27.4.15

[PREMILINARY] LEXIA GRADLOUIS - BON VOYAGE!

[PREMILINARY] LEXIA GRADLOUIS - BON VOYAGE!
penulis : Too Much Idea

Gadis berkacamata itu menghembuskan nafas panjang.
Ia melepaskan kacamatanya, meletakkannya diatas kertas-kertas yang berserakan di meja depannya sebelum menyandarkan diri ke kursinya. Gadis itu mengerang sambil mengusap-usap matanya yang lelah, dahinya yang berkerut membuatnya nampak lebih tua dari usianya sebenarnya.
Ia berhenti mengeluh tiba-tiba, mencubit pipinya dengan gemas seolah memarahi dirinya sendiri, kemudian mengeryit kesakitan dan mengusap-usap pipinya yang kemerah-merahan bekas dicubit.



Gadis itu melepas dan kemudian mengikatkembali rambut cokelat kemerahannya menjadi ikat kuda, kemudian mengambil dan mengenakan kacamatanya sebelum kembali fokus ke puluhan lembar kertas yang ia dapat dari berbagai koneksi yang ia mintai bantuan. Semuanya berisikan hal yang sama, biodata dari sejumlah orang-orang yang menghilang secara misterius dari seluruh penjuru Bumi.
Ada seorang anak dari Jerman yang dilaporkan melarikan diri dari rumah oleh keluarganya, hanya untuk dinyatakan sebagai buronan teroris yang melarikan diri dari fasilitas penjara rahasia oleh pemerintah beberapa tahun kemudian. Aneh sekali, padahal menurut penyelidikannya, anak itu sama sekali tidak punya koneksi dengan aliran-aliran garis keras. Bahkan, anak itu seolah menghilang begitu saja dari muka Bumi begitu diumumkan sebagai buronan.
Tapi orang-orang seperti anak inilah yang menjadi petunjuk bagi si gadis muda untuk menemukan penemuan abad ini... Turnamen Battle of Realms, atau setidaknya itu namanya dari desas-desus yang ia dengar.
Sebuah turnamen yang terletak di sebuah dunia alternatif yang jauh berbeda dari Bumi, dimana puluhan atau ratusan orang diundang dari berbagai dunia alternatif lainnya untuk berkompetisi. Pemenangnya akan mendapatkan sebuah hadiah yang begitu megah, yang begitu luar biasa.
Orang-orang yang biodatanya sedang ia baca satu per satu ini adalah orang-orang hilang yang mempunyai berbagai macam hal aneh yang membuat si gadis curiga bahwa mereka telah pergi untuk ikut berkompetisi dalam turnamen akbar ini... Dan tewas dalam prosesnya.
Tapi kenapa mereka bisa diundang? Bagaimana cara mereka berkompetisi, jika lawan yang mereka hadapi mungkin adalah seekor naga penyembur api yang dapat berbicara yang datang dari dimensi lain?
Gadis muda ini punya begitu banyak pertanyaan dan begitu sedikit jawaban yang tersedia untuknya, di dimensi ini, setidaknya. Ia menarik nafas panjang dan menghelanya  sekali lagi, memperbaiki letak kacamatanya, lalu menggaruk-garuk rambutnya yang sebenarnya tidak begitu gatal.
Ketika si gadis menyadari keberadaannya.
Amplop itu tertimbun beberapa lembar kertas dan foto, entah sejak kapan ia ada di sana. Nama pengirimnya dan tujuan alamat tidak ada, tapi nama penerimanya sudah jelas.
Lexia Gradlouis.
Cepat-cepat ia meraih sebilah pisau kertas, dan membuka amplop itu dengan rapi. Selain sebuah kolom tanda tangan, hanya ada sebuah kalimat yang tertulis.
Apa lagi yang kau tunggu?
Ini dia. Ini dia! Cukup membubuhkan tanda tangannya, dan dia selangkah lebih dekat dengan mengungkap kebenaran dibalik Battle of Realsm! Dia sudah dapat memikirkan kalimat-kalimat headline berita yang akan menghiasi media ketika ia pulang, ketika ia berhasil.
Tapi apakah itu benar apa yang Lexia inginkan?
Lexia hanyalah seorang pemburu harta karun, dan di saat yang sama juga hanyalah seorang mahasiswa arkeologi. Ia tahu benar jika ia kalah, ada kemungkinan bahwa ia dapat berakhir sebagai salah satu orang hilang di file kepolisian selanjutnya. Mungkin ia akan dimasukkan di folder kasus yang sama dengan orang-orang yang saat ini sedang ia selidiki.
Lexia membaca surat yang ia terima sekali lagi. Ia boleh saja menolak undangan ini dan kemudian menghentikan penyelidikannya lalu kembali fokus mencari bukti Inner Earth atau Atlantis. Tidak perlu mempertaruhkan nyawa dan seluruh eksistensinya untuk berpetualang hingga ke sebuah dimensi lain, bertarung dengan monster dan makhluk-makhluk aneh yang datang dari alam yang lain.
Tapi kemudian Lexia teringat kembali kepada moto keluarganya, "Sebuah penemuan yang hebat selalu datang berkat sebuah penelitian yang luar biasa dan pengorbanan yang sama besar."
Sebelum ia sadar, tangannya sudah meraih sebuah pena. Dengan cepat, ia membubuhkan tanda tangannya dan menuliskan namanya.
"Apportez-le dessus!"
Cahaya yang begitu terang tiba-tiba saja menghujam masuk melalui jendela.
---
"Selamat datang di Aflorea, wahai para petualang!" Sambut seseorang. Lexia memperbaiki kacamatanya dan mengedip-ngedipkan matanya beberapa saat. Ia bukan lagi berada di ruangan studinya di Paris, melainkan di sebuah lapangan yang cukup luas dengan sebuah bangunan kastil megah di hadapannya.
Di sekelilingnya, adalah peserta-peserta yang lain. Lexia memandang sekelilingnya. Ada manusia pohon (Tidak bercanda. Benar-benar setengah pohon dan nampaknya dia tidak punya muka. Seandainya Lexia punya waktu dia ingin melihat lebih dekat), ada pula seorang ibu-ibu yang mengenakan jilbab, ada banyak sekali orang dari berbagai macam ras dan dimensi yang diam-diam membuat Lexia terkagum.
Seorang wanita cantik, orang yang memberikan sambutan beberapa saat yang lalu, mulai menjelaskan... Ralat, mencoba menjelaskan, sebelum digantikan oleh seorang lelaki tua yang nampak serius dan lebih berwibawa.
Pemenangnya akan mendapakan apapun. A-pa-pun.
Lexia sama sekali belum bertarung, tapi baru memikirkan hadiahnya saja kepalanya sudah pusing memilih. Uang kah yang dia inginkan? Atau peta lokasi semua rahasia Dunia? Atau mungkin bukti bahwa Alien itu ada?
Seketika setelah lelaki tua itu selesai menjelaskan peraturan babak preliminasi ini, kerumunan yang sebelumnya bingung dan memperhatikan penjelasan dengan setengah serius ini meledak. Orang-orang saling bersahut dan berseru, menggandeng tangan orang untuk menunjukkan bertapa inginnya mereka diinginkan sebagai seorang anggota tim.
Lexia mulai panik, melihat beberapa kelompok orang sudah menghampiri maid-maid. Ini buruk, karena semakin banyak peserta yang sudah berangkat maka semakin sedikit pilihan anggota tim yang tersedia untuk Lexia.
Ditengah keributan itulah Lexia melihatnya. Seorang lelaki tinggi besar dan kekar, dengan wajah garang dan tatapan mata yang tajam. Bekas luka memanjang yang melintasi wajahnya itu tidak membuatnya nampak ramah sama sekali, pilihan pakaiannya apalagi. Lexia melihat bagaimana sesekali ada orang yang mendekat, hendak mengajaknya bekerja sama, tapi menciut ketika ia melotot ke arah mereka.
"Monsieur costaud!" Seru Lexia, memanggil orang yang menarik perhatiannya ini sembari berjalan. Si lelaki menoleh ke bawah, tapi Lexia tidak terintimidasi. Yeti yang pernah mengejarnya dulu ukurannya lebih besar. "Monsieur, apakah anda sudah mendapat tim?"
Lelaki itu menggeleng, "Belum."
Lexia tersenyum mendengarnya. "Avec moi? Berdua saja sudah cukup, kan? Terlalu ramai membingungkan."
---
Tiba-tiba saja, mereka sudah berada di sebuah gurun. Begitu gersang, banyak batu berbagai ukuran yang tersebar di sana sini. Mereka hanya ditemani oleh sinar bulan dan bintang. Tidak jauh dari mereka berdua, serombongan prajurit dengan baju besi dan berbagai macam senjata mulai dari pedang hingga panah. Dihadapan mereka, ratusan ribu monster yang datang dari mimpi buruk. Ada reptilian, ada orc, ada troll, ada pula beberapa ekor ular bersayap hitam yang terbang di langit.
"Objektif kalian hanyalah satu: Bertahan hidup. Untuk menyegel Tamon Rah dan menyelesaikan babak ini, anda harus menghancurkan kedua menara batu yang di utara." Maid yang mengantar mulai menjelaskan. Ia melirik jam saku yang ia bawa, kemudian membungkuk sedikit. "Demikian, semoga beruntung."
Maid itu hilang, dan semua kegilaan nampaknya dimulai di waktu yang nyaris bersamaan. Prajurit manusia dan segala macam monster itu menjerit nyaris bersamaan, kemudian menerjang dan mulai bertarung.
"Namaku Asep. Panggil saja begitu, dibanding 'Otot'." Si lelaki kekar memperkenalkan diri. Ia begitu tenang, meski di hadapan mereka sedang terjadi pertarungan tidak masuk akal yang tidak adil. Ia menunjuk ke arah dua buah menara yang nampak serupa, menjulang tinggi di kejauhan dengan kristal yang bersinar terang di utara. "Itu menara yang dimaksud bukan?"
"Apalagi, Monsieur Asep? Je suis Lexia, Lexia Gradlouis." Lexia tersenyum. Entah sihir atau mekanisme apa yang terpasang di dunia ini, yang pasti mereka saling mengerti dengan yang lain sekarang dan itu memudahkan segalanya. "Jika itu kedua menaranya, lalu dimana Tamon Rah yang harus kita segel?"
Mungkin Lexia tidak seharusnya bertanya, sebab bulan meledak dan memberinya jawaban. Tamon Rah adalah monster kuda bersayap dan bertanduk yang muncul dari bulan. Entah kenapa Lexia tidak hentinya diingatkan pada sosok Pegasus. Ia berukuran besar, puluhan meter, dan dari kilat matanya Lexia tahu bahwa monster ini buas dan tidak ada di pihak manapun. Tamon Rah meringkik, suara ringkikannya menggema ke segala penjuru, kemudian menukik turun dengan cepat mendatangi area pertarungan. Ia meringkik lagi, lingkaran-lingkaran sihir muncul di udara dan berubah menjadi bola api yang jatuh menghujam tanah, membunuh manusia maupun monster.
"Itu kabar buruk," Lexia mengigit bibirnya gugup. "Kita harus cepat, Monsieur!"
Lexia berlari terlebih dahulu, meraih pedang milik seorang tentara yang sudah gugur dan hendak meminjamnya jika kalau tidak terlalu berat untuknya. Sebagai gantinya, Lexia mengeluarkan parangnya. Monster-monster mulai menyadari keberadaan mereka, dan tidak bisa dipungkiri bahwa Lexia merasa sedikit takut melihat mereka. Monster monster ini, di dunianya, hanya hidup di film.
Salah seorang Orc berlari sembari mengayunkan kapaknya ke samping, Lexia dengan cepat menghindar dengan cara menunduk ke bawah. Kesalahan pemula, Lexia seharusnya tahu bahwa Orc itu dapat dengan cepat menarik senjatanya dan kali ini mengayunkannya ke bawah. Kalau bukan karena Asep yang dengan cepat menahan bilah kapak dengan tangan kosong, Lexia sudah pasti setidaknya akan kehilangan satu anggota tubuhnya.
"Hahh!" Asep berteriak dengan begitu semangat, didorongnya bilah kapak ke belakang membuat si Orc terkejut dan terhuyung ke belakang. Asep mengambil kesempatan, ia mengambil satu langkah kedepan kemudian mendaratkan sebuah uppercut ke rahang si Orc. Begitu keras tinju Asep hingga Lexia dapat mendengar suara retakan yang keras, Orc tersebut jatuh ke tanah dan tergeletak begitu saja.
"Gitu saja sudah kalah!" Seru Asep, nada suara dan sikapnya berbeda sekali dengan sebelumnya. Ia mengayun ayunkan tangannya, menantang orc-orc yang menggeram geram marah melihat temannya dijatuhkan. Orc-orc tersebut menjadi tambah beringas ketika Asep meraih kapak yang dijatuhkan oleh orc yang sebelumnya. "Ayo! Ayo!"
---
Lexia memang sudah mengeluarkan parangnya dan bahkan sudah melepaskan pengaman Lungernya, tapi melihat bagaimana Asep bertarung Lexia tidak yakin bahwa dia akan perlu menembakkan satu pelurupun.
Asep yang tadi berkenalan dengannya sangatlah berbeda dengan Asep yang sedang bertarung di hadapannya. Entah bagaimana ia bisa mengayunkan gada Troll dan kapak Orc yang beratnya abnormal itu. Ketika senjata-senjata rampasan itu sudah rusak karena begitu kasarnya mereka digunakan, Asep akan menggunakan tangan kosongnya.
"Papatong Comro Karuhun!" Seru Asep, sembari memukul seorang Orc tepat di dada. Bukannya terjatuh ke tanah, Orc malang tersebut malah terlempar ke belakang dan menjatuhkan beberapa Orc yang berada di belakangnya dan membuka jalan bagi mereka dan prajurit manusia yang tersisa untuk menyerbu balik.
Bola api memenuhi langit, diiringi dengan gemuruh ledakan dan ringkikan Tamon Rah dan derap kuda yang mendekat... Tunggu, mendekat?
"Monsieur, awas!" Lexia berteriak, melihat bagaimana Tamon Rah terbang menuju ke arah mereka secara tiba-tiba. Apa yang menarik perhatiannya ke arah mereka tiba-tiba?
Lexia berlari dengan cepat untuk menghindar dari daerah terbang Tamon Rah, yang akan selalu terbakar ketika dilewati olehnya. Beberapa monster dan prajurit manusia yang tidak cukup cepat menghindar langsung terbakar, seolah disulut oleh angin. Lexia memperhatikan bagaimana Tamon Rah tidak mengincarnya, tapi mengejar Asep. Mungkin karena ia menggunakan gerakan spesialnya?
"Monsieur, jangan gunakan gerakan spesial anda saat ini! Hanya saat diperlukan saja!" Usul Lexia sambil berlari di samping Asep. Tamon Rah sedang memutar arah untuk mencoba membakar mereka sekali lagi, ini adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk menembus masuk ke kastil tua. Begitu mereka berhasil menembus masuk gerbang kastil, jumlah monster yang menghadang mereka rasanya bertambah berkali lipat hingga Lexia kesulitan menemukan pintu masuk ke kedua menara.
"Neng! Tolong jaga saya sebentar!" Asep meminta. Ia berhenti berjalan, melepaskan jaketnya dan mengaitkannya di pinggangnya sebelum membuka kuda-kuda. Ia mengeluarkan beberapa butir biji kopi dari kantung di sabuknya, diremasnya hingga hancur menjadi bubuk lalu... diusapkannya di ketiaknya.
"P-pardon?" Lexia kebingungan melihatnya, tapi Asep malah menjawab dengan sebuah nyanyian.
"Betapa hatiku takkan pilu, telah gugur pahlawanku.... Betapa hatiku takkan sedih..."
Seorang Orc menerjang maju ke depan dengan tombaknya dan hendak menghujamkannya ke Asep, yang dengan khusyuk menyanyikan sebuah lagu yang asing bagi Lexia. Seperti yang diminta, Lexia menurut dan bergerak untuk melindungi Asep. Lexia mengayunkan cambuknya, mengaitkannya di tangan si Orc lalu menariknya dan memaksa si Orc untuk menjatuhkan tombaknya.

"Telah gugur pahlawanku... Tunai sudah janji bakti... Gugur satu tumbuh sribu..."
Orc itu membalas dengan menarik tangannya yang terkait, Lexia yang tidak kuat menahan langsung terjatuh dan terseret sedikit di tanah. Sebuah senyum muncul di wajah jelek si Orc, Lexia dapat mendengar beberapa Orc mengeluarkan suara geraman yang terdengar seperti tawa.

   "Tanah air jaya sakti..."

Asep menyelesaikan lagunya. Ia membungkukkan tubuhnya sedikit, menarik badannya ke samping, kemudian membuka kedua telapak tangannya. "Neng, awas!"

Lexia menarik lepas cambuknya, kemudian berguling keluar dari jalur serang.

"Kopiluwak!" Seru Asep, sembari menyodorkan kedua telapak tangannya ke depan. Entah bagaimana cara Asep mengubah bubuk kopi di ketiak menjadi tembakan gelombang yang disertai ledakan dahsyat yang menerbangkan dan menghabisi monster-monster sial yang berdiri di jalur tembak. Sebuah jalur kosong menuju menara kiri terbuka lebar.

Lexia berdiri dan mengusap keringatnya, sembari memperhatikan ular-ular naga yang berterbangan di atas kepalanya. Hal itu mengingatkannya pada adegan film yang ia tonton beberapa tahun yang lalu, yang memberinya sebuah ide cemerlang. "Asep, tolong bantu aku!"

"Ambil sebuah perisai, tolong dorong aku ke atas!" Lexia mengayunkan cambuknya ke tanah, seolah melakukan pemanasan. Dilihatnya Asep meraih sebuah perisai yang tergeletak di tanah seolah mengambil sebuah frisbee, yang kemudian dikenakannya di tangan kirinya. "Siap?"

Lexia menunggu hingga ada seekor ular naga yang hendak terbang melintas, sebelum berlari ke arah Asep. Ia melompat dan menapakkan kaki kanannya di perisai tersebut, yang kemudian diayunkan ke atas dengan kuat oleh Asep. Lexia, yang terdorong ke atas hingga cukup tinggi, dengan cepat mengayunkan cambuknya dan secara beruntung berhasil melilitkannya di leher si ular naga yang langsung menggeliat terkeut.

"Tolong hancurkan menara yang kanan!" Seru Lexia kepada Asep, sebelum kembali berkutat dengan si ular naga yang ingin menjatuhkannya atau memakannya. Lexia dapat menaiki punggung si ular naga dengan cukup mudah, terbantu oleh pengalamannya bermain rodeo di festival San Fermin.

"Ayo!" Lexia berseru, sembari dengan paksa menarik cambuknya yang berfungsi sebagai tali kekang. Si ular naga meraung kesakitan, tapi terpaksa terbang sesuai ke arah yang diinginkan oleh Lexia. Dengan cepat Lexia dibawanya ke puncak menara kiri, dan sebelum Lexia dapat mendaratkan diri dengan sempurna atau memikirkan apa yang selanjutnya hendak ia lakukan sebuah sinar muncul dan mengenai si ular naga yang langsung terjatuh.

Lexia melepaskan lilitan cambuknya dan menjatuhkan diri, mengumpat sedikit ketika ia terjatuh ke puncak menara. Sakit, tapi setidaknya tidak sesakit bagaimana jika ia tertimpa tubuh si ular naga. Lexia berdiri dan cepat-cepat mengenakan kembali kacamatanya yang terlempar lepas, kemudian mengamati kristal berukuran besar di hadapannya itu dengan kebingungan. Tadi ia menembakkan sesuatu yang menjatuhkan mereka, tapi kenapa sekarang kristal itu tidak menyerang mereka sekali lagi?

Kristal yang dapat menyerang itu bukanlah satu-satunya masalah yang ia hadapi, ada si ular naga tunggangannya yang sudah kembali berdiri dan nampaknya ingin membalas dendam dan kerumunan monster yang muncul entah dari mana.

Lexia punya rencana bodoh, dan maka dengan itu dengan bodoh pula ia akan melakukannya.

Si ular naga menerjang ke depan, dan Lexia melompat berguling menghindar kedepan. Ia kembali berdiri, dan kemudian dengan cepat berlari ke arah kristal yang ada di hadapannya. Puluhan atau ratusan troll dan orc berteriak sembari mengejar dari beberapa arah, dan tiba-tiba saja kristal itu kembali lagi menembakkan serangan-serangan. Lexia memperlambat larinya, memperhatikan sekelilingnya dengan cepat sebelum mengambil langkah ke samping untuk menghindar dari ayunan gada Troll.

Ia meraih pistol Lugernya, tapi masih mengurungkan niatnya untuk menembakkannya karena tidak mau membuang waktu untuk mengisi ulang magazinenya jika nanti habis. Lexia tahu sekarang bahwa kristal itu akan menyerang siapapun yang ada pada jarak kurang lebih 6 meter darinya, dan serangannya itu menyakitkan meski tidak fatal.

Lexia masih berlari dan sesekali menghindar dari serangan monster-monster di sekelilingnya ketika ia mendengar ledakan besar dan asap debu yang mengepul dari puncak menara yang satunya. Ia melihat seorang Troll yang dilempar keluar dari kepulan asap, tepat menghantam kristal yang nampaknya retak sedikit. Asep berlari keluar dari debu asap dan mengayunkan gada rampasannya ke salah seorang Orc malang yang langsung terlempar cukup jauh hingga jatuh dari puncak menara.

Melihat bagaimana Asep dapat dengan cepat melesat ke kristal, meskipun ditempak berulang kali, membuat Lexia takut menjadikan Asep musuhnya. Lexia dapat mendengar jeritan penuh semangat Asep dari kejauhan, dan bagaimana suara retakan kristalnya itu menggema. Asep memukulkan gadanya sekali lagi, dan kristal kanan hancur.

"Bagus!" Lexia berbisik. Ia berlari dan menjatuhkan dirinya ke depan kemudian meluncur menghindar melalui bukaan yang ada di antara kedua kaki Troll. Sembari meluncur di tanah, Lexia menembakkan satu pelurunya. Ia dengan cepat berguling ke samping, menghindar dari tubuh Troll yang terjatuh ke belakang dengan lubang di dagu.

"Tidak!" Lexia menoleh ke kanan, mendengar suara Asep. Dan bertapa terkejutnya dia, kristal itu kembali utuh. Mekanisme sihir lagi, lama-lama Lexia merasa capek berurusan dengan mekanisme sihir yang macam-macam.

"Monsieur!" Panggil Lexia. "Kelihatannya kita harus menghancurkannya bersama-sama. Beri aku 60 detik! Satu! Dua!"

Tiga. Empat. Lima. Enam,

Lexia mulai menghitung dalam hati. Ia sudah memasuki wilayah tembak, dan sepersekian detik kemudian kristal itu melepaskan projektil sihirnya ke berbagai arah sekaligus. Tembakan yang pertama tidak bisa Lexia hindari, datangnya terlalu cepat. Seperti yang sudah ia duga, tidak fatal. Rasa sakitnya mengingatkan Lexia dengan tembakan paint ball, membuat nyeri.

Dua satu. Dua dua. Dua tiga,

Ia sudah cukup dekat, jika ia terlalu dekat maka akan sulit baginya untuk menghindar dari serangan projektil sihir. Ia berdiri membelakangi kristal targetnya, berhadapan dengan seeorang Troll yang ukurannya agak lebih besar dari yang lain.Beruntung, tapi Lexia lupa menghindar dan projektil sihir lainnya mengenai punggungnya.

Tiga enam-aduh, Tiga tu-geh, Tiga delap-adududududuh.

Semakin lama, projektil yang ditembakkan rasanya semakin sakit. Lexia tahu jika ia berdiri sebagai sasaran tembak seperti ini, lama-lama akibatnya bisa fatal. Si Troll bergerak dengan lambat, mungkin karena berat gada yang ia bawa. Sementara si Troll sibuk menyeret gadanya mendekat, beberapa orc sudah terlebih dahulu menghampiri Lexia.

Ia menunduk menghindar dari pedang yang pertama, menggunakan projektil listrik yang sebelumnya di arahkan padanya untuk menyerang si Orc. Dengan cepat Lexia menapak ke depan, menghindar dari projektil yang kedua dengan cara bersembunyi di bayang-bayang Orc yang kalah cepat. Sembari menapak ke depan, Lexia mengaitkan cambuknya di salah satu kaki si Orc. Ia menariknya kuat-kuat, membuat si Orc berlutut dan melindunginya lagi dari projektil sihir.

Untuk orc-orc lainnya yang sudah berada cukup dekat darinya, Lexia menghadiahkan kepada mereka masing-masing sebutir peluru. Peluru yang terakhir, tentu saja, diberikan kepada orc yang sedari tadi melindunginya dari serangan projektil sihir.

Lima empat, lima lima, lima enam.

Si Troll mengangkat gadanya, dilihat dari caranya memegang kelihatannya gada tersebut akan diayunkan dari atas ke bawah. Lexia melangkah mundur hingga ia menyentuh permukaan kristal yang dingin dan menyengat. Lexia mengigit bibirnya, mencoba menahan sakit karena ia tahu sebentar lagi akan selesai.

Lima sembilan, Enam puluh!

"Sekarang!" Lexia berseru begitu gada diayunkan ke bawah, ia melemparkan diri ke samping untuk menghindar. Suara retakan, dan beberapa butir kristal yang terpecah menghujaninya. Lexia menoleh ke belakang, perlahan tapi pasti kristalnya mulai roboh. Sementara itu di menara kanan, dilihatnya bagaimana sebuah gada Troll sudah menembus kristal dengan sempurna. Entah bagaimana cara Asep melemparkan gada sampai sekuat itu, dari jarak dekatkah?

Kedua kristal roboh dan pecah di saat yang hampir bersamaan, kemudian di susul dengan para monster yang menghilang. Troll dan orc, ular naga yang bertebangan di udara, bahkan gada yang dilempar Asep hingga tembus kristal. Tamon Rah menghilang, dan bulan sudah kembali seperti semula.

"Hei, neng! Non Lexia? Kau baik-baik saja?" Lexia mencoba berdiri, tapi seluruh tubuhnya terutama punggungnya terasa nyeri. Efek dari menerima tembakan projektil yang begitu banyaknya. Lexia lebih bingung lagi kenapa kacamatanya tidak retak atau pecah kacanya. Lexia berlutut, melambaikan tangannya untuk menunjukkan kepada Asep bahwa dia baik-baik saja.

"Selamat, anda berhasil menyelesaikan babak preliminasi." Umum si maid, yang muncul entah dari mana dengan cara melayang di tengah udara antara kedua menara. Ia menepukkan tangannya dengan anggun, dan kemudian sebuah lubang hitam bersinar biru muncul di bawah kaki si maid. "Ini adalah portal kembali ke Alforea, silahkan melompat masuk ke mari."

Alforea. Jadi itu nama dunia ini.
Alforea dan Tamon Rah. Harus aku catat nanti.

Lexia menyeret tubuhnya ke tepian menara, mencoba untuk tidak melirik kebawah karena ia tahu nyalinya akan ciut. Lexia melihat bagaimana Asep mengangguk, kemudian dengan tenang melompat masuk ke portal dan hilang ditelan begitu saja. Lexia menarik nafas dan tersenyum sebelum menyusul Asep.

Petualangannya baru saja dimulai.

39 comments:

  1. Saya emang ga baca cs Lexia detil, tapi kayanya ini tipe analis banget ya?

    Salut karena cuma ambil party berdua dan tetep bisa nyelesein tantangan ini dengan sangat runut, dari awal nerima surat sampe kembali ke portal terbuka. Tapi karena banyaknya entri peserta prelim taun ini, saya bakal kasih nilai pukul rata menurut enjoyment dan impresi.

    Dari sini cukup ngegambarin karakter Lexia yang ngandelin otak, berbahasa Prancis, dan kayanya seneng banget nyuruh-nyuruh orang 9dan Asep ini penurut banget ya untuk ukuran orang yang sama' baru kenal). Tapi masih belum ada momen 'wah' yang bisa saya temuin. Sekalipun ringan buat dibaca, tapi di sisi lain masih agak kaku karena kayanya terlalu terpatok sama nyelesein misi dan kurang eksplorasi di karakternya sendiri

    Dari saya 7

    [OC : Dyna Might]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, dia support yang tipe otak.

      Maaf kalau saya ngebutcher karakter Asep D:, belum nemu cara masukin witty/sadistic line yang 'khas Lexia'

      Delete
  2. Narasi dan adegan pertarungannya lumayan enak diikuti. Somehow saya seneng partynya simpel, cukup berdua saja. Karakterisasinya lumayan. Strategi ngancurin menaranya juga oke lah.

    Nilai : 8

    OC aye : Zhaahir

    ReplyDelete
  3. Strategi yang hebat untuk ukuran party yang berisi dua orang, meskipun lexia harus kesakitan di tembakin tapi tak ada keberhasilan tanpa pengorbanan.

    Jadi good job, narasi n dialog seimbang. Meskipun asep agak kurang terekspos selain hasil-hasil pertarungannya yang penuh ledakan. XD


    -Khanza M. Swartika

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya nilainya lupa..

      Tak ponten 8 buat story ini

      -Khanza M. Swartika

      Delete
    2. Karena ledakan adalah seni /salah

      Makasih kak~

      OC Lexia, lupa dimasukin di 2 reply di atas

      Delete
  4. Narasinya lumayan enak diikuti ' 'd mengalir dan seperti kata yang lain, salut berani buat party 2 orang saja. Walaupun bayangan saya terhadap Asep Codet sedikit meleset dari cerita ini, saya kira dia itu orangnya galak kayak preman pasar gitu, ngomongnya bentak-bentak pakai sumpah serapah. Untuk karaterisasi Lexia sendiri saya suka, karena selain memakai megane (iya saya suka karakter megane kakagh) dia juga tipe yang lebih memakai taktik ketimbang otot.

    Oke deh saya kasih nilai: 7 + 1 = 8 ' 'd

    Plus satu karena ini masuk 5 submiter pertama~

    OC: Ernesto Boreas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga ngerasa saya ngebutcher karakter Asep.

      HAIL MEGANE- ehem.

      Thankies~

      OC: Lexia

      Delete
  5. Hmm.. bagus, saya suka dengan penceritaan yang lancar begini.. Penceritaan karakternya baik.. cuma.. lebih dominan ke karakter kang Asep sih. Tapi, karakter kamu cukup mencolok kok. Adegan battlenya menarik, walau di akhir-akhir kenapa situasinya terkesan memihak karakter. Kurang memberi thrill bagi saya sih..

    Lalu, saya sempet nemuin beberapa typo, tapi itu bukan masalah sih.. Sudah diimbangi dengan gaya penceritaan yang enteng dan asik.

    Skornya.. 6.. +2 jadi 8

    OC saia Fath`a Lir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hm... Oke sudah saya catat.

      Gah, masih ada typo ya? D:

      -OC: Lexia

      Delete
  6. Yep, sederhana dan gampang diikuti. Kerjasama antar tim oke, tapi OC lain selain OC-mu rasanya masih kurang hidup, masih terlalu dibimbing sama OC-mu sendiri. :s

    Nilai akhir: 8

    ~Effeth Scyceid

    ReplyDelete
  7. Pertarungannya asik untuk diikuti dan mudah dipahami
    jalan cerita dari awal sampai akhir begitu runtut hingga kembali ke tempat awal
    cara Lexia bertarung benar-benar mengandalkan strategi yang bagus
    bahasa perancisnya kaga nahan ~ serasa Lilith punya teman yang berbahasa sama XD
    kembali ke cerita hihihhi
    bahasanya ringan dan asik

    nilai :8

    Merci beaucop
    OC: Shizuka Lilith moselle

    ReplyDelete
    Replies
    1. Merci aussi~

      OC: Lexia Gradlouis (masukin full name karena nggak tahu harus full name atau nama depan aja)

      Delete
  8. narasi dan cerita awalnya enak banget buat diikutin. kayaknya sebagian besar yang mau ditulis udah dibibuat diatas. kang asep yang tiba tiba ngerti bahasa prancis?, mungkin karena logic yang ada di alforea ini sejenis game dan playernya berasal dari berbagai macam dimensi. yah otomatis bahasanya pasti beda beda. karena itu makanya biarpun beda beda bahasa, semuanya semua player bisa ngerti cmiiw

    btw, saya suka dengan karakter lexia nya yang berfikir sebelum bertindak dan penggunaan strategi dalam pertarungan

    nilai : 9

    OC : Kyril the lost Swordsman

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya berani pakai bahasa Prancis karena pemikiran saya pastinya ada semacam mekanisme sihir yang mengtranslate semua bahasa jadi universal sehingga bisa saling mengerti :D

      Thank you!
      OC: Lexia Gradlouis

      Delete
  9. Narasi dan jalan cerita simpel, jadi mudah buat diikuti. Namun menurut saya harus ditambah sedikit lagi tantangan yang mendebarkan agar cerita lebih seru untuk dibaca. Kebanyakan situasi sepertinya menguntungkan OC kamu.

    Disamping itu tokoh Lexia menarik, lebih ngandelin otak daripada otot. Walopun cuma seorang mahasiswa tapi dia berhasil menyelesaikan tantangan yang di luar nalar manusia biasa.

    Nilai : 7

    - James Allard Jauhari

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ok sudah dicatat :)

      Bukan cuman mahasiswa kak, tapi juga treasure hunter paruh waktu xD

      OC: Lexia Gradlouis

      Delete
  10. Ceritanya bagus kak :) antara narasi sama dialog imbang walaupun dikit typo hehehe...
    nila 8
    semangat kak , maaf jika ada kata" kurang berkenan

    OC : Sora Shirayuki

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah masih kecolongan Typo ya D:
      Sip makasih :)!

      OC: Lexia Gradlous

      Delete
  11. Moment 'wah' dari cerita ini adalah Lexia ternyata dia satu guru dengan Black Widow.... seriously? -_- anw, cerita kamu ringan, tapi saking ringannya sampe aku yg baca ga kena 'impact'nya..... ada beberapa kata yang aku rasa tak perlu diketik, semisal "dengan cara merunduk' mungkin kata 'dengan cara' bisa dihilangkan.... mungkin...... tapi berdua saja dengan Mang Asep satu ini pilihan yg bagus karena seperti yg pernah kamu bilang juga, dapet explore karakter lebih dalem, tapi 'exploring' kamu aku rasa belum cukup dalam...... mungkin itu ajasih komentarnya............ 7 point for you

    -Aria Maharani-

    ReplyDelete
    Replies
    1. pfft of course not
      Terlalu detail? Okay

      OC: Lexia Gradlouis

      Delete
  12. Terlepas dari masalah spasi, cerita lexia enak dibaca meski berkesan "main aman". Menyoroti adegan konflik yang ingin membangkitkan rasa urgen sebenarnya beberapa deskripsi masih bisa dipangkas untuk menghindari ketegangan yang hilang akibat overtelling. Dalam karakterisasi OC lain saya melihat Asep di sini masih lebih jinak ketimbang apa yang digambarkan dari character sheet-nya. Taking risks are a-okay :3

    7/10

    - Adrienne Marsh, atas permintaan Ronnie Staccato

    ReplyDelete
    Replies
    1. _(:3 _ _)_
      makasih kak

      OC: Lexia Gradlouis

      Delete
  13. Cerita solid. No more, no less.

    Semuanya sudah tersampaikan dengan baik, tapi saya yakin Lexia sebenarnya bisa lebih.

    8.5/10 Dari saya.

    Salam hangat dari Enryuumaru/Zarid Al-Farabi

    ReplyDelete
    Replies
    1. NOTE:

      Karena ternyata tidak bisa kasih nilai dengan koma,
      saya bulatkan jadi 8/10 @v@

      Delete
  14. Lagi-lagi pertempuran yang bertype strategi dan taktikal, tapi aku suka gaya ceritanya. Yang saya pingin ketawa adalah saat Asep keluarkan jurus-jurusnya, di sini juga Asep penurut banget jadi seolah-olah kayak pengawal gitu.

    Nilai 8/10
    OC : Yu Ching

    ReplyDelete
  15. Ini alur ceritanya ngalir kayak air, b(^~^)d good story and good tactic. oh ya mending Asep di explor lagi karakternya, di sini dia terlalu penurut untuk setelan preman.

    Nilai 8/10
    OC Izu Yavuhezid.

    ReplyDelete
  16. To: Mademoiselle Lexia

    Yup, pertempuran gaya taktis memang selalu membuat saya terhibur. Memanfaatkan gelombang monster sejak awal, menghadapi Rah dan memancing mereka agar menyerang kita yang sedang ditembaki menara, menurut saya itu benar2 brilyan. Kekokohan menara kristalpun masih wajar dalam ukuran saya.

    Lebih greget lagi bila Lex juga memanfaatkan prajurit Alforea untuk membantu sampai ke menara (itu opsional dan situasional sih), dan Tamon Rah secara random muncul lagi dekat2 party Lex 1-2 kali lagi. Perihal Kang Asep, mungkin kharisma Lex-lah yang membuat dia rada2 nurut :p

    Tapi nggak apa-apa deh, pokoknya skor 8/10 dari saya sudah di tangan.
    Maunya sih saya juga bikin yang singkat-padat fokus 2 karakter seperti itu, tapi seperti biasa tau kan penyakit saya, keasyikan interaksi membangun chemistry dan too much idea.

    OC: Vajra (Raditya Damian)

    ReplyDelete
  17. Ceritanya to the point, tak berlama-lama di detil. Narasinya mudah dimengerti tanpa harus banyak berpikir.

    Tapi jadinya kurang terasa seru, dramanya kurang, karakternya juga kurang tereksplor.

    Walo begitu saya pengen liat lagi gimana cerita Lexia selanjutnya. Nilai 8

    dLanjung [Asep Codet]

    ReplyDelete
  18. Ceritanya to the point, tak berlama-lama di detil. Narasinya mudah dimengerti tanpa harus banyak berpikir.

    Tapi jadinya kurang terasa seru, dramanya kurang, karakternya juga kurang tereksplor.

    Walo begitu saya pengen liat lagi gimana cerita Lexia selanjutnya. Nilai 8

    dLanjung [Asep Codet]

    ReplyDelete
  19. Ceritanya to the point, tak berlama-lama di detil. Narasinya mudah dimengerti tanpa harus banyak berpikir.

    Tapi jadinya kurang terasa seru, dramanya kurang, karakternya juga kurang tereksplor.

    Walo begitu saya pengen liat lagi gimana cerita Lexia selanjutnya. Nilai 8

    dLanjung [Asep Codet]

    ReplyDelete
    Replies
    1. Triple post kak xD
      Mohon maaf banget Bang Asep saya gagal personafikasikan disini m(T T)m

      Delete
  20. Lexia

    Overall gw ngerasa ga terlalu bergairah membacanya. mungkin karena kecepetan

    ya ^^;

    di battle ini kurang terasa adanya interaksi di antara peserta. well, kurang

    lebih sama dengan yang terjadi di cerita gw juga sih; dua peserta sama-sama

    cuma kerjasama, ga ada permainan emosional gitu.

    hmmm... gw sebenarnya rada ngarep ada sesuatu yang lebih prancis dari Lexia

    sih. kayak misalnya ajaran atau filsafat hidupnya yang dikuak di sini. tapi

    well, mungkin itu cma sekedar selera gw aja untuk tahu gimana cara pandang

    karakter ini dalam berbagai masalah.

    btw Pistol Luger tuh apa ya? yang bener Luger atau Lunger?

    "Monsieur!" Panggil Lexia. "Kelihatannya kita harus menghancurkannya bersama-

    sama. Beri aku 60 detik! Satu! Dua!" << darimana dia tahu? ga ada deduksi dlu

    harus dihancurin dengan cara apa gitu?

    Nilai 7

    OC gw: Kii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sesuatu yang agak prancis? Seperti mengomel soal pakaian yang kurang stylish? :v

      Pistol Luger P08, mungkin saya nggak sengaja ngetiknya Lunger :/

      Delete
  21. (+) : Battle story nya bagus, dari awal berantem sama kroco2, sampe ngancurin menara kristal nya terpapar dengan rapih, dan untuk ukuran party 2 orang strategi yang dipakai juga tergambar dengan baik jadi saya baca nya nggak terlalu mikir2 lagi. (8)
    (-) : Bumbu cerita nya mungkin masih kurang, kaya deskripsi character mugnkin, udah ada di cerita perang nya sih, tapi mungkin bisa lebih ditambah lagi.. (secara jumlah anggota party nya kan cuma 2 orang) ^^ (-1)

    Nilai: 7
    OC: Falcon

    ReplyDelete
  22. Hoo... gaya menulismu meningkat cukup banyak sejak terakhir kalinya saya baca tulisanmu.

    Alurnya bersih, pertarungannya jelas, dan narasinya sudah oke. Saya juga suka idenya, Lexia ini mengingatkan saya sama Indy (Dr. Jones), tapi female version. Sayangnya kau masih agak kurang pada bagian karakterisasi, walau tulisannya bagus, pertempuran Lexia di sini terasa agak hambar menurutku. Ini terasa seperti sebuah jurnal yang terlalu serius, saya tidak dapat merasakan emosi Lexia sama sekali.

    Nilai 7

    Zoelkarnaen
    (OC: Caitlin Alsace)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah kelihatannya banyak yang kompkain over detail. Harus dicatet nih :/

      Trims kak, saya juga bahagia waktu sadar kemampuan nulis meningkat \o/

      Delete