigap, F mengerahkan stamina untuk berlari lebih cepat mengejar Asep. Begitu dia sudah cukup dekat dan sebelum tetesan lava jatuh menimpa Asep, dia melompat.
Hanya dengan tangan kosong yang dikeraskan, F menangkap setangan penuh gumpalan lava panas. Panas memang tidak melukainya, karena salah satu kemampuannya adalah menghantarkan energi menggunakan kepadatan tubuhnya. Dan sebelum dia mendarat, dia melemparkan gumpalan lava itu ke wajah seorang Orc di sisi jalan.
Setelah tidak ada halangan, perjalanan mereka menuju ke kastil menjadi mulus. Selesai melewati lapangan yang dipenuhi monster, mereka langsung berlari menuju menara kristal yang berada di barat kastil.
Mereka sampai di tujuan tepat waktu. Karena begitu mereka sampai di kastil, Tamon Rah terbang ke arah lapangan monster dan dengan nafas apinya membakar sebagian penjaga lapangan.
"Jangan lihat," ujar F pada Reli. "Asep, bagaimana menaranya? Apa bisa kita hancurkan berbarengan?"
"Bakal susah, ane sendirian aja kudu all-out kayaknya."
"Sekeras itu?"
"PAPATONG COMBRO KARUHUN!"
Asep berlari mendekati menara dan melepaskan pukulan sepenuh hati.
*DHUESHH*
Bahkan dengan pukulan sepenuh hati, menara kristal ini tidak bergeming. Namun setelah serangannya tidak menghasilkan apa-apa, menara kristal menembakkan proyektil cahaya yang membuat Asep terhempas beberapa meter ke belakang.
"Yep, ane kudu all-out," rintih Asep sambil mengangkat dirinya berdiri.
"Tunggu! Pavel bilang menara-menara ini harus dihancurkan bersamaan."
"Selain ane, siapa lagi yang sanggup ngegedig ini menara sampe lebur, heh?"
F melihat tangan kanannya, masih panas setelah menangkap gumpalan lava tadi. Dia lalu melihat ke arah Tamon Rah yang terbang di udara.
"Aku punya rencana," ujar F menarik perhatian rekan-rekannya, "Asep, butuh berapa lama sampai kamu bisa melepas serangan all-out?"
"Empat menitan, kayaknya."
"Oke, kalau begitu tepat empat menit."
"Eeh, bentar! Rencana ente apaan, Mbak?"
"Percaya saja padaku," ujar F seraya berbalik memberi senyum simpul pada rekan-rekan lainnya. "Asep, mulailah bersiap sekarang juga!"
Tanpa menunggu jawaban dari rekan-rekannya, F berlari menjauh dari kastil, mendekati Tamon Rah yang sedang berlari di udara di atas lapangan di depan kastil.
"Kakak F!" Reli yang ditinggalkan segera disanggah oleh Reviss.
"Biarin dia, Reli! Percayain aja ama dia," ujar asep seraya merobek bungkus kopi sachet dari kanting kecil yang tergantung di sabuknya.
Dengan mantap, Asep menaburkan isi sachet kopi instan ke tangan kirinya. Dia lalu mengantongi bungkus kopi yang sudah kosong lalu meratakan serbuk putih itu ke permukaan kedua tangannya.
"AJIAN PAPATONG; KETIAK BALLISTA, AJIAN KOPILUWAK!!!"
Setelah menyerukan nama ajiannya dengan lantang, Reli dan Reviss dibuat tercengang dengan tindakan Asep berikutnya— dia menempelkan kedua telapak tangannya yang berisi serbuk kopi secara bersilangan. Aura merah-putih mulai tampak bergejolak keluar dari tubuh kekar Asep laksana. Dan setelah menghirup nafas dalam, dia mulai menembangkan sebuah lagu dengan suara syahdu nan patriotis.
"INDONESIA! TANAH AIRKU!! TANAH TUMPAH DARAHKU!!"
"KAK F!!!!"
Dari belakang Asep, terdengar suara jeritan keras. Itu suara Reli yang menjerit melihat F dilahap oleh Tamon Rah. Meski tersentak, namun Asep masih terus mantap menembangkan hymnenya.
"DI SANALAH! AKU BERDIRI! ..."
/007/
"Kak F!!!"
Setelah meninggalkan rekan-rekannya, F berlari tanpa menghiraukan panggilan dari Reli mendekati Tamon Rah. Setelah sampai di depan lapangan yang tadinya dijaga ratusan monster dan sekarang seakan sudah menjadi lahan pembantaian, F mengamati Tamon Rah yang masih berlarian di udara dan sedang memutar balik menuju ke arahnya.
"TAMON RAAHH! AKULAH LAWANMU!!"
Meski tanpa perlu dipanggil Tamon Rah sudah akan berbalik, namun teriakan F tadi membuat Tamon Rah terbang menerjang ke arahnya. Bola api di punggungnya sudah semakin besar— laksana balon gas yang diisi angin terlalu banyak —siap meledak. Melihat Tamon bersiap menyerangnya, F pun mempersiapkan diri.
Sementara Tamon Rah terbang mendekat, F mengubah kepadatan tubuhnya, membuat seluruh tubuhnya sekeras berlian. Namun transformasinya membuatnya kehilangan sesuatu— tinggi badannya.
Scyceid.core.battle{ DistribusiUlangPoinModulPertarungan
        Serangan = 0;
        Pertahanan = 7;
        Kecepatan = 4;
        }
Output console:
        Battle points redistributed.
        Old values:
        Attack = 5
        Defense = 2
        Speed = 4
        Unused points = 0
        New Values:
        Attack = 0
        Defense = 7
        Speed = 4
        Unused points = 0
Meski F kehilangan dua puluh centimeter tinggi badannya, namun kepadatan tubuhnya meningkat 142%. Sementara ini dia tidak perlu takut pada serangan Tamon Rah yang seperti apapun.
Semakin mendekat, Tamon Rah semakin menurunkan kepalanya, mulutnya terbuka— menampilkan lubang besar yang dipenuhi gejolak api membara. Namun sebenarnya itulah tujuan F.
Tamon Rah menyemburkan api dari mulutnya sambil masih terbang ke arah F. Sekali lagi dia membakar lapangan pembantaian, seakan segala yang ada di atasnya belum cukup hangus menjadi arang, dia membakar habis lapangan hingga menjadi abu.
Tubuh Tamon Rah yang setinggi 50 meter membuatnya memiliki ukuran lubang mulut yang besar; sekitar tiga meter saat dia sedang membuka mulutnya untuk menyemburkan api. Saat Tamon Rah membuka mulutnya, itulah kesempatan F untuk melompat masuk ke mulut Tamon Rah.
Sambil melawan panasnya api yang disemburkan Tamon Rah, F melompat masuk semakin dekat dengan mulut Tamon Rah, hingga akhirnya dia berhasil mendarat di lidah Tamon Rah. Tidak alam setelah dia mendarat, Tamon Rah menutup mulutnya dan kembali terbang ke angkasa.
F mengurung panas yang dihantarkan api Tamon Rah ke dalam tubuhnya, menyimpannya sebagai energi. Namun meski panas tubuhnya sudah nyaris tiga ratus derajat celcius, dia masih merasa kurang. Karena itu, F pun berjalan semakin dalam ke dalam mulut Tamon Rah, di mana ada lubang tenggorokan yang tampak seperti gerbang Neraka.
Namun semakin F melangkah mendekat ke saluran pernafasan Tamon Rah, semakin panaslah suasananya. Tapi juga semakin besar energi panas yang dihimpun F.
/008/
Sementara di luar, perjuangan Asep dan kawan-kawan juga tidak kalah mati-matiannya. Beberapa menit belakangan ini, Asep sedang menembangkan hymne kebangsaaan dengan khidmat sementara Reli dan Reviss melindunginya dari serangan monster yang masih sanggup berdiri dan lelehan lava dari kulit Tamon Rah.
Seiring larik-larik tembang yang Asep senandungkan, semakin aura merah-putihnya membumbung ke langit. Semakin dekat dengan klimaks, auranya kini membentuk aurora merah-putih yang berkibar-kibar di langit.
"Hati-hati, bola api raksasa di punggung Tamon Rah sudah siap meledak!" wanti Reviss sambil masih fokus melindungi Asep. Hanya Reli yang memberi konfirmasi akan peringatannya, Asep masih terlalu fokus menyelesaikan menghimpun tenaga untuk menghancurkan menara.
"INDONESIA RAYA! MERDEKA! MERDEKA!"
"HIDUPLAH INDONESIA RAYA!"
Begitu Asep menyelesaikan tembangnya, ketujuh potret pimpinan negaranya berjajar terproyeksi di hadapan aurora merah-putih yang dibuat himpunan aura Asep.
Ketujuhnya tersenyum bangga menatap perjuangan Asep, semuanya menatap Asep seakan berkata, "hajar, bleh!"
"Siap-siap! Bola api Tamon Rah akan meledak!!"
"Ayo, Mbac F! Ane udah siap ini!"
Bertepatan dengan lengkapnya pehimpunan kekuatan Asep, bola api di punggung Tamon Rah mulai bergetar hebat. Namun setelah beberapa saat bergetar, bola api belum juga kunjung meledak, bahkan mulai menciut.
"Hah?!"
Dada Tamon Rah mulai tampak mengembang-kempis, setiap kali dadanya mengembang, tampak pendaran energi merah menyala dari balik kulitnya yang hitam.
Tamon Rah meringkik sambil meronta-ronta di udara, tampak kesakitan. Sempat ia menepak-nepakkan kedua tapal depannya ke atas dadanya yang mengembang-kempis, namun percuma.
Setelah mengembang beberapa kali, dada Tamon Rah pecah. Dari dalamnya terjunlah sesosok oranye bercahaya yang tampak seperti matahari berkaki.
"ASEP! SEKARANG!!"
Matahari berkaki itu berseru dengan lantang, suaranya bergema di lapangan hingga sampai di telinga Asep dan kawan-kawan.
"Paman Asep!!"
Reviss dan Reli yang mendengar perintah matahari berkaki yang ternyata adalah F meneruskan teriakan F. Asep yang mendengar kepastian serangan pun mulai melepaskan pukulan dari kedua telapak tangan yang sudah beberapa detik dia tahan di samping pinggangnya.
"AJIAN PAPATONG; KETIAK BALLISTA, AJIAN KOPILUWAK!!! LEPASKAAAANNNN!!!"
*BOOM*
Dibarengi dengan pelepasan serangan Asep, sosok F yang menyala terang meledak, ledakan pertama itu sengaja dilepaskan F untuk melontarkan dirinya ke arah menara satunya di timur. Dibantu dengan tarikan gravitasi dan energi panas yang terkurung dalam tubuhnya, momentum serangan F membuatnya seperti bintang jatuh.
"YEEEEEEEEEAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRTTTTTTTTTTT!!!!!"
Asep dan F berseru saat melepaskan energi dalam jumlah besar ke dalam sebuah pukulan. Dalam detik yang sama, serangan mereka mengenai menara masing-masing. Meski sempat menara-menara itu menembakkan proyektil magis ke arah mereka, namun serangan mereka yang jauh lebih kuat memantulkan proyektil-proyektil itu.
*JELEGERRR!!!*
/009/
Serangan mereka menghancurkan kedua menara dan cincin-cincin yang menghiasinya seketika. Tamon Rah yang sedang memulihkan lukanya mendadak mematung. Dari menara-menara yang hancur, muncullan enam lingkaran segel magis, bentuknya sama seperti segel berlapis yang mengunci Tamon Rah di Alkima.
Keenam segel itu lalu terbang ke atas Tamon Rah, lalu satu per satu turun mengekang Tamon Rah. Tamon Rah mencoba meringkik dan meronta, namun tidak berguna. Semakin dia terangkat tinggi kembali ke bulan, semakin dia merinkik keras.
Begitu Tamon Rah sudah menghilang di bulan, keenam lingkaran segel yang membawanya mendadak membesar hingga seukuran bulan. Kedelapan lingkaran lain yang mengelilingi Alkima mulai berputar seperti sebelumnya, diikuti dengan berputarnya segel-segel berlapis yang mengunci bulan.
Setelah ritual penguncian selesai, semua segel pecah dan jatuh ke gurun; sebagai serpihan cahaya yang sangat indah, diiringi kembalinya warna langit malam yang sejati, dan sirnanya monster-monster yang menjadi lawan perang bangsa Alforea.
"Menang..." Reli bergumam sambil terengah-engah. "Kita menang!!"
Kegembiraan mulai terbagi di antara keempat pendekar, Reli yang paling heboh merayakan kemenangan bersama teman-teman Krukrunya, sementara Reviss merayakannya dengan tenang.
Dari puing-puing kristal menara yang mereka hancurkan, F dan Asep perlahan mulai bangkit. Tertatih-tatih keduanya bergabung dengan teman-temannya yang sudah duluan merayakan kemenangan.
"Eh, mbak... Keren ente!" Asep menawarkan tos pada F, namun F berjalan dingin melewatinya.
"Kak F tadi keren!" Reli yang sedang merayakan kemenangan langsung berbalik ke arah F begitu melihat kedatangannya.
"Ah, biasa kok~" suara F yang semenjak awal pertarungan dingin kini kembali ceria. "Ini semua berkat pelindungku!"
"Terus Paman Asep juga! Tidak kusangka Paman Asep orangnya besar juga!"
"Buat kamu."
"Wah, wah! Kalian sudah berhasil, ya?"
Tiba-tiba suara Pavel terdengar dari atas, dia baru turun dari langit seperti cara mereka datang.
"Saya ucapkan selamat atas kemenangannya! Sejauh ini kalian sudah berhasil menyelesaikan tugas pre-elimininasi, tapi bukan berarti kalian dijamin lolos maju ke babak berikutnya."
"Setelah pertarungan habis-habisan seperti tadi?" tanya Reviss.
"Yah, beginilah Battle of Realms." Pavel menjawab sambil tersenyum ramah. "Kalau begitu biar saya kembalikan kalian ke Alforea Lobby; Mulai transfernya!"
Pavel kembali menunjuk ke langit, ke arah lubang putih tempatnya turun tadi. Namun lagi-lagi, keempat pendekar malah terjerumus ke sebuah lubang yang mendadak terbuka di bawah kaki mereka.
fsc

28 comments:

  1. Uwooohh *0* Ceritanya seru banget. Penuh dengan battle, mantep. Semua karakter sampingan mendapat porsi yang seimbang tapi karakter utama (F) di cerita ini masih lebih menonjol. Karakterisasi semua OC juga sudah pas menurut saya jadi enak dibaca dan tidak datar.

    Tapi, ada banyak sfx yang menurut saya bisa dijadikan narasi saja ketimbang 'BOOOM' 'JLEGEEERR', soalnya ya... mungkin soal selera saja :-?

    Hum mungkin segitu aja dari saya ya. Saya kasih nilai: 8 untuk ceritanya ' 'd

    OC: Ernesto Boreas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih! ^^ b
      Saya akan coba jadi lebih baik ke depannya! ^^

      Delete
  2. Ceritanya keren, seru, Mang Asep lucu pisan hehe... cuma sebagai USA alias Urang Sunda Aseli saya agak keganggu sama Mang Asep yg tiba2 pake kata ganti 'Ane' padahal itu kan nggak Sunda banget #apazi.

    Cuma kekurangannya, bagian sfx yang dikutip pakai dua bintang kali ya karena agak jarang baca tulisan kayak gitu. Tapi ya sudahlah, mari singkirkan buku EYD.

    Nilai seluruhnya... : 8

    OC: Veronica Tiselina

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbac, saya bukan orang Sunda. :blush:

      Also, terima kasih! ^^

      Delete
  3. Ceritanya seru dan banyak aksinya sfx tidak terlalu berlebihan dan membuat cerita hidup
    Setiap OC mempunyai porsi yang pas untuk bertarung :)

    thanks you ^^
    Nilai : 8
    OC:Shizuka Lilith Moselle

    ReplyDelete
  4. Nice, i like this one. Proses penuturan ceritanya bagus; berhasil menarik minat pembaca untuk menikmati pertempuran dan sedikit jalan pikiran karakternya. Sfx nya mungkin menurut saya lebih baik dirubah menjadi narasi. Penguasaan karakter lumayan bagus juga. Overall, exciting! Saya jadi lebih tahu tentang F! :3 nilai anda, 9. Author Aragon Ferden

    ReplyDelete
  5. Akhirnya.. Nemu juga yang style nulisnya LN banget, sealiran sama saya.

    Saya ga akan komentar soal SFX karena kadang itu kebebasan penulis, apalagi kalau dirasa necessary dimasukkin dalam cerita. Setiap karakter di sini juga dapet porsi yang lumayan pas, kecuali Reviss yang entah kenapa kurang ngebekas di saya. Karena saya pengen liat karakter dan model cerita gini di 48 besar, tanpa ragu saya kasih nilai 10 buat modal maju ke babak selanjutnya

    [OC: Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soalnya takut kalo pake gaya yang biasa terkesan plodding. <(")

      Also, thank you~ ^^

      Delete
  6. LN style... narasi yang singkat namun mengena dan alurnya yang bagus membuat pembaca hanyut :v // meski ada tanda baca ; <--- diakhir yang ane kagak tau apa maksud dan tujuan dia disana :3

    Overall : 9/10

    -Dhaniy Islaviore/Masqurade

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi... tapi... penggunaan semicolon itu ditangguhkan untuk cerita. D:

      Also, terima kasih~ ^^

      Delete
  7. Keren seperti biasa bung fsc xD..

    Gak bisa nemu celah di cerita ini , mau itu tanda baca ataupun sfx. Karena ceritanya aj udah memuaskan. Seru, epic, gokilnya pun ada. Keren deh pokonya . *_*

    10 point and five stars for you xD..

    -Khanza M. Swartika-

    ReplyDelete
  8. Narasi dan karakterisasinya karakternya bagus mas. Ena banget dibacanya mas. Yang masalah cuma preferensi pribadi aja sih, because adegan yang terlalu full battle not really my cup of coffee.

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  9. Saya seneng karena cerita ini punya narasi yang singkat-padat-berimbang (mempercepat waktu pembacaan), dan full aksi. Tp, ini juga ada nilai minusnya buat saya. Saya sendiri lebih suka gaya bahasa yg ngalir lembut bak salju turun #paanzih

    *balik

    Ehem, karakterisasinya dapet. Dan saya paling suka dengan strateginya. Sebab saya sendiri masih bingung soal taktik, sampe sekarang *curhat*

    Namun yah, sebagai cewek, seenggaknya saya mengharapkan lebih banyak drama di sini. Entah itu pergulatan di batin, romansa, atau apa pun ....

    Oh ya, efek suaranya jga mendingan dihilangkan. Supaya tulisanmu lebih rapi dipandang ....

    Jadi, saya kasih nilai 8. Kalau mau ditambahkan sedikit saja dramanya, saya gak segan memberi 10 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh, ya, dari pengarangnya Ahran ~

      Delete
    2. Pengennya gitu, mbac. Tapi 'kan baru awal... :'s

      Delete
  10. Hmm, ini... sebenarnya ini oke. Kamu sudah sukses ngasih porsi yang seimbang ke masing2 party member dalam battle. Tambahan humornya juga oke, bikin nggak kerasa membosankan. Tapi saya tipe yang agak terganggu sama sound effect sih :)) padahal narasi singkat-singkatnya tersaji dengan bagus sekali. tenang aja sih, ini cuma personal preference kok :D

    Saya kasihnya kamu nilai 8

    OC: Lady Steele

    ReplyDelete
  11. Masalah OOC adalah hal utama memang, namun bagaimana mencari kesesuain memainkan OC itu nilai lebih dari tournament ini...... kamu ambil karakter lain dengan bermain aman tanpa memperdalam setiap karakter.. safe....... cerita memang penuh battle, namun alur awal yang begitu cepat membuat ini sedikit 'boring'........
    point 7 for you

    -Aria Maharani-

    ReplyDelete
  12. Ceritanya keren,menegangkan,klimaksnya dapat apalagi kalau divisualisasikan hidup sekali cerita ini

    ReplyDelete
  13. Sementara itu saya kira effeth bakal digarap versi aksi serius. cedi. :'(


    SFX ngena, pembawaan cerita juga ngena dengan tema 'seru-seruan' yang mau disampaikan. Tapi alangkah baiknya jikalau hal-hal absurd seperti ninja doge perlu diperjelas lagi wujudnya supaya tyda rancu di kepala first time reader.

    cedi, tapi rapopo. Saya batman.

    8/10

    - Ayaka Kirisawa, atas suruhan Adrienne Marsh dan permintaan Ronnie Staccato

    ReplyDelete
  14. Saya ikut tersenyum bersama para pemimpin negara. :))

    Yang jadi nilai plus dari cerita ini dari saya adalah visualisasi Ajian Kopiluwak yang begitu megah. Kurangnya, ya sedikit di penggambaran hal-hal seperti Doge-Ninja aja sih.

    instant 9.9/10 for me. Sebagian besar nilainya datang dari pembawaan Kang Asep :))

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
    Replies
    1. NOTE:

      Karena ternyata tidak bisa kasih nilai dengan koma,
      saya bulatkan jadi 10/10 @v@ (Kang Asep i lop u pull)

      Delete
  15. pertempuran yang seru dan saya kembali tertawa dengan jurus-jurusnya Asep, apalagi waktu asep mau ambil gerigi punya relima. Reviss sepertinya tenggelam oleh yang lain.

    nilai dariku 10/10

    OC :Yu Ching

    ReplyDelete
  16. Baru komen, padahal ini entry pertama yang kubaca sebenernya...

    Aku suka ceritanya, karakterisasinya bagus, narasinya simple, ringan dan gak basa-basi. Battlenya keren. Powernya Mbak F juga unik. Nyaris nggak ada cela. Aku beneran nikmatin banget dari awal sampe akhir.

    Ini Mbak F aku nggak baca charsheetnya tapi aku bisa tahu sifat dan kekuatannya kek apa tanpa perlu banyak mikir. Padahal kalo dipikir, lumayan ribet juga, shapeshifter, ada coding di badannya, double persona.

    Aku bisa belajar banyak dari baca tulisan ini doang. Dan R1 nggak bakal menarik kalo nggak ada OC ini, jadi...

    Nilai : 10
    OCku : Alshain Kairos

    ReplyDelete