29.4.15

[PRELIMINARY] LADY STEELE - UNRELENTING FORCE

LADY STEELE - UNRELENTING FORCE
Penulis: Fachrul R.U.N
Lady Steele dikelilingi kerumunan orang aneh. Ada remaja, orang tua, hingga makhluk aneh seperti sosok bertubuh perempuan dengan kepala pohon. Mereka ribut bercengkerama, mencari kelompok untuk bertempur. Beberapa langsung menemukan orang yang cocok, dan dikirim oleh gadis dengan kostum french maid lewat portal dimensi; ada yang berargumen ingin dikirim sendiri melintasi portal; sebagian lain masih sibuk mencari.
           
Steele hanya diam, menyilangkan lengan sambil berpikir. Masih butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi. Seharusnya ia berada di Superdome, New Orleans, untuk event istimewa International Female Wrestling League. Ia dijadwalkan untuk menghadapi rivalnya, Francisca Lopez, dalam pertarungan Iron Ladies enam puluh menit. Di bahunya bahkan masih bersandar sabuk kejuaraan IFWL. Sekarang ia malah berada di dunia antah berantah di mana semua orangnya secara ajaib bicara dalam bahasa Inggris.  
Yang paling parah, karena ia ditarik tiba-tiba ke sini, ia tak membawa perlengkapan apapun selain spandeks dan sabuk gelar juara. Tidak ada uang, tidak ada SIM, tak ada dukungan dari anak buah-anak buahnya. Kalau penyelenggara turnamen ingin kejam, ia bisa harus mencari uang dengan tantangan bertarung atau adu panco dulu untuk bisa membayar penginapan.

Tapi mungkin ini tidak terlalu buruk. Dari penjelasan yang ia dengar di video tadi, Steele dengar ia ditarik ke sini untuk sebuah turnamen. Ia memang samar-samar menyetujui sebuah undangan belum lama lalu, walau isi undangan itu begitu kabur ia bahkan tidak tahu apa maksudnya. Yang jelas, janji pertarungan menghadapi orang-orang semacam yang mengelilinginya ini terdengar lebih menarik ketimbang menghadapi Francisca lagi untuk kesekian kalinya. Ia jadi bisa menguji kemampuan gulatnya menghadapi musuh baru. Selain itu, hadiah yang dijanjikan pun sangat menggiurkan. Ia rasa ia tak akan keberatan mendapatkan kemudaan abadi. Dengan begitu ia akan dapat terus bergulat hingga matahari di semestanya mati.
Memang, bisa saja janji mendapatkan apapun yang ia inginkan itu bohong. Itu terdengar terlalu fantastis. Namun ia toh entah bagaimana berada di dunia fantasi, jadi ia bersedia untuk mempercayainya hingga ada bukti yang menyatakan sebaliknya.
Kerumunan menipis. Sebagian besar "kontestan" turnamen telah dikirim pergi menuju ujian pertama mereka. Akhirnya Steele memutuskan bergerak. Ia mendekati salah satu pelayan yang sedang kosong, tak dirubung oleh satu petarung pun. Pelayan dengan raut kaku tanpa ekspresi itu menyadari kedatangannya dan menoleh.
"Permisi, sebenarnya seperti apa misi saya?"
Dengan dingin sang pelayan menjawab, "Akan saya jelaskan setelah Anda dikirim ke sana."
"Begitu? Kalau begitu bisakah saya berangkat sendiri?" itu akan lebih menantang.
"Tamon Ruu tidak menghendaki demikian. Maaf. Silakan cari sekutu lain, minimal satu orang."
"Terima kasih," Steele membungkuk sedikit, menghormati jawaban tegas yang pelayan itu berikan. Jadi ia memang harus mencari rekan. Siapa kira-kira yang pantas? Kalau saja ia boleh membawa rekan-rekan tag team-nya ke dunia ini, ia bisa menguji kekuatan latihan mereka. Karena ia sendirian, maka ia harus mencari petarung potensial lain…
"Hei, kau!"
Suara serak tadi menarik perhatian Steele.
"Ya, kau! Yang bawa sabuk juara!" seorang pria kekar berjaket hitam mendekatinya dengan langkah-langkah lebar. Bekas luka sabet memanjang di wajahnya menunjukkan ia pasti bukan bukan orang baik-baik. "Juara apaan kau?"
"Gulat professional. Saya adalah Lady Steele, juara dunia di IFWL," Steele memperkenalkan dirinya, masih sopan walau lawan bicaranya terlihat kasar.
"Heh? Gulat pro?" pria itu memicingkan mata kirinya. "Itu kan boongan?"
"Banyak yang bilang begitu." Steele meremas-remas tinjunya. "Mau ngebuktiin?"
Pria kekar itu terdiam, tak memperhitungkan akan mendengar jawaban itu. Lalu dia terkekeh. "Mantep juga kau, Non. Aku Asep, Bos preman Bandung. Nggak nyangka bakal ketemu juara gulat kaya kamu di sini. Ngerti bahasa Sunda pula."
Ganti Steele yang heran. "Sunda? Kita bukan bicara dalam Bahasa Inggris?"
"Heh?" Asep juga kebingungan. Baik dia maupun Steele tak menyadari kalau makhluk-makhluk yang tengah melihat mereka dari luar alam justru melihat mereka berdialog dalam gaya bahasa Indonesia ala novel terjemahan. Ada translator universal yang bekerja di alam ini, memastikan peserta dan penonton dapat memahami semua percakapan tanpa benturan bahasa. "Ah bodo amat lah, yang penting kau ngerti aku ngomong apa. Maaf kalau tadi aku terdengar kurang ajar. Sebenarnya aku lumayan terkesan sama penampilan kamu. Kita mau bertempur, dan kamu cuma pakai spandeks…"
"Apa boleh buat, saya ditarik waktu mau bertanding," Steele menjawab apa adanya. Lagi pula, kalau diberi kesempatan cari baju tempur ia juga akan mengenakan spandeks terusan berwarna hitam ini. Setelah mengenakan kostum seperti ini, dan variasinya, selama sepuluh tahun ia sudah merasa pakaian ketat itu sebagai kulit keduanya. Sama seperti topeng putih yang ia kenakan terasa seperti wajah aslinya.
"Oh gitu? Pantas. Minimal kamu siap tempur dong ya," Asep nyengir. "Benernya aku juga tahu gulat dikit-dikit."
"Aliran apa? Lucha? Brawl gaya Amerika?"
"Lebih sederhana kok. Aliran bela diri aku ngintegrasiin Greco Roman."  
Satu-satunya gaya gulat yang masuk olimpiade. Tentu saja. "Ah, itu menarik. Biar bagaimanapun, Greco Roman adalah dasar dari semua teknik gulat. Jadi sejauh apa kamu paham teknik-tekniknya?"
Asep terkekeh. "Sebenarnya, Neng Steele, aku nggak keberatan nunjukin sekarang. Mau coba jajal tanding? Nggak tiap hari ketemu juara dunia gulat."
Steele membungkukkan tubuhnya, sudah mengincar bagian paha Asep. "Aku tidak keberatan."
Asep ikut membungkukkan tubuh, bersiap-siap mengantisipasi serangan Steele.
Pelayan di dekat Steele berdehem. "Apa tidak sebaiknya kalian berangkat?" tangannya mengisyaratkan Steele dan Asep untuk melihat sekeliling. Tempat ini sudah semakin sepi, hanya segelintir saja peserta yang tersisa. "Berdua sudah dihitung sebagai tim kok. Lagi pula, kalau kalian haus pertarungan, kalian akan menemukan banyak di tujuan kita nanti."
"Heh, yah kayanya lebih asyik kalo kita saling pamer kemampuan di arena." Asep membubarkan kuda-kuda gulatnya. "Kau keberatan, Neng Steele? Sebenarnya aku memang lagi cari pasangan buat ronde ini."
"Sama-sama kalau begitu. Aku tidak keberatan," Steele menyahut, juga membatalkan kuda-kuda gulatnya.
"Tim sudah terbentuk. Kalau tidak salah Anda berdua adalah Asep Codet dan Lady Steele, benar?" Kedua kontestan mengiyakan.
"Dari mana kau tahu?" tanya Asep penasaran.
"Semua pelayan di sini sudah diberikan gambaran tentang semua peserta. Ciri-ciri kalian termasuk mudah dikenali," jawab gadis itu. Ia lalu mengarahkan tangan kanannya ke udara kosong di sampingnya. Seketika, di sana tercipta sebuah lingkaran portal.
Yah, ini memang dunia fantasi, pikir Steele melihat betapa mudahnya gadis itu mengeluarkan sihir.
Sang pelayan menerangkan, "Nama saya Nessa, pelayan yang akan memandu Anda berdua dalam petualangan di Alforea. Silakan lintasi portal ini untuk memasuki arena ronde kualifikasi. Saya akan menjelaskan lebih lanjut di sana."
Asep mengangkat bahu. "Mari kita liat kaya apa sih turnamen ini. Moga-moga seru," kata Asep. "Tolong jangan kecewain aku, Neng Steele. Kita masih harus adu gulat nanti."  Setelah itu ia melintas memasuki portal.
"Harapan kita sama, Asep," timpal Steele, walau Asep sudah tak mendengarnya. Tanpa keraguan ia pun melintasi portal, penasaran dengan apa yang menantinya di baliknya.
2

Steele dan Asep mendarat di sebuah gurun gersang. Malam telah turun, menyelimuti seluruh area dalam gelap. Udara dingin datang menusuk, mencoba menghukum Steele yang berani mengunjungi tempat itu hanya mengenakan spandeks. Permukaan kaki Steele yang telanjang menyentuh langsung tanah yang keras dan tidak rata.  
Di depan mereka, tengah terjadi pertempuran. Sejumlah prajuri berpelindung besi menghadapi gempuran dari sejumlah… monster. Butuh waktu beberapa detik bagi Steele untuk menyadarinya. Mengandalkan pencahayaan yang datang dari bulan dan sejumlah tiang obor, ia melihat para prajurit manusia itu menghadapi berbagai macam makhluk. Ada yang kecil, seperti kurcaci, ada juga makhluk besar dengan tinggi dua meter lebih. Rasanya seperti dipindahkan ke tengah-tengah lokasi syuting film kolosal.
Bau darah kuat menguasai udara, dibawa oleh angin. Di sekeliling Steele terbaring mayat monster dan para prajurit manusia. Tumpukan tubuh itu meyakinkan Steele kalau ia dibawa ke sini bukan untuk menjadi figuran dari film blockbuster medieval terbaru Hollywood.
"Ini… lebih buruk dari perkiraan…" Nessa berpendapat.
"Inikah tempat penyisihan turnamen?" tanya Asep, kebingungan. Bahkan pria macho seperti dia pun terganggu dengan banyaknya mayat manusia di sekelilingnya. "Apa yang harus kami lakukan di sini? Membantu prajurit-prajurit itu?"
"Kurang lebih begi-"
Sebelum Nessa selesai menjawab, Asep sudah terlebih dahulu melempar jaketnya ke Nessa. "Kalau gitu jagain ini jaket!"
Asep melihat satu prajurit goblin, hanya setinggi lututnya, hendak menikam seorang prajurit yang sudah terjatuh. Gerakan sang goblin terhenti saat ia merasakan kedatangan Asep… namun makhluk itu terlambat menghindari tendangan kuat preman itu, yang membawanya terbang dengan menyakitkan.
Steele juga berminat membantu, tapi juara dunia IFWL itu masih mampu menahan diri, sadar kalau Nessa belum menyampaikan misinya. "Apa yang harus kami lakukan di sini?"
Nessa menunjuk sebuah kastel di kejauhan, terlihat karena adanya api membara dari bangunan utamanya. Ada dua menara tinggi di masing-masing sisi depan kastel, semuanya terbuat dari kristal berkilai/
"Monster-monster ini… mereka mencoba memanggil Tamon Rah, kuda legendaris yang tak terkalahkan, dengan dua menara kristal di sana…" Nessa mulai menjelaskan. "Tujuan kalian adalah menghancurkan kedua menara itu. Bila kalian berhasil, maka kalian sudah membantu Alforea dan dinyatakan lolos dari babak ini."
"Bagaimana aku tahu kalau aku terlambat?"
Nessa menunjuk ke langit, membuat Steele mendongak. Malam ini bulan sedang purnama. Namun bulan sempurna itu terlalu dekat dari bumi, hingga wujudnya terlihat besar sekali.
"Itu bulan Alkima. Tamon Rah disegel di sana. Kalian akan tahu kalian terlambat saat Tamon Rah keluar dari sana. Waktu kalian…" wajah Nessa memucat. "Waktu kalian kurang dari lima menit dan-"
Kata-kata Nessa terhenti di tenggorokan. Tak bisa selamanya mereka mengobrol di tengah mayat dan pertempuran tanpa terganggu, terlebih dengan semakin berkurangnya prajurit manusia di sekeliling mereka. Ada tiga prajurit tulang yang datang mendekat, bersenjatakan golok karatan.
Steele menyerahkan sabuk kejuaraannya ke Nessa. Kalau memang ia hanya punya lima menit, dari sekarang, berarti ia harus cepat. Ia harap monster-monster ini bisa menghiburnya. "Sabuk ini menyimpan banyak sejarah IFWL. Tolong jangan hilang," ucapnya.
Nessa tak mampu menjawab. Tiga prajurit tadi sudah di depan mata, jadi Steele pun maju, menghantamkan lengan kanannya ke leher tengkorak pertama yang mendekatinya. Kepala makhluk itu terpental jauh, mendarat di atas tanah. Sisa tubuhnya jatuh berserakan.
Tebasan datang dari kanan. Merasakan kedatangan serangan, Steele mengelak ke kiri. Prajurit tulang yang satunya ikut menebas, ingin membelah kepala juara dunia IFWL itu menjadi dua. Steele menangkap tangan prajurit itu, menyentaknya hingga lepas, dan menggunakannya sebagai pemukul untuk menghajar hingga lepas kepala pemiliknya.
Tiba-tiba prajurit tengkorak yang tersisa terlihat ragu, menyadari kesalahannya menyerang Steele. "Kalau sudah menyerang seorang ratu…" Steele menendang lurus dan tinggi, menyepak kepala prajurit itu hingga terpental jauh. "Jangan setengah-setengah!"
Steele menghirup nafas dalam-dalam, membiarkan aroma pertempuran memasuki paru-parunya. Ya, ini jauh lebih baik dari sekedar pertarungan gulat di New Orelans.
"S-saya akan kembali dulu. Maaf tidak bisa membantu lebih," Nessa berkata. "Seharusnya… seharusnya kondisi medan tidak separah ini."
"Silakan kembali." Steele meremas-remas tinjunya. "Biar kuselesaikan kedua kristal itu dengan tanganku sendiri."
"Tidak bisa!" seru Nessa. "Kedua menara itu harus dihancurkan bersamaan! Karenanya harus ada dua orang yang-"
Seekor manusia serigala datang menyerang dari belakang, membuat Nessa memekik panik. Steele berlari kencang, melompat, dan menghajar wajah serigala itu dengan dropkick, membuat makhluk jejadian itu terlontar ke belakang.
 "Jadi aku harus kerja sama dengan Asep, atau para prajurit. Tidak masalah." Steele berdiri lagi. "Pulang sana."
"B-baik! Maaf tidak bisa membantu lebih banyak!" dan Nessa pun memunculkan kembali portalnya untuk pulang, meninggalkan Steele dengan manusia serigala yang kini sangat, sangat marah.
Manusia serigala itu menerjang dengan kuat, menjatuhkan Steele ke tanah. Mulutnya terbuka hendak memangsa kepala perempuan itu. Kedua tangan Steele sudah terlebih dahulu mencegah dengan mencekik leher lawannya.
Monster itu terkejut dengan kekuatan cengkeraman Steele. Bukan saja ia tak mampu melanjutkan gerakan kepalanya, Steele sukses memutus saluran pernafasannya. Ia mencakar lengan Steele hingga berdarah, mencoba membuat perempuan itu melepaskan tangannya. Namun makhluk itu keheranan merasakan kuku-kukunya yang tajam hanya mampu menorehkan goresan.
Steele tak menyadari kesulitan si serigala untuk mencabik dagingnya. Merasakan sakit, ia tahu ia harus cepat-cepat menyudahi perlawanan lawannya.  Jadi ia meremas leher makhluk itu sekuat tenaga hingga ia rasakan tulang-tulangnya hancur. Dengan entengnya Steele lalu melempar mayat serigala itu ke samping, agar ia dapat memeriksa tangannya yang berdarah. Kalau misalnya cakar serigala itu mengandung rabies, ia harap penyakit itu bisa menahan diri hingga ia kembali ke Alforea.
Lima monster datang dari udara. Steele menghindari mereka, membiarkan makhluk-makhluk itu mendarat dengan suara berdebum di atas tanah. Baru setelahnya ia menyadari mereka bukan datang untuk menyerang, melainkan dilempar oleh kekuatan yang sangat besar. Ia melongok ke arah datangnya makhluk-makhluk itu dan melihat Asep, kaus kutangnya berlumuran darah yang tidak berasal dari tubuhnya.
"Mau santai-santai sampai kapan, Neng Steele? Ayo bantu sini!"
Merasa tertantang, Steele berjalan ke arah Asep. Sekali lagi matanya melirik bulan, yang tampak semakin besar. Walau mengasyikkan, tidak bijaksana untuk terus berdiam di sini.
3
"Jadi kita harus ngancurin dua menara kristal itu?" tanya Asep, tangannya meninju hancur kepala prajurit Orc yang mencoba menyerangnya.
"Katanya begitu." Steele menghindari tebasan dari goblin besar, yang tingginya hampir menyainginya. Sebelum makhluk itu sempat berbalik, Steele sudah terlebih dahulu meraih pinggang goblin itu dari belakang. Lalu ia lengkungkan punggungnya, menjatuhkan kepala sang goblin ke tanah dengan teknik suplex Jerman. "Dan kita cuma punya kurang dari lima menit."
"Heh…" Asep diserang bersamaan oleh tiga goblin. Ia memukul yang pertama, menyiku yang kedua, dan melemparkan yang ketiga ke arah Steele. Steele meraih tubuh goblin itu di udara dan membantingnya ke tanah. "Berarti nggak ada waktu lagi main sama kroco."
"Benar," Steele menyetujui. Kali ini yang menyerangnya adalah sosok berbungkus kain kafan putih yang datang dengan melompat-lompat. Mengira makhluk tidak jelas itu adalah monster dakimakura, dengan jijik Steele menendang perut monster itu dan membantingnya jauh-jauh.
Jumlah monster di area ini mulai berkurang. Sepak terjang Asep menarik perhatian para monster, memberi waktu dan ruang bernafas bagi para prajurit yang tersisa, memungkinkan mereka menyerang balik dengan lebih efektif. Pimpinan mereka bahkan, akhirnya, mampu mendekati Steele dan Asep untuk bicara. "Kalian bantuan yang dikirimkan Yang Mulia Tamon Ruu? Kok hanya berdua?"
"Sepertinya cewek bohay itu salah perhitungan, Mang. Jumlah maksimal yang mau dia kirim ke sini juga cuma empat!" seekor manusia serigala datang menerjang tiba-tiba. Asep meraih tubuh makhluk itu dan menanduk kepala makhluk itu berkali-kali hingga wajah preman itu pun kini belepotan darah musuhnya. Saat Asep melempar makhluk itu, Steele merasa agak kecewa serigala jejadian yang dihadapinya di sini tak punya kemampuan regeneratif seperti di cerita-cerita. Tampaknya mereka lebih seperti kobold ketimbang werewolf.
"Ini memang di luar rencana sih. Sial, semoga pelayan yang mengantar kalian ke sini akan mendatangkan lebih banyak bantuan!" pemimpin pasukan menghalau tebasan kapak satu goblin dengan tameng di tangan kiri, lalu memenggal leher goblin itu dengan pedang. "Aku Kenneth Winham, Kapten pasukan Ratu. Kami datang ke sini karena mendengar ada yang mencoba mengusik segel Tamon Rah. Kami nggak menyangka jumlahnya akan sebanyak itu. Mereka seperti tidak ada habisnya!"
"Karenanya kita harus maju!" seru Steele sambil mencekik sekaligus dua prajurit goblin. Setelah keduanya kehabisan nafas, ia membanting mereka keras-keras.
"Benar. Setidaknya jumlah monster sudah jauh lebih berku-" mata Kenneth membelalak. Dari arah kastel, datang lebih banyak monster "Bajingan, ini nggak akan ada habisnya! Apa kalian takut mati, orang-orang asing?"
"Mati? Tidak. Tapi kalau musuhnya hanya seperti ini…" Steele menyepak satu prajurit tengkorak hingga hancur. "Kita tidak akan mati."
"Bener banget!" seru Asep sebelum dia melompat dan menghantamkan tinjunya ke bumi, menciptakan gempa yang merontokkan seluruh prajurit tengkorak di dekatnya, sekaligus mementalkan monster-monster lain.
"Ya. Masalahnya bukan mereka…" Kapten Winham melongok ke langit. Bulan semakin besar. "Maju ke kastel, anak-anak, kita tak punya waktu lagi! Demi Yang Mulia Ratu!"
Saat menyerukan itu, tubuh Winham memancarkan cahaya hangat. Simbol Alforea tercipta di atas tubuhnya.
"Demi Yang Mulia Ratu!" sahut para prajurit yang bisa mendengar perintah itu.
"Kamu bisa sihir?" Steele memastikan.
"Cuma satu itu. Dan gunanya hanya buat pamer dan komunikasi," timpal Winham.
Para prajurit maju dalam formasi rapat, bersiap menjadi tombak untuk menembus serbuan tak teratur dari musuh di depan. Masing-masing prajurit sudah menyiagakan pedang, tombak, juga busur silang mereka untuk melindungi rekan di samping. Steele dan Asep berlari mengikuti mereka, siap membantu bila diperlukan.
Tapi, berlari di sisi mereka, Steele dapat merasakan sesuatu: moral para prajurit ini sudah anjlok. Mereka telah bertempur sejak entah berapa lama, dan ketika akhirnya bantuan datang, mereka hanya menerima dukungan dari dua orang tak bersenjata. Ia memikirkan sesuatu untuk mempermudah usaha mereka, sekaligus membantunya mempercepat laju pasukan. 
"Bung Asep?" panggil Steele.
"Ya?"
"Bisa duluan ke depan?"
"Heh…" Asep menyeringai. Ia menebak sendiri maksud dari ucapan Steele, dan ia menyukainya. "Ide bagus."
Memanfaatkan otot-otot kakinya yang sangat kuat dan terlatih, Asep melenting ke depan, begitu tinggi hingga ia hampir terlihat terbang. Saat ia mendarat, sekali lagi ia menciptakan gempa kecil yang mempengaruhi monster-monster di sekelilingnya. Tahu, dan menikmati, ia sekarang dalam posisi berbahaya, Asep langsung mengamuk menghajar monster-monster terdekat darinya.
Seekor serigala jejadian terlontar. Sejumlah kerangka dari prajurit tengkorak berterbangan, melewati pasukan Kapten Winham. Distraksi tak terduga dari Asep itu begitu heboh, hingga para monster pun kebingungan. Ada sebagian di garis terdepan yang berbalik arah, mencoba menyerang Asep yang terlihat begitu berbahaya.
Prajurit-prajurit Winham yang sudah memperhitungkan akan dihajar gelombang monster yang lebih besar pun lega terhadap dukungan itu. Para penombak berdiri paling depan, tameng besar mereka menahan laju monster. Tombak mereka yang terjulur menembus makhluk-makhluk yang terlalu bodoh untuk menyerang mereka secara frontal.
Para pengguna pedang dengan sigap menebas monster-monster yang sukses melewati para penombak. Mereka bertempur sebagai unit, memanfaatkan jumlah monster yang tak sebanyak dugaan. Minimal dua prajurit menghajar dan menjatuhkan satu monster bersamaan. Pengecualian hanya Kapten Winham, yang mampu menghadapi sejumlah monster sendirian.
Melihat formasi padu itu, Steele memutuskan untuk tidak terlalu dekat dari para prajurit. Ia justru memutuskan berpasangan dengan Kapten Winham. Saat melihat ada goblin kerdil yang hendak menikam Winham dari belakang, Steele meluncur dan menghajar punggung goblin itu dengan bahunya. "Giii giii!" seru goblin itu, masih ingin melepaskan diri dari Steele. Steele meninju kepala belakang makhluk hijau jelek itu hingga dia berhenti bergerak.
"Kamu kuat, tapi gerakan kamu agak kelamaan!" seru Winham, menebas satu manusia serigala. "Butuh senjata nggak?!"
Yah, Steele memang tidak sekuat Asep, yang masih menggila di depan. Teknik gulat, terutama yang Steele pelajari, lebih berkutat pada melemahkan musuh dan mengunci mereka. Berpotensi maut, tapi sulit berguna di medan perang seperti ini. Diberikan senjata pun ia tidak akan bisa menggunakannya. Kecuali…
Steele meraih bagian kaki jasad goblin yang baru dibunuh Winham. Saat ada empat prajurit tengkorak mendekatinya, ia mengayunkan jasad di tangannya sekuat tenaga. Tubuh seukuran pria dewasa itu pun terayun berputar, merontokkan para prajurit itu sekaligus. Steele mendengus. Seharusnya dari tadi ia menggunakan senjata seperti ini.
"Eh…" Winham melongo. "Bukan senjata konvensional." Ia memenggal kepala satu goblin tanpa menoleh. "Tapi kayanya cocok untuk kamu."
"Benar." Kalau pun rusak, ia tinggal ambil gantinya nanti.
Didukung oleh kekuatan Asep, mereka maju. Sejumlah prajurit jatuh berguguran, namun terus pasukan itu menerjang. Sesuai dengan yang Steele harapkan, aksi Asep memacu kembali sisa-sisa semangat para prajurit itu. Kini, ia dapat melihat beberapa mulai menyeringai atau tersenyum, melihat kemenangan tak semustahil sebelumnya.
Asep membiarkan Steele menyusulnya dulu agar mereka bisa mengobrol. Saat mereka bertemu lagi, goblin yang Steele gunakan sebagai pemukul sudah begitu hancur hingga ia terlihat seperti membawa ongokan daging. Ia melempar jasad rusak itu dan menggantinya dengan jasad manusia serigala berukuran sama.
"Senjata yang keren, Neng Steele!" puji Asep saat melihat Steele menggunakan manusia serigala itu untuk menghantam dan menjatuhkan satu prajurit goblin.
"Terima kasih," kata Steele, sementara Asep melancarkan tiga pukulan beruntun yang mementalkan tiga monster berturut-turut.
"Mungkin habis ini kita bisa nikah?" preman macho itu bertanya.
"Tidak terima kasih." Deretan kerangka berterbangan saat "senjata" Steele mengenai lima prajurit sekaligus.
"Kenapa tidak? Gini-gini Akang ini baik ke perempuan lho. Dan kita cocok."
"Saya yang tidak pantas untuk itu."
"Ah masa sih?"
Asep mungkin bercanda, tapi Steele menganggapnya serius. Ia sudah pernah menikah sebelum ini. Ia bahkan sudah punya satu anak. Namun ia menceraikan suaminya, dan menyerahkan anaknya ke pria itu, saat ia menyadari satu hal: ia tak bisa memisahkan diri dari pertarungan. Ia tak bisa mengalihkan perhatiannya ke orang lain saat masih ada penantang yang ingin merubuhkannya di atas ring. 
Ia tahu itu tidak wajar. Karenanya ia menghilangkan sepenuhnya kepribadiannya sebagai Rin Komori dan sepenuhnya menyatu dengan topeng dingin Lady Steele. Di luar dunia dunia gulat dan tarung, ia tidak punya siapa-siapa. Itu juga alasan lain ia tidak keberatan kehilangan nyawanya malam ini.
Dan itu juga alasan kenapa dia takut suatu hari nanti ia harus pensiun karena usia. Dapat ia bayangkan dirinya duduk-duduk sebagai wanita tua renta di panti jompo, tak dikunjungi oleh siapa pun. Nafsu bertempurnya masih menggelora, memaksanya untuk bangkit dan kembali ke ring, namun ia terlalu renta untuk berdiri. Tak akan ia biarkan dirinya berakhir begitu. Akan ia menangkan turnamen ini, dan akan ia buat Tamon Ruu memberinya keabadian.
Istana dan dua menara kristal di depannya semakin dekat. Tak satu pun anggota pasukan itu mempermasalahkan monster yang terus berlarian keluar dari gerbang bangunan. Padahal ada dua raksasa setinggi tiga meter di depan masing-masing kristal, namun semangat para prajurit tetap menggelora. Sedikit lagi mereka bisa mengakhiri semua ini dan pulang, menceritakan kisah mereka di depan perapian bersama keluarga, sambil menikmati hadiah Tamon Ruu.
Saat itulah Tamon Rah menampakkan diri.
4
Lima menit sudah berlalu sejak tadi. Para pejuang mendapat tambahan waktu karena, di luar pengetahuan mereka, Tamon Rah harus terlebih dahulu bergerak dari posisi terakhir bulan, menembus atmosfer, hingga akhirnya muncul di langit. Sekarang waktu ekstra itu pun telah berakhir.
Medan pertempuran yang tadi gaduh oleh jeritan dan bunyi metal beradu sesaat menjadi sunyi. Perhatian para monster, prajurit, bahkan Steele dan Asep, teralih ke atas. Nessa menyebut makhluk itu sebagai kuda legendaris tak terkalahkan. Sejak awal Steele sudah membayangkan Tamon Rah sebagai pegasus, karena mau bagaimana lagi dia membahayakan dunia ini kalau ia bahkan tak bisa turun?
Tapi… setelah melihat wujud makhluk itu sekarang, ia bahkan tidak yakin apa yang dilihatnya memang kuda atau pegasus. Ya, makhluk itu memang memiliki struktur tubuh kuda. Sepasang sayap merah berapi tumbuh di sisi-sisi tubuhnya, terkepak menjaga agar ia tetap melayang.
Meski begitu, tak seharusnya makhluk itu dapat terbang. Tubuhnya terlalu besar, sekitar 50 meter mungkin, hingga walau ia tinggi di langit ia dapat terlihat jelas oleh semua orang di tanah. Dengan ukuran seperti itu, sulit bagi Steele membayangkan sayap Tamon Rah yang panjang dan tipis dapat membantunya tetap mengudara. Tetap saja makhluk itu ada di atas, seakan menertawakan hukum fisika.
Api yang dipancarkan sayap Tamon Rah membantu menunjukkan wujudnya. Tubuh makhluk raksasa itu tak memiliki kulit, memperlihatkan daging dan urat-urat sarafnya yang berwarna keunguan. Dagingnya sangat kurus, membangkitkan kesan mayat hidup. Ada empat tentakel yang menyeruak dari leher belakangnya, bergerak-gerak bebas. Empat tanduk tumbuh di kepalanya dengan tidak simetris.
"Ta-Mun-Rah!" monster-monster yang memiliki struktur rahang manusia berseru serentak. "Ta-Mun-Rah! Ta-Mun-Rah!"
Wujud makhluk itu begitu menjijikkan, namun Steele tak dapat mengalihkan pandangan. Otaknya masih mencoba mencerna wujud monster itu, walau ia mulai mengalami halusinasi dan melihat kalau Tamon Rah tak hanya memiliki tinggi, lebar, dan panjang. Makhluk itu seperti memiliki dimensi keempat dan kelima, yang bahkan Steele tak mampu bagaimana bisa ia lihat dan pahami. Di balik topeng putihnya, mata pegulat wanita itu mengalirkan darah.
"Hei! Hei kalian!" Winham menyadarkan Asep dan Steele. Saat pandangannya kembali ke bumi, Steele baru menyadari kalau Asep pun mengalami masalah sepertinya. Bahkan preman Bandung itu juga mengeluarkan darah sisi bibirnya. Para prajurit Winham, yang lebih tahu situasi, tidak melakukan kesalahan yang sama dan terus bergerak. "Jangan lihat Tamon Rah! Maju! Maju! Kalau monster-monster ini ingin memuja dewa mereka, ya ayo kita hancurkan kristalnya!"
"Bangsat…" Asep berlari. Matanya tetap tertuju ke kristal, walau ia merasa tertantang untuk melihat wujud Tamun Ra lagi. "Dia bikin aku berdarah. Kalau dia di tanah, kutonjok dia!"
"A-ha-ha-ha!" Winham tertawa sarkastis. "Kalau makhluk kaya gitu mendarat sebelum menara kristal brengsek itu hancur, kita semua mati!"
Sayangnya, harapan Asep malah terwujud. Tamon Rah menukik tajam, hingga tubuh raksasanya hanya tinggal sepuluh meter dari permukaan tanah. Semua prajurit dan monster yang ia lewati terhempas oleh hembusan angin yang ia ciptakan, sebelum kemudian terbakar di udara. Makhluk itu bisa menghancurkan semua monster dan prajurit dalam satu gerakan, namun seperti ingin bermain-main dulu, ia kembali naik ke langit, memberi kesempatan bagi para mangsanya untuk berharap.
Para monster melolong dan bersorak. Alih-alih takut karena rekan-rekan mereka dibakar hingga tak tersisa, amukan Tamon Rah justru membuat mereka haus darah. Mereka pun berhenti mengucap nama Tamon Rah dan kembali mengincar pasukan Winham.
"Asep!" seru Steele, menggunakan tubuh manusia serigala yang masih digenggamnya untuk mementalkan satu prajurit goblin.
"Ya, Neng?!" sahut Asep.
"Pilih yang mana yang mau kau hancurkan! Kiri atau kanan!"
"Neng mau yang mana?!" Asep meninju dan menanduk, membersihkan jalan sebisanya untuk dia, Steele, dan pasukan Winham.
"Kanan!" pilih Steele asal.
"Oke!" sahut Asep. "Sial, beneran harus diancurin sama-sama ini?! Jaraknya lumayan jauh! Bawa hape neng?!"
"Aku cuma ke sini dengan spandeks ini, Bung Asep!" Steele mengingatkan.
"Sebenarnya Akang juga nggak bawa kok!"
Dua ratus meter. Karena kondisi gersang area ini, Steele dan Asep mungkin masih bisa saling melihat satu sama lain. Letak menara itu pun di depan dinding kastel, sehingga Steele dan Asep tak perlu terlebih dahulu menghadapi portal, sarang, atau apapun itu penyebab monster-monster ini muncul tak terbatas. Tapi kegelapan malam, jumlah para monster, berisiknya pertempuran, serta aktivitas Tamon Rah tak akan membuat ini mudah.
Dari langit, Tamon Rah mengepakkan sayapnya beberapa kali. Tercipta delapan bola api besar di sisi-sisinya, yang lalu meluncur tak tentu arah ke bawah.
Bumi bergetar. Pasir berterbangan, bersama potongan-potongan para prajurit dan monster yang terkena. Menyadari kedatangan serangan itu, Asep meraih Winham dan melompat jauh ke depan. Namun, karena Asep refleks menyelamatkan Winham, maka Steele hanya bisa melihat pasrah saat satu bola api mendarat sepuluh meter di belakangnya…
Pegulat perempuan itu terlontar. Tubuhnya terangkat tinggi ke udara, beberapa kali berputar tak karuan. Kesadarannya masih terjaga, membuatnya dapat membatin, bayangkan ini pertandingan. Bayangkan kamu sedang melakukan corkscrew moonsault.
Tapi itu bukan corkscrew moonsault atau gerakan gulat lain. Ia baru saja dilontarkan oleh sesuatu yang sekuat artileri! Sudah cukup ajaib tubuhnya masih utuh! Tapi apa keajaiban masih berada di pihaknya saat tubuhnya kembali mendarat?
Saat menyentuh tanah, Steele berguling-guling. Jelas, sekujur dirinya merasa sakit. Namun ternyata ia memang masih diberkati oleh keajaiban. Ia masih dapat menggerakkan lengan dan kakinya. Tubuhnya pun terasa utuh, hanya panas di bagian punggung. Ia mulai bertanya-tanya, apa memang ini keajaiban atau berpindah ke Alforea memberinya peningkatan daya tahan tubuh?
Masih sanggup berdiri, Steele bangkit. Bukan saatnya untuk tidur. Ia ternyata terlempar jauh, hingga ia mendarat tepat di depan dinding batu kastel asal monster, dikelilingi oleh organ hangus manusia dan monster. Ia menoleh ke kanan-kiri, ingin melihat apa Asep selamat. Ia tak menemukan preman Bandung itu.
Yang ia temukan adalah monster. Bagai ombak mereka datang menerjang dari reruntuhan kastel yang terbakar. Dan Steele, tanpa perlindungan para prajurit Alforea, kini adalah incaran utama mereka.
Mungkin Asep terbunuh dalam ledakan tadi, bersama Winham. Dengan begitu misi ini tak akan bisa dimenangkan. Steele akan mati di sini, antara oleh para monster atau amukan Tamon Rah.
Aku adalah ratu IFWL… pikirnya saat ia berlari ke menara kristal kanan. Biasanya, di balik topengnya ekspresi Steele datar dan dingin, sama seperti ekspresi topeng putihnya. Kali ini berbeda. Di balik topeng penuh tanah itu, ia menyeringai lebar. Kalau memang aku akan mati, akan kubawa sebanyak-banyaknya makhluk bedebah ini bersamaku!
4
Sekumpulan monster menubruk Steele. Mereka menindih, mencakar, dan menggigitnya, mencoba memangsa pegulat perempuan itu. Namun kuku mereka tak dapat mencabik dalam, gigi mereka kesulitan mengunyah, memberikan waktu bagi Steele untuk memukul, mencabut mata, menggigit, mencakar, menanduk, dan membanting… hingga ia akhirnya keluar dari tumpukan itu sambil membawa mayat satu goblin pendek.
Kabar baiknya, sekarang Steele yakin kekuatan fisik tubuhnya memang meningkat jauh. Kabar buruknya, ia tidak serta merta menjadi kebal. Rasa sakit akibat terpental masih menggerogoti tubuhnya. Bekas gigitan, cakaran, dan tusukan yang baru saja ia derita pun masih menyakiti dirinya. Namun ia masih punya kekuatan untuk berlari maju…
Pegulat perempuan itu harus punya mental kuat, Rin.
Steele tersenyum, entah bagaimana otaknya memutuskan memutar kata-kata mentornya di tahun 80an. Ia berputar cepat, melempar kuat-kuat tubuh goblin yang digenggamnya ke arah monster-monster yang mengejarnya. Satu goblin besar terdorong mundur akibat lemparan itu, merontokkan prajurit tengkorak dan menjatuhkan manusia serigala serta goblin-goblin di belakangnya. Itu tidak mengurangi jumlah pengejar Steele, yang malah terus bertambah.
Sepanjang karirmu, kamu akan diremehkan. Ligamu akan selalu dianggap lebih inferior dari liga laki-laki. Bukan tidak mungkin kalau kamu terus di Jepang, kamu akan dilacurkan. Banyak liga yang disokong Yakuza, dan mereka nggak peduli begituan.
Steele meraih kepala manusia serigala yang hendak menerkamnya. Ia benturkan kepala makhluk itu ke dinding sambil terus maju, meninggalkan jejak darah panjang sekaligus merobek kulit makhluk itu. Saat makhluk itu tak bernyawa, Steele meraih kakinya dan menggunakannya sebagai pemukul lagi, menghalau monster-monster lain.
Tapi, ini karir yang kamu pilih. Kamu sampai mengorbankan sekolahmu hanya untuk berlatih intensif di sini. Jadi, kalau suatu hari nanti kamu lihat pilihanmu ini membawamu ke masa depan pahit, nasihatku hanya satu: hadapi. Anggap dirimu baja. Bendung seluruh cobaan yang akan menerpamu dan, kalau bisa, hajar mereka!
Puncak menara kristal berpendar ungu dan bergetar. Steele sudah bisa menduga itu adalah pertanda buruk. Untungnya ia sigap. Saat ia lihat berkas cahaya datang, ia merunduk, membiarkan makhluk-makhluk di belakangnya terkena pancaran energi itu. Ia bersyukur sihir dari menara itu tidak benar-benar meluncur dalam kecepatan cahaya, kalau tidak ia pasti terkena.
Tak hanya tembakan menara dan rombongan monster saja yang harus ia hadapi. Makhluk raksasa yang tadi Steele lihat dari kejauhan masih berjaga di depan menara. Selain tinggi besar, makhluk itu memiliki perut yang buncit. Tangan kirinya terjulur ke arah Steele, sementara tangan kanannya menggenggam kuat sebuah tongkat. Atribut pakaian yang makhluk itu kenakan hanya kain, menutupi area paha atasnya. Kulitnya yang berwarna perunggu tampak bersinar karena kobaran api. Pose dan wujudnya mengingatkan Steele akan Fuujin dan Raijin, patung dewa yang ditempatkan di Gerbang Petir kuil Senso-Ji, Asakusa.
Steele sudah menyadari betapa buruknya situasinya, hingga ia tak peduli ia mungkin memang benar-benar berhadapan dengan dewa. Yang ia pikirkan adalah makhluk itu menghalangi misinya, dan ia harus menyingkirkannya.
Makhluk itu mengangkat tangan kirinya. Tiba-tiba monster-monster yang mengejar Steele berhenti dan berbalik arah, mengejar mangsa lain.
Kau sudah kalah manusia.
Walau mulutnya terkatup, makhluk itu dapat berbicara langsung ke kepala Steele.
Lihat sekelilingmu.
Tamon Rah menembakkan bola bola api lagi, menimbulkan rentetan ledakan di kejauhan.
 Pasukan yang menemanimu telah hangus. Rekanmu dari alam lain sudah tak ada.
Menara kristal menembakkan sihir lagi, yang hanya bisa dihindari tipis oleh Steele. Menara itu juga menembakkan sinar ke makhluk besar itu, namun dia mengabaikannya. 
Biarkan Tensai ini menghancurkanmu.
"Tensai?" Steele terkekeh. "Kamu menyebut dirimu sendiri jenius?"
Bencana. Artinya bencana. Pokoknya, kamu sudah kalah. Kenapa kamu masih berjuang?
"Sepanjang hidupku aku sudah menghadapi berbagai rintangan, Tuan Tensai…" Steele mengangkat dagu. "Ini tidak ada apa-apanya.
Jadi kamu masih ingin berjuang menghancurkan menara ini?
"Sudah sampai sejauh ini, kenapa tidak?"
Walau usahamu pasti akan sia-sia?
"Apa boleh buat?" Steele melemaskan otot lehernya. "Kami pegulat perempuan memang keras kepala. Karenanya kami bisa bertahan di bisnis ini."
Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, tapi kalau kamu tetap ingin menghancurkan menara ini… aku berkewajiban untuk menghentikanmu.
"Berarti…" Steele harus menghindari lagi tembakan dari menara. "Kau mengusir anak buahmu untuk menghadapiku seorang diri? Begitu percaya diri. Terima kasih atas inisiatifmu untuk memberikan aku pertarungan terhormat, wahai Tensai…" ia membungkuk. "Tapi aku hanya akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengalahkanmu."
Terkejut melihat penghormatan yang diberikan Steele, Tensai merasa berkewajiban untuk menanggapi. Ia turut membungkuk sebelum memasang kuda-kuda. Kobaran api di sekeliling membuat Steele dapat melihat bibir lawannya berkedut, membentuk senyuman. Jangan kecewakan aku, manusia.
5
Steele dan Tensai bergerak dengan hati-hati, masing-masing tidak tahu kemampuan musuhnya. Sepanjang karir, Steele sudah pernah beberapa kali menundukkan perempuan setinggi dua meter lebih. Ini pertama kali ia menghadapi makhluk yang jauh lebih tinggi dari itu. Bukan hanya itu, ini juga pertama kalinya ia menghadapi pengguna tongkat.
Tensai menyerang duluan. Derap kakinya menimbulkan getaran minor di tanah, melemahkan tapakan dan kuda-kuda Steele. Tongkat besarnya terayun, hendak menggepengkan Steele. Gerakan itu begitu jelas, hingga Steele mampu berguling menghindar, membiarkan mayat yang dibawanya terlepas… namun efek hantaman terlalu kuat hingga juara dunia IFWL itu terlontar walau sama sekali tak terkena.
Puncak menara menembakkan sinar, pertama ke arah Steele lalu ke arah Tensai. Tensai menerima serangan itu dengan santai, menunjukkan kenapa ia nekat berjaga di tempat ini. Steele tak mau mengambil risiko dan melompat mengelak.
Maaf. Seperti Tamon Rah, segel aktif di menara kristal ini pun tidak pandang bulu. Tensai melangkah perlahan mendekati Steele. Satu-satunya cara mematikannya adalah menghancurkan kedua kristal. Dua hal yang tidak bisa aku, maupun kau, lakukan.
"Jadi kalian membangkitkan makhluk yang membahayakan kalian sendiri. Untuk apa?"
Bukan urusanmu, Manusia.
Kalau saja Steele mengalami peningkatan kekuatan fisik keseluruhan, dia sudah mencoba mendekati dan membanting Tensai. Namun ia sudah mencoba kekuatannya, dan ia yakin batasnya tak jauh beda dari di IFWL. Hanya daya tahannya saja yang meningkat drastis. Ia bisa memanfaatkannya, namun akan lebih repot. Terutama menghadapi lawan yang tetap mampu membuatnya terlempar.
Tapi ada satu cara yang harus ia coba.
Saat Tensai mengayunkan tongkatnya secara horizontal, Steele meluncur di permukaan tanah. Mengabaikan perih di bokong dan pahanya, ia berpindah posisi, menghadap menara kristal.
Hanya bisa lari? tanpa pikir panjang, Tensai mengejar. Tongkatnya terayun lurus, hendak menghunjam tubuh Steele. Steele menghindar di detik-detik terakhir, membiarkan tongkat itu mengenai menara kristal.
Efeknya cepat. Menara itu bergetar hebat. Muncul retakan di sisi-sisinya, menyebar hingga ke atas. Dalam hitungan detik menara itu pun runtuh… dan secara ajaib tersusun kembali satu detik kemudian. Steele yang melihatnya dari dekat merasa seperti baru saja melihat seseorang menekan tombol rewind.
Seperti sudah kubilang, tak ada yang bisa menghancurkan menara ini di antara kita berdua. Jadi sebaiknya kamu fokus menghiburku, Manusia. Karena kalau tidak, aku akan mencabikmu perlahan. Akan kubasahi seluruh pasir di gurun ini dengan darahmu!
Sekedar memastikan. Dengan begini Steele tidak akan bisa berharap macam-macam dan fokus terhadap pertarungan terbesarnya sepanjang sejarah.
Tensai memukul tongkat secara vertikal, membuat bumi bergetar kembali. Mengantisipasi gerakannya tidak terlalu sulit, Steele hanya harus menghadapi guncangan saja. Sebisanya ia bertahan, agar ia mampu berlari maju. Sebelum Tensai memperbaiki posisi, Steele melompat, menghajar wajah besar makhluk itu dengan lututnya.
Tensai tetap tidak bereaksi.
Kau punya nyali dan rasa hormat yang bagus, Manusia. Sayang, kekuatanmu tidak mencukupi.
Tensai menanduk Steele, membuat perempuan itu jatuh telentang. Ia lalu melompat, hendak menghantamkan tongkatnya ke tanah lagi. Steele mampu menghindari hantaman utama, tapi seperti tadi ia kembali dibuat terpental dan terguling-guling. Luka di lengannya semakin parah. Spandeksnya mulai robek-robek, memperlihatkan kulit putihnya yang penuh memar dan lecet.
Kali ini hantaman Tensai membangkitkan kabut asap. Steele tak bisa melihat apa-apa. Ia hanya dapat mengandalkan telinganya untuk mencoba memprediksi gerakan musuh. Itu pun ternyata tidak berguna. Saat ia mendengar derap langkah Tensai, makhluk itu sudah ada di depannya. Tongkat Tensai terayun, mengenai telak perut Steele.
Home run, pikir Steele pahit. Pukulan itu membuatnya terlontar jauh. Ia masih terjaga saat tubuhnya kembali menyentuh tanah, namun perutnya terasa sakit sekali. Mulutnya memuntahkan darah. Kalau daya tahan fisiknya masih seperti dulu, ia pasti sudah jadi daging cincang.
Tembakan sihir dari menara kristal mengenai Steele, yang bahkan tak sadar serangan itu datang. Pandangannya mulai gelap. Matanya hanya dapat menangkap satu sosok saja di tengah imaji kabur dan warna hitam: seorang perempuan tua berkursi roda, yang duduk santai di sampingnya.
Ngapain kamu Rin? Mau nangis nggak karuan, mengeluhkan kenapa dunia ini nggak adil? Memang kenapa kalau dia lebih kuat dari kamu?
Perempuan tua itu menoleh, memperlihatkan identitasnya sebagai Mayumi Honda, mentor Steele saat dia masih 15 tahun. Wujudnya justru semakin jelas saat mata Steele hanya dapat melihat pekat.
Kamu tinggal menghajar dia lebih keras, kan?
Maka Steele pun kembali bangkit. Tensai mampu menyakiti ratu IFWL. Sudah lama Steele tak merasa begini. Sebagai wujud terima kasih, Steele akan dengan senang hati menunjukkan wujudnya sebagai dewi dunia gulat pro.
6
Tensai sudah cukup kagum melihat Steele masih mampu berdiri. Namun minat monster itu semakin bangkit saat ia melihat Steele melolong. Bagian mulut topeng Steele yang sudah sobek memperlihatkan tetesan darah dari bibirnya.
Kuda-kuda Steele pun berubah. Ia membungkuk dalam-dalam sambil menggeram. Kaki kanannya menggesek-gesek tanah. Kepalanya bergerak-gerak liar. Ketimbang petarung manusia, ia kini lebih terlihat seperti binatang.
Apa ini? Masih punya teknik tersembunyi? Tunjukkan padaku!
Steele mendengar dan siap mengabulkan. Ia maju dengan liar, tak menunjukkan rasa takut akan dihantam lagi oleh Tensai. Tensai menanggapi tekad musuhnya itu dengan menyongsongnya. Tongkatnya terayun…
Tadi Steele mampu menghindari serangan itu. Apa lagi sekarang. Ia dapat menghindari sempurna ayunan Tensai. Ia dapat bertahan dari gempa yang tercipta. Ia pun bisa memasuki jarak seranganya sebelum Tensai dapat memperbaiki posisi. Dia pun melenting, meraih kepala Tensai dan menghantam pelipis makhluk itu.
Hah?
Bunyi keheranan Tensai bergaung di kepala Steele. Pukulan tadi menghantam monster itu dengan begitu telak, hingga Tensai merasakan guncangan di otaknya.
Di ring, Steele begitu tak tertandingi hingga ia memiliki dua gaya bertarung. Yang pertama adalah gaya normal, di mana ia akan bergerak perlahan, mengantisipasi setiap serangan musuh dan membalikkannya. Yang kedua adalah gaya liar, gaya sejati Lady Steele, hanya digunakan saat musuh menunjukkan dia mampu menghadapi Steele dalam kekuatan penuh.
Bahkan Steele pun belum menyadarinya, namun gaya sejatinya memiliki efek tambahan di dunia ini. Daya tahan tubuhnya yang meningkat itu kini beralih menjadi kekuatan penghancur.
Steele mencakar dalam-dalam wajah Tensai agar ia tidak terjatuh. Dia lanjutkan menghajar kepala makhluk itu berkali-kali, dengan kekuatan yang tak berkurang, tanpa peduli apa serangan itu punya efek atau tidak. Tensai harus menarik paksa perempuan itu dan melemparnya hanya agar ia lepas.
Manusia sinting… desis Tensai. Kuda-kudanya tak semantap tadi. Di sisi wajahnya tertoreh bekas panjang kuku Steele. Bagus. Ini baru yang aku inginkan.
Tak seperti tadi, dilempar dari ketinggian tiga meter dan mendarat di tanah terasa sakit untuk Steele yang sekarang. Daya hancur serangannya meningkat, namun kekebalannya berkurang drastis. Meski begitu, ia masih disokong oleh adrenalin. Ia dapat memaksakan tubuhnya untuk berdiri dan siap bertarung lagi. Ia tertawa, senang akhirnya menemukan cara untuk menyakiti lawannya.
Keduanya menghindari bersamaan tembakan dari menara kristal.
Baiklah, Manusia. Mari kita bertarung dengan be-
Di langit, 200 meter dari tempat Steele dan Tensai bertarung, tercipta simbol besar Alforea. Langsung Steele teringat sihir Winham. Ia berpikir apa kira-kira artinya itu…
Oh tidak. Kemampuan telepati Tensai membawa bencana saat ia tanpa sadar menyiarkan pikirannya ke kepala Steele. Tidak mungkin.
Simbol besar di langit itu bisa berarti banyak hal. Mungkin bala bantuan datang. Siapa tahu Winham hanya ingin menunjukkan dia masih hidup. Bisa juga Winham hanya ingin menciptakan semacam kembang api di akhir hayatnya. Tapi reaksi Tensai mengatakan lain.
Tamon Rah terbang mendekati kastel melihat simbol itu, mengudara tak jauh dari menara kristal. Namun makhluk perkasa itu hanya meraung. Karena suatu sebab ia tak berani menyerang, tak mau mengambil risiko menyakiti segelnya.
"Hahahahaha!" dan Steele menanggapinya dengan tertawa lantang.
Para makhluk kegelapan! Ke sini! Ta-Mun-Rah membutuhkan bantuan kalian! panggil Tensai. Dan seketika itu juga monster-monster yang tadi dihalaunya mendekat, siap melanjutkan menyerang Steele.
***
Asep menatap Tamon Rah. Ya, hidungnya berdarah. Ya, matanya mengalirkan air mata darah. Ya, telinganya pun berdarah karena raungan keras kuda menjijikkan itu. Makhluk itu mungkin telah membunuh Lady Steele sebelum ia sempat menjajal kemampuan juara dunia gulat itu. Makhluk itu telah membunuhi hampir seluruh anak buah Winham. Yang paling parah, makhluk itu telah membuat ia, bos preman Bandung, mengalirkan darah.
Ia tidak takut.
"Tuh!" seruan Winham dapat menembus denging yang kini memenuhi telinga Asep. "Kalau ada yang berhasil sampai ke menara lain, seharusnya itu bisa jadi sinyal untuk mereka!"
Berarti ia hanya tinggal bekerja. Kalau ia harus jatuh di sini, maka biar kuda jelek itu sempat melihat kekuatan dari Asep, bos preman se-Bandung.
Tamon Rah menembakkan rentetan bola apinya lagi. Tak seperti sebelumnya, kali ini ia sepertinya paham terhadap bahaya yang dihadapinya hingga ia menembakkan semuanya dengan hati-hati, untuk mengenai area sekitar tembok luar kastel namun tidak sampai merontokkan segelnya sendiri. Asep melihat ada empat bola api yang terbang ke arah lain…
"Jangan khawatir, Kang Winham!" seru Asep lantang. "Ada orang juga di tembok sana! Makannya kuda bangsat ini takut!"
Manusia-manusia terkutuk! di depan Asep berdiri makhluk tiga meter berperut buncit yang memegang trisula. Wajah makhluk itu sudah babak belur, bulan-bulanan terkena hantaman preman itu. Namun tetap ia berdiri, tak ingin gagal menjalankan tugasnya. Tak akan kubiarkan kalian melewatiku!
"Diam, jelek!" seru Asep.
Gerombolan monster datang, mencengkeram dan mencoba menjatuhkan Asep. Winham menebaskan pedangnya, menyingkirkan beberapa. Padahal Asep tak membutuhkan bantuannya. Pria macho itu memukul, memukul, dan memukul monster-monster yang terlalu bodoh untuk menghalangi jalannya, hingga hanya si trisula bongsor saja yang tersisa.
Monster bertrisula itu mencoba menusuk, tapi Asep malah menginjak batang trisula. Preman super itu melompat lagi, meluncur tepat ke arah menara kristal dan meninjunya.
Sayang menara itu langsung berdiri lagi.
"Heh…" dengus Asep.
"Sepertinya nasib kita sampai di sini saja, Asep sang preman Bandung…" gumam Kapten Winham.
"Nggak juga." Asep meremas-remas tinjunya. "Kita hanya tinggal nonjokin ini sampai bener."
7
Ledakan demi ledakan mengguncang area sekitar menara kristal, hingga Steele tak lagi mampu mendengar. Monster-monster yang selamat dari ledakan itu menerkamnya, menorehkan luka serius. Adrenalin dan kekuatan tekad masih mampu menyokongnya untuk tetap berlari.
Sambil berseru, Tensai mengayunkan tongkat. Steele merunduk, membiarkan tongkat itu membereskan sebagian monster yang mengganggunya. Ia lalu melompat, menghantam dagu Tensai dengan uppercut yang lebih mirip Shoryuken. Makhluk itu pun terjungkal dan tumbang, membuka jalan bagi Steele. Ia hanya tinggal melompat dan meluncurkan satu dropkick kuat ke menara, tak punya peralatan untuk menggunakan cara lain.
Itu saja sudah cukup. Menara bergetar, retak, dan akhirnya tumbang… lalu tersusun lagi seperti sedia kala.
Yah, mau bagaimana lagi. Sudah telanjur sampai sini, Steele sekalian saja mencoba lagi. Jadi Steele meninju, mengabaikan segala sesuatu di sekelilingnya. Ada manusia serigala yang mencengkeramnya dari belakang dan menggigit bahunya dalam-dalam. Ia raih paksa kepala makhluk itu dan ia benturkan ke menara untuk merubuhkannya lagi. Bangunan itu pun kembali berdiri lagi.
Nah begitu. Itu yang benar!
Steele dapat melihat mentornya lagi.
Persetan kamu dipukuli, pastikan musuhmu juga merasakan sakitmu!
 Tensai meraung. Suaranya telepatinya menindih suara mentor Steele. Sudah cukup!
Ia meraih dan mencengkeram tubuh Steele, ingin meremasnya hingga hancur. Maafkan aku manusia! Aku menikmati pertarungan kita, tapi kau membahayakan Tamon Rah!
Semakin sulit bernafas. Steele yakin tulang rusuknya baru saja retak beberapa. Kekuatannya berkurang perlahan; energi yang menjadi senjatanya perlahan-lahan mengalir meninggalkan tubuhnya.
Ia masih bisa melawan. Ia kerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk berontak. Mata Tensai membelalak saat makhluk itu merasakan cengkeramannya melemah. Ia  berusaha langsung meremas Steele, namun pegulat perempuan itu malah berhasil membuka seluruh jemarinya dan memberontak lepas.
Steele mendarat dengan lemah di permukaan kasar gurun. Kakinya terkilir.
Ia masih nekat melompat saat Tensai memukulkan tongkatnya ke bumi. Terus ia abaikan sakit luar biasa di kaki kanannya saat ia berlari cepat menyusuri batang tongkat. Malah, ia tantang cideranya untuk menjadi lebih buruk dengan menghunjamkan kedua kakinya ke wajah Tensai. Tercipta bunyi berderak keras saat serangan itu membuat kaki kanannya patah.
Segitu sajalah kekuatan Steele. Saat gravitasi menariknya kembali ke bumi, Steele sudah merasa tenaganya habis. Jangankan bertarung, ia bahkan sudah tidak bisa bergerak lagi.
Di bawah, monster-monster buas menanti, siap menerkam dan memangsanya. Steele tak memikirkan mereka. Matanya terus tertuju ke Tensai, puas melihat tendangan terakhirnya mendorong makhluk besar itu. Tensai sampai tertolak ke arah menara kristal, tubuh besarnya menghantam dinding struktur itu. Bagai kaca, menara yang sudah bolak-balik hancur itu pecah… dan menghilang.
Tulang lengan Steele ikut patah saat ia menyentuh tanah. Juara dunia IFWL itu tak mengaduh maupun menjerit, ia hanya bisa diam, terbaring lemah dalam posisi menyamping. Tapi ia heran, monster-monster yang seharusnya menantinya tidak lagi ada. Bahkan Tensai juga menghilang tanpa jejak. Tamon Rah tak lagi menguasai langit, membiarkan Steele melihat lautan bintang dan bulan retak yang perlahan pulih seperti sedia kala. 
Ia menang. Andai ada cara agar ia bisa memberi tahu yang menguburkannya untuk menulis: "Di sini terbaring Lady Steele, pegulat terbaik IFWL hingga akhir hayatnya dan penyegel Tamon Rah."
***
Asep berjalan tertatih menyusuri sisi tembok luar kastel. Winham dan segelintir prajuritnya yang tersisa mencoba memapahnya, namun preman macho itu malah menghalau mereka, tak mau disentuh. Ternyata memang ada seseorang yang membantunya. Ia harus tahu itu siapa.
Sebuah portal terbentuk tepat di depan gerbang masuk menuju reruntuhan kastel. Nessa melangkah keluar dari dalamnya, diikuti oleh sejumlah prajurit. "Ah, Tuan Asep." Gadis maid itu melihat sekelilingnya dengan heran, tak menyangka krisis Tamon Rah bisa diselesaikan oleh kedua kontestan. "Selamat telah melalui babak kualifikasi. Dengan begini Anda bisa kembali ke Alforea untuk dio-"
"Minggir."
Asep mempercepat langkahnya. Apakah yang membantunya adalah prajurit Kapten Winham? Kebodohan Tamon Rah sendiri? Ataukah… Lady Steele?
Ia berharap akan menemukan Lady Steele. Ia tahu seorang juara dunia gulat tidak mungkin mati hanya karena satu ledakan saja. Namun saat ia menemukan Steele, ia justru merasa seperti ditinju. Perempuan itu terbaring menyamping dalam kondisi bersimbah darah. Pergelangan kaki kanannya bengkok dengan tidak wajar.
"Yang benar aja!" serunya. Berjongkok di sisi Steele, ia membalikkan tubuh pegulat pro itu agar telentang. "Kamu lebih kuat dari ini sialan!" serunya. Ia mencoba merasakan detak jantung atau denyut nadi Steele, tapi ia tidak mendeteksi apa-apa. Pertemuan mereka memang terlalu singkat, namun justru karena itu ia tidak ingin riwayat Steele berakhir secepat ini. Asep tak mau terima rekannya itu harus mati sebelum mereka sempat berduel. "Katanya kamu mau jajal kemampuan gulatku, ha?!"
"Tenang, Tuan Asep!" Nessa menyusul tergopoh-gopoh. "Kalau kita bawa dia kembali ke portal, dia bisa-"
Ternyata tidak perlu seperti itu. Tiba-tiba saja Steele duduk. Dadanya kembali bergerak naik turun, seiring dengan kembalinya nafasnya.
Asep terbahak, takjub. "Ternyata benar kau tidak akan mati semudah itu!" ia menepuk-nepuk keras punggung Steele. "Kita menang, Neng Pegulat Pro! Kita menang!"
"Hmm?" Steele menatap Asep, tidak mendengar jelas. Telinganya masih berdenging.
"Kita menang!" seru Asep, kali ini disambut oleh sorak-sorai para prajurit yang dibawa Nessa. Winham dan prajuritnya terlalu capek fisik dan mental untuk ikut bergembira.
"Hmph. Ya, tentu saja," kata Steele. Ia sudah tak perlu diberi tahu.
"Sekarang sini biar Akang bawa ke-"
Steele menepis tangan Asep. "Tidak perlu, Asep yang baik. Seorang ratu… tidak perlu dibawa." Steele berdiri. Ia memunggungi Asep dulu, sementara ia membersihkan debu dari pundak, bokong, dan pinggangnya. Kakinya yang patah hampir menjatuhkannya lagi, tapi ia tetap berdiri walau hanya dengan satu kaki. "Ia akan berjalan sendiri."
Asep menatap keheranan. Para prajurit, dan Nessa, tersipu.
"Ada apa?"
"Mending… kamu balik badan, Neng Steele!" teriak Asep. "Pantatmu kelihatan!"
Steele tidak kaget. Sepertinya pakaiannya sudah rusak sejak pertama terkena ledakan Tamon Rah. Ia terlalu sibuk bertahan hidup untuk memikirkan masalah sepele seperti itu. Sekarang pun ia tidak ambil pusing. Ia berbalik, namun itu karena dia memang ingin menghadap Nessa dan Asep, bukan karena bokongnya terlihat. Ia tak percaya ada orang bisa tertarik melihat tubuh perempuan yang sudah tidak lagi prima.
"Berarti kalian sudah melihat kulit ratu dunia gulat. Kalian seharusnya merasa terhormat!" kelakar Steele, terpaksa ikut berteriak agar ia bisa mendengar suaranya sendiri. Asep dan para prajurit tertawa mendengar kelakar itu, begitu pula dengan Nessa.
"Ini… benar-benar kacau. Sepertinya ada kekuatan lain yang mempengaruhi babak ini sehingga situasinya jadi tak terkendali. Ada banyak yang harus dibenahi," ujar Nessa, cukup keras agar bisa didengar Steele dan Asep. "Tapi untuk sekarang, selamat Lady Steele dan Asep Codet. Kalian berhasil melalui babak penyisihan Battle of Realms!"
Berarti Steele masih bisa terus melanjutkan turnamen gila ini untuk memperoleh hadiah yang ia kehendaki. Tidak buruk. Kalau tadinya juara dunia IFWL itu mengharapkan hidup abadi, kini ia sudah membayangkan keinginan yang lebih baik. Darahnya masih terpacu akibat pertarungannya dengan Tensai dan pasukan monster. Ia berpikir untuk meminta akses menuju dimensi di mana ia bisa menghadapi makhluk-makhluk seperti itu hingga ajal menjemputnya.
Kecuali, tentu saja, kalau ronde-ronde berikutnya di Battle of Realms bisa menyajikan bentuk pertarungan yang lebih seru dari ini.

41 comments:

  1. suka banget sama cara nulisnya dan plot cerita di sini
    tapi banyak kata-kata asing yang membuat sedikit susah memahami
    tapi ceritanya mengalir dengan hangat XD
    batlenya terasa dan tulisannya rapi

    Nilai :9
    thanks you
    OC:Shizuka Lilith Moselle

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you, biar nanti saya cobanya komen balik begitu cerita sampean tayang :3

      Delete
  2. Sudah ga perlu di ragukan lagi sih...
    Narasinya Mantaf... Enak bgt alurnya. Terus interaksi antara Asep dan Steele terjalin dengan sangat baik. Yang jadi kendala cuman formattingnya aja. Ini tembok text bener2 bikin mata lelah dan capek XD Just set that a side...

    Dikarenakan riquestku buat munculin Senton boom atau twist of fate dan the worm tidak di ijabah(plak) alhasil nilainya aye kurnagin 9.

    Jadi Nilai buat Entry KING tuh
    100-9=91... Dibulatkan menjadi 9.

    (Bun si gembul embem, bun~)

    ReplyDelete
    Replies
    1. This formating SUCKS man X)))) lain kali beneran kudu pakai jurus double space

      Delete
  3. Memang kudu di double enter, tapi berhubung pembawaan flownya rapi jadinya tetep kebaca kok dimana aja paragrafnya ganti =)) Well done for that, mas (mbak?) Fafa! #panggilanmupls

    Anyway, kayak yang saya bilang, flownya enak diikutin. Dari adegan ke adegan nggak ada sandungan yang kentara. Satu yang agak nyandung saya sedikit kayak yang dibilang PMnya Shizuka di atas sih, penggunaan kata-kata asingnya. Dan sebenernya bukan karena penggunaannya nggak pas atau bagaimana, tapi lebih karena beberapa nggak ada penjelasannya (kayak Shoryuken, saya aslinya sempat lupa Shoryuken itu kayak apa sampai sempat diskonek sama ceritanya sesaat), gitu aja.

    Dan satu lagi yang saya sempat tanda tanya (walaupun dipikir-pikir lagi kayaknya bisa dijawab dengan "insting"), Tamon Rah dalam kondisi madness gitu masih cukup waras buat ngebedain mana menara segel dia mana bukan, kah? Minor banget sih yang ini ' '

    Anyway, 9/10. Great flow, nice characteristics (saya penasaran Winham, btw. Kayaknya kok kalo digali imut(?) banget itu kapten #...), dan battle scenenya kerasa banget. Kesandung di beberapa lack of explanation yang saya sebut aja kok; other than that, a very beautifully done work~

    /PMnya Stellene Fortrand. Nama kita rada mirip-mirip ya, bu pegulat #......

    ReplyDelete
    Replies
    1. *characterization. Habis minum apa gue karakterisasi bisa jadi karakteristik lelelel

      Delete
    2. lebih ke dia sadar dia dalam bahaya sih ketimbang waras. hahaha

      dan ya OC kita ternyata namanya hampir sama. biar nanti saya ganti sambangi habis kerjaan kelar X)))

      Delete
  4. Membaca tulisan dr salah satu pengarang favorit saya .... It's something :)

    Gaya bahasa ngalir, keren kesannya, dan OC-nya sesuai charsheet.

    Cma dialog msih agak kurang natural, kalo menurut saya sih. Dan ada istilah kurang awam. Terus ada kamu, selanjutnya jd kau .... Dan beberapa typo. Oh ya, tulisannya kecil-kecil. Jd mengurangi kecepatan baca.

    Tp overall, ngerasa OC Lady Steele itu kereen ... Dan saya nilai 9 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wogh, ada pembaca. thank you X)))

      Kalo dialog saya sudah nyerah sejak lama sih. Yang penting tersampaikan saja :V

      Sip, biar saya coba ngunjungi balik OC sampean

      Delete
  5. Gak jelek, tapi aku gak suka sebuah cerita tanpa paragraf :D
    beri jeda lain agar pembaca tak capek membaca--maksudnya, ketika tokoh jagoan sedang bertarung, beri adegan lain, mungkin gerak-gerik monster atau bangunan yang hancur berkeping-keping, tapi jelaskan SEDIKIT lebih panjang. Jika sudah selesai, coba baca ulang, siapa tau jeda yang dibuat itu malah membuat cerita bertele-tele.

    point: 4

    Tristan Gospell - peserta yang telat mendaftar (tehee~)

    ReplyDelete
  6. kolor naga!! Narasi flow-nya bagus dan pembawaannya lumayan rapih (kalo double enter diantara narasi dan dialog) dan ane masih bingung... yang benar itu kastil atau kastel yah -_- sudahlah... biarkan jadi misteri :v

    overall : 8/10

    -Dhaniy Islaviore/Masqurade

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kastel, kalo liat KBBI :)

      Delete
    2. kastel
      http://kbbi.web.id/kastel
      Tapi saya kadang masih typo kastil, bahkan mungkin di cerita ini pun begitu. tralalalala

      Delete
    3. ah sial, aku typo disemua ceritaku nanti -_-

      Delete
    4. kayanya ini jenis yang terlalu minor sampai ngga akan diperhatiin kok, santai saja

      Delete
  7. Mungkin dari 10 tulisan pertama, ini tulisan yang keliatan cukup well-thought baik dari segi plot dan karakternya sendiri.

    Anehnya, meski spasi dempet tapi saya masih bisa baca tanpa keganggu. Walau technically cuma bawa dua orang, entah kenapa tetep aja kerasa ada 4 karakter karena tambahan Nessa sama Winham. Lumayan asik juga ngikutin sepak terjang karakter yang kemampuannya bener" sebatas melee

    Saya suka karakter Lady Steele, mungkin ngingetin sama Yvika taun lalu karena kesan strong woman-nya. Karena saya pengen liat karakter kayak gini di 48 besar, jadi entri ini saya kasih nilai 10

    Btw, Asep laris bener ya. Apalagi kalo party-nya cuma berdua

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karisma macho-nya bahkan cowok pun ga tahan bung X)))

      Delete
  8. Dari segi cerita sudah terkonsep dengan baik, dari karakterisasi juga udah lumayan, meski kadang alurnya agak kayak dipaksain maju. <(")

    Also, formatting. T,T

    Saya kasih: 7 ^^b

    ReplyDelete
  9. Waaah mantab bang king. Kombinasi Steele dan Asep nya kimoceh. #plak Ada alur yang menarik. Ganjalanku sepanjang membaca cuma formating paragrafnya sama pas ada adegan-adegan berantem yang sangat padat, kadang agak lost bacanya.

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  10. Bandungers Unite, Bruh! (dan gue bukan)

    Seperti biasa, soal teknis dan formatting saya tidak banyak komentar untuk level pro. (atau malah God Emperor). Saya saja kalau nggak diingatkan soal double-enter utk tiap paragraf mungkin tulisan di Blogger bakal rapat-rapat juga.

    Tentang penokohan, latar belakang si Rin jadi lebih jelas di sini. Bahkan disisipkan pula dalam battle dan bahkan pilihan monster-monsternya pula. So awesome.

    Tamon Rah, para monster dan adegan action juga memicu adrenalin saya saat saya mencoba membayangkannya. Bahkan Kang Aseppun diberi porsi cukup berimbang sebagai karakter yang saling mendukung satu sama lain. Yang paling saya salut adalah towernya, yang nggak kamu nerf-kan dan cara memanfaatkan monster2 itu sebagai senjata untuk menghancurkan tower. Jadi kerasa tough-nya.

    Dan soal endingnya, Radith jadi makin respek sama Rin-Senpai walaupun akhirnya nggak diajak party, nuff said.

    Overall score: 9/10

    Writer: Andry Chang
    OC saya: Raditya "Vajra" Damian

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah ya, sori banget Radith akhirnya ngga jadi dimunculin. takut bakal kelebihan wordnya atau karakternya nggak fokus.

      Thanks for the comment X)))

      Delete
  11. Alurnya keren :v bisa nipu ane, ceritanya bagus :) cuma formatnya.... (>.<")

    Untuk Nilai 7 maaf jika ada kata" kurang berkenan

    OC : Sora Shirayuki

    ReplyDelete
  12. Alur ceritanya asik ini salah satu entry the best yang saya baca. embak rin ini keceh badai yah ternyata whuaha
    pembawaan setiap karakter yang ikutan ribut juga kerasa banget, dan peran mereka masing masing kerasa banget di cerita.
    emang cuma masalah di format penyampaiannya aja sih yang bikin kadang sakit mata, terus berhenti tiap beberapa paragraf.
    tapi tetap, itu gak berpengaruh buat nilai 10/10 buat cerita ini :) congrats man huahaha

    OC : Kyril the Lost Swordsman

    ReplyDelete
  13. Salah satu penggambaran Tamon Rah yg terbaik ada di cerita ini. Penjelasan tentang translator universal, rangkuman kejadian saat Steele ditarik ke turnamen, narasi keseluruhan, juga udah solid bgt.

    Paling minusnya, di tengah2 pas lawan minion2 itu kerasa agak draggy. Perubahan situasi dari kewalahan sampe mulai bisa ngalahin Tensai itu juga kurang kentara dan terkesan agak buru2.

    Nilai dariku 8.

    Po - Fatanir.

    ReplyDelete
  14. Pas baca paragraf awal,
    "Damn it! Kiing, double enteeerrr!!!"

    But then, langsung "ah screw it, let's read".
    Tidak menyesal bacanya. Malah lancar tanpa gangguan.

    Penokohan steele dan asepnya cocok. Kalau saja di tengah area perang, mereka dikasi waktu sedikit buat tagteam beneran, dialog asep pas menuju akhir cerita bakal bener-bener terasa. Ini berasa agak miss jadinya karena mereka ga ada aksi tagteam yang "heavy" nya.

    Beberapa ide di sini sama dengan bayangan aye untuk entri aye, dan jadi inspirasi banget ini, terutama penjaga menaranya.

    Aye kasi nilai: 9!

    Sekalian, aye izin pake lady steele ya. Semoga bisa tagging dengan karakter aye nantinya.
    Btw, kalo lady steele disuguhi pizza, apa-apa saja reaksinya?

    _PITTA N. JUNIOR_

    ReplyDelete
    Replies
    1. AnonymousMay 04, 2015

      Dia jarang makan pizza. kalau pun dia makan pizza, dia prefer yang banyak daging sih. thanks for the comment btw X)))

      Delete
  15. Barusan baca punya King tadi sore.

    Wuohh!!! Tag-team antara preman bandung dengan pegulat wanita!

    Asyik!

    Alurnya menarik, kilas baliknya benar-benar memperkuat seberapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh Lady Steele untuk mencapai posisinya saat ini. Kekurangan cerita ini hanya kena masalah kurang spasi dobel saja >.<

    Tapi entri ini tetap layak dapat nilai 9.

    Ciao King!

    OC : Tan Ying Go

    ReplyDelete
  16. Baiklah, tidak ada kritik buat entry ini kecuali wall of text, saya cukup menikmati baca alurnya.

    Fokus dan karakterisasi sudah sangat baik, begitu juga dengan pertempurannya. Saya juga suka dengan cara mereka masing-masing dalam showing of their skill.

    Nilai 9 (karena wall of text)

    Sincerely,


    Supreme Commander of Midgardian Starfleet, Duchess of Ostrogoth, Caitlin Alsace

    (OC creator: Zoelkarnaen)

    ReplyDelete
  17. Satu lagi cerita yang solid.

    Fanservice yang pas dan aksi yang gak nanggung bikin saya senang sama cerita ini (meski double enternya tidak ada <(")=333)

    Nilai dari saya 8.9/10 untuk cerita ini. Solid sekali.

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
    Replies
    1. NOTE:

      Karena ternyata tidak bisa kasih nilai dengan koma,
      saya bulatkan jadi 9/10 @v@ (bukan karena bokong semata yha <(")=333)

      Delete
  18. As usual, tulisan anda beneran serem. Well thought Plot, karakter yang hidup, narasi yang asik dan ga bikin capek padahal sebanyak ini. Saya jadi nggak pede kalau ketemu situ lagi nanti. Orz...


    Nilai : 10
    OC : Alayne Fiero

    ReplyDelete
  19. Walau waktu skimming wall of textnya keliatan distracting, tapi begitu baca perpindahan paragrafnya kelihatan kok. Jadi nggak lelah karena wall of text, tapi ya lain kali harus inget double enter. Apalagi ini bukan kali pertama ikutan BoR >.<

    Oke review dimulai!

    Plot :
    Kesan tough yang ditunjukan Lady Steele berasa banget, di dunia dimana sihir ada dan semua orang bersenjata, menjadi pegulat adalah pilihan yang sangat berat. Tapi nggak ada yg bisa menghalangi Lady Steele, yang punya tekad sekuat baja!
    Penggunaan mayat sebagai senjata itu bener2 brilian! Bener2 pegulat banget tekniknya.

    Lalu juga detail gorenya disini masih lumayan berasa, meski nggak sedetail Nurin kemaren karena dia emang pengguna mayat, detail gore inilah yg bikin tulisanmu menarik. Aku berharap utk ngeliat lebih banyak detail ini selanjutnya.

    Lalu kata2 mentornya itu bener2 nyemangatin banget!!!


    Karakterisasi : Lady Steele nggak usah ditanya lagi, karakterisasinya bener2 kuat dan solid (pun intended), namun sebaliknya, Asep kurang begitu digarap disini. Kesan kuatnya cuma sedikit terasa, karena fokus cerita jauh lebih banyak ke Lady Steele.

    Karakter tambahan, Kapten Winham lumayan lucu, apalagi sihirnya cuma buat gaya, hahahaha. Dia harusnya bisa jadi partner yg asik dengan Asep, namun sayangnya mereka minim dapet highlight, dan cuma muncul beberapa paragraf ketika pertarungan memuncak.


    Battle : Sebagai gantinya karena Asep kurang dapet highlight, pertarungan Lady Steele bener2 dapet main spot. Sebagai petarung tangan kosong, bener2 terasa banget perjuangannya ngalahin makhluk yg jauh lebih tinggi daripada dia. Sampe patah kaki segala! Bener2 nggak ada yg ngalahin tekad Lady Steele deh.

    Untung mereka nggak menghadapi Tamon Rah secara langsung, itu bola2 apinya bener2 mematikan.

    Btw aku masih rada kurang paham di akhir, kenapa towernya bisa hancur bersamaan. Apa Asep ngancurin di belakang layar?
    Atau emang bener2 ada "entitas lain" yang mengganggu jalannya pertandingan?
    Kalau semacam Outer God lagi, aku bakal kecewa. Karena tema itu udah dipake Nurin, dan personality Lady Steele sangat2 nggak cocok menerima bantuan dari luar.
    Tapi apapun yang akan terjadi, aku bakal ngikutin perjuangan Lady Steele!

    Dariku 9/10
    This formatting SUCKS, man xD

    ReplyDelete
  20. Wahwah, ini petarung wanita yang sungguh bersemangat. Aku tidak bisa membayangkan ada wanita yang begitu kuat hingga bisa membanting segala rupa monster meskipun tulang sendiri sampai remuk-remuk #ngeri

    Soal format tulisan sudah dikomentari yang lain, jadi aku bahas yang lain saja ya, Cin~

    Sebagai sesama janda, aku sangat khawatir dengan kehidupan Rin Komori yang kini sudah terlalu menghayati karakternya sebagai Lady Steele. Apakah kehidupan berkeluarga memang begitu mudahnya untuk dibuang demi berkarir? Mungkin suatu saat nanti, dilema itu akan datang lagi . . . dan aku menanti jalan yang akan dipilih Rin Komori.

    Soal pertarungan, hanya kurang waktu untuk bernafas saja. Dan duel Asep dengan penjaga yang satunya lagi sayang banget tidak ikut ditampilkan. Lalu teknik pamungkas yang biasa muncul di ring gulat-pro, kenapa tidak diberi spotlite untuk muncul di sini? Aku beneran suka saat pegulat-pro melakukan jurus pamungkas, saat mata para penonton tertuju padanya, saat waktu seperti berhenti, lalu semua menjadi riuh kembali saat jurus itu akhirnya diselesaikan.

    Oke, begitu aja komentar dariku~

    PONTEN 8-

    -Bu Mawar-

    ReplyDelete
  21. sasuga, wall of text pun tak menjadi penghalang saya membaca cerita ini
    Tamon Rah-nya terasa King Fachrul sekali ww

    Bagian penghancuran kristal agak membingungkan, jadi mesti saya baca 2x baru ngeh. Kristalnya hancur karena impact tubuh Tensai ya?

    Lastly, Lady Steele yang tetap perkasa walau tersiksa dan Asep sangat wild~ sungguh OTP material /eh

    Nilai: 9
    OC: Apis

    ReplyDelete
  22. ayey si mang ujang etah, meuni ganjen ka neng estelle :D

    entry om King ini bagus banget di bagian sebab akibat, detail logika yang nggak dipakai sama entry lain ada di sini. Misalnya tentang translator universal. Saya baca entry lain nggak ada yang kepikiran buat mikirin detail sampe ke sana.
    XD
    Dan damn, itu Tamon-raah-nya bener-bener dewa di sini, ngeliatnya aja udah bikin terluka... :O



    Tapi sial, itu wall of text bikin saya sakit mata. Gak di-double enter sih bang~ Q_Q


    ini pairing mang Asep sama tante Rin *digebuk*
    asyik banget bang :D


    point 9

    ReplyDelete
  23. Sebenarnya ini entry kedua yang saya baca setelah Kumirun, tapi waktu itu lagi konsen beresin cerita si Asep. Jadi maaf baru sekarang bisa ngasih komen. Ini dia, duo brutal, Lady Steele & Bos Preman. Ini bisa dibilang yang jadi basis gaya bertarung Asep di entry saya. Full Power, Brutal pisan, penuh kekerasan, sesuai judulnya, Unrelenting Force!! *_*

    Teknik narasinya detil, ngingetin saya ma Nurin. Cuma bedanya di sini Lady Steele punya fisik yang abnormal.

    Gaya gulat Asep itu greco roman toh, OK, fix XD

    Wall of Text-nya cukup ngerepotin, tapi untungnya saya gak manja, hehe

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  24. Sebenarnya ini entry kedua yang saya baca setelah Kumirun, tapi waktu itu lagi konsen beresin cerita si Asep. Jadi maaf baru sekarang bisa ngasih komen. Ini dia, duo brutal, Lady Steele & Bos Preman. Ini bisa dibilang yang jadi basis gaya bertarung Asep di entry saya. Full Power, Brutal pisan, penuh kekerasan, sesuai judulnya, Unrelenting Force!! *_*

    Teknik narasinya detil, ngingetin saya ma Nurin. Cuma bedanya di sini Lady Steele punya fisik yang abnormal.

    Gaya gulat Asep itu greco roman toh, OK, fix XD

    Wall of Text-nya cukup ngerepotin, tapi untungnya saya gak manja, hehe

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  25. Sebenarnya ini entry kedua yang saya baca setelah Kumirun, tapi waktu itu lagi konsen beresin cerita si Asep. Jadi maaf baru sekarang bisa ngasih komen. Ini dia, duo brutal, Lady Steele & Bos Preman. Ini bisa dibilang yang jadi basis gaya bertarung Asep di entry saya. Full Power, Brutal pisan, penuh kekerasan, sesuai judulnya, Unrelenting Force!! *_*

    Teknik narasinya detil, ngingetin saya ma Nurin. Cuma bedanya di sini Lady Steele punya fisik yang abnormal.

    Gaya gulat Asep itu greco roman toh, OK, fix XD

    Wall of Text-nya cukup ngerepotin, tapi untungnya saya gak manja, hehe

    Nilai 10

    dLanjung (Asep Codet)

    ReplyDelete
  26. Manusiawi, itu mungkin kata yang tepat buat ngegambarin Steele di entri ini. Pembaca diajak mendalami bayang-bayang IFWL dan dirinya secara pribadi sebagai pegulat. Waktu pantatnya keliatan pun, she responded style.

    Adegan pembicaraan sambil hajar-hajaran bareng Asep asik banget buat diikutin, pas bagi tugas ngancurin menaranya juga. Diliat dari komentar Nessa, ini juga salah satu entri yang ada anomalinya ya.

    Paling suka sama narasi di endingnya, yang seolah-olah menantang keberadaan turnamen BoR ini untuk menyuguhkan tantangan yang lebih seru lagi. Masalah entri inii cuma dalam hal formatting.

    9/10

    OC: WIldan Hariz

    ReplyDelete
    Replies
    1. *responded in style, I mean. Doh. ;]

      Delete